HUBUNGAN KONSUMSI LEMAK DENGAN KEJADIAN
OBESITAS ORANG DEWASA DI KOTA DAN KABUPATEN
BOGOR
ULQI MUHAMAD IQBAL
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
i
ABSTRACT
ULQI MUHAMAD IQBAL. Correlation Between Fat Consumption and the Case of Obesity in Bogor Rural and Urban Area. Supervised by FAISAL ANWAR and
IKEU EKAYANTI
Obesity has been becoming a global nutrition epidemic needing a serious concern. This research aimed to estimate the consumption of fat in adult and its relationship with the occurence of obesity in adult of Bogor rural and urban area. Several obesity risk factors were also analyzed in this research. This research was conducted by cross sectional design between June-September 2012. The number of samples in this research was 96 respondents from age 20-65, consisted of 48 samples from rural and 48 samples from urban area. The consumption data was obtained by questionnaire of Food Recall 2x24 hours. Based on the result, the average fat intake for samples in Bogor rural and urban area was 48.7 ± 19 gram/day and 48.8 ± 19 gram/day, respectively. Analysis of fat adequation level of samples showed that most of Rural samples was in excessive status of fat intake (35.4% of samples) while most of Urban samples was in adequate status of fat intake (35.4% of samples). There was no significant different both in fat intake or fat adequation level between Rural and Urban samples (p>0.05). However, pearson correlation test result showed that there was significant correlation (p<0.05) between fat intake and the case of obesity in samples, both in Rural and Urban areas. Besides fat intake, analysis of obesity risk factors by using Logistic Regression analysis resulted in two significant risk factors affecting obesity in samples. The risk factors were smoking status (p=0.005) and alcohol drinking status (p=0.009).
Keywords: consumption, fat consumption, lifestyle, obesity
ABSTRAK
ULQI MUHAMAD IQBAL. Hubungan Konsumsi Lemak dengan Kejadian Obesitas Orang Dewasa di Kota dan Kabupaten Bogor. Dibimbing oleh FAISAL ANWAR and IKEU EKAYANTI
ii
Kabupaten sebesar 48.7 ± 19 gram, sedangkan rata-rata asupan lemak total sampel untuk wilayah Kota sebesar 48.8 ± 19 gram. Hasil analisis tingkat kecukupan lemak menunjukkan bahwa sebagian besar sampel Kabupaten (35.4%) mengalami tingkat kecukupan lemak berlebih sementara sampel Kota sebagian besar mengalami tingkat kecukupan lemak normal yaitu sebanyak 35.4% sampel. Tidak terdapat perbedaan nyata baik dalam hal asupan lemak maupun kecukupan lemak antara sampel Kabupaten dan Kota (p>0.05). Berdasarkan hasil analisis hubungan asupan lemak dengan obesitas, terdapat hubungan yang signifikan (p<0.05) antara konsumsi lemak dengan obesitas, baik di Kabupaten maupun di Kota. Selain asupan lemak, hasilan alisis factor resiko obesitas dengan regresi logistic menunjukkan terdapat dua factor resiko yang mempengaruhi kejadian obesitas pada sampel yaitu merokok (p=0.005) dan minum minuman beralkohol (p=0.009).
iii
RINGKASAN
ULQI MUHAMAD IQBAL. Hubungan Konsumsi Lemak Dengan Kejadian Obesitas Orang Dewasa Di Kota dan Kabupaten Bogor. Di bawah bimbingan
FAISAL ANWAR dan IKEU EKAYANTI.
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk Mengetahui kontribusi konsumsi lemak pada orang dewasa serta hubungannya dengan kejadian obesitas orang dewasa di kota dan kabupaten Bogor. Tujuan khusus dari penelitian ini adalah: 1) Mengetahui karakteristik demografi dan sosial ekonomi sampel; 2) Mempelajari kebiasaan makan sampel; 3) Mempelajari konsumsi lemak sampel 4) Mempelajari gaya hidup sampel; 5) Menganalisis hubungan konsumsi lemak terhadap kejadian obesitas; 6) Menganalisis faktor resiko obesitas pada sampel.
Penelitian menggunakan desain cross sectional study. Bertempat di dua lokasi yaitu kota Bogor dan Kabupaten Bogor dengan pertimbangan kedua tempat memiliki karakteristik ekonomi yang berbeda. Waktu pengambilan data berlangsung bulan Juni 2012 – September 2012. Penelitian ini merupakan bagian penelitian payung yang berjudul “Asupan Fitosterol dari Pangan pada Masyarakat di Wilayah Bogor”. Jumlah subyek minimal adalah sebanyak 43 orang. Untuk mengantisipasi drop out ditambah 10% dari ukuran minimal sampel sehingga menjadi 48 sampel. Dengan demikian pembagian jumlah sampel untuk masing-masing wilayah adalah 48 untuk wilayah kabupaten dan 48 untuk wilayah kota Bogor.
Sebagian besar sampel Kota dan Kabupaten Bogor memiliki frekuensi makan utama sebanyak tiga kali dalam sehari yaitu sebanyak 33 orang (68.8%) sampel Kota dan sebanyak 38 orang (79.2%) sampel kabupaten. Mayoritas sampel Kota mengkonsumsi makanan selingan tiga kali dalam sehari yaitu sebanyak 18 orang (37.5%), sedangkan mayoritas sampel Kabupaten memiliki frekuensi makan selingan 1 kali dalam sehari, yaitu sebanyak 21 orang (43.8%). Rata-rata asupan lemak total sampel untuk wilayah Kabupaten sebesar 48.7 ± 19 gram dengan kisaran asupan antara 9.64-108.57 gram, sedangkan rata-rata asupan lemak total sampel untuk wilayah Kota sebesar 48.8 ± 19 gram dengan kisaran asupan antara 21.59-111.76 gram. Sampel Kabupaten dengan status obes memiliki rata-rata asupan energi sebesar 1657 kkal lebih tinggi dibandingkan sampel dengan status tidak obes yaitu sebesar 1493 kkal. Berbeda dengan sampel Kabupaten, sampel kota dengan status obes memiliki rata-rata asupan energi lebih rendah daripada sampel dengan status tidak obes yaitu sebesar 1529 kkal untuk sampel obes dan 1652 kkal untuk sampel tidak obes.
iv
v
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan sauatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
HUBUNGAN KONSUMSI LEMAK DENGAN KEJADIAN
OBESITAS ORANG DEWASA DI KOTA DAN KABUPATEN
BOGOR
ULQI MUHAMAD IQBAL
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana Sarjana Gizi
dari program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
vii
Judul : Hubungan Konsumsi Lemak dengan Kejadian
Obesitas Orang Dewasa di Kota dan Kabupaten
Bogor
Nama Mahasiswa : Ulqi Muhamad Iqbal
NRP : I14080095
Menyetujui,
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II
Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS
Ketua Departemen
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ... viii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... x
DAFTAR LAMPIRAN ... x
RIWAYAT HIDUP ... xi
PRAKATA ... xii
PENDAHULUAN ... 1
Latar Belakang ...1
Tujuan Umum...3
Tujuan Khusus ...3
Kegunaan Penelitian ...3
TINJAUAN PUSTAKA ... 4
Lemak ...4
Status Gizi ...6
KERANGKA PEMIKIRAN ... 9
METODE PENELITIAN ... 11
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian ... 11
Jumlah dan Cara Pemilihan Sampel ... 11
Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 12
Definisi Operasional ... 15
HASIL DAN PEMBAHASAN ... 17
Gambaran Umum Wilayah ... 17
Karakteristik Sosial-Ekonomi ... 18
Usia ... 18
Jenis Kelamin ... 18
Pendidikan ... 18
Pekerjaan ... 19
Besar Keluarga ... 20
Pendapatan Keluarga ... 20
Status Gizi ... 21
Kebiasaan Makan ... 21
ix
Konsumsi Zat Gizi ... 24
Asupan Zat Gizi ... 24
Asupan Energi ... 24
Asupan Protein ... 26
Asupan Lemak ... 27
Asupan Karbohidrat ... 28
Tingkat Kecukupan Gizi ... 29
Tingkat Kecukupan Energi ... 30
Tingkat Kecukupan Protein ... 31
Tingkat Kecukupan Lemak ... 32
Tingkat Kecukupan Karbohidrat ... 33
Gaya Hidup Sampel ... 33
Kebiasaan Merokok ... 33
Kebiasaan Minum Minuman Beralkohol ... 34
Analisis Hubungan... 34
Faktor Risiko Obesitas ... 35
KESIMPULAN DAN SARAN ... 37
Kesimpulan ... 37
Saran ... 38
DAFTAR PUSTAKA ... 39
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Klasifikasi IMT berdasarkan Depkes RI (1994) 6
2 Jenis dan cara pengumpulan data primer 13
3 Karakteristik sosial – ekonomi 19
4 Sebaran sampel berdasarkan status gizi 21
5 Frekuensi makan sampel berdasarkan wilayah 23
6 Tingkat kecukupan zat gizi sampel 30
7 Gaya hidup sampel 34
8 Faktor risiko obesitas sampel 35
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Kerangka pemikiran hubungan konsumsi lemak dengan kejadian obesitas
orang dewasa di kota dan kabupaten Bogor 10
2 Rata-rata asupan energi sampel 25
3 Rata-rata asupan protein sampel 26
4 Rata-rata asupan lemak sampel 27
5 Rata-rata asupan karbohidrat sampel 28
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Jadwal Penelitian 44
2 Kuisioner Karakteristik Responden 45
3 Kuisioner Food Recall 2x24 jam 48
4 Data Karakteristik Sampel 50
5 Data Status Gizi Sampel 52
6 Data Rata-rata Asupan Zat Gizi Sampel 54
7 Data Tingkat Kecukupan Zat Gizi Sampel 57
8 Data Frekuensi Makan Sampel 59
9 Data Gaya Hidup Sampel 61
10 Uji Hubungan Antar Variabel 63
11 Uji Beda sampel Kota dan Kabupaten (Independent T-tes) 64
12 Uji Beda sampel obes Kota dan Kabupaten (Independent T-tes) 64
RIWAYAT HIDUP
Penulis yang bernama lengkap Ulqi Muhamad Iqbal
dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 25 Februari 1991
sebagai anak kedua dari tiga bersaudara. Pendidikan formal
yang telah ditempuh oleh penulis yaitu SDN Karang Tengah
Kota Sukabumi (2002), SMPN 5 Kota Sukabumi (2005),
SMAN 2 Kota Sukabumi (2008), dan pada tahun 2013
mendapatkan gelar S.Gz Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan, penulis aktif mengikuti organisasi mahasiswa daerah
Sukabumi serta menjadi anggota Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi Institut
Pertanian Bogor. Penulis juga aktif dalam beberapa kepanitiaan Seminar Gizi
Nasional (Senzasional) 2011 dan Cooking Competition Nutrition Fair 2010.
