STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU
RIVERFRONT CITY
FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH
SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
ABSTRACT
FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. The Strategy of the Development of Jambi City Towards a Riverfront City. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and
SUPRIHATIN
.The development of social, culture and economic at Jambi City is inseparable with Batanghari River. The existence of Batanghari river plays important role in economic development at Jambi City. The aims of this research were to identify the potential of Batanghari River as well as its problems, to identify and analyze stakeholders that have roles in the development of Jambi City towards a riverfront city, and to formulate the strategy of the development of Jambi City towards a riverfront city. The results of this research showed that Batanghari River has potentials to be developed as a riverfront city. The development is devided into three zone including natural zone, semi-natural zone, and multi-purpose zone. There were twenty one stakeholders that have roles in the development of Batanghari River. The hierarcy strategies of the development of Jambi City towards a riverfront city are as follows emproving the coordination among the stakeholders, community development, law enforcement, making perfect the watershed of Batanghari River, revitalizing of Batanghari River and developing the eco-industrial park.
RINGKASAN
FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. Strategi Pengembangan Kota
Jambi Menuju Riverfront City. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI
dan SUPRIHATIN.
Perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi tidak dapat
dipisahkan dari keberadaan dan peran Sungai Batanghari. Sungai
Batanghari merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera.
Sungai ini melintasi sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi,
mulai dari Kabupaten Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah
Aliran Sungai (DAS). Secara geografis sungai Batanghari membagi Kota
Jambi menjadi dua bagian yaitu dua kecamatan dibagian utara sungai
Batanghari dan enam kecamatan di sisi selatannya. Sungai Batanghari
yang melintasi Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari
hilir yang masih berada dalam kesatuan DAS Batanghari, dengan panjang
sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Hasil
monitoring Sungai Batanghari di Kota Jambi yang dilakukan oleh Badan
Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jambi selama tahun 2007 menunjukkan
kualitas air Sungai Batanghari telah mengalami penurunan yang cukup
mengkhawatirkan. Maka perlu dirumuskan suatu strategi dan pola
kebijakan pengelolaan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk
memperbaiki dan meningkatkan vitalitas kawasan Sungai Batanghari
khususnya yang berada di Kota Jambi sehingga keberadaan Sungai
Batanghari bukan menjadi ‘halaman belakang’ tetapi dapat menjadi
‘halaman depan’ bagi Kota Jambi (riverfront city).
Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai Batanghari; 2)Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city; 3) Formulasi strategi implementasi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan
masukan bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang
berkepentingan dalam merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari yang berkelanjutan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa arah pengembangan yang didasarkan pada penilaian dari aspek legal, biofisik, ekologis, sosial, dan persepsi serta preferensi stakeholders, pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront di bagi dalam tiga zona pengembangan, yaitu:
1) Zona Alami. Termasuk dalam zona alami adalah Kelurahan Penyengat Rendah, Teluk Kenali dan Pulau Sijenjang.
2) Zona Semi Alami. Termasuk dalam zona semi alami adalah Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang, Tanjung Pasir, Buluran Kenali, Legok, Arab Melayu, Tengah, Jelmu, Mudung Laut, Tahtul Yaman, Tanjung Johor dan Sijenjang.
3) Zona Multi Fungsi. Termasuk dalam zona multi fungsi adalah Pasar Jambi dan Kasang
Berdasarkan analisis stakeholders, terdapat sepuluh institusi sebagai subjects yaitu Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Batanghari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jambi, Dinas Perikanan Kota Jambi, Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Prov. Jambi (BAPEDALDA), Balai Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi, Pusat Penelitian dan Manajemen-Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM-DAS Unja), masyarakat sekitar sempadan sungai, industri crumbrubber dan sawmill, lima institusi sebagai key players yaitu Bada Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Jambi, Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Jambi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Jambi, tiga institusi sebagai context setters yaitu Bappeda Prov. Jambi, PU Prov. Jambi, dan Lembaga Adat Jambi, dan tiga institusi sebagai crowd yaitu Dinas Kehutanan Prov Jambi, Warsi dan Walhi. Adapun alternatif strategi dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah: a) peningkatan koordinasi antar stakeholders; b) pemberdayaan masyarakat; c) penegakan hukum beserta regulasinya; d) penyempurnaan database DAS; e) revitalisasi sungai; serta f) pengembangan Kawasan Industri Hijau.
©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.
STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU
RIVERFRONT CITY
FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada
Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Judul Tesis : Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Nama : Fitriyah Irmawati Elyas Saleh
NRP : P052090241
Disetujui
Komisi Pembimbing
Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Prof. Dr.Ir. Suprihatin, Dipl-Eng.
Ketua Anggota
Diketahui
Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana
Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan
Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.
Tesis berjudul “Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City” ini disusun berdasarkan atas keprihatinan terhadap sumberdaya air khususnya sungai di Indonesia yang belum optimal dan belum mampu menyelaraskan antara pembangunan dan sumberdaya air yang di miliki. Tesis ini menguraikan tentang analisis pengembangan riverfront city, stakeholders, dan alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city.
Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat dimanfaatkan.
Bogor, Agustus 2011
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Jambi Provinsi Jambi.
Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suprihati, Dipl-Eng selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan kepada penulis selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dinas dan instansi baik Provinsi maupun Kota Jambi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Datuk Yakin di Jambi dan seluruh rekan-rekan Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2009 serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 15 Juli 1983 dari ayah Elyas dan Ibu Maryam Saleh. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri I Sorong dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan biaya mandiri.
