• Tidak ada hasil yang ditemukan

Induction of gonadal maturation in female catfish (Clarias sp.) with PMSG hormone and Spirulina

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Induction of gonadal maturation in female catfish (Clarias sp.) with PMSG hormone and Spirulina"

Copied!
99
0
0

Teks penuh

(1)

PEMACUAN KEMATANGAN GONAD

IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) BETINA

DENGAN KOMBINASI HORMON PMSG DAN Spirulina

NOVI MAYASARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Pemacuan Kematangan Gonad Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Betina dengan Kombinasi Hormon PMSG dan Spirulina

adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka pada bagian akhir tesis ini.

Bogor, Januari 2012

Novi Mayasari

(3)

ABSTRACT

NOVI MAYASARI. Induction of gonadal maturation in female catfish (Clarias sp.) with PMSG hormone and Spirulina. Under direction of AGUS OMAN SUDRAJAT and TJANDRA CHRISMADHA

The demand of catfish in the market has been growing annually. It is a significant errand for farmers to provide an amount of seed continually in an adequate number in order to support catfish production. Rematuration is one of the ways to enhance spawning frequency. The aim of the research was to develop a process for accelerate gonad maturity of female catfish using combination of Pregnant Mare Serum Gonadotropin (PMSG) mix hormone and the addition of Spirulina in feeds. PMSG dosage used were 0 IU, 5 IU, 10 IU and 20 IU , whereas Spirulina were 0%, 1.5% and 3%. The results showed that gonad maturity process of female catfish could be accelerated only in 4 weeks by administering the combination of PMSG mix hormone and Spirulina supplementation in the feeds. The treatment of PMSG mix 5 IU/kg weight seemed to be significantly effective to accelerate gonad maturity in female catfish.

Keywords : catfish, gonad maturation, PMSG mix, Spirulina

(4)

(Clarias sp.) Betina dengan Kombinasi Hormon PMSG dan Spirulina. Dibimbing oleh AGUS OMAN SUDRAJAT dan TJANDRA CHRISMADHA.

Ikan lele merupakan salah satu dari sepuluh komoditas perikanan unggulan yang ditetapkan oleh Kementrian Perikanan dan Kelautan (KKP).

Permintaan akan ikan lele di pasar semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh karena itu produksi ikan ini pun semakin meningkat setiap tahun. Salah satu upaya untuk meningkatkan produksi adalah dengan peningkatan frekuensi pemijahan. Oleh karena itu proses percepatan kematangan gonad/rematurasi perlu dilakukan. Jika ditinjau dari segi endokrin maupun dari segi penambahan nutrisi aditif pada pakan maka hal ini sangat mungkin dilakukan. Dari segi endokrin, aplikasi hormon eksogen untuk merangsang reproduksi ikan sering dilakukan karena biasanya sinyal lingkungan kurang mampu mengaktivasi ikan untuk segera bereproduksi. Melalui penggunaan pakan dengan kualitas yang baik dapat menunjang reproduksi ikan sehingga produktivitas yang dihasilkan pun semakin tinggi.

Pregnant mare serum gonadotropin (PMSG) merupakan chorionic gonadotropin dari jenis kuda yang disekresikan oleh endometrium di rahim kuda hamil. Hormon PMSG biasa digunakan untuk menginduksi superovulasi pada mamalia. Hormon ini adalah hormon yang kandungannya berupa folikel stimulating hormone (FSH) dan luteinizing hormone (LH). PMSG merangsang terjadinya lonjakan kadar GnRH yang selanjutnya akan mempengaruhi pituitary

untuk memproduksi gonadotropin. Setelah itu gonadotropin akan merangsang

ovary untuk proses pematangan telur pada ikan. Hormon PMSG ini mampu merangsang pertumbuhan sel interstisial ovarium, pertumbuhan dan pemasakan folikel. Dengan kemampuan tersebut, PMSG diharapkan mampu meningkatkan diameter telur ikan dan selanjutnya menyebabkan kematangan telur terjadi.

Spirulina merupakan salah satu jenis mikroalga yang memiliki nilai nutrisi yang cukup tinggi. Kadar protein Spirulina dilaporkan berkisar antara 60-70%. Spirulina merupakan sumber gamma linolenic acid (GLA), asam lemak esensial tak jenuh ganda. Asam lemak esensial ini adalah prekursor untuk prostaglandin. Prostaglandin berperan sebagai hormon yang membantu pada ovulasi yaitu saat pecahnya sel folikel. Penggunaan 3% Spirulina dalam pakan ikan patin (Pangasius bocourti) mampu meningkatkan kemampuan reproduksi ikan tersebut. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ikan nila yang hanya diberi makan Spirulina saja bisa tetap normal bereproduksi sepanjang tiga generasi. Penggunaan Spirulina dalam pakan kerang/bay scallops juga berhasil untuk pematangan gonad yang normal serta menghasilkan fekunditas dan derajat penetasan yang tinggi.

(5)

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan November 2011. Pakan merupakan pakan laboratorium (kadar protein 30%) yang biasa digunakan untuk pembesaran ikan lele. Penambahan Spirulina dilakukan sewaktu pembuatan pakan sesuai dengan dosis yang diinginkan. Selama pemeliharaan ikan diberi makan dengan feeding rate sebesar 3% dari bobot tubuhnya. Frekuensi pemberian pakan yaitu 2 kali pada pukul 08.00 dan 16.00 WIB.

Induk ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang digunakan berasal dari petani ikan di daerah Cianjur dan Sawangan (Depok). Bobot induk yang digunakan berkisar antara 216-858 g/ ikan. Adaptasi pakan dilakukan terlebih dahulu selama 1 minggu sebelum penelitian dimulai. Penyeragaman tingkat kematangan gonad dilakukan sebelum penelitian sehingga ikan dalam keadaan kosong (tidak ada telur). Hormon PMSG mix yang digunakan merupakan produk dari Intervet dengan nama dagang PG600. Penelitian ini menggunakan wadah berupa 12 buah bak semen berukuran 2.5 x 1.2 x 0.5 m. Selain itu juga digunakan wadah plastik sebanyak 80 buah dengan ukuran 25 x 25 x 10 cm yang akan digunakan pada proses inkubasi, penetasan telur dan pemeliharaan larva.

Perlakuan yang diujicobakan dalam penelitian ini sebanyak 12 perlakuan yang merupakan kombinasi dari dosis hormon PMSG mix dan dosis Spirulina. Dosis PMSG yang akan diujicobakan sebanyak 4 dosis masing-masing sebesar 0 IU, 5 IU, 10 IU dan 20 IU, sedangkan dosis Spirulina sebanyak 3 dosis yaitu 0%, 1.5% dan 3%. Penyuntikan hormon dilakukan sebanyak 4 kali dengan interval selama 1 minggu. Setiap perlakuan menggunakan satu wadah dan tiap wadah diisi 9 ekor ikan. Sebanyak 5 ikan diamati performa reproduksinya pada akhir penelitian sedangkan 4 lainnya masing-masing diambil seekor tiap minggu untuk pengamatan histologi gonad.

Penambahan Spirulina dalam pakan menyebabkan peningkatan terhadap kadar lemak maupun kadar protein pakan. Akan tetapi kadar serat kasar mengalami penurunan dengan adanya penambahan Spirulina. Kadar asam lemak jenuh dan asam lemak monoenoat di pakan menurun dengan adanya penambahan 1.5% Spirulina, namun dengan penambahan yang semakin tinggi (3%) menyebabkan kadar asam lemak tersebut naik kembali. Hal yang sama juga terjadi pada kadar asam lemak n-3, eicosapentaenoic Acid (EPA) dan

docosahexaenoic Acid (DHA). Sebaliknya terlihat ada peningkatan kadar asam lemak n-6 dan juga GLA dalam pakan seiring dengan bertambahnya dosis Spirulina yang digunakan. Rasio asam lemak n-6 dibanding dengan n-3

(6)

rata-rata sebesar 137291 (yang berkisar antara 98467 – 195618) butir telur/kg induk.

Penambahan Spirulina dalam pakan dengan dosis berbeda memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter telur, dimana dosis 3% memberikan hasil yang terbaik (p<0.10). Perlakuan penyuntikan hormon PMSG mix memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap diameter telur ikan (p<0.10). Secara umum terlihat bahwa diameter telur ikan lele dumbo bertambah seiring dengan lamanya waktu penelitian. Perkembangan kematangan gonad juga dapat terlihat dari nilai GSI dan HSI pada penelitian ini.

Perlakuan penyuntikan hormon PMSG mix dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa hormon) juga memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap FR dan HR (p<0.10). Pemberian perlakuan kombinasi hormon PMSG mix dan Spirulina (pada perlakuan C sampai perlakuan L) jika dibandingkan dengan perlakuan A (0%; 0 IU) dan perlakuan B (1.5%; 0 IU) memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap nilai FR dan HR (p<0.10). Nilai FR dan HR yang diperoleh pada penelitian ini (perlakuan C sampai perlakuan L) juga cukup besar yaitu lebih dari 80%.

Hasil uji Dunn terhadap data SR4 menunjukkan bahwa perlakuan hormon

PMSG mix dan penambahan Spirulina dalam pakan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap SR4 jika dibandingkan dengan perlakuan A dan B

(p<0.10). Penambahan Spirulina 1.5% dan hormon PMSG mix 20 IU (pada perlakuan K) memberikan pengaruh yang lebih baik dimana hasil rata-rata SR4

lebih besar dibandingkan perlakuan lainnya. Persentase abnormalitas larva pada penelitian ini berkisar antara 0-0.91%. Penambahan Spirulina 1.5% dalam pakan ikan (perlakuan E dan H) mampu mengurangi persentase abnormalitas jika dibandingkan dengan perlakuan yang tidak ditambah Spirulina.

Hasil penelitian menunjukkan proses rematurasi pada ikan lele dumbo betina dapat dipercepat menjadi hanya 4 minggu (28 hari) pasca pemijahan dengan penyuntikan hormon PMSG mix dan pemberian pakan bersuplemen

(7)

© Hak Cipta milik IPB, Tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik dan tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(8)

PEMACUAN KEMATANGAN GONAD

IKAN LELE DUMBO (Clarias sp.) BETINA

DENGAN KOMBINASI HORMON PMSG DAN Spirulina

NOVI MAYASARI

Tesis

Sebagai salah satusyarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Akuakultur

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(9)

Judul : Pemacuan Kematangan Gonad Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Betina dengan Kombinasi Hormon PMSG dan Spirulina

Nama : Novi Mayasari NRP : C151090181

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr.Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc.

Ketua Anggota

Drs. Tjandra Chrismadha, M.Sc

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Ilmu Akuakultur

Prof.Dr. Enang Harris Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr.

(10)
(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Mei sampai dengan November 2011 ini ialah rematurasi pada ikan lele dumbo, dengan judul Pemacuan Kematangan Gonad Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) Betina dengan Kombinasi Hormon PMSG dan Spirulina

Dengan keikhlasan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr.Ir. Agus Oman Sudrajat, M.Sc., Drs. Tjandra Chrismadha, M.Sc. selaku pembimbing yang telah memberikan arahan, masukan dan pembimbingan terhadap kesempurnaan tesis ini.

2. Prof.Dr. Enang Harris selaku Ketua Program Studi Ilmu Akuakultur (AKU) SPs IPB.

3. Ir. Harton Arfah, M.Si atas saran dan masukan yang diberikan dalam ujian akhir untuk kesempurnaan tesis ini.

4. Pimpinan LIPI melalui Bapak Sekertaris Utama-LIPI yang telah memberikan kesempatan kepada penulis melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana IPB melalui karyasiswa LIPI.

5. Dr. Tri Widiyanto, M.Si. selaku Kepala Pusat Penelitian Limnologi-LIPI dan Ir. Lukman, M.Si. selaku Kepala Bidang Produktivitas Perairan Darat, Puslit Limnologi-LIPI yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan studi.

6. Ayahanda Marsidi (Alm), Ibunda Sumiyati, Ayahanda Sukiran, Ibunda Ngatini, Eyang Kakung Sahli serta Eyang Putri Sarni yang selalu memberikan doa dan dukungan selama penulis menyelesaikan pendidikan 7. Suami tercinta Agus Waristriatmaja dan ananda Nararya Hylmi Kenzie yang

selalu memberikan semangat dan doa selama penulis menyelesaikan pendidikan

8. Teman-teman Akuakultur 2009 yang selalu menemani penulis mulai dari awal pendidikan hingga selesai

9. Seluruh anggota Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika Ikan BDP-IPB, terutama Erna Thalib, Wahyuni Fanggitasik, Safrizal dan Aras Syazili serta Fajarruddin Manurung yang telah menemani dan memberikan bantuan selama penelitian.

10.Seluruh teknisi di Kolam Percobaan, FPIK IPB yang telah memberikan bantuan selama penelitian.

11.Semua pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak bisa disebutkan satu persatu.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2012

(12)

Penulis dilahirkan di Metro, Lampung pada tanggal 7 Oktober 1983. Penulis merupakan anak dari Bapak Marsidi (alm) dan Ibu Sumiati. Penulis adalah bungsu dari dua bersaudara.

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR TABEL ... xiv

DAFTAR GAMBAR ... xv

DAFTAR LAMPIRAN ... xvi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan dan Manfaat ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA ... 5

Perkembangan Gonad Ikan ... 5

Peranan Hormon PMSG ... 8

Peranan Spirulina ... 10

BAHAN DAN METODE ... 13

Waktu dan Tempat Penelitian ... 13

Bahan dan Alat ... 13

Metode Penelitian ... 14

Pelaksanaan Penelitian ... 17

Analisis Statistik ... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 21

Hasil ... 21

Pembahasan ... 42

SIMPULAN DAN SARAN ... 49

Simpulan ... 49

Saran …. ... 49

DAFTAR PUSTAKA ... 51

(14)

Halaman

1. Kandungan asam lemak esensial dalam Spirulina ... 11

2. Perlakuan penelitian pemacuan kematangan gonad ikan lele

dumbo betina dengan hormon PMSG dan Spirulina ... 15

3. Analisa proksimat (% bobot kering) dan total asam lemak

(% area) terhadap Spirulina dan pakan perlakuan ... 21

4. Diameter telur ikan lele dumbo selama penelitian ... 22

5. Perkembangan kematangan gonad ikan lele dumbo dengan

pemberian kombinasi hormon PMSG dan Spirulina ... 23

6. Perkembangan kematangan gonad dan kinerja reproduksi ikan

lele dumbo betina yang diberi perlakuan kombinasi hormon

PMSG dan Spirulina (variabel pada uji Kruskal wallis

dikelompokkan berdasarkan hormon PMSG) ... 37

7. Perkembangan kematangan gonad dan kinerja reproduksi ikan

lele dumbo betina yang diberi perlakuan kombinasi hormon

PMSG dan Spirulina (variabel pada uji Kruskal wallis

dikelompokkan berdasarkan Spirulina) ... 38

8. Perkembangan kematangan gonad dan kinerja reproduksi ikan

lele dumbo betina yang diberi perlakuan kombinasi hormon

PMSG dan Spirulina (variabel pada uji Kruskal wallis

dikelompokkan berdasarkan kombinasi hormon PMSG dan

Spirulina) ... 39

(15)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 0 IU dan Spirulina 0% ... 24

2. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 0 IU dan Spirulina 1.5% ... 25

3. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 0 IU dan Spirulina 3% ... 26

4. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 5 IU dan Spirulina 0% ... 27

5. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 5 IU dan Spirulina 1.5% ... 28

6. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 5 IU dan Spirulina 3% ... 29

7. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 10 IU dan Spirulina 0% ... 30

8. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 10 IU dan Spirulina 1.5% ... 31

9. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 10 IU dan Spirulina 3% ... 32

10.Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 20 IU dan Spirulina 0% ... 33

11.Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 20 IU dan Spirulina 1.5% ... 34

12.Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi

hormon PMSG mix 20 IU dan Spirulina 3% ... 35

13.Kelangsungan hidup larva setelah 4 hari / SR4 (%) ... 40

(16)

Halaman

1. Produksi perikanan budidaya lele (ton) ... 57

2. Produksi benih ikan lele ... 57

3. Komposisi pakan laboratorium untuk ikan lele dumbo ... 58

4. Prosedur analisis proksimat ... 59

5. Prosedur penyiapan preparat histologi gonad ... 63

6. Histogram diameter telur ikan lele dumbo betina yang diberi perlakuan hormon PMSG dan Spirulina ... 66

7. Hasil analisa asam lemak pada pakan perlakuan yang ditambahkan Spirulina ... 68

8. Kinerja reproduksi induk ikan lele dumbo yang diberi perlakuan hormon PMSG dan Spirulina ... 69

9. Hasil analisa data dengan program SPSS ver.16 ... 72

10.Contoh perhitungan uji Dunn ... 82

11.Perhitungan analisa ekonomi ... 85

(17)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan lele merupakan salah satu dari sepuluh komoditas perikanan

unggulan yang ditetapkan oleh Kementrian Perikanan dan Kelautan (KKP).

Permintaan akan ikan lele di pasar semakin meningkat dari tahun ke tahun. Oleh

karena itu produksi ikan ini pun semakin meningkat setiap tahun. KKP (2010)

melaporkan bahwa selama periode tahun 2005-2009 terjadi peningkatan produksi

sebesar 108.62% (Lampiran 1) atau rata-rata peningkatan produksi setiap

tahunnya yaitu 23.33% . Pada kegiatan pembenihan, faktor induk menjadi penentu

keberhasilan kegiatan. Ketersediaan benih yang berkualitas dalam jumlah cukup

dan kontinu menjadi suatu keharusan bagi pembudidaya untuk menunjang

peningkatan produksi. Selama periode tahun 2008-2009 terjadi peningkatan

produksi benih lele yaitu sebesar 2.21% (Lampiran 2).

Pemijahan induk lele pada skala produksi massal seringkali dilakukan

melalui induce spawning maupun induce breeding. Diketahui bahwa ikan lele

dumbo (Clarias sp.) mampu memijah sepanjang tahun. Dalam satu tahun secara

alami (dengan pemberian pakan biasa) ikan lele mampu memijah sampai dengan

3 kali. Untuk dapat meningkatkan produksi maka diperlukan peningkatan

frekuensi pemijahan. Oleh karena itu proses percepatan kematangan

gonad/rematurasi perlu dilakukan. Jika ditinjau dari segi endokrin maupun dari

segi penambahan nutrisi aditif pada pakan maka hal ini sangat mungkin

dilakukan. Dari segi endokrin, aplikasi hormon eksogen untuk merangsang

reproduksi ikan seringkali dilakukan karena biasanya sinyal lingkungan kurang

mampu mengaktivasi ikan untuk segera bereproduksi. Melalui penggunaan pakan

dengan kualitas yang baik dapat menunjang reproduksi ikan sehingga

produktivitas yang dihasilkan pun semakin tinggi.

PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) atau chorionic gonadotropin

dari jenis kuda disekresikan oleh endometrium di rahim kuda hamil.

Hormon ini dapat ditemukan dalam darah kuda hamil antara hari ke-40 dan 120

kehamilan, mencapai puncaknya sekitar hari ke-60. Sebelum pengukuran PMSG

dibutuhkan tes khusus untuk kehamilan karena hormon hanya ditemukan dalam

(18)

lagi. Hormon PMSG biasa digunakan untuk menginduksi superovulasi pada

mamalia. Hormon ini adalah hormon yang kandungannya berupa FSH (folikel

stimulating hormone) dan LH (luteinizing hormone). PMSG merangsang

terjadinya lonjakan kadar GnRH yang selanjutnya akan mempengaruhi pituitary

untuk memproduksi gonadotropin (Bolamba et al. 1992). Setelah itu gonadotropin

akan merangsang ovary untuk proses pematangan telur pada ikan. Menurut

Partodiharjo (1987) dalam Basuki (1990), PMSG sangat banyak mengandung

unsur daya kerja FSH dan sedikit LH, sedangkan HCG (Human Chorionic

Gonadotropin) memiliki potensi LH yang amat kuat.

Perbaikan yang dilakukan pada nutrisi dan pemberian pakan ke induk

ikan telah menunjukkan peningkatan yang besar tidak hanya pada sperma dan

telur, akan tetapi juga pada produksi benih. Perkembangan gonad dan fekunditas

(jumlah telur yang dihasilkan induk) juga dipengaruhi beberapa nutrien tertentu,

terutama pada ikan yang memijah secara terus-menerus dengan periode

vitelogenesis yang pendek (Izquierdo et al. 2001).

Dalam proses pematangan gonad, induk ikan perlu mendapatkan nutrisi

yang mampu menunjang perkembangan gonadnya. Spirulina merupakan salah

satu jenis mikroalga yang memiliki nilai nutrisi yang cukup tinggi. Kadar protein

Spirulina dilaporkan berkisar antara 55-70%. Penelitian mengenai penggunaan

Spirulina dalam pakan ikan patin (Pangasius bocourti) dilaporkan mampu

meningkatkan performa reproduksi ikan tersebut (Meng-Umphan 2009).

Penelitian lain juga menyebutkan bahwa ikan nila yang hanya diberi makan

Spirulina saja bisa tetap normal bereproduksi sepanjang tiga generasi (Lu &

Takeuchi 2004). Zhou et al. (1991) melaporkan bahwa penggunaan Spirulina

dalam pakan kerang/bay scallops berhasil untuk pematangan gonad yang normal

serta menghasilkan fekunditas dan derajat penetasan yang tinggi.

Dengan melakukan pendekatan dari segi hormonal (PMSG mix) maupun

dari segi nutrisi aditif dