• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Interaksi Sosial Teman Sebaya Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh Interaksi Sosial Teman Sebaya Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Kelas VIII MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang"

Copied!
144
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i   

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh interaksi sosial teman sebaya terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang. Manfaat penelitian ini membantu pihak sekolah untuk mengetahui secara umum mengenai pengaruh dari interaksi sosial siswa di sekolah terhadap hasil belajar siswa yang nantinya sekolah dapat membentuk sistem sosialisasi yang baik di dalam sekolah seperti kegiatan-kegiatan ektrakulikuler, acara-acara sosial demi meningkatkan interaksi sosial pada siswanya dan lain-lain. Metode penelitian menggunakan metode kuantitatif deskriptif. Peneliti mengambil data dengan teknik observasi, angket dan dokumentasi. Sampel pada penelitian ini sebanyak 76 siswa dengan menggunakan

teknik simple random sampling. Analisis data yang digunakan analisis regresi linier

sederhana. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: terdapat pengaruh positif dan signifikan interaksi sosial teman sebaya terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII

MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang yang ditunjukkan dengan nilai thitung lebih besar

dari ttabel yaitu: 4,750 > 1,992 dengan koefisien determinasi sebesar 0,234 yang artinya

sebesar 23,4% variabel interaksi sosial teman sebaya mempengaruhi hasil belajar IPS.

(7)

ii   

University Jakarta.

This study aims to determine the effect of peer social interaction on learning outcomes IPS eighth grade students of MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang. The benefits of this research help the school to know in general about the effect of social interaction of students in the school to the learning outcomes of students who later school may establish a system of good socialization within the school such as the activities of extraculicular, social events in order to increase social interaction on students and others. The research method using descriptive quantitative method. Researchers took the data by observation, questionnaire and documentation. Samples in this study as many as 76 students by using simple random sampling technique. The data analysis used simple linear regression analysis. The results showed that: there is a positive and significant influence social interaction of peers on learning outcomes IPS eighth grade students of MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang indicated by tcount greater than ttable namely: 4.750> 1.992 with determination coefficient of 0.234, which means by 23, 4% variable peer social interactions affect learning outcomes IPS.

(8)
(9)

iv   

telah dengan sabar dan ikhlas mendidik penulis, semoga ilmu yang diberikan kepada penulis dapat bertambah dan bermanfaat.

8. Seluruh dosen dan staf FITK yang sangat luar biasa, semoga ilmu-ilmu yang

telah diberikan dapat bermanfaat bagi penulis.

9. Kepala MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang, Bapak Hendi Suhendi, S.Sos.I

yang telah mengizinkan penulis untuk melakukan penelitian di sekolah tersebut.

10. Adik-adik MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang, yang telah banyak membantu

penulis dalam menyelesaikan penelitian ini.

11. Orang tua penulis, ayahanda H. Ir. Achmad Amarullah dan ibunda Hj. Sri

Wahyuni, SE, yang telah memberikan cinta, kasih sayang yang tak henti-hentinya, selalu mendoakan, membimbing dan memotivasi serta memberikan dorongan moril maupun materiil sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

12. Kakak-kakak penulis, Achmad Evan Nursiddiq, SE dan Achmad Reza

Nursiddiq, ST, yang telah memberikan kasih sayang dan motivasi kepada adiknya.

13. Keluarga MERCON (Nur Aini, Inayati Ma’rifah, Nurlela, Rahmawati

Wulanndari, Dekcut Hafidhah Nurkarimah, Lusy Alfiah, Via Oktaviani dan Windy Sartika Lestari) yang selalu memberikan semangat dan telah membuat hari-hari semasa kuliah menjadi berwarna atas keceriaan, canda tawa dan kenangan-kenangan yang telah dilewati bersama.

14. Kawan-kawan seperjuangan Pendidikan IPS angkatan 2012 dan khususnya

(10)

v   

Suci (PBA), Rizki (PBA) dan Rahmat (MP) yang sama-sama berproses menjadi guru yang baik dalam naungan MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang.

17. Seluruh keluarga besar Himpunan Mahasiswa Jurusan (HMJ) Pendidikan

IPS, yang telah memberikan pengalaman dan telah membekali penulis tentang bagaimana berorganisasi yang baik.

18. Seluruh keluarga besar Pojok Seni Tarbiyah (POSTAR) yang telah

memberikan pengalaman organisasi dan pembelajaran dunia seni kepada penulis, terutama seni tari.

19. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam menyelesaikan

skripsi ini.

Semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semuanya. Demi perbaikan selanjutnya, saran dan kritik yang membangun akan penulis terima dengan senang hati. Akhirnya, hanya kepada Allah SWT penulis serahkan segalanya, mudah-mudahan dapat bermanfaat khususnya bagi penulis dan umumnya bagi kita semua.

Ciputat, Januari 2017

(11)

vi   

PERNYATAAN UJI REFERENSI

PERNYATAAN KARYA ILMIAH

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... xi

DAFTAR LAMPIRAN ... xii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 5

C. Pembatasan Masalah ... 6

D. Rumusan Masalah ... 6

E. Tujuan Penelitian ... 7

F. Manfaat Penelitian ... 7

BAB II KAJIAN TEORI DAN PENGAJUAN HIPOTESIS A. Deskripsi Teoritik ... 8

1. Interaksi Sosial ... 8

a. Pengertian Interaksi Sosial ... 8

b. Ciri-ciri Interaksi Sosial ... 9

c. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial ... 9

d. Dasar-dasar Faktor Interaksi Sosial ... 12

e. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial ... 14

(12)

vii   

e. Interaksi Teman Sebaya ... 22

3. Hasil Belajar ... 23

a. Definisi Belajar ... 23

b. Definisi Hasil Belajar ... 24

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar 25

4. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) ... 30

B. Hasil Penelitian yang Relevan ... 32

C. Kerangka Berpikir ... 35

D. Hipotesis Penelitian ... 36

BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 37

B. Metode Penelitian ... 37

C. Populasi dan Sampel ... 38

1. Populasi ... 38

2. Sampel ... 39

D. Operasional Variabel Penelitian ... 40

E. Teknik Pengumpulan Data ... 40

1. Observasi ... 40

2. Kuesioner ... 41

3. Dokumentasi ... 44

F. Teknik Analisis Data ... 44

1. Uji Asumsi Klasik ... 46

2. Uji Linieritas ... 46

3. Uji Hipotesis ... 47

(13)

viii   

D. Pembahasan Hasil Penelitian ... 78

E. Keterbatasan Hasil Penelitian ... 81

BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN A. Kesimpulan ... 82

B. Implikasi ... 82

C. Saran ... 83

DAFTAR PUSTAKA ... 84

UJI REFERENSI

LAMPIRAN

 

 

(14)

ix   

2.1 Tabel Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan ... 34

3.1 Tabel Alokasi Waktu Penelitian ... 37

3.2 Populasi ... 39

3.3 Daftar Kegiatan Observasi ... 41

3.4 Instrumen Angket Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 42

4.1 Tabel Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin... 57

4.2 Tabel Distribusi Responden Berdasarkan Klasifikasi Kelas ... 58

4.3 Saya membalas sapaan ketika ada teman yang menyapa ... 61

4.4 Saya menjalin hubungan pertemanan dengan baik bersama teman... 61

4.5 Ketika sedang beristirahat saya lebih senang berbicara dengan teman daripada berdiam diri di dalam kelas ... 62

4.6 Ketika sedang beristirahat saya lebih senang pergi jajan bersama teman daripada berdiam diri di dalam kelas ... 63

4.7 Saya menjadi pendengar yang baik ketika teman saya sedang berbicara 63

4.8 Saya menghargai sifat teman saya yang berbeda ... 64

4.9 Saya memperhatikan dengan baik jika teman saya sedang berbicara .... 64

4.10 Saya menerima masukan pendapat dari teman sebaya saya ... 65

4.11 Saya berbagi pengalaman pribadi dengan teman sebaya ... 65

(15)

x   

4.16 Jika ada tugas atau PR saya akan mengerjakan bersama dengan teman 68

4.17 Saya akan belajar bersama teman sebelum diadakannya ulangan ... 69

4.18 Dengan belajar bersama teman saya lebih mudah memahami pelajaran 69 4.19 Jika ada teman yang meminta bantuan saya akan segera membantunya 70 4.20 Jika ada teman yang sakit saya akan menjenguknya ... 70

4.21 Saya akan memberikan semangat jika ada teman yang sedang bersedih 71 4.22 Rata-tata Nilai Hasil Belajar IPS dan Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 72

4.23 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Interaksi Sosial Teman Sebaya ... 72

4.24 Koefisien Determinasi ... 75

4.25 Hasil Uji Linieritas ... 76

(16)

xi   

4.1 Grafik Distribusi Responden berdasarkan Jenis Kelamin ... 58

4.2 Grafik Distribusi Responden berdasarkan Klasifikasi Kelas ... 59

4.3 Hasil Uji Normalitas Data Hasil Belajar IPS ... 74

(17)

xii   

Lampiran 3 Angket Penelitian Interaksi Sosial Teman Sebaya

Lampiran 4 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas

Lampiran 5 Tabel Frekuensi Per Item Variabel X

Lampiran 6 Hasil Analisis Data

Lampiran 7 Tabulasi Angket

Lampiran 8 R Tabel

Lampiran 9 Surat-Surat

Lampiran 10 Foto pada saat Observasi dan Pengisian Angket

(18)

1   

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Telah diketahui belajar merupakan kebutuhan setiap manusia, karena dengan belajar kemampuan yang dimiliki setiap individu sebagai siswa dapat tergali dan ditingkatkan. Dengan meningkatnya kemampuan individu, akan mengembangkan kesejahteraan bangsa dan Negara Indonesia, karena sumber daya manusia merupakan salah satu faktor penunjang kesejahteraan bangsa dan Negaranya. Oleh karena itu dengan belajar, siswa dapat memperoleh kecakapan, sikap, nilai, dan keterampilan dalam bergaul dengan orang lain.

