i
DAYA GABUNG DAN HETEROSIS KOMPONEN HASIL SERTA
KERAGAAN TOMAT (
Lycopersicon esculentum
Mill.)
HASIL PERSILANGAN
HALF DIALLEL
ESTRIANA RITI
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
iii
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Daya Gabung dan Heterosis Komponen Hasil serta Keragaan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Hasil Persilangan Half Diallel adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Desember 2013
ABSTRAK
ESTRIANA RITI. Daya Gabung dan Heterosis Komponen Hasil serta Keragaan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Hasil Persilangan Half Diallel. Dibimbing oleh MUHAMAD SYUKUR.
Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pendugaan daya gabung umum, dan daya gabung khusus enam galur murni, nilai heterosis dan heterobeltiosis 15 hibrida serta keragaan tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) hasil persilangan half diallel. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman dan Kebun Percobaan Leuwikopo IPB, Dramaga, Bogor, pada bulan Maret-Juli 2013. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap teracak (RKLT) satu faktor dengan tiga ulangan. Bahan tanaman yang dipergunakan pada penelitian ini adalah 6 galur murni (tetua) tomat, 15 hibrida hasil persilangan setengah dialel (half diallel cross) dan 3 varietas komersial. Genotipe IPB T3 x IPB T73, IPB T13 x IPB T64 memiliki nilai daya gabung, heterosis, heterobeltiosis serta keragaan terbaik pada beberapa karakter yang diamati.
Kata kunci: genotipe, hibrida, pemuliaan, tetua, RKLT
ABSTRACT
ESTRIANA RITI. Combining Ability and Heterosis of Yield Components and Performances of Tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) in Half Diallel Crosses. Supervised by MUHAMAD SYUKUR
The aim of this research was to study estimation of the general combining ability (GCA), the specific combining ability (SCA), the heterosis and the heterobeltiosis of fifteen hybrids and performances of tomato (Lycopersicon esculentum Mill.) in half diallel crosses. This research was conducted at Genetic and Plant Breeding Laboratory and IPB Experimental Field, Leuwikopo, Dramaga, Bogor, from March-July 2013. The experimental design used was randomized complete block design (RCBD) single factor with three replications. Plant materials were six tomato inbred lines, fifteen hybrids from hybridization half diallel crosses and three commercial hybrids. Genotype IPB T3 x IPB T73, IPB T13 x IPB T64 had the best combining ability, heterosis, heterobeltiosis and performances in several traits observed.
v
ESTRIANA RITI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2013
DAYA GABUNG DAN HETEROSIS KOMPONEN HASIL
SERTA KERAGAAN TOMAT (
Lycopersicon esculentum
Mill.)
vii
Judul Skripsi : Daya Gabung dan Heterosis Komponen Hasil serta Keragaan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill) Hasil Persilangan Half
Diallel Nama : Estriana Riti
NIM : A24090040
Disetujui oleh
Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Agus Purwito, MScAgr Ketua Departemen
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan bulan Maret-Juli 2013 ini ialah pemuliaan tomat, dengan judul Daya Gabung dan Heterosis Komponen Hasil serta Keragaan Tomat (Lycopersicon esculentum Mill.) Hasil Persilangan Half Diallel.
Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada
1. Prof Dr Muhamad Syukur SP MSi, selaku pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan skripsi,
2. Dr Awang Maharijaya SP MSi serta Ir Megayani Sri Rahayu MS, selaku dosen penguji skripsi yang telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi,
3. (Almh) Prof Dr Ir Sriani Sujiprihati MS, selaku pembimbing akademik yang dengan sabar membimbing penulis selama masa kuliah,
4. Ibu Sri Wahyuni SP MSi atas bimbingan, saran, nasihat dan kasih sayangnya selama penelitian dan penulisan skripsi,
5. Bapak Undang SP, Bapak Arya Widura Ritonga SP MSi, Kak Abdul Hakim SP, Mbak Tiara Yudilastari SP, Kak M. Ridha Alfarabi SP, Kak Helfi Saputra SP, Mbak Marlina Musthafa SP MSi, Yesy Mardianawati SP, Syaidatul Rosidah SP, Leni Hikmah Apriyanti SP, Arief Riza Wijaya, Rizal Fahreza, Pak Darwa, serta semua rekan di Laboratorium Pemuliaan Tanaman yang telah membantu selama pengumpulan data dan penyelesaian tugas akhir.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Ayah, Ibu, Mba Uti, Tami, Mbah Kakung serta seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya. Sekaligus juga kepada Mba Septin, Ida, Kak Okta, Kak Ahmad, teman-teman Socrates 46, Ramadhaners, Sokaers, Generasi Rabbani, Tsabat Arsy, Keluarga Hublu AH dan Keluarga besar Al Hurriyyah atas dukungannya selama kuliah dan pelaksanaan tugas akhir.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Desember 2013
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan 1 Hipotesis 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Botani dan Morfologi 2
Syarat Tumbuh Tomat 3
Persilangan Diallel 3
Daya Gabung 4
Heterosis 4
BAHAN DAN METODE 5
Waktu dan Tempat 5
Bahan dan Alat 5
Metode Penelitian 5
Pelaksanaan 6 Pengamatan 7
Analisis data 8
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Kondisi Umum 10
Daya Gabung 11
Heterosis dan Heterobeltiosis 17
Daya Hasil 29
Keragaan 32 SIMPULAN 36 Simpulan 36 Saran 36
DAFTAR PUSTAKA 36
LAMPIRAN 41
xii
DAFTAR TABEL
1 Material genetik persilangan half diallel 5 2 Analisis sidik ragam daya gabung umum dan daya gabung
khusus 9 3 Analisis keragaman karakter vegetatif tanaman tomat hasil
persilangan half diallel 11
4 Analisis keragaman karakter buah tomat hasil persilangan half
diallel 12
5 Analisis keragaman karakter produksi dan produktivitas tomat
hasil persilangan half diallel 12
6 Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter vegetatif tanaman tomat hasil persilangan half
diallel 13
7 Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter buah tomat hasil persilangan half diallel 14 8 Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus
(DGK) karakter produksi dan produktivitas tomat hasil
persilangan half diallel 16
9 Rata-rata tinggi tanaman P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis 18 10 Rata-rata nilai diameter batang P1, P2, F1 serta nilai heterosis
dan heterobeltiosis 18
11 Rata-rata panjang daun P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis 19 12 Rata-rata lebar daun P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis 20 13 Rata-rata umur berbunga P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis 21 14 Rata-rata umur panen P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis 21 15 Rata-rata bobot buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis 22 16 Rata-rata panjang buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis 23 17 Rata-rata diameter buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis 24 18 Rata-rata tebal daging buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan
heterobeltiosis 24 19 Rata-rata jumlah rongga buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis
dan heterobeltiosis 25
20 Rata-rata tingkat kekerasan buah P1, P2, F1 serta nilai
heterosis dan heterobeltiosis 26
21 Rata-rata jumlah buah per tanaman P1, P2, F1 serta nilai
heterosis dan heterobeltiosis 27
22 Rata-rata bobot buah per tanaman P1, P2, F1 serta nilai
23 Rata-rata produktivitas P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis 28 24 Nilai rata-rata karakter vegetatif tanaman tomat dari 15
genotipe hibrida dan 3 genotipe pembanding 29 25 Rata-rata karakter keragaan buah dari 15 hibrida dan 3 varietas
pembanding tomat 30
26 Nilai rata-rata karakter produksi dan produktivitas dari 15 hibrida dan 3 varietas pembanding tomat 31 27 Rekapitulasi sidik ragam terhadap 14 karakter dari 6 tetua, 15
hibrida silang half diallel dan 3 varietas komersial 32 28 Keragaan tanaman tomat dari 15 hibrida hasil persilangan half
diallel, 6 tetua dan 3 varietas pembanding 33 29 Keragaan buah buah dari 15 hibrida hasil persilangan half
diallel, 6 tetua dan 3 varietas pembanding 34 30 Karakter produksi dan produktivitas tomat dari 15 hibrida
tomat hasil persilangan half diallel 6 tetua dan 3 varietas pembanding 35
DAFTAR GAMBAR
Gejala penyakit yang menyerang tanaman 10
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data iklim 41
2 Rekapitulasi sidik ragam uji t-dunnett 41 3 Dokumentasi keragaan buah tomat hasil persilangan half
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tomat merupakan komoditas hortikultura yang bernilai ekonomis tinggi. Kandungan nutrisi pada tomat sebagai salah satu sumber mineral, vitamin A dan C membuat tomat banyak dicari. Tomat dibudidayakan hampir di seluruh belahan dunia (Nalka et al. 2005). Produktivitas tomat Indonesia tahun 2007-2010 mencapai nilai 15.23 ton per hektar (Kementan 2013), sedangkan potensi produktivitas tomat dapat mencapai >50 ton per hektar (Soedomo 2012).
Varietas tomat unggul terus-menerus diperlukan untuk memenuhi berbagai keragaman agroekologi yang cukup luas, termasuk berkurangnya dataran tinggi yang cocok untuk pertumbuhan tomat Purwati (2007). Pengembangan varietas tomat perlu diarahkan untuk penanaman di dataran rendah, sehingga perlu dikembangkan varietas tomat dataran rendah untuk meningkatkan produksi tomat nasional.
Persilangan diallel merupakan metode untuk meningkatkan keragaman genetik tanaman. Keragaman genetik yang dihasilkan dari persilangan diallel tersebut digunakan sebagai sumber perakitan varietas baru. Persilangan diallel dilakukan dengan mengombinasikan semua tetua yang ada. Persilangan half diallel merupakan persilangan yang menggunakan setengah kombinasi persilangan diallel.
Analisis silang diallel digunakan untuk menduga aksi gen dominan dan gen aditif. Metode yang digunakan untuk menduga aksi gen adalah metode Griffing. Aksi gen dominan dilihat melalui nilai duga daya gabung khusus (DGK), sedangkan aksi gen aditif dilihat melalui nilai duga daya gabung umum (DGU).
