• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008."

Copied!
79
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD DR.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2008

Oleh:

ANNETTE REGINA BR. BRAHMANA 070100113

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN DERMATITIS ATOPIK DI POLIKLINIK KULIT DAN KELAMIN RSUD DR.PIRNGADI MEDAN TAHUN 2008

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

Oleh:

ANNETTE REGINA BR. BRAHMANA

070100113

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Gambaran Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008

Nama : Annette Regina br. Brahmana

NIM : 070100113

Medan, Desembeer 2010 Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

( Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD – KGEH ) NIP: 19540220 198011 1 001

Penguji I

( dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc-CMFM., MTd-Ked. ) NIP: 19670527 199903 2 001

Pembimbing

( dr. Donna Partogi, Sp.KK ) NIP: 19720103 200501 2 001

Penguji II

(4)

ABSTRAK

Dermatitis atopik (DA) masih merupakan masalah kesehatan, yang dapat terjadi pada bayi, anak, dan dewasa karena sifatnya yang kronik residif dan tidak dapat disembuhkan 100% sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran penderita dermatitis atopik berdasarkan jenis kelamin, usia dan lokasi ruam di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi, Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

cross-sectional. Data dalam penelitian ini diperoleh dari catatan medik pasien yang

berkunjung di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi, Medan, mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2008, yang telah didiagnosis dermatitis atopik oleh dokter spesialis kulit dan kelamin. Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi, Medan. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 113 pasien dermatitis atopik, sebanyak 56 orang (49,5%) berada pada kelompok usia <15 tahun. Jenis kelamin terbanyak didapatkan pada perempuan sebanyak 67 orang (59,3%) dan lokasi ruam terbanyak didapatkan pada lipatan sebanyak 94 orang (40,9%).

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dermatitis atopik banyak diderita oleh perempuan (59,3%), <15 tahun (49,5%) dengan lokasi terbanyak pada lipatan (40,9%).

(5)

ABSTRACT

Atopic dermatitis still a major public health-problem in infants, children and adults because of the chronic-relapsing characteristic of this disease which is uncureable totally and hence, will affect the patient’s quality of life.The aim of this study is to describe the sex, age and the site of rash of patients with atopic dermatitis ini Dermato-Venerology Polyclinic in Dr. Pirngadi Regional General Hospital, Medan.

This is a descriptive cross-sectional study. The data in this study was collected from medical record of the patients who had visited the Dermato-Venereology Polyclinic in Dr. Pirngadi Regional General Hospital, Medan between 1 January and 31 December 2008 and diagnosed with atopic dermatitis by dermato-venereologist. The population in this study was all patients in Dermato-Venereology Polyclinic in Dr. Pirngadi Regional General Hospita, Medan. The method used to collect the sample in this study was total sampling method.

This study shows that of 113 atopic dermatitis patients, 56(49,5%) were aged <15 years old. Most of the patients-67 patients (59,3%)-were female and most of the rashes (40,9%) were found in body’s fold

From the result, we can conclude that atopic dermatitis is mostly found in female (59,3%) and in patients aged <15 years old (49,5%). The rashes are mostly found in body’s fold (40,9%).

Keywords : atopic dermatitis, Dermato-Venerology Polyclinic, Dr. Pirngadi Regional General Hospital

(6)
(7)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya yang begitu besar sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan laporan hasil penelitian yang berjudul “Gambaran Dermatitis Atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan Tahun 2008”. Merupakan salah satu area kompetensi dasar yang harus dimiliki oleh seorang dokter umum, laporan hasil penelitian ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan di progran studi Sarjana Kedokteran, Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah turut serta membantu penulis menyelesaikan laporan hasil penelitian ini, diantaranya:

1. Kepada Prof. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

2. Kepada dosen pembimbing penulisan penelitian ini, dr. Donna Partogi, Sp.KK, yang dengan sepenuh hati telah meluangkan segenap waktu untuk membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal penyusunan proposal penelitian, pelaksanaan di lapangan hingga selesainya laporan hasil penelitian ini. Juga kepada dr. Isti Ilmiati Fujiati, MSc-CMFM., MTd-Ked., dr. Prof. dr. Abdul Rahman Saragih, Sp.THT-KL(K) selaku dosen penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang membangun untuk penelitian ini

3. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Rudolf Pakpahan, Sp.Rad yang telah menjadi dosen penasihat akademik penulis selama menjalani pendidikan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

4. Kepada Bagian Penelitian dan Pengembangan ( LITBANG) Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

(8)

6. Kepada Bagian Poliklinik Kulit dan Kelamin Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan

7. Kepada Bagian Pengolahan Data dan Rekam Medis Rumah Sakit Umum Daerah Dr.Pirngadi Medan sebagai tempat penelitian

8. Kepada kedua orang tua penulis, Ayahanda Ir.Menaken Brahmana dan Ibunda dr.Terapul Tarigan,SpA(K) serta kakak penulis, kakanda dr.Adian Manase Kristian Brahmana dan adik penulis, adinda Andrew Timanta Brahmana yang telah senantiasa mendukung dan memberikan dukungan serta bantuan dalam menyelesaikan laporan hasil penelitian ini

9. Kepada teman-teman seperjuangan Jane T. Silitonga, Syahputra Parlindungan, Ruth Aritonang yang selama ini telah bersama – sama berjuang dalam menyelesaikan karya tulis ilmiah

10. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada sahabat-sahabat penulis, khususnya Andika Pradana, Mirzal Fuadi, Ayuca Zarry, Ira Nola Lingga, Pernanda Selpia, Nisa Lailan dan Dini Feduyasih, Krisnarta Sembiring, senior yang paling senior.

11. Kepada seluruh kakanda dan personalia unit aktivitas mahasiswa Standing

Committee on Research Exchange (SCORE FK USU) yang telah

mengajarkan kepada penulis indahnya seluk beluk dunia penelitian.

12. Kepada teman – teman stambuk 2007 dan pihak – pihak yang lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis menyelesaikan penulisan laporan hasil penelitian ini. Hanya Tuhan yang mampu memberikan balasan terbaik atas segalanya.

Penulis menyadari bahwa penulisan laporan hasil penelitian ini masih belum sempurna, baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan laporan hasil penelitian ini di kemudian hari.

(9)
(10)

DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACT ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB 1 PENDAHULUAN ... 1

1.1. ... Latar Belakang ... 1

1.2. ... Rumusan Masalah ... 3

1.3. ... Tujuan Penelitian ... 3

1.4. ... Manfaat Penelitian ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1. Defenisi Dermatitis atopik ... ... 5

2.2. Epidemiologi Dermatitis atopik ... 5

2.3. Etiologi dan Patogenesis Dermatitis atopik ... 7

2.3.1. Faktor Endogen ... 7

2.3.2. Faktor Eksogen ... 10

2.4. Imunopatogenesis Dermatitis atopik ... 11

2.5. Gejala Klinis Dermatitis Atopik ... 16

2.6. Diagnosis Dermatitis Atopik ... 19

(11)

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 21

3.1. Kerangka Konsep Penelitian ... 21

3.2. Definisi Operasional ... 21

BAB 4 METODE PENELITIAN ... 23

4.1. Rancangan Penelitian ... 23

4.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 23

4.3. Populasi dan Sampel Penelitian ... 23

4.4. Metode Pengumpulan Data... 24

4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 24

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 25

5.1. Hasil Penelitian ... 25

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 25

5.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian ... 25

5.2. Pembahasan ... 27

5.2.1. Gambaran Dermatitis Atopik di RSUD Dr.Pirngadi Medan ... 28

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN ... 30

12.1. Kesimpulan ... 30

12.2. Saran ... 30

DAFTAR PUSTAKA ... 31

(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

Tabel 3.1. Tabel Definisi Operasional ... 22

Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin ... 26

Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Usia ... 26

(13)

DAFTAR GAMBAR

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Daftar Riwayat Hidup

LAMPIRAN 2 Data Induk

LAMPIRAN 3 Output Data Hasil Penelitian

LAMPIRAN 4 Lembar Ethical Clearence

LAMPIRAN 5 Surat Izin Penelitian

(15)

ABSTRAK

Dermatitis atopik (DA) masih merupakan masalah kesehatan, yang dapat terjadi pada bayi, anak, dan dewasa karena sifatnya yang kronik residif dan tidak dapat disembuhkan 100% sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Untuk itu, penelitian ini dilaksanakan untuk mengetahui gambaran penderita dermatitis atopik berdasarkan jenis kelamin, usia dan lokasi ruam di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi, Medan.

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan

cross-sectional. Data dalam penelitian ini diperoleh dari catatan medik pasien yang

berkunjung di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi, Medan, mulai 1 Januari sampai 31 Desember 2008, yang telah didiagnosis dermatitis atopik oleh dokter spesialis kulit dan kelamin. Populasi dalam penelitian ini ialah seluruh pasien Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi, Medan. Pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan metode total sampling.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dari 113 pasien dermatitis atopik, sebanyak 56 orang (49,5%) berada pada kelompok usia <15 tahun. Jenis kelamin terbanyak didapatkan pada perempuan sebanyak 67 orang (59,3%) dan lokasi ruam terbanyak didapatkan pada lipatan sebanyak 94 orang (40,9%).

Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa dermatitis atopik banyak diderita oleh perempuan (59,3%), <15 tahun (49,5%) dengan lokasi terbanyak pada lipatan (40,9%).

(16)

ABSTRACT

Atopic dermatitis still a major public health-problem in infants, children and adults because of the chronic-relapsing characteristic of this disease which is uncureable totally and hence, will affect the patient’s quality of life.The aim of this study is to describe the sex, age and the site of rash of patients with atopic dermatitis ini Dermato-Venerology Polyclinic in Dr. Pirngadi Regional General Hospital, Medan.

