• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Sektor Pertambangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Sektor Pertambangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

HARDY R. HERMAWAN

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pengaruh Sektor Pertambangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia adalah benar merupakan gagasan atau hasil penelitian saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, September 2014

(4)

Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia. Dibimbing oleh IMAN SUGEMA dan SAHARA.

Indonesia memiliki kelimpahan sumberdaya alam yang besar khususnya di sektor pertambangan. Kelimpahan di sektor pertambangan itu juga diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, di saat yang sama, pembangunan manusia di Indonesia masih terbilang rendah. Dikhawatirkan, ada fenomena kutukan sumberdaya alam (resources curse) dalam pengelolaan sektor pertambangan di Indonesia.

Untuk mengetahui kemungkinan adanya kutukan sumberdaya alam di Indonesia, penelitian diarahkan untuk menguji pengaruh keberlimpahan komoditas pertambangan terhadap pembangunan ekonomi di daerah-daerah di Indonesia dengan cara (i) menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap pertumbuhan PDRB di seluruh provinsi di Indonesia, (ii) menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di seluruh provinsi di Indonesia, dan (iii) menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap Pertumbuhan IPM.

Penelitian ini menggunakan data panel dari 32 provinsi di Indonesia dalam kurun waktu tahun 2009-2011. Untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di provinsi-provinsi yang diteliti, dipergunakan data pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) provinsi-provinsi di Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000. Selanjutnya, untuk mengukur kualitas pembangunan manusia dipergunakan data IPM provinsi-provinsi di Indonesia yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statisitik.

Penelitian ini dilaksanakan dengan mengembangkan tiga model persamaan, yakni model pertumbuhan ekonomi, model pembangunan manusia, dan model pertumbuhan IPM. Pada model pertama, pertumbuhan PDRB menjadi variabel dependen dan variabel independennya meliputi sektor pertambangan, indeks demokrasi, rata-rata lama sekolah, dan proporsi surplus anggaran terhadap anggaran. Dalam model kedua, pembangunan manusia menjadi variabel dependen dan variabel independen adalah sektor pertambangan, indeks demokrasi, pendapatan riil, kondisi GDP, dan proporsi surplus anggaran terhadap anggaran. Pada model ketiga, pertumbuhan IPM menjadi variabel dependen dengan variabel independen meliputi indeks demokrasi dan proporsi belanja pemerintah daerah terhadap PDRB. Analisis dilakukan dengan analisis deskriptif dan analisis data panel.

Hasil penelitian menunjukkan sektor pertambangan memberikan pengaruh positif negatif yang signifikan terhadap nilai IPM di provinsi-provinsi di Indonesia. Dengan demikian, dalam kaitannya dengan IPM, ditemukan gejala

resources cursedalam pengelolaan sektor pertambangan di Indonesia.

(5)

Growth and Human Development. Supervised by IMAN SUGEMA and SAHARA.

Indonesia has a large abundance of natural resources, especially in the mining sector. Abundance in the mining sector was also offset by the high economic growth. However, at the same time, human development in Indonesia is still relatively low. It is feared, there is the phenomenon of the resource curse in the management of the mining sector in Indonesia.

To know the possibility of the existence of the symptoms of the resource curse in Indonesia, the research is directed to examine the effect of commodity abundance of mining on economic development in the regions in Indonesia by way of (i) analyze the effect of the mining sector to GDP growth in all provinces in Indonesia, (ii) analyze the influence of the mining sector to the Human Development Index (HDI) in all provinces in Indonesia, and (iii) analyze the influence of the mining sector to the HDI-Growth in all provinces in Indonesia.

This study uses panel data of 32 provinces in Indonesia in the period 2009-2011. To measure economic growth in the provinces studied, the data used Gross Regional Domestic Product (GRDP) in Indonesian provinces on the basis of constant 2000 prices Furthermore, to measure the quality of the data used HDI human development provinces in Indonesia issued by the Central Board of the statistics.

This research was carried out by developing a three-equation model: the model of economic growth, human development model, and HDI-growth model. The results showed the mining sector provides a significant negative impact on the level of the HDI in the provinces in Indonesia. Thus, in terms of HDI level, found symptoms resources curse in the management of the mining sector in Indonesia.

(6)

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Ilmu Ekonomi

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2014

(8)
(9)

NIM : H1511000064

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Dr Ir Iman Sugema, MEc Ketua

Dr Sahara, SP, MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Ekonomi

Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(10)
(11)

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Penyusunan karya ilmiah ini merupakan salah satu syarat yanbg diwajibkan kepada mahasiswa ketika menyelesaikan studinya di Program Studi Ilmu Ekonomi Sekolah Pascasarjana IPB. Tema yang dipilih dalam penelitian ini termasuk dalam kajian ekonomi energi dan ekonomi pembangunan, dengan judul Pengaruh Sektor

Pertambangan terhadap Pertumbuhan Ekonomi dan Pembangunan Manusia.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Iman Sugema, MEc selaku ketua komisi pembimbing dan Dr Sahara, SP MSi selaku anggota komisi pembimbing, yang telah meluangkan waktu dan kesabaran untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan yang bermanfaat dalam penyusunan tesis ini. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr Ir Wiwiek Rindayati, MSi dan Dr Ir Sri Mulatsih, MScAgr yang banyak memberikan saran serta masukan demi perbaikan karya ilmiah ini.

Terima kasih juga disampaikan kepada Dr Ir Nunung Nuryartono, MSi selaku pengelola Program Studi Ilmu Ekonomi SPs IPB, semua dosen yang telah mengajar penulis, serta tim support dan Sekretariat yang sangat mendukung kelancaran penulis dalam menimba ilmu di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB. Terimakasih pula kepada Dr Irwan Makdoerah, MBA, Direktur PT RNI (Persero) periode 2009-2012, yang telah mendukung dan membantu proses pendidikan yang ditempuh penulis di Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB. Tak lupa ucapan terima kasih untuk teman-teman di Kelas Khusus Program Pascasarjana Ilmu Ekonomi IPB tahun 2010.

Ungkapan terima kasih terdalam untuk istri tercinta, Diah Dwi Arianti, dan anakku, Kinanti Cinindhya Hermawan, atas segala doa, kasih sayang, dukungan, dan kesabaran yang diberikan. Terima kasih pula untuk para orang tuaku, ibuku: R.Hj. Yuniar Sieswara, dan saudara-saudaraku yang senantiasa mendoakan sehingga penulis mampu menyelesaikan pendidikan ini.

Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih memiliki banyak kekurangan yang dikarenakan keterbatasan ilmu dan pengetahuan penulis sendiri. Kesalahan yang terjadi merupakan tanggung jawab penulis. Besar harapan penulis, agar tesis ini dapat memberikan kontribusi dalam proses pembangunan dan bermanfaat untuk pengembangan penelitian di masa mendatang.

Bogor, September 2014

(12)
(13)

DAFTAR GAMBAR vi

DAFTAR LAMPIRAN vii

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 6

Manfaat Penelitian 6

Ruang Lingkup Penelitian 6

TINJAUAN PUSTAKA 7

Sumberdaya Alam dalam Perekonomian 7

Resource Curse 7

Teori Pertumbuhan Ekonomi 11

Indeks Pembangunan Manusia 12

Pertumbuhan IPM 15

Tinjauan Empiris 16

Kerangka Pemikiran 17

Hipotesis Penelitian 18

METODOLOGI PENELITIAN 19

Jenis dan Sumber Data 19

Spesifikasi Model Penelitian 19

Definisi Operasional Variabel 20

Analisis Deskriptif 21

Analisis Data Panel 21

HASIL DAN PEMBAHASAN 25

Pertumbuhan PDRB Provinsi-provinsi di Indonesia 25

IPM di Provinsi-provinsi di Indonesia 26

Peran Sektor Pertambangan di Provinsi-provinsi di Indonesia 30 Indeks Demokrasi Provinsi-provinsi di Indonesia 34

Sektor Pertambangan dan Pertumbuhan PDRB 37

Pengaruh Sektor Pertambangan terhadap Pertumbuhan PDRB 38

Sektor Pertambangan dan IPM 42

Pengaruh Sektor Pertambangan terhadap IPM 43

Pengaruh Sektor Pertambangan terhadap Pertumbuhan IPM 47

SIMPULAN DAN SARAN 50

Simpulan 50

Saran 50

DAFTAR PUSTAKA 51

LAMPIRAN 56

(14)

