• Tidak ada hasil yang ditemukan

Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus Sp.) Dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus Sp.) Dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya."

Copied!
62
0
0

Teks penuh

(1)

KOMPOSISI KIMIA TAMBELO (Bactronophorus sp.) DAN

KARAKTERISTIK PRODUK HASIL FERMENTASINYA

LELY OKMAWATY ANWAR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Komposisi Kimia Tambelo (Bachtronophorus sp.) dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

(4)

RINGKASAN

LELY OKMAWATY ANWAR. Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus sp.) dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya. Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO dan DESNIAR.

Tambelo (Bactronophorus sp.) adalah hewan penggerek kayu yang dikelompokkan kedalam filum moluska. Tambelo hidup pada batang kayu bakau yang telah mati dan mengalami proses pembusukan. Pengalaman empiris masyarakat pantai Sulawesi Tenggara dan beberapa hasil penelitian menunjukkan tambelo memiliki nilai gizi yang tinggi sehingga bermanfaat bagi kesehatan. Tambelo jenis Bactronophorus sp. di pantai Sulawesi Tenggara ditemukan hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp.

Tambelo mudah membusuk dan pengolahan tambelo belum banyak dilakukan sehingga tingkat pemanfaatannya rendah. Oleh karena itu pembuatan tambelo fermentasi dapat menjadi alternatif pemanfaatan hewan ini. Fermentasi secara tidak spontan memberikan kualitas fisika-kimia dan mikrobiologi produk lebih baik dibanding fermentasi spontan dan bakasang berpotensi sebagai starter untuk membuat produk fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan profil berat dapat dimakan (BDD), komposisi kimia, asam amino, asam lemak dan kelompok senyawa kimia tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Sonneratia sp. dan Bruguiera sp. di perairan pantai Sulawesi Tenggara, membuat produk tambelo fermentasi dan menentukan profil komposisi kimia dan asam amino tambelo fermentasi.

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 hingga Agustus 2014. Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah karakterisasi daging tambelo yang meliputi analisis bagian dapat dimakan (BDD), komposisi kimia, asam amino, asam lemak, dan kelompok senyawa kimia. Tahap kedua adalah pembuatan produk fermentasi tambelo. Nilai pH, kadar NaCl, total mikroba dan total bakteri asam laktat (BAL) dianalisis setiap minggu hingga 4 minggu fermentasi. Tahap ketiga adalah karakterisasi produk tambelo fermentasi yang meliputi analisis komposisi kimia dan asam amino.

(5)

SUMMARY

LELY OKMAWATY ANWAR. Chemical Compositions of Tambelo (Bactronophorus sp.) and its Fermentation Product Characteristics. Supervised by LINAWATI HARDJITO and DESNIAR.

Tambelo (Bactronophorus sp.) is a wood borer grouped into mollusc. Tambelo lives in died and decayed mangrove logs. Based on the empirical experiences of the coastal people of Southeast Sulawesi and previous research, it indicated that tambelo is rich in nutrition for humans health. Tambelo (Bactronophorus sp.) in Southeast Sulawesi coast lives in Rhizophora sp., Sonneratia sp. and Bruguiera sp. mangroves.

Tambelo is highly perishable and it is rarely processed, therefore fermenting the tambelo is the alternative way to use it. Nonspontaneous fermentation shows physical-chemical and microbiological characteristics better than spontaneous fermentation and bakasang is potentially used as a starter in fermentation. The objectives of this research were to determine the edible portion, chemical composition, amino acids, fatty acids, and chemical compound group of tambelo that lived in Rhizophora sp., Sonneratia sp. and Bruguiera sp. mangroves in Southeast Sulawesi coast, to produce fermented tambelo and to determine chemical composition and amino acids of fermented tambelo.

The research was conducted from January 2014 to August 2014. The reseach consisted of three stages. The first was characterization of tambelo such as the analysis of edible portion, chemical composition, amino acids, fatty acids, and chemical compound group. The second was to ferment tambelo. The value of pH, NaCl concentration, total microbes, and total lactic acid bacteria (LAB) were analyzed weekly during fermentation periode. The third was characterization of fermented tambelo. Chemical composition and amino acid composition were determined after fermentation.

The protein and fat contents of Rhizophora sp. was higher than tambelo which lived in Sonneratia sp. and Bruguiera sp. During fermentation, pH decreased and NaCl concentration relatively constant. Total microbes and total lactic acid bacteria (LAB) increased up to two week of fermentation period. Afterwards they were relatively constant up to the third week, then decreased from third week to fourth week. The water content of tambelo was 82,51 % and 82,00 % before and after fermentation, respectively. The protein content was 8,21 % and 9,50 % before and after fermentation, respectively. The fat content was 3,34 % and 0,42 % before and after fermentation, respectively. The ash content was 2,27 % and 1,48 % before and after fermentation, respectively. The carbohydrate content (by different) was 3,34 % and 6,60 % before and after fermentation, respectively. The free amino acids percentage of fermented tambelo relatively increased than before fermentation. Bakasang contained microbes that can hydrolyse the components on tambelo, therefore bakasang can be used as a starter for fermentation of tambelo.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

KOMPOSISI KIMIA TAMBELO (Bactronophorus sp.) DAN

KARAKTERISTIK PRODUK HASIL FERMENTASINYA

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2015

(8)
(9)

Judul Tesis : Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus sp.) dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya

Nama : Lely Okmawaty Anwar NIM : C351120021

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MSc Ketua

Dr Desniar, SPi MSi Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Teknologi Hasil Perairan

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

(10)

PRAKATA

Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014 sampai Agustus 2014 ini ialah Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus sp.) dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya.

Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Prof Dr Ir Linawati Hardjito MSc dan ibu Dr Desniar SPi MSi selaku pembimbing, atas curahan waktu, perhatian, motivasi dan pikiran sehingga mengantarkan penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen dan staf pegawai jurusan Teknologi Hasil Perairan atas arahan dan ilmu yang diberikan selama ini. Penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ibu Prof Dr Ir Lilis Nuraida MSc selaku dosen penguji atas arahan dan ilmu yang diberikan, ibu Iswaty MSc staf Laboratorium Pangan dan Gizi Universitas Halu Oleo, yang telah membantu selama analisis dan pengumpulan data. Penghargaan yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ayahanda Alm. Anwar Djasmi dan Ibunda Suryati, adik-adikku tercinta Syaiful Anwar SIp dan Citra Aryani Anwar, guru tercinta Prof. Iwan Muh. Pundeng dan Abrianus Muh. Pundeng serta paman tercinta Prof. Djuradi atas segala doa, kasih sayang serta dukungan baik materil maupun moril selama ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) atas bantuan dana pendidikan yang diberikan melalui Beasiswa BPPS Dikti 2012. Terimakasih kepada teman-teman Pasca Sarjana Teknologi Hasil Perairan, Forum Wacana Sulawesi Tenggara dan teman-teman civitas akademika Univesitas Muhammadiyah Kendari terkhusus Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, atas kebersamaan selama ini dan semoga silaturahim tetap terjaga.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak dan berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

(11)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x

DAFTAR GAMBAR x

DAFTAR LAMPIRAN x

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 4

Manfaat Penelitian 4

2 METODE 5 Waktu dan Tempat Penelitian 5 Bahan dan Alat 5 Prosedur Penelitian 5 Karakterisasi Daging Tambelo 6

Pembuatan Produk Fermentasi 13

Karakterisasi Produk Tambelo Fermentasi 17

Analisis Data 17

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 18 Karakteristik Daging Tambelo 18 Bagian Dapat Dimakan (BDD) 18

Komposisi Kimia 19

Komposisi Asam Amino 23

Komposisi Asam Lemak 25

Kelompok Senyawa Kimia 26

Fermentasi Tambelo 28 Nilai pH, Total Mikroba dan Total Bakteri Asam Laktat (BAL) 29

Kadar Garam (NaCl) 32

Produk Tambelo Fermentasi 33 Komposisi Kimia 33

Komposisi Asam Amino 35

4 KESIMPULAN DAN SARAN 37

Kesimpulan 37

Saran 37

DAFTAR PUSTAKA 38

LAMPIRAN 44

(12)