i
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... i
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... v
I. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Kerangka Pemikiran ... 2
1.3. Tujuan Penelitian ... 3
1.4. Manfaat Penelitian ... 3
1.5. Penelitian Terdahulu ... 4
II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1. Waterfront City ... 6
2.1.1. Pengertian Waterfront City ... 6
2.1.2. Pengembangan Kawasan Tepi Air ... 6
2.1.3. Konsep Waterfront City ... 7
2.1.4 Konsepsi Dasar Kota Sungai ... 8
2.1.5 Tipologi Pengembangan Waterfront City ... 9
2.2. Analisis Stakeholders ... 13
2.3. Analisis AHP ... 14
III. METODE PENELITAN ... 16
3.1. Tempat dan Waktu ... 16
3.2. Rancangan Penelitian ... 16
3.2.1. Jenis dan Sumber Data ... 16
3.2.2. Teknik Penentuan Contoh ... 16
3.3. Metode Analisis Data ... 17
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28
4.1. Umum ... 28
4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi. ... 28
4.1.2. Iklim dan Curah Hujan ... 29
4.1.3. Topografi ... 30
4.1.4. Kondisi Hidrogeologi ... 30
4.2. Penggunaan Lahan dan Ruang ... 34
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38
5.1. Analisis Rencana Pengembangan ... 38
5.1.1. Aspek Legal ... 38
5.1.2. Aspek Ekologis... 45
5.1.3. Aspek Biofisik ... 46
5.1.4. Aspek Sosial ... 52
5.2. Analisis Stakeholders ... 56
5.2.1. Identifikasi Stakeholders ... ` 56
5.2.2. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders ... 58
5.2.3. Persepsi dan Preferensi Stakeholders ... 65
5.3. Analisis SWOT ... 67
ii
5.4.1. Level Aspek dan Kriteria ... 77
5.4.2. Level Alternatif Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City ... 78
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84
6.1. Kesimpulan ... 89
6.2. Saran ... 90
DAFTAR PUSTAKA ... 91
iii
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Indikator elemen pembentuk riverfront city ... 9
2. Instansi/lembaga/individu terkait penelitian ... 17
3. Standar penilaian peubah pada luas RTH, land cover dan sinousitas ... 19
4. Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders ... 23
5. Skala banding berpasangan ... 25
6. Matrik pendapat individu ... 26
7. Luas daerah dan pembagian administratif menurut kecamatan tahun 2009 ... 28
8. Nama sungai dengan luas daerah aliran, panjang sungai dan muaranya ... 34
9. Penggunaan lahan (urban dan non urban) di Kota Jambi tahun 2009 ... 35
10 Struktur ruang Kota Jambi ... 37
11. Kondisi aktual tiap segmen berdasarkan aspek legal ... 43
12. Nilai sinousitas tiap segmen ... 45
13. Perkembangan luas hutan dan erosi yang terjadi di DAS Batanghari ... 48
14. Kualitas lingkungan alami tiap segmen ... 49
15. Persepsi dan preferensi masyarakat ... 54
16. Kepentingan (interest) stakeholders terkait dengan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 59
17. Pengaruh stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 60
18. Persepsi dan preferensi stakeholders ... 66
19. Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen ... 68
iv
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Kerangka pemikiran penelitian. ... 3
2. Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover ... 20
3. Perhitungan sinousitas sungai ... 21
4. Matriks pengaruh dan kepentingan ... 23
5. Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 27
6. Peta administrasi Kota Jambi ... 29
7. GSS menurut PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5 ... 38
8. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (1) ... 39
9. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (2) ... 39
10. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (3) ... 39
11. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (1) ... 40
12. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (2) ... 40
13. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (1) ... 40
14. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (2) ... 41
15. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ... 41
16. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ... 41
17. GSS bertanggul dan tidak bertanggul ... 45
18. Posisi stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 61
19. Hasil AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 76
20. Prioritas masing-masing aspek dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 77
21. Nilai bobot alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 79
v
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Peta lokasi penelitian dan titik sinousitas tiap segmen. ... 97
2. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hulu) ... 98
3. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hilir) ... 99
4. Keterkaitan analisis SWOT dan AHP ... 100
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sungai adalah elemen yang penting bagi manusia. Sejak dahulu manusia
mempunyai hubungan yang erat dengan sungai karena sungai memiliki peranan
yang besar dalam kehidupan manusia. Begitu pula dengan Sungai Batanghari
yang berada di Kota Jambi memiliki perananan yang penting dalam
perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi. Sungai Batanghari
merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera. Sungai ini melintasi
sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi, mulai dari Kabupaten
Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)
Batanghari. Luas DAS Batanghari bagian hilir sekitar 861.904 ha dengan
panjang 2.287,33 km serta keliling 630.693,80 km. Bagian hilir DAS ini terdiri
dari 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Muara Jambi, Tanjung Jabar
Timur, Tanjung Jabar Barat serta Kota Jambi. Sungai Batanghari yang melintasi
Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari hilir dengan panjang
Sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Secara
geografis Sungai Batanghari membagi Kota Jambi menjadi dua bagian yaitu dua
kecamatan dibagian utara dan enam kecamatan di sisi selatan.
Pembangunan yang baik seharusnya mempertimbangkan aspek
ekonomi, sosial dan ekologi untuk mencapai tujuan pembangunan yang
berimbang antara growth, equality dan sustainaibility (Rustiadi et al. 2009). Akan
tetapi pembangunan yang berlangsung di Kota Jambi belum dapat
mengintegrasikan antara pembangunan Kota Jambi dengan Sungai Batanghari
sebagai sumberdaya air yang memiliki peranan penting bagi masyarakat Kota
Jambi. Sungai Batanghari bukan sebagai halaman depan akan tetapi lebih
sebagai halaman belakang. Sepanjang Sungai Batanghari ini berkembang
berbagai jenis industri antara lain industri crumbrubber, sawmill, dermaga
pengangkutan pasir, penampungan BBM (Bahan Bakar Minyak) Pertamina yang
banyak terdapat di sisi selatan sempadan Sungai Batanghari. Sedangkan di sisi
utara banyak berkembang commercial area, seperti pasar, pemukiman
penduduk, bengkel motor, tempat pencucian motor serta berbagai aktivitas
lainnya.
Berbagai aktivitas tersebut memberikan kontribusi bagi masuknya polutan
2
sumber air minum bagi masyarakat Kota Jambi khususnya dan Provinsi Jambi
pada umumnya. Sulistiawati (2007) menyatakan bahwa tingkat pencemaran
perairan Sungai Batanghari berada pada tingkat pencemaran sedang hingga
berat. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Batanghari oleh Balai Lingkungan
Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi (2010) menunjukkan bahwa Sungai
Batanghari telah tercemar berat.
Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dirumuskan suatu strategi
dan pola kebijakan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk agar dapat
terintegrasi dengan pembangunan di Kota Jambi. Perencanaan dan pengelolaan
sungai perlu dilakukan agar tercipta harmonisasi kepentingan pembangunan dan
pelestarian sumberdaya alam yang dimiliki. Saat ini telah banyak negara dan
kota yang membuat prinsip perancangan penataan untuk kawasan tepi air yang
meliputi pantai, sungai maupun danau dalam menunjang pembangunan kotanya.
Oleh karena itu Kota Jambi memiliki potensi yang dapat dikembangkan agar
dapat menjadi kota tepian air (waterfront city) dengan landmark Sungai
Batanghari (riverfront).
