• Tidak ada hasil yang ditemukan

Strategi pengembangan kota Jambi menuju Riverfront city

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Strategi pengembangan kota Jambi menuju Riverfront city"

Copied!
253
0
0

Teks penuh

(1)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU

RIVERFRONT CITY

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH

SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

ABSTRACT

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. The Strategy of the Development of Jambi City Towards a Riverfront City. Supervised by NASTITI SISWI INDRASTI and

SUPRIHATIN

.

The development of social, culture and economic at Jambi City is inseparable with Batanghari River. The existence of Batanghari river plays important role in economic development at Jambi City. The aims of this research were to identify the potential of Batanghari River as well as its problems, to identify and analyze stakeholders that have roles in the development of Jambi City towards a riverfront city, and to formulate the strategy of the development of Jambi City towards a riverfront city. The results of this research showed that Batanghari River has potentials to be developed as a riverfront city. The development is devided into three zone including natural zone, semi-natural zone, and multi-purpose zone. There were twenty one stakeholders that have roles in the development of Batanghari River. The hierarcy strategies of the development of Jambi City towards a riverfront city are as follows emproving the coordination among the stakeholders, community development, law enforcement, making perfect the watershed of Batanghari River, revitalizing of Batanghari River and developing the eco-industrial park.

(3)

RINGKASAN

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH. Strategi Pengembangan Kota

Jambi Menuju Riverfront City. Dibimbing oleh NASTITI SISWI INDRASTI

dan SUPRIHATIN.

Perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi tidak dapat

dipisahkan dari keberadaan dan peran Sungai Batanghari. Sungai

Batanghari merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera.

Sungai ini melintasi sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi,

mulai dari Kabupaten Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah

Aliran Sungai (DAS). Secara geografis sungai Batanghari membagi Kota

Jambi menjadi dua bagian yaitu dua kecamatan dibagian utara sungai

Batanghari dan enam kecamatan di sisi selatannya. Sungai Batanghari

yang melintasi Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari

hilir yang masih berada dalam kesatuan DAS Batanghari, dengan panjang

sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Hasil

monitoring Sungai Batanghari di Kota Jambi yang dilakukan oleh Badan

Lingkungan Hidup (BLH) Kota Jambi selama tahun 2007 menunjukkan

kualitas air Sungai Batanghari telah mengalami penurunan yang cukup

mengkhawatirkan. Maka perlu dirumuskan suatu strategi dan pola

kebijakan pengelolaan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk

memperbaiki dan meningkatkan vitalitas kawasan Sungai Batanghari

khususnya yang berada di Kota Jambi sehingga keberadaan Sungai

Batanghari bukan menjadi ‘halaman belakang’ tetapi dapat menjadi

‘halaman depan’ bagi Kota Jambi (riverfront city).

Tujuan penelitian ini adalah untuk: 1) Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai Batanghari; 2)Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city; 3) Formulasi strategi implementasi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city. Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan

masukan bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang

berkepentingan dalam merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari yang berkelanjutan.

(4)

Hasil penelitian menunjukkan bahwa arah pengembangan yang didasarkan pada penilaian dari aspek legal, biofisik, ekologis, sosial, dan persepsi serta preferensi stakeholders, pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront di bagi dalam tiga zona pengembangan, yaitu:

1) Zona Alami. Termasuk dalam zona alami adalah Kelurahan Penyengat Rendah, Teluk Kenali dan Pulau Sijenjang.

2) Zona Semi Alami. Termasuk dalam zona semi alami adalah Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden, Olak Kemang, Tanjung Pasir, Buluran Kenali, Legok, Arab Melayu, Tengah, Jelmu, Mudung Laut, Tahtul Yaman, Tanjung Johor dan Sijenjang.

3) Zona Multi Fungsi. Termasuk dalam zona multi fungsi adalah Pasar Jambi dan Kasang

Berdasarkan analisis stakeholders, terdapat sepuluh institusi sebagai subjects yaitu Balai Wilayah Sungai Sumatera VI (BWSS VI), Balai Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (BPDAS) Batanghari, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Jambi, Dinas Perikanan Kota Jambi, Badan Pengendali Dampak Lingkungan Daerah Prov. Jambi (BAPEDALDA), Balai Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi, Pusat Penelitian dan Manajemen-Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM-DAS Unja), masyarakat sekitar sempadan sungai, industri crumbrubber dan sawmill, lima institusi sebagai key players yaitu Bada Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Jambi, Dinas Tata Ruang dan Perumahan Kota Jambi, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Jambi, Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Jambi dan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Prov. Jambi, tiga institusi sebagai context setters yaitu Bappeda Prov. Jambi, PU Prov. Jambi, dan Lembaga Adat Jambi, dan tiga institusi sebagai crowd yaitu Dinas Kehutanan Prov Jambi, Warsi dan Walhi. Adapun alternatif strategi dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city adalah: a) peningkatan koordinasi antar stakeholders; b) pemberdayaan masyarakat; c) penegakan hukum beserta regulasinya; d) penyempurnaan database DAS; e) revitalisasi sungai; serta f) pengembangan Kawasan Industri Hijau.

(5)

©Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(6)

STRATEGI PENGEMBANGAN KOTA JAMBI MENUJU

RIVERFRONT CITY

FITRIYAH IRMAWATI ELYAS SALEH

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(7)
(8)

Judul Tesis : Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City Nama : Fitriyah Irmawati Elyas Saleh

NRP : P052090241

Disetujui

Komisi Pembimbing

Prof.Dr.Ir. Nastiti Siswi Indrasti Prof. Dr.Ir. Suprihatin, Dipl-Eng.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof.Dr.Ir. Cecep Kusmana, M.S. Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(9)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tesis berjudul “Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City” ini disusun berdasarkan atas keprihatinan terhadap sumberdaya air khususnya sungai di Indonesia yang belum optimal dan belum mampu menyelaraskan antara pembangunan dan sumberdaya air yang di miliki. Tesis ini menguraikan tentang analisis pengembangan riverfront city, stakeholders, dan alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city.

Akhirnya, disadari bahwa dalam tulisan ini masih banyak kekurangan dan kelemahan. Oleh karena itu diharapkan adanya kritik dan saran yang konstruktif untuk perbaikan dan penyempurnaan tesis ini. Semoga hasil-hasil penelitian yang dituangkan dalam tesis ini dapat dimanfaatkan.

Bogor, Agustus 2011

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan penyusunan tesis ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Tesis ini disusun berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di Kota Jambi Provinsi Jambi.

Pada kesempatan ini izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Nastiti Siswi Indrasti dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suprihati, Dipl-Eng selaku ketua dan anggota komisi pembimbing atas curahan waktu, kesabaran, saran dan arahan serta petunjuk yang diberikan kepada penulis selama pembimbingan sehingga penyusunan tesis ini dapat diselesaikan. Ucapan terima kasih disampaikan kepada Bapak Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S dan Dr. Ir. Lailan Syaufina, M.Sc selaku Ketua dan Sekretaris Program S2 pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Sekolah Pascasarjana IPB.

Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada seluruh dinas dan instansi baik Provinsi maupun Kota Jambi. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada keluarga besar Datuk Yakin di Jambi dan seluruh rekan-rekan Program Studi PSL Sekolah Pascasarjana IPB Angkatan Tahun 2009 serta semua pihak yang telah membantu penelitian ini.

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sorong pada tanggal 15 Juli 1983 dari ayah Elyas dan Ibu Maryam Saleh. Penulis merupakan putri pertama dari tiga bersaudara. Tahun 2001 penulis lulus dari SMA Negeri I Sorong dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan pada Jurusan Teknik Lingkungan, Institut Teknologi Adhi Tama Surabaya. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan studi pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Institut Pertanian Bogor dengan biaya mandiri.