DAFTAR TABEL

1 Bagian dapat dimakan (BDD) tambelo (Bactronophorus sp.) yang

hidup pada beberapa jenis bakau 19

2 Komposisi kimia daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar yang

hidup pada beberapa jenis bakau 20

3 Komposisi asam amino daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar

yang hidup pada beberapa jenis bakau 24

4 Komposisi asam lemak tak jenuh (% b/b) total lemak daging tambelo

(Bactronophorus sp.) yang hidup pada beberapa jenis bakau 26 5 Kelompok senyawa kimia ekstrak metanol tambelo

(Bactronophorus sp.) yang hidup pada beberapa jenis bakau 27 6 Nilai pH, kadar NaCl, total mikroba, dan total bakteri asam laktat

(BAL) pada bakasang (starter), daging tambelo (setelah perendaman),

dan campuran (daging tambelo, starter dan garam) sebelum fermentasi 29 7 Komposisi kimia daging tambelo segar (sebelum fermentasi) dan

produk tambelo fermentasi 34

8 Persentasi asam amino daging tambelo segar (sebelum fermentasi) dan

produk tambelo fermentasi 35

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 3

2 Diagram alir penelitian 6

3 Prosedur pembuatan produk fermentasi tambelo 14

4 Morfologi tambelo (Bactronophorus sp.) 18

5 Perubahan nilai pH, total mikroba dan total bakteri asam laktat selama

4 minggu fermentasi tambelo 30

6 Perubahan kadar NaCl selama 4 minggu fermentasi tambelo 32

DAFTAR LAMPIRAN

1 Daging tambelo (Bacronophorus sp.) segar 45

2 Daging tambelo (Bacronophorus sp.) kering 45

3 Tambelo yang hidup pada beberapa jenis bakau 46

4 Daging tambelo segar tanpa isi saluran pencernaan, pallet, dan

cangkang kepala 47

5 Pemeraman daging tambelo selama fermentasi 48

6 Koloni mikroba pada media PCA (pengenceran 10-2) 48 7 Koloni bakteri asam laktat (BAL) pada media MRSA

(pengenceran 10-4) 49

(13)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Pemanfaatan organisme laut tidak hanya terbatas sebagai bahan makanan, tetapi juga sebagai sumber bahan alami yang berpotensi sebagai bahan baku obat (Handayani et al. 2011). Tambelo (Bactronophorus sp.) adalah salah satu moluska yang terdapat pada ekosistem mangrove. Tambelo merupakan hewan penggerek kayu yang hidup di dalam batang kayu bakau mati akibat proses pelapukan dan mengalami pembusukan secara alami. Masyarakat pantai di Sulawesi Tenggara memanfaatkan tambelo sebagai bahan pangan dan obat tradisional karena dipercaya dapat mencegah dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tambelo dikonsumsi dalam keadaan mentah atau matang. Selain masyarakat pantai di Sulawesi Tenggara, daging tambelo dipercaya berkhasiat mencegah dan menyembuhkan sakit pinggang, rematik, batuk, flu, malaria, meningkatkan produksi air susu ibu, nafsu makan, dan vitalitas pria oleh masyarakat suku Kamoro kabupaten Mimika di Papua (Hardiansyah et al. 2007), sebagian masyarakat Bangka (Syaputra et al. 2007), masyarakat Brazil Utara (Trindade-Silva et al. 2009), dan masyarakat Philipina (Betia 2011).

Penelitian terdahulu mengenai tambelo oleh Griffin et al. (1996) melaporkan bahwa enzim alkaline protease yang diisolasi dari bakteri pada tambelo Psiloteredo healdi (Teredinidae) efektif digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan deterjen pembersih lantai, piring dan lensa kaca. Syaputra et al. (2007) melaporkan bahwa fermentasi tambelo secara spontan dengan perlakuan garam 10% selama 20 hari memiliki nilai organoleptik terbaik. Trindade-Silva et al. (2009) melaporkan bahwa bakteri yang diisolasi dari insang tambelo Neo teredo reynei (Tereninidae) dapat menghambat bakteri gram positif dan negatif. Leiwakabessy (2011) melaporkan bahwa daging tambelo mengandung 17 jenis asam amino dan 15 jenis asam lemak, serta mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid dan saponin. Selanjutnya, Syaputra et al. (2012) melaporkan bahwa ekstrak glikogen tambelo yang diperoleh menggunakan metode alkali panas (KOH 40 %) mengandung glukosa sekitar 86% dan sisanya adalah residu berupa protein dan asam nukleat.

Tambelo di hutan mangrove Sulawesi Tenggara ditemukan hidup pada 3 jenis bakau yaitu Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. Tambelo yang hidup pada Rhizophora sp. lebih disukai karena memiliki cita rasa lebih manis dan gurih dibandingkan jenis lainnya. Semua jenis tambelo tersebut dipercaya memiliki khasiat terhadap kesehatan namun informasi kandungan nilai gizinya belum tersedia.

(14)

kering dengan cara fermentasi dapat menjadi alternatif pemanfaatan hewan ini. Fermentasi mudah dilakukan, dapat meningkatkan nilai nutrisi, meningkatkan sifat organoleptik (rasa dan aroma), meningkatkan daya cerna, memberikan sifat fisiologis tertentu sebagai pangan fungsional, meningkatkan nilai ekonomi bahan baku, dan menghasilkan produk yang unik (Hutkins 2006).

Bahan baku yang digunakan untuk fermentasi tambelo adalah daging tambelo kering sehingga perlu penambahan starter berupa kultur bakteri asam laktat (BAL) untuk mempercepat proses fermentasi. Penggunaan starter dapat berupa kultur murni baik tunggal maupun campuran atau kultur campuran tidak murni. Kultur murni membutuhkan penanganan khusus sebelum digunakan yaitu perlunya peremajaan kembali dalam jangka waktu tertentu dan tidak tersedia secara umum di pasaran sehingga dirasa tidak efektif dan efisien. Fermentasi secara tidak spontan memberikan kualitas fisika-kimia dan mikrobiologi produk lebih baik dibanding fermentasi spontan dan bakasang berpotensi sebagai starter untuk membuat produk fermentasi. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Murtini et al. (1997) yang melaporkan bahwa pembuatan bakasam dengan starter cairan asinan sawi dan kubis sebagai sumber BAL memberikan hasil organoleptik (khususnya warna) lebih baik dibandingkan tanpa starter. Selanjutnya Utama dan Sumarsih (2010) melaporkan bahwa ekstrak produk fermentasi sayur dari limbah pasar dapat digunakan sebagai starter untuk membuat silase ikan dan dapat mengawetkan ikan selama 12 hari tanpa mengurangi kandungan gizinya. Selanjutnya Lawalata (2012) berhasil mengidentifikasi jenis bakteri asam laktat yang terdapat pada berbagai jenis bakasang yang dijual di pasar tradisional Karombosan Manado. Bakteri asam laktat (BAL) tersebut teridentifikasi termasuk genus Pediococcus, Lactobacillus, Leuconostoc, dan Streptococcus yang sebagian besar berpotensi sebagai starter untuk diaplikasikan pada makanan fermentasi tradisional. Oleh karena itu, pada penelitian ini kultur BAL campuran tidak murni yang diambil dari cairan produk fermentasi bakasang digunakan sebagai starter untuk membuat produk tambelo fermentasi.

Perumusan Masalah

Kajian komposisi kimia tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. di perairan propinsi Sulawesi Tenggara belum pernah dilakukan. Kandungan gizi dan kadar air daging tambelo yang tinggi (Leiwakabessy 2011) menunjukkan perlunya penanganan yang cepat dan tepat untuk menyelamatkan daging tambelo dari proses pembusukan.

Tambelo berpotensi diolah lebih lanjut menjadi pangan fungsional namun belum banyak dilakukan. Inovasi pengolahan tambelo dengan cara fermentasi untuk meningkatkan nilai nutrisi, meningkatkan sifat organoleptik (rasa dan aroma), meningkatkan daya cerna, memberikan sifat fisiologis tertentu sebagai pangan fungsional, dan meningkatkan nilai ekonomi bahan baku sangat diperlukan sehingga menghasilkan produk yang menarik dan unik.

(15)
(16)

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah : 1) menentukan profil berat dapat dimakan (BDD), komposisi kimia, asam amino, asam lemak dan kelompok senyawa kimia tambelo (Bactronophorus sp.) yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. yang berasal dari perairan Laeya kabupaten Konawe Selatan propinsi Sulawesi Tenggara, 2) membuat produk tambelo fermentasi dari tambelo terpilih pada poin pertama yang dibuat menggunakan starter bakasang dan 3) menentukan profil komposisi kimia dan asam amino tambelo fermentasi. .