This is a descriptive cross-sectional study. The data in this study was collected from medical record of the patients who had visited the Dermato-Venereology Polyclinic in Dr. Pirngadi Regional General Hospital, Medan between 1 January and 31 December 2008 and diagnosed with atopic dermatitis by dermato-venereologist. The population in this study was all patients in Dermato-Venereology Polyclinic in Dr. Pirngadi Regional General Hospita, Medan. The method used to collect the sample in this study was total sampling method.

This study shows that of 113 atopic dermatitis patients, 56(49,5%) were aged <15 years old. Most of the patients-67 patients (59,3%)-were female and most of the rashes (40,9%) were found in body’s fold

From the result, we can conclude that atopic dermatitis is mostly found in female (59,3%) and in patients aged <15 years old (49,5%). The rashes are mostly found in body’s fold (40,9%).

Keywords : atopic dermatitis, Dermato-Venerology Polyclinic, Dr. Pirngadi Regional General Hospital

(17)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dermatitis atopik masih merupakan masalah kesehatan, terutama pada bayi dan anak, karena sifatnya yang kronik residif, sehingga dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien. Dermatitis atopik paling sering pada bayi, namun dapat juga pada anak dan dewasa. Pada sebagian besar pasien, dermatitis atopik merupakan manifestasi klinis atopi yang pertama, dan banyak diantara mereka kemudian akan mengalami asma dan rinitis alergik. Walaupun predisposisi genetik merupakan salah satu faktor risiko yang paling penting, tetapi meningkatnya prevalensi dermatitis atopik di negara-negara industri menunjukkan bahwa faktor lingkungan (pajanan mikroba dan nutrisi) juga mempunyai peran yang cukup penting (Schultz, et al., 1996 dalam Gondokaryono, 2009; Leung, 2007; Wisesa, 2009; Dharmadji, 2006).

Etiologi pasti dermatitis atopik ini belum diketahui, namun berbagai penelitian menunjukkan bahwa dermatitis atopik ini disebabkan dari interaksi antara genetik, lingkungan, defek sawar kulit dan sistem imun (Peterson dan Chan, 2006). Simptom utama dari dermatitis atopik ialah gatal. Gatal merupakan masalah utama selama tidur, pada waktu kontrol kesadaran terhadap garukan menjadi hilang. Untuk bayi, dermatitis atopik dapat menyebabkan keadaan yang tidak menyenangkan dan mengganggu oleh karena iritasi di daerah kulit yang disertai rasa gatal, garukan, sampai terjadinya infeksi. Kesemua ini dapat membuat bayi menjadi rewel, proses pemberian makan menjadi terganggu, dan akhirnya akan mempengaruhi proses tumbuh kembangnya (Dewi, 2004).

(18)

juga didapatkan pada mereka masih menderita dermatitis atopik pada masa kanak-kanak, hanya sekitar sepertiga kasus masih berlanjut hingga masa remaja. Sebagian besar penderita mengalami periode remisi dan periode kambuh penyakit ini selama bertahun-tahun (Leung, et al., 2004 dalam Zulkarnain, 2009).

Faktor-faktor yang dapat menyebabkan timbulnya dermatitis atopik yang persisten antara lain, adanya riwayat anggota keluarga yang menderita dermatitis atopik, awitan penyakit pada usia dini, gambaran penyakit yang semakin meluas pada awal kehidupan dan adanya penyakit asma atau rinitis alergik yang timbul secara bersamaan (Leung, et al., 2007) .

Prevalensi dermatitis atopik pada anak cenderung meningkat pada beberapa dekade terakhir. Menurut International Study of Asthma and Allergies in

Children, prevalensi penderita dermatitis atopik pada anak bervariasi di berbagai

negara. Prevalensi dermatitis atopik pada anak di Iran dan China kurang lebih sebanyak 2%, di Australia, England dan Scandinavia sebesar 20%. Prevalensi yang tinggi juga didapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu sebesar 17,2% (Flohr, et al., dalam Zulkarnain, 2009; Laughter, et al., 2000 dalam Simpson dan Hanifin, 2005).

Pada penelitian Yuin Chew Chan dkk, di Asia Tenggara didapatkan prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa adalah sebesar kurang lebih 20% (Chan, et al., 2006 dalam Zulkarnain, 2009).

Data mengenai penderita dermatitis atopik di Indonesia belum diketahui secara pasti. Berdasarkan data di Unit Rawat Jalan Penyakit Kulit Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien dermatitis atopik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah pasien dermatitis atopik baru yang berkunjung pada tahun 2006 sebanyak 116 pasien (8,14%) dan pada tahun 2007 sebanyak 148 pasien (11,05%), sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (17,65%) (Zulkarnain, 2009).

(19)

RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2008 yang merupakan rumah sakit rujukan kota Medan.

1.2. Rumusan Masalah

Dengan memperhatikan latar belakang masalah yang telah dikemukakan di atas, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah gambaran penyakit dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi tahun 2008?’’.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr. Pirngadi Medan tahun 2008.

1.3.2. Tujuan Khusus

Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui gambaran dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2008 berdasarkan jenis kelamin. 2. Untuk mengetahui gambaran dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan

Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2008 berdasarkan usia.

3. Untuk mengetahui gambaran dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan tahun 2008 berdasarkan lokasi ruam.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penulisan karya ilmiah ini diharapkan :

Sebagai bahan informasi dan pengetahuan kepada tenaga medis, terutama dokter spesialis kulit mengenai gambaran dermatitis atopik di Poliklinik Kulit dan

(20)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Dermatitis Atopik

Dermatitis atopik adalah suatu dermatitis yang bersifat kronik residif yang dapat terjadi pada bayi, anak dan dewasa dengan riwayat atopi pada penderita atau keluarganya (Dharmadji, 2006).

2.2. Epidemiologi

Dermatitis atopik (DA) merupakan masalah kesehatan masyarakat utama di seluruh dunia dengan prevalensi pada anak-anak 10-20%, dan prevalensi pada orang dewasa 1-3% (Williams et al, 1999 dalam Leung, et al., 2007; Schultz dan Hanifin, 2002 dalam Leung dan Bieber, 2003). Dermatitis atopik lebih sering terjadi pada wanita daripada laki-laki dengan ratio kira-kira 1.5:1 (Kuster, et al., 1990 dalam Abramovits, 2005). Dermatitis atopik sering dimulai pada awal masa pertumbuhan (early-onset dermatitis atopic). Empat puluh lima persen kasus dermatitis atopik pada anak pertama kali muncul dalam usia 6 bulan pertama, 60% muncul pada usia satu tahun pertama dan 85% kasus muncul pertama kali sebelum anak berusia 5 tahun. Lebih dari 50% anak-anak yang terkena dermatitis atopik pada 2 tahun pertama tidak memiliki tanda-tanda sensitisasi IgE, tetapi mereka menjadi jauh lebih peka selama masa dermatitis atopik (Illi et al., 2004 dalam Bieber, 2008). Sebagian besar yaitu 70% kasus penderita dermatitis atopik anak, akan mengalami remisi spontan sebelum dewasa. Namun penyakit ini juga dapat terjadi pada saat dewasa ( late onset dermatitis atopic ), dan pasien ini dalam jumlah yang besar tidak ada tanda-tanda sensitisasi yang dimediasi oleh IgE(Novak dan Bieber, 2003 dalam Bieber, 2008).

(21)

2%, di Australia, England dan Scandinavia sebesar 20%. Prevalensi yang tinggi juga didapatkan di Negara Amerika Serikat yaitu sebesar 17,2% (Flohr, et al., dalam Zulkarnain, 2009; Laughter, et al., 2000 dalam Simpson dan Hanifin, 2005).

Penelitian Yuin Chew Chan dkk, di Asia Tenggara didapatkan prevalensi dermatitis atopik pada orang dewasa adalah sebesar kurang lebih 20% (Chan et

al., 2006 dalam Zulkarnain, 2009).

Data mengenai penderita dermatitis atopik pada anak di Indonesia belum diketahui secara pasti. Berdasarkan data di Unit Rawat jalan Penyakit Kulit Anak RSU Dr. Soetomo didapatkan jumlah pasien dermatitis atopik mengalami peningkatan setiap tahunnya. Jumlah pasien dermatitis atopik baru yang berkunjung pada tahun 2006 sebanyak 116 pasien (8,14%) dan pada tahun 2007 sebanyak 148 pasien (11,05%), sedangkan tahun 2008 sebanyak 230 pasien (17,65%) (Zulkarnain, 2009).

Penyebab dari peningkatan prevalensi dermatitis atopik belum sepenuhnya dimengerti. Riwayat keluarga yang positif mempunyai peran yang penting dalam kerentanan terhadap dermatitis atopik, namun faktor genetik saja tidak dapat menjelaskan peningkatan prevalensi yang demikian besar. Dari hasil observasi yang dilakukan pada negara-negara yang memiliki ethnis grup yang sama didapatkan bahwa faktor lingkungan berhubungan dengan peningkatan risiko dermatitis atopik (Flohr, et al., 2005 dalam Gondokaryono, 2009; Tay, 2002 dalam Leung, et al., 2007). Prevalensi dermatitis atopik lebih rendah di daerah pedesaan dibandingkan dengan daerah perkotaan yang dihubungkan dengan “hygiene hypothesis”, yang mendalilkan bahwa ketiadaan pemaparan terhadap agen infeksi pada masa anak-anak yang dini meningkatkan kerentanan terhadap penyakit alergi (Williams dan Flohr, 2006 dalam Bieber, 2008; Zutavern, et al., 2005 dalam Bieber, 2008).