1 Cadangan sumberdaya pertambangan utama di Indonesia tahun

2010 2

2 Klasifikasi negara berdasar nilai IPM tahun 2012 13

3 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM 14

4 Indeks Pembangunan Manusia di Provinsi-provinsi di Indonesia 27

5 Produksi sumberdaya alam utama Riau 2010-2012 32

6 Cadangan Mineral Papua Tahun 2005 33

7 Produksi Pertambangan NTB (juta ton) 34

8 Perbandingan Nilai IDI 36

9 Hasil regresi model persamaan dengan variabel terikat

pertumbuhan PDRB/growth (y) 39

10 Hasil Regresi Model Persamaan dengan Variabel Terikat Indeks

Pembangunan Manusia (Log IPM) 44

11 Hasil regresi model persamaan dengan variabel terikat

Growth_IPM 48

DAFTAR GAMBAR

1 Kontribusi Sektor Pertambangan terhadap PDB Indonesia

2008-2012, dalam persen 1

2 Pertumbuhan PDB Indonesia 2008-2012 atas dasar harga konstan

tahun 2000, dalam persen 2

3 Indeks pembangunan manusia Indonesia 2008-2012 3

4 Empat kanal alurresources curse 8

5 Kerangka Pemikiran 18

6 Pertumbuhan PDRB Provinsi-provinsi di Indonesia 25 7 Perbandingan Pertumbuhan IPM Provinsi di Indonesia 29 8 Proporsi sektor pertambangan terhadap PDRB Provinsi atas dasar

konstan tahun 2000 31

9 Produksi batu bara Kalimantan Timur 2008-2012 32

10 Perbandingan proprosi tambang terhadap PDRB dengan

Pertumbuhan PDRB Provinsi tahun 2011 37

11 Perbandingan proprosi tambang terhadap PDRB dengan IPM

(15)

1 Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square

(Uji Chow) untuk Model Pertumbuhan Ekonomi 56

2 Hasil pengujian antara fixed effect dengan random effect (Uji

Hausman) untuk Model Pertumbuhan Ekonomi 59

3 Hasil Terbaik Model Pertumbuhan Ekonomi 60

4 Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square

(Uji Chow) untuk Model IPM 61

5 Hasil pengujian antara fixed effect dengan random effect (Uji

Hausman) untuk Model IPM 64

6 Hasil Terbaik Model IPM 66

7 Hasil pengujian antara fixed effect dengan pooled least square

(Uji Chow) untuk Model Pertumbuhan IPM 67

8 Hasil pengujian antara fixed effect dengan random effect (Uji

Hausman) untuk Model Pertumbuhan IPM 70

9 Hasil terbaik ModelGrowthIPM 72

10 Hasil Uji Multikolinieritas Model Pertumbuhan Ekonomi 73

11 Hasil Uji Multikolinieritas Model (LOG) IPM 73

(16)
(17)

Latar Belakang

Sektor pertambangan memiliki peran penting bagi perekonomian Indonesia. Dewan Internasional Pertambangan dan Logam (2013) melaporkan nilai nominal produksi tambang Indonesia berada di urutan ke-11 dalam daftar negara produsen tambang terbesar di dunia. Indonesia memiliki nilai produksi tambang sebesar US$12.22 miliar pada tahun 2010.

Sektor pertambangan juga dinyatakan mampu memberikan efek pengganda sebesar 1.6 hingga 1.9 kali dan menjadi pendorong bagi pertumbuhan sektor-sektor lainnya. Hal ini menunjukan, setiap satu satuan pertumbuhan di sektor-sektor pertambangan akan mendorong pertumbuhan sebesar 1.6 hingga 1.9 satuan di sektor-sektor lainnya. Selain itu, sektor pertambangan juga mampu menyerap sekitar 34.000 tenaga kerja langsung (Kementerian ESDM 2010). Gambar 1 menunjukan bahwa selama periode 2009 sampai 2012 sektor pertambangan menyumbangkan sekitar 10.6% sampai 11.9% dari Produk Domestik Bruto (PDB) berdasarkan harga konstan tahun 2000.

Sumber: Data BPS, diolah

Gambar 1 Kontribusi Sektor Pertambangan terhadap PDB Indonesia 2008-2012, dalam persen

Kontribusi sektor pertambangan terhadap perekonomian Indonesia sudah berlangsung sejak tahun 1970-an. Pada awalnya, sektor pertambangan di Indonesia didominasi oleh komoditas minyak dan gas (migas). Kelimpahan migas selama periode awal tahun 1970-an hingga akhir tahun 1980-an memberikan pengaruh positif bagi perekonomian Indonesia. Pendapatan Indonesia dari sektor migas mencapai 80% dari penerimaan APBN. Hasil migas telah berperan mengurangi tingkat kemiskinan di Indonesia dari kisaran 40% di awal tahun 1970-an menjadi 13% pada tahun 1997 (Rosser 2007, Komarulzaman dan Alisjahbana 2008).

Memasuki tahun 2000-an, kontribusi sektor migas terhadap perekonomian Indonesia cenderung menurun. Semakin menipisnya cadangan migas dan menurunnya produksi karena sumur migas yang kian menua dan minimnya

(18)

investasi baru di hulu migas membuat pasokan migas dari dalam negeri berkurang. Di sisi lain, pertumbuhan penduduk yang kian bertambah banyak membuat permintaan akan migas semakin meningkat.

Sejak tahun 2004, status Indonesia telah berubah menjadi importir minyak netto sehingga sulit mengharapkan sektor migas dapat kembali menjadi pendorong utama perekonomian Indonesia. Namun, Indonesia masih memiliki banyak varian sumberdaya pertambangan yang cukup bernilai, seperti tampak pada Tabel 1.

Tabel 1 Cadangan sumberdaya pertambangan utama di Indonesia tahun 2010

No. Sumberdaya (satuan) Nilai cadangan Urutan di dunia

1. Minyak (Miliar barel) 4.2 27

2. Gas (Triliun kaki kubik) 108.4 12

3. Batubara (Juta ton) 5.529 14

4. Emas (Juta Trey ounce) 1.3 6

5. Timah (Juta Ton) 1 5

6. Nikel (Juta Ton) 3.9 6

7. Tembaga (Miliar Ton) 4.2 7

Sumber: Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, 2010

Kinerja sektor pertambangan nonmigas juga terus menunjukan perkembangan positif. Pada tahun 2002, nilai ekspor sektor pertambangan nonmigas Indonesia masih sekitar 5.2% dari total ekspor nasional. Pada tahun 2012, kontribusi sektor pertambangan nonmigas terhadap total ekspor sudah mencapai level 16.50% (BPS 2013).

Semakin tingginya ekspor pertambangan nonmigas membuat peran sektor pertambangan dinilai tetap penting bagi pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Selama lima tahun terakhir, pertumbuhan PDB Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000 cenderung tinggi dan berada di kisaran 6% sebagaimana terlihat pada Gambar 2.

Sumber: BPS, 2013

(19)

Namun, tingginya pertumbuhan PDB tidak dianggap sebagai satu-satunya indikator kualitas pembangunan ekonomi. Pada pertengahan dekade 1990-an, gagasan mengenai indikator ekonomi yang digunakan untuk menilai kinerja pembangunan mengalami perkembangan. Pembangunan kemudian dinyatakan harus mengutamakan manusia sebagai pusat perhatian (UNDP 1995). Berdasarkan pemikiran tersebut, upaya pembangunan harus ditujukan untuk memperbesar pilihan-pilihan bagi penduduk, tidak hanya untuk meningkatkan pendapatan mereka tetapi juga pada berupaya memanfaatkan kemampuan manusia tersebut secara optimal.

Untuk mengukur proses pembangunan manusia, dipakai Indeks Pembangunan Manusia (IPM) yang mulai diperkenalkan pada tahun 1990-an oleh Program Pembangunan PBB atau United Nation Development Programme (UNDP). Aspek terpenting dari IPM menurut UNDP adalah usia panjang dan hidup sehat, pendidikan yang memadai, serta standar hidup yang layak. IPM diukur dengan skala 0-1, dengan semakin tinggi nilai akan menunjukan kualitas pembangunan manusia yang lebih baik. Pada tahun 2011, nilai IPM Indonesia tercatat hanya 0.624 dan pada tahun 2012 naik sedikit menjadi 0.629. Pada Gambar 3 ditunjukan nilai IPM Indonesia sejak tahun 2008 hingga 2012.

Sumber: UNDP 2013

Gambar 3 Indeks pembangunan manusia Indonesia 2008-2012

Gambar 3 menunjukan bahwa IPM Indonesia terus menunjukan peningkatan namun dengan pertumbuhan yang lambat. Dengan nilai yang berada di kisaran 0.60 sampai 0.63, posisi Indonesia menurut klasifikasi UNDP ternyata masih terbilang rendah1

. Hal ini dinilai sebagai paradoks mengingat Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya pertambangan yang melimpah.

Bulteet al (2004) menyatakan bahwa sering terjadi hubungan negatif antara kelimpahan sumberdaya alam dengan pembangunan manusia. Tingginya pemanfaatan sumberdaya alam justru membuat pembangunan manusia kian menurun. Fenomena tersebut termasuk dalam fenomena resource curse atau kutukan sumberdaya alam. Resource curse digambarkan sebagai situasi yang menunjukan adanya hubungan negatif antara kelimpahan sumberdaya alam dengan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan.

1Klasifikasi UNDP atas IPM: sangat tinggi (>0.905), tinggi (0.758-0.905), menengah (0.640-0.758), r endah (0.466-0.640),

(20)

Di Indonesia, penelitian tentang resource curse pernah dilakukan oleh Rosser (2007) yang meneliti datatimes series di Indonesia selama periode tahun 1968 sampai 1996. Rosser (2007) juga membandingkan performa pertumbuhan ekonomi dan indikator-indikator sosial ekonomi Indonesia dengan negara-negara pemilik SDA pertambangan lainnya di dunia. Kajian terutama difokuskan pada kelimpahan sumberdaya migas di Indonesia. Hasilnya, belum tersedia bukti yang cukup untuk membuktikan adanya fenomena kutukan SDA di Indonesia.