Manfaat Penelitian

(17)

2 METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai Agustus 2014. Pembuatan produk fermentasi, analisis proksimat, kimia dan mikrobiologi dilakukan di Laboratorium Pangan dan Gizi Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, uji kelompok senyawa kimia dilakukan di Laboratorium Karakterisasi Bahan Baku Departemen THP-IPB, analisis asam amino dilakukan di Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Halu Oleo, dan analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Mutu Tanaman Pangan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu Bogor.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan pembantu. Bahan utama terdiri dari daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar (Lampiran 1), daging tambelo kering (Lampiran 2), bakasang dan garam. Tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. diambil dari hutan mangrove di Desa Wonuakongga Kecamatan Laeya Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Lampiran 3). Bakasang dibuat dengan memfermentasi ikan japuh (Dussumieria acuta) utuh tanpa insang dengan penambahan garam 10% selama 3 minggu. Bakasang diambil dari pengolah tradisional di Kecamatan Malalayang Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara. Garam yang digunakan adalah garam rakyat beriodium merek Tenda yang diproduksi oleh UD Nagamas berstandar SNI 01.3556.2000. Bahan pembantu untuk analisa yaitu Plate Count Agar (PCA), Man Ragosa Sharp (MRS), metanol, NaCl, AgNO3 0,1 N,

K2HPO4, HCl, NaOH, CaCO3, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, pereaksi

Wagner, pereaksi Biuret, FeCl3, pereaksi Molish, dan pereaksi Benedict.

Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri peralatan untuk analisis dan alat untuk proses. Peralatan yang digunakan untuk analisis yaitu Gas Chromatograph (Hitachi:263-50), HPLC (ACCELA1250 Thermo Scientific), inkubator (Air Concept: Froilabo), timbangan digital (Vibra AJ 6200), serta alat-alat gelas, sedangkan alat untuk proses yaitu botol fermentasi 150 ml.

Prosedur Penelitian

Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : 1) karakterisasi daging tambelo

yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp., 2) pembuatan produk tambelo fermentasi dan 3) karakterisasi produk tambelo

(18)

Daging tambelo pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp.

dan Sonneratia sp.

Tambelo terpilih

Tambelo fermentasi

Gambar 2 Diagram alir penelitian

Karakterisasi Daging Tambelo

Karakterisasi tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp dan Sonneratia sp. dilakukan dengan menentukan bagian dapat dimakan (BDD), komposisi kimia (kadar air, protein, lemak, karbohidrat, dan abu), dan komposisi asam amino menggunakan daging tambelo segar. Sampel tersebut ditempatkan pada

Karakterisasi :

Bagian dapat dimakan (BDD) Komposisi kimia Komposisi asam amino

Fermentasi tambelo

Penentuan pH, NaCl, total mikroba, dan total BAL (minggu ke-1, 2, 3, dan 4)

Karakterisasi :

Komposisi kimia dan asam amino

Pengeringan Segar

(19)

kotak sampel yang berisi potongan es balok pada saat dipindahkan dari lokasi pengambilan ke laboratorium analisis untuk mencegah pembusukan. Analisis asam lemak, dan komponen aktif menggunakan daging tambelo yang telah dikeringkan selama 2-3 hari menggunakan sinar matahari. Tambelo yang memiliki karakteristik terbaik digunakan pada pembuatan tambelo fermentasi.

Bagian Dapat Dimakan (BDD)

Penentuan bagian dapat dimakan (BDD) dilakukan dengan cara menimbang berat tambelo utuh segar (ba), lalu tambelo tersebut dibersihkan dengan cara dihilangkan isi saluran pencernaan pada bagian mantel yang berwarna hitam, pallet dan cangkang kepala. Tambelo yang telah dibersihkan (Lampiran 4), ditimbang kembali dan dicatat sebagai berat basah bersih (bb). Selanjutnya tambelo tersebut dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari kemudian kembali ditimbang

Penentuan komposisi kimia daging tambelo dilakukan dengan analisis proksimat yang terdiri dari kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat (by difference). Sampel tambelo yang digunakan adalah daging tambelo segar (tanpa isi saluran pencernaan, pallet dan cangkang kepala).

Kadar air (AOAC 2005)

Prinsip analisis kadar air adalah mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada suatu bahan dengan menguapkan air yang terdapat dalam bahan tersebut. Analisis kadar air dilakukan dengan cara cawan porselen kosong dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut selanjutnya diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang (A). Setelah ditimbang, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan kosong dan ditimbang kembali (B). Cawan yang telah berisi contoh kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama 5 jam lalu dimasukkan ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali (C). Kadar air dihitung menggunakan rumus:

% Kadar air = B−C

B−A x 100 %

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)

(20)

Kadar abu (AOAC 2005)

Prinsip analisis kadar abu adalah untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan yang dianalisis tersebut. Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prosedur analisis kadar abu yaitu cawan abu porselin kosong dikeringkan dalam oven pada 105 oC selama 30 menit. Cawan tersebut selanjutnya didinginkan dalam desikator selama 15 menit, selanjutnya cawan tersebut ditimbang untuk mengetahui bobot cawan kosong (A). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gr dimasukkan ke dalam cawan porselin kosong lalu kembali ditimbang (B). Cawan berisi sampel dibakar di atas kompor sampai tidak berasap lalu dimasukkan ke dalam tanur pengabuan bersuhu 600 oC selama 6-8 jam. Cawan tersebut kemudian dikeluarkan dengan menggunakan penjepit dan dimasukkan ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang beratnya (C). Kadar abu dalam bahan dihitung berdasarkan rumus :

% Kadar Abu = C−A

B−A x 100 %

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan berisi sampel sebelum pengabuan (g) C = Berat cawan berisi sampel setelah pengabuan (g)

Kadar lemak (AOAC 2005)

Prinsip analisis kadar lemak adalah melarutkan lemak yang terdapat dalam bahan menggunakan pelarut lemak. Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode soxhlet. Sebanyak 2 gram sampel (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring berbentuk

selongsong. Selongsong yang berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam soxhlet ekstraktor, kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak yang telah ditimbang dalam keadaan kosong (W2) dipasang di bawahnya. Sebanyak 150 ml

n-heksana dimasukkan ke dalam labu lemak tersebut. Refluks dilakukan selama 8 jam pada suhu 60 oC sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih. Campuran lemak dan n-heksan pada labu alas dipisahkan dengan cara didestilasi. Labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama ± 2 jam untuk menghilangkan sisa n-heksana dan air yang masih ada lalu didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W3) Kadar lemak dihitung

(21)

Kadar protein (AOAC 2005)

Prinsip analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude protein) pada suatu bahan berdasarkan pada penentuan kandungan nitrogen yang terdapat dalam bahan. Analisa kadar protein dilakukan tiga tahap yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

Destruksi diawali dengan mengecilkan ukuran partikel sampel (menggunakan blender). Selanjutnya sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl yang berisi dua tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 mL asam sulfat pekat dan 3 mL hidrogen peroksida kemudian didiamkan di dalam ruang asam selama 10 menit. Sampel didestruksi selama ± 2 jam pada suhu 410 oC atau sampai larutan jernih. Sampel hasil destruksi didiamkan sampai suhunya mencapai suhu kamar lalu ditambahkan 50-75 ml akuades.

Destilasi diawali dengan mencuci labu Kjeldahl yang berisi sampel hasil proses destruksi dengan akuades 50-75 ml kemudian labu tersebut dimasukkan ke dalam alat destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 4 %. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 10 ml NaOH ke dalam

alat destilasi hingga menghasilkan warna hijau.

Destilat yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Standar blanko juga dianalisis dengan tahapan sama seperti yang dilakukan pada analisis sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus :

% Kadar Protein = Va−Vb x N HCl x 14,007 x 6,25

W x 100 %

Keterangan : Va = ml HCl untuk titrasi sampel Vb = ml HCl untuk titrasi blanko

Kadar karbohidrat yang terkandung dalam bahan dilakukan dengan menggunakan metode by difference yaitu pengurangan 100 % dengan hasil yang diperoleh pada empat komponen lainnya (kadar air, lemak, protein, dan abu). Kadar abu dalam sampel dihitung berdasarkan rumus :

% Karbohidrat = 100 %−(% air + % lemak + % protein + % abu)

Komposisi Asam Amino (AOAC 1995)

(22)

selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan harus dibilas dengan akuades. Tahapan proses analisis asam amino adalah sebagai berikut :

Tahap pembuatan hidrolisat protein

Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur ditambahkan HCl 6 N sebanyak 5-10 ml, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Setelah pemanasan selesai, cairan contoh disaring menggunakan kertas saring.

