perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
SKRIPSI
Diajukan Guna Melengkapi Tugas-tugas dan Memenuhi Syarat-syarat
untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret
Surakarta
Disusun oleh :
ANAK AGUNG ISTRI RAI KESUMA WARDHANI
NIM : F 1205508
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Puji syukur kepada Allah Bapa di surga, atas segala cinta kasih dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisa
Pengaruh Kecerdasan Emosional (EQ) Pada Kinerja Pimpinan PT. Graha Farma
Surakarta”.
Skripsi ini disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Jurusan Manajemen Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis menyadari skripsi ini tidak akan tersusun dengan baik tanpa bantuan
dan bimbingan secara moral dan material dari semua pihak. Oleh karena itu pada
kesempatan ini dengan sepenuh hati, penulis ingin mengucapkan terima kasih
sebesar-besarnya kepada :
1. Tuhan Yesus Kristus yang senantiasa menyertaiku dan Bunda Maria yang
telah menjadi perantara segala doa dan permohonanku.
2. Bapak Dr. Bambang Sutopo, M.com, AK selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ibu Dra. Endang Suhari, Msi dan Bapak Drs. Wiyono, MM selaku Ketua
Jurusan dan Sekretaris Jurusan Manajemen Non Reguler Fakultas Ekonomi
Universitas Sebelas Maret Surakarta.
4. Bapak Drs. Heru Agustanto, ME selaku Pembimbing Akademik.
5. Ibu Yeni Fajariyanti, SE, Msi selaku Pembimbing Skripsi yang dengan penuh
kesabaran membimbing penulis dalam menyusun skripsi.
6. Bapak dan Ibu Dosen beserta seluruh karyawan Fakultas Ekonomi Universitas
Sebelas Maret atas sagala ilmu dan bantuan yang telah penulis terima selama
ini.
7. Ajung di surga dan Ibu yang telah menjadi orang tua hebat dalam hidupku dan
kakakku tersayang Mbak Dessy di surga serta adik-adikku yang tersayang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
10.Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini yang
tidak mungkin penulis sebutkan satu-persatu.
Penulis mengakui bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun penulis terima dengan senang hati. Harapan
penulis semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Surakarta, Oktober 2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
HALAMAN PERSETUJUAN ……….. ii
HALAMAN PENGESAHAN ………... iii
HALAMAN MOTTO ……… iv
HALAMAN PERSEMBAHAN ……… v
HALAMAN KATA PENGANTAR ………. vi
DAFTAR ISI ………...….... viii A. Kecerdasan Emosional ……… 8
B. Kinerja ………. 15
C. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja ……… 23
D. Penelitian Terdahulu ……….. 24
E. Kerangka Pemikiran ………... 26
F. Hipotesis ………. 27
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ……… 30
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling ……… 32
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ……… 33
D. Teknik Pengukuran Variabel ……….… 35
E. Sumber Data ……….………. 36
F. Metode Pengumpulan Data ……….… 36
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Deskripsi Variabel Penelitian ……….. 51
D. Uji Validitas dan Reliabilitas ………... 57
E. Uji Hipotesis ……… 60
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ……… 67
B. Keterbatasan Penelitian ....………. 69
C. Saran ………. 69
DAFTAR PUSTAKA
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Tabel 4.1 Deskripsi Responden menurut Jenis Kelamin ...………. 48
Tabel 4.2 Deskripsi Responden menurut Umur ...………. 49
Tabel 4.3 Deskripsi Responden menurut Tingkat Pendidikan ..………. 49
Tabel 4.4 Deskripsi Responden menurut Masa Kerja ...………. 50
Tabel 4.5 Tanggapan Responden mengenai Kesadaran Diri ...……….. 51
Tabel 4.6 Distribusi Kesadaran Diri Pimpinan ...…………..………. 51
Tabel 4.7 Tanggapan Responden mengenai Pengaturan Diri ………. 52
Tabel 4.8 Distribusi Pengaturan Diri Pimpinan ...…………..………. 52
Tabel 4.9 Tanggapan Responden mengenai Motivasi …….. ………. 53
Tabel 4.10 Distribusi Motivasi Pimpinan ...………...…..………. 53
Tabel 4.11 Tanggapan Responden mengenai Empati ……….…. 54
Tabel 4.12 Distribusi Empati Pimpinan ...…………..………. 54
Tabel 4.13 Tanggapan Responden mengenai Ketrampilan Sosial ..…………. 55
Tabel 4.14 Distribusi Ketrampilan Sosial Pimpinan ...…..…..………. 55
Tabel 4.15 Tanggapan Responden mengenai Kinerja Pimpinan ………. 56
Tabel 4.16 Distribusi Ketrampilan Sosial Pimpinan ...…..…..………. 57
Tabel 4.17 KMO dan Bartlett’s Test ……….. ...………. 58
Tabel 4.18 Loading Factor Rotated Componen Matrix ...………. 58
Tabel 4.19 Hasil Uji Reliabilitas ……….. ..…………. 59
Tabel 4.20 Hasil Analisis Regresi Linear Berganda ...…..…..………. 60
Tabel 4.21 Hasil Uji t ………...…………. 62
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran………... ...………. 27
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
OLEH
ANAK AGUNG ISTRI RAI KESUMA WARDHANI F 1205508
Penelitian ini betujuan untuk menguji secara empiris pengaruh dimensi-dimensi kecerdasan emosional pada kinerja pimpinan. Penelitian ini berlatar belakang adanya penemuan-penemuan terakhir yang menunjukkan adanya pergeseran paradigma penentu kesuksesan keberhasilan karir dimana IQ bukanlah alat prediksi yang tepat untuk menentukan seseorang dalam mencapai karirnya, sebaliknya kesuksesan seseorang lebih dapat dijelaskan oleh kematangan emosi dan aspek personal seseorang yang disebut emotional intelligence.
Dalam penelitian ini dibagikan 70 kuesioner kepada pimpinan PT. Graha Farma Surakarta. Dari jumlah tersebut diperoleh pengembalian kuesioner sebanyak 58 buah ( respon rate 82,85 % ). Dan dari kuesioner yang kembali tersebut terdapat 8 buah yang tidak lengkap, sehingga jumlah kuesioner yang dapat digunakan sebanyak 50 buah.
Hasil analisis menunjukkan bahwa dimensi empati dan keterampilan sosial berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja pimpinan PT. Graha Farma. Hasil tersebut ditunjukkan nilai t sebesar 2,801 (sig 0,008) untuk dimensi empati dan 4,659 (sig 0,000) untuk dimensi keterampilan sosial. Kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi, empati, dan keterampilan sosial secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap kinerja pimpinan PT. Graha Farma dengan nilai F hitung sebesar 8,986 dengan angka signifikansi sebesar 2,29. Diantara dimensi-dimensi kecerdasan emosional, keterampilan sosial merupakan dimensi-dimensi yang berpengaruh paling dominan diantara variabel lainnya, koefisien regresi ketrampilan sosial (0,553).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
OLEH
ANAK AGUNG ISTRI RAI KESUMA WARDHANI F 1205508
This study is aimed to examine empirically the influence of emotional dilligence dimensions on leadership performance. This study has the background of the existence of latest findings showing the existing paradigm shift of career success determinants in which IQ is not a precise predicting tool to examine a person in reaching his/her career, contrastly ones success can be more explained by emotional maturity and personal aspect referred emotional intelligence.
In this study, there distributed 70 questionnaires to the leaders of PT. Graha Farma Surakarta. Of the amounts, there are questionnaire respond rate of 58 (82.85%). And from the responded questionnaire, the eligible ones are 50 questionnaires.
