• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tingkat Partisipasi Perempuan Dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Keberdayaan Ekonomi Perempuan Peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Tingkat Partisipasi Perempuan Dan Pengaruhnya Terhadap Tingkat Keberdayaan Ekonomi Perempuan Peserta Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan."

Copied!
189
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRACT

ISSANTIA RETNO SULISTIAWATI Women Participation Level and Its Effect toward the Economic Independency of Women Participant in National Community Empowerment Program (PNPM) Independent City under Supervision of TITIK SUMARTI

This study is focusing on Women Participation Level and Its Effect toward the Economic Independency of Women Participant in National Community Empowerment Program (PNPM) Independent City which is one factor that affecting the women participant economic independency of PNPM Independent City. The aims of this study are 1) analyze the participation of women in PNPM Independent City program, 2) analyze which driving factors that most affecting toward the participation level of women in PNPM Independent City, 3) analyze how far is the participation level of women affecting toward the women economic independency in PNPM Independent City program. Respondents are women which are the participant of PNPM Independent City program with total of 60 persons. Respondent are chosen by simple random sampling. Quantitative data processed with Cross Tabulation method and supported by Rank Spearman Correlation Test. Based on the data processing result, it can be conclude that the women participation level of PNPM program participant is categorized in low level. From four factors that affecting participation, there are no one that affecting factor toward the participation level. Women participants refuse to participate in the mentoring and evaluation program of PNPM because they only want to participate in circulating funds program to gain extra salary. PNPM Independent City Program in Semplak is done quite well and can be said as successful. However, in the reality, the participation level is not affecting the economic independency level of women participant, because the low and high participation level is both having a high independency. Based on the study result, there are some recommendations for the PNPM Independent City program which are; improve the information accessibility and mentoring toward women participants; improve the participation of participants; rearrange the program success indicator which is more measureable and appropriate with the early purpose of the program which is to improve the women participants economic condition.

(2)

I.

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Kemiskinan masih menjadi permasalahan penting yang harus segera

dituntaskan. Kemiskinan juga merupakan persoalan multidimensional yang tidak

saja melibatkan faktor ekonomi tetapi juga sosial, budaya, dan politik. Secara

harfiyah, kemiskinan berasal dari kata miskin yang berarti “tidak berharta benda.”

Secara lebih luas kemiskinan dapat diartikan sebagai suatu kondisi

ketidakmampuan baik secara individu, keluarga maupun kelompok yang dengan

kondisi tersebut akan menimbulkan permasalahan sosial yang lain. Konsep

tentang kemiskinan sangat beragam mulai dari sekedar ketidakmampuan

memenuhi kebutuhan konsumsi dasar dan memperbaiki keadaan, kurangnya

kesempatan berusaha, hingga pengertian yang lebih luas yang memasukan aspek

sosial dan moral. Kemiskinan terkait dengan sikap, budaya hidup dan lingkungan

dalam suatu masyarakat atau yang mengatakan bahwa kemiskinan merupakan

ketidakberdayaan sekelompok masyarakat terhadap sistem yang diterapkan oleh

suatu pemerintahan sehingga mereka berada pada posisi yang sangat lemah dan

tereksploitasi (kemiskinan struktural) (Bapenas,2010).

Data yang didapat oleh Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa

jumlah penduduk miskin di Indonesia dari tahun ke tahun cenderung meningkat.

Data terakhir memperlihatkan jumlah penduduk miskin pada bulan April 2011

mencapai angka 32.02 juta jiwa dan sebesar 12,49 persen di perkotaan. Jumlah

penduduk miskin yang terus bertambah ini merupakan akibat dari gagalnya

program pembangunan yang berfokus pada pengentasan kemiskinan dan

peningkatan kesejahteraan masyarakat. Ketidakberhasilan program pembangunan

dapat dilihat dari sifat program pembangunan yang masih top down dan

sentralistik sehingga program pembangunan tidak cocok diterapkan di berbagai

daerah.

Program pengembangan masyarakat berciri bottom-up, termasuk program

(3)

rumahtangga miskin itu sendiri. Dua karakteristik utama yang menentukan,

menurut BPS (2008) adalah karakteristik demografi dan lapangan pekerjaan.

(Tabel 1.1)

Tabel 1.1 Tabel Karakteristik Kepala Rumah Tangga Menurut Kategori Miskin di Indonesia tahun 2008

Karateristik Rumahtangga Miskin Tidak Miskin

Rata-rata jumlah anggota rumahtangga

- Perkotaan

- Perdesaan

- Perkotaan + Perdesaan

4,70 4,61 4,64 3,86 3,74 3,79 Persentase wanita sebagai kepala rumahtangga

- Perkotaan

- Perdesaan

- Perkotaan + Perdesaan

14,18 12,30 12,91 14,15 13,03 13,52 Rata-rata usia kepala rumahtangga

- Perkotaan

- Perdesaan

- Perkotaan + Perdesaan

48,57 47,86 48,09 45,47 47,44 46,51 Sumber : BPS (2008)

Fenomena perempuan sebagai kepala rumahtangga miskin cukup besar di

perkotaan (14,18 persen) dan memiliki tantangan untuk bekerja nafkah sekaligus

mengurus rumahtangga. Sementara dari lapangan pekerjaan kepala rumah tangga,

belum dipisahkan antara laki-laki dan perempuan, maupun formal dan informal.

Data menunjukkan bahwa lapangan pekerjaan utama yang mendominasi di

perkotaan adalah lainnya (44,72 persen).

Tabel 1.2 Tabel Karakteristik Kepala Rumahtangga Menurut Lapangan Pekerjaan di Indonesia Tahun 2008

Karateristik Rumahtangga Tidak Bekerja

Pertanian Industri Lainnya Rumah tangga miskin

- Perkotaan - Perdesaan - Perkotaan+Perdesaan 14,71 8,67 10,62 30,02 68,99 56,35 10,55 5,09 6,86 44,72 17,26 26,16 Rumahtangga tidak miskin

- Perkotaan

- Perdesaan

- Perkotaan +Perdesaan

15,36 7,91 11,1 9,39 55,2 35,06 12,19 5,97 8,7 63,07 30,92 45,05 Sumber : BPS (2008)

Catatan : Lainnya mencakup pertambangan, listik, gas dan air minum, konstruksi, perdagangan rumah makan dan akomodasi, transportasi,keuangan dan jasa.

Salah satu program pembangunan pemerintah yang bertujuan untuk

mengentaskan kemiskinan di perkotaan adalah Program Nasional Pemberdayaan

Mandiri Perkotaan. Salah satu daerah yang menerima program tersebut adalah

Kota Bogor. Salah satu syarat agar program dapat berhasil dan berkelanjutan

(4)

komunitas miskin itu sendiri (laki-laki maupun perempuan). Beberapa

program/kegiatan di kota Bogor ditujukan khusus untuk perempuan miskin. Oleh

karena itu partisipasi perempuan dalam program tersebut menjadi sangat penting.

Dari data partisipasi perempuan yang didapat dari bagian program PNPMMandiri

Perkotaan menunjukan tingkat partisipasi perempuan dalam program PNPM

Mandiri Perkotaan di kota Bogor beragam. Persentase partisipasi perempuan

terendah terdapat di Kelurahan Menteng, Kecamatan Kemang sebesar 18,73

persen, sedangkan untuk persentase partisipasi perempuan yang dilihat dari

jumlah peserta PNPM 2011 tertinggi terdapat di wilayah Kelurahan Semplak,

Kecamatan Kemang sebesar 45,71 persen. Kelurahan Semplak, Kecamatan

Kemang terletak di wilayah bagian Barat Kota Bogor dahulunya merupakan

bagian dari wilayah Kabupaten Bogor yang kemudian pada tahun 1995 menjadi

bagian dari wilayah Kota Bogor. Kelurahan ini merupakan perbatasan dengan

Kabupaten Bogor dimana warganya masih memiliki sosio-budaya pedesaan.

Partisipasi perempuan merupakan bagian integral dari partisipasi

masyarakat. Perempuan juga mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai

subjek pembangunan. Dalam kedudukannya sebagai subjek pembangunan,

perempuan tentunya memiliki posisi dan peran yang sama untuk berpartisipasi

dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat (baik laki-laki maupun perempuan),

khususnya golongan miskin itu sendiri, sangat diperlukan dalam upaya

pengentasan kemiskinan, salah satunya melalui program PNPM Perkotaan. Oleh

karena itulah, berdasarkan data partisipasi perempuan tersebut peneliti tertarik

untuk mengkaji lebih jauh mengenai faktor-faktor yang menentukan tingkat

partisipasi perempuan di wilayah Kelurahan Semplak dan pengaruhnya terhadap

keberhasilan program PNPM Mandiri Perkotaan, khususnya di tingkat

keberdayaan ekonomi perempuan peserta program yang mencangkup akses dan

(5)

1.2. Perumusan Masalah Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, berikut adalah rumusan

masalah dari penelitian ini :

1. Bagaimana tingkat partisipasi perempuan dalam program PNPM Mandiri

Perkotaan?

2. Faktor pendorong manakah yang paling berpengaruh terhadap tingkat

partisipasi perempuan dalam program PNPM Mandiri Perkotaan ?