Menurut Muhibbin Syah, sebagian orang beranggapan bahwa belajar adalah “semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang

tersaji dalam bentuk informasi atau materi pelajaran”.1

Namun sebagaimana yang telah dikemukakan Fadhilah dan Solicha merumuskan belajar sebagai “aktivitas atau usaha dengan sengaja yang dapat

menghasilkan perubahan berupa kecakapan baru pada diri individu”.2

Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya merupakan proses kegiatan dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa, yang terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya. Untuk itu agar seorang siswa dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya, siswa harus melakukan suatu proses yang dinamakan belajar.

Para peneliti mencoba mengukur banyak faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, yaitu faktor internal, yakni: Fisiologi, yang terdiri dari keadaan mata dan telinga. Psikologi, yang terdiri dari intelegensi, sikap, minat, bakat dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal,

      

1 Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan Dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT Remaja

Rosdakarya, 2008) h. 87.

2 Fadhilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan, (Ciputat: Lembaga Penelitian, UIN Syarif

(19)

 

yakni: Lingkungan Sosial, yang terdiri dari keluarga, guru serta staf, masyarakat dan teman. Lingkungan Nonsosial, yang terdiri dari rumah, sekolah,

peralatan dan alam.3

Jadi menurut pendapat di atas, faktor internal yaitu faktor yang berasal

dari dalam individu siswa meliputi kesehatan, minat, bakat, kecerdasan, dan motivasi. Sedangkan faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar siswa atau lingkungan yang meliputi faktor keluarga, interaksi guru dengan siswa, interaksi siswa dengan siswa, teman sebaya, dan lain-lain. Salah satu faktor eksternal yang mempengaruhi hasil belajar siswa adalah faktor sosial yaitu pada interaksi sosial siswa di lingkungan sekolah.

Menurut Basrowi, Interaksi sosial merupakan “proses timbal balik, dimana satu kelompok dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dan dengan

demikian, ia mempengaruhi tingkah laku orang lain”.4

Dari pernyataan tersebut bahwa interaksi sosial memang sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, dan sangat dibutuhkan untuk siswa di sekolah. Interaksi sosial siswa di sekolah meliputi interaksi siswa dengan guru, dan interaksi siswa dengan siswa.

Dalam suatu studi, wawancara harian dengan remaja berusia antara 13 hingga 16 tahun selama kurun waktu 5 hari dilakukan untuk mengetahui jumlah waktu yang mereka habiskan dalam interaksi yang bermakna dengan teman dan orang tua. Remaja menghabiskan waktu rata-rata 103 menit sehari dalam interaksi yang bermakna dengan teman, dibandingkan dengan orang tua hanya 28 menit. Selain itu, kualitas pertemanan terkait lebih kuat dengan perasaan

sehat selama masa remaja dibanding masa kanak-kanak.5 Sehingga tidak heran

jika seorang remaja lebih mendengar apa yang disampaikan oleh teman sebayanya dibanding dengan orang tuanya, karena dalam kegiatan sehari-hari

      

3 Muhibbin Syah, Psikologi Belajar (Jakarta: PT Logos Wacana Ilmu, Februari 1999) h. 141. 4 Basrowi, Pengantar Sosiologi (Bogor: Ghalia Indonesia, September 2005)h. 140.

5 Diane E. Papalia dkk, Human Development: Psikologi Perkembangan (Jakarta: Kencana, 2011)

(20)

 

seorang remaja lebih sering menghabiskan waktu dengan teman sebaya dibanding dengan keluarganya.

Selain itu Santrock telah menemukan bahwa pada sekitar kelas delapan dan sembilan, konformitas terhadap teman sebaya terutama terhadap standar

anti sosial mereka memuncak.6 Dari pernyataan tersebut sangat terlihat jelas,

seorang remaja pada tingkat sekolah menengah pertama kelas delapan dan sembilan merupakan remaja yang sedang rentan, tidak memperdulikan hak dan keinginan orang lain, serta acuh tak acuh terhadap orang lain.

Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan memberikan penjelasan tentang peran teman sebaya dalam perkembangan sosio emosional. Mereka menekankan bahwa “melalui interaksi sebayalah anak-anak dan remaja belajar

bagaimana berinteraksi dalam hubungan yang simetris dan timbal balik”.7

Maksud dari kutipan tersebut ialah melalui teman sebaya seorang siswa dapat belajar bagaimana saling bekerjasama, berdiskusi dan saling membantu dalam proses pembelajaran di sekolah.

Hasil belajar peserta didik di sekolah dapat dilihat dari sejauh mana perilakunya, baik perilaku dalam aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Ketika peserta didik dapat berinteraksi sosial dengan teman sebayanya yang baik akan menciptakan hubungan yang harmonis. Bentuk dari interaksi sosial yang baik dapat dilihat dengan adanya suatu kerjasama antara teman sebaya dan saling menghargai sesama teman tanpa memilih pertemanan. Interaksi sosial yang baik di antara siswa akan menciptakan suasana nyaman dalam belajar serta akan memacu peserta didik menjadi lebih giat dalam belajar, dan termotivasi untuk meningkatkan hasil belajar.

Sebaliknya interaksi sosial siswa yang tidak baik, ditandai dengan hubungan antara siswa diliputi sikap angkuh, acuh tak acuh dan kurangnya

      

6 John W. Santrock, Perkembangan Anak, edisi kesebelas, jilid 2 (PT Gelora Aksara Pratama,

April 2007) h. 226.

(21)

 

kerjasama di antara siswa. Bentuk dari interaksi sosial tidak baik dapat dilihat dimana sikap siswa angkuh, acuh tak acuh, dan terbentuknya kelompok-kelompok teman sebaya dengan saling menjatuhkan sehingga akan menciptakan hubungan yang kurang harmonis antara siswa. Hal tersebut akan menghambat kemajuan siswa dalam proses pembelajaran karena kurangnya kerjasama, dan komunikasi sehingga sering menimbulkan suasana belajar yang selalu gaduh, sering ribut, dan timbulnya pertengkaran. Lingkungan seperti ini akan menyebabkan siswa terganggu dalam proses pembelajaran, sehingga pada akhirnya akan mempengaruhi hasil belajar siswa.

Hasil observasi studi pendahuluan yang dilakukan peneliti kepada pembelajaran IPS di MTs Al-Mursyidiyyah, pada saat ulangan harian berlangsung, guru IPS lebih sering mengadakan secara dadakan dan hasil belajar siswa banyak yang di bawah KKM, hal tersebut dikarenakan siswa jarang berdiskusi dengan teman sebayanya yang lain, hanya berdiskusi dengan

temannya yang itu-itu saja atau yang biasa disebut dengan gengnya, perilaku

terhadap teman sebayanya yang lain saling angkuh dan acuh tak acuh, sehingga tidak dapat bertukar informasi dan bertukar pendapat dengan teman sebaya

yang lainnya.8

Kompas mengangkat sebuah berita tentang Film pendek komersial yang terinspirasi dari karya sinema Ada Apa Dengan Cinta, belakangan ini menjadi topik hangat antara pengguna media sosial. Pikiran mereka yang menonton, terutama generasi 90-an pun jadi bernostalgia ke masa-masa sekolah dahulu. Salah satu tren gaya hidup yang umum ditemukan pada anak-anak sekolah, baik

dulu hingga sekarang, adalah kebiasaan main berkelompok atau nge-geng.

Menurut Daniel McFarland, penulis dari A New Paper on High School Cliques

sekaligus professor pendidikan di Stanford Geraduate School of Education, hal ini disebabkan oleh insting alami dari remaja yang membagi diri mereka ke

      

8 Hasil observasi studi pendahuluan pembelajaran IPS kelas VIII MTs Al-Mursyidiyyah

(22)

 

dalam suatu pengelompokan dan hirarki. Mereka mengelompokkan dirinya karena pihak sekolah pun yang mengelompokan siswanya dalam bagian akademis seperti di Indonesia contohnya, ketika siswa dibagi menjadi ilmu sosial dan ilmu alam, kelompok olahraga, atau ekstrakulikuler juga

mempengaruhi sebuah kelompok pertemanan terbentuk.9 Hal tersebut yang

mengakibatkan interaksi siswa antara teman sebaya yang lainnya menjadi tidak

harmonis.

