• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kandungan Gizi dan Logam Berat Pada Ikan Rawa di Perairan Rawa Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kandungan Gizi dan Logam Berat Pada Ikan Rawa di Perairan Rawa Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan"

Copied!
147
0
0

Teks penuh

(1)

1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan yang luas, dengan luas laut lebih kurang 5,8 juta km2, panjang garis pantai 81 ribu km (merupakan pantai terpanjang kedua di dunia setelah Kanada), dan potensi sumber daya ikan yang diperkirakan sebesar 6,4 juta ton pertahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia). Hal ini membuat Indonesia memang pantas disebut sebagai negara maritim atau bahari. Ini semua memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan, tentunya dalam konteks kepentingan rakyat (Dahuri 2002).

Disamping itu, tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia terus menunjukkan peningkatan, tahun 2008 tercatat 28 kg/kapita/tahun, tahun 2009 meningkat menjadi 29,08 kg/kapita/tahun, dan tahun 2010 kembali meningkat 30,47 kg/kapita/tahun. Meningkatnya konsumsi ikan dari tahun ke tahun menjadi salah satu indikator bahwa kebutuhan masyarakat terhadap ketersediaan ikan terus mengalami peningkatan. Tetapi disatu sisi, kebutuhan domestik masih belum bisa terpenuhi seutuhnya. Hal ini ditandai dari kebutuhan ikan di DKI Jakarta sendiri pada tahun 2011 adalah sebesar 249 ribu ton per tahun, dimana 121 ribu ton baru dapat dipenuhi dan sekitar 70 ribu ton per tahun dipenuhi dari impor (Mudho 2011).

Dari potensi fisik Indonesia yang memiliki iklim tropis menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak kawasan yang dapat dikembangkan sebagai basis perikanan budidaya untuk memenuhi kebutuhan ikan yang terus meningkat. Beberapa kawasan tersebut seperti kawasan pesisir dan kawasan perairan umum. Kawasan pesisir meliputi pantai, muara sungai (estuary), padang lamun, terumbu karang, hutan mangrove, hutan rawa pantai, perairan dekat pantai (inshore). Sedangkan kawasan perairan umum meliputi kolam air tawar, saluran irigasi, mina-padi, Daerah Aliran Sungai (DAS), danau, perairan rawa, dan perairan umum lainnya.

(2)

25,24 persen dan diperkirakan pada tahun 2009 mencapai 5,37 juta ton untuk perikanan tangkap dan 3,25 juta ton untuk perikanan budidaya (Salim 2010). Hal ini menunjukkan peluang pemanfaatan potensi perikanan sesungguhnya sangat besar. Salah satunya adalah pemanfaatan potensi kawasan perairan rawa yang kurang dilirik. Padahal kawasan perairan rawa di Indonesia cukup luas, yakni mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Lahan rawa sebagian besar terdapat di empat pulau besar, yaitu Sumatera 35%, Kalimantan 32%, Sulawesi 3%, dan Papua 30%. Kawasan ini mempunyai fungsi hidrologi dan lingkungan bagi kehidupan dan penghidupan manusia serta makhluk hidup lainnya sehingga diperlukan perhatian lebih dalam pemanfaatannya (Anonim 2008).

Menurut Chairuddin (1977), Propinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh perairan rawa dan sungai. Selain itu, kebijakan pembangunan perikanan terutama di propinsi Kalimantan Selatan diarahkan untuk menitikberatkan pada strategi pengelolaan dan pemanfaatan perairan rawa. Mengingat masyarakat Banjar sangat menggemari beberapa jenis ikan lokal ekonomis yang berasal dari perairan rawa, sehingga perlu eksplorasi lebih dalam terhadap potensi perikanan pada kawasan perairan rawa khususnya di daerah propinsi Kalimantan Selatan. Salah satunya diperlukan riset tentang kandungan gizi yang terkandung pada beberapa ikan rawa.

Kandungan gizi ikan antara lain asam lemak tak jenuh omega 3 yaitu EPA (Eucosapentaenoic Acid) dan DHA (Docosahexaenoic Acid), serta omega-9 yaitu oleat. Asam lemak ini telah teruji secara klinis mampu menurunkan kolesterol dalam darah, menurunkan resiko penyakit jantung koroner, mengurangi aktivitas sel-sel kanker dan dapat meningkatkan kemampuan belajar (Mu’nisa β00γ; Thoha 2004). Omega-9 berperan dalam menurunkan kolesterol jahat (LDL) dan meningkatkan kolesterol baik (HDL) dalam darah, serta berpotensi untuk menghambat produksi senyawa eikosanoid yaitu stimulan pertumbuhan tumor (Pranoto 2006).

(3)

penelitian ini perlu untuk dilakukan. Sehingga diharapkan hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat.

1. 2. Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Mengidentifikasi karakteristik ikan rawa yang meliputi persentase rendemen daging (fillet),

2. Kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak), 3. Kandungan asam lemak, dan

(4)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Deskripsi dan Identifikasi

2.1.1 Ikan sili (Mastacembelus erythrotaenia)

Klasifikasi M. erythrotaenia menurut Bleeker (1850) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Synbranchiformes Subordo : Mastacembelodei Famili : Mastacembelidae Genus : Mastacembelus

Spesies : M. erythrotaenia (Bleeker 1850)

Ikan ini dikenal dengan nama fire eel, ukuran maksimum dapat mencapai 100 cm. Ikan ini memiliki 33 duri pada punggungnya. Bentuk tubuhnya pipih dengan variasi motif batik hitam, merah, dan strip kuning, tergantung pada umur dan kondisi lingkungan tempat hidup ikan sili. Ikan ini dapat ditemukan di daerah Kalimantan, Sumatera, India, Malaysia, Myanmar (Burma), Sri Lanka dan Thailand. Selain dimanfaatkan untuk konsumsi, ikan ini juga biasa dijadikan sebagai ikan hias.

2.1.2 Ikan baung (Hemibagrus fortis)

Klasifikasi H. fortis menurut Popta (1904) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Siluriformes Famili : Bagridae Genus : Hemibagrus

(5)

Ikan Baung adalah ikan air tawar yang dapat hidup dari perairan tropis di muara sungai sampai ke bagian hulu. Selain itu, ikan ini juga banyak ditemui di tempat-tempat yang letaknya di daerah banjir. Secara umum, baung dinyatakan sebagai ikan yang hidup di perairan umum seperti sungai, rawa, situ, danau, dan waduk.

Ikan ini memiliki kepala yang memipih agak mendatar, dengan bagian tulang tengkorak yang kasar dan bagian atas kepala tak tertutupi oleh kulit, serta sirip lemak yang berukuran sedang berada di belakang sirip punggung (dorsal). Baung bertubuh licin tanpa sisik di tubuhnya; dan serupa dengan lundu dan patin, baung memiliki tiga duri yang berbisa (patil), yakni pada sepasang sirip dadanya, dan sebuah lagi berada di awal sirip punggungnya

Di Asia Tenggara, baung merupakan ikan konsumsi yang penting. Tekstur dagingnya berwarna lembut, putih, tebal tanpa duri halus, sehingga sangat digemari masyarakat.

2.1.3 Ikan toman (Channa micropeltes)

(6)

Ikan Toman tersebar luas di Indonesia bagian barat seperti Sumatra, Jawa, Kalimantan dan pulau-pulau disekitarnya. Selain Indonesia, toman dapat ditemukan di Malaysia, Thailand, Laos, Vietnam, India dan Myanmar. Toman biasa dimanfaatkan sebagai ikan konsumsi karena testur dagingnya yang putih dan lembut.

2.1.4 Ikan haruan (Channa striatus)

Klasifikasi C. striatus menurut Kottelat (1993) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

Filum : Chordata Kelas : Actinopterygii Ordo : Perciformes Famili : Channidae Genus : Channa

Spesies : C. striatus (Kottelat 1993)

Ikan Haruan memiliki bentuk morfologis mirip dengan ikan Toman, hanya saja berukuran lebih kecil. Ikan Haruan biasa hidup dalam air yang bertakung, tidak deras arusnya, dangkal dan berlumpur.

Di Kalimantan Selatan terdapat hampir disemua jenis perairan umum (rawa monoton, rawa pasang surut, sungai kecil dan waduk). Habitat ikan ini di lahan basah Sungai Negara Kalimantan Selatan dan sungai-sungai kecil, danau dan rawa (Chairuddin, 1990). Penyebaran ikan ini berada di lingkungan Sunda, Sulawesi, Lesser Sunda, Maluku, India, Indocina, Srilangka, Philiphina dan China (Kottelat, et al 1993).

2.1.5. Ikan kehung (Channa lucius)

Klasifikasi C. lucius menurut Cuvier (1831) adalah sebagai berikut: Kingdom : Animalia

(7)

Famili : Channidae Genus : Channa

Spesies : C. lucius (Cuvier 1831)

Kehung (C. lucius) adalah sejenis ikan karnivora yang banyak terdapat di sungai-sungai hutan dan rawa gambut, dan kerap dijumpai di sungai dengan aliran airnya yang cukup deras, seperti sungai-sungai di pantai timur Sumatera tengah dan selatan, Kalimantan (Kapuas, Mahakam, Kayan, Sarawak bagian selatan) dan Jawa. Selain itu kehung tersebar di Malaysia, Thailand, Vietnam, Laos (Sungai Mekong) dan Cina.

