ADAPTASI TANAMAN GANDUM
(
Triticum aestivum
L.)
TOLERAN SUHU TINGGI DAN PENINGKATAN
KERAGAMAN GENETIK MELALUI INDUKSI MUTASI
DENGAN MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA
AMIN NUR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Suhu Tinggi Dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi Dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor
Bogor, Maret 2013
Amin Nur
ABSTRACT
AMIN NUR. Adaptation of Wheat Lines (Triticum aestivum L.) Tolerance High Temperature and Improved Genetic Variation Through Mutation Induction Using Gamma-ray irradiation. Supervised by : TRIKOESOEMANINGTYAS, SUDIRMAN YAHYA AND NURUL KHUMAIDA
Characteritation of ten wheat introduced genotypes and two varieties of wheat in two seasons and elevations showed different responses tested at any observed agronomical characters. Agronomical and physiological characters with high heritability estimated value and wide genetic variability were plant height, spikelet number and flag leaf area. There were five traits that directly affected seed weight/plant namely number of seeds/spike, number of seeds/plant, chlorophyll a, chlorophyll b and total chlorophyll characters. Index genotype sensitivity to high temperatures vary greatly based on the character were observed, the yield character of OASIS/SKAUZ//4 * BCN Var-28 genotype had a medium tolerance in two seasons. The G-21 and LAJ tolerance can be selected based on weight of seeds/spike, chlorophyll b, and yield characters, while Oasis tolerance can be selected based on the length of spike and grain weight/plant (2010). Genotype Oasis, H-21, and LAJ, Basribey tolerance can be selected based on the weight of seeds/plant and seed weight/spike. The Interaction of genotype x season x elevation significantly affected plant height, days of flowering, number of spikelet, number of floret, seed weight/spike, seed filling rate, yield, flag leaf area, stomata density, chlorophyll b and the leaves greeness characters. There only the location x genotype interactions affected the harvest, percent floret sterile, the number of seeds/panicle, 1000 grain weight, number and weight malai/m2 seeds/plants. Two genotypes had higher yield than comparable varieties Selayar the Basribey (2.00 t.ha-1) and Alibey (2.13 t.ha-1) in both elevation and two seasons. The HP 1744 is a stable genotype (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1) and varieties Selayar (1.92 t.ha-1). The results showed that the orientation of dose dose> 400 gy cause seedling growth under stress and cause the sprouts do not contain chlorophyll. Dose of 300 gy field research led to the death of 50% of the population in the irradiated plants. Gamma ray irradiation at 300 gy dose did not show significant effect on all the characters in M1 plants. The genetic diversity of the population appears M2 of all strains were irradiated. The characters that unaffected by the season, but only by the location x genotype interactions were the harvest time, percent of hollow floret, the number of seeds/spike, 1000 grain weight, number of spike/m2 and seed weight/plant. Basribey (2.00 t.ha-1) and Alibey (2.13 t.ha-1) genotypes had higher yield than comparator varieties (Selayar) in both elevations and two seasons. The stable genotype were HP 1744 (1.75 t.ha -1
), H-21 (1.82 t.ha-1) and Selayar (1.92 t.ha-1) varieties. The results of orientation dose showed that the > 400 gy dosage caused seedling growth experienced stress and the sprouts did not contain chlorophyll. Dose of 300 gy on field research led to the death of 50% of the irradiated plant population. Gamma ray irradiation with dose of 300 gy did not show significant effect on all the characters in M1 plants. The character with moderate to wide genetic variability was harvest time. The number of hollow floret had wide genetic variability excepting in M2 population derived from Selayar varieties. The form of M3 populations at >1000 m asl was better than < 400 m asl elevation. The M3 population had the highest median alteration were Kasifbey, Rabe and Basribey. Genetic variability and value of estimated heritability in elevation of <400 m asl wider and higher than >1000 m asl. Generally, the value of estimated heritability and genetic variability in the observed characters of the M4 generation either from elevation < 400 m asl and > 1000 m asl were high and wide, unless the character of grain weight/spike.
RINGKASAN
AMIN NUR. Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Suhu Tinggi dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi
dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma Dibimbing oleh
TRIKOESOEMANINGTYAS, SUDIRMAN YAHYA DAN NURUL KHUMAIDA
Penelitian ini terdiri dari dua tahap penelitian besar yaitu 1) Adaptasi genotipe gandum introduksi dua elevasi yaitu elevasi < 400 m dpl (Bogor) dan > 1000 m dpl (Cipanas) masing-masing dua musim, penelitian di masing-masing elevasi dan musim disusun berdasarkan rancangan acak kelompok 3 ulangan, 2) Peningkatan keragaman genetik dengan induksi mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar gamma, penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu orientasi dosis 0 – 1000 gy, penanaman empat genotipe dan dua varietas materi M1 dengan dosis 300 gy di elevasi >1000 m dpl, selanjutnya populasi M2 ditanam pada elevasi <400 m dpl, kemudian dilanjutkan populasi M3, pertanaman dibagi dua yaitu elevasi < 400 m dpl dan > 1000 m dpl, benih M4 dipilih diseleksi per malai masing-masing 300 malai/elevasi untuk penanman populasi M4 kembali ditanam di elevasi <400 m dpl. Hasil karakterisasi sepuluh genotipe gandum introduksi dan dua varietas gandum nasional menunjukkan perbedaan respon didua elevasi dan dua musim terhadap karakter agronomi dan fisiologi yang diamati. Karakter agronomi dan fisiologis yang memiliki nilai duga heritabilitas tinggi dengan keragaman genetik luas adalah karakter tinggi tanaman jumlah spikelet dan luas daun bendera. Karakter yang berkorelasi nyata dan positif dengan karakter bobot biji/tanaman adalah karakter jumlah biji/malai, bobot biji/malai dan jumlah biji/tanaman. Hanya klorofil b berpengaruh langsung terhadap bobot biji/tanaman dikedua elevasi, sementara empat karakter lain seperti jumlah biji/malai, jumlah biji/tanaman, klorofil a dan klorofil total memberikan respon yg berbeda. Indeks kepekaan genotipe terhadap suhu tinggi sangat bervariasi berdasarkan karakter yang diamati, berdasarkan karakter hasil genotipe OASIS/SKAUZ//4*BCNVar-28 memiliki toleransi medium di dua musim. Genotipe G-21 dan LAJ toleransinya dapat diseleksi berdasarkan bobot biji/malai, klorofil b dan hasil, sementara Oasis toleransinya dapat diseleksi berdasarkan panjang malai dan bobot biji/tanaman (2010). Genotipe Oasis, H-21, Basribey dan LAJ toleransinya dapat diseleksi berdasarkan bobot biji/tanaman dan bobot biji/malai
Selayar di kedua elevasi yaitu Basribey (2.00 t.ha-1) dan Alibey (2.13 t.ha-1 ). Genotipe yang memperlihatkan hasil stabil adalah HP 1744 (1.75 t.ha-1), H-21 (1.82 t.ha-1) dan varietas Selayar (1.92 t.ha-1), Menemen (1.82 t.ha-1) merupakan genotipe yang spesifik lingkungan
Orientasi dosis dilakukan dengan meradiasi satu varietas yaitu Nias dengan dosis 0 – 1000 gy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dosis > 400 gy hanya menyebabkan penghambatan pertumbuhan dan menyebabkan kecambah menjadi abnormal atau tidak memiliki klorofil namun tidak menyebabkan kematian dari tanaman yang diiradiasi. Dosis 300 gy pada penelitian lapang menyebabkan kematian 50% dari populasi tanaman yang di iradiasi. Penelitian selanjutnya dengan meradiasi empat genotipe dan dua varietas pada dosis 300 gy. Iradiasi sinar gamma dengan dosis 300 gy tidak memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap semua karakter pada tanaman M1. Karakter dengan keragaman genetik sedang sampai luas adalah karakter umur panen, jumlah floret hampa, kecuali pada populasi M2 turunan varietas Selayar. Penampilan populasi tanaman M3 di elevasi > 1000 m dpl lebih baik dibanding di elevasi <400 m dpl. Populasi Tanaman M3 memiliki perubahan nilai tengah paling tinggi adalah M3Kasifbey, M3Rabe dan M3Basribey. Keragaman genetik dan nilai duga heritabilitas elevasi <400 m dpl lebih luas dan tinggi dibandingkan elevasi >1000 m dpl. Umumnya nilai duga heritabilitas dan keragaman genetik generasi M4 pada karakter yang diamati baik yang berasal dari elevasi < 400 m dpl maupun elevasi > 1000 m dpl umumnya tinggi dan luas, kecuali pada karakter bobot biji/malai.
@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau meyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB
ADAPTASI TANAMAN GANDUM (
Triticum aestivum L.
)
TOLERAN SUHU TINGGI DAN PENINGKATAN KERAGAMAN
GENETIK MELALUI INDUKSI MUTASI DENGAN
MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA
AMIN NUR
Disertasi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada
Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman (PBT)
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
Penguji pada Ujian Tertutup : Dr. Ir. Yudiwanti Wahyu E. Kusumo, MS (Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB)
Dr. Ir. Miftahuddin, MS
(Staf Pengajar Departemen Biologi, Fakultas MIPA, IPB)
Penguji pada Ujian Terbuka : Dr. Ir. Hajrial Aswidinnoor, MSc
(Staf Pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian IPB)
Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc
(Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor)
Judul Disertasi : Adaptasi Tanaman Gandum (Triticum aestivum L.) Toleran Suhu Tinggi dan Peningkatan Keragaman Genetik Melalui Induksi Mutasi dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma
Nama : Amin Nur
NRP : A263 09 0051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc Ketua
Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya MSc. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi Anggota Anggota
Diketahui,
Ketua Mayor Dekan Sekolah Pascasarjana Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman
Dr. Ir.Trikoesoemaningtyas, MSc. Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc. Agr
PRAKATA
Segala puja, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T.,
atas segala limpahan, rahmat, berkah, hidayah dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Disertasi yang berjudul “Adaptasi Tanaman Gandum
(Triticum aestivum L.)Toleran Suhu Tinggi dan Peningkatan Keragaman Genetik
Melalui Induksi Mutasi Dengan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma”
merupakan kelengkapan tugas akhir pada Program Doktor Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis menghaturkan ucapan terima kasih dan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :
1. Dr. Ir. Trikoesoemaningtyas, MSc sebagai ketua komisi pembimbing, Prof.
Dr. Sriani Sujiprihati MS (Almarhumah), Prof. Dr. Ir. Sudirman Yahya MSc
dan Dr. Ir. Nurul Khumaida MSi sebagai anggota komisi pembimbing atas
dorongan moril, motivasi, pengarahan, masukan dan diskusi sejak
perencanaan dan penyusunan penelitian hingga penyelesaian tulisan.
Ucapan terima kasih kepada Dr. Muh.Syukur, SP, MSi dan Prof. Dr. Ir.
Sudirman Yahya sebagai penguji luar komisi pada ujian prelim lisan, Dr. Ir.
Yudiwanti Wahyu MS dan Dr. Ir. Miftahuddin, MS sebagai penguji luar
komisi pada ujian tertutup, serta Dr. Ir. Hasil Sembiring MSc dan Dr. Ir.
Hajrial Aswidinnoor MSc sebagai penguji luar komisi pada ujian terbuka
yang telah memberikan saran dan masukan guna memperbaiki disertasi ini
2. Kepala Badan Litbang Pertanian dan ketua Komisi Pembinaan SDM Badan
Litbang Pertanian yang telah memberikan kesempatan dan beasiswa untuk
melaksanakan tugas belajar pada Program Pascasarjana Institut Pertanian
Bogor.
3. Kepala Pusat Penelitian Tanaman Pangan dan Kepala Balai Penelitian
Serealia Lain (Balitser) Maros yang telah memberikan izin belajar.
5. Dr. Ir. Supriyanto, Dr. Muh.Azrai, SP, MSi dan Imam Mawardi, kami
ucapkan banyak terima kasih atas segala bantuannya dan motivasinya
selama melakukan penelitian di Seameo-Biotrop.
6. Aziz Natawijaya, SP, MSi, Haji Kumiyun, Irawan, Dian Fahtianty SP, Mas
Djoko, Mas Bambang, pak Yudi, Hasnah SP dan Karlina Syahruddin yang
telah banyak membantu dalam melaksanakan penelitian
7. Rekan-rekan mahasiswa Pascasarjana angkatan 2009 dan rekan-rekan lain
yang tidak dapat penulis sebutkan semuanya yang telah berbagi ilmu dan
kerjasamanya.
Rasa hormat dan terima kasih serta penghargaan yang tiada henti penulis
sampaikan kepada Ibunda tercinta Hj. Sitti Hamsinah dan Ayahanda H.
Badaruddin Gassing serta mertua penulis Drs. H. Muh. Djafar dan Hj. Sitti
Hasnah atas do’a restu, dorongan dan motivasinya selama ini. Kepada Saudaraku
kakanda Dr. Ir. H.Nasaruddin MS/H.Agustini, Drs. Ansar/Dra. Bungadia,
Dr. Drs. Adnan MSc/Dra. Marliyah, Prof. Dr. Ir. Muh. Farid, MP/Ir. Darpenidar,
Dra. Wahidah Masnani M.Hum/Drs. Alwi M.Hum, Sitti Naimah Masyhar, S.Si
Apt M.Kes/Ahmad Munatsir, ST, Hamsurijal ST/Jumriani Mustafa, SKM, Abdul
Malik Musafir ST, MT/Siti Halimah Larekeng, SP, MS, adikku tercinta Siti
Fatimah S.Si MSc dan Rahmah, SP, MSi serta semua keponakan yang tidak dapat
penulis sebut satu per satu juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya.
Kepada istriku tercinta Hj. Suminarti, S.SosI MA dan anakku tercinta Azkana
Ratifah Zulaikhatul Amin terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya atas segala do’a, dorongan, kesabaran, ketabahan, keikhlasan dan ketulusannya mendampingi penulis dalam segala suka dan duka sehingga mampu
menyelesaikan disertasi ini.
Akhir kalam, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu pengetahuan.
Bogor, Maret 2013
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Watampone pada tanggal 17 Agustus 1976 sebagai
putra kesepuluh dari dua belas bersaudara pasangan H. Badaruddin Gassing dan
Hj. Sitti Hamsinah Dg.Nikaya. Penulis menikah dengan Hj. Suminarti, S.SosI,
M.Ag pada tanggal 26 Februari 2005 dan saat ini telah dikaruniai seorang putri
yaitu Azkana Ratifa Zulaikhatul Amin (1 tahun 10 bulan).
Penulis menempuh Jenjang pendidikan di Program Diploma Tiga (D3)
Pertanian Jurusan Budidaya Tanaman Fakultas Pertanian dan Kehutanan
Universitas Hasanuddin, lulus tahun 1998. Selanjutnya penulis melanjutkan Studi
jenjang Sarjana (S1) Program Studi Pemuliaan Tanaman Jurusan Budidaya
Pertanian, Fakultas Pertanian dan Kehutanan Universitas Hasanuddin, lulus tahun
2000. Tahun 2007 penulis melanjutkan jenjang Magister pada Mayor Pemuliaan
dan Bioteknologi Tanaman (PBT) Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Tahun yang sama 2009 penulis mengikuti pendidikan program doktor pada Mayor
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman (PBT) Program Pascasarjana, Institut
Pertanian Bogor. Tahun 2001 penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil dan
ditempatkan di Balitkabi (Balai Penelitian Tanaman Kacang dan Umbi-umbian
Malang), Jawa Timur sebagai staf peneliti pemuliaan tanaman kedelai. Tahun
2005 – sekarang penulis bekerja di Balitsereal (Balai Penelitian Tanaman
Serealia) Maros, Sulawesi Selatan sebagai staf peneliti pemuliaan tanaman Sereal
(Jagung, gandum dan sorghum). Beasiswa pendidikan S2 dan S3 diperoleh dari
Badan Litbang Pertanian Kementerian Pertanian Republik Indonesia.
Sebagian disertasi ini telah dipublikasikan pada jurnal Agrivigor Vol. 11
(3) tahun 2012 dengan judul Evaluasi dan Keragaman Genetik Galur Gandum
Introduksi (Triticum aestivum L) di Agroekosistem Tropis dan dipresentasikan
pada Seminar Nasional Perhimpunan Ilmu Pemuliaan Indonesia (PERIPI) dengan
judul Keragaman Genetik, Heritabilitas dan Indeks Sensivisitas Karakter
Agronomi Genotipe Gandum (Triticum Aestivum L) Introduksi di Agroekosistem
DAFTAR ISI Mekanisme dan Toleransi terhadap Cekaman Suhu Tinggi………... Interaksi Genetik x Lingkungan……….. Stabilitas Model AMMI……….. Metode Shuttle Breeding……….
Penampilan Karakter Agronomi Genotipe Gandum
INTERAKSI GENETIK X LINGKUNGAN DAN STABILITAS HASIL GENOTIPE GANDUM INTRODUKSI (Triticum aestivum L) DI
AGROEKOSISTEM TROPIKA
Bahan dan Metode...
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi beberapa spesies Triticum berdasarkan kelas ploidi…………. 12
2 Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter gandum introduksi
pada masing-masing lokasi………. 31
3 Analisis ragam gabungan menggunakan model acak………. 31
4 Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif genotipe gandum pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 41
5 Umur berbunga dan umur panen genotipe gandum pada agroekosistem
tropis MH 2010 dan MK 2011……… 43
6 Panjang malai dan jumlah spikelet genotipe gandum pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 44
7 Jumlah floret hampa dan persentase floret hampa genotipe gandum pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 45
8 Bobot biji/tanaman dan bobot biji/malai genotipe gandum pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 47
9 Jumlah malai/meter dan laju pengisian biji genotipe gandum pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 48
10 Bobot 1000 biji dan hasil genotipe gandum pada agroekosistem tropis
MH 2010 dan MK 2011……….. 49
11 Jumlah biji/malai dan jumlah biji/tanaman genotipe gandum pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 50
12 Luas daun bendera dan ketebalan daun genotipe gandum pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 53
13 Kehijauan daun dan kerapatan stomata genotipe gandum pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 54
14 Klorofil a dan klorofil b genotipe gandum pada agroekosistem tropis
MH 2010 dan MK 2011……….. 56
15 Nisbah klorofil a/b dan klorofil total genotipe gandum introduksi pada
16 Parameter genetikkarakter agronomi dan morfologis genotipe gandum
pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………... 58
17 Analisis korelasi karakter agronomi dan fisiologis genotipe gandum
introduksi terhadap karakter bobot biji/tanaman……… 61
18 Indeks kepekaan karakter agronomi genotipe gandum introduksi di
agroekosistem tropis... 68
19 Indeks kepekaan karakter agronomi genotipe gandum introduksi di
agroekosistem tropis... 69
20 Indeks kepekaan karakter agronomi genotipe gandum introduksi di
agroekosistem tropis... 70
21 Analisis ragam dan kuadrat tengah harapan karakter agronomi genotype
gandum introduksi pada masing-masing lokasi……… 78
22 Ragam gabungan musim, elevasi dan genotipe menggunakan model
acak……… 78
23 Analisis ragam gabungan lokasi dan galur model acak ……… 78
24 Analisis ragam gabungan model AMMI (Additive Main Effects and
Multiplicative Interaction)……… 79
25 Analisis ragam gabungan musim, elevasi dan genotipe karakter agronomi, morfologi dan fisiologi genotipe gandum introduksi di
agroekosistem tropis ……… 82
26 Analisis ragam gabungan lokasi dan genotipe karakter agronomi dan fisiologi genotipe gandum introduksi di agroekosistem tropis MH 2010
dan MK 2011……… 85
27 Tinggi tanaman dan jumlah anakan produktif genotipe gandum
introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 86
28 Umur berbunga dan umur panen galur genotipe gandum introduksi pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………... 87
29 Panjang malai dan jumlah spikelet genotipe gandum introduksi pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 88
30 Persentase floret hampa dan jumlah floret hampa genotipe gandum
31 Jumlah biji/malai dan jumlah biji/tanaman genotipe gandum introduksi
pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……… 90
32 Bobot biji/malai dan bobot biji/tanaman genotipe gandum introduksi
pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………... 91
33 Laju pengisian biji dan jumlah malai/m2 genotipe gandum introduksi
pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 92
34 Bobot 1000 biji dan hasil genotipe gandum introduksi pada
agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 93
35 Luas daun bendera dan kerapatan stomata genotipe gandum introduksi
pada agroekosistem MH 2010 dan MK 2011……….. 94
36 Klorofil a klorofil b dan nisbah klorofil a/b genotipe gandum introduksi
pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011……….. 95
37 Klorofil total, ketebalan daun dan kehijauan genotipe gandum
introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011…………. 97
38 Rata-rata hasil genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis
MH 2010 dan MK 2011…….………... 98
39 Analisis ragam model AMMI2 untuk hasil genotipe gandum introduksi
pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011………. 100
40 Rata-rata hasil, galat baku, kuadrat tengah interaksi dan kuadrat tengah regresi sebelas genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis
MH 2010 dan MK 2011………... 103
41 Analisis ragam karakter agronomi beberapa genotipe gandum introduksi pada agroekosistem tropis MH 2010 dan MK 2011.………... 114
42 Perbedaan nilai tengah karakter agronomi populasi M1 hasil iradiasi
sinar gamma (300 gy) dengan kontrol ……….. 115
43 Nilai tengah karakter agronomi populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma
(300 gy) pada cekaman suhu tinggi……… 117
44 Nilai tengah karakter agronomi populasi M2 galur gandum introduksi
45 Keragaman genetik dan heritabilitas karakter agronomi populasi M2
pada cekaman suhu tinggi………... 122
46 Keragaman genetik dam heritabilitas karakter agronomi populasi M2
pada cekaman suhu tinggi………. 124
47 Nilai tengah karakter agronomi populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma
di Bogor dan Cipanas……….. 133
48 Komponen ragam dan keragaman karakter kehijauan daun, tinggi tanaman, panjang malai dan jumlah spikelet/malai gandum populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma di Bogor dan Cipanas ………
134
49 Komponen ragam dan keragaman karakter jumlah floret hampa, jumlah anakan produktif, bobot biji/malai dan jumlah biji/malai gandum
populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma di Bogor dan Cipanas………… 136
50 Komponen ragam dan keragaman karakter bobot biji/tanaman dan jumlah biji/tanaman gandum populasi M3 hasil iradiasi sinar gamma di
Bogor dan Cipanas……….. 137
51 Kemajuan genetik akibat seleksi genotipe gandum generasi M3 pada
kondisi optimum dan cekaman suhu tinggi……… 139
52 Nilai tengah karakter agronomi 499 galur mutan turunan dari Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey dan Basribey pada kondisi cekaman suhu
tinggi……….. 142
53 Nilai tengah karakter agronomi 499 galur mutan turunan dari Dewata, Selayar, Oasis, Rabe, Kasifbey dan Basribey pada kondisi cekaman suhu
tinggi………... 143
54 Nilai tengah karakter agronomi 124 galur mutan (59 hasil seleksi Cipanas) dan (65 hasil seleksi bogor) terpilih turunan dari Dewata,
DAFTAR GAMBAR
Asal Gandum Tetraploid dan hexaploid. Spesies T.turgidum
Tetraploid berasal dari kombinasi genom A dari T.monococcum dan genom B dari spesies liar, sedang T.aestivum Hexaploid berasal dari kombinasi genom AB dari T.turgidum dan genom D dari Ae. Tauchi
Skema siklus resproduksi sereal dan pengaruh cekaman abiotik pada Setiap perbedaan tahap perkembangan reproduksi……….
Hubungan sebab akibat antara karakter tanaman (1,2,3,....k) terhadap hasil (Y)………
Periode perkecambahan dan Pertumbuhan tanaman gandum umur 2 hst hingga 55 hst di elevasi (>1000 mdpl) dan elevasu (<400 mdpl)...
Keragaan jumlah anakan galur gandum (A) Elevasi >1000 m dpl) dan (B) Elevasi < 400 m dpl………
Penampilan galur gandum introduksi HP 1744 (A) fase vegetatif elevasi < 400 m dpl (Bogor), (B) fase generatif elevasi < 400 m dpl (Bogor), (C) fase vegetatif elevasi >1000 m dpl (Cipanas), (D) fase generatif elevasi >1000 m dpl (Cipanas) MH 2010………
Keragaan gandum varietas Dewata (A) elevasi < 400 m dpl (Bogor) dan (B) elevasi > 1000 m dpl (Cipanas)………...
Penampilan ketebalan daun menggunakan metode mikro teknik dengan pembesaran 10x (A) Selayar Cipanas (1170 m dpl), (B) Selayar Bogor (<400 mdpl), (C) HP 1744 Cipanas dan (D) HP 1744 Bogor………..
Penampilan stomata gandum a Dewata di Cipanas, b Dewata di Bogor, c HP 1744 di Cipanas dan d HP1744 di Bogor………..
Diagram lintas galur gandum introduksi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman di Bogor MH 10/ MH 11…….
Diagram lintas galur gandum introduksi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman di Cipanas MH 10/MH 11….
14
Grafik biplot genotipe dan karakter berdasarkan kndeks kepekaan Dengan menggunakan komponen utama tahun 2011………
Kurva respon penampilan potensi dan rata-rata hasil galur gandum di Agroekosistem tropis……….
Biplot AMMI 1dengan tingkat kesesuaian 98 % ...
Biplot AMMI 2 dengan tingkat kesesuaian 96,1 %...
Penampilan dosis iradiasi sinar gamma 0 – 700 gy terhadap laju perkecambahan biji gandum………..
Penampilan pertumbuhan kecambah biji gandum pada dosis iradiasi sinar gamma 600, 700, 800, 900 dan 1000 gy pada umur 7 HST……..