3. Sejauhmana tingkat partisipasi perempuan berpengaruh terhadap tingkat

keberdayaan ekonomi perempuan dalam program PNPM Mandiri

Perkotaan?

1.3. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian dirumuskan sebagai berikut :

1. Menganalisis tingkat partisipasi perempuan dalam program PNPM Mandiri

Perkotaan.

2. Menganalisis faktor pendorong manakah yang paling berpengaruh terhadap

tingkat partisipasi perempuan dalam program PNPM Mandiri Perkotaan.

3. Menganalisis sejauhmana tingkat partisipasi perempuan berpengaruh

terhadap tingkat keberdayaan ekonomi perempuan dalam program PNPM

Mandiri Perkotaan.

1.4. Kegunaan Penelitian;

Penelitian ini dapat berguna bagi berbagai lapisan dan pihak-pihak terkait,

yaitu:

1. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan masyarakat dapat memberikan

pengetahuan mengenai peranan mereka dalam pembangunan, sehingga bisa

ikut berpartisipasi dalam setiap tahap pelaksanaan, mulai dari tahap

perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta pemanfaatan hasil.

2. Bagi perguruan tingggi, penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai

salah satu wujud Tri Darma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian dan

(6)

3. Bagi pemerintah, Penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan untuk

perencanaan program-program selanjutnya, serta memberikan kesempatan

(7)

II.

PENDEKATAN TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Kemiskinan

Kemiskinan dapat dikelompokkan ke dalam kemiskinan struktural,

kemiskinan kultural dan kemiskinan alamiah. Kemiskinan struktural merupakan

kemiskinan yang disebabkan karena kondisi struktur sosial yang ada dalam suatu

masyarakat tidak dapat memberikan kesempatan untuk menggunakan

sumber-sumber pendapatan yang sebenarnya tersedia. Kemiskinan kultural merupakan

kemiskinan yang disebabkan karena faktor budaya yang ada pada masyarakat,

seperti malas, pola hidup kosumtif, sulit dalam mengorganisasi diri, dan

sebagainya. Sedangkan kemiskinan alamiah adalah kemiskinan yang disebabkan

oleh faktor alam,dimana kondisi sumber daya alam yang ada pada suatu daerah

tidak mendukung untuk kegiatan ekonomi produktif, melainkan secara alamiah

rusak karena faktor alam maupun faktor manusia.

Pada wilayah perkotaan, salah satu ciri umum dari kondisi fisik masyarakat

miskin adalah tidak memiliki akses dalam pemanfaatan sarana dan prasarana

dasar lingkungan yang memadai, dengan kualitas perumahan dan permukiman

yang jauh dibawah standar kelayakan dan mata pencaharian yang tidak menentu.

Pada kasus kemiskinan dalam PNPM Mandiri Perkotaan, kemiskinan termasuk

dalam kemiskinan struktural yang bersifat multidimensional yaitu;

1. Dimensi politik dapat dilihat dalam bentuk tidak dimilikinya wadah organisasi

yang mampu memperjuangkan aspirasi dan kebutuhan masyarakat miskin,

sehingga mereka tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan serta

berdampak pada tidak ada akses pada sumber daya dan informasi.

2. Dimensi sosial berkaitan dengan internalisasi budaya kemiskinan yang

berpengaruh pada kualitas hidup manusia dan etos kerja serta masyarakat

(8)

3. Dalam dimensi ekonomi, kemiskinan lebih tampak dalam bentuk rendahnya

penghasilan sehingga masyarakat tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup

mereka sampai pada batas hidup yang layak.

4. Dimensi aset ditandai oleh rendahnya kepemilikan masyarakat miskin terhadap

modal serta kualitas sumber daya manusia, peralatan kerja dan perumahan.

(Sulistyowati,2002)

2.1.2 Pengembangan Masyarakat dan Partisipasi

Menurut Ambadar (2008), pengembangan masyarakat adalah salah satu

pendekatan yang harus menjadi prinsip utama bagi seluruh unit-unit

kepemerintahan maupun pihak korporasi dalam menjalankan tugas dan fungsinya

dalam memberikan pelayanan sosial. Bagi perusahaan, pengembangan masyarakat

merupakan sebuah aktualisasi dari CSR yang lebih bermakna daripada sekedar

aktivitas charity ataupun tujuh dimensi CSR lainnya. Hal ini disebabkan dalam

pelaksanaan pengembangan masyarakat terdapat kolaborasi kepentingan bersama

antara perusahaan dengan komunitas, adanya partisipasi, produktivitas, dan

keberlanjutan.

Menurut Nasdian (2006) komunitas adalah suatu wilayah kehidupan sosial

yang ditandai oleh suatu derajat hubungan sosial tertentu. Aktivitas suatu

komunitas dicirikan dengan partisipasi dan keterlibatan langsung anggota

komunitas dalam kegiatan tersebut, dimana semua usaha swadaya masyarakat

diintegrasikan dengan usaha-usaha pemerintah setempat untuk meningkatkan taraf

hidup dengan sebesar mungkin ketergantungan pada inisiatif penduduk sendiri,

serta pembentukan pelayanan teknis, sifat berswadaya dan kegotongroyongan

sehingga proses pembangunan berjalan efektif.

Peran serta masyarakat selama ini hanya dilihat dalam konteks yang sempit,

yaitu manusia cukup dipandang sebagai tenaga kasar untuk mengurangi biaya

pembangunan. Pada kondisi ini, partisipasi masyarakat hanya sebatas biaya

pembangunan. Melihat kondisi ini, partisipasi masyarakat hanya sebatas pada

implementasi atau penerapan program; masyarakat tidak dikembangkan dayanya

(9)

memiliki “kesadaran kritis” (Nasdian, 2006). Payne (1979) dalam Nasdian (2006) menjelaskan bahwa pemberdayaan ditujukan untuk membantu klien memperoleh

daya (kuasa) untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang harus ia

lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan

pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui

peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia

miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.

2.1.2.1 Definisi Partisipasi

Terdapat banyak definisi mengenai partisipasi diantaranya adalah sebagai

berikut (Masril,2011):

1. Partisipasi dapat didefinisikan sebagai keterlibatan mental/pikiran dan

emosi/perasaan seseorang di dalam situasi kelompok yang mendorongnya

untuk memberikan sumbangan kepada kelompok dalam usaha mencapai tujuan

serta turut bertanggung jawab terhadap usaha yang bersangkutan (Davis dalam

Sastropoetro, 1988:13).

2. Partisipasi masyarakat adalah berbagai kegiatan orang seorang, kelompok atau

badan hukum yang timbul atas kehendak dan keinginan sendiri di tengah

masyarakat, untuk berminat dan bergerak di penyelenggaraan penataan ruang

(UU 24/1992).

3. Partisipasi masyarakat adalah keterlibatan masyarakat sesuai dengan hak dan

kewajibannya sebagai subyek dan obyek pembangunan; keterlibatan dalam

tahap pembangunan ini dimulai sejak tahap perencanaan sampai dengan

pengawasan berikut segala hak dan tanggung jawabnya (Kamus Tata

Ruang,1998:79).

Sistem pemerintahan yang demokratis, konsep partisipasi masyarakat

merupakan salah satu konsep yang penting karena berkaitan langsung dengan

hakikat demokrasi sebagai sistem pemerintahan yang berfokus pada rakyat

sebagai pemegang kedaulatan. Partisipasi masyarakat sangat erat kaitannya

dengan kekuatan atau hak masyarakat, terutama dalam pengambilan keputusan

dalam tahap identifikasi masalah, mencari pemecahan masalah sampai dengan

(10)

masyarakat mempunyai sifat sangat penting. Pertama, partisipasi masyarakat

merupakan suatu alat guna memperoleh informasi mengenai kondisi, kebutuhan

dan sikap masyarakat setempat, yang tanpa kehadirannya program pembangunan

serta proyek-proyek akan gagal. Kedua, masyarakat akan lebih mempercayai

proyek atau program pembangunan jika merasa dilibatkan dalam proses persiapan

dan perencanaannya, karena mereka akan lebih mengetahui seluk beluk proyek

tersebut dan akan mempunyai rasa memiliki terhadap proyek tersebut. Ketiga,

timbul anggapan bahwa merupakan suatu hak demokrasi bila masyarakat

dilibatkan dalam pembangunan masyarakat mereka sendiri. Dapat dirasakan

bahwa merekapun mempunyai hak untuk turut memberikan saran dalam

menentukan jenis pembangunan yang akan dilaksanakan. Hal ini selaras dengan

konsep man-centreddevelopment (suatu pembangunan yang dipusatkan pada

kepentingan manusia), yaitu jenis pembangunan yang lebih diarahkan demi

perbaikan nasib manusia dan tidak sekedar sebagai alat pembangunan itu sendiri.

2.1.2.2 Faktor yang Mempengaruhi Partisipasi

Partisipasi masyarakat dalam proses pembangunan akan terwujud sebagai

suatu kejadian nyata apabila terpenuhi faktor-faktor yang mendukungnya, yaitu:

1. Adanya kesempatan, yaitu adanya suasana atau kondisi lingkungan yang

disadari oleh orang tersebut bahwa dia berpeluang untuk berpartisipasi.

2. Adanya kemauan, yaitu adanya sesuatu yang mendorong atau menumbuhkan

minat dan sikap mereka untuk termotivasi berpartisipasi, misalnya berupa

manfaat yang dapat dirasakan atas partisipasinya tersebut.