Ikan ini termasuk ke dalam suku Channidae (keluarga ikan gabus). Panjang maksimum ikan dewasa dapat mencapai 360 mm. Ikan ini memiliki bentuk kepala bagian atas (belakang) agak mencembung, namun tak begitu kentara pada spesimen berukuran kecil. Dengan bercak-bercak besar di sisi tubuh dan garis-garis (pita) miring berwarna gelap di bagian perutnya. Sederetan gigi berbentuk taring terdapat pada langit-langit (vomer dan palatine) mulutnya, di antaranya terdapat gigi-gigi yang lebih kecil. Pangkal sirip dorsal dengan gurat sisi diantarai oleh 5½ deret sisik. Jari-jari (duri) lunak pada sirip dorsal (punggung) berjumlah 38-41 buah; pada sirip anal (dubur) 27-29 buah. Gurat sisi pada ikan dewasa antara 58-65 buah.

2.2 Ekosistem Rawa

Perairan rawa merupakan salah satu ekosistem perairan umum yang pada permukaan tanahnya ditutupi oleh tumbuhan dan dicirikan dengan tebalnya lapisan tanah organik (gambut) dan kondisi fisik-kimiawi tanah tersebut mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Pada umumnya perairan rawa bersifat sangat asam sampai netral (nilai pH berkisar 3,5-7), dengan kandungan hara yang rendah (Welcomme 1979).

(8)

terletak di belakang tanggul sungai (backswamp). Hutan ini didominasi oleh tanah-tanah yang berkembang dari tumpukan bahan organik, yang lebih dikenal sebagai tanah gambut atau tanah organik (Histosols). Dalam skala besar, hutan ini membentuk kubah (dome) dan terletak diantara dua sungai besar (Valentina 2011).

Gambar 1 Fisiografi Lahan Rawa Gambut.

Hutan rawa gambut mempunyai nilai konservasi yang sangat tinggi dan fungsi-fungsi lainnya seperti fungsi hidrologi, cadangan karbon, dan biodiversitas yang penting untuk kenyamanan lingkungan dan kehidupan satwa. Jika ekosistemnya terganggu maka intensitas dan frekuensi bencana alam akan makin sering terjadi, bahkan lahan gambut tidak hanya dapat menjadi sumber CO2, tetapi juga gas rumah kaca lainnya seperti metana (CH4) dan nitrousoksida (N2O) (Anonim 2008).

(9)

Lahan gambut di Kalimantan umumnya terletak pada zona lahan rawa air tawar, dan sebagian pada zona lahan rawa pasang surut. Secara spesifik, lahan gambut menempati berbagai satuan fisiografi/landform, yaitu kubah gambut, cekungan dataran danau, rawa belakang sungai, cekungan sepanjang sungai besar termasuk oxbow lake atau meander sungai, dan dataran pantai. Dataran dan kubah gambut terbentang pada cekungan luas di antara sungai-sungai besar, dari dataran pantai ke arah hilir sungai hingga mencapai jarak 10-30 km (Anonim 2008).

2.3 Asam Lemak

Asam lemak merupakan suatu asam monokarboksilat dengan rantai yang panjang. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai atom karbon dari 4 sampai 24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang menyebabkan kebanyakan lipida bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Lehninger 1982). Berdasarkan kejenuhannya asam lemak terbagi menjadi dua macam, yaitu asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh dibagi menjadi dua, yaitu asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh majemuk. Perbedaan keduanya terletak pada ikatan rangkap yang terdapat pada asam lemak tidak jenuh (Belitz dan Grosch 1986).

(10)

1) Asam lemak n-3 (Omega-3)

Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA),

asam dokosaheksaenoat (DHA), dan asam α-linolenat yang membantu membentuk EPA dan DHA. Omega 3 umumnya berasal dari minyak ikan, terdiri atas rantai panjang dari asam linolenat, yang terbentuk ketika hewan mengkonsumsi tanaman yang kaya akan asam linolenat.

a) Asam α-linolenat (18:3n-3)

Asam lemak ini dihasilkan didalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ1β

dan Δ15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.

b) Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)

Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada

hewan melalui desaturasi atau elongasi α-linolenat. Eikosapentaenoat adalah produk primer asam lemak minyak ikan (± 20-25% berat) walaupun tidak dihasilkan oleh ikan. Asam eikosapentaenoat berperan sebagai kompetitif inhibitor metabolism asam arakhidonat.

c) Asam dokosaheksaenoat (22:6n-3)

Asam dokosaheksaenoat dihasilkan oleh alga laut dan komponen primer minyak ikan (± 8-20% berat). Produksi DHA pada hewan berasal dari asam

linolenat terjadi melalui proses desaturasi atau elongasi α-linolenat menjadi 24:5n-3. Asam lemak tak jenuh rantai yang sangat panjang ini didesaturasi oleh

desaturasi Δ6 (kemungkinan enzim desaturasi Δ6) dan menghasilkan asam lemak

lewat satu siklus -oksidasi membentuk DHA. 2) Asam lemak n-6 (Omega-6)

Bentuk umum asam lemak omega-6 adalah asam -linolenat. Omega-6 umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan beberapa jenis asam lemak omega-6 :

a) Asam linoleat (18:2n-6)

(11)

ditemukan beberapa cadangan makanan. Hewan tidak dapat memproduksi asam linoleat, namun makanannya kaya asam lemak, dan manusia mendapatkan asam linoleat dalam daging. Asam linoleat berperan sebagai prekursor untuk produksi asam lemak esensial arakhidonat.

b) Asam -linolenat (18:3n-6)

Asam -linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah

melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam -linolenat sebagai produk intermediet dalam produksi asam arakhidonat.

c) Dihomo-asam- -linolenat (20:3n-6)

Elongasi produk asam linolenat, dihomo- -linolenat (DGLA) adalah komponen terkecil fosfolipid hewan. Dihomo- -linolenat berperan sebagai prekursor pembentukan asam lemak esensial arakhidonat.

d) Asam arakhidonat

Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.

e) Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)

Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung dari asam arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan.

3) Asam lemak n-9 (Omega-9)

Asam lemak omega 9 juga tergolong kedalam jenis asam lemak non-esensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan omega 9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting. a) Asam oleat (18:1n-9)

Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi

pada tumbuhan, hewan, dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi sebagian PUFA.

b) Asam erukat (22:1n-9)

(12)

Fungsi asam lemak

Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh. Asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan membuat bahan-bahan lain misalnya hormon yang disebut eikosanoid. Eikosanoid membantu mengatur tekanan darah, proses pembekuan darah, lemak dalam darah, dan respon imun terhadap luka dan infeksi (Thoha 2004).

Salah satu contoh asam lemak tidak jenuh adalah Omega 3. Asam lemak Omega 3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak yang merupakan

kelompok Omega γ, contohnya α-linolenat (18:3; ALA), asam dokoheksaenoat (22:6; DHA), dan asam eikosapentaenoat (20:5; EPA). Struktur kimia dari DHA dan EPA dapat dilihat pada Gambar 1.

DHA

EPA

Gambar 2 Struktur kimia rantai karbon DHA 22 dan EPA 20.

Asam lemak n-3 DHA dan EPA yang merupakan kelompok Long-Chain Polyunsaturated Fatty Acid (LCPUFA) mempunyai peran penting dalam perkembangan otak dan fungsi penglihatan (Hornstra 2000 dalam Thoha 2004). Selain itu, DHA dan EPA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak (bagian yang digunakan untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini (Chafetz 1990 dalam Thoha 2004). Asam lemak n-6 dan n-3 merupakan turunan asam lemak linoleat dan linolenat yangberperan sebagai asam lemak otak. Kedua asam prekursor masuk dalam proses elongasi dan desaturasi yang menghasilkan tiga bentuk asam lemak n-3 yaitu asam α-linolenat, EPA dan DHA (Elvevoll 2000 dalam Thoha 2004).

Menurut Freeman dan Junge (2005), fungsi asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh sebagai fosfolipid, antara lain :

COOH H3C

(13)

1) Memelihara integritas dan fungsi membran seluler dan subseluler 2) Mengatur metabolisme kolesterol

3) Merupakan prekursor dari senyawa yang memiliki fungsi pengatur fisiologis dalam tubuh

4) Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi

2.4 Kromatografi Gas

Analisis asam lemak dalam suatu bahan pangan dapat diuji dengan Gas Chromatography (GC). Kromatografi merupakan salah satu metode pemisahan komponen-komponen campuran dimana cuplikan berkesetimbangan diantara dua fase, yaitu fase gerak yang membawa cuplikan dan fase diam yang menahan cuplikan secara selektif. Bila fase yang dipakai bersifat polar maka zat-zat yang bersifat nonpolar akan terpisah terlebih dahulu karena zat yang bersifat polar terikat kuat pada fase diamnya. Jika fase diam bersifat polar maka fase gerak yang digunakan bersifat nonpolar, demikian pula sebaliknya. Pemisahan dengan kromatografi didasarkan pada perbedaan kesetimbangan komponen-komponen campuran diantara fase gerak dan fase diam (Adnan 1997).