Penampilan pertumbuhan kecambah gandum di lapangan pada dosis iradiasi sinar gamma (A) 0 gy, (B) 100 gy, (C) 200 gy, (D) 300 gy, (E) 400 gy dan (F) 500 gy pada umur 15 HST……….
Box plot umur berbunga dan umur panen tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi…..
Box plot kehijauan daun dan tinggi tanaman tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi…...
Box plot panjang malai dan jumlah spikelet tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi…..
Box plot jumlah spikelet hampa, jumlah biji/malai dan bobot biji/malai tetua dan populasi M2 hasil iradiasi sinar gamma pada lingkungan cekaman suhu tinggi………...
Penampilan populasi tanaman M3 gandum hasil iradiasi sinar gamma di lokasi cekaman suhu tinggi (Bogor A dan C) dan lokasi optimum (Cipanas B dan D)……….
DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata kondisi lingkungan selama penelitian 2010 dan 2011…….
Hasil analisis contoh tanah………...
Deskripsi Gandum Dewata dan Selayar………...
Deskripsi Gandum Basribey, Alibey dan Menemen………
Laju Dosis Iradiasi sinar Gamma pada bulan Mei 2009 dengan aktivitas 1046,16976 ci……….
Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Bogor………..
Matriks korelasi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Bogor………
Pengaruh langsung dan tidak langsung karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Cipanas………...
Matriks korelasi karakter agronomi dan fisiologis terhadap bobot biji/tanaman galur gandum introduksi di lokasi Cipanas……….
Analisis kandungan klorofil……….
168
169
169
170
171
172
173
174
175
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan laju pertambahan penduduk dunia yang tinggi, industrialisasi
dan pemakaian bahan bakar fosil serta eksplorasi sumber daya alam yang
dilakukan mengubah dan mempercepat perubahan susunan atmosfer bumi.
Fenomena ini menyebabkan perubahan iklim global yang memicu terjadinya
pemanasan global. Peningkatan suhu global berpotensi mempengaruhi produksi
pertanian sehingga berdampak pada kemampuan dunia dalam memenuhi
kebutuhan pangan. Di Indonesia perubahan iklim global ini berdampak secara
langsung terhadap sektor pertanian, karena keberhasilan produksi pertanian sangat
tergantung pada kondisi iklim (Warren et al. 2006). Analisis keterkaitan
perubahan iklim dengan produksi pangan strategis ditujukan untuk mendapatkan
berbagai opsi dan strategi adaptasi tanaman terhadap perubahan iklim di
Indonesia.
Menurut laporan dari Inter Panel Climate Change (IPCC), pada tahun
2025 - 2100 suhu global akan naik 0,3 oC per dekade mencapai sekitar 1 - 3 oC di atas nilai sekarang, dan menyebabkan pemanasan global. Peningkatan suhu
dapat menyebabkan perubahan distribusi geografis dan musim tanam pada
tanaman pertanian (Jones et al. 1999; Porter 2005). Strategi adaptasi yang paling
mendesak dilakukan untuk menanggulangi pemanasan suhu tinggi terhadap
pertanian di Indonesia menurut World Development Report (2008) antara lain:
menanam varietas yang memiliki daya adaptasi tinggi, mengubah masa tanam
menyesuaikan cuaca dan mempraktekkan pertanian dengan masa tanam yang
lebih singkat. Selain itu diperlukan penelitian yang intensif serta diseminasi yang
terpadu atas berbagai varietas baru komoditas pertanian yang memiliki daya tahan
tinggi terhadap kekeringan, banjir, peningkatan temperatur serta memiliki potensi
emisi CO2 yang rendah.
Gandum sebagai tanaman serealia penting di dunia, memiliki peran
strategis dalam mendukung ketahanan pangan dan pemenuhan kebutuhan pangan
dikonsumsi sekitar dua milyar penduduk di dunia (sekitar 36% dari total
penduduk dunia).
Ditinjau dari kandungan nutrisi, gandum merupakan tanaman serealia yang
memiliki komposisi nutrisi lebih tinggi dibanding tanaman serealia lain.
Komposisi protein gandum (13%), jagung dan Oats (10%), Padi (8%), Barley dan
Rye (12%), sedang karbohidrat gandum (69%), padi (65%), Jagung (72%)
Barley (63%) dan Rye (71%). Namun yang paling penting adalah gandum
memiliki kandungan glutein tinggi yang dapat mencapai 80% dari biji gandum.
Kandungan glutein yang tinggi merupakan karakter kandungan fitokimia yang
khas untuk gandum dibanding serealia lain. Glutein adalah protein yang bersifat
kohesif dan liat yang berperan sebagai zat penentu elastisitas adonan berbasis
tepung.
Tepung terigu sebagai produk olahan dari biji gandum sebagai bahan baku
makanan yang tidak asing lagi di Indonesia, konsumsi terbesar adalah 35% untuk
konsumsi rumah tangga baik dalam bentuk mie basah atau mie kering, 25% untuk
industri roti, 20% industri mie instant, 15% untuk industri cake dan biskuit,
sisanya 5% untuk gorengan. Jenis makanan tersebut sangat disukai oleh
masyarakat mulai dari anak-anak sampai kalangan orang dewasa/orang tua, baik
dari kalangan bawah sampai tingkat atas. Beragamnya produk olahan berbasis
terigu menyebabkan produksi terigu dan permintaan gandum meningkat
sebanding dengan tingkat konsumsi masyarakat terkait dengan tingkat pendapatan
dan laju pertambahan penduduk yang selalu meningkat (Adnyana et al. 2006)
Konsumsi tepung terigu per kapita di Indonesia setiap tahunnya terus
meningkat seiring dengan pertambahan jumlah penduduk dan semakin
membaiknya gizi masyarakat terutama di perkotaan yaitu mulai dari 6.18
kg/kapita pada tahun 1984 menjadi 15.84 kg/kapita pada tahun 2003, dan
meningkat menjadi 16.9 kg/kapita pada tahun 2005. Data Asosiasi Produsen
Tepung Terigu Indonesia (APTINDO), konsumsi terigu Indonesia meningkat
sangat signifikan dari 9.9 kg per kapita pada 2002, menjadi 17.11 kg per kapita
pada 2007 atau sekitar 12% dari konsumsi pangan Indonesia dan pada tahun 2009
mencapai 17.7 kg/kapita. Karena itu, impor gandum juga terus mengalami
mencapai 4.5 juta ton, kemudian mengalami peningkatan mencapai 4.770.000
ton (US$ 697.524.000) pada tahun 2007 dan pada tahun 2010 mencapai level 5
juta ton. Data BPS menunjukkan bahwa impor biji gandum tahun 2011 telah
mencapai 5.4 juta ton dengan pengekspor utama dari Australia sebanyak 3.7 juta
ton, Canada 982.200 ton dan Amerika Serikat 747.900 ton. Sedangkan impor
tepung terigu tahun 2011, mencapai 680.100 ton dengan nilai 281.7 juta dolar
AS. Pengekspor tepung terigu utamanya berasal dari Turki sebanyak 387.400 ton
dan Sri Lanka 207.800 ton serta sisanya dari Ukraina, Belgia, dan Australia.
Asosiasi Produsen Tepung Terigu Indonesia (Aptindo) memperkirakan
permintaan tepung terigu dalam negeri pada 2012 naik 6 persen dibanding 2011
yang mencapai 4.7 juta ton.
Jika dikaji lebih lanjut, kebijakan impor gandum untuk jangka pendek
merupakan salah satu solusi untuk menjawab peningkatan permintaan kebutuhan
terigu di dalam negeri. Namun untuk keperluan jangka panjang bukan
merupakan solusi yang baik untuk memenuhi kebutuhan terigu dalam negeri,
sebab akan menyebabkan ketergantungan negara terhadap negara-negara
pengekspor gandum dan menguras devisa Negara.
Pengembangan gandum dunia saat ini, terutama di negara-negara
berkembang, dihadapkan pada masalah cekaman lingkungan. Dua jenis cekaman
utama yang dihadapi gandum adalah kekeringan dan suhu tinggi. Produksi
gandum menurun secara nyata pada lingkungan dengan cekaman kekeringan
paling tidak pada 15 juta ha areal pertanaman gandum di negara berkembang.
Lebih dari 7 juta ha gandum ditanam pada lingkungan dengan cekaman suhu
tinggi yaitu rata-rata suhu harian lebih dari 17.5°C pada bulan terdingin.
Sementara cekaman suhu pada fase akhir pertumbuhan menjadi masalah pada
40% areal pertanaman gandum di daerah temperate yang mencapai 36 juta ha
(Reynolds 2002).