(22)

aureus, dan umur ibu yang tua pada saat melahirkan (Larsen dan Hanifin, 2002

dalam Abramovits, 2005; Von, 2000 dalam Abramovits, 2005; Jones, 2002 dalam Abramovits, 2005; Eichenfield, et al., 2003 dalam Leung, et al., 2007).

2.3. Etiologi dan Patogenesis Dermatitis Atopik

Faktor endogen yang berperan, meliputi faktor genetik, hipersensitivitas akibat peningkatan kadar immunoglobulin (Ig)E total dan spesifik, kondisi kulit yang relatif kering (disfungsi sawar kulit), dan gangguan psikis. Faktor eksogen pada DA, antara lain adalah trauma fisik-kimia-panas, bahan iritan, allergen debu, tungau debu rumah, makanan (susu sapi, telur), infeksi mikroba, perubahan iklim (peningkatan suhu dan kelembaban), serta hygiene lingkungan. Faktor endogen lebih berperan sebagai faktor predisposisi sedangkan faktor eksogen cenderung menjadi faktor pencetus (Boediardja, 2006).

2.3.1. Faktor Endogen

a. Sawar kulit

Penderita DA pada umumnya memiliki kulit yang relatif kering baik di daerah lesi maupun non lesi, dengan mekanisme yang kompleks dan terkait erat dengan kerusakan sawar kulit. Hilangnya ceramide di kulit, yang berfungsi sebagai molekul utama pengikat air di ruang ekstraselular stratum korneum, dianggap sebagai penyebab kelainan fungsi sawar kulit. Variasi pH kulit dapat menyebabkan kelainan metabolisme lipid di kulit. Kelainan fungsi sawar kulit mengakibatkan peningkatan transepidermal water loss (TEWL) 2-5 kali normal, kulit akan makin kering dan merupakan port d’entry untuk terjadinya penetrasi allergen, iritasi, bakteri dan virus. Bakteri pada pasien dermatitis atopik mensekresi ceramidase yang menyebabkan metabolisme ceramide menjadi

sphingosine dan asam lemak, selanjutnya semakin mengurangi ceramide di

(23)

sawar kulit. Gangguan sawar kulit tersebut meningkatkan rasa gatal, terjadilah garukan berulang (siklus gatal-garuk-gatal) yang menyebabkan kerusakan sawar kulit. Dengan demikian penetrasi alergen, iritasi, dan infeksi menjadi lebih mudah (Boediardja, 2006).

b. Genetik

Pendapat tentang faktor genetik diperkuat dengan bukti, yaitu terdapat DA dalam keluarga. Jumlah penderita DA di keluarga meningkat 50% apabila salah satu orangtuanya DA, 75% bila kedua orangtuanya menderita DA. Risiko terjadi DA pada kembar monozigot sebesar 77% sedangkan kembar dizigot sebesar 25%. Dari berbagai penelitian terungkap tentang polimorfisme gen dihubungkan dengan DA. Selain itu pada penderita DA atau keluarga sering terdapat riwayat rinitis alergik dan alergi pada saluran napas. Mekanisme imunologik berkaitan erat dengan ekspresi gen penyandi, diantaranya (Boediardja, 2006):

1. Ekspresi human leucocyte antigen (HLA)-DR pada sel Langerhans meningkat berkaitan dengan gen penyandi pada kromosom 6p21.3.

2. Aktivasi sel T oleh sel penyaji antigen atau antigen presenting cells (APC)

atau sel Langerhans dengan ekspresi kuat reseptor IgE (FcεRI). Selain itu

ditemukan peningkatan jumlah IgE (100-1000 kali lipat) pada sel Langerhans di epidermis lesi DA yang sangat efisien untuk mempresentasikan alergen tungau debu rumah ke sel T.

3. Secara konsisten terdapat peningkatan sintesis IgE spesifik terhadap banyak alergen. Hal tersebut berkaitan dengan kromosom 5q gen penyandi IgE terangkai dengan penyandi interleukin (IL)-4

4. Peningkatan activated cutaneous lymphocyte antigen (CLA) dan sel T, serta jumlah IL-4 dan IL-13 produksi sel Th2, yang secara genetik menunjukkan adanya polimorfisme. Terdapat asosiasi genotip antara gen pengkode sel T dengan gen pengkode IL-4 pada DA. Peningkatan kadar IL-4 dan IL-13 berperan penting pada induksi produksi IgE.

(24)

- Gen pada 5q3.33 merupakan gen penyandi IL-5, IL-9, IL-10, IL-13. - Gen pada 5q31-33 merupakan gen penyandi IL-4, IL-5, IL-13 dan

granulocyte macrophage colony stimulating factor (GM-CSF) produksi sel

Th2.

- Ditemukan peningkatan IL-6 (dihasilkan sel keratinosit), selain sitokin lain yang sudah ditemukan sebelumnya, yaitu IL-4, IL-8, IL-10, IL-12, GM-CSF dan regulated on activation normal T-cell expressed and secreted (RANTES).

6. Terdapat penurunan kadar interferon (IFN)γ produksi sel Th1 pada DA : - IFN-γ memediasi reaksi hipersensitivitas tipe lambat dan menghambat

produksi IgE.

- Pada DA kronik didominasi peningkatan IFN-γ bersama-sama dengan peningkatan IL-12.

7. Eosinofil pada lesi DA fase akut :

- Terdapat peningkatan kadar sitokin yang dihasilkan sel T helper (ThCD4+), yaitu : IL-4, IL-5, dan IL-13. Sitokin tersebut yang sangat berperan penting sebagai induksi molekul adhesi (E selectin) sel endotel pada inflamasi dan reaksi alergik, sehingga mampu menarik eosinofil dan sel inflamasi lainnya.

- IL-5 berfungsi memacu perkembangan, aktivitasi, kemotaksis dan kelangsungan hidup sel eosinofil dalam menghasilkan granul protein sitotoksik, major basic protein (MBP) pada lesi DA.

8. Ditemukan gen yang berkaitan dengan reseptor, yaitu gen 14q12 penyandi

reseptor α sel T (TCRα) dan gen 11q13 penyandi reseptor subunit reseptor subunit β IgE (FcεRIβ).

9. Bukti polimorfisme lainnya, antara lain adalah polimorfisme keterikatan DA dan asma pada gen reseptor di 11q12-13. Pada DA terdapat keterikatan gen di kromosom 3q21 (penyandi CD80 dan CD86). Keterikatan antara kromosom 1q21 dan 17q21, kedua lokus tersebut berdekatan dengan lokus gen penyandi psoriasis (1q21 dan 17q25).

(25)

c. Hipersensitivitas

Berbagai hasil penelitian terdahulu membuktikan adanya peningkatan kadar IgE dalam serum dan IgE di permukaan sel Langerhans epidermis. Data statistik menunjukkan peningkatan IgE pada 85% pasien DA dan proliferasi sel

mast. Pada fase akut terjadi peningkatan IL-4, IL-5, IL-13 yang diproduksi sel

Th2, baik di kulit maupun dalam sirkulasi, penurunan IFN-γ, dan peningkatan IL-4. Produksi IFN-γ juga dihambat oleh prostaglandin (PG) E2 mengaktivasi Th1, sehingga terjadi peningkatan produksi IFN-γ, sedangkan IL-5 dan IL-13 tetap tinggi. Pasien DA bereaksi positif terhadap berbagai alergen, misalnya terhadap alergen makanan 40-96% DA bereaksi positif (pada food challenge

test) (Boediardja, 2006).

d. Faktor psikis

Berdasarkan laporan orangtua, antara 22-80% penderita DA menyatakan lesi DA bertambah buruk akibat stress emosi (Boediardja, 2006).

2.3.2. Faktor eksogen

a. Iritan

Kulit penderita DA ternyata lebih rentan terhadap bahan iritan, antara lain sabun alkalis, bahan kimia yang terkandung pada berbagai obat gosok untuk bayi dan anak, sinar matahari, dan pakaian wol (Boediardja, 2006).

b. Alergen

Penderita DA mudah mengalami alergi terutama terhadap beberapa alergen, antara lain:

1. Alergen hirup, yaitu debu rumah dan tungau debu rumah. Hal tersebut dibuktikan dengan peningkatan kadar IgE RAST (IgE spesifik) (Boediardja, 2006).

(26)

dibuktikan dengan uji kulit soft allergen fast test (SAFT) atau double blind

placebo food challenge test (DBPFCT) (Boediardja, 2006).

3. Infeksi: Infeksi Staphylococcus aureus ditemukan pada > 90% lesi DA dan hanya pada 5% populasi normal. Hal tersebut mempengaruhi derajat keparahan dermatitis atopik, pada kulit yang mengalami inflamasi ditemukan 107 unit koloni setiap sentimeter persegi. Salah satu cara S.aureus menyebabkan eksaserbasi atau mempertahankan inflamasi ialah dengan mensekresi sejumlah toksin (Staphylococcal enterotoin A,B,C,D - SEA-SEB-SEC-SED) yang berperan sebagai superantigen, menyebabkan rangsangan pada sel T dan makrofag. Superantigen S.aureus yang disekresi permukaan kulit dapat berpenetrasi di daerah inflamasi Langerhans untuk memproduksi IL-1, TNF dan IL-12. Semua mekanisme tersebut meningkatkan inflamasi pada DA dengan kemungkinan peningkatan kolonisasi S.aureus. Demikian pula jenis toksin atau protein S.aureus yang lain dapat mengindusi inflamasi kulit melalui sekresi TNF-α oleh keratinosit atau efek sitotoksik langsung pada keratinosit (Soebaryo, 2009).

c. Lingkungan

Faktor lingkungan yang kurang bersih berpengaruh pada kekambuhan DA, misalnya asap rokok, polusi udara (nitrogen dioksida, sufur dioksida), walaupun secara pasti belum terbukti. Suhu yang panas, kelembaban, dan keringat yang banyak akan memicu rasa gatal dan kekambuhan DA. Di negara 4 musim, musim dingin memperberat lesi DA, mungkin karena penggunaan heater (pemanas ruangan). Pada beberapa kasus DA terjadi eksaserbasi akibat reaksi fotosensitivitas terhadap sinar UVA dan UVB (Boediardja, 2006).