Heterosis adalah keunggulan hibrida atau hasil persilangan (F1) yang melebihi nilai kisaran rata-rata kedua tetuanya (Syukur et al. 2012). Heterosis dapat terjadi karena adanya akumulasi gen dominan atau gen over-dominan. Keunggulan turunan hasil silang diallel dapat dinilai dari besarnya nilai heterosis, heterobeltiosis, daya gabung umum dan daya gabung khusus. Nilai heterosis pada tomat dapat ditemukan pada jumlah buah, panjang buah, bobot buah dan produksi per tanaman (Gul et al. 2010).
Penelitian ini bertujuan untuk menduga nilai daya gabung dan heterosis tomat hasil persilangan half diallel. Besarnya nilai daya gabung dan heterosis digunakan untuk menentukan strategi pemuliaan tanaman.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Menduga nilai daya gabung umum tetua dan daya gabung khusus kombinasi persilangan half diallel tomat;
2. Menduga nilai heterosis dan heterobeltiosis hasil persilangan half diallel tomat; 3. Mendapatkan genotipe tomat yang memiliki keragaan lebih baik dari varietas
2
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
1. Terdapat perbedaan nilai daya gabung umum tetua dan daya gabung khusus kombinasi persilangan half diallel tomat;
2. Terdapat perbedaan nilai heterosis dan heterobeltiosis hasil persilangan half diallel tomat;
3. Terdapat sedikitnya satu genotipe tomat hasil persilangan half diallel yang memiliki keragaan yang lebih baik dari varietas pembanding.
TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi
Tomat disebut juga Lycopersicon esculentum Mill. (www.theplantlist.org) termasuk dalam Famili Solananeae (terung-terungan). Tomat merupakan tumbuhan yang berasal dari daratan Amerika Selatan (Nasir 2001). Tipe pertumbuhan tomat dibagi menjadi tiga yaitu tomat determinate, semi determinate, dan indeterminate (Nalka et al.2005).
Tanaman tomat tumbuh tegak hingga mencapai tinggi 2 meter atau lebih. Akar tomat termasuk akar tunggang (Rubatsky dan Yamaguchi 1999) yang dapat tumbuh hingga mencapai kedalaman 0.5 m atau lebih. Batang tanaman tomat padat, tebal dan berbulu. Daun tomat tersusun melingkar dengan susunan filotaksi 2/5 (Opena dan Vossen 1996).
Tomat merupakan tanaman menyerbuk sendiri. Bunga tomat termasuk bunga sempurna, berdiameter 2 cm, berwarna kuning (Rubatzky dan Yamaguchi 1999) atau jingga (UPOV 2001). Perbungaan tomat tersusun dalam tandan. Setiap tandan bunga biasanya tersusun atas 6-12 bunga namun ada juga yang sampai 30 bunga per tandan. Bunga tumbuh berlawanan diantara daun. Jenis tomat indeterminate memiliki bunga yang muncul tiap 3-4 daun, sedangkan pada tipe determinate bunga muncul setiap 2 daun. Bunga pada tomat muncul saat 5-7MST. Pembuahan terjadi setelah 50-55 jam setelah penyerbukan (Opena dan Vossen 1996).
Syarat Tumbuh Tomat
Tomat dapat tumbuh pada dataran rendah hingga dataran tinggi dengan curah hujan 750-1250 mm tahun-1 (Maskar dan Gafur 2006). Tanah yang sesuai untuk pertumbuhan tomat adalah tanah yang gembur dengan kandungan humus tinggi dan pH tanah antara 6-6.5. Jenis tanah yang baik untuk pertumbuhan tomat berkisar antara jenis liat berpasir sampai liat berlempung (Opena dan Vossen 1996). Tomat memerlukan tempat tumbuh yang memiliki drainase yang baik karena tomat tidak tahan terhadap genangan. Adanya genangan pada tanaman tomat akan menyebabkan tomat terkena penyakit rebah bibit atau penyakit busuk akar (Rubatzky dan Yamaguchi 1999). Kandungan air pada tanaman tomat juga akan berpengaruh terhadap waktu kemasakan buah (Saladie et al. 2007).
Suhu udara yang dikehendaki oleh tanaman tomat adalah 24ºC pada siang hari dan 15-22ºC pada malam hari. Suhu tanah yang sesuai untuk perkecambahan benih tomat adalah 20ºC (Strange 2000). Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan menyebabkan gugurnya bunga dan gagalnya pembentukan buah (FAO 2000).
Persilangan Diallel
Persilangan diallel adalah suatu desain persilangan pada galur murni. Persilangan diallel dilakukan dengan membuat satu set kombinasi persilangan pada sejumlah galur yang ada, termasuk selfing dan resiprokal. Satu set persilangan diallel yang memanfaatkan seluruh kombinasi persilangan disebut persilangan full-diallel, sedangkan persilangan diallel tanpa resiprokal disebut persilangan half-diallel.
Terdapat enam asumsi yang harus dipenuhi dalam persilangan diallel. Asumsi tersebut yaitu 1) terdapat segregasi diploid; 2) tidak terdapat perbedaan antara persilangan resiprokal; 3) tidak ada epistasis; 4) tidak ada multialelisme; 5) tetua homozigot; 6) gen-gen menyebar secara bebas diantara tetua (Syukur et al. 2011).
Persilangan diallel dilakukan untuk mengetahui aksi gen yang terdapat pada pewarisan suatu karakter. Aksi gen yang dapat diduga melalui persilangan diallel adalah aksi gen dominan dan aksi gen aditif. Informasi genetik yang diperoleh dari hasil persilangan diallel digunakan untuk mengembangkan strategi pemuliaan tanaman. Beberapa tanaman yang dikembangkan dengan metode persilangan diallel diantaranya cabai (Daryanto et al. 2010, Syukur et al. 2010), kacang kapri (Kalia dan Sood 2009), kacang hijau (Soehendi dan Srinives 2005), gandum (Kant et al. 2011), kentang (Galareta et al. 2006), stroberi (Masny et al. 2005), bunga matahari (Machikowa et al. 2011) dan tomat (Tarega dan Nuez 1983; Singh et al. 1998; Shende et al. 2012).
4
Daya Gabung
Daya gabung merupakan metode statistik untuk mengevaluasi hasil persilangan galur murni pada persilangan diallel. Persilangan tiap galur dengan beberapa galur menghasilkan perbedaan nilai pada rata-rata keragaan tanaman. Rata-rata keragaan galur ketika ditampilkan sebagai simpangan dari rata-rata seluruh persilangan disebut kemampuan daya gabung umum (DGU). Setiap persilangan dapat memiliki nilai simpangan yang lebih besar atau lebih kecil dari nilai yang diharapkan, simpangan tersebut selanjutnya disebut daya gabung khusus (DGK) dari dua galur dalam persilangan (Acquaah 2007).
Kualitas kombinasi antar tetua dapat dilihat dari besarnya DGU dan DGK hasil persilangan diallel. Besarnya nilai DGU maupun DGK mencerminkan besarnya aksi gen aditif dan dominan pada persilangan (Kim dan Rutger 1986). Konsep DGU antar tetua dalam persilangan diallel digunakan untuk menilai variasi genetik yang disebabkan oleh gen aditif (Johnson dan King 1998). Aksi gen dalam konsep DGU dan DGK berupa aksi gen aditif atau interaksi antara aditif x aditif dan aksi gen non-aditif (Acquaah 2007).
Metode untuk menduga aksi gen adalah metode Griffing. Metode I Grifing menguraikan pendugaan aksi gen pada persilangan full-diallel. Metode II Griffing menduga aksi gen pada persilangan half-diallel. Metode III dan IV Griffing menduga aksi gen persilangan tanpa selfing dan metode IV Griffing untuk menduga aksi gen pada persilangan tanpa selfing dan resiprokal (Singh dan Chaudhary 1979).
Analisis DGU dan DGK tomat dilakukan pada komponen hasil seperti jumlah bunga per klaster, jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman dan jumlah biji per buah (Hannan et al. 2007a). Analisis daya gabung pada karakter tomat yaitu jumlah lokul menunjukkan bahwa jumlah lokul tomat dipengaruhi oleh aksi gen aditif maupun non-aditif (Joshi dan Kohli 2006).
Heterosis
Heterosis adalah penampilan hibrida dibandingkan dengan rata-rata kedua tetuanya. Besarnya nilai heterosis dihitung dari perbandingan nilai F1 dikurangi nilai rata-rata kedua tetua. Heterosis dengan tetua terbaik disebut dengan heterobeltiosis. Heterosis dapat disebabkan dari adanya dominasi penuh atau sebagian, overdominan, epistasis, maupun kombinasi dari ketiganya (Kim dan Rutger 1986). Pengamatan heterosis pada tanaman telah dilakukan pada persilangan tanaman menyerbuk silang: jagung (Aliu et al. 2008); mentimun (Olifati et al. 2012) dan persilangan tanaman menyerbuk sendiri: padi (Kim dan Rutger 1986); gandum (Akinci 2009); tomat (Burdick 1954; Tarega dan Nuez 1983; Singh et al. 1998; Shende et al. 2012).
BAHAN DAN METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai Juli 2013. Tempat penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Leuwikopo dan Laboratorium Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat
Material genetik yang digunakan pada penelitian ini adalah tanaman tomat sebanyak 15 genotipe F1 hasil silang half dialel, 6 genotipe tetua, dan 3 varietas komersial sebagai pembanding. Genotipe tetua yang digunakan adalah IPB T1, IPB T3, IPB T13, IPB T64, IPB T73 dan IPB T78. Hibrida yang dipakai adalah IPB T1 x IPB T3, IPB T1 x IPB T13, IPB T1 x IPB T64, IPB T1 x IPB T73, IPB T1 x IPB T78, IPB T3 x IPB T13, IPB T3 x IPB T64, IPB T3 x IPB T73, IPB T3 x IPB T73, IPB T3 x IPB T78, IPB T13 x IPB T64, IPB T13 x IPB T73, IPB T13 x IPB T78, IPB T64 x IPB T73, IPB T64 x IPB T78, IPB T73 x IPB T78. Pembanding yang digunakan adalah tomat hibrida varietas Permata F1, Fortuna 23 dan New Mutiara. Percobaan diulang sebanyak 3 ulangan dengan jumlah tanaman tiap genotipe sebanyak 20 tanaman, sehingga total terdapat 1440 tanaman. Pupuk yang digunakan adalah NPK Mutiara dengan dosis 10 gram liter-1 air dan gandasil 2 gram liter-1 air.
Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat budidaya tanaman, mulsa plastik hitam perak, label, plastik, jangka sorong, meteran, timbangan digital dan pnetrometer.
Tabel 1 Material genetik persilangan half diallel
♀ / ♂ IPB T1 IPB T3 IPB T13 IPB T64 IPB T73 IPB T78
IPB T1 T1 T1 x T3 T1 x T13 T1 x T64 T1 x T73 T1 x T78
IPB T3 - T3 T3 x T13 T3 x T64 T3 x T73 T3 x T78
IPB T13 - - T13 T13 x T64 T13 x T73 T3 x T78
IPB T64 - - - T64 T64 x T73 T64 x T78
IPB T73 - - - - T73 T73 x T78
IPB T78 - - - T78
Metode Penelitian
6
sebanyak 3 (tiga) ulangan. Tiap satuan percobaan terdiri dari 24 genotipe sehingga terdapat 72 satuan percobaan. Mattjik dan Sumertajaya (2006) menyatakan bahwa model aditif linear yang digunakan untuk RKLT dengan satu faktor adalah:
Yij = µ + αi + βj + £ij Dimana :
i = 1, 2, 3, .... 24 j = 1, 2, 3
Yij = pengamatan pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j µ = rataan umum perlakuan
αi = pengaruh faktor genotipe ke-i
βj = pengaruh kelompok ke-j
£ij = pengaruh acak pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j
Untuk mengetahui pengaruh genotipe terhadap komponen pengamatan, dilakukan uji-F pada taraf nyata 5% dan 1% dilanjutkan dengan melakukan uji DMRT pada taraf 5%.
Pelaksanaan
Persiapan lahan
Pengolahan lahan dan pembuatan bedengan dilakukan bersamaan saat kegiatan penyemaian. Penanaman dilakukan setelah bibit tomat berumur 4 minggu setelah semai atau minimal sudah memiliki empat helai daun. Petak bedengan dibuat dengan ukuran 1m x 5m untuk setiap perlakuan dengan jarak antar bedengan 0.5m. Setiap bedengan diberi pupuk kandang sebanyak 20 kg dan kapur 0.5 kg. Setelah pemberian pupuk kandang selama 2 minggu, bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak (MPHP) dan dibuat lubang tanaman menggunakan alat ‘cemplong’ dengan jarak 0.5m x 0.5m.
Penyemaian
Penyemaian dilakukan di Laboratorium Pemuliaaan Tanaman. Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Penyemaian dilakukan menggunakan tray semai berukuran 6 x 12 sehingga terdapat 72 lubang. Setiap genotipe disemai dalam satu tray sehingga total tray yang digunakan untuk menyemai berjumlah 24 tray. Media persemaian merupakan campuran antara pupuk kompos dan media semai dengan perbandingan 1:1. Media dimasukkan dalam tray semai dan dipadatkan. Benih dimasukkan dalam lubang tray sebanyak 1 butir per lubang. Penyulaman persemaian dilakukan satu minggu setelah semai. Penyiraman persemaian dilakukan setiap pagi dan sore selama 4 minggu.
Penanaman
Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan selama masa penanaman. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, pemupukan, pengajiran, pengikatan tanaman, pemberian pestisida, pewiwilan tunas air dan penyiangan gulma. Penyiraman dilakukan pada pagi dan sore hari jika tidak terjadi hujan sebanyak 20 liter per bedeng atau sampai keadaan tanah menjadi lembab. Pemupukan dilakukan setiap satu minggu sekali setelah satu minggu setelah tanam (1 MST) dengan menggunakan pupuk NPK Mutiara dengan konsentrasi 10 gram liter-1 sebanyak 250 ml per tanaman. Pengikatan tanaman dilakukan saat tajuk tanaman sudah menjauhi ajir. Penyemprotan pestisida dilakukan 2 minggu sekali dengan menggunakan fungisida Dithane M-45 atau antracol 2 gram liter-1, insektisida Curacron dengan konsentrasi 2 ml liter-1. Pewiwilan tunas air dilakukan agar tanaman dapat tumbuh optimal. Pengendalian gulma dilakukan secara manual.
Pemanenan
Kegiatan pemanenan dilakukan pada saat buah tomat telah mencapai tingkat kematangan 75%. Pemanenan dilakukan setiap 5 hari sekali selama 8 kali panen. Cara melakukan pemanenan yaitu dengan melepas buah tomat dari tangkai buah satu demi satu selanjutnya dimasukkan ke dalam plastik dan diberi label meliputi nomor tanaman, genotipe dan tanggal panen.
Pengamatan
Pengamatan dilakukan pada 10 tanaman contoh. Tanaman contoh dipilih secara acak selain tanaman pinggir pada 20 tanaman dalam bedeng. Pengamatan yang dilakukan meliputi,
1. Tinggi tanaman, diukur dari pangkal batang sampai pucuk tertinggi tanaman;
2. Diameter batang, diukur pada sepertiga tanaman bagian tengah;
3. Panjang daun, diukur dari daun yang terletak pada sepertiga tanaman bagian tengah. Panjang daun diukur dari pangkal tangkai daun majemuk hingga ujung daun majemuk;
4. Lebar daun, diukur dari daun yang terletak pada sepertiga tanaman bagian tengah. Lebar daun diukur pada bagian terlebar dari daun majemuk;
5. Umur berbunga, diamati pada saat bunga pertama muncul. Umur berbunga diamati pada tiap tanaman contoh;
6. Umur panen, diamati pada saat panen pertama. Umur panen diamati pada tiap tanaman contoh;
7. Bobot buah, diamati dari 10 buah per ulangan dari tiap genotipe setelah panen kedua;
8. Panjang buah, diukur pada bagian terpanjang buah dalam irisan membujur; 9. Diameter buah, diukur pada bagian terlebar buah dalam irisan melintang; 10. Jumlah rongga buah, dihitung dalam irisan melintang buah;
11. Tebal daging buah, diukur dari 10 buah per ulangan dari tiap genotipe saat panen ketiga. Tebal daging buah diukur menggunakan jangka sorong;
8
13. Jumlah buah per tanaman, dihitung dari tanaman contoh pada panen pertama sampai panen kedelapan.
14. Bobot buah per tanaman, dihitung dari bobot seluruh buah dari panen pertama sampai panen kedelapan.
15. Produktivitas, dihitung produksi total per tanaman dikali populasi tanaman seluas 1 hektar.
Analisis data
Data hasil pengamatan akan dianalisis pada beberapa nilai parameter genetik, yaitu :
1. Pendugaan nilai heterosis (H) dan heterobeltiosis (Hb)
Nilai heterosis dan heterobeltiosis dihitung berdasarkan nilai tengah kedua tetuadan nilai tengah tetua terbaik.
Heterosis (%) = F MP
MP x dan Heterobeltiosis(%) = F P
P x
H = Heterosis Hb = Heterobeltiosis
F1 = Rata-rata nilai F1 progeni MP = Rata-rata nilai kedua tetua Pi = Rata-rata nilai tetua terbaik (Soehendi dan Srinives 2005)
2. Pendugaan nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus Nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus dihitung berdasarkan metode II Griffing, yaitu :
gi = ∑ . . .
(Singh dan Chaudhary 1979)
3. Analisis nilai heterosis dan heterobeltiosis
Pengujian nilai heterosis dan heterobeltiosis dilakukan menggunakan uji-t pada taraf nyata 5%. Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F1 dengan nilai rata-rata kedua tetua dan nilai tengah tetua tertinggi.
XF1 = rata-rata nilai F1 nF1 = banyaknya data F1
XMP = rata-rata nilai kedua tetua nMP = banyaknya data kedua tetua Xpi = rata-rata nilai tetua tertinggi nPi =banyaknyadata tetua terbaik S2F1 =ragam F1 t(H) = t hitung heterosis
S2MP = ragam kedua tetua t(Hb) = t hitung heterobeltiosis S2Pi = ragam tetua tertinggi
Apabila nilai thitung> ttabel (0.025, n-1) nilai tengah kedua populasi berbeda nyata.
4. Analisis nilai daya gabung umumdan daya gabung khusus
Pengujian nilai daya gabung umum dan daya gabung khusus dilakukan menggunakan uji critical difference pada taraf 5% dan 1%.
C.D. = Galat baku x ‘t tabel’
Analisis data :
1) Jika nilai [suatu DGU –(rata-rata DGU semua tetua)] > nilai C.D. 5%, maka DGU tersebut berbeda nyata.
2) Jika nilai [suatu DGU –(rata-rata DGU semua tetua)] > nilai C.D. 1%, maka DGU tersebut berbeda sangat nyata.
3) Jika nilai [suatu DGK – rata-rata DGK persilangan] > nilai C.D. 5%, maka DGK tersebut berbeda nyata.
4) Jika nilai [suatu DGK – rata-rata DGK persilangan] > nilai C.D. 1%, maka DGK tersebut berbeda sangat nyata.
Tabel 2 Analisis sidik ragam daya gabung umum dan daya gabung khusus
SK Db KT F hit E(KT)
DGU (p-1) Mg Mg/Me σ2e + σ2DGK +(n+2) σ2DGU
DGK p(p-1)/2 Ms Ms/Me σ2e + σ2DGK
Galat (r-1)((p-1)+p(p-1)/2) Me σ2e
(Singh dan Chaudhary 1979)
5. Uji t- Dunnett
Uji t-Dunnett digunakan untuk mengetahui perbedaan genotipe hasil persilangan half diallel dengan varietas komersial.
6. Uji F dan uji Lanjut
10
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Tomat ditanam pada lahan yang memiliki jenis tanah latosol. Kondisi iklim mikro di sekitar lahan meliputi curah hujan 62.25-399.36 mm bulan-1. Curah hujan tertinggi pada bulan Mei 2013 dan terendah pada bulan Juni 2013. Kelembapan udara 82.50-85.41% dan suhu 25.38-26.45ºC (BMKG 2013).
Gejala penyakit yang menyerang tanaman.
(A) Tanaman yang terserang penyakit cekik, (B) Batang tanaman yang terserang layu bakteri, (C) Penyakit kriting, (D) Buah yang terkena blossom end rot
Pertumbuhan tanaman mengalami serangan penyakit cekik atau pekung (dumping off) pada awal penanaman. Penyakit cekik disebabkan oleh cendawan Pythium spp. dan Rhizoctonia spp. Tanaman yang terkena serangan cekik mengalami kering di leher akar, kemudian tanaman mati. Serangan penyakit cekik diatasi dengan mencabut dan membuang tanaman. Penyakit lain yang menyerang adalah layu bakteri. Serangan layu bakteri terjadi pada 2 minggu setelah tanam (MST). Tanaman yang terserang layu bakteri muncul akar adventif di bagian batang. Cara mengatasi serangan layu bakteri adalah dengan menyemprotkan bakterisida dan fungisida. Gejala penyakit kriting terjadi pada saat tanaman mulai berbunga. Hal tersebut mengakibatkan bunga gugur dan tidak bisa membentuk buah. Cara mengatasi penyakit kriting adalah dengan membuang tanaman keluar area pertanaman.
A
B
C
Beberapa buah terserang blossom end rot (BER). BER merupakan kelainan fisiologis yang disebabkan oleh defisiensi kalsium. Cara pengendalian penyakit BER adalah dengan pengairan teratur dan membuang buah yang terkena BER (Kemble dan Musgrove 2013). Hama yang menyerang diantaranya bekicot, diatasi dengan membuangnya ke luar area pertanaman.
Daya Gabung
Daya gabung adalah kemampuan tetua untuk bergabung membentuk keturunan yang lebih baik. Daya gabung tetua dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK). Nilai DGU adalah kemampuan suatu genotipe tetua untuk bergabung dengan genotipe lainnya dan membentuk keturunan yang diharapkan. DGK adalah kemampuan kombinasi persilangan untuk menghasilkan keturunan yang diharapkan. Analisis daya gabung dapat digunakan untuk menentukan pilihan persilangan yang efektif (Yashavantakumar 2008). Tetua yang memiliki DGU tinggi dapat digunakan sebagai tetua untuk membentuk varietas sintetik (Daryanto et al. 2010). Tetua yang memiliki DGK tinggi diarahkan untuk membentuk varietas hibrida.
Tabel 3 Analisis keragaman karaktervegetatif tanaman tomat hasil persilangan half diallela
Sumber keragaman d.b. Kuadrat tengah
TTb DBTb PDb LDb UBb UPb
TT:tinggi tanaman (cm), DBT:diameter batang (mm), PD:panjang daun (cm), LD:lebar daun (cm), UB:umur berbunga (HST), UP:umur panen (HST).; bangka yang diikuti *, **, tn : berpengaruh nyata, sangat nyata, tidak nyata pada taraf 5% dan 1%.
12
Nilai DGU berpengaruh sangat nyata terhadap karakter bobot per buah, panjang buah, diameter buah, tebal daging buah, dan jumlah rongga (Tabel 4). Hal ini berarti pewarisan karakter tersebut dilakukan oleh aksi gen aditif. Nilai DGK berpengaruh sangat nyata terhadap karakter panjang buah dan jumlah rongga. Hal ini berarti pewarisan karakter tersebut dipengaruhi oleh aksi gen non-aditif.
Tabel 4 Analisis keragaman karakter buah tomat hasil persilangan half diallela
Sumber keragaman d.b. Kuadrat tengah
BBb PBb DBHb TDBb JRb TKBb
Ulangan 2 161.46 10.71 23.94 1.18 0.28 0.20
Genotipe 20 387.48** 156.44** 69.21tn 0.87* 6.83** 0.17*
BB: bobot per buah (gram), PB: panjang buah (mm), DBH: diameter buah (mm), TDB: tebal daging buah (mm), JR: jumlah rongga, TKB: tingkat kekerasan buah (kg detik-1).; bangka yang diikuti *, **, tn : berpengaruh nyata, sangat nyata,tidak nyata pada taraf5% dan 1%.
Tabel 5 Analisis keragaman karakter produksi dan produktivitas tomat hasil persilangan half diallela
Sumber
JBT: jumlah buah per tanaman, BBT: bobot buah per tanaman (gram), PRD: produktivitas (ton ha -1
), b angka yang diikuti *, **, tn: berpengaruh nyata, sangat nyata, tidak nyata pada taraf 5% dan 1%.;cNilai dalam kurung merupakan hasil transformasi menggunakan log (y).
buah, tebal daging buah dan jumlah rongga. Interaksi antara genotipe tetua vs hibrida berpengaruh terhadap panjang buah.
Tabel 6 Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter vegetatif tanaman tomat hasil persilangan half diallela
Tetua TTb DBTb PDb LDb UBb UPb
TT:tinggi tanaman, DBT:diameter batang, PD:panjang daun, LD:lebar daun, UB:umur berbunga, UP:umur panen.;bangka yang diikuti * atau ** berbeda nyata pada uji critical difference taraf 5% atau 1%.
14
oleh gen aditif. Aksi gen aditif disebabkan oleh banyaknya gen yang menentukan daya hasil (Acquaah 2007).
Tabel 7 Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter buah tomat hasil persilangan half diallela
BBb PBb DBHb JRb TDBb TKBb
BB: bobot per buah, PB: panjang buah, DBH: diameter buah, TDB: tebal daging buah, JR: jumlah rongga, TKB: tingkat kekerasan buah.; bangka yang diikuti tanda * atau ** berbeda nyata pada uji critical difference taraf 5% atau 1%.
memperbaiki karakter tinggi tanaman sebagai varietas galur murni maupun sebagai penggabung dalam persilangan.
Karakter diameter batang, DGU terbaik dimiliki oleh genotipe IPB T13 yaitu sebesar 0.72. DGK terbaik dimiliki oleh hasil persilangan sesama genotipe IPB T64 x IPB T64 sebesar 1.23. Hal tersebut berarti untuk memperbaiki karakter diameter batang dapat digunakan genotipe IPB T13. Genotipe IPB T64 baik jika digunakan sebagai penggabung dalam persilangan untuk tujuan memperbaiki karakter diameter batang.
Nilai DGU terbaik untuk karakter panjang dan lebar daun dimiliki oleh genotipe IPB T78 dan IPB T64. Genotipe IPB T78 memiliki DGU sebesar 2.05 untuk karakter panjang daun. Genotipe IPB T64 memiliki DGU sebesar 1.49 untuk karakter lebar daun. Nilai DGK terbaik untuk kedua karakter tersebut dimiliki oleh hasil persilangan IPB T73 x IPB T78 dan IPB T13 x IPB T64. Nilai DGK terbaik untuk karakter panjang daun dan lebar daun sebesar 4.67 dan 5.55. Hal itu menunjukkan bahwa genotipe IPB T78 dan IPB T64 serta persilangan IPB T73 x IPB T78 dan IPB T13 x IPB T64 efektif untuk memperbaiki karakter panjang dan lebar daun. Adanya DGU pada karakter panjang daun dan lebar daun menunjukkan bahwa karakter tersebut dikendalikan oleh gen aditif. Artinya ada banyak gen (poligenik) yang berperan dalam pewarisan sifat-sifat daun seperti yang dilaporkan oleh Chitwood et al. (2013).
Genotipe yang memiliki potensi untuk perbaikan karakter umur berbunga dan umur panen ditunjukkan dengan nilai DGU dan DGK yang kecil. Genotipe yang memiliki nilai DGU umur berbunga dan umur panen terbaik adalah IPB T3 yaitu sebesar -1.33 dan -2.57. Hal tersebut menunjukkan bahwa umur berbunga dan umur panen genotipe IPB T3 memiliki simpangan lebih kecil dari rata-rata seluruh genotipe. Nilai DGK terbaik untuk karakter umur berbunga dan umur panen terdapat pada hasil persilangan IPB T3 x IPB T64 dan IPB T3 x IPB T73 yaitu sebesar 2.20 dan 2.98. Hal ini berarti genotipe tersebut baik untuk dijadikan calon varietas hibrida dengan perbaikan pada karakter umur berbunga dan umur panen.
Karakter bobot per buah menunjukkan nilai DGU terbaik pada genotipe IPB T1 yaitu sebesar 7.02 (Tabel 7). Keunggulan DGU IPB T1 berbeda nyata pada uji critical difference taraf 1%. Nilai DGK terbaik pada hasil persilangan IPB T1 x IPB T73 yaitu sebesar 9.30. Hal ini berarti genotipe IPB T1 baik digunakan sebagai galur untuk memperbaiki karakter bobot buah dan genotipe IPB T73 baik digunakan sebagai penggabungnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Hannan et al. (2007b) bahwa persilangan akan efektif jika dilakukan diantara tetua dengan nilai penggabung baik dan kurang baik.
16
Nilai DGU dan DGK terbaik untuk karakter jumlah rongga dimiliki oleh genotipe IPB T73 maupun persilangan sesama genotipe IPB T73 x IPB T73 yaitu sebesar 1.44 dan 1.36. Hal ini berarti genotipe IPB T73 berpotensi untuk meningkatkan jumlah rongga buah baik sebagai galur murni maupun sebagai penggabung dalam persilangan. Nilai DGU dan DGK tersebut nyata lebih tinggi dari rata-rata seluruh genotipe pada uji critical differencetaraf 5%.
Tabel 8 Nilai daya gabung umum (DGU) dan daya gabung khusus (DGK) karakter produksi dan produktivitas tomat hasil persilangan half diallela
Genotipe JBTb BBTb PRDb
JBT : jumlah buah per tanaman, BBT: bobot buah per tanaman (kg), PRD : produktivitas (ton ha-1); b
angka yang diikuti tanda * atau ** berbeda nyata pada uji critical difference taraf 5% atau 1%.