The results of the analysis show that emphaty and social expertise dimension having positive and significant influence on the leaders performance in PT. Graha Farma. The result is shown from t-value of 2.801 (sig 0.008) for emphaty dimension and 4.659 (sig 0.000) for social expertise dimension. Self-awareness, self-control, motivation, emphaty and social expertise simultaneously have significant influence on the leaders performance in PT. Graha Farma with Fcalc value of 8.986 with the
significance rate of 2.29. Of the emotional intelligence, social expertise dimensions, the one having the most dominant influence between other variables is the regression coefficient of social expertise (0.553).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
A. Latar Belakang Masalah
Emotional Intelligence atau kecerdasan emosional saat ini menjadi topik
menarik dari beberapa penelitian. Salah satu hal yang menarik untuk diteliti
dalam penelitian ini bahwa kecerdasan emosional memiliki peran yang amat
penting dalam mencapai keberhasilan artinya keberhasilan karir dan kinerja yang
dicapai seseorang banyak ditentukan oleh kecerdasan emosional. Kondisi ini tidak
hanya terjadi pada bidang pekerjaan saja tetapi juga dalam perkembangan belajar
seseorang. Kenyataan yang terjadi dalam pekerjaan bahwa seseorang yang
memiliki Intelligence Quotient (IQ) tinggi tetapi tidak dapat mencapai prestasi
secara memuaskan, sebaliknya seseorang dengan IQ yang sedang tetapi mampu
meraih keberhasilan dengan memuaskan. Sebagai contoh Sosrodjojo yang SD
saja tidak lulus tetapi berhasil dalam membangun kerajaan bisnis Teh Botol Sosro
(Martin dalam Bisnis Indonesia, 2007). Fenomena ini membuktikan bahwa
kecerdasan emosional dipakai sebagai salah satu tolok ukur faktor sukses bahkan
dianggap lebih penting dari kecerdasan intelektual. Kenyataan ini menunjukkan
adanya pergeseran paradigma keberhasilan karir dari Intelligence Quotient
menuju Emotional Intelligence.
Dalam dunia kerja, kecerdasan emosional dipahami sebagai kemampuan
mengetahui apa yang diri sendiri dan orang lain rasakan, termasuk cara yang tepat
dalam menangani masalah. Orang lain disini bisa atasan, rekan kerja, bawahan
maupun pelanggan. Untuk memajukan kecerdasan emosional karyawan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perusahaan pada nilai positif emosi tersebut sehingga karyawan dapat
meningkatkan kinerjanya. Kurangnya pengelolaan kecerdasan emosional sering
menjadi penyebab terjadinya kesalahpahaman maupun konflik antar pribadi
dalam perusahaan.
Realita dalam dunia kerja menunjukkan bahwa kecerdasan intelektual
hanya membawa seorang karyawan melewati gerbang perusahaan namun
kecerdasan emosionallah yang membawa seorang karyawan ke jenjang posisi
lebih tinggi. Pada posisi tertentu dalam perusahaan yang terkait dengan banyak
orang, karyawan yang mempunyai kecerdasan emosional yang tinggi lebih
mampu berempati, komunikatif, selera humor yang tinggi dan peka pada
kebutuhan orang banyak. Mereka mampu menyeimbangkan rasio dan emosi
sehingga tidak mudah emosi, tidak kaku dan menang sendiri serta mampu
menanggung stres di tempat kerja karena biasa dan leluasa mengungkapkan
perasaan daripada memendamnya.
Dalam hal keberhasilan kerja, 75% kesuksesan karyawan lebih ditentukan
oleh kecerdasan emosionalnya dan hanya 4% yang ditentukan oleh kecerdasan
intelektualnya. Hendrick dan Ludeman (Asnawi, 2005), keduanya konsultan
manajemen senior yang mengadakan penelitian pada 800-an manajer perusahaan
yang mereka tangani selama 25 tahun dan hasilnya para manajer yang sukses
ternyata lebih mengedepankan hal-hal yang berkaitan dengan emosi atau perasaan
dan hubungan personal seperti kemauan, keuletan mencapai tujuan, kemauan
mengambil inisiatif baru, kemampuan bekerja sama dan kemampuan memimpin
tim daripada kemampuan teknis dan analisis semata.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sedangkan 80% kesuksesan ditentukan oleh kecerdasan emosional, kecerdasan
sosial dan kecerdasan spiritualnya. Goleman mempertegas kompetensi kecerdasan
emosional dalam lima dimensi yang saling mempengaruhi, yaitu: kesadaran diri
(self awareness), pengaturan diri (self management), motivasi diri (self
motivation), kesadaran sosial/empati (social awareness), dan ketrampilan sosial
(social skill). Kelima dimensi inilah yang menjadi faktor penting dalam
kesuksesan karyawan di dunia kerja (Goleman, 2001: 44).
Penelitian lain yang memperkuat bahwa kecerdasan emosional seorang
karyawan akan dapat menghantarkan mereka kepada kinerja yang tinggi adalah
penelitian Cavallo (2001) yang meneliti dimensi-dimensi kecerdasan emosional
sebagai prediktor dalam menentukan pemimpin dengan potensi kerja tinggi di
perusahaan Johnson & Johnson dengan partisipan 358 orang manajer pada
seluruh bagian perusahaan yang hasilnya manajer yang memiliki potensi kerja
tinggi lebih unggul dalam kecerdasan emosionalnya daripada manajer yang
berpotensi kerja biasa saja. Penelitian Hardian dan Suyono (2003) yang meneliti
pengaruh dimensi-dimensi kecerdasan emosional terhadap prestasi kerja pimpinan
unit pada tiga kantor cabang bank pemerintah di Jawa Timur, yang hasilnya
kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, ketrampilan sosial secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dan diantara
dimensi-dimensi kecerdasan emosional tersebut, ketrampilan sosial memberikan
pengaruh paling dominan diantara dimensi yang lainnnya. Hasil penelitian
tersebut disempurnakan oleh hasil penelitian Harsono dan Untoro (2004) yang
menguji kerangka kerja dimensi-dimensi kecerdasan emosional Daniel Goleman
(1995) dan perbandingannya berdasarkan karakteristik demografis responden
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
pengembangan alat ukur kecerdasan emosional berdasarkan kerangka kerja
konseptual Goleman (1995) mempunyai validitas konstruk dan reliabilitas yang
bisa dipertanggungjawabkan. Dari 25 indikator yang dikemukakan Goleman
(1995) 22 diantaranya bisa dipakai sebagai indikator pengukuran dimensi-dimensi
kecerdasan emosional yang terdiri dari kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi,
empati dan keterampilan sosial.
Beberapa pendapat mengenai konsep kecerdasan emosional menekankan
bahwa Emotional Intellegence (kecerdasan emosional) dapat diperbaiki melalui
pendidikan, pelatihan, dan pengalaman sedangkan kepribadian bersifat statis dan
sifatnya berlaku seumur hidup.
Faktor sumber daya manusia sangat dominan pengaruhnya untuk
mencapai prestasi kerja pimpinan. Sumber daya manusia berkualitas dapat dilihat
dari hasil kerjanya, dalam kerangka profesionalisme kinerja yang baik adalah
bagaimana seorang pimpinan mampu memperlihatkan perilaku kerja yang
mengarah pada tercapainya maksud dan tujuan perusahaan, misalnya bagaimana
caranya mengelola sumber daya manusia agar mengarah pada hasil kerja yang
baik, karena manusia bisa menjadi pusat persoalan bagi perusahaan ketika potensi
mereka tidak dikembangkan secara optimal. Sebaliknya manusia bisa menjadi
pusat keberhasilan perusahaan manakala potensi mereka dikembangkan secara
optimal. Mengingat pemimpin dalam perusahaan sangat penting, maka setiap
perusahaan banyak berlomba-lomba memperdayakan potensi kepemimpinan guna
mencapai prestasi kerja yang tinggi. Tingkat keberhasilan suatu perusahaan dapat
dilihat dari prestasi kerjanya dalam mengelola sumber daya yang miliki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dicapai baik secara individual maupun organisasional. Sehingga kinerja yang
dicapai pimpinan pada akhirnya akan memperbaiki kontribusi terhadap kinerja
perusahaan. Mengingat begitu besarnya peran dan kedudukan pimpinan dalam
kegiatan usaha perusahaan, maka diperlukan kecerdasan emosional yang baik.
