• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Citra Landsat 7+ETM untuk Analisis Neraca Energi pada Beberapa Jenis Tutupan Lahan di Provinsi Jambi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Citra Landsat 7+ETM untuk Analisis Neraca Energi pada Beberapa Jenis Tutupan Lahan di Provinsi Jambi"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7+ETM UNTUK

ANALISIS NERACA ENERGI PADA BEBERAPA JENIS

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI JAMBI

AHMAD SHALAHUDDIN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul pemanfaatan citra Landsat 7+ETM untuk analisis neraca energi pada beberapa jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2013

Ahmad Shalahuddin

(4)

ABSTRAK

AHMAD SHALAHUDDIN. Pemanfaatan Citra Landsat 7+ETM Untuk Analisa Neraca Energi Pada Beberapa Tutupan Lahan Di Provinsi Jambi. Dibimbing oleh TANIA JUNE.

Perubahan fungsi lahan terjadi di Provinsi Jambi. Perubahan hutan menjadi bentukan lahan lain telah mempengaruhi iklim mikro wilayah. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis karakter albedo, neraca energi, dan suhu beberapa jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi dengan memanfaatkan citra Landsat 7+ETM. Kerapatan vegetasi memiliki pengaruh yang besar terhadap neraca radiasi dan energi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi akan memiliki nilai albedo yang rendah karena sebagian radiasi datang akan tertangkap diantara kanopi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi seperti hutan dan taman nasional memiliki nilai radiasi netto tinggi. Proporsi neraca energi juga dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi wilayah tinggi memiliki proporsi fluks bahang penguapan lebih tinggi dari wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah. Wilayah dengan vegetasi dan kebasahan wilayah yang tinggi menyebabkan suhu udara wilayah tersebut menjadi lebih rendah. Selain kerapatan vegetasi suhu udara juga dipengaruhi oleh ketinggian tempat serta karakter permukaan dalam menerima radiasi.

Kata kunci: Landsat 7+ETM, neraca energi, neraca radiasi, perubahan fungsi lahan

ABSTRACT

AHMAD SHALAHUDDIN. Using Landsat 7+ETM image for energy balance estimation on multiple land cover in Jambi Province. Supervised by TANIA JUNE

Landuse change has occurred in Jambi province. Forest changed into others land formation has effect for microclimate regions. This research is to estimate the character of albedo, energy balance and temperature in several landuse types in Jambi by using Landsat 7+ETM image. Vegetation density affects energy and radiationon balance. Area with high vegetation density has low albedo because coming radiation is trapped between vegetation canopies. Area with high density like forest and national park has a high net radiation. Proportion of energy balance is strongly influenced by land cover characters. Vegetations with high density has highest proportion of evaporation heat flux more than low density. Area with high vegetation density and high humidity cause low temperature. Either vegetation density, temperature is influence by altitude and surface character in receiving radiation.

(5)

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Geofisika dan Meteorologi

PEMANFAATAN CITRA LANDSAT 7+ETM UNTUK

ANALISIS NERACA ENERGI PADA BEBERAPA JENIS

TUTUPAN LAHAN DI PROVINSI JAMBI

AHMAD SHALAHUDDIN

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)
(8)

Judul Skripsi :

Nama : Ahmad Shalahuddin

NIM : G24090051

Disetujui oleh

Diketahui oleh Dr Ir Tania June M.Sc

Pembimbing

Pemanfaatan Citra Landsat 7+ETM untuk Analisis Neraca Energi pada Beberapa Jenis Tutupan Lahan di Provinsi Jambi

Dr Ir Rini Hidayati MS Ketua Departemen

(9)

PRAKATA

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia dan belas kasih-Nya sehingga karya ilmiah ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian ini adalah pemanfaatan citra Landsat 7+ETM untuk menganalisis karakter neraca energi pada beberapa jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi. Penelitian dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 dan diselesaikan pada bulan Mei 2013. Penelitian ini merupakan bagian dari penelitian CRC990-IPB dimana Dr. Ir. Tania June, M.Sc merupakan counterpart

peneliti IPB.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr. Ir. Tania June, M.Sc selaku pembimbing sekripsi yang telah banyak memberikan ide, keritik, saran, dan masukannya sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan. Terima kasih juga penulis ucapkan kepada Fauzan Nurrahman dan Nurul Fahmi yang telah mengajarkan metode dasar pengolahan citra satelit.

Penulis ucapkan terima kasih kepada Bapak Ir. Bregas Budiyanto, Ass.dpl selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberi pelajaran selama penulis menjalani perkuliahan di Departemen Geofisika dan Meteorologi. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada seluruh staf pengajar yang telah membimbing penulis selama menjalani perkuliahan. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada Muharrom, Dodik M Nurul Yaman, Khabib Dhunka, Rizal Khoirul Insani, Ervan Ferdiansyah, dan seluruh teman serta karib kerabat yang telah memberikan banyak ilmu dan pengalaman selama menjalani perkuliahan.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa, bantuan, motivasi, dan kasih sayangnya. Terima kasih juga kepada seluruh karib kerabat atas segala bantuan yang telah diberikan selama menjalani masa perkuliahan di Institut Pertanian Bogor. Terima kasih kepada Kementrian Agama RI yang telah memberikan donasi dan motivasi untuk menjalani perkuliahan di Institut Pertanian Bogor.

Saya berharap semoga tulisan ini bermanfaat dan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan.

Bogor, Mei 2013

(10)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vi

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 1

METODE 1

Bahan 2

Alat 3

Prosedur Analisis Data 3

HASIL DAN PEMBAHASAN 8

Geografis Wilayah Provinsi Jambi 8

Karakter Iklim Wilayah Provinsi Jambi 8

Indeks Kerapatan Vegetasi 9

Albedo 11

Energi 13

Suhu Udara 16

SIMPULAN DAN SARAN 18

Simpulan 18

Saran 19

DAFTAR PUSTAKA 19

LAMPIRAN 23

(11)

DAFTAR TABEL

1 Koordinat wilayah sampel amatan 2

2 Path/Row citra Landsat 2

3 Citra Landsat untuk melakukan Gap Fill 3

4 Iklim tahunan rata-rata 2009, 2010 dan 2011 Provinsi Jambi 9 5 Fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa 15

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 3

2 Peta pola ruang dan sebaran komoditas unggulan Provinsi Jambi 8

3 Sebaran ARVI dan Nilai NDVI Provinsi Jambi 10

4 Hubungan antara NDVI dengan ARVI 10

5 Sebaran albedo Provinsi Jambi 2012 11

6 Absorbsivitas dan transmisivitas radiasi gelombang pendek di kanopi 12 7 Absorbsivitas dan transmisivitas radiasi cahaya tampak di kanopi 12 8 Hubungan albedo permukaan dengan indeks kerapatan vegetasi 13 9 Sebaran radiasi netto dan neraca energi wilayah Provinsi Jambi 14 10Hubungan radiasi netto dengan indeks kerapatan vegetasi 15 11Suhu udara rata-rata beberapa jenis tutupan lahan Provinsi Jambi 16 12Hubungan suhu udara dengan indeks kerapatan vegetasi 17 13Suhu udara secara spasial pada 12 jenis tutupan lahan 18

DAFTAR LAMPIRAN

1 ARVI dan NDVI 23

2 Radiasi gelombang pendek 24

3 Radiasi gelombang pendek netto dan albedo 25

4 Radiasi netto dan fluks bahang permukaan 26

5 Fluks bahang terasa dan fluks bahang penguapan 27

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Telah terjadi pengurangan luas hutan di seluruh Indonesia. Luas hutan juga berkurang di Provinsi Jambi. Pada pertengahan tahun 1990-an terdapat 10717 km2 lahan hutan berubah fungsi. Bahkan terdapat 5229 km2 hutan sudah mengalami penggundulan (Forest Watch Indonesia 1996).

Sebab utama perubahan lahan di Jambi adalah tingginya minat masyarakat terhadap perkebunan karet dan kelapa sawit. Tercatat pertambahan luas perkebunan karet pada tahun 2002 adalah sebesar 1 km2. Angka ini terus meningkat hingga pada tahun 2008 pertambahan luas perkebunan karet mencapai angka 199 km2. Selain itu besarnya minat masyarakat terhadap dua komoditas ekspor ini juga dapat dilihat dari jumlah petani karet dan kelapa sawit yang berjumlah 2463280 dan 168053 orang pada tahun 2008. Angka ini merupakan angka tertinggi dibandingkan jenis perkebunan lain (Jambi Dalam Angka 2007, 2008, 2009, 2010).

Perubahan fungsi lahan berdampak terhadap iklim pada skala mikro. Perubahan iklim karena adanya perubahan fungsi lahan dapat dilihat dengan pendekatan neraca energi. Pendekatan neraca energi bagi pengamatan iklim penting dilakukan karena dapat memberikan informasi mengenai kondisi iklim suatu wilayah (Seller et al. 1997). Model iklim berbasis citra dapat digunakan untuk menduga karakter iklim suatu wilayah. Penggunaan model citra dapat menghasilkan data dengan resolusi spasial yang baik. Selain itu penggunaan citra satelit dapat memberikan hasil yang baik untuk wilayah kajian luas dan homogen (Yang 2000).

Penelitian dengan menggunakan citra Landsat 7+ETM telah banyak dilakukan. Penelitian mengenai pendugaan umur padi dengan Landsat 7+ETM dilakukan oleh Dirgahayu (2005). Pemanfaatan citra Landsat untuk menghitung radiasi transmisi oleh Maharani (2012). Pemanfaatan Landsat 7+ETM dalam menentukan potensi geotermal oleh Utama (2012).

Penelitian tentang pemetaan telah dilakukan di Provinsi Jambi. Pemetaan

hotspot Provinsi Jambi dilakukan oleh Yonatan (2006). Pemanfaatan data spot untuk menduga cadangan karbon di hutan perbatasan Jambi oleh Roswiniarti (2008). Pemetaan neraca energi pada wilayah Bungo Jambi oleh Setiawan (2006).

Tujuan Penelitian

Analisis karakter biofisik dari berbagai jenis tutupan lahan di Provinsi Jambi dengan menggunakan citra Landsat 7+ETM

METODE

(13)

2

Laboratorium Departemen Geofisika dan Meteorologi Terapan Institut Pertanian Bogor.

Bahan

Adapun bahan yang digunakan untuk pendugaan neraca energi adalah citra Landsat 7+ETM, peta tutupan lahan Provinsi Jambi, peta administrasi spasial Indonesia dan Provinsi Jambi sebagai peta referensi. Selain itu juga digunakan data iklim tahunan BMKG Provinsi Jambi, Deputi Kerinci, dan Bandara Sultan Thaha Jambi sebagai data pembanding.

Provinsi Jambi terletak pada path/row 125/61, 126/1, 125/62, dan 126/62 dalam citra Landsat. Citra Landsat Provinsi Jambi untuk empat path/row dalam satu waktu yang sama memiliki kualitas kurang baik. Keempat path/row Provinsi Jambi selama selang waktu satu tahun yang relatif sama maka digunakan empat citra dengan tanggal akuisisi berbeda. Citra Landsat 7+ETM yang digunakan untuk menduga neraca energi dapat dilihat pada Tabel 2.

Dalam citra Landsat 7+ETM terdapat garis-garis hitam sebagai data hilang. Data hilang pada citra dapat ditutup dengan menggunakan beberapa metode. Metode yang umum dilakukan adalah menutup data hilang dengan data citra pada

Tabel 2 Path/Row citra Landsat

Path/ Row

Tanggal Akuisisi 125/61 10 Januari 2013 125/62 10 Januari 2013 126/61 21 April 2012 126/62 24 Mei 2012 Tabel 1 Koordinat wilayah sampel amatan

Jenis Tutupan Lahan Batas Koordinat Wilayah Ketinggian (mdpl) Lintang Selatan Bujur Timur

Perkebunan Sawit 1 2o1'44"-2o1'45" 103o35'18"-103o35'20" 21 Perkebunan Sawit 2 1o24'47"-1o27'48" 103o35'36"-103o40'53" 12 Perkebunan Sawit 3 1o24'47"-1o27'48" 103o40'36"-103o45'53" 12 Perkebunan Sawit 4 1o24'47"-1o27'48" 103o45'36"-103o51'53" 12 Perkebunan Karet 2o1'44"-2o1'45" 103o32'48"-103o40'53" 31 Pertambangan 1o40'41"-1o42'52" 102o58'15"-102o55'25" 31 Perkotaan 1o34'26"-1o4'56" 103o32'48"-103o40'53" 23 Taman Nasional Kerinci 1o41'53"-1o45'31" 101o30'35"-101o35'58" 857 Taman Nasional Serbak 1o37'47"-1o40'50" 104o16'4"-104o19'49" 7 Hutan Harapan 2o4'14"-2o21'54" 103o0'22"-103o28'0" 70

(14)

3 tanggal berbeda. Adapun citra yang digunakan sebagai citra Gap Fill dapat dilihat pada Tabel 3.

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian adalah seperangkat komputer beserta perangkat lunak pembantu. Perangkat lunak yang digunakan adalah Er Mapper 7.1 dan Arc Gis 9.3 sebagai perangkat lunak pengolah citra. Digunakan juga

Microsoft Office 2009 sebagai perangkat lunak pengolah data dan Adobe PhotoshopCS3 sebagai perangkat lunak untuk membuat tampilan peta.

Prosedur Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan beberapa proses. Langkah pertama yang dilakukan adalah proses pre-processing yang meliputi koreksi dan pemotongan citra dengan peta admnistrasi Provinsi Jambi. Setelah itu dilakukan klasifikasi untuk menentukan jenis tutupan lahan. Proses pengolahan dilanjutkan dengan penentuan neraca energi, indeks vegetasi dan suhu udara. Secara sederhana peroses pengolahan citra melewati langkah kerja seperti pada Gambar 1.

Tabel 3 Citra Landsat untuk melakukan Gap Fill Path/ Row Tanggal Akuisisi

125/61 08 Agustus 2012

125/61 18 Mei 2012

125/62 18 Mei 2012

125/62 08 Agustus 2012

126/61 30 Desember 2011

126/62 01 Maret 2011

(15)

4

Proses Pre Processing

Koreksi geometrik dilakukan untuk memastikan koordinat citra sudah tepat dengan koordinat sebenarnya. Koreksi ini dilakukan dengan membuat GCP (Ground Control Point) pada citra. Citra acuan yang digunakan adalah peta administrasi Jambi dan Sumatra. Koreksi radiometrik dilakukan untuk mengurangi gangguan karena pengaruh atmosfer. Pemotongan wilayah dilakukan untuk memisahkan daerah amatan dalam peta. Pemotongan juga berguna untuk meringankan proses pengolahan citra pada tahap selanjutnya. Pemotongan citra dilakukan dengan menggunakan peta administrasi Jambi.

Klasifikasi Lahan

Klasifikasi citra dilakukan dengan metode klasifikasi tak terbimbing (Unsupervised Classification). Klasifikasi dilakukan dengan mengkombinasikan kanal 5, 4, 2.

Penentuan Nilai NDVI dan ARVI

Nilai ARVI dan NDVI diturunkan dari kanal merah, biru, dan inframerah dekat. Persamaan untuk menentukan ARVI danNDVI adalah:

ARVI = NDVI = Keterangan:

= Nilai reflektansi inframerah dekat = Nilai reflektansi gelombang merah = Nilai reflektansi gelombang biru = Skala perbesaran karena pengaruh

Skala perbesaran menunjukan karakter pemantulan gelombang biru di atmosfer yang disebabkan oleh partikel debu. Skala perbesaran memiliki nilai spesifik pada wilayah tertentu. Untuk wilayah yang belum diketahui skala perbesarannya dapat diasumsikan bernilai 1 (Gin-rong et al 2004).

Pendugaan Suhu Permukaan

Nilai tiap piksel citra Landsat adalah nilai digital (Digital Number). Untuk menginterpolasi nilai Digital Number menjadi nilai Spectral Radian dapat menggunakan persamaan berikut (USGS 2002):

... (1)

(16)

5 Suhu kecerahan (Brightness Temperature) diturunkan dari nilai Spectral Radiance kanal termal. Kanal termal Landsat 7+ETM adalah kanal 61 dan 62. Persamaan yang digunakan untuk menghitung suhu kecerahan adalah persamaan berikut (USGS 2002):

... (2)

Keterangan:

TB = Suhu kecerahan (K)

K1 = Konstanta kalibrasi pertama (666.09 W m-2sr-1μm-1) K2 = Konstanta kalibrasi kedua (1282.71 K)

Suhu permukaan didapat dari suhu kecerahan. Terdapat beberapa persamaan yang bisa digunakan untuk menghitung suhu permukaan. Diantaranya adalah persamaan berikut (Weng 2001):

...…... (3) Keterangan:

TB = Suhu kecerahan (K)

Ts = Suhu permukaan yang terkoreksi (K) λ = Panjang gelombang radiasi emisi (11.5 µm) ∂ = hc/σ (1.438 x 10-2 mK)

h = Konstanta Planck (6.26 x 10-34 J sec) c = Kecepatan cahaya (2.9998 x 108 m sec-1) ε = Emisivitas

σ = Konstanta Stefan Boltzmann (5.67 x 10-8 Wm-2K-4) Tb = Suhu kecerahan (K-1)

Penentuan Neraca Energi dan Suhu Udara

Pendugaan albedo dengan citra satelit dilakukan dengan menggunakan kanal cahaya tampak. Pada Landsat kanal cahaya tampak adalah kanal 1, 2, dan 3. Albedo ditentukan dengan menggunakan persamaan berikut (USGS 2002):

α= ... (4)

Keterangan:

α = Albedo

d2 = Jarak astronomi bumi matahari (sr)

ESUNλ = Rata-rata nilai solar spectral irradiance pada kanal tertentu Lλ = Spektral Radiance (W m-2sr-1µm-1)

Cos Ө = Sudut zenith matahari

(17)

6

d2= (1-0.01674 cos (0.9856(Julian day-4)))2... (5) Radiasi gelombang pendek keluar diturunkan dari jumlah energi yang ditangkap oleh kanal cahaya tampak citra Landsat. Nilai Spectral Radian kanal cahaya tampak dikonversi menjadi radiasi gelombang pendek keluar dengan persamaan berikut:

Rs out = ... (6) Keterangan:

Rs out = Radiasi gelombang pendek keluar (W m-2) = Phi (3.14)

= Nilai Spectral Radian kanal ke I (W m-2 sr-1µm-1) d2 = Jarak astronomi bumi dan matahari (sr)

= Nilai tengah kanal ke I (µm)

Albedo adalah nisbah perbandingan nilai radiasi gelombang pendek keluar dengan radiasi gelombang pendek masuk. Radiasi gelombang pendek masuk ditentukan dengan kombinasi radiasi gelombang pendek keluar dan albedo. Persamaan untuk menentukan radiasi gelombang pendek masuk adalah sebagai berikut:

Rs in = ... (7) Keterangan:

Rs in = Radiasi gelombang pendek masuk (W m-2) Rs out = Radiasi gelombang pendek keluar (W m-2)

= Albedo permukaan

Radiasi gelombang panjang yang dipancarkan bumi sebanding dengan suhu permukaan bumi. Adapun persamaan menentukan radiasi gelombang panjang keluar adalah sebagai berikut:

Rl out = ... (8) Keterangan:

Rl out = Radiasi gelombang panjang keluar (W m-2) = Nilai emisivitas permukaan

= Konstanta Stefan Boltzmann (5.67 x 10-8 W m-2 K-4) Ts = Nilai suhu permukaan objek (K)

(18)

7 Rn = - Rs out – ... (9) Keterangan:

Rn = Radiasi netto (W m-2)

Rs out = Radiasi gelombang pendek keluar (W m-2) = Albedo permukaan

= Nilai emisivitas permukaan

= Konstanta Stefan Boltzmann (5.67 x 10-8 W m-2 K-4) Ts = Nilai suhu permukaan objek (K)

Fluks bahang permukaan (G) secara empiris memiliki proporsi sebesar 10% dari total radiasi netto (Rn). Untuk menentukan fluks ini dapat digunakan persamaan:

G=Rn (0.1) ... (10) Pendugaan fluks bahang terasa dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan rasio Bown. Persamaan untuk menentukan fluks bahang terasaadalah sebagai berikut:

H = ... (11) Keterangan:

H = Fluks bahang terasa (W m-2) = Rasio Bown

Rn = Radiasi netto (W m-2)

G = Fluks bahang permukaan (W m-2)

Energi fotosintesis dan tersimpan diabaikan dalam perhitungan neraca energi. Dengan mengabaikan nilai fluks energi fotosintesis dan tersimpan, fluks bahang penguapan dapat ditentukan dengan persamaan:

LE = Rn-H-G ... (12) Keterangan:

LE = Fluks bahang penguapan (W m-2) H = Fluks bahang terasa (W m-2) Rn = Radiasi netto (W m-2)

G = Fluks bahang permukaan (W m-2)

Suhu udara dapat diturunkan dari nilai suhu permukaan dan fluks bahang terasa. Persamaan untuk menentukan suhu udara adalah:

Ta = Ts – ... (13) Keterangan:

H = Fluks bahang terasa (W m-2)

(19)

8

Cp = Panas spesifik udara pada tekanan konstan (1004 J Kg-1 K-1) Ts = Suhu permukaan (K)

Ta = Suhu udara (K)

rah = Tahanan aerodinamik (s m-1)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Geografis Wilayah Provinsi Jambi

Secara geografis Provinsi Jambi terletak antara 0o45’- 2o45’ lintang selatan dan 101o10’-104o55’ bujur timur. Luas Provinsi Jambi adalah 53435 km2 dengan luas daratan 50160 km2 dan perairan 3275 km2. Terdapat 19165 km2 lahan non-pertanian dan 32249 km2 lahan pertanian sawah pada tahun 2009. Lahan non-pertanian ini mencakup rawa-rawa yang belum difungsikan, hutan negara, dan rumah. Lahan pertanian non sawah mencakup tegalan, ladang, perkebunan, hutan rakyat, tambak, kolam, padang penggembalaan, dan lahan yang belum difungsikan (Jambi Dalam Angka 2009). Secara spasial Provinsi Jambi memiliki jenis tutupan lahan dengan fungsi berbeda (Gambar 2).

.