(14)

Meskipun dengan sampel yang sangat kecil, jika komponen yang jumlahnya banyak dengan mudah dapat dipisahkan dalam bentuk kromatogram yang dapat memberikan informasi tidak hanya kuantitasnya, tetapi juga identitasnya. Kelemahannya adalah teknik ini terbatas untuk zat yang mudah menguap (Adnan 1997). Senyawa yang tidak stabil secara termal ataupun tidak mudah menguap, dapat juga dianalisis dengan kromatografi gas, dengan cara mengubahnya menjadi turunan-turunannya yang lebih mudah menguap dan stabil, misalnya asam lemak dapat diubah menjadi ester metilik atau metil ester melalui esterifikasi dengan BF dalam pelarut metanol. Alkohol, sterol dan senyawa hidroksi dapat diasetilisasi, misalkan dengan asam asetat anhidrida dan piridin (Khopkar 1983). Alat kromatografi gas dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 3 Gas Chromatography (GC).

Kromatografi gas dalam analisis pangan memiliki berbagai keuntungan (McNair dan Bonelli 1988), antara lain :

1) Kecepatan

(15)

2) Resolusi (daya pisah)

Daya resolusi kromatografi gas sangat tinggi yaitu dapat memisahkan komponen yang sukar dipisahkan dengan cara lain, walaupun dengan titik didih yang hampir sama, karena kromatografi gas menggunakan fase cair yang selektif. 3) Analisis kualitatif

Waktu retensi atau waktu tambat adalah waktu sejak penyuntikan sampai maksimum puncak. Dengan menggunakan aliran yang tepat dan mengendalikan suhu, waktu tambat tersebut cukup singkat.

4) Kepekaan

Kromatografi gas memiliki kepekaan tinggi. Keuntungan tambahan dari kepekaan yang tinggi adalah sampel yang diperlukan hanya sedikit untuk menganalisis secara lengkap.

5) Kesederhanaan

Kromatografi gas mudah dijalankan dan mudah dipahami. Penafsiran data yang diperoleh biasanya cepat dan langsung serta mudah.

2.5 Logam Berat

Logam berat dapat terakumulasi dalam lingkungan terutama dalam sedimen sungai kemudian terikat dengan senyawa organik dan anorganik melalui absorpsi dan pembentukan kompleks. Faktor yang menyebabkan logam berat dikelompokkan kedalam bahan pencemar adalah karena logam berat tidak dapat terurai melalui biodegradasi seperti pecemaran organik (Harahap 1991).

(16)

2.5.1 Timbal (Pb)

Timbal (Pb) adalah logam yang bersifat toksik terhadap manusia, yang bisa berasal dari tindakan mengkonsumsi makanan, minuman, atau melalui inhalasi dari udara, debu yang tercemar Pb, kontak lewat kulit, kontak lewat mata, dan lewat parenteral. Logam Pb bisa menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukkan hemoglobin (Hb) di dalam tubuh manusia dan sebagian kecil Pb diekskresikan lewat urin atau feses karena sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut (Widowati et al. 2008).

Keracunan yang disebabkan oleh logam Pb dapat mengakibatkan efek yang kronis dan akut. Keracunan akut dapat mengakibatkan terbakarnya mulut, terjadinya perangsangan dalam gastrointestinal dan disertai diare. Keracunan yang kronis dapat menyebabkan anemia, sakit di sekitar perut serta dapat pula mengakibatkan kelumpuhan. Logam Pb dapat mempengaruhi kerja enzim atau fungsi protein (Hamidah 1980). Departemen Kesehatan Republik Indonesia membatasi Pb maksimum dalam makanan sebesar 4 ppm, sedangkan FAO sebesar 2 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997).

Dalam konsentrasi kecil, semua bahan pangan alami mengandung timbal dan dalam prosesing makanan mungkin konsentrasi timbal akan bertambah. Gejala keracunan timbal dapat menyebabkan kelumpuhan. Timbal di dalam tulang dapat mengganti kalsium sehingga dapat menyebabkan kelumpuhan. Defisiensi kalsium, besi, seng, tembaga, dan fosfat akan meningkatkan penyerapan timbal oleh tubuh (Saeni 1997).

2.5.2 Kadmium (Cd)

(17)

Keracunan kadmium dapat mengakibatkan efek yang kronik dan akut. Efek kronis dari keracunan kadmium biasanya mengakibatkan kerusakan pada ginjal, kerusakan pada sistem syaraf, dan sebagian renal tubules (Laws 1981). Batas aman logam berat Cd dalam makanan baik oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia, FDR New Zealand serta FAO adalah sama yaitu 1 ppm, tetapi Australia menetapkan batas aman Cd pada makanan adalah 2 ppm (Nurjanah dan Widiastuti 1997)

2.6 Spektrofotometri Serapan Atom

Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) atau spektrofotometri serapan atom merupakan suatu metode yang digunakan untuk penentuan unsur-unsur logam dan metaloid (Chasteen 2007). Analisis unsur dengan panjang gelombang pada daerah sinar tampak seperti Ca, K, Na, Mg, P dan sebagainya dapat dilakukan dengan cara spektroskopi serapan atom dan spektroskopi serapan emisi nyala. Spektroskopi serapan atom mengukur radiasi yang diserap oleh atom-atom yang tidak tereksitasi sedangkan pada spektroskopi emisi nyala yang diukur adalah radiasi yang dipancarkan dengan panjang gelombang tertentu oleh atom-atom yang tereksitasi (Nur 1989). Alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 4 Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS).

(18)

akan mengabsorbsi cahaya yang sesuai dengan panjang gelombang dari atom tersebut dan intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan panjang gelombang dari atom tersebut serta intensitas cahaya yang diserap sebanding dengan banyaknya cahaya (Chasteen 2007).

(19)

3 METODOLOGI

3.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Maret 2012. Penelitian dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, dan Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi cool box, freezer, timbangan digital, pisau, penggaris, botol film, gelas ukur, gelas arloji, cawan porselin, oven, desikator, destilator, vortex, tanur listrik, tabung Kjeltec, labu penyuling, erlenmeyer, bulb, buret, kertas saring Whatman, shaker, kapas bebas lemak, labu lemak, labu kjeldahl, alat ekstraksi Soxhlet, tabung reaksi tertutup, pipet, perangkat GC (Gas Chromatography), dan perangkat AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer).

(20)

3.3 Prosedur Penelitian

Kegiatan penelitian ini meliputi pengukuran rendemen produksi fillet, analisa proksimat (kadar air, abu, protein, dan lemak), asam lemak dan beberapa logam berat. Preparasi sampel dan pengukuran rendemen produksi fillet dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Hasil Perikanan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Analisa proksimat dilakukan di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian. Analisa asam lemak dan logam berat dilaksanakan di Laboratorium Terpadu Institut Pertanian Bogor, Bogor.

3.3.1 Rendemen produksi fillet

Rendemen produksi fillet dihitung sebagai persentase rasio produk yang dihasilkan (fillet) dengan bobot bahan baku awal. Contoh perhitungan rendemen produksi fillet dapat dilihat pada Lampiran 1 dan rumus perhitungan rendemen produksi fillet disajikan dibawah ini:

3.3.2 Analisa proksimat

Analisa proksimat merupakan suatu analisa yang dilakukan untuk memprediksi komposisi kimia suatu bahan, termasuk didalamnya kadar air, abu, protein, dan lemak. Analisa proksimat yang dilakukan meliputi uji kadar air dan kadar abu menggunakan metode gravimetric, uji kadar lemak menggunakan metode soxhlet dan uji kadar protein menggunkan metode kjeldahl.

(1) Analisa kadar air (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar air dilakukan menggunakan metode gravimetric. Prinsipnya adalah menguapkan air yang ada dalam sampel dengan cara pemanasan. Kemudian menimbang sampel sampai didapat bobot konstan yang diasumsikan semua air yang terkandung dalam sampel sudah diuapkan. Selisih bobot sebelum dan sesudah pengeringan adalah banyaknya air yang diuapkan.

% Rendemen produksi fillet =

(21)

Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 oC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dioven pada suhu 100-105 oC selama 6 jam lalu didinginkan dalam desikator selama 30 menit dan ditimbang (C). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot konstan. Diagram alir metode analisis kadar air dapat dilihat di Lampiran 2. Kadar air dihitung dengan rumus :

(2) Analisa kadar abu(SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode gravimetric. Prinsipnya adalah pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi air (H2O) dan karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini yang disebut abu.