1.2. Kerangka Pemikiran
Berbagai aktivitas yang telah ada di sepanjang sungai
sebagaimana diuraikan pada sub bab latar belakang di atas akan
berakibat buruk dan tidak mampu memberikan jaminan keberlanjutan
ekologi, ekonomi dan sosial. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut
terlebih dahulu perlu diketahui kondisi aktual Sungai Batanghari baik potensi
yang dimiliki dan permasalahan yang tengah dihadapi dari aspek ekologi,
biofisik, legal, dan sosial. Selanjutnya berdasarkan potensi dan permasalahan
dari aspek ekologi, biofisik, legal dan sosial dilakukan sintesis untuk
memperoleh zonasi ruang pengembangan Kota Jambi menuju riverfront
city. Agar hasil dari konsep dan zonasi ruang dapat digunakan dalam
pertimbangan penataan ruang Kota Jambi, maka perlu dilakukan analisis
terhadap stakeholders. Analisis stakeholders dilakukan untuk mengetahui
stakeholders yang terkait, posisi dan persepsi stakeholders dalam
pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city sehingga dapat diperoleh
alternatif strategi yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam
mengembangkan riverfront city. Secara skematik, kerangka pemikiran dari
3
Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian1.3.
Tujuan PenelitianTujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai
Batanghari untuk pengembangan riverfront city.
2. Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam
pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city.
3. Formulasi strategi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan masukan
bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang berkepentingan dalam
merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari
yang berkelanjutan.
Alternatif Starategi Pengembangan Kota Jambi
Menuju Riverfront City
Sungai Batanghari Kota Jambi
Permasalahan Aktual Sungai Batanghari
Potensi Aktual Sungai Batanghari
4
1.5. Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap Sungai Batanghari
antara lain:
1. Prediksi Erosi di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai Batanghari Hulu Jambi
oleh Syah, (1993).
2. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari di Kota Jambi oleh
Susilawati (2007). Penelitian ini menghasilkan 4 (empat) strategi dalam
pengelolaan Sungai Batanghari yaitu: a) dukungan dana dari pemerintah
pusat dan sumberdaya manusia yang berkualitas; b) meningkatkan
koordinasi antar sektor dan wilayah (BPDAS Batanghari) dalam upaya
penguatan kelembagaan dan hukum guna pengelolaan perairan; c)
pemerintah kota menjadikan Sungai Batanghari sebagai kawasan wisata
perairan; d) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan koordinasi
antar dinas/instansi dalam upaya pencegahan pencemaran limbah di
Sungai Batanghari.
Penelitian yang membahas waterfront city antara lain:
1. Pengembangan dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota
Makassar Sebagai Waterfront City oleh Nurfaida (2009). Hasil penelitian
pengembangan dan rencana pengelolaan lanskap Pantai Kota Makassar
ialah: a) pantai Kota Makassar memiliki potensi dikembangkan sebagai
waterfront city dengan prioritas utama pengembangan sebagai kawasan
rekreasi; b) zona pengembangan kawasan pantai Kota Makassar terbagi
tiga zona yaitu zona pemanfaatan wisata, multi-pemanfaatan dan
konservasi.
2. Pengelolaan Bersama Berbasis Masyarakat dalam Penataan dan
Pengembangan Kawasan Sungai Siak Sebagai Waterfront City oleh
Muhammad (2003). Hasil penelitian ini ialah: a) Pemerintah Provinsi Riau
disarankan merubah atau menyusun kembali konsep pembangunan
waterfront city dari kebijakan pembangunan yang bersifat top down
menjadi kebijakan pembangunan partisipatif; b) untuk mengoptimalkan
maksud dan tujuan pembangunan, efektifitas program pemberdayaan
5
partisipatif dan melakukan pendekatan sosial budaya terhadap
masyarakat yang menolak waterfront city adalah dengan membentuk
lembaga penngelola bersama dalam penataan kawasan. Lembaga ini
berfungsi sebagai fasilitator dan katlisator antara stakeholders,
masyarakat dan investor.
3. Prinsip Perancangan Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Kota Sungai oleh
Mursalianto (2002). Hasil penelitian ini yaitu bahwa prinsip perancangan
pusat Kota Banjarmasin sebagai kota sungai adalah penerapan
elemen-elemen pembentuk identitas sungai yang meliputi aspek sungai, tata
guna lahan, tata guna sungai, akses, sirkulasi, visual dan lansekap.
4. Perancangan Waterfront Pekanbaru Sebagai Kawasan Pengembangan
Wisata Kota (Studi Kasus : Pelabuhan Pelindo Dan Pelita Pantai Sungai
Siak) oleh Rizal, (2005).
Hasil penelitian ini ialah menciptakan kawasan bantaran sungai sebagai
kawasan wisata belanja, wisata air, wisata sejarah, dan wisata aktifitas
malam. Perencanaan ini diiringi dengan penataan sirkulasi yang menerus
ke bantaran dan berorientasi kepada kenyamanan pedestrian di
sepanjang bantaran Sungai Siak.
5. Persepsi Masyarakat Sekitar Sungai Siak dalam Menghadapi Pekanbaru
Sebagai Waterfront City oleh Fachruddin (2004). Hasil penelitian ini ialah
masyarakat di bantaran sungai Siak setuju dengan dibangunnya
waterfront city baik ditinjau dari latar belakang pendidikan maupun jenis
pekerjaannya. Keinginan masyarakat terhadap ganti rugi, relokasi dan
keterlibatan dalam pembangunan sangat tinggi, sehingga sangat
diperlukan transparansi dalam setiap proses baik pada saat perencanaan
ataupun pada saat pelaksanaan. Dengan pola keterbukaan dan kejelasan
akan status dan atas solusi-solusi yang diberikan kepada masyarakat
dengan penuh keseimbangan dan kewajaran, peran masyarakat dalam
pembangunan bisa diarahkan sebagai pemodal dalam pelaksanaan
6
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Waterfront City
2.1.1 Pengertian Waterfront City
Kawasan tepian air atau lebih dikenal waterfront merupakan lahan atau
area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap laut,
sungai, danau atau sejenisnya. Waterfront secara harfiah dapat diartikan sebagai
tepi air (water edges) atau badan air (water body). Kota (city) dan waterfront
merupakan dua hal yang selalu digunakan secara bersamaan dan tidak dapat
dipisahkan pengertiannya. Hal ini dikarenakan suatu kota memiliki potensi air
baik berupa sungai, danau, laut dan sebagainya dimana secara geografis
membentuk suatu batas peralihan antar daerah perairan dengan daratan yang
dikenal sebagai daerah tepi air (water edges), (Breen dan Rigby, 1994).
Menurut Carr (1992), bila dihubungkan dengan pembangunan kota, maka
kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang
dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia yaitu melihat
kebutuhan manusia akan ruang-ruang publik dan nilai alami. Dengan demikian,
pembangunan atau penataan kawasan tepi air berkaitan dengan berbagai
aktivitas yang berhubungan dengan tepi atau badan air.