Gandum merupakan komoditas yang banyak dikembangkan di daerah
subtropis, oleh karena itu pengembangan gandum di Indonesia lebih sesuai
dibudidayakan di dataran tinggi (>800 mdpl) dengan suhu sekitar 22 – 24oC. Sementara itu, kondisi iklim yang demikian hanya dapat ditemukan di beberapa
akan bersaing dengan komoditas yang sering ditanam di dataran tinggi seperti
sayuran dan tanaman hortikultura lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih
tinggi. Disamping itu sosialisasi pengembangan gandum masih kurang di
masyarakat dan tidak tersedianya pasar dan petani belum begitu mengenal cara
pengolahan gandum.
Indonesia merupakan negara tropis yang memiliki variasi lingkungan
geofisik yang sangat besar dan memberikan lingkungan tumbuh bagi tanaman
yang sangat besar pula variasinya. Kondisi tersebut memberikan petunjuk adanya
variasi ciri-ciri dan potensi-potensi khusus dari suatu wilayah yang perlu
dimanfaatkan secara baik. Adanya variasi lingkungan makro tersebut tidak
menjamin suatu genotipe/varietas tanaman akan tumbuh baik dan memberikan
hasil panen tinggi di semua wilayah. Hal ini terkait dengan kemungkinan ada
tidaknya interaksi antara genotipe tanaman dengan kisaran variasi lingkungan.
Beberapa usaha yang telah dilakukan untuk memperoleh varietas gandum
yang sesuai untuk daerah tropis. CIMMYT (International Maize and Wheat
Improvement Center) mengadakan seleksi untuk gandum yang toleran terhadap
temperatur dan curah hujan yang tinggi. Peneliti Indonesia telah mengevaluasi
genotipe-genotipe gandum introduksi dan juga mengadakan seleksi dari populasi
bersegregasi (Gayatri et al. 1985; Dasmal et al. 1994). Beberapa hasil penelitian
melaporkan bahwa hasil gandum di Lembang (Jabar 1100 m dpl) mencapai 3.34
ton ha-1, varietas Nias di Malino dapat menghasilkan 5.37 t/ha pada 2001, tetapi pada 2002 produksi tertinggi hanya 2.05 t/ha karena perbedaan kesuburan tanah
(Dahlan et al. 2003). Pada tahun 2003 telah berhasil dirilis varietas baru gandum
yang lebih adaptif pada ketinggian 1000 mdpl yaitu varietas SELAYAR
(HAHN/2*WEAVER CMBW 89 Y 01231-OTOPM-16Y-010M-1Y-010M) dan
DEWATA (DWR-162) yang berasal dari Negara India
Untuk meningkatkan daya saing dan produksi gandum dalam negeri
sebagai sumber pangan dan diversifikasi pangan, perlu dilakukan usaha
ekstensifikasi di ketinggian tempat yang lebih rendah melalui perakitan varietas
gandum yang dapat beradaptasi pada suhu tinggi dan dataran rendah (400- 600
mdpl). Salah satu faktor pembatas usaha ekstensifikasi gandum didataran rendah
adalah cekaman suhu. Menurut Peet dan Willits (1998) cekaman suhu tinggi
untuk periode waktu yang cukup menyebabkan kerusakan yang tidak dapat balik
(irreversibel) pada pertumbuhan dan perkembangan tanaman, sehingga batasan
suhu tinggi untuk tiap tanaman akan tergantung wilayah atau habitat asal tanaman.
Akibat suhu tinggi terjadi perubahan agregasi dan denaturasi protein serta
peningkatan fluiditas membran sel, secara tidak langsung terjadi inaktivasi
enzim-enzim di dalam mitokondria dan kloroplas, penghambatan sintesa protein,
degradasi protein dan kehilangan integritas membran (Howarth 2005 dalam
Wahid et al. 2007). Menurut Maestri et al. (2002) komposisi protein pada
tepung gandum yang dihasilkan yang berpengaruh terhadap kemampuan
mengembang pada roti (bread-making quality/BMQ). Pendekatan yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan adaptasi tanaman terhadap cekaman abiotik secara
historis menggunakan penilaian berbasis lapangan untuk mengidentifikasi kultivar
toleran, diikuti dengan program pemuliaan dan menyeleksi genotipe pada
lingkungan bercekaman penuh untuk mendapatkan genotipe yang toleran serta
diperoleh karakter tanaman yang diinginkan sebagai kriteria seleksi sesuai dengan
target cekaman (Blum 1983; Hall 1992).
Perbaikan sifat tanaman memerlukan keragaman genetik. Peningkatan
keragaman genetik dan perbaikan varietas untuk satu atau dua sifat dapat
dilakukan melalui persilangan dan induksi mutasi genetik (Witjaksono 2003).
Salah satu mutagen fisik yang sering digunakan adalah sinar gamma. Teknik
induksi mutasi sangat baik digunakan untuk tanaman yang mengalami masalah
karena tidak tersedianya sumber tetua. Gandum di Indonesia termasuk tanaman
yang memiliki sumber keragaman genetik sangat rendah sehingga untuk
mendapatkan karakter baru unggul dengan teknik hibridisasi menjadi sulit
dilakukan (Micke & Donini 1993).
Menurut Soepomo (1968), peluang dapat tidaknya terjadi mutasi dan
persentasenya tergantung pada jumlah tanaman, umur tanaman, bagian tanaman,
fase pertumbuhan dan lamanya penyinaran. Dosis iradiasi dibagi tiga yaitu tinggi
(> 10 k Gy), sedang (1-10k Gy) dan rendah (<1 k Gy). Perlakuan dosis tinggi
akan mematikan bahan yang dimutasi atau mengakibatkan sterilitas. Pada
umumnya dosis yang rendah dapat mempertahankan daya hidup atau tunas, dapat
memperpanjang waktu kemasakan buah dan sayur, serta meningkatkan kadar
Tanaman mutan juga memiliki daya tahan yang lebih baik terhadap serangan
patogen dan kekeringan (Soedjono 2003).
Dosis iradiasi yang diberikan untuk mendapatkan mutan tergantung pada
jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, kekerasan dan bahan yang akan dimutasi
(Soedjono 2003). Perubahan sifat pada mutan mencapai 95-98%, umumnya dari
sifat dominan ke resesif. Soedjono (2003) melaporkan jumlah kultivar mutan
yang dilepas sebagai hasil mutasi induksi sebanyak 64.49% dari iradiasi sinar
gamma.
Induksi mutasi terhadap biji gandum dengan kadar air 11% telah
dilaksanakan di laboratorium Brookhaven National, Upton New York, Amerika
Serikat dengan dosis 150−250 Gy sinar-X atau 8.38 x 1012 Nth/cm2 Nth.
Turunan M2 dianalisis secara kimia dan fisika, dan menghasilkan beberapa mutan
yang berbeda sifat klorofilnya (Mugnozza et al. 1993). Induksi mutasi dengan
menggunakan iradiasi sinar gamma, telah banyak digunakan untuk menginduksi
mutasi pada beberapa genera tanaman, diantaranya Chrysanthemum morifolium
(Yamaguchi et al. 2008), Ipomea batatas (Wang et al. 2006), Orthosiphon
stamineus (Pick Kiong et al. 2008), Saccharum sp. (Patade dan Suprasanna 2008),
Sorghum bicolor (Larik et al. 2009), padi (Bibi et al. 2009), Triticum aestivum
(Singh dan Balyan 2009), dan kacang-kacangan (Tah & Saxena 2009).
Perumusan Masalah
Permintaan global gandum diperkirakan akan meningkat sekitar 1.3 % per
tahun, dan sekitar 1.8% per tahun di negara-negara berkembang selama 20 tahun
berikutnya (Rosegrant et al. 1995). Untuk mengatasi permintaan ini dengan
peningkatan produksi gandum melalui peningkatan penggunaan lahan sangat tidak
mungkin. Daerah budidaya gandum di negara-negara berkembang diharapkan
akan meningkat hanya 0.14% per tahun pada 2020 (Rosegrant et al. 1995).
Dengan demikian, sebagian besar diperlukan peningkatan produksi harus berasal
dari peningkatan hasil rata-rata.
Kebutuhan gandum Indonesia secara nasional setiap tahunnya mengalami
peningkatan, hingga tahun 2009, nilai impor gandum Indonesia mencapai 4.77
t/thn biji gandum dengan tingkat kebutuhan tepung terigu 17.77 kg/kapita.
