• Tidak ada hasil yang ditemukan

Estimasi Nilai Ekonomi Dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Estimasi Nilai Ekonomi Dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)"

Copied!
145
0
0

Teks penuh

(1)

(Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya,

Kabupaten Karawang)

TEGUH PRASETIO

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Teguh Prasetio

(4)
(5)

TEGUH PRASETIO. Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang). Dibimbing oleh TRIDOYO

KUSUMASTANTO dan BENNY OSTA NABABAN.

Budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria)

merupakan pengelolaan budidaya ikan bandeng dan rumput laut dalam satu areal tambak yang mulai berkembang di Desa Tambaksari. Aktivitas budidaya tersebut dilakukan untuk memanfaatkan ruang dalam tambak secara optimal dan meningkatkan pendapatan petambak. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari, (2) mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, (3) menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, (4) mengkaji alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis regresi berganda, pendekatan surplus produsen, cost benefit analysis, dan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). Hasil dari penelitian ini adalah faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan petambak adalah hasil panen ikan bandeng, hasil panen rumput laut, dan total cost. Surplus produsen yang diperoleh petambak polikultur per hektar tambak sebesar Rp 20.255.910,71/tahun dan total nilai ekonomi kawasan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari mencapai Rp 1.650.856.722,91/tahun. Berdasarkan analisis finansial, usaha per hektar tambak budidaya polikultur layak untuk dilaksanakan karena memiliki nilai NPV sebesar Rp 90.360.812,61, nilai Net B/C sebesar 2,62, dan IRR sebesar 32,7 %. Alternatif kebijakan yang tepat untuk diterapkan adalah pemanfaatan areal tambak untuk usaha budidaya tambak polikultur karena dapat meningkatkan produksi usaha dan tingkat pendapatan petambak.

(6)

TEGUH PRASETIO. Economic Value Estimation and Feasibility Analysis of Polyculture of Milkfish and Gracillaria Aquaculture (Case study: Tambaksari Village, Tirtajaya District, Karawang Regency). Supervised by TRIDOYO

KUSUMANTANTO and BENNY OSTA NABABAN.

Polyculture aquaculture (milkfish and Gracillaria) is a aquaculture management of milkfish and seaweed on one pond that began to develop in the Tambaksari Village which aims to utilize the space of the pond optimally and increase the income of farmers. The purpose of this research are (1) to analyze the factors which affecting the income of polyculture farmers in Tambaksari Village, (2) to estimate the economic value of polyculture aquaculture activities in Tambaksari Village, (3) to analyze the financial feasibility of polyculture aquaculture activities in Tambaksari Village, (4) to examine the development policy alternatives for polyculture aquaculture in Tambaksari Village. The method used in this research are multiple regression analysis, producer surplus approach, cost benefit analysis, and Exponential Comparative Method. The result of this research shows that the factors that significantly affect the income of farmers are the fish harvest, seaweed harvest, and the total cost. The producer surplus obtained by polyculture farmers per hectare aquaculture area is Rp 20,255,910.71/year and the total economic value of polyculture aquaculture per hectare in Tambaksari Village is Rp 1,650,856,722.91/year. Based on the financial analysis, polyculture is feasible because per hectare of this business shows NPV of Rp 90,360,812.61, the value of the Net B/C of 2.62, and IRR of 32.7 %. Best alternative policy to be implemented is expand aquaculture area for polyculture aquaculture activities because increase production and income of farmers.

(7)

(Studi Kasus: Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya,

Kabupaten Karawang)

TEGUH PRASETIO

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi

pada

Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan

DEPARTEMEN EKONOMI SUMBERDAYA DAN LINGKUNGAN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(8)
(9)
(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala

karunia-Nya sehingga skripsi dengan judul “Estimasi Nilai Ekonomi dan Analisis

Kelayakan Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Studi Kasus: Desa Tambaksari,

Kecamatan Tirtajaya, Kabupaten Karawang)” ini dapat diselesaikan. Penelitian ini menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan, mengestimasi nilai

ekonomi, menganalisis kelayakan usaha, dan alternatif kebijakan pengembangan

usaha budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari.

Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih kepada:

1. Kedua orang tua penulis, Bapak Sumartono dan Ibu Sutari beserta kakak

penulis, Anton Aryadi Kartono dan Santi Puji Lestari atas doa dan

motivasinya.

2. Bapak Prof. Dr. Ir. Tridoyo Kusumastanto, M.S dan Bapak Benny Osta

Nababan, S.Pi, M.Si selaku Dosen Pembimbing Skripsi yang telah

mengarahkan dan membimbing penulis dalam penyelesaian skripsi ini.

3. Bapak Ir. Nindyantoro, M.SP selaku Dosen Penguji Utama dan Ibu Arini

Hardjanto, S.E, M.Si selaku Dosen Penguji Wakil Departemen atas kritik dan

saran dalam penyempurnaan skripsi ini.

4. Pihak BPBAPL Karawang, BLUPPB Karawang, dan seluruh petambak

responden atas kesediaannya untuk diwawancarai dalam pengumpulan data.

5. Teman-teman sebimbingan, Ochi, Susilo, Ade, Adhi, dan Dina serta seluruh

teman-teman ESL 48 atas segala saran, bantuan,dan dukungannya selama ini.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi berbagai pihak dalam

mewujudkan suatu kebijakan pengelolaan dan pengembangan budidaya

polikultur.

Bogor, Maret 2016

(12)
(13)

DAFTAR ISI

1.4 Ruang Lingkup Penelitian ... 6

1.5 Manfaat Penelitian ... 7

2.5 Budidaya Tambak Secara Polikultur ... 14

2.6 Analisis Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Pendapatan ... 15

2.7 Nilai Ekonomi ... 16

2.8 Analisis Kelayakan Usaha ... 17

2.9 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) ... 20

2.10 Penelitian Terdahulu ... 21

3. KERANGKA PENELITIAN ... 25

4. METODOLOGI PENELITIAN ... 29

4.1 Metode Penelitian ... 29

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 29

4.3 Metode Pengambilan Contoh ... 30

4.4 Metode Analisis Data ... 31

4.4.1 Identifikasi Karakteristik Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ... 31

4.4.2 Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ... 31

4.4.3 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ... 34

4.4.4 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) ... 35

4.4.5 Alternatif Kebijakan Pengembangan Usaha Budidaya Tambak Polikultur di Desa Tambaksari ... 39

(14)

5. GAMBARAN UMUM PENELITIAN ... 43

5.1 Keadaan Geografis Desa Tambaksari ... 43

5.2 Gambaran Usaha Budidaya Tambak Desa Tambaksari ... 44

5.3 Karakteristik Petambak Responden ... 46

6. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 51

6.1 Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ... 51

6.1.1. Variabel yang Berpengaruh Nyata terhadap Pendapatan Petambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ... 52

6.1.2 Pengujian Asumsi Linear Berganda ... 54

6.2 Estimasi Nilai Ekonomi Pemanfaatan Kawasan Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ... 55

6.2.1 Biaya Produksi ... 55

6.2.2 Analisis Nilai Produksi ... 58

6.2.3 Analisis Surplus Produsen ... 60

6.3 Analisis Kelayakan Finansial Usaha Budidaya Tambak Polikultur (Ikan Bandeng dan Rumput Laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ... 62

6.3.1 Aspek Pasar ... 62

6.3.2 Aspek Teknis ... 64

6.3.3 Aspek Manajemen ... 70

6.3.4 Aspek Sosial ... 71

6.3.5 Aspek Lingkungan ... 72

6.3.6 Aspek Finansial ... 74

6.4 Alternatif Kebijakan Pengembangan Usaha Budidaya Tambak Polikultur di Desa Tambaksari ... 83

7. SIMPULAN DAN SARAN ... 91

7.1 Simpulan ... 91

7.2 Saran ... 92

DAFTAR PUSTAKA ... 93

LAMPIRAN ... 95

(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1 Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya nasional Tahun