Menurut Nugroho (2000) diacu dalam Ayuputri (2006), waterfront
merupakan penerapan konsep tepian air (laut, sungai/kanal, atau danau) sebagai
halaman depan, tempat tepian air tersebut dipandang sebagai bagian lingkungan
yang harus dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat
pembuangan. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan waterfront city adalah
pengembangan kegiatan yang berorientasi ke badan air (waterfront), yang
bertujuan untuk menampung aktivitas warga perkotaan dengan tetap
melestarikan dan memberikan sumbangan pada kualitas lingkungan yang lebih
baik dengan cara penataan ruang dan bangunan di tepi air.
2.1.2 Pengembangan Kawasan Tepi Air
Tsukio (1984) mengemukakan waterfront berdasarkan tipe
pengembangannya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:
1. Konservasi adalah pengembangan yang bertujuan untuk memanfaatkan
7
yang dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat dinikmati
masyarakat. Contoh Venice waterfront, Italia.
2. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi
waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan
masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas
yang ada seperti Memphis-Tennessee Riverfront Redevelopment.
3. Development adalah upaya menciptakan waterfront dengan cara penataan
kawasan yang berada di tepian air yang memenuhi kebutuhan kota saat ini
dan masa depan. Penataannya beriorientasi pada fungsi-fungsi yang
mengarah kepada publik dalam skala dan konteks kota seperti Portland
Waterfront Development.
2.1.3 Konsep Waterfront City
Berdasarkan konsep waterfront city, suatu kota dapat berada di tepi
laut/pantai, di tepi sungai/kanal, atau di tepi danau ), (Breen dan Rigby, 1996).
1. Tepi laut/pantai. Toronto dan Yunani merupakan contoh kota yang berada di
tepi laut, Bangkok sebagai contoh kota yang berada di tepi sungai, dan
Amsterdam merupakan contoh kota yang berada di tepi kanal. Menurut
Laidley (2007), Kota Toronto yang direncanakan oleh Toronto Waterfront
Revitalization Corporation merupakan pengembangan kota tepi laut yang
memposisikan kawasan tepi laut sebagai bagian penting dalam
perkembangan perekonomian kota dan menjadikan kawasan tepi laut
Toronto sebagai pintu gerbang baru ke Canada. Kota-kota di Yunani juga
merupakan contoh pengembangan kota dengan konsep waterfront city.
Pengembangan kembali (redevelopment) bertujuan memperbaiki kualitas
ruang inti dari kota-kota di Yunani dan mengembangkan pariwisata sesuai
karakteristik waterfront (Gospodini, 2001).
2. Tepi sungai/riverfront. Menurut Wijanarka (2008), Bangkok sebagai kota tepi
sungai didesain dengan konsep waterfront yang terlihat dari adanya tiga
kanal yang menghubungkan Sungai Chao Phraya, adanya jalan darat di tepi
Sungai Chao Phraya yang didesain mengikuti pola sungai, dan adanya
reklamasi di tepi Sungai Chao Phraya yang dipersiapkan untuk lahan rumah
tinggal bagi para pendatang.
3. Kota Amsterdam yang berawal dari permukiman nelayan yang terletak di
8
kota juga didesain dengan setting mengikuti pola kanal dengan arah
bangunan ke arah kanal.
2.1.4 Konsepsi Dasar Kota Sungai (Riverfront City)
Kota sungai (riverfront city) merupakan salah satu dari urban waterfront
development. Riverfront city adalah kota atau kawasan yang berada pada
ambang, dilalui dan mempunyai hubungan kuat dengan badan sungai di dalam
ruang perkotaan. Elemen sungai merupakan bagian terpenting dalam bentukan
riverfront city. Karakteristik dasar sungai sangat berpengaruh terhadap struktur
kota secara keseluruhan. Dengan mengetahui bentuk dasar sungai akan
membantu dalam menentukan arah perbaikan dan perkembangan sungai di
kawasan yang mengalami degradasi fisik (Mursalianto, 2002).
Riverfront city dengan segala kekahasannya tidak terlepas dari aspek tata
ruang perkotaan yang melingkupi ruang perkotaan tersebut. Tinjauan aspek fisik,
fungsional dan normatif terhadap pengembangan riverfront city akan membantu
dalam merumuskan elemen penting pembentuk riverfront city yang dikaitkan
dengan elemen indentitas kota sungai tersebut. Perumusan kriteria dari elemen
pembentuk identitas riverfront city didasari oleh perbedaan yang nyata antara
kota yang satu dengan kota yang lain (Bishop, 2000 dalam Mursalianto 2002)
yang meliputi fisik dasar sungai, budaya sungai dan peran fungsi penting sungai
terhadap perkembangan riverfront city. Indikator kajian normatif pembentuk
9
Tabel 1 Indikator elemen pembentuk riverfront city
Konteks Sungai
Kriteria Indikator Elemen Pengembangan Riverfront City
Fisik dasar sungai • Terdapatnya sungai yang masih aktif dan berperan dalam perkembangan kota.
• Elemen fisik dasar sungai terdiri dari badan sungai, sempadan, penghijauan dan daerah banjir.
Norma budaya sungai keruangan • Adanya kelompok-kelompok permukiman sesuai dengan budaya penghuni.
• Bangunan pemerintahan memeliki makna sejarah dan kultural yang berorientasi ke sungai.
• Adanya pasar yang merupakan wadah interaksi masyarakat yang berorientasi ke sungai.
• Bangunan ibadah sebagai landmark yang bernilai sejarah, kultural dan keagamaan yang berorientasi ke sungai.
Norma budaya sungai bukan keruangan
• Adanya komunitas pengguna sungai yang menjadikan sungai sebagai pemenuhan utama kebutuhan sehari-hari.
Perkembangan fisik kota • Tahap awal perkembangan kota, sungai merupakan sumber air untuk keperluan hidup masyarakat.
• Orientasi bangunan penduduk ke arah sungai, sempadan sungai, dan di atas air.
• Sungai berfungsi sebagai sarana pengangkutan (perdagangan). • Tumbuhnya jaringan jalan sebagai alternatif, orientasi bangunan
umum menghadap ke jalan. Pola pemanfaatan sungai dalam
kota
• Adanya pemanfaatan lahan dan air untuk permukiman di bantaran sungai, sepanjang sungai, dan di atas sungai.
• Adanya pelabuhan, terminal, dermaga, halte sungai, dengan berbagai skala pelayanan pengguna.
• Adanya ruas sungai yang berfungsi sebagai pengendali banjir. • Adanya pabrik yang berlokasi di sepanjang sungai.