(12)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... v

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ... 2

1.3. Tujuan Penelitian ... 3

1.4. Manfaat Penelitian ... 3

1.5. Penelitian Terdahulu ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Waterfront City ... 6

2.1.1. Pengertian Waterfront City ... 6

2.1.2. Pengembangan Kawasan Tepi Air ... 6

2.1.3. Konsep Waterfront City ... 7

2.1.4 Konsepsi Dasar Kota Sungai ... 8

2.1.5 Tipologi Pengembangan Waterfront City ... 9

2.2. Analisis Stakeholders ... 13

2.3. Analisis AHP ... 14

III. METODE PENELITAN ... 16

3.1. Tempat dan Waktu ... 16

3.2. Rancangan Penelitian ... 16

3.2.1. Jenis dan Sumber Data ... 16

3.2.2. Teknik Penentuan Contoh ... 16

3.3. Metode Analisis Data ... 17

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 28

4.1. Umum ... 28

4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi. ... 28

4.1.2. Iklim dan Curah Hujan ... 29

4.1.3. Topografi ... 30

4.1.4. Kondisi Hidrogeologi ... 30

4.2. Penggunaan Lahan dan Ruang ... 34

V. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 38

5.1. Analisis Rencana Pengembangan ... 38

5.1.1. Aspek Legal ... 38

5.1.2. Aspek Ekologis... 45

5.1.3. Aspek Biofisik ... 46

5.1.4. Aspek Sosial ... 52

5.2. Analisis Stakeholders ... 56

5.2.1. Identifikasi Stakeholders ... ` 56

5.2.2. Kepentingan dan Pengaruh Stakeholders ... 58

5.2.3. Persepsi dan Preferensi Stakeholders ... 65

5.3. Analisis SWOT ... 67

(13)

ii

5.4.1. Level Aspek dan Kriteria ... 77

5.4.2. Level Alternatif Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City ... 78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 84

6.1. Kesimpulan ... 89

6.2. Saran ... 90

DAFTAR PUSTAKA ... 91

(14)

iii

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Indikator elemen pembentuk riverfront city ... 9

2. Instansi/lembaga/individu terkait penelitian ... 17

3. Standar penilaian peubah pada luas RTH, land cover dan sinousitas ... 19

4. Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders ... 23

5. Skala banding berpasangan ... 25

6. Matrik pendapat individu ... 26

7. Luas daerah dan pembagian administratif menurut kecamatan tahun 2009 ... 28

8. Nama sungai dengan luas daerah aliran, panjang sungai dan muaranya ... 34

9. Penggunaan lahan (urban dan non urban) di Kota Jambi tahun 2009 ... 35

10 Struktur ruang Kota Jambi ... 37

11. Kondisi aktual tiap segmen berdasarkan aspek legal ... 43

12. Nilai sinousitas tiap segmen ... 45

13. Perkembangan luas hutan dan erosi yang terjadi di DAS Batanghari ... 48

14. Kualitas lingkungan alami tiap segmen ... 49

15. Persepsi dan preferensi masyarakat ... 54

16. Kepentingan (interest) stakeholders terkait dengan pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 59

17. Pengaruh stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 60

18. Persepsi dan preferensi stakeholders ... 66

19. Analisis SWOT pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city berdasarkan segmen ... 68

(15)

iv

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka pemikiran penelitian. ... 3

2. Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover ... 20

3. Perhitungan sinousitas sungai ... 21

4. Matriks pengaruh dan kepentingan ... 23

5. Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 27

6. Peta administrasi Kota Jambi ... 29

7. GSS menurut PP Nomor 35 Tahun 1991 tentang sungai pasal 5 ... 38

8. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (1) ... 39

9. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (2) ... 39

10. GSS menurut PP Nomor 26 Tahun 2008 tentang RTRWN pasal 56 ayat 2 huruf B (3) ... 39

11. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (1) ... 40

12. GSS menurut Kepres RI Nomor 32 Tahun 1990 tentang pengelolaan kawasan lindung pasal 16 (2) ... 40

13. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (1) ... 40

14. GSS menurut Peraturan Menteri PU Nomor 63/PRT/1993 (2) ... 41

15. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ... 41

16. GSS menurut RTRW Kota Jambi 2010-2030 (1) ... 41

17. GSS bertanggul dan tidak bertanggul ... 45

18. Posisi stakeholders dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 61

19. Hasil AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 76

20. Prioritas masing-masing aspek dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 77

21. Nilai bobot alternatif strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city ... 79

(16)

v

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Peta lokasi penelitian dan titik sinousitas tiap segmen. ... 97

2. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hulu) ... 98

3. Hasil pemeriksaan air Sungai Batanghari tahun 2010 (hilir) ... 99

4. Keterkaitan analisis SWOT dan AHP ... 100

(17)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sungai adalah elemen yang penting bagi manusia. Sejak dahulu manusia

mempunyai hubungan yang erat dengan sungai karena sungai memiliki peranan

yang besar dalam kehidupan manusia. Begitu pula dengan Sungai Batanghari

yang berada di Kota Jambi memiliki perananan yang penting dalam

perkembangan sosial, budaya, dan ekonomi Kota Jambi. Sungai Batanghari

merupakan sungai terpanjang kedua di Pulau Sumatera. Sungai ini melintasi

sepuluh kabupaten dan kota di dalam Provinsi Jambi, mulai dari Kabupaten

Kerinci hingga Kota Jambi yang membentuk Daerah Aliran Sungai (DAS)

Batanghari. Luas DAS Batanghari bagian hilir sekitar 861.904 ha dengan

panjang 2.287,33 km serta keliling 630.693,80 km. Bagian hilir DAS ini terdiri

dari 4 (empat) kabupaten/kota yaitu Kabupaten Muara Jambi, Tanjung Jabar

Timur, Tanjung Jabar Barat serta Kota Jambi. Sungai Batanghari yang melintasi

Kota Jambi merupakan bagian dari sub DAS Batanghari hilir dengan panjang

Sungai Batanghari yang melintasi Kota Jambi yaitu sekitar 18 km. Secara

geografis Sungai Batanghari membagi Kota Jambi menjadi dua bagian yaitu dua

kecamatan dibagian utara dan enam kecamatan di sisi selatan.

Pembangunan yang baik seharusnya mempertimbangkan aspek

ekonomi, sosial dan ekologi untuk mencapai tujuan pembangunan yang

berimbang antara growth, equality dan sustainaibility (Rustiadi et al. 2009). Akan

tetapi pembangunan yang berlangsung di Kota Jambi belum dapat

mengintegrasikan antara pembangunan Kota Jambi dengan Sungai Batanghari

sebagai sumberdaya air yang memiliki peranan penting bagi masyarakat Kota

Jambi. Sungai Batanghari bukan sebagai halaman depan akan tetapi lebih

sebagai halaman belakang. Sepanjang Sungai Batanghari ini berkembang

berbagai jenis industri antara lain industri crumbrubber, sawmill, dermaga

pengangkutan pasir, penampungan BBM (Bahan Bakar Minyak) Pertamina yang

banyak terdapat di sisi selatan sempadan Sungai Batanghari. Sedangkan di sisi

utara banyak berkembang commercial area, seperti pasar, pemukiman

penduduk, bengkel motor, tempat pencucian motor serta berbagai aktivitas

lainnya.

Berbagai aktivitas tersebut memberikan kontribusi bagi masuknya polutan

(18)

2

sumber air minum bagi masyarakat Kota Jambi khususnya dan Provinsi Jambi

pada umumnya. Sulistiawati (2007) menyatakan bahwa tingkat pencemaran

perairan Sungai Batanghari berada pada tingkat pencemaran sedang hingga

berat. Hasil pemantauan kualitas air Sungai Batanghari oleh Balai Lingkungan

Hidup Daerah (BLHD) Kota Jambi (2010) menunjukkan bahwa Sungai

Batanghari telah tercemar berat.

Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dirumuskan suatu strategi

dan pola kebijakan penataan kawasan Sungai Batanghari untuk agar dapat

terintegrasi dengan pembangunan di Kota Jambi. Perencanaan dan pengelolaan

sungai perlu dilakukan agar tercipta harmonisasi kepentingan pembangunan dan

pelestarian sumberdaya alam yang dimiliki. Saat ini telah banyak negara dan

kota yang membuat prinsip perancangan penataan untuk kawasan tepi air yang

meliputi pantai, sungai maupun danau dalam menunjang pembangunan kotanya.

Oleh karena itu Kota Jambi memiliki potensi yang dapat dikembangkan agar

dapat menjadi kota tepian air (waterfront city) dengan landmark Sungai

Batanghari (riverfront).

1.2. Kerangka Pemikiran

Berbagai aktivitas yang telah ada di sepanjang sungai

sebagaimana diuraikan pada sub bab latar belakang di atas akan

berakibat buruk dan tidak mampu memberikan jaminan keberlanjutan

ekologi, ekonomi dan sosial. Untuk mengatasi berbagai permasalahan tersebut

terlebih dahulu perlu diketahui kondisi aktual Sungai Batanghari baik potensi

yang dimiliki dan permasalahan yang tengah dihadapi dari aspek ekologi,

biofisik, legal, dan sosial. Selanjutnya berdasarkan potensi dan permasalahan

dari aspek ekologi, biofisik, legal dan sosial dilakukan sintesis untuk

memperoleh zonasi ruang pengembangan Kota Jambi menuju riverfront

city. Agar hasil dari konsep dan zonasi ruang dapat digunakan dalam

pertimbangan penataan ruang Kota Jambi, maka perlu dilakukan analisis

terhadap stakeholders. Analisis stakeholders dilakukan untuk mengetahui

stakeholders yang terkait, posisi dan persepsi stakeholders dalam

pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city sehingga dapat diperoleh

alternatif strategi yang dapat dilakukan pemerintah daerah dalam

mengembangkan riverfront city. Secara skematik, kerangka pemikiran dari

(19)

3

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

1.3.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengidentifikasi permasalahan dan potensi yang dimiliki Sungai

Batanghari untuk pengembangan riverfront city.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis stakeholders yang berperan dalam

pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city.