Dengan harga saat ini US$ 593/ton dibutuhkan devisa hampir US$ 2.4 miliar atau
Gandum merupakan komoditas yang banyak dikembangkan di daerah
subtropis. Oleh karena itu, gandum lebih sesuai dibudidayakan di dataran tinggi
(>800 mdpl) dengan suhu sekitar 22 – 24oC. Sementara itu, kondisi iklim yang demikian hanya dapat ditemukan di beberapa wilayah di Indonesia dan apabila
gandum dibudidayakan di daerah tersebut, maka akan bersaing dengan komoditas
yang sering ditanam di dataran tinggi seperti sayuran dan tanaman hortikultura
lainnya yang memiliki nilai ekonomi yang lebih tinggi. Disamping itu sosialisasi
pengembangan gandum masih kurang di masyarakat dan tidak tersedianya pasar
dan petani belum begitu mengenal cara pengolahan gandum
Pengembangan gandum di Indonesia sangat potensial dengan melihat
potensi sumber daya lahan. Oleh karena itu perlu dirakit varietas yang toleran
terhadap suhu tinggi atau varietas yang dapat beradaptasi pada ketinggian < 800
m.dpl. Dalam merakit varietas yang toleran terhadap suhu tinggi, perlu adanya
pemahaman terhadap karakter-karakter morfofisiologis yang dapat dijadikan
sebagai karakter seleksi yang berhubungan langsung produksi dan karakter
tersebut memiliki nilai heritabilitas tinggi.
Perbaikan adaptasi terhadap suhu tinggi, memerlukan keragaman genetik
yang tinggi. Upaya peningkatan keragaman genetik dapat dilakukan dengan
introduksi varietas gandum yang toleran terhadap suhu tinggi, kemudian
diadaptasikan di Indonesia. Pemuliaan mutasi dengan menggunakan iradiasi sinar
gamma merupakan salah satu upaya meningkatkan keragaman genetik.
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh karakter morfofisiologis yang
dapat dijadikan sebagai karakter seleksi toleran terhadap suhu tinggi dan
mendapatkan galur atau galur mutan yang berdaya hasil tinggi pada kondisi
cekaman suhu tinggi.
Tujuan Penelitian
Adapun tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah :
1. Mendapatkan karakter morfofisiologis yang dapat dijadikan sebagai karakter
seleksi untuk mendapatkan gandum toleran terhadap cekaman suhu tinggi.
2. Mengetahui pengaruh interaksi genetik x lingkungan dan genotipe stabil di
agroekosistem tropis
3. Mendapatkan keragaman genetik gandum melalui induksi mutasi dengan
4. Mendapatkan mutan yang dapat beradaptasi baik di agroekosistem tropis,
khususnya dataran rendah
Manfaat Penelitian
1. Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh karakter morfofisiologis tanaman
gandum yang adaptif terhadap suhu tinggi yang dapat dijadikan sebagai acuan
untuk seleksi dalam pengembangan varietas gandum toleran terhadap suhu
tinggi.
2. Penelitian ini diharapkan memperoleh keragaman genetik yang lebih tinggi
melalui teknik induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma.
Hipotesis
Hipotesis yang dikemukakan pada penelitian ini adalah :
1. Terdapat karakter morfofisiologis gandum yang dapat dijadikan sebagai
karakter seleksi toleran terhadap cekaman suhu tinggi.
2. Terdapat pengaruh interaksi genetic x lingkungan dan genotype stabil di
agroekosistem tropis
3. Terdapat keragaman genetik gandum melalui induksi mutasi dengan iradiasi
sinar gamma
4. Terdapat galur mutan yang beradaptasi baik di agroekosistem tropis dan
Alur Penelitian
Untuk mencapai tujuan penelitian dan menjawab hipotesis yang diajukan
dilakukan percobaab dengan skema penelitian seperti pada Gambar 1.
Gambar 1 Bagan alir penelitian.
Karakter morfofisiologi sebagai karakter seleksi dan diperoleh mutan yang dapat beradaptasi baik pada agroekosistem tropis dengan produksi tinggi ADAPTASI TANAMAN GANDUM TOLERAN SUHU TINGGI DAN
PENINGKATAN KERAGAMAN GENETIK MELALUI INDUKSI DENGAN MENGGUNAKAN MUTASI SINAR GAMMA
Seleksi pada cekaman suhu tinggi (M3) Pemuliaan mutasi
Radiasi sinar gamma
300 Gy (M1) Elevasi <400 m dpl Elevasi > 1000 m dpl
Studi keragaman populasi (M2)
Studi Morfofisiologi
Karakter Adaptasi Cekaman Suhu Tinggi
Verifikasi karakter Morfofisiologis
Elevasi > 1000 m dpl Elevasi < 400 m dpl
Pedigree
Seleksi pada lingkungan optimal (M4) Seleksi pada cekaman
suhu tinggi (M4)
Seleksi pada cekaman suhu tinggi (M5)
TINJAUAN PUSTAKA
Asal dan Konstitusi Genetik Tanaman Gandum
Gandum telah ditanam di Asia bagian barat daya, geografik pusat dari
asalnya, selama lebih dari 10.000 tahun. Spesies liarnya masih tumbuh di
Libanon, Syria, bagian utara Israel, Iraq, dan bagian timur Turki. Manusia mulai
memuliakan gandum pada awal tahun 1800-an. Semenjak itu mulai ada perbaikan
kualitas bulir dan peningkatan hasil, modifikasi dalam arsitektur tanaman serta
peningkatan ketahanan kekeringan, masa simpan, hama dan penyakit (Sleper &
Poehlman 2006)
Bukti tertua bagi penanaman gandum datangnya dari Syria, Jordan, Turki,
Armenia dan Irak. Sekitar 9000 tahun yang lalu, gandum einkorn liar ditemui dan
ditanam pada lembah subur. Sekitar 8000 tahun yang lalu, melalui mutasi
dikenallah gandum emmer dengan benih yang lebih besar, tetapi tidak mampu
disebarkan oleh angin (Wikipedia 2011). Gandum (Triticum aestivum)
merupakan spesies yang berasal dari genus Triticum, Tribe Triticeae, dan Famili
Poaceae. Triticeae merupakan Tribe dari famili Poaceae yang terdiri lebih dari 15
genus dan 300 spesies yang termasuk gandum dan barley. Genus Triticum
berkerabat dengan Hordeum, Avena, Secale, Zea, dan Oryza (Wittenberg 2004).
Spesies – spesies yang termasuk di dalam genus Triticum dikelompokkan ke dalam tiga kelas ploidi yaitu diploid(2n=2x=14), tetraploid (2n=4x= 28) dan
heksaploid (2n=6x=42) (Gambar 1) (Sakamura 1918 dalam Wittenberg 2004;
Fehr 1987; Sleper & Poehlman 2006). Saat ini terdapat 11 spesies diploid, 12
spesies tetraploid, dan 6 spesies heksaploid yang sudah diidentifikasi dan
dideskripsikan (Sleper & Poehlman 2006). Namun hanya dua spesies dari genus
Triticum yang memiliki nilai ekonomis penting yaitu Triticum aestivum dan
Triticum turgidum. Triticum aestivum merupakan gandum yang umum dikenal
yang dimanfaatkan untuk bahan baku roti. Triticum turgidum yang dikenal
dengan gandum durum digunakan untuk membuat pasta. Wilson (1955)
mengklasifikasikan gandum berdasarkan kegunaannya yang meliputi gandum
keras (hard wheat) yang memiliki kandungan gluten dan protein tinggi serta
cocok untuk pembuatan roti; gandum lunak (soft wheat) yang memiliki
kering, biskuit, dan crackers, dan gandum durum, Gandum durum : gandum yang
memiliki kandungan gluten dan protein sangat rendah, cocok untuk pembuatan
macaroni dan spaghetti. Fehr (1987) mengklasifikasikan beberapa spesies
Triticum berdasarkan kelas ploidinya (Tabel 1).