• Penggunaan air oleh rumah tangga dan industri yang masih aktif sampai sekarang. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori B.
• Masih adanya pemanfaatan sungai sebagai mata pencaharian nelayan sungai. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori C.
• Adanya obyek wisata di sepanjang sungai.
• Adanya fungsi sungai sebagai batasan wilayah administrativ.
Konteks Perkotaan
Pemanfaatan lahan • Sebagian peran dan fungsi sungai terkait erat dengan pemanfaatan lahan kota seperti pertokoan, pusat pemerintahan lokal, pusat jasa dan lain sebagainya.
Akses dan sirkulasi kota • Ragam pengguna diklasifikasikan menjadi dua yaitu komunitas darat dan komunitas sungai.
• Kemudahan pencapaian dikaitkan dengan jaringan jalan pusat kota menuju sungai dari berbagai arah.
• Moda angkutan. Tersedianya angkutan umum baik sungai maupun darat.
• Akses pedestrian. Adanya akses untuk pejalan kaki di sepanjang sungai dan menyeberangi sungai.
• Lalu lintas perdagangan. Adanya nilai-nilai ekonomi sungai sebagai bagian dari ekonomi kota.
• Perparkiran. Adanya parkir yang cukup pada kawasan pusat kota yang menunjang fungsi sungai.
Aspek visual • Mempunyai konsep panorama, vista, skyline, frame dan space series yang berhubungan postif dengan sungai.
Aspek lansekap • Design penataan kota seperti penataan muka jalan, ketinggian dan masa bangunan memperhatikan daya dukung sungai.
Sumber: Basri (1994), White (1949), Rapaport (1977) dan Torre (1989) dalam Mursalianto (2002).
2.1.5 Tipologi Pengembangan Waterfront City
Menurut Breen dan Rigby (1996), waterfront berdasarkan fungsinya dapat
dibedakan menjadi empat jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational
10
adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran,
restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational
waterfront adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana dan
prasana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat
pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah
perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working
waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal
pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.
Waterfront terbagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsi utama
kawasan), yaitu:
1. Kawasan Komersial (Commercial Waterfront)
Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan
kawasan komersial adalah:
a. Harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan potensi
kawasan pantai sebagai tempat bekerja, belanja maupun rekreasi/wisata
b. Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi /dinamis
c. Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan
sarana bersosialisasi dan berusaha/komersial
d. Mempertahankan keberadaan golongan ekonomi lemah melalui
pemberian subsidi
e. Keindahan bentuk fisik (profil tepi sungai) diangkat sebagai faktor penarik
bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya
2. Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education
dan Environmental Waterfront)
Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan
kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup adalah:
a. Memanfaatkan potensi alam sumber daya alam air untuk kegiatan
penelitian budaya dan konservasi
b. Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih yang tidak
hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik
investor
c. Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik masyarakat tentang
kekayaan alam yang perlu dilestarikan dan diteliti
d. Kebudayaan masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan
11
mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk dinikmati dan dijadikan
sebagai wahana pendidikan
e. Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan kawasan, seperti
penyediaan sarana untuk upacara ritual keagamaan, sarana pusat-pusat
penelitian yang berhubungan dengan spesifikasi kawasan tersebut
f. Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi pemanfaatan air/badan air
3. Kawasan Peninggalan Sejarah (Historical/Herritage Waterfront)
Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan
kawasan peninggalan sejarah adalah:
a. Pelestarian peninggalan-peninggalan bersejarah (landscape, situs,
bangunan, dll) dan/atau merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda
b. Pengendalian pengembangan baru yang kontradiktif dengan
pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter kota
c. Program-program pemanfaatan ruang kawasan ini dapat berupa
pengamanan pantai dengan pemecah gelombang untuk mencegah
terjadinya abrasi, pembangunan tanggul, polder dan pompanisasi untuk
menghindari terjadinya genangan pada bangunan bersejarah, dll
4. Kawasan Rekreasi/Wisata (Recreational Waterfront)
Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan
kawasan rekreasi adalah:
a. Memanfaatkan kondisi fisik pantai, sungai untuk kegiatan rekreasi
(indoor/outdoor)
b. Pembangunan diarahkan di sepanjang badan air dengan tetap
mempertahankan keberadaan terbuka
c. Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan
pariwisata terutama pariwisata perairan
d. Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial guna
menarik pengunjung
5. Kawasan Pemukiman (Resedential Waterfront)
Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan
kawasan pemukiman adalah:
a. Perlu keselarasan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum
b. Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan
12
c. Pada permukiman/perumahan nelayan harus dilakukan upaya penataan
dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan.
Penempatan perumahan nelayan hendaknya disesuaikan dengan potensi
sumber daya sekitar dan market hasil budaya perikanan
d. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan
permukiman penduduk asli (lama) antara lain dengan revitalisasi
bangunan, penyediaan utilitas, sarana air bersih, air limbah dan
persampahan, penyediaan dramaga perahu serta pemeliharaan drainase
e. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan
permukiman baru antara lain adalah dengan memberi ruang untuk public
access ke badan air, pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi,
pengaturan batas sempadan dari badan air, serta program penghijauan
sempadan
6. Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (Working and Transportation
Waterfront)
Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan
kawasan pelabuhan dan transportasi adalah:
a. Pemanfaatan potensi pantai dan sungai sebagai kegiatan transportasi,
pergudangan dan industri
b. Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program ekonomi
kota (negara) dengan memanfaatkan kemudahan transportasi air dan
darat
c. Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan kelestarian
lingkungan hidup
d. Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan adalah pembangunan
dermaga, sarana penunjang pelabuhan (pergudangan), dan pengadaan
fasilitas transportasi
7. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront)
Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan
kawasan pertahanan dan keamanan adalah:
a. Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan
bangsa/negara
b. Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan khusus
13
2.2. Analisis Stakeholders
Stakeholders merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap
pengelolaan taman nasional, yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh
tujuan pengelolaan taman nasional tersebut, baik individu, kelompok ataupun
organisasi. Sementara itu, Eden and Ackermann dalam Bryson (2004)
menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang
mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa
depan suatu organisasi.
Dalam menentukan para stakeholders, harus dilakukan secara teliti. Hal ini
dikarenakan berpotensi mengesampingkan kelompok yang sebenarnya relevan
dengan permasalahan utama, yang berakibat pada biasnya hasil penelitian. Oleh
karena itu Reed et al. (2009) menyebutkan bahwa analisis stakeholders perlu
dilakukan dengan: 1) mendefinisikan aspek-aspek fenomena alam dan sosial
yang dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan; 2) mengidentifikasi
individu, kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi
fenomena tersebut; dan 3) memprioritaskan individu dan kelompok untuk terlibat
dalam proses pengambilan keputusan.