3. Formulasi strategi pengembangan Kota Jambi sebagai riverfront city.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai informasi ilmiah dan masukan

bagi Pemerintah Daerah Jambi serta stakeholders yang berkepentingan dalam

merumuskan arah kebijakan pengelolaan Kota Jambi dan Sungai Batanghari

yang berkelanjutan.

Alternatif Starategi Pengembangan Kota Jambi

Menuju Riverfront City

Sungai Batanghari Kota Jambi

Permasalahan Aktual Sungai Batanghari

Potensi Aktual Sungai Batanghari

(20)

4

1.5. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian yang telah dilakukan terhadap Sungai Batanghari

antara lain:

1. Prediksi Erosi di Sub-Sub Daerah Aliran Sungai Batanghari Hulu Jambi

oleh Syah, (1993).

2. Formulasi Strategi Pengelolaan Sungai Batanghari di Kota Jambi oleh

Susilawati (2007). Penelitian ini menghasilkan 4 (empat) strategi dalam

pengelolaan Sungai Batanghari yaitu: a) dukungan dana dari pemerintah

pusat dan sumberdaya manusia yang berkualitas; b) meningkatkan

koordinasi antar sektor dan wilayah (BPDAS Batanghari) dalam upaya

penguatan kelembagaan dan hukum guna pengelolaan perairan; c)

pemerintah kota menjadikan Sungai Batanghari sebagai kawasan wisata

perairan; d) meningkatkan kualitas sumberdaya manusia dan koordinasi

antar dinas/instansi dalam upaya pencegahan pencemaran limbah di

Sungai Batanghari.

Penelitian yang membahas waterfront city antara lain:

1. Pengembangan dan Rencana Pengelolaan Lanskap Pantai Kota

Makassar Sebagai Waterfront City oleh Nurfaida (2009). Hasil penelitian

pengembangan dan rencana pengelolaan lanskap Pantai Kota Makassar

ialah: a) pantai Kota Makassar memiliki potensi dikembangkan sebagai

waterfront city dengan prioritas utama pengembangan sebagai kawasan

rekreasi; b) zona pengembangan kawasan pantai Kota Makassar terbagi

tiga zona yaitu zona pemanfaatan wisata, multi-pemanfaatan dan

konservasi.

2. Pengelolaan Bersama Berbasis Masyarakat dalam Penataan dan

Pengembangan Kawasan Sungai Siak Sebagai Waterfront City oleh

Muhammad (2003). Hasil penelitian ini ialah: a) Pemerintah Provinsi Riau

disarankan merubah atau menyusun kembali konsep pembangunan

waterfront city dari kebijakan pembangunan yang bersifat top down

menjadi kebijakan pembangunan partisipatif; b) untuk mengoptimalkan

maksud dan tujuan pembangunan, efektifitas program pemberdayaan

(21)

5

partisipatif dan melakukan pendekatan sosial budaya terhadap

masyarakat yang menolak waterfront city adalah dengan membentuk

lembaga penngelola bersama dalam penataan kawasan. Lembaga ini

berfungsi sebagai fasilitator dan katlisator antara stakeholders,

masyarakat dan investor.

3. Prinsip Perancangan Pusat Kota Banjarmasin Sebagai Kota Sungai oleh

Mursalianto (2002). Hasil penelitian ini yaitu bahwa prinsip perancangan

pusat Kota Banjarmasin sebagai kota sungai adalah penerapan

elemen-elemen pembentuk identitas sungai yang meliputi aspek sungai, tata

guna lahan, tata guna sungai, akses, sirkulasi, visual dan lansekap.

4. Perancangan Waterfront Pekanbaru Sebagai Kawasan Pengembangan

Wisata Kota (Studi Kasus : Pelabuhan Pelindo Dan Pelita Pantai Sungai

Siak) oleh Rizal, (2005).

Hasil penelitian ini ialah menciptakan kawasan bantaran sungai sebagai

kawasan wisata belanja, wisata air, wisata sejarah, dan wisata aktifitas

malam. Perencanaan ini diiringi dengan penataan sirkulasi yang menerus

ke bantaran dan berorientasi kepada kenyamanan pedestrian di

sepanjang bantaran Sungai Siak.

5. Persepsi Masyarakat Sekitar Sungai Siak dalam Menghadapi Pekanbaru

Sebagai Waterfront City oleh Fachruddin (2004). Hasil penelitian ini ialah

masyarakat di bantaran sungai Siak setuju dengan dibangunnya

waterfront city baik ditinjau dari latar belakang pendidikan maupun jenis

pekerjaannya. Keinginan masyarakat terhadap ganti rugi, relokasi dan

keterlibatan dalam pembangunan sangat tinggi, sehingga sangat

diperlukan transparansi dalam setiap proses baik pada saat perencanaan

ataupun pada saat pelaksanaan. Dengan pola keterbukaan dan kejelasan

akan status dan atas solusi-solusi yang diberikan kepada masyarakat

dengan penuh keseimbangan dan kewajaran, peran masyarakat dalam

pembangunan bisa diarahkan sebagai pemodal dalam pelaksanaan

(22)

6

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Waterfront City

2.1.1 Pengertian Waterfront City

Kawasan tepian air atau lebih dikenal waterfront merupakan lahan atau

area yang terletak berbatasan dengan air seperti kota yang menghadap laut,

sungai, danau atau sejenisnya. Waterfront secara harfiah dapat diartikan sebagai

tepi air (water edges) atau badan air (water body). Kota (city) dan waterfront

merupakan dua hal yang selalu digunakan secara bersamaan dan tidak dapat

dipisahkan pengertiannya. Hal ini dikarenakan suatu kota memiliki potensi air

baik berupa sungai, danau, laut dan sebagainya dimana secara geografis

membentuk suatu batas peralihan antar daerah perairan dengan daratan yang

dikenal sebagai daerah tepi air (water edges), (Breen dan Rigby, 1994).

Menurut Carr (1992), bila dihubungkan dengan pembangunan kota, maka

kawasan tepi air adalah area yang dibatasi oleh air dari komunitasnya yang

dalam pengembangannya mampu memasukkan nilai manusia yaitu melihat

kebutuhan manusia akan ruang-ruang publik dan nilai alami. Dengan demikian,

pembangunan atau penataan kawasan tepi air berkaitan dengan berbagai

aktivitas yang berhubungan dengan tepi atau badan air.

Menurut Nugroho (2000) diacu dalam Ayuputri (2006), waterfront

merupakan penerapan konsep tepian air (laut, sungai/kanal, atau danau) sebagai

halaman depan, tempat tepian air tersebut dipandang sebagai bagian lingkungan

yang harus dipelihara, bukan halaman belakang yang dipandang sebagai tempat

pembuangan. Dapat disimpulkan bahwa pengembangan waterfront city adalah

pengembangan kegiatan yang berorientasi ke badan air (waterfront), yang

bertujuan untuk menampung aktivitas warga perkotaan dengan tetap

melestarikan dan memberikan sumbangan pada kualitas lingkungan yang lebih

baik dengan cara penataan ruang dan bangunan di tepi air.

2.1.2 Pengembangan Kawasan Tepi Air

Tsukio (1984) mengemukakan waterfront berdasarkan tipe

pengembangannya dapat dibedakan menjadi tiga jenis, yaitu:

1. Konservasi adalah pengembangan yang bertujuan untuk memanfaatkan

(23)

7

yang dapat dikembangkan secara optimal sehingga dapat dinikmati

masyarakat. Contoh Venice waterfront, Italia.

2. Redevelopment adalah upaya menghidupkan kembali fungsi-fungsi

waterfront lama yang sampai saat ini masih digunakan untuk kepentingan

masyarakat dengan mengubah atau membangun kembali fasilitas-fasilitas

yang ada seperti Memphis-Tennessee Riverfront Redevelopment.

3. Development adalah upaya menciptakan waterfront dengan cara penataan

kawasan yang berada di tepian air yang memenuhi kebutuhan kota saat ini

dan masa depan. Penataannya beriorientasi pada fungsi-fungsi yang

mengarah kepada publik dalam skala dan konteks kota seperti Portland

Waterfront Development.

2.1.3 Konsep Waterfront City

Berdasarkan konsep waterfront city, suatu kota dapat berada di tepi

laut/pantai, di tepi sungai/kanal, atau di tepi danau ), (Breen dan Rigby, 1996).

1. Tepi laut/pantai. Toronto dan Yunani merupakan contoh kota yang berada di

tepi laut, Bangkok sebagai contoh kota yang berada di tepi sungai, dan

Amsterdam merupakan contoh kota yang berada di tepi kanal. Menurut

Laidley (2007), Kota Toronto yang direncanakan oleh Toronto Waterfront

Revitalization Corporation merupakan pengembangan kota tepi laut yang

memposisikan kawasan tepi laut sebagai bagian penting dalam

perkembangan perekonomian kota dan menjadikan kawasan tepi laut

Toronto sebagai pintu gerbang baru ke Canada. Kota-kota di Yunani juga

merupakan contoh pengembangan kota dengan konsep waterfront city.

