• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adaptasi tanaman gandum (Triticum aestivum l.) Toleran suhu tinggi dan peningkatan keragaman genetik melalui induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Adaptasi tanaman gandum (Triticum aestivum l.) Toleran suhu tinggi dan peningkatan keragaman genetik melalui induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma"

Copied!
384
0
0

Teks penuh

(1)

ADAPTASI TANAMAN GANDUM

(

Triticum aestivum

L.)

TOLERAN SUHU TINGGI DAN PENINGKATAN

KERAGAMAN GENETIK MELALUI INDUKSI MUTASI

DENGAN MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA

AMIN NUR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Suhu Tinggi Dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi Dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor

Bogor, Maret 2013

Amin Nur

(3)

ABSTRACT

AMIN NUR. Adaptation of Wheat Lines (Triticum aestivum L.) Tolerance High Temperature and Improved Genetic Variation Through Mutation Induction Using Gamma-ray irradiation. Supervised by : TRIKOESOEMANINGTYAS, SUDIRMAN YAHYA AND NURUL KHUMAIDA

Characteritation of ten wheat introduced genotypes and two varieties of wheat in two seasons and elevations showed different responses tested at any observed agronomical characters. Agronomical and physiological characters with high heritability estimated value and wide genetic variability were plant height, spikelet number and flag leaf area. There were five traits that directly affected seed weight/plant namely number of seeds/spike, number of seeds/plant, chlorophyll a, chlorophyll b and total chlorophyll characters. Index genotype sensitivity to high temperatures vary greatly based on the character were observed, the yield character of OASIS/SKAUZ//4 * BCN Var-28 genotype had a medium tolerance in two seasons. The G-21 and LAJ tolerance can be selected based on weight of seeds/spike, chlorophyll b, and yield characters, while Oasis tolerance can be selected based on the length of spike and grain weight/plant (2010). Genotype Oasis, H-21, and LAJ, Basribey tolerance can be selected based on the weight of seeds/plant and seed weight/spike. The Interaction of genotype x season x elevation significantly affected plant height, days of flowering, number of spikelet, number of floret, seed weight/spike, seed filling rate, yield, flag leaf area, stomata density, chlorophyll b and the leaves greeness characters. There only the location x genotype interactions affected the harvest, percent floret sterile, the number of seeds/panicle, 1000 grain weight, number and weight malai/m2 seeds/plants. Two genotypes had higher yield than comparable varieties Selayar the Basribey (2.00 t.ha-1) and Alibey (2.13 t.ha-1) in both elevation and two seasons. The HP 1744 is a stable genotype (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1) and varieties Selayar (1.92 t.ha-1). The results showed that the orientation of dose dose> 400 gy cause seedling growth under stress and cause the sprouts do not contain chlorophyll. Dose of 300 gy field research led to the death of 50% of the population in the irradiated plants. Gamma ray irradiation at 300 gy dose did not show significant effect on all the characters in M1 plants. The genetic diversity of the population appears M2 of all strains were irradiated. The characters that unaffected by the season, but only by the location x genotype interactions were the harvest time, percent of hollow floret, the number of seeds/spike, 1000 grain weight, number of spike/m2 and seed weight/plant. Basribey (2.00 t.ha-1) and Alibey (2.13 t.ha-1) genotypes had higher yield than comparator varieties (Selayar) in both elevations and two seasons. The stable genotype were HP 1744 (1.75 t.ha -1

), H-21 (1.82 t.ha-1) and Selayar (1.92 t.ha-1) varieties. The results of orientation dose showed that the > 400 gy dosage caused seedling growth experienced stress and the sprouts did not contain chlorophyll. Dose of 300 gy on field research led to the death of 50% of the irradiated plant population. Gamma ray irradiation with dose of 300 gy did not show significant effect on all the characters in M1 plants. The character with moderate to wide genetic variability was harvest time. The number of hollow floret had wide genetic variability excepting in M2 population derived from Selayar varieties. The form of M3 populations at >1000 m asl was better than < 400 m asl elevation. The M3 population had the highest median alteration were Kasifbey, Rabe and Basribey. Genetic variability and value of estimated heritability in elevation of <400 m asl wider and higher than >1000 m asl. Generally, the value of estimated heritability and genetic variability in the observed characters of the M4 generation either from elevation < 400 m asl and > 1000 m asl were high and wide, unless the character of grain weight/spike.

(4)

RINGKASAN

AMIN NUR. Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Suhu Tinggi dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi

dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Dibimbing oleh

TRIKOESOEMANINGTYAS, SUDIRMAN YAHYA DAN NURUL KHUMAIDA

Penelitian ini terdiri dari dua tahap penelitian besar yaitu 1) Adaptasi genotipe gandum introduksi dua elevasi yaitu elevasi < 400 m dpl (Bogor) dan > 1000 m dpl (Cipanas) masing-masing dua musim, penelitian di masing-masing elevasi dan musim disusun berdasarkan rancangan acak kelompok 3 ulangan, 2) Peningkatan keragaman genetik dengan induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma, penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu orientasi dosis 0 – 1000 gy, penanaman empat genotipe dan dua varietas materi M1 dengan dosis 300 gy di elevasi >1000 m dpl, selanjutnya populasi M2 ditanam pada elevasi <400 m dpl, kemudian dilanjutkan populasi M3, pertanaman dibagi dua yaitu elevasi < 400 m dpl dan > 1000 m dpl, benih M4 dipilih diseleksi per malai masing-masing 300 malai/elevasi untuk penanman populasi M4 kembali ditanam di elevasi <400 m dpl. Hasil karakterisasi sepuluh genotipe gandum introduksi dan dua varietas gandum nasional menunjukkan perbedaan respon didua elevasi dan dua musim terhadap karakter agronomi dan fisiologi yang diamati. Karakter agronomi dan fisiologis yang memiliki nilai duga heritabilitas tinggi dengan keragaman genetik luas adalah karakter tinggi tanaman jumlah spikelet dan luas daun bendera. Karakter yang berkorelasi nyata dan positif dengan karakter bobot biji/tanaman adalah karakter jumlah biji/malai, bobot biji/malai dan jumlah biji/tanaman. Hanya klorofil b berpengaruh langsung terhadap bobot biji/tanaman dikedua elevasi, sementara empat karakter lain seperti jumlah biji/malai, jumlah biji/tanaman, klorofil a dan klorofil total memberikan respon yg berbeda. Indeks kepekaan genotipe terhadap suhu tinggi sangat bervariasi berdasarkan karakter yang diamati, berdasarkan karakter hasil genotipe OASIS/SKAUZ//4*BCNVar-28 memiliki toleransi medium di dua musim. Genotipe G-21 dan LAJ toleransinya dapat diseleksi berdasarkan bobot biji/malai, klorofil b dan hasil, sementara Oasis toleransinya dapat diseleksi berdasarkan panjang malai dan bobot biji/tanaman (2010). Genotipe Oasis, H-21, Basribey dan LAJ toleransinya dapat diseleksi berdasarkan bobot biji/tanaman dan bobot biji/malai

(5)

Selayar di kedua elevasi yaitu Basribey (2.00 t.ha-1) dan Alibey (2.13 t.ha-1 ). Genotipe yang memperlihatkan hasil stabil adalah HP 1744 (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1) dan varietas Selayar (1.92 t.ha-1), Menemen (1.82 t.ha-1) merupakan genotipe yang spesifik lingkungan

Orientasi dosis dilakukan dengan meradiasi satu varietas yaitu Nias dengan dosis 0 – 1000 gy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis > 400 gy hanya menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan menyebabkan kecambah menjadi abnormal atau tidak memiliki klorofil namun tidak menyebabkan kematian dari tanaman yang diiradiasi. Dosis 300 gy pada penelitian lapang menyebabkan kematian 50% dari populasi tanaman yang di iradiasi. Penelitian selanjutnya dengan meradiasi empat genotipe dan dua varietas pada dosis 300 gy. Iradiasi sinar gamma dengan dosis 300 gy tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap semua karakter pada tanaman M1. Karakter dengan keragaman genetik sedang sampai luas adalah karakter umur panen, jumlah floret hampa, kecuali pada populasi M2 turunan varietas Selayar. Penampilan populasi tanaman M3 di elevasi > 1000 m dpl lebih baik dibanding di elevasi <400 m dpl. Populasi Tanaman M3 memiliki perubahan nilai tengah paling tinggi adalah M3Kasifbey, M3Rabe dan M3Basribey. Keragaman genetik dan nilai duga heritabilitas elevasi <400 m dpl lebih luas dan tinggi dibandingkan elevasi >1000 m dpl. Umumnya nilai duga heritabilitas dan keragaman genetik generasi M4 pada karakter yang diamati baik yang berasal dari elevasi < 400 m dpl maupun elevasi > 1000 m dpl umumnya tinggi dan luas, kecuali pada karakter bobot biji/malai.