Lebih lanjut, analisis stakeholders mempelajari bagaimana manusia
berhubungan satu sama lain dalam pemanfaatan suberdaya alam dengan cara
memisahkan peran stakeholders ke dalam rights (hak), responsibilities (tanggung
jawab), revenues (pendapatan) serta relationship (menilai hubungan antar peran
tersebut) (Mayers 2005; Reed et al. 2009).
Menurut Groenendijk (2003) keberhasilan suatu kegiatan sangat
bergantung pada keterlibatan stakeholders kunci pada saat perancangan dan
perencanaan. Kegagalan dari pengambil kebijakan dan perencana untuk
mengenali perbedaan dan potensi konflik ketertarikan stakeholders sering
mengarah pada perlawanan terhadap kebijakan kegiatan diakibatkan oleh
kegagalan dalam mempertemukan tujuan mereka. Keterlibatan langsung dari
stakeholders kunci yang memiliki hubungan dengan analisis masalah dan
kegiatan perencanaan kedepan menciptakan rasa kepemilikan dan komitmen
pada proses perencanaan yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan suatu
kegiatan. Analisis stakeholders memberikan hasil berupa pemahaman tentang
tujuan dan ketertarikan dari berbagai macam stakeholders. Analisis ini
14
2.3. Analisis Hierarki Proses(AHP)
Analytical Hierachy Process yang dikenal dengan Proses Hierarki Analitik
(PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK), pertama kali dikembangkan oleh
Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg, USA.
Kelebihan dari AHP adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi
kompleks yang tidak terkerangka. Situasi ini terjadi jika data dan informasi
statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali.
Data yang diperlukan kalaupun ada hanya bersifat kuantitatif yang mungkin
didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun intuisi. Permasalahan yang
dihadapi dapat dirasakan dan dapat diamati, namun kelengkapan data numerik
yang berupa angka-angka tidak menunjang untuk membetuk model secara
kuatitatif.
Kekuatan AHP juga terletak pada pendekatannya yang bersifat holistik
yang menggunakan logika, pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuatitatif dan
preferensi kualitatif (Saaty,1993). Sehingga AHP banyak digunakan untuk
banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penetuan prioritas dari
strategi-strategi yang dimiliki dalam suatu konflik (Saaty, 1991). Beberapa
keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut
(Saaty,1991):
1. AHP member model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam
persoalan yang tidak terstruktur.
2. AHP memadukan ancaman deduktif dan rancangan berdasarkan system
dalam memecahkan persoalan kompleks.
3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu
system dan tidak memaksakan pemikiran linier.
4. AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilih
elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkatan yang berlainan dan
mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkatan.
5. AHP memberikan suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud
untuk mendapat prioritas.
6. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap
alternatif.
7. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang
15
8. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor system
dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan
tujuan-tujuan mereka.
9. AHP tidak memaksa konsensus tapi menganalisis suatu hasil yang
representatif dari penilaian yang berbeda-beda.
10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu
persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui
16
III. METODE PENELITIAN
3.1. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Kota Jambi, Provinsi Jambi.
Panjang Sungai Batanghari yang melalui wilayah administratif Kota Jambi sekitar
18 km. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2011 hingga Juni 2011.
Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi
meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2
meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden,
Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan
Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan
Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan
Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan
Jambi Timur (Kelurahan Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan
(Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang
dan Pulau Sijenjang). Peta lokasi peneliltian tiap segmen tersaji pada Lampiran
1.
3.2. Rancangan Penelitian
3.2.1. Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan
data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggabungkan 2
(dua) teknik pengumpulan data yaitu melalui observasi dan indepth-interview
(Sugiyono, 2009) serta menggunakan kuisioner sebagai panduan (Colfer et al.
1999a).
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen yang
dipublikasikan pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, data
dari instansi terkait, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya
yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sungai.
3.2.2. Teknik Penentuan Contoh
Penentuan contoh atau sampling untuk aspek sosial dilakukan dengan 2
(dua) cara yaitu purposive sampling dan random sampling. Random sampling
digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat pada empat
17
penelitian. Menurut Arikunto (2000), apabila jumlah populasi lebih dari 100, maka
jumlah contoh yang dapat diambil adalah 10-15% dari populasi tersebut. Dalam
penelitian ini jumlah contoh yang digunakan adalah 10% dari populasi.
Teknik pengambilan contoh yang digunakan untuk menganalisis
kepentingan dan pengaruh stakeholders, dilakukan dengan teknik purposive
sampling dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih adalah pelaku
baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan penelitian.
Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan
alternatif pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dapat dilihat pada
Tabel 2.
Tabel 2 Instansi/lembaga/individu terkait penelitian
No Kelompok Stakeholders
Jumlah Responden
(orang)
1. Pemerintah Pusat BWS Sumatera VI 1
BPDAS Batanghari 1
2. Pemerintah Provinsi Bappeda 1
BAPEDALDA 1
Dinas Kehutanan 1
Dinas PU 1
Dinas Pariwisata 1
3. Pemerintah Kota BAPPEDA 1
BLHD 1
Dinas Tata Ruang dan Perumahan 1
Dinas PU 1
Dinas Perindag 1
Dinas Pariwisata 1
Dinas Perikanan 1
4. Perguruan Tinggi Pusat Penelitian Manejemen Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM DAS Unja)
1
5. Masyarakat Lembaga Adat Jambi 1 Masyarakat tiap segmen
6. LSM Walhi 1
Warsi 1
7. Swasta Industri crumb rubber 1 Industri saw mill 1
3.2.3. Metode Analisis Data
Data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisis dengan
beberapa alat analisis sesuai dengan karakteristik data yang tersedia dengan
teknik analisis terdiri dari:
A. Analisis Pengembangan
Pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city agar dapat berjalan
dengan berkesinambungan dan berkelanjutan (sustainable) maka
18
keberadaan sungai bukan sebagai halaman belakang (back yard) akan tetapi
sebagai halaman depan (riverfront), dengan konsep pengembangan sebagai
berikut: (1) konsep dasar. Konsep dasar perencanaan pengembangan Kota
Jambi menuju riverfront city yaitu meningkatkan kualitas lingkungan alami dan
mengembalikan fungsi sempadan Sungai Batanghari sebagai kawasan ekologi
yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai
Batanghari itu sendiri; (2) konsep ruang. Pembentukan dan pengembangan
ruang dibuat berdasarkan karakter alami Sungai Batanghari. Subkawasan sungai
dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun karena
harus dilindungi agar tidak rusak. Subkawasan sungai dengan karakter alami
berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan penyediaan
RTH kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi
kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi di antara
bangunan yang ada; (3) konsep tata hijau. Konsep tata hijau yang dipergunakan
pada perencanaan pengembangan sempadan adalah penggunaan vegetasi
yang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan alami
sempadan melalui fungsi-fungsinya; (4) konsep infrastruktur sungai. Infrastruktur
persungaian yang dibangun untuk mendukung karakter alami sungai adalah
teknologi yang ramah lingkungan, seperti green building dan dinding penahan
bioengineering yang direncanakan secara fungsional dan estetik serta
mendukung keberlangsungan sungai.