2010 – 2014... 1

2 Produksi dan nilai produksi perikanan Kabupaten Karawang Tahun 2013... 2

3 Produksi dan nilai produksi perikanan tambak Kabupaten Karawang berdasarkan Kecamatan Tahun 2013... 3

4 Matriks penelitian terdahulu... 24

5 Matriks jenis dan sumber data... 30

6 Uji autokorelasi... 34

7 Matriks metode analisis data... 41

8 Penggunaan wilayah di Desa Tambaksari... 44

9 Hasil analisis regresi berganda pendapatan petambak polikultur di Desa Tambaksari... 52

10 Rataan biaya produksi budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015... 57

11 Rataan nilai produksi budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015... 59

12 Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Tahun 2015... 61

13 Nilai sisa investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari... 75

14 Rataan biaya investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari... 76

15 Rataan biaya reinvestasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari ... 76

16 Rataan biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015... 77

17 Rataan biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) per hektar di Desa Tambaksari Tahun 2015... 79

18 Hasil analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari... 80

19 Hasil analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari... 82

20 Nilai total alternatif kebijakan pengembangan budidaya tambak polikultur... 88

(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1 Ikan bandeng (Chanos chanos)... 12

2 Rumput laut Gracillaria...14

3 Kerangka penelitian... 27

4 Tambak polikultur di Desa Tambaksari... 45

5 Usia petambak polikultur di Desa Tambaksari... 46

6 Tingkat pendidikan petambak polikultur di Desa Tambaksari... 47

7 Lama usaha petambak polikultur di Desa Tambaksari... 48

8 Jumlah tanggungan petambak polikultur di Desa Tambaksari... 48

9 Status kepemilikan tambak di Desa Tambaksari... 49

(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 Peta spasial lokasi penelitian... 97 2 Kuesioner penelitian untuk petambak... 98 3 Kuesioner penelitian kepada instansi/pihak terkait... 103 4 Aktivitas budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari, Kecamatan

Tirtajaya, Kabupaten Karawang... 105 5 Hasil analisis regresi berganda faktor-faktor berpengaruh

terhadap pendapatan petambak polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari... 106 6 Biaya investasi usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan

rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari... 108 7 Biaya tetap usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan

rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari

Tahun 2015... 110 8 Biaya variabel usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan

rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari

Tahun 2015... 112 9 Hasil panen usaha budidaya tambak polikultur (ikan bandeng dan

rumput laut Gracillaria) petambak responden di Desa Tambaksari

Tahun 2015... 114 10 Surplus produsen petambak polikultur (ikan bandeng dan

rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari Tahun 2015... 116 11 Perhitungan analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak

polikultur (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di

Desa Tambaksari... 118 12 Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur

(ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi penurunan harga jual ikan bandeng sebesar 12 persen,

cateris paribus... 120 13 Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur

(ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi penurunan produksi rumput laut Gracillaria sebesar

15 persen, cateris paribus... 122 14 Perhitungan analisis sensitivitas usaha budidaya tambak polikultur

(ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria) di Desa Tambaksari jika terjadi peningkatan harga pupuk sebesar 25 persen, cateris

paribus... 124 15 Perhitungan nilai alternatif kebijakan pengembangan budidaya

(18)
(19)

1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki wilayah laut luas

dan ribuan pulau. Berdasarkan Konvensi Hukum Laut PBB, United Nation

Convention on Law of the Sea, Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di

dunia dengan laut seluas 5,8 juta km2. Indonesia memiliki pulau sebanyak 17.480 pulau dan garis pantai sepanjang 95.181 km (Dewan Kelautan Indonesia, 2009).

Dengan wilayah laut Indonesia yang luas tersebut, Indonesia memiliki potensi

yang besar pada sektor perikanan yang terdiri dari perikanan tangkap dan

perikanan budidaya.

Perikanan budidaya memiliki pertumbuhan volume produksi lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan volume produksi perikanan tangkap. Sektor

perikanan budidaya memiliki peningkatan volume produksi dari 13.300.905 ton

pada tahun 2013 meningkat 9,17 % menjadi 14.521.349 ton pada tahun 2014.

Namun pada sektor perikanan tangkap, sebagian wilayah perairan laut diduga

telah mengalami overfishing yang mengakibatkan pertumbuhan volume produksi

perikanan tangkap lebih rendah dibandingkan perikanan budidaya yaitu dari

5.863.170 ton pada tahun 2013 meningkat sebesar 5,75 % menjadi 6.200.180 ton

pada tahun 2014 seperti terlihat pada Tabel 1 sebagai berikut (Kementerian

Kelautan dan Perikanan, 2015).

Tabel 1. Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya nasional Tahun 2010 - 2014

Rincian Tahun (ton)

2010 2011 2012 2013 2014

Perikanan

Tangkap 5.384.418 5.714.271 5.829.194 5.863.170 6.200.180 Perikanan

Budidaya 6.277.923 7.928.963 9.675.533 13.300.905 14.521.349 Sumber: Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015

Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan budidaya masih dapat

dikembangkan secara optimal agar tingkat produksi perikanan nasional

mengalami peningkatan setiap tahunnya dan berkontribusi terhadap perekonomian

nasional. Perikanan budidaya yang memiliki potensi untuk dikembangkan secara

(20)

Budidaya tambak merupakan pola budidaya perikanan yang memiliki

prospek usaha potensial untuk dikembangkan dan mampu mendukung dalam

peningkatan taraf hidup masyarakat di wilayah pesisir. Tambak merupakan

sumberdaya lahan yang dibangun sebagai kolam air payau di wilayah pesisir

(Kordi, 2011). Salah satu sistem budidaya tambak yang saat ini mulai berkembang

di wilayah Pantura Jawa Barat dan menjadi salah satu program pengembangan

yang dicanangkan oleh pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) adalah

sistem budidaya tambak polikultur.

Budidaya tambak polikultur merupakan pengelolaan budidaya dua atau

lebih jenis spesies/komoditi dalam satu areal tambak dengan prinsip penggunaan

ruang tambak yang efektif dan bertujuan untuk meningkatkan penerimaan

masyarakat pesisir yang bermata pencaharian sebagai petambak (Kordi, 2012).

Budidaya tambak polikultur yang umum dilaksanakan adalah budidaya polikultur

2 komoditi antara budidaya ikan bandeng dengan udang ataupun budidaya ikan

bandeng dengan rumput laut Gracillaria. Budidaya tambak polikultur yang saat

ini sedang dikembangkan oleh pihak KKP adalah budidaya polikultur 2 komoditi

antara ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria di wilayah Kabupaten

Karawang. Kabupaten Karawang memiliki potensi perikanan budidaya yang besar

khususnya budidaya tambak seperti terlihat pada Tabel 2 sebagai berikut.

Tabel 2. Produksi dan nilai produksi perikanan Kabupaten Karawang Tahun 2013

Rincian Total Produksi

(Ton)

Nilai Produksi (Rp 1000)

I. PERAIRAN LAUT 8.551,08 110.302.077,75

II. PERAIRAN UMUM 200,91 1.863.908,00

1. Sungai 64,83 593.110,00

2. Situ (Waduk) 94,75 924.218,00

3. Rawa 41,33 346.580,00

III. PERAIRAN BUDIDAYA 39.852,68 894.740.480,00

1. Tambak 36.648,48 853.751.465,00

2. Kolam 2.605,89 32.738.645,00

3. Sawah (Mina Padi) 360,87 5.200.575,00

4. Jaring Apung 237,44 3.049.795,00

TOTAL 48.604,67 1.006.906.465,75

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2014.a

Tabel 2 menunjukkan bahwa sektor perikanan Kabupaten Karawang

memiliki total produksi dan nilai produksi yang baik pada tahun 2013. Pada tahun

(21)

Kontribusi terbesar diperoleh dari subsektor perikanan budidaya sebesar

39.852,68 ton dengan nilai produksi mencapai Rp 894.740.480.000,00. Pada

Tabel 2 tersebut terlihat bahwa budidaya tambak memberikan kontribusi tertinggi

terhadap total produksi perikanan Kabupaten Karawang tahun 2013 dengan total

produksi mencapai 36.648,48 ton. Hal tersebut menunjukkan bahwa sektor

budidaya tambak di Kabupaten Karawang memiliki potensi untuk dikembangkan

secara lebih optimal khususnya untuk pengembangan budidaya tambak polikultur

tersebut agar terjadi peningkatan produksi maupun nilai produksi perikanan.

Kecamatan Tirtajaya merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Karawang yang

memberikan kontribusi besar terhadap pencapaian total produksi perikanan

Kabupaten Karawang pada tahun 2013 seperti terlihat pada Tabel 3 sebagai

berikut.

Tabel 3. Produksi dan nilai produksi perikanan tambak Kabupaten Karawang berdasarkan Kecamatan Tahun 2013

No Kecamatan Luas Areal Tambak

(Ha)

TOTAL 14.828,80 36.648,48 853.751.465

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Karawang, 2014.b

Tabel 3 menunjukkan bahwa pada tahun 2013, produksi perikanan tambak

di Kecamatan Tirtajaya sebesar 6.365,75 ton dengan nilai produksi mencapai Rp

124.027.455.000,00. Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa dengan potensi luas

tambak 3.575 hektar, maka Kecamatan Tirtajaya memiliki peluang untuk

mengembangkan budidaya polikultur tersebut.

Desa Tambaksari merupakan salah satu wilayah di Kecamatan Tirtajaya

dengan mayoritas masyarakat setempat bermata pencaharian sebagai petambak.

Areal tambak di Desa Tambaksari yang dimanfaatkan untuk budidaya tambak

seluas 827 hektar dari total lahan tambak seluas 3.575 hektar di Kecamatan

Tirtajaya (Desa Tambaksari, 2013). Pelaksanaan budidaya tambak polikultur ikan

(22)

Masih belum optimalnya pelaksanaan budidaya tambak polikultur tersebut

dikarenakan belum diketahuinya secara jelas informasi mengenai teknis

pengelolaan yang tepat dan potensi maupun manfaat ekonomi dan sosial dari

pelaksanaaan budidaya polikultur tersebut. Jika budidaya tambak polikultur

dilaksanakan secara optimal di Desa Tambaksari maka dapat memberikan manfaat

yang lebih tinggi bagi petambak secara ekonomi, sosial, maupun lingkungan.

Dengan demikian, perlu dilakukan kajian mengenai estimasi nilai ekonomi dan

analisis kelayakan usaha budidaya tambak polikultur agar dapat dihasilkan suatu

kebijakan pengelolaan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari.

1.2 Perumusan Masalah

Budidaya tambak polikultur merupakan suatu pola pengelolaan budidaya

dua jenis komoditi atau lebih dalam satu areal tambak secara bersama-sama yang

dilaksanakan dengan tujuan untuk memanfaatkan secara efektif dan optimal ruang

yang ada pada areal tambak dan sekaligus merupakan upaya peningkatan produksi

dengan membudidayakan lebih dari satu komoditi (Kordi, 2012). Budidaya

tambak polikultur 2 komoditi antara budidaya ikan bandeng dan rumput laut

Gracillaria merupakan salah satu sistem pengelolaan tambak yang dapat

memberikan manfaat ekonomi, sosial maupun ekologi.

Manfaat ekonomi yang didapatkan dari budidaya tambak polikultur adalah

adanya peningkatan produksi dan penerimaan bagi para petambak yang diperoleh

dari dua komoditi yang dibudidayakan. Secara sosial, budidaya tambak polikultur

dapat membantu penciptaan lapangan pekerjaan yang luas bagi masyarakat

sekitar. Budidaya tambak polikultur juga dapat memberikan manfaat ekologi

berupa absorbsi cemaran tambak yang dilakukan rumput laut sehingga kualitas air

tambak akan lebih baik dan kondisi lingkungan kawasan tambak akan tetap

terjaga kelestariaannya (Kordi, 2012).

Desa Tambaksari memiliki peluang dan potensi yang luas untuk

mengembangkan budidaya tambak polikultur tersebut. Akan tetapi, pelaksanaan

budidaya tambak polikultur belum optimal. Hal tersebut dikarenakan masih

kurangnya informasi mengenai teknis pengelolaan yang tepat dan potensi maupun

(23)

Belum optimalnya pelaksanaan budidaya tambak polikultur berbanding

terbalik dengan kondisi dan potensi yang dimiliki wilayah Desa Tambaksari. Hal

tersebut dikarenakan secara karakteristik wilayah, Desa Tambaksari memiliki

areal tambak potensial dengan luas 827 ha yang dapat dimanfaatkan secara

optimal untuk pengembangan budidaya polikultur tersebut. Faktor-faktor

pendukung lain seperti kesesuaian iklim, cuaca dan letak geografis Desa

Tambaksari yang berbatasan langsung dengan Laut Jawa mendukung untuk

pelaksanaan budidaya polikultur tersebut. Peta wilayah Desa Tambaksari

disajikan pada Lampiran 1.

Pemanfaatan kawasan budidaya tambak di Desa Tambaksari yang optimal

untuk pengembangan budidaya polikultur akan membantu dalam peningkatan

produktivitas hasil tambak dan kesejahteraan petambak. Budidaya tambak

polikultur tersebut harus mampu memberikan manfaat ekonomi, sosial, maupun

ekologi bagi petambak dan masyarakat sehingga pengembangan budidaya tambak

polikultur layak untuk dilaksanakan. Pengembangan budidaya tambak polikultur

perlu terus dilakukan sehingga didapatkan berbagai alternatif kebijakan yang

mendukung terciptanya pengelolaan budidaya tambak polikultur terbaik. Dengan

demikian, perlu adanya kajian lebih lanjut mengenai budidaya tambak polikultur

tersebut sehingga dihasilkan suatu kebijakan yang tepat dan mendukung untuk

pengelolaan dan pengembangan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari.

Berdasarkan uraian masalah diatas, maka aspek kajian yang dilakukan

dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor apakah yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak

polikultur di Desa Tambaksari?

2. Bagaimana nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur

di Desa Tambaksari?

3. Bagaimana kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa

Tambaksari?

4. Bagaimana alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak

(24)

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini

adalah sebagai berikut:

1. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat pendapatan petambak

polikultur di Desa Tambaksari.

2. Mengestimasi nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak

polikultur di Desa Tambaksari.

3. Menganalisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur di Desa

Tambaksari.

4. Mengkaji alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak

polikultur di Desa Tambaksari.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dilakukan di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya,

Kabupaten Karawang. Penelitian ini dilakukan untuk mencari kebijakan

pengelolaan budidaya tambak polikultur yang dilakukan dengan menganalisis

faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap pendapatan petambak polikultur di

Desa Tambaksari menggunakan analisis regresi berganda. Estimasi nilai ekonomi

dilakukan dengan pendekatan surplus produsen untuk mengetahui kontribusi

ekonomi dari pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur di Desa

Tambaksari. Analisis kelayakan finansial usaha budidaya tambak polikultur

dilakukan dengan pendekatan cost benefit analysis untuk mengetahui kelayakan

budidaya polikultur ditinjau dari analisis finansial. Alternatif kebijakan

pengembangan budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari dianalisis dengan

metode perbandingan eksponensial. Analisis tersebut dilakukan untuk mengetahui

alternatif kebijakan pengembangan pengelolaan budidaya polikultur terbaik di

Desa Tambaksari dilihat dari sudut pandang instansi terkait di wilayah Kabupaten

(25)

1.5 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi:

1. Penulis, sebagai salah satu syarat kelulusan program sarjana Institut Pertanian

Bogor serta sebagai sarana untuk menambah wawasan dan pengetahuan

mengenai pengelolaan ekonomi sumberdaya wilayah pesisir.

2. Para pelaku usaha budidaya tambak untuk memperoleh informasi mengenai

potensi dan manfaat ekonomi, sosial, dan lingkungan dari pelaksanaan

budidaya tambak polikultur dalam upaya peningkatan kesejahteraan

masyarakat pesisir.

3. Pemerintah pusat, pemerintah daerah maupun stakeholder terkait lainnya

yang berperan dalam pengelolaan dan pengembangan sektor perikanan

budidaya.

4. Akademisi, sebagai informasi dan rujukan dalam pengembangan disiplin ilmu

dan penelitian selanjutnya, khususnya mengenai pengembangan budidaya

(26)
(27)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tambak

Menurut Kordi (2011), tambak adalah wadah budidaya ikan yang

dibangun di daerah pesisir/pantai, terutama hutan mangrove, estuaria, dan teluk

untuk mempermudah memperoleh pasokan air payau untuk mengisi tambak.

Umumnya tambak dibangun untuk budidaya udang dan ikan bandeng. Lokasi

yang dipilih untuk membangun tambak memiliki kisaran pasang surut antara 1,5 – 2,5 m. Jika perbedaan pasang surut lebih dari 2,5 m memerlukan pematang yang

besar dan kuat, sedangkan perbedaan pasang surut lebih rendah dari 1,5 m, suplai

air tambak membutuhkan pompa.

