• Tidak ada hasil yang ditemukan

Koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam Pengelolaan Sampah di TPA Terpadu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam Pengelolaan Sampah di TPA Terpadu"

Copied!
104
0
0

Teks penuh

(1)

KOORD DAN Diajuka Sarjana INASI PEM KOTA ME

an Untuk M (S1) Pada CH DEPAR FAKUL U MERINTA EDAN DAL Memenuhi S Fakultas Il Ad HRISTINE RTEMEN I LTAS ILM UNIVERSI AH DAERA LAM PEN TERPA SKRIP Salah Satu lmu Sosial dministrasi Oleh ANNE DE NIM. 1009 ILMU ADM MU SOSIAL ITAS SUM 2014 AH KABUP GELOLAA ADU PSI Syarat Me Dan Ilmu i Negara : EARNI BAT 903027 MINISTRA L DAN ILM MATERA U 4 PATEN DE AN SAMPA enyelesaika Politik Dep TUBARA ASI NEGAR MU POLIT UTARA ELI SERDA AH DI TPA

(2)

KATA PENGANTAR HORAS!

Skripsi ini disusun berdasarkan ketertarikan penulis terhadap masalah Perkotaan Mebidangro karena terinspirasi dengan wilayah lain yang sangat berkembang seperti wilayah Jabodetabek. Secara khusus penulis ingin melihat bagaimana pengelolaan masalah persampahan di wilayah perkotaan ini, karena latar belakang penulis yang concern terhadap lingkungan hidup. Demikianlah akhirnya karya ini dimulai dengan dasar Administrasi Negara dan lingkungan.

Pada karya ini, penulis ingin mengetahui bagaimana sebuah koordinasi dalam lingkup Mebidangro mampu melaksanakan sebuah tindakan konkret dalam penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Selain itu penulis ingin melihat bagaimana sebuah program dalam kebijakan dapat di terima di daerah sebagai sebuah wilayah dekonsentrasi.

Demi mencapai tujuan tersebut, penulis memadukan pemikirannya dengan berbagai pemikiran dari para ahli melalui teori maupun kejadian serupa yang terjadi di tempat lain. Informasi dari SKPD juga sangat membantu penulis dalam meneliti masalah ini. Sehingga membuat karya ini semakin kaya akan informasi yang terjadi di lapangan.

(3)

Demikian, hal yang paling menggembirakan dalam penulisan sebuah karya adalah kesempatan untuk menyampaikan terima kasih pada pihak yang membantu penulis dalam menyelesaikan tulisannya. Ucapan terima kasih saya yang pertama, saya tujukan kepada Allah Bapa, Numinosum Tremendum et Fascinosum. Allah dari Abraham, Ishak, dan Yakub. Tampak dalam Yesus Kristus, yang saya imani membimbing dan menjagai saya, membuka mata hati serta pikiran, mengilhami akal dalam dan melalui setiap ciptaan-Nya dan yang dirasa oleh batin. Terima kasih atas kurnia dan rahmat yang begitu besar dan melimpah. Membuat aku berani dan percaya diri melalui hari. Biarlah hidupku memuliakan Tuhan.

Kepada Ayah dan Bunda, Aguntar Batubara dan Junita Purba, terima kasih karena selalu melakukan segala apa yang dapat dilakukan dan mengorbankan semua yang dimiliki untuk ananda. Doa dan harapan kalian adalah sumber kekuatan hidupku. Ananda akan berbakti dan memberikan segala sesuatu yang paling baik untuk Ayah dan Mamak menurut kemampuanku. Semoga sehat selalu, panjang umur, dan dekat dengan Tuhan. Doakanlah ananda agar berhasil di masa depan. Kepada adik – adik terkasih, Johana Angel dan Yosephine Anggita, terima kasih telah mendukung dan mendoakan kakak. Kakak selalu berdoa kalian bisa lebih baik dari kakak. Carilah Tuhan selalu, maka segala yang di tuju akan diperjelas dan apa yang dicari akan ditemukan, oleh hikmat-Nya. Sehat selalu, jadilah orang yang berguna bagi Bangsa kita, serta dengar – dengaran dengan kakak dan orang tua.

(4)

1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. Badaruddin, M.Si.

2. Ketua Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara, Drs. M. Husni Thamrin Nasution, M.Si.

3. Sekretaris Departemen Ilmu Administrasi Negara FISIP USU, Dra. Elita Dewi, MSP.

4. Dosen Pembimbing Akademik, Drs. Ridwan Rangkuti, MA.

5. Dosen Pembimbing skripsi, Hatta Ridho, S.Sos, MSP dan Dosen Penguji, Drs. Robinson Sembiring, M.Si.

6. Seluruh Dosen Departemen Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

7. Staf administrasi Departemen Ilmu Administrasi Negara Ibu Dian Siregar, S.E. dan Ibu Mega.

8. Bapak Yosi Sukmono, S.T., sebagai Kassubid Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara, Bapak Sutikno, S.E. sebagai KUPTD TPA Terjun Dinas Kebersihan Kota Medan, Bapak Zainal Arifin, S.E. sebagai KTU UPTD TPA Namobintang Dinas Kebersihan Kota Medan, Bapak Aulia Akbar sebagai Kasubbid PU BAPPEDA Kabupaten Deli Serdang.

(5)

Kelompok III Magang Desa Timbang Jaya Kec. Bahorok Kab. Langkat 2013 (Yunita Friska, Geny Iryenti, Agustiana, Muda Rahmansyah, Fahmi), Kontingen Ilmu Administrasi Negara USU pada KONNAS IV Universitas Indonesia 2014, serta Panitia Paskah FISIP 2011.

10.Kepada keluarga dan sahabat di perantauan, Susanti Lona, Ade Auristha, Petra Rosjuwita, Elfina Dewi, Zudika Dahliana, Ira Ria, Mariance Magdalena, David Saputra, Bobby Trimart, Maulana All Ravi. Tak lupa kepada sahabat di awal perkuliahan, Reina Gerlish dan Erap.

11.Persekutuan Kristen antar Universitas (PERKANTAS) Medan (KTB JLJ) dan Pematangsiantar (KK DANIEL), Persekutuan Kristen Alumni SMA Negeri 4 P.Siantar (PAKISS) wilayah Medan serta POK PMR SMA Negeri 4 P.Siantar (Alumni 2010).

Semoga karya ini mengingatkan kita untuk semakin peka terhadap kondisi di sekitar kita dan bangga mengaplikasikan ilmu yang kita peroleh. Karena setiap segmentasi kehidupan sering kali bersinggungan dengan Administrasi Negara.

Medan, Agustus 2014

(6)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL ... ix

ABSTRAK ... x

BAB I PENDAHULUAN 1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Fokus Masalah ... 5

1.3.Rumusan Penelitian ... 6

1.4.Tujuan Penelitian ... 6

1.5.Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.Koordinasi ... 8

2.1.1.Pengertian Koordinasi ... 8

2.1.2.Tujuan Koordinasi ... 9

2.1.3.Tipe – Tipe Koordinasi ... 9

2.1.4.Syarat – Syarat Koordinasi ... 11

2.1.5.Faktor yang Mempengaruhi Koordinasi ... 11

2.2.Sampah ... 15

2.2.1.Definisi Sampah ... 15

2.2.2.Sumber Sampah ... 15

2.2.3.Dampak Sampah ... 16

2.2.4.Pengelolaan Sampah ... 17

2.3Tempat Pembuangan Akhir (TPA) ... 18

2.3.1.Pertimbangan Penetapan Lokasi TPA ... 19

2.4Definisi Konsep ... 23

2.5Definisi Operasional ... 24

(7)

3.2.Lokasi Penelitian ... 27

3.3.Informan Penelitian ... 27

3.4.Teknik Pengumpulan Data ... 28

3.5.Teknik Analisis Data ... 29

BAB IVDESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1.Kabupaten Deli Serdang ... 31

4.1.1.Keadaan Geografi ... 31

4.1.2.Sejarah ... 31

4.1.3.Visi / Misi ... 33

4.1.4.Struktur Organisasi ... 34

4.2.Kota Medan ... 36

4.2.1.Keadaan Geografi ... 36

4.2.2.Sejarah ... 36

4.2.3.Visi / Misi ... 43

4.2.4.Struktur Organisasi ... 34

4.3.Kantor BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara ... 44

4.3.1.Profil ... 44

4.3.2.Struktur Organisasi ... 45

4.3.3.Pejabat ... 45

4.3.4.Visi / Misi ... 46

4.3.5.Tugas Pokok dan Fungsi ... 47

4.4.Kantor BAPPEDA Kabupaten Deli Sedang ... 48

4.4.1.Profil ... 48

4.4.2.Struktur Organisasi ... 53

4.4.3.Visi / Misi ... 54

4.4.4.Tugas Pokok dan Fungsi ... 55

BAB V PENYAJIAN DATA 5.1.Koordinasi ... 57

5.1.1.Kesatuan Tindakan ... 57

5.1.2.Komunikasi... 58

5.1.3.Pembagian Kerja ... 59

(8)

5.2.Data Sekunder ... 61

BAB VIANALISIS DATA 6.1.Kesatuan Tindakan ... 71

6.2.Komunikasi ... 74

6.3.Pembagian Kerja ... 79

6.4.Disiplin ... 81

BAB VII PENUTUP 7.1.Kesimpulan ... 84

(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.2.4.1. Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan ... 43 Gambar 4.3.2.1. Bagan Struktur Organisasi BAPPEDA Kota Medan... 45 Gambar 4.4.2.1. Bagan Struktur Organisasi BAPPEDA Pemerintah Kabupaten

Deli Serdang... 54 Gambar 5.2.1. Lobby Utama Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah

Provinsi Sumatera Utara... 63 Gambar 5.2.2. Ruang Kerja dan Ruang Pertemuan Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara... 63 Gambar 5.2.3. Ruang Kerja Pegawai Kantor Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara... 64 Gambar 5.2.4. Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Pemerintah

Kabupaten Deli Serdang...65 Gambar 5.2.5. Gambar Lobby Utama Kantor Badan Perencanaan

Pembangunan Daerah Pemerintah Kabupaten Deli Serdang....65 Gambar 5.2.6. Lobby Utama dan Ruang Kerja Pegawai Kantor Dinas

Kebersihan Pemerintah Kota Medan...66 Gambar 5.2.7. Mobil Sosialisasi Kebersihan Dinas Kebersihan Pemerintah

Kota Medan...67 Gambar 5.2.8. Truk Tipe Typper Kebersihan Dinas Kebersihan Pemerintah

Kota Medan...67 Gambar 5.2.9. Ambulan Pengangkut Sampah Dinas Kebersihan Pemerintah

Kota Medan...68 Gambar 5.2.10. Truk Tinja, Traktor, dan Continer Dinas Kebersihan Pemerintah

Kota Medan...68 Gambar 5.2.11. Truk Type Sweeper (Penyapu Jalan) Dinas Kebersihan

Pemerintah Kota Medan...69 Gambar 5.2.12. Mesin Pencacah Sampah Dinas Kebersihan Pemerintah Kota

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 4.3.3.1. Pejabat BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara...45

(11)

ABSTRAK

KOORDINASI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG DAN KOTA MEDAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA

TERPADU Nama : Christine Anne Dearni Batubara Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos., MSP.

Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro) memiliki keterkaitan langsung satu dengan yang lain. Adapun rencana tata ruang perkotaan Mebidangro dalam Perpres Nomor 62 Tahun 2011 ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing nasional dan berkelanjutan melalui pengelolaan sampah yang terintegrasi di TPA Terpadu. Deli Serdang ditetapkan menjadi lokasi TPA Terpadu yang melayani daerah di kawasan Mebidangro, salah satunya Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah yang terintegraasi di TPA Terpadu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi yang didapat selama penelitian berlangsung. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara, sebagai informan utama adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan KTU UPTD Namobintang Dinas Kebersihan Kota Medan, dan yang menjadi informan tambahan adalah Kepala UPTD TPA Terjun Dinas Kebersihan Kota Medan.

Berdasarakan hasil pengamatan terhadap koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan terhadap pengelolaan sampah yang terintegrasi di TPA Terpadu dinilai kurang baik. Dapat dikatakan bahwa belum ditemukan adanya kegiatan apapun yang sifatnya terintegrasi dalam pengelolaan sampah. Masalah ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh sesuatu yang sifatnya politis. Mereka berharap kebijakan tersebut dapat berimplikasi nyata dan menguntungkan bagi tiap – tiap pihak. Namun kesediaan untuk duduk bersama membahas masalah ini secara intensif belum dilakukan dan mengakibatkan aktivitas koordinasi tidak ada.

(12)

ABSTRAK

KOORDINASI PEMERINTAH DAERAH KABUPATEN DELI SERDANG DAN KOTA MEDAN DALAM PENGELOLAAN SAMPAH DI TPA

TERPADU Nama : Christine Anne Dearni Batubara Departemen : Ilmu Administrasi Negara

Fakultas : Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara Dosen Pembimbing : Hatta Ridho, S.Sos., MSP.

Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro) memiliki keterkaitan langsung satu dengan yang lain. Adapun rencana tata ruang perkotaan Mebidangro dalam Perpres Nomor 62 Tahun 2011 ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing nasional dan berkelanjutan melalui pengelolaan sampah yang terintegrasi di TPA Terpadu. Deli Serdang ditetapkan menjadi lokasi TPA Terpadu yang melayani daerah di kawasan Mebidangro, salah satunya Kota Medan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah yang terintegraasi di TPA Terpadu.

Penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif dan menggunakan metode analisis kualitatif yang diperoleh berdasarkan kemampuan nalar peneliti dalam menghubungkan fakta, data, dan informasi yang didapat selama penelitian berlangsung. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara, sebagai informan utama adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) dan KTU UPTD Namobintang Dinas Kebersihan Kota Medan, dan yang menjadi informan tambahan adalah Kepala UPTD TPA Terjun Dinas Kebersihan Kota Medan.

Berdasarakan hasil pengamatan terhadap koordinasi antara Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan terhadap pengelolaan sampah yang terintegrasi di TPA Terpadu dinilai kurang baik. Dapat dikatakan bahwa belum ditemukan adanya kegiatan apapun yang sifatnya terintegrasi dalam pengelolaan sampah. Masalah ini sebenarnya dilatarbelakangi oleh sesuatu yang sifatnya politis. Mereka berharap kebijakan tersebut dapat berimplikasi nyata dan menguntungkan bagi tiap – tiap pihak. Namun kesediaan untuk duduk bersama membahas masalah ini secara intensif belum dilakukan dan mengakibatkan aktivitas koordinasi tidak ada.

(13)

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Kawasan Perkotaan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro) memiliki keterkaitan langsung satu dengan yang lain. Kawasan Mebidangro ini pada awalnya dibentuk atas dasar dan tujuan meningkatkan daya saing nasional dengan perekonomian dan infratruktur di daerah yang merata dan memadai. Kawasan Mebidangro merupakan perwujudan dari keseriusan pemerintah dalam pengelolaan tata ruang perkotaan dalam rangka menyokong perkembangan Mebidangro sebagai kota metropolitan. Adapun rencana tata ruang perkotaan Mebidangro ini bertujuan untuk mewujudkan kawasan perkotaan yang aman, nyaman, produktif, berdaya saing nasional dan berkelanjutan sebagai pusat kegiatan nasional di bagian utara Pulau Sumatera.

(14)

didukung pula oleh kebijakan yang telah ada sebelumnya, yaitu Undang – Undang Nomor 26 tahun 2007 dan Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2008.

Meskipun telah memiliki kebijakan yang jelas, namun sebenarnya tidak mudah untuk menjalankan tujuan secara sepihak karena menyangkut lebih dari satu wilayah. Secara eksplisit dapat diamati lebih seksama bahwa keutuhan pelaksanaan kebijakan akan ditunjang oleh koordinasi yang nyata oleh para pemimpin/pemerintah daerah masing – masing wilayah Mebidangro. Diprioritaskan menjadi suatu kawasan terpadu membuat koordinasi antar daerah menjadi hal yang sangat penting karena kebijakan yang diambil bersifat kausal dan influence terhadap wilayah lainnya.

Pada sisi lain, didorong oleh ambisi peningkatan ekonomi yang masif dan cepat, maka kegiatan ekonomi berupa aktivitas industrial maupun pembangunan infrastruktur juga meningkat intensitas dan frekuensinya. Kegiatan ini sedikit atau banyak berpengaruh langsung terhadap lingkungan. Pembangunan yang tidak sinkron dengan Rencana Tata Ruang akan memicu masalah perkotaan, seperti kemacetan dan penting untuk digarisbawahi adalah membeludaknya sampah.

(15)

satunya dilakukan melalui pengelolaan sampah. Adapun pengelolaan sampah ini dianggap sangat penting dalam menciptakan kegiatan perkotaan yang kondusif.

Hal senada juga disampaikan oleh Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara periode sebelumnya, Ir. H Riadil Akhir Lubis, yang menyatakan dalam Sumut Pos 3 April 2012, bahwa pengelolaan sampah di kawasan Medan, Binjai, Deli Serdang dan Karo (Mebidangro) menjadi perhatian pemerintah agar percepatan pembangunan di empat daerah yang diatur dalam Perpres No 62/2011 tentang Rencana Tata Ruang Kawasan Perkotaan Mebidangro dapat terlaksana dengan baik.

Apabila memperhatikan Perpres yang disebutkan sebelumnya, maka pada pasal 46 ditemukan sebuah ketentuan tentang adanya Tempat Pembuangan Akhir (TPA) yang terintegrasi di Kawasan Mebidangro. Ketentuan tersebut secara tidak langsung mengharapkan sebuah hubungan/koordinasi karena sifatnya yang terpadu dan menyangkut lebih dari satu daerah. Menurut kebijakan ini TPA yang paling ideal adalah di wilayah Kabupaten Deli Serdang karena wilayahnya memiliki lahan kosong yang lebih luas dibandingkan dengan daerah lainnya. Disebutkan pula dalam kebijakan ini TPA – TPA yang berada di Kabupaten Deli Serdang tersebut, yaitu TPA Namobintang di Kecamatan Pancur Batu, TPA Durian Tonggal di Kecamatan Pancur Batu, TPA Tadukan Raga di Kecamatan Sinembah Tanjung Muda Hilir, dan TPA Batang Kuis di Kecamatan Batang Kuis di Kabupaten Deli Serdang.

(16)

Pasalnya dalam kacamata awam, menyediakan lahan sebagai TPA bagi daerah lain adalah sebuah keputusan yang menuntut pertimbangan mendalam, karena seolah – olah tidak memberikan keuntungan apapun. Akan tetapi tentunya Kabupaten Deli Serdang tidak serta merta menyetujui wacana tersebut, melainkan memiliki alasan tertentu sebagai pertimbangan. Koordinasi yang ditargetkan sejauh ini hanya sebatas penyediaan lahan dan proses pendistribusian sampah ke TPA, begitu pula halnya antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan secara khusus.

Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan Kota Medan dan dikutip dari Medan Bisnis Daily.com, Kota Medan memproduksi setidaknya 1700 – 1800 ton sampah setiap harinya, yang membuatnya tercatat sebagai daerah penghasil sampah terbesar se-kawasan Mebidangro. Meskipun memiliki TPA-nya sendiri tidak menjamin Medan dapat dengan tenang menghadapi produksi sampah yang naik terus - menerus. Pasalnya dalam waktu lebih kurang lima tahun, TPA Terjun akan mencapai limit atau tidak dapat menampung sampah lebih banyak lagi. Selain itu, TPA Namobintang yang membantu TPA Terjun dalam menampung sampah di Kota Medan tersebut juga telah ditutup pada tahun 2013.

(17)

yang sangat ideal sebagai penyedia lahan TPA. Oleh sebab itu rancangan mengenai TPA Terpadu Regional adalah sebuah alternatif yang diharapkan mampu menganggulangi masalah tersebut.