T64 baik digunakan untuk memperbaiki karakter tebal daging buah sebagai galur murni dan IPB T78 sebagai penggabung dalam persilangan.
Tingkat kekerasan buah menunjukkan nilai DGU terbaik pada genotipe IPB T78 sebesar 0.20. Nilai DGK IPB T13 x IPB T73 sebesar 0.41. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe IPB T78 baik digunakan sebagai tetua untuk memperbaiki karakter tingkat kekerasan buah. Persilangan IPB T13 x IPB T73 berpotensi untuk dijadikan calon varietas hibrida dengan perbaikan pada karakter tingkat kekerasan buah.
Nilai DGU dan DGK untuk karakter produksi tanaman ditunjukkan oleh Tabel 8. Nilai DGU terbaik untuk karakter jumlah buah per tanaman, bobot buah per tanaman serta produktivitas tanaman masing-masing terdapat pada genotipe IPB T3, IPB T13 dan IPB T13. Nilai DGK terbaik untuk ketiga karakter tersebut dimiliki oleh persilangan IPB T3 x IPB T73, IPB T1 x IPB T73 dan persilangan sesama genotipe IPB T73 x IPB T73. Hal ini menunjukkan bahwa genotipe IPB T3 dan IPB T13 memiliki daya gabung baik dan genotipe IPB T73 merupakan penggabung yang baik untuk memperbaiki karakter produksi dan produktivitas.
Heterosis dan Heterobeltiosis
Keragaan F1 yang dibandingkan dengan kedua tetuanya dilihat dari nilai heterosis (rataan kedua tetua) dan heterobeltiosis (rataan tetua terbaik). Efek heterosis disebabkan oleh aksi gen dominan, sedangkan heterobeltiosis disebabkan oleh gen over-dominan (epistasis). Perbaikan kualitas tanaman dapat dilihat berdasarkan nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif atau positif. Ketentuan negatif atau positif didasarkan pada tujuan pemuliaan tanaman.
Tinggi tanamandan diameter batang
Karakter tinggi tanaman merupakan karakter yang diharapkan memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tanaman maka diharapkan semakin banyak terbentuk bunga dan buah pada tiap bukunya. Penelitian Hannan et al. (2007b) menunjukkan tinggi tanaman berkorelasi positif dengan jumlah buah per tanaman.
Tinggi tanaman pada F1 memiliki kisaran 73.07-107.83 cm (Tabel 9). Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T13 x IPB T78. Dugaan nilai heterosisnya ada pada kisaran -20.42-9.20%. Nilai heterosis tinggi tanaman lebih rendah dari penelitian Hannan et al.(2007b) yaitu sebesar 65.35%. Dugaan nilai heterobeltiosisnya ada pada kisaran -34.78-1.28%. Nilai heterobeltiosis terbaik pada persilangan IPB T3 x IPB T73. Terdapat tujuh nilai heterobeltiosis negatif yang nyata berbeda dengan tetua terbaiknya.
18
Tabel 9 Rata-rata tinggi tanaman P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Tinggi tanaman (cm) Heterosis
(%)
angka yang diikuti *, ** : berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%, 1%.
Tabel 10 Rata-rata nilai diameter batang P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Diameter batang (mm) Heterosis (%)
Heterobeltiosisa (%) P1 P2 F1
IPB T1 x IPB T3 11.63 13.08 11.97 -3.07 -8.45
IPB T1 x IPB T13 11.63 14.14 11.65 -9.57 -17.60
IPB T1 x IPB T64 11.63 12.30 11.23 -6.11 -8.70
IPB T1 x IPB T73 11.63 11.34 11.40 -0.76 -1.97
IPB T1 x IPB T78 11.63 11.29 10.28 -10.24 -11.54*
IPB T3 x IPB T13 13.08 14.14 11.85 -12.90 -16.16
IPB T3 x IPB T64 13.08 12.30 10.88 -14.26 -16.80*
IPB T3 x IPB T73 13.08 11.34 12.36 1.23 -5.49
IPB T3 x IPB T78 13.08 11.29 11.56 -5.10 -11.59
IPB T13 x IPB T64 14.14 12.30 12.45 -5.80 -11.91
IPB T13 x IPB T73 14.14 11.34 10.80 -15.21 -23.59*
IPB T13 x IPB T78 14.14 11.29 12.07 -5.07 -14.63
IPB T64 x IPB T73 12.30 11.34 9.67 -18.20 -21.40
IPB T64 x IPB T78 12.30 11.29 10.31 -12.62 -16.23
IPB T73 x IPB T78 11.34 11.29 11.61 2.59 2.35
a
Kisaran diameter batang pada hibrida tomat adalah 9.67-12.45 cm (Tabel 10). Nilai duga heterosisnya berkisar -18.20-2.59%. Terdapat dua persilangan yang memiliki nilai heterosis positif. Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T73 x IPB T78. Nilai duga heterobeltiosis berkisar -23.59-2.35%. Nilai heterobeltiosis terbaik pada persilangan IPB T73 x IPB T78. Nilai heterosis dan heterobeltiosis yang baik pada persilangan IPB T3 x IPB T73 menunjukkan bahwa hibrida tersebut memiliki karakter diameter batang yang lebih baik dari rata-rata kedua tetuanya dan tetua terbaiknya.
Panjang daun dan lebar daun
Hibrida tomat memiliki kisaran panjang daun 23.84-33.63 cm (Tabel 11). Nilai duga heterosisnya pada kisaran -13.86-18.94%. Terdapat tiga persilangan yang memiliki nilai heterosis positif. Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T13 x IPB T64. Dugaan nilai heterobeltiosis karakter panjang daun berada pada kisaran -24.00-7.61%. Terdapat dua persilangan yang memiliki nilai heterobeltiosis positif. Nilai heterobeltiosis yang nyata berbeda dengan tetua terbaik terdapat pada persilangan IPB T64 x IPB T73. Nilai heterobeltiosis terbaik pada persilangan IPB T13 x IPB T64. Persilangan yang memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis positif baik untuk dirakit menjadi varietas hibrida.
Karakter lebar daun memiliki kisaran nilai 15.41-25.80 cm (Tabel 12). Dugaan nilai heterosis pada kisaran -11.97-37.59%. Terdapat enam persilangan yang memiliki nilai duga heterosis positif, namun tidak terdapat nilai heterosis yang berbeda nyata dengan rata-rata kedua tetuanya. Nilai heterosis terbaik terdapat pada persilangan IPB T13 x IPB T64.
Tabel 11 Rata-rata panjang daun P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Panjang daun (cm) Heterosis (%) Heterobeltiosis a (%) P1 P2 F1
IPB T1 x IPB T3 34.06 31.12 30.82 -5.43 -0.97
IPB T1 x IPB T13 34.06 25.30 27.36 -7.81 -19.67
IPB T1 x IPB T64 34.06 31.25 30.88 -5.43 -9.33
IPB T1 x IPB T73 34.06 22.46 25.88 -8.41 -24.00*
IPB T1 x IPB T78 34.06 34.21 29.40 -13.86 -14.05
IPB T3 x IPB T13 31.12 25.30 27.75 -1.65 -10.84
IPB T3 x IPB T64 31.12 31.25 32.92 5.55 5.33
IPB T3 x IPB T73 31.12 22.46 25.17 -6.07 -19.13
IPB T3 x IPB T78 31.12 34.21 31.96 -2.15 -6.57
IPB T13 x IPB T64 25.30 31.25 33.63 18.94 7.61
IPB T13 x IPB T73 25.30 22.46 23.84 -0.19 -5.79
IPB T13 x IPB T78 25.30 34.21 28.01 -5.87 -18.13*
IPB T64 x IPB T73 31.25 22.46 25.04 -6.76 -19.87*
IPB T64 x IPB T78 31.25 34.21 30.89 -5.63 -9.71
IPB T73 x IPB T78 22.46 34.21 32.56 14.88 -4.84
a
20
Dugaan nilai heterobeltiosis lebar daun pada kisaran -27.77-22.96%. Terdapat dua persilangan yang memiliki nilai heterobeltiosis positif. Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T13 x IPB T64. Terdapat tiga nilai heterobeltiosis yang nyata berbeda dengan tetua terbaiknya. Besarnya nilai heterobeltiosis ini nyata lebih rendah dari tetuanya. Hal tersebut diduga dikarenakan tidak terjadi akumulasi gen-gen dominan pada generasi pertama. Hal tersebut juga menunjukkan bahwa nilai heterosis dan heterobeltiosis tidak selalu nyata berbeda dengan tetuanya.
Tabel12 Rata-rata lebar daun P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis Genotipe Lebar daun (cm) Heterosis Heterobeltiosis (%)
P1 P2 F1 (%)
IPB T1 x IPB T3 22.64 21.34 21.90 -0.41 -3.26
IPB T1 x IPB T13 22.64 16.52 19.87 1.49 -12.22
IPB T1 x IPB T64 22.64 20.98 21.68 -0.61 -4.24
IPB T1 x IPB T73 22.64 13.68 17.16 -5.48 -24.17
IPB T1 x IPB T78 22.64 22.74 20.96 -7.62 -7.83
IPB T3 x IPB T13 21.34 16.52 17.33 -8.47 -18.80
IPB T3 x IPB T64 21.34 20.98 22.91 8.29 7.38
IPB T3 x IPB T73 21.34 13.68 15.41 -11.97 -27.77
IPB T3 x IPB T78 21.34 22.74 22.13 0.43 -2.66
IPB T13 x IPB T64 16.52 20.98 25.80 37.59 22.96
IPB T13 x IPB T73 16.52 13.68 15.47 2.43 -6.38
IPB T13 x IPB T78 16.52 22.74 18.81 -4.19 -17.28
IPB T64 x IPB T73 20.98 13.68 16.89 -2.55 -19.51
IPB T64 x IPB T78 20.98 22.74 21.23 -2.87 -6.61
IPB T73 x IPB T78 13.68 22.74 20.23 11.12 -11.01
Persilangan yang memiliki daun dengan nilai heterosis dan heterobeltiosis positif berarti memiliki daun yang lebih besar. Penyebabnya diduga karena adanya interaksi gen dominan dan over dominan. Rasio panjang dan lebar daun berpengaruh terhadap kemampuan mengabsorpsi cahaya matahari. Rasio panjang dan lebar daun yang semakin besar menyebabkan absorpsi cahaya matahari semakin besar (Sarlikioti et al.2011). Hal tersebut berpengaruh terhadap kemampuan fotosintesis tanaman.