Pengembangan kembali (redevelopment) bertujuan memperbaiki kualitas

ruang inti dari kota-kota di Yunani dan mengembangkan pariwisata sesuai

karakteristik waterfront (Gospodini, 2001).

2. Tepi sungai/riverfront. Menurut Wijanarka (2008), Bangkok sebagai kota tepi

sungai didesain dengan konsep waterfront yang terlihat dari adanya tiga

kanal yang menghubungkan Sungai Chao Phraya, adanya jalan darat di tepi

Sungai Chao Phraya yang didesain mengikuti pola sungai, dan adanya

reklamasi di tepi Sungai Chao Phraya yang dipersiapkan untuk lahan rumah

tinggal bagi para pendatang.

3. Kota Amsterdam yang berawal dari permukiman nelayan yang terletak di

(24)

8

kota juga didesain dengan setting mengikuti pola kanal dengan arah

bangunan ke arah kanal.

2.1.4 Konsepsi Dasar Kota Sungai (Riverfront City)

Kota sungai (riverfront city) merupakan salah satu dari urban waterfront

development. Riverfront city adalah kota atau kawasan yang berada pada

ambang, dilalui dan mempunyai hubungan kuat dengan badan sungai di dalam

ruang perkotaan. Elemen sungai merupakan bagian terpenting dalam bentukan

riverfront city. Karakteristik dasar sungai sangat berpengaruh terhadap struktur

kota secara keseluruhan. Dengan mengetahui bentuk dasar sungai akan

membantu dalam menentukan arah perbaikan dan perkembangan sungai di

kawasan yang mengalami degradasi fisik (Mursalianto, 2002).

Riverfront city dengan segala kekahasannya tidak terlepas dari aspek tata

ruang perkotaan yang melingkupi ruang perkotaan tersebut. Tinjauan aspek fisik,

fungsional dan normatif terhadap pengembangan riverfront city akan membantu

dalam merumuskan elemen penting pembentuk riverfront city yang dikaitkan

dengan elemen indentitas kota sungai tersebut. Perumusan kriteria dari elemen

pembentuk identitas riverfront city didasari oleh perbedaan yang nyata antara

kota yang satu dengan kota yang lain (Bishop, 2000 dalam Mursalianto 2002)

yang meliputi fisik dasar sungai, budaya sungai dan peran fungsi penting sungai

terhadap perkembangan riverfront city. Indikator kajian normatif pembentuk

(25)

9

Tabel 1 Indikator elemen pembentuk riverfront city

Konteks Sungai

Kriteria Indikator Elemen Pengembangan Riverfront City

Fisik dasar sungai • Terdapatnya sungai yang masih aktif dan berperan dalam perkembangan kota.

• Elemen fisik dasar sungai terdiri dari badan sungai, sempadan, penghijauan dan daerah banjir.

Norma budaya sungai keruangan • Adanya kelompok-kelompok permukiman sesuai dengan budaya penghuni.

• Bangunan pemerintahan memeliki makna sejarah dan kultural yang berorientasi ke sungai.

• Adanya pasar yang merupakan wadah interaksi masyarakat yang berorientasi ke sungai.

• Bangunan ibadah sebagai landmark yang bernilai sejarah, kultural dan keagamaan yang berorientasi ke sungai.

Norma budaya sungai bukan keruangan

• Adanya komunitas pengguna sungai yang menjadikan sungai sebagai pemenuhan utama kebutuhan sehari-hari.

Perkembangan fisik kota • Tahap awal perkembangan kota, sungai merupakan sumber air untuk keperluan hidup masyarakat.

• Orientasi bangunan penduduk ke arah sungai, sempadan sungai, dan di atas air.

• Sungai berfungsi sebagai sarana pengangkutan (perdagangan). • Tumbuhnya jaringan jalan sebagai alternatif, orientasi bangunan

umum menghadap ke jalan. Pola pemanfaatan sungai dalam

kota

• Adanya pemanfaatan lahan dan air untuk permukiman di bantaran sungai, sepanjang sungai, dan di atas sungai.

• Adanya pelabuhan, terminal, dermaga, halte sungai, dengan berbagai skala pelayanan pengguna.

• Adanya ruas sungai yang berfungsi sebagai pengendali banjir. • Adanya pabrik yang berlokasi di sepanjang sungai.

• Penggunaan air oleh rumah tangga dan industri yang masih aktif sampai sekarang. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori B.

• Masih adanya pemanfaatan sungai sebagai mata pencaharian nelayan sungai. Standar kualitas untuk kebutuhan ini adalah kategori C.

• Adanya obyek wisata di sepanjang sungai.

• Adanya fungsi sungai sebagai batasan wilayah administrativ.

Konteks Perkotaan

Pemanfaatan lahan • Sebagian peran dan fungsi sungai terkait erat dengan pemanfaatan lahan kota seperti pertokoan, pusat pemerintahan lokal, pusat jasa dan lain sebagainya.

Akses dan sirkulasi kota • Ragam pengguna diklasifikasikan menjadi dua yaitu komunitas darat dan komunitas sungai.

• Kemudahan pencapaian dikaitkan dengan jaringan jalan pusat kota menuju sungai dari berbagai arah.

• Moda angkutan. Tersedianya angkutan umum baik sungai maupun darat.

• Akses pedestrian. Adanya akses untuk pejalan kaki di sepanjang sungai dan menyeberangi sungai.

• Lalu lintas perdagangan. Adanya nilai-nilai ekonomi sungai sebagai bagian dari ekonomi kota.

• Perparkiran. Adanya parkir yang cukup pada kawasan pusat kota yang menunjang fungsi sungai.

Aspek visual • Mempunyai konsep panorama, vista, skyline, frame dan space series yang berhubungan postif dengan sungai.

Aspek lansekap • Design penataan kota seperti penataan muka jalan, ketinggian dan masa bangunan memperhatikan daya dukung sungai.

Sumber: Basri (1994), White (1949), Rapaport (1977) dan Torre (1989) dalam Mursalianto (2002).

2.1.5 Tipologi Pengembangan Waterfront City

Menurut Breen dan Rigby (1996), waterfront berdasarkan fungsinya dapat

dibedakan menjadi empat jenis, yaitu mixed-used waterfront, recreational

(26)

10

adalah waterfront yang merupakan kombinasi dari perumahan, perkantoran,

restoran, pasar, rumah sakit, dan/atau tempat-tempat kebudayaan. Recreational

waterfront adalah semua kawasan waterfront yang menyediakan sarana dan

prasana untuk kegiatan rekreasi, seperti taman, arena bermain, tempat

pemancingan, dan fasilitas untuk kapal pesiar. Residential waterfront adalah

perumahan, apartemen, dan resort yang dibangun di pinggir perairan. Working

waterfront adalah tempat-tempat penangkapan ikan komersial, reparasi kapal

pesiar, industri berat, dan fungsi-fungsi pelabuhan.

Waterfront terbagi menjadi beberapa tipologi berdasarkan fungsi utama

kawasan), yaitu:

1. Kawasan Komersial (Commercial Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan

kawasan komersial adalah:

a. Harus mampu menarik pengunjung yang akan memanfaatkan potensi

kawasan pantai sebagai tempat bekerja, belanja maupun rekreasi/wisata

b. Kegiatan diciptakan tetap menarik dan nyaman untuk dikunjungi /dinamis

c. Bangunan harus mencirikan keunikan budaya setempat dan merupakan

sarana bersosialisasi dan berusaha/komersial

d. Mempertahankan keberadaan golongan ekonomi lemah melalui

pemberian subsidi

e. Keindahan bentuk fisik (profil tepi sungai) diangkat sebagai faktor penarik

bagi kegiatan ekonomi, sosial dan budaya

2. Kawasan Budaya, Pendidikan dan Lingkungan Hidup (Cultural, Education

dan Environmental Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan

kawasan budaya, pendidikan dan lingkungan hidup adalah:

a. Memanfaatkan potensi alam sumber daya alam air untuk kegiatan

penelitian budaya dan konservasi

b. Menekankan pada kebersihan badan air dan suplai air bersih yang tidak

hanya untuk kepentingan kesehatan saja tetapi juga untuk menarik

investor

c. Diarahkan untuk menyadarkan dan mendidik masyarakat tentang

kekayaan alam yang perlu dilestarikan dan diteliti

d. Kebudayaan masyarakat harus dilestarikan dan dipadukan dengan

(27)