3. Adanya kemampuan, yaitu adanya kesadaran atau keyakinan pada dirinya

bahwa dia mempunyai kemampuan untuk berpartisipasi, bisa berupa pikiran,

tenaga, waktu, atau sarana dan material lainnya (Slamet, 1994).

Faktor-faktor internal yang mempengaruhi partisipasi masyarakat adalah

jenis kelamin, usia, tingkat pendidikan, tingkat pendapatan, dan mata pencaharian.

Faktor internal berasal dari individu itu sendiri. Secara teoritis, tingkah laku

(11)

1. Jenis Kelamin; partisipasi yang diberikan oleh seorang pria dan wanita dalam

pembangunan adalah berbeda. Hal ini disebabkan oleh adanya sistem pelapisan

sosial yang terbentuk dalam masyarakat, yang membedakan kedudukan dan

derajat antara pria dan wanita. Perbedaan kedudukan dan derajat ini, akan

menimbulkan perbedaan-perbedaan hak dan kewajiban antara pria dan wanita.

Di dalam sistem pelapisan atas dasar seksualitas ini, golongan pria memiliki

sejumlah hak istimewa dibandingkan golongan wanita. Dengan demikian maka

kecenderungannya, kelompok pria akan lebih banyak ikut berpartisipasi.

2. Usia; perbedaan usia juga mempengaruhi tingkat partisipasi masyarakat.

Dalam masyarakat terdapat pembedaan kedudukan dan derajat atas dasar

senioritas, sehingga akan memunculkan golongan tua dan golongan muda,

yang berbeda-beda dalam hal-hal tertentu, misalnya menyalurkan pendapat dan

mengambil keputusan. Usia berpengaruh pada keaktifan seseorang untuk

berpartisipasi. Dalam hal ini golongan tua yang dianggap lebih berpengalaman

atau senior, akan lebih banyak memberikan pendapat dan dalam hal

menetapkan keputusan.

3. Tingkat Pendidikan; demikian pula halnya dengan tingkat pengetahuan. Salah

satu karakteristik partisan dalam pembangunan partisipatif adalah tingkat

pengetahuan masyarakat tentang usahausaha partisipasi yang diberikan

masyarakat dalam pembangunan. Salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat

pengetahuan adalah tingkat pendidikan. Semakin tinggi latar belakang

pendidikannya, tentunya mempunyai pengetahuan yang luas tentang

pembangunan dan bentuk serta tata cara partisipasi yang dapat diberikan.

Faktor pendidikan dianggap penting karena dengan melalui pendidikan yang

diperoleh, seseorang lebih mudah berkomunikasi dengan orang luar, dan cepat

tanggap terhadap inovasi.

4. Tingkat Penghasilan; tingkat penghasilan juga mempengaruhi partisipasi

masyarakat. Penduduk yang lebih kaya kebanyakan membayar pengeluaran

tunai dan jarang melakukan kerja fisik sendiri. Sementara penduduk yang

berpenghasilan pas-pasan akan cenderung berpartisipasi dalam hal tenaga.

Besarnya tingkat penghasilan akan memberi peluang lebih besar bagi

(12)

kemampuan finansial masyarakat untuk berinvestasi. Masyarakat hanya akan

bersedia untuk mengerahkan semua kemampuannya apabila hasil yang dicapai

akan sesuai dengan keinginan dan prioritas kebutuhan mereka

5. Mata Pencaharian; mata pencaharian ini akan berkaitan dengan tingkat

penghasilan seseorang. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa mata

pencaharian dapat mempengaruhi partisipasi masyarakat dalam pembangunan.

Hal ini disebabkan karena pekerjaan akan berpengaruh terhadap waktu luang

seseorang untuk terlibatdalam pembangunan, misalnya dalam hal menghadiri

pertemuan, kerja bakti dan sebagainya.

2.1.2.3 Tingkat Partisipasi Masyarakat

Partisipasi masyarakat adalah sebuah proses yang menyediakan individu

suatu kesempatan untuk mempengaruhi keputusan-keputusan publik dan

merupakan komponen dalam proses keputusan yang demokratis. Partisipasi

masyarakat merupakan arti sederhana dari kekuasaan masyarakat (citizen power).

Hal tersebut menyangkut redistribusi kekuasaan yang memperbolehkan

masyarakat miskin dilibatkan secara sadar dalam proses-proses ekonomi dan

politik. Partisipasi masyarakat juga merupakan strategi dimana masyarakat miskin

ikut terlibat dan menentukan bagaimana pemberian informasi, tujuan dan

kebijakan dibuat, jumlah pajak yang dialokasikan, pelaksanaan program-program,

dan keuntungan-keuntungan seperti kontrak dan perlindungan-perlindungan

diberikan. Arnstein (1995) menggambarkan partisipasi masyarakat adalah suatu

pola bertingkat (ladder patern). Suatu tingkatan yang terdiri dari delapan tingkat

dimana tingkatan paling bawah merupakan tingkat partisipasi masyarakat sangat

rendah, kemudian tingkat yang paling atas merupakan tingkat dimana partisipasi

masyarakat sudah sangat besar dan kuat. Tingkatan partisipasi masyarakat di atas

bisa dijelaskan sebagai berikut.

1. Manipulasi (Manipulation); pada tingkat ini partisipasi masyarakat berada di

tingkat yang sangat rendah. Bukan hanya tidak berdaya, akan tetapi pemegang

(13)

atau untuk merekayasa dukungan mereka. Partisipasi masyarakat dijadikan

kendaraan public relation oleh pemegang kekuasaan. Praktek pada tingkatan

ini biasanya adalah program-program pembaharuan desa. Masyarakat diundang

untuk terlibat dalam komite atau badan penasehat dan sub-sub komitenya. Pemegang kekuasaan memanipulasi fungsi komite dengan “pengumpulan informasi”, “hubungan masyarakat” dan “dukungan.”Dengan melibatkan masyarakat di dalam komite, pemegang kekuasaan mengklain bahwa program

sangat dibutuhkan dan didukung. Pada kenyataannya, hal ini merupakan alas

an utama kegagalan dari program-program pembaharuan pedesaan di berbagai

daerah.

2. Terapi (Therapy); untuk tingkatan ini, kata “terapi” digunakan untuk merawat

penyakit. Ketidakberdayaan adalah penyakit mental. Terapi dilakukan untuk

menyembuhkan “penyakit” masyarakat. Pada kenyataannya, penyakit

masyarakat terjadi sejak distribusi kekuasaan antara ras atau status ekonomi

(kaya dan miskin) tidak pernah seimbang.

3. Pemberian Informasi (Informing); tingkat partisipasi masyarakat pada tahap ini

merupakan transisi antara tidak ada partisipasi dengan tokenism. Kita dapat

melihat dua karakteristik yang bercampur. Pertama, pemberian informasi

mengenai hak-hak, tanggung jawab, dan pilihan-pilihan masyarakat adalah

langkah pertama menuju partisipasi masyarakat. Kedua, pemberian informasi

ini terjadi hanya merupakan informasi satu arah (tentunya dari aparat

pemerintah kepada masyarakat). Akan tetapi tidak ada umpan balik (feedback)

dari masyarakat. Alat yang sering digunakan dalam komunikasi satu arah

adalah media massa, pamflet, poster, dan respon untuk bertanya.

4. Konsultasi (Consultation); konsultasi dan mengundang pendapat-pendapat

masyarakat merupakan langkah selanjutnya setelah pemberian informasi.

Arnstein menyatakan bahwa langkah ini dapat menjadi langkah yang sah

menuju tingkat partisipasi penuh. Namun, komunikasi dua arah ini sifatnya

tetap buatan (artificial) karena tidak ada jaminan perhatian-perhatian

masyarakat dan ide-ide akan dijadikan bahan pertimbangan. Metode yang

biasanya digunakan pada konsultasi masyarakat adalah survai mengenai

(14)

tetap menjadi sebuah ritual yang semu. Masyarakat pada umumnya hanya

menerima gambaran statistik, dan partisipasi merupakan suatu penekanan pada

berapa jumlah orang yang datang pada pertemuan, membawa pulang

brosur-brosur, atau menjawab sebuah kuesioner.

5. Penentraman (Placation); strategi penentraman menempatkan sangat sedikit

masyarakat pada badan-badan urusan masyarakat atau pada badan-badan

pemerintah. Pada umumnya mayoritas masih dipegang oleh elit kekuasaan.

Dengan demikian, masyarakat dapat dengan mudah dikalahkan dalam

pemilihan atau ditipu. Dengan kata lain, mereka membiarkan masyarakat untuk

memberikan saran-saran atau rencana tambahan, tetapi pemegang kekuasaan

tetap berhak untuk menentukan legitimasi atau fisibilitas dari saran-saran

tersebut. Ada dua tingkatan dimana masyarakat ditentramkan: (1) kualitas pada

bantuan teknis yang mereka miliki dalam membicarakan prioritas mereka; (2)

tambahan dimana masyarakat diatur untuk menekan prioritas tersebut.