Cawan yang akan digunakan dioven terlebih dahulu selama 30 menit pada suhu 100-105 oC, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g dalam cawan yang sudah dikeringkan (B), kemudian dibakar diatas nyala pembakar sampai tidak berasap dan dilanjutkan dengan pengabuan di dalam tanur bersuhu 550-600 oC sampai pengabuan sempurna (sesekali pintu tanur dibuka sedikit agar oksigen masuk). Sampel yang sudah diabukan didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pembakaran dalam tanur diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Daigram alir metode analisis abu dapat dilihat di Lampiran 3. Kadar abu dihitung dengan rumus :

% kadar air =

x 100%

% kadar abu =

(22)

(3) Analisa kadar lemak (SNI 01-2891-1992)

Analisis kadar lemak dilakukan menggunakan metode hidrolisis soxhlet. Prinsipnya adalah lemak yang terdapat dalam sampel diekstrak dengan menggunakan pelarut lemak nonpolar.

Labu lemak yang akan digunakan dioven selama 30 menit pada suhu 100-105 o

C, kemudian didinginkan dalam desikator untuk menghilangkan uap air dan ditimbang (A). Sampel ditimbang sebanyak 2 g (B) lalu dibungkus dengan kertas saring, ditutup dengan kapas bebas lemak dan dimasukkan ke dalam alat ekstraksi soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak yang telah dioven dan diketahui bobotnya. Pelarut heksana atau pelarut lemak lain dituangkan sampai sampel terendam dan dilakukan refluks atau ekstraksi lemak selama 5-6 jam atau sampai pelarut lemak yang turun ke labu lemak berwarna jernih. Pelarut lemak yang telah digunakan, disuling dan ditampung, setelah itu ekstrak lemak yang ada dalam labu lemak dikeringkan dalam oven bersuhu 100-105 oC selama satu jam, lalu labu lemak didinginkan dalam desikator dan ditimbang (C). Tahap pengeringan labu lemak diulangi sampai didapat bobot yang konstan. Diagram alir metode analisis kadar lemak dapat dilihat di Lampiran 4. Kadar lemak dihitung dengan rumus :

(4) Analisa kadar protein (AOAC 1995)

Analisis kadar protein dilakukan menggunakan metode mikro kjeldahl. Prinsipnya adalah oksidasi bahan-bahan berkarbon dan konversi nitrogen menjadi amonia oleh asam sulfat, selanjutnya amonia bereaksi dengan kelebihan asam membentuk amonium sulfat. Amonium sulfat yang terbentuk diuraikan dan larutan dijadikan basa dengan NaOH. Amonia yang diuapkan, akan diikat dengan asam borat. Nitrogen yang terkandung dalam larutan ditentukan jumlahnya dengan titrasi menggunakan larutan baku asam.

Sampel ditimbang sebanyak 0,1-0,5 g, dimasukkan ke dalam labu kjeldahl 100 mL, ditambahkan dengan 10-25 mL H2SO4 dan 2 g campuran selen (2,5 g serbuk SeO2, 100 gr K2SO4, dan 20 gr CuSO4.5H2O) atau ¼ buah tablet

(23)

kjeltab, kemudian dilakukan dekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) sampai larutan menjadi hijau jernih dan SO4 hilang. Larutan dibiarkan dingin dan dipindahkan ke labu pengencer 50 mL dan diencerkan dengan aquades sampai tanda tera, dimasukkan ke dalam alat destilasi, ditambahkan dengan 5-10 mL NaOH 30-33% dan dilakukan destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam larutan 10 mL asam borat 3% dan beberapa tetes indikator (larutan bromcresol green 0,1% dan larutan metil merah 0,1% dalam alcohol 95% secara terpisah dan dicampurkan antara 10 mL larutan bromcresol green dengan 2 mL metal merah) kemudian dititrasi dengan larutan HCl 0,02 N sampai larutan berubah warnanya menjadi merah muda. Diagram alir metode analisis kadar protein dapat dilihat di Lampiran 5. Kadar protein dihitung dengan rumus :

Keterangan : A : Volume HCl untuk titrasi blanko B : Volume HCl untuk titrasi sampel (mL) C : Normalitas HCl yang digunakan (0,02374 N) D : Bobot sampel (mg)

FK : Faktor Konversi (6,25 untuk produk perikanan)

3.3.3 Analisa asam lemak (AOAC 1984)

Metode analisa yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunannya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Analisis dengan kromatografi gas didasarkan pada partisi komponen-komponen dari suatu cairan diantara fase gerak berupa gas dan fase diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Komponen-komponen yang dipisahkan harus mudah menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan, sehingga suhu operasi biasanya lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh yang sulit menguap.

% kadar nitrogen =

(24)

Sampel lemak atau minyak dihidrolisis menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (Fatty Acid Metil Ester / FAME). Selanjutnya FAME dianalisis dengan alat kromatografi gas. Alat kromatografi gas yang digunakan adalah kromatografi gas merk Shimadzu GC-2010 Plus.

Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan waktu retensi standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan. Luas puncak dari masing-masing komponen adalah berbanding lurus dengan jumlah komponen tersebut dalam contoh.

Proses analisa asam lemak terdiri dari tiga tahapan, yaitu tahap ekstraksi, pembentukkan metil ester (metilasi), dan identifikasi asam lemak.

(1) Tahap ekstraksi

Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode hidrolisis soxhlet. Pada tahap ini akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut ditimbang sebanyak 20-30 mg lemak untuk dilanjutkan pada tahap metilasi. (2) Pembentukkan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi dimaksudkan untuk membentuk senyawa turuanan dari asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak diubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainnya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas. Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0,5 N, BF3 20%, NaCl jenuh dan isooktan. Sebanyak 20-30 mg lemak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi bertutup teflon dan ditambahkan 1 mL NaOH 0,5 N dalam methanol lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 o

C. Kemudian larutan didinginkan.

(25)

dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung reaksi yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat, didiamkan selama 15 menit. Larutan disaring dengan mikrofilter untuk memisahkan fase cairnya sebelum diinjeksikan ke dalam Gas Chromatography. Asam lemak yang ada dalam metil ester akan diidentifikasi oleh Flame Ionization Detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak).

(3) Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas Shimadzu GC-2010 Plus. Gas yang digunakan sebagai fase gerak adalah gas nitrogen dengan aliran bertekanan 20 mL/menit dan oksigen dengan aliran 200-250 mL/menit. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler (capillary column) yang panjangnya 60 m dan diameter dalam 0,25 mm dengan tebal lapisan film 0,25 µm. Suhu injektor sebesar 220 oC dan suhu detektor sebesar 240 oC. Temperatur terprogram yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 1 dan alat kromatografi gas merk Shimadzu GC-2010 Plus yang digunakan pada penelitian ini.

Tabel 1 Kolom temperatur terprogram pada alat GC

Rate (oC/menit) Temperatur (oC) Hold Time (menit)

- 125 5

10 185 5

5 205 10

3 225 7

Larutan yang telah disaring untuk dipisahkan dengan fase cairnya, diambil sebanyak 1 µl untuk diinjeksikan ke kromatografi gas. Kecepatan linear (linear velocity) larutan yang diinjeksikan pada kolom kapiler (capillary column) sebesar 23,6 cm/detik. Diagram alir metode analisis kadar protein dapat dilihat di Lampiran 6.

(26)

Keterangan : Ax : Area sampel As : Area standar

Cstandar : Konsentrasi Standar

Vcontoh : Volume contoh (1 mL isooktan)

3.3.4 Analisa logam berat (Pb dan Cd) (SNI 01-2896-1998)

Prinsip penetapan logam berat (Pb dan Cd) yaitu sesudah penghilangan bahan-bahan organik dengan pengabuan kering atau basah, residu dilarutkan dalam asam encer (sampel yang dicampurkan dengan larutan magnesium nitrat dalam etanol kemudian dikeringkan dan diabukan). Larutan disebarkan dalam nyala api yang ada di dalam alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) sehingga absorpsi atau emisi logam dapat dianalisis dan diukur pada panjang gelombang tertentu.

Sampel ditimbang sebanyak 5 g lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen atau gelas piala pyrex 100 mL. Larutan magnesium nitrat 10% dalam etanol ditambahkan sebanyak 10 mL dengan menggunakan pipet, diaduk dengan batang pengaduk. Batang pengaduk diangkat dan dibilas dengan etanol 95%. Etanol pada sampel diuapkan di atas penangas air sambil sesekali diaduk, kemudian dipanaskan di atas penangas listrik dengan gelas piala ditutup dengan gelas arloji. Gelas piala dipindahkan ke dalam tanur bersuhu 200 oC dan suhu dinaikkan secara bertahap sampai 500 oC selama 2 jam dan sampel diabukan sepanjang malam dengan suhu 450-500 oC.

Gelas piala diangkat dari tanur dan dibiarkan dingin. Apabila masih terdapat sisa karbon, setelah dingin sampel ditambahkan dengan 1 mL air dan 2 mL HNO3 pekat dan keringkan di atas penangas air. Lalu sampel dipanaskan kembali di dalam tanur pada suhu 500 oC selama 1 jam. Perlakuan ulangi sampai didapat abu berwarna putih.