11

mempertahankan keutuhan fisik badan air untuk dinikmati dan dijadikan

sebagai wahana pendidikan

e. Perlu ditunjang oleh program-program pemanfaatan kawasan, seperti

penyediaan sarana untuk upacara ritual keagamaan, sarana pusat-pusat

penelitian yang berhubungan dengan spesifikasi kawasan tersebut

f. Perlu upaya pengaturan/pengendalian fungsi pemanfaatan air/badan air

3. Kawasan Peninggalan Sejarah (Historical/Herritage Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan

kawasan peninggalan sejarah adalah:

a. Pelestarian peninggalan-peninggalan bersejarah (landscape, situs,

bangunan, dll) dan/atau merehabilitasinya untuk penggunaan berbeda

b. Pengendalian pengembangan baru yang kontradiktif dengan

pembangunan yang sudah ada guna mempertahankan karakter kota

c. Program-program pemanfaatan ruang kawasan ini dapat berupa

pengamanan pantai dengan pemecah gelombang untuk mencegah

terjadinya abrasi, pembangunan tanggul, polder dan pompanisasi untuk

menghindari terjadinya genangan pada bangunan bersejarah, dll

4. Kawasan Rekreasi/Wisata (Recreational Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan

kawasan rekreasi adalah:

a. Memanfaatkan kondisi fisik pantai, sungai untuk kegiatan rekreasi

(indoor/outdoor)

b. Pembangunan diarahkan di sepanjang badan air dengan tetap

mempertahankan keberadaan terbuka

c. Perbedaan budaya dan geografi diarahkan untuk menunjang kegiatan

pariwisata terutama pariwisata perairan

d. Kekhasan arsitektur lokal dapat dimanfaatkan secara komersial guna

menarik pengunjung

5. Kawasan Pemukiman (Resedential Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan

kawasan pemukiman adalah:

a. Perlu keselarasan tata air, budaya lokal serta kepentingan umum

b. Pengembangan kawasan permukiman dapat dibedakan atas kawasan

(28)

12

c. Pada permukiman/perumahan nelayan harus dilakukan upaya penataan

dan perbaikan untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kawasan.

Penempatan perumahan nelayan hendaknya disesuaikan dengan potensi

sumber daya sekitar dan market hasil budaya perikanan

d. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan

permukiman penduduk asli (lama) antara lain dengan revitalisasi

bangunan, penyediaan utilitas, sarana air bersih, air limbah dan

persampahan, penyediaan dramaga perahu serta pemeliharaan drainase

e. Program pemanfaatan kawasan yang dapat diterapkan untuk kawasan

permukiman baru antara lain adalah dengan memberi ruang untuk public

access ke badan air, pengaturan pengambilan air tanah, reklamasi,

pengaturan batas sempadan dari badan air, serta program penghijauan

sempadan

6. Kawasan Pelabuhan dan Transportasi (Working and Transportation

Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan

kawasan pelabuhan dan transportasi adalah:

a. Pemanfaatan potensi pantai dan sungai sebagai kegiatan transportasi,

pergudangan dan industri

b. Pengembangan kawasan diutamakan untuk menunjang program ekonomi

kota (negara) dengan memanfaatkan kemudahan transportasi air dan

darat

c. Pembangunan kegiatan industri harus tetap mempertahankan kelestarian

lingkungan hidup

d. Program pemanfaatan ruang yang dapat diterapkan adalah pembangunan

dermaga, sarana penunjang pelabuhan (pergudangan), dan pengadaan

fasilitas transportasi

7. Kawasan Pertahanan dan Keamanan (Defence Waterfront)

Kriteria pokok pengembangan kawasan waterfront sebagai peruntukkan

kawasan pertahanan dan keamanan adalah:

a. Dipersiapkan khusus untuk kepentingan pertahanan dan keamanan

bangsa/negara

b. Perlu dikendalikan untuk alasan hankam dengan dasar peraturan khusus

(29)

13

2.2. Analisis Stakeholders

Stakeholders merupakan pihak-pihak yang berkepentingan terhadap

pengelolaan taman nasional, yang mempengaruhi ataupun dipengaruhi oleh

tujuan pengelolaan taman nasional tersebut, baik individu, kelompok ataupun

organisasi. Sementara itu, Eden and Ackermann dalam Bryson (2004)

menyebutkan bahwa stakeholders merupakan orang atau kelompok yang

mempunyai power (kekuatan) untuk mempengaruhi secara langsung masa

depan suatu organisasi.

Dalam menentukan para stakeholders, harus dilakukan secara teliti. Hal ini

dikarenakan berpotensi mengesampingkan kelompok yang sebenarnya relevan

dengan permasalahan utama, yang berakibat pada biasnya hasil penelitian. Oleh

karena itu Reed et al. (2009) menyebutkan bahwa analisis stakeholders perlu

dilakukan dengan: 1) mendefinisikan aspek-aspek fenomena alam dan sosial

yang dipengaruhi oleh suatu keputusan atau tindakan; 2) mengidentifikasi

individu, kelompok dan organisasi yang dipengaruhi atau mempengaruhi

fenomena tersebut; dan 3) memprioritaskan individu dan kelompok untuk terlibat

dalam proses pengambilan keputusan.

Lebih lanjut, analisis stakeholders mempelajari bagaimana manusia

berhubungan satu sama lain dalam pemanfaatan suberdaya alam dengan cara

memisahkan peran stakeholders ke dalam rights (hak), responsibilities (tanggung

jawab), revenues (pendapatan) serta relationship (menilai hubungan antar peran

tersebut) (Mayers 2005; Reed et al. 2009).

Menurut Groenendijk (2003) keberhasilan suatu kegiatan sangat

bergantung pada keterlibatan stakeholders kunci pada saat perancangan dan

perencanaan. Kegagalan dari pengambil kebijakan dan perencana untuk

mengenali perbedaan dan potensi konflik ketertarikan stakeholders sering

mengarah pada perlawanan terhadap kebijakan kegiatan diakibatkan oleh

kegagalan dalam mempertemukan tujuan mereka. Keterlibatan langsung dari

stakeholders kunci yang memiliki hubungan dengan analisis masalah dan

kegiatan perencanaan kedepan menciptakan rasa kepemilikan dan komitmen

pada proses perencanaan yang akan berkontribusi terhadap keberhasilan suatu

kegiatan. Analisis stakeholders memberikan hasil berupa pemahaman tentang

tujuan dan ketertarikan dari berbagai macam stakeholders. Analisis ini

(30)

14

2.3. Analisis Hierarki Proses(AHP)

Analytical Hierachy Process yang dikenal dengan Proses Hierarki Analitik

(PHA) atau Analisis Jenjang Keputusan (AJK), pertama kali dikembangkan oleh

Thomas L. Saaty, seorang ahli matematika dari University of Pittsburg, USA.

Kelebihan dari AHP adalah kemampuannya jika dihadapkan pada situasi

kompleks yang tidak terkerangka. Situasi ini terjadi jika data dan informasi

statistik dari masalah yang dihadapi sangat minim atau tidak ada sama sekali.

Data yang diperlukan kalaupun ada hanya bersifat kuantitatif yang mungkin

didasari oleh persepsi, pengalaman, ataupun intuisi. Permasalahan yang

dihadapi dapat dirasakan dan dapat diamati, namun kelengkapan data numerik

yang berupa angka-angka tidak menunjang untuk membetuk model secara

kuatitatif.

Kekuatan AHP juga terletak pada pendekatannya yang bersifat holistik

yang menggunakan logika, pertimbangan berdasarkan intuisi, data kuatitatif dan

preferensi kualitatif (Saaty,1993). Sehingga AHP banyak digunakan untuk

banyak kriteria perencanaan, alokasi sumberdaya, dan penetuan prioritas dari

strategi-strategi yang dimiliki dalam suatu konflik (Saaty, 1991). Beberapa

keuntungan menggunakan AHP sebagai alat analisis adalah sebagai berikut

(Saaty,1991):

1. AHP member model tunggal yang mudah dimengerti, luwes untuk beragam

persoalan yang tidak terstruktur.

2. AHP memadukan ancaman deduktif dan rancangan berdasarkan system

dalam memecahkan persoalan kompleks.

3. AHP dapat menangani saling ketergantungan elemen-elemen dalam satu

system dan tidak memaksakan pemikiran linier.

4. AHP mencerminkan kecendrungan alami pikiran untuk memilih

elemen-elemen suatu sistem dalam berbagai tingkatan yang berlainan dan

mengelompokkan unsur yang serupa dalam setiap tingkatan.

5. AHP memberikan suatu skala dalam mengukur hal-hal yang tidak terwujud

untuk mendapat prioritas.

6. AHP menuntun ke suatu taksiran menyeluruh tentang perbaikan setiap

alternatif.

7. AHP melacak konsistensi logis dari pertimbangan-pertimbangan yang

(31)

15

8. AHP mempertimbangkan prioritas-prioritas relatif dari berbagai faktor system

dan memungkinkan orang memilih alternatif terbaik berdasarkan

tujuan-tujuan mereka.

9. AHP tidak memaksa konsensus tapi menganalisis suatu hasil yang

representatif dari penilaian yang berbeda-beda.