Namun penelitian Rosser (2007) berfokus pada hasil migas di saat produksi migas Indonesia masih sangat melimpah dan dihitung di level negara. Padahal, sejak paruh kedua dekade 2000-an, isu resource curse lebih relevan dikaji pada level daerah. Penyebabnya, di era otonomi, daerah mendapatkan kekuasaan yang lebih besar untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alamnya.

Studi tentang kutukan SDA pada level daerah di Indonesia juga pernah dilakukan oleh Komarulzaman dan Alisjahbana (2008). Variabel kelimpahan sumberdaya alam didekati denganproxy dana bagi hasil yang didapat pemerintah daerah dari sewa lahan seluruh jenis SDA (migas, mineral dan batubara, pasir dan galian, serta kehutanan). Studi ini memanfaatkan data seluruh kabupaten di Indonesia selama periode tahun 2001-2004.

Komarulzaman dan Alisjahbana (2008) memilih model regresicross section dan menggunakan data periode tahun 2001-2004 dalam bentuk rata-rata. Hasilnya dinyatakan tidak ada kutukan SDA dalam pengelolaan seluruh SDA yang tersedia secara agregat di Indonesia. Namun, Levine dan Renelt (1992) serta Caselliet. al. (1996) menyatakan, estimasi dengan cara seperti itu dikhawatirkan akan memunculkan masalahendogeneity biasyang dapat memberikan hasil keliru.

Padahal, daerah-daerah penghasil SDA cenderung belum mampu memanfaatkan kekayaan untuk kesejahteraan warga. Data BPS (2013) menunjukan, tingkat kemiskinan Papua, yang memilki banyak sumberdaya alam, mencapai 30.05% dari jumlah penduduk.2

Angka ini hampir tiga kali lipat dari rata-rata kemiskinan nasional, yaitu 11,37%. Papua Barat tercatat memiliki penduduk miskin 27.13%. Begitu pula Nusa Tenggara Barat (NTB) yang memilki penduduk miskin 18.54%. Sumatera Selatan memilki penduduk miskin 13.91% dan Aceh memiliki 18.05% penduduk miskin.

Kemiskinan yang marak itu terkait dengan rendahnya pembangunan manusia di daerah-daerah kaya SDA di Indonesia. Itu sebabnya, semakin dibutuhkan kajian pada level daerah untuk menganalisis adanya dugaanresources

cursedalam pengelolaan sektor pertambangan.

Perumusan Masalah

Berlimpahnya sumberdaya pertambangan seharusnya bisa mendorong pertumbuhan ekonomi dan sekaligus meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Landasan konstitusional di Indonesia menyatakan, negara diamanati sumber-sumber alam strategis dan berkaitan dengan hajat hidup orang banyak sehingga pemanfaatan sektor pertambangan seharusnya dijalankan demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

2 http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=1&tabel=1&daftar=1&id_subyek=23&notab=1 diakses tanggal 27

(21)

Pandangan ekonomi klasik menyatakan, negara yang banyak mempunyai sumberdaya alam (abundant natural resource) akan lebih cepat menikmatioutput per kapita yang tinggi dan kekayaan alam akan meningkatkan kinerja ekonomi yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara (Kronenberg 2004). Menurut Wright dan Czelusta (2002), keberhasilan perekonomian Amerika melampaui Inggris di abad 18 juga disebabkan Amerika memiliki sumberdaya alam lebih melimpah dibanding Inggris.

Pada kenyataannya kelimpahan sumberdaya alam tidak selalu dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Sachs dan Warner 1995, Gylfason 2001). Di sejumlah negara, banyak penelitian menunjukan bahwa kelimpahan sumberdaya alam berbanding terbalik dengan pertumbuhan ekonomi.

Sala-i-Martin dan Subramanian (2003) melakukan penelitian di Nigeria yang memiliki cadangan minyak terbesar nomor 10 di dunia dengan dengan produksi 2.5 juta barrel per hari. Nigeria juga kaya dengan batubara, mineral, emas, dan gas alam. Namun tingkat kemiskinan di Nigeria sangat tinggi. Akses terhadap sumber-sumber ekonomi di negara tersebut sering memicu konflik dan kudeta berdarah. Periode terburuk dialami Nigeria pada tahun 1980 hingga 1996 ketika kemiskinan naik dari 27.2% menjadi 65.6% dan ketimpangan pendapatan yang diukur dari indeks gini juga naik dari 0.43 menjadi 0.49. Kasus di Nigeria dianggap sebagai bentukresources curse.

Menurut Hammond (2011),resource cursejuga tampak di Angola. Negara ini terletak di Afrika dan mampu menghasilkan 1.7 juta barel minyak per hari. Angola mendapatkan sumbangan 45% PDB dan 90% nilai ekspornya berasal dari hasil minyak. Namun, negara dengan penduduk sekitar 21 juta jiwa ini hanya menikmati pertumbuhan PDB sekitar 4% dengan inflasi sekitar 8% pada tahun 2010. Hampir 37% penduduknya berada di bawah garis kemiskinan.

Bulte et al. (2004) menyatakan, kelimpahan sumber daya alam juga bisa berbanding terbalik dengan pembangunan manusia. Bahkan dinyatakan bahwa terdapat dampak negatif yang substansial dari keberlimpahan sumberdaya alam terhadap pembangunan manusia. Gejala semacam ini pun dinyatakan sebagai bentukresources curse.

Indonesia juga memiliki sumberdaya pertambangan melimpah dan mampu mencatatkan pertumbuhan ekonomi relatif tinggi. Kendati, kelimpahan itu tidak diimbangi tingginya IPM. Nilai rata-rata IPM Indonesia berada di bawah rata-rata 15 negara Asia Timur dan Pasifik, yakni 0.683, dan di bawah rata-rata dunia sebesar 0.694. Pada tahun 2009, Indonesia berada di ranking 111 IPM dunia. Setahun kemudian menguat menjadi ranking 108 dan turun lagi ke ranking 124 pada tahun 2011.3

Pertumbuhan IPM Indonesia juga cenderung lambat.

Menurut Yustika (2014), Indonesia cenderung terperangkap dalam model pengelolaan sumberdaya alam yang punya risiko besar terkena kutukan sumberdaya alam. Feryawan (2011) menguji hipotesis resource curse dengan meneliti data di daerah-daerah di Indonesia. Hasilnya menunjukkan adanya bukti eksistensi kutukan SDA di Indonesia. Berdasarkan uraian tersebut di atas, tampak bahwa gejala resource curse bisa terjadi pada sektor pertambangan di daerah-daerah di Indonesia. Kemungkinan adanya gejala resource curse dapat dideteksi melalui pengaruh sektor pertambangan terhadap pertumbuhan ekonomi dan

(22)

pembangunan manusia. Namun, untuk mempertajam analisis tentang IPM, perlu pula dikaji pengaruh sektor pertambangan terhadap pertumbuhan nilai IPM di daerah-daerah Indonesia, sehingga permasalahan dalam penelitian dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana pengaruh sektor pertambangan terhadap pembangunan ekonomi di seluruh provinsi di Indonesia?

2. Bagaimana pengaruh sektor pertambangan terhadap pembangunan manusia di seluruh provinsi di Indonesia?

3. Bagaimana pengaruh sektor pertambangan terhadap pertumbuhan pembangunan manusia di seluruh provinsi di Indonesia?

Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian ini adalah untuk menguji dugaan adanya resource cursedi Indonesia melalui analisis atas hubungan antara keberlimpahan komoditas pertambangan terhadap pembangunan ekonomi di daerah-daerah di Indonesia, dengan cara:

1. Menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap pertumbuhan PDRB di seluruh provinsi di Indonesia.

2. Menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap IPM di seluruh provinsi di Indonesia.

3. Menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap dan pertumbuhan IPM seluruh provinsi di Indonesia.

Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari peneilitian ini antara lain (i) memberi sumbangan bagi perkembangan teori ekonomi sumberdaya alam, teori pembangunan manusia dan teori pertumbuhan ekonomi serta (ii) memberikan kemudahan kepada pihak-pihak yang ingin meneliti lebih lanjut tentang ekonomi sumberdaya alam danresource cursedi Indonesia pada khususnya.

Ruang Lingkup Penelitian

(23)

2

TINJAUAN PUSTAKA

Sumberdaya Alam dalam Perekonomian

Menurut perspektif Thomas Malthus, sumberdaya alam yang terbatas tidak akan mampu mendukung pertumbuhan penduduk yang cenderung tumbuh secara eksponensial. Namun, produksi yang berasal dari sumberdaya alam akan mengalami diminishing return di mana output perkapita akan mengalami kecenderungan menurun sepanjang waktu (Fauzi 2006).

Pandangan ekonomi klasik juga mendefinisikan sumberdaya sebagai seluruh faktor produksi yang diperlukan untuk menghasilkan output. Negara yang lebih banyak mempunyai sumberdaya alam (abundant natural resource) akan lebih cepat menikmati output per kapita yang tinggi daripada negara yang mempunyai sumberdaya alam lebih sedikit (Kronenberg 2004).