Tahap pengeringan

Hasil saringan diambil sebanyak 10 µl dan ditambah dengan 30 µl larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat, dan trietilamin dengan perbandingan 2:2:1. Setelah itu sampel dikeringkan dengan pompa vakum untuk mempercepat proses dan mencegah oksidasi.

Tahap derivatisasi

Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiodotiosianat, dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 ml asetonitril 60 % dan natrium asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring kembali menggunakan kertas saring.

Injeksi ke HPLC

Hasil saringan diambil sebanyak 20 µl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Untuk perhitungan konsentrasi asam amino pada bahan, dilakukan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.

Kandungan asam amino (%) dalam 100 g sampel dapat dihitung dengan rumus:

= (luas area sampel/luas area standar) x 2,5 mol/ml x 5 ml x BMA x 100 Bobot sampel (0,25 g)

(23)

Komposisi Asam Lemak (AOAC 1995)

Komposisi asam lemak ditentukan dengan metode gas kromatografi. Komponen dari suatu cairan dipartisi di antara fasa gerak berupa gas dan fasa diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Tahapan analisis asam lemak diawali dengan menghidrolisis lemak/minyak dan mengubah menjadi ester. Gliserida dan pospolipida tersabunkan serta asam-asam lemak terpisah kemudian diesterifikasi dengan adanya BF3 sebagai

katalis sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME) yang bersifat lebih mudah menguap. Senyawa yang tidak tersabunkan tidak terpisahkan, sehingga bila terdapat dalam jumlah yang besar dapat mengganggu hasil analisis. Metil ester asam lemak selanjutnya dianalisa dengan alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak garis saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan.

Analisis asam lemak diawali dengan preparasi sampel. Sebanyak 200 mg bahan dimasukkan ke dalam labu 10 mL dan ditutup rapat, lalu ditambah 2-5 mL NaOH 0,5 N, selanjutnya direfluks selama 20 menit menggunakan water bath pada suhu 80 oC. Labu tersebut diangkat dan dibiarkan sampai dingin. Setelah ditambahkan 2-5 mL BF3 16 % labu tersebut dipanaskan selama 20 menit kemudian didinginkan kembali.

Selanjutnya dilakukan penambahan 2 mL larutan NaCl jenuh dan 2 mL heksan sambil dikocok. Pisahan lapisan heksan yang terletak pada bagian atas dimasukkan ke dalam botol/evendof yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan selama 15

menit, untuk selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.

Analisis komponen asam lemak dengan kromatografi gas dilakukan dengan menginjeksikan sebanyak 1 µL pelarut ke dalam kolom, jika aliran gas pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan nampak. Sebanyak 5 µL campuran standar FAME diinjeksikan setelah pena kembali ke nol (baseline). Jika semua puncak sudah keluar, sebanyak 5 µL sampel yang telah dipreparasi diinjeksikan (A). Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen tersebut kemudian diukur. Jika rekorder dilengkapi dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung diperoleh dari integrator. Waktu retensi dibandingkan dengan standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh. Jumlah dari masing-masing komponen dalam sampel dihitung menggunakan metode internal standar, dengan cara sebagai berikut :

Cx =Ax . R . Cs

(24)

Kolom : DEGS

Penentuan kelompok senyawa kimia yang terdapat pada tambelo dilakukan dengan mengekstraksi bahan aktif yang terkandung pada sampel. Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi sampel adalah metanol (MeOH) yang merupakan pelarut polar. Tahapan ekstraksi sampel meliputi penghancuran sampel, maserasi dan evaporasi. Sampel kering ditimbang sebanyak 100 g kemudian dimaserasi dengan pelarut metanol sebanyak 500 mL (perbandingan 1 : 5) pada suhu ruang selama 3 x 24 jam. Setiap 1 x 24 jam dilakukan penyaringan, kemudian filtrat yang dihasilkan digabungkan dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Prosedur penentuan kelompok senyawa kimia ekstrak yang dihasilkan terdiri dari:

Uji alkaloid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N kemudian diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.

Uji flavonoid

Sejumlah sampel ditambahkan serbuk magnesium yang diperoleh dari Merck sebanyak 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol 95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok. Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.

Uji steroid

Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang kering. Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif keberadaan steroid.

Uji tanin

Sejumlah sampel ditambahkan tetes demi tetes larutan FeCl3 hingga didapatkan

(25)

Uji saponin (uji busa)

Saponin dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30 menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya saponin.

Uji peptida (pereaksi Biuret)

Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji positif adanya peptida.

Uji karbohidrat (pereaksi Molisch)

Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.

Uji fenol hidrokuinon ( pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%.

Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa golongan fenol dalam bahan.

Uji gula pereduksi (pereaksi Benedict)

Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.

Uji asam amino (pereaksi Ninhidrin)

Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan Ninhidrin 0,1 %. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino.

Pembuatan Produk Fermentasi

Produk fermentasi tambelo dibuat seperti pembuatan bakasang oleh masyarakat Malalayang kota Manado yang dimodifikasi merujuk pada metode penelitian Koesoemawardani et al. (2013) dan Syaputra et al. (2007). Selama proses, botol fermentasi dibungkus rapat menggunakan plastik hitam sehingga tidak tembus cahaya (Lampiran 5) dan selama fermentasi dilakukan pengamatan nilai pH, total mikroba, total bakteri asam laktat (BAL), dan kadar NaCl pada minggu ke 0, 1, 2, 3, dan 4. Prosedur pembuatan produk fermetasi secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3.

Nilai pH (Fardiaz 1993)

(26)

menggunakan buffer pH standar (pH 4 dan pH 7). Elektroda yang telah dikalibrasi, dibersihkan lalu dicelupkan ke dalam sampel yang telah dipersiapkan. Nilai pH merupakan hasil pembacaan jarum penunjuk pada pH meter selama 1 menit atau sampai angka digital tidak konstan.

Gambar 3 Prosedur pembuatan produk fermentasi tambelo

Total Mikroba ( Modifikasi SNI 01-2332.3-2006)

Prinsip kerja analisis total mikroba adalah pertumbuhan mikroorganisme aerob setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada suhu 35 oC ± 1oC selama 24 jam sampai 48 jam ± 1 jam. Mikroorganisme akan tumbuh berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total dilakukan menggunakan metode cawan agar tuang (pour plate) yaitu dengan

Pengocokan (di awal)

Pemeraman selama 4 minggu (kondisi botol fermentasi tertutup rapat, tidak tembus cahaya dan setiap hari dijemur di bawah sinar matahari selama ± 7 jam)

Perendaman dalam air steril hingga daging mengembang

100 g tambelo (yang dibasahkan) dimasukkan ke dalam botol fermentasi steril, penambahan bakasang 5 % dan garam 5 % (tiga ulangan)

Penirisan sampai daging terpisah dengan air Pembuangan cangkang, isi perut dan pallet

Pencucian dengan air laut

Pengeringan sinar matahari (2-3 hari) Tambelo dari Rizophora sp.

(27)

menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar.

Prosedur kerja analisis total mikroba adalah sampel tambelo diambil secara acak lalu dipotong kecil-kecil. Secara aseptik sebanyak 5 gram daging tambelo ditimbang dan ditambahkan 45 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) kemudian dihomogenkan selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1. Menggunakan pipet steril, diambil sebanyak 1 ml homogenat pengenceran 10-1 dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali. Kemudian dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, dan seterusnya sesuai kondisi sampel. Selanjutnya sebanyak 1 ml dari setiap pengenceran dipipet dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo menggunakan pipet steril. Kedalam setiap cawan yang sudah berisi sampel ditambahkan 12-15 ml media Plate Count Agar (PCA) yang sudah didinginkan hingga mencapai suhu 45 oC. Pemutaran cawan yang telah berisi sampel dan media PCA dilakukan kearah depan, belakang, kiri dan kanan agar tercampur sempurna. Setelah agar menjadi padat, cawan-cawan tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik selama 48 jam pada suhu 35oC.