Keterampilan kecerdasan emosi bekerja secara sinergi dengan
keterampilan kognitif artinya orang-orang yang berprestasi tinggi memiliki
keduanya, semakin komplek pekerjaan, makin penting kecerdasan emosi, apalagi
bila karena kekurangan dalam menggunakan kemampuan ini orang dapat
terganggu dalam menggunakan keahlian teknik atau keenceran otak yang
mungkin dimilikinya. Emosi yang lepas kendali dapat membuat orang pandai
menjadi bodoh, tanpa kecerdasan emosi orang tidak akan bisa menggunakan
kemampuan-kemampuan kognitif mereka sesuai dengan potensi yang maksimum.
Fokus permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini berkaitan dengan
pergeseran paradigma keberhasilan karir dari Intelligence Quotient menuju
Emotional Intelligence. Beberapa hasil penelitian mengenai kecerdasan emosional
merefleksikan adanya pergeseran paradigma berpikir dimana faktor penentu
keberhasilan karir tidak lagi hanya terletak pada Intelegence Quotient yang selalu
dianggap sebagai faktor genetis tetapi juga menuju Emotional Intelegence.
Goleman mengatakan bahwa peran IQ dalam keberhasilan dunia kerja hanya
menempati posisi kedua sesudah EI dalam menentukan peraihan prestasi puncak
dalam pekerjaan. Presepsi bahwa IQ adalah anugerah dan bawaan genetis
sehingga tanpa IQ tinggi tidak akan ada kesuksesan sudah menjadi asumsi yang
tidak realistis walalupun memang IQ dan EI bukan merupakan suatu keterampilan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Hal ini diartikan bahwa EI atau kecerdasan emosional memegang kunci dalam
mencapai kesuksesan karir para manajer perusahaan.
Uraian diatas mengisyaratkan bahwa setiap pemimpin dalam bidang
apapun, mulai dari tingkat paling atas sampai dengan tingkat paling bawah selain
didukung kecerdasan intelektual perlu mengembangkan kecerdasan emosional.
Semakin tinggi jenjang suatu jabatan, semakin kurang peran ketrampilan teknis
dan kemampuan kognitif, sementara kecerdasan emosi semakin penting
peranannya. Apabila kelima dimensi kecerdasan emosional tersebut semakin
meningkat, maka pemimpin akan memperoleh dukungan dan lebih mudah
menjalankan tugas-tugas manajerial sehingga dapat mendukung tingginya kinerja
perusahaan. Dengan memperhatikan beberapa penjelasan tersebut, penulis
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul : “ANALISIS PENGARUH
KECERDASAN EMOSIONAL PADA KINERJA PIMPINAN PT. GRAHA
FARMA SURAKARTA”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan pada latar belakang permasalahan maka perumusan masalah
pada penelitian ini adalah :
1. Apakah dimensi-dimensi kecerdasan emosional secara parsial berpengaruh
secara signifikan pada kinerja pimpinan PT. Graha Farma ?
2. Apakah dimensi-dimensi kecerdasan emosional secara simultan berpengaruh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan pada penelitian ini
sebagai berikut :
1. Untuk menguji pengaruh kecerdasan emosional secara parsial pada kinerja
pimpinan PT. Graha Farma.
2. Untuk menguji pengaruh kecerdasan emosional secara simultan pada kinerja
pimpinan PT. Graha Farma.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman
tentang hubungan dimensi kecerdasan emosional dengan kinerja pimpinan
serta dapat melengkapi hasil-hasil penelitian sebelumnya untuk dijadikan
referensi bagi penelitian berikutnya dengan topik yang sama.
2. Manfaat Praktis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para praktisi baik
pimpinan dan karyawan PT. Graha Farma maupun pimpinan dan karyawan
perusahaan lain sebagai bahan pertimbangan dalam menjalankan profesi,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
A. Kecerdasan Emosional
1. Definisi Kecerdasan Emosional
Arti kata emosi secara harafiah menurut Oxford English University
adalah setiap kegiatan / pergolakan pikiran, perasaan, nafsu, setiap keadaan
mental yang hebat atau meluap-luap.
Dalam Kamus Bahasa Indonesia kontemporer mendefinisikan emosi
sebagai keadaan yang keras yang timbul dari hati, perasaan jiwa yang kuat
seperti sedih, luapan perasan yang berkembang dan surut dalam waktu cepat.
Emosi merujuk pada suatu perasaan dan pikiran-pikiran yang khasnya, suatu
keadaan yang biologis dan psikologis serta serangkaian kecenderungan untuk
bertindak. Emosional adalah hal-hal yang berhubungan dengan emosi.
Psikolog Howard Gardner adalah orang yang pertama menemukan
sejenis kecerdasan untuk bisa memahami orang-orang lain yang disebut
sebagai kecerdasan interpersonal. Kecerdasan emosional semula
diperkenalkan oleh Peter Salovey dari Universitas Hardvard dan John Mayer
dari Universitas New Hamshire. Setelah mendapat kesepakatan dari
peneliti-peneliti yang lain istilah kecerdasan interpersonal oleh Daniel Goleman
disebut kecerdasan emosional dan mulai dikenal secara luas pada pertengahan
tahun 1990. Menurut Goleman (2001: 512), kecerdasan emosional adalah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
hubungan kita dengan orang lain. Kemampuan ini saling melengkapi dan
berbeda dengan kemampuan akademik murni, yaitu kemampuan kogniktif
murni yang diukur dengan Intelectual Quetient (IQ).
Definisi kecerdasan emosional telah banyak dikemukaan para ahli
dimana satu dengan yang lainnya memiliki inti yang sama. Salovey dan
Mayer (dalam Davis, 2008: 6) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
sebuah bentuk kecerdasan yang melibatkan kemampuan dalam memonitor
perasaan dan emosi diri sendiri atau orang lain, untuk membedakan mereka
dan menggunakan informasi ini untuk menuntun pikiran dan tindakan
seseorang. Mayer menyimpulkan bahwa kecerdasan emosi berkembang
sejalan dengan usia dan pengalaman dari kanak-kanak hingga dewasa, lebih
penting lagi bahwa kecerdasan emosional dapat dipelajari.
Robbins (2003: 144) mendefinisikan kecerdasan emosional sebagai
sekumpulan keahlian non-kognitif, kemampuan dan kompetensi yang
mempengaruhi kemampuan personal untuk berhasil dalam mengatasi tuntutan
dan tekanan lingkungan. Individu yang memiliki kecerdasan emosional yang
tinggi dapat menanggulangi emosi mereka sendiri dengan baik dan dapat
memperhatikan kondisi emosinya serta merespon dengan benar emosinya
untuk orang lain.
Cooper dan Sawaf (dalam Zainun, 2002) mengatakan bahwa
kecerdasan emosional adalah kemampuan merasakan, memahami dan secara
selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan
pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosi menuntut pemilikan perasaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menanggapinya dengan tepat, menetapkan secara efektif energi emosi dalam
kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya menurut Howes dan Herald (dalam Zainun, 2002)
mengatakan pada intinya, kecerdasan emosional merupakan komponen yang
membuat seseorang menjadi pintar menggunakan emosi. Lebih lanjut
dikatakan bahwa emosi manusia berada di wilayah dari perasaan lubuk hati,
naluri yang tersembunyi, dan sensasi emosi yang apabila diakui dan
dihormati, kecerdasan emosional menyediakan pemahaman yang lebih
mendalam dan lebih utuh tentang diri sendiri dan orang lain.
Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan
emosional adalah seperangkat kemampuan untuk mengenal, memahami
perasaan diri sendiri dan orang lain serta mampu menggunakan perasaan itu
untuk memandu pikiran dalam bertindak.