Karakter Iklim Wilayah Provinsi Jambi

Provinsi Jambi terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan iklim tropis. Pengukuran unsur iklim yang terlampir dalam laporan pemerintahan provinsi

Gambar 2 Peta pola ruang dan sebaran komoditas unggulan Provinsi Jambi

(20)

9 dilakukan oleh BMKG Provinsi Jambi, Bandar Udara Sultan Thaha Jambi, dan Deputi Perbo Kerinci. Adapun hasil pengukuran yang dilakukan di tiga titik pengamatan tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.

Indeks Kerapatan Vegetasi

Kerapatan vegetasi dalam citra satelit dapat ditunjukan dengan beberapa indeks. Diantara indeks yang dapat digunakan adalah ARVI (Atmopherically Resistant Vegetation Index) dan NDVI (Normalized Difference Vegetation Index). Nilai ARVI dan NDVI diturunkan dari radiasi gelombang pendek dan inframerah dekat (Gin-rong et al 2004). ARVI merupakan indeks kerapatan vegetasi yang juga memasukan kanal biru sebagai kanal yang sensitif terhadap nilai partikel debu di atmosfer. Hubungan antara NDVI dan ARVI suatu wilayah dapat menjelaskan jumlah partikel debu di atmosfer.

NDVI merupakan indeks yang mengkombinasikan reflektansi spektral merah dan inframerah dekat. Nilai reflektan spektral inframerah dekat memiliki korelasi positif terhadap tebal daun (Slaton 2001). Spektral biru dan merah dibutuhkan oleh tanaman untuk fotosintesis sehingga reflektan spektral biru dan merah dapat menjelaskan jumlah energi yang digunakan tanaman untuk fotosintesis (Campbell et al 2008). Hukum Beer menjelaskan bahwa secara tidak langsung reflektan spektral biru dan merah memiliki korelasi denganLAIwilayah (Mavi dan Tupper 1984). Persamaan NDVI menjelaskan bahwa nilai NDVI meningkat dengan meningkatnya luas serta biomassa daun.

Jenis tutupan lahan yang berbeda memiliki nilai ARVI dan NDVI berbeda. Pertambangan memiliki nilai ARVI sebesar 0.2 dan NDVI sebesar 0.016. Perkotaan memiliki nilai ARVI sebesar -0.1 dan NDVI 0. Perkebunan kelapa sawit memiliki nilai ARVI pada selang 0.74-0.85 dengan selang NDVI 0.3-0.4. perkebunan karet dan Taman Nasional Bukti Tigapuluh, Kerinci dan Hutan Harapan memiliki nilai ARVI sebesar 0.9 dan NDVI sebesar 0.4. Taman Nasional Sabak dan Bukit Duabelas memiliki nilai ARVI sebesar 0.8 dan NDVI 0.3 (Gambar 3).

Tabel 4 Iklim tahunan rata-rata 2009, 2010 dan 2011 Provinsi Jambi

Uraian Stasiun

(21)

10

Perkebunan kelapa sawit memiliki nilai indeks vegetasi yang berbeda. Perkebunan kelapa sawit 1 memiliki nilai tertinggi diikuti perkebunan kelapa sawit 2, 3, dan 4 secara berurutan. Bila indeks kerapatan vegetasi hanya dipengaruhi oleh umur tanaman maka dapat disimpulkan perkebunan kelapa sawit 1 adalah perkebunan kelapa sawit tua dan perkebunan kelapa sawit 2, 3, dan 4 lebih muda. Perkebunan kelapa sawit tua memiliki kerapatan vegetasi sama dengan kerapatan vegetasi hutan dan taman nasional.

Perkotaan memiliki kerapatan vegetasi dominan lebih rendah dari pertambangan. Akan tetapi nilai kerapatan vegetasi maksimum di perkotaan lebih tinggi dibandingkan dengan pertambangan (Lampiran 1). Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi di perkotaan tersebar di tengah wilayah perkotaan sebagai ruang terbuka hijau dan taman kota (Gambar 3).

Terdapat perbedaan besar antara nilai ARVI dan NDVI pada Taman Nasional Bukit Tigapuluh. Perbedaan nilai ini mungkin disebabkan oleh komponen debu di atmosfer yang memantulkan cahaya matahari pada spektral biru sebelum mencapai permukaan (Lampiran 1). ARVI dan NDVI menunjukan korelasi yang baik. Besar korelasi antara keduanya menunjukan sedikitnya jumlah partikel debu di atmosfer pada daerah amatan (Gambar 4).

Gambar 3 Sebaran ARVI dan nilai NDVI Provinsi Jambi

Gambar 4 Hubungan antara NDVI dengan ARVI y = 1,611x + 0,157

R² = 0,723

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

-0,40 -0,20 0,00 0,20 0,40 0,60

ARVI

(22)

11 Albedo

Albedo adalah perbandingan radiasi gelombang pendek keluar dengan radiasi gelombang pendek masuk ke permukaan. Nilai albedo sangat dipengaruhi oleh sudut datang matahari, karakter permukaan, serta kerapatan vegetasi wilayah (Dobos 2003). Albedo suatu wilayah menurun dengan menurunnya kerapatan vegetasi (Heidden et al. 2011). Nilai albedo lahan bervegetasi lebih besar dari lahan non-vegetasi karena radiasi matahari masuk di antara celah kanopi dan terperangkap di dalamnya (Dobos 2003). Perkebunan kelapa sawit di Kabupaten Bongo Provinsi Jambi memiliki nilai albedo 0.05-0.07. Hutan alam memiliki albedo 0.04-0.06 dan pemukiman 0.07-0.14 (Setiawan 2006).

Lebih dari 70% daratan Provinsi Jambi merupakan lahan bervegetasi yang terbagi dalam lima kelas yaitu lahan bervegetasi 1, 2, 3, 4, dan 5 dengan nilai albedo rata-rata sebesar 0.045, 0.06, 0.04, 0.043, dan 0.075. Lahan kelas 1 merupakan lahan dengan kerapatan vegetasi cukup tinggi. Daerah kelas 1 tersebar diantara hutan dataran tinggi serta beberapa perkebunan kelapa sawit. Daerah kelas 2 adalah wilayah bervegetasi dengan kerapatan vegetasi rendah yang tersebar diantara perkebunan kelapa sawit dan perkotaan. Nilai albedo menunjukan bahwa 30% lahan di Provinsi Jambi termasuk dalam lahan bervegetasi dalam kelas 3 dengan nilai albedo rata-rata 0.04. Lahan jenis ini mendominasi wilayah di sekitar taman nasional dan hutan. Daerah kelas 4 merupakan wilayah dengan kerapatan vegetasi tertinggi. Kelas ini berada di wilayah hutan dan inti hutan. Selain itu yang masuk dalam kelas vegetasi 4 ini adalah perkebunan kelapa sawit tua serta perkebunan karet. Kelas vegetasi 5 merupakan vegetasi dengan kerapatan rendah. Kelas ini tersebar disekitar lahan terbangun dan terbuka. Rendahnya nilai albedo dominan memberi kesimpulan bahwa sebagian besar wilayah Provinsi Jambi merupakan lahan dengan tutupan vegetasi rapat (Gambar 5).

(23)

12

Beberapa tutupan lahan menunjukkan albedo yang berbeda. Perkotaan dan pertambangan memiliki albedo maksimum 0.12-0.15. Nilai albedo maksimum perkebunan kelapa sawit 0.06-0.08. Perkebunan karet, hutan dan taman nasional memiliki nilai albedo maksimum 0.05-0.07 (Gambar 5). Nilai albedo minimum, maksimum, dan dominan pada sampel wilayah terlampir dalam Lampiran 3.