Melihat masalah yang dipaparkan di atas, penting untuk mengetahui bagaimana sebenarnya koordinasi yang dijalin oleh kedua daerah dalam mengelola sampah. Hal ini merujuk pada kebijakan Kawasan Perkotaan Mebidangro yang mencanangkan sebuah TPA Terpadu untuk tidak hanya melayani Deli Serdang namun juga Kota Medan. Maka penting bagi penulis untuk melihat hal ini lebih terperinci dan melihat apa yang terjadi dalam aktivitas tersebut untuk mengetahui bagaimana koordinasi yang dijalankan antara Pemerintah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan.

1.2. Fokus Masalah

Dalam aktivitasnya sebagai sebuah kawasan perkotaan metropolitan, maka Mebidangro melakukan banyak kegiatan ekonomi, industrial, dan pembangunan secara fisik. Aktivitas ini sedikit banyak mempengaruhi lingkungan dan tata ruang perkotaan yang berimplikasi pada timbulnya sampah. Permasalahan sampah ini ternyata bukanlah sebuah ‘barang baru’ dalam masalah perkotaan. Maka berdasarkan hal tersebut pemerintah sudah mengantisipasi masalah pengelolaan sampah dalam sebuah kebijakan dan menunjuk Kabupaten Deli Serdang sebagai lokasi TPA yang terintegrasi.

(18)

koordinasi antara Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah berdasarkan Perpres yang mengatur hal tersebut.

1.3. Rumusan Masalah

Penelitian pada dasarnya dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan data yang antara lain dapat digunakan untuk memecahkan masalah. Kedudukan masalah yang akan diteliti sangat sentral dalam suatu penelitian. Oleh karena itu, pemilihan masalah penelitian haruslah dipertimbangkan secara sungguh – sungguh (Sanapiah, 2007:37).

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka masalah yang ingin diteliti oleh peneliti pada penelitian ini adalah “Bagaimana Koordinasi Pemerintah Daerah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam Pengelolaan Sampah di TPA Terpadu?”

1.4. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana koordinasi pemerintah daerah Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah di TPA Terpadu.

1.5. Manfaat Penelitian 1. Segi Ilmiah

Sebagai sarana untuk melatih dan mengembangkan kemampuan berfikir ilmiah, sistematis, bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan menuliskan karya ilmiah di lapangan berdasarkan kajian – kajian teori dan aplikasi yang diperoleh dari Ilmu Administrasi Negara.

(19)

Untuk menambah pengetahuan, referensi, dan alternatif bagi pelaksana kebijakan tentang koordinasi Kabupaten Deli Serdang dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah ini, guna mengoptimalkan keberhasilan kebijakan.

3. Segi Akademis

(20)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kerangka teori merupakan model konseptual tentang bagaimana teori berhubungan dengan berbagai faktor yang telah didefinisikan sebagai masalah yang penting.Teori adalah konsep – konsep dan generalisasi – generalisasi hasil penelitian yang dapat dijadikan sebagai landasan teoritis untuk pelaksanaan penelitian (Sugiyono, 2005:55).Untuk itu perlu disusun suatu kerangka teori sebagai pedoman yang menggambarkan dari mana sudut masalah tersebut disorot.Adapun yang menjadi kerangka dasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

2.1 Koordinasi

2.1.1 Pengertian Koordinasi

Menurut A.E Benn dalam Sutarto (2006), koordinasi adalah “1) a continuous, harmonious action toward the objectives, attained through leadership,

organization, and administration; 2) the arrangement of group efforts in a

continuous and orderly manner so as to provide unification of action in the

persuit of a common goal”. (Koordinasi adalah 1) suatu kelangsungan,

keharmonisan mencapai tujuan,yang dapat dicapai melalui kepemimpinan, organisasi, dan administrasi; 2) penyusunan usaha – usaha kelompok di dalam suatu kelangsungan dan keteraturan sikap sehingga menciptakan tindakan dalam mengusahakan terciptanya tujuan bersama).

(21)

synchronized, balanced, and given direction.”. Artinya prinsip koordinasi menerangkan bahwa pelaksanaan organisasi itu efektif apabila semua orang dan sumber disinkronkan, diseimbangkan, dan diberikan pengarahan.

Dari berbagai intisari tentang koordinasi seperti di atas sebenarnya dapat dipakai satu istilah yaitu keselarasan. Baik kesatuan tindakan, kesatuan usaha, penyesuaian antarbagian, keseimbangan antar bagian maupun sinkronisasi semuanya berasaskan keselarasan. Atas dasar itu dapatlah kiranya asas koordinasi diartikan sebagai berikut, yaitu di dalam organisasi harus ada keselarasan aktivitas antar satuan oganisasi atau keselarasan tugas antar pejabat.

2.1.2 Tujuan Koordinasi

Menurut Hasibuan (2011:87) tujuan dari koordinasi adalah:

a. Mengarahkan dan menyatukan semua tindakan serta pemikiran ke arah tercapainya sasaran perusahaan.

b. Menjuruskan keterampilan spesialis ke arah sasaran perusahaan. c. Menghindari kekosongan dan tumpang tindih pekerjaan.

d. Menghindari kekacauan dan penyimpangan tugas dari sasaran.

e. Mengintegrasikan tindakan dan pemanfaatan unsur manajemen ke arah sasaran organisasi.

f. Menghindari keterampilan overlanding dari sasaran perusahaan. 2.1.3 Tipe – Tipe Koordinasi

(22)

Umumnya organisasi memiliki tipe koordinasi yang dipilih dan disesuaikan dengan kebutuhan atau kondisi-kondisi tertentu yang diperlukan untuk melaksanakan tugas agar pencapaian tujuan tercapai dengan baik. Hasibuan (2011:86) berpendapat bahwa tipe koordinasi di bagi menjadi dua bagian besar yaitu koordinasi vertikal dan koordinasi horizontal. Kedua tipe ini biasanya ada dalam sebuah organisasi. Makna kedua tipe koordinasi ini dapat dilihat pada penjelasan di bawah ini:

a. Koordinasi vertikal (Vertical Coordination) adalah kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan oleh atasan terhadap kegiatan unit-unit, kesatuan-kesatuan kerja yang ada di bawah wewenang dan tanggung jawabnya. Tegasnya, atasan mengkoordinasi semua aparat yang ada di bawah tanggung jawabnya secara langsung. Koordinasi vertikal ini secara relatif mudah dilakukan, karena atasan dapat memberikan sanksi kepada aparat yang sulit diatur.

b. Koordinasi horizontal (Horizontal Coordination) adalah mengkoordinasikan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan penyatuan, pengarahan yang dilakukan terhadap kegiatan-kegiatan dalam tingkat organisasi (aparat) yang setingkat. Koordinasi horizontal ini dibagi atas interdisciplinary dan

interrelated. Interdisciplinary adalah suatu koordinasi dalam rangka

(23)

bergantung atau mempunyai kaitan secara intern atau ekstern yang levelnya setaraf. Koordinasi horizontal ini relatif sulit dilakukan, karena koordinator tidak dapat memberikan sanksi kepada pejabat yang sulit diatur sebab kedudukannya setingkat.

2.1.4 Syarat – Syarat Koordinasi

Menurut G. R. Terry dalam bukunya, Principle of Management yang dikutip Hasibuan (2011:88) koordinasi adalah suatu usaha yang sinkron atau teratur untuk menyediakan jumlah dan waktu yang tepat dan mengarahkan pelaksanaan untuk menghasilkan suatu tindakan yang seragam dan harmonis pada sasaran yang telah ditentukan. Menurut tinjauan manajemen, koordinasi menurut Terry meliputi :

1. Jumlah usaha baik secara kuantitatif, maupun secara kualitatif 2. Waktu yang tepat dari usaha-usaha tersebut

3. Directing atau penentuan arah usaha-usaha tersebut

Berdasarkan defenisi di atas maka dapat disebutkan bahwa koordinasi memiliki syarat-syarat yakni :

1. Sense of Cooperation, perasaan untuk saling bekerja sama, dilihat per

bagian.

2. Rivalry, dalam organisasi besar, sering diadakan persaingan antar bagian, agar saling berlomba

3. Team Spirit, satu sama lain per bagian harus saling menghargai.

4. Esprit de Corps, bagian yang saling menghargai akan makin bersemangat. 2.1.5 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Koordinasi

(24)

a. Kesatuan Tindakan

Pada hakekatnya koordinasi memerlukan kesadaran setiap anggota organisasi atau satuan organisasi untuk saling menyesuaikan diri atau tugasnya dengan anggota atau satuan organisasi lainnya agar anggota atau satuan organisasi tersebut tidak berjalan sendiri-sendiri. Oleh sebab itu konsep kesatuan tindakan adalah inti dari pada koordinasi. Kesatuan dari pada usaha, berarti bahwa pemimpin harus mengatur sedemikian rupa usaha-usaha dari pada tiap kegiatan individu sehingga terdapat adanya keserasian di dalam mencapai hasil. Kesatuan tindakan ini adalah merupakan suatu kewajiban dari pimpinan untuk memperoleh suatu koordinasi yang baik dengan mengatur jadwal waktu dimaksudkan bahwa kesatuan usaha itu dapat berjalan sesuai dengan waktu yang telah dirncanakan.

b. Komunikasi

Komunikasi tidak dapat dipisahkan dari koordinasi, karena komunikasi, sejumlah unit dalam organisasi akan dapat dikoordinasikan berdasarkan rentang dimana sebagian besar ditentukan oleh adanya komunikasi. Komunikasi merupakan salah satu dari sekian banyak kebutuhan manusia dalam menjalani hidup dan kehidupannya. “Perkataan komunikasi berasal dari perkataan

communicare, yaitu yang dalam bahasa latin mempunyai arti berpartisipasi

(25)