6. Kemitraan (Partnership); pada tingkat kemitraan, partisipasi masyarakat

memiliki kekuatan untuk bernegosiasi dengan pemegang kekuasaan. Kekuatan

tawar menawar pada tingkat ini adalah alat dari elit kekuasaan dan mereka

yang tidak memiliki kekuasaan. Kedua pemeran tersebut sepakat untuk

membagi tanggung jawab perencanaan dan pengambilan keputusan melalui

badan kerjasama, komite-komite perencanaan, dan mekanisme untuk

memecahkan kebuntuan masalah. Beberapa kondisi untuk membuat kemitraan

menjadi efektif adalah: (1) adanya sebuah dasar kekuatan yang terorganisir di

dalam masyarakat di mana pemimpin pemimpinnya akuntabel; (2) pada saat

kelompok memiliki sumber daya keuangan untuk membayar pemimpinnya,

diberikan honor yang masuk akan atas usaha-usaha mereka; (3) ketika

kelompok memiliki sumber daya untuk menyewa dan mempekerjakan teknisi,

pengacara, dan manajer (community organizer) mereka sendiri.

7. Pendelegasian Kekuasaan (Delegated Power); pada tingkat ini, masyarakat

memegang kekuasaan yang signifikan untuk menentukan program-progam

pembangunan. Untuk memecahkan perbedaan-perbedaan, pemegang

kekuasaan perlu untuk memulai proses tawar menawar dibandingkan dengan

(15)

8. Pengawasan Masyarakat (Citizen Control); pada tingkat tertinggi ini,

partisipasi masyarakat berada di tingkat yang maksimum. Pengawasan

masyarakat di setiap sektor meningkat. Masyarakat meminta dengan mudah

tingkat kekuasaan (atau pengawasan) yang menjamin partisipan dan penduduk

dapat menjalankan sebuah program atau suatu lembaga akan berkuasa penuh

baik dalam aspek kebijakan maupun dan dimungkinkan untuk menegosiasikan

kondisi pada saat di mana pihak luar bisa menggantikan mereka.

Tabel 2.1 Matriks Tangga Partisipasi Arnstein, 1969

Tangga/Tingkatan Partisipasi Hakikat Kesertaan Tingkatan Pembagian Kekuasaan 1.Manipulasi (Manipulation) Permainan oleh pemerintah

Tidak ada partisipasi (Non-Participant) 2.Terapi (Therapy) Sekedar agar masyarakat

tidak marah/mengobati 3.Pemberitahuan (Information) Sekedar pemberitahuan searah/sosialisasi Tokenisme/sekedar

justifikasi agar masyarakat mengiyakan (Degree of Tokenism)

4.Konsultasi (Consultation) Masyarakat didengar, tapi tidak selalu dipakai sarannya

5.Penentraman (Placation) Saran masyarakat diterima tapi tidak selalu dilaksanakan

6.Kemitraan (Partnership) Timbal-balik dinegosiasikan

Tingkatan kekuasaan ada di masyarakat

(Degree of Citizen Power) 7. Pendelegasian Kekuasaan

(Delegated power)

Masyarakat diberi kekuasaan (sebagian/seluruh program)

8. Kontrol Masyarakat (Citizen control)

Sepenuhnya dikuasai oleh masyarakat

Sumber: Suciati, 2006

2.1.3 Partisipasi dan Pemberdayaan Perempuan

Angka kemiskinan di dunia menunjukan bahwa 2/3 perempuan di dunia

termasuk kategori miskin. Perempuan masih menjadi pihak yang dirugikan oleh

kemiskinan dan dipinggirkan oleh proses pembangunan. Dalam bidang

pendidikan kesempatan untuk mendapatkan pendidikan formal masih lebih

banyak diberikan kepada laki-laki dibanding perempuan. Di Indonesia 65 persen

(16)

ibu, merupakan angka terbesar di Asia yaitu 375 per 100.00 kelahiran.

(Masril,2011)

Untuk pembangunan keterlibatan perempuan, masih banyak di sektor

domestik dibandingkan dalam sektor publik. Perempuan, terutama di kalangan

miskin seringkali menjadi penerima informasi kedua karena tidak pernah terlibat

dalam rembug-rembug yang diselengarakan untuk memecahkan permasalahan

masyarakat. Memang dibeberapa tempat kehadiran perempuan dalam penentuan

keputusan terjadi walaupun jumlahnya relatif kecil, akan tetapi seringkali

suaranya kalah dengan suara laki-laki yang jumlahnya cukup besar, bahkan

kadang-kadang mereka hanya ikut hadir tetapi tidak bisa memberikan suaranya.

Padahal rembug-rembug yang dilakukan warga merupakan asset yang besar

sebagai modal sosial untuk melibatkan masyarakat dalam proses memecahkan

persoalan kehidupan mereka. Menjadi strategis melibatkan perempuan dalam

proses pembangunan mulai dari perencanaan, pelaksanaan sampai dengan

monitoring dan evaluasi, karena:

1. Penghargaan terhadap perempuan sebagai manusia yang merdeka yang berhak

untuk menentukan pemecahan masalah yang dihadapinya.

2. Ada pemecahan masalah-masalah; termasuk masalah kemiskinan yang

menyangkut perempuan akan lebih tepat apabila dibicarakan bersama dengan

perempuan karena merekalah yang betul-betul merasakan masalah dan

kebutuhannya. Keputusan yang diambil hanya oleh kaum laki-laki seringkali hanya berhubungan dengan „dunia laki-laki‟ dan tidak mempunyai sensitivitas kepada masalah perempuan. Bila memikirkan masalah perempuanpun

seringkali dasarnya tidak kuat karena mereka tidak mengalami masalahnya.

3. Memberikan kesempatan kepada perempuan untuk menjalankan tanggung

jawab sosialnya sebagai manusia.

4. Potensi yang besar yang dipunyai oleh perempuan, akan sangat berarti apabila

digunakan bukan hanya sektor domestik akan tetapi juga dalam sektor publik

sehingga dapat dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

5. Keterlibatan dalam semua proses pembagunan memberikan kesempatan untuk

(17)

Pendekatan pembangunan yang dipakai adalah pendekatan yang adil dan

setara, sehingga ada jaminan terbukannya seluruh akses baik bagi laki-laki

maupun perempuan untuk ikut berperan aktif dalam seluruh kegiatan masyarakat,

karena sebagai manusia laki-laki dan perempuan mempunyai hak dan kewajiban

yang sama. Pendekatan yang sejajar dan setara memberi peluang kemitraan bagi

laki-laki dan perempuan sehinggga akan saling melengkapi sesuai dengan potensi

yang dimiliki masing-masing bukan untuk saling menguasai. Pada kenyataanya

perempuan harus berjuang untuk melibatkan diri dalam proses pembangunan.

Makin banyak pembangunan tersebut semakin memunculkan fenomena

mensubordinsaikan perempuan. Selama ini bukan pembangunan untuk perempuan

akan tetapi perempuan untuk pembangunan. Upaya memberdayakan perempuan

perlu terus dilakukan agar mereka tidak terlibat sebagai objek melainkan sebagai

subjek dan memberikan seluruh potensinya untuk proses pembangunan.

Proses pembangunan, seperti yang didefinisikan oleh sebagaian besar

agen-agen pembanguanan, memerlukan keterlibatan aktif kelompok sasaran sebagai

peserta dalam proses pembangunan itu, mereka tidak boleh hanya menjadi

penerima bantuan proyek yang pasif, tetapi harus memperbaiki kapasitas mereka

agar mampu mengenali dan mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Untuk

sampai definisi ini, proses pembangunan perempuan harus mengkombinasikan

konsep kesetaraan gender dan konsep pemberdayaan perempuan dimana

perempuan dapat terlibat dalam semua proses pembangunan.

Kesetaraan antara perempuan dan laki-laki merupakan tujuan hakiki

pembangunan perempuan, maka wajar pemberdayaan perempuan menjadi alat

utama untuk mengatasi hambatan-hambatan dalam mewujudkan kesetaraan

perempuan. Menurut Sudirja (2007), terdapat lima tingkat kesetaraan perempuan

agar perempuan terlibat dalam proses pembangunan, yaitu :

1. Kesejahteraan; perempuan lebih dianggap sebagai penerima pasif

kesejahteraan. Kesenjangan gender dapat diidentifikasi melalui tingkat

kesejahteraan yang berbeda diantara laki-laki dan perempuan dengan indikator

keadaan gizi, angka kematian dan lain sebagainya. Pemberdayaan perempuasn

tidak terjadi secara murni pada tingkat kesejahteraan ini karena tindakan untuk

(18)

sumber daya harus meningkat dan ini berarti perempuan maju ke tahap

berikutnya.

2. Akses; tingkat produktivitas perempuan lebih rendah karena adanya

pembatasan akses atas sumberdaya pembangunan dan produksi dalam

masyarakat, seperti tanah, kredit, lapangan kerja dan pelayanan. Mengatasi

kesenjangan gender berarti akan meningkatkan akses perempuan sehingga

setara dengan laki-laki. Pemberdayaan berarti perempuan disadarkan akan

situasi-situasi yang tidak adil ini dimana kesadaran baru tersebut akan

mendorong untuk berjuang mendapatkan haknya , termasuk memperoleh akses

yang setara dan adil atas berbagai macam sumber daya baik di dalam rumah

tangga komunitas dan masyarakat.