Pembacaan dan penghitungan koloni mikroba yang tumbuh pada cawan menggunakan alat penghitung koloni. Jumlah koloni mikroba yang dihitung adalah cawan yang mengandung jumlah antara 25 koloni - 250 koloni dan dinyatakan dalam CFU/ml (Lampiran 6). Perhitungan jumlah total mikroba menggunakan rumus:

�= ∑ C

1 x n1 + 0,1 x n2 x (d)

Keterangan:

N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g ∑ C = jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d = pengenceran pertama yang digunakan

Total Bakteri Asam Laktat (BAL) (Modifikasi SNI 01-2332.3-2006)

Prinsip kerja analisis bakteri asam laktat adalah pertumbuhan mikroorganisme anaerob fakultatif penghasil asam setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada suhu 35 oC ± 1oC selama 24 jam – 48 jam ± 1 jam. Mikroorganisme akan tumbuh berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total dilakukan menggunakan metode cawan agar tuang (pour plate) yaitu dengan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan media agar.

(28)

pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet steril, diambil 1 ml homogenat dan dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga diperoleh contoh dengan pengenceran 10-2. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan minimal 25 kali. Kemudian dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-3, 10-4, 10-5, dan seterusnya sesuai kondisi sampel. Selanjutnya sebanyak 1 ml dari setiap pengenceran dipipet dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo. Kedalam masing-masing cawan yang sudah berisi sampel, ditambahkan 12-15 ml MRSA + CaCO3 0,5 % yang sudah mencapai suhu 45 oC. Cawan yang telah berisi

sampel dan media agar diputar kearah depan, belakang, kiri dan kanan agar tercampur sempurna. Setelah agar menjadi padat, cawan-cawan tersebut dimasukkan ke dalam inkubator dengan posisi terbalik selama 48 jam pada suhu 35oC.

Pembacaan dan penghitungan koloni bakteri asam laktat (BAL) yang tumbuh pada cawan menggunakan alat penghitung koloni. Jumlah koloni mikroba yang dihitung adalah cawan yang mengandung jumlah antara 25 koloni - 250 koloni dan dinyatakan dalam CFU/ml (Lampiran 7). Perhitungan jumlah total bakteri asam laktat (BAL) menggunakan rumus:

� = ∑ C

1 x n1 + 0,1 x n2 x (d)

Keterangan:

N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g ∑ C = jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung

n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung

n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung

d = pengenceran pertama yang digunakan

Pembacaan dan penghitungan jumlah koloni bakteri asam laktat (BAL) yang mengandung jumlah kurang dari 25 koloni atau tanpa koloni pada semua cawan, adalah dengan cara mencatat koloni yang ada. Perhitungan dinyatakan sebagai kurang dari 25 dan dikalikan dengan 1/d yang merupakan perkiraan total BAL.

Kadar NaCl (Apriyantono et al. 1989)

Penetapan kadar NaCl sampel dilakukan menggunakan metode Mohr, yaitu sebanyak 5 g sampel diabukan seperti pada cara penetapan kadar abu. Abu yang diperoleh tersebut dilarutkan dengan akuades sampai volumenya mencapai 50 ml dan kemudian disaring. Hasil penyaringan tersebut dipipet sebanyak 5 ml ke dalam beaker glass, lalu ditambahkan 1 ml larutan potassium kromat 5%. Selanjutnya larutan sampel dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,1 N. Titik akhir titrasi

ditandai dengan warna orange atau jingga yang pertama pada larutan. Rumus yang digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu:

Kadar NaCl (%) =Titer x Normalitas AgNO3 x fp x 58,4

(29)

Keterangan :

Titer = Volume AgNO3 yang dibutuhkan dalam titrasi

Normalitas AgNO3 = mL HCl untuk titrasi blanko

fp = Faktor pengenceran sebesar 10 58,4 = Berat molekul NaCl

Karakterisasi Produk Tambelo Fermentasi

Produk hasil fermentasi diperoleh setelah 4 minggu inkubasi (Lampiran 8). Produk akhir yang dihasilkan dianalisis komposisi kimia (kadar air, protein, lemak, abu dan karbohidrat) dan komposisi asam aminonya. Penentuan komposisi kimia dan asam amino tambelo fermentasi dilakukan sama dengan metode dan prosedur yang dilakukan pada tahap karakterisasi daging tambelo sebelum fermentasi. Komposisi kimia produk tambelo fermentasi yang diperoleh dibandingkan dengan komposisi kimia daging tambelo sebelum fermentasi. Prosedur analisis komposisi asam amino tambelo fermentasi dilakukan tanpa tahap hidrolisis protein menggunakan HCl 6 N. Hal ini dilakukan untuk menentukan komposisi asam amino bebas yang terhidrolisis secara alami selama proses fermentasi.

Analisis Data

(30)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik Daging Tambelo

Bagian Dapat Dimakan (BDD)

Tambelo dikelompokkan kedalam filum moluska, kelas bivalvia, ordo teredinidae. Struktur morfologi tambelo (Gambar 4) terdiri dari pallet yaitu sepasang tulang pipih yang berbentuk engrang atau jangkungan (stilt) dan berfungsi untuk melindungi siphon yang pendek. Siphon berfungsi untuk sirkulasi air sekaligus menyaring plankton dari perairan untuk dijadikan sebagai sumber makanan lainnya. Panjang total pallet dapat mencapai 5 cm. Bagian mantel berfungsi sebagai saluran pencernaan dan mensekresikan sejenis kapur saat membuat terowongan pada kayu, serta cangkang kepala yang memiliki ukuran kurang lebih 1,85 cm. Panjang tubuh tambelo berkisar antara 30 hingga 100 cm dengan diameter antara 1 sampai 1,5 cm (Turner 1966). Tambelo menjadikan kayu sebagai sumber makanan utama dan terowongan untuk tempat tinggal. Selain kayu, sumber makanan tambahan tambelo berasal dari plankton (Cragg et al. 2009).

Gambar 4 Morfologi tambelo (Bactronophorus sp.)

Bagian yang dapat dimakan (BDD) merupakan salah satu parameter penting dalam proses pengolahan hasil-hasil perairan karena tidak semua bagian tubuh dari biota hasil perairan layak dikonsumsi manusia. Bagian dapat dimakan adalah perbandingan antara berat daging tanpa tulang, insang, kepala, cangkang, sisik, sirip, ekor, dan isi perut (jeroan) dengan berat utuh yang dinyatakan dalam persen. Tujuan perhitungan BDD adalah memperkirakan jumlah bagian dari bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Bagian dapat dimakan (BDD) pada tambelo merupakan keseluruhan bagian mantel dan isinya yang tidak berwarna hitam. Nilai BDD tambelo dapat dilihat pada Tabel 1.

pallet

(31)

Tabel 1 Bagian dapat dimakan (BDD) tambelo (Bactronophorus sp.) yang hidup pada beberapa jenis bakau

Parameter Rhizophora sp. Bruguiera sp. Sonneratia sp.

Berat Utuh Segar(g) 311,17±1,53 197,04±1,79 169,34±2,30 Berat tanpa cangkang, pallet,

dan isi perut (Segar) (g) 158,39±1,77 129,26±2,00 104,87±1,56 Berat tanpa cangkang, pallet,

dan isi perut (Kering) (g) 30,55±1,07 23,09±0,82 14,01±0,83 Persentase BDD Basah (%) 50,91±0,2 65,59±2,00 61,93±1,56

Persentase BDD Kering (%) 9,82±0,37 11,72±0,40 8,27±0,42

Bagian dapat dimakan (BDD) dari tambelo pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp., dan Sonneratia sp. dalam kondisi segar 50,91-65,59 % yang berarti jumlah daging tambelo dapat dimanfaatkan berkisar 50,91-65,59 %. Hal ini didukung oleh pernyataan Muchtadi dan Agustaningwarno (2010) bahwa bagian yang dapat dimakan dari ikan adalah 45-50 % dari berat badan ikan. Nilai BDD tambelo dipengaruhi oleh ukuran tambelo pada masing-masing jenis dan pembuangan pallet, cangkang, serta isi saluran pencernaan. Ukuran tubuh yang besar umumnya terdapat pada jenis tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Bruguiera sp. sehingga nilai BDD cenderung lebih besar dibandingkan dengan jenis tambelo lainnya.