Menurut Kordi (1997) berdasarkan letak tambak terhadap laut dan muara

sungai, tambak dapat dibagi menjadi 3 kelompok, yaitu:

1. Tambak Layah adalah tambak yang terletak dekat sekali dengan laut, di tepi

pantai atau muara sungai. Di daerah pantai dengan perbedaan tinggi air

pasang surut yang besar, air laut dapat menggenangi daerah tambak ini

sampai sejauh 1,5 - 2 km dari garis pantai ke arah daratan tanpa mengalami

perubahan salinitas yang mencolok. Salinitas pada tambak layah sama dengan

air pantai, yaitu sekitar 30 permil. Dibanding dengan tambak yang jauh ke

daratan, tambak layah mempunyai salinitas air yang cukup tinggi. Hal

tersebut karena air laut yang masuk ke dalam tambak dan berasal dari laut

masih bersalinitas tinggi dan kemudian mengalami penguapan sehari-hari

setelah ditahan dalam petakan tambak yang menyebabkan salinitas terus

meningkat. Pada musim kemarau tambak layah kadang mempunyai

kehidupan organisme di dalam tambak.

2. Tambak Biasa terletak di belakang tambak layah. Tambak ini selalu terisi

oleh campuran antara air tawar dari sungai dan air asin dari laut. Campuran

kedua air tersebut dikenal sebagai air payau dengan salinitas berkisar 15

permil. Salinitas pada tambak tersebut akan meningkat selama tambak diisi

dengan air laut dan akan menurun kembali jika diisi dengan air tawar dari

(28)

3. Tambak Darat terletak jauh sekali dari pantai. Akibat letaknya jauh dari

pantai, tambak ini biasanya hanya terisi oleh air tawar, sedangkan air laut

seringkali tidak mampu mencapainya. Walaupun di beberapa tempat air

mampu mencapainya, tetapi karena perjalanan air laut cukup jauh,

salinitasnya menjadi sangat menurun. Suplai air dipertahankan hanya selama

musim hujan dan jika hujan berkurang, maka sebagian dari tambak menjadi

kering sama sekali. Salinitas tambak darat sangat rendah sekitar 5 – 10 permil.

2.2 Sistem Budidaya Tambak

Menurut Kordi (2011) terdapat beberapa sistem budidaya perikanan

diantaranya yaitu:

1. Sistem Budidaya Tradisional atau Ekstensif

Pengelolaan budidaya dengan sistem ektensif atau tradisional sangat

sederhana dan padat penebaran rendah. Pada budidaya bandeng di tambak

misalnya, nener ditebar dengan kepadatan 3.000 - 5.000 ekor/ha. Dengan

padat penebaran tersebut dipanen bandeng 300 - 1.000 kg/ha/musim. Tambak

di pesisir yang dikelola secara tradisional seringkali dibuat untuk menjebak

ikan dan udang. Pada saat pasang, pintu tambak dibuka sehingga benih ikan

dan udang mengikuti air pasang masuk ke dalam tambak. Pintu tambak

kemudian ditutup dan berbagai jenis ikan dan udang dibiarkan hidup selama

beberapa waktu sampai mencapai ukuran konsumsi. Ikan dan udang di

tambak memanfaatkan berbagai pakan alami di dalam tambak. Petambak

tidak melakukan pemberian pakan dan pengelolaan kualitas air yang lain.

Dengan cara pengelolaan seperti ini produktivitas tambak sangat rendah.

Selain karena pengelolaan yang sangat sederhana, berbagai biota yang berada

di dalam tambak juga merupakan faktor penghambat produktivitas karena

kompetisi dan pemangsaan.

2. Sistem Budidaya Semi-Intensif

Sistem budidaya semi intensif memiliki petak (pada tambak) pemeliharaan

biota lebih kecil dibandingkan pada pengelolaan ekstensif dan padat

(29)

pengelolaan tanah, pengapuran, dan pemupukan. Selama pemeliharaan, biota

budidaya juga diberikan pakan buatan dan tambahan secara teratur 1 - 2

kali/hari dan penggantian air dilakukan 5 - 20 % setiap hari.

3. Sistem Budidaya Intensif

Pola pengelolaan budidaya perairan intensif banyak diterapkan pada budidaya

air tawar, laut, dan tambak. Teknologi budidaya intensif ditandai dengan

petak tambak yang lebih kecil antara 0,2 - 0,5 ha. Persiapan lahan untuk

pemeliharaan (pengolahan tanah, perbaikan wadah budidaya) dan

penggunaan sarana produksi (kapur, pupuk, bahan kimia) menjadi mutlak dan

biota budidaya bergantung sepenuhnya pada pakan buatan atau pakan yang

diberikan secara teratur. Penggunaan sarana budidaya untuk mendukung

usaha seperti pompa dan aerator. Produksi pada sistem intensif sangat tinggi

seperti pada budidaya ikan bandeng dan udang windu di tambak mencapai >

4 ton/ha/musim tanam.

2.3 Ikan Bandeng

Bandeng merupakan komoditi penting dalam dunia perikanan Indonesia,

karena selain rasanya gurih, harganya dapat dijangkau, tahan terhadap serangan

penyakit, mampu beradaptasi terhadap perubahan lingkungan sehingga sangat

baik dibudidayakan, juga telah menembus pasar ekspor. Ikan bandeng mempunyai

badan yang memanjang seperti torpedo dengan sirip ekor bercabang sebagai tanda

bahwa ikan bandeng tergolong perenang cepat. Kepala ikan bandeng tidak

bersisik, mulut kecil terletak di ujung rahang tanpa gigi, lubang hidung terletak di

depan mata. Mata diseliputi oleh selaput bening. Warna badan putih

keperak-perakan dengan punggung biru kehitaman (Kordi, 1997).

Menurut Kordi (1997), bandeng memiliki klasifikasi sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Pisces

Ordo : Malacopterygii

Famili : Chanidae

Genus : Chanos

(30)

Ikan bandeng mempunyai sirip punggung yang jauh di belakang tutup

insang dengan 14 – 16 jari-jari sirip punggung, 16 – 17 jari-jari sirip dada, 11 – 12 jari-jari sirip perut, 10 – 11 jari-jari sirip anus, dan pada sirip ekor berlekuk simetris dengan 19 jari-jari. Ikan bandeng merupakan ikan laut yang terkenal

sebagai petualang ikan walaupun dapat hidup di tambak air payau maupun

dipelihara di air tawar. Ikan bandeng dapat berenang mulai dari perairan laut yang

salinitasnya 35 permil atau lebih dan kemudian dapat masuk mendekat ke muara

sungai (salinitas 15 – 20 permil), bahkan sampai ke tempat-tempat yang airnya tawar (Kordi, 1997). Secara visual, ikan bandeng (Chanos chanos) dapat dilihat

padaGambar 1 sebagai berikut.

Gambar 1. Ikan bandeng (Chanos chanos)

Bandeng termasuk jenis ikan eurihalin, yakni sejenis ikan yang

mempunyai toleransi terhadap perubahan kadar garam (salinitas) yang luas serta

tahan terhadap perubahan salinitas yang tinggi dalam waktu singkat. Dengan

demikian, bandeng dapat hidup di daerah air tawar, air payau, dan air laut.

Bandeng dapat menempuh perjalanan jauh, dan akan tetap kembali ke pantai

apabila akan berkembang biak. Benih ikan bandeng atau nener yang masih

bersifat planktonik (terbawa oleh gerakan air, berupa arus, angin, atau gelombang)

akan mencapai daerah pantai dengan ukuran sekitar 11 - 13 mm dan berat 0,01 gr

dalam usia 2 - 3 minggu yang dikenal sebagai nener. Bandeng yang

dibudidayakan di tambak dikenal sebagai pemakan klekap (tahi air atau bangkai)

yang merupakan kehidupan kompleks yang didominasi oleh ganggang biru

(Cyanophyceae) dan ganggang kresik (Baccillariophyceae). Bandeng muda

(31)

bandeng tetap memijah di laut. Bandeng mulai dewasa ketika mencapai umur 3

tahun. Bandeng memijah di dekat pantai pada perairan yang jernih pada

kedalaman 40 – 50 meter (Kordi, 2011).

2.4 Rumput Laut

Rumput laut tergolong tanaman berderajat rendah, umumnya tumbuh

melekat pada substrat tertentu, tidak mempunyai akar, batang maupun daun sejati,

tetapi hanya menyerupai batang yang disebut thallus. Pertumbuhan dan

penyebaran rumput laut sangat tergantung dari faktor-faktor oseanografi (fisika,

kimia, dan pergerakan air laut) serta jenis substrat dasarnya (Anggadiredja et al,

2006).