Dari pengertian komunikasi sebagaimana disebut di atas terlihat bahwa komunikasi itu mengandung arti komunikasi yang bertujuan merubah tingkah laku manusia. Karena sesuai dengan pengertian dari ilmu komunikasi, yaitu suatu upaya yang sistematis untuk merumuskan secara tegas azas-azas, dan atas dasar azas-azas tersebut disampaikan informasi serta dibentuk pendapat dan sikap. Maka komunikasi tersebut merupakan suatu hal perubahan suatu sikap dan pendapat akibat informasi yang disampaikan oleh seseorang kepada orang lain. Sehingga dari uraian tersebut terlihat fungsi komunikasi sebagai berikut :

1. Mengumpulkan dan menyebarkan informasi mengenai kejadian dalam suatu lingkungan.

2. Menginterpretasikan terhadap informasi mengenai lingkungan

3. Kegiatan mengkomunikasikan informasi, nilai dan norma sosial dari generasi yang satu ke generasi yang lain.

4. Maka dari itu komunikasi itu merupakan suatu upaya yang dilakukan oleh seseorang untuk merubah sikap dan perilaku orang lain dengan melalui informasi atau pendapat atau pesan atau idea yang disampaikannya kepada orang tersebut.

c. Pembagian Kerja

(26)

dapat berhasil dengan baik dalam usaha mencapai tujuanya, maka hendaknya lakukan pembagian kerja. Dengan pembagian kerja ini diharapkan dapat berfungsi dalam usaha mewujudkan tujuan suatu organisasi. Pembagian kerja adalah perincian tugas dan pekerjaan agar setiap individu dalam organisasi bertanggung jawab untuk melaksanakan sekumpulan kegiatan yang terbatas.

Jadi pembagian kerja pekerjaan menyebabkan kenaikan efektifitas secara dramatis, karena tidak seorangpun secara fisik mampu melaksanakan keseluruhan aktifitas dalam tugas–tugas yang paling rumit dan tidak seorangpun juga memiliki semua keterampilan yang diperlukan untuk melaksanakan berbagai tugas. Oleh karena itu perlu diadakan pemilahan bagian–bagian tugas dan membagi baginya kepada sejumlah orang. Pembagian pekerjaan yang dispesialisasikan seperti itu memungkinkan orang mempelajari keterampilan dan menjadi ahli pada fungsi pekerjaan tertentu.

d. Disiplin

(27)

2.2. Sampah

2.2.1.Definisi Sampah

Menurut WHO, sampah adalah sesuatu yang tidak digunakan, tidak dipakai, tidak disenangi atau sesuatu yang dibuang berasal dari kegiatan manusia dan tidak terjadi dengan sendirinya (Chandra, 2007).

Sampah dapat diklasifikasikan menjadi dua jenis menurut waktu terurainya, yakni sampah mudah terurai (degradable) dan sampah sulit terurai

(undegradable). Data menunjukkan bahwa rata-rata komposisi sampah

di beberapa kota besar Indonesia adalah organik (25%), kertas (10%), plastik (18%), kayu (12%), logam (11%), kain (11%), gelas (11%), dan lain-lain (12%). Berdasarkan data tersebut, maka sebagian besar sampah di beberapa kota besar Indonesia adalah sampah mudah terurai, yakni organik, kertas, kayu, dan logam.

2.2.2.Sumber Sampah

Menurut Chandra (2007:113), sampah yang ada di permukaan bumi ini berasal dari beberapa sumber berikut.

a. Pemukiman penduduk

Jenis sampah yang dihasilkan biasanya sisa makanan dan bahan sisa proses pengolahan makanan atau sampah basah (gerbage), sampah kering (rubbish), abu atau sisa tumbuhan.

b. Tempat umum atau tempat perdagangan

Tempat umum adalah tempat yang memungkinkan banyak orang berkumpul dan melakukan kegiatan, termasuk juga perdagangan.

(28)

Sarana layanan masyarakat yang dimaksud di sini, antara lain tempat hiburan dan umum, jalan umum, tempat parkir, tempat layanan kesehatan dan sarana pemerintah yang lain.

d. Industri berat atau ringan

Dalam pengertian ini termasuk industri makanan dan minuman, kayu, kimia, industri logam, tempat pengolahan air kotor dan air minum, serta kegiatan industri lainnya baik yang bersifat distributif atau memproses bahan mentah saja. Sampah yang dihasilkan juga termasuk sampah yang berbahaya.

e. Pertanian

Sampah dihasilkan dari tanaman atau binatang. 2.2.3.Dampak Sampah

Menurut Gilbert dkk (1996) dalam Psychologymania.com, dampak daripada sampah adalah sebagai berikut:

a. Pengelolaan sampah yang kurang baik akan membentuk lingkungan yang kurang menyenangkan bagi masyarakat, bau tidak sedap dan pemandangan yang buruk Karena sampah bertebaran dimana-mana.

b. Memberikan dampak negatif terhadap kepariwisataan.

(29)

d. Pembuangan sampah padat ke badan air dapat menyebabkan banjir dan akan memberikan dampak bagi fasilitas pelayanan umum seperti jalan, jembatan, drainase, dan lain-lain.

e. Infrastruktur lain dapat juga dipengaruhi oleh pengelolaan sampah yang tidak memadai, seperti tingginya biaya yang diperlukan untuk pengelolaan air. Jika sarana penampungan sampah kurang atu tidak efisien, orang akan cenderung membuang sampahnya di jalan. Hal ini mengakibatkan jalan perlu lebih sering dibersihkan atau diperbaiki.

2.2.4.Pengelolaan Sampah

Secara umum pengelolaan sampah dibedakan menurut kemudahannya untuk terurai. Kini pengelolaan sampah diorientasikan pada pemanfaatan kembali sampah tersebut. Sedangkan masalah sampah anorganik diatasi dengan cara reduce, reuse, recycle, dan recovery. Reduce adalah upaya untuk mengurangi penggunaan produk yang akan menghasilkan sampah. Reuse adalah kegiatan menggunakan ulang, menjual atau menyumbangkan barang – barang yang masih dapat dimanfaatkan. Recycle adalah memodifikasi benda yang tadinya tidak bermanfaaat menjadi bermanfaat. Sedangkan recovery adalah upaya pemanfaatan kembali material yang masih dapat dimanfaatkan. Pengelolaan sampah lebih baik dilakukan secara berjenjang dan terdesentralisasi dimulai di level rumah, kelurahan, dan terakhir di level kota.

(30)

sampah).

Pada level kelurahan, diutamakan kegiatan recovery. Kelurahan dapat menjadi wadah bagi warga saling membantu untuk mengelola sampah. Sampah dari warga yang masih memiliki nilai manfaat dikumpulkan kemudian didaur ulang menjadi barang yang bermanfaat. Proses pengumpulan sampah bisa menggunakan program “arisan sampah” ataupun “bank sampah”.

Level terakhir, sampah yang dianggap tidak memiliki nilai manfaat lagi dibawa ke tingkat kota. Pengumpulan sampah menggunakan alat transportasi yang khusus. Proses pengolahan menggunakan teknologi yang lebih maju dibandingkan dengan teknologi di level kelurahan.

Tingkat kota menjadi gerbang terakhir pengelolaan sampah, maka diharapkan sampah yang tidak dikelola di tingkat kota merupakan sampah undegradable yang tidak memiliki manfaat atau nilai ekonomi sama sekali dan telah aman bagi lingkungan. Sampah ditempatkan di TPA (Tempat Pembuangan Akhir) secara terpadu. Pengelolaan sampah secara terpadu di sebuah kota akan berdampak secara langsung terhadap penyelesaian masalah lingkungan di kota tersebut. 2.3. Konsep Tempat Pembuangan Akhir (TPA)

Pembuangan akhir sampah (TPA) dalam Komunitas Green Chemistry merupakan proses terakhir dalam siklus pengelolaan persampahan formal. Untuk fase ini dapat menggunakan berbagai metode dari yang sederhana hingga tingkat teknologi tinggi. Metode pembuangan akhir yang banyak dikenal adalah :

a. Open dumping, yakni membuang sampah pada tempat pembuangan

(31)

b. Control landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat pembuangan sampah akhir seperti halnya pada open dumping, namun disini terdapat proses pengendalian/ pengawasan sehingga lebih tertata.

c. Sanitary landfill, yakni pembuangan sampah pada tempat pembuangan

sampah akhir dengan menimbun sampah ke dalam tanah hingga periode waktu tertentu. Dengan demikian cara ini dapat menekan polusi / bau dan kebersihan lingkungan lebih baik dari metode lainnya.

2.3.1.Pertimbangan Penetapan Lokasi TPA

Penetapan lokasi TPA sampah, dapat berdasarkan SNI 03-3241-1994 tentang Tata Cara Pemilihan Lokasi TPA Sampah dengan beberapa pertimbangan-pertimbangan antara lain :

a) TPA sampah tidak boleh berlokasi di danau, sungai dan laut;

b) Disusun berdasarkan 3 tahapan yaitu : pertama, tahap regional yang merupakan tahapan untuk menghasilkan peta yang berisi daerah atau tempat dalam wilayah tersebut yang terbagi menjadi beberapa zona kelayakan. Kedua, tahap penyisih yang merupakan tahapan untuk menghasilkan satu atau dua lokasi terbaik diantara beberapa lokasi yang dipilih dari zona-zona kelayakan pada tahap regional. Ketiga, Tahap penetapan yang merupakan tahap penentuan lokasi terpilih oleh Instansi yang berwenang.

(32)

1) Kriteria regional, yaitu kriteria yang digunakan untuk menentukan zona layak atau tidak layak sebagai berikut :

a. Kondisi geologi: tidak berlokasi di zona holocene fault; tidak boleh di zona bahaya geologi; Kondisi hidrogeologi: tidak boleh mempunyai muka air tanah kurang dari 3 meter; tidak boleh kelulusan tanah lebih besar dari 10-6 cm/det; jarak terhadap sumber air minum harus lebih besar dari 100 meter di hilir aliran; dalam hal tidak ada zona yang memenuhi kriteria-kriteria tersebut di atas, maka harus diadakan masukan teknologi

b. Kemiringan zona harus kurang dari 20 %

c. Jarak dari lapangan terbang harus lebih besar dari 3.000 meter untuk penerbangan turbo jet dan harus lebih besar dari 1.500 meter untuk jenis lain.

d. Tidak boleh pada daerah lindung/cagar alam dan daerah banjir dengan periode ulang 25 tahun.