2.4. Imunopatogenesis Dermatitis Atopik

a. Imunitas bawaan (innate)

(27)

membatasi tubuh dengan lingkungan merupakan mekanisme pertahanan pertama pada sistem imunitas innate. Sel tersebut dilengkapi dengan sarana untuk pengenalan, disebut sebagai reseptor pattern recognition (PRR), misalnya reseptor

toll-like (TLR). Dikenal lebih dari 10 macam pada manusia, dapat berikatan

secara spesifik dengan dinding sel bakteri, jamur atau DNA-RNA virus. TLR dapat berikatan dengan berbagai struktur mikroba karena adanya molekul permukaan pathogen-associated molecular pattern (PAMP). Terikatnya produk mikroba pada permukaan sel epitel akan menyebabkan aktivitas selular dengan mengeluarkan molekul dengan aktivitas antimikroba, disebut sebagai

anti-microbial peptide/protein (AMP). Pada DA, AMP jumlahnya kurang sehingga

menyebabkan pasien dermatitis atopik mudah terinfeksi herpes (Soebaryo, 2009).

b. Imunitas didapat (acquired)

Peran sel T dan konsep Th1/Th2 merupakan hal penting pada dermatitis atopik. Ketidakseimbangan Th2 sistemik disertai eosinofilia diterima sebagai patogenesis atopik. Sitokin yang diproduksi sel Th2, misalnya 4, 5 dan IL-13 dapat dideteksi pada fase akut penyakit, baik pada lesi kulit maupun non lesi. IL-4 dan IL-13 terkait dengan awitan jaringan inflamasi dan memicu ekspresi molekul adhesi di sel endotel. IL-5 terkait dengan keberadaan eosinofil . Eosinofilia sistemik dan peningkatan eosinophilic cationic protein (ECP) terjadi sesuai dengan aktivitas penyakit dermatitis atopik. Pada dermatitis atopik fase kronik terjadi peningkatan kadar IFN-γ, IL-12, IL-5 dan GM–CSF yang merupakan karakteristik dominasi sel Th1/Th0. Kronisitas dermatitis atopik terkait dengan produksi sitokin oleh sel Th1, yaitu IL-12 dan IL-18, juga IL-11 dan transforming growth factor (TGF)-β1. Dermatitis atopik merupakan penyakit inflamasi bifasik, dimulai dengan fase akut terkait dengan sel Th2, dilanjutkan dengan fase kronik terkait dengan sel Th1 (Soebaryo, 2009).

c. Sel dendritik

(28)

Ada 2 tipe sel dendritik dermatitis atopik yaitu myeloid dendritik (mDC) dan sel plasmasitoid dendritik (pDC). Pada lesi dermatitis atopik keduanya ditemukan, tetapi pDC lebih sedikit dibandingkan mDC. Pada kulit yang mengalami inflamasi terdapat sel inflamasi dendritik epidermal (inflammatory dendritic epidermal cell – IDEC). Sel Langerhans dan IDEC termasuk mDC dan mengekspresikan

reseptor IgE berafinitas tinggi (FcεRI) pada lesi dermatitis atopik . Sel Langerhans dan IDEC berperan sentral pada penyajian antigen ke sel Th1/Th2. FcεRI pada Sel

Langerhans ditemukan pada kulit normal pada saat eksaserbasi penyakit atopik lain, misalnya asma atau rinitis, sedangkan FcεRI IDEC ditemukan pada kulit berlesi. Sel Langerhans berperan aktif pada perkembangan sel T menjadi sel Th2,

sedangkan rangsangan FcεRI pada IDEC akan memicu ke arah respons sel Th1

alergik (Bieber, 2008; Akdis, 2003 dalam Soebaryo 2009; Oppel, et al., 2000

dalam Soebaryo 2009). pDC mengekspresikan FcεRI secara alami dan mengalami

peningkatan pada dermatitis atopik, penting untuk penanggulangan infeksi virus dengan cara mengeluarkan interferon (Soebaryo, 2009).

d. Faktor yang berpengaruh pada diferensiasi sel T helper

Sel Th0 dapat berkembang menjadi sel Th1 atau sel Th2 dan rangkaian reaksi selanjutnya bergantung pada berbagai faktor, termasuk lingkungan sitokin setempat, latar belakang genetik pejamu, faktor farmakologik, dan penanda tambahan terkait dengan aktivasi sel T (Soebaryo, 2009).

Pada saat pajanan alergen, lingkungan sitokin berperan penting pada perubahan sel T helper menjadi sel Th1 atau Th2. Sel Th1 dipicu oleh IL-12 yang diproduksi makrofag dan sel dendritik. IL-4 menghambat nonlensi dan lesi akut sel T mengekspresikan peningkatan jumlah IL-4, IL-5 dan IL-13, namun sedikit IFN-γ. Lingkungan sitokin tersebut cenderung memicu perkembangan ke arah sel Th2 dan mengurangi produksi sel Th1. Faktor genetik juga berpengaruh pada diferensiasi sel T helper. Perbedaan genetik pada aktivitas transkripsi gen IL-4 mempengaruhi predisposisi terjadinya dermatitis atopik (Soebaryo, 2009).

Faktor farmakologis juga berpengaruh terhadap diferensiasi sel T

(29)

cyclic adenosine monophosphate (cAMP)-phosphodiesterase (PDE). Hal tersebut

mempengaruhi peningkatan sintesis IgE oleh sel B dan produksi IL-4 oleh sel T pada dermatitis atopik (Soebaryo, 2009).

e. Ekspresi sitokin dengan pola bifasik pada lesi Dermatitis Atopik

Pola ekspresi lokal sitokin berperan penting pada terjadinya inflamasi di jaringan setempat. Pada dermatitis atopik pola tersebut bergantung pada umur lesi kulit. Pada inflamasi akut terutama terlihat ekspresi sitokin IL-4 dan IL-13, sedangkan pada lesi kronik terutama terlihat ekspresi IL-5 dan IFN-γ. IL-12 berperan pada perkembangan sel Th1 dan pada lesi kronik ekspresinya pada eosinofil dan makrofag memicu diferensiasi sel T CD4+ ke arah lesi akut dan GM-CSF meningkatkan ketahanan hidup sel eosinofil dan makrofag pada lesi kronik (Soebaryo, 2009).

Peningkatan ekspresi IL-4 dapat diamati 24 jam setelah terpajan alergen, setelah itu akan terjadi penurunan ekspresi tersebut. Sedangkan ekspresi IFN-γ tidak ditemukan dalam 24 jam setelah terpajan alergen, namun terlihat ekspresi berlebihan 48-72 jam setelah terpajan alergen. Hasil tersebut sesuai dengan temuan sel Th2 spesifik pada masa awal reaksi uji tempel, sedangkan pola utama sitokin sel atopi didahului ekspresi puncak 12, membuktikan peran IL-12 pada perkembangan respons Th1. Peningkatan ekspresi IL-IL-12 bersamaan dengan infiltrasi makrofag dan eosinofil, sel yang mengekspresikan IL-12. Hal tersebut diatas menggambarkan bahwa fase awal dermatitis atopik dipicu oleh alergen yang mengaktifkan sel Th2, sedangkan pada respons inflamasi kronik didominasi oleh respons sel Th1 yang dipicu pula oleh keberadaan makrofag dan eosinofil yang mengekspresikan IL-12 (Leung dan Soter, 2001 dalam Soebaryo, 2009).

f. Respons sel Th2 terhadap kulit pada Dermatitis Atopik

(30)

ditentukan sebagian oleh sensitisasi alergen di jaringan lokal dan respons imun di kulit dibandingkan dengan mukosa saluran napas. Karena penyakit alergi terkait respons inflamasi yang spesifik pada organ, maka sel T akan bermigrasi ke berbagai jaringan. Sel T yang bermigrasi tersebut, disebut sebagai sel T-homing, terutama diatur oleh interaksi antara reseptor sel T-homing dengan antigen permukaan sel endotel vaskular yang pada manusia disebut cutaneous

lymphocyte-associated antigen (CLA) dan pasangan reseptornya yaitu E-selectin

(Soebaryo, 2009).

Ekspresi sel T yang dipicu oleh CLA diatur oleh berbagai sitokin.

Transforming growth factor (TGF)β, IL-12 dan IL-6 meningkatkan ekspresi CLA, tetapi tidak IL-1, IL-2, IL-3, IL-4, IL-5, IL-7 dan IFN- γ (Soebaryo, 2009).

g. Peran multifungsi IgE pada inflamasi kulit atopik

IgE berperan pada infiltrat sel inflamasi dermatitis atopik melalui berbagai mekanisme termasuk reaksi bifasik, presentasi alergen oleh sel Langerhans penyandang IgE, aktivasi makrofag penyandang IgE yang dipicu alergen, dan autoreaktivitas IgE terhadap protein manusia (Soebaryo, 2009).