3. Kesadaran Kritis; tingkat kesadaran ini akan meningkatkan kesadaran

perempuan bahwa masalah-masalah mereka tidak bersal dari ketidakmampuan

pribadi mereka, melainkan karena ditundukan oleh sistem sosial diskriminasi

yang sudah terinstitusi di dalam diri perempuan. Kesadaran ini akan

membangkitkan kemampuan perempuan untuk menganalisis masyarakat secara kritis dan mengenai semua hal yang dianggap perlu “normal” atau bagian dari “pemberian dunia” yang permanen dan tidak bisa diubah jika menyebabkan ketidakadilan bagi perempuan. Keyakinan pada kesetaraan gender ni

merupakan elemen ideologis yang sangat penting dalam proses pemberdayaan,

yang menyediakan basis konseptual untuk penggalangan kekuatan menuju

keadilan dan kesetaraan perempuan.

4. Partisipasi; konsep partisipasi disini diartikan bahwa perempuan setara

terhadap laki-laki untuk terlibat secara aktif dalam proses pembangunan.

Kesetaraan dalam tingkat ini diartikan sebagai partisipasi setara perempuasn

dalam proses pengambilan keputusan.Dalam sebuah proyek pembangunan,

partisipasi dapat berarti bahwa perempuan perempuan diwakili oleh perempuan

dalam proses penilaian kebutuhan, identifikasi masalah, perencanaan proyek, manajemen, penerapan dan evaluasi. “Kesetaraan dalam partisipasi” juga berarti melibatkan perempuan dari komunitas dampingan dalam proses

pengambilan keputusan dikomunitasnya. Kesetaraan dalam partisipasi ini tidak

(19)

meningkatnya jumlah perempuan yang duduk dalam institusi-institusi yang

berhak mengambil keputusan. Meningkatnya jumlah perempuan dalam

posisi-posisi penting dalam komuitasnya merupakan hasil pemberdayaan sekaligus

menjadi sumbangan potensial bagi peningkatan upaya pemberdayaan

perempuan.

5. Kontrol; partisipasi perempuan yang meningkat pada proses pengambilan

keputusan akan berdampak pada akses dan distribusi keuntungan yang adil

bagi perempuan jika partisipasi tersebut diikuti dengan kontrol yang meningkat

pula atas faktor-faktor produksi. Kesetaraan dalam hal kontrol berarti sebuah

keseimbangan kekuasaan antara perempuan dan laki-laki, dimana tidak ada

satu pihak pun berada di bawah dominasi yang lainnya. Ini berarti perempuan

mempunyai kekuasaan yang sama dengan laki-laki untuk mempengaruhi masa

depan mereka dan masa depan masyarakat mereka. Hanya dengan memiliki

kontrol inilah perempuan dapat meningkatkan aksesnya terhadap sumberdaya

dan karenannya akan mensejahterakan diri dan anak-anaknya. Kesetaraan

dalam partisipasi dan kontrol merupakan persyaratan yang diperlukan jika kita

mau membuat kemajuan pada kesetaraan gender dalam hal kesejahteraan.

Mengacu pada konsep tersebut, maka tingkat keberhasilan program dilihat

dari sejauhmana tercapai tingkat keberdayaan perempuan yang diukur dari tingkat

akses dan kontrol perempuan dalam program tersebut. Hal ini juga merujuk dari

Soeharto (2005), tentang indikator pemberdayaan ekonomi

Tabel 2.2 Matriks Keberdayaan Ekonomi (Suharto, 2005)

Jenis Hubungan Kekuasaan Kemampuan Ekonomi Kekuasaan di dalam:

Meningkatknya kesadaran dan keinginan untuk berubah

Evaluasi positif terhadap kontribusi ekonomi dirinya Keinginan ekonomi yang setara

Keinginan memiliki kesamaan hak terhadap sumber yang ada pada rumahtangga dan masyarakat

Kekuasaan untuk:

Meningkatnya kemampuan individu untuk berubah. Meningkatnya kesempatan untuk memperoleh akses.

Akses terhadap pelayanan keuangan mikro Akses terhadap pendapatan

Akses terhadap aset-aset produktif dan kepemilikan rumahtangga

Akses terhadap pasar

(20)

Kekuasaan atas:

Perubahan pada hambatan- hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro.

Kekuasaan atau tindakan individu untuk mengahadapi hambatan-hambatan tersebut.

Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya

Kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga

Tindakan individu menghadapi diskriminasi atas akses terhadap sumber dan pasar

Kekuasaan dengan:

Meningkatnya solidaritas atau tindakan bersama dengan orang lain untuk menghadapi hambatan-hambatan sumber dan kekuasaan pada tingkat rumahtangga, masyarakat dan makro

Bertindak sebagai model peranan bagi orang lain terutama dalam pekerjaan publik dan modern

Mampu memberi gaji terhadap orang lain

Tindakan bersama menghadapi diskriminasi pada akses terhadap sumber (termasuk hak atas tanah), pasar dan diskriminasi gender pada konteks ekonomi makro Sumber: Suharto, 2005

2.1.4 Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan (PNPM –MP)

Pendekatan dan cara yang dipilih dalam penanggulangan kemiskinan selama

ini perlu diperbaiki, yaitu ke arah pengokohan kelembagaan masyarakat.

Keberdayaan kelembagaan masyarakat ini dibutuhkan dalam rangka membangun

organisasi masyarakat warga yang benar-benar mampu menjadi wadah perjuangan

kaum miskin, yang mandiri dan berkelanjutan dalam menyuarakan aspirasi serta

kebutuhan mereka dan mampu mempengaruhi proses pengambilan keputusan

yang berkaitan dengan kebijakan publik di tingkat lokal, baik aspek sosial,

ekonomi maupun lingkungan, termasuk perumahan dan permukiman. Penguatan

kelembagaan masyarakat yang dimaksud terutama juga dititikberatkan pada upaya penguatan perannya sebagai motor penggerak dalam „melembagakan' dan „membudayakan' kembali nilai-nilai kemanusiaan serta kemasyarakatan (nilai-nilai dan prinsip-prinsip di PNPM-MP), sebagai (nilai-nilai-(nilai-nilai utama yang melandasi

aktivitas penanggulangan kemiskinan oleh masyarakat setempat. Melalui

kelembagaan masyarakat tersebut diharapkan tidak ada lagi kelompok masyarakat

yang masih terjebak pada lingkaran kemiskinan, yang pada gilirannya antara lain

diharapkan juga dapat tercipta lingkungan kota dengan perumahan yang lebih

(21)

masyarakat yang lebih mandiri melaksanakan prinsip-prinsip pembangunan

berkelanjutan.

Kepada kelembagaan masyarakat tersebut yang dibangun oleh dan untuk

masyarakat, selanjutnya dipercaya mengelola dana abadi PNPM-MP secara

partisipatif, transparan, dan akuntabel. Dana tersebut dimanfaatkan oleh

masyarakat untuk membiayai kegiatan-kegiatan penanggulangan kemiskinan,

yang diputuskan oleh masyarakat sendiri melalui rembug warga, baik dalam

bentuk pinjaman bergulir maupun dana waqaf bagi stimulan atas keswadayaan

masyarakat untuk kegiatan yang bermanfaat langsung bagi masyarakat, misalnya

perbaikan prasarana serta sarana dasar perumahan dan permukiman.

Model tersebut diharapkan mampu memberikan kontribusi untuk

penyelesaian persoalan kemiskinan yang bersifat multi dimensional dan

struktural, khususnya yang terkait dengan dimensi-dimensi politik, sosial, dan

ekonomi, serta dalam jangka panjang mampu menyediakan aset yang lebih baik

bagi masyarakat miskin dalam meningkatkan pendapatannya, meningkatkan

kualitas perumahan dan permukiman meraka maupun menyuarakan aspirasinya

dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mewujudkan hal-hal tersebut, maka

dilakukan proses pemberdayaan masyarakat, yakni dengan kegiatan

pendampingan intensif di tiap kelurahan sasaran. Melalui pendekatan

kelembagaan masyarakat dan penyediaan dana bantuan langsung ke masyarakat

kelurahan sasaran, PNPM-MP cukup mampu mendorong dan memperkuat

partisipasi serta kepedulian masyarakat setempat secara terorganisasi dalam

penanggulangan kemiskinan. Artinya, Program penanggulangan kemiskinan berpotensial sebagai “gerakan masyarakat”, yakni; dari, oleh dan untuk masyarakat. (Petunjuk Teknis Operasional Program Nasional Pemberdayaan

(22)

2.1.4.1 Tujuan PNPM-MP

1. Memperbaiki sarana dan prasarana dasar perumahan dan pemukiman

masyarakat miskin di perkotaan.

2. Mengenalkan dan membangun upaya-upaya peningkatan pendapatan secara

mandiri dan berkelanjutan untuk masyarakat miskin di perkotaan, baik

masyarakat yang telah lama miskin, masyarakat yang pendapatannya

menjadi tidak berarti karena inflasi, maupun masyarakat yang kehilangan

sumber nafkah karena krisis ekonomi.

3. Tercipta organisasi masyarakat warga yang memiliki pola kepemimpinan

kolektif yang representatif, akseptabel, inklusif, tanggap, dan akuntabel

yang mampu memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan

dan memperkuat suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan

keputusan yang berkaitan dengan kebijakan publik.