Secara taksonomi, rumput laut dikelompokkan ke dalam Divisi

Thallophyta. Berdasarkan kandungan pigmennya, rumput laut dikelompokkan

menjadi 4 kelas yaitu:

1. Rhodophyceae (Ganggang Merah)

2. Phaeophyceae (Ganggang Cokelat)

3. Chlorophyceae (Ganggang Hijau)

4. Cyanophyceae (Ganggang Biru-Hijau)

Dari 4 kelas rumput laut tersebut, hanya 3 kelas yang merupakan golongan

alga atau rumput laut ekonomis yaitu alga hijau, alga cokelat, dan alga merah.

Jumlah alga laut atau rumput laut yang bermanfaat dan bernilai ekonomis

mencapai 61 jenis dari 27 marga rumput laut yang sudah biasa dijadikan makanan

oleh masyarakat wilayah pesisir dan 21 jenis dari 12 marga digunakan sebagai

obat tradisional (Kordi, 2012).

Beberapa jenis rumput laut Indonesia yang bernilai ekonomis dan sejak

dahulu sudah diperdagangkan adalah Eucheuma sp., Gracilaria sp., dan Gelidium

sp. Jenis rumput laut yang cocok dibudidayakan di tambak adalah jenis Gracilaria

sp. meskipun habitat awalnya berasal dari laut. Hal tersebut terjadi karena

memiliki tingkat toleransi hidup yang tinggi sampai pada salinitas 15 per mil.

Jenis rumput laut tersebut dapat ditanam secara polikultur dengan bandeng

dan/atau udang karena ketiganya memerlukan kondisi perairan yang sama untuk

kelangsungan hidupnya (Anggadiredja et al, 2006). Secara visual, rumput laut

(32)

Gambar 2. Rumput laut Gracillaria

Budidaya rumput laut memiliki jumlah produksi dan peluang

pengembangan yang sangat baik. Produksi rumput laut memberikan kontribusi

terbesar terhadap total produksi perikanan budidaya nasional tahun 2014 dengan

persentase sebesar 70,47 %. Perkembangan produksi rumput laut dari tahun 2010

- 2014 menunjukkan trend yang sangat positif, dengan kenaikan rata-rata per

tahun mencapai 27,72 % (Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015).

Budidaya rumput laut memiliki potensi pengembangan yang sangat luas

karena mempunyai masa pemeliharaan yang mudah dan cukup singkat yaitu 45

hari sehingga perputaran modal usaha dapat lebih cepat. Keuntungan

pengembangan rumput laut tersebut lainnya adalah modal kerja yang relatif kecil,

penggunaan teknologi yang sederhana, dan peluang pasar yang masih terbuka

lebar. Hal tersebut karena rumput laut merupakan bahan baku untuk beberapa

industri, seperti biofuel, agar-agar, kosmetik, obat-obatan dan lainnya. Selain itu,

pemerintah juga terus melakukan upaya terobosan diantaranya adalah

pengembangan industrialisasi rumput laut di sentra-sentra penghasil rumput laut

(Kementerian Kelautan dan Perikanan, 2015).

2.5 Budidaya Tambak Secara Polikultur

Rumput laut dapat dibudidayakan secara polikultur dengan organisme lain

seperti udang windu, ikan bandeng, kerapu, dan kerang. Menurut Utojo et al.

(1993) dalam Kordi (2012) budidaya polikultur dengan 3 komoditi (rumput laut,

bandeng, dan udang windu) mengakibatkan pertumbuhan rumput laut lebih cepat

(33)

rumput laut yang ditebarkan di dasar tambak dapat berfungsi sebagai pelindung

dan merupakan tempat menempelnya organisme epifit makanan bandeng dan

udang. Bandeng yang dibudidayakan secara polikultur dengan rumput laut tidak

memangsa rumput laut jika diberi pakan buatan.

Polikultur bisa dilakukan dengan dua komoditi (rumput laut dan bandeng),

tiga komoditi (rumput laut, udang, dan ikan) ataupun empat komoditi (rumput

laut, ikan, udang, dan kerang). Tetapi umumnya polikultur dilakukan dengan tiga

komoditi (rumput laut, udang, dan ikan, terutama bandeng).

Untuk penerapan polikultur tiga komoditi (rumput laut, ikan, dan udang),

setelah tambak siap ditebari, benih rumput laut ditebarkan secara merata di dalam

tambak. Setelah 20 hari rumput laut dipelihara secara monokultur agar thallus

yang mengalami stagnasi menyesuaikan diri dan dapat tumbuh dengan baik, benih

udang ditebar dengan kepadatan 10 - 12 ekor/m2 atau 100.000 ekor/ha. Setelah 45 hari pemeliharaan rumput laut dan udang, biasanya muncul klekap. Saat itu benih

ikan (bandeng) ukuran gelondong (5 - 10 cm) sebanyak 1.000 - 1.500 ekor/ha

dapat ditebar (Kordi, 2012).

2.6 Analisis Faktor-Faktor Berpengaruh Terhadap Pendapatan

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor

tertentu yang mempengaruhi pendapatan petambak polikultur adalah metode

analisis regresi berganda. Analisis regresi menyangkut studi tentang hubungan

antara satu variabel yang disebut dengan variabel tak bebas atau variabel yang

dijelaskan dan satu atau lebih variabel lain yang disebut variabel bebas atau

variabel penjelas. Meskipun analisis regresi berkenaan dengan hubungan antara

satu variabel tak bebas dengan satu atau lebih variabel bebas, namun keterkaitan

tersebut tidak selalu menyiratkan adanya hubungan sebab akibat. Dalam hal ini,

tidak selalu berarti bahwa variabel bebas merupakan penyebab dan variabel tak

bebas sebagai akibat. Jika hubungan sebab-akibat diantara keduanya memang ada,

maka hubungan tersebut harus dilandasi oleh beberapa teori (ekonomi) (Gujarati,

2007).

Regresi berganda adalah regresi di mana lebih dari satu variabel penjelas

atau variabel bebas, digunakan untuk menjelaskan perilaku variabel tak bebas.

(34)

dimana perilaku variabel tak bebas Y dikaji dalam hubungannya dengan dua

variabel penjelas, X1 dan X2 (Gujarati, 2007). Dalam hal variabel penjelas lebih dari dua variabel maka dapat dirumuskan sebagai berikut.

Y = b0+ b1X1t+ b2X2t... + bnXnt + ut ...(2.1)

Keterangan :

Y = variabel tak bebas

b0 = intercept

b1...bn = koefisien variabel

X1...Xn = variabel-variabel penjelas

u = faktor gangguan stokhastik

t = observasi ke-t

2.7 Nilai Ekonomi

Nilai ekonomi kawasan sumberdaya dapat dihitung melalui pendekatan

surplus produsen. Nilai ekonomi sering disebut rent ekonomi karena pada

dasarnya konsep nilai ekonomi adalah surplus yang dihasilkan. Surplus

merupakan perbedaaan antara harga yang diperoleh dari penggunaan sumberdaya

dengan biaya per unit input yang digunakan untuk menjadikan sumberdaya

tersebut menjadi suatu komoditi. Selisih tersebut sering disebut sebagai rente per

unit atau unit rent (Fauzi, 2010.a).

Menurut Fauzi (2010.b), salah satu hal yang krusial dari ekonomi

sumberdaya alam adalah bagaimana surplus dari sumberdaya alam dimanfaatkan

secara optimal. Pada dasarnya konsep surplus menempatkan nilai moneter

terhadap kesejahteraan dari masyarakat dari mengekstrasi dan mengkonsumsi

sumberdaya alam. Surplus juga merupakan manfaat ekonomi yang tidak lain

adalah selisih antara manfaat kotor (gross benefit) dan biaya yang dikeluarkan

masyarakat untuk mengekstraksi sumberdaya alam.

Surplus merupakan perbedaaan antara harga yang diperoleh dari

penggunaan sumberdaya dengan biaya per unit input yang digunakan untuk

menjadikan sumberdaya tersebut menjadi suatu komoditi. Selisih tersebut sering

disebut sebagai rente per unit atau unit rent (Fauzi, 2010.a).