2) Kriteria penyisih yaitu kriteria yang digunakan untuk memilih lokasi TPA terbaik yaitu terdiri dari kriteria regional ditambah dengan kriteria berikut :

a. Iklim: hujan : intensitas hujan makin kecil dinilai makin baik; angin : arah angin dominan tidak menuju kepermukiman dinilai makin baik b. Utilitas : tersedia lebih lengkap dinilai lebih baik

(33)

d. Ketersediaan tanah, meliputi : produktifitas tanah : tidak produktif dinilai lebih tinggi; kapasitas dan umur : dapat menampung lahan lebih banyak dan lebih lama dinilai lebih baik; ketersediaan tanah penutup : mempunyai tanah penutup yang cukup, dinilai lebih baik; status tanah : makin bervariasi dinilai tidak baik.

e. Demografi : kepadatan penduduk lebih rendah dinilai makin baik f. Batas administrasi : dalam batas administrasi dinilai semakin baik g. Kebisingan : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik h. Bau : semakin banyak zona penyangga dinilai semakin baik

i. Etetika : semakin tidak terlihat dari luar dinilai semakin baik

j. Ekonomi : semakin kecil biaya satuan pengelolaan sampah (per m3/ton) dinilai semakin baik

3) Produk yang dihasilkan. Produk yang dihasilkan sebagai berikut : a. Tahap regional yaitu peta dasar skala 1 : 25.000, yang berisi centroid

sampah yang terletak di wilayah tersebut, kondisi hidrogeologi, badan – badan air, TPA sampah yang sudah ada. Pembagian zona – zona ; zona 1 = zona tidak layak; zona 2 = zona layak untuk TPA sampah kota.

b. Tahap penyisih yaitu rekomendasi lokasi TPA sampah kota dilengkapi peta posisi calon – calon lokasi yang potensial, peta detail dengan skala 1 : 25.000 dari sedikitnya 2 lokasi yang terbaik. c. Tahap penetapan yaitu keputusan penetapan lokasi TPA sampah

(34)

1. Lokasi TPA sampah diharapkan berlawanan arah dengan arah perkembangan daerah perkotaan (Urbanized Area).

2. Lokasi TPA sampah harus berada di luar dari daerah perkotaan yang didorong pengembangannya (Urban Promotion Area)

3. Diupayakan transportasi menuju TPA sampah tidak melalui jalan utama menuju perkotaan/daerah padat.

Selain hal-hal tersebut di atas, perencanaan TPA sampah perkotaan perlu memperhatikan hal - hal sebagai berikut :

a. Rencana pengembangan kota dan daerah, tata guna lahan serta rencana pemanfaatan lahan bekas TPA.

b. Kemampuan ekonomi pemerintah daerah setempat dan masyarakat, untuk menentukan teknologi sarana dan prasarana TPA yang layak secara ekonomis, teknis dan lingkungan.

c. Kondisi fisik dan geologi seperti topografi, jenis tanah, kondisi badan air sekitarnya, pengaruh pasang surut, angin iklim, curah hujan, untuk menentukan metode pembuangan akhir sampah.

d. Rencana pengembangan jaringan jalan yang ada, untuk menentukan rencana jalan masuk TPA.

e. Rencana TPA di daerah lereng agar memperhitungkan masalah kemungkinan terjadinya longsor.

f. Tersedianya biaya operasi dan pemeliharaan TPA.

(35)

h. Sampah yang dibuang di lokasi TPA adalah hanya sampah perkotaan yang bukan berasal dari industri, rumah sakit yang mengandung B3.

i. Kota-kota yang sulit mendapatkan lahan TPA di wilayahnya, perlu melaksanakan model TPA regional serta perlu adanya institusi pengelola kebersihan yang bertanggungjawab dalam pengelolaan TPA tersebut secara memadai.

j. Aksesibilitas menuju TPA sampah harus tersedia.

Perhatian terhadap kelestarian lingkungan melalui penanganan dan pengelolaan TPA sampah yang baik menjadi hal penting, TPA sampah yang didesain sesuai dengan ketentuan dapat difungsikan pula menjadi kawasan hijau sehingga sejalan dengan kebijakan penataan ruang yang menerapkan ketentuan bahwa setiap wilayah/kawasan menyediakan RTH minimal sebesar 30 % dari luas wilayah/kawasan tersebut. RTH yang tersedia bukan hanya mengandung nilai-nilai estetika tetapi juga mengandung nilai-nilai psikologis bagi masyarakat. Dapat dibayangkan apabila setiap kawasan permukiman, perkotaan dan kota-kota besar bahkan Metropolitan tidak terdapat ruang terbuka hijau yang bermanfaat untuk taman bermain, kesegaran udara, dan keindahan lingkungan bagi masyarakat maka yang terjadi adalah lingkungan permukiman kumuh, sensitivitas masyarakat sangat tinggi, polusi udara yang berpengaruh pada psikologis dan lingkungan yang tidak asri karena tidak adanya penghijauan.

2.4. Definisi Konsep

(36)

a) Koordinasi merupakan antar hubungan berbagai faktor organisasi. Tidak sukar mengorganisasi kegiatan tunggal, tetapi untuk mengorganisasi macam – macam kegiatan di dalam ketunggalan adalah merupakan pencapaian yang sukar. Koordinasi membuat organisasi “baik”. Ini adalah suatu sistem keseimbangan dan kontrol, tantangan dan tanggapan, yang ada diantaranya dan di antara satuan – satuan dalam organisasi.

b) Pengelolaan sampah adalah perlakuan terhadap sampah yang bertujuan mempekecil atau menghilangkan masalah-masalah yang berkaitan dengan lingkungan. Dalam ilmu kesehatan lingkungan, suatu pengelolaan sampah dianggap baik jika sampah yang diolah mencemari udara, air, tanah, tidak menimbulkan bau dan tidak menimbulkan kebakaran.

2.5. Defenisi Operasional

Singarimbun (1989:46) menyatakan definisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Definisi operasional ini semacam petunjuk pelaksanaan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Banyak juga pernyataan yang menjelaskan bahwa definisi operasional berisi batasan – batasan atau indikator – indikator dari konsep yang telah ditetapkan. Indikator yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Kesatuan tindakan

Kesatuan tindakan adalah inti dari koordinasi yang mengharapkan terciptanya keselarasan untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.

(37)

2. Komunikasi

Dalam kerangka penyampaian informasi kepada para pelaksana kebijakan tentang apa menjadi standar dan tujuan harus konsisten dan seragam (consistency and uniformity) dari berbagai sumber informasi.  Intensitas pertemuan antar pemerintah daerah.

 Metode sosialisasi kebijakan yang digunakan.  Tanggapan kelompok sasaran.

3. Pembagian kerja

Menurut Fayol pembagian kerja atau tugas membuat orang semakin spesialis dan semakin efisien mereka dapat mengerjakan tugasnya.  Aktivitas dan tugas daerah sesuai kebijakan.

4. Disiplin

Prinsip manajemen lain dari Fayol adalah disiplin, yang menekankan perlunya anggota menghormati peraturan dan persetujuan yang mengatur. Disiplin berasal dari kepemimpinan yang baik pada semua tingkat organisasi, persetujuan yang adil, dan penerapan sanksi yang bijaksana untuk pelanggaran.

(38)

2.6. Sistematika Penulisan BAB I PENDAHULUAN

Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan masalah, manfaat penelitian, kerangka teori, dan sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini memuat tentang teori – teori yang berhubungan dengan judul penelitian dan definisi konsep.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini terdiri dari bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.

BAB IV DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Bab ini berisi gambaran umum mengenai lokasi penelitian yang meliputi sejarah singkat, visi dan misi, serta struktur organisasi. BAB V PENYAJIAN DATA

Bab ini membahas tentang hasil data – data yang diperoleh di lapangan atau berupa dokumen – dokumen yang akan dianalisis. BAB VI ANALISIS DATA

Bab ini memuat analisa data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang diajukan. BAB VII PENUTUP

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Bentuk Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian ini adalah metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Menurut Zuriah (2006) penelitian dengan menggunakan metode deskriptif adalah penelitian yang diarahkan untuk memberikan gejala – gejala, fakta – fakta, atau kejadian – kejadian secara sistematis, akurat mengenai sifat – sifat populasi atau daerah tertentu. Dalam penelitian deskriptif, cenderung tidak perlu mencari atau menerangkan hubungan dengan menguji hipotesis. Oleh karenanya dalam peneitian penulis akan mencari sendiri gejala, fakta – fakta kejadian dan yang berhubungan dengan koorsinasi Kabupaten Deli Serdang, dan Kota Medan dalam pengelolaan sampah di TPA terpadu.

3.2. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada kantor Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Sumatera Utara Jalan Diponegoro Nomor 21A Medan. 3.3. Informan Penelitian

(40)

informan merupakan orang yang menguasai dan memahami data, informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian.

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan informan kunci (key informan), informan utama, dan informan tambahan. Menurut Bagong (2005) macam informan dalam penelitian, yaitu sebagai berikut:

1. Informan Kunci (Key Informan), yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan oleh peneliti. Informan kunci dalam penelitian ini adalah Kasubbid Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah Bappeda Provinsi Sumatera Utara.

2. Informan Utama, yaitu mereka yang terlibat langsung dalam informasi yang diteliti. Informan utama dalam penelitian ini adalah Kepala Bappeda Deli Serdang dan KTU UPTD Namobintang Dinas Kebersihan Kota Medan.

3. Informan Tambahan, yaitu mereka yang memberikan informasi walaupun tidak terlibat dalam interaksi sosial yang diteliti. Dalam hal ini akademisi dan pihak yang berkepentingan, yaitu Kepala UPTD TPA Terjun Dinas Kebersihan Kota Medan.