Kekayaan alam yang berlimpah juga berpotensi akan meningkatkan kinerja ekonomi yang pada akhirnya meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu negara. Djojohadikusumo (1994) menyatakan, salah satu tolok ukur pembangunan ekonomi adalah jumlah output yang diproduksi oleh suatu negara. Faktor-faktor produksi dalam pembangunan ekonomi meliputi tiga sumberdaya yaitu tenaga kerja, kapital (modal), dan sumberdaya alam. Hotelling (1931) menyatakan bahwa ada syarat yang ketat dalam pengelolaan sumberdaya alam agar mampu memberi manfaat optimal bagi perekonomian negara. Menurut Hotelling (1931), pengelolaan sumberdaya tak terbarukan menuntut manfaat bersih yang diterima setidaknya harus tumbuh secara proporsional di atas tingkat suku bunga.

Barmaet al(2012) menyatakan, sumberdaya alam seperti minyak, gas, dan sumberdaya mineral dapat menjadi pendorong efektif bagi pembangunan ekonomi. Permintaan global atas komoditas sumberdaya alam yang langka tumbuh kian cepat. Bahkan ada kecenderungan perekonomian dunia sedang berada di tengah "super-cycle" harga komoditas sumberdaya alam yang didorong oleh permintaan dari negara berkembang yang sedang tumbuh dengan cepat.

Faktanya, kelimpahan sumberdaya alam tidak selalu dapat meningkatkan perekonomian suatu negara. Pengalaman di banyak negara menunjukan seringnya kegagalan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang bahlan menyebabkan negara-negara penghasil sumberdaya alam mendapati sejumlah persoalan-persoalan ekonomi dan politik. Tidak selamanya kelimpahan sumberdaya alam memberi pengaruh positif bagi perekonomian di sebuah Negara. (Sach dan Warner 1995, Galyfason 2001, Barmaet al2012).

Resource Curse

(24)

disertai terjadinya kemiskinan dan memasukkan negara-negara penghasil SDA tersebut ke dalam kelompok negara miskin.

Soros dalam Humphreys et al. (2007) menjelaskan, resource curse merupakan istilah untuk menjelaskan kegagalan negara-negara kaya sumber daya alam untuk mengambil manfaat dari kekayaan alam yang dimiliki oleh negara tersebut. Alih-alih mendapat manfaat, negara-negara tersebut justru menghadapi banyak permasalahan poltik, sosial, dan ekonomi dari kekayaannya tersebut.

Gejala resource curse merupakan fenomena yang kompleks. Menurut Humphreyset al. (2007), dalam fenomena resource curse terdapat tiga transmisi yang berbeda. Pertama, Ducth Disease. Kedua, kualitas institusi suatu negara. Ketiga, fluktuatifnya harga komoditas.

Sementara Gylfason (2001) menyatakan, resources curse dalam pengelolaan sumber daya alam bisa terjadi melalui empat kanal, yaitu dutch

disease, kualitas institusi yang menciptakan rent seeking, melemahnya

pendidikan, dan tidak terakumulasinya modal fisik. Alurresources curse melalui empat kanal seperti dikemukakan Gylfason (2001) dijelaskan dalam Gambar 4.

Gambar 4 Empat kanal alurresources curse Sumber: Glyfason (2001)

Dutch Disease

Istilah Dutch Disease diambil berdasarkan pengalaman pembangunan Belanda. Pada tahun 1940-an, ditemukan cadangan sumber gas bumi yang sangat besar di koloni Belanda yang mengakibatkan peningkatan nilai ekspor secara tiba-tiba. Hal ini memberikan surplus neraca pembayaran sekaligus menjadi sumber kemakmuran baru bagi Belanda. Tetapi itu tidak berlangsung lama. Perlahan-lahan perekonomian Belanda mengalami krisis hingga mencapai klimaks di akhir tahun 1960-an. Klimaks dari krisis ekonomi ini ditandai peningkatan tajam inflasi, penurunan ekspor manufaktur, penurunan pertumbuhan pendapatan nasional, dan peningkatan pengangguran (Glyfason 2001).

Kelimpahan Sumber Daya Alam

Dutch Disease

Resource Curse Kualitas Institusi

rendah

Melemahnya Pendidikan

(25)

Apresiasi nilai tukar akibat naiknya ekspor sumberdaya alam pada gilirannya menyebabkanspending effect(Humphreyset al.2007).Spending effect merupakan proses ketika ekspor komoditas non-sumber daya alam akan melemah. Lalu, di sisi lain nilai impor non-sumberdaya alam naik. Selanjutnya, proses ini akan mengorbankan banyak sektor manufaktur domestik khususnya industri domestik non-sumberdaya alam.

Meningkatnya ekspor sumberdaya alam juga akan meningkatkan permintaan tenaga kerja di sektor tersebut. Ketika hal ini terjadi, harga tenaga kerja di sektor sumberdaya alam akan meningkat dan memicu perpindahan faktor produksi seperti tenaga kerja dan faktor lainya dari sektor non-sumber daya alam. Proses ini disebut resource pull effect (Humphreyset al.2007).

Terjadinya resource pull effect akan menjadi masalah besar bagi negara yang pendapatanya bergantung dari sumberdaya alam. Ketika sektor itu tidak lagi menjadi sumber pendapatan bagi suatu negara, sementara sektor lainya melemah akibatresource pull effect,perekonomian negara itu akan melemah.

Kualitas Institusi danRent Seeking

Olson (1982) menyatakan bahwa kualitas institusi paling bisa menjelaskan perbedaan kinerja pertumbuhan negara-negara di dunia. Secara umum, institusi bisa diartikan sebagai seperangkat aturan dan organisasi yang mengkoordinasikan para pelaku ekonomi. Setidaknya ada tiga peran pokok institusi dalam transaksi ekonomi. Pertama, untuk menangkap sinyal-sinyal dari pelaku ekonomi tentang kebutuhan dan persoalan yang dihadapi pelaku ekonomi. Kedua, untuk menyeimbangkan kepentingan yang berbeda-beda. Ketiga, sebagai pengambil keputusan mengenai langkah-langkah terkait.

Negara-negara dengan institusi baik lebih mampu mengalokasikan sumber daya lebih efisien sehingga ekonomi bisa bekerja lebih baik. Institusi yang kuat juga akan melahirkan kebijakan ekonomi yang tepat dan kredibel sehingga berbagai kegagalan pasar bisa teratasi. Sebaliknya, insitusi yang buruk adalah beban yang menghalangi ekonomi untuk bekerja dengan baik. Kebijakan yang dilahirkan institusi yang buruk juga berpotensi besar mengalami kegagalan (policy failure) yang akan memperburuk kerugian dari kegagalan pasar.

Menurut Rodrik (2000), ada lima jenis institusi yang kehadirannya paling diperlukan dalam mendukung kinerja perekonomian. Pertama, hak kepemilikan (property rights) yang terdefinisikan dengan jelas dan pasti. Kedua, institusi pembuat kebijakan (regulatory institusions) yang bertugas mengatasi kegagalan pasar (market failure) serta memperkecil biaya transaksi. Ketiga, institusi yang bertugas melakukan stablisasi makroekonomi termasuk lembaga keuangan, otoritas moneter serta fiskal. Keempat, institusi yang memberikan perlindungan sosial. Dalam ekonomi pasar yang kapitalis, perlindungan sosial tetap diperlukan, karena ia menyediakan apa yang disebut modal sosial (social capital). Kelima, institusi untuk manajemen konflik.

(26)

Dalam kaitannya dengan kekayaan suatu negara atas sumberdaya alam, buruknya kualitas kelembagaan negara akan memberikan peluang akan terjadinya perilaku rent seeking. Perilaku rent seeking merupakan perilaku ketika pelaku ekonomi dalam ekstraksi sumberdaya alam mencari keuntungan dari selisih antara tingginya nilai sumberdaya alam yang telah di ekstraksi dan rendahnya biaya ekstraksi sumberdaya alam. Selisih tersebut sering disebut dengan rente ekonomi (Humphreyset al.2007).

Keberadaan rent seeking dalam pengelolaan sumberdaya alam memberikan peluang terjadinya korupsi dalam suatu lembaga negara khususnya yang terkait dengan sektor sumberdaya alam. Keberadaan rent seeking dalam ekstraksi sumberdaya alam ini menjadikan pengusaha atau pemerintah memiliki insentif untuk menggunakan mekanisme politik untuk mencari keuntungan pribadi. Hal ini mendorong korporasi untuk melakukan praktek kolusi dengan pemerintah yang pada akhirnya memperparah persoalan ekonomi dan memperburuk konsekuensi politik terkait kekayaan sumberdaya alam (Humphreyset al. 2007).

Melemahnya Pendidikan

Gylfason (2001) menyatakan, berlimpahnya SDA dapat membuat pendapatan dari dividen meningkat dan potongan pajak juga cenderung kecil sehinghga mengurangi insentif swasta dan negara untuk mengakumulasi modal manusia. Pendapatan besar dari sumber daya alam mungkin akan membuat negara meremehkan nilai jangka panjang pendidikan.