Larutan campuran HCl dan HNO3 ditambahkan sebanyak 5 mL melalui dinding gelas piala dan dipanaskan di atas penangas air sampai abu larut. Larutan

% kadar nitrogen =

(27)

dipindahkan ke dalam labu ukur 100 mL dan disaring dengan kertas saring whatman No. 54 dan diencerkan sampai dengan volume 50 mL. Blanko dikerjakan dengan menggunakan pereaksi yang sama dengan sampel. Absorbansi diukur dengan menggunakan Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu AA-6300 pada panjang gelombang 283,3 nm untuk timbal dan 228,8 nm untuk kadmium. Alat Atomic Absorption Spectrophotometer (AAS) merk Shimadzu AA-6300.

Diagram alir metode analisis logam berat dapat dilihat pada Lampiran 7. Kandungan logam dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

Keterangan : Abs : Absorbansi yang terbaca pada AAS V : Volume pengenceran

Slope : Slope regresi kurva standar dari masing- masing mineral W : Bobot sampel (g)

(28)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Karakteristik Beberapa Ikan Rawa

Perairan rawa merupakan salah satu ekosistem perairan umum yang pada permukaan tanahnya ditutupi oleh tumbuhan dan dicirikan dengan tebalnya lapisan tanah organik (gambut) dan kondisi fisik-kimiawi tanah tersebut mempengaruhi kondisi fisik, kimia dan biologi perairan. Pada umumnya perairan rawa bersifat sangat asam sampai netral (nilai pH berkisar 3,5-7), dengan kandungan hara yang rendah (Welcomme 1979).

Jenis ikan pada ekosistem rawa banjiran (flood plain) terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok ikan hitam (black fish) dan ikan putih (white fish). Contoh kelompok ikan hitam yaitu Betok (Anabas testudineus), Gabus (Channa striatus), Sepat siam (Trichogaster pectoralis), Tembakang (Helostoma temmenckii). Contoh kelompok ikan putih yaitu Lais (Cryptopterus spp), Baung (Mystus nemurus), Patin (Pangasius sp), Jalawat (Leptobarbus hoeveni), Lampam (Barbodes schwanefeldii). Ikan yang hidup di perairan rawa terutama dari kelompok black fish pada umumnya mempunyai alat pernapasan tambahan (Labyrinth) sehingga dapat hidup di perairan yang oksigennya rendah dan asam. Jenis ikan ekonomis penting yang hidup di bagian hilir sungai yaitu Dukang (Arius sp), Sembilang (Plotosus canisus), Kakap (Lutjanus sp), Bulu ayam (Coilia liindmani) (Utomo dan Krismono, 2006).

Pada penelitian ini, ikan yang digunakan didapatkan dari perairan rawa di Selatan Kalimantan, tepatnya di Kota Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan. Lima jenis ikan rawa yang ditemukan memiliki panjang dan bobot yang bervariasi (Tabel 2).

Tabel 2 Karakteristik beberapa ikan rawa di perairan Selatan Kalimantan

No Nama Ikan Panjang (cm) Bobot Awal (g)

1 M. erythrotaenia 42,00 152,00

2 H. fortis 35,50 342,50

3 C. micropeltes 31,00 343,00

4 C. striatus 25,50 157,00

(29)

Pada beberapa ikan rawa yang diteliti dilakukan pengukuran panjang tubuh dan bobot tubuh ikan. Pengukuran panjang tubuh ikan dilakukan pada sisi tubuh, dimulai dari ujung mulut sampai ujung ekor. Panjang ikan rawa di perairan Selatan Kalimantan yang diteliti berkisar antara 25,50-42,00 cm. Perbedaan panjang dan bobot ikan dapat disebabkan adanya perbedaan spesies, umur, habitat, TKG, dan makanan (Asty 2007). Pada Gambar 6 dapat dilihat beberapa jenis ikan rawa di perairan rawa Selatan Kalimantan.

M. erythrotaenia H. fortis

C. micropeltes C. striatus

C. lucius

Gambar 5 Beberapa jenis ikan rawa di perairan rawa selatan Kalimantan.

4.2 Rendemen Produksi Fillet

(30)

persentase rendemen produksi fillet dari beberapa ikan rawa perairan rawa selatan Kalimantan. (disajikan pada Tabel 3)

Tabel 3 Rendemen produksi fillet dan ukuran panjang tubuh pada beberapa ikan rawa pada perairan rawa selatan Kalimantan

No Nama Ikan Bobot

Dari Tabel 3 terlihat bahwa beberapa ikan rawa yang diteliti, yang ditangkap dari perairan selatan Kalimantan memiliki bobot tubuh utuh sebesar 152,00-343,00 g dan bobot fillet daging sebesar 42,00-150,00 g. Dari perbandingan antara bobot daging fillet dengan bobot ikan utuh didapat persentase rendemen produksi fillet sebesar 27,63-43,73%.

Hasil analisis bagian yang dapat dimakan dari sampel ikan rawa yang diteliti menunjukkan nilai yang beragam. Hal ini dapat dipengaruhi oleh adanya perbedaan perbedaan spesies, umur, habitat, TKG, dan makanan dari ikan tersebut (Asty 2007). Nilai dari bagian yang dapat dimakan berpengaruh terhadap jumlah kandungan gizi yang dapat diperoleh. Semakin besar edible portion, maka semakin besar nilai gizi yang diperoleh dari ikan tersebut sehubungan dengan banyaknya mineral, protein dan lemak yang dapat dimanfaatkan dari ikan tersebut (Kusumo 1997).

(31)

4.3 Hasil Analisis Proksimat

Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan proksimat yang terdapat pada beberapa ikan rawa yang ditangkap dari perairan rawa selatan Kalimantan. Kandungan proksimat yang dianalisis meliputi kandungan air, abu, lemak, dan protein. Hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4 Hasil analisis proksimat beberapa ikan rawa di perairan rawa selatan

1 M. erythrotaenia 78,84 0,99 3,02 15,85

2 H. fortis 74,23 1,28 2,31 21,74

3 C. micropeltes 75,90 4,13 0,47 17,84

4 C. striatus 77,14 2,10 0,45 19,59

5 C. lucius 74,60 3,42 3,24 18,13

Pada Tabel 4 dapat diketahui bahwa beberapa ikan rawa yang diteliti memiliki kandungan proksimat yang berbeda-beda. Tampak bahwa ikan rawa tersebut memiliki kadar air sebesar 74,23-78,84%, kadar abu 0,99-4,13%, kadar lemak 0,45-3,24%, dan kadar protein 15,85-21,74%.

(32)

Air digunakan dalam jumlah yang lebih besar baik dalam bahan pangan maupun dalam tubuh manusia dibandingkan zat gizi lainnya. Air digunakan dalam tubuh sebagai pelarut, sebagai bagian dari pelumas, sebagai pereaksi kimia, membantu mengatur suhu tubuh, serta membantu memelihara bantuk dan susunan tubuh (Harper 1988). Kandungan air beberapa ikan rawa yang diteliti tertinggi pada spesies M. erythrotaenia. Sebaliknya pada Gambar 9, kandungan protein paling rendah terdapat pada spesies M. erytrothenia dan yang tertinggi pada spesies H. fortis.

Hal ini terjadi karena semakin meningkatnya kandungan protein maka kandungan air akan semakin menurun. Senyawa protein yang terdapat pada suatu bahan mengandung air konstitusi yang terikat secara kimiawi. Air konstitusi adalah air yang merupakan bagian dari molekul senyawa padatan tertentu dan bukan dalam bentuk H2O (Syarief et al. 1993).

4.3.2 Kandungan abu

Pada bahan makanan sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya

(33)

terdiri dari unsur-unsur mineral yaitu zat anorganik atau disebut juga kadar abu. Mineral yang ditemukan dalam tubuh makhluk hidup dan dalam bahan pangan tergabung dalam persenyawaan anorganik, dan ada pula yang ditemukan dalam bentuk unsur (Harper et al. 1988). Kandungan abu beberapa ikan rawa yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Histogram kandungan abu beberapa ikan rawa pada perairan rawa selatan Kalimantan.

Pada Gambar 7 dapat dilihat bahwa kandungan abu berkisar antara 0,99-4,13%. Kandungan abu paling rendah terdapat pada spesies M. erythrotaenia, sedangkan kandungan tertinggi terdapat pada spesies C. micropeltes. Kandungan abu sangat erat hubungannya dengan kandungan mineral suatu bahan tersebut, dalam hal ini ikan rawa yang diteliti (Sudarmadji et al 1989).

4.3.3 Kandungan lemak

Pada umumnya lemak yang terkandung dalam ikan sangat mudah untuk dicerna langsung oleh tubuh, sebagian besar adalah asam lemak tak jenuh yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan dapat menurunkan kolesterol dalam darah. Kandungan lemak beberapa ikan rawa yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 8.

(34)

Gambar 8 Histogram kandungan lemak beberapa ikan rawa pada perairan rawa selatan Kalimantan.