Rencana pengembangan dalam penelitian ini akan dikaji dari aspek legal,
aspek ekologis dan aspek fisik.
1) Aspek Legal
Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menentukan batas
kawasan perencanaan pengembangan. Aspek legal yang dinalisis adalah
Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang terkait masalah sungai,
sempadan sungai dan Garis Sempadan Sungai (GSS).
2) Aspek Biofisik
Analisi aspek biofisik dengan dua cara yaitu analisis kualitas air sungai
dan fisik sungai (sempadan). Analisis kualitas air sungai berdasarkan hasil
pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHD Kota Jambi tahun
2010 dan dibandingkan dengan PP. No. 82 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan
Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun fisik sungai dilakukan
19
pada sempadan sungai tersebut. Klasifikasi skoring nilai pada luas RTH
ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen sempadan
sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut
ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas persegmen
di setiap daerah penelitian. Analisis terhadap RTH ini bertujuan untuk
mengetahui kondisi kawasan alami yang terdapat pada sempadan Sungai
Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut kemudian ditentukan intervalnya
berdasarkan rentangan nilai persentase RTH yang diperoleh. Interval pada
standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Standar penilaian peubah pada luas RTH, luas land cover dan sinousitas
Peubah Skor
1 (rendah) 2 (sedang) 3 (tinggi)
Luas RTH <23% 23-46% >46%
Land cover Vegetasi tidak
ada
sampai jarang, dominasi ruang terbangun
Vegetasi cukup
rapat, diantara vegetasi terdapat bangunan individual
Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong lainnya
Sinousitas 1,245-1,597 1,598-1,949 1,950-2,301
Sumber: Anisa, 2009
Klasifikasi skoring pada jenis land cover ditentukan berdasarkan
perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan
kosong dan bangunan yang terdapat pada sempadan sungai, yaitu: 1 (kurang), 2
(sedang), dan 3 (baik). Analisis terhadap jenis land cover ini bertujuan untuk
mengetahui kestabilan sempadan pada tiap segmen Sungai Batanghari. Standar
penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan gambaran
20
Gambar 2 Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover
Hasil analisis luas RTH dan jenis land cover kemudian di-overlay untuk
menentukan nilai kualitas lingkungan alami. Sehingga, akan diperoleh
pembagian ruang fisik sungai yang menggambarkan kondisi eksisting kualitas
lingkungan alami yang dimiliki tiap segmennya.
3) Aspek ekologi
Dari aspek ekologis, proses analisis dilakukan terhadap data sinuositas
untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh
dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang
menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan
panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak
kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai
sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut
untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi
ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini
dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen
sungai. Klasifikasi skoring nilai sinuositas yang diberikan b
erdasarkan sinuosity
rasio yaitu bentuk kelokan sungai dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lurus
(sinuosity rasio
≈1) dengan skor nilai kurang tinggi, sinuous (
sinuosity
rasio
antara 1-1.5) dengan skor nilai tinggi, dan meander (sinuosity rasio
>1.5) dengan skor nilai sangat tinggi
(Allen, 1970 ). Perhitungan sinuositassungai dapat dilihat pada Gambar 3 dan standar penilaian peubah pada
sinousitas sungai disajikan pada Tabel 3. Untuk titik penentuan nilai sinousitas
21
Gambar 3 Perhitungan sinousitas sungai
4) Aspek Sosial
Analisis aspek sosial dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi
masyarakat terhadap keberadaan Sungai Batanghari. Analisis aspek sosial
diperoleh melalui indepth-interview dengan panduan kuisiner.
B. Analisis Stakeholders
1) Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders
Analisis dilakukan untuk mengetahui stakeholders yang berperan dalam
pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city serta melakukan penilaian
tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholders. Menurut Reed et al. (2009),
analisis stakeholders dilaksanakan dengan cara: 1) melakukan identifikasi
stakeholders, 2) mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders, dan 3)
menyelidiki hubungan antar stakeholders.
Setelah para stakeholders teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu
mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder. Menurut Eden dan
Ackermann (1998) yang dikutip oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009)
metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan
kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholders ke dalam key players,
context setters, subjects, dan crowd. Pengaruh (influence) merujuk pada
kekuatan (power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil
dari suatu keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan Sinousitas =
Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B
22
stakeholders didalam pencapaian output dan tujuan (Hartrisari 2007; Reed et al.
2009).
Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada
deskripsi pernyataan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor),
dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriterianya. Penetapan skoring
pertanyaan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu
pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 4.
Pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Kota Jambi menuju
riverfront city diukur berdasarkan instrumen dan sumber kekuatan, sebagaimana
yang disebutkan oleh Galbraith (1983) dalam Reed et al. (2009), sebagai berikut:
a. Instrumen kekuatan:
i. Candign power; yaitu pengaruh stakeholders tertentu karena memiliki
kemampuan memberikan hukuman/sanksi yang sepadan/selayaknya
terhadap stakeholders lain karena stakeholders ini adalah pengambil
kebijakan. Pengaruh ini diperoleh melalui emosi, keuangan, ancaman
fisik, sanksi adat, sanksi hukum, atau sanksi lainnya.
ii. Compensatory power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui kemampuan
dalam mengkompensasi stakeholders lainnya melalui simbolisasi,
keuangan, serta penghargaan berupa materi, seperti pemberian gaji/
upah, bribes/sogokan, pemberian bantuan desa penyangga, atau
pemberian sebidang lahan.
iii. Conditioning power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui manipulasi
kepercayaan atau pembentukan opini dan informasi, misalnya melalui
kelompok yang sepadan, norma budaya, pendidikan, atau propaganda.
b. Sumber kekuatan:
i. Organisation power; yaitu pengaruh dari suatu organisasi karena memiliki
massa, jejaring kerja, kesesuaian bidang tugas, atau kontribusi fasilitas.
ii. Personality power dan property power; yaitu pengaruh yang diperoleh
berdasarkan kepribadian, kepemimpinan seseorang (karisma, kekuatan
fisik, kecerdasan mental, atau pesona seseorang), atau kepemilikan/
kekayaan.