Kelainan klinis reaksi yang dipicu oleh alergen terkait dengan respons bifasik dan bergantung pada IgE. Sel mast penyandang IgE mediator ke jaringan setempat dalam waktu 15-60 menit pasca pajanan. Hal tersebut tergambar setelah pruritus dan eritema akut. Tiga sampai 4 jam kemudian, setelah reaksi akut menghilang akan terjadi reaksi lambat (late phase reaction-LPR). Reaksi ditandai dengan ekspresi molekul adhesi pada endotel kapiler, diikuti infiltrasi eosinofil, neutrofil dan infiltrat mononuklear sekitar 24-48 jam setelah awitan LPR. Infiltrat tersebut menunjukkan peningkatan ekspresi mRNA untuk IL-3, IL-4, IL-5 dan GM-CSF, sehingga timbul dugaan bahwa infiltrat terdiri atas sel Th2 (Soebaryo, 2009).

(31)

DA mempunyai antibodi IgE yang bersirkulasi terhadap protein manusia. Respons imun IgE diawali oleh alergen lingkungan dan inflamasi dipertahankan oleh alergen endogen manusia tersebut (Soebaryo, 2009).

Pruritus akut pada dermatitis atopik dipicu oleh pelepasan berbagai macam mediator ke kulit setelah terpajan alergen, meski perkembangan lesi eksematosa bergantung pada trauma kulit akibat garukan (Leung dan Soter, 2001 dalam Soebaryo 2009). Akan terjadi proses inflamasi sebagai akibat keratinosit mengeluarkan berbagai sitokin proinflamasi sebagai akibat keratinosit mengeluarkan berbagai sitokin proinflamasi, antara lain IL-1, TNF- γ, IL-4 dan CC kemokin yang mampu mengarahkan limfosit, eosinofil dan makrofag ke tempat terjadinya inflamasi. Pada tahap ini sel residen dan sel yang menginfiltrasi akan mengeluarkan sitokin dan mediator yang akan mempertahan inflamasi. Dermatitis atopik merupakan hasil kombinasi antara berbagai mekanisme selular spesifik maupun nonspesifik yang bertugas memicu dan mempertahankan inflamasi (Soebaryo, 2009).

2.5. Gejala Klinis

(32)

sensitif sehingga lebih mudah terangsang. Bila sangat kering kulit akan pecah sehingga menimbulkan rasa nyeri. Penebalan kulit (likenifikasi) terutama di daerah yang sering mengalami garukan, disertai dengan perubahan warna menjadi lebih gelap akibat peningkatan jumlah pigmen kulit. Daerah yang lebih sering mengalami likenifikasi ialah leher bagian belakang, lengan bawah, daerah pusar, di atas tulang kering, dan daerah genital. Dermatitis atopik dapat juga mengenai kulit sekitar mata, kelopak mata dan alis mata. Garukan dan gosokan sekitar mata menyebabkan mata menjadi merah dan bengkak. (Soebaryo,2002 ).

Gejala dermatitis atopik dibedakan menjadi 3 kelompok usia yaitu dermatitis atopik pada masa bayi (0-2 tahun), masa anak (2-12 tahun), dan saat dewasa (>12 tahun). Dermatitis atopik yang terjadi pada masa bayi dan anak mempunyai gejala yang berbeda-beda, baik dalam usia saat mulai timbul gejala maupun derajat beratnya penyakit. Pada masa bayi, umumnya gejala mulai terlihat sekitar usia 6-12 minggu. Pertama kali timbul di pipi dan dagu sebagai bercak-bercak kemerahan, bersisik dan basah. Kulit pun kemudian mudah terinfeksi. Kelainan kulit pada bayi umumnya di kedua pipi sehingga oleh masyarakat sering dianggap akibat terkena air susu ibu ketika disusui ibunya, sehingga dikenal istilah eksim susu. Sebenarnya, pendapat tersebut tidak benar, pipi bayi yang mengalami gangguan bukan akibat terkena air susu ibu. Bahkan bayi yang pada beberapa bulan pertama diberi air susu ibu (ASI) secara ekslusif (hanya ASI saja) akan lebih jarang terkena penyakit ini dibandingkan bayi yang mendapat susu formula (Dewi, 2004). Selain itu, sisik tebal bewarna kuning ‘kerak’ juga sering ditemui pada bayi di kepala (cradle cap), yang dapat meluas ke daerah muka (Soebaryo, 2002).

(33)

usia sekitar 18 bulan kulit bayi mulai meperlihatkan tanda-tanda perbaikan. Walaupun demikian bayi tersebut mempunyai risiko yang lebih tinggi untuk mempunyai kulit yang kering dan dermatitis atopik di kemudian hari (Dewi, 2004; Zulkarnain, 2009).

Pada masa anak, pola distribusi lesi kulit mengalami perubahan. Awitan lesi muncul sebelum umur 5 tahun. Sebagian besar merupakan kelanjutan fase bayi. Tempat predileksi cenderung di daerah lipat lutut, lipat siku dan sangat jarang di daerah wajah, selain itu juga dapat mengenai sisi leher (bagian anterior dan lateral), sekitar mulut, pergelangan tangan, pergelangan kaki, dan kedua tangan (Dharmadji, 2006; Dewi, 2004). Distribusi lesi biasanya simetris. Manifestasi dermatitis sub akut dan cenderung kronis. Pada kondisi kronis tampak lesi hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan likenifikasi. Biasanya kelainan kulit dimulai dengan beruntusan yang menjadi keras dan bersisik bila digaruk. Kulit di sekitar bibir dapat juga terkena dan upaya menjilat terus-menerus di daerah tersebut dapat menyebabkan kulit sekitar mulut pecah-pecah dan terasa nyeri, demikian pula bagian sudut lobus telinga sering mengalami fisura. Lesi dermatitis atopik pada anak juga dapat ditemukan di paha dan bokong. Pada sebagian anak penyakit akan menyembuh untuk jangka waktu yang lama. Pada anak usia sekolah sering terjadi ruam kulit di kedua paha atas bagian belakang menyerupai ½ lingkaran tempat duduk (toilet seat eczema). Terdapat bentuk lain yang mengenai kaki, disebut sebagai eksim kaos kaki (sweaty sock dermatitis), menyerupai infeksi jamur tetapi sela jari kaki terbebas dari ruam (Zulkarnain, 2009; Wisesa, 2009; Dewi, 2004). Pada awal masa pubertas oleh karena pengaruh hormon, stress, dan penggunaan produk atau kosmetik perawatan kulit yang bersifat iritasi penyakit dapat timbul kembali (Dewi, 2004).

(34)

dengan adanya hiperpigmentasi, hiperkeratosis dan likenifikasi. Distribusi lesi biasanya simetris. Lokasi lesi menjadi lebih luas, selain fosa kubiti dan poplitea, juga dapat ditemukan bagian lateral leher, tengkuk, badan bagian atas dan dorsum

pedis. Namun, dapat pula terbatas hanya pada beberapa bagian tubuh, misalnya

hanya tangan atau kaki. Pada fase remaja, area di sekitar puting susu juga dapat terkena (Zulkarnain, 2009).

2.6. Diagnosis

Sampai saat ini belum ada suatu pemeriksaan tunggal yang dapat digunakan untuk memastikan penyakit dermatitis atopik. Pada umumnya diagnosis dibuat dari riwayat adanya penyakit alergi, misalnya eksim, asma dan rinitis alergik, pada keluarga, khususnya kedua orang tuanya. Kemudian dari gejala yang dialami pasien, kadang perlu melihat beberapa kali untuk dapat memastikan dermatitis atopik dan menyingkirkan kemungkinan penyakit lain serta mempelajari keadaan yang menyebabkan iritasi/alergi kulit. Para ahli penyakit kulit telah membuat beberapa kriteria diagnosis dan saat ini banyak digunakan adalah kriteria yang dikemukakan oleh sarjana Hanifin dan Rajka, yang meliputi kriteria mayor dan kriteria minor (Zulkarnain, 2009; Dewi, 2004).

Kriteria mayor : - Rasa gatal

- Gambaran dan penyebaran kelainan kulit yang khas (bayi dan anak di muka dan lengan)

- Eksim yang menahun dan kambuhan

- Riwayat penyakit alergi pada keluarga (stigmata atopik) Kriteria minor :

- Kulit kering

- Luka memanjang sekitar telinga (fisura periaurikular) - Garis telapak tangan lebih jelas (hiperlinearitas Palmaris) - Bintil keras di siku, lutut (keratosis pilaris)

(35)

- Garis Dennie Morgan : garis lipatan di bawah mata - Kemerahan atau kepucatan di wajah

- Kulit pecah/luka di sudut bibir (keilitis) - Pitiriasis alba : bercak-bercak putih bersisik

- Perjalanan penyakit dipengaruhi emosi dan lingkungan - Uji kulit positif

- Peningkatan kadar Immunoglobulin E dalam darah

Seseorang dianggap menderita dermatitis atopik bila ditemukan minimal 3 gejala mayor dan 3 gejala minor.