Nilai BDD tambelo pada penelitian ini cenderung sama dengan kerang simping (Amusium plueronectes) yang hidup di perairan kabupaten Batang Jawa Tengah yaitu rata-rata sebesar 55-60 % (Dewi 2010). Nilai BDD tambelo pada penelitian ini cenderung lebih besar jika dibandingkan dengan tambelo yang terdapat di perairan Papua yaitu 40 % (Leiwakabessy 2011), kerang tahu (Meretrix meretrix) (14,38 %), kerang salju (Pholas dactylus) (15,48 %) keong macan (Babylonia spirata) (21,81 %) (Chairunisah 2011), dan kerang simping (35,89 %) (Suptijah et al. 2013).

Bahan yang memiliki nilai BDD yang tinggi menggambarkan nilai ekonomi yang tinggi karena semakin tinggi jumlah yang dapat dimanfaatkan dan semakin tinggi jumlah kandungan gizi yang dapat diperoleh dari bahan tersebut. Nilai gizi yang diperoleh berhubungan dengan banyaknya mineral, protein dan lemak yang dapat dimanfaatkan (Rostiani 2013). Bagian dapat dimakan pada ikan sangat bervariasi tergantung spesies, bentuk, umur, dan apakah ikan ditangkap sebelum atau sesudah bertelur (Kusumo 1997).

Nilai BDD tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp., dan Sonneratia sp. mengalami penurunan berat yang besar setelah dikeringkan. Penurunan tersebut menunjukkan bahwa daging tambelo mengandung kadar air yang tinggi.

Komposisi Kimia

(32)

proksimat daging tambelo yang hidup pada beberapa jenis batang kayu bakau di perairan pantai Sulawesi Tenggara dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar yang hidup pada beberapa jenis bakau

Komposisi

Kimia (%) Rhizophora sp. Bruguiera sp. Sonneratia sp. Rhizophora sp.

a

Kadar Air 82,51±0,85 83,25±0,38 87,76±0,60 82,72±0,01

Abu 2,27±0,21 2,06±0,96 1,72±0,75 2,07±0,27

Protein 8,21±0,60 6,86±0,33 6,00±0,52 7,21±0,31

Lemak 3,34±0,08 2,92±0,15 2,94±0,30 0,28±0,04

Karbohidratb 3,68±0,55 4,89±0,39 1,58±0,97 7,72±0,62

sumber: aLeiwakabessy (2011) bbydifference

Kadar air

Kadar air adalah berat air yang teruapkan dengan bantuan panas karena tidak terikat kuat dalam jaringan bahan. Kadar air merupakan air bebas yang hanya terikat secara fisik dalam jaringan matriks bahan seperti membran, kapiler, serat dan lain sebagainya. Air bebas dapat dimanfaatkan untuk pertumbuhan mikroba dan media bagi reaksi-reaksi kimiawi (Winarno 2008).

Hasil analisis proksimat menunjukkan kadar air tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. lebih dari 82 %. Kadar air tambelo pada penelitian ini cenderung sama dengan hasil penelitian Leiwakabessy (2011) yang melaporkan bahwa kadar air tambelo asal perairan Papua 82,72 % dan Suptijah et al. (2013) yang melaporkan bahwa kadar air kerang simping 81,21 %. Kadar air produk perikanan berkisar 70-80 % (Winarno 2008). Kadar air ketiga jenis tambelo pada penelitian ini cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan moluska lain yaitu kerang darah (Anadara granosa) yang memiliki kadar air sebesar 74,37 % (Nurjanah et al. 2006), kerang bulu (Anadara antiquata) yang berasal dari perairan Muara Angke sebesar 79,69 % (Abdullah et al. 2013) dan kerang pisau (Solens spp.) yaitu sebesar 78,59 % (Nurjanah et al. 2013).

Kadar air merupakan jumlah air yang terkandung dalam bahan pangan. Air yang terkandung pada bahan pangan dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, dan cita rasa. Semakin tinggi kadar air suatu bahan maka semakin mudah mengalami pembusukan atau kerusakan. Kadar air ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan tersebut. Kadar air yang tinggi mengakibatkan mudahnya bakteri, kapang, dan khamir berkembang biak sehingga dapat mempercepat pembusukan (Winarno 2008). Tingginya kadar air pada daging tambelo dibandingkan moluska lain menunjukkan tambelo lebih mudah mengalami pembusukan sehingga perlu penanganan yang tepat dan cepat agar pembusukan dapat dicegah.

Kadar abu

(33)

campuran dari komponen anorganik atau mineral yang terdapat dalam suatu bahan pangan yang tidak terbakar pada proses pembakaran bahan organik (Winarno 2008).

Kadar abu tambelo yang hidup pada batang kayu bakau jenis Rhizophora sp. (2,27 %) dan Bruguiera sp. (2,06 %) cenderung sama. Kadar abu terendah dimiliki tambelo yang hidup pada Sonneratia sp. (1,72 %). Hal tersebut tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan kadar abu yang terkandung pada tambelo hasil penelitian Leiwakabessy (2011) yaitu sebesar 2,07 %. Kadar abu pada ketiga jenis tambelo pada penelitian ini cenderung lebih tinggi dibandingkan kerang bulu (Anadara antiquata) yang berasal dari perairan Muara Angke hasil penelitian Abdullah et al. (2013) yaitu sebesar 1,57 % dan kerang pisau (Solens spp.) hasil penelitian Nurjanah et al. (2013) yaitu sebesar 1,53 %.

Tinggi rendahnya kadar abu diduga karena perbedaan lingkungan. Setiap lingkungan perairan menyediakan asupan mineral yang berbeda bagi organisme akuatik yang ada di dalamnya. Selain itu setiap organisme juga memiliki kemampuan yang berbeda dalam meregulasi dan mengadsorbsi mineral sehingga berpengaruh pada kadar abu (Okuzumi dan Fujii 2000).

Kadar protein

Protein merupakan komponen terbesar setelah air pada sebagian besar jaringan tubuh produk perikanan. Pengukuran kadar protein dihitung berdasarkan pendekatan kadar total nitrogen. Data yang dihasilkan digunakan untuk mengetahui potensi suatu bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai sumber protein.

Kadar protein daging tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. berkisar antara 6,0-8,21 %. Kadar protein tambelo yang hidup pada Rhizophora sp. menunjukkan nilai yang tertinggi. Kadar protein tambelo pada penelitian ini mendekati nilai kadar protein tambelo hasil penelitian Leiwakabessy (2011) yaitu 7,21 % dan moluska jenis kerang bulu (Anadara inflata) hasil penelitian Arnanda et al. (2005) yaitu 6,79-11,92 %.

Kadar protein daging tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. lebih rendah dibandingkan dengan kadar protein kerang bulu (Anadara antiquata) yang berasal dari Muara Angke hasil penelitian Abdullah et al. (2013) yaitu 12,89 %, kerang pisau (Solens spp.) hasil penelitian Nurjanah et al. (2013) yaitu sebesar 14,48 %, dan kerang tahu (Meretrix meretrix), kerang salju (Pholas dactylus), dan keong macan (Babylonia spirata) hasil penelitian Chairunisah (2011) yaitu masing-masing sebesar 9,39 %, 11,37 % dan 17,38 %. Hewan laut mengandung air yang berbeda sehingga secara proporsional mempengaruhi persentasi kandungan proteinnya. Protein tersebut merupakan protein kasar yang besarnya tergantung dari spesies dan kondisi nutrisinya (Sikorski 1990).

(34)

Kadar lemak

Lemak adalah golongan lipida. Lemak hewan pada umumnya berupa padatan pada suhu ruang dan dapat dikatakan sebagai sumber energi yang lebih efektif karena 1 gram lemak dapat menghasilkan energi sebesar 9 kkal. Energi pada lemak lebih besar jika dibandingkan dengan energi pada protein dan karbohidrat yang menghasilkan energi sebesar 4 kkal (Winarno 2008).