Adapun hasil wawancara studi pendahuluan yang dilakukan peneliti secara non struktur kepada guru IPS di MTs Al-Mursyidiyyah, yang menyatakan bahwa “kelas VIII pada umumnya memang lagi sangat aktif-aktifnya, aktif dalam hal yang positif maupun negatif. Yang negatif salah satunya, siswa kebanyakan sangat memilih-milih dalam pertemanan, di dalam kelas atau pun di luar kelas mereka hanya ingin belajar dan bermain dengan

orang yang itu-itu saja atau yang biasa disebut dengan gengnya, dan masih

terdapat beberapa siswa yang memperlihatkan singkap angkuh dan acuh tak acuh terhadap temannya, karena mereka mempunyai suatu kelompok-kelompok tersendiri. Kelompok tersebut saling iri-irian dan tidak mau kalah satu sama lain. Dan pada saat pembelajaran berlangsung ketika dibuat suatu kelompok untuk berdiskusi, sering sekali siswa hanya ingin berkelompok dengan

temannya yang itu-itu saja atau dengan gengnya sehingga membuat interaksi

sosial antar teman sebayanya menjadi tidak baik dan membuat suasana belajar

menjadi tidak kondusif” Ujar katanya.10

       9 

Silvita Agmasari, Mengapa saat remaja wanita lebih suka nge-geng, Kompas , 13 November 2014. diakses pada taggal 27 September 2016 pukul 19.00

http://female.kompas.com/read/2014/11/13/140603620/Mengapa.saat.Remaja.Wanita.Lebih.Suka.Nge. -geng

10 

(23)

 

Berdasarkan latar belakang tersebut akhirnya penulis berinsiatif untuk

membuat penelitian tentang “Pengaruh Interaksi Sosial Teman Sebaya

terhadap Hasil Belajar IPS Siswa kelas VIII MTs Al-Mursyidiyyah”.

B. Identifikasi Masalah

1. Sebagian siswa masih memperlihatkan sikap angkuh dan acuh tak acuh

dengan teman sebayanya.

2. Interaksi sosial siswa dengan teman sebaya yang kurang baik akan

menciptakan suasana yang tidak kondusif dan mengakibatkan proses belajar tidak berjalan dengan baik dan kemungkinan hal ini akan berimbas pada hasil belajarnya.

3. Siswa di kelas banyak membuat kelompok-kelompok kecil, dan saling

menjatuhkan antara kelompok.

4. Siswa yang kemampuan interaksi sosialnya kurang baik, akan kesulitan

untuk menyampaikan pendapatnya dalam proses pembelajaran berlangsung.

C. Pembatasan Masalah

Dalam pembatasan masalah, agar penelitian ini tidak meluas, maka peneliti hanya membatasi pada:

1. Interaksi sosial siswa dengan teman sebaya.

2. Pengaruh interaksi sosial teman sebaya terhadap hasil belajar IPS siswa

kelas VIII MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang.

D. Perumusan Masalah

(24)

  E. Tujuan Penelitian

Untuk mendapatkan data, fakta yang valid, dan terpercaya untuk mengetahui pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial teman sebaya terhadap hasil belajar mata pelajaran Ilmu Pengetahan Sosial (IPS) siswa kelas VIII di MTs Al-Mursyidiyyah Pamulang.

F. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang yang diharapkan peneliti adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu rujukan atau panduan dalam penelitian selanjutnya khususnya terkait tentang interaksi sosial siswa antar teman sebaya di sekolah, baik sekolah dasar dan menengah maupun perguruan tinggi.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peneliti: sebagai bahan pengetahuan lebih lanjut tentang

pengaruh interaksi sosial antar teman sebaya terhadap hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) siswa.

b. Bagi Para Pendidik atau Guru: dapat memberikan solusi

permasalahaan dalam mengatasi kendala-kendala dalam proses pembelajaran yang di akibatkan oleh interaksi sosial siswa yang kurang baik, dan lebih memperhatikan interaksi sosial siswa dengan teman sebayanya sehingga hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) lebih baik.

c. Bagi Sekolah: Sekolah dapat mengetahui secara umum

(25)

1. Interaksi Sosial

a. Pengertian Interaksi Sosial

Terdapat beberapa ahli yang mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian interaksi sosial, ialah sebagai berikut:

Menurut H. Booner interaksi sosial adalah “hubungan antara dua individu atau lebih, dimana kelakuan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau memperbaiki kelakuan individu yang lain atau

sebaliknya”.1 Menurut definisi di atas bahwa interaksi sosial dapat

mempengaruhi seseorang dalam berperilaku pada kehidupan sehari-hari. Gillin dan Gillin menyatakan bahwa interaksi sosial adalah “hubungan-hubungan antara orang-orang secara individual,

antarkelompok orang, dan orang perorangan dengan kelompok”.2

Berbeda dengan pendapat sebelumnya, menurut Yusron Razak pengertian interaksi sosial ialah mengutip pandangan Bonner, interaksi sosial adalah “suatu hubungan antara dua orang atau lebih sehingga kelakukan individu yang satu memengaruhi, mengubah, atau

memperbaiki kelakukan individu yang lain dan sebaliknya”.3 Menurut

kutipan tersebut bahwa interaksi sosial merupakan suatu tindakan yang bisa mengubah atau mempengaruhi perilaku orang lain, baik perilaku yang positif maupun negatif.

Interaksi sosial menurut Basrowi adalah “hubungan dinamis yang mempertemukan orang dengan orang, kelompok dengan kelompok maupun orang dengan kelompok manusia. Bentuknya tidak hanya bersifat kerja sama, tetapi bisa juga berbentuk tindakan persaingan,

       1 

Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2012) ed.2, cet.8, h. 92. 

2 

Ibid, h. 92.  3

(26)

pertikaian dan sejenisnya”.4 Dari penjelasan tersebut maka dapat disimpulkan interaksi sosial ialah hubungan timbal balik dan saling mempengaruhi baik secara tindakan maupun pikiran antara individu dengan individu, individu dengan kelompok, dan kelompok dengan kelompok di dalam kehidupan sehari-hari.

b. Ciri-ciri Interaksi Sosial

Menurut Basrowi, interaksi sosial mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Ada pelaku dengan jumlah lebih dari satu orang.

b) Ada komunikasi antar pelaku dengan menggunakan simbol-simbol.

c) Ada dimensi waktu (masa lampau, masa kini, dan masa mendatang)

yang menentukan sifat aksi yang sedang berlangsung.

d) Ada tujuan-tujuan tertentu, terlepas dari sama atau tidaknya tujuan

tersebut dengan yang diperkirakan oleh pengamatnya.5

Tindakan sosial dan interaksi sosial mempunyai hubungan yang tidak terpisahkan. Tindakan sosial adalah perbuatan yang dipengaruhi oleh orang lain untuk mencapai maksud dan tujuan tertentu, sedangkan interaksi sosial adalah hubungan yang terjadi sebagai akibat dari tindakan individu-individu. Terjadinya hubungan timbal balik ini disebabkan oleh adanya tindakan (aksi) dan tanggapan (reaksi) antara dua pihak. Tindakan merupakan syarat mutlak terbentuknya hubungan timbal balik atau interaksi sosial.

c. Syarat-syarat Terjadinya Interaksi Sosial

Interaksi sosial dapat terjadi apabila ada kontak sosial dan ada

komunikasi. Kontak sosial dapat bersifat primer (berjumpa face to face)

dan dapat sekunder (berhubungan melalui media komunikasi, baik perantara orang maupun media benda, surat kabar, TV, radio). Komunikasi merupakan usaha penyampaian informasi kepada manusia lainnya. Tanpa komunikasi tidak mungkin terjadi proses interaksi sosial.

      

4

Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) cet.1, h. 138. 5

(27)

Interaksi sosial dimaksudkan sebagai pengaruh timbal balik antara dua belah pihak, yaitu antara individu satu dengan individu atau kelompok lainnya dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Interaksi adalah salah satu masalah pokok karena ia merupakan dasar segala proses sosial. Interaksi merupakan proses timbal balik, di mana satu kelompok dipengaruhi tingkah laku orang lain melalui kontak ini mungkin melalui organisme fisik, seperti dalam obrolan, pendengaran, melakukan gerakan pada beberapa bagian badan, melihat, dan lain-lain atau secara tidak langsung, melalui tulisan atau dengan cara berhubungan dari jauh.

Dalam proses sosial, baru dapat dikatakan terjadi interaksi sosial apabila telah memenuhi persyaratan sebagai aspek kehidupan bersama, yaitu adanya kontak sosial dan komunikasi sosial, ialah sebagai berikut:

a. Kontak Sosial

Istilah kontak, berasal dari kata Latin, yaitu con atau

cum, yang berarti ‘bersama-sama’ dan tango yang berarti

‘menyentuh’. Secara harfiah, kontak berarti bersama-sama

menyentuh.6

Tetapi dalam pengertian sosiologis, kontak tidak selalu berarti sentuhan fisik. Sebagai gejala sosial, orang dapat mengadakan hubungan dengan pihak lain tanpa sentuhan fisik, misalnya berbicara dengan orang lain melalui telepon, telegraf, radio, surat dan sebagainya.