(6)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2013

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau meyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

ADAPTASI TANAMAN GANDUM (

Triticum aestivum L.

)

TOLERAN SUHU TINGGI DAN PENINGKATAN KERAGAMAN

GENETIK MELALUI INDUKSI MUTASI DENGAN

MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA

AMIN NUR

Disertasi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman (PBT)

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS (Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB)

Dr. Ir. Miftahuddin, MS

(Staf Pengajar Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB)

Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc

(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB)

Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc

(Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor)

(9)

Judul Disertasi : Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Suhu Tinggi dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma

Nama : Amin Nur

NRP : A263 09 0051

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc Ketua

Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya MSc. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi Anggota Anggota

Diketahui,

Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr. Ir.Trikoesoemaningtyas, MSc. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr

(10)

PRAKATA

Segala puja, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T.,

atas segala limpahan, rahmat, berkah, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi yang berjudul “Adaptasi Tanaman Gandum

(Triticum aestivum L.)Toleran Suhu Tinggi dan Peningkatan Keragaman Genetik

Melalui Induksi Mutasi Dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma”

merupakan kelengkapan tugas akhir pada Program Doktor Sekolah Pascasarjana

Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan

penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai ketua komisi pembimbing, Prof.

Dr. Sriani Sujiprihati MS (Almarhumah), Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya MSc

dan Dr. Ir. Nurul Khumaida MSi sebagai anggota komisi pembimbing atas

dorongan moril, motivasi, pengarahan, masukan dan diskusi sejak

perencanaan dan penyusunan penelitian hingga penyelesaian tulisan.

Ucapan terima kasih kepada Dr. Muh.Syukur, SP, MSi dan Prof. Dr. Ir.

Sudirman Yahya sebagai penguji luar komisi pada ujian prelim lisan, Dr. Ir.

Yudiwanti Wahyu MS dan Dr. Ir. Miftahuddin, MS sebagai penguji luar

komisi pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Hasil Sembiring MSc dan Dr. Ir.

Hajrial Aswidinnoor MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka

yang telah memberikan saran dan masukan guna memperbaiki disertasi ini

2. Kepala Badan Litbang Pertanian dan ketua Komisi Pembinaan SDM Badan

Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk

melaksanakan tugas belajar pada Program Pascasarjana Institut Pertanian

Bogor.

3. Kepala Pusat Penelitian Tanaman Pangan dan Kepala Balai Penelitian

Serealia Lain (Balitser) Maros yang telah memberikan izin belajar.

(11)

5. Dr. Ir. Supriyanto, Dr. Muh.Azrai, SP, MSi dan Imam Mawardi, kami

ucapkan banyak terima kasih atas segala bantuannya dan motivasinya

selama melakukan penelitian di Seameo-Biotrop.

6. Aziz Natawijaya, SP, MSi, Haji Kumiyun, Irawan, Dian Fahtianty SP, Mas

Djoko, Mas Bambang, pak Yudi, Hasnah SP dan Karlina Syahruddin yang

telah banyak membantu dalam melaksanakan penelitian

7. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana angkatan 2009 dan rekan-rekan lain

yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya yang telah berbagi ilmu dan

kerjasamanya.

Rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang tiada henti penulis

sampaikan kepada Ibunda tercinta Hj. Sitti Hamsinah dan Ayahanda H.

Badaruddin Gassing serta mertua penulis Drs. H. Muh. Djafar dan Hj. Sitti

Hasnah atas do’a restu, dorongan dan motivasinya selama ini. Kepada Saudaraku

kakanda Dr. Ir. H.Nasaruddin MS/H.Agustini, Drs. Ansar/Dra. Bungadia,

Dr. Drs. Adnan MSc/Dra. Marliyah, Prof. Dr. Ir. Muh. Farid, MP/Ir. Darpenidar,

Dra. Wahidah Masnani M.Hum/Drs. Alwi M.Hum, Sitti Naimah Masyhar, S.Si

Apt M.Kes/Ahmad Munatsir, ST, Hamsurijal ST/Jumriani Mustafa, SKM, Abdul

Malik Musafir ST, MT/Siti Halimah Larekeng, SP, MS, adikku tercinta Siti

Fatimah S.Si MSc dan Rahmah, SP, MSi serta semua keponakan yang tidak dapat

penulis sebut satu per satu juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.

Kepada istriku tercinta Hj. Suminarti, S.SosI MA dan anakku tercinta Azkana

Ratifah Zulaikhatul Amin terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas segala do’a, dorongan, kesabaran, ketabahan, keikhlasan dan ketulusannya mendampingi penulis dalam segala suka dan duka sehingga mampu

menyelesaikan disertasi ini.

Akhir kalam, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi

pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, Maret 2013

(12)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Watampone pada tanggal 17 Agustus 1976 sebagai

putra kesepuluh dari dua belas bersaudara pasangan H. Badaruddin Gassing dan

Hj. Sitti Hamsinah Dg.Nikaya. Penulis menikah dengan Hj. Suminarti, S.SosI,

M.Ag pada tanggal 26 Februari 2005 dan saat ini telah dikaruniai seorang putri

yaitu Azkana Ratifa Zulaikhatul Amin (1 tahun 10 bulan).

Penulis menempuh Jenjang pendidikan di Program Diploma Tiga (D3)

Pertanian Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian dan Kehutanan

Universitas Hasanuddin, lulus tahun 1998. Selanjutnya penulis melanjutkan Studi

jenjang Sarjana (S1) Program Studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya

Pertanian, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus tahun

2000. Tahun 2007 penulis melanjutkan jenjang Magister pada Mayor Pemuliaan

dan Bioteknologi Tanaman (PBT) Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Tahun yang sama 2009 penulis mengikuti pendidikan program doktor pada Mayor

Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman (PBT) Program Pascasarjana, Institut

Pertanian Bogor. Tahun 2001 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan

ditempatkan di Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Kacang dan Umbi-umbian

Malang), Jawa Timur sebagai staf peneliti pemuliaan tanaman kedelai. Tahun

2005 – sekarang penulis bekerja di Balitsereal (Balai Penelitian Tanaman

Serealia) Maros, Sulawesi Selatan sebagai staf peneliti pemuliaan tanaman Sereal

(Jagung, gandum dan sorghum). Beasiswa pendidikan S2 dan S3 diperoleh dari

Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Sebagian disertasi ini telah dipublikasikan pada jurnal Agrivigor Vol. 11

(3) tahun 2012 dengan judul Evaluasi dan Keragaman Genetik Galur Gandum

Introduksi (Triticum aestivum L) di Agroekosistem Tropis dan dipresentasikan

pada Seminar Nasional Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) dengan

judul Keragaman Genetik, Heritabilitas dan Indeks Sensivisitas Karakter

Agronomi Genotipe Gandum (Triticum Aestivum L) Introduksi di Agroekosistem

(13)

DAFTAR ISI Mekanisme dan Toleransi terhadap Cekaman Suhu Tinggi………... Interaksi Genetik x Lingkungan……….. Stabilitas Model AMMI……….. Metode Shuttle Breeding……….

(14)

Penampilan Karakter Agronomi Genotipe Gandum

INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI (Triticum aestivum L) DI

AGROEKOSISTEM TROPIKA

(15)

Bahan dan Metode...