Hasil uji proksimat menunjukkan kadar lemak tambelo yang hidup pada Rhizophora sp., Bruguiera sp., dan Sonneratia sp. berkisar 2,92-3,34 %. Nilai tersebut cenderung sama dengan kadar lemak kerang bulu (Anadara antiquata) yang berasal dari perairan Muara Angke yaitu sebesar 2,29 % (Abdullah et al. 2013) serta lebih tinggi dibandingkan dengan kadar lemak tambelo yang berasal dari perairan papua yaitu 0,28 % (Leiwakabessy 2011) dan kerang pisau (Solens spp.) yaitu sebesar 1,72 % (Nurjanah et al. 2013). Berdasarkan penggolongan ikan menurut Suwetja (2011), ketiga jenis tambelo pada penelitian ini tergolong berkadar lemak agak tinggi karena kadar lemaknya berkisar 2,5-8 %.

Daging tambelo segar yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. memiliki kandungan lemak yang cenderung sama. Kandungan lemak pada ketiga jenis tambelo tersebut lebih tinggi jika dibandingkan dengan kadar lemak tambelo yang berasal dari perairan Papua, diduga karena perbedaan lingkungan sehingga mempengaruhi jenis dan ketersediaan sumber makanan. Selain itu kondisi tambelo yang diduga berada pada musim pemijahan saat dilakukan pengambilan contoh sehingga sebagian besar mengalami kematangan gonad menyebabkan tingginya kadar lemak. Komposisi kimia ikan yang bervariasi dapat disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain umur, laju metabolisme, aktivitas pergerakan, makanan, dan kondisi sebelum dan sesudah musim bertelur (Suzuki 1981).

Kadar karbohidrat

Karbohidrat yang terdapat pada daging hewan perairan merupakan polisakarida yaitu glikogen yang terdapat di dalam sarkoplasma diantara miofibril-miofibril. Glikogen merupakan sumber pembentuk energi pada aktivitas otot. Glikogen berperan pada saat ikan membutuhkan banyak energi seperti saat mencari makan, bereproduksi, mencari lingkungan hidup yang sesuai, saat melawan mati dan berperaan setelah kematian pada proses rigormortis, sehingga setiap spesies dapat memiliki kadar karbohidrat yang bervariasi (Suwetja 2011). Kerang-kerangan pada umumnya menyimpan hasil pencernaannya dalam bentuk glikogen dan lemak (Purchon 1968).

Sistem pencernaan yang dimiliki oleh shipworm atau tambelo mampu mencerna selulosa 80% dan lignin 45 % pada kayu bakau (Marthawijaya et al. 1989). Kandungan karbohidrat pada tambelo diduga sebagian besar berasal dari makanannya yang diperoleh dengan memanfaatkan selulosa dan lignin dari kayu bakau.

(35)

3-5 % (Bennion 1980). Kadar karbohidrat pada ketiga jenis tambelo tersebut cenderung sama dengan kadar karbohidrat pada kerang pisau (Solens spp.) hasil penelitian Nurjanah et al. (2013) yaitu sebesar 3,68 % dan kerang bulu (Anadara antiquata) yang berasal dari perairan Muara Angke hasil penelitian Abdullah et al. (2013) yaitu sebesar 3,56 %. Kadar karbohidrat pada ketiga jenis tambelo tersebut lebih tinggi dibandingkan tambelo hasil penelitian Leiwakabessy (2011) yaitu sebesar 7,72 %.

Komposisi Asam Amino

Asam amino merupakan unit dasar struktur protein. Bila suatu protein dihidrolisis dengan asam, alkali atau enzim, akan dihasilkan campuran asam-asam amino. Protein pada umumnya mengandung 20 macam asam amino yang diklasifikasikan berdasarkan fungsi fisiologis dalam tubuh yaitu asam amino esensial dan non esensial. Asam amino esensial terdiri dari 10 macam asam amino dan sisanya adalah asam amino non esensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi oleh tubuh sehingga harus disuplai melalui makanan, sedangkan asam amino non esensial dapat diroduksi di dalam tubuh (Belitz et al. 2009). Pembentukan jaringan baru hanya akan terlaksana apabila seluruh asam amino esensial tersedia dalam waktu bersamaan (Almatsier 2006).

Hasil analisis asam amino menunjukkan protein tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. mengandung 17 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial (Tabel 3). Komposisi asam amino pada ketiga jenis tambelo tersebut cenderung sama dengan hasil penelitian Leiwakabessy (2011). Komposisi asam amino pada ketiga jenis tambelo tersebut cenderung lebih lengkap jika dibandingkan dengan hasil penelitian Abdullah et al. (2013) yang melaporkan bahwa protein pada moluska kerang bulu (Anadara antiquata) hanya mengandung 15 asam amino yang terdiri dari 9 asam amino esensial dan 6 non esensial. Tambelo merupakan makanan laut sumber protein hewani dengan kategori complete protein karena mengandung semua asam amino esensial (Furkon 2004).

(36)

Tabel 3 Komposisi asam amino daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar yang

Keterangan : * komposisi asam amino (basis basah) tambelo, hasil penelitian Leiwakabessy (2011)

Nilai asam amino valina yang terkandung pada tambelo yang hidup di Sonneratia sp. pada penelitian ini cenderung lebih rendah jika dibandingkan dengan nilai valina yang terkandung pada tambelo asal perairan Papua (0,26 %) (Leiwakabessy 2011) dan kerang bulu (Anadara antiquata) (0,4 %) (Abdullah et al. 2013).

Asam amino leusina berfungsi dalam menjaga keseimbangan perombakan dan pembentukan protein otot, mengatur gula darah, bermanfaat untuk pertumbuhan dan perbaikan jaringan kulit dan tulang, membantu dalam penyembuhan luka dan pengaturan energi tubuh. Oleh karena fungsi dan manfaat yang dimiliki, sehingga leusina penting saat pertumbuhan anak (Linder 2006).

Asam amino valina adalah salah satu asam amino rantai cabang yang bermanfaat dalam meningkatkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, membantu proses pemulihan, memperbaiki jaringan otot, menurunkan kadar gula darah, dan meningkatkan produksi hormon pertumbuhan (Bonderud 2011). Asam amino arginina penting untuk kesehatan reproduksi pria, membantu detoksiifikasi hati, meningkatkan sistem imun, menghambat pertumbuhan sel tumor dan kanker serta membantu pelepasan hormon pertumbuhan (Supamas 2011).

(37)

lainnya juga mengandung asam amino non esensial tertinggi jenis asam glutamat yaitu oyster (Matter et al. 1969), tambelo asal perairan Papua sebesar 0,7 % (Leiwakabessy 2011) dan kerang bulu (Anadara antiquata) sebesar 1,8 % (Abdullah et al. 2013). Tingginya kandungan asam glutamat pada kekerangan menyebabkan dagingnya gurih dan berasa manis (Nurjanah et al. 2006).

Asam glutamat adalah asam amino yang dapat disintesis dari gugus amida pada molekul glutamin. Asam glutamat bermanfaat untuk menahan konsumsi alkohol berlebih, mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan kesehatan mental dan meredam depresi (Linder 2006).

Kandungan asam amino pada setiap spesies tidaklah sama, masing-masing spesies memiliki proses fisiologis yang berbeda. Perbedaan kandungan asam amino juga dapat disebabkan oleh umur, musim penangkapan, dan tahapan dalam daur hidup organisme (Litaay 2005).

Komposisi Asam Lemak

Asam lemak memegang peranan penting dalam lemak, karena sifat-sifat fisik, kimia, dan hayati lemak didasarkan pada sifat-sifat asam lemaknya (Estiasih 2009). Ikan laut merupakan salah satu sumber makanan yang kaya akan asam lemak tak jenuh yang merupakan senyawa yang telah banyak membuktikan efek positif bagi kesehatan. Asam lemak berperan dalam menurunkan resiko penyakit jantung, kanker, arthritis, dan lain-lain (Berge dan Barnathan 2005).

Lemak total tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Sonneratia sp. dan Bruguiera sp., memiliki komposisi asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) oleat (15,9-34,8 %) tertinggi jika dibandingkan dengan komposisi jenis asam lemak tak jenuh lainnya (Tabel 4). Asam lemak tak jenuh majemuk (PUFA) linoleat menunjukkan komposisi yang tinggi setelah oleat (2,38-8,13 %). Nilai asam lemak tak jenuh lainnya memiliki kandungan yang lebih rendah.