Sementara itu dikutip oleh Basrowi, Syani berpendapat, bahwa kontak sosial adalah “hubungan antara satu orang atau lebih melalui percakapan dengan saling mengerti maksud dan tujuan masing-masing dalam kehidupan masyarakat, konflik

sosial pihak dengan pihak yang lainnya”.7

      

6

Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2012) ed.1, cet.44, h. 59.

7

(28)

Suatu kontak dapat pula bersifat primer atau sekunder. Kontak primer terjadi apabila yang mengadakan hubungan langsung bertemu dan berhadapan muka, misalnya berjabat tangan, saling senyum dan sebagainya. Sebaliknya kontak yang sekunder memerlukan suatu perantara. Pentingnya kontak dan komunikasi bagi terwujudnya interaksi sosial dapat diuji

terhadap suatu kehidupan yang terasing (isolation). Kehidupan

terasing yang sempurna ditandai dengan suatu ketidakmampuan untuk mengadakan interaksi sosial dengan pihak-pihak lain. Kehidupan terasing tersebut dapat terjadi oleh beberapa sebab yang antara lain yaitu, terasingnya seseorang dapat pula disebabkan oleh karena cacat pada salah satu inderanya. Dan mungkin juga disebabkan karena pengaruh perbedaan ras atau kebudayaannya.

b. Komunikasi Sosial

Komunikasi adalah suatu proses saling memberikan tafsiran kepada atau dari perilaku pihak lain. Komunikasi dapat diwujudkan dengan pembicaraan, gerak-gerik fisik ataupun perasaan. Saat ada aksi dan reaksi itulah terjadi komunikasi. Komunikasi sosial adalah syarat pokok lain daripada proses sosial. Komunikasi sosial mengandung pengertian persamaan pandangan antara orang-orang yang berinteraksi terhadap sesuatu.

Menurut Soerjono Soekanto, Komunikasi adalah “bahwa sesorang memberikan tafsiran pada perilaku orang lain (yang terwujud pembicaraan, gerak-gerak badaniah atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh

orang tersebut”.8

      

8

(29)

Komunikasi hampir sama dengan kontak. Namun adanya kontak belum tentu komunikasi telah terjadi. Komunikasi menuntut adanya pemahaman makna atas suatu pesan dan tujuan bersama antara masing-masing pihak.

Komunikasi memungkinkan kerjasama antara orang perorangan atau antara kelompok-kelompok manusia dan memang komunikasi merupakan salah satu syarat terjadinya kerjasama. Akan tetapi, tidak selalu komunikasi menghasilkan kerjasama bahkan suatu pertikaian mungkin akan terjadi sebagai akibat salah paham atau karena masing-masing tidak mau mengalah.

d. Dasar-dasar Faktor Interaksi Sosial

Menurut Sitorus, sebagaimana dikutip oleh Basrowi, “berlangsungnya suatu interaksi sosial dapat didasarkan pada berbagai

faktor, antara lain imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati”.9 Penjelasan

dari imitasi, sugesti, identifikasi dan simpati ialah sebagai berikut:

a) Imitasi

Imitasi adalah suatu proses belajar dengan cara meniru atau mengikuti perilaku orang lain. Dalam interaksi sosial, imitasi dapat bersifat positif, artinya imitasi tersebut mendorong seseorang untuk mematuhi kaidah-kaidah dan nilai-nilai berlaku. Namun, imitasi juga dapat berpengaruh negatif apabila yang dicontoh itu adalah perilaku-perilaku menyimpang. Selain itu, imitasi juga dapat melemahkan

atau mematikan kreatifitas seseorang.10

Gabriel Trade berpendapat, sebagaimana dikutip oleh Gerungan, bahwa “seluruh kehidupan sosial sebenarnya faktor imitasi saja. Meskipun pendapat tersebut berat sebelah, tetapi

      

9

Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) cet.1, h. 143. 10

(30)

peranan imitasi dalam interaksi sosial tidak kecil”.11 Misalnya seorang anak yang belajar berbicara, akan menirukan apa yang diucapkan orang dewasa. Jadi, faktor imitasi merupakan faktor yang berpengaruh dalam interaksi sosial.

b) Sugesti

Menurut Basrowi, sugesti adalah “cara pemberian suatu pandangan atau pengaruh oleh seseorang kepada orang lain dengan cara tertentu sehingga orang tersebut mengikuti pandangan atau

pengaruh tersebut tanpa berpikir panjang”.12

Sugesti terjadi karena pihak yang menerima anjuran tersebut terguguh secara emosional dan biasanya emosi ini menghambat daya pikir rasionalnya. Proses sugesti lebih mudah terjadi apabila orang yang memberikan pandangan itu adalah orang yang beribawa dan bersifat otoriter. Mungkin juga bahwa sugesti terjadi kalau yang memberikan pandangan atau sikap itu adalah kelompok atau masyarakat.

Menurut Gerungan, dalam ilmu jiwa sosial sugesti adalah “proses dimana seorang individu menerima suatu cara penglihatan atau pedoman tingkah laku dari orang lain tanpa kritik terlebih

dahulu”.13

Arti sugesti dan imitasi dalam hubungannya dengan interaksi sosial hampir sama. Bedanya adalah bahwa dalam imitasi itu orang yang satu mengikuti sesuatu di luar dirinya, sedangkan pada sugesti, seseorang memberikan pandangan atau sikap dari dirinya yang lalu diterima oleh orang lain diluarnya. Contoh sugesti ini misalnya, norma-norma kelompok, norma-norma politik, norma-norma susila, dan seterusnya. Dimana norma-norma tersebut akan diikuti oleh banyak orang.

      

11

Gerungan, Psikologi Sosial, (Bandung: Refika Aditama, 2010) ed. 3, cet. 3, h. 58. 12

Basrowi, Pengantar Sosiologi, (Bogor: Ghalia Indonesia, 2005) cet.1, h. 143. 13

(31)

c) Identifikasi

Menurut Elly dkk, identifikasi adalah “dorongan untuk menjadi identik atau sama dengan orang lain, baik secara lahiriah

maupun batiniah”.14 Identifikasi lebih mendalam dari imitasi, karena

dengan identifikasi, seseorang mencoba menempatkan diri dalam keadaan orang lain, mengidentifikasi dirinya dengan orang lain, bahkan menerima kepercayaan dan nilainya sendiri. Proses identifikasi dapat membentuk kepribadian seseorang, misalnya seseorang merasa sedih melihat orang lain yang mengalami musibah atau merasa iba melihat orang cacat.

d) Simpati

Menurut Basrowi, simpati adalah “perasaan tertarik yang timbul dalam diri seseorang dan membuatnya merasa seolah-olah

berada dalam keadaan orang lain”.15

Dalam hal tertentu, simpati mirip dengan identifikasi, yakni kecenderungan menempatkan diri dalam keadaan orang lain. Perbedaannya adalah, bahwa di dalam simpati perasaan memegang peranan penting, walaupun drongan utama adalah keinginan untuk memahami pihak lain dan untuk bekerja sama dengannya tanpa memandang status atau kedudukan. Sedangkan identifikasi didorong oleh keinginan untuk menjadi sama dengan pihak lain yang dianggap mempunyai kelebihan atau kemampuan tertentu yang layak ditiru. Proses simpati akan dapat berkembang kalau terdapat faktor saling mengerti.

e. Bentuk-bentuk Interaksi Sosial

Selo Soemardjan membagi bentuk-bentuk interaksi sosial menjadi

empat yaitu: 1) kerjasama (coorperation), 2) persaingan (competition), 3)

pertikaian (conflict), dan 4) akomodasi (accomodation), yaitu bentuk

      

14

Elly M. Setiadi, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, (Jakarta: Kencana, 2012) ed.2, cet.8, h. 94. 15

(32)

penyelesaian dari pertikaian. Masyarakat Inonesia termasuk tipe masyarakat kooperatif dengan cirinya yang khas yaitu gotong royong. Masyarakat Amerika termasuk tipe masyarakat kompetitif, yaitu orang-orang saling berlomba mencari kedudukan atau status, harta, dan lain

sebagainya tanpa menindas saingannya.16

Sedangkan dalam buku Ely M. Setiadi, Gillin dan Gillin mengemukakan bentuk interaksi sosial dapat berupa sebagai berikut:

a. Proses Assosiatif, terbagi dalam tiga bentuk khusus yaitu

akomodasi, asimilasi dan akulturasi.

b. Proses disasosiatif, mencakup persaingan yang meliputi

pertentangan, dan pertikaian.17

Menurut Elly M. Setiadi, adapun interaksi yang pokok proses-proses adalah:

a. Bentuk Interaksi Assosiatif

1. Kerjasama (cooperation)

Kerjasama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap kelompoknya dan kelompok lainnya. Sehubungan dengan pelaksanaan kerjasama, ada tiga bentuk kerjasama:

a) Bergaining, pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran barang dan jasa antara dua organisasi atau lebih.

b) Cooperation, proses penerimaan unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu organisasi, sebagai salah satu cara untuk menghindari terjadinya keguncangan dalam stabilitas organisasi yang bersangkutan.

c) Coalition, kombinasi antara dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama.