(16)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi beberapa spesies Triticum berdasarkan kelas ploidi…………. 12

2 Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter gandum introduksi

pada masing-masing lokasi………. 31

3 Analisis ragam gabungan menggunakan model acak………. 31

4 Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif genotipe gandum pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 41

5 Umur berbunga dan umur panen genotipe gandum pada agroekosistem

tropis MH 2010 dan MK 2011……… 43

6 Panjang malai dan jumlah spikelet genotipe gandum pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 44

7 Jumlah floret hampa dan persentase floret hampa genotipe gandum pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 45

8 Bobot biji/tanaman dan bobot biji/malai genotipe gandum pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 47

9 Jumlah malai/meter dan laju pengisian biji genotipe gandum pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 48

10 Bobot 1000 biji dan hasil genotipe gandum pada agroekosistem tropis

MH 2010 dan MK 2011……….. 49

11 Jumlah biji/malai dan jumlah biji/tanaman genotipe gandum pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 50

12 Luas daun bendera dan ketebalan daun genotipe gandum pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 53

13 Kehijauan daun dan kerapatan stomata genotipe gandum pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 54

14 Klorofil a dan klorofil b genotipe gandum pada agroekosistem tropis

MH 2010 dan MK 2011……….. 56

15 Nisbah klorofil a/b dan klorofil total genotipe gandum introduksi pada

(17)

16 Parameter genetikkarakter agronomi dan morfologis genotipe gandum

pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………... 58

17 Analisis korelasi karakter agronomi dan fisiologis genotipe gandum

introduksi terhadap karakter bobot biji/tanaman……… 61

18 Indeks kepekaan karakter agronomi genotipe gandum introduksi di

agroekosistem tropis... 68

19 Indeks kepekaan karakter agronomi genotipe gandum introduksi di

agroekosistem tropis... 69

20 Indeks kepekaan karakter agronomi genotipe gandum introduksi di

agroekosistem tropis... 70

21 Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi genotype

gandum introduksi pada masing-masing lokasi……… 78

22 Ragam gabungan musim, elevasi dan genotipe menggunakan model

acak……… 78

23 Analisis ragam gabungan lokasi dan galur model acak ……… 78

24 Analisis ragam gabungan model AMMI (Additive Main Effects and

Multiplicative Interaction)……… 79

25 Analisis ragam gabungan musim, elevasi dan genotipe karakter agronomi, morfologi dan fisiologi genotipe gandum introduksi di

agroekosistem tropis ……… 82

26 Analisis ragam gabungan lokasi dan genotipe karakter agronomi dan fisiologi genotipe gandum introduksi di agroekosistem tropis MH 2010

dan MK 2011……… 85

27 Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif genotipe gandum

introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 86

28 Umur berbunga dan umur panen galur genotipe gandum introduksi pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………... 87

29 Panjang malai dan jumlah spikelet genotipe gandum introduksi pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 88

30 Persentase floret hampa dan jumlah floret hampa genotipe gandum

(18)

31 Jumlah biji/malai dan jumlah biji/tanaman genotipe gandum introduksi

pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 90

32 Bobot biji/malai dan bobot biji/tanaman genotipe gandum introduksi

pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………... 91

33 Laju pengisian biji dan jumlah malai/m2 genotipe gandum introduksi

pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 92

34 Bobot 1000 biji dan hasil genotipe gandum introduksi pada

agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 93

35 Luas daun bendera dan kerapatan stomata genotipe gandum introduksi

pada agroekosistem MH 2010 dan MK 2011……….. 94

36 Klorofil a klorofil b dan nisbah klorofil a/b genotipe gandum introduksi

pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 95

37 Klorofil total, ketebalan daun dan kehijauan genotipe gandum

introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011…………. 97

38 Rata-rata hasil genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis

MH 2010 dan MK 2011…….………... 98

39 Analisis ragam model AMMI2 untuk hasil genotipe gandum introduksi

pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………. 100

40 Rata-rata hasil, galat baku, kuadrat tengah interaksi dan kuadrat tengah regresi sebelas genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis

MH 2010 dan MK 2011………... 103

41 Analisis ragam karakter agronomi beberapa genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011.………... 114

42 Perbedaan nilai tengah karakter agronomi populasi M1 hasil iradiasi

sinar gamma (300 gy) dengan kontrol ……….. 115

43 Nilai tengah karakter agronomi populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma

(300 gy) pada cekaman suhu tinggi……… 117

44 Nilai tengah karakter agronomi populasi M2 galur gandum introduksi

(19)

45 Keragaman genetik dan heritabilitas karakter agronomi populasi M2

pada cekaman suhu tinggi………... 122

46 Keragaman genetik dam heritabilitas karakter agronomi populasi M2

pada cekaman suhu tinggi………. 124

47 Nilai tengah karakter agronomi populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma

di Bogor dan Cipanas……….. 133

48 Komponen ragam dan keragaman karakter kehijauan daun, tinggi tanaman, panjang malai dan jumlah spikelet/malai gandum populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma di Bogor dan Cipanas ………

134

49 Komponen ragam dan keragaman karakter jumlah floret hampa, jumlah anakan produktif, bobot biji/malai dan jumlah biji/malai gandum

populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma di Bogor dan Cipanas………… 136

50 Komponen ragam dan keragaman karakter bobot biji/tanaman dan jumlah biji/tanaman gandum populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma di

Bogor dan Cipanas……….. 137

51 Kemajuan genetik akibat seleksi genotipe gandum generasi M3 pada

kondisi optimum dan cekaman suhu tinggi……… 139

52 Nilai tengah karakter agronomi 499 galur mutan turunan dari Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey dan Basribey pada kondisi cekaman suhu

tinggi……….. 142

53 Nilai tengah karakter agronomi 499 galur mutan turunan dari Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey dan Basribey pada kondisi cekaman suhu

tinggi………... 143

54 Nilai tengah karakter agronomi 124 galur mutan (59 hasil seleksi Cipanas) dan (65 hasil seleksi bogor) terpilih turunan dari Dewata,

(20)

DAFTAR GAMBAR

Asal Gandum Tetraploid dan hexaploid. Spesies T.turgidum

Tetraploid berasal dari kombinasi genom A dari T.monococcum dan genom B dari spesies liar, sedang T.aestivum Hexaploid berasal dari kombinasi genom AB dari T.turgidum dan genom D dari Ae. Tauchi

Skema siklus resproduksi sereal dan pengaruh cekaman abiotik pada Setiap perbedaan tahap perkembangan reproduksi……….

Hubungan sebab akibat antara karakter tanaman (1,2,3,....k) terhadap hasil (Y)………

Periode perkecambahan dan Pertumbuhan tanaman gandum umur 2 hst hingga 55 hst di elevasi (>1000 mdpl) dan elevasu (<400 mdpl)...

Keragaan jumlah anakan galur gandum (A) Elevasi >1000 m dpl) dan (B) Elevasi < 400 m dpl………

Penampilan galur gandum introduksi HP 1744 (A) fase vegetatif elevasi < 400 m dpl (Bogor), (B) fase generatif elevasi < 400 m dpl (Bogor), (C) fase vegetatif elevasi >1000 m dpl (Cipanas), (D) fase generatif elevasi >1000 m dpl (Cipanas) MH 2010………

Keragaan gandum varietas Dewata (A) elevasi < 400 m dpl (Bogor) dan (B) elevasi > 1000 m dpl (Cipanas)………...

Penampilan ketebalan daun menggunakan metode mikro teknik dengan pembesaran 10x (A) Selayar Cipanas (1170 m dpl), (B) Selayar Bogor (<400 mdpl), (C) HP 1744 Cipanas dan (D) HP 1744 Bogor………..

Penampilan stomata gandum a Dewata di Cipanas, b Dewata di Bogor, c HP 1744 di Cipanas dan d HP1744 di Bogor………..

Diagram lintas galur gandum introduksi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman di Bogor MH 10/ MH 11…….

Diagram lintas galur gandum introduksi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman di Cipanas MH 10/MH 11….

(21)

14

Grafik biplot genotipe dan karakter berdasarkan kndeks kepekaan Dengan menggunakan komponen utama tahun 2011………

Kurva respon penampilan potensi dan rata-rata hasil galur gandum di Agroekosistem tropis……….

Biplot AMMI 1dengan tingkat kesesuaian 98 % ...

Biplot AMMI 2 dengan tingkat kesesuaian 96,1 %...

Penampilan dosis iradiasi sinar gamma 0 – 700 gy terhadap laju perkecambahan biji gandum………..

Penampilan pertumbuhan kecambah biji gandum pada dosis iradiasi sinar gamma 600, 700, 800, 900 dan 1000 gy pada umur 7 HST……..

Penampilan pertumbuhan kecambah gandum di lapangan pada dosis iradiasi sinar gamma (A) 0 gy, (B) 100 gy, (C) 200 gy, (D) 300 gy, (E) 400 gy dan (F) 500 gy pada umur 15 HST……….

Box plot umur berbunga dan umur panen tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi…..

Box plot kehijauan daun dan tinggi tanaman tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi…...

Box plot panjang malai dan jumlah spikelet tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi…..

Box plot jumlah spikelet hampa, jumlah biji/malai dan bobot biji/malai tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi………...

Penampilan populasi tanaman M3 gandum hasil iradiasi sinar gamma di lokasi cekaman suhu tinggi (Bogor A dan C) dan lokasi optimum (Cipanas B dan D)……….

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

Rata-rata kondisi lingkungan selama penelitian 2010 dan 2011…….