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah sebagai berikut:

1. Teknik Pengumpulan Data Primer

(41)

Wawancara, yaitu proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan informan atau orang yang diwawancarai yang dianggap mengerti dengan masalah yang diteliti.

2. Teknik Pengumpulan Data Sekunder

Teknik pengumpulan data sekunder adalah pengumpulan data yang diperoleh melalui pihak lain, tidak langsung diperoleh oleh peneliti dari subjek penelitiannya. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan instrumen sebagai berikut:

a. Studi kepustakaan, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dari buku – buku, karya ilmiah, pendapat para ahli yang memiliki hubungan dengan masalah yang diteliti.

b. Studi dokumentasi, yaitu pengumpulan data yang diperoleh dengan menggunakan catatan – catatan tertulis yang ada di lokasi penelitian serta sumber – sumber lain yang menyangkut masalah yang diteliti dengan instansi terkait.

3.5.Teknik Analisis Data

Analisis – analisis kualitatif cenderung menggunakan pendekatan logika induktif, dimana silogisme dibangun berdasarkan pada hal – hal khusus atau data di lapangan dan bermuara pada kesimpulan – kesimpulan umum (Bungin, 2007:143). Melalui metode analisis data, peneliti menguji kemampuan bernalar dalam mengelaborasi fakta, data, dan informasi yang diperoleh.

(42)

a. Reduksi Data

Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal – hal yang pokok, memfokuskan pada hal – hal yang penting, dicari tema dan polanya.

b. Penyajian Data

Setelah direduksi, maka langkah selanjutnya adalah menyajikan data. Langkah ini memudahkan peneliti untuk memahami apa yang terjadi dan membuat rencana kerja selanjutnya.

c. Penarikan Kesimpulan

(43)

BAB IV

DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN 4.1.Kabupaten Deli Serdang

4.1.1. Keadaan Geografi

Kabupaten Deli Serdang terletak diantara 2°57” – 3°16” Lintang Utara serta pada 98°33 - 99°27” Bujur Timur merupakan bagian dari wilayah pada posisi silang di kawasan Palung Pasifik Barat dengan luas wilayah 2.497,72 km² (249,772 Ha) atau merupakan 3,34% dari luas Provinsi Sumatera Utara. Kabupaten ini berada pada ketinggian 500m di atas permukaan laut, berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka di sebelah utara, Kabupaten Karo dan Kabupaten Simalungun sebelah selatan, Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo sebelah barat dan Kabupaten Serdang Bedagai di sebelah timur.

4.1.2. Sejarah

Sebelum Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus 1945 Kabupaten Deli Serdang yang dikenal sekarang ini dua pemerintahan yang berbentuk kerajaan (Kesultanan) yaitu Kesultanan Deli yang berpusat di Kota Medan dan Kesultanan Serdang berpusat di Perbaungan.

Kabupaten Deli dan Serdang ditetapkan menjadi Daerah Otonom sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 tahun 1984 tentang Undang-Undang Pokok-Pokok Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang Nomor 7 Darurat Tahun 1965. Hari jadi Kabupaten Deli Serdang ditetapkan tanggal 1 Juli 1946.

(44)

perkantoran di Tanjung Garbus yang diresmikan oleh Gubernur Sumatera Utara tanggal 23 Desember 1986.

Sesuai dengan dikeluarkan UU Nomor 36 Tahun 2003 tanggal 18 Desember 2003, Kabupaten Deli Serdang telah dimekarkan menjadi dua wilayah yakni Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang Bedagai, secara administratif Pemerintah Kabupaten Deli Serdang kini terdiri atas 22 Kecamatan yang di dalamnya terdapat 14 Kelurahan dan 380 Desa.

Tercatat dalam sejarah Bupati pertama Kabupaten Deli Serdang Moenar S.Hamidjojo, dilanjutkan Sampoerna Kolopaking, setelah itu Wan Oemaroeddin Barus ( 1 April 1951 – 1 April 1958) Abdullah Eteng (1 April 1958 – 11 Januari 1963) Abdul Kadir Kendal Keliat (11 Januari 1963 – 11 November 1970) H. Baharoeddin Siregar (11 Novermber 1970 – 17 April 1978) Abdul Muis Lubis (17 April 1978 – 3 Maret 1979) H. Tenteng Ginting (3 Maret 1979 – 3 Maret 1984) H. Wasiman (3 Maret 1984 – 3 Maret 1989) H. Ruslan Mansur (3 Maret 1989 – 1994) H. Maymaran NS (3 Maret 1994 – 3 Maret 1999) Drs. H. Abdul Hafid, MBA (3 Maret 1999 – 7 April 2004), tahun 2004 (Periode 2004 – 2009 dan Periode 2009-2014) di jabat oleh Drs. H. Amri Tambunan.

(45)

dan keperkasaan untuk mengantarkan masyarakat kepada kesejahteraan, maju, mandiri dan jaya sepanjang masa”.

4.1.3.Visi dan Misi Visi :

“Deli Serdang yang maju dengan masyarakatnya yang religius, sejahtera, bersatu dalam kebhinnekaan melalui pemerataan pembangunan, pemanfaatan sumber daya yang adil, dan penegakan hukum yang ditopang oleh tata pemerintahan yang baik “

Misi :

1) Mendorong pembangunan yang menjamin pemerataan yang seluas – luasnya didukung oleh sumber daya manusia yang berkualitas, infrastruktur yang maju, penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi, pembangunan yang berwawasasn lingkungan, serta didukung oleh kondisi keamanan yang kondusif.

2) Mendorong pembangunan akhlak mulia generasi muda, saling menghormati, rukun dan damai, tidak diskriminatif, mengabdi pada kepentingan masyarakat luas, dan menghormati hak azasi manusia.

3) Mendorong pembangunan yang merata, pemanfaatan sumber daya yang adil guna mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat, rasa aman dan damai, mampu menampung aspirasi masyarakat yang dinamis, menegakkan persatuan dan kesatuan dalam kebhinnekaan dengan ditopang oleh tata pemerintahan yang baik.

(46)

sistem yang akuntabel, transparan, professional, dan mampu menjalankan fungsinya sebagai fasilitator bagi semua stake holdernya.

4.1.4.Struktur Organisasi

Dalam rangka penyelenggaraan Otonomi Daerah, telah ditetapkan Peraturan Daerah tentang Organisasi dan Tata Kerja. Secara lengkap peraturan daerah tersebut adalah Peraturan Daerah Nomor 5 Tahun 2007 tentang Pembentukan Organisasi dan Struktur Perangkat Daerah Kabupaten Deli Serdang. Berdasarkan peraturan daerah tersebut, Struktur Organisasi Pemerintah Kabupaten Deli Serdang terdiri dari :

1. Bupati dan Wakil Bupati 2. Sekretaris Daerah

3. Sekretariat Daerah dengan 3 Assisten yang terdiri dari : a. Assisten Pemerintahan dan Kesejahteraan Rakyat b. Asisten Perekonomian dan Pembangunan

c. Asisten Administrasi Umum

5. Sekretariat DPRD dengan 3 Bagian yang meliputi: a. Bagian Umum

b. Bagian Risalah dan Rapat c. Bagian Keuangan

(47)

e. Badan Keluarga Berencana dan Pemberdayaan Perempuan f. Badan Ketahanan Pangan

g. Inspektorat

h. Badan Rumah Sakit Umum

7. Dinas Daerah sebanyak 17 SKPD, meliputi : a. Dinas Pertanian

b. Dinas Perikanan dan Kelautan

c. Dinas Tenaga kerja dan Transmigrasi d. Dinas Kehutanan

e. Dinas Perindustrian dan Perdagangan f. Dinas Kesehatan

g. Dinas Pendidikan,Pemuda dan Olahraga h. Dinas Pekerjaan Umum

i. Dinas Perhubungan

j. Dinas Koperasi Usaha Kecil dan Menengah k. Dinas Pasar

l. Dinas Cipta Karya dan Pertambangan m.Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil n. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata o. Dinas Sosial

p. Dinas Pengelolaan Keuangan Daerah q. Dinas Informasi dan Komunikasi 8. Kantor sebanyak 3 , meliputi:

(48)

b. Kantor Perpustakaan, Arsip dan Dokumentasi c. Kantor Satuan Polisi Pamong Praja

9. Kabupaten Deli Serdang terdiri dari 22 Kecamatan, 14 Kelurahan dan 389 desa.

4.2. Kota Medan 4.2.1.Keadaan Geografi

Kota Medan terletak antara 2º.27' - 2º.47' Lintang Utara dan 98º.35' – 98º.44' Bujur Timur. Kota Medan berada pada ketinggian 2,5 – 37,5 meter di atas permukaan laut. Kota Medan merupakan salah satu dari 25 Daerah Tingkat II di Sumatera Utara dengan luas daerah sekitar 265,10 km². Kota ini merupakan pusat pemerintahan Daerah Tingkat I Sumatera Utara yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Deli Serdang di sebelah utara, selatan, barat dan timur. Sebagian besar wilayah Kota Medan merupakan dataran rendah yang merupakan tempat pertemuan dua sungai penting, yaitu Sungai Babura dan Sungai Deli. 4.2.2.Sejarah

Pada zaman dahulu Kota Medan ini dikenal dengan nama Tanah Deli dan keadaan tanahnya berawa-rawa kurang lebih seluas 4000 Ha. Beberapa sungai melintasi Kota Medan ini dan semuanya bermuara ke Selat Malaka. Sungai-sungai itu adalah Sei Deli, Sei Babura, Sei Sikambing, Sei Denai, Sei Putih, Sei Badra, Sei Belawan dan Sei Sulang Saling/Sei Kera.

(49)

lama kelamaan istilah Medan Deli secara berangsur-angsur lenyap sehingga akhirnya kurang popular.