Radiasi gelombang pendek terletak pada spektral panjang gelombang kurang dari 4 µm. Berdasarkan panjang gelombangnya radiasi gelombang pendek memiliki karakter berbeda (Wallace dan Hobbs 2006). Spektral cahaya tampak memiliki nilai penyerapan tinggi (Gambar 6).

Spektral biru dan merah merupakan spektral yang dibutuhkan oleh tanaman untuk fotosintesis. Hampir 90% radiasi pada spektral biru dan merah yang sampai di kanopi diserap oleh tanaman. Selain itu lebih dari 5% yang sampai di atas permukaan vegetasi diteruskan ke permukaan bumi dan kurang dari 5% dipantulkan kembali ke atmosfer (Gambar 7).

Penentuan albedo pada citra Landsat 7+ETM hanya menggunakan spektral cahaya tampak. Hal ini menjadikan nilai albedo yang dihasilkan model lebih kecil dari nilai albedo pengukuran langsung yang memasukan seluruh spektral gelombang pendek.

Gambar 6 Absorbsivitas dan transmisivitas radiasi gelombang pendek di kanopi. Disadur dari Mavi dan Tupper 1984

(24)

13

Kerapatan vegetasi permukaan sangat mempengaruhi albedo permukaan. Kerapatan vegetasi memiliki korelasi negatif dengan nilai albedo. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki albedo rendah dan wilayah dengan kerapatan vegetasi rendah memiliki albedo tinggi. Selain kerapatan vegetasi karakter permukaan juga sangat mempengaruhi nilai albedo. Wilayah dengan warna permukaan lebih cerah umumnya memiliki nilai albedo lebih tinggi bila dibandingkan dengan wilayah dengan warna permukaan lebih gelap (Gambar 8).

Hutan dan taman nasional memiliki kerapatan vegetasi tinggi sehingga nilai albedo jenis tutupan lahan tersebut bernilai rendah. Perkotaan dan pertambangan dengan kerapatan vegetasi rendah memiliki albedo tinggi. Perkebunan kelapa sawit tua memiliki albedo sebesar hutan dan taman nasional.

Energi

Neraca energi adalah informasi mengenai nilai setiap komponen energi. Jumlah energi di permukaan bumi akan terkonversi menjadi fluks bahang terasa, fluks bahang permukaan dan fluks bahang penguapan (Seller et al. 1997). Pembagian proporsi neraca energi sangat ditentukan oleh jenis tutupan lahan. Lahan basah dengan kerapatan vegetasi tinggi akan meningkatkan proporsi fluks bahang penguapan (Khomaruddin 2005).

Rn=LE+H+G... (14) Keterangan:

Rn = Radiasi netto (W m-2)

Gambar 8 Hubungan Albedo permukaan dengan indeks kerapatan vegetasi. Warna merah menunjukan albedo minimum, biru menunjukan albedo rata-rata dan hijau albedo maksimum beberapa jenis tutupan lahan

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

A

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

A

lbe

do

(25)

14

LE = Fluks bahang penguapan (W m-2) H = Fluks bahang terasa (W m-2) G = Fluks permukaan tanah (W m-2)

Radiasi netto merupakan selisih radiasi masuk dan keluar (Tapper 2002). Radiasi netto merupakan unsur penting dalam perhitungan neraca energi. Radiasi netto merupakan unsur penentu mekanisme evapotranspirasi, fisis, biologis dan mekanisme lainnya (Rossenberg 1983).

Beberapa jenis tutupan lahan memiliki nilai radiasi netto berbeda. Jenis tutupan lahan dengan radiasi netto terendah adalah pertambangan dan perkotaan dengan nilai 283 dan 293 W m-2. Perkebunan kelapa sawit memiliki nilai radiasi netto 329-347 W m-2. Nilai radiasi netto perkebunan karet adalah 352 W m-2 . Lahan dengan radiasi netto tertinggi adalah hutan dan taman nasional dengan nilai 339-367 W m-2. Nilai radiasi netto pertambangan adalah 283 W m-2 (Gambar 9).

(26)

15

Kerapatan vegetasi sangat mempengaruhi nilai radiasi netto permukaan. Terdapat korelasi positif antara kerapatan vegetasi dan radiasi netto permukaan. Daerah dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki nilai radiasi netto tinggi dan daerah dengan kerapatan vegetasi rendah memiliki radiasi netto rendah. Besar nilai radiasi netto permukaan dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi wilayah. Semakin rapat vegetasi permukaan semakin tinggi radiasi netto di permukaan (Tracy et al. 2004). Indeks vegetasi NDVI memiliki hubungan linier terhadap radiasi netto lebih kuat dibandingkan dengan ARVI dan radiasi netto (Gambar 10).

Fluks bahang penguapan adalah total energi yang digunakan untuk menguapkan air. Besarnya proporsi fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa dipengaruhi kebasahan wilayah. Nilai fluks bahang penguapan perkotaan dan pertambangan adalah 220 W m-2 dan 213 W m-2. Nilai fluks bahang

Tabel 5 Fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa

Jenis Tutupan Lahan LE (W m-2) H (W m-2) Rs in (W m-2) Perkebunan Sawit 1 260 52 786

Perkebunan Sawit 2 257 51 800

Perkebunan Sawit 3 247 49 823

Perkebunan Sawit 4 255 51 804

Perkebunan Karet 264 53 799

Pertambangan 213 43 807

Wilayah Perkotaan 220 44 799

Taman Nasional Bukit Duabelas 269 54 788

Taman Nasional Bukit Tigapuluh 270 43 813

Taman Nasional Kerinci 275 55 811

Taman Nasional Serbak 254 51 826

Hutan Harapan 273 55 790

y = 81,67x + 284,1

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

R

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

(27)

16

penguapan perkebunan sawit adalah 247-260 W m-2. Nilai fluks bahang penguapan perkebunan karet adalah sebesar 264 W m-2. Taman nasional memiliki fluks bahang penguapan dengan nilai 254-275 W m-2. Nilai fluks bahang penguapan akan semakin meningkat dengan meningkatnya kebasahan wilayah dan proporsi fluks bahang terasa akan semakin kecil (Murokhis et al. 2005).

Beberapa jenis tutupan lahan memiliki fluks bahang terasa berbeda. Nilai fluks bahang terasa perkebunan kelapa sawit 1, 2, 3, 4, perkotaan, dan pertambangan 52-43 W m-2. Perkebunan karet, hutan dan taman nasional memiliki nilai fluks bahang terasa 53-55 W m-2. Kerapatan vegetasi, kebasahan wilayah, jumlah luasan Ruang Terbuka Hijau (RTH) dan Ruang Terbangun (RTB) terbukti mempengaruhi nilai fluks bahang terasa suatu wilayah.

Suhu Udara

Suhu udara memiliki nilai berbeda. Pertambangan dan perkotaan memiliki kisaran suhu 27-29oC. Suhu perkebunan kelapa sawit dan perkebunan karet adalah 23-27oC. Hutan dan taman nasional memiliki kisaran suhu udara 19-23oC (Gambar 11).

Suhu udara perkotaan dan pertambangan memiliki nilai terbesar. Kebasahan dan kerapatan vegetasi yang rendah menjadikan lahan tersebut memiliki suhu udara lebih besar. Kerapatan vegetasi dan kebasahan wilayah yang tinggi pada hutan dan taman nasional menyebabkan suhu udara lebih rendah pada kedua jenis tutupan lahan tersebut. Perkebunan kelapa sawit dengan kerapatan vegetasi berbeda memiliki suhu udara berbeda. Perkebunan dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki suhu udara yang lebih rendah dibandingkan dengan perkebunan dengan kerapatan vegetasi rendah.