Hasil analisis contoh tanah………...

Deskripsi Gandum Dewata dan Selayar………...

Deskripsi Gandum Basribey, Alibey dan Menemen………

Laju Dosis Iradiasi sinar Gamma pada bulan Mei 2009 dengan aktivitas 1046,16976 ci……….

Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Bogor………..

Matriks korelasi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Bogor………

Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Cipanas………...

Matriks korelasi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Cipanas……….

Analisis kandungan klorofil……….

168

169

169

170

171

172

173

174

175

(23)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Peningkatan laju pertambahan penduduk dunia yang tinggi, industrialisasi

dan pemakaian bahan bakar fosil serta eksplorasi sumber daya alam yang

dilakukan mengubah dan mempercepat perubahan susunan atmosfer bumi.

Fenomena ini menyebabkan perubahan iklim global yang memicu terjadinya

pemanasan global. Peningkatan suhu global berpotensi mempengaruhi produksi

pertanian sehingga berdampak pada kemampuan dunia dalam memenuhi

kebutuhan pangan. Di Indonesia perubahan iklim global ini berdampak secara

langsung terhadap sektor pertanian, karena keberhasilan produksi pertanian sangat

tergantung pada kondisi iklim (Warren et al. 2006). Analisis keterkaitan

perubahan iklim dengan produksi pangan strategis ditujukan untuk mendapatkan

berbagai opsi dan strategi adaptasi tanaman terhadap perubahan iklim di

Indonesia.

Menurut laporan dari Inter Panel Climate Change (IPCC), pada tahun

2025 - 2100 suhu global akan naik 0,3 oC per dekade mencapai sekitar 1 - 3 oC di atas nilai sekarang, dan menyebabkan pemanasan global. Peningkatan suhu

dapat menyebabkan perubahan distribusi geografis dan musim tanam pada

tanaman pertanian (Jones et al. 1999; Porter 2005). Strategi adaptasi yang paling

mendesak dilakukan untuk menanggulangi pemanasan suhu tinggi terhadap

pertanian di Indonesia menurut World Development Report (2008) antara lain:

menanam varietas yang memiliki daya adaptasi tinggi, mengubah masa tanam

menyesuaikan cuaca dan mempraktekkan pertanian dengan masa tanam yang

lebih singkat. Selain itu diperlukan penelitian yang intensif serta diseminasi yang

terpadu atas berbagai varietas baru komoditas pertanian yang memiliki daya tahan

tinggi terhadap kekeringan, banjir, peningkatan temperatur serta memiliki potensi

emisi CO2 yang rendah.

Gandum sebagai tanaman serealia penting di dunia, memiliki peran

strategis dalam mendukung ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan pangan

(24)

dikonsumsi sekitar dua milyar penduduk di dunia (sekitar 36% dari total

penduduk dunia).

Ditinjau dari kandungan nutrisi, gandum merupakan tanaman serealia yang

memiliki komposisi nutrisi lebih tinggi dibanding tanaman serealia lain.

Komposisi protein gandum (13%), jagung dan Oats (10%), Padi (8%), Barley dan

Rye (12%), sedang karbohidrat gandum (69%), padi (65%), Jagung (72%)

Barley (63%) dan Rye (71%). Namun yang paling penting adalah gandum

memiliki kandungan glutein tinggi yang dapat mencapai 80% dari biji gandum.

Kandungan glutein yang tinggi merupakan karakter kandungan fitokimia yang

khas untuk gandum dibanding serealia lain. Glutein adalah protein yang bersifat

kohesif dan liat yang berperan sebagai zat penentu elastisitas adonan berbasis

tepung.

Tepung terigu sebagai produk olahan dari biji gandum sebagai bahan baku

makanan yang tidak asing lagi di Indonesia, konsumsi terbesar adalah 35% untuk

konsumsi rumah tangga baik dalam bentuk mie basah atau mie kering, 25% untuk

industri roti, 20% industri mie instant, 15% untuk industri cake dan biskuit,

sisanya 5% untuk gorengan. Jenis makanan tersebut sangat disukai oleh

masyarakat mulai dari anak-anak sampai kalangan orang dewasa/orang tua, baik

dari kalangan bawah sampai tingkat atas. Beragamnya produk olahan berbasis

terigu menyebabkan produksi terigu dan permintaan gandum meningkat

sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat terkait dengan tingkat pendapatan

dan laju pertambahan penduduk yang selalu meningkat (Adnyana et al. 2006)

Konsumsi tepung terigu per kapita di Indonesia setiap tahunnya terus

meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin

membaiknya gizi masyarakat terutama di perkotaan yaitu mulai dari 6.18

kg/kapita pada tahun 1984 menjadi 15.84 kg/kapita pada tahun 2003, dan

meningkat menjadi 16.9 kg/kapita pada tahun 2005. Data Asosiasi Produsen

Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), konsumsi terigu Indonesia meningkat

sangat signifikan dari 9.9 kg per kapita pada 2002, menjadi 17.11 kg per kapita

pada 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia dan pada tahun 2009

mencapai 17.7 kg/kapita. Karena itu, impor gandum juga terus mengalami

(25)

mencapai 4.5 juta ton, kemudian mengalami peningkatan mencapai 4.770.000

ton (US$ 697.524.000) pada tahun 2007 dan pada tahun 2010 mencapai level 5

juta ton. Data BPS menunjukkan bahwa impor biji gandum tahun 2011 telah

mencapai 5.4 juta ton dengan pengekspor utama dari Australia sebanyak 3.7 juta

ton, Canada 982.200 ton dan Amerika Serikat 747.900 ton. Sedangkan impor

tepung terigu tahun 2011, mencapai 680.100 ton dengan nilai 281.7 juta dolar

AS. Pengekspor tepung terigu utamanya berasal dari Turki sebanyak 387.400 ton

dan Sri Lanka 207.800 ton serta sisanya dari Ukraina, Belgia, dan Australia.

Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) memperkirakan

permintaan tepung terigu dalam negeri pada 2012 naik 6 persen dibanding 2011

yang mencapai 4.7 juta ton.

Jika dikaji lebih lanjut, kebijakan impor gandum untuk jangka pendek

merupakan salah satu solusi untuk menjawab peningkatan permintaan kebutuhan

terigu di dalam negeri. Namun untuk keperluan jangka panjang bukan

merupakan solusi yang baik untuk memenuhi kebutuhan terigu dalam negeri,

sebab akan menyebabkan ketergantungan negara terhadap negara-negara

pengekspor gandum dan menguras devisa Negara.

Pengembangan gandum dunia saat ini, terutama di negara-negara

berkembang, dihadapkan pada masalah cekaman lingkungan. Dua jenis cekaman

utama yang dihadapi gandum adalah kekeringan dan suhu tinggi. Produksi

gandum menurun secara nyata pada lingkungan dengan cekaman kekeringan

paling tidak pada 15 juta ha areal pertanaman gandum di negara berkembang.

Lebih dari 7 juta ha gandum ditanam pada lingkungan dengan cekaman suhu

tinggi yaitu rata-rata suhu harian lebih dari 17.5°C pada bulan terdingin.

Sementara cekaman suhu pada fase akhir pertumbuhan menjadi masalah pada

40% areal pertanaman gandum di daerah temperate yang mencapai 36 juta ha

(Reynolds 2002).

Gandum merupakan komoditas yang banyak dikembangkan di daerah

subtropis, oleh karena itu pengembangan gandum di Indonesia lebih sesuai

dibudidayakan di dataran tinggi (>800 mdpl) dengan suhu sekitar 22 – 24oC. Sementara itu, kondisi iklim yang demikian hanya dapat ditemukan di beberapa

(26)

akan bersaing dengan komoditas yang sering ditanam di dataran tinggi seperti

sayuran dan tanaman hortikultura lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih

tinggi. Disamping itu sosialisasi pengembangan gandum masih kurang di

masyarakat dan tidak tersedianya pasar dan petani belum begitu mengenal cara

pengolahan gandum.

Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki variasi lingkungan

geofisik yang sangat besar dan memberikan lingkungan tumbuh bagi tanaman

yang sangat besar pula variasinya. Kondisi tersebut memberikan petunjuk adanya

variasi ciri-ciri dan potensi-potensi khusus dari suatu wilayah yang perlu

dimanfaatkan secara baik. Adanya variasi lingkungan makro tersebut tidak

menjamin suatu genotipe/varietas tanaman akan tumbuh baik dan memberikan

hasil panen tinggi di semua wilayah. Hal ini terkait dengan kemungkinan ada

tidaknya interaksi antara genotipe tanaman dengan kisaran variasi lingkungan.