      

16

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008) h. 59.

17

(33)

2. Akomodasi (Accomodation)

Istilah akomodasi digunakan dalam dua arti, yaitu untuk menunjuk pada suatu keadaan, berarti suatu kenyataan adanya suatu keseimbangan dalam interaksi antara orang perorangan dan kelompok manusia, sehubungan dengan norma-norma sosial dan nilai-nilai sosial yang berlaku di dalam masyarakat.

Adapun bentuk-bentuk dari akomodasi, diantaranya:

a) Coercion, yaitu suatu bentuk akomodasi yang prosesnya dilaksanakan karena adanya paksaan.

b) Compromise, suatu bentuk akomodasi, di mana pihak yang terlibat masing-masing mengurangi tuntutannya.

c) Arbitration, suatu cara untuk mencapai compromise apabila pihak yang berhadapan, tidak sanggup untuk mencapainya sendiri.

d) Mediation, hampir menyerupai arbitration diundang pihak ketiga yang netral dalam soal perselisihan yang ada.

e) Conciliation, sutau usaha untuk mempertemukan keinginan pihak yang berselisih, bagi tercapainya suatu persetujuan bersama.

f) Tolerantion, bentuk akomodasi tanpa persetujuan yang formil.

g) Stelemate, suatu akomodasi dimana pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai kepentingan yang seimbang, berhenti pada titik tertentu dalam melakukan pertentangannya.

h) Adjudication, yaitu perselisihan perkara atau sengketa di

pengadilan.18

      

18

(34)

b. Bentuk Interaksi Disassosiatif

1. Persaingan (competition)

Persaingan adalah bentuk interaksi yang dilakukan oleh individu atau kelompok yang bersaing untuk mendapatkan keuntungan tertentu bagi dirinya dengan cara menarik perhatian atau mempertajam prasangka yang telah ada tanpa menggunakan kekerasan.

2. Kontravensi (contravention)

Kontravensi ditandai oleh adanya ketidakpastian terhadap diri seseorang, perasaan tidak suka yang disembunyikan dan kebencian terhadap diri seseorang, akan tetapi gejala-gejala tersebut tidak sampai menjadi pertentangan atau pertikaian.

3. Pertentangan (conflict)

Pertentangan adalah suatu bentuk interaksi individu atau kelompok sosial yang berusaha untuk mencari tujuannya dengan jalan menentang pihak lain disertai ancaman atau kekerasan. Pertentangan memiliki bentuk-bentuk yang khusus, antara lain:

a) Pertentangan pribadi, pertentangan antar individu.

b) Pertentangan rasional, pertentangan yang timbul karena

perbedaan ras.

c) Pertentangan kelas sosial, pertentangan yang disebabkan oleh

perbedaan kepentingan antar kelas sosial.

d) Pertentangan politik, biasanya terjadi di antara partai-partai

politik untuk memperoleh kekuasaan negara.19

Dari penjelasan di atas, berbeda dengan pendapat yang sebelumnya. Elly M. Setiadi membagi bentuk interaksi menjadi menjadi 2 bagian, yaitu interaksi assosiatif dan interaksi diassosiatif. Bentuk-bentuk tersebut dapat terjadi pada saat individu saling mencari keuntungan masing-masing, maka akan terjadi bentuk interaksi

      

19

(35)

persaingan. Dan ketika individu saling memecahkan masalah secara bersama, maka disitu akan terjadi interaksi dalam bentuk bekerjasama.

2. Teman Sebaya

a. Pengertian Teman Sebaya

Dalam kamus lengkap psikologi peer group (kelompok kawan

sebaya) diartikan sebagai satu kelompok, dengan mana anak

mengasosiasikan dirinya.20 Menurut kutipan tersebut bahwa teman

sebaya merupakan satu kelompok yang dimana seseorang dapat mengembangkan dirinya terhadap teman sebayanya di dalam satu kelompok tersebut.

Adapun pendapat yang telah dikemukakan oleh Yusron Razak, peer

group atau teman sebaya yaitu “terdiri dari teman-teman yang seumur serta memiliki status sosial yang kurang lebih sama, sangat berpengaruh

dalam pembentukan perilaku dan nilai-nilai anak”.21 Menurut definisi di

atas teman sebaya sangat mempengaruhi pembentukan perilaku seseorang, perilaku positif maupun perilaku negatif dalam kehidupan sehari-hari.

Selain itu John W Santrock mengartikan sebaya adalah “orang dengan tingkat umur dan kedewasaan yang kira-kira sama. Sebaya memegang peran yang unik dalam perkembangan anak. Salah satu fungsi terpenting sebaya adalah memberikan sumber informasi dan

perbandingan tentang dunia di luar keluarga”.22

Baik Jean Piaget dan Harry Stack Sullivan memberikan penjelasan tentang peran sebaya dalam perkembangan sosioemosional. Mereka menekankan bahwa “melalui interaksi sebayalah anak-anak dan remaja

      

20

J.P Chaplin, Kamus Lengkap Psikologi, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006) h. 357. 21

Yusron Razak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008) h. 54.

22 

(36)

belajar bagaimana berinteraksi dalam hubungan yang simetris dan timbal

balik”.23

Selain itu Piaget dan Lawrence Kohlberg mengemukakan pendapat bahwa “melalui hubungan sebaya yang diwarnai memberi dan menerima, anak-anak mengembangkan pemahaman sosial dan logika moral

mereka”.24

Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan teman sebaya ialah anak-anak atau remaja yang tingkat usianya sama, dan merupakan tempat membentuk suatu hubungan dekat untuk saling bertukar informasi, bekerjasama, saling memberikan rasa simpati dan kasih sayang terhadap satu sama lain dalam kehidupan sehari-hari.

b. Bentuk-bentuk Sebaya

John W Santrock telah membedakan lima status sebaya, yaitu sebagai berikut:

a) Anak-anak populer, sering dinominasikan sebagai sahabat dan

jarang tidak disukai oleh sebaya mereka.

b) Anak-anak rata-rata, menerima nominasi positif dan negatif

rata-rata dari sebaya mereka.

c) Anak-anak yang diabaikan, jarang dinominasikan sebagai

sahabat tetapi tidak dibenci oleh sebaya mereka.

d) Anak-anak yang ditolak, jarang dinominasikan sebagai sahabat

dan dibenci secara aktif oleh sebaya mereka.

e) Anak-anak kontroversial, sering dinominasikan sebagai teman

baik seseorang tapi juga sebagai orang yang tidak disukai.25

Anak-anak populer memiliki sejumlah kemampuan sosial yang membantu mereka disukai. Peneliti menemukan anak-anak populer mampu berkomunikasi dengan baik terhadap teman sebayanya, dapat mengendalikan emosi, menunjukan sikap peduli pada orang lain dan lebih percaya diri tanpa memuji dirinya sendiri.

       23 

Ibid, h. 205 24

Ibid, h. 205. 25

(37)

Anak-anak yang diabaikan terlibat dalam tingkat interaksi yang rendah dengan teman sebaya mereka dan sering dinilai sebagai anak yang pemalu. Namun anak-anak yang ditolak sering kali memiliki masalah penyesuaian yang lebih serius dibanding anak-anak yang diabaikan. c. Fungsi Teman Sebaya

Remaja dibiarkan untuk menentukan sendiri komposisi masyarakat mereka. Bagaimanapun, seseorang dapat belajar menjadi seorang petarung yang baik hanya jika berada di antara kawan yang seusia. Salah satu fungsi terpenting dari teman sebaya adalah sebagai sumber informasi mengenai dunia di luar keluarga. Remaja memperoleh umpan balik mengenai kemampuannya dari kelompok teman sebaya. Remaja mempelajari bahwa apa yang mereka lakukan itu lebih baik, sama baik, atau kurang baik dibandingkan remaja-remaja lainnya. Mempelajari hal ini di rumah tidak mudah dilakukan karena saudara kandung biasanya

lebih tua atau lebih muda.26

Slamet Sentosa menjelaskan fungsi kelompok sebaya sebagai berikut:

a) Mengajarkan kebudayaan

Dalam peer group diajarkan kebudayaan yang berada di tempat itu.

Misalnya orang luar negeri masuk ke Indonesia maka teman sebayanya di Indonesia mengajarkan kebudayaan Indonesia.

b) Sebagai sumber informasi bagi orang tua dan guru bahkan untuk

masyarakat.

c) Dalam kelompok sebaya, individu dapat mencapai ketergantungan

satu sama lain. Karena dalam kelompok sebaya ini mereka dapat merasakan kebersamaan dalam kelompok dan saling tergantung satu sama lain.

d) Kelompok sebaya mengajar moral orang dewasa.

      

26

(38)

Anggota kelompok sebaya bersikap dan bertingkah laku seperti orang dewasa. Untuk mempersiapkan diri menjadi orang dewasa mereka belajar memperoleh kemantapan sosial. Tingkah laku mereka seperti orang dewasa tetapi mereka tidak mau disebut dewasa.

e) Dalam kelompok sebaya, indiviu dapat mencapai kebebasan sendiri.