Umur berbunga dan umur panen
Umur berbunga hibrida tomat memiliki kisaran nilai 29.00-34.67 HST (Tabel 13). Nilai duga heterosis pada kisaran -7.93-8.33%. Terdapat enam hibrida yang memiliki nilai heterosis negatif. Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T3 x IPB T64. Dugaan nilai heterobeltiosis pada kisaran -4.95-11.36%. Nilai heterobeltiosis terbaik pada persilangan IPB T1 x IPB T64.
Tabel 13 Rata-rata umur berbunga P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Umur berbunga (HST) Heterosis Heterobeltiosis(%)
P1 P2 F1 (%)
IPB T1 x IPB T3 33.67 29.33 31.67 0.52 7.95
IPB T1 x IPB T13 33.67 32.33 32.33 -2.02 0.00
IPB T1 x IPB T64 33.67 33.67 32.00 -4.95 -4.95
IPB T1 x IPB T73 33.67 32.00 33.33 1.52 4.16
IPB T1 x IPB T78 33.67 31.67 31.67 -3.06 0.00
IPB T3 x IPB T13 29.33 32.33 32.00 3.78 9.09
IPB T3 x IPB T64 29.33 33.67 29.00 -7.93 -1.13
IPB T3 x IPB T73 29.33 32.00 32.67 6.52 11.36
IPB T3 x IPB T78 29.33 31.67 31.33 2.73 6.81
IPB T13 x IPB T64 32.33 33.67 31.33 -5.05 -3.09
IPB T13 x IPB T73 32.33 32.00 34.67 7.77 8.33
IPB T13 x IPB T78 32.33 31.67 34.67 8.33 9.47
IPB T64 x IPB T73 33.67 32.00 34.00 3.55 6.25
IPB T64 x IPB T78 33.67 31.67 34.33 5.10 8.42
IPB T73 x IPB T78 32.00 31.67 30.33 -4.71 -4.21
Tabel 14 Rata-rata umur panen P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Umur panen (HST) Heterosis Heterobeltiosis
P1 P2 F1 (%) (%)
IPB T1 x IPB T3 61.00 57.33 63.00 6.48 9.88
IPB T1 x IPB T13 61.00 58.67 58.67 -1.95 0.00
IPB T1 x IPB T64 61.00 65.33 62.67 -0.79 2.73
IPB T1 x IPB T73 61.00 61.33 62.67 2.45 2.73
IPB T1 x IPB T78 61.00 66.67 62.67 -1.83 2.73
IPB T3 x IPB T13 57.33 58.67 58.67 1.15 2.32
IPB T3 x IPB T64 57.33 65.33 58.67 -4.35 2.32
IPB T3 x IPB T73 57.33 61.33 56.67 -4.49 -1.16
IPB T3 x IPB T78 57.33 66.67 60.00 -3.23 4.65
IPB T13 x IPB T64 58.67 65.33 61.33 -1.08 4.54
IPB T13 x IPB T73 58.67 61.33 64.00 6.67 9.09
IPB T13 x IPB T78 58.67 66.67 60.00 -4.26 2.27
IPB T64 x IPB T73 65.33 61.33 67.33 6.32 9.78
IPB T64 x IPB T78 65.33 66.67 67.33 2.02 3.06
22
Karakter umur panen memiliki kisaran F1 sebesar 56.67-67.33 HST (Tabel 14). Nilai duga heterosis ada pada kisaran -4.49-6.67%. Nilai heterobeltiosis ada pada kisaran -1.16-9.88%. Karakter umur panen merupakan karakter yang diharapkan memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis negatif. Nilai negatif menunjukkan kegenjahan umur panen tomat.
Kombinasi persilangan persilangan yang memiliki nilai heterosis negatif adalah IPB T1 x IPB T13, IPB T1 x IPB T64, IPB T1 x IPB T78, IPB T3 x IPB T64, IPB T3 x IPB T73, IPB T3 x IPB T78, IPB T13 x IPB T64, IPB T13 x IPB T78 dan IPB T73 x IPB T78. Nilai heterobeltiosis negatif dimiliki oleh persilangan IPB T3 x IPB T73. Hannan et al. (2007b) melaporkan nilai heterosis dan heterobeltiosis karakter umur panen pada penelitiannya mencapai -6.99% dan -8.88%.
Bobot per buah
Klasifikasi bobot per buah tomat menurut Hui et al. (2008) terbagi menjadi 3, yaitu besar (>150 g), medium (80-150 g), dan kecil (<80 g). Perakitan varietas tomat dataran rendah di Indonesia diarahkan untuk membentuk tomat dengan bobot >80 g.
Tabel 15 Rata-rata bobot buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Bobot buah (gram) Heterosis
a (%)
Heterobeltiosisa (%)
P1 P2 F1
IPB T1 x IPB T3 45.43 22.26 25.92 -23.42 -42.95
IPB T1 x IPB T13 45.43 44.60 51.44 14.27 13.22
IPB T1 x IPB T64 45.43 49.13 52.29 10.60 6.44
IPB T1 x IPB T73 45.43 33.30 48.41 22.98 6.56
IPB T1 x IPB T78 45.43 48.94 54.41 15.31 11.17
IPB T3 x IPB T13 22.26 44.60 29.41 -12.02 -34.06
IPB T3 x IPB T64 22.26 49.13 26.92 -24.58 -45.21
IPB T3 x IPB T73 22.26 33.30 25.55 -8.03 -23.28
IPB T3 x IPB T78 22.26 48.94 27.74 -22.07 -43.32*
IPB T13 x IPB T64 44.60 49.13 42.71 -8.87 -13.07
IPB T13 x IPB T73 44.60 33.30 29.79 -23.51 -33.20
IPB T13 x IPB T78 44.60 48.94 48.30 3.27 -1.31
IPB T64 x IPB T73 49.13 33.30 23.65 -42.62 -51.86
IPB T64 x IPB T78 49.13 48.94 45.60 -7.00 -7.17
IPB T73 x IPB T78 33.30 48.94 24.53 -40.35* -49.88*
a
angka yang diikuti oleh * berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%.
Nilai heterobeltiosis karakter bobot per buah lebih kecil dari yang dilaporkan oleh Kumari dan Sharma (2011) yaitu sebesar 24.98%. Perbedaan nilai ini diduga karena penggunaan materi genetik yang berbeda.
Panjang buah dan diameter buah
Karakter panjang buah memiliki kisaran nilai 30.15-46.82 mm (Tabel 16). Nilai duga heterosis pada kisaran -24.76-9.35%. Terdapat tiga persilangan yang memiliki nilai heterosis positif. Heterosis yang berbeda nyata dengan rata-rata tetua terdapat pada dua nilai duga heterosis negatif. Hal ini menunjukkan bahwa nilai heterosis positif tidak selalu berbeda nyata dengan tetuanya. Nilai heterosis terbaik pada persilangan terdapat pada persilangan IPB T1 x IPB T13. Nilai duga heterobeltiosis berkisar -43.68-5.86%. Nilai heterobeltiosis yang nyata berbeda dengan tetua terbaiknya ditunjukkan oleh delapan kombinasi persilangan. Terdapat satu nilai duga heterobeltiosis positif yaitu pada persilangan IPB T1 x IPB T13.
Tabel 16 Rata-rata panjang buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Panjang buah (mm) Heterosis a (%)
Heterobeltiosisa (%) P1 P2 F1
IPB T1 x IPB T3 39.90 32.47 32.30 -10.74 -19.05
IPB T1 x IPB T13 39.90 37.35 42.24 9.35 5.86
IPB T1 x IPB T64 39.90 48.66 44.10 -0.41 -9.37
IPB T1 x IPB T73 39.90 26.60 33.91 1.97 -15.03
IPB T1 x IPB T78 39.90 53.53 45.79 -1.99 -14.46*
IPB T3 x IPB T13 32.47 37.35 32.85 -5.90 -12.05
IPB T3 x IPB T64 32.47 48.66 35.93 -11.44 -26.17*
IPB T3 x IPB T73 32.47 26.60 30.70 3.92 -5.48
IPB T3 x IPB T78 32.47 53.53 34.61 -19.52 -35.35*
IPB T13 x IPB T64 37.35 48.66 39.44 -8.30 -18.96*
IPB T13 x IPB T73 37.35 26.60 30.40 -4.94 -18.62*
IPB T13 x IPB T78 37.35 53.53 40.48 -10.91 -24.37*
IPB T64 x IPB T73 48.66 26.60 30.15 -19.89* -38.05**
IPB T64 x IPB T78 48.66 53.53 46.82 -8.36 -12.53
IPB T73 x IPB T78 26.60 53.53 30.15 -24.76** -43.68*
a
angka yang diikuti *, ** : berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%, 1%
24
Tabel 17 Rata-rata diameter buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Diameter buah (mm) Heterosis a
Heterobeltiosisa
P1 P2 F1 (%) (%)
IPB T1 x IPB T3 42.48 33.44 35.11 -7.52 -17.35
IPB T1 x IPB T13 42.48 45.03 47.30 8.10 5.03
IPB T1 x IPB T64 42.48 42.23 46.92 10.79 10.47
IPB T1 x IPB T73 42.48 44.33 46.88 8.01 5.75
IPB T1 x IPB T78 42.48 40.37 44.61 7.70 5.02
IPB T3 x IPB T13 33.44 45.03 38.31 -2.36 -14.92
IPB T3 x IPB T64 33.44 42.23 34.60 -8.55 -18.07
IPB T3 x IPB T73 33.44 44.33 37.03 -4.79 -16.48*
IPB T3 x IPB T78 33.44 40.37 36.81 -0.27 -8.82
IPB T13 x IPB T64 45.03 42.23 43.16 -1.08 -4.15
IPB T13 x IPB T73 45.03 44.33 38.95 -12.83 -13.51*
IPB T13 x IPB T78 45.03 40.37 45.40 6.32 0.81
IPB T64 x IPB T73 42.23 44.33 36.54 -15.57* -17.57*
IPB T64 x IPB T78 42.23 40.37 40.35 -2.31 -4.47
IPB T73 x IPB T78 44.33 40.37 36.44 -13.95 -17.80
a
angka yang diikuti oleh * berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%.