Beberapa usaha yang telah dilakukan untuk memperoleh varietas gandum

yang sesuai untuk daerah tropis. CIMMYT (International Maize and Wheat

Improvement Center) mengadakan seleksi untuk gandum yang toleran terhadap

temperatur dan curah hujan yang tinggi. Peneliti Indonesia telah mengevaluasi

genotipe-genotipe gandum introduksi dan juga mengadakan seleksi dari populasi

bersegregasi (Gayatri et al. 1985; Dasmal et al. 1994). Beberapa hasil penelitian

melaporkan bahwa hasil gandum di Lembang (Jabar 1100 m dpl) mencapai 3.34

ton ha-1, varietas Nias di Malino dapat menghasilkan 5.37 t/ha pada 2001, tetapi pada 2002 produksi tertinggi hanya 2.05 t/ha karena perbedaan kesuburan tanah

(Dahlan et al. 2003). Pada tahun 2003 telah berhasil dirilis varietas baru gandum

yang lebih adaptif pada ketinggian 1000 mdpl yaitu varietas SELAYAR

(HAHN/2*WEAVER CMBW 89 Y 01231-OTOPM-16Y-010M-1Y-010M) dan

DEWATA (DWR-162) yang berasal dari Negara India

Untuk meningkatkan daya saing dan produksi gandum dalam negeri

sebagai sumber pangan dan diversifikasi pangan, perlu dilakukan usaha

ekstensifikasi di ketinggian tempat yang lebih rendah melalui perakitan varietas

gandum yang dapat beradaptasi pada suhu tinggi dan dataran rendah (400- 600

mdpl). Salah satu faktor pembatas usaha ekstensifikasi gandum didataran rendah

adalah cekaman suhu. Menurut Peet dan Willits (1998) cekaman suhu tinggi

(27)

untuk periode waktu yang cukup menyebabkan kerusakan yang tidak dapat balik

(irreversibel) pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga batasan

suhu tinggi untuk tiap tanaman akan tergantung wilayah atau habitat asal tanaman.

Akibat suhu tinggi terjadi perubahan agregasi dan denaturasi protein serta

peningkatan fluiditas membran sel, secara tidak langsung terjadi inaktivasi

enzim-enzim di dalam mitokondria dan kloroplas, penghambatan sintesa protein,

degradasi protein dan kehilangan integritas membran (Howarth 2005 dalam

Wahid et al. 2007). Menurut Maestri et al. (2002) komposisi protein pada

tepung gandum yang dihasilkan yang berpengaruh terhadap kemampuan

mengembang pada roti (bread-making quality/BMQ). Pendekatan yang dapat

dilakukan untuk meningkatkan adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik secara

historis menggunakan penilaian berbasis lapangan untuk mengidentifikasi kultivar

toleran, diikuti dengan program pemuliaan dan menyeleksi genotipe pada

lingkungan bercekaman penuh untuk mendapatkan genotipe yang toleran serta

diperoleh karakter tanaman yang diinginkan sebagai kriteria seleksi sesuai dengan

target cekaman (Blum 1983; Hall 1992).

Perbaikan sifat tanaman memerlukan keragaman genetik. Peningkatan

keragaman genetik dan perbaikan varietas untuk satu atau dua sifat dapat

dilakukan melalui persilangan dan induksi mutasi genetik (Witjaksono 2003).

Salah satu mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar gamma. Teknik

induksi mutasi sangat baik digunakan untuk tanaman yang mengalami masalah

karena tidak tersedianya sumber tetua. Gandum di Indonesia termasuk tanaman

yang memiliki sumber keragaman genetik sangat rendah sehingga untuk

mendapatkan karakter baru unggul dengan teknik hibridisasi menjadi sulit

dilakukan (Micke & Donini 1993).

Menurut Soepomo (1968), peluang dapat tidaknya terjadi mutasi dan

persentasenya tergantung pada jumlah tanaman, umur tanaman, bagian tanaman,

fase pertumbuhan dan lamanya penyinaran. Dosis iradiasi dibagi tiga yaitu tinggi

(> 10 k Gy), sedang (1-10k Gy) dan rendah (<1 k Gy). Perlakuan dosis tinggi

akan mematikan bahan yang dimutasi atau mengakibatkan sterilitas. Pada

umumnya dosis yang rendah dapat mempertahankan daya hidup atau tunas, dapat

memperpanjang waktu kemasakan buah dan sayur, serta meningkatkan kadar

(28)

Tanaman mutan juga memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap serangan

patogen dan kekeringan (Soedjono 2003).

Dosis iradiasi yang diberikan untuk mendapatkan mutan tergantung pada

jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, kekerasan dan bahan yang akan dimutasi

(Soedjono 2003). Perubahan sifat pada mutan mencapai 95-98%, umumnya dari

sifat dominan ke resesif. Soedjono (2003) melaporkan jumlah kultivar mutan

yang dilepas sebagai hasil mutasi induksi sebanyak 64.49% dari iradiasi sinar

gamma.

Induksi mutasi terhadap biji gandum dengan kadar air 11% telah

dilaksanakan di laboratorium Brookhaven National, Upton New York, Amerika

Serikat dengan dosis 150−250 Gy sinar-X atau 8.38 x 1012 Nth/cm2 Nth.

Turunan M2 dianalisis secara kimia dan fisika, dan menghasilkan beberapa mutan

yang berbeda sifat klorofilnya (Mugnozza et al. 1993). Induksi mutasi dengan

menggunakan iradiasi sinar gamma, telah banyak digunakan untuk menginduksi

mutasi pada beberapa genera tanaman, diantaranya Chrysanthemum morifolium

(Yamaguchi et al. 2008), Ipomea batatas (Wang et al. 2006), Orthosiphon

stamineus (Pick Kiong et al. 2008), Saccharum sp. (Patade dan Suprasanna 2008),

Sorghum bicolor (Larik et al. 2009), padi (Bibi et al. 2009), Triticum aestivum

(Singh dan Balyan 2009), dan kacang-kacangan (Tah & Saxena 2009).

Perumusan Masalah

Permintaan global gandum diperkirakan akan meningkat sekitar 1.3 % per

tahun, dan sekitar 1.8% per tahun di negara-negara berkembang selama 20 tahun

berikutnya (Rosegrant et al. 1995). Untuk mengatasi permintaan ini dengan

peningkatan produksi gandum melalui peningkatan penggunaan lahan sangat tidak

mungkin. Daerah budidaya gandum di negara-negara berkembang diharapkan

akan meningkat hanya 0.14% per tahun pada 2020 (Rosegrant et al. 1995).

Dengan demikian, sebagian besar diperlukan peningkatan produksi harus berasal

dari peningkatan hasil rata-rata.

Kebutuhan gandum Indonesia secara nasional setiap tahunnya mengalami

peningkatan, hingga tahun 2009, nilai impor gandum Indonesia mencapai 4.77

t/thn biji gandum dengan tingkat kebutuhan tepung terigu 17.77 kg/kapita.

Dengan harga saat ini US$ 593/ton dibutuhkan devisa hampir US$ 2.4 miliar atau

(29)

Gandum merupakan komoditas yang banyak dikembangkan di daerah

subtropis. Oleh karena itu, gandum lebih sesuai dibudidayakan di dataran tinggi

(>800 mdpl) dengan suhu sekitar 22 – 24oC. Sementara itu, kondisi iklim yang demikian hanya dapat ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia dan apabila

gandum dibudidayakan di daerah tersebut, maka akan bersaing dengan komoditas

yang sering ditanam di dataran tinggi seperti sayuran dan tanaman hortikultura

lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Disamping itu sosialisasi

pengembangan gandum masih kurang di masyarakat dan tidak tersedianya pasar

dan petani belum begitu mengenal cara pengolahan gandum

Pengembangan gandum di Indonesia sangat potensial dengan melihat

potensi sumber daya lahan. Oleh karena itu perlu dirakit varietas yang toleran

terhadap suhu tinggi atau varietas yang dapat beradaptasi pada ketinggian < 800

m.dpl. Dalam merakit varietas yang toleran terhadap suhu tinggi, perlu adanya

pemahaman terhadap karakter-karakter morfofisiologis yang dapat dijadikan

sebagai karakter seleksi yang berhubungan langsung produksi dan karakter

tersebut memiliki nilai heritabilitas tinggi.

Perbaikan adaptasi terhadap suhu tinggi, memerlukan keragaman genetik

yang tinggi. Upaya peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan

introduksi varietas gandum yang toleran terhadap suhu tinggi, kemudian

diadaptasikan di Indonesia. Pemuliaan mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar

gamma merupakan salah satu upaya meningkatkan keragaman genetik.

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakter morfofisiologis yang

dapat dijadikan sebagai karakter seleksi toleran terhadap suhu tinggi dan

mendapatkan galur atau galur mutan yang berdaya hasil tinggi pada kondisi

cekaman suhu tinggi.

Tujuan Penelitian

Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :

1. Mendapatkan karakter morfofisiologis yang dapat dijadikan sebagai karakter

seleksi untuk mendapatkan gandum toleran terhadap cekaman suhu tinggi.

2. Mengetahui pengaruh interaksi genetik x lingkungan dan genotipe stabil di

agroekosistem tropis

3. Mendapatkan keragaman genetik gandum melalui induksi mutasi dengan

(30)

4. Mendapatkan mutan yang dapat beradaptasi baik di agroekosistem tropis,

khususnya dataran rendah

Manfaat Penelitian

1. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh karakter morfofisiologis tanaman

gandum yang adaptif terhadap suhu tinggi yang dapat dijadikan sebagai acuan

untuk seleksi dalam pengembangan varietas gandum toleran terhadap suhu

tinggi.

2. Penelitian ini diharapkan memperoleh keragaman genetik yang lebih tinggi

melalui teknik induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma.

Hipotesis

Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah :

1. Terdapat karakter morfofisiologis gandum yang dapat dijadikan sebagai

karakter seleksi toleran terhadap cekaman suhu tinggi.

2. Terdapat pengaruh interaksi genetic x lingkungan dan genotype stabil di

agroekosistem tropis

3. Terdapat keragaman genetik gandum melalui induksi mutasi dengan iradiasi

sinar gamma

4. Terdapat galur mutan yang beradaptasi baik di agroekosistem tropis dan

(31)

Alur Penelitian

Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab hipotesis yang diajukan

dilakukan percobaab dengan skema penelitian seperti pada Gambar 1.

Gambar 1 Bagan alir penelitian.

Karakter morfofisiologi sebagai karakter seleksi dan diperoleh mutan yang dapat beradaptasi baik pada agroekosistem tropis dengan produksi tinggi ADAPTASI TANAMAN GANDUM TOLERAN SUHU TINGGI DAN

PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK MELALUI INDUKSI DENGAN MENGGUNAKAN MUTASI SINAR GAMMA

Seleksi pada cekaman suhu tinggi (M3) Pemuliaan mutasi

Radiasi sinar gamma

300 Gy (M1) Elevasi <400 m dpl Elevasi > 1000 m dpl

Studi keragaman populasi (M2)

Studi Morfofisiologi

Karakter Adaptasi Cekaman Suhu Tinggi

Verifikasi karakter Morfofisiologis

Elevasi > 1000 m dpl Elevasi < 400 m dpl

Pedigree

Seleksi pada lingkungan optimal (M4) Seleksi pada cekaman

suhu tinggi (M4)

Seleksi pada cekaman suhu tinggi (M5)

(32)

TINJAUAN PUSTAKA

Asal dan Konstitusi Genetik Tanaman Gandum

Gandum telah ditanam di Asia bagian barat daya, geografik pusat dari

asalnya, selama lebih dari 10.000 tahun. Spesies liarnya masih tumbuh di

Libanon, Syria, bagian utara Israel, Iraq, dan bagian timur Turki. Manusia mulai

memuliakan gandum pada awal tahun 1800-an. Semenjak itu mulai ada perbaikan

kualitas bulir dan peningkatan hasil, modifikasi dalam arsitektur tanaman serta

peningkatan ketahanan kekeringan, masa simpan, hama dan penyakit (Sleper &

Poehlman 2006)

Bukti tertua bagi penanaman gandum datangnya dari Syria, Jordan, Turki,

Armenia dan Irak. Sekitar 9000 tahun yang lalu, gandum einkorn liar ditemui dan

ditanam pada lembah subur. Sekitar 8000 tahun yang lalu, melalui mutasi

dikenallah gandum emmer dengan benih yang lebih besar, tetapi tidak mampu

disebarkan oleh angin (Wikipedia 2011). Gandum (Triticum aestivum)

merupakan spesies yang berasal dari genus Triticum, Tribe Triticeae, dan Famili

Poaceae. Triticeae merupakan Tribe dari famili Poaceae yang terdiri lebih dari 15

genus dan 300 spesies yang termasuk gandum dan barley. Genus Triticum

berkerabat dengan Hordeum, Avena, Secale, Zea, dan Oryza (Wittenberg 2004).

Spesies – spesies yang termasuk di dalam genus Triticum dikelompokkan ke dalam tiga kelas ploidi yaitu diploid(2n=2x=14), tetraploid (2n=4x= 28) dan

heksaploid (2n=6x=42) (Gambar 1) (Sakamura 1918 dalam Wittenberg 2004;

Fehr 1987; Sleper & Poehlman 2006). Saat ini terdapat 11 spesies diploid, 12

spesies tetraploid, dan 6 spesies heksaploid yang sudah diidentifikasi dan

dideskripsikan (Sleper & Poehlman 2006). Namun hanya dua spesies dari genus

Triticum yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu Triticum aestivum dan

Triticum turgidum. Triticum aestivum merupakan gandum yang umum dikenal

yang dimanfaatkan untuk bahan baku roti. Triticum turgidum yang dikenal

dengan gandum durum digunakan untuk membuat pasta. Wilson (1955)

mengklasifikasikan gandum berdasarkan kegunaannya yang meliputi gandum

keras (hard wheat) yang memiliki kandungan gluten dan protein tinggi serta

cocok untuk pembuatan roti; gandum lunak (soft wheat) yang memiliki

(33)

kering, biskuit, dan crackers, dan gandum durum, Gandum durum : gandum yang

memiliki kandungan gluten dan protein sangat rendah, cocok untuk pembuatan

macaroni dan spaghetti. Fehr (1987) mengklasifikasikan beberapa spesies

Triticum berdasarkan kelas ploidinya (Tabel 1).

Gambar 2 Asal gandum tetraploid dan hexaploid. spesies T.turgidum, tetraploid berasal dari kombinasi genom A dari T.monococcum dan genom B dari spesies liar, sedang T.aestivum, hexaploid berasal dari kombinasi genom AB dari T.turgidum

dan genom D dari Ae. Tauchi. T.monococcum

2n=2x = 14 (DD) 2n=4x = 28

(AABB) Spesies

Diploid

3x = 21 (ABD)

Ae.tauchi T.turgidum

Gandum Tetraploid

Penggandaan Kromosom 2x = 14

(AB)

2n=2x = 14 (BB) 2n=2x = 14

(AA)

Spesies tidak dikenal X

X

Penggandaan Kromosom

T.aestivum

Gandum Hexaploid

(34)

Tabel 1. Klasifikasi Beberapa Spesies Triticum Berdasarkan Kelas Ploidi

Species Genome Status Diploid Species (2n = 14)

T. Monoccocum var. monoccocum AA Budidaya

T. Monoccocum var. boeoticum AA spesies liar

T. Dichasians CC spesies liar

T. Tauschii DD spesies liar

T. Comosum MM spesies liar

T. Speltoides SS spesies liar

T. Umbellatum UU spesies liar

Spesies Tetraploid (2n = 4x = 28)

T. turgidum L. var. dococcon AABB Budidaya

T. turgidum L. var. durum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. turgidum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. polonicum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. carthlicum AABB Budidaya

T. turgidum L. var. dicoccoides AABB spesies liar

T. timopheevii var. araraticum AAGG spesies liar

T. cylindricum DDCC spesies liar

T. ventricosum DDMM spesies liar

T. triunciale UUCC spesies liar

T. ovatum UUMM spesies liar

T. kotschyi UUSS spesies liar

Spesies Heksaploid (2n = 6x = 42)

T. aestivum L. var. aestivum AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. spelta AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. compactum AABBDD Budidaya

T. aestivum L. var. sphaerococcum AABBDD Budidaya

T. syriacum DDMMSS spesies liar

T. juvenile DDMMUU spesies liar

T. triaristatum UUMMMM spesies liar

Sumber : Fehr (1987)

Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Lingkungan

Adaptasi tanaman adalah kemampuan tanaman untuk menyesuaikan diri

terhadap kondisi lingkungan yang spesifik seperti kondisi suhu, cahaya, dan

ketersediaan mineral dan hara. Memahami mekanisme genetik dan fisiologis

tanaman dengan perubahan-perubahan kondisi lingkungan sangat penting untuk

menciptakan strategi yang efisien untuk mengembangkan kultivar tahan cekaman

(35)

Menurut Rao (2001) perbaikan adaptasi tanaman terhadap lingkungan dapat

dicapai dengan dua pendekatan umum: perubahan lingkungan pertumbuhan, atau

dengan pengembangan genotipe tanaman. Seringkali gabungan pendekatan

tersebut yang paling efektif. Peningkatan hasil panen yang dicapai oleh pemulia

tanaman umumnya terutama disebabkan pada perubahan-perubahan yang terbagi

dalam dua kategori (1) perubahan agronomi melalui perbaikan adaptasi genetik

untuk mengatasi kendala biotik utama dalam produksi tanaman (misalnya, hama

dan penyakit) dan abiotik (misalnya, suhu, kekeringan, kekurangan dan keracunan

mineral, dan salinitas) serta (2) meningkatkan potensial hasil genetik di atas

kultivar standar dalam lingkungan yang sama (Evans 1993; Miflin 2000).