2. Dimensi Kecerdasan Emosional
Diungkapkan Howard Gardner (dalam Asnawi, 2005), kecerdasan
emosional terdiri dari kecakapan intrapersonal intelligence dan interpersonal
intelligence. Intrapersonal intelligence merupakan kecakapan mengenali
perasaan diri sendiri yang terdiri dari:
a. Kesadaran diri, meliputi: keadaan emosi diri, penilaian pribadi dan
percaya diri.
b. Pengaturan diri, meliputi: pengendalian diri, dapat dipercaya, waspada
adaptif dan inovatif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Sedangkan interpersonal intelligence merupakan kecakapan berhubungan
dengan orang lain, yang terdiri dari :
a. Empati, meliputi: memahami orang lain, pelayanan, mengembangkan
orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran politis.
b. Ketrampilan Sosial, meliputi: pengaruh, komunikasi, kepemimpinan,
katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan, kolaborasi
dan kooperasi serta kerja tim.
Pendapat tersebut di atas sesuai dengan Goleman yang secara garis
besar membagi dua kecerdasan emosional yaitu kompetensi personal yang
meliputi kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi diri dan kompetensi sosial
yang terdiri dari empati dan keterampilan sosial. Dalam penelitian ini
komponen kecerdasan emosional yang digunakan adalah komponen
kecerdasan emosional menurut Goleman.
a. Kesadaran Diri (Self Awareness)
Kesadaran diri merupakan dasar dari kecerdasan emosional yaitu
merupakan kemampuan untuk memantau perasaan dari waktu ke waktu.
Menurut Goleman (2001: 513), kesadaran diri adalah mengetahui apa yang
dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan
keputusan diri sendiri. Selain itu kesadaran diri juga berarti menetapkan tolok
ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat.
Ajaran Socrates (dalam Secapramana, 1999), kenalilah dirimu menunjukkan
inti kecerdasan emosional, kesadaran akan perasaan diri sendiri sewaktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
b. Pengaturan Diri (Self Management)
Menurut Goleman (2001: 514) mendefinisikan pengaturan diri dengan
menangani emosi kita sedemikian sehingga berdampak positif kepada
pelaksanaan tugas, peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan
sebelum tercapainya sesuatu sasaran dan mampu pulih kembali dari tekanan
emosi.
Menjaga agar emosi yang merisaukan tetap terkendali merupakan
kunci menuju kesejahteraan emosi. Emosi yang berlebihan dapat mengoyak
kestabilan seseorang. Aristoteles (dalam Secapramana, 1999) mengatakan
siapapun bisa marah, marah itu mudah. Tetapi, marah pada orang yang tepat,
dengan kadar yang sesuai, pada waktu yang tepat, demi tujuan yang benar,
dan dengan cara yang baik, bukanlah hal yang mudah.
Davidson (dalam Goleman, 2001) menemukan bahwa orang yang
tangguh sudah memulai menghambat rasa tertekan selama situasi stres
berlangsung. Mereka adalah orang-orang yang optimistik dan berorientasi
pada tindakan. Jika ada orang yang merasa ada yang tidak sesuai dalam hidup
mereka, mereka langsung berfikir bagaimana cara memperbaikinya.
c. Motivasi Diri (Self Motivation)
Motivasi berarti menggunakan hasrat kita yang paling dalam untuk
menggerakkan dan menuntun seseorang menuju sasaran, membantu kita
mengambil inisiatif dan bertindak sangat efektif dan untuk bertahan
menghadapi kegagalan dan frustasi (Goleman 2001:514).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
lebih berani menanggung resiko yang telah diperhitungkan, mendukung
inovasi-inovasi baru serta menetapkan sasaran-sasaran yang menantang.
Sehingga tidak ragu-ragu lagi untuk memberikan dukungan bagi
gagasan-gagasan yang dicetuskan orang lain.
d. Empati (Social Awareness)
Kemampuan berempati adalah kemampuan untuk mengetahui
bagaimana perasaan orang lain, mampu memahami perspektif mereka,
menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan
bermacam-macam orang (Goleman, 2001:514).
Emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata, tetapi emosi jauh lebih
sering diungkapkan melalui hasrat. Kunci untuk memahami perasaan orang
lain adalah mampu membaca pesan nonverbal seperti nada bicara,
gerak-gerik, ekspresi wajah dan sebagainya. Manfaat dari mampu membaca
perasaan dari isyarat nonverbal mencakup lebih pandai menyesuaikan diri
secara emosional, lebih populer, lebih mudah bergaul dan mungkin tidak
mengherankan lebih peka.
Sensitivitas emosional dan kesadaran yang lebih tinggi meningkatkan
tingkat empati yang kemudian akan memimpin kepada tingkat pemahaman
yang lebih tinggi.
e. Keterampilan Sosial (social skill)
Menurut Goleman (2001:514) keterampilan sosial berarti menangani
emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat
membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan dan untuk
bekerja sama dan bekerja dalam tim. Keterampilan sosial merupakan aspek
yang paling penting dalam Emotional Intellegence. Keterampilan sosial bisa
diperoleh dengan banyak berlatih.
Salah satu kunci keterampilan sosial adalah seberapa baik atau buruk
seseorang mengungkapan perasaan sendiri. Oleh sebab itu, untuk dapat
menguasai keterampilan untuk berhubungan dengan orang lain (keterampilan
sosial) dibutuhkan kematangan dua keterampilan emosional yang lain, yaitu
pengendalian diri dan empati.
Orang yang cerdas secara sosial seolah-olah mampu membaca orang
dengan akurat. Dan bisa mengetahui persis apa isi hati, suasana hati dan
keinginan orang lain. Karena itu ia dengan mudah menyesuaikan diri,
mengambil hati, mempengaruhi, dan termasuk memimpin orang lain. Konflik
antar pribadi, pertengkaran, ketidak harmonisan hubungan, dan semacamnya,
banyak berpangkal pada kecerdasan sosial yang bersangkutan.
Orang-orang yang terampil dalam kecerdasan sosial dapat menjalin
hubungan dengan orang lain dengan cukup lancar, peka terhadap reaksi dan
perasaan mereka, mampu memimpin dan mengorganisir dan pintar menangani
perselisihan yang muncul dalam setiap kegiatan manusia.
Masing-masing kompetensi memiliki indikator kecakapan emosi yang
membangun setiap kompetensi kecerdasan emosional. Indikator kecakapan
inilah yang menjadi acuan awal yang digunakan untuk mengakses kecerdasan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Kinerja
1. Pengertian Kinerja
Menurut The Scribner Batam English Dictionary tahun 1979 yang
dikutip Prawirosentono (dalam Saputro, 2005) kinerja merupakan padanan
kata dalam bahasa inggris “performance“ yang berasal dari kata “to
perform“ yang berarti melakukan, menjalankan atau melaksanakan (to do
carry out: execute), memenuhi atau menjalankan kewajiban suatu nazar (to
discharge or fulfill: as a vow), melaksanakan atau menyempurnakan tanggung
jawab (to execute or complete an undertaking), dan melakukan sesuatu yang
diharapkan oleh seseorang atau mesin (to do what is expected of a person or
machine).
Menurut Lembaga Administrasi Negara (dalam Sedarmayanti, 2000:
50), performance diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja,
pelaksanaan kerja, pencapaian kerja atau hasil kerja/ unjuk kerja/ penampilan
kerja.
Whitmore (2002: 104) menyebutkan bahwa “kinerja” memiliki asal
kata “kerja” artinya aktivitas yang dilakukan oleh seseorang atau organisasi
dalam menjalankan tugas yang menjadi pekerjaannya. Kinerja artinya suatu
perbuatan, suatu prestasi atau penampilan umum dari ketrampilan.
Robbins (dalam Saputro, 2005) mendefinisikan kinerja sebagai
banyaknya upaya yang dikeluarkan individu pada pekerjaanya. Sedangkan
Mayer (dalam Saputro, 2005) job performance diartikan sebagai kesuksesan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Smith (dalam Sedarmayanti, 2000) menyatakan bahwa performance
atau kinerja adalah “…. Output drive from processes, human or otherwise”,
jadi dikatakannya bahwa kinerja merupakan hasil atau keluaran dari suatu
proses.
Mangkunegara (2004: 97) mengatakan bahwa istilah kinerja berasal
dari kata “job performance” atau “actual performance” yaitu untuk kerja
atau prestasi sesungguhnya yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas
dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Menurut Ruky (2001) kinerja adalah catatan tentang hasil-hasil yang
diperoleh dari fungsi-fungsi pekerjaan tertentu atau kegiatan tertentu selama
kurun waktu tertentu.