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa kandungan lemak berkisar antara 0,45-3,24%. Kandungan lemak paling rendah terdapat pada spesies C. striatus dan yang tertinggi pada spesies C. lucius.

Kandungan lemak yang tinggi membuat ikan ideal dijadikan sumber lemak hewani yang baik bagi tubuh. Sebagian besar lemak daging ikan terdiri atas asam lemak tak jenuh yang dibagi menjadi asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) (Lehninger 1982, Ackman 1982).

Lingkungan tempat dimana ikan tersebut tumbuh dan berkembang sangat berpengaruh terhadap kandungan lemak (Suriawiria dalam Asty 2007). Kandungan lemak pada ikan tidak hanya dipengaruhi oleh jenis ikan tapi juga dipengaruhi oleh kedewasaan, musim, kebiasaan makan (feeding habit), dan ketersediaan pakan (Belitz dan Grosch 1986).

4.3.4 Kandungan protein

(35)

dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan (Soenardi 2006).

Asam amino terbagi dalam asam amino non esensial dan asam amino esensial. Asam amino esensial harus diperoleh dari makanan, karena tubuh tidak bisa membuatnya secara sendiri, asam amino esensial terdiri atas histidin, asoleusin, leusin, lisin, metionin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin, dan arginin (Harper et al. 1988; Sudarmadji et al. 1989). Kandungan protein beberapa ikan rawa yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9 Histogram kandungan protein beberapa ikan rawa pada perairan rawa selatan Kalimantan.

Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa kandungan protein berkisar antara

15,85-21,74%. Kandungan protein paling rendah terdapat pada spesies M. erythrotenia dan yang tertinggi pada spesies H fortis.

Tingginya kadar protein dipengaruhi oleh jenis spesies, lingkungan dan makanan. Ikan juga dikonsumsi sebagai sumber protein hewani, karena memiliki serat protein yang lebih pendek dibanding serat protein daging sapi atau daging ayam, sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi oleh tubuh (Hadiwiyoto 1988 dalam Fanany 2005).

Berdasarkan kandungan protein dan lemaknya, ikan dapat digolongkan dalam 5 tipe (Stansby dan Olcott 1963 dalam Santoso 1998), seperti yang tercantum dalam Tabel 5. Kelima tipe ikan tersebut yaitu A, B, C, D dan E didasarkan pada kandungan protein dan lemaknya.

(36)

Tabel 5 Tipe-tipe ikan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya

Tipe Kategori Kandungan

Protein (%) Lemak (%)

A Protein tinggi, lemak rendah 15-20 <5

B Protein tinggi, lemak sedang 15-20 5-15

C Protein rendah, lemak tinggi <15 >15 D Protein sangat tinggi, lemak rendah >20 <5 E Protein rendah, lemak rendah <15 <5

Sumber : Stanby dan Olcott (1963) dalam Santoso (1998)

Berdasarkan Tabel 5, beberapa ikan rawa pada perairan rawa selatan Kalimantan yang diteliti, dapat dikelompokkan menjadi dua tipe. Pengelompokkan beberapa ikan rawa ini dicantumkan pada Tabel 6.

Tabel 6 Tipe-tipe beberapa ikan rawa di perairan rawa selatan Kalimantan berdasarkan kandungan protein dan lemaknya

No Nama Ikan Tipe Kategori

1 M. erythrotaenia A Protein tinggi, lemak rendah

2 H. fortis D Protein sangat tinggi, lemak rendah

3 C. micropeltes A Protein tinggi, lemak rendah

4 C. striatus A Protein tinggi, lemak rendah

5 C. lucius A Protein tinggi, lemak rendah

(37)

4.4 Kandungan Asam Lemak

Analisis asam lemak dilakukan menggunakan alat Gas Chromatography (GC) Shimadzu GC-2010 Plus untuk mengetahui komposisi asam lemak ikan rawa. Hasil analisis asam lemak disajikan selengkapnya melalui Tabel 7.

Tabel 7 Hasil analisis asam lemak beberapa ikan rawa di perairan rawa selatan Kalimantan

Tipe Asam Lemak Jenis Asam Lemak

(% (b/b)) A B C D E

(38)

palmitoleat (C16:1) dan asam oleat (C18:1,n-9), sedangkan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) meliputi asam linoleat (C18:2,n-6), linolenat (C18:3,n-3), asam arakhidonat (C20:4,n-6), asam eikosapentaenoat/EPA (C20:5, n-3), dan asam dokoheksaenoat/DHA (C22:6,n-3).

Beberapa spesies ikan rawa memiliki komposisi asam laurat (C12:0) antara 0,04-0,1% (b/b), asam miristat (C14:0) 0,51-1,03% (b/b), asam palmitat (C16:0) sebesar 8,86-19,99 %(b/b), dan asam stearat (C18:0) antara 5,86-10,62% (b/b). Asam palmitoleat (C16:1) yang termasuk asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) memiliki komposisi antara 0,79-2,67% (b/b) dan asam oleat (C18:1,n9) yang termasuk kedalam golongan omega-9 sebesar 5,19-19,66% (b/b), sedangkan asam lemak yang tergolong omega-6 meliputi asam linoleat (C18:2,n-6) memiliki komposisi antara 1,31-4,7% (b/b) dan asam arakhidonat (C20:4,n-6) sebesar 1,18-3,19% (b/b). Asam lemak yang tergolong omega-3 meliputi linolenat (C18:3,n-3) memiliki komposisi antara 0,18-3,09% (b/b) asam eikosapentaenoat/EPA (C20:5,n-3) sebesar antara 0,05-1,53% (b/b), dan asam dokosaheksaenoat/DHA (C22:6,n-3) msemiliki komposisi 0,41-1,97% (b/b).

Berdasarkan Tabel 7, total persentasi asam lemak M. erythrotaenia sebesar 42,74% (b/b), maka dapat diketahui terdapat asam lemak lainnya yang memiliki jumlah yang cukup kecil dan kontaminan yang jika digabungkan sebesar 57,26% (b/b). Begitu juga dengan spesies lainnya, total persentasi asam lemak H. fortis sebesar 61,74% (b/b), maka dapat diketahui terdapat asam lemak lainnya yang memiliki jumlah yang cukup kecil dan kontaminan yang jika digabungkan sebesar 38,26% (b/b). Total persentasi asam lemak C. micropeltes sebesar 36,92% (b/b), maka dapat diketahui terdapat asam lemak lainnya yang memiliki jumlah yang cukup kecil dan kontaminan yang jika digabungkan sebesar 63,08% (b/b).

(39)

Komposisi asam lemak ikan M. erythrotaenia didominasi oleh asam lemak jenuh yaitu asam palmitat (C16:0) sebesar 16,97% (b/b) dan asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1,n-9) sebesar 14,18% (b/b). Palmitat merupakan prekursor bagi pembentukkan asam lemak rantai panjang lainnya melalui proses elongasi maupun desaturasi. Asam lemak jenuh merupakan komponen dasar dari sistem pembentukkan lemak pada makhluk hidup. Sedangkan asam lemak tak jenuh yang dikandung ikan M. erythrotaenia termasuk asam lemak yang mudah mengalami oksidasi, sehingga penanganannya harus selalu dalam rantai dingin menggunakan es (cold chain) agar kualitas kesegarannya tetap terjaga hingga tahap pengolahan. Perbedaan asam lemak ini sangat dimungkinkan karena komposisi lemak dan asam lemak pada ikan tergantung pada jenis spesies, habitat, dan jenis makanan yang dikonsumsi (Ackman 1982 dalam Kusumo 1997).

Komposisi asam lemak ikan M. erythrotaenia dapat dilihat lebih jelas pada Gambar 10.

Keterangan: Asam lemak tak jenuh

Asam lemak jenuh

Gambar 10 Histogram komposisi asam lemak ikan rawa spesies M. erythrotaenia.

(40)

Keterangan: Asam lemak tak jenuh Asam lemak jenuh

Gambar 11 Histogram komposisi asam lemak ikan rawa spesies H. fortis.

Berdasarkan Gambar 11 dapat kita lihat bahwa asam lemak yang mendominasi pada ikan H. fortis adalah asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1,n-9) sebesar 19,66% (b/b) dan asam lemak jenuh yaitu palmitat (C16:0) sebesar 17,05% (b/b) dan stearat (C18:0) sebesar 10,26% (b/b).

Keterangan: Asam lemak tak jenuh

Asam lemak jenuh

Gambar 12 Histogram komposisi asam lemak ikan rawa spesies C. micropeltes.

(41)

Pada Gambar 12, komposisi asam lemak ikan C. micropeltes didominasi oleh asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1,n-9) sebesar 10,33% (b/b) dan asam lemak jenuh yaitu palmitat (C16:0) sebesar 16,47% (b/b) dan stearat (C18:0) sebesar 10,62% (b/b). Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal yang tinggi dapat dipengaruhi habitat hidupnya yang terdapat sedikit fitoplankton pada perairan rawa dan kecenderungan ikan rawa yang merupakan pemangsa ikan-ikan kecil.