Pendekatan yang paling berhasil untuk meningkatkan adaptasi tanaman

pangan dan pakan terhadap cekaman abiotik secara historis menggunakan

penilaian berbasis lapangan untuk mengidentifikasi kultivar toleran, diikuti

dengan program pemuliaan dan menyeleksi genotipe pada lingkungan

bercekaman penuh untuk mendapatkan galur-galur yang toleran serta diperoleh

karakter tanaman yang diinginkan sebagai kriteria seleksi sesuai dengan target

cekaman (Blum 1983; Hall 1992).

Sebuah program pengembangan tanaman yang efektif untuk meningkatkan

adaptasi tanaman secara genetik terhadap faktor-faktor cekaman abiotik akan

termasuk (1) mengidentifikasi plasma nutfah toleran terhadap faktor interes

cekaman abiotik, (2) karakterisasi sifat tanaman dan mekanisme yang

bertanggung jawab atas adaptasi genetik unggul, (3) menentukan mekanisme

warisan untuk sifat utama tanaman, (4) mengidentifikasi lokus sifat kuantitatif

(QTLs) terkait dengan sifat kunci yang terlibat dalam toleransi cekaman dalam

menyeleksi dengan bantuan marker (marker-assisted selection) dalam populasi

layak, dan (5) mengembangkan skema peningkatan genetik yang terintegrasi.

Identifikasi Sifat Morfofisiologis Utama

Efektivitas seleksi untuk sifat-sifat morfofisiologis tergantung pada

faktor-faktor seperti heritabilitas, korelasi genetik antara sifat-sifat, input yang

diperlukan untuk mengukur suatu sifat, intensitas seleksi dan cara di mana seleksi

(36)

tentang respon tanaman pada iklim yang berbeda dan faktor-faktor cekaman

edafik menunjukkan bahwa variasi genetik tersedia untuk sejumlah sifat fisiologis

penting. Pemulia telah mencoba untuk memasukkan variasi genetik ini ke dalam

kultivar yang menunjukkan semua toleransi tanaman terhadap cekaman.

Selain itu, banyak metode yang diusulkan oleh ahli fisiologi untuk

memantau toleransi terhadap cekaman didasarkan pada penampilan

masing-masing sel tunggal, jaringan, organ, atau individu tanaman dan tidak memberikan

indikasi yang baik pada semua respon tanaman terhadap cekaman ketika

ditumbuhkan dalam pembibitan berjarak tanam atau dalam lingkungan yang

kompetitif di lapangan. Ceccarelli et al. (1991a) berpendapat bahwa seleksi untuk

satu sifat sering tidak berhasil, terutama pada lingkungan yang tak terduga di

mana frekuensi, waktu, dan tingkat keparahan cekaman tidak diketahui.

Simulasi pemodelan dapat membuat kontribusi penting untuk

meningkatkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan bercekaman penuh.

Kemampuan kita untuk menilai secara akurat berbagai proses interaksi selama

siklus hidup tanaman terbatas, dan pengembangan model dapat menghapus

banyak "hunch taking" dalam memilih sifat-sifat fisiologis yang relevan untuk

manipulasi genetika (Moorby 1987; Shorter et al. 1991). Hasil benih dapat

digambarkan sebagai akumulasi laju fotosintat, intensitas atau fraksi asimilat

yang terbentuk untuk dialokasikan benih, durasi photoassimilate partitioning

untuk benih, dan sejauh mana remobilisasi dari bahan asimilasi sebelumnya ke

benih. Boote dan Tollenaar (1994) menggunakan simulasi pertumbuhan tanaman

untuk mengevaluasi hipotesis respon hasil pada banyak sifat-sifat genetis.

Dengan menggunakan pendekatan pemodelan, mereka membuat evaluasi yang

sistematis tentang pentingnya sifat tanaman sebagai efek dari 5P potensi hasil:

prior events- peristiwa sebelum (kanopi vegetatif dengan tillering yang memadai

dan penentuan posisi buah-fruiting sites), fotosintesis, partitioning, pod-filling

or grain-filling period (periode pengisian poling/biji), dan prior accumulation

(sebelum akumulasi) serta remobilization of photosynthates and minerals

(remobilisasi fotosintat dan mineral). Mereka menemukan bahwa dari lima P

terdaftar, lamanya periode pengisian polong yang paling mungkin untuk

(37)

menyarankan bahwa perbaikan hasil juga berasal dari peningkatan toleransi

terhadap cekaman sejauh fotosintesis dipertahankan, pengisian biji lebih panjang,

dan mobilisasi lebih lambat.

Peningkatan Keragaman Genetik melalui Pemuliaan Mutasi

Upaya perbaikan sifat genetik dan peningkatan keragaman genetik

tanaman gandum di Indonesia selama ini hanya bertumpu pada introduksi

galur-galur homosigot atau yang telah dilepas sebagai varietas di Negara tertentu,

karena tanaman gandum pada dasarnya merupakan tanaman subtropik yang

diupayakan untuk dikembangkan diderah tropik, khususnya di Indonesia. Hal ini

merupakan penyebab utama rendahnya keragaman genetik tanaman gandum di

Indonesia. Peningkatan keragaman genetik tanaman gandum yang telah

diintroduksi, dapat dilakukan melalui hibridisasi dan induksi mutasi. Pemuliaan

secara mutasi dapat diinduksi dengan mutagen fisik atau mutagen kimia. Pada

umumnya mutagen fisik dapat menyebabkan mutasi pada tahap

kromosom,sedangkan mutagen kimia umumnya menyebabkan mutasi pada

tahapan gen atau basa nitrogen (Aisyah 2006)

Mutasi adalah suatu perubahan baik terhadap gen tunggal, terhadap sejumlah

gen atau terhadap susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian

tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian

yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya.

Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan

urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya

perubahan pada protein yang dihasilkan (Poespodarsono 1988).

Pemuliaan mutasi adalah metode pemuliaan untuk meningkatkan

keragaman genetik dalam rangka perbaikan varietas tanaman yang dilakukan

dengan menggunakan mutagen fisik atau kimia (Chopra 2005). Mutagen fisik,

sebagai contoh sinar gamma, telah banyak digunakan untuk menginduksi mutasi

pada beberapa genera tanaman, diantaranya Chrysanthemum morifolium

(Yamaguchi et al. 2008), Ipomea batatas (Wang et al. 2006), Orthosiphon

stamineus (Pick Kiong et al. 2008), Saccharum sp. (Patade & Suprasanna 2008),

Sorghum bicolor (Larik et al. 2009), padi (Bibi et al. 2009), Triticum aestivum

(38)

Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma

Induksi mutasi dimulai sejak ditemukannya sinar X, gamma dan neutron

seratus tahun yang lalu dan menjadi salah satu teknologi yang dalam perbaikan

sifat utama tanaman (Ahloowalia 2001). Semula, para pakar/pemulia tanaman

menganggap bahwa induksi mutasi merupakan suatu teknik pemuliaan yang

kurang meyakinkan. Namun, seiring dengan berkembangnya bioteknologi,

keberhasilan regenerasi sel berdasarkan teori toti potensi, dan terbentuknya

variasi somaklonal, induksi mutasi merupakan terobosan dalam pemuliaan

tanaman yang menjanjikan, khususnya bagi tanaman yang berbiak secara

vegetatif. Teknik tersebut dapat menunjang perolehan varietas mutan baru yang

bermanfaat bagi perkembangan dunia usaha.

Iradiasi sinar gamma merupakan teknologi radiasi bagian dari teknologi

nuklir yang menggunakan radioisotope. Dibandingkan zat kimia biasa,

radioisotope memiliki kelebihan sifat fisik, yaitu memancarkan sinar radioaktif.