Rente atau rent juga dapat diartikan sebagai nilai dari input produktif

(35)

setelah seluruh biaya dibayarkan dan biasanya diterima oleh pemilik sumberdaya.

Konsep rent bukanlah konsep sewa, namun merupakan konsep ekonomi yang

tidak lain adalah nilai surplus (surplus value). Rent sumberdaya terkait erat

dengan derajat pengelolaan perikanan. Rente yang positif bisa dihasilkan dari

pengelolaan yang baik, dan rente yang negatif bisa ditunjukkan dari pengelolaan

yang buruk (Fauzi, 2010.a).

Rente sumberdaya merupakan surplus yang bisa dinikmati oleh pemilik

sumberdaya dan merupakan selisih antara jumlah yang diterima dari pemanfaatan

sumberdaya dikurangi dengan biaya yang dikeluarkan untuk mengekstraksinya,

sedangkan surplus konsumen sama dengan manfaat yang diperoleh masyarakat

dari mengkonsumsi sumberdaya alam dikurangi dengan jumlah yang dibayarkan

untuk mengkonsumsi barang tersebut. Namun perhitungan surplus yang akan

digunakan dalam penelitian ini adalah surplus produsen.

Pendekatan perhitungan rente sumberdaya dapat dikategorikan dalam tiga

pendekatan utama yakni (Fauzi, 2010.a):

1. Pendekatan surplus. Pendekatan ini digunakan pada kasus dimana pemerintah

tidak melakukan intervensi kebijakan sehingga rente sumberdaya langsung

diterima oleh pelaku ekonomi sebagai surplus produsen. Pendekatan ini

terbatas hanya pada satu komoditi.

2. Pendekatan harga bersih. Pendekatan ini dikembangkan untuk multi komoditi

dengan merinci komponen biaya untuk mengekstrak sumberdaya. Pendekatan

ini banyak mengandalkan data nasional yang umumnya tercatat pada kantor

statistik nasional.

3. Pendekatan melalui keragaan finansial dan ekonomi dengan merinci struktur

biaya dan penerimaan industri perikanan. Pendekatan ini menggunakan data

hasil survei dari industri penangkapan ikan yang kemudian dirinci berdasarkan

komponen biaya yang dikeluarkan oleh industri tersebut.

2.8 Analisis Kelayakan Usaha

Studi kelayakan dapat dilakukan untuk menilai kelayakan investasi baik

pada sebuah proyek maupun bisnis yang sedang berjalan, sehingga kita

mengetahui berhasil atau tidaknya investasi yang telah ditanamkan baik secara

(36)

menganalisis proyek yang efektif harus mempertimbangkan banyak aspek yang

diperoleh dari suatu penanaman investasi tertentu. Seluruh aspek tersebut saling

berhubungan dan suatu putusan mengenai satu aspek akan mempengaruhi

putusan-putusan terhadap aspek lainnya. Secara umum analisis kelayakan terbagi

menjadi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial, dan aspek

finansial (Gittinger, 1986).

2.8.1. Aspek Pasar

Evaluasi aspek pasar sangat penting dalam pelaksanaan studi kelayakan

proyek/usaha. Aspek pasar meliputi rencana pemasaran output yang dihasilkan

proyek dan rencana penyediaan input yang dibutuhkan untuk kelangsungan dan

pelaksanaan proyek (Gittinger, 1986).

2.8.2. Aspek Teknis

Analisis teknis berhubungan dengan input proyek dan ouput berupa

barang-barang nyata dan jasa-jasa. Indikasi suatu proyek dikatakan layak dalam

menjalankan usahanya dapat dilihat dari adanya perkembangan produksi yang

dihasilkan, lokasi usaha yang strategis, infrastruktur yang mendukung seperti

fasilitas jalan, listrik, transportasi, pengadaan bahan baku serta sarana produksi

mudah diperoleh. Aspek teknis dilakukan untuk mendapatkan gambaran

mengenai lokasi proyek, besar skala operasi/luas produksi, kriteria pemilihan

mesin dan peralatan yang digunakan, proses produksi yang dilakukan dan jenis

teknologi yang digunakan (Gittinger, 1986).

2.8.3. Aspek Manajemen

Analisis manajemen berkaitan dengan hal-hal yang berkenaan dengan

pertimbangan mengenai sesuai tidaknya proyek dengan pola sosial budaya

masyarakat setempat, susunan organisasi proyek dengan pembentukan tim kerja,

pembagian kerja, pembuatan rencana kerja agar sesuai dengan prosedur organisasi

setempat, dan keahlian staf yang ada untuk mengelola proyek (Gittinger, 1986).

2.8.4. Aspek Sosial

Analisis sosial berkenaan dengan implikasi sosial yang lebih luas dari

investasi yang diusulkan, dimana pertimbangan-pertimbangan sosial harus

dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek tanggap

(37)

manfaat/dampak secara sosial maupun lingkungan dari suatu proyek terhadap

kehidupan masyarakat, bisa berupa dampak positif maupun dampak negatif.

Dampak positif pembangunan proyek pada masyarakat sekitar antara lain adalah

ikut menciptakan lapangan pekerjaan, meningkatkan pendapatan penduduk

sekitar, baik secara langsung maupun tidak langsung, peningkatan fasilitas

infrastruktur umum dan lain sebagainya. Sedangkan dampak negatif yang

ditimbulkan bisa berupa pencemaran lingkungan karena limbah, hingga faktor

keamanan yang tidak nyaman untuk berinvestasi (Gittinger, 1986).

2.8.5. Aspek Finansial

Gittinger (1986) menyatakan bahwa analisis proyek adalah untuk

membandingkan biaya-biaya dengan manfaatnya dan menentukan proyek-proyek

yang mempunyai keuntungan yang layak. Suatu proyek dapat dilaksanakan atau

tidak, bila hasil yang diperoleh dari proyek dapat dibandingkan dengan

sumber-sumber yang diperlukan (biaya). Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk

menentukan diterima tidaknya suatu usulan proyek. Kriteria yang umum

digunakan dalam analisis finansial dan analisis ekonomi antara lain Nilai

Sekarang Bersih (Net Present Value, NPV), Rasio Manfaat-Biaya Bersih (Net

Benefit Cost-Ratio, Net B/C), dan Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of

Return, IRR).

a. Nilai Sekarang Bersih (Net Present Value, NPV)

Net Present Value dari suatu proyek adalah nilai sekarang (Present Value)

dari selisih antara penerimaan dan biaya pada tingkat diskonto tertentu. Proyek

dinyatakan layak jika NPV lebih besar atau sama dengan nol. Jika NPV sama

dengan nol berarti biaya dapat dikembalikan persis sama besar oleh proyek. Pada

kondisi tersebut proyek tidak untung dan tidak rugi, sedangkan NPV lebih kecil

dari nol proyek tidak layak dilakukan. Sumber-sumber yang dipakai proyek

tersebut lebih baik dialokasikan pada kegiatan yang lebih menguntungkan.

b. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)

Net B/C merupakan rasio antara manfaat bersih yang bernilai positif

dengan manfaat bersih yang bernilai negatif. Suatu proyek layak dilaksanakan jika

nilai Net B/C lebih besar atau sama dengan satu. Artinya manfaat yang diperoleh

(38)

proyek tidak layak untuk dilaksanakan karena manfaat yang diperoleh tidak dapat

menutupi biaya yang telah dikeluarkan .

c. Tingkat Pengembalian Internal (Internal Rate of Return, IRR)

Internal Rate of Return adalah tingkat diskonto pada saat NPV sama

dengan nol dan dinyatakan dalam persentase. Perhitungan IRR digunakan untuk

mengetahui persentase keuntungan dari suatu proyek tiap tahunnya dan

kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. Suatu proyek layak

dilaksanakan jika nilai IRR lebih besar atau sama dengan discount rate yang

berlaku. Jika nilai IRR lebih kecil dari discount rate yang berlaku, proyek tidak

layak untuk dilaksanakan.

d. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat pengaruh penurunan harga

dan kenaikan biaya yang terjadi terhadap kelayakan suatu usaha, yaitu layak

ataupun menjadi tidak layak untuk dilaksanakan. Dalam analisis sensitivitas,

setiap kemungkinan harus dicoba yang berarti bahwa setiap kali harus dilakukan

analisis kembali. Hal tersebut diperlukan karena analisis proyek biasanya

didasarkan pada proyeksi-proyeksi yang mengandung banyak ketidakpastian dan

perubahan yang akan terjadi di masa yang akan datang. Pada sektor pertanian,

proyek dapat berubah-ubah yang biasanya bersumber dari fluktuasi harga-harga

input dan output maupun perubahan pada volume produksi (Gittinger, 1986).