Keterangan: Asam lemak tak jenuh

Asam lemak jenuh

Gambar 13 Histogram komposisi asam lemak ikan rawa spesies C. striatus.

Komposisi asam lemak ikan C. striatus, berdasarkan Gambar 13 didominasi oleh asam lemak tak jenuh tunggal yaitu asam oleat (C18:1,n-9) sebesar 5,19% (b/b) dan asam lemak jenuh yaitu palmitat (C16:0) sebesar 8,86% (b/b) dan stearat (C18:0) sebesar 5,86% (b/b).

Sedangkan berdasarkan Gambar 15, komposisi asam lemak ikan C. luscius didominasi oleh asam lemak tak jenuh tunggal yaitu oleat (C18:1,n-9) sebesar 13,99% (b/b) dan asam lemak jenuh yaitu palmitat (C16:0) sebesar 19,99% (b/b) dan stearat (C18:0) sebesar 7,78% (b/b).

(42)

Perbedaan nilai asam lemak disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari lingkungan hidupnya (Leblanc et al. 2008). Asam oleat lebih stabil dibandingkan dengan asam linoleat dan linolenat, terlihat dari perannya dalam meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dan menurunkan LDL kolesterol di dalam darah (Muchtadi et al. 1993).

Keterangan: Asam lemak tak jenuh

Asam lemak jenuh

Gambar 14 Histogram komposisi asam lemak ikan rawa spesies C. luscious.

(43)

keluarga omega-3 kecuali arakhidonat dan linoleat yang termasuk kedalam omega-6.

Pada umumnya ikan rawa termasuk hewan pemangsa/karnivora yang memakan zooplankton, ikan-ikan kecil, krustase dan Myctophidae, sehingga rata-rata memiliki kandungan PUFA yang rendah dan MUFA yang tinggi (Kusumo 1997). Hal ini berbeda dengan ikan yang banyak mengonsumsi fitoplankton yang dapat mensintesis omega-3 sendiri.

Kandungan SAFA relatif sama pada ikan yang diteliti karena asam lemak ini merupakan komponen dasar dari sistem pembentukan lemak pada makhluk hidup. Perbedaan kadar serta komposisi asam lemak ini terjadi karena komposisi lemak dan asam lemak pada ikan tergantung pada jenis spesies, habitat dan jenis makanan yang dikonsumsi ikan tersebut (Ackman 1982).

Tidak teridentifikasinya beberapa asam lemak diduga karena kandungan asam lemak tersebut sangat rendah. Rendahnya asam lemak menyebabkan puncak (Peak) asam lemak kecil sehingga tidak dapat dibedakan dari puncak pengaruh nois kromatografi gas atau telah terjadi kerusakan asam lemak pada tahap metilasi lemak.

Beberapa asam lemak yang mendominasi ikan rawa yang diteliti dan mempunyai peran penting dalam kesehatan adalah oleat (MUFA/omega-9) EPA, dan DHA (PUFA/omega-3). Perbandingan asam oleat, EPA dan DHA beberapa spesies ikan rawa yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Perbandingan komposisi oleat, EPA dan DHA pada beberapa ikan rawa di perairan selatan Kalimantan (% (b/b))

No Nama Jenis Ikan Oleat EPA DHA

(44)

tertinggi terdapat pada C. lucius. Penjelasan asam oleat, EPA dan DHA beberapa spesies ikan rawa yang diteliti dapat dilihat pada Gambar 15-17.

Gambar 15 Histogram perbandingan kandungan asam oleat pada beberapa ikan rawa di perairan rawa selatan Kalimantan.

(45)

Gambar 17 Histogram perbandingan kandungan DHA pada beberapa ikan rawa di perairan rawa selatan Kalimantan.

Asam oleat

Asam oleat (C18:1, n-9) sering disebut sebagai omega-9 dan termasuk Monounsaturated Fatty Acid (MUFA) mempunyai peranan cukup penting dalam kesehatan. Kuantitas asam lemak pada ikan tergantung kepada jenis spesies dan habitat (Haliloglu et al. 2004). Selain itu, variasi nilai asam lemak dapat disebabkan oleh jenis makanan,salinitas, usia dan jenis kelamin (Satue et al.1994).

(46)

CH3(CH2)7CHCH(CH2)7)COOH. Asam lemak ini pada suhu ruang berupa cairan kental dengan warna kuning pucat atau kuning kecokelatan, memiliki aroma yang khas, tidak larut dalam air, titik leburnya 15,3 °C dan titik didihnya 360 °C.

Asam eikosapentaenoat (EPA)

EPA termasuk omega-3 yang merupakan asam lemak esensial bagi tubuh. Disebut esensial karena tubuh tidak dapat mensintesis EPA sendiri sehingga untuk mendapatkannya harus dikonsumsi dari bahan makanan. Pada dasarnya, ikan tidak dapat memproduksi omega-3, namun kandungan kandungan omega-3 yang tinggi pada tubuh ikan ini diperoleh melalui makanannya, yaitu fitoplankton. Beberapa jenis fitoplankton yang memiliki kandungan EPA yang tinggi adalah Prorocentrum micans, Gonyaulax polyedra, Skeletonema costatum, Ditylum brightwelli, Biddulphia sinensis, Asteriolla japonica dan Navicula pellicullosa (Wood 1974 dalam Kusumo 1997).

Asam eikosapentaenoat (EPA) merupakan jenis asam lemak omega-3. Dalam banyak literatur disebut C20:5,n-3. Memiliki nama kimia sistematis keseluruhan asam cis-5,8,11,14,17-eikosapentaenoat dan nama trivial asam timnodonat (timnodonic acid). Secara kimia, EPA merupakan asam karboksilat dengan rantai C berjumlah 20 dan 5 ikatan ganda cis, ikatan ganda pertama terletak pada karbon ketiga dari ujung omega. Selain itu, EPA memiliki rumus molekul C20H30O2. EPA dan metabolitnya berperan dalam tubuh melalui interaksi dengan metabolit asam arakhidonat. EPA merupakan asam lemak tak jenuh jamak yang berperan sebagai prekursor untuk prostaglandin-3 (yang menghambat agregasi platelet), gugus tromboksan-3 dan leukotrien-5. Ditemukan juga pada minyak ikan dari hati ikan kod, herring, mackerel, salmon, menhaden dan sardin (Pranoto 2006).

Asam dokosahensaenoat (DHA)

(47)

jenuh omega-3 yang penting bagi kesehatan tubuh manusia. Variasi nilai DHA dapat disebabkan karena perbedaan usia dan jenis kelamin (Satue et al. 1994). EPA tidak banyak berubah nilainya selama pertumbuhan, namun DHA berkurang selama perkembangan terutama pada betina (Satue et al. 1994). Ikan yang ditemukan pada air dingin lebih tinggi kandungan omega-3/PUFA dibanding pada air hangat dan kandungan omega-omega-3/PUFA pada ikan laut lebih tinggi dibanding pada air air tawar (Mu’nisa 2003).

Asam lemak omega-3 memiliki ikatan rangkap tak jenuh yang terdapat pada atom C ketiga dan keempat terakhir dihitung dari gugus metilnya. Asam lemak omega-3 sudah lama diteliti sebagai zat yang bisa mengurangi tingkat kematian akibat penyakit jantung koroner, terutama kematian mendadak. Omega-3 juga berperan membantu meningkatkan high density lipoprotein (HDL) atau yang disebut kolesterol baik, karena besarnya peranan dalam meningkatkan daya kekebalan (imunitas) tubuh dan menurunkan low density lipoprotein (LDL) atau kolesterol jahat, karena menjadi penyebab terjadinya penyempitan pembuluhdarah (Mu’nisa 2003).

Asam dokosaheksaenoat lebih dikenal sebagai DHA (C22:6,n-3) mempunyai rumus kimia asam cis dokosa-4,7,10,13,16,19-heksaenoat yang memiliki nama trivial asam servonat (cervonic acid) merupakan asam lemak esensial omega-3. Secara kimia, DHA adalah asam karboksilat dengan rantai C berjumlah 22 dan 6 ikatan ganda cis, ikatan ganda pertama terletak pada rantai C ketiga dari ujung omega. Pemberian omega 3 khususnya EPA dan DHA pada pasien hypolipidemik, antitrombotik, antiritmik, antihipertensi dan anti inflammatori, menunjukkan penurunan atau menghambat resiko dan faktor timbulnya perkembangan penyakit kardiovaskuler. DHA didalam tubuh sangat penting untuk perkembangan otak dan retina (Stone 1996 dan Simopoulos 1991 dalam Mu’nisa 2003).

4.5 Kandungan Logam Berat (Pb dan Cd)

(48)

yang berlebihan dapat menimbulkan efek racun. Contoh logam berat ini adalah seng (Zn), tembaga (Cu), besi (fe), kobal (Co), dan mangan (Mn). Sedangkan jenis kedua adalah logam berat yang tidak esensial bagi tubuh atau memiliki sifat toksik. Keberadaan jenis logam berat yang kedua ini dalam tubuh masih belum diketahui manfaatnya atau bahan dapat bersifat racun. Contoh logam-logam berat ini adalah merkuri (Hg), kadmium (Cd), timbal atau timah hitam (Pb), dan krom (Cr) (Putra SE dan Putra JA 2006).