Dalam bidang olahraga dan seni, penulis ikut berpartisipasi dalam beberapa
pertandingan olahraga terutama dalam bidang futsal, voli, serta merupakan
anggota kelompok seni perkusi Ziper (Gizi Perkusi). Penulis dapat dihubungi di
xii
PRAKATA
Puji syukur Alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmatNya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
“Hubungan Konsumsi Lemak dengan Kejadian Obesitas Orang Dewasa di Kota
dan Kabupaten Bogor” untuk mengetahui hubungan antara konsumsi lemak
dengan kejadian obesitas. Penulis mengucapkan terima kasih kepada berbagai
pihak yang telah membantu dalam penyelesaian tugas akhir ini, terutama kepada
1. Prof. Dr. Ir. Faisal Anwar, MS dan Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes selaku
dosen pembimbing skripsi atas bimbingan dan arahannya sehingga
penulisan skripsi ini dapat selesai dengan baik.
2. Keluarga penulis, khususnya mamah, atas kesabaran tiada tara dan
dukungan baik dalam bentuk doa, kasih sayang, maupun materi yang
tiada henti dicurahkan kepada penulis
3. dr. Mira Dewi, S.Ked selaku dosen penguji karena telah memberikan kritik
dan saran untuk kesempurnaan tugas akhir penulis
4. Prof. Dr. Ir. Nuri Andarwulan selaku ketua tim proyek Plant Sterol Intake
karena telah banyak membimbing penulis dalam pengambilan data
survey
5. Seluruh tim proyek Plant Sterol Intake; Zulaikhah M.Gz, Guntari Prasetya
S.Gz, Prita Dhyasita M.Gz, Bidan Tami, Atikah Bararah S.Tp, Zaenuddin
S.Gz, Mumtazul Amal S.Gz, Tunggul Waloya, dan Desiani Rizki S.Gz
atas kebersamaan dan seluruh bantuannya kepada penulis
6. Temen-teman GM45 atas kebersamaannya selama ini
7. Teman-teman gudang; Hari Andika S.Hut, Okta Delami S.Tp, Kartika Edi
S.Hut, Dea S.E, Asep Zanuansyah S.Hut, dan Mahrea Ulfah S.Hut atas
kebersamaannya selama ini
8. Teman-teman Noes Camp; ojan_ganteng, ~rektor_ipb, saf[rina],
tile_ganteng, yance_jomblo, g_brother, zais_mola, Zaini, Fachruddin,
Mundi, dll yang selalu ada untuk penulis baik dalam kondisi senang
maupun susah
9. Seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian tugas akhir ini.
Penulis menyadari penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk
penelitian selanjutnya. Semoga skripsi ini berguna bagi ilmu pengetahuan dan
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Dewasa ini obesitas telah menjadi masalah kesehatan dan gizi
masyarakat dunia, baik di negara maju maupun di negara berkembang.
Permasalahan tersebut sangat memprihatinkan mengingat obesitas merupakan
salah satu penyebab utama munculnya penyakit degeneratif seperti penyakit
kardiovaskular, stroke, kanker, diabetes mellitus II, dan hipertensi (National
Institutes of Health 1998). Ulasan atas epidemi obesitas yang dilakukan Low,
Chin, dan Deurenberg-Yap (2009) memperlihatkan bahwa prevalensi kelebihan
berat (overweight) di negara maju berkisar dari 23.2% di Jepang hingga 66.3% di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang berkisar dari 13,.4% di
Indonesia sampai 72.5% di Saudi Arabia. Adapun prevalensi kegemukan
(obesity) di negara maju berkisar dari 2.4% di Korea Selatan hingga 32.2% di Amerika Serikat, sedangkan di negara berkembang berkisar dari 2.4% di
Indonesia sampai 35.6% di Saudi Arabia (Low, Chin & Deurenberg-Yap 2009).
Secara ekonomi, lebih dari 6% dari seluruh biaya kesehatan di beberapa negara
berkembang dilaporkan terpakai untuk pengobatan obesitas (WHO 2000).
Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2010 melaporkan prevalensi
nasional obesitas pada umur >15 tahun meningkat dari tahun 2007 yaitu pada
laki-laki 13.9% menjadi 16.3%, sedangkan pada perempuan 23.8% menjadi
26.9%. Laporan Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) juga menyebutkan bahwa
prevalensi obesitas orang dewasa umur >15 tahun di Provinsi Jawa Barat tahun
2010sebesar 7.7% pada laki-laki dan pada perempuan sebesar 17.9%, dengan
rata-rata sebesar 12.8% (Riskesdas 2010).
Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan
penggunaan zat gizi (Almatsier 2001). Status gizi ini dapat dibedakan menjadi
status gizi kurang, status gizi baik/normal, dan status gizi lebih yang bukan tidak
mungkin akan mengarah pada obesitas. Obesitas merupakan kondisi
ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi lemak pada jaringan adiposa.
Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan jumlah simpanan kelebihan lemak,
namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh. Distribusi lemak dapat
meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai macam penyakit
degeneratif (WHO 2000). Beberapa faktor utama penyebab obesitas adalah
2
Pola makan yang kurang sehat merupakan salah satu faktor
utamaterjadinya kegemukan atau obesitas. Konsumsi lemak yang terlalu tinggi
dari pola makan yang kurang sehat akan berpengaruh pada status gizi orang
dewasa. Hasil riset yang dilakukan oleh Bray dan Popkin (1998) menunjukkan
bahwa pengurangan asupan energi harian sebesar 10% dari lemak akan
berdampak pada pengurangan bobot tubuh sebesar 16 gram/hari (Bray & Popkin
1998).
Telah banyak diteliti bahwa konsumsi lemak harian pada orang dewasa
dalam jangka panjang berdampak pada kesehatannya, terutama terhadap resiko
terjadinya obesitas. Hal tersebut mungkin berkaitan dengan jenis makanan yang
dikonsumsi serta berhubungan pula dengan pola konsumsi pangan di
masyarakat. Masyarakat Jawa Barat tradisional cenderung memiliki pola makan
tinggi karbohidrat dan serat, yang berasal dari umbi, lalapan sayur-sayuran atau
buah. Meskipun demikian, saat ini terjadi perubahan kebiasaan makan dari
kebiasaan makan secara tradisional menjadi kebiasaan makan secara modern
yang kebarat-baratan dengan kandungan karbohidrat dan serat yang rendah
serta kandungan lemak yang tinggi. Perubahan kebiasaan makan tersebut juga
dapat dipengaruhi oleh pengetahuan serta tingkat ekonomi masyarakat.
Mengingat tingginya prevalensi obesitas di wilayah Jawa Barat pada tahun 2010,
maka perlu kiranya dilakukan penelitian untuk mengetahui hubungan konsumsi
3
Tujuan Tujuan Umum
Mengetahui besar kontribusi konsumsi lemak pada orang dewasa serta
hubungannya dengan kejadian obesitas orang dewasa di kota dan kabupaten
Bogor .
Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui karakteristik demografi dan sosial ekonomi sampel
2. Mempelajari kebiasaan makan sampel
3. Mempelajari konsumsi lemak sampel meliputi asupan lemak dan tingkat
kecukupan lemak sampel
4. Mempelajari gaya hidup sampel meliputi kebiasaan merokok selama satu
bulan terakhir dan minum minuman beralkohol
5. Menganalisis hubungan konsumsi lemak terhadap kejadian obesitas
6. Menganalisis faktor resiko obesitas pada sampel
Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi terkini mengenai
konsumsi lemak pada orang dewasa dalam hal jumlah, komposisi lemak menurut
jenis makanan yang dikonsumsi, hubungan antara konsumsi lemak dengan
kejadian obesitas orang dewasa serta sejauh mana faktor sosial ekonomi dapat
mempengaruhi konsumsi lemak orang dewasa. Penelitian ini juga dapat
digunakan dalam pengembangan program penelitian dan pencegahan penyakit
TINJAUAN PUSTAKA
Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O). Lemak bersifat larut dalam pelarut lemak, seperti
benzen, eter, petroleum, dan sebagainya. Lemak yang mempunyai titik lebur
tinggi berbentuk padat pada suhu kamar disebut lemak, sedangkan yang
mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair disebut minyak (Syafiq et al. 2009). Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali
ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan makanan dengan berbagai tujuan.
Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media
penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak (gajih), mentega, dan margarin. Di samping itu, penambahan lemak dimaksudkan
juga untuk menambah kalori serta memperbaiki terkstur dan cita rasa bahan
pangan, seperti pada kembang gula, penambahan shortening pada pembuatan kue-kue, dan lain-lain.
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,
kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega,
margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah
kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan
kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur
dan buah (kecuali apokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier 2011).
Lemak merupakan salah satu komponen makanan multifungsi yang
sangat penting untuk kehidupan. Fungsi lemak dalam tubuh antara lain sebagai
sumber energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis antar sel,
isolator dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organ-organ tubuh,
serta pelarut vitamin A, D, E, dan K. Penambahan lemak dalam makanan
memberikan efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut dan gurih. Di
dalam tubuh, lemak menghasilkan energi 2 kali lebih banyak dibandingkan
dengan protein dan karbohidrat, yaitu 9 kkal/gram lemak yang dikonsumsi.
Anjuran konsumsi lemak orang dewasa adalah 44-47 gr/hari (FAO 2008). Food
and Agriculture Organization tahun 2008 di kota Geneva menganjurkan asupan
lemak total dari konsumsi makanan sebesar 20-35% dari energi total.
Konsumsi lemak secara berlebihan berdampak buruk bagi kesehatan,
5
metabolik. Sindroma metabolik merupakan sekumpulan gejala yang ditemukan
pada seseorang yang mengarah kepada timbulnya penyakit degeneratif seperti
diabetes mellitus, arterosklerosis, dan penyakit jantung koroner. Permasalah
sindroma metabolik terus berkembang yang erat kaitannya dengan perubahan
gaya hidup di masyarakat (Wiardani et al. 2011).
Hasil penelitian Widiardani et al (2011) menunjukkan konsumsi lemak yang tidak baik melebihi anjuran persentase lemak yang dianjurkan dalam sehari
memiliki resiko 2.58 kali lebih besar terhadap kejadian sindroma metabolik,
dibandingkan dengan konsumsi lemak yang sesuai anjuran. Prevalensi sindroma
metabolik meningkat dengan bertambahnya usia sekitar 10% pada penduduk
usia 20 tahun dan mencapai 40% pada usia 60 tahun. Selain itu, resiko penyakit
ini lebih besar terjadi pada wanita, yang berarti peluangnya lebih besar terjadi
pada wanita dewasa. Meskipun demikian, hasil analisis terhadap data konsumsi
Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas 2009) menunjukkan rata-rata
konsumsi lemak total penduduk Indonesia adalah 58.1 g/kap/hr pada tahun
2002, dan meningkat menjadi 61.5 g/kap/hr tahun 2007, dan 64.7 g/kap/hr tahun
2009. Berdasarkan hasil Riset Kesehatan Dasar 2010, rata-rata konsumsi lemak
secara nasional 47.2 gram atau 25.6 persen dari total konsumsi energi atau lebih
dari anjuran Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004) yakni 25
persen.
Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh
dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam lemak
pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada
atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap, serta letak ikatan rangkap.
Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak
jenuh (saturated fatty acid/SFA) dan asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids). Asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SFA) yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan rangkap. Sementara itu, asam lemak yang memiliki ikatan
6
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan yang diakibatkan oleh keseimbangan antara
asupan dan kebutuhan zat gizi oleh tubuh.Status gizi dapat dikatakan baik
apabila pola makan kita seimbang artinya banyak dan jenis makanan yang kita
makan sesuai dengan yang dibutuhkan tubuh. Status gizi seseorang dipengaruhi
oleh banyak faktor antara lain tingkat pendapatan, pengetahuan gizi dan budaya
setempat. Tingginya pendapatan yang tidak diimbangi pengetahuan gizi yang
cukup akan menyebabkan seseorang menjadi sangat konsumtif dalam pola
makannya sehari-hari (Depkes 2002). Status gizi sangat tergantung pada
konsumsi dan tingkat konsumsi. Tingkat konsumsi ditentukan oleh kualitas dan
kuantitas makanan yang dimakan (Sediaoetama 1996).
Laporan Food Agriculture Organization tahun 2008 menyatakan bahwa
batasan berat badan normal orang dewasa ditemukan berdasarkan nilai body mass indeks (BMI). Istilah body mass index diterjemahkan menjadi Indeks Masa Tubuh (IMT). Indeks Masa Tubuh merupakan alat yang sederhana untuk
memantau status gizi orang dewasa khususnya yang berkaitan dengan
kekurangan dan kelebihan berat badan. Usaha dalam mempertahankan berat
badan normal memungkinkan seseorang dapat mencapai usia harapan hidup
lebih panjang (Anggraeni 2012). Rumus perhitungan IMT adalah sebagai barikut:
IMT = BB(kg)/TB(m)2
Klasifikasi IMT berdasarkan Departemen Kesehatan RI (1994)
ditunjukkan pada tabel 1.
Tabel 1. Klasifikasi IMT berdasarkan Depkes RI (1994)
IMT (kg/m2) Kategori Keterangan
<17,0 Kekurangan berat badan tingkat berat
Kurus 17,0 - 18,4 Kekurangan berat badan tingkat ringan
18,5 - 25,0 Normal Normal 25,1 - 27,0 Kelebihan berat badan tingkat ringan
Gemuk >27,0 Kelebihan berat badan tingkat berat
Sumber : Depkes RI 1994
Usia dewasa dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu usia 19-29 tahun, 30-49
tahun, dan 50-64 tahun.. Kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai
kelompok usia tersebut. Peranan gizi pada usia dewasa terutama adalah untuk
mencegah penyakit dan meningkatkan kesehatan. Makan merupakan salah satu
kesenangan dalam hidup. Memilih makanan secara bijak selama usia dewasa,
dapat menunjang kemampuan seseorang dalam menjaga kesehatan fisik,
7
usia dewasa adalah meningkatkan kesehatan secara menyuluruh, mencegah
penyakit, dan memperlambat proses menjadi tua (Soetardjo 2011 dalam
Almatsier 2011).
Dalam konteks kesehatan masyarakat, kegemukan pada orang dewasa
ditentukan berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) yang telah disepakati secara
global. IMT dihitung berdasarkan berat badan (dalam kilogram) dibagi dengan
tinggi badan (dalam meter) dikuadratkan (BB/TB2) (Hardinsyah 2007). Indeks Massa Tubuh tidak berlaku untuk anak-anak dalam massa pertumbuhannya,
orang tua yang pengukuran TB-nya tidak memungkinkan, atlit dan individu yang
berotot, serta wanita hamil atau menyusui.
Obesitas merupakan kondisi ketidaknormalan atau kelebihan akumulasi
lemak pada jaringan adiposa. Obesitas tidak hanya berupa kondisi dengan
jumlah simpanan kelebihan lemak, namun juga distribusi lemak di seluruh tubuh.
Distribusi lemak dapat meningkatkan risiko yang berhubungan dengan berbagai
macam penyakit degeneratif (WHO 2000). Proses kejadiannya sedikit demi
sedikit dan umumnya melibatkan beberapa faktor yaitu faktor sosial, hormonal,
psikologis, dan genetik.