Menurut PP Nomor 58 Tahun 2005, kinerja adalah keluaran/hasil dari
kegiatan/program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan
penggunaan anggaran dengan kuantitaas dan kualitas yang terukur. Tingkat
pencapaian pelaksanaan suatu kegiatan/program/kebijaksanaan dalam
mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi dapat diketahui bilamana seluruh
aktivitas tersebut dapat diukur. Pengukuran/penilaian kinerja merupakan
proses mencatat dan mengukur pencapaian pelaksanaan kegiatan dalam arah
pencapaian misi (mission accomplishment) melalui hasil-hasil yang
ditampilkan berupa produk, jasa, ataupun suatu proses. Dalam situasi
partisipatif, seseorang akan meningkatkan kinerja bila berada pada posisi yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Kinerja manajerial adalah kinerja para individu anggota organisasi
dalam kegiatan manajerial, antara lain perencanaan, investigasi,
pengkoordinasian, evaluasi, pengawasan, pengaturan staf, negosiasi,
perwakilan dan kinerja secara keseluruhan.
Kinerja seseorang lebih bersifat situasional, tergantung pada kondisi
internal dan faktor eksternal yang melingkupi individu organisasi dalam
melakukan pekerjaan. Faktor eksternal berupa target dan persaingan yang
menuntut kinerja yang tinggi dari individu itu sendiri. Sedangkan faktor
internal berupa lingkungan kerja, gaji, kesempatan, supervisi dan yang
meliputi dimensi kepuasan kerja. Kinerja merupakan efektivitas operasional
organisasi, bagian organisasi dan karyawannya berdasarkan standar, sasaran,
dan kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya.
Dari beberapa pendapat ahli di atas maka dapat disimpulkan kinerja
adalah banyaknya upaya yang dilakukan individu untuk mencapai hasil secara
kualitas dan kuantitas yang dicapai seorang pegawai dalam melaksanakan
tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
2. Penilaian Kinerja
Masalah kinerja selalu mendapat perhatian dalam manajemen, karena
sangat berkaitan dengan produktivitas lembaga atau organisasi. Sehubungan
dengan itu, maka upaya untuk mengadakan penilaian kinerja merupakan hal
yang sangat penting.
Pengukuran kinerja tergantung pada jenis pekerjaan dan tujuan dari
organisasi. Kriteria yang umum digunakan dalam pengukuran kinerja antara
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan keselamatan dalam menjalankan pekerjaan. Sedangkan indikator kinerja
yang dikemukakan Simamora (2001) yaitu:
a. Loyalitas
Kesetiaan pegawai terhadap organisasi dan semangat berkorban demi
tercapainya tujuan organisasi.
b. Tanggung Jawab
Rasa memiliki organisasi dan kecintaan terhadap pekerjaan yang
dilakukan dan ditekuni serta berani menghadapi segala konsekuensi dan
resiko dari pekerjaan tersebut.
c. Ketrampilan
Kemampuan pegawai untuk melaksanakan tugas serta menyelesaikan
masalah yang berhubungan dengan pekerjaan.
d. Pengetahuan
Kemampuan pegawai untuk menguasai semua hal yang berhubungan
dengan pekerjaaanya.
Menurut Gibson (dalam Saputro, 2005), standar ukuran kinerja antara
lain:
a. Kualitas Hasil Pekerjaan
meliputi ketepatan waktu, ketelitian kerja dan kerapian kerja
b. Kuantitas Hasil Pekerjaan
meliputi jumlah pekerjaan dan jumlah waktu yang dibutuhkan
c. Pengertian Terhadap Pekerjaan
meliputi pamahaman terhadap pekerjaan dan kemampuan kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
e. Kerja Sama
Meliputi kemampuan bekerja sama.
Sedangkan menurut Hasibuan (2003), unsur-unsur yang dinilai oleh
manajer terhadap para karyawannya, meliputi:
1. Kesetiaan
Penilai mengukur kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya,
dan organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan
menjaga dan membela organisasi di dalam maupun di luar pekerjaan dari
rongrongan orang yang tidak bertanggung jawab.
2. Prestasi kerja
Penilai menilai hasil kerja, baik mutu maupun kuantitas yang dapat
dihasilkan karyawan tersebut dari uraian pekerjaannya.
3. Kejujuran
Penilai menilai kejujuran melaksanakan tugas-tugasnya dalam memenuhi
perjanjian, baik bagi dirinya maupun terhadap orang lain seperti kepada
para bawahannya.
4. Kedisiplinan
Penilai menilai disiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan
yang ada dan melakukan pekerjaan sesuai dengan instruksi yang diberikan
kepadanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penilai menilai kemampuan karyawan dalam mengembangkan
kreativitasnya untuk menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja lebih
berdaya guna dan berhasil guna.
6. Kerjasama
Penilai menilai kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerjasama
dengan karyawan lainnya secara vertikal atau horizontal di dalam maupun
di luar pekerjaan, sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
7. Kepemimpinan
Penilai menilai kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai
pribadi yang kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain
atau bawahannya untuk bekerja secara efektif.
8. Kepribadian
Penilai menilai karyawan dari sikap perilaku, kesopanan, periang, disukai,
memberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik, serta
berpenampilan simpatik dan wajar.
9. Prakarsa
Penilai menilai kemampuan berpikir yang orisinal dan berdasarkan
inisiatif sendiri sendiri untuk menganalisis, menilai, menciptakan,
memberikan alasan, mendapatkan kesimpulan, dan membuat keputusan
penyelesaian masalah yang dihadapinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penilai menilai kecakapan karyawan dalam menyatukan dan
menyelaraskan bermacam-macam elemen yang semuanya terlibat di
dalam penyusunan kebijaksanaan dan di dalam situasi manajemen.
11.Tanggung jawab
Penilai menilai kesediaan karyawan dalam mempertanggungjawabkan
kebijaksanaan, pekerjaan, hasil kerjanya, sarana dan prasarana yang
dipergunakannya, serta perilaku kerjanya.
Dengan mengadakan penilaian kinerja maka diharapkan pimpinan
dapat memantau kinerja dari para karyawan baik secara individu maupun
sebagai suatu kesatuan kelompok kerja. Untuk itu seorang pemimpin
diharapkan dapat menetapkan kriteria penilaian yang jelas dan obyektif
sehingga penilaiaan yang dilakukan memperoleh hasil yang akurat dalam
setiap aktivitas pekerjaan yang dinilai dan dapat memberikan umpan balik
bagi karyawan dalam melaksanakan pekerjaannya,
Menurut Siagian (dalam Saputro, 2005) penilaian kinerja yang
sistematik akan sangat bermanfaat untuk berbagai kepentingan, yaitu:
1. Mendorong Peningkatan Kinerja
Dengan mengetahui hasil penilaian kinerja maka pihak-pihak yang terlibat
dapat mengambil langkah-langkah yang diperlukan agar kinerja karyawan
dapat lebih ditingkatkan lagi di masa yang akan datang.
2. Bahan Pertimbangan Keputusan Dalam Pemberian Imbalan
Dengan mengetahui hasil penilaian kinerja dapat menentukan karyawan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
perusahaan tidak terbatas hanya pada upah dan gaji saja, tetapi juga
berupa bonus akhir tahun, hadiah hari raya bahkan kepemilikan saham
perusahaan.
3. Kepentingan Mutasi Pegawai
Hasil penilain kinerja karyawan di masa lalu dapat dijadikan dasar
pengambilan keputusan mutasi karyawan di masa depan. Mutasi tersebut
dapat berupa promosi, alih tugas ataupun alih wilayah.
4. Guna Menyusun Program Pendidikan dan Pelatihan
Untuk mengatasi berbagai kekurangan dan kelemahan serta untuk
mengembangkan potensi karyawan yang belum tergali sepenuhnya dapat
terungkap pada hasil penilaian kinerja.