Logam berat Kadmium dan Timbal selain bersifat tidak esensial juga bersifat toksik, sehingga kedua jenis logam tersebut selalu mendapat prioritas utama untuk dianalisis dan dievaluasi. Logam-logam berat ini dapat menimbulkan efek kesehatan bagi manusia, tergantung pada bagian mana logam tersebut terikat dalam tubuh. Hasil analisis kandungan beberapa logam berat yang meliputi kadmium (Cd) dan timbal (Pb) dari beberapa ikan rawa yang diteliti dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Kandungan logam berat pada beberapa ikan rawa pada perairan rawa selatan Kalimantan

No Nama Ikan Logam Berat (Toksik) (ppm)

Pb Cd

1 M. erythrotaenia Tidak Terdeteksi

Tidak Terdeteksi

(49)

minimal yaitu sebesar 0,001 ppm bahan sehingga diperkirakan bahwa kandungan ketiga logam berat ini di bawah 0,001 ppm bahan yang diuji.

(50)

5

KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut :

1. Sampel ikan rawa yang diteliti diperoleh dari perairan rawa di Selatan Kalimantan, tepatnya di Kota Pelaihari, Kabupaten Tanah Laut, Propinsi Kalimantan Selatan, terdiri dari 5 spesies, yaitu M. erythrotaenia (ikan sili), H. fortis (ikan baung), C. micropeltes (ikan toman), C. striatus (ikan haruan), dan C. lucius (ikan kehung). Sampel ikan memiliki panjang 25,50-42,00 cm, bobot tubuh utuh 152,00-343,00 g dan bobot fillet daging 42,00-150,00 g. Dari perbandingan antara bobot daging fillet dengan bobot ikan utuh didapat persentase rendemen produksi fillet sebesar 27,63-43,73%.

2. Ikan rawa yang diteliti memiliki kandungan proksimat yang bervariasi, yaitu kadar air sebesar 74,23-78,84%, kadar abu 0,99-4,13%, kadar lemak sebesar 0,45-3,24%, dan kadar protein 15,85-21,74%.

3. Analisis asam lemak menunjukkan bahwa beberapa spesies ikan rawa yang diteliti mengandung 11 jenis asam lemak, meliputi asam lemak jenuh (SAFA) yang terdiri dari asam laurat, asam miristat, asam palmitat, dan asam stearat; asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) yang terdiri dari asam palmitoleat dan asam oleat, serta asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) yang meliputi asam linoleat, linolenat, asam arakhidonat, asam eikosapentaenoat (EPA), dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Asam lemak yang mendominasi adalah asam palmitat sebesar 8,86-19,99% (b/b) dan asam oleat yang temasuk kedalam golongan omega-9 sebesar 5,19-19,66% (b/b).

(51)

5. 2. Saran

Saran yang dapat diberikan dari penelitian ini adalah :

1. Perlu dilakukan penelitian terhadap spesies lain yang tersebar di perairan rawa lokasi lain di Indonesia.

2. Perlu penelitian lebih lanjut tentang kandungan vitamin dan mineral lain yang diperlukan untuk kesehatan tubuh.

3. Perlu diteliti aspek biologi, daerah penyebaran, besarnya stok, teknologi pemanfaatan yang efisien, informasi pasar, dan kemungkinan produksi pertahun.

(52)

SINGGIH BAYU UTOMO C34053136

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(53)

di Perairan Rawa Kabupaten Tanah Laut, Kalimantan Selatan. Dibimbing oleh SUGENG HERI SUSENO dan RONI NUGRAHA

Wilayah Indonesia merupakan wilayah perairan yang luas dan diperkirakan memiliki potensi sumber daya ikan sebesar 6,4 juta ton pertahun yang tersebar di perairan wilayah Indonesia dan perairan ZEEI (Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia). Tingkat konsumsi ikan perkapita masyarakat Indonesia juga terus menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Potensi fisik Indonesia yang memiliki iklim tropis menunjukkan bahwa Indonesia memiliki banyak kawasan yang dapat dikembangkan sebagai basis perikanan budidaya untuk memenuhi kebutuhan ikan yang terus meningkat. Salah satunya adalah pemanfaatan potensi kawasan perairan rawa yang kurang dilirik. Kawasan perairan rawa di Indonesia cukup luas, yakni mencapai 20,6 juta ha atau 10,8% dari luas daratan Indonesia. Khususnya Propinsi Kalimantan Selatan didominasi oleh perairan rawa dan sungai. Selain itu, mengingat masyarakat Banjar sangat menggemari beberapa jenis ikan lokal ekonomis yang berasal dari perairan rawa, perlu dilakukannya eksplorasi lebih dalam terhadap potensi perikanan pada kawasan perairan rawa terutama ikan rawa yang memiliki nilai ekonomis penting.

Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik ikan rawa yang meliputi persentase rendemen daging (fillet), kandungan proksimat, asam lemak dan kandungan logam berat (Pb dan Cd) beberapa spesies ikan rawa di perairan selatan Kalimantan. Beberapa rawa yang diteliti terdiri dari 5 spesies, yaitu Mastamcembelus erythrotaenia, Hemibagrus fortis, Channa micropeltes, Channa striatus,dan Channa lucius. Beberapa ikan rawa yang diteliti, memiliki persentase rendemen produksi fillet sebesar 27,63-43,73 %.

Ikan rawa yang diteliti memiliki kandungan proksimat yang bervariasi, yaitu kadar air sebesar 74,23-78,84 %, kadar abu 0,99-4,13 %, kadar lemak sebesar 0,45-3,24 %, dan kadar protein 15,85-21,74 %. Keragaman komposisi kimia ini dapat disebabkan oleh faktor makanan, spesies, jenis kelamin, dan umur ikan (Kusumo 1997). Analisis asam lemak menunjukkan bahwa beberapa spesies ikan rawa yang diteliti mengandung 11 jenis asam lemak, meliputi asam lemak jenuh (SAFA) adalah asam laurat, asam miristat, asam palmitat, dan asam stearat; asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) adalah asam palmitoleat dan asam oleat, serta asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) meliputi asam linoleat, linolenat, asam arakhidonat, asam eikosapentaenoat (EPA), dan asam dokosaheksaenoat (DHA). Asam lemak yang mendominasi adalah asam palmitat sebesar 8,86-19,99 mg/g lemak dan asam oleat yang temasuk kedalam golongan omega-9 sebesar 5,19-19,66 mg/g lemak.

(54)

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor

SINGGIH BAYU UTOMO

C34053136

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

(55)

Nama : Singgih Bayu Utomo

NIM : C34053136

Program Studi : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Sugeng Heri Suseno, S.Pi, M.Si Roni Nugraha, S.Si, M.Sc NIP. 19730116 199903 1 001 19830421 200912 1 003

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP : 19580511 198503 1 002

Gambar

Gambar 1  Fisiografi Lahan Rawa Gambut.
Gambar 5  Beberapa jenis ikan rawa di perairan rawa selatan Kalimantan.
Gambar 6 Histogram kandungan air beberapa ikan rawa pada perairan rawa
Gambar 7 Histogram kandungan abu beberapa ikan rawa pada perairan rawa
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hasil uji toksisitas dengan menggunakan Artemia salina terhadap ekstrak- metanol daging ikan laut dalam jenis famili Nomeidae, Hydrolagus sp., famili Ophidiidae,

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul Kandungan Steroid dan Taurin dari Beberapa Spesies Ikan Laut Dalam di Perairan Barat Sumatera dan Selatan Jawa,

Dalam disertasi ini dikaji secara komprehensif tentang aspek-aspek yang berhubungan dengan daya dukung bagi pengembangan perikanan budidaya ikan kerapu di laut, meliputi

Kandungan asam amino beberapa ikan laut dalam lebih rendah dibandingkan dengan ikan pelagis seperti tuna (Gambar 1) akan tetapi mempunyai jenis asam amino yang hampir sama..

Jum1ah spesies ikan yang ditemukan selama penelitian berturut-turut ialah 56 jenis ikan di Danau Sababilah (Gambar 2), 27 jenis di Danau Raya (Gam bar 3), dan 51 jenis ikan di

Potensi sumberdaya ikan kembung dapat diketahui dari data dan informasi tentang hasil tangkapan dan upaya penangkapan ikan kembung selama 5 tahun terakhir dengan

Dari hasil tersebut didapatkan kesimpulan Kandungan gizi ikan belanak (Mugil sp) ukuran 12 cm dan 25 cm berpengaruh terhadap nilai kandungan protein dan kandungan

Logam yang masuk ke dalam tubuh tumbuhan tergantung daya serap (absorbsi) akar. Akar tumbuhan di dalam tanah menyerap ion dari media yang tidak hanya mengandung