Kebebasan disini diartikan sebagai kebebasan untuk berpendapat, bertindak, atau menemukan identitas diri. Karena dalam kelompok itu, anggota-anggotanya juga mempunyai tujuan dan keinginan yang

sama.27

Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa teman sebaya merupakan suatu agen perubahan. Dengan individu berinteraksi dengan teman sebayanya ia akan menambah wawasan, karena teman sebaya memiliki fungsi memberikan informasi, mengajarkan kebudayaan dan dengan teman sebaya, individu dapat mencapai kebebasannya sendiri.

d. Ciri-ciri Kelompok Sebaya

Menurut Slamet Sentosa, kelompok sebaya mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:

a) Tidak mempunyai Struktur Organisasi yang jelas. Kelompok sebaya

terbentuk secara spontan.

b) Bersifat Sementara

Karena tidak ada struktur organisasi yang jelas. Kelompok ini tidak bisa bertahan lama. Lebih-lebih jika yang menjadi keinginan masing-masing anggota kelompok tidak tercapai. Atau karena keadaan yang memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah.

c) Kelompok sebaya mengajarkan individu tentang kebudayaan yang

luas. Misalnya teman sebaya di sekolah, mereka umumnya terdiri dari individu yang berbeda-beda lingkungannya, yang mempunyai aturan atau kebiasaan yang berbeda-beda. Lalu mereka

      

27

(39)

memasukannya dalam kelompok sebaya sehingga mereka saling belajar secara tidak langsung tentang kebiasaan itu dan dipilih yang sesuai dengan kelompok, kemudian dijadikan kebiasaan kelompok.

d) Anggotanya adalah individu yang sebaya. Contoh konkretnya pada

anak-anak usia SMP atau SMA yang mempunyai keinginan, tujuan,

dan kebutuhan yang sama.28

Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan, di dalam kelompok sebaya tidak ada organisasi. Karena kelompok sebaya biasanya terbentuk secara spontan, dan bersifat sementara, karena keadaan memisahkan mereka seperti pada teman sebaya di sekolah misalnya perpindahan kelas, dan kelompok sebaya biasanya akan saling bertukar informasi dengan tidak disengaja karena keadaan atau latar belakang masing-masing individu yang berbeda.

e. Interaksi Teman Sebaya

Interaksi dengan teman sebaya merupakan permulaan hubungan

persahabatan dan hubungan dengan peer group. Sudah sejak awal

berkembang preferensi tertentu dalam hubungan dengan anak-anak lain. Persahabatan pada anak sekolah pada umumnya terjadi atas dasar interes dan aktivitas bersama.

Menurut La Gaipa maka ketiga sifat berikut ini merupakan inti persahabatan, yaitu: a) loyalitas (jujur dan setia), b) rasa simpati (tidak ada distansi), dan c) tulus (tidak ada rasa segan, malu, atau kompetisi). Sifat inti persahabatan ini ditemukan pada masa remaja, namun juga

sudah nampak pada masa kanak-kanak.29

Dari uraian tersebut dapat disimpulkan, dalam ruang lingkup sekolah terutama di dalam kelas, peserta didik akan melakukan aktivitas secara bersama-sama. Pada aktivitas tersebut akan memacu terjadinya interaksi

      

28

Ibid, h. 81-82. 29

(40)

antara siswa dengan teman sebayanya yang saling membantu, menghargai dan menerima satu sama lain.

Aspek Interaksi Teman Sebaya menurut Monks dkk adalah:

a) Membina hubungan baik dengan teman.

b) Saling bertukar informasi antara teman sebaya.

c) Saling membantu satu sama lain.

d) Saling menghargai dan menerima.

e) Menunjukan rasa simpati dan kasih sayang.30

Selain itu, Santrock mengatakan bahwa “Tentu saja, hubungan sebaya bisa negatif maupun positif. Ditolak atau diabaikan oleh sebaya

membuat beberapa anak merasa kesepian dan dimusuhi. Ketika Anda

membaca tentang sebaya, ingat juga penemuan bahwa pengaruh sebaya

bervariasi bergantung pada cara perkembangan yang terbentuk”.31

Maksud dari uraian tersebut ialah teman sebaya dapat merubah individu menjadi positif maupun negatif, tergantung bagaimana individu berinteraksi dengan teman sebayanya.

3. Hasil Belajar

a. Definisi Belajar

Sebelum megemukakan tentang hasil belajar, penulis akan menyinggung sedikit tentang pengertian belajar.

Menurut Muhibbin Syah, pengertian belajar adalah “semata-mata mengumpulkan atau menghafalkan fakta-fakta yang tersaji dalam bentuk

informasi atau materi pelajaran”.32

Namun berbeda dengan pendapat yang telah dikemukakan Fadhilah dan Solicha merumuskan belajar sebagai “aktivitas atau usaha dengan

      

30

Ibid, h. 187. 31

John W. Santrock, Remaja, jilid dua, edisi kesebelas, (PT Gelora Aksara Pratama, April, 2007) h. 206.

32

(41)

sengaja yang dapat menghasilkan perubahan berupa kecakapan baru pada

diri individu”.33

Jadi dapat disimpulkan bahwa belajar pada dasarnya merupakan proses kegiatan dari yang tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak bisa menjadi bisa, yang terjadi karena interaksi seseorang dengan lingkungannya. Untuk itu agar seorang peserta didik dapat meningkatkan kemampuan yang dimilikinya, peserta didik harus melakukan suatu proses yang dinamakan belajar.

b. Definisi Hasil Belajar

Hasil belajar merupakan istilah yang sudah tidak asing lagi dalam dunia pendidikan. Secara umum hasil belajar adalah hal yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, keduanya saling terkait. Karena kegiatan belajar merupakan suatu proses, sedangkan hasil belajar

merupakan hasil dari proses belajar. Hasil belajar menurut Nana Sujana

adalah “kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima

pengalaman belajarnya”.34

Fadillah dan Solicha, menyatakan hasil belajar merupakan “taraf keberhasilan peserta didik dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil test mengenai

sejumlah materi pelajaran tertentu”.35

Berbeda dengan pendapat yang dikemukakan oleh Kunandar, hasil belajar yakni ”kemampuan siswa dalam memenuhi suatu tahapan pencapaian pengalaman belajar dalam suatu kompetensi dasar, hasil

belajar bisa berbentuk pengetahuan, ketrampilan, maupun sikap.”36

      

33

Fadhilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan, (Ciputat: Lembaga Penelitian, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Desember 2010) h. 94.

34

Nana Sujana, Penelitian Hasil Proses Belajar Mengajar (Bandung: PT Remaja Rosdakarya,2009) h. 22.

35

Fadilah Suralaga dan Solicha, Psikologi Pendidikan, ( Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) cet. I, h. 95.

36

(42)

Dari beberapa pengertian hasil belajar di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar merupakan kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik dalam memenuhi suatu tingkat pencapaian kegiatan belajar yang diperoleh dari pengalaman belajarnya dalam segi kognitif, afektif, dan psikomotorik.

c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Hasil Belajar

Adapun faktor-faktor yang memepengaruhi hasil belajar adalah sebagai berikut:

a. Faktor Intern

Menurut Slameto faktor intern adalah faktor yang ada dalam diri

individu yang sedang belajar.37 Ada tiga faktor intern antara lain :

1) Faktor Jasmaniah

a) Faktor Kesehatan

Proses belajar seseorang akan terganggu jika kesehatan seseorang terganggu, selain itu juga ia akan cepat lelah, kurang bersemangat, mudah pusing, ngantuk jika badannya lemah, kurang darah ataupun ada gangguan-gangguan atau kelainan-kelainan fungsi alat inderanya serta tubuhnya.

b) Cacat Tubuh.

Keadaan cacat tubuh juga mempengaruhi belajar. Siswa yang cacat belajarnya juga terganggu. Jika hal ini terjadi, hendaknya ia belajar pada lembaga pendidikan khusus atau diusahakan alat bantu agar dapat menghindari atau

mengurangi pengaruh kecacatannya itu.38

2) Faktor Psikologis

a) Inteligensi

      

37

Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 54.

38

(43)

Tingkat kecerdasan atau intelegensi (IQ) siswa tidak dapat diragukan lagi, sangat menentukan tingkat keberhasilan belajar siswa. Ini bermakna, semakin tinggi kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin besar peluangnya untuk meraih sukses. Sebaliknya, semakin rendah kemampuan intelegensi seorang siswa maka semakin kecil

peluangnya untuk memperoeh sukses.39

b) Perhatian

Untuk dapat menjamin hasil belajar yang baik, maka siswa harus mempunyai perhatian terhadap bahan yang dipelajarinya, jika bahan pelajaran tidak menjadi perhatian siswa, maka timbulah kebosanan, sehingga ia tidak lagi suka

belajar.40

c) Minat

Minat seperti yang dipahami dan dipakai oleh orang selama ini dapat mempengaruhi kualitas pencapaian hasil belajar

siswa dalam bidang-bidang studi tertentu.41

d) Bakat

Bakat itu mempengaruhi belajar. Jika bahan pelajaran yang dipelajari siswa sesuai dengan bakatnya, maka hasil belajarnya lebih baik karena ia senang belajar dan pastilah

selanjutnya ia lebih giat lagi dalam belajarnya itu.42

3) Faktor Kelelahan

a) Kelelahan Jasmani dan Rohani.