Obesitas adalah suatu penyakit multifaktorial yang diduga bahwa
sebagian besar obesitas disebabkan karena adanya interaksi antara faktor
genetik dan faktor lingkungan, antara lain aktivitas, gaya hidup, sosial ekonomi
dan gizi. Parental fatness merupakan faktor genetik yang berperan besar. Apabila kedua orang tua mengalami obesitas, makan 80% anaknya menjadi
obesitas, bila salah satu orang tua obesitas, kejadian obesitas menjadi 40% dan
apabila kedua orang tua tidak obesitas, makakejadian obesitas menjadi 14%
(Hidayati et al. 2006). Orang tua yang gemuk cenderung memiliki anak yang gemuk pula. Dalam hal ini faktor genetik sangat menentukan jumlah unsur sel
lemak dalam lemak yang berjumlah besar dan melebihi ukuran normal, secara
otomatis akan diturunkan kepada bayi selama dalam kandungan. Tidak heran
bila bayi yang lahirmemiliki unsur lemak yang relatif sama besar dengan ibunya
(Zainun 2002). Penelitian yang dilakukan Badan Internasional Obesity Task
Force (IOTF) dari badan WHO yang mengurusi masalah kegemukan
menyebutkan bahwa faktor genetik hanya berpengaruh 1% dari kejadian
Penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,
hipertensi, kanker, serta penyakit lainnya berkaitan erat dengan gaya hidup dan
proses menua. Sampel gaya hidup sehat adalah mengonsumsi makanan
seimbang, minum air putih, berolahraga secara teratur, tidak merokok, cukup
tidur, berteman dan bersosialisasi, selalu optimis, dan belajar seumur hidup (life long learning). Pada usia dewasa seseorang perlu menjaga kadar gula darah, kolesterol, dan tekanan darah dalam batas normal, serta berkonsultasi dengan
profesi kesehatan secara teratur. Menurut Worhington et al. (2000) secara umum, kunci untuk memaksimalkan kesehatan seumur hidup adalah
menciptakan keseimbangan antara status fisik, mental, psikologis, dan sosial.
Penilaian status gizi berfungsi untuk mengetahui apakah seseorang atau
sekelompok orang mempunyai gizi yang baik atau tidak. Beberapa cara yang
dapat digunakan untuk menilai status gizi antara lain adalah konsumsi makanan,
antropometri, biokimia, dan klinis (Riyadi 1995). Antropometri sangat umum
digunakan untuk mengukur status gizi dari berbagai ketidakseimbangan antara
asupan zat gizi. Gangguan ini biasanya terlihat dari pola pertumbuhan fisik dan
proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.
Kelebihan penilaian status gizi secara antropometri adalah prosedurnya
sederhana, aman, dan dapat dilakukan dalam jumlah sampel yang besar; relatif
tidak membutuhkan tenaga ahli, alatnya murah, mudah dibawa, dan tahan lama,
metodenya tepat dan akurat, dapat mendeteksi atau menggambarkan riwayat
gizi di masa lampau, serta dapat mengidentifikasi status gizi baik, kurang dan
buruk karena telah ada ambang batas yang jelas. Adapun kelemahan dari
penilaian status gizi secara antropometri adalah tidak sensitif untuk mendeteksi
status gizi dalam waktu singkat; adanya faktor diluar gizi seperti penyakit,
genetik, dan penurunan penggunaan energi; adanya kesalahan pada saat
pengukuran sehingga dapat mempengaruhi presisi, akurasi, dan validitas
KERANGKA PEMIKIRAN
Orang dewasa termasuk kedalam golongan yang berada dalam masa
pemeliharaan tubuh yang sangat aktif. Dalam kondisi ini, orang dewasa harus
mendapatkan makanan yang bergizi dalam kuantitas dan kualitas yang tepat.
Makanan bergizi tersebut harus mengandung berbagai macam zat gizi seimbang
yang berguna dalam pemeliharaan tubuhnya.
Keadaan sosial ekonomi yang meliputi pendidikan, pekerjaan dan
pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu khususnya diperkotaan dapat
menyebabkan perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup yang dimaksudkan
adalah kebiasaan merokok dan perubahan kebiasaan makan. Perubahan
kebiasaan makan yang terjadi adalah adanya perubahan kebiasaan makan dari
kebiasaan makan secara tradisional dengan kandungan karbohidrat dan serat
tinggi dan lemak rendah menjadi kebiasaan makan secara modern yang
kebarat-baratan dengan kandungan karbohidrat dan serat rendah serta lemak tinggi.
Perubahan kebiasaan makan tersebut juga dapat di pengaruhi oleh pengetahuan
gizinya.
Perubahan kebiasaan makan yang terjadi akan mempengaruhi konsumsi
pangannya, termasuk konsumsi lemak yang merupakan faktor utama yang
langsung mempengaruhi keadaan status gizi. Jika konsumsi pangan individu
tercukupi energi dan zat gizi lainnya, diharapkan dapat menghasilkan status gizi
yang baik dan terhindar dari masalah kesehatan kurang gizi. Sebaliknya, jika
individu tidak tercukupi semua kebutuhan energi dan zat gizinya maka akan
menghasilkan status gizi kurang dan bahkan rawan terhadap masalah kesehatan
kurang gizi begitupun apabila konsumsi pangan individu melebihi kebutuhannya
maka akan menghasilkan status gizi lebih bahkan obes (masalah gizi lebih).
Suplementasi gizi merupakan zat gizi yang disisipkan pada bahan pangan
lain yang bertujuan untuk bisa mencukupi zat gizi yang dibutuhkan bahkan dapat
mengganti zat gizi yang hilang untuk memperbaiki status gizi yang lebih baik.
Gaya hidup yang baik (berolahraga, tidak merokok, dsb) dapat terhindar dari
penyakit-penyakit degeneratif dan dapat menjaga status gizi yang lebih baik.
Akibat dari konsumsi pangan secara berlebihan khususnya lemak yang
tinggi berakibat terjadinya obesitas dan kemungkinan timbul penyakit-penyakit
10
Keterangan:
= Variabel yang dianalisis
= Variabel yang tidak dianalisis
= Garis Hubungan yang dianalisis
= Garis Hubungan yang tidak dianalisis
Gambar 1. Kerangka pemikiran hubungan konsumsi lemak dengan kejadian
obesitas orang dewasa di kota dan kabupaten Bogor. Karkteristrik Sosial Ekonomi (Sampel)
Usia
Jenis kelamin
Pendapatan
Besar Keluarga
Pendidikan
Pekerjaan
Status Gizi
Indeks Massa Tubuh (BB/TB)
Pemberian suplemen gizi
Penyakit Degeneratif
Konsumsi Zat Gizi
Asupan zat gizi (lemak)
Tingkat kecukupan zat gizi (lemak)
Kebiasaan Makan
Frekuensi makan utama
Frekuensi makan selingan
METODE PENELITIAN
Desain, Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilakukan di dua lokasi yaitu Kota Bogor dan Kabupaten Bogor dengan pertimbangan kedua tempat memiliki karakteristik ekonomi yang
berbeda. Penentuan lokasi penelitian dilakukan karena beberapa alasan antara
lain: (1) Kemudahan akses ke lokasi penelitian, (2) Belum banyak penelitian yang
berkaitan dengan konsumsi lemak di lokasi tersebut dan (3) Keterjangkauan bagi
peneliti untuk melakukan penelitian tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan
Juni 2012 – September 2012. Penelitian ini merupakan bagian penelitian payung
yang berjudul “Asupan Fitosterol dari Pangan pada Masyarakat di Wilayah
Bogor”.
Jumlah dan Cara Pemilihan Sampel
Kriteria contoh atau sampel adalah orang dewasa laki-laki dan
perempuan yang tinggal di kota dan kabupaten Bogor. Kriteria inklusi sampel
dalam penelitian ini adalah laki-laki dan perempuan dewasa berusia 20-65 tahun,
sehat dan tidak memiliki riwayat penyakit, serta bersedia untuk diwawancarai.
Berdasarkan kriteria awal, jumlah populasi penduduk dewasa tingkat kelurahan
dalam penelitian ini adalah 49.794 orang. Penentuan lokasi penarikan sampel
dilakukan secara acak yaitu masing-masing tiga kecamatan untuk wilayah kota
dan kabupaten Bogor. Di kota Bogor, penarikan sampel dilakukan di kecamatan
Bogor Tengah (Kelurahan Sempur), Bogor Timur (Kelurahan Katulampa), dan
Bogor Selatan (Kelurahan Sukasari). Sementara itu, penarikan sampel di
kabupaten Bogor dilakukan di kecamatan Dramaga (Kelurahan Cikarawang),
Ciampea (Kelurahan Cihideung Ilir). Jika besar populasi (N) diketahui, maka
perhitungan ukuran minimal sampel menggunakan pendekatan proporsi dengan
rumus Lemenshow et al. (1997) sebagai berikut:
n =
n =
n= 42.8 ≈ 43
Z2 x p (1 – p)N d2(N - 1) + Z2 x p(1 - p)
1.962 x 0.128 (1 – 0.128) 49.794
12
Keterangan :
Z = 1.96
n = jumlah sampel minimal yang diperlukan
N = populasi penelitian
p= Prevalensi obesitas umur >15 tahun di Jawa Barat tahun 2010 berdasarkan Riskesdas (2010), yaitu 12.8%
d = estimasi galat (eror) yaitu 10% atau 0.1
Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, jumlah subyek minimal adalah
sebanyak 43 orang. Untuk mengantisipasi sampel yang drop out dan kemungkinan data bias maka ditambah 10% dari ukuran minimal sampel
sehingga menjadi 48 sampel per wilayah. Dengan demikian total sampel adalah
96 orang (48 orang untuk wilayah kabupaten dan 48 orang untuk wilayah kota
Bogor).