Gambar 11 Suhu udara rata-rata beberapa jenis tutupan lahan Provinsi Jambi 0

5 10 15 20 25 30

T (

C

o)

(28)

17

Suhu udara di permukaan dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Wilayah dengan kerapatan vegetasi tinggi memiliki suhu udara lebih rendah dibandingkan daerah kerapatan vegetasi rendah. Akan tetapi hubungan linier kerapatan vegetasi dengan suhu udara hanya berpengaruh 8% terhadap suhu permukaan (Gambar 12). Terdapat faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap suhu udara diantaranya adalah ketinggian tempat serta karakter permukaan dalam menerima radiasi matahari. Suhu udara di dataran tinggi memiliki nilai lebih rendah dibandingkan dengan dataran rendah. Akan tetapi Taman Nasional Kerinci dengan ketinggian 857 m2 di atas permukaan laut memiliki suhu udara rata-rata 21oC lebih tinggi dibandingkan Taman Nasional Bukit Tigapuluh dengan ketinggian 262 m2 yang memiliki suhu udara 19oC. Taman Nasional Bukit Tigapulah di Provinsi Jambi terletak di sisi gunung yang membelakangi cahaya matahari. Rendahnya jumlah radiasi persatuan luas yang diterima permukaan Taman Nasional Bukit Tigapuluh menjadikan taman nasional ini memiliki suhu udara lebih rendah dibandingkan Taman Nasional Kerinci dengan ketinggian lebih tinggi (Lampiran 6).

Jenis tutupan lahan secara spasial memiliki karakter suhu udara berbeda. Perkotaan memiliki suhu paling tinggi dibandingkan jenis tutupan lahan lain. Pada perkotaan terdapat beberapa titik wilayah dengan suhu udara lebih rendah. Wilayah dengan suhu rendah disebabkan adanya lahan terbuka hijau di perkotaan. Wilayah dengan suhu rendah juga terdapat di batas luar wilayah perkotaan. Wilayah bersuhu rendah perkebunan kelapa sawit berbentuk persegi dengan perbedaan suhu yang nyata. Bentukan ini disebabkan oleh pola tanam perkebunan kelapa sawit. Hutan dan taman nasional didominasi oleh wilayah dengan suhu udara rendah. Terdapat titik wilayah dengan suhu tinggi akibat adanya lahan terbuka. Selain itu tepi luar hutan memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan inti hutan (Gambar 13).

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

Ta

-0,50 0,00 0,50 1,00 1,50

Ta

(

C

o)

(29)

18

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebagian besar wilayah di Provinsi Jambi merupakan lahan bervegetasi dengan kerapatan tinggi. Perubahan fungsi lahan Provinsi Jambi dapat mempengaruhi komposisi neraca energi dan radiasi. Nilai albedo dan radiasi netto merupakan unsur iklim yang dipengaruhi oleh kerapatan vegetasi. Semakin tinggi kerapatan vegetasi suatu wilayah maka nilai albedonya akan semakin kecil dan radiasi netto wilayah tersebut akan semakin besar. Perkotaan dan pertambangan memiliki ARVI dan NDVI -0.1 dan 0.2 dengan albedo 0.07 serta radiasi netto sebesar 283 W m-2 dan 293 W m-2. Perkebunan kelapa sawit memiliki ARVI dan NDVI 0.74-0.85 dan 0.3-0.4 dengan nilai albedo 0.05-0.06 serta radiasi netto sebesar 329-347 W m-2. Perkebunan karet, hutan dan taman nasional memiliki ARVI dan NDVI 0.8-0.9 dan 0.3-0.4 dengan albedo 0.04-0.05 serta radiasi netto sebesar 339-367 W m-2. Kerapatan vegetasi juga mempengaruhi proporsi antara fluks bahang penguapan dan fluks bahang terasa. Wilayah dengan vegetasi rapat dan basah memiliki proporsi fluks bahang penguapan lebih besar dibandingkan wilayah dengan kerapatan vegetasi dan kebasahan wilayah rendah.

Suhu udara beberapa jenis tutupan lahan sangat dipengaruhi oleh ketinggian dan kerapatan vegetasi. Semakin tinggi wilayah atau semakin rapat tutupan vegetasi wilayah maka semakin rendah suhu udara wilayah tersebut. Selain

(30)

19 dipengaruhi oleh ketinggian wilayah nilai suhu udara juga sangat dipengaruhi oleh karakter permukaan dalam menerima cahaya matahari. wilayah yang terdapat dibalik bayangan matahari memiliki suhu udara lebih rendah.

Saran

Perubahan fungsi lahan menyebabkan perubahan karakter iklim mikro suatu wilayah. Sehingga penetapan kebijakan yang lebih ramah lingkungan perlu diperhatikan untuk menjaga kelestarian lingkungan. Pembagian wilayah dengan batas ruang yang lebih ketat pun perlu dilakukan. Selain itu perlu dilakukan pengamatan perubahan fungsi lahan serta iklim secara berkala sebagai landasan kebijakan pemerintah.

Metode pendugaan karakter iklim dengan citra satelit perlu disempurnakan dengan memasukan unsur-unsur lain yang mempengaruhi kondisi iklim amatan seperti unsur kimiawi, hidrologi, dan biologi. Selain itu perlu dilakukan koreksi dan kalibrasi dengan menggunakan data pengukuran setiap kondisi iklim, lintang serta ketinggian tempat. Selain memasukan unsur hidrologi perlu juga dilakukan penelitian untuk menghasilkan nilai-nilai yang dibutuhkan dalam metode penelitian satelit seperti penentuan nilai konstanta bown serta pengaruhnya terhadap sudut datang matahari dan ketinggian tempat. Selain itu perlu dilakukan koreksi terhadap nilai konstanta tahanan aerodinamik dalam menentukan suhu udara dari suhu permukaan serta panas terasa.

DAFTAR PUSTAKA

Adiningsih ES, Kustiyo. 2005. Variability of Normalized Difference Vegetation Indices in Sumatra and its Relation to Climate Anomalies (Keragaman Indeks Vegetasi di Sumatera dan Hubungannya dengan Anomali Iklim). Jurnal Agromet 19 (1): 21 – 38.

Aladosb I, Foyo-Morenoa I, Olmoa FJ, Alados-Arboledasa L. 2003. Short Communication Relationship between Net Radiation and Solar Radiation for Semi-Arid Shrub-Land. Journal of Agricultural and Forest Meteorology. 116(1):221–227.Doi:10.1016/S0168-1923(03)00038-8.

Anonim. 1999. Landsat 7 Handbook. http://landsathandbook.gsfc.nasa.gov/. 12 Januari 2013].

Anthonia PM, Lawb EB, Unswortha HM, Vonga JR. 2000. Variation of Net Radiation over Heterogeneous Surfaces: Measurements and Simulation in a Juniper–Sagebrush Ecosystem. Journal of Agricultural and Forest Meteorology. 102(1):275–286.

Badan Pusat Statistika Provinsi Jambi. 2009. Jambi Dalam Angka 2008. Jambi: BPS.

Badan Pusat Statistika Provinsi Jambi. 2010. Jambi Dalam Angka 2009. Jambi: BPS.

Badan Pusat Statistika Provinsi Jambi. 20011. Jambi Dalam Angka 2010. Jambi: BPS.

(31)

20

De Jager C, Duhau S, Van Geel B. 2010. Quantifying and Specifying the Solar

Influence on Terrestrial Surface Temperature. Journal of Atmospheric and

Solar-Terrestrial Physics. 72(1):926–937.Doi:10.1016/J.Jastp.2010.04.011 Departemen Dalam Negeri. 2007. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 26

Tahun 2007. Tentang: Penataan Ruang.