Kelelahan baik secara jasmani dan rohani dapat mempengaruhi belajar. Agar siswa dapat belajar dengan baik

      

39

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003) h. 135.

40

Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 56.

41

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2003) h. 136.

42

(44)

haruslah menghindari jangan sampai terjadi kelelahan dalam belajarnya. Sehingga perlu diusahakan kondisi yang bebas

dari kelelahan.43

b. Faktor Ekstern

Menurut Slameto faktor Ekstern adalah “faktor yang ada di luar

individu”.44 Ada tiga faktor ekstern antara lain:

1) Faktor Keluarga

a) Cara Orang Tua Mendidik

Cara orang tua mendidik anaknya besar pengaruhnya terhadap belajar anaknya. Betapa pentingnya peranan keluarga di dalam pendidikan anaknya. Cara orang tua mendidik anak-anaknya akan berpengaruh terhadap

belajarnya.45

b) Relasi Antaranggota Keluarga

Demi kelancaran belajar serta keberhasilan anak, perlu diusahakan relasi yang baik di dalam keluarga anak tersebut. Hubungan yang baik adalah hubungan yang penuh pengertian dan kasih sayang, disertai dengan bimbingan dan bila perlu hukuman-hukuman untuk mensukseskan belajar anak sendiri.

c) Latar Belakang Kebudayaan

Tingkat pendidikan atau kebiasaan di dalam keluarga mempengaruhi sikap anak dalam belajar. Perlu kepada anak ditanamkan kebiasaan-kebiasaan yang baik, agar

mendorong semangat anak untuk belajar. 46

2) Faktor Sekolah

a) Metode Mengajar

      

43

Ibid, h. 60. 44

Ibid, h. 54. 45

Ibid, h. 60. 46

(45)

Metode mengajar adalah suatu cara atau jalan yang harus dilalui di dalam mengajar. Metode mengajar itu mempengaruhi belajar. Metode mengajar guru yang kurang baik akan mempengaruhi belajar siswa yang tidak baik pula. Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka metode mengajar harus diusahakan yang setepat, efisien dan efektif mungkin.

b) Kurikulum

Kurikulum diartikan sebagai sejumlah kegiatan yang diberikan kepada siswa. Kegiatan itu sebagian besar adalah menyajikan bahan pelajaran agar siswa menerima, menguasai dan mengembangkan pelajaran itu. Kurikulum yang kurang baik berpengaruh tidak baik terhadap hasil

belajar.47

c) Relasi Guru dengan Siswa

Proses belajar mengajar terjadi antara guru dengan siswa. Proses tersebut juga dipengaruhi oleh relasi yang ada dalam proses itu sendiri. Jadi, cara belajar siswa juga dipengaruhi oleh relasinya dengan gurunya.

d) Relasi Siswa dengan Siswa

Siswa yang mempunyai sifat-sifat atau tingkah laku yang kurang menyenangkan teman lain, mempunyai rasa rendah diri atau sedang mengalami tekanan-tekanan batin, akan diasingkan dari kelompok. Akibatnya makin parah

masalahnya dan akan menganggu belajarnya.48

e) Waktu Sekolah

Waktu sekolah ialah waktu terjadinya proses belajar-mengajar di sekolah, waktu itu dapat pagi hari siang, sore atau malam hari. Waktu sekolah juga mempengaruhi

      

47

Slameto, Belajar dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta, 2010) h. 64-65.

48

(46)

belajar siswa. Jadi memilih waktu sekolah yang tepat akan

memberi pengaruh yang positif terhadap belajar.49

3) Faktor Masyarakat

a) Kegiatan Siswa dalam Masyarakat

Perlunya kiranya membatasi kegiatan siswa dalam masyarakat supaya jangan sampai menganggu belajarnya. Jika mungkin memilih kegiatan yang mendukung belajar. Kegiatan itu misalnya kursus bahasa Inggris, kelompok diskusi dan lain sebagainya.

b) Teman Bergaul

Agar siswa dapat belajar dengan baik, maka perlulah diusahakan agar siswa memiliki teman bergaul yang baik-baik dan pembinaan pergaulan yang baik-baik serta pengawasan dari orang tua dan pendidik harus cukup bijaksana.

c) Bentuk Kehidupan Masyarakat

Kehidupan masyarakat di sekitar siswa juga berpengaruh terhadap belajar siswa. Masyarakat yang terdiri dari orang-orang yang tidak terpelajar, penjudi, suka mencuri dan mempunyai kebiasaan yang tidak baik akan berpengaruh

jelek kepada anak (siswa) yang berada di situ.50

Berdasarkan faktor yang mempengaruhi belajar di atas, yaitu faktor Intern dan Ekstern dapat dikaji bahwa belajar itu merupakan proses yang cukup kompleks. Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi hasil belajar sebagaimana yang telah diuraikan di atas menjelaskan bahwa hasil belajar merupakan produk yang telah dicapai setelah siswa menjalankan suatu proses pembelajaran yang faktor internal dan eksternalnya saling mendukung. Namun ketika salah satu faktor yang mempengaruhi belajar siswa ada yang terganggu, hal tersebut akan

      

49

Ibid, h. 68. 50

(47)

berpengaruh terhadap kegiatan belajar dan akhirnya mempengaruhi hasil belajar siswa.

4. Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS)

Menurut Ali Amran Udin dalam buku Abu Ahmadi bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah “ilmu-ilmu sosial yang disederhanakan untuk tujuan-tujuan pendidikan dan pengajaran di sekolah dasar dan

menengah (elementary and secondary school)”.51

Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan integrasi dari berbagai cabang ilmu–ilmu sosial, seperti sosiologis, sejarah, geografi, ekonomi,

politik, hukum, dan budaya.52

Ada juga yang menjelaskan bahwa Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah perpaduan dari pilihan konsep ilmu-ilmu sosial seperti sejarah, geografi, ekonomi, antropologi, budaya, dan sebagainya yang

diperuntuhkan sebagai pembelajaran pada tingkat persekolahan.53

Ilmu pengetahuan sosial juga membahas hubungan antara manusia dengan lingkungannya. Lingkungan masyarakat dimana anak didik tumbuh dan berkembang sebagai bagian dari masyarakat, dihadapkan pada berbagai permasalahan yang ada dan terjadi di lingkungan sekitarnya. Pendidikan IPS berusaha membantu mahasiswa dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi sehingga akan menjadikannya

semakin mengerti dan memahami lingkungan sosial masyarakatnya.54

Ilmu Pengetahuan Sosial memiliki tujuan utama ialah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar peka terhadap masalah sosial yang terjadi di masyarakat, memiliki sikap mental positif terhadap perbaikan segala ketimpangan yang terjadi, dan terampil mengatasi setiap masalah yang terjadi sehari-hari, baik yang menimpa dirinya sendiri maupun yang menimpa masyarakat. Tujuan tersebut dapat dicapai

      

51

Abu Ahmadi, Ilmu Sosial Dasar, (Jakarta: PT Rineka Cipta, 2003), cet. 4 h. 2. 52

Trianto, Model Pembelajaran Terpadu, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2010) h. 171. 53

Sapriya, et al. Pembelajaran dan Evaluasi Hasil Belajar IPS, (Bandung: UPI PRESS, 2006), cet. 1, h. 3.

54

(48)

manakala program-program pelajaran IPS di sekolah diorganisasikan secara baik. Dari rumusan tujuan tersebut dapat dirinci sebgai berikut:

a. Memiliki kesadaran dan kepedulian terhadap masyarakat atau

lingkungannya, melalui pemahaman terhadap nilai-nilai sejarah dan kebudayaan masyarakat.

b. Mengetahui dan memahami konsep dasar dan mampu menggunakan

metode yang diadaptasi dari ilmu-ilmu sosial yang kemudian dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah sosial.

c. Mampu menggunakan model-model dan proses berpikir serta

membuat keputusan untuk menyelesaikan isu dan masalah yang berkembang di masyarakat.

d. Menaruh perhatian terhadap isu-isu dan masalah-masalah sosial,

serta mampu membuat analisis yang kritis, selanjutnya mampu mengambil tindakan yang tepat.

e. Mampu mengembangkan berbagai potensi sehingga mampu

membangun diri sendiri agar survive yang kemudian bertanggung

jawab membangun masyarakat.55

Berdasarkan uraian tersebut, dapat disimpulkan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) adalah mata pelajaran yang mengkaji kehidupan sosial, yang didasarkan pada kajian Sejarah, Geografi, Ekonomi, Akuntansi, Sosiologi, dan Antropologi dan sebagainya yang berkaitan dengan kehidupan sosial individu di masyarakat pada umumya, yang diajarkan mulai dari tingkat Sekolah Dasar (SD) sampai ketingkat Sekolah Menengah Atas (SMA).