10. AHP memungkinkan orang memperhalus definisi mereka pada suatu

persoalan dan memperbaiki pertimbangan serta pengertian mereka melalui

(32)

16

III. METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Sungai Batanghari, Kota Jambi, Provinsi Jambi.

Panjang Sungai Batanghari yang melalui wilayah administratif Kota Jambi sekitar

18 km. Penelitian dilaksanakan dari bulan Januari 2011 hingga Juni 2011.

Daerah penelitian dibagi dalam 4 segmen yaitu: a) segmen 1 meliputi

meliputi Kecamatan Telanai Pura (Kelurahan Penyengat Rendah); b) segmen 2

meliputi Danau Teluk (Kelurahan Pasir Panjang, Ulu Gedong, Tanjung Raden,

Olak Kemang dan Tanjung Pasir) dan Kecamatan Telanaipura (Kelurahan

Buluran Kenali, Legok, dan Teluk Kenali); c) segmen 3 meliputi Kecamatan

Pelayangan (Kelurahan Arab Melayu, Tahtul Yaman, Jelmu, Mudung Laut dan

Tengah), Kecamatan Pasar Jambi (Kelurahan Pasar Jambi), dan Kecamatan

Jambi Timur (Kelurahan Kasang); d) segmen 4 meliputi Kecamatan Pelayangan

(Kelurahan Tanjung Johor) dan Kecamatan Jambi Timur (Kelurahan Sijenjang

dan Pulau Sijenjang). Peta lokasi peneliltian tiap segmen tersaji pada Lampiran

1.

3.2. Rancangan Penelitian

3.2.1. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan

data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan menggabungkan 2

(dua) teknik pengumpulan data yaitu melalui observasi dan indepth-interview

(Sugiyono, 2009) serta menggunakan kuisioner sebagai panduan (Colfer et al.

1999a).

Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara studi dokumen yang

dipublikasikan pihak-pihak terkait baik berupa buku, laporan hasil penelitian, data

dari instansi terkait, peraturan perundang-undangan dan data pendukung lainnya

yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan sungai.

3.2.2. Teknik Penentuan Contoh

Penentuan contoh atau sampling untuk aspek sosial dilakukan dengan 2

(dua) cara yaitu purposive sampling dan random sampling. Random sampling

digunakan untuk mengetahui persepsi dan preferensi masyarakat pada empat

(33)

17

penelitian. Menurut Arikunto (2000), apabila jumlah populasi lebih dari 100, maka

jumlah contoh yang dapat diambil adalah 10-15% dari populasi tersebut. Dalam

penelitian ini jumlah contoh yang digunakan adalah 10% dari populasi.

Teknik pengambilan contoh yang digunakan untuk menganalisis

kepentingan dan pengaruh stakeholders, dilakukan dengan teknik purposive

sampling dengan pertimbangan bahwa responden yang dipilih adalah pelaku

baik individu maupun lembaga yang dinilai mengerti permasalahan penelitian.

Keseluruhan responden yang diwawancarai untuk analisis stakeholders dan

alternatif pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city dapat dilihat pada

Tabel 2.

Tabel 2 Instansi/lembaga/individu terkait penelitian

No Kelompok Stakeholders

Jumlah Responden

(orang)

1. Pemerintah Pusat BWS Sumatera VI 1

BPDAS Batanghari 1

2. Pemerintah Provinsi Bappeda 1

BAPEDALDA 1

Dinas Kehutanan 1

Dinas PU 1

Dinas Pariwisata 1

3. Pemerintah Kota BAPPEDA 1

BLHD 1

Dinas Tata Ruang dan Perumahan 1

Dinas PU 1

Dinas Perindag 1

Dinas Pariwisata 1

Dinas Perikanan 1

4. Perguruan Tinggi Pusat Penelitian Manejemen Daerah Aliran Sungai Universitas Jambi (PPM DAS Unja)

1

5. Masyarakat Lembaga Adat Jambi 1 Masyarakat tiap segmen

6. LSM Walhi 1

Warsi 1

7. Swasta Industri crumb rubber 1 Industri saw mill 1

3.2.3. Metode Analisis Data

Data primer dan data sekunder yang diperoleh dianalisis dengan

beberapa alat analisis sesuai dengan karakteristik data yang tersedia dengan

teknik analisis terdiri dari:

A. Analisis Pengembangan

Pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city agar dapat berjalan

dengan berkesinambungan dan berkelanjutan (sustainable) maka

(34)

18

keberadaan sungai bukan sebagai halaman belakang (back yard) akan tetapi

sebagai halaman depan (riverfront), dengan konsep pengembangan sebagai

berikut: (1) konsep dasar. Konsep dasar perencanaan pengembangan Kota

Jambi menuju riverfront city yaitu meningkatkan kualitas lingkungan alami dan

mengembalikan fungsi sempadan Sungai Batanghari sebagai kawasan ekologi

yang dapat mendukung keberlangsungan kehidupan ekosistem Sungai

Batanghari itu sendiri; (2) konsep ruang. Pembentukan dan pengembangan

ruang dibuat berdasarkan karakter alami Sungai Batanghari. Subkawasan sungai

dengan karakter alami berklasifikasi sangat tinggi tidak boleh dibangun karena

harus dilindungi agar tidak rusak. Subkawasan sungai dengan karakter alami

berklasifikasi tinggi boleh dibangun, tetapi harus diimbangi dengan penyediaan

RTH kota. Sedangkan subkawasan sungai dengan karakter alami berklasifikasi

kurang tinggi boleh dibangun dengan diselingi penanaman vegetasi di antara

bangunan yang ada; (3) konsep tata hijau. Konsep tata hijau yang dipergunakan

pada perencanaan pengembangan sempadan adalah penggunaan vegetasi

yang diharapkan dapat menjaga keberlangsungan kualitas lingkungan alami

sempadan melalui fungsi-fungsinya; (4) konsep infrastruktur sungai. Infrastruktur

persungaian yang dibangun untuk mendukung karakter alami sungai adalah

teknologi yang ramah lingkungan, seperti green building dan dinding penahan

bioengineering yang direncanakan secara fungsional dan estetik serta

mendukung keberlangsungan sungai.

Rencana pengembangan dalam penelitian ini akan dikaji dari aspek legal,

aspek ekologis dan aspek fisik.

1) Aspek Legal

Aspek legal merupakan aspek yang dianalisis untuk menentukan batas

kawasan perencanaan pengembangan. Aspek legal yang dinalisis adalah

Peraturan Pemerintah dan Peraturan Daerah yang terkait masalah sungai,

sempadan sungai dan Garis Sempadan Sungai (GSS).

2) Aspek Biofisik

Analisi aspek biofisik dengan dua cara yaitu analisis kualitas air sungai

dan fisik sungai (sempadan). Analisis kualitas air sungai berdasarkan hasil

pemantauan kualitas air sungai yang dilakukan oleh BLHD Kota Jambi tahun

2010 dan dibandingkan dengan PP. No. 82 Tahun 2002 Tentang Pengelolaan

Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air. Adapun fisik sungai dilakukan

(35)

19

pada sempadan sungai tersebut. Klasifikasi skoring nilai pada luas RTH

ditentukan berdasarkan persentase luas RTH pada tiap segmen sempadan

sungai, yaitu: 1 (rendah), 2 (sedang), dan 3 (tinggi). Luas RTH tersebut

ditentukan berdasarkan rasio antara ketersediaan RTH dengan luas persegmen

di setiap daerah penelitian. Analisis terhadap RTH ini bertujuan untuk

mengetahui kondisi kawasan alami yang terdapat pada sempadan Sungai

Batanghari. Standar penilaian peubah tersebut kemudian ditentukan intervalnya

berdasarkan rentangan nilai persentase RTH yang diperoleh. Interval pada

standar penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Standar penilaian peubah pada luas RTH, luas land cover dan sinousitas

Peubah Skor

1 (rendah) 2 (sedang) 3 (tinggi)

Luas RTH <23% 23-46% >46%

Land cover Vegetasi tidak

ada

sampai jarang, dominasi ruang terbangun

Vegetasi cukup

rapat, diantara vegetasi terdapat bangunan individual

Vegetasi sangat rapat (dominan vegetasi), tidak ada bangunan atau ruang kosong lainnya

Sinousitas 1,245-1,597 1,598-1,949 1,950-2,301

Sumber: Anisa, 2009

Klasifikasi skoring pada jenis land cover ditentukan berdasarkan

perbandingan antara dominansi penutupan lahan oleh vegetasi dengan lahan

kosong dan bangunan yang terdapat pada sempadan sungai, yaitu: 1 (kurang), 2

(sedang), dan 3 (baik). Analisis terhadap jenis land cover ini bertujuan untuk

mengetahui kestabilan sempadan pada tiap segmen Sungai Batanghari. Standar

penilaian peubah tersebut dapat dilihat pada Tabel 3. Sedangkan gambaran

(36)

20

Gambar 2 Rasio standar penilaian peubah pada jenis land cover

Hasil analisis luas RTH dan jenis land cover kemudian di-overlay untuk

menentukan nilai kualitas lingkungan alami. Sehingga, akan diperoleh

pembagian ruang fisik sungai yang menggambarkan kondisi eksisting kualitas

lingkungan alami yang dimiliki tiap segmennya.