Berdasarkan data jawaban stakeholders yang teridentifikasi terhadap
tingkat kepentingan dan pengaruhnya, dilakukan skoring menggunakan Microsoft
23
disandingkan sehingga membentuk koordinat. Hasil analisis ini diilustrasikan
seperti Gambar 4.
Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders
Skor Nilai Kriteria Keterangan
Kepentingan Stakeholders
5 21-25 Sangat tinggi Sangat Mendukung
4 16-20 Tinggi Mendukung
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mendukung
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mendukung
1 0-5 Rendah Tidak mendukung
Pengaruh Stakeholders
5 20-25 Sangat tinggi Sangat mampu mempengaruhi
4 16-20 Tinggi Mampu
3 11-15 Cukup tinggi Cukup mampu
2 6-10 Kurang tinggi Kurang mampu
1 0-5 Rendah Tidak mampu
Gambar 4 Matriks pengaruh dan kepentingan (diadaptasi dari Eden dan Ackermann 1998 dalam Bryson 2004 dan Reed et al. 2009).
2) Persepsi dan Preferensi Stakeholders
Setelah teridentifikasi dan diketahui posisi pengaruh dan kepentingan
stakeholders yang terkait dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront
city selanjutnya adalah menngetahui persepsi dan preferensi stakeholders yang
diperoleh melalui kuisioner dan indepth-interview.
C. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis
untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats)
24
untuk perencanaan pengembangan pada tiap segmen penelitian berdasarkan
analisis ekologi, biofisik, legalitas, sosial serta persepsi dan preferensi
stakeholders terkait.
D. Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City
Metode analisis yang digunakan untuk pengembangan Kota Jambi menuju
riverfront city adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja
AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak
terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki. AHP
merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi
ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu
pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses analisis dengan AHP dilakukan
dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparions) untuk
mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap
kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan
berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat; tingkat 1 (tujuan umum),
tingkat 2 (kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan
berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang
memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem
tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP menggunakan skala banding
25
Tabel 5 Skala banding secara berpasangan
Tingkat
Kepentingan Definisi Penjelasan
1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan
3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya
5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya
Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya
7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya
Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek
9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya
Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan
2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan
Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan
Kebalikan reciprocals Jika aktivitas i mendapat suatu angka dan bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i
Sumber : Saaty (1993)
Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan
sebagai berikut:
1) Identifikasi sistem, yakni mengidentifikasi permasalahan dan menentukan
solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari
referensi dan berdiskusi dengan para informan yang memahami
permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan
permasalahan yang dihadapi.
2) Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan level fokus, dilanjutkan
dengan level tujuan, level sasaran dan level alternatif kebijakan pada
tingkatan paling bawah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan
penelitian di lapangan, dapat disusun struktur hirarki penelitian sebagaimana
disajikan pada Gambar 5.
3) Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen
terhadap masing-masing tujuan atau kriteria di atasnya. Teknik ini yang
digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para
informan yang dianggap key person.
26
Tabel 6 Matrik pendapat individu
A=(aij)=
A1 A2 ... An
A1 1 A12 ... a1n
A2 1/a12 1 ... a2n ... ... ... ... ...
An 1/a1n A2n ... 1
Notasi A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan
hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk
matrik berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil
komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap
Aj.
5) Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal
dari rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio
inkonsistensinya memenuhi syarat.
6) Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi
jawaban informan.
7) Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan
tertentu terhadap sasaran utama
Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat
cukup tinggi (> 0,10). Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan
terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan
menunjukkan nilai consintency ratio (CR) < 0,1 artinya penilaian pada pengisian
kuisioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses
27
G am bar 5 S tru kt u r A H P s trat e g i peng em ban g an K ot a J am bi m enuj u riv er front c ity P eny em pur naa n dat ab as e D A S A lter n at if S tr at eg i P en g emb an g an K o ta Ja mb i M e n u ju Ri v e rf ro n t Ci ty E k o lo g i S os ia l B ud a y a E k o n o m i K el emb a g aan T e k n o lo g i A s p ek P ilih a n St ra te g i Kri te ria Tujuan
P enega k an h u k um P em ber day aan m as y ar a k at P enge m ban gan k aw as an indu s tri hi jau
Meningkatnya informasi teknologi pengelolaan sungai
Penggunaan teknologi ramah lingkungan
Terpeliharanya budaya lokal
Terciptanya lapangan kerja
Terjadinya perubahan perilaku masyarakat
Meningkatnya pendapatan masyarakat
Meningkatnya PAD
Terwujudnya sinkronisasi program antar stakeholders
Terwujudnya kepastian hukum beserta regulasinya
Meningkatnya institusi pengelola DAS
Meningkatnya kualitas dan daya dukung sungai
Menurunnya konsentrasi pencemar
[image:43.595.118.507.76.697.2]28
IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1. Umum
4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi
Kota Jambi sebagai pusat wilayah dan Ibukota Provinsi Jambi, secara
geografis terletak pada koordinat 01°32′ 45″ sampai dengan 01°41′ 41″ Lintang
Selatan dan 103°31′ 29″ sampai dengan 103°40′ 6″ Bujur Timur. Secara administrasi wilayah kota Jambi berbatasan langsung dengan:
• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sekernan Kabupaten
Muaro Jambi
• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Mestong Kabupaten
Muaro Jambi
• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi
• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten
Muaro Jambi.
Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi ± 20.538 Ha terdiri dari 8 kecamatan dan 55 kelurahan. Pembagian daerah administrasi Kota Jambi
[image:44.595.83.504.33.818.2]disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6.
Tabel 7 Luas daerah dan pembagian daerah administrasi menurut kecamatan tahun 2009
Kecamatan Luas Wilayah
(km2)
Jumlah Kelurahan Jumlah RT
1. Kota Baru 77,78 10 316
2. Jambi Selatan 34,07 9 305
3. Jelutung 7,92 7 231
4. Pasar Jambi 4,02 4 58
5. Telanaipura 30,39 11 266
6. Danau Teluk 20,21 5 43
7. Pelayangan 15,29 6 46
8. Jambi Timur 15,70 10 219
Jumlah 205,38 62 1.484
29 Sumber : Bappeda Provinsi Jambi
Gambar 6 Peta administrasi Kota Jambi
4.1.2. Iklim dan Curah Hujan
Pada umumnya wilayah Kota Jambi dan sekitarnya beriklim tropis dengan
dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat
biasanya terjadi pada bulan April–Oktober, sementara musim timur berlangsung
pada bulan Oktober–April. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei
sampai bulan September dan musim hujan t