5. Membantu Karyawan Menentukan Rencana Kariernya
Dengan hasil penilaian kinerja, personalia dapat membantu karyawan
dalam menyusun program pengembangan karier yang paling tepat guna
bagi kepentingan karyawan maupun organisasi yang bersangkutan.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penilaian kinerja adalah
proses suatu organisasi mengevaluasi atau menilai kerja karyawan. Apabila
penilaian prestasi kerja dilaksanakan dengan baik, tertib, dan benar akan dapat
membantu meningkatkan motivasi berprestasi sekaligus dapat meningkatkan
loyalitas para anggota organisasi yang ada di dalamnya, dan apabila ini terjadi
akan menguntungkan organisasi itu sendiri. Oleh karena itu, penilaian kinerja
perlu dilakukan secara formal dengan kriteria-kriteria yang telah ditetapkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
C. Pengaruh Kecerdasan Emosional terhadap Kinerja
Dunia kerja mempunyai berbagai masalah dan tantangan yang harus
dihadapi oleh manajer, misalnya tuntutan tugas, suasana kerja yang tidak nyaman
dan masalah komunikasi dengan orang lain. Masalah-masalah tersebut dalam
dunia kerja bukanlah suatu hal yang hanya membutuhkan kemampuan
intelektualnya, tetapi dalam menyelesaikan masalah tersebut kemampuan emosi
atau kecerdasan emosi lebih banyak diperlukan. Bila seseorang dapat
menyelesaikan masalah-masalah di dunia kerja yang berkaitan dengan emosinya
maka dia akan menghasilkan kerja yang lebih baik. Hasil dari penelitian dan
pengalaman dalam memajukan perusahaan keberadaan kecerdasan emosional
yang baik akan membuat seorang pimpinan menampilkan kinerja dan hasil kerja
yang lebih baik.
Daniel Goleman, seorang psikolog ternama, dalam bukunya pernah
mengatakan bahwa untuk mencapai kesuksesan dalam dunia kerja bukan hanya
cognitive intelligence saja yang dibutuhkan tetapi juga emotional intelligence
(Goleman, 2001: 37). Secara khusus para pemimpin perusahaan membutuhkan
EQ yang tinggi karena dalam lingkungan organisasi, berinteraksi dengan banyak
orang baik di dalam maupun di lingkungan kerja berperan penting dalam
membentuk moral dan disiplin para pekerja.
Kinerja pimpinan perusahaan akhir-akhir ini tidak hanya dilihat oleh
faktor intelektualnya saja tetapi juga ditentukan oleh faktor emosinya. Seseorang
yang dapat mengontrol emosinya dengan baik maka akan dapat menghasilkan
kinerja yang baik pula. Hal ini sesuai dengan yang diungkapkan oleh Meyer
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
sama pentingnya dengan kombinasi kemampuan teknis dan analisis untuk
menghasilkan kinerja yang optimal. Salah satu aspek dalam kecerdasan emosi
adalah motivasi. Salovey (dalam Goleman, 2001: 58), seperti yang dijelaskan
sebelumnya, memotivasi diri sendiri merupakan landasan keberhasilan dan
terwujudnya kinerja yang tinggi di segala bidang.
Suatu penelitian yang pernah dilakukan oleh Richard Boyatiz pada tahun
1982 terhadap lebih dari dua ribu penyelia, manajer menengah dan eksekutif di
dua belas perusahaan yang berbeda menunjukan bahwa manajer yang memiliki
skor kecerdasan emosi yang tinggi akan menghasilkan kinerja yang lebih baik
yang dapat dilihat dari bagaimana kualitas dan kuantitas yang diberikan kepada
karyawan. Walaupun seseorang memiliki kinerja yang cukup baik tapi apabila dia
memiliki sifat yang tertutup dan tidak berinteraksi dengan orang lain secara baik
maka kinerjanya tidak akan dapat berkembang.
D. Penelitian Terdahulu
Beberapa hasil penelitian para ahli psikologi industri dan organisasi yang
dipakai untuk dasar pengembangan konsep kecerdasan emosional. Penelitian
Goleman yang mengambil sampel 188 perusahaan besar dan global untuk
meneliti kemampuan personal apa yang menentukan kinerja puncak dalam
perusahaan-perusahaan tersebut dan berapa tingkat perbandingannya. Goleman
mengelompokkan kemampuan manajerial menjadi tiga kelompok, yaitu
kemampuan teknikal murni seperti akuntansi dan perencanaan bisnis, kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
menunjukkan kecerdasan emosional seperti kemampuan bekerja sama dengan
orang lain serta efektivitas dalam memimpin perubahan. Hasilnya kemampuan
kecerdasan emosional pendorong kinerja puncak. Kemampuan kognitif seperti
big-picture thingking dan long-term vision juga penting. Dan hasil perbandingan
dari ketiga kemampuan tersebut kecerdasn emosional menduduki porsi dua kali
lebih penting dari dua kemampuan lainnya pada seluruh jabatan.
Penelitian lain yang memperkuat bahwa kecerdasan emosional seorang
karyawan akan dapat menghantarkan mereka kepada kinerja yang tinggi adalah
penelitian Cavallo (2001) yang meneliti dimensi-dimensi kecerdasan emosional
sebagai prediktor dalam menentukan pemimpin dengan potensi kerja tinggi di
perusahaan Johnson & Johnson dengan partisipan 358 orang manajer pada
seluruh bagian perusahaan yang hasilnya manajer yang memiliki potensi kerja
tinggi lebih unggul dalam kecerdasan emosionalnya daripada manajer yang
berpotensi kerja biasa saja. Penelitian Hardian dan Suyono (2003) yang meneliti
pengaruh dimensi-dimensi kecerdasan emosional terhadap prestasi kerja pimpinan
unit pada tiga kantor cabang bank pemerintah di Jawa Timur, yang hasilnya
kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, kemampuan sosial secara
bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja dan diantara
dimensi-dimensi kecerdasan emosional tersebut, kemampuan sosial memberikan
pengaruh paling dominan diantara dimensi yang lainnnya.
Penelitian lain juga dilakukan oleh Harsono dan Untoro (2004) yang
berjudul “Pengujian Kerangka Kerja Dimensi-Dimensi Kecerdasan Emosional
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Demografis Responden”, menunjukkan bahwa akademisi mempunyai tingkat
kecerdasan emosional yang secara statistik lebih tinggi dibandingkan dengan
praktisi dalam faktor kesadaran diri dan ketrampilan sosial, berdasarkan temuan
studi, pria mempunyai tingkat kecerdasan emosional dalam faktor pengaturan diri
dan motivasi, serta keterampilan sosial yang secara statistik lebih besar
dibandingkan dengan wanita, responden yang menikah mempunyai kecerdasan
emosional dalam faktor pengaturan diri & motivasi yang secara statistik lebih
besar dibandingkan dengan yang tidak menikah.
E. Kerangka Pemikiran
Untuk menunjukkan arah dari penyusunan penelitian ini, serta
mempermudah dalam pemahaman dan penganalisaan masalah yang dihadapi,
maka diperlukan suatu kerangka pemikiran yang akan memberikan gambaran
tahap-tahap pemikiran untuk mencapai suatu kesimpulan.
Kecerdasan emosi yang setelah melalui berbagai telaah akan diukur
melalui lima dimensi yang meliputi: kesadaran diri, pengaturan diri, motivasi,
empati dan ketrampilan sosial, baik secara simultan (bersama-sama) maupun
secara parsial dapat mempengaruhi tingkat kinerja. Adapun kerangka pemikiran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
F. Hipotesis
Bagi suatu perusahaan, pemimpin merupakan alat produksi yang sangat
penting. Oleh karena itu, perusahaan selalu berusaha untuk meningkatkan prestasi
kerja para pimpinannya agar kinerjanya meningkat. Semua dimaksudkan agar
perusahaan dapat bersaing dengan perusahaan lain, terutama dengan perusahaan
yang sejenis. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi prestasi kerja
pimpinan yaitu diantaranya adalah kecerdasan emosi.