3) Aspek ekologi

Dari aspek ekologis, proses analisis dilakukan terhadap data sinuositas

untuk menentukan karakter alami sungai. Nilai sinuositas sungai dapat diperoleh

dengan cara membandingkan antara panjang kelokan sungai yang

menghubungkan dua titik yang telah ditentukan pada sungai tersebut dengan

panjang garis lurus yang dibentuk oleh dua titik tersebut. Semakin banyak

kelokan yang terdapat pada suatu sungai, menyebabkan semakin tingginya nilai

sinuositas sungai. Hal ini menandakan semakin tingginya potensi sungai tersebut

untuk dapat berfungsi sebagai kawasan alami yang dapat menjadi habitat bagi

ekosistem sungai. Standar penilaian pada sinuositas sungai pada penelitian ini

dilakukan berdasarkan tingkat kealamian karakter yang dimiliki tiap segmen

sungai. Klasifikasi skoring nilai sinuositas yang diberikan b

erdasarkan sinuosity

rasio yaitu bentuk kelokan sungai dibagi menjadi 3 jenis, yaitu lurus

(sinuosity rasio

≈1) dengan skor nilai kurang tinggi, sinuous (

sinuosity

rasio

antara 1-1.5) dengan skor nilai tinggi, dan meander (sinuosity rasio

>1.5) dengan skor nilai sangat tinggi

(Allen, 1970 ). Perhitungan sinuositas

sungai dapat dilihat pada Gambar 3 dan standar penilaian peubah pada

sinousitas sungai disajikan pada Tabel 3. Untuk titik penentuan nilai sinousitas

(37)

21

Gambar 3 Perhitungan sinousitas sungai

4) Aspek Sosial

Analisis aspek sosial dilakukan untuk mengetahui persepsi dan preferensi

masyarakat terhadap keberadaan Sungai Batanghari. Analisis aspek sosial

diperoleh melalui indepth-interview dengan panduan kuisiner.

B. Analisis Stakeholders

1) Pengaruh dan Kepentingan Stakeholders

Analisis dilakukan untuk mengetahui stakeholders yang berperan dalam

pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city serta melakukan penilaian

tingkat pengaruh dan kepentingan stakeholders. Menurut Reed et al. (2009),

analisis stakeholders dilaksanakan dengan cara: 1) melakukan identifikasi

stakeholders, 2) mengelompokkan dan membedakan antar stakeholders, dan 3)

menyelidiki hubungan antar stakeholders.

Setelah para stakeholders teridentifikasi, maka langkah selanjutnya yaitu

mengelompokkan dan membedakan antar stakeholder. Menurut Eden dan

Ackermann (1998) yang dikutip oleh Bryson (2004) dan Reed et al. (2009)

metode analisis yang digunakan yaitu menggunakan matriks pengaruh dan

kepentingan dengan mengklasifikasikan stakeholders ke dalam key players,

context setters, subjects, dan crowd. Pengaruh (influence) merujuk pada

kekuatan (power) yang dimiliki stakeholders untuk mengontrol proses dan hasil

dari suatu keputusan. Kepentingan (importance) merujuk pada kebutuhan Sinousitas =

Panjang kelokan sungai yang menghubungkan titik A-B

(38)

22

stakeholders didalam pencapaian output dan tujuan (Hartrisari 2007; Reed et al.

2009).

Penyusunan matriks pengaruh dan kepentingan dilakukan atas dasar pada

deskripsi pernyataan responden yang dinyatakan dalam ukuran kuantitatif (skor),

dan selanjutnya dikelompokkan menurut kriterianya. Penetapan skoring

pertanyaan mengacu pada model yang dikembangkan oleh Abbas (2005) yaitu

pengukuran data berjenjang lima yang disajikan pada Tabel 4.

Pengaruh stakeholders terhadap pengembangan Kota Jambi menuju

riverfront city diukur berdasarkan instrumen dan sumber kekuatan, sebagaimana

yang disebutkan oleh Galbraith (1983) dalam Reed et al. (2009), sebagai berikut:

a. Instrumen kekuatan:

i. Candign power; yaitu pengaruh stakeholders tertentu karena memiliki

kemampuan memberikan hukuman/sanksi yang sepadan/selayaknya

terhadap stakeholders lain karena stakeholders ini adalah pengambil

kebijakan. Pengaruh ini diperoleh melalui emosi, keuangan, ancaman

fisik, sanksi adat, sanksi hukum, atau sanksi lainnya.

ii. Compensatory power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui kemampuan

dalam mengkompensasi stakeholders lainnya melalui simbolisasi,

keuangan, serta penghargaan berupa materi, seperti pemberian gaji/

upah, bribes/sogokan, pemberian bantuan desa penyangga, atau

pemberian sebidang lahan.

iii. Conditioning power; yaitu pengaruh yang diperoleh melalui manipulasi

kepercayaan atau pembentukan opini dan informasi, misalnya melalui

kelompok yang sepadan, norma budaya, pendidikan, atau propaganda.

b. Sumber kekuatan:

i. Organisation power; yaitu pengaruh dari suatu organisasi karena memiliki

massa, jejaring kerja, kesesuaian bidang tugas, atau kontribusi fasilitas.

ii. Personality power dan property power; yaitu pengaruh yang diperoleh

berdasarkan kepribadian, kepemimpinan seseorang (karisma, kekuatan

fisik, kecerdasan mental, atau pesona seseorang), atau kepemilikan/

kekayaan.

Berdasarkan data jawaban stakeholders yang teridentifikasi terhadap

tingkat kepentingan dan pengaruhnya, dilakukan skoring menggunakan Microsoft

(39)

23

disandingkan sehingga membentuk koordinat. Hasil analisis ini diilustrasikan

seperti Gambar 4.

Tabel 4 Ukuran kuantitatif terhadap kepentingan dan pengaruh stakeholders

Skor Nilai Kriteria Keterangan

Kepentingan Stakeholders

5 21-25 Sangat tinggi Sangat Mendukung

4 16-20 Tinggi Mendukung

3 11-15 Cukup tinggi Cukup mendukung

2 6-10 Kurang tinggi Kurang mendukung

1 0-5 Rendah Tidak mendukung

Pengaruh Stakeholders

5 20-25 Sangat tinggi Sangat mampu mempengaruhi

4 16-20 Tinggi Mampu

3 11-15 Cukup tinggi Cukup mampu

2 6-10 Kurang tinggi Kurang mampu

1 0-5 Rendah Tidak mampu

Gambar 4 Matriks pengaruh dan kepentingan (diadaptasi dari Eden dan Ackermann 1998 dalam Bryson 2004 dan Reed et al. 2009).

2) Persepsi dan Preferensi Stakeholders

Setelah teridentifikasi dan diketahui posisi pengaruh dan kepentingan

stakeholders yang terkait dalam pengembangan Kota Jambi menuju riverfront

city selanjutnya adalah menngetahui persepsi dan preferensi stakeholders yang

diperoleh melalui kuisioner dan indepth-interview.

C. Analisis SWOT

Analisis SWOT adalah analisis identifikasi berbagai faktor secara sistematis

untuk merumuskan strategi. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat

memaksimalkan kekuatan (strength) dan peluang (opportunity), namun secara

bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weakness) dan ancaman (threats)

(40)

24

untuk perencanaan pengembangan pada tiap segmen penelitian berdasarkan

analisis ekologi, biofisik, legalitas, sosial serta persepsi dan preferensi

stakeholders terkait.