Bukti empiris menunjukkan bahwa di banyak negara, tingkat partisipasi bersekolah di semua tingkatan berbanding terbalik dengan kelimpahan sumber daya alam (Gylfason et al. 1999). Riset lain menunjukan bahwa pengeluaran publik untuk pendidikan, lamanya bersekolah yang diharapkan, dan partisipasi bersekolah ternyata berbanding terbalik dengan kelimpahan sumberdaya alam (Gylfason 2001, Temple 1999).

Tidak Terakumulasinya Modal Fisik Pembangunan

Kelimpahan SDA juga dapat mengurangi minat swasta dan negara untuk meningkatkan tabungan dan berinvestasi sehingga bisa menghambat pertumbuhan (Gylfason dan Zoega 1999). Jika sebuah negara mengalami peningkatan aktivitas di sektor SDA dan peningkatan tersebut tidak memberikan linkage yang besar pada sektor lain, maka itu akan menciptakan ketergantungan terhadap SDA. Selanjutnya, ketergantungan itu dapat melemahkan pertumbuhan investasi (Gylfason 2001, Sachs dan Warner 1995).

(27)

Teori Pertumbuhan Ekonomi

Pertumbuhan ekonomi merupakan proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang yang mengandung dua dimensi, yaitu output per kapita di satu pihak dan jangka panjang di lain pihak. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi pertumbuhan, yakni sumberdaya manusia, sumberdaya alam, kemajuan teknologi, iklim, sosial budaya, dan sikap masyarakat. Pertumbuhan ekonomi juga didefinisikan sebagai proses kenaikan output per kapita dalam jangka panjang. Persentase pertambahan output itu harus lebih tinggi dari persentase pertambahan jumlah penduduk dan pertumbuhan itu cenderung berlanjut (Boediono 1999).

Teori pertumbuhan Solow merupakan pilar yang memberi kontribusi terhadap teori pertumbuhan neoklasik. Solow mengembangkan formulasi Harrod-Domar dengan menambahkan faktor tenaga kerja dengan menambahkan variabel independen teknologi kedalam persamaan pertumbuhan. Namun, Model Solow menganggap kemajuan teknologi sebagai variabel eksogen (Mankiw 2007).

Salah satu kritik terhadap model pertumbuhan Solow adalah penggunaan asumsi perbaikan teknologi yang kurang spesifik, sehingga memicu munculnya konsep teori pertumbuhan endogen. Menurut Dornbusch et al. (2004), teori ini dipelopori oleh Romer (1986) dan Lucas (1988). Berdasarkan teori ini, akumulasi dari modal fisik dan sumberdaya manusia dapat mempertahankan tingkat pertumbuhan ekonomi. Perubahan teknologi bersifat endogen (berasal dari dalam sistem ekonomi) serta memiliki pengaruh pada pertumbuhan jangka panjang. Motivasi utama dari teori pertumbuhan endogen adalah menjelaskan faktor-faktor yang memberi proporsi besar dalam pertumbuhan ekonomi (Mankiw 2007).

Teori pertumbuhan endogen juga mengasumsikan bahwa fungsi produksi menunjukkan a contant marginal product of capital. Kurva tabungan menjadi berupa garis lurus karena tidak ada lagi kecenderungan kurva tabungan untuk menurun. Tingkat tabungan akan lebih besar dari investasi yang dibutuhkan. Semakin besar tabungan, semakin besar celah tabungan di atas investasi dan semakin cepat pula pertumbuhan ekonomi (Dornbuschet al. 2004).

Model Romer

Romer (1986) dalam Dornbusch et al. (2004) menyatakan bahwa stok pengetahuan (knowledge stock) merupakan sumber peningkatan produktivitas. Stok pengetahuan ditempatkan sebagai salah satu faktor produksi yang semakin meningkat, sehingga tingkat pertumbuhan ekonomi setiap negara dapat terus ditingkatkan sesuai dengan kemampuannya dalam menciptakan stok pengetahuan dalam perekonomian.

(28)

= ; (0 < < 1) (0 < < 1) (2.1)

Keterangan :

Yi = output i; Ki = stok modal; Li = tenaga kerja;

A = stok pengetahuan agregat; dan t = waktu.

Model Lucas

Lucas (1988) dalam Dornbusch et al. (2004) menjelaskan dua tipe modal, yakni modal fisik dan modal manusia, yang menentukan tingkat output produksi. Model Lucas dirumuskan sebagai berikut:

= ( ) (2.2)

Keterangan :

Y = output produksi;

A = konstanta (tidak mencerminkan kemajuan teknologi); K = modal fisik;

L = jumlah pekerja; u = fraksi masa kerja;

H = rerata pengetahuan yang dimiliki pekerja (kualitas modal manusia).

Model Lucas menyatakan bahwa pekerja mengakumulasi pengetahuannya dengan meluangkan waktu di luar waktu kerja untuk mendapatkan keterampilan (learning by schooling), yang mengikuti hukum berikut ini:

= (1 − ) (2.3)

h = tingkat pertumbuhan modal manusia sepanjang waktu; H = stok modal manusia;

(1-u) = waktu untuk belajar;

Modal manusia dalam model Lucas adalah hasil simultan dari proses produktif dan merupakan sumber kenaikan produktivitas. Dalam kondisi mapan (steadystate), terdapat dua elemen endogen yang dapat membangkitkan per tumbuhan output per kapita yakni: (i) eksternalitas pasar tenaga kerja terampil yang menunjukkan kemampuan sistem ekonomi untuk mencapai skala pengembalian yang meningkat; dan (ii) kemampuan belajar (parameter) yang menentukan tingkat akumulasi pengetahuan (Capello 2007).

Indeks Pembangunan Manusia

(29)

(HDR) yang dipublikasikan oleh UNDP pada tahun 1990 menekankan bahwa pembangunan di tingkat global, nasional, maupun daerah harus menempatkan manusia sebagai tujuan akhir dari pembangunan dan bukan sebagai alat pembangunan. Untuk menjamin tercapainya tujuan pembangunan manusia, UNDP menekankan empat hal pokok, meliputi (i) produktivitas, yakni setiap orang mampu meningkatkan produktivitas dan leluasa mencari pendapatan, (ii) pemerataan, yakni penduduk harus memiliki kesempatan yang sama dalam memperoleh akses terhadap semua sumberdaya ekonomi dan sosial, (iii) kesinambungan, berupa akses terhadap sumberdaya ekonomi dan sosial yang harus dipastikan tersedia untuk generasi mendatang, dan (iv) pemberdayaan, yaitu kepastian agar setiap penduduk dapat berpartisipasi penuh dalam keputusan dan proses yang akan menentukan kehidupan mereka, serta bisa mengambil manfaat dari pembangunan.

Secara sederhana, tujuan terpenting yang ingin dicapai dalam pembangunan manusia adalah:

1. Manusia dapat berumur panjang dan sehat. 2. Memiliki ilmu pengetahuan.

3. Mempunyai akses terhadap sumberdaya yang dibutuhkan agar dapat memiliki pendapatan untuk hidup secara layak

Pembangunan manusia kemudian diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Tujuan agar manusia berumur panjang dan sehat diukur dengan angka harapan hidup. Penguasaan ilmu pengetahuan diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah. Akses terhadap sumberdaya diukur dengan pengeluaran perkapita. Menurut UNDP, IPM diiukur dalam skala 0-1. Semakin tinggi indeks, menunjukan semakin tinggi pembangunan manusia. UNDP membagi penilaian IPM berdasarkan klasifikasi seperti ditunjukan Tabel 2.

Tabel 2 Klasifikasi negara berdasar nilai IPM tahun 2012

Klasifikasi Nilai IPM

Penghitungan IPM di Indonesia dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Secara prinsip, BPS tidak berbeda dengan UNDP. IPM dinyatakan sebagai indeks komposit yang dihitung sebagai rata-rata sederhana dari indeks harapan hidup, indeks pendidikan (angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), dan indeks standar hidup layak. Namun, BPS mengukur IPM di Indonesia dalam skala 0-100, dengan semakin tinggi indeks, maka semakin baik kualitas IPM.

(30)

kemampuan membaca dan menulis, sedangkan indikator rata-rata lama sekolah dihitung dengan menggunakan variabel tingkat/kelas yang sedang/pernah dijalani dan pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Sementara komponen standar hidup layak diukur dengan adjusted real GDP per capita.4 Dalam versi BPS, semua indikator dinyatakan diukur dengan angka real. Rumus penghitungan IPM dapat disajikan sebagai berikut :

= ∑ ( , ) (2.4)

Keterangan :

Indeks X (i,j)= Indeks komponen IPM ke-i untuk wilayah ke j; i = 1, 2, 3;

j = 1, 2 . k wilayah.

Setiap indeks komponen IPM tersebut merupakan perbandingan antara selisih suatu nilai indikator dan nilai minimumnya dengan selisih nilai maksimum dan nilai minimum indikator yang bersangkutan. Rumusnya dapat disajikan sebagai berikut ;

X(2) : Nilai maksimum sekolah X(i)

X(3) : Nilai minimum sekolah X(i)

Penetapan nilai maksimum dan nilai minimum dari setiap indikator (X(i))

IPM ini yang membedakan penghitungan IPM oleh BPS dan UNDP. Tabel 3 menunjukan nilai maksium dan minimum komponen IPM.