Hasil belajar yang diperoleh siswa dalam penelitian ini dilihat dari nilai raport yang merupakan gambaran kemampuan dalam memahami dan menguasai mata pelajaran. Jadi, hasil belajar Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) merupakan tingkat kemampuan yang dicapai oleh siswa

      

55

(49)

dalam mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) setelah melalui proses belajar.

B. Hasil Penelitian yang Relevan

Tabel 2.1

Penelitian Relevan

NO Nama, Judul, Instansi Metode

Penelitian

Hasil

1. Irawati Novita,

Pengaruh Interaksi Sosial Teman Sebaya dan Tingkat

Kedisiplinan Belajar Siswa terhadap Prestasi Belajar Akuntansi Siswa SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung,

menunjukkan bahwa ada pengaruh positif signifikan interaksi sosial teman sebaya terhadap prestasi belajar akuntansi siswa SMA Negeri 1 Kauman Tulungagung dan ada pengaruh positif signifikan disiplin belajar siswa terhadap prestasi belajar akuntansi siswa SMA Negeri 1 Kauman

Tulungagunng.56

2. Okky Wicaksono,

Hubungan Antara Pergaulan Teman Sebaya dengan Prestasi Belajar Siswa kelas V SD Gugus Jenderal

Kuantitatif, hubungan positif dan signifikan antara pergaulan teman sebaya dengan prestasi belajar, yang

      

56

(50)

Sudirman, Kecamatan dan Sekolah Dasar. Universitas Negeri Yogyakarta 2014.

ditunjukkan dari harga rhitung yang diolah dengan

bantuan SPSS 20 sebesar

0,494, sedangkan rtabel dengan N = 200 pada taraf kesalahan 5% sebesar 0,138, sehingga rhitung > rtabel

(0,494 > 0,138).57

3. Novia Eko

Wahyuningsih, Pengaruh Interaksi Sosial dengan Teman Sebaya dan Pola Asuh Orang Tua Otoriter terhadap Motivasi Belajar Siswa kelas XI Madrasah Aliyah Pembangunan UIN Jakarta Tahun Ajaran 2011/2012, Skripsi Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial.

Kuantitatif Deskriptif

Hasil penelitian menunjukan pengaruh yang signifikan antara interaksi sosial teman sebaya dan pola asuh orang tua otoriter terhadap

motivasi belajar siswa kelas XI Madrasah Aliyah

Pembangunan UIN Jakarta

Tahun Ajaran 2011/2012.58

      

57

Okky Wicaksono, Hubungan Antara Pergaulan Teman Sebaya dengan Prestasi Belajar Siswa kelas V SD Gugus Jenderal Sudirman, Kecamatan Sempor, Kabupaten Kebumen, Skripsi pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Jurusan Pendidikan Prasekolah dan Sekolah Dasar, Universitas Negeri Yogyakarta 2014.

58

(51)

Universitas Islam Negeri Syarif

Hidayatullah Jakarta.

Berdasarkan penelitian relevan di atas, selanjutnya terdapat perbedaan dan persamaan penelitian penulis dan penelitian relevan sebagai berikut:

Tabel 2.2

Persamaan dan Perbedaan Penelitian Relevan

Penelitian No Persamaan Perbedaan

1. Pada variabel X nya

sama-sama meneliti tentang interaksi teman sebaya.

Pada penelitian ini tedapat 2 variabel X yaitu disiplin belajar, dan variabel Y nya prestasi belajar Akuntansi siswa. Pada penelitian ini objek penelitiannya peserta didik tingkat SMA/SMK, dan penelitian ini menggunakan metode korelasional.

2. Pada variabel X nya

sama-sama meneliti tentang pergaulan teman sebaya. Teknik pengambilan sampelnya sama,

menggunakan teknik simple

random sampling.

Pada penelitian ini variabel Y nya prestasi belajar siswa, dan yang menjadi objek pada penelitian ini peserta didik tingkat SD/MI. Penelitian ini menggunakan metode

deskriptif dan inferensial.

3. Pada variabel X nya

sama-sama meneliti tentang interaksi teman sebaya. Teknik pengambilan sampelnya sama,

menggunakan teknik simple

random sampling.

(52)

C. Kerangka Berpikir

Belajar merupakan suatu proses utama yang dilakukan seseorang untuk menambah ilmu pengetahuan dan memperoleh suatu proses perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya.

Lingkungan sebagai salah satu faktor sosial yang mempengaruhi keberhasilan siswa dalam proses belajar, terutama lingkungan sosial sekolah. Keberhasilan yang dicapai oleh siswa dalam belajar diperoleh setelah siswa mengalami proses belajar dan berinteraksi dengan lingkungannya.

Jadi dapat dikatakan dalam aktivitas di sekolah, kondisi lingkungan sosial merupakan faktor sangat mempengaruhi keberhasilan siswa dalam belajar, karena interaksi sosial sangat penting dalam kehidupan sehari-hari, khususnya pada siswa karena adanya hubungan timbal balik antara siswa dengan teman sebayanya.

Teman sebaya merupakan orang dengan tingkat usia dan kedewasaan yang kira-kira sama. Sebaya memegang peran yang unik dalam perkembangan anak dan sangat berpengaruh terhadap seseorang, terutama dalam suatu proses pembelajaran di kelas. Ketika seorang siswa dapat berinteraksi dengan baik terhadap teman sebayanya, maka ia akan merasa lebih nyaman dan tentram untuk melakukan suatu pembelajaran, karena dengan teman sebaya siswa akan bertukar informasi satu sama lain, saling bekerjasama, saling mengerti, menunjukan rasa simpati dan kasih sayang serta dapat mengembangkan pemahaman sosialnya. Dan yang dijadikan indikator dari variabel interaksi sosial teman sebaya adalah membina hubungan baik dengan teman, memberikan sumber informasi, saling bekerjasama, saling menghargai, menunjukan rasa simpati dan kasih sayang.

(53)

Gambar 2.1

Kerangka Berpikir

Hasil Belajar IPS

Teman Sebaya

Saling membantu atau bekerjasama satu sama lain Saling bertukar

informasi Membina hubungan

baik dengan teman Saling menghargai dan menerima

Menunjukan rasa simpati dan

kasih sayang

Interaksi sosial siswa

D. Hipotesis Penelitian

Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap masalah penelitian.59

Berdasarkan landasan teori dan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya, maka hipotesis dapat dirumuskan sebagai berikut:

Ha: Ada pengaruh interaksi sosial teman sebaya terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII di MTs Al-Mursyidiyyah.

Ho: Tidak ada pengaruh interaksi sosial teman sebaya terhadap hasil belajar IPS siswa kelas VIII di MTs Al-Mursyidiyyah.

       59 

(54)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

1. Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di MTs Al-Mursyidiyyah, Jalan Raya Siliwangi Gg. Anggrek Pondok Benda Pamulang.

2. Waktu Penelitian

Secara keseluruhan penelitian ini dilakukan selama enam bulan yaitu mulai bulan Agustus 2016 sampai bulan Januari 2017. Adapun rincian kegiatannya sebagai berikut:

Tabel 3.1

Alokasi Waktu Penelitian

No. Kegiatan Waktu

Agst Sept Okt Nov Des Jan

1 Penyusunan rencana penelitian 

2 Penyusunan instrumen penelitian  

3 Pengumpulan data penelitian 

4 Analisis dan pembahasan data 

5 Penyusunan laporan 

6 Sidang Munaqosah 

7 Revisi Skripsi 

B. Metode Penelitian

Gambar

Tabel 2.1 Penelitian Relevan
Tabel 2.2
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Tabel 3.1 Alokasi Waktu Penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil perhitungan diketahui bahwa besarnya nilai hubungan interaksi sosial kelompok teman sebaya (variabel x) terhadap perilaku konsumtif remaja

Jelaskan pada peserta bahwa selama 10 menit berikutnya mereka akan mencari seorang teman setiap orang akan mendapati sebuah kartu dengan gambar buah atau bagian dari suatu

Menurut Gottman (1997) remaja yang belajar mengenali dan menguasai emosinya akan menjadi lebih percaya diri, lebih sehat secara fisik dan psikis, dan cenderung akan menjadi orang

adanya pengaruh di dalam dan di luar individu. Bruner belajar tidak untuk mengubah tingkah laku seseorang tetapi untuk mengubah kurikulum sekolah menjadi sedemikian

Dengan rendahnya korelasi kecerdasan emosional dan hasil belajar siswa pada mata pelajaran IPS, maka semua hal yang dapat menumbuhkan dan mengembangkan motivasi siswa, baik

Dari hasil observasi dan wawancara, peneliti juga menemukan interaksi sosial kooperasi teman sebaya yang dapat menumbuhkan motivasi belajar siswa di kelas XI IPS 1 SMA

Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran IPS yang dilakukan secara daring bukan hanya bisa dijadikan sebagai alternatif dalam pengadaan pembelajaran di masa

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: 1 Peranan kelompok teman sebaya peer group siswa berada pada kategori “tinggi”sebanyak 61 siswa 51,69%; 2 Hasil belajar siswa berada pada