Dirgahayu D, Pawati. 2005. Rice Crop Modeling Using Age Index Based on Landsat 7ETM. International Conference of Map Asia, 22-25 Agustus 2005. GIS Development.

Dobos E. 2003. Albedo. Encyclopedia of Soil Science. DOI: 10.1081/E-ESS.120014334.

Fung CC, E Brown M. 2006. Intra-Seasonal Ndvi Change Projection in Semi-Arid Africa. Remote Sensing of Environment. 101(1):249– 256.Doi:10.1016/J.Rse.2005.12.014.

Handoko. 1993. Radiasi Surya. In: Handoko (Eds), Klimatologi Dasar. Pustaka Jaya. Bogor. Pp: 25-36.

Holdena ZA, Abatzogloub JT, Lucec CH, Baggettd LS. 2011. Empirical Downscaling ff Daily Minimum Air Temperature at very Fine Resolutions in Complex Terrain. Journal of Agricultural and Forest Meteorology. 151(1):1066–1073.Doi:10.1016/J.Agrformet.2011.03.011.

Khomaruddin MR, Bey A, Risdiyanto I. 2005. Identifikasi Neraca Energi di Beberapa Penggunaan Lahan untuk Deteksi Daerah Potensi Kekeringan di Surabaya, Gersik dan Sidoarjo. Pertemuan Ilmiah Tahunan Mapin XIV.

Kustas WP, Daughtry CST. 1990. Estimation of the Soil Heat Flux/Net Radiation Ratio from Spectral Data. Agricultural and Forest Meteorology. 49:205-223. Kogan FN, Zhu X. 2001. Evolution of Long-Term Errors in Ndvi Time Series

1985-1999. Adv Space Res. 28:I49-153.

Julien Y, Sobrino JA. 2010. Comparison of Cloud-Reconstruction Methods for Time Series of Composite NDVI Data. Remote Sensing of Environment 114(1): 618–625.Doi:10.1016/J.Rse.2009.11.001.

Liu GR, Liang CK, Kuo TH, Lin TH, Huang SJ. 2004. Comparation of the NDVI, ARVI and AFRI Vegetation Index, Along qith their Relation with The AOD Using Spot 4 Vegetation Index;. TAO. 15(2):15-31.

Liu X, Cheng Z, Yan L, Yin ZY. 2009. Elevation Dependency of Recent and Future Minimum Surface Air Temperature Trends in the Tibetan Plateau and it’s Surroundings. Journal of Global and Planetary Change. 68(1):164– 174.Doi:10.1016/J.Gloplacha.2009.03.017.

Maharani A. 2012. Metode Neraca Energi Untuk Perhitungan Radiasi Transmisi Menggunakan Data Citra Landsat 7+ETM+. [Skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.

Mavi HS, Tupper GJ. 1984. Agrometeorology : Principles and Applications of Climate Studies in Agriculture. New York : Food Products Press.

Mcfarlanda TM, Van Riper C III , Johnsona GE. 2012. Evaluation of NDVI to Assess Avian Abundance and Richness Along the Upper San Pedro River.

Journal of Arid Environments. 77(1):45-53.

Doi:10.1016/J.Jaridenv.2011.09.010.

(32)

21

Remote Sensing of Environment. 111(1): 337–345.

Doi:10.1016/J.Rse.2007.03.026.

Roswiniarti O, Solichin, Suwarsono. 2008. Potensi Pemanfaatan Data Spot untuk Estimasi Cadangan dan Emisi Karbon di Hutan Rawa Gambut Merang Sumatera Selatan. PIT Mapin XVII, Bandung 10-12-2008.

Seller, PJ. Dickinson RE, Randal DA, Betts KA, Hall FG, Berry JA, Collatz J, Denning AS, Mooney A, Nobre HA et al. 1997. Modeling the Exchange of Energy, Water and Carbon between Continents and the Atmosphere. Science

275:502-509.

Setiawan R. 2006. Model Neraca Energi untuk Perhitungan Leaf Area Indeks

(LAI) di Lahan Bervegetasi Menggunakan Data Citra Satelit. [Skripsi]. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Schneider D. Roberts DA. Kyriakidis PC. 2008. A VARI-Based Relative

Grenness from MODIS Data for Computing the Fire Potential Index. Remote Sensing of Environment. 112(1):1151–1167.Doi:10.1016/J.Rse.2007.07.010. Singh D. Evaluation Of Long-Term NDVI Time Series Derived From Landsat

Data Through Blending With MODIS Data. Atmósfera. 25(1):43-63.

Slaton MR, Hunt ER, Smith WK. Estimating Near-Infrared Leaf Reflectance From Leaf Structural Characteristics. American Journal Of Botany. 88(2): 278–284.

Sobrino JA, Gomez M, Jimenez-Munoz JC, Olioso A. 2007. Applicantion of a Simple Algorithm to Estimate Daily Evapotranspiration from NOAA-AVHRR Images for The Liberiang Peninsula. Remote Sensing of Environment. 110(1); 139-148. ; Doi:10.1016/J.Rse.2007.02.013.

Sobrino JA, Gomez M, Jimenez-Munoz JC, Olioso A, Ghehebounic G. 2005. A Simple Algorithm to Estimate Evapotranspiration from DAIS Data Application to the DAISEX Compaigns. Journal of Hydrology. 315(1):117-125. Doi:10.1016/J.Hydrol.2005.03.027.

Tang B, Li ZL. 2008. Estimation of Instantaneous Net Surface Longwave Radiation from Modis Cloud-Free Data. Remote Sensing of Environment. 112: 3482-3492.Doi:10.1016/J.Rse. 2008.04.004.

Taha H. 1997. Urban Climates And Heat Islands: Albedo, Evapotranspiration, And Anthropogenic Heat. Energy And Buildings. 25:99-103.

Trimmel H, Hagen K, Schari B, Erich MR, Scharf B, Weighs. 2013. The Influence of Vegetation on Energy Balance within Urban Settlements. Vienna. University of Natural Resources and Applied Life sciences.

Twine ET, Kucharik JC, Foley AJ. 2004. Effects of Land Cover Change on The Energy and Water Balance of Mississippi River Basin. Journal of hydrology vol 5. American Meteorology Society.

Utama w, Aini DN, Rekswanda GNW. 2012. Citra Satelit DEM dan Landsat 7+ETM dalam Analisis Patahan Manifestasi Geothermal Sebagai Tinjauan Awal untuk Penentuan Eksplorasi Geomagnetik di Wilayah Tiris Probolinggo. Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah. Surabaya. ISSN 2301-6752.

(33)

22

Wang X, Zender CS. 2010. MODIS Snow Albedo Bias at High Solar Zenith Angles Relative to Theory and to Insitu Observations in Greenland. Remote Sensing of Environment. 114(1):563–575.Doi:10.1016/J.Rse.2009.10.014. Weissa JL, Gutzlera DS, Coonrodb JEA, Dahmc CN. 2004. Seasonal and

Inter-Annual Relationships between Vegetation and Climate in Central New Mexico, USA. Journal of Arid Environments. 57(1):507–534.Doi:10.1016/S0140-1963(03)00113-7.