D. Alternatif Strategi Pengembangan Kota Jambi Menuju Riverfront City

Metode analisis yang digunakan untuk pengembangan Kota Jambi menuju

riverfront city adalah metode Analisis Hierarchy Process (AHP). Prinsip kerja

AHP adalah penyederhanaan suatu persoalan yang kompleks dan tidak

terstruktur, strategis dan dinamis serta menata dalam suatu hirarki. AHP

merupakan salah satu alat analisis yang dapat digunakan untuk kondisi

ketidakpastian dan ketidaksempurnaan informasi dan beragamnya kriteria suatu

pengambilan keputusan (Saaty, 1993). Proses analisis dengan AHP dilakukan

dengan melakukan perbandingan berpasangan (pairwise comparions) untuk

mendapatkan tingkat kepentingan (importance) suatu kriteria relatif terhadap

kriteria lain dan dapat dinyatakan dengan jelas. Proses perbandingan

berpasangan ini dilakukan untuk setiap level/tingkat; tingkat 1 (tujuan umum),

tingkat 2 (kriteria), tingkat 3 (sub kriteria), tingkat 4 (alternatif kegiatan). Dengan

berbagai pertimbangan kemudian dilakukan sintesis menetapkan variabel yang

memiliki prioritas tinggi dan berperan untuk mempengaruhi hasil pada sistem

tersebut (Marimin, 2004). Pendekatan AHP menggunakan skala banding

(41)

25

Tabel 5 Skala banding secara berpasangan

Tingkat

Kepentingan Definisi Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan

3 Elemen yang satu sedikit lebih penting daripada elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sedikit mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya

5 Elemen yang satu lebih penting daripada elemen lainnya

Pengalaman dan penilaian sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen lainnya

7 Satu elemen jelas lebih penting daripada elemen yang lainnya

Satu elemen dengan kuat didukung dan dominan terlihat dalam praktek

9 Satu elemen mutlak lebih penting daripada elemen lainnya

Bukti yang mendukung elemen satu terhadap elemen yang lain memiliki tingkat penegasan yang mungkin menguatkan

2,4,6,8 Nilai-nilai antar dua nilai pertimbangan yang berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada kompromi diantara dua pilihan

Kebalikan reciprocals Jika aktivitas i mendapat suatu angka dan bila dibandingkan dengan aktivitas j, maka j mempunyai nilai kebalikan bila dibandingkan dengan i

Sumber : Saaty (1993)

Tahapan dalam melakukan analisis AHP menurut Saaty (1993) dilakukan

sebagai berikut:

1) Identifikasi sistem, yakni mengidentifikasi permasalahan dan menentukan

solusi yang diinginkan. Identifikasi sistem dilakukan dengan cara mempelajari

referensi dan berdiskusi dengan para informan yang memahami

permasalahan, sehingga diperoleh konsep yang relevan dengan

permasalahan yang dihadapi.

2) Penyusunan struktur hirarki yang diawali dengan level fokus, dilanjutkan

dengan level tujuan, level sasaran dan level alternatif kebijakan pada

tingkatan paling bawah. Berdasarkan hasil diskusi dengan pakar dan

penelitian di lapangan, dapat disusun struktur hirarki penelitian sebagaimana

disajikan pada Gambar 5.

3) Perbandingan berpasangan, menggambarkan pengaruh relatif setiap elemen

terhadap masing-masing tujuan atau kriteria di atasnya. Teknik ini yang

digunakan dalam AHP berdasarkan judgement atau pendapat dari para

informan yang dianggap key person.

(42)

26

Tabel 6 Matrik pendapat individu

A=(aij)=

A1 A2 ... An

A1 1 A12 ... a1n

A2 1/a12 1 ... a2n ... ... ... ... ...

An 1/a1n A2n ... 1

Notasi A1, A2,..., An merupakan set elemen pada satu tingkat keputusan

hirarki. Kuantifikasi pendapat dari hasil komparasi berpasangan membentuk

matrik berukuran n x n, nilai aij merupakan nilai matrik pendapat hasil

komparasi berpasangan yang mencerminkan nilai kepentingan Ai terhadap

Aj.

5) Matrik pendapat gabungan, merupakan matrik baru yang elemennya berasal

dari rata-rata geometri elemen matriks pendapat individu yang nilai rasio

inkonsistensinya memenuhi syarat.

6) Nilai pengukuran konsistensi yang diperlukan untuk menghitung konsistensi

jawaban informan.

7) Penentuan prioritas pengaruh setiap elemen pada tingkat hirarki keputusan

tertentu terhadap sasaran utama

Revisi pendapat dapat dilakukan apabila nilai rasio inkonsistensi pendapat

cukup tinggi (> 0,10). Penggunaan revisi ini sangat terbatas mengingat akan

terjadinya penyimpangan dari jawaban yang sebenarnya. Jika hasil perhitungan

menunjukkan nilai consintency ratio (CR) < 0,1 artinya penilaian pada pengisian

kuisioner tergolong konsisten, sehingga nilai bobotnya dapat digunakan. Proses

(43)

27

G am bar 5 S tru kt u r A H P s trat e g i peng em ban g an K ot a J am bi m enuj u riv er front c ity P eny em pur naa n dat ab as e D A S A lter n at if S tr at eg i P en g emb an g an K o ta Ja mb i M e n u ju Ri v e rf ro n t Ci ty E k o lo g i S os ia l B ud a y a E k o n o m i K el emb a g aan T e k n o lo g i A s p ek P ilih a n St ra te g i Kri te ri

a Tujuan

P enega k an h u k um P em ber day aan m as y ar a k at P enge m ban gan k aw as an indu s tri hi jau

Meningkatnya informasi teknologi pengelolaan sungai

Penggunaan teknologi ramah lingkungan

Terpeliharanya budaya lokal

Terciptanya lapangan kerja

Terjadinya perubahan perilaku masyarakat

Meningkatnya pendapatan masyarakat

Meningkatnya PAD

Terwujudnya sinkronisasi program antar stakeholders

Terwujudnya kepastian hukum beserta regulasinya

Meningkatnya institusi pengelola DAS

Meningkatnya kualitas dan daya dukung sungai

Menurunnya konsentrasi pencemar

[image:43.595.118.507.76.697.2]
(44)

28

IV. KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1. Umum

4.1.1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kota Jambi sebagai pusat wilayah dan Ibukota Provinsi Jambi, secara

geografis terletak pada koordinat 01°32′ 45″ sampai dengan 01°41′ 41″ Lintang

Selatan dan 103°31′ 29″ sampai dengan 103°40′ 6″ Bujur Timur. Secara administrasi wilayah kota Jambi berbatasan langsung dengan:

• Sebelah Utara : berbatasan dengan Kecamatan Sekernan Kabupaten

Muaro Jambi

• Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kecamatan Mestong Kabupaten

Muaro Jambi

• Sebelah Barat : berbatasan dengan Kecamatan Jambi Luar Kota Kabupaten Muaro Jambi

• Sebelah Timur : berbatasan dengan Kecamatan Kumpeh Ulu Kabupaten

Muaro Jambi.

Luas keseluruhan wilayah Kota Jambi ± 20.538 Ha terdiri dari 8 kecamatan dan 55 kelurahan. Pembagian daerah administrasi Kota Jambi

[image:44.595.83.504.33.818.2]

disajikan pada Tabel 7 dan Gambar 6.

Tabel 7 Luas daerah dan pembagian daerah administrasi menurut kecamatan tahun 2009

Kecamatan Luas Wilayah

(km2)

Jumlah Kelurahan Jumlah RT

1. Kota Baru 77,78 10 316

2. Jambi Selatan 34,07 9 305

3. Jelutung 7,92 7 231

4. Pasar Jambi 4,02 4 58

5. Telanaipura 30,39 11 266

6. Danau Teluk 20,21 5 43

7. Pelayangan 15,29 6 46

8. Jambi Timur 15,70 10 219

Jumlah 205,38 62 1.484

(45)
[image:45.595.100.487.69.380.2]

29 Sumber : Bappeda Provinsi Jambi

Gambar 6 Peta administrasi Kota Jambi

4.1.2. Iklim dan Curah Hujan

Pada umumnya wilayah Kota Jambi dan sekitarnya beriklim tropis dengan

dipengaruhi oleh dua musim, yaitu musim barat dan musim timur. Musim barat

biasanya terjadi pada bulan April–Oktober, sementara musim timur berlangsung

pada bulan Oktober–April. Musim kemarau umumnya terjadi pada bulan Mei

sampai bulan September dan musim hujan t

Gambar

Gambar 5  Struktur AHP strategi pengembangan Kota Jambi menuju riverfront city
Tabel 7  Luas daerah dan pembagian daerah administrasi menurut
GAMBAR :PETA ADMINISTRASI
Tabel 10 Struktur ruang Kota Jambi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal-hal yang dapat dilakukan pihak perusahaan/swasta untuk menambah luas taman, yaitu kewajiban pihak swasta yang akan membangun lokasi usaha (mall, plaza, dan sebagainya) dengan

Berdasarkan paparan pada bab sebelumnya dapat diketahui bahwa strategi pengembangan Kota Yogyakarta menuju Kota Pintar (Smart City) dilakukan melalui pemanfaatan teknologi

komoditas unggulan dapat memantapkan ketahanan pangan dalam ketersediaan dan distribusi pangan. Arah kebijakan yang dapat dilakukan pemerintah dalam pengembangan komoditas

Lokasi penelitian ditentukan secara senganja (purposive) kegiatan penelitian ini dilaksanakan selama 1 bulan, mulai dari tanggal 6 desember 2013 sampai 7 februari

Berdasarkan hasil penelitian didapatkan lokasi yang merupakan kawasan permukiman kumuh di Kecamatan Pasar Jambi yang berlokasi di Kelurahan Sungai Asam dan Kelurahan

Yunike Mustika, S.Pd (39 Tahun) selaku Kepala Dinas Pariwisata Kota Sungai Penuh Provinsi Jambi menyatakan bahwa obyek wisata Bukit Khayangan merupakan obyek

Manajemen stratejik dalam peningkatan mutu pendidikan untuk tingkat madrasah aliyah di Kota Jambi, sebagai sebuah skema alur manajemen yang melibatkan dua Instansi