Tabel 3 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM

Indikator

Angka Harapan Hidup 85 25 Sesuai standar UNDP

Angka Melek Huruf 100 0 Sesuai standar UNDP

Rata-rata lama sekolah 15 0 Sesuai standar UNDP

Daya Beli (Rupiah PPP) 732 720a 300 000

b

360 000c

UNDP menggunakan PDB per kapita riil yang disesuaikan

a

Perkiraan maksimum pada akhir tahun 2018

b

konsumsi per kapita yang disesuaikan tahun 1996.

c

Penyesuaian garis kemiskinan lama dengan garis kemiskinan baru

Sumber: BPS

(31)

BPS hanya memakai standar UMDP untuk penhitungan nilai minimum dan maksimum dari Angka Harapan Hidup, Angka Melek Huruf, dan Rata-rata lama sekolah. Sementara penghitungan standar hidup layak berbeda. UNDP menggunakan PDB per kapita riil yang disesuaikan, sementara BPS memakai angka tertentu yangdisesuaikan kondisi Indonesia, sehingga dipakai

Pertumbuhan IPM

Mendorong pertumbuhan IPM dan melakukan pengukuran terhadap pertumbuhan IPM menjadi penting dalam meningkatkan kualitas pembangunan manusia. Sebagai sebuah proses yang diorentasikan akan berjalan dalam jangka panjang dan berkelanjutan, pertumbuhan nilai IPM akan menentukan arah peningkatan kualitas pembangunan manusia di setiap wilayah. Pertumbuhan IPM dapat ditentukan melalui rumus berikut:

( − 1, ) = 100% (2.6)

Keterangan:

Growth-IPM = Pertumbuhan IPM

IPMt = IPM tahun berjalan

IPMt-1 = IPM tahun sebelumnya

Popova dan Kozhevnikova (2013) menyatakan, redistribusi anggaran untuk pendanaan sistem sosial berdampak terhadap pertumbuhan IPM. Suescún (2007) juga menyatakan, belanja publik (pendidikan, kesehatan, konsumsi pemerintah, dan transfer kepada rumah tangga miskin) menciptakan efek positif pada kinerja pembangunan manusia di 15 negara Amerika Latin.

Ranis et al. (2000) juga menyatakan, pemerintah yang mampu mengefektifkan anggaran belanja mereka, dan bisa mengidentifikasi sektor-sektor prioritas seperti pendidikan dasar dan kesehatan, yang memiliki sangat besar untuk pertumbuhan IPM, akan bisa menerjemahkan secara luas efek dari pertumbuhan ekonomi kepada pembangunan manusia. Dengan demikian, kebijakan anggaran pemerintah, yang menentukan pertumbuhan IPM, juga terkait dengan kualitas lembaga pemerintahan itu sendiri. Rajkumar and Swaroop (2002) menyatakan, efektivitas belanja publik akan sangat tergantung pada kualitas pemerintahan. Selin itu, akuntabilitas lembaga pemerintah juga memainkan peran sangat penting dalam menjamin efektivitas penyaluran anggaran..

(32)

Tinjauan Empiris

Berbagai penelitian tentang pengaruh sektor pertambangan terhadap pembangunan ekonomi telah banyak dilakukan. Hasil penelitian sebelumnya tersebut merupakan masukan yang sangat penting sebagai referensi dan penyedia data pendukung dalam penelitian ini.

Pertumbuhan Ekonomi dan Kelimpahan Sumberdaya Alam

Sachs dan Warner (1995) menggunakan model data panel atas 65 negara termasuk 14 negara anggota negara-negara eksportir minyak (OPEC) selama periode 1965-1990. Hasilnya memperlihatkan pengaruh negatif antara sumberdaya alam berupa cadangan migas dengan kinerja ekonomi. Pada periode 1965-1990, pendapatan per kapita negara-negara OPEC turun rata-rata 1.3% per tahun. Pada periode sama, negara-negara berkembang yang miskin sumberdaya alam, seperti Korea Selatan, Hongkong, dan Singapura mengalami kenaikan pendapatan per kapita 2.2% per tahun. Hubungan negatif antara pertumbuhan dan kelimpahan sumberdaya alam dianggap sebagai bukti keberadaan kutukan sumber daya alam.

Papyrakis dan Gerlagh (2003a) juga melakukan studi untuk melihat pengaruh langsung dan tidak langsung kelimpahan sumberdaya alam terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian menggunakan data di 49 negara bagian di Amerika Serikat selama kurun 1986-2000. Menurut Papyrakis dan Gerlagh, fenomena kutukan sumberdaya alam terbukti eksis di Amerika Serikat meskipun Amerika Serikat dianggap negara yang makmur karena sumberdaya alam.

Selain di Amerika Serikat, Papyrakis dan Gerlagh (2003b) juga meneliti dugaanresource curse di 47 negara di dunia selama periode 1975-1996. Mereka mengidentifikasi pengaruh sumberdaya alam terhadap pertumbuhan ekonomi. Hasilnya dinyatakan, kelimpahan sumberdaya alam berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi.

Sala-i-Martin dan Subramanian (2003) melakukan penelitian di Nigeria pada kurun 1970-2000. Penelitian ini menggunakan variabel kelimpahan sumberdaya alam, volatilitas harga komoditas, nilai tukar, kualitas institusi, dan variabel pengondisian sebagai variabel independen terhadap variabel pertumbuhan ekonomi. Hasilnya, diketahui kekayaan alam di negara Afrika itu sangat berlimpah namun gagal dimanfaatkan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan. Nigeria dinyatakan mengalami resource curse dan penyebabnya adalah buruknya kualitas kelembagaan di negara tersebut.

Mehrara et al. (2008) meneliti 43 negara dengan data tahun 1976-2006 dengan model panel statis dan teknik spine, yang bisa mencari korelasi yang memiliki titik balik dalam ambang tertentu. Hasilnya, negara-negara kaya minyak memiliki tingkat kualitas kelembagaan yang berbeda-beda dan itu menentukan nilai pengaruh kontribusi sumberdaya minyak terhadap pertumbuhan ekonomi. Kualitas kelembagaan menentukan apakah ketersediaan minyak bisa berkontribusi jangka panjang terhadap pertumbuhan ekonomi negara tersebut atau justru mengarahkan negara itu pada kemiskinan.

(33)

ditemukan bahwa sumberdaya alam berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan ekonomi sehingga dapat disimpulkan bahwa keberadaan sumberdaya alam belum dapat memberikan peningkatkan pertumbuhan ekonomi Pakistan.

Pembangunan Manusia dan Kelimpahan Sumberdaya Alam

Bulte et al. (2004) menawarkan kaitan antara keberlimpahan sumberdaya dengan indikator kesejahteraan berupa indeks pembangunan manusia. Kelimpahan sumberdaya alam bersama-sama dengan kualitas institusi, pendapatan, dan variabel pengondisian juga memengaruhi IPM. Berdasarkan penelitiannnya, Bulte et al. (2004) menyatakan bahwa ada dampak negatif yang subsansial dari keberlimpahan sumberdaya alam terhadap pembangunan manusia.

Pineda dan Rodríguez (2010) juga telah menemukan bukti bahwa pembangunan manusia berkorelasi dengan kelimpahan sumberdaya alam. Dari penelitian atas 14 negara di Amerika Latin dengan memakai data tahun 1970-2005, diketahui bahwa sumberdaya alam dapat menjadi berkah dan kutukan bagi pembangunan manusia. Jika negara tersebut mampu memanfaatkan hasil dari sumberdaya alam untuk penguatan di sektor pendidikan dan kesehatan maka Negara tersebut bisa mendapatkan berkah dari sumberdaya alam. Namun, jika hasil dari sumberdaya alam semata-mata hanya menjadi tambahan pendapatan negara, umumnya negara tersebut mendapatkan masalah dari kelimpahan sumberdaya alam yang mereka miliki.

Gylfason (2004) juga meneliti data di 86 negara pada periode 1965-1998. Temuannya, sumberdaya alam bisa menjadikan terlalu banyak orang berkutat secara intensif di industri berbasis sumberdaya alam namun mereka memiliki keterampilan yang rendah. Akibatnya, mereka yang bekerja di sektor sumberdaya alam gagal memajukan kesejahteraan mereka sendiri atau anak-anaknya. Negara-negara yang percaya bahwa sumber alam merupakan aset penting yang dapat memberikan rasa aman menjadi lalai untuk mengakumulasi modal manusia.

Kerangka Pemikiran

Indonesia memiliki kelimpahan sumberdaya alam yang besar khususnya di sektor pertambangan. Kelimpahan di sektor pertambangan itu juga diimbangi oleh pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun, di saat yang sama, pembangunan manusia di Indonesia masih terbilang rendah. Dikhawatirkan, ada fenomena kutukan sumberdaya alam (resources curse) dalam pengelolaan sektor pertambangan di Indonesia.