(34)

23 LAMPIRAN

Lampiran 1 ARVI dan NDVI

jenis tutupan lahan Indeks Min Mod Max

Perkebunan Sawit 1 ARVI 0.3 0.85 1

NDVI 0.07 0.4 0.46

Perkebunan Sawit 2 ARVI 0.02 0.82 1

NDVI 0.15 0.4 0.47

Perkebunan Sawit 3 ARVI 0.2 0.81 0.9

NDVI 0.14 0.34 0.43

Perkebunan Sawit 4 ARVI 0.28 0.74 0.9

NDVI 0.2 0.3 0.36

Perkebunan Karet ARVI 0.2 0.9 1

NDVI 0.2 0.4 0.5

Pertambangan ARVI 0 0.2 0.4

NDVI -0.2 0.016 0.2

Perkotaan ARVI -0.4 -0.1 0.8

NDVI -0.3 0 0.47

Taman Nasional Bukit Tigapuluh

ARVI 0.4 0.8 0.95

NDVI 0.061 0.3 0.45

Taman Nasional Bukit Duabelas

ARVI 0.7 0.9 0.1

NDVI 0.3 0.4 0.5

Taman Nasional Kerinci

ARVI 0.3 0.8 0.95

NDVI 0 0.3 0.5

Taman Nasional Serbak ARVI 0.7 0.9 1

NDVI 0.2 0.4 0.5

Hutan Harapan ARVI 0.7 0.9 1

NDVI 0.26 0.4 0.5

(35)

24

Lampiran 2 Radiasi gelombang pendek

Jenis Tutupan Lahan

Non Vegetasi 755 799 876 38 53 105

Perkebunan Sawit 2

Vegetasi 746 800 838 30 40 59

Non Vegetasi 734 803 889 37 52 107

Perkebunan

Non Vegetasi 738 799 913 37 53 137

Pertambangan Vegetasi 731 806 874 31 39 72

Non Vegetasi 733 807 907 36 55 109

Perkotaan Vegetasi 722 794 868 30 39 76

Non Vegetasi 715 804 964 36 78 145

Taman Nasional

Hutan Harapan Vegetasi 761 790 834 27 32 42

(36)

25 Lampiran 3 Radiasi gelombang pendek netto dan Albedo

Jenis Tutupan Lahan

albedo Rs net (W m-2) Luas Wilayah

(%)

Min Mod Max Min Mod Max Perkebunan Sawit 1 Vegetasi 0,04 0,05 0,06 713 743 786 94

Non Vegetasi 0,05 0,07 0,12 717 747 771 6

Perkebunan Sawit 2 Vegetasi 0,04 0,05 0,07 716 760 780 96

Non Vegetasi 0,05 0,07 0,12 697 751 783 4

Perkebunan Sawit 3 Vegetasi 0,04 0,06 0,07 720 777 815 74

Non Vegetasi 0,06 0,07 0,10 692 753 803 26

Perkebunan Sawit 4 Vegetasi 0,04 0,06 0,08 713 767 794 38

Non Vegetasi 0,06 0,07 0,11 701 743 781 62

Perkebunan Karet Vegetasi 0,04 0,05 0,07 711 762 792 95 Non Vegetasi 0,05 0,07 0,15 701 746 776 5 Pertambangan Vegetasi 0,04 0,05 0,08 700 766 802 76

Non Vegetasi 0,05 0,07 0,12 698 752 798 24

Perkotaan Vegetasi 0,04 0,05 0,09 692 755 793 46

Non Vegetasi 0,05 0,10 0,15 679 726 819 54

Taman Nasional Bukit Tigapuluh

Vegetasi 0,04 0,05 0,06 739 774 802 100

Taman Nasional Bukit Duabelas

Vegetasi 0,03 0,04 0,05 723 757 790 100

Taman Nasional Kerinci

Vegetasi 0,03 0,04 0,05 728 776 810 100

Taman Nasional Serbak

Vegetasi 0,04 0,05 0,07 739 781 805 100 Hutan Harapan Vegetasi 0,04 0,04 0,05 734 759 792 100

(37)

26

Lampiran 4 Radiasi netto dan fluks bahang permukaan

Jenis Tutupan Lahan

Pertambangan Vegetasi 275 341 371 28 34 37

Non Vegetasi 237 283 326 24 28 33

Perkotaan Vegetasi 273 335 367 27 34 37

Non Vegetasi 225 258 346 22 26 35

Hutan Harapan Vegetasi 314 339 372 31 34 37

(38)

27 Lampiran 5 Fluks bahang terasa dan fluks bahang penguapan

Jenis Tutupan Lahan H (W m-2) LE (W m-2)

Pertambangan Vegetasi 21 26 28 227 281 306

Non Vegetasi 178 213 244 36 43 49

Perkotaan Vegetasi 20 25 28 225 277 303

Non Vegetasi 169 193 259 34 39 52

Hutan Harapan Vegetasi 25 27 29 279 301 324

(39)

28

Lampiran 6 Suhu udara dan suhu permukaan

(40)

29

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir di Jakarta 13 November 1991 sebagai anak kedua dari Bapak Marholan dan Ibu Heriyani. Penulis memiliki seorang kakak perempuan bernama Marshela sobri serta dua orang adik bernama Nisfu Khoirunnisa dan Ahlul Fikri. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar pada tahun 2003 di SDN Kebayoran Lama Selatan 01 Jakarta Selatan. Penulis melanjutkan jenjang pendidikan di Pondok Pesantren Miftahul Ulum dan bersekolah di Madrasah Tsanawiyah Manaratul Islam. Penulis menyelesaikan pendidikan menengah pertama di MTs Manaratul Islam Pada tahun 2006 dan melanjutkan pendidikan menengah atas di yayasan yang sama. Penulis menyelesaikan pendidikan di Madrasah Aliyah Manaratul Islam pada tahun 2009. Penulis melanjutkan pendidikan di IPB pada tahun 2009 melalui jalur beasiswa yang diprogramkan oleh Departement Agama RI. Penulis mendalami neraca energi dan radiasi sebagai bidang khusus penelitian di Departemen Geofisika Meteorologi IPB.

Gambar

Tabel 1  Koordinat wilayah sampel amatan
Tabel 3  Citra Landsat untuk
Gambar 2  Peta pola ruang dan sebaran komoditas unggulan Provinsi Jambi
Tabel 4  Iklim tahunan rata-rata 2009, 2010 dan 2011 Provinsi Jambi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dengan kedudukan dan kelembagaan yang lebih kuat berdasarkan Undang-Undang, maka kewenangan Pengadilan TIPIKOR tidak lagi terbatas pada perkara-perkara melibatkan

1) Telah tersedianya teknologi komputasi dan komunikasi yang memungkinkan dilakukannya penciptaan, pengumpulan dan manipulasi informasi. 2) Infrastruktur jaringan

Menurut Darmadi (2011 : 175) penelitian eksperimen adalah satu-satunya metode penelitian yang benar-benar dapat menguji hipotesis hubungan sebab-akibat. Dalam

Penelitian ini belum teridentifikasi capaian secara kuantitatif hanya kualitatif saja yaitu pada kualitas produk, sehingga diperlukan penelitian lebih lanjut pada

The author has combined practical experiences with good theoretical understanding on urban issues, and thereby attempted to contribute to the pool of policy-relevant

diperlihatkan guru bukan hanya didalam ruang kelas, namun juga diluar kelas baik kepada peserta didik maupun kepada sesama guru. Selain itu guru yang tersertifikasi

9 10 11 12 13 14 15 16 17 PEMANFAATAN PEKARANGAN INDUSTRI RUMAH TANGGA JML. PENYULUHAN WARUNG

Berdasarkan data, fakta dan fenomena yang dijelaskan dalam latar belakang penelitian mengenai Pengaruh Pelatihan “Pegawai Terhadap Produktivitas Kerja Pegawai Di