Jenis dan Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan adalah data primer dan data sekunder. Data
primer meliputi karakteristik sosial ekonomi (usia, jenis kelamin, pendapatan,
besar keluarga, pendidikan, dan pekerjaan), kebiasaan makan, konsumsi
pangan, status gizi, dan gaya hidup sampel. Data sekunder meliputi profil wilayah
Kota dan Kabupaten Bogor.
Tabel 2 menunjukkan jenis serta cara pengumpulan data primer. Data
primer diperoleh melalui wawancara terstruktur, yaitu dengan menggunakan
kuesioner. Data konsumsi dan kebiasaan makan sampel diperoleh dengan
menggunakan metode recall selama 2x24 jam. Data status gizi sampel diamati dengan menggunakan metode antropometri, yaitu dengan penimbangan berat
badan dan pengukuran tinggi badan. Alat ukur penimbangan berat badan berupa
timbangan injak digital, sedangkan pengukuran tinggi badan menggunakan
13
Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data primer
No Variabel Data yang dikumpulkan Cara pengumpulan
1 Karakteristrik sosial ekonomi
1. Umur
Wawancara dengan menggunakan Kuisioner 2. Jenis kelamin
3. Pendapatan 4. Besar keluarga 5. Pendidikan 6. Pekerjaan
2 Kebiasaan Makan Frekuensi makan Food recall 2x24 jam
3 Konsumsi zat gizi
1. Asupan zat gizi 2. Tingkat kecukupan
gizi
Food recall 2x24 jam
4 Status gizi 1. Berat badan (kg) timbangan injak dan microtoise Pengukuran dengan 2. Tinggi badan (cm)
5 Gaya Hidup
1. Kebiasaan merokok 2. Kebiasaan minum
minuman beralkohol
Wawancara dengan menggunakan Kuisioner
Pengolahan dan Analisis Data
Proses pengolahan data meliputi editing, coding, entry,dan analisis. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik deskriptif dan inferensia yang
selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan sistem komputerisasi
menggunakan microsoft excel. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan program SPSS 17.0 for Windows. Uji hubungan antar variabel dilakukan dengan menggunakan uji korelasi Pearson. Analisis faktor resiko
obesitas menggunakan analisis regresi logistik.
Karakteristrik sosial ekonomi. Data karakteristrik sosial ekonomi meliputi data usia, jenis kelamin, pendapatan, besar keluarga,pekerjaan, dan
pendidikan diperoleh melalui wawancara menggunakan kuesioner. Usia sampel
dikelompokan berdasarkan Hurlock (1998), yaitu dewasa awal (21-40 tahun),
dewasa madya.(40-60 tahun), dan dewasa lanjut (>60 tahun). Besar keluarga
dikelompokkan berdasarkan Hurlock (1999) yaitu keluarga kecil (≤ 4 orang),
keluarga sedang (5-6 orang), dan keluarga besar (≥ 7 orang). Sementara itu,
pendapatan, pekerjaan, dan pendidikan sampel masing-masing dibagi menjadi
beberapa kelompok untuk memudahkan interpretasi data.
Kebiasaan makan sampel. Data frekuensi makan dan jenis kelompok pangan yang dikonsumsi sampel diperoleh melalui wawancara dengan
14
Konsumsi pangan sampel. Data jumlah dan jenis pangan aktual yang dikonsumsi responden diperoleh melalui recall konsumsi pangan 2x24 jam. kandungan zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi oleh sampel dihitung dengan
menggunakan Daftar Konsumsi Bahan Makanan tahun 2010. Identifikasi
terhadap masalah konsumsi diamati melalui tingkat konsumsi yang merupakan
persentase konsumsi aktual sampel dengan Angka Kecukupan Gizi yang
dianjurkan berdasarkan WNPG tahun 2004. Asupan zat gizi dari bahan makanan
dihitung dengan menggunakan rumus berikut (Hardinsyah & Briawan 2004):
KGij = (Bj/100) x Gij x (BDD/100)
Keterangan:
KGij : Kandungan zat gizi i dari pangan j dengan berat B gram
Bj : Jenis pangan j (g)
Gij : Kandungan zat gizi i dalam 100 g BDD pangan j
BDD : Persen pangan j yang dapat dimakan (% BDD)
Untuk menghitung Angka Kecukupan Gizi (AKG) sampel digunakan
rumus:
AKGI = (Ba/Bs) x AKG
Keterangan:
AKGI = Angka kecukupan gizi sampel
Ba = Berat badan aktual sehat (kg)
Bs = Berat badan standar (kg)
AKG = Angka kecukupan energi dan protein yang dianjurkan Widyakarya
Nasional Pangan dan Gizi (WNPG 2004).
Tingkat konsumsi zat gizi dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi
yang dianjurkan menurut umur dan berat badan sehat (WNPG 2004), sedangkan
bagi individu dengan status gizi kurus atau gemuk, maka digunakan berat badan
ideal sehingga AKG individu kurus atau gemuk sama dengan AKG menurut
WNPG (2004). Tingkat kecukupan konsumsi energi dan protein dapat diperoleh
dengan cara membandingkan jumlah konsumsi zat gizi tersebut dengan angka
kecukupan gizi sampel menggunakan rumus:
TKG = (K/AKGI) x 100
Keterangan:
TKG = Tingkat kecukupan zat gizi
K = Konsumsi zat gizi
15
Status gizi sampel. Status gizi diperoleh berdasarkan Indeks Massa Tubuh (IMT) sampel. Data status gizi sampel diamati dengan menggunakan
metode antropometri, yaitu dengan penimbangan berat badan dan pengukuran
tinggi badan. Data berat badan dan tinggi badan sampel diformulasikan dalam
rumus Indeks Massa Tubuh untuk mengetahui status gizi sampel adalah sebagai
berikut,
IMT = Berat Badan (Kg) x 100 % [Tinggi Badan (cm)]2
IMT diklasifikasikan berdasarkan kategori menurut Depkes RI (2002), yaitu kurus
(<18.5), normal (18.5-25.0), gizi lebih (25.1-27.0), obes (>27.0).
Kebiasaan merokok. Sampel dikategorikan menjadi tidak pernah, pernah, kadang-kadang, dan setiap hari merokok.
Kebiasaan minum minuman beralkohol. Sampel dikategorikan menjadi minum dan tidak minum minuman beralkohol.
Klasifikasi kelompok obesitas untuk penentuan faktor resiko. Untuk penentuan faktor resiko, sampel dibagi menjadi dua kategori yaitu obes dan tidak
obes berdasarkan status gizinya. Sampel dikategorikan obes jika IMT >25 kg/m2 dan dikategorikan tidak obes jika IMT <25 kg/m2.
Klasifikasi kebiasaan merokok untuk penentuan faktor resiko. Untuk penentuan faktor resiko, sampel dibagi menjadi dua kategori yaitu pernah dan
tidak pernah merokok. Sampel yang merupakan mantan dan sedang merokok
dikategorikan pernah merokok.
Definisi Operasional
Asupan zat gizi adalah jumlah zat gizi yang dikonsumsi dan diperoleh dari konsumsi pangan.
Karakteristik sosial ekonomi sampel adalah identitas diri sampel yang terdiri dari jenis kelamin, usia, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, dan besar
keluarga.
Kebiasaan makan adalah frekuensi pangan serta responden memilih dan mengkonsumsi makanan yang merupakan suatu pola makan yang terjadi
dalam jangka waktu tertentu dan dilakukan secara kontinu.
16
Kejadian obesitas adalah suatu kejadian ketidakseimbangan konsumsi dan pengeluaran energi, serta keadaan dimana terjadi penumpukan lemak
yang berlebihan di dalam tubuh yang diekspresikan deng`an
perbandingan berat badan serta tinggi badan yang meningkat.
Konsumsi lemak adalah pangan sumber lemak yang dikonsumsi oleh responden.
Konsumsi pangan adalah makanan dan minuman yang dikonsumsi oleh responden.
Lemak total adalah kandungan lemak secara keseluruhan dari makanan yang dikonsumsi, baik lemak jenuh maupun tak jenuh.
Pangan adalah segala macam jenis makanan atau minuman baik olahan ataupun bahan mentah yang dapat dikonsumsi dan memberikan
kontribusi zat gizi bagi tubuh sampel.
Sampel adalah pria dan wanita dewasa yang berusia 20-65 tahun yang tinggal di wilayah kabupaten dan kota Bogor.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Gambaran Umum Wilayah
Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan
langsung dengan Ibu Kota RI dan secara geografis terletak pada posisi 60 18“0” - 60 47”10” Lintang Selatan dan 1060 23”45” – 1070 13”30” Bujur Timur. Luas wilayah berdasarkan data terakhir adalah 2301.95 Km2. Berdasarkan hasil
Pendataan Sosial Ekonomi 2005, Kabupaten Bogor memiliki 40 Kecamatan, 427
desa/kelurahan, 13541 RT dan 913206 rumah tangga.
Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2006 menurut hasil
Sensus Daerah (SUSDA) sebanyak 4.215.585 jiwa dan pada tahun 2007 telah
mencapai 4.237.962 jiwa (SUSDA 2007) atau 10.32 persen dari jumlah
penduduk Propinsi Jawa Barat (40.737.594 jiwa). Jumlah penduduk sebanyak
4.237.962 jiwa di atas, terdiri dari penduduk laki-laki sebanyak 2.178.831 jiwa
dan penduduk perempuan sebanyak 2.059.131 jiwa atau rasio jenis kelamin (sex ratio) 105, artinya penduduk laki-laki lebih banyak daripada penduduk perempuan.Jumlah penduduk yang bekerja sebanyak 991.634 orang untuk
laki-laki dan 339.680 orang untuk perempuan dengan jumlah total 1.331.314 orang
untuk Kabupaten Bogor. Sedangkan jumlah pengangguran sebanyak 152.424
untuk laki-laki dan 131.618 untuk perempuan dari 284.042 untuk total Kabupaten
Bogor.
Secara geografis kota bogor terletak diantara 106’ 48’ BT dan 6’ 26’ LS.
Luas wilayah kota Bogor sebesar 11.850 hektar terdiri dari 6 kecamatan dan 68
kelurahan. Jumlah penduduk kota Bogor pada tahun 2005 adalah sebanyak
855.085 jiwa, terdapat peningkatan rata-rata pertahun sebesar 3.85%.
Peningkatan tersebut diduga karena adanya faktor-faktor penyebab, antara lain
semakin banyaknya fasilitas sosial ekonomi yang menjadi daya tarik orang untuk
bertempat tinggal di Bogor, serta merupakan kota penyangga Jakarta sebagai
Ibu Kota Negara. Jumlah penduduk pada tahun 2009 mengalami peningkatan
yaitu sebanyak 1.061.440 jiwa yang terdiri dari laki-laki 543.570 jiwa dan
perempuan 517.870 jiwa. Dengan kepadatan penduduk 9.077 jiwa per hektar.
Laju pertumbuhan penduduk (LPP) kota Bogor tahun 2008 adalah 2.9%, dimana
laju pertumbuhan penduduk kota Bogor tersebut lebih tinggi dibandingkan laju
pertumbuhan penduduk Indonesia periode 2000-2005 dan 2020-2025 menurut
18
Karakteristik Sosial-Ekonomi Usia
Usia adalah salah satu faktor resiko obesitas yang sulit untuk diubah.
Seiring dengan bertambahnya usia, prevalensi obesitas terus mengalami
peningkatan (Martins & Marinho 2003; Erem et al. 2004). Peningkatan usia akan meningkatkan kandungan lemak tubuh total, terutama distribusi lemak dalam
tubuh (Chang et al. 2000). Dalam penelitian ini sebagian besar sampel Kota maupun kabupaten berada pada kategori usia dewasa awal yaitu sebanyak 28
orang (58.3%) sampel Kabupaten dan 22 orang (45.8%) sampel Kota. Sebagian
besar sampel Kabupaten yang berstatus obes berada pada kategori dewasa
madya yaitu sebanyak 4 orang (50.0%), sedangkan sampel Kota yang berstatus
obes sebagian besar berada pada kategori usia dewasa awal yaitu sebanyak 11
orang (68.8%). Data usia sampel secara rinci disajikan pada tabel 3.
Jenis Kelamin
Jumlah keseluruhan sampel orang dewasa perempuan dan laki-laki
dalam penelitian ini adalah orang dewasa perempuan sebanyak 60 orang dan
laki-laki sebanyak 36 orang. Sampel Kabupaten maupun Kota yang berstatus
obes sebagian besar berjenis kelamin perempuan yaitu sebanyak 7 orang
sampel Kabupaten dan 10 orang sampel Kota. Penelitian ini sejalan dengan riset
kesehatan dasar yang mengungkapkan bahwa prevalensi obesitas pada
perempuan lebih tinggi dari pada laki-laki. Data jenis kelamin sampel secara rinci
disajikan pada tabel 3.
Pendidikan
Tingkat pengetahuan individu akan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan.
Beberapa hasil penelitian sebelumnya menemukan bahwa prevalensi obesitas
lebih tinggi pada orang yang berpendidikan rendah (Guitierrez-Fisec et al.2004; Panagiotakos et al.2004). Dalam tabel 3 dapat dilihat bahwa proporsi terbesar tingkat pendidikan sampel adalah tamatan SMA yaitu sebanyak 29 orang
(30.2%), sedangkan proporsi terkecil tingkat pendidikan sampel adalah tidak
lulus SD dan lulusan Diploma yaitu sebanyak 3 orang (3.1%). Sebagian besar
sampel yang berstatus obes di Kabupaten memiliki pendidikan lulusan SD,
sedangkan sampel Kota yang berstatus obes sebagian besar memiliki
pendidikan lulusan SMA. Penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya
19
Tabel 3. Karakteristik sosial-ekonomi
Karakter Sosial-Ekonomi
Kabupaten Kota
Tidak
obes Obes Total
Tidak
obes Obes Total
n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%)
Usia
20-41 25(62.5) 3(37.5) 28(58.3) 11(21.9) 11(68.8) 22(45.8)
41-60 13(32.5) 4(50.0) 17(35.4) 17(25.0) 4(25.0) 21(43.8)
>60 2(5.0) 1(12.5) 3(6.3) 4(18.8) 1(6.3) 5(14.6)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0) 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0)
Jenis kelamin
L 18(45.0) 1(12.5) 19(39.6)] 11(34.4) 6(37.5) 17(35.4)
P 22(55.0) 7(87.5) 29(60.4) 21(65.6) 10(62.5) 31(64.6)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0) 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0)
Pendidikan
Tidak lulus SD 2(5.0) 0(0.0) 2(4.2) 1(3.1) 0(0.0) 1(2.1)
SD 15(37.5) 5(62.5) 20(41.7) 7(21.9) 2(12.5) 9(18.8)
SMP 13(32.5) 0(0.0) 13(27.1) 9(28.1) 5(31.3) 14(29.2)
SMA 6(15.0) 2(25.0) 8(16.7) 12(37.5) 9(56.3) 21(43.8)
Diploma 2(5.0) 0(0.0) 2(4.2) 1(3.1) 0(0.0) 1(2.1)
Sarjana 2(5.0) 1(12.5) 3(6.3) 2(6.3) 0(0.0) 2(4.2)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0) 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0)
Pekerjaan
Petani 0(0.0) 1(12.5) 1(2.1) 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0)
Pedagang 3(7.5) 0(0.0) 3(6.3) 2(6.3) 1(6.3) 3(6.3)
Wiraswasta 6(15.0) 0(0.0) 6(12.5) 3(9.4) 2(12.5) 5(10.4)
Pegawai swasta 1(1.25) 0(0.0) 1(2.1) 0(0.0) 1(6.3) 1(2.1)
PNS 1(1.25) 1(12.5) 2(4.2) 7(21.9) 0(0.0) 7(14.6)
TNI 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 2(6.3) 4(25.0) 6(12.5)
Buruh 11(27.5) 1(12.5) 12(25.0) 2(6.3) 0(0.0) 2(4.2)
Tidak bekerja 18(45.0) 5(62.5) 23(47.9) 16(50.0) 8(50.0) 24(50.0)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0) 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0)
Besar keluarga
<5 29(72.5) 5(62.5) 34(70.8) 26(81.3) 12(75.0) 38(79.2)
5-6 4(10.0) 1(12.5) 5(10.4) 4(12.5) 3(18.8) 7(14.6)
>6 7(17.5) 2(25.0) 9(18.8) 2(6.3) 1(6.3) 3(6.3)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0) 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0)
Pendapatan keluarga
<Rp. 500 ribu 6(15.0) 3(37.5) 9(18.8) 4(12.5) 0(0.0) 4(8.3)
Rp. 500 ribu- Rp. 1 juta 7(17.5) 1(12.5) 8(16.7) 13(40.6) 1(6.3) 14(29.2) Rp. 1 juta - Rp. 2 juta 19(47.5) 1(12.5) 20(41.7) 7(21.9) 5(31.3) 12(25.0
Rp. 2 juta- Rp. 3 juta 4(10.0) 0(0.0) 4(8.3) 3(9.4) 2(12.5) 5(10.4)
Rp. 3 juta- Rp. 4 juta 2(5.0) 2(25.0) 4(8.3) 2(6.2) 3(18.8) 5(10.4)
Rp. 4 juta - Rp. 5 juta 2(5.0) 1(12.5) 3(6.3) 1(3.1) 3(18.8) 4(8.3)
>Rp. 5 juta 0(0.0) 0(0.0) 0(0.0) 2(6.3) 2(12.5) 4(8.3)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0) 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0)
Pekerjaan
Data mengenai pekerjaan sampel disajikan pada Tabel 3 yang
menunjukkan bahwa mayoritas sampel termasuk dalam kategori tidak bekerja,
hal ini dikarenakan sebagian besar sampel adalah perempuan yang menangani
masalah domestik dalam rumah tangga yaitu sebagai ibu rumah tangga dengan
proporsi sebanyak 47 orang (49.0%). Sementara itu, minoritas sampel termasuk
dalam kategori petani yaitu sebanyak 1 orang (1.0%), hal ini dikarenakan lokasi
atau tempat tinggal sampel bukan didaerah pertanian, sehingga untuk bertani
cukup sulit akibat tidak terdapatnya lahan pertanian. Sampel Kabupaten maupun
sampel Kota yang berstatus obes sebagian besar tidak memiliki pekerjaan yaitu
20
sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh WHO (2000) bahwa pekerjaan
berhubungan dengan peningkatan obesitas, hubungan ini terlihat dari jenis
pekerjaan yang rendah aktifitas fisiknya. Sampel obes dalam penelitian ini
sebagian besar tidak memiliki pekerjaan sehingga diperkirakan memiliki aktifitas
fisik yang rendah.