2.7. Diagnosis Banding

Kelainan kulit dermatitis atopik sering menunjukkan gambaran morfologik yang khas, yang dapat menyerupai dermatitis seboroik, dermatitis kontak, dermatitis numularis, psoriasis, scabies, penyakit Lettere-Siwe,

Acrodermatitis enteropathica, Sindroma Wiskot-Aldrich (Zulkarnain, 2009;

(36)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pada penelitian ini, kerangka konsep tentang prevalensi penyakit dermatitis atopik dijabarkan sebagai berikut:

Gambar 3.1. Kerangka Konsep

3.2. Definisi Operasional

a. Dermatitis atopik ialah kelainan kulit yang sudah didiagnosis oleh dokter sebagai dermatitis atopik dan tercatat pada rekam medik di RSUD Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2008.

b. Jenis kelamin yang akan diteliti adalah jenis kelamin sesuai dengan yang tercatat pada rekam medik di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

c. Usia yang akan diteliti adalah umur saat pertama kali didiagnosis menderita dermatitis atopik sesuai dengan yang tercatat pada rekam medik di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

d. Lokasi ruam yang akan diteliti ialah lokasi ruam saat didiagnosis menderita dermatitis atopik sesuai dengan yang tercatat pada rekam medik di RSUD Dr.Pirngadi Medan.

- Jenis Kelamin - Usia

(37)
[image:37.595.99.514.177.730.2]

Tabel 3.1. Definisi Operasional

No. Variabel Alat Ukur Hasil Ukur Skala Ukur 1. Dermatitis

atopik

Data sekunder dari rekam medis

Menderita dermatitis atopik

Nominal

2. Jenis Kelamin Data sekunder dari rekam medis

Laki-laki atau Perempuan

Nominal

3. Usia Data sekunder dari rekam medis

1. >15 tahun 2. 15-40 tahun 3. >40 tahun

Ordinal

4. Lokasi Data sekunder dari rekam medis

1. Kepala 2. Wajah 3. Badan

4. Extremitas atas 5. Lipatan

6. Extremitas bawah 7. Dan lain-lain

(38)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis Penelitian

Penelitian yang telah dilakukan ialah penelitian deskriptif dengan melihat gambaran dermatitis atopik di RSUD Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2008. Pendekatan yang digunakan pada desain penelitian ini adalah cross sectional (potong lintang).

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Kulit Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan. Penelitian telah dilakukan selama kurang lebih satu bulan, yaitu 13 Oktober- 12 November 2010.

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh pasien yang menderita dermatitis atopik yang berkunjung di Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD Dr.Pirngadi Medan pada tahun 2008.

4.3.2. Sampel

(39)

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Awal pengumpulan data dilakukan di Poliklinik Kulit dan Kelamin untuk mencatat nomor registrasi, usia, jenis kelamin dan keterangan (Umum Baru, Umum lama, Askes Lama, Askes Baru, Kartu Sehat Baru dan Kartu Sehat Baru) seluruh pasien penderita dermatitis atopik. Selanjutnya data yang telah dikumpulkan ditabulasi dalam bentuk tabel untuk kemudian diserahkan pada bagian rekam medis untuk dilakukan pencarian rekam medis yang sesuai. Setelah rekam medis didapatkan, dilakukan pencatatan variabel yang dibutuhkan yaitu usia, jenis kelamin, dan lokasi ruam.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

Data yang telah terkumpul dari rekam medis diperiksa dan diolah dengan bantuan akan ditabulasi untuk kemudian diolah dengan menggunakan program

Statistic Package for Social Science (SPSS 17.0), selanjutnya disajikan dalam

(40)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan sejak tanggal 13 Oktober s.d. 12 November 2010 di RSUD. Dr. Pirngadi Medan pada Bidang Pengolahan Data dan Rekam Medis. Lokasi RSUD. Dr. Pirngadi berada di pusat Kota Medan yakni bangunan lama menghadap Jalan Prof. HM. Yamin SH sedangkan bangunan baru menghadap Jalan Perintis Kemerdekaan.

Ruang Bidang Pengolahan Data dan Rekam Medis terletak pada bangunan baru RSUD. Dr. Pirngadi Medan Lt.2. RSUD. Dr. Pirngadi Medan didirikan oleh Pemerintah Kolonial Belanda dengan nama Gemente Zieken Huis. Peletakan batu pertamanya dilakukan oleh Maria Constantia Macky pada tanggal 11 Agustus 1928 dan diresmikan pada tahun 1930. Sejak berdirinya FK USU tanggal 20 Agustus 1952, maka RSUD. Dr. Pirngadi Medan secara otomatis dipakai sebagai tempat kepaniteraan klinik para mahasiswa FK USU, walaupun penandatanganan perjanjian kerjasama antara FK USU dengan RSUD. Dr. Pirngadi Medan sebagai Teaching Hospital (RS Pendidikan) FK USU baru dilaksanakan pada tanggal 20 Mei 1968.

RSUD. Dr. Pirngadi Medan termasuk rumah sakit Tipe B yang berarti memiliki fasilitas yang lengkap dokter – dokter spesialis dan tenaga kesehatan yang terampil.

5.1.2. Karakteristik Subjek Penelitian

Yang menjadi responden dalam penelitian ini adalah pasien dermatitis

(41)
[image:41.595.111.488.433.623.2]

Table 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Nomor Jenis Kelamin

Frekuensi (orang)

Persentasi (%)

1. Laki-laki 46 40,7

2. Perempuan 67 59,3

Jumlah 113 100

Dari tabel 5.1 dapat diamati bahwa sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan sebanyak 67 orang (59,3%) sedangkan responden berjenis kelamin laki-laki sebanyak 46 orang (40,7%).

Dari tabel 5.2 dapat diamati bahwa sebagian besar kelompok usia responden adalah <15 tahun sebanyak 56 orang (49,5%) kemudian diikuti kelompok usia 15-40 tahun sebanyak 37 orang (32,8%). Kelompok usia responden yang paling sedikit adalah >40 tahun sebanyak 20 orang (17,7%). Nomor

Kelompok Usia (tahun)

Frekuensi (orang)

Persentasi (%)

1. <15 56 49,5

2. 15-40 37 32,8

3. >40 20 17,7

Jumlah 113 100

(42)

Tabel 5.3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi Ruam

Nomor Lokasi

Frekuensi (orang)

Persentasi (%)

1. Kepala 4 1,7

2. Wajah 27 11,7

3. Badan 22 9,6

4. Extremitas atas 49 21,3

5. Lipatan 94 40,9

6. Extremitas bawah 29 12,6

7. Dan lain-lain 5 2,2

Jumlah 230 100

Dari tabel 5.3 dapat diamati bahwa sebagian besar lokasi ruam responden adalah pada lipatan sebanyak 94 orang (40,9%) kemudian diikuti lokasi ruam pada extremitas atas sebanyak 49 orang (21,3%), pada extremitas bawah sebanyak 29 orang (12,6%), pada wajah sebanyak 27 orang (11,7%), pada badan sebanyak 22 orang (9,6%), dan lain-lain sebanyak 5 orang (2,2%). Lokasi ruam responden yang paling sedikit adalah pada kepala sebanyak 4 orang (1,7%).

5.2. Pembahasan

(43)

Data-data tersebutlah yang akan digunakan sebagai dasar dari pembahasan hasil akhir penelitian ini, yang dapat dijabarkan sebagai berikut.

5.2.1 Gambaran Dermatitis Atopik di RSUD Dr.Pirngadi Medan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diperhatikan pada tabel 5.1, diperoleh bahwa dari 113 pasien dermatitis atopik yang terjadi di RSUD Dr.Pirngadi pada tahun 2008 jumlah responden perempuan lebih banyak daripada responden laki-laki yaitu 67 orang (59,3%) responden perempuan dan 46 orang (40,7%) responden laki-laki. Sehinga didapatkan ratio perempuan berbanding laki-laki 1,45 berbanding 1. Penelitian ini tidak jauh berbeda dengan pendapat Abramovits (2005) bahwa ratio perempuan berbanding laki-laki 1,5 berbanding 1. Penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan dengan pendapat Leung et al., (2007) bahwa ratio perempuan berbanding laki-laki 1,3 berbanding 1. Dapat dilihat disini bahwa jumlah penderita dermatitis atopik perempuan lebih banyak dari laki-laki. Hal ini menurut pendapat Leung et al., (2007) terjadi karna genetik penyakit dermatitis atopik ini diturunkan dengan pengaruh maternal yang kuat.

Pada tabel 5.2 didapatkan bahwa responden yang didiagnosis dermatitis atopik pertama sekali sebagian besar berasal dari kelompok usia <15 tahun sebanyak 56 orang (49,5%) kemudian diikuti kelompok usia 15-40 tahun sebanyak 37 orang (32,8%). Kelompok usia responden yang paling sedikit adalah >40 tahun sebanyak 20 orang (17,7%). Hal ini berbeda dengan hasil penelitian Hadiloekito, G., et al., (1992) di Rumah Sakit Muwardi Surakarta bahwa sebagian besar responden dermatitis atopik berasal dari kelompok usia 15-40 tahun sebanyak 54 orang (52,9%) kemudian diikuti kelompok usia >40 tahun sebanyak 31 orang (30,5%). Kelompok usia responden yang paling sedikit adalah <15 tahun sebanyak 17 orang (16,6%). Hal ini diasumsikan oleh penulis karena penderita dermatitis atopik banyak pada anak sehingga gatal yang merupakan simptom utama dari dermatitis atopik ini akan mengganggu tidur dan belajar atau sekolah anak. Hal inilah yang menyebabkan orangtua membawa anaknya untuk berobat ke rumah sakit.