Untuk mengetahui kemungkinan adanya fenomena kutukan sumberdaya alam di Indonesia, penelitian diarahkan untuk menguji pengaruh dari keberlimpahan komoditas pertambangan terhadap pembangunan ekonomi di daerah-daerah di Indonesia dengan cara (i) menganalisis pengaruh sektor pertambangan terhadap pertumbuhan PDRB di seluruh provinsi di Indonesia dan (ii) menganalisis pengaruh sektor pertambangan dengan IPM di seluruh provinsi di Indonesia.

(34)

memiliki hubungan pertumbuhan ekonomi dan pembangunan manusia, ternyata memiliki kaitan dengan sejumlah faktor lain yaitu pendapatan, kualitas kelembagaan, dan faktor pengondisian.

Selanjutnya, untuk mengukur pertumbuhan ekonomi di provinsi-provinsi yang diteliti, dipergunakan data pertumbuhan PDRB provinsi-provinsi di Indonesia atas dasar harga konstan tahun 2000. Selanjutnya, untuk mengukur kualitas pembangunan manusia dipergunakan data IPM provinsi-provinsi di Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS. Penelitian ini kemudian akan menyajikan model pertumbuhan PDRB dan model IPM provinsi-provinsi di Indonesia dengan menggunakan variabel kelimpahan sumberdaya alam, kelembagaan, dan variabel pengondisian. Kerangka pemikiran dinyatakan dalam Gambar 5.

Gambar 5 Kerangka Pemikiran

Hipotesis Penelitian

1. Terdapat pengaruh negatif dari sektor pertambangan terhadap pertumbuhan PDRB di seluruh provinsi di Indonesia.

2. Terdapat pengaruh negatif dari sektor pertambangan terhadap IPM di seluruh provinsi di Indonesia.

3. Terdapat pengaruh negatif dari sektor pertambangan terhadap pertumbuhan IPM di seluruh provinsi di Indonesia.

Pendapatan PAD

Pengondisian

Surplus/defisit anggaranBelanja APBD

PDRB kondisi awal

Kelembagaan

DemokrasiPendidikan

Kelimpahan Sumber Daya Alam

Pertumbuhan ekonomi tinggiPembangunan manusia rendahAncamanResource Curse

Kinerja Sektor Pertambangan Proporsi terhadap PDRB

di 32 Provinsi di Indonesia kurun 2009-2011

Pertumbuhan PDRB IPM dan PertumbuhanIPM

(35)

3

METODOLOGI PENELITIAN

Jenis dan Sumber Data

Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai sumber yaitu dari database BPS, Kementerian Keuangan RI, dan IDI Project (sebuah lembaga independen yang mengukur Indeks Demokrasi Indonesia dengan dukungan dari Kementerian Koordinator Polhukam RI, Bappenas RI, BPS, serta UNDP). Data yang dikumpulkan merupakan data panel periode 2009 2011 dari 32 provinsi di Indonesia.

Spesifikasi Model Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menjawab tiga tujuan penelitian yakni menganalisis pengaruh antara keberlimpahan sumberdaya alam terhadap pertumbuhan ekonomi, menganalisis pengaruh antara keberlimpahan sumberdaya alam terhadap IPM, dan menganalisis pengaruh antara keberlimpahan sumberdaya alam terhadap pertumbuhan IPM di provinsi-provinsi di Indonesia.

Untuk menjawab tujuan penelitian pertama, digunakan model hasil modifikasi dari model Sala-i-Martin dan Subramanian (2003). Model ini menggunakan variabel kelimpahan sumberdaya alam, volatilitas harga komoditas, nilai tukar, kualitas institusi, dan variabel pengondisian sebagai variabel independen terhadap variabel pertumbuhan ekonomi. Namun, penelitian ini tidak menggunakan variabel volatilitas harga komoditas dan nilai tukar mengingat dalam lingkup penelitian di Indonesia, volatilitas harga komoditas dan nilai tukar akan dialami sama oleh setiap provinsi yang diteliti. Model kemudian disusun sebagai berikut:

= + + + +

+ (3.1)

Selanjutnya, untuk menjawab tujuan penelitian kedua, yaitu menganalisis pengaruh kelimpahan sumberdaya alam terhadap pembangunan manusia, digunakan modifikasi dari model Bulte et al. (2004). Model disusun sebagai berikut

= + + + +

+ + (3.2)

Upaya untuk menjawab tujuan penelitian ketiga juga dilakukan dengan modifikasi lain dari model Bulteet al.(2004), menjadi sebagai berikut:

= + + +

(36)

Keterangan:

yit = Pertumbuhan PDRB di provinsi-provinsi yang diteliti, dalam

persen

logIPMit = IPM di provinsi-provinsi yang diteliti, dalam logaritma

GrowthIPMit = Pertumbuhan tahunan IPM provinsi, dalam persen

logIDIit = Indeks Demokrasi Indonesia di provinsi-provinsi yang

diteliti, dalam logaritma

MINNINGit = Kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB, dalam persen

SALDOit = Proporsi surplus/defisit APBD terhadap APBD, dalam

persen

BELANJAit = Proporsi Belanja APBD Provinsi terhadap PDRB Provinsi,

dalam persen

RLSit = Rata-rata lama sekolah, dalam tahun

PADit = Pendapatan asli daerah di provinsi yang diteliti, dalam miliar

rupiah

logPDBR0it = PDRB kondisi awal di provinsi yang diteliti (miliar rupiah), dalam logaritma

0 = Konstanta / intersep

1, 2, 3, 4, 5 = Parameter yang diestimasi

it = Error term

Definisi Operasional Variabel

Definisi operasional dari sejumlah variabel yang digunakan dalam kedua model adalah sebagai berikut:

1. Pertumbuhan (y) merupakan pertumbuhan produk domestik regional bruto (PDRB) dalam miliar rupiah (menggunakan harga dasar tahun 2000).

2. IPM menggambarkan indeks pembangunan manusia, berdasarkan data IPM yang dikeluarkan oleh BPS.

3. GrowthIPM menggambarkan pertumbuhan tahunan nilai IPM

4. MINNING adalah persentase kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB yang menggambarkan kelimpahan sumber daya alam

5. IDI adalah Indeks Demokrasi Indonesia yang menggambarkan kualitas kelembagaan demokrasi.

6. RLS adalah rata-rata lama sekolah individu yang menggambarkan kualitas kelembagaan pendidikan.

7. PAD adalah pendapatan asli daerah yang menggambarkan variabel pendapatan.

8. SALDO adalah proporsi surplus/defisit APBD terhadap APBD yang menggambarkan variabel pengondisian.

9. BELANJA adalah proporsi belanja dalam APBD terhadap PDRB provinsi yang menggambarkan variabel pengondisian

(37)

Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif digunakan untuk meyajikan data dalam bentuk tabel atau grafik. Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui gambaran tentang (i) pertumbuhan PDRB atas dasar harga konstan provinsi-provinsi di Indonesia selama periode 2009-2011, (ii) IPM provinsi-provinsi di Indonesia, (iii) kontribusi sektor pertambangan terhadap PDRB provinsi di Indonesia, serta (iv) indeks demokrasi provinsi-provinsi di Indonesia.

Analisis Data Panel

Proses analisis data statistik inferensial dilakukan dengan mengunakan analisis data panel. Dalam data panel, jika jumlah unit cross section memiliki jumlah unit observasi time series yang sama maka itu disebut balanced panel. Sebaliknya, jika jumlah observasi berbeda, maka disebut unbalanced panel (Gujarati 2004). Menurut Baltagi (2005), terdapat beberapa keuntungan analisis dengan data panel, antara lain :

1. Mampu mengontrol heterogenitas individu.

2. Memberi informasi yang lebih banyak, lebih beragam, meminimalkan masalah kolinieritas antar variabel dan lebih efisien.

3. Data panel menghasilkan pengukuran yang lebih baik dibanding dengan menggunakancross section dataatautime series data.

Estimasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah penggabungan data antar waktu dengan data antar individu yang disebut dengan pooling. Sedangkan data yang dihasilkan disebut dengan pooled data atau panel data. Model regresi data panel yang umum digunakan ada tiga macam:

1.Pooled Last Square

Pada prinsipnya, pendekatan ini adalah menggunakan gabungan dari seluruh data (pooled), sehingga terdapat Nx T observasi, dimanaN menunjukkan jumlah

unit cross section dan T menunjukkan jumlah titik waktu yang digunakan.

Gabungan data diregresikan dengan model:

yit= i+Xit + uit... untuk i = 1, , N dan t = 1, ,T (3.4)

keterangan:

N = jumlah unitcross section T = jumlah periode waktu.

Di sini, i bersifat konstan untuk semua observasi, atau i = . Model ini

(38)

observasi. Dengan demikian, dalam pooled last square, yang digunakan adalah metode ordinary last square (OLS) biasa dengan asumsi setiap unit individu memiliki intersep dan slope yang sama serta regresi panel data yang dihasilkan berlaku untuk setiap individu.