Tebal daging buah
Tabel 18 Rata-rata tebal daging buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Tebal daging buah (mm) Heterosis a
IPB T73 x IPB T78 3.37 5.08 3.65 -13.61 -28.18
a
Tebal daging buah ada pada kisaran 3.48-5.11 mm (Tabel 18). Dugaan nilai heterosis pada kisaran -14.06-9.45%. Terdapat lima persilangan yang memiliki nilai heterosis positif. Nilai heterosis terbaik ada pada persilangan IPB T1 x IPB T64. Dugaan nilai heterobeltiosis pada kisaran -28.18-4.65%. Terdapat dua persilangan yang memiliki nilai heterobeltiosis positif. Nilai heterobeltiosis terbaik pada persilangan IPB T1 x IPB T73. Kumari dan Sharma (2011) melaporkan adanya nilai heterobeltiosis pada karakter tebal daging buah mencapai 13.39%.
Jumlah rongga buah
Jumlah rongga buah 2.47-6.43 mm (Tabel 19). Nilai duga heterosis pada kisaran -46.50-31.84%. Ada delapan persilangan yang memiliki nilai heterosis positif. Persilangan yang memiliki nilai heterosis nyata berbeda dengan tetua terbaik dimiliki oleh dua nilai heterosis negatif. Persilangan yang memiliki nilai duga heterosis terbaik adalah IPB T13 x IPB T78. Dugaan nilai heterobeltiosis pada kisaran -65.85-26.09%. Terdapat tiga persilangan yang memiliki nilai heterobeltiosis positif. Nilai heterobeltiosis yang nyata berbeda dengan tetuanya terdapat pada tujuh nilai heterobeltiosis negatif. Nilai heterobeltiosis terbaik terdapat pada persilangan IPB T3 x IPB T78. Karakter jumlah rongga per buah dilaporkan Kurian et al. (2001) dapat memiliki nilai heterosis dan heterobeltiosis hingga 55.56% dan 78.57%.
Tabel 19 Rata-rata jumlah rongga buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Jumlah rongga buah Heterosis a
IPB T64 x IPB T78 2.48 2.30 2.77 15.82 11.52
IPB T73 x IPB T78 8.20 2.30 4.18 -20.45** -49.07**
a
26
Tingkat kekerasan buah
Kekerasan buah adalah salah satu faktor yang memengaruhi kualitas buah tomat (Carli et al. 2009). Hal itu menyebabkan kekerasan buah menjadi salah satu kriteria seleksi dalam program pemuliaan tanaman.
Tabel 20 Rata-rata tingkat kekerasan buah P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
IPB T13 x IPB T73 1.71 1.66 2.17 28.50 26.62
IPB T13 x IPB T78 1.71 2.38 1.97 -3.80 -17.29
IPB T64 x IPB T73 1.92 1.66 1.41 -21.24 -26.59
IPB T64 x IPB T78 1.92 2.38 2.22 3.36 -6.54
IPB T73 x IPB T78 1.66 2.38 1.68 -16.73 -29.28
a
angka yang diikuti oleh * berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%.
Tingkat kekerasan buah tomat pada penelitian ini ada pada kisaran 1.41-2.22 kg detik-1 (Tabel 20). Nilai duga heterosis berkisar -21.24-28.50%. Nilai tingkat kekerasan buah yang diharapkan adalah nilai terkecil karena berarti buah tomat memiliki kekerasan yang baik. Terdapat tujuh persilangan yang memiliki nilai duga heterosis negatif. Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T64 x IPB T73. Nilai duga heterobeltiosis berkisar -29.28-26.62%. Terdapat sebelas persilangan yang memiliki nilai duga heterobeltiosis negatif. Nilai heterobeltiosis terbaik pada persilangan IPB T13 x IPB T73. Nilai heterosis dan heterobeltiosis terbaik pada persilangan IPB T73 x IPB T78 menunjukkan bahwa genotipe tersebut memiliki tingkat kekerasan buah yang lebih baik dari kedua tetuanya. Carli et al. (2011) menyatakan bahwa tingkat kekerasan buah tomat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik daripada lingkungan.
Jumlah buah dan bobot buah per tanaman
Tabel 21 Rata-rata jumlah buah per tanaman P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe Jumlah buah per tanaman Heterosis a (%)
Heterobeltiosisa (%) P1 P2 F1
IPB T1 x IPB T3 16.82 69.18 46.39 7.89 -32.94
IPB T1 x IPB T13 16.82 47.34 20.52 -36.05* -56.66*
IPB T1 x IPB T64 16.82 35.17 30.20 16.19 -14.12
IPB T1 x IPB T73 16.82 44.79 33.34 8.24 -25.56
IPB T1 x IPB T78 16.82 37.89 22.31 -18.44 -41.11
IPB T3 x IPB T13 69.18 47.34 80.59 38.33 16.50
IPB T3 x IPB T64 69.18 35.17 55.77 6.89 -19.39
IPB T3 x IPB T73 69.18 44.79 91.31 60.24 32.00
IPB T3 x IPB T78 69.18 37.89 71.16 32.93 2.86
IPB T13 x IPB T64 47.34 35.17 46.40 12.48 -1.98
IPB T13 x IPB T73 47.34 44.79 57.26 24.31 20.96
IPB T13 x IPB T78 47.34 37.89 41.60 -2.39 -12.13
IPB T64 x IPB T73 35.17 44.79 20.39 -48.99 -54.47*
IPB T64 x IPB T78 35.17 37.89 31.03 -15.05 -18.10
IPB T73 x IPB T78 44.79 37.89 20.58 -50.21* -54.05*
a
angka yang diikuti * berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%.
Rata-rata jumlah buah per tanaman berkisar 20.39–91.31 gram (Tabel 21). Nilai duga heterosis berkisar -50.21-60.24%. Terdapat sembilan persilangan yang memiliki nilai duga heterosis positif. Nilai heterosis terbaik dimiliki oleh persilangan IPB T3 x IPB T73. Nilai duga heterobeltiosis pada kisaran -56.66-32.00%. Terdapat empat persilangan yang memiliki nilai heterosis positif. Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T3 x IPB T73. Hal ini menunjukkan bahwa persilangan IPB T3 x IPB T73 efektif untuk meningkatkan jumlah buah per tanaman.
Rata-rata bobot buah per tanaman pada kisaran 311.19-1444.24 gram (Tabel 22). Nilai duga heterosis pada kisaran -74.22-75.52%. Terdapat sebelas persilangan yang memiliki nilai heterosis positif. Nilai heterosis yang nyata berbeda dengan tetuanya ditunjukkan oleh satu heterosis negatif. Nilai heterosis terbaik pada persilangan IPB T1 x IPB T3. Hal ini berarti bobot per buah pada hasil persilangan IPB T1 x IPB T3 lebih baik dari rata-rata kedua tetuanya.
28
Tabel 22 Rata-rata bobot buah per tanaman P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis
Genotipe
Bobot buah per tanaman (gram) Heterosisa (%)
angka yang diikuti *, ** : berbeda nyata pada uji t-student taraf 5%, 1%.
Produktivitas
Tabel23 Rata-rata produktivitas P1, P2, F1 serta nilai heterosis dan heterobeltiosis Genotipe Produktivitas (ton ha
-1
IPB T1 x IPB T3 15.59 38.51 47.48 75.52 23.30
IPB T1 x IPB T13 15.59 55.61 53.94 51.50 -3.01
IPB T1 x IPB T64 15.59 36.74 39.21 49.83 6.71
IPB T1 x IPB T73 15.59 44.23 41.96 40.30 -5.11
IPB T1 x IPB T78 15.59 52.33 40.41 19.01 -22.76
IPB T3 x IPB T13 38.51 55.61 53.63 13.96 -3.57
IPB T3 x IPB T64 38.51 36.74 49.59 31.80 28.78
IPB T3 x IPB T73 38.51 44.23 47.34 14.44 7.04
IPB T3 x IPB T78 38.51 52.33 57.77 27.20 10.40
IPB T13 x IPB T64 55.61 36.74 44.89 -2.78 -19.28
IPB T13 x IPB T73 55.61 44.23 54.29 8.75 -2.39
IPB T13 x IPB T78 55.61 52.33 46.17 -14.46 -16.99
IPB T64 x IPB T73 36.74 44.23 15.74 -61.11 -64.4*
IPB T64 x IPB T78 36.74 52.33 46.24 3.835 -11.63
IPB T73 x IPB T78 44.23 52.33 12.45 -74.22** -76.21**
a
Produktivitas tanaman merupakan komponen yang dipengaruhi oleh banyak faktor. Kondisi lingkungan menjadi salah satu faktor yang memengaruhi respon tiap genotipe tanaman (Apriyanti 2013). Kisaran nilai produktivitas tomat adalah 12.45-57.77 ton ha-1. Nilai duga heterosis pada kisaran -74.22-75.52% (Tabel 23). Dugaan heterosis terbaik pada persilangan IPB T1 x IPB T3. Nilai duga heterobeltiosis pada kisaran -76.21-28.78%. Genotipe yang memiliki nilai heterobeltiosis terbaik adalah IPB T3 x IPB T64.
Daya Hasil
Keragaan tanaman dibandingkan dengan varietas komersial ditunjukkan oleh Tabel 24. Genotipe IPB T3 x IPB T73 memiliki tinggi tanaman dan diameter batang nyata berbeda dari pembanding Fortuna 23. Tinggi tanaman genotipe IPB T1 x IPB T3, IPB T1 x IPB T13, IPB T1 x IPB T78 berbeda nyata dengan Permata F1. Genotipe IPB T3 x IPB T78 memiliki tinggi tanaman berbeda nyata dengan genotipe New Mutiara.