Gambar 2 Asal gandum tetraploid dan hexaploid. spesies T.turgidum, tetraploid berasal dari kombinasi genom A dari T.monococcum dan genom B dari spesies liar, sedang T.aestivum, hexaploid berasal dari kombinasi genom AB dari T.turgidum
dan genom D dari Ae. Tauchi. T.monococcum
2n=2x = 14 (DD) 2n=4x = 28
(AABB) Spesies
Diploid
3x = 21 (ABD)
Ae.tauchi T.turgidum
Gandum Tetraploid
Penggandaan Kromosom 2x = 14
(AB)
2n=2x = 14 (BB) 2n=2x = 14
(AA)
Spesies tidak dikenal X
X
Penggandaan Kromosom
T.aestivum
Gandum Hexaploid
Tabel 1. Klasifikasi Beberapa Spesies Triticum Berdasarkan Kelas Ploidi
Species Genome Status Diploid Species (2n = 14)
T. Monoccocum var. monoccocum AA Budidaya
T. Monoccocum var. boeoticum AA spesies liar
T. Dichasians CC spesies liar
T. Tauschii DD spesies liar
T. Comosum MM spesies liar
T. Speltoides SS spesies liar
T. Umbellatum UU spesies liar
Spesies Tetraploid (2n = 4x = 28)
T. turgidum L. var. dococcon AABB Budidaya
T. turgidum L. var. durum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. turgidum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. polonicum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. carthlicum AABB Budidaya
T. turgidum L. var. dicoccoides AABB spesies liar
T. timopheevii var. araraticum AAGG spesies liar
T. cylindricum DDCC spesies liar
T. ventricosum DDMM spesies liar
T. triunciale UUCC spesies liar
T. ovatum UUMM spesies liar
T. kotschyi UUSS spesies liar
Spesies Heksaploid (2n = 6x = 42)
T. aestivum L. var. aestivum AABBDD Budidaya
T. aestivum L. var. spelta AABBDD Budidaya
T. aestivum L. var. compactum AABBDD Budidaya
T. aestivum L. var. sphaerococcum AABBDD Budidaya
T. syriacum DDMMSS spesies liar
T. juvenile DDMMUU spesies liar
T. triaristatum UUMMMM spesies liar
Sumber : Fehr (1987)
Adaptasi Tanaman terhadap Perubahan Lingkungan
Adaptasi tanaman adalah kemampuan tanaman untuk menyesuaikan diri
terhadap kondisi lingkungan yang spesifik seperti kondisi suhu, cahaya, dan
ketersediaan mineral dan hara. Memahami mekanisme genetik dan fisiologis
tanaman dengan perubahan-perubahan kondisi lingkungan sangat penting untuk
menciptakan strategi yang efisien untuk mengembangkan kultivar tahan cekaman
Menurut Rao (2001) perbaikan adaptasi tanaman terhadap lingkungan dapat
dicapai dengan dua pendekatan umum: perubahan lingkungan pertumbuhan, atau
dengan pengembangan genotipe tanaman. Seringkali gabungan pendekatan
tersebut yang paling efektif. Peningkatan hasil panen yang dicapai oleh pemulia
tanaman umumnya terutama disebabkan pada perubahan-perubahan yang terbagi
dalam dua kategori (1) perubahan agronomi melalui perbaikan adaptasi genetik
untuk mengatasi kendala biotik utama dalam produksi tanaman (misalnya, hama
dan penyakit) dan abiotik (misalnya, suhu, kekeringan, kekurangan dan keracunan
mineral, dan salinitas) serta (2) meningkatkan potensial hasil genetik di atas
kultivar standar dalam lingkungan yang sama (Evans 1993; Miflin 2000).
Pendekatan yang paling berhasil untuk meningkatkan adaptasi tanaman
pangan dan pakan terhadap cekaman abiotik secara historis menggunakan
penilaian berbasis lapangan untuk mengidentifikasi kultivar toleran, diikuti
dengan program pemuliaan dan menyeleksi genotipe pada lingkungan
bercekaman penuh untuk mendapatkan galur-galur yang toleran serta diperoleh
karakter tanaman yang diinginkan sebagai kriteria seleksi sesuai dengan target
cekaman (Blum 1983; Hall 1992).
Sebuah program pengembangan tanaman yang efektif untuk meningkatkan
adaptasi tanaman secara genetik terhadap faktor-faktor cekaman abiotik akan
termasuk (1) mengidentifikasi plasma nutfah toleran terhadap faktor interes
cekaman abiotik, (2) karakterisasi sifat tanaman dan mekanisme yang
bertanggung jawab atas adaptasi genetik unggul, (3) menentukan mekanisme
warisan untuk sifat utama tanaman, (4) mengidentifikasi lokus sifat kuantitatif
(QTLs) terkait dengan sifat kunci yang terlibat dalam toleransi cekaman dalam
menyeleksi dengan bantuan marker (marker-assisted selection) dalam populasi
layak, dan (5) mengembangkan skema peningkatan genetik yang terintegrasi.
Identifikasi Sifat Morfofisiologis Utama
Efektivitas seleksi untuk sifat-sifat morfofisiologis tergantung pada
faktor-faktor seperti heritabilitas, korelasi genetik antara sifat-sifat, input yang
diperlukan untuk mengukur suatu sifat, intensitas seleksi dan cara di mana seleksi
tentang respon tanaman pada iklim yang berbeda dan faktor-faktor cekaman
edafik menunjukkan bahwa variasi genetik tersedia untuk sejumlah sifat fisiologis
penting. Pemulia telah mencoba untuk memasukkan variasi genetik ini ke dalam
kultivar yang menunjukkan semua toleransi tanaman terhadap cekaman.
Selain itu, banyak metode yang diusulkan oleh ahli fisiologi untuk
memantau toleransi terhadap cekaman didasarkan pada penampilan
masing-masing sel tunggal, jaringan, organ, atau individu tanaman dan tidak memberikan
indikasi yang baik pada semua respon tanaman terhadap cekaman ketika
ditumbuhkan dalam pembibitan berjarak tanam atau dalam lingkungan yang
kompetitif di lapangan. Ceccarelli et al. (1991a) berpendapat bahwa seleksi untuk
satu sifat sering tidak berhasil, terutama pada lingkungan yang tak terduga di
mana frekuensi, waktu, dan tingkat keparahan cekaman tidak diketahui.
Simulasi pemodelan dapat membuat kontribusi penting untuk
meningkatkan adaptasi tanaman terhadap lingkungan bercekaman penuh.
Kemampuan kita untuk menilai secara akurat berbagai proses interaksi selama
siklus hidup tanaman terbatas, dan pengembangan model dapat menghapus
banyak "hunch taking" dalam memilih sifat-sifat fisiologis yang relevan untuk
manipulasi genetika (Moorby 1987; Shorter et al. 1991). Hasil benih dapat
digambarkan sebagai akumulasi laju fotosintat, intensitas atau fraksi asimilat
yang terbentuk untuk dialokasikan benih, durasi photoassimilate partitioning
untuk benih, dan sejauh mana remobilisasi dari bahan asimilasi sebelumnya ke
benih. Boote dan Tollenaar (1994) menggunakan simulasi pertumbuhan tanaman
untuk mengevaluasi hipotesis respon hasil pada banyak sifat-sifat genetis.
Dengan menggunakan pendekatan pemodelan, mereka membuat evaluasi yang
sistematis tentang pentingnya sifat tanaman sebagai efek dari 5P potensi hasil:
prior events- peristiwa sebelum (kanopi vegetatif dengan tillering yang memadai
dan penentuan posisi buah-fruiting sites), fotosintesis, partitioning, pod-filling
or grain-filling period (periode pengisian poling/biji), dan prior accumulation
(sebelum akumulasi) serta remobilization of photosynthates and minerals
(remobilisasi fotosintat dan mineral). Mereka menemukan bahwa dari lima P
terdaftar, lamanya periode pengisian polong yang paling mungkin untuk
menyarankan bahwa perbaikan hasil juga berasal dari peningkatan toleransi
terhadap cekaman sejauh fotosintesis dipertahankan, pengisian biji lebih panjang,
dan mobilisasi lebih lambat.
Peningkatan Keragaman Genetik melalui Pemuliaan Mutasi
Upaya perbaikan sifat genetik dan peningkatan keragaman genetik
tanaman gandum di Indonesia selama ini hanya bertumpu pada introduksi
galur-galur homosigot atau yang telah dilepas sebagai varietas di Negara tertentu,
karena tanaman gandum pada dasarnya merupakan tanaman subtropik yang
diupayakan untuk dikembangkan diderah tropik, khususnya di Indonesia. Hal ini
merupakan penyebab utama rendahnya keragaman genetik tanaman gandum di
Indonesia. Peningkatan keragaman genetik tanaman gandum yang telah
diintroduksi, dapat dilakukan melalui hibridisasi dan induksi mutasi. Pemuliaan
secara mutasi dapat diinduksi dengan mutagen fisik atau mutagen kimia. Pada
umumnya mutagen fisik dapat menyebabkan mutasi pada tahap
kromosom,sedangkan mutagen kimia umumnya menyebabkan mutasi pada
tahapan gen atau basa nitrogen (Aisyah 2006)
Mutasi adalah suatu perubahan baik terhadap gen tunggal, terhadap sejumlah
gen atau terhadap susunan kromosom. Mutasi dapat terjadi pada setiap bagian
tanaman dan fase pertumbuhan tanaman, namun lebih banyak terjadi pada bagian
yang sedang aktif mengadakan pembelahan sel seperti tunas, biji dan sebagainya.
Secara molekuler, dapat dikatakan bahwa mutasi terjadi karena adanya perubahan
urutan (sequence) nukleotida DNA kromosom, yang mengakibatkan terjadinya
perubahan pada protein yang dihasilkan (Poespodarsono 1988).