Besar Keluarga
Tabel 3 menunjukkan bahwa mayoritas sampel tergolong kedalam
keluarga kecil yaitu jumlah anggota keluarga ≤ 4 orang sebanyak 72 keluarga
(75%), untuk kategori keluarga sedang yaitu jumlah anggota keluarga 5-6 orang
sebanyak 12 keluarga (12.5%). Sedangkan, keluarga sampel yang tergolong
kedalam keluarga besar yaitu jumlah anggota keluarga ≥ 7 orang memiliki
propirsi yang sama dengan golongan keluarga sedang yaitu sebanyak 12
keluarga (12.5%). Sampel yang berstatus obes baik Kabupaten maupun Kota
sebagian besar tergolong kedalam keluarga kecil yaitu sebanyak 5 orang sampel
Kabupaten dan 12 orang sampel Kota. Penelitian ini bertolak belakang dengan
penelitian yang dilakukan oleh Weng et al. (2004) yang menemukan bahwa setiap penambahan anak, akan meningkatkan risiko obesitas sebesar 4% pada
laki-laki dan 7% pada perempuan. Sedangkan hasil dalam penelitian ini
menunjukan bahwa sebagian besar sampel obes memiliki sedikit anggota
keluarga. Data mengenai besar keluarga disajikan pada tabel 3.
Pendapatan Keluarga
Pendapatan sampel dalam penelitian ini merupakan total pendapatan
keluarga hasil penjumlahan dari pendapatan istri dan pendapatan suami selama
satu bulan. Data mengenai pendapatan keluarga disajikan pada tabel 3. Tabel 3
menunjukkan bahwa mayoritas sampel mempunyai tingkat pendapatan keluarga
dalam kategori antara Rp. 1.000.000,00-Rp. 2.000.000,00 yaitu sebanyak 32
orang (33.3%). Sampel dengan penghasilan keluarga yang rendah yaitu <
Rp.500.000,00 sebanyak 13 orang (13.5%). Sedangkan minoritas sampel
mempunyai tingkat pendapatan keluarga dalam kategori >Rp.5.000.000,00 yaitu
sebanyak 4 orang (4.2%). Berdasarkan Badan Pusat Statistika Kota Bogor tahun
2012, garis kemiskinan (Rp/Kap/Bulan) Kota Bogor tahun 2012 adalah 278.530,
jika tingkat pendapatan dihubungkan dengan garis kemiskinan kota bogor, maka
sebagian besar sampel memiliki pendapatan (Rp/Kap/Bulan) diatas garis
21
Status Gizi
Status gizi merupakan keadaan kesehatan tubuh individu atau kelompok
yang diakibatkan oleh konsumsi, penyerapan, dan penggunaan zat gizi makanan
(Riyadi 1995). Pengelompokkan status gizi sampel pada penelitian ini didasarkan
pada berat badan menurut tinggi badan (BB/TB) berdasarkan Depkes RI tahun
1994. Status gizi sampel disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran sampel berdasarkan status gizi
IMT
wilayah
kabupaten kota Total n (%) n (%) n (%)
Kurus 5(10.4) 1(2.1) 6(6.2) Normal 35(72.9) 31(64.6) 66(68.8) Obesitas 8(16.6) 16(33.3) 24(25.0)
Total 48(100.0) 48(100.0) 96(100.0)
Hasil analisis status gizi sampel berdasarkan pada berat badan menurut
tinggi badan (BB/TB) menunjukkan bahwa sampel yang memiliki status gizi
’kurus’ sebesar 6.2%, demikian pula berdasarkan sebaran masing-masing
wilayah yaitu 10.4% sampel di Kabupaten Bogor, dan 2.1% sampel di Kota
Bogor memiliki status gizi ’kurus’. Sebagian besar sampel memiliki status gizi
’normal’ yaitu sebesar 68.8%, berdasarkan sebaran masing-masing wilayah,
sampel Kabupaten Bogor yang memiliki status gizi normal lebih besar dari
sampel Kabupaten Bogor yaitu sebesar 72.9%, hasil tersebut berbeda dengan
status gizi sampel Kota Bogor yaitu sebesar 64.6%. Secara keseluruhan
permasalahan gizi yang paling banyak dihadapi sampel laki-laki dan perempuan
adalah obesitas yaitu sebesar 25.0%. Jika dilihat berdasarkan sebaran
masing-masing wilayah, jumlah sampel Kabupaten Bogor yang memiliki status gizi
obesitas lebih rendah dibandingkan dengan sampel Kota Bogor, yaitu sebesar
16.6% sampel Kabupaten Bogor dan 33.3% sampel Kota Bogor. Berdasarkan
hasil uji statistik menggunakan uji independent T-test, status gizi sampel Kabupaten berbeda nyata dengan status gizi sampel Kota (p<0.05). Tabel uji
beda (independent T-test) secara lengkap disajikan pada lampiran 11.
Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan adalah perilaku yang berhubungan dengan makan, tata
krama makan, frekuensi makan seseorang, pola makanan yang dimakan,
pantangan, distribusi makanan di dalam anggota keluarga, preferensi makan
terhadap makanan, dan cara-cara memilih bahan makanan (Suhardjo 1989).
Kebiasaan makan seseorang dapat dikatakan baik dan dapat pula dikatakan
22
yang dapat mendorong terpenuhinya kecukupan gizi, sedangkan kebiasaan
makan yang buruk adalah kebiasaan yang dapat menghambat terpenuhinya
kecukupan zat gizi. Kebiasaan makan terbentuk dalam diri seseorang akibat
proses yang diperoleh dari lingkungan yang meliputi aspek kognitif, afektif, dan
psikomotor (Berg 1986). Oleh karena itu kebiasaan makan bersifat dinamis dan
dapat berubah karena faktor terkait.
Frekuensi Makan Utama dan Selingan
Data mengenai frekuensi makan utama dan makan selingan sampel
disajikan pada Tabel 4.Tabel 4 menunjukkan bahwa sebagian besar sampel Kota
memiliki frekuensi makan utama sebanyak tiga kali dalam sehari yaitu sebanyak
33 orang (68.8%). Frekuensi makan satu kali dalam sehari merupakan proporsi
yang paling kecil yaitu hanya sebanyak 1 orang (2.1%) sedangkan sisanya yaitu
sebanyak 14 orang (29.2%) memiliki frekuensi makan sebanyak 2 kali dalam
sehari. Sebagian besar sampel Kota yang obes maupun yang tidak obes memiliki
frekuensi makan utama tiga kali dalam sehari. Frekuensi makan utama sampel
Kabupaten tidak jauh berbeda dengan frekuensi makan utama sampel Kota yaitu
mayoritas sampel memiliki frekuensi makan utama tiga kali sehari yaitu sebanyak
38 orang (79.2%), sampel Kabupaten yang memiliki frekuensi makan utama satu
kali dalam sehari sebanyak 2 orang (4.2%), dan untuk sampel yang frekuensi
makannya dua kali dalam sehari sebanyak 8 orang (16.7%). Sebagian besar
sampel Kabupaten yang obes maupun yang tidak obes memiliki frekuensi makan
utama tiga kali dalam sehari. Penelitian ini sejalan dengan teori yang
diungkapkan oleh Susanto (1995), salah satu kebiasaan makan yang baik adalah
jika dalam satu hari mengkonsumsi makanan lengkap dua sampai tiga kali.
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji independent T-test, frekuensi makan utama sampel Kabupaten Bogor dengan sampel Kota Bogor dan sampel
23
Tabel 4.Frekuensi makan sampel berdasarkan wilayah
Kebiasaan Makan
Kabupaten Kota
Tidak
Obes Obes Total
Tidak
Obes Obes Total n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) n (%) Frekuensi Makan Utama
1 kali 2(5.0) 0(0.0) 2(4.2) 0(0.0) 1(6.3) 1(2.1) 2 kali 7(17.5) 1(12.5) 8(16.7) 8(25.0) 6(37.5) 14(29.2) 3 kali 31(77.5) 7(87.5) 38(79.2) 24(75.0) 9(56.3) 33(68.8)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0) Frekuensi Makan Selingan
tidak pernah 6(15.0) 2(25.0) 8(16.7) 3(9.4) 4(25.0) 7(14.6) 1 kali 18(45.0) 3(37.5) 21(43.8) 7(21.9) 6(37.5) 13(27.1) 2 kali 10(25.0) 2(25.0) 12(25.0) 7(21.9) 3(18.8) 10(20.8) 3 kali 6(15.0) 1(12.5) 7(14.6) 15(46.9) 3(18.8) 18(37.5)
Total 40(100.0) 8(100.0) 48(100.0 32(100.0) 16(100.0) 48(100.0)
Makanan selingan dapat diartikan sebagai jajanan atau makanan yang
dikonsumsi diluar makan utama. Makan selingan merupakan bagian dari
konsumsi makanan harian dan berfungsi sebagai tambahan asupan zat gizi.