Keberhasilan perlakuan iradiasi sangat ditentukan oleh sensitivitas genotipe yang

diiradiasi terhadap dosis radiasi yang diberikan. Tingkat sensitivitas tanaman

dipengaruhi oleh jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, dan bahan yang akan

dimutasi, serta sangat bervariasi antar jenis tanaman dan antar genotipe (Banerji &

Datta 1992). Broertjes dan van Harten (1988) menyatakan bahwa semakin

banyak kadar oksigen dan molekul air (H2O) berada dalam materi yang diradiasi, maka semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk sehingga materi menjadi

semakin sensitif. Sensitivitas terhadap radiasi dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (lethal dose 50) yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi

tanaman yang diradiasi. Dalam induksi mutasi, beberapa studi menunjukkan

bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak umumnya

diperoleh di sekitar LD (Datta 2001). Untuk mendapatkan nilai lethal dosis 50

(LD50), digunakan program best curve-fit analysis, yaitu satu program analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari persamaan model terbaik.

Dosis iradiasi sinar gamma dapat diukur dalam satuan Gray (Gy), 1 Gy

sama dengan 0,10 krad yakni 1 J energy per kg iradiasi yang dihasilkan

(Anonimous 1997). Dosis iradiasi juga merupakan salah satu faktor penentu

(39)

sedangkan pada dosis rendah umumnya hanya menyebabkan perubahan abnormal

pada fenotipe tanaman. Pengaruh dosis radiasi terhadap persen kematian,

pertumbuhan, dan fertilitas telah banyak dilaporkan. Beberapa hasil penelitian

menunjukkan bahwa biji-biji yang diradiasi sinar gamma dengan dosis yang tinggi

akan mengganggu sintesa protein (Xiuzher, 1994), keseimbangan hormon,

pertukaran gas di daun (Stoeva & Bineva 2001), pertukaran air dan aktivitas

enzim (Stoeva et al. 2001). Pada dosis sedang sampai rendah, kemampuan

adaptasi tanaman dapat dipertahankan, dan bersifat dapat balik.

Hasil penelitian Mandal dan Basu (1986) menunjukkan bahwa iradiasi

sinar gamma pada beberapa dosis yang berbeda tidak berpengaruh terhadap daya

berkecambah benih padi, tetapi berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit,

terutama pertumbuhan akar bibit. Iradiasi sinar gamma menyebabkan

terganggunya proses pembelahan sel, mengakibatkan terbentuknya sel-sel yang

abnormal, dan menurunkan frekuensi pembelahan sel yang berakibat pada

menurunnya laju pertumbuhan bibit, serta aberasi pada sifat-sifat morfologi.

Pada tanaman Nicotiana iradiasi dengan dosis tinggi mengakibatkan terhambatnya

pertumbuhan tanaman, degradasi klorofil dan kerusakan morfologi pada tanaman

(Wada et al. 1998). Sebaliknya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa

perlakuan radiasi yang menggunakan dosis rendah dapat memperbaiki

perkecambahan benih. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Sheppard

(1986a) dan Sheppard (1987b) pada gandum dan barley yang menunjukkan

bahwa dosis yang rendah dapat menstimulasi perkecambahan. Pada penelitian

lainnya dengan menggunakan kisaran dosis 1-4 krad, juga memberikan hasil yang

sama, yaitu menstimulasi perkecambahan gandum dan barley, dimana daya

berkecambah akan menurun dengan meningkatnya dosis radiasi; kecenderungan

yang sama juga ditunjukkan oleh karakter tinggi bibit (Khanna 1986).

Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh dosis radiasi yang digunakan. Hasil

penelitian Mahto et al. (1989) menunjukkan bahwa daya berkecambah dua

kultivar chickpea di lapang tidak dipengaruhi oleh iradiasi sinar gamma pada

dosis 15 krad, akan tetapi daya berkecambah akan menurun secara nyata dengan

meningkatnya dosis radiasi dari 30 krad menjadi 75 krad. Kawamura et al.

(40)

sinar gamma dengan dosis minimal 50krad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa

dosis radiasi berpengaruh terhadap panjang akar, tetapi tidak pada parameter daya

berkecambah. Hasil yang sama juga ditunjukkan hasil penelitian Kawamura

et al. (1992b) yang menunjukkan bahwa panjang akar dan tunas bibit gandum

lebih sensitif terhadap perlakuan iradiasi sinar gamma dibandingkan dengan

proses perkecambahan itu sendiri. Akan tetapi, hasil yang berbeda ditunjukkan

oleh hasil penelitian Irfag (2003) pada gandum (Triticum aestivum) dengan empat

dosis radiasi (100, 200, 300, dan 400 Gy) yang menunjukkan bahwa persentase

perkecambahan menurun seiring dengan kenaikan dosis radiasi. Hasil tersebut

didukung oleh hasil penelitian dari Singh dan Balyan (2009).

Perbaikan sifat gandum dengan menggunakan iradiasi sinar gamma telah

dilakukan di beberapa negara diantaranya adalah Argentina (1 mutan), Chili (1

mutan), Cina (124 mutan), Bulgaria (2 mutan), Finlandia (1 mutan), Jepang (2

mutan), Jerman (2 mutan), Rusia (36 mutan), india (4 mutan), Hongaria (1

mutan), Irak (60 mutan), Italia (2 mutan), Swiss (1 mutan), Mongolia (3 mutan),

Amerikan (3 mutan) dan Pakistan (6 mutan). Mutan gandum yang pertama tahun

1966 terhadap biji dengan iriradiasi sinar X, J, β, laser, neutron cepat, EI, εζH dan sinar gamma meningkatkan produksi, umur genjah, tahan dingin, patogen,

rebah, lebih kerdil dan kualitas biji lebih baik (Cheng et al. 1990; Vrinten et al.

1999).

Cekaman Suhu Tinggi

Cekaman suhu tinggi sering didefinisikan sebagai kenaikan suhu yang

melebihi ambang kerusakan untuk periode waktu yang cukup menyebabkan

kerusakan yang tidak dapat balik (irreversibel) pada pertumbuhan dan

perkembangan tanaman. Secara umum, tingginya suhu lingkungan diatas

10-150C adalah dianggap heat stress atau cekaman suhu tinggi. Namun, cekaman

suhu memiliki fungsi yang sangat kompleks (suhu dalam derajat), lamanya, dan

laju peningkatan suhu. Sejauh mana hal ini terjadi di zona iklim spesifik

tergantung pada kemungkinan dan periode suhu tinggi yang terjadi pada siang

hari dan/atau malam hari. Toleransi cekaman suhu secara umum didefinisikan

sebagai kemampuan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan secara ekonomi

Gambar

Gambar 1   Bagan alir penelitian.
Gambar 2  Asal gandum    tetraploid dan hexaploid.   spesies T.turgidum, tetraploid berasal                    dari  kombinasi genom A dari T.monococcum dan genom B dari spesies liar,                         sedang  T.aestivum, hexaploid berasal dari kombi
Tabel 1. Klasifikasi Beberapa Spesies Triticum Berdasarkan Kelas Ploidi
Gambar  3  Skema siklus resproduksi sereal dan pengaruh cekaman abiotik pada
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan perusahaan hanya dapat dicapai jika para karyawan bergairah bekerja, mengerahkan kemampuannya dalam menyelesaikan pekerjaan, serta berkeinginan untuk mencapai

[r]

mahasiswa IAIN Sumatera Utara terhadap variabel akuntansi forensik. Sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjanjikan

Figure 3 shows that tbe watcr vapor adsorption uns influenced by the material actination and modification on watcr vapor filter. So, lhe cmdification of zeolit + cocoa

Menyatakan dengan sesungguhnya dan sejujur-jujurnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul “ANALISIS KELAYAKAN PEMBIAYAAN MURABAHAH DI BANK PEMBIAYAAN RAKYAT SYARIAH (BPRS) SUKOWATI

Peneliti ingin melihat lebih jauh apakah berita FPI yang disampaikan oleh media massa dari periode waktu tertentu memberikan pengaruh yang begitu besar terhadap sikap

S1. Universitas Negeri Semarang. Pembimbing Badingatus Solikhah, S.E., M.Si. Kata Kunci : Corporate Governance, Environmental Disclosure, Liputan Media Online,

Efek fisiologis yang ditimbulkan dari shift kerja akan memnggangu ritme harian karyawan seperti, tergangguanya pola makan, tidur dan istirahat yang akan mempengaruhi