(44)

(2006) dalam Boediardja S.A. (2006), Dewi (2004), Abramovits (2005) bahwa lokasi ruam dermatitis atopik banyak dijumpai pada lipatan saat fase anak dan

(45)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dan hasil penelitian, maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Distribusi jenis kelamin pada penderita dermatitis atopik paling banyak adalah perempuan yaitu 67 orang (59,3%)

2. Distribusi kelompok usia pada penderita dermatitis atopik paling banyak adalah <15 tahun yaitu 56 orang (49,5%)

3. Distribusi lokasi ruam pada penderita dermatitis atopik paling banyak adalah pada lipatan yaitu 94 orang (40,9%).

6.2. Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, peneliti menyarankan agar:

1. Penelitian selanjutnya mengenai dermatitis atopik sebaiknya menggunakan populasi penelitian yang lebih luas dengan menggunakan data dari beberapa rumah sakit dan meneliti variabel-variabel dermatitis atopik yang lebih beragam sehingga karakteristik penderita dermatitis atopik dapat dikenali dengan lebih baik

(46)

DAFTAR PUSTAKA

Abramovits, W., 2005. Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol, 53 (1): S86-S93. Bieber, T., 2008. Atopic Dermatitis. N Engl J Med, 358 (14): 1483-1493.

Boediardja, S.A., 2006. Etiopatogenesis Beberapa Dermatitis pada Bayi dan Anak. Dalam: Djajakusumah, T.S., ed. Antiinflamasi Topikal pada

Pengobatan Dermatitis Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FK UI,

11-28.

Dewi, R.W.N., 2004. Eksim Susu pada Bayi dan Anak . Dalam: Boediardja, S.A, ed. Eksim Pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 18-31. Dharmadji, H.T., 2006. Berbagai Dermatitis yang Sering Terjadi pada Bayi dan

Anak. Dalam: Djajakusumah T.S., ed. Antiinflamasi Topikal pada

Pengobatan Dermatitis Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1-10.

Gondokaryono, S.P., 2009. Peran Probiotik pada Dermatitis Atopik. Dalam: Boediardja, S.A., ed. Dermatitis Atopik. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 56-64.

Hadiloedito, G., Julianto, I., Danukusumo, J., 1992. Gambaran Diagnosis

Dermatitis Atopik dengan Kriteria Hanifin-Rajka. Laboratorium/UPF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Rumah Sakit Dr Muwardi, Surakarta.

Leung, D.Y.M., Bieber, T., 2003. Atopic Dermatitis. The Lancet, 361: 151-160. _____________, 2007. Atopic Dermatitis (Atopic Eczema). In: Kliegman R.M.,

ed. Nelson Textbook of Pediatrics. 18th

____________, Eichenfield, L.F., Boguniewicz, M., 2007. Atopic Dermatitis (Atopic Eczema). In: Wolff K., ed. Fitzpatrick’s Dermatology in General

Medicine.7

ed. USA: Saunders Elsevier, 970-975.

th

(47)

Peterson, J.D., Chan L.S., 2006. A Comprehensive Management Guide For Atopic

Dermatitis. Available from: http://www.medscape.com/viewarticle/551352.

Praktiknya, A.W., 2007. Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan

Kesehatan: Dasar Dasar Statistik Kehidupan. Edisi 1. Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada. [Accesed March 7, 2010].

Simpson, E.L., Hanifin, J.M., 2005. Atopic Dermatitis. J Am Acad Dermatol, 53 (1): 115-128.

Soebaryo, R.W., 2002. Masalah Alergi Kulit pada Bayi dan Anak. Dalam: Boediardja, S.A., ed. Alergi Kulit pada Bayi dan Anak. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI,1-8.

______________, 2009. Imunopatogenesis Dermatitis Atopik. Dalam:

Boediardja, S.A., ed. Dermatitis Atopik. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI, 1-11.

Wisesa, T.W., 2009. Masalah Kulit yang Sering Ditemukan pada Bayi dan Anak.

Dalam: Boediardja, S.A., ed. Masalah Kulit dan Keputihan Pada Bayi dan

Anak. Jakarta: Balai Penerbitan FK UI,1-8.

(48)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Annette Regina br. Brahmana Tempat / Tanggal Lahir : Medan, 05 Febuari 1990 Agama : Kristen Protestan

Alamat : Jalan Sei Batang Serangan no.77

Riwayat Pendidikan : 1. TK Methodisth 1 Medan (1993 – 1995) 2. SD Methodisth 1 Medan (1995 – 2001) 3. SMP Santo Thomas 1 Medan (2001 – 2004) 4. SMA Santo Thomas 1 Medan (2004 – 2007) Riwayat Pelatihan : 1. Diklat Penelitian SCORE FK USU

(49)

LAMPIRAN 2

DATA INDUK

No. Rekam Medis Jenis

Kelamin Usia Lokasi

1. 57-88-92 P 2 thn Lipat lutut kiri-kanan

2. 58-02-87 P 8 thn Kedua lipat siku dan lutut

3. 58-28-41 L 5 thn Tangan

4. 58-35-75 P 1 thn 4 bln Pipi

5. 58-45-84 P 62 tahun Kedua lipat siku, kedua lipat lutut, leher, dan tengkuk

6. 58-61-14 P 4 thn Kedua lipat lutut dan siku

7. 58-76-78 P 4 thn Extremitas bawah, extremitas atas dan kedua lipat siku

8. 58-72-71 L 7 thn Lengan kiri-kanan

9. 58-91-25 L 37 thn Kedua lipat siku, tengkuk, punggung, perut dan kedua lipat lutut

10. 58-87-64 L 16 thn Wajah dan lipat siku kiri

11. 59-04-39 L 1 thn 2 bln Kedua pipi

12. 59-13-24 P 2 thn Kedua pipi

13. 35-43-72 P 55 thn Tengkuk, kedua lipat lutut dan lipat siku

14. 35-57-00 P 19 thn Perut, tengkuk dan tangan

15. 59-12-89 L 5 thn Kedua lipat siku

16. 59-31-19 L 6 thn Lengan kiri-kanan, tengkuk dan dada

17. 58-45-48 P 7 thn Lipat siku kiri-kanan

18. 26-79-93 P 57 thn Punggung kaki, tangan dan tengkuk 19. 59-53-92 L 8 thn Pundak, dada, pinggang, wajah dan

extremitas

20. 59-69-04 P 1 thn Pipi kiri-kanan

21. 40-95-58 L 50 thn Lengan kiri-kanan, tengkuk dan dada

22. 59-69-67 L 6 thn Kedua lipat siku dan tengkuk

23. 55-08-15 P 25 thn Sub axila

24. 43.58.07 L 56 thn Kedua lipat lutut

25. 59-74-24 L 14 thn Kedua lipat lutut

26. 49-05-94 L 19 thn Leher samping kiri

27. 30-71-35 L 64 thn Kedua lipat siku

28. 60-00-65 L 45 thn Kedua lipat lutut dan siku

29. 60-03-95 P 9 thn Perut, bokong, paha, lengan kiri-kanan

30. 60-20-87 L 17 thn Lipat siku kiri-kanan

31. 60-21-23 P 6 thn Siku kiri-kanan, dahi

(50)

33. 60-26-16 P 16 thn Kedua lipat siku sampai lengan bawah

34. 60-32-81 L 2 bln 4

hari

Leher dan kedua pipi 35. 60-34-64 P 16 thn Kedua lipat siku dan lutut

36. 60-36-52 P 56 thn Seluruh badan

37. 59-25-77 P 26 thn Kedua lipat siku

38. 60-43-20 P 14 thn Kedua kaki dan tangan

39. 52-17-81 P 24 thn Kedua paha bagian luar

40. 60-60-93 L 5 thn Kedua paha bagian belakang dan wajah

41. 60-70-09 L 10 bln Kedua pipi dan dagu

42. 60-71-05 L 5 thn Kedua lengan, paha, perut dan

punggung

43. 60-67-50 L 53 thn Kedua lipat lutut dan siku 44. 60-82-79 P 25 thn Kedua lipat siku dan lutut

45. 60-93-43 L 3 bln Kedua lipat lutut

46. 57-78-13 L 17 thn Kedua lipat siku dan pundak

47. 24-41-98 P 54 thn Kepala, kedua kaki, tangan dan tengkuk 48. 60-81-91 L 40 thn Perut, paha, lipat siku dan leher

49. 55-08-70 L 3 thn 6 bln Telapak kaki kanan dan jari jempol

50. 61-07-62 P 45 thn Kedua lipat siku

51. 41-85-85 P 17 thn Kaki kanan

52. 58-28-45 P 3 thn Pipi kiri

53. 61-26-95 P 38 thn Tibia

54. 61-32-08 P 26 thn Kedua lipat lutut

55. 61-40-07 P 4 thn Kedua telapak tangan, lengan atas

56. 55-57-24 L 1 bln Tengkuk, lipat siku dan paha

57. 61-51-24 L 12 thn Di seluruh badan

58. 61-48-79 P 2 thn Kedua pipi

59. 61-66-10 L 26 thn Jari tangan dan kedua lipat lutut 60. 61-52-84 L 30 thn Kedua lipat lutut dan siku 61. 61-66-88 P 9 thn Kedua lipat siku dan lutut

62. 61-64-65 P 8 thn Extremitas bawah

63. 61-94-88 P 18 thn Kedua lipat siku dan lutut

64. 62-01-21 P 49 thn Wajah

65. 62-01-16 P 2 thn Ujung-ujung jari

66. 60-43-36 L 1 thn 8 bln Kedua pipi dan lipat siku

67. 62-04-66 P 18 thn Kedua lipat lutut

68. 62-29-51 P 6 thn Kedua lipat siku, lutut meluas ke extremitas bawah dan kedua lengan

69. 62-30-61 P 14 thn Extremitas atas dan bawah

70. 62-42-83 P 37 thn Tangan dan seluruh badan

71. 62-42-82 L 3 thn 11

bln

(51)

74. 27-02-55 L 46 thn Kaki kiri

75. 62-53-24 L 3 thn Lipat lutut kiri kanan dan 2/3 tangan 76. 62-60-90 L 5 thn Seluruh badan, kedua lipat siku, kaki