Analisis sensitivitas dapat dilakukan dengan pendekatan switching value

(nilai pengganti), dimana analisis tersebut mencari beberapa perubahan

maksimum yang membuat NPV sama dengan nol. Pada analisis tersebut dicari

berapa nilai pengganti pada komponen biaya dan manfaat yang masih memenuhi

kriteria minimum kelayakan atau masih mendapatkan keuntungan normal.

Keuntungan normal terjadi apabila nilai NPV sama dengan nol, Net B/C sama

dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat diskonto yang digunakan

(Gittinger, 1986).

2.9 Metode Perbandingan Eksponensial (MPE)

Metode Perbandingan Eksponensial (MPE) merupakan salah satu metode

untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak.

(39)

keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi

dengan baik pada tahapan proses. MPE mempunyai keuntungan dalam

mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis.

Dalam menggunakan MPE, ada beberapa tahapan yang harus dilakukan

yaitu:

1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih.

2. Menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk

dievaluasi.

3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau

pertimbangan kriteria.

4. Melakukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria.

5. Menghitung skor atau nilai total setiap alternatif.

6. Menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total

masing-masing alternatif.

Penentuan tingkat kepentingan kriteria dilakukan dengan cara wawancara

dengan pakar atau melalui kesepakatan curah pendapat, sedangkan penentuan skor

alternatif pada kriteria tertentu dilakukan dengan memberi nilai setiap alternatif

berdasarkan nilai kriterianya. Semakin besar nilai alternatif, semakin besar pula

skor alternatif tersebut. Total skor masing-masing alternatif keputusan relatif

berbeda secara nyata karena adanya fungsi eksponensial (Marimin dan Maghfiroh,

2010).

2.10 Penelitian Terdahulu

Rubiana (2010) melakukan penelitian tentang “Analisis Kelayakan Pembesaran Ikan Bandeng dengan Keramba Jaring Apung di Kecamatan Muara

Gembong, Kabupaten Bekasi, Provinsi Jawa Barat”. Hasil yang diperoleh dari penelitian tersebut adalah dari aspek pasar yaitu terdapat peluang permintaan dan

penawaran. Hasil analisis aspek teknis menjelaskan teknik budidaya perikanan

dengan KJA sudah dikenal di Kecamatan Muara Gembong. Aspek manajemen

usaha sederhana dengan bentuk usaha badan usaha perorangan. Aspek lingkungan

dan sosial ekonomi usaha pembesaran ikan bandeng KJA di Kecamatan Muara

Gembong memberikan dampak yang positif bagi masyarakat lingkungan sekitar

(40)

Dampak negatif yang terjadi jika tidak memperhatikan lingkungan adalah terjadi

pencemaran air akibat dari sisa pakan ikan. Dengan demikian perlu dilakukan

pemeliharaan kualitas air dan pemberian pakan sewajarnya. Disamping itu

budidaya perikanan dengan KJA bisa dijadikan alternatif teknis budidaya

perikanan yang baru selain tambak yang sering rusak karena terjadi banjir.

Hasil analisis aspek finansial menunjukkan bahwa kedua skenario yaitu

skenario I (modal sendiri) dan skenario II (modal pinjaman) layak untuk

dijalankan karena kedua skenario sudah memenuhi kriteria kelayakan investasi,

diantaranya yaitu nilai Net Present Value (NPV) lebih dari nol, nilai Net Benefit

Cost Ratio (Net B/C) lebih dari satu, Internal Rate Return (IRR) lebih dari tingkat

diskonto yang digunakan dan Payback Period (PP) berada sebelum masa proyek

berakhir. Hasil analisis sensitivitas switching value dengan dua variabel parameter

yaitu peningkatan harga pakan ikan bandeng dan penurunan penjualan ikan

bandeng dengan variabel penurunan harga jual dan penurunan produksi ikan

bandeng menunjukkan bahwa penurunan penjualan ikan bandeng lebih sensitif.

Kedua skenario menunjukkan bahwa skenario II (modal pinjaman) lebih sensitif

(peka) terhadap perubahan–perubahan yang terjadi baik pada perubahan peningkatan harga pakan ikan bandeng ataupun penurunan penjualan ikan

bandeng.

Murachman, et al. (2010) melakukan studi mengenai “Model Polikultur Udang Windu, Ikan Bandeng, dan Rumput Laut (Gracillaria Sp.) Secara

Tradisional”. Studi dilakukan dengan metode studi kasus di Dusun Tanjung Sari,

Desa Kupang, Kecamatan Jabon, Kabupaten Sidoarjo. Berdasarkan hasil

penelitian diketahui bahwa terdapat tiga faktor yang mendukung penentuan lokasi

kolam, yaitu jenis tanah di atas kolam, sumber air tawar, sumber air laut, dan

keberadaan hutan mangrove. Kualitas dan kesuburan air cukup baik dan berada

pada kisaran standar kualitas air untuk tambak. Tidak terdapat perbedaan yang

signifikan antara padat tebar untuk udang windu dan ikan bandeng pada tipe

polikultur tiga komoditi dan polikultur dua komoditi. Padat tebar rumput laut pada

polikultur tiga komoditi adalah 975 kg/ha. Keberadaan rumput laut pada

polikultur tiga komoditi dapat meningkatkan kualitas air menjadi lebih baik

(41)

tiga komoditi adalah Rp. 20.717.628 dan Rp. 11.924.115 pada polikultur dua

komoditi untuk tiap hektar tambak pada satu musim tanam.

Siboro, et al (2014) melakukan penelitian mengenai “Laju Pertumbuhan Udang Windu (Penaeus monodon), Ikan Bandeng (Chanos chanos), dan Rumput

Laut (Eucheuma cottonii, Gracilaria sp) pada Budidaya Polikultur dengan Padat

Tebar yang Berbeda di Desa Sungai Lumpur, Kabupaten OKI, Sumatera Selatan”. Penelitian tersebut bertujuan untuk mengetahui laju pertumbuhan pada Udang

Windu (Penaeus monodon), Ikan Bandeng (Chanos-chanos), dan Rumput Laut

(Eucheuma cotonii, Gracilaria sp) pada budidaya polikultur dengan padat tebar

yang berbeda. Metode pengumpulan data yang diterapkan dalam penelitian adalah

metode eksperimental dengan menggunakan rancangan acak kelompok (RAK)

dengan menggunakan uji One Away Anova dengan 2 perlakuan dan 9

pengulangan. Penelitian dilakukan pada 2 lokasi tambak dengan luas 2 ha per

tambaknya, dimana yang diamati adalah pertumbuhan setiap 10 hari selama 80

hari dengan padat tebar yang berbeda yaitu:

1. Tambak A : Padat tebar (40.000 benih udang windu, 20.000 benih ikan

bandeng, 30 kg rumput laut jenis Gracilaria sp dan 20 kg rumput laut jenis

Eucheuma cottoni)

2. Tambak B : Padat tebar (30.000 benih udang windu, 10.000 benih ikan

bandeng, 20 kg rumput laut laut jenis Gracilaria sp dan 10 kg rumput laut jenis

Eucheuma cottoni).

Hasil penelitian menunjukkan jika laju pertumbuhan berat rata-rata udang

windu tertinggi dengan nilai 7,963 % pada perlakuan A dan pada perlakuan B

dengan nilai 7,667 %. Laju pertumbuhan berat rata-rata ikan bandeng lebih tinggi

pada perlakuan A dengan nilai 6,867 %. Hal tersebut disebabkan karena dilakukan

pemberian pakan, sedangkan perlakuan B dengan nilai 6,528 %. Laju

pertumbuhan panjang udang windu telihat padat tebar yang tinggi memiliki

panjang rata-rata yang lebih tinggi dengan nilai 0,288 cm dan diikuti perlakuan B

dengan nilai 0,236 cm. Laju pertumbuhan panjang rata-rata ikan bandeng pada

Tambak A lebih tinggi dengan nilai 0,284 cm dari perlakuan B dengan nilai 0,231

cm. Secara singkat penelitian terdahulu yang terkait dengan penelitian ini

(42)

Tabel 4. Matriks penelitian terdahulu

No Nama Penulis Judul Penelitian Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu

 Penelitian ini mengkaji alternatif kebijakan untuk

 Penelitian ini membahas mengenai nilai ekonomi budidaya rumput laut secara polikultur dengan bandeng.