Sumber daya manusia sebagai agent of change dalam proses
perkembangan memerlukan suatu ketrampilan dan pengetahuan sebagai bahan
pengembangan untuk menuju kinerja yang lebih tinggi. Pemimpin yang
merupakan bagian dari perusahaan perlu ditingkatkan kinerjanya sebagai feed
back dari perusahaan untuk tetap menjaga dan meningkatkan agar tujuan
perusahaan tercapai.
Kinerja Pimpinan Kesadaran diri (X1)
Pengendalian diri (X2)
Motivasi (X3)
Empati (X4)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Cavallo (2001) meneliti dimensi–dimensi kecerdasan emosional sebagai
prediktor dalam menentukan pemimpin dengan potensi kerja tinggi di perusahaan
Johnson & Johnson dengan partisipan 358 orang manajer pada seluruh bagian
perusahaan, dengan tujuan untuk melihat pengaruh dan perbedaan yang
ditimbulkan terhadap manajer dengan potensi kerja tinggi dan dengan yang hanya
memiliki potensi kerja menengah. Hasilnya dimensi-dimensi kecerdasan
emosional mempengaruhi potensi kerja manajer dan manajer yang memiliki
potensi kerja yang tinggi lebih unggul dalam kecerdasan emosinya daripada
manajer yang berpotensi kerja biasa saja. Penelitian Hardian dan Suyono (2003)
yang meneliti pengaruh dimensi-dimensi kecerdasan emosional terhadap prestasi
kerja pimpinan unit pada tiga kantor cabang bank pemerintah di Jawa Timur,
yang hasilnya kesadaran diri, pengaturan diri, kesadaran sosial, kemampuan sosial
secara bersama-sama berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja. Berdasarkan
hasil penelitian tersebut, maka hipotesis pertama dan kedua dirumuskan sebagai
berikut :
H1a : Kesadaran diri berpengaruh secara signifikan pada kinerja pimpinan PT.
Graha Farma Surakarta.
H1b : Pengaturan diri berpengaruh secara signifikan pada kinerja pimpinan PT.
Graha Farma Surakarta.
H1c : Motivasi berpengaruh secara signifikan pada kinerja pimpinan PT. Graha
Farma Surakarta.
H1d : Empati berpengaruh secara signifikan pada kinerja pimpinan PT. Graha
Farma Surakarta.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
H2 : Kecerdasan emosional secara simultan berpengaruh pada kinerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
A. Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan perencanaan dan struktur penelitian yang
digunakan dalam rangka memperoleh jawaban-jawaban dari pertanyaan
penelitian. Desain penelitian sendiri meliputi: pengumpulan data, pengukuran
data dan analisis data.
Cooper dan Schindler (dalam Saputro, 2005 ) mengklasifikasikan desain
penelitian menjadi tujuh kategori. Berdasarkan klasifikasi tersebut maka
penelitian ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
1. Degree of Research Question Crystallisation
Kristalisasi permasalahan dalam penelitian ini bersifat formal study,
yang artinya peneliti sudah memperoleh kejelasan akan masalah yang akan
diteliti atas dasar teori-teori yang ada serta berbagai penelitian yang telah
dilakukan sebelumnya.
2. Method of Data Collection
Pada penelitian ini, data yang diperlukan dikumpulkan melalui data
kuesioner yang diperoleh dengan menyebarkan sejumlah kuesioner kapada
pimpinan PT. Graha Farma.
Disamping menggunakan kuesioner, peneliti juga menggunakan data
kepustakaan yang dimaksudkan untuk memperoleh landasan teori yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
hasil pengolahan data penelitian. Metode ini dilakukan dengan membaca
literatur-literatur yang berhubungan dengan penelitian yang sedang dilakukan.
3. Researcher Control Variables
Dalam penelitian ini menggunakan variable kontrol terhadap veriabel
independen dalam arti peneliti dapat memanipulasi variabel-variabel tersebut.
Pada desain ini, peneliti dapat melaporkan apa saja yang terjadi dengan
memanipulasi variabel yang digunakan.
4. The Purpose of the Study
Ditinjau dari tujuannya, penelitian ini bersifat kausalitas yang berarti
menghubungkan satu variabel dengan variabel yang lainnya. Pada penelitian
ini penulis mencoba mengetahui kaitan antara variabel kecerdasan emosional
terhadap kinerja pimpinan PT. Graha Farma.
5. The Time Dimension
Bila ditinjau dari segi dimensi waktu, penelitian ini bersifat cross
sectional study karena penelitian ini hanya dilakukan dalam satu periode
waktu dan disertai dengan sejumlah observasi.
6. The Topical Scope
Penelitian ini bersifat statistical study yang mencoba mengungkapkan
karakteristik suatu populasi dengan menarik kesimpulan dari karakteristik
sampel.
7. The Research Environment
Lingkungan penelitian berhubungan dengan lokasi dimana penelitian
akan dilakukan, Penelitian ini digolongkan dalam field study karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
B. Populasi, Sampel dan Teknik Sampling
Populasi merupakan keseluruhan kumpulan orang, gejala kejadian atau
sesuatu yang menarik untuk diteliti dan kesimpulannya dapat digeneralisasi
melalui sampel yang diambil (Sekaran, 2000). Populasi digunakan untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh antara variabel independen kecerdasan
emosional terhadap variabel dependen kinerja pimpinan. Adapun populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh pimpinan PT. Graha Farma Surakarta.
Menurut Djarwanto dan Subagyo (dalam Saputro, 2005), sampel adalah
bagian dari anggota populasi yang karakteristiknya akan diteliti dan dianggap bisa
mewakili keseluruhan populasi. Syarat utama pemilihan sample suatu populasi
adalah sampel harus mencerminkan dan mewakili populasi dalam bentuk kecil (
miniature population ).
Besaran sampel yang tepat adalah tergantung pada ciri-ciri populasi dan
tujuan penelitian itu. Bila populasi penelitian beraneka ragam atau heterogen,
maka jumlah sampel yang diambil semakin besar. Beberapa pedoman dalam
menentukan jumlah sampel antara lain :
1. Roscoe (dalam Sekaran, 2000) memberikan pedoman sebagai berikut:
a. Ukuran sampel lebih besar dari 30 dan kurang dari 500 adalah telah
tercukupi untuk digunakan dalam semua penelitian.
b. Bila sampel dibagi menjadi sub-sub sampel maka ukuran sampel minimal
yang dibutuhkan untuk setiap kategori (laki-laki atau perempuan, yunior
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
c. Dalam penelitian multivariate (termasuk analisa multi regresi) ukuran
sampel seharusnya beberapa kali (lebih baik 10 kali atau lebih) jumlah
variabel yang digunakan dalam penelitian (Santoso, 2002).
2. Berdasarkan pertimbangan estimasi kemungkinan maksimal, jumlah sampel
minimum yang digunakan dalam analisis faktor adalah 50 responden sudah
dapat memberikan hasil valid, tetapi jumlah sampel sekecil ini tidak
direkomendasikan dan ukuran yang tepat dalam penelitian sebaiknya lebih
besar dari 100 responden (Hair et al, 1998).
Sampling merupakan metode atau teknik yang dipergunakan untuk
mengambil sampel. Dalam penelitian ini pengambilan sampel menggunakan
teknik sensus sampling, yaitu penelitian yang dilakukan dengan mengambil
keseluruhan anggota/elemen dari jumlah populasi (Rosady, 2003:135).
Memperhatikan beberapa pendapat para ahli di atas dalam penelitian ini
jumlah responden sebanyak 70 diambil dari keseluruhan dari jumlah populasi
pimpinan PT. Graha Farma pada tingkat direktur, manajer, kepala bagian dan
supervisor.
C. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel
1. Variabel Independen
Variabel independen adalah variabel yang menimbulkan berbagai
perubahan yang terjadi pada variabel dependen. Variabel independen yang
dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional yang terdiri dari lima
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
dan percaya diri, pengaturan diri, meliputi: pengendalian diri, dapat dipercaya,
waspada adaptif dan inovatif, motivasi, meliputi: dorongan berprestasi,
komitmen, inisiatif dan optimis, empati, meliputi: memahami orang lain,
pelayanan, mengembangkan orang lain, mengatasi keragaman dan kesadaran
politis dan ketrampilan sosial, meliputi: pengaruh, komunikasi,
kepemimpinan, katalisator perubahan, manajemen konflik, pengikat jaringan,
kolaborasi dan kooperasi serta kerja tim. Kecerdasan emosional yang dimiliki
seseorang mengukur seberapa baik kinerjanya dalam dunia kerja.
Dari berbagai instrumen yang digunakan untuk mengukur tingkat
kecerdasan emosional seseorang pada penelitian kali ini menggunakan 25
indikator yang dikemukakan oleh Goleman (dalam Harsono dan Untoro,
2004) yang diukur dengan 25 butir pernyataan sikap dengan skala 1 untuk
sangat setuju dan 4 untuk sangat tidak setuju.
2. Variabel Dependen
12.Variabel dependen diasumsikan sebagai effect dari, atau suatu bentuk
tanggapan terhadap, pengaruh dari, perubahan yang ditimbulkan oleh
variabel independen. Variabel dependen dalam penelitian ini adalah
kinerja pimpinan yang meliputi: kesetiaan, prestasi kerja, kejujuran,
kedisiplinan, kreativitas, kerjasama, kepemimpinan, kepribadian, prakarsa,
kecakapan dan tanggung jawab.
Aspek-aspek yang akan digunakan untuk mengukur variabel dependen
kinerja pimpinan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan kuesioner
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Furnham dan Stringfield (dalam Saputro, 2005) dengan menyesuaikan
kuesioner standar kerja untuk penilaian kinerja karyawan di PT. Graha Farma.
D. Teknik Pengukuran Variabel
Analisis kuantitatif merupakan analisis yang digunakan terhadap data
yang berwujud angka – angka dan cara pembahasannya dalam penelitian ini
dengan menggunakan program SPSS for Windows ver 13.0. Adapun metode
pengolahannya adalah sebagai berikut :
1. Editing ( Pengeditan )
Memilih atau mengambil data yang perlu dan membuang data yang dianggap
tidak perlu, untuk memudahkan perhitungan dalam pengujian hipotesa.
2. Coding ( Pemberian Kode )
Proses pemberian kode tertentu terhadap macam dari kuesioner untuk
kelompok ke dalam kategori yang sama.
3. Scoring ( Pemberian Skor )
Scoring adalah suatu kegiatan yang berupa penelitian atau pengharapan yang
berupa angka – angka kuantitatif yang diperlukan dalam penghitungan
hipotesa. Atau mengubah data yang bersifat kualitatif ke dalam bentuk
kuantitatif. Dalam penghitungan scoring digunakan skala Likert yang
pengukurannya sebagai berikut ( Sugiyono, 2004 : 87 ) :
1. Sangat Tidak Setuju (STS) dengan nilai 1
2. Tidak Setuju (TS) dengan nilai 2
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
4. Sangat Setuju (SS) dengan nila 4
E. Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari responden
dalam penelitian. Data ini diperoleh melalui kuesioner yang disebarkan dan
diisi oleh responden. Data inilah yang nantinya akan dianalisa lebih lanjut
dengan menggunakan metode analisis yang telah ditentukan
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang digunakan untuk melengkapi data
primer dalam menyusun laporan penelitian. Data ini sifatnya sebagai
pelengkap data primer. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini
diperoleh dari berbagai sumber yaitu:
a. Jurnal
Artikel yang digunakan sebagai referensi dalam penelitian ini diperoleh
dari jurnal-jurnal yang telah diterbitkan.
b. Sumber lain
Penggunaan referensi sumber lain berupa buku, skripsi maupun tesis.
F. Metode Pengumpulan Data
1. Kuesioner
Kuesioner dapat diartikan sebagai suatu metode pengumpulan data
yang merupakan respon tertulis dari responden terhadap sejumlah pernyataan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
Penelitian ini menggunakan kuesioner dengan dasar pertimbangan
bahwa responden adalah orang yang paling tahu tentang dirinya sendiri, apa
yang dinyatakan responden kepada peneliti adalah benar dan dapat dipercaya,
interpretasi responden tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan adalah
sama dengan apa yang dimaksudkan oleh peneliti.
Penelitian ini menggunakan kuesioner tipe pilihan dengan
pertimbangan tipe pilihan ini pada umumnya lebih menarik responden
dibandingkan dengan kuesioner tipe lainnya.
Pertimbangan lainnya adalah sehubungan dengan kesibukkan
responden yang akan diteliti sehingga peneliti berusaha memberikan
kemudahan dengan tidak menyita banyak waktu responden dalam menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang diajukan kuesioner,
Metode pengumpulan data kuesioner pada penelitian ini adalah dengan
menggunakan metode personally administered questionnaires, yaitu peneliti
menyampaikan sendiri kuesioner kepada responden dan mengambil sendiri
kuesioner yang telah diisi oleh responden. Pemilihan metode ini adalah untuk
memperbesar tingkat pengembalian kuesioner dalam periode waktu yang
pendek.
2. Studi Pustaka
Metode ini digunakan untuk memperoleh landasan teori yang
digunakan untuk menentukan variabel-variabel yang diukur dan menganalisis
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
literature-literatur yang ada yang berhubungan dengan penelitian yang sedang
dilakukan.
G. Metode Analisis Data
Rencana analisis data mencakup statistic deskriptif, uji kualitas data dan
uji hipotesis.
1. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif dimaksudkan untuk memberikan penjelasan yang
memudahkan dalam menginterpretasikan hasil analisis data dan
pembahasannya, Statistik deskriptif menjelaskan data demografi responden
dan statistik deskriptif variabel utama yang diteliti. Deskripsi variabel
penelitian meliputi kisaran skor jawaban responden baik secara teoritis
maupun berdasarkan data yang dikumpulkan dalam penelitian ini.
2. Uji Kualitas Data
Uji kualitas data dimaksudkan untuk mengetahui validitas data dan
keandalan (reliabilitas) yang dihasilkan dari penggunaan instrument pengukur
variabel penelitian ini.
a. Uji Validitas
Hubungan antar faktor-faktor dalam mengidentifikasi sebuah
variabel dikategorikan sebagai hubungan yang interdependen, yaitu
analisis yang tidak membedakan antara variabel dependen dan independen
(Hair et al, 1998). Uji validitas yang digunakan untuk sebuah variabel
yang terdiri dari banyak faktor yang independen adalah teknik factor
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
merupakan pengujian kembali dari penelitian yang telah dilakukan
sebelumnya dimana pada penelitian sebelumnya telah berhasil
mengidentifikasi faktor-faktor yang membentuk konstruk, maka dalam
penelitian ini teknis analisis yang dipakai adalah menggunakan
Confirmatory Factor Analysis (CFA). Dalam penelitian ini CPA diuji
dengan bantuan paket perangkat lunak program SPSS 13.0 for Windows.
Hair et al (1998) menyatakan bahwa suatu analisis factor
dinyatakan feasible bila memenuhi syarat:
1. Uji KMO dan Bartlett’s Test di atas 0,5 dan signifikasi di bawah 0,05.
2. Koefisien Anti Image Matrices sebagai measures of sampling
adequacy (MSA) minimal 0,5.
Langkah selanjutnya dalam mendapatkan komposisi yang terbaik
dalam mengidentifikasi komponen-komponen yang membentuk konsep
kecerdasan emosional adalah melakukan ekstraksi terhadap konstruk yang
telah diuji. Metode ekstraksi yang dipakai adalah principal component
analysis, dimana dilakukan rotasi dengan menggunakan metode varimax.
Ferdinand (dalam Harsono dan Untoro, 2004) menyatakan bahwa sebelum
dilakukan analisis factor dengan principal component analysis setiap
komponen harus mempunyai loading factor 0,3 sebagai cutting point.
Loading factor mencerminkan derajat validitas konstruk dengan mengukur
sejauh mana muatan factor tersebut sesuai dengan teori yang
mendasarinya.