Nilai asam lemak oleat dan linoleat pada penelitian ini jika dibandingkan dengan moluska lainnya cenderung lebih tinggi yaitu kerang pisau (Solens spp.) mengandung asam lemak oleat 3,72 % dan linoleat 0,33 % (Nurjanah et al. 2013), kerang bulu (Anadara antiquata) mengandung asam lemak oleat 1,51 % dan linoleat 0,59 % (Abdullah et al. 2013), dan abalone mengandung asam lemak oleat 3,7 % (Mateos et al. 2010). Perbedaan kandungan asam lemak tersebut disebabkan oleh perbedaan komposisi jenis lemak yang dikonsumsi dari lingkungan hidupnya (Leblanc et al. 2008). Kandungan asam lemak tak jenuh yang didominasi oleh asam lemak oleat dan linoleat juga dimiliki lintah laut (Nurjanah et al. 2009) dan ikan layur (Pratama et al. 2011).

(38)

Tabel 4 Komposisi asam lemak tak jenuh (% b/b) total lemak daging tambelo (Bactronophorus sp.) yang hidup di beberapa jenis bakau

Jenis

Asam lemak tak jenuh oleat (omega-9) efektif menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini didukung oleh hasil penelitian Wood et al. (1993) yang melaporkan bahwa asam lemak tak jenuh tunggal dapat menurunkan low density lipoprotein (LDL) dan meningkatkan high density lipoprotein (HDL) secara lebih besar daripada omega-3 dan omega-6 sehingga berpotensi menghambat terjadinya pembentukan plak pada dinding pembuluh darah arteri. Pembentukan plak tersebut adalah penyebab timbulnya penyakit jantung dan stroke.

linoleat (omega-6) adalah salah satu asam lemak tak jenuh jamak yang banyak ditemukan pada minyak nabati dan minyak ikan (Sartika 2008). Asam lemak esensial termasuk linoleat merupakan prekursor sekelompok senyawa eikosanoid yang mirip hormon (prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotrien) yang berfungsi mengatur tekanan darah, denyut jantung, fungsi kekebalan tubuh, rangsangan sistem saraf, kontraksi otot dan penyembuhan luka. Kekurangan eikosanoid dalam tubuh dapat menyebabkan gangguan saraf dan penglihatan serta menghambat pertumbuhan tubuh (Wierzbicki et al. 2003).

Kelompok Senyawa Kimia

Analisis kelompok senyawa kimia adalah salah satu cara mendapatkan informasi awal mengenai potensi aktivitas biologis fungsional pada suatu tanaman atau hewan (Kannan et al. 2009). Potensi tersebut menguntungkan bagi kesehatan dan mencegah berbagai penyakit. Kelompok senyawa kimia yang terkandung pada ekstrak tambelo dapat dilihat pada Tabel 5.

(39)

pereduksi, dan asam amino. Ekstrak metanol daging tambelo pada penelitian ini terdeteksi mengandung kelompok senyawa kimia fenol hidrokuinon yang tidak dimiliki oleh beberapa moluska lainnya seperti kerang simping (Amusium pleuronectes) (Suptijah et al. 2013) dan kerang pisau (Nurjanah et al. 2011).

Tabel 5 Kelompok senyawa kimia ekstrak metanol tambelo (Bactronophorus sp.) yang hidup pada beberapa jenis bakau

Uji Fitokimia Rhizophora sp. Bruguiera sp. Sonneratia sp. Rhizophora sp.*

Alkaloid + + + +

Alkaloid adalah senyawa alami amina yang dihasilkan dari proses metabolisme sekunder. Alkaloid digunakan secara luas dalam pengobatan karena memiliki aktivitas fisiologis pada kesehatan manusia (Harborne 1984). Flavonoid merupakan senyawa polifenol. Senyawa alkaloid dan flavonoid memiliki aktivitas antioksidan. Flavonoid dapat mencegah penyakit kardiovaskuler dengan cara menurunkan laju oksidasi lemak karena perannya sebagai antioksidan (Al-Meshal et al. 1985). Hasil penelitian Nurjanah et al. (2011) yang melaporkan bahwa ekstrak metanol kerang pisau yang mengandung senyawa alkaloid dan flavonoid memiliki aktivitas antioksidan dengan nilai IC50 1391 ppm. Selanjutnya Leiwakabessy (2011)

melaporkan bahwa ekstrak kasar etil asetat daging tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp. mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid dan saponin. Senyawa tersebut memiliki aktivitas antioksidan dengan IC50 sebesar 15

ppm.

(40)

stamina tubuh (aprodisiaka). Hal ini didukung oleh penelitian Kustiariyah (2006) yang melaporkan bahwa senyawa steroid dari teripang laut memiliki aktivitas sebagai aprodisiaka. Selanjutnya Schoeder et al. (2003) menyatakan bahwa pemberian hormon testosteron sebagai senyawa steroid dapat meningkatkan kekuatan dan massa otot.

Salah satu senyawa golongan fenol adalah fenol hidrokuinon yang umumnya lebih mudah larut dalam lemak (Harborne 1987). Hasil analisis menunjukkan tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp. dan Bruguiera sp. mengandung senyawa fenol hidrokuinon. Senyawa fenol hidrokuinon pada tambelo diduga berasal dari jenis makanannya yaitu phytoplankton dan nutrisi pada batang kayu bakau tempat hidupnya. Hasil penelitian Arifuddin et al. (2004) melaporkan bahwa bahan aktif senyawa hidrokuinon dari buah bakau Sonneratia caseolaris terbukti memiliki sifat antibakterial dan immunostimulan dalam mencegah infeksi Vibrio harveyi pada udang windu.

Hasil analisis kelompok senyawa kimia menunjukkan tambelo yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. terdeteksi mengandung senyawa gula pereduksi. Sebagian karbohidrat bersifat gula pereduksi. Gula pereduksi adalah gula yang mempunyai kemampuan mereduksi contohnya glukosa dan fruktosa karena adanya gugus aldehid atau keton bebas sehingga dapat mereduksi ion-ion logam (Harborne 1987). Monosakarida dapat mereduksi senyawa-senyawa pengoksidasi atau ion kupri (Winarno 2008).

Fermentasi Tambelo

Proses fermentasi yang terjadi pada produk-produk perikanan merupakan proses penguraian secara biologis terhadap senyawa-senyawa kompleks terutama protein, karbohidrat dan lemak menjadi senyawa-senyawa yang lebih sederhana dalam keadaan terkontrol (Rahayu et al. 1992). Fermentasi adalah aplikasi metabolisme mikroba untuk mengubah bahan baku menjadi produk yang bernilai gizi tinggi (Rahayu 2000). Fungsi umum dari fermentasi adalah menambah nilai gizi makanan. Fungsi khusus fermentasi antara lain adalah mengendalikan pertumbuhan mikroba, mempertahankan gizi yang dikehendaki, menambah rasa dan aroma, serta menciptakan kondisi yang tidak baik bagi kontaminasi mikroba yang merugikan (Giri et al. 2009).

Gambar

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Gambar 3 Prosedur pembuatan produk fermentasi tambelo
Gambar 4 Morfologi tambelo (Bactronophorus sp.)
+6

Referensi

Dokumen terkait

Laju penguraian protein kacang hijau oieh aktivitas proteolitik menjadi N- amino oleh kedua jenis inokulum menunjukkan waktu fermentasi yang optimal (I0

Penelitian ini meliputi: penentuan kadar proksimat dan komposisi asam amino dari siput laut kering, ekstraksi bahan aktif, pengujian inhibitor topoisomerase I, karakterisasi

Berdasarkan penelitian ini disarankan untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai komposisi kimia, asam lemak dan kolesterol daging udang ronggeng dengan

Aktivitas antibakteri, polifenol total dan mutu kimia (asam laktat, pH dan kadar alkohol) selama fermentasi kefir kacang merah belum diketahui, sehingga perlu

Untuk menentukan jenis peptida yang terbentuk pada selada, dilakukan dengan menghitung perbandingan komposisi asam amino.. Hasil perhitungan perbandingan asam amino

Dari hasil penelitian di peroleh ramsum yang mengandung bungkil inti sawit yang diberikan 2,4 dan 6 minggu sebelum babi di potong tidak mempengaruhi komposisi kimia

Ampas kedelai hasil samping proses pengolahan kecap secara fermentasi secara umum mempunyai komposisi kimia dengan kadar yang relatif lebih tinggi daripada ampas kedelai

DAFTAR TABEL 1 Klasifikasi koro benguk 3 2 Komposisi kimia biji koro benguk dan kedelai 4 3 Komposisi asam amino biji koro benguk 4 4 Komposisi kimia tempe benguk dan tempe kedelai