77. 62-62-52 P 3 thn Lengan atas kiri

78. 61-27-70 L 2 thn Wajah, extremitas atas dan kedua kaki 79. 62-67-84 P 3 thn Kedua telapak tangan dan telapak kaki

80. 62-70-61 L 1 thn Kedua pipi

81. 62-73-79 L 35 thn Kedua lipat lutut dan siku

82. 62-73-85 L 70 thn Kedua kaki dan tangan

83. 47-62-07 P 46 thn Pergelangan tangan kiri-kanan dan perut

84. 49-65-10 P 18 thn Lipat lutut kiri

85. 62-88-75 P 2 tahun Kedua pipi

86. 63-00-62 L 65 thn Kedua lipat siku dan belakang tangan 87. 63-02-54 L 6 thn Kedua lipat lutut dan tangan

88. 62-54-41 L 14 thn Pipi kiri-kanan , lengan atas kiri-kanan

89. 63-74-43 P 30 thn Kedua lengan dan kaki

90. 62-74-88 P 21 thn Kedua lengan dan kaki

91. 33-65-74 P 21 thn Kedua kaki, kedua lipat lutut dan tangan 92. 63-22-56 L 2 bln Wajah, leher, telinga dan dahi

93. 63-32-02 P 8 thn Kedua lipat siku

94. 63-32-10 P 18 thn Kedua lipat siku dan leher 95. 63-35-20 P 7 bln Kedua lipat lutut dan lipat siku

96. 63-46-96 L 1 thn 10

bln

Kedua lipat lutut dan siku

97. 54-58-76 P 6 bln Tangan

98. 51-00-35 P 27 thn Lengan dan punggung

99. 63-20-12 P 31 thn Kepala

100. 63-68-54 P 30 thn Kedua lipat lutut

101. 60-00-20 P 12 thn Kedua lengan atas

102. 63-75-93 P 2 bln Kepala, kedua pipi dan wajah

103. 63-49-39 P 3 bln Kepala, tengkuk dan punggung

104. 64-13-28 P 46 thn Kedua lipat lutut

105. 64-23-58 P 18 thn Kedua lipat siku kiri-kanan

106. 64-02-13 P 16 thn Lengan kanan, menjalar ke kaki, perut, menyebar ke seluruh badan

107. 64-27-06 P 5 thn Kedua pipi, ¾ sekitar siku dan kedua lipat lutut

108. 44-77-77 P 10 thn Kedua lengan, jari dan kedua pergelangan tangan

109. 64-31-13 P 12 thn Kedua tangan dan kaki

110. 64-55-29 P 6 thn Kedua pergelangan tangan

111. 64-55-02 L 36 thn Pergelangan tangan kanan

(52)

LAMPIRAN 3

OUTPUT DATA HASIL PENELITIAN

a. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis kelamin

N Valid 113

Missing 0

Jenis kelamin

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid L 46 40.7 40.7 40.7

P 67 59.3 59.3 100.0

Total 113 100.0 100.0

b. Distribusi Frekuensi Kelompok Usia

Usia pertama kali didiagnosis dermatitis atopik

N Valid 113

Missing 0

Mean 19.2199

Median 14.0000

Mode 2.00a

Std. Deviation 18.97432

Variance 360.025

Range 69.92

Minimum .08

(53)

Usia pertama kali didiagnosis dermatitis atopik

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid .08 1 .9 .9 .9

.16 1 .9 .9 1.8

.17 1 .9 .9 2.7

.18 1 .9 .9 3.5

.25 2 1.8 1.8 5.3

.45 1 .9 .9 6.2

.50 1 .9 .9 7.1

.58 1 .9 .9 8.0

.83 1 .9 .9 8.8

1.00 2 1.8 1.8 10.6

1.16 1 .9 .9 11.5

1.33 1 .9 .9 12.4

1.67 1 .9 .9 13.3

1.83 1 .9 .9 14.2

2.00 6 5.3 5.3 19.5

3.00 4 3.5 3.5 23.0

3.50 1 .9 .9 23.9

3.91 1 .9 .9 24.8

4.00 3 2.7 2.7 27.4

5.00 6 5.3 5.3 32.7

6.00 6 5.3 5.3 38.1

7.00 2 1.8 1.8 39.8

8.00 4 3.5 3.5 43.4

9.00 2 1.8 1.8 45.1

10.00 1 .9 .9 46.0

(54)

12.00 3 2.7 2.7 49.6

14.00 4 3.5 3.5 53.1

16.00 4 3.5 3.5 56.6

17.00 3 2.7 2.7 59.3

18.00 5 4.4 4.4 63.7

19.00 2 1.8 1.8 65.5

21.00 2 1.8 1.8 67.3

24.00 1 .9 .9 68.1

25.00 2 1.8 1.8 69.9

26.00 3 2.7 2.7 72.6

27.00 1 .9 .9 73.5

30.00 3 2.7 2.7 76.1

31.00 1 .9 .9 77.0

35.00 1 .9 .9 77.9

36.00 1 .9 .9 78.8

37.00 2 1.8 1.8 80.5

38.00 1 .9 .9 81.4

40.00 1 .9 .9 82.3

44.00 1 .9 .9 83.2

45.00 2 1.8 1.8 85.0

46.00 4 3.5 3.5 88.5

49.00 1 .9 .9 89.4

50.00 1 .9 .9 90.3

53.00 1 .9 .9 91.2

54.00 1 .9 .9 92.0

55.00 1 .9 .9 92.9

56.00 2 1.8 1.8 94.7

57.00 2 1.8 1.8 96.5

62.00 1 .9 .9 97.3

(55)

65.00 1 .9 .9 99.1

70.00 1 .9 .9 100.0

Total 113 100.0 100.0

c. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Lokasi

Lipatan lutut kiri

N Valid 113

Missing 0

Lipatan lutut kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ada 3 2.7 2.7 2.7

tidak ada 110 97.3 97.3 100.0

Total 113 100.0 100.0

Lipatan lutut kanan

N Valid 113

Missing 0

Lipatan lutut kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ada 1 .9 .9 .9

tidak ada 112 99.1 99.1 100.0

(56)

Kedua lipat lutut

N Valid 113

Missing 0

Kedua lipat lutut

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ada 29 25.7 25.7 25.7

tidak ada 84 74.3 74.3 100.0

Total 113 100.0 100.0

Kedua tangan

N Valid 113

Missing 0

Kedua tangan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ada 11 9.7 9.7 9.7

tidak ada 102 90.3 90.3 100.0

Total 113 100.0 100.0

Lipat siku kiri

N Valid 113

(57)

Lipat siku kiri

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ada 5 4.4 4.4 4.4

tidak ada 108 95.6 95.6 100.0

Total 113 100.0 100.0

Lipat siku kanan

N Valid 113

Missing 0

Lipat siku kanan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ada 4 3.5 3.5 3.5

tidak ada 109 96.5 96.5 100.0

Total 113 100.0 100.0

Kedua lipat siku

N Valid 113

Missing 0

Kedua lipat siku

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Ada 35 31.0 31.0 31.0

tidak ada 78 69.0 69.0 100.0

(58)

Extremitas bawah

N Valid 113

Missing 0

Extremitas bawah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ada 4 3.5 3.5 3.5

tidak ada 109 96.5 96.5 100.0

Total 113 100.0 100.0

Extremitas atas

N Valid 113

Missing 0

Extremitas atas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ada 3 2.7 2.7 2.7

tidak ada 110 97.3 97.3 100.0

Total 113 100.0 100.0

Wajah

N Valid 113

(59)

Wajah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid ada 9 8.0 8.0 8.0

tidak ada 104 92.0 92.0 100.0

Total 113 100.0 100.0

Tengkuk

N Valid 113

Missing 0

Tengkuk

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 11 9.7 9.7 9.7

tidak ada 102 90.3 90.3 100.0

Total 113 100.0 100.0

Punggung

N Valid 113

(60)

Punggung

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid ada 4 3.5 3.5 3.5

tidak ada 109 96.5 96.5 100.0

Total 113 100.0 100.0

Perut

N Valid

Gambar

Tabel 3.1. Definisi Operasional
Table 5.1. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Jenis Kelamin

Referensi

Dokumen terkait

Ibu premenopause diharapkan dapat meminimalkan kecemasan dengan menjaga kesehatan tubuh, menganggap bahwa menjalankan pekerjaan adalah suatu hiburan yang dilakukan dengan

In this contribution we link a regular spaced (8-day interval) time series of MODIS-Landsat fused imagery via the STARFM algorithm (Gao et al, 2006) for a period of 7.5 years

In this paper, we have proposed a method for the modelling of simple room shape structure from sparse 3D point information obtained by photogrammetry. Our method consists

Kolagen pada tulang ikan nila merah dapat dihidrolisis setelah demineralisasi dalam asam menjadi ossein, dengan waktu ekstraksi gelatin dalam air yang optimal adalah 5

Metode pergerakan mobile robot dalam menuju target menggunakan fuzzy logic dengan input dari kamera, sedangkan untuk pergerakan manipulator menggunakan trajectory

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 57 Tahun 2015 tentang Penilaian Hasil Belajar Oleh Pemerintah Melalui Ujian Nasional dan Penilaian Hasil

PENGUM UM AN PEM ENANG LELANG TAHAP-XV UNIT LAYANAN PENGADAAN (ULP) KABUPATEN KLATEN.. POKJA PENGADAAN PEKERJAAN KONSTRUKSI

Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis penolakan vaksin, kompetensi komunikasi lintas budaya, serta hambatan dan tantangan dokter dalam menghadapi orangtua penolak