4. Memperkuat agen-agen lokal (pemerintah, dunia usaha, dan kelompok

peduli) untuk membantu masyarakat miskin.

2.1.4.2 Sasaran PNPM-MP

Kelompok sasaran program PNPM Mandiri perkotaan adalah warga

masyarakat miskin perkotaan, sesuai dengan rumusan kriteria kemiskinan

setempat yang disepakati oleh warga, termasuk di dalamnya adalah masyarakat

yang telah lama miskin, masyarakat yang penghasilannya merosot dan tidak

berarti akibat inflasi serta masyarakat yang kehilangan sumber nafkah karena

krisis ekonomi.

2.2 Kerangka Pemikiran

Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri Perkotaan

(PNPM-MP) merupakan program pemerintah yang secara substansi berupaya dalam

penanggulangan kemiskinan melalui konsep memberdayakan masyarakat dan

pelaku pembangunan lokal lainnya, termasuk Pemerintah Daerah dan kelompok

peduli setempat, sehingga dapat terbangun "Gerakan Kemandirian

(23)

Program ini memiliki tujuan yaitu: (1) memperbaiki sarana dan prasarana

dasar perumahan dan pemukiman masyarakat miskin di perkotaan, (2)

mengenalkan dan membangun upaya-upaya peningkatan pendapatan secara

mandiri dan berkelanjutan untuk masyarakat miskin di perkotaan, (3) tercipta

organisasi masyarakat warga yang memiliki pola kepemimpinan kolektif yang

representatif, akseptabel, inklusif, tanggap, dan akuntabel yang mampu

memberikan pelayanan kepada masyarakat miskin perkotaan dan memperkuat

suara masyarakat miskin dalam proses pengambilan keputusan yang berkaitan

dengan kebijakan publik dan (4) memperkuat agen-agen lokal (pemerintah, dunia

usaha, dan kelompok peduli) untuk membantu masyarakat miskin.

Partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam setiap kegiatan di dalam

PNPM-MP tersebut. Salah satu program (kegiatan) PNPM-MP yang sasarannya

ditujukan pada perempuan miskin adalah program dana bergulir. Partisipasi

perempuan peserta program dana bergulir dipengaruhi oleh faktor tingkat

kemauan, kemampuan, dan kesempatan peserta program. Tingkat kemauan

peserta program meliputi persepsi dan sikap peserta terhadap program dan

motivasi peserta untuk terlibat dalam program. Tingkat kemampuan peserta

program meliputi tingkat pendidikan dan pendapatan peserta. Tingkat kesempatan

peserta program meliputi tingkat keterdedahan informasi peserta dan tingkat

pendampingan yang diterima peserta dari pihak perusahaan. Serta mencakup

faktor demografi: usia dan status perkawinan.

Partisipasi perempuan diukur dari tingkat partisipasi Arnstein, yaitu:

manupulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penentraman, kemitraan,

pendelegasian kekuasaan dan kontrol masyarakat. Selanjutnya digolongkan

menjadi tiga tingkat partisipasi: rendah, sedang, dan tinggi. Partisipasi perempuan dalam program ini berpengaruh terhadap tingkat keberdayaan ekonomi

perempuan peserta program, mencakup: akses dan kontrol terhadap sumberdaya

dan manfaat program. Akses mencakup: Akses terhadap pelayanan keuangan

mikro, Akses terhadap pendapatan, Akses terhadap aset-aset produktif dan

kepemilikan rumahtangga, Akses terhadap pasar, Penurunan beban dalam

pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak. Serta kontrol mencakup: Kontrol

(24)

kontrol atas aset produktif dan kepemilikan keluarga, kontrol atas alokasi tenaga

kerja keluarga. (Gambar 1)

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran

Gambar 1. Kerangka Pemikiran

Keterangan:

:mempengaruhi - - - : variabel yang diteliti

Tingkat Keberdayaan Ekonomi Perempuan

Akses : Akses terhadap pelayanan keuangan mikro, Akses terhadap pendapatan, Akses terhadap pasar, Penurunan beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak

Kontrol : Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang dihasilkannya, Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga.

Keberhasilan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri

Perkotaan (PNPM-MP)

Faktor-faktor Pendorong Partisipasi Tingkat Kemauan

Persepsi terhadap manfaat program Sikap terhadap program

Motivasi untuk terlibat dalam program Tingkat Kemampuan

Tingkat pendidikan Tingkat pendapatan Tingkat Kesempatan

Tingkat keterdedahan informasi Tingkat pendampingan yang diterima Faktor Demografi

Usia

Status Perkawinan

Tingkat Partisipasi Perempuan Manipulasi Terapi

(25)

2.3 Hipotesis Penelitian

1. Terdapat hubungan antara tingkat kemauan perempuan dalam program

PNPM Mandiri Perkotaan dengan tingkat partisipasi.

2. Terdapat hubungan antara tingkat kemampuan perempuan dalam

program PNPM Mandiri Perkotaan dengan tingkat partisipasi

3. Terdapat hubungan antara tingkat kesempatan perempuan dalam program

PNPM Perkotaan dengan tingkat partisipasi.

4. Terdapat hubungan antara tingkat partisipasi perempuan dalam program

PNPM dengan tingkat keberdayaan ekonominya.

2.4 Definisi Operasional

Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini

mengenai faktor pendorong partisipasi dan tingkat partisipasi untuk mengukur

sejauh mana partisipasi peserta program dan pengaruhnya terhadap tingkat

keberhasilan program terkait dengan penanggulangan kemiskinan.

A. Faktor pendorong partisipasi adalah faktor-faktor yang mempengaruhi

responden sehingga untuk turut serta dalam program, diantaranya:

1. Tingkat kemauan adalah keinginan responden untuk berpartisipasi dalam

program. Tingkat kemauan diukur melalui akumulasi skor dari aspek

psikologis individu, meliputi persepsi dan sikap responden terhadap

program. Sedangkan motivasi untuk berpartisipasi digunakan untuk melihat

alasan keterlibatan komunitas dalam program.

a. Persepsi terhadap manfaat program adalah pemberian makna oleh

responden terhadap manfaat program dengan mengenali dan memahami

stimulus yang diterima responden. Responden diberikan pernyataan

dengan pilihan dibuat berjenjang mulai dari yang terrendah sampai

tertinggi, yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju

(skor 3), sampai sangat setuju (skor 4). Pengukurannya akan

dikategorikan menjadi tidak bermanfaat, bermanfaat, dan sangat

(26)

b. Sikap terhadap program adalah pernyataan evaluatif yang

mengindikasikan kecenderungan responden dalam menanggapi program,

berupa penerimaan atau penolakan. Responden diberikan pernyataan

dengan pilihan dibuat berjenjang mulai dari yang terrendah sampai

tertinggi, yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2), setuju

(skor 3), sampai sangat setuju (skor 4). Pengukurannya akan

dikategorikan menjadi positif, netral, dan negatif dengan mengakumulasi

jumlah skor persepsi.

c. Motivasi adalah dorongan dari dalam diri responden untuk terlibat dalam

program. Motivasi mencakup faktor-faktor yang melatarbelakangi

responden untuk berpartisipasi dalam program. Responden diberikan

pernyataan dengan pilihan dibuat berjenjang mulai dari yang terrendah

sampai tertinggi, yaitu sangat tidak setuju (skor 1), tidak setuju (skor 2),

setuju (skor 3), sampai sangat setuju (skor 4). Pengukurannya akan

dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi dengan mengakumulasi

jumlah skor motivasi.

Penilaian terhadap tingkat kemauan yaitu dengan mengakumulasi jumlah

skor persepsi, sikap, dan motivasi dan dikategorikan menjadi rendah,

sedang, dan tinggi.

Penentuan selang skor tingkat kemauan menurut rumus sebagai

berikut:

2. Tingkat kemampuan adalah daya yang dimiliki responden sehingga sanggup

berpartisipasi dalam program karena adanya pengetahuan, pendapatan, dan

lokasi tempat tinggal yang berada di Kelurahan Semplak, Kabupaten

Kemang, Kota Bogor.

a. Tingkat pendidikan adalah jenjang terakhir sekolah formal yang penuh

ditamatkan oleh responden. Pengukurannya akan dikategorikan menjadi

(27)

b. Tingkat pendapatan adalah besarnya penghasilan responden dalam

waktu satu bulan yang dinyatakan dalam rupiah. Pengukurannya akan

dikategorikan menjadi rendah, sedang, dan tinggi.

Penilaian terhadap tingkat kemampuan yaitu dengan mengakumulasi

jumlah skor pendidikan dan pendapatan dan dikategorikan menjadi

rendah, sedang, dan tinggi.

3. Tingkat kesempatan adalah faktor luar yang berasal dari lingkungan yang

mempengaruhi responden sehingga mempunyai peluang untuk

berpartisipasi dalam program meliputi tingkat keterdedahan informasi dan

tingkat pendampingan yang diterima responden.

a. Tingkat keterdedahan informasi adalah besarnya informasi mengenai

program yang diterima responden. Responden diberikan pernyataan

dengan pilihan jawaban “tidak” (skor 1) dan “ya” (skor 2).

Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah dan tinggi dengan

mengakumulasi jumlah skor keterdedahan informasi.

b. Tingkat pendampingan yang diterima adalah frekuensi pendampingan

pelaksana program yang diterima responden dalam pelaksanaan

program. Responden diberikan pernyataan dengan pilihan jawaban “tidak” (skor 1) dan “ya” (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah dan tinggi dengan mengakumulasi jumlah skor

pendampingan. Penilaian terhadap tingkat kesempatan yaitu dengan

mengakumulasi jumlah skor keterdedahan informasi dan

pendampingan yang diterima dan dikategorikan menjadi rendah,

sedang, dan tinggi.

Penentuan selang skor tingkat kemauan menurut rumus sebagai

(28)

B.Tingkat partisipasi adalah tingkat keterlibatan responden dalam tahapan

program.

1. Tingkat manipulasi dinyatakan sebagai bentuk partisipasi yang tidak

menuntut responden untuk terlibat banyak dalam suatu kegiatan dan

pihak perusahaan yang aktif karena ingin kepentingannya tercapai

melalui program.

2. Tingkat terapi, sudah terjadi kegiatan dengar pendapat antara responden

dengan perusahaan, namun pendapat dari responden tidak akan

mempengaruhi kebijakan program.

3. Tingkat pemberitahuan, komunikasi sudah banyak terjadi namun hanya

satu arah dan sifatnya sosialisasi dari perusahaan kepada responden.

4. Tingkat konsultasi, responden diberikan pendampingan dan konsultasi

sehingga terjadi komunikasi dua arah dimana wakil dari responden dapat

menyampaikan pandangannya dan aspirasi akan didengar, namun belum

ada jaminan aspirasi tersebut akan dilaksanakan.

5. Tingkat penenangan, dalam komunikasi sudah ada negosiasi antara pihak

yang terlibat, dicirikan dengan pemberian insentif kepada responden

tetapi sebatas untuk meredam keinginan responden menolak program.

6. Tingkat kemitraan, dimana responden dan perusahaan bersama

stakeholder lainnya bertindak sebagai mitra sejajar sehingga dapat

mewujudkan keputusan bersama melalui negosiasi.

7. Tingkat pendelegasian, perusahaan sudah memberikan kewenangan

kepada responden untuk mengelola program mulai dari perencanaan,

implementasi, dan monitoring terhadap program tetapi tetap dipantau

oleh perusahaan.

8. Tingkat kontrol masyarakat, sudah terbentuk independensi dari

responden untuk mengelola program tanpa intervensi dari perusahaan.

9. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1)

dan ya (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah

(tidak ada partisipasi), sedang (tokenisme), dan tinggi (kontrol pada

(29)

Penentuan selang skor tingkat kemauan menurut rumus sebagai berikut:

C.Tingkat keberdayaan ekonomi perempuan sebagai indikator keberhasilan

program pemberdayaan ekonomi yang mencangkup akses terhadap

keuangan mikro, Akses terhadap pendapatan, Akses terhadap aset-aset

produktif dan kepemilikan rumahtangga, Akses terhadap pasar, Penurunan

beban dalam pekerjaan domestik, termasuk perawatan anak. Serta kontrol

yang mencakup: Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta

keuntungan yang dihasilkannya, Kontrol atas aset produktif dan

kepemilikan keluarga, Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga.

1. Akses yang mencangkup akses terhadap keuangan mikro adalah

responden dapat memperoleh pinjaman modal dari bank atau lembaga

keuangan sejenis.

2. Akses terhadap pendapatan adalah pendapatan yang responden peroleh

dari usaha yang dijalankan yang modalnya berasal dari program.

3. Akses terhadap pasar adalah responden dapat menjual barang yang

diusahakan

4. Penurunan beban dalam pekerjaan domestik adalah pengurangan

intensitas pekerjaan rumah responden setelah penerimaan program

5. Kontrol atas penggunaan pinjaman dan tabungan serta keuntungan yang

dihasilkan adalah responden dapat menggunakan pinjaman modal dari

program untuk membuka usaha dan mengembangkannya serta mampu

mengembalikan dana pinjaman secara teratur dan tepat waktu.

6. Kontrol atas alokasi tenaga kerja keluarga teratur dan tepat waktu adalah

responden dapat mengontrol dan membagi alokasi waktu dalam bekerja

dalam rumah tangga secara teratur dan tepat waktu.

7. Responden diberikan pertanyaan dengan pilihan jawaban tidak (skor 1)

dan ya (skor 2). Pengukurannya akan dikategorikan menjadi rendah,

sedang, dan tinggi.

(30)

III.

PENDEKATAN LAPANG

3.1 Metode Penelitian

Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan metode survai.

Pendekatan kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan

menggunakan metode survai, yaitu dengan menggunakan pertanyaan terstruktur

atau sistematis yang sama kepada banyak orang (kuesioner), untuk kemudian

seluruh jawaban yang diperoleh peneliti dicatat, diolah dan dianalisis.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di Kelurahan Semplak Kota Bogor yang berada di

Jalan Raya Semplak RT 01/04 Nomor 90. Penelitian dilakukan mulai bulan

Desember 2011 sampai dengan Februari Tahun 2012.

3.3 Teknik Penentuan Responden

Pengambilan sampel untuk menentukan jumlah perempuan peserta dalam

program ini dilakukan secara acak sederhana. Populasi adalah seluruh perempuan

peserta di kelurahan Semplak, dan kerangka sampling (sub populasi) adalah

perempuan peserta program PNPM-MP. Kerangka sampling adalah perempuan

peserta program PNPM Mandiri Perkotaan yang berjumlah sebanyak 362 orang di

Kelurahan Semplak. Berhubung kerangka sampling besar (jumlahnya lebih dari

100 orang) maka digunakan rumus Slovin terlebih dahulu, sehingga didapat

jumlah kerangka sampling sebesar 190 orang. Dari kerangka sampling 190 orang

tersebut kemudian dipilih secara acak sederhana sebanyak 60 orang. Hal ini

(31)
[image:31.595.110.518.74.283.2]

Gambar 2. Teknik Sampling dalam Pengambilan Responden

3.4 Teknik Pengumpulan Data

Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan

sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara terstruktur dan menggunakan

kuesioner yang disebarluaskan, kemudian diisi oleh responden dan panduan

wawancara untuk informan. Data yang didapat dari penelitian survai ini

mencakup karakteristik individu, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi

responden yaitu kemauan, kemampuan, dan kesempatan, tingkat partisipasi serta

tingkat keberdayaan ekonomi masyarakat perempuan peserta program.

Penelitian ini menggunakan wawancara mendalam (in depth interview)

kepada informan dengan menggunakan panduan pertanyaan. Data deskriptif

berupa kutipan langsung kata-kata atau tulisan dari informan juga memungkinkan

untuk digunakan. Informan yang dimaksud ialah ibu Zubaidah yaitu ketua

pengurus sekretariat BKM PNPM Mandiri Perkotaan di Semplak.

Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini meliputi

dokumen-dokumen tertulis yang berupa dokumen-dokumen resmi dari PNPM Perkotaan di Kelurahan

Semplak seperti profil PNPM Perkotaan, sejarah berdirinya PNPM Perkotaan,

Struktur Organisasi pengurus PNPM Perkotaan. Berkaitan dengan macam data

yang diperlukan tersebut, teknik pengumpulan data yang dilakukan di lapangan

adalah dengan wawancara, kuesioner, observasi langsung di lapangan, dan

dokumentasi.

Kota Bogor Total 362 Perempuan Peserta di Kelurahan

Semplak (kerangka sampling)

Penentuan perempuan peserta : Rumus Slovin

kerangka sampling : 190 orang

Secarasimple random sampling

(32)

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan Tabulasi Silang didukung

dengan Uji Korelasi Rank Spearman untuk mengukur tingkat kemauan, tingkat

kemampuan dan kesempatan dan hubungannya dengan tingkat partisipasi, serta

mengukur hubungan antara tingkat partisipasi dengan tingkat keberdayaan

ekonomi. Tabel Frekuensi digunakan untuk mendeskripsikan karakteristik sosial

ekonomi masyarakat, tingkat kemauan, kemampuan, kesempatan, tingkat

partisipasi dan tingkat keberdayaan ekonomi. Pengujian ini menggunakan

program komputer SPSS 16.0 for Windows dan Microsoft Excel 2007. Data

kualitatif berupa hasil wawancara dengan responden dan informan dianalisis

(33)

IV.

PETA SOSIAL KOMUNITAS DAN PROGRAM PNPM

MANDIRI PERKOTAAN DI KELURAHAN SEMPLAK

4.1. Kondisi Geografis di Kelurahan Semplak

Kelurahan Semplak adalah suatu kelurahan di Kecamatan Bogor Barat Kota

Bogor. Semplak memiliki nama lain “Semflagh” yang berasal dari bahasa

Belanda yang memiliki sejarah bahwa batas wilayah kekuatan militer Belanda

dengan ciri batas adalah Tugu yang terletak di ATS dan di depan Kantor

Kecamatan tepatnya di Gang Mesjid Al-Amin. Batas wilayah kelurahan Semplak

adalah sebagai berikut, sebelah Utara Kelurahan Atang Sanjaya, sebelah Selatan

dengan Kelurahan Cilendek Barat, sebelah Barat dengan Kelurahan Bubulak dan

sebelah Timur dengan Kelurahan Curug Mekar. Kelurahan Semplak secara

administrasi terbagi atas 10 Rukun Warga (RW) dan 37 Rukun Tetangga (RT)

dengan luas wilayah mencapai 90,051 Ha. Dari luas wilayah tersebut merupaka

wilayah pemukiman penduduk dan fasilitas umum.

Kelurahan Semplak sesuai letak geografisnya digolongkan sebagai daratan

dengan ketingian tanah dan permukaan laut 235 Meter, keadaan suhu udara

rata-rata 29˚ C – 30˚C, dengan banyaknya curah hujan sekita 3000/4000 mm/tahun.

Tidak dijumpai lagi adanya aktifitas pertanian seperti berladang dan bercocok

tanam karena wilayahnya merepakan pemukiman yang padat penduduk.

Kelurahan Semplak berada di wilayah Barat Kota Bogor, dimana jarak

tempuh ke pusat pemerintahan Kecamatan sejauh 0,5 Km. Sedangan jarak dari

Kantor Walikota 6 Km, jarak dari Ibukota Provinsi 120 Km dan jarak dari ibukota

Negara 60 Km. Dengan kondisi tersebut Kelurahan Semplak dapat dicapai dengan

berbagai jenis alat transportasi darat, berupa kendaraan roda dua dan roda empat.

Sarana transportasi menuju ke lokasi sangat mudah. Hal ini bisa dilihat dengan

adanya sarana transportasi yang sangat banyak dan bahkan melayani 24 jam

nonstop, seperti : Angkutan umum dan ojek.

Kelurahan Semplak secara administratif terbagi dalam 10 RW dan 37 RT.

Pembagian wilayah administratif tersebut secara tidak langsung juga membagi

(34)

View) dan di daerah RW 3 (kavling) serta perkampungan. Luas wilayah kelurahan

Semplak adalah 90,051 Ha. Pemanfaatan wilayah tersebut banyak digunakan

untuk pemukiman dan perumahan. Terdapat pula bangunan-bangunan seperti

perkantoran,sekolah, pertokoan, kuburan dan tempat peribadatan.

Perubahan fungsi peruntukan lahan yang semula lahan pertanian ke

pemukiman menyebabkan masyarakatnya juga berpindah dari pekerja sawah ke

jasa lainnya. Lebih dari setengah luas wilayah di Kelurahan Semplak telah

digunakan untuk pemukiman penduduk.

4.2. Kependudukan di Kelurahan Semplak

Jumlah penduduk Kelurahan Semplak sampai bulan Januari 2012 sebanyak

10.589 jiwa terdiri dari 4.718 orang laki – laki dan 5.971 orang perempuan,

dengan jumlah Kepala Keluarga sebanyak 2.775 KK dan jumlah Anggota

Keluarga Miskin 300 Jiwa yaitu sebesar 10,81 persen dari jumlah penduduk.

Sesuai dengan kondisi alokasi dana PNPM Mandiri Perkotaan sebesar Rp.

250.000.000,-

Kriteria keluarga miskin yang akan mendapatkan dana bantuan dari PNPM

adalah masyarakat yang tergolong kurang mampu. Data awal masyarakat miskin

tersebut sebagai acuan dari kader atau relawan untuk melakukan cross check ke

masyarakat dan selanjutnya hasil pemetaan swadaya yang dijadikan data final

untuk menentukan masyarakat miskin yang akan mendapatkan bantuan PNPM.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengemukakan tentang penentuan rumah

tangga miskin menyimpulkan bahwa ciri – ciri rumah tangga miskin ditentukan

oleh beberapa indikator sebagai berikut :

1. Ciri tempat tinggal, dilihat dari luas lantai per kapita, jenis lantai, air minum/

ketersediaan air bersih , dan jenis jamban.

2. Kepemilikan aset; aset produktif seperti sawah, kebun, ternak,ojek, angkutan

umum, perahu dan sebagainya, sedangkan aset tidak produktif seperti televisi,

radio, perhiasan, mebel, sepeda, kendaraan bermotor bukan usaha.

3. Aspek pangan, adanya variasi konsumsi lauk pauk, seperti daging, ikan, telur

(35)

4. Aspek sandang, pernah memiliki minimal satu stel pakaian dalam satu tahun.

5. Kegiatan sosial, pernah hadir dalam kegiatan arisan, rapat di tingkat RT,

Rapat sekolah/BP3, undangan perkawinan dalam tiga bulan terakhir.

Badan Pusat Statistik (1990) juga memberikan alternatif untuk mengukur

garis kemiskinan dengan cara menentukan standar kecukupan kalori per kapita per

hari 2.100 kalori yang harus dipenuhi setiap orang dalam sehari – hari. Nilai

rupiah per kalori diperoleh dari membagi nilai pengeluaran untuk makanan

dengan banyaknya kalori yang dikonsumsi oleh masing – masing kelompok

pengeluaran. Seseorang dikatakan sangat miskin apabila pendapatannya hanya

mampu memenuhi kebutuhan 2.100 kalori. Diangap miskin apabila

pendapatannya selain mampu memenuhi kebutuhan kalorinya tetapi juga

minimum kebutuhan pokok lainnya. Kebutuhan minimum di luar makanan

mencakup kebutuhan minimum untuk kesehatan, pendidikan, perumahan, pakaian

dan kebutuhan minimum untuk sarana memasak dan angkutan.

Sasaran penerima bantuan PNPM adalah semua warga miskin di Kelurahan

yang bersangkutan berhak menggunakan dana BLM melalui sistem pinjaman dan

hibah. Untruk menjalin dana BLM dapat menjangkau kelompok sasaran yang

tepat, maka kriteria miskin disusun dan disepakati bersama oleh warga melalui

mekanisme pemetaan swadaya secara partisipatif.

Tabel 4.1 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Golongan Umur di Kelurahan Semplak Tahun 2011.

Dari tabel 4.1 menunjukan bahwa sebagian besar penduduk di Kelurahan

Semplak tergolong penduduk yang termasuk kedalam golongan umur produktif

menengah ( 20 – 44 tahun) yaitu sebesar 44,14 persen. Sedangkan penduduk

paling sedikit adalah di golongan tidak produktif yaitu sebesar 9,24 persen.

Sedangkan dari struktur umur dapat diketahui kelompok umur produktif dan

kelompok umur non produktif yang selanjutnya dapat diketahui besarnya rasio

No Golongan Umur Jumlah Persentase(%)

1. 0-9 1723 16,27%

2. 10-19 1838 17,36%

3. 20-44 4674 44,14%

4. 45-54 1376 12,99%

5. >60 978 9,24%

(36)

beban tanggungan kelompok umur tidak produktif. Kelompok umur tidak

produktif adalah kelompok umur yang berumur 0-9 tahun dan diatas 65 tahun. Di

kelurahan Semplak, penduduk yang berusia 0-9 tahun sebanyak 1723 orang dan

kelompok penduduk yang berumur lebih dari 65 tahun sebanyak 978 orang,

sehingga rasio beban tanggungan di Kelurahan Semplak adalah 25,50 persen

artinya setiap 100 orang penduduk umur produktif di kelurahan Semplak

menanggung sebanyak 26 orang penduduk non produktif.

Jumlah penduduk menurut mobilitas/mutasi penduduk digambarkan seperti

tabel dibawah ini :

Tabel 4.2 Jumlah dan Persentase Penduduk menurut Mobilitas/Mutasi Penduduk di Kelurahan Semplak Tahun 2011.

No Perubahan Jumlah Persentase

(%) Laki-laki Perempuan

1 Lahir 37 28 17,06%

2 Meninggal Dunia 15 16 8,14%

3 Penduduk Mas

Gambar

Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Teknik Sampling dalam Pengambilan Responden
Gambar 1. Skema Kerangka Pemikiran
Gambar 2. Teknik Sampling dalam Pengambilan Responden

Referensi

Dokumen terkait

Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi seluruh pihak yang berkepentingan khususnya yang terkait dengan pengaruh rasio keuangan (PER, DER, EPS, ROA, CR, dan

“Implikasi hukum lelang hak tanggungan tanpa melalui restrukturisasi kredit bahwa Restrukturisasi kredit didasarkan atas Pera- turan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 11/

Aplikasi Web E-commerce pada Inkubator Bisnis Politeknik Negeri Sriwijaya adalah sebuah perangkat lunak e-commerce yang terdiri dari kumpulan perintah-perintah yang

Pentingnya loyalitas pelanggan bagi perusahaan sudah tidak diragukan lagi, banyak perusahaan sangat berharap dapat mempertahankan pelanggannya dalam jangka panjang, bahkan

Laporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah Pengadilan Tinggi Agama Samarinda Tahun 2014 RL/8 VISI TERWUJUDNYA BADAN PERADILAN AGAMA YANG AGUNG DI LINGKUNGAN

Sesuai dengan pendapat Roesli (2007) bahwa dengan pengetahuan.. yang benar tentang menyusui, seorang ibu semakin mudah untuk memberikan ASI secara eksklusif. Hasil survey

Metode tutor sebaya adalah cara mengajar yang dilakukan dengan menjadikan teman dalam kelompok peserta didik yang dipandang memiliki kemampuan atau kompetensi

(2010) Pengaruh Mekanisme Corporate Governance dan Ukuran Perusahaan terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI Variabel dependen :