2. Fixed Effects Model

Asumsi dalam model ini adalah terdapat perbedaan antar individu, yang diakomodasi dalam intersep masing-masing individu. Misalkan yi dan Xi merupakan T pengamatan untuk setiap unit ke-i, dan e yang disusun dalam vektor T x 1 merupakan vektor gangguan. Pendekatan Fixed Effects Model (FEM) juga mengasumsikan efek individu dan variabel bebas memiliki korelasi atau memiliki pola yang sifatnya tidak acak. Asumsi ini membuat komponen error dari efek individu dan waktu dapat menjadi bagian dari intersep. Secara umum persamaan FEM dapat diekspresikan dalam persamaan berikut:

Untukone way error component model:

yit= i+X'it + uit (3.5)

Untuktwo way error component model:

yit= i+ t+X'it + uit (3.6)

dengan asumsi bahwa uit~iid(o, u2).

Berdasarkan asumsi struktur matriks varians-covarians residualnya, pada model fixed effects, ada 3 metode estimasi yang dapat digunakan, yakni:

a. Ordinary Least Square (OLS/LSDV), jika struktur matriks varians covarians residualnya diasumsikan bersifat homokedastik tanpa cross sectional correlation,

b. Generalized Least Square (GLS)/Weighted Least Square (WLS): Cross

Sectional Weight, jika struktur matriks varians-covarians residualnya diasumsikan bersifat heterokedastik dan tidak adacross sectional correlation,

c. Feasible Generalized Least Square (FGLS)/Seemingly Uncorrelated

Regression (SUR), jika struktur matriks varians-covarians residualnya

diasumsikan bersifat heterokedastik dan adacross sectional correlation.

3. Random Effects Model

Asumsi dalam model ini adalah terdapat perbedaan intersep untuk setiap individu dan intersep tersebut merupakan variabel random atau stokastik. Sehingga dalam model random effects terdapat dua komponen residual, yakni residual secara menyeluruhite dan residual secara individui u. Pendekatan REM umumnya digunakan bila unit cross section N relatif besar dan unit time series T relatif kecil. REM diekspresikan dalam persamaan berikut:

One way error component model: y

it= i+X'it + uit+i (3.7)

Two way error component model: y

it= i+γt+X'it + uit+i (3.8)

Beberapa asumsi yang digunakan dalam REM adalah sebagai berikut:

E(uit| it)=0 (3.9)

E uit2| it = u2 (3.10)

(39)

E τit2|xit = T2 untuk semua i, t (3.12)

E uit j =0 untuk semua i, t, j (3.13)

E uitujs =0 untuk semua i j atau t s (3.14)

E τi j =0 untuk semua i j (3.15)

Keterangan:

i=iuntukone way error component model i=i+ t untuktwo way error component model

Asumsi yang harus dipenuhi dalam modelrandom effectsterdiri dari:  Nilai harapan variabel gangguan nol

E(vit) = 0

Varian variabel gangguan homoskedastisitas Var(vit) = 2+ 2

Variabel gangguan dari provinsi yang sama dalam periode yang berbeda saling berkorelasi

Cov (vit, vis) = 2(t s)

Variabel gangguan dari provinsi yang berbeda tidak berkorelasi, Cov(vit,vjs) = 0 (i j)

UjiLagrange Multiplier(LM)

Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah model Random Effect atau model Pooled OLS yang paling tepat digunakan. Uji signifikasi ini dijalankan dengan Metode Breusch Pagan, yang untuk uji signifikasi Random Effect didasarkan pada nilai residual dari metode OLS (Baltagi, 2005). Hipotesis dalam uji LM adalah :

H0 :Pooled Last Square

H1 :Random Effect Model

Jika nilai LM statistik lebih besar dari nilai kritis statistik chi-squares, maka Hoditolak, dan estimasi memakai metodeRandom Effect Model.Sebaliknya

jika nilai LM statistik lebih kecil dari nilai statistik chi-squares, maka Ho diterima dan estimasi metode metodePooled Last Square(Baltagi 2005).

Uji Chow

Uji Chow berguna untuk menentukan model Fixed Effet atau Pooled OLS yang paling tepat digunakan dalam mengestimasi data panel. Hipotesis dalam uji Chow adalah:

H0 :Common Effect ModelatauPooledOLS

H1 :Fixed Effect Model

(40)

adalah Pooled OLS (Baltagi, 2005). Dengan menggunakan software Eviews-6, pengujian untuk menentukan pilihan antara model Fixed Effet atau Pooled OLS panel dilakukan melalui langkah ujiredundant.

Uji Hausman

Setelah melakukan uji Chow dan jika didapatkan model yang tepat adalah Fixed Effect, selanjutnya dilakukan uji model terbaik antara model Fixed Effect atau Random Effect. Pengujian ini dilakukan dengan uji Hausman, melalui hipotesis berikut:

H0 :Random Effect Model

H1 :Fixed Effect Model

Statistik Uji Hausman ini mengikuti distribusi statisticChi Square dengan degree of freedom sebanyak k (jumlah variabel independen). Jika nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka H0ditolak. Sebaliknya bila nilai

statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah

Random Effect(Baltagi 2005).

Uji Parameter

Pengujian parameter model bertujuan untuk mengetahui kelayakan model dan apakah koefisien yang diestimasi telah sesuai dengan teori atau hipotesis. Pengujian parameter meliputi koefisien determinasi (R2), uji koefisien regresi menyeluruh (F-test/uji F) dan uji koefisien regresi secara parsial (uji t).

a. Koefisien Determinasi (R2)

Koefisien Determinasi (R2) berfungsi untuk melihat sejauh mana variabel bebas menjelaskan variabel terikat. Nilai R2berkisar antara 0 dan 1. Semakin R2 mendekati angka 1, berarti variabel bebas mampu menerangkan variabel terikat secara sempurna. Namun R2 memiliki kelemahan yaitu nilainya akan semakin besar ketika variabel independen bertambah kendati belum tentu mempunyai justifikasi teoritis sehingga digunakanadjustedR2(Widarjono, 2007).

b. Uji Statistik-- Uji F

Uji F dilakukan untuk menguji apakah dalam suatu model semua variabel bebas secara keseluruhan variabel terikat. Dengan jkata lain, Uji-F digunakan untuk melakukan uji hipotesis koefisien (slope) regresi atau parameter model secara menyeluruh. Jika nilai F observasi > F tabel atau nilai probabilitas F-statistic < taraf nyata ( ), maka keputusan menolak H0signifikan.

c. Uji Statistik Uji t

Uji t dilakukan untuk menguji koefisien dari variabel bebas secara parsial (individual) apakah signifikan atau tidak signifikan dalam mempengaruhi variabel terikat. Hipotesis pada uji-t adalah: H0 : i = 0 versus H1 : i 0. Jika nilai

t-hitung > t-tabel atau jika nilai probabilitas t < =0,05 maka keputusan menolak H0

(41)

4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pertumbuhan PDRB Provinsi-provinsi di Indonesia

Berdasarkan data yang diperoleh, diketahui bahwa pertumbuhan PDRB di setiap provinsi di Indonesia cenderung bervariasi.Kebanyakan provinsi mengalami pertumbuhan PDRB di atas 5% per tahun. Data pertumbuhan PDRB provinsi-provinsi di Indonesia tersaji dalam Gambar 6.

Sumber: BPS 2014 (diolah)

Gambar 6 Pertumbuhan PDRB Provinsi-provinsi di Indonesia

Berdasarkan Gambar 6 diketahui bahwa Provinsi Papua Barat mencatatkan pertumbuhan PDRB-nya tertinggi selama tiga tahun berturut-turut, yakni sebesar 13.20% pada tahun 2009, sebesar 28.33% pada tahun 2010, serta 25.96% pada tahun 2011. Tingginya pertumbuhan PDRB Papua Barat disebabkan fakta bahwa

-0.05 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30

Gambar

Gambar 2 Pertumbuhan PDB Indonesia 2008-2012 atas dasar harga konstan
Gambar 4 Empat kanal alur resources curse
Tabel 3 Nilai Maksimum dan Minimum Komponen IPM
Gambar 5 Kerangka Pemikiran
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan persamaan di atas maka dapat dikatakan bahwa variabel prestasi kerja karyawan dapat dipengaruhi oleh dua prediktor yang terdiri dari variabel budaya organisasi

Kelenjar di bawah ini yang ditemukan pada permukaan urethra pars spongiosa adalah:..

Pengetahuan empiris pemanfaatan pakundalang ( Blumea balsamifera ) di beberapa desa di Kabupaten Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, menunjukkan bahwa pakundalang telah turun

Berdasarkan penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa yang dimaksud dengan peningkatan motivasi belajar IPS materi perkembangan teknologi melalui strategi Team Quiz

Jika anda merasa bahwa jawaban yang anda berikan salah dan anda ingin mengganti dengan jawaban yang lain, maka anda dapat langsung mencoret dengan memberikan tanda dua

Aplikasi Microsoft Visual Basic 6.0 dalam Pembuatan Basis Data Sistem Penjualan di Swalayan Gloria, Tugas Akhir, Jurusan Ilmu komputer FMIPA Univesitas Sumatera

Pengaruh ModernisasiI Sistem Administrasi Perpajakan Terhadap Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Pelayanan Pajak Pratama Makasar Utara. Terdapat pengaruh yang

Sedangkan pada hari libur (Minggu), berdasarkan analisis program Excel dan KAJI di bawah (Tabel 17 dan Gambar 3) mununjukan bahwa nilai derajat kejenuhan (DS) simpang