Data frekuensi makan selingan disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 menunjukkan bahwa mayoritas sampel Kota mengkonsumsi
makanan selingan tiga kali dalam sehari yaitu sebanyak 18 orang (37.5%).
Sampel Kota yang memiliki frekuensi makan selingan 1 kali dalam sehari
sebanyak 13 orang (27.1%). Sampel yang memiliki frekuensi makan selingan
dua kali dalam sehari sebanyak 10 orang (20.8%) dan terdapat sampel Kota
yang tidak pernah makan selingan, yaitu sebanyak 7 orang (14.6%). Sebagian
besar sampel Kota yang obes memiliki frekuensi makan selingan sebanyak satu
kali dalam sehari berbeda dengan sampel Kota yang tidak obes yaitu sebagian
besar memiliki frekuensi makan selingan tiga kali dalam sehari.
Mayoritas sampel Kabupaten memiliki frekuensi makan selingan 1 kali
dalam sehari, yaitu sebanyak 21 orang (43.8%). Sampel Kabupaten yang
memiliki frekuensi makan selingan dua kali dalam sehari sebanyak 12 orang
(25.0%). Sampel yang memiliki frekuensi makan selingan tiga kali dalam sehari
sebanyak 7 orang (14.6%) dan terdapat sampel yang tidak pernah makan
selingan yaitu sebanyak 8 orang (16.7%). Sebagian besar sampel Kabupaten
yang obes maupun yang tidak obes memiliki frekuensi makan selingan satu kali
dalam sehari. Jenis makanan yang dikonsumsiuntuk selingan baik sampel kota
[image:36.595.109.507.104.337.2]24
Berdasarkan hasil uji statistik menggunakan uji independent T-test, frekuensi makan selingan sampel di Kabupaten Bogor berbeda nyata dengan
frekuensi makan selingan sampel di Kota Bogor (p<0.05), sedangkan frekuensi
makan selingan sampel obes Kabupaten dengan sampel obes Kota tidak
berbeda nyata (p>0.05). Tabel uji beda (independent T-test) secara lengkap disajikan pada lampiran 11.
Konsumsi Zat Gizi
Konsumsi pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan
gizi yang selanjutnya bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses
metabolisme, memperbaiki jaringan tubuh, serta untuk pertumbuhan (Harper et al.1988). Data konsumsi zat gizi diperoleh melalui metode food recall. Metode
food recall yang digunakan adalah food recall 2x24 jam. Kandungan zat gizi dalam pangan yang dikonsumsi oleh sampel dihitung dengan menggunakan
Daftar Konsumsi Bahan Makanan tahun 2010.
Asupan Zat Gizi
Asupan zat gizi adalah jumlah makanan yang dikonsumsi seseorang
untuk memperoleh energi guna melakukan kegiatan fisik sehari-hari (Suhardjo
1989). Asupan zat gizi terbagi menjadi dua kelompok yaitu asupan zat gizi makro
dan asupan zat gizi mikro. Asupan zat gizi yang dianalisis pada penelitian ini
adalah asupan zat gizi makro yakni asupan energi, protein, lemak, dan asupan
karbohidrat. Berdasarkan WNPG, kebutuhan protein sebesar 10%-20% dari total
energi, lemak sebesar 20%-30% dari total energi, dan karbohidrat sebesar
50%-65% dari total energi. Dalam penelitian ini didapatkan persentase kontribusi
protein sampel sebesar 14%, lemak sebesar 28% dan karbohidrat sebesar 73%
dari total energi. Jika dibandingkan dengan anjuran WNPG, kontribusi protein
dan lemak sampel sudah cukup (sesuai dengan anjuran), sedangkan karbohidrat
lebih besar dari anjuran yang seharusnya.
Asupan Energi
Asupan energi sangat penting bagi kehidupan sehari-hari, terutama untuk
membantu metabolisme tubuh. Kekurangan energi terjadi bila asupan energi
melalui konsumsi makanan kurang dari energi sesuai dengan kebutuhan.
Kelebihan energi terjadi bila konsumsi energi melalui makanan melebihi energi
yang dikeluarkan. Kelebihan energi akan dirubah menjadi lemak tubuh, akibatnya
25
kebanyakan makan, dalam hal karbohidrat, lemak maupun protein, tetapi juga
karena kurang bergerak.
Pada usia dewasa kebutuhan energi akan meningkat. Akan tetapi, jumlah
energi yang diperlukan oleh tubuh akan mengalami penurunan kembali pada
saat usia lanjut (Suhardjo 1989). Rata-rata asupan energi sampel dalam
[image:38.595.109.511.201.403.2]penelitian ini disajikan pada Gambar 2.
Gambar 2. Rata-rata asupan energi sampel
Berdasarkan Gambar 2 dapat diketahui bahwa rata-rata asupan energi
sampel berdasarkan wilayah adalah untuk sampel kabupaten sebesar 1520 ±
390 kkal dengan kisaran asupan antara 731-2836 kkal, sedangkan rata-rata
asupan energi sampel untuk wilayah kota sebesar 1611 ± 419 kkal dengan
kisaran asupan antara 903-3048 kkal. Sampel Kabupaten dengan status obes
memiliki rata-rata asupan energi sebesar 1657 kkal lebih tinggi dibandingkan
sampel dengan status tidak obes yaitu sebesar 1493 kkal. Berbeda dengan
sampel Kabupaten, sampel kota dengan status obes memiliki rata-rata asupan
energi lebih rendah daripada sampel dengan status tidak obes yaitu sebesar
1529 kkal untuk sampel obes dan 1652 kkal untuk sampel tidak obes. Hal
tersebut terjadi karena sebagian besar sampel Kota dengan status obes memiliki
tingkat pendidikan yang lebih tinggi, sehingga banyak sampel Kota mungkin
menerapkan diet rendah kalori untuk menurunkan berat badannya.
Rata-rata asupan energi sampel di wilayah Kota lebih tinggi dibandingkan
dengan wilayah Kabupaten. Hal tersebut mungkin disebabkan karena sampel di
wilayah Kota lebih banyak mengkonsumsi makanan sumber energi seperti nasi,
mie, bubur, dan makanan sumber energi lainnya. Hasil penelitian tersebut
sejalan dengan hasil analisis Riskesdas (2010) yang menyatakan bahwa
1657
1493 1520 1529
1652 1611 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600 1700 Obes Tidak Obes
26
masyarakat pedesaan (Kabupaten) cenderung memiliki asupan energi yang lebih
rendah daripada perkotaan. Meskipun demikian, hasil uji statistik menggunakan
uji independent T-test menunjukkan bahwa tidak berbeda nyata (p>0.05) antara asupan energi sampel Kota dan Kabupaten maupun sampel obes Kota dengan
sampel obes Kabupaten. Tabel uji beda (independent T-test) secara lengkap disajikan pada lampiran 11.
Asupan Protein
Protein adalah zat gizi utama yang berperan dalam pertumbuhan dan
struktur tubuh, tetapi protein merupakan penyumbang paling sedikit dalam
penyediaan energi (Winarno 2002).
[image:39.595.109.514.86.603.2] [image:39.595.109.511.301.508.2]Rata-rata asupan protein sampel dalam penelitian ini disajikan pada
Gambar 3.
Gambar 3. Rata-rata asupan protein sampel
Berdasarkan Gambar 3 dapat diketahui bahwa rata-rata asupan protein
sampel untuk wilayah Kabupaten sebesar 53.06 ± 19.78 gram dengan kisaran
asupan antara 15.12-108.92 gram, sedangkan rata-rata asupan protein sampel
untuk wilayah Kota lebih tinggi yaitu sebesar 57.92 ± 20.51 gram dengan kisaran
asupan antara 26.38-111.08 gram. Sampel Kabupaten maupun Kota dengan
status obes memiliki rata-rata asupan protein lebih tinggi dibandingkan sampel
dengan status tidak obes yaitu sebesar 61.91 gram untuk sampel obes
Kabupaten dan sebesar 49.95 gram untuk sampel obes Kota.
Rata-rata asupan protein sampel di wilayah Kota lebih tinggi
dibandingkan dengan wilayah Kabupaten karena mungkin konsumsi pangan
sumber protein seperti telur, ikan, dan daging-dagingan di Kota lebih banyak
dibandingkan di Kabupaten. Hal itu disebabkan karena harga pangan sumber 61,91 49,95 53,06 63,43 50,99 57,92 0,0