Pemuliaan mutasi adalah metode pemuliaan untuk meningkatkan
keragaman genetik dalam rangka perbaikan varietas tanaman yang dilakukan
dengan menggunakan mutagen fisik atau kimia (Chopra 2005). Mutagen fisik,
sebagai contoh sinar gamma, telah banyak digunakan untuk menginduksi mutasi
pada beberapa genera tanaman, diantaranya Chrysanthemum morifolium
(Yamaguchi et al. 2008), Ipomea batatas (Wang et al. 2006), Orthosiphon
stamineus (Pick Kiong et al. 2008), Saccharum sp. (Patade & Suprasanna 2008),
Sorghum bicolor (Larik et al. 2009), padi (Bibi et al. 2009), Triticum aestivum
Induksi Mutasi dengan Iradiasi Sinar Gamma
Induksi mutasi dimulai sejak ditemukannya sinar X, gamma dan neutron
seratus tahun yang lalu dan menjadi salah satu teknologi yang dalam perbaikan
sifat utama tanaman (Ahloowalia 2001). Semula, para pakar/pemulia tanaman
menganggap bahwa induksi mutasi merupakan suatu teknik pemuliaan yang
kurang meyakinkan. Namun, seiring dengan berkembangnya bioteknologi,
keberhasilan regenerasi sel berdasarkan teori toti potensi, dan terbentuknya
variasi somaklonal, induksi mutasi merupakan terobosan dalam pemuliaan
tanaman yang menjanjikan, khususnya bagi tanaman yang berbiak secara
vegetatif. Teknik tersebut dapat menunjang perolehan varietas mutan baru yang
bermanfaat bagi perkembangan dunia usaha.
Iradiasi sinar gamma merupakan teknologi radiasi bagian dari teknologi
nuklir yang menggunakan radioisotope. Dibandingkan zat kimia biasa,
radioisotope memiliki kelebihan sifat fisik, yaitu memancarkan sinar radioaktif.
Keberhasilan perlakuan iradiasi sangat ditentukan oleh sensitivitas genotipe yang
diiradiasi terhadap dosis radiasi yang diberikan. Tingkat sensitivitas tanaman
dipengaruhi oleh jenis tanaman, fase tumbuh, ukuran, dan bahan yang akan
dimutasi, serta sangat bervariasi antar jenis tanaman dan antar genotipe (Banerji &
Datta 1992). Broertjes dan van Harten (1988) menyatakan bahwa semakin
banyak kadar oksigen dan molekul air (H2O) berada dalam materi yang diradiasi, maka semakin banyak pula radikal bebas yang terbentuk sehingga materi menjadi
semakin sensitif. Sensitivitas terhadap radiasi dapat diukur berdasarkan nilai LD50 (lethal dose 50) yaitu dosis yang menyebabkan kematian 50% dari populasi
tanaman yang diradiasi. Dalam induksi mutasi, beberapa studi menunjukkan
bahwa dosis optimum yang dapat menghasilkan mutan terbanyak umumnya
diperoleh di sekitar LD (Datta 2001). Untuk mendapatkan nilai lethal dosis 50
(LD50), digunakan program best curve-fit analysis, yaitu satu program analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari persamaan model terbaik.
Dosis iradiasi sinar gamma dapat diukur dalam satuan Gray (Gy), 1 Gy
sama dengan 0,10 krad yakni 1 J energy per kg iradiasi yang dihasilkan
(Anonimous 1997). Dosis iradiasi juga merupakan salah satu faktor penentu
sedangkan pada dosis rendah umumnya hanya menyebabkan perubahan abnormal
pada fenotipe tanaman. Pengaruh dosis radiasi terhadap persen kematian,
pertumbuhan, dan fertilitas telah banyak dilaporkan. Beberapa hasil penelitian
menunjukkan bahwa biji-biji yang diradiasi sinar gamma dengan dosis yang tinggi
akan mengganggu sintesa protein (Xiuzher, 1994), keseimbangan hormon,
pertukaran gas di daun (Stoeva & Bineva 2001), pertukaran air dan aktivitas
enzim (Stoeva et al. 2001). Pada dosis sedang sampai rendah, kemampuan
adaptasi tanaman dapat dipertahankan, dan bersifat dapat balik.
Hasil penelitian Mandal dan Basu (1986) menunjukkan bahwa iradiasi
sinar gamma pada beberapa dosis yang berbeda tidak berpengaruh terhadap daya
berkecambah benih padi, tetapi berpengaruh terhadap pertumbuhan bibit,
terutama pertumbuhan akar bibit. Iradiasi sinar gamma menyebabkan
terganggunya proses pembelahan sel, mengakibatkan terbentuknya sel-sel yang
abnormal, dan menurunkan frekuensi pembelahan sel yang berakibat pada
menurunnya laju pertumbuhan bibit, serta aberasi pada sifat-sifat morfologi.
Pada tanaman Nicotiana iradiasi dengan dosis tinggi mengakibatkan terhambatnya
pertumbuhan tanaman, degradasi klorofil dan kerusakan morfologi pada tanaman
(Wada et al. 1998). Sebaliknya, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa
perlakuan radiasi yang menggunakan dosis rendah dapat memperbaiki
perkecambahan benih. Hal ini ditunjukkan oleh hasil penelitian Sheppard
(1986a) dan Sheppard (1987b) pada gandum dan barley yang menunjukkan
bahwa dosis yang rendah dapat menstimulasi perkecambahan. Pada penelitian
lainnya dengan menggunakan kisaran dosis 1-4 krad, juga memberikan hasil yang
sama, yaitu menstimulasi perkecambahan gandum dan barley, dimana daya
berkecambah akan menurun dengan meningkatnya dosis radiasi; kecenderungan
yang sama juga ditunjukkan oleh karakter tinggi bibit (Khanna 1986).
Pertumbuhan bibit dipengaruhi oleh dosis radiasi yang digunakan. Hasil
penelitian Mahto et al. (1989) menunjukkan bahwa daya berkecambah dua
kultivar chickpea di lapang tidak dipengaruhi oleh iradiasi sinar gamma pada
dosis 15 krad, akan tetapi daya berkecambah akan menurun secara nyata dengan
meningkatnya dosis radiasi dari 30 krad menjadi 75 krad. Kawamura et al.
sinar gamma dengan dosis minimal 50krad. Hasil penelitian menunjukkan bahwa
dosis radiasi berpengaruh terhadap panjang akar, tetapi tidak pada parameter daya
berkecambah. Hasil yang sama juga ditunjukkan hasil penelitian Kawamura
et al. (1992b) yang menunjukkan bahwa panjang akar dan tunas bibit gandum
lebih sensitif terhadap perlakuan iradiasi sinar gamma dibandingkan dengan
proses perkecambahan itu sendiri. Akan tetapi, hasil yang berbeda ditunjukkan
oleh hasil penelitian Irfag (2003) pada gandum (Triticum aestivum) dengan empat
dosis radiasi (100, 200, 300, dan 400 Gy) yang menunjukkan bahwa persentase
perkecambahan menurun seiring dengan kenaikan dosis radiasi. Hasil tersebut
didukung oleh hasil penelitian dari Singh dan Balyan (2009).
Perbaikan sifat gandum dengan menggunakan iradiasi sinar gamma telah
dilakukan di beberapa negara diantaranya adalah Argentina (1 mutan), Chili (1
mutan), Cina (124 mutan), Bulgaria (2 mutan), Finlandia (1 mutan), Jepang (2
mutan), Jerman (2 mutan), Rusia (36 mutan), india (4 mutan), Hongaria (1
mutan), Irak (60 mutan), Italia (2 mutan), Swiss (1 mutan), Mongolia (3 mutan),
Amerikan (3 mutan) dan Pakistan (6 mutan). Mutan gandum yang pertama tahun
1966 terhadap biji dengan iriradiasi sinar X, J, β, laser, neutron cepat, EI, εζH dan sinar gamma meningkatkan produksi, umur genjah, tahan dingin, patogen,
rebah, lebih kerdil dan kualitas biji lebih baik (Cheng et al. 1990; Vrinten et al.
1999).
Cekaman Suhu Tinggi
Cekaman suhu tinggi sering didefinisikan sebagai kenaikan suhu yang
melebihi ambang kerusakan untuk periode waktu yang cukup menyebabkan
kerusakan yang tidak dapat balik (irreversibel) pada pertumbuhan dan
perkembangan tanaman. Secara umum, tingginya suhu lingkungan diatas
10-150C adalah dianggap heat stress atau cekaman suhu tinggi. Namun, cekaman
suhu memiliki fungsi yang sangat kompleks (suhu dalam derajat), lamanya, dan
laju peningkatan suhu. Sejauh mana hal ini terjadi di zona iklim spesifik
tergantung pada kemungkinan dan periode suhu tinggi yang terjadi pada siang
hari dan/atau malam hari. Toleransi cekaman suhu secara umum didefinisikan
sebagai kemampuan tanaman untuk tumbuh dan menghasilkan secara ekonomi