Menurut Volker pada tahun 1860 Medan masih merupakan hutan rimba dan disana sini terutama dimuara-muara sungai diselingi pemukiman-pemukiman penduduk yang berasal dari Karo dan semenanjung Malaya. Pada tahun 1863 orang-orang Belanda mulai membuka kebun Tembakau di Deli yang sempat menjadi primadona Tanah Deli. Sejak itu perekonomian terus berkembang sehingga Medan menjadi Kota pusat pemerintahan dan perekonomian di Sumatera Utara.

Kampung Medan dan Tembakau Deli

Pada awal perkembangannya merupakan sebuah kampung kecil bernama "Medan Putri". Perkembangan Kampung "Medan Putri" tidak terlepas dari posisinya yang strategis karena terletak di pertemuan sungai Deli dan sungai Babura, tidak jauh dari jalan Putri Hijau sekarang. Kedua sungai tersebut pada zaman dahulu merupakan jalur lalu lintas perdagangan yang cukup ramai, sehingga dengan demikian Kampung "Medan Putri" yang merupakan cikal bakal Kota Medan, cepat berkembang menjadi pelabuhan transit yang sangat penting.

Keterangan yang menguatkan bahwa adanya Kampung Medan ini adalah keterangan H. Muhammad Said yang mengutip melalui buku Deli In Woord en

Beeld ditulis oleh N.Ten Cate. Keterangan tersebut mengatakan bahwa dahulu

(50)

Kampung Medan ini adalah di Wisma Benteng sekarang dan rumah Administrateur tersebut adalah kantor PTP IX Tembakau Deli yang sekarang ini.

Sekitar tahun 1612 setelah dua dasa warsa berdiri Kampung Medan, Sultan Iskandar Muda yang berkuasa di Aceh mengirim Panglimanya bernama Gocah Pahlawan yang bergelar Laksamana Kuda Bintan untuk menjadi pemimpin yang mewakili kerajaan Aceh di Tanah Deli. Gocah Pahlawan membuka negeri baru di Sungai Lalang, Percut. Selaku Wali dan Wakil Sultan Aceh serta dengan memanfaatkan kebesaran imperium Aceh, Gocah Pahlawan berhasil memperluas wilayah kekuasaannya, sehingga meliputi Kecamatan Percut Sei Tuan dan Kecamatan Medan Deli sekarang. Dia juga mendirikan kampung-kampung Gunung Klarus, Sampali, Kota Bangun, Pulau Brayan, Kota Jawa, Kota Rengas Percut dan Sigara-gara. Dengan tampilnya Gocah pahlawan mulailah berkembang Kerajaan Deli dan tahun 1632 Gocah Pahlawan kawin dengan putri Datuk Sunggal. Setelah terjadi perkawinan ini raja-raja di Kampung Medan menyerah pada Gocah Pahlawan.

(51)

Kemudian di tahun 1866, Jannsen, P.W. Clemen, Cremer dan Nienhuys mendirikan de Deli Maatscapij di Labuhan. Kemudian melakukan ekspansi perkebunan baru di daerah Martubung, Sunggal (1869), Sungai Beras dan Klumpang (1875), sehingga jumlahnya mencapai 22 perusahaan perkebunan pada tahun 1874. Mengingat kegiatan perdagangan tembakau yang sudah sangat luas dan berkembang, Nienhuys memindahkan kantor perusahaannya dari Labuhan ke Kampung "Medan Putri". Dengan demikian "Kampung Medan Putri" menjadi semakin ramai dan selanjutnya berkembang dengan nama yang lebih dikenal sebagai "Kota Medan".

Penjajahan Belanda di Tanah Deli

Belanda sangat banyak mengalami kerugian sedangkan untuk menguasai Sumatera, Belanda juga berperang melawan Aceh, Minangkabau, dan Sisingamangaraja di daerah Tapanuli. Jadi untuk menguasai Tanah Deli Belanda hanya kurang lebih 78 tahun mulai dari tahun 1864 sampai 1942. Setelah perang Jawa berakhir barulah Gubernur Jenderal Belanda J.Van den Bosch mengerahkan pasukannya ke Sumatera dan dia memperkirakan untuk menguasai Sumatera secara keseluruhan diperlukan waktu 25 tahun. Penaklukan Belanda atas Sumatera ini terhenti ditengah jalan karena Menteri Jajahan Belanda waktu itu J.C.Baud menyuruh mundur pasukan Belanda di Sumatera walaupun mereka telah mengalahkan Minangkabau yang dikenal dengan nama perang Paderi (1821-1837).

(52)

Timur dipindahkan pula dari Bengkalis ke Medan, Istana Kesultanan Deli yang semula berada di Kampung Bahari (Labuhan) juga pindah dengan selesainya pembangunan Istana Maimoon pada tanggal 18 Mei 1891, dan dengan demikian Ibukota Deli telah resmi pindah ke Medan.

Pada tahun 1915 Residensi Sumatera Timur ditingkatkan kedudukannya menjadi Gubernemen. Pada tahun 1918 Kota Medan resmi menjadi Gemeente (Kota Praja) dengan Walikota Baron Daniel Mac Kay. Berdasarkan "Acte van Schenking" (Akte Hibah) Nomor 97 Notaris J.M. de-Hondt Junior, tanggal 30 Nopember 1918, Sultan Deli menyerahkan tanah kota Medan kepada Gemeente Medan, sehingga resmi menjadi wilayah di bawah kekuasaan langsung Hindia Belanda. Pada masa awal Kotapraja ini, Medan masih terdiri dari 4 kampung, yaitu Kampung Kesawan, Kampung Sungai Rengas, Kampung Petisah Hulu dan Kampung Petisah Hilir.

Sejak itu Kota Medan berkembang semakin pesat. Berbagai fasilitas dibangun. Beberapa diantaranya adalah Kantor Stasiun Percobaan AVROS di Kampung Baru (1919), sekarang RISPA, hubungan Kereta Api Pangkalan Brandan - Besitang (1919), Konsulat Amerika (1919), Sekolah Guru Indonesia di Jl. H.M. Yamin sekarang (1923), Mingguan Soematra (1924), Perkumpulan Renang Medan (1924), Pusat Pasar, R.S. Elizabeth, Klinik Sakit Mata dan Lapangan Olah Raga Kebun Bunga (1929).

(53)

menjadi pusat pemerintah. sampai saat ini disamping merupakan salah satu daerah kota, juga sekaligus sebagai ibukota Propinsi Sumatera Utara. .

4.2.3.Visi dan Misi Visi :

1) Jangka Panjang (Visi 2025) → Perda Nomor 8 Tahun 2009 : Kota Medan yang maju, sejahtera, religius dan berwawasan lingkungan (Indikasi : Income perkapita Rp 72 Juta / tahun.

2) Jangka Menengah (Visi 2015) : Kota Medan menjadi Kota Metropolitan yang berdaya saing, nyaman, peduli dan sejahtera

3) Jangka Pendek (Tahun 2011) : Mendorong pertumbuhan ekonomi daerah yang semakin dinamis dan berkualitas guna menciptakan kesempatan kerja yang luas, mengurangi kemiskinan, meningkatkan mutu pelayanan publik dan kesejahteraan masyarakat (Indikasi : Income perkapita menjadi Rp 41,3 Juta dari Rp 36 Juta Tahun 2010).

Misi :

Melaksanakan percepatan dan perluasan pembangunan kota terutama pada 6 (enam) aspek dasar, yaitu :

1) Pelayanan pendidikan baik akses, kualitas maupun manajemen pendidikan yang semakin baik, sehingga dapat menciptakan lulusan yang unggul. 2) Perbaikan infrastruktur, utamanya perbaikan jalan kota, jalan lingkungan,

taman kota dan drainase serta penataan pasar tradisional secara simultan. 3) Pelayanan kesehatan, baik akses, mutu maupun manajemen kesehatan

(54)

4) Peningkatan pelayanan administrasi public terutama pelayanan KTP/KK/Akte kelahiran dan perizinan usaha.

5) Peningkatan Disiplin Pegawai Negeri Sipil (PNS) untuk meningkatkan kapasitas dan prestasi kerjanya, sesuai dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing.

6) Menurunkan angka pengangguran dan kemiskinan. Catatan : Misi ini tidak ringan dan pencapaiannya akan dipengaruhi faktor eksternal dan internal.

Rencana Capaian Sasaran Pembangunan Kota Tahun 2011:

1. Pencapaian PDRB menjadi sebesar Rp 85,85 Trilyun dari Rp 73,16 Trilyun Tahyn 2010. (Oleh karena itu, dunia usaha harus bekerja berdasarkan target PDRB, bukan volume APBD yang hanya sebesar Rp 2,9 Trilyun).

2. Income per kapita sebesar Rp 41,3 Juta dari Rp 36 Juta Tahun 2010. (Hal ini akan mendorong kemampuan berkomunikasi masyarakat dapat lebih meningkat sehingga kesejahteraannya semakin tinggi).

3. Pertumbuhan ekonomi mencapai 7,5% - 7,7% lebih tinggi dari target propinsi (6,5%) dan nasional (6,2%). (kita sebenarnya harus lebih berani, mematok target menjadi 8% - 8,5% untuk menciptakan lapangan kerja lebih luas).

4. Inflasi dibawah 1 digit (5% - 5,5%) untuk menjaga dan meningkatkan daya beli masyarakat.

(55)
[image:55.595.145.543.147.376.2]

4.2.4. Struktur Organisasi

Gambar 4.2.4.1.Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan

(56)

4.3. Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Provinsi Sumatera Utara

4.3.1.Profil

Bappeda Propinsi Sumatera Utara telah menorehkan sejarah panjang dalam pengabdiannya kepada masyarakat Sumatera Utara, terutama dalam kaitannya dengan perencanaan pembangunan di daerah ini.