Tabel 24 Nilai rata-rata karakter vegetatif tanaman tomat dari 15 genotipe hibrida dan 3 genotipe pembandingx
Genotipe TTy DBTy PDy LDy UBy UPy
IPB T1 x IPB T3 73.43a 11.97 30.82 21.89 31.67 63.00
IPB T1 x IPB T13 73.06a 11.65 27.36a 19.87 32.33 58.67
IPB T1 x IPB T64 73.23a 11.23 30.88 21.68 32.00 62.67
IPB T1 x IPB T73 94.49 11.39 25.88ac 17.16a 33.33 62.67
IPB T1 x IPB T78 72.97a 10.28 29.40 20.96 31.67 62.67
IPB T3 x IPB T13 93.13 11.85 27.75 17.33a 32.00 58.67
IPB T3 x IPB T64 78.58 10.88 32.92 22.92 29.00b 58.67
IPB T3 x IPB T73 107.83bc 12.36b 25.17ac 15.41a 32.67 56.67c
IPB T3 x IPB T78 70.81a 11.56 31.96 22.13 31.33 60.00
IPB T13 x IPB T64 92.45 12.45b 33.63 25.80 31.33 61.33
IPB T13 x IPB T73 104.74b 10.8 23.84ac 15.47a 34.67 64.00
IPB T13x IPB T78 102.81b 12.07 28.01 18.81a 34.67 60.00
IPB T64x IPB T73 83.6 9.67 25.04ac 16.89a 34.00 67.33
IPB T64x IPB T78 74.09a 10.31 30.89 21.23 34.33 67.33
IPB T73x IPB T78 90.88 11.61 32.56 20.23 30.33 62.67
Permata F1 (a) 92.5 11.89 36.23 26.357 32.67 61.33
Fortuna 23 (b) 83.41 9.28 20.4 18.78 33.33 62.67
New Mutiara (c) 88.78 11.99 35.87 22.61 32.00 64.00
x
30
Diameter batang genotipe T13 x T64 berbeda nyata dengan genotipe Fortuna 23. Genotipe IPB T1 x IPB T73, IPB T3 x IPB T73, IPB T13 x IPB T73, IPB T64 x IPB T73 memiliki panjang daun berbeda nyata dengan genotipe New Mutiara. Genotipe IPB T1 x IPB T73, IPB T3 x IPB T73, IPB T13 x IPB T73, IPB T64 x IPB T73 memiliki panjang dan lebar daun yang nyata berbeda dengan pembanding Permata F1. Umur berbunga genotipe IPB T3 x IPB T64 berbeda nyata dengan genotipe Fortuna 23. Umur panen genotipe IPB T3 x IPB T73 berbeda nyata dengan pembanding New Mutiara.
Karakter jumlah rongga yang berbeda nyata dengan ketiga pembanding dimiliki oleh genotipe IPB T1 x IPB T13, IPB T1 x IPB T73, IPB T13 x IPB T73. Karakter tebal daging buah dan tingkat kekerasan buah pada genotipe IPB T1 x IPB T73, IPB T3 x IPB T13, IPB T64 x IPB T73 dan IPB T73 x IPB T78 nyata berbeda dengan pembanding Permata F1. Tebal daging buah IPB T1 x IPB T3 berbeda nyata dengan pembanding New Mutiara.
Tabel 25 Rata-rata karakter keragaan buahdari 15 hibrida dan 3 varietas pembanding tomatx
IPB T13 x IPB T64 25.00 39.43 43.16 3.53 5.10 1.83
IPB T13 x IPB T73 15.46 30.39abc 38.95 5.13abc 3.67a 2.16
IPB T13 x IPB T78 18.80 40.48 45.40 3.93a 4.37a 1.96
IPB T64 x IPB T73 16.88 30.14abc 36.54 4.30a 3.67a 1.41ab
IPB T64 x IPB T78 21.23 46.82 40.34 2.77 4.52 2.22
IPB T73 x IPB T78 20.23 30.14abc 36.44 4.17a 3.65a 1.68ab
Permata F1 (a) 26.35 47.33 41.73 2.46 5.73 2.46
Fortuna 23 (b) 18.77 45.39 41.63 3.27 4.51 2.46
New Mutiara (c) 22.60 42.80 43.00 3.16 4.95 1.74
x
Jumlah buah pada genotipe IPB T3 x IPB T13, IPB T3 x IPB T73 dan IPB T3 x IPB T78 nyata berbeda dengan pembanding Fortuna 23 (Tabel 26). Jumlah buah dan produktivitas genotipe IPB T3 x IPB T78 berbeda nyata dengan varietas Fortuna 23. Jumlah buah terbanyak dimiliki oleh genotipe IPB T3 x IPB T73 yaitu 107.83 buah per tanaman. Genotipe IPB T64 x IPB T78 dan IPB T73 x IPB T78 memiliki bobot buah per tanaman serta produktivitas berbeda nyata dengan pembanding New Mutiara.
Tabel 26 Nilai rata-rata karakter produksi dan produktivitas dari 15 hibrida dan 3 varietas pembanding tomat
Genotipe
IPB T1 x IPB T13 20.52 982.7 53.94
IPB T1 x IPB T64 30.2 980.2 39.21
IPB T64 x IPB T73 20.39 393.6 15.74
IPB T64 x IPB T78 31.03 1156.0c 46.24c
IPB T73 x IPB T78 20.58 311.2c 12.45c
Permata F1 (a) 36.46 1087.7 43.51
Fortuna 23 (b) 13.38 476.7 19.07
New Mutiara (c) 44.91 1461.6 58.46
x
Angka yang diikuti oleh huruf a, b atau c pada kolom yang sama berbeda nyata dengan pembanding Permata F1, Fortuna 23 atau New Mutiara berdasarkan uji Dunnett taraf 5%.
32
Keragaan
Keragaan tanaman merupakan tampilan fenotipe sebagai perwujudan genotipe dan respon terhadap kondisi lingkungan tertentu. Keragaan tanaman dikendalikan oleh banyak gen minor dan diwariskan secara aditif. Rekapitulasi sidik ragam (Tabel 27) menunjukkan bahwa genotipe berpengaruh nyata pada karakter tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun, umur berbunga, bobot per buah, panjang buah, jumlah rongga buah, tebal daging buah, kekerasan buah, jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman. Genotipe tidak memberikan pengaruh nyata terhadap diameter buah.
Tabel 27 Rekapitulasi sidik ragam terhadap 14 karakter dari 6 tetua, 15 hibrida silang
half diallel dan 3 varietas komersial
No Karakter Kuadrat tengah F hitung Pr > F KK (%)
1160.91 293.21 3.96** <.0001 40.49
14. Bobot buah per tanaman
312541.52 111271.48 2.81** 0.0012 32.00
Hasil uji DMRT menunjukkan perbedaan nilai pada seluruh karakter yang diamati pada semua genotipe (Tabel 28). Keragaman yang tinggi pada tetua menyebabkan keragaman F1 juga tinggi. Koefisien keragaman yang tinggi diduga disebabkan oleh jarak genetik yang jauh diantara tetua yang digunakan.
Rekombinasi gen terjadi pada generasi F1. Perbedaan keragaan tanaman dapat terjadi akibat perbedaan kombinasi gen. Tetua memiliki susunan gen homozigot berbeda dengan generasi F1 yang memiliki susunan gen heterozigot. (Hayman 1958).
Keragaan tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun lebar daun, umur berbunga dan umur panen pada genotipe hibrida tidak memiliki perbedaan nyata dengan kedua tetuanya. Hal tersebut diduga akibat masih adanya gen dominan yang menurun pada genotipe hibrida. Adanya cekaman biotik maupun abiotik menguji stabilitas keragaan tanaman. Pertumbuhan vegetatif dapat tertekan karena kondisi cuaca ekstrim selama periode pertumbuhan (Blay et al 1999).
fotosintesis dipengaruhi oleh masing-masing karakter tersebut. Peningkatan produksi tomat dapat dilakukan dengan cara meningkatkan salah satu karakter daya hasil (Islam et al. 2010).
Tabel 28 Keragaan tanaman tomat dari 15 hibrida hasil persilangan half diallel, 6 tetua, dan 3 varietas pembandingx
Genotipe
angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan Multiple Range Test taraf 5%.
34
terbaik dimiliki oleh genotipe IPB T64 x IPB T73 sebesar 1.41 kg detik-1, namun tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB T64 dan IPB T73.
Keragaan tanaman dan buah tomat memiliki nilai sangat beragam karena banyak dipengaruhi oleh gen aditif. Hal ini menyebabkan seleksi pada karakter-karakter kuantitatif perlu dilakukan berdasarkan seleksi tidak langsung (indirect selection) (Kumar et al. 2006).
Tabel 29 Keragaan buah buah dari 15 hibrida hasil persilangan half diallel, 6 tetua dan 3 varietas pembandingx
Genotipe
angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan Multiple Range Test taraf 5%.
Bobot buah per tanaman terbesar kedua dimiliki oleh genotipe IPB T3 x IPB T78 yaitu sebesar 1 444.2 gram namun tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB T3 dan IPB T78. Produktivitas tertinggi kedua dimiliki oleh genotipe IPB T3 x IPB T78 yaitu sebesar 55.77 ton ha-1 tidak berbeda nyata dengan genotipe IPB T3 dan IPB T78.
Tabel 30 Karakter produksi dan produktivitas tomat dari 15 hibrida tomat hasil persilangan half diallel, 6 tetua dan 3 varietas pembandingx
Genotipe Jumlah buah
per tanaman
IPB T64 35.17efg 918.5a-d 36.74a-d
IPB T64 x IPB T73 20.39g 393.6cd 15.74cd
Permata F1 36.46d-g 1 087.7ab 43.51ab
Fortuna 23 13.38g
476.7bcd 19.07bcd
New Mutiara 44.91c-g
1461.6a 58.46a
x
angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan Multiple Range Test taraf 5%.