 Penelitian ini membahas kelayakan usaha budidaya

(43)

3. KERANGKA PENELITIAN

Sistem budidaya tambak polikultur merupakan salah satu program yang

dicanangkan oleh pemerintah yaitu pihak Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Hal tersebut dilakukan sebagai upaya untuk meningkatkan produksi komoditi

perikanan budidaya nasional dan meningkatkan tingkat kesejahteraan masyarakat

Indonesia yang bergantung hidup pada usaha budidaya tambak melalui

pemanfaatan lahan secara lebih optimal dan efisien untuk usaha budidaya tambak.

Penelitian ini dilatar belakangi adanya pemanfaatan kawasan budidaya

tambak di Desa Tambaksari untuk pelaksanaan usaha budidaya tambak polikultur.

Budidaya tambak polikultur yang mulai berkembang di Desa Tambaksari

merupakan budidaya antara ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria dalam satu

areal tambak. Areal tambak di Desa Tambaksari belum termanfaatkan secara

optimal untuk usaha budidaya polikultur sehingga potensi pengembangan

budidaya polikultur masih luas. Adanya potensi tersebut menjadikan

pengembangan usaha budidaya polikultur diharapkan dapat meningkatkan

keuntungan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat setempat khususnya yang

bermata pencaharian sebagai petambak.

Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak penting untuk

diketahui nilainya sebagai acuan dalam pengembangan budidaya polikultur di

Desa Tambaksari. Besarnya nilai ekonomi pemanfaatan kawasan tersebut erat

hubungannya dengan tingkat produktivitas hasil tambak dan secara langsung akan

berpengaruh kepada pendapatan yang diperoleh petambak. Dengan demikian,

informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petambak

polikultur sangat penting untuk diketahui. Analisis yang digunakan dalam

mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petambak polikultur

adalah analisis regresi berganda.

Nilai ekonomi pemanfaatan kawasan budidaya tambak polikultur dapat

dilihat dari tingkat produktivitas yang dihasilkan dalam pelaksanaan usaha

budidaya tambak polikultur di Desa Tambaksari. Analisis yang digunakan dalam

(44)

gambaran besarnya manfaat atau pendapatan yang diterima masyarakat dari

aktivitas budidaya polikultur tersebut.

Salah satu tujuan dari program pengembangan budidaya tambak polikultur

adalah peningkatan kesejahteraan masyarakat setempat. Indikator pencapaian

tujuan pelaksanaan budidaya polikultur dapat dilihat dari kelayakan pelaksanaan

usaha budidaya polikultur ditinjau dari analisis finansial. Dengan demikian,

analisis kelayakan finansial usaha dapat dilakukan menggunakan pendekatan cost

benefit analysis. Analisis kelayakan usaha budidaya tambak polikultur dapat

dijadikan sebagai gambaran keragaan ekonomi dan kelayakan usaha budidaya

polikultur dilihat dari aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial,

aspek lingkungan, dan aspek finansial.

Alternatif kebijakan pengembangan usaha budidaya tambak polikultur

diperlukan untuk menghasilkan suatu kebijakan pengelolaan budidaya polikultur

di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya. Penilaian terhadap alternatif kebijakan

pengembangan budidaya polikultur dilakukan dengan menggunakan metode

perbandingan eksponensial.

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai besarnya

nilai ekonomi pemanfaatan kawasan dan kelayakan usaha budidaya tambak

polikultur tersebut ditinjau dari analisis finansial. Pada akhirnya hasil penelitian

ini dapat menghasilkan suatu kebijakan pengelolaan budidaya tambak polikultur

di Desa Tambaksari, Kecamatan Tirtajaya. Berdasarkan uraian diatas, secara rinci

(45)
(46)
(47)

4. METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian

survei. Pengertian survei dibatasi pada pengertian survei sampel. Penelitian survei

sampel adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan

menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpul data yang pokok (Silalahi, 2009).

Dalam penelitian survei, informasi dikumpulkan dari responden yang mewakili

suatu populasi dengan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data

yang memuat pertanyaan-pertanyaan untuk diajukan kepada responden.

4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yaitu data primer dan data

sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan wawancara langsung

menggunakan kuesioner terhadap pengelola atau petambak budidaya polikultur 2

komoditi (ikan bandeng dan rumput laut Gracillaria). Data primer yang

dibutuhkan antara lain karakteristik petambak polikultur, karakteristik usaha

budidaya tambak polikultur, penerimaan dari hasil panen budidaya tambak

polikultur per musim panen, dan pengeluaran usaha budidaya tambak polikultur

per musim panen. Kuesioner penelitian untuk pengumpulan data primer dari

petambak responden disajikan pada Lampiran 2.

Data sekunder yang dibutuhkan dalam penelitian ini antara lain keadaan

fisik lokasi penelitian, peta wilayah penelitian, luas wilayah yang digunakan untuk

budidaya tambak polikultur, potensi perikanan dan lahan tambak di lokasi

penelitian, serta informasi lainnya yang menunjang penelitian. Keseluruhan data

sekunder dapat diperoleh melalui studi literatur, diantaranya dengan cara

pengumpulan data dari Pemerintah Kabupaten Karawang, Kementerian Kelautan

dan Perikanan, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Karawang, Desa

Tambaksari, buku referensi, internet, dan literatur-literatur lain yang mendukung.

Jenis dan sumber data serta parameter yang digunakan dalam penelitian ini

(48)

Tabel 5. Matriks jenis dan sumber data

Jenis Data Parameter Satuan Unit Sumber Data

1. Data

 Status kepemilikan lahan (sewa/milik pribadi)

 Hasil panen bandeng 1 tahun (kg/tahun)

 Luas lahan tambak di lokasi penelitian (Ha)

 Jumlah produksi perikanan budidaya (ton/tahun)

 Nilai produksi perikanan budidaya (Rp/tahun)

4.3 Metode Pengambilan Contoh

Pengambilan contoh pada penelitian ini dilakukan untuk mencari

informasi yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Metode pengambilan data atau

sampel adalah sampling jenuh (sensus). Metode pengambilan sampel tersebut

merupakan teknik penentuan sampel apabila jumlah populasi relatif kecil atau

Gambar

Tabel 1.  Produksi perikanan tangkap dan perikanan budidaya nasional Tahun 2010 - 2014
Tabel 2 menunjukkan bahwa sektor perikanan Kabupaten Karawang
Tabel 3.  Produksi dan nilai produksi perikanan tambak Kabupaten Karawang berdasarkan Kecamatan Tahun 2013
Gambar 1. Ikan bandeng (Chanos chanos)
+7

Referensi

Dokumen terkait

4.8 Mempraktikkan ungkapan penyampaian terima kasih, permintaan maaf, tolong, dan pemberian pujian, ajakan, pemberitahuan, perintah, dan petunjuk kepada

The aim of this paper is to analyse the operational costs of the Pu-Shin wholesale ®sh market in Taiwan, using both the activity-based costing (ABC) model and the simulation

Dokumen ini dan informasi yang dimilikinya adalah milik Prodi Magister Teknik Informatika-UAJY dan bersifat rahasia. Dilarang untuk mereproduksi dokumen.. ini tanpa diketahui

ADM Jakarta bagian Assembly Plant yang mengalami time based WIF tidak dapat memenuhi tuntutan waktu pada perannya sebagai istri juga ibu karena waktu yang ia

Berdasarkan tabel 5.9 dan 5.12 menunjukkan tabulasi silang kebiasaan mengkonsumsi teh dan kopi dengan pemeriksaan nilai kadar hemoglobin sebelum menstruasi

Hasil analisis statistik untuk tanaman tomat pada tinggi tanaman umur 40 dan 80 HST, tidak berbeda nyata di setiap perlakuan baik tomat yang ditanam sistem tunggal maupun yang

Satuan kegiatan harian (SKH) dapat disusun dalam bentuk, antara lain SKH model pembelajaran kelompok, SKH pembelajaran berdasarkan minat dengan sudut kegiatan, dan SKH

berpengaruh secara tidak langsung terhadap kinerja manajerial melalui ketidakpastian lingkungan dan informasi yang berhubungan dengan tugas tidak terbukti, hal ini