(57)

terutama d terus menj 4.3.2.Stru Bagan Peraturan November Su 4.3.3.Peja Tab Kepala Sekretaris Kasubbag Kasubbag Kasubbag Kabid Per Keuangan Kasubbid

[image:57.595.137.494.277.491.2]

di bidang tr jadi priorita uktur Orga n struktur Daerah Pr r 2008. Gambar 4.

mber : Web

abat BAPP el 4.3.3.1. K

s g Umum g Keuangan g Program rencanaan Ek n Ekonomi da ransportasi, as dalam per anisasi organisasi rovinsi Sum .3.2.1 Struk bsite BAPPE EDA Provi Komposisi P konomi dan an Keuangan pendidikan rencanaan p i BAPPED matera Utar ktur Organis

EDA Deli S

insi Sumat Pejabat BAP D D T S S I

n M

n dan keseh pembanguna DA Provins ra Nomor sasi BAPPE Serdang 201 tera Utara PPEDA Pro DR. Drs. AR

Drs. M. ISM

TRIWIBOW SITI RAHMA SERI LANG Ir. HASMIRI M. ARSYAD hatan merup an di Sumat

si Sumater 9 Tahun 2

EDA Kota M

4

ovinsi Suma RSYAD, M.M

AEL P. SINA

WO, SH, M.A

AH, SE, M.A

GKAT WAHY

IZAL LUBIS

D SIREGAR

pakan tugas tera Utara.

ra Utara s 2008 tangg Medan atera Utara M AGA, M.Si AP AP YUNI, S.Sos S, M.Si

R, SE, M.Si

yang

sesuai al 28

[image:57.595.109.519.582.743.2]
(58)

Kasubbid Produksi Ir. ARDISTON SIMANJUNTAK, M.MA

Kabid Perencanaan SDM dan Sosial Budaya

Ir. SYAHRIAL ADINDA PULUNGAN, M.Si

Kasubbid Pemerintahan Umum BORIS PARLINDUNGAN, S.Kom, M.Si

Kasubbid Kesejahteraan Rakyat Drs. HENDRA YUDI, M.Kes

Kabid Perencanaan Sarana dan Prasarana Ir. TETTY MAGDALENA NASUTION,

M.Si

Kasubbid Perhubungan Ir. TAUFIK

Kasubbid Sumber Daya Air TARSUDI, SP, M.Si

Kabid Tata Ruang dan Pengelolaan Lingkungan

POPPY M. HUTAGALUNG, ST, M.Si

Kasubbid Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah

YOSI SUKMONO, ST

Kasubbid Kelestarian Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Hayati

Ir. PANUSUNAN HARAHAP

Kabid Pengendalian Evaluasi dan Statistik MARIHOT SORMIN, SE, M.M

Kasubbid Evaluasi dan Informasi Pembangunan

Ir. PRIMAWATI PANGARIBUAN, M.Si

Kasubbid Pengendalian dan Statistik EFENDI, SE

Sumber : Website BAPPEDA Provinsi Sumatera Utara 2014

4.3.4.Visi dan Misi Visi :

“Menjadi badan perencanaan yang handaldalam peningkatan pembangunan daerah menuju Sumatera Utara yang maju, sejahtera dan harmoni dalam keberagamannya.”

Misi :

(59)

1) Mengembangkan perencanaan pembangunan daerah sesuai urusan perencanaan termasuk mengurangi kesenjangan antar wilayah/daerah melalui peningkatan profesionalitas aparat dan inovasi teknologi.

2) Mewujudkan perencanaan pembangunan daerah yang berkualitas dengan memperhatikan keperdulian terhadap kesejahteraan masyarakat dan berwawasan lingkungan guna mewujudkan Sumatera Utara yang maju, sejahtera dan harmoni dalam keberagamannya.

4.3.5.Tugas Pokok Dan Fungsi

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara, selanjutnya disebut Bappeda Provinsi Sumatera Utara merupakan unsur penunjang Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di bidang perencanaan pembangunan. Bappeda Provinsi Sumatera Utara dipimpin oleh seorang Kepala Badan yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Gubernur Sumatera Utaramelalui Sekretaris Daerah Provinsi Sumatera Utara

Tugas Pokok :

Tugas Pokok Bappeda Provinsi Sumatera Utara adalah untuk membantu Gubernur Sumatera Utara dalam penyelenggaraan pemerintah daerah di bidang perencanaan pembangunan daerah.

Fungsi :

Fungsi Bappeda Provinsi Sumatera Utara adalah:

1. Pelaksanaan perumusan kebijakan teknis di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah

(60)

3. Pelaksanaan penyusunan rencana program, monitoring, evaluasi dan pelaporan di bidang Perencanaan Pembangunan Daerah

4. Pelaksanaan penyusunan kebijakan Perencanaan Pembangunan Daerah dalam jangka panjang dan jangka menengah serta perencanaan operasional tahunan

5. Pelaksanaan koordinasi Perencanaan Pembangunan Daerah di lingkungan Perangkat Daerah, Instansi Vertikal, Lintas kabupaten/Kota dan Pihak Pelaku Pembangunan lainnya (partisipasi masyarakat)

6. Pelaksanaan monitoring dan evaluasi hasil pelaksanaan Pembangunan Daerah

7. Pelaksanaan kegiatan fasilitasi perencanaan dan pengendalian Pembangunan Regional secara makro

8. Pelaksanaan penyusunan rencana Anggaran Pembangunan Daerah

4.4. Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kabupaten Deli Serdang

4.4.1.Profil

(61)

1. Pendekatan Politik; memandang bahwa pemilihan Kepala Daerah adalah proses penyusunan rencana, karena rakyat pemilih menentukan pilihannya berdasarkan program-program pembangunan yang ditawarkan masing-masing calon Kepada Daerah. Oleh karena itu, rencana pembangunan adalah penjabaran dari agenda – agenda pembangunan yang ditawarkan Kepala Daerah pada saat kampanye ke dalam rencana pembangunan jangka menengah.

2. Pendekatan Teknokratik; dilaksanakan dengan menggunakan metode dan kerangka berpikir ilmiah oleh lembaga atau satuan kerja yang secara fungsional bertugas untuk itu.

3. Pendekatan Partisipatif; dilaksanakan dengan melibatkan semua pihak yang berkepentingan (stakeholders) terhadap pembangunan. Pelibatan mereka adalah untuk mendapatkan aspirasi dan menciptakan rasa memiliki.

4. Pendekatan dari Atas ke Bawah (top-down);dan 5. Pendekatan dari Bawah ke Atas (bottom-up).

Sedangkan Pendekatan dari Atas - ke Bawah dan dari Bawah ke Atasdalam perencanaan dilaksanakan menurut jenjang pemerintahan. Rencana hasil proses atas – bawah dan bawah-atas diselaraskan melalui musyawarah yang dilaksanakan baik di tingkat desa, kecamatan, kabupaten/kota, provinsi dan tingkat nasional.

(62)

1) Penyusunan Rencana; 2) Penetapan Rencana;

3) Pengendalian Pelaksanaan Rencana; dan 4) Evaluasi Pelaksanaan Rencana;

Keempat tahapan diselenggarakan secara berkelanjutan sehingga secara keseluruhan membentuk satu siklus perencanaan yang utuh. Tahap penyusunan rencana dilaksanakan untuk menghasilkan rancangan lengkap satu rencana untuk ditetapkan yang terdiri dari 4 (empat) langkah. Langkah pertama adalah penyiapan rancangan rencana pembangunan yang bersifat teknokratik, menyeluruh, dan terukur. Langkah kedua, masing-masing instansi pemerintah menyiapkan rancangan rencana kerja dengan berpedoman pada rancangan rencana pembangunan yang telah disiapkan. Langkah ketiga, adalah melibatkan masyarakat (stakeholders) dan menyelaraskan rencana pembangunan yang dihasilkan masing – masing jenjang pemerintahan melalui musyawarah perencanaan pembangunan. Sedangkan langkah berikutnya adalah penyusunan rancangan akhir rencana pembangunan. Tahap berikutnya adalah penetapan rencana menjadi produk hukum sehingga mengikat semua pihak untuk melaksanakannya. Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) ditetapkan dengan Peraturan Daerah, sedangkan Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) ditetapkan dengan Peraturan Kepala Daerah.

(63)

rencana tersebut oleh pimpinan Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Se

Gambar

Gambar 4.2.4.1.Struktur Organisasi Pemerintah Kota Medan
Tabel 4.3.3.1. KKomposisi PPejabat BAPPPEDA Proovinsi Sumaatera Utara
Gambar 4.4.2.1. Struktur Organisasi BAPPEDA Pemerintah Kabupaten Deli
Gambar 5.2.1. Lobby Utama Kantor Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Sumatera Utara
+7

Referensi

Dokumen terkait

PELAKSANAAN FUNGSI PEMERINTAHAN DAERAH DALAM PENGELOLAAN SAMPAH (Studi Terhadap Pemerintah Kabupaten Klaten Terkait Peraturan Daerah Kabupaten Klaten Nomor 13 Tahun

Dalam penelitian ini banyak hal yang dapat digali dari sikap ibu membuang sampah di sungai dan kebijakan pemerintah terhadap penanggulangan banjir, hanya saja pada penelitian

Anggasana Subono : Kebijakan pemberian hak pengelolaan atas tanah dalam ..., 2006.. Anggasana Subono : Kebijakan pemberian hak pengelolaan atas tanah dalam ..., 2006.. Muhammad

Menyatakan bahwa karya ilmiah (Skripsi) dengan Judul: Implementasi kebijakan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan sampah mandiri (Studi Pada Dinas Kebersihan Kota Malang) adalah

Dari uraian tersebut di atas, dapat ditarik permasalahan, yakni bagaimanakah bentuk kebijakan yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Kota Mataram dalam rangka penerapan Peraturan

Pada saat ini banyak kota-kota besar yang kewalahan dalam pengelolaan dan penangan sampah, hal ini bisa disebabkan semakin bertambahnya volume sampah yang harus

Tujuan pengawasan yang dilakukan oleh pemerintah pusat terhadap peraturan daerah di bidang perizinan adalah, untuk memastikan bahwa kebijakan-kebijakan yang diatur dalam

KESIMPULAN Sistem pengelolaan aset/barang milik daerah Kabupaten Deli Serdang dilaksanakan sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 19 Tahun 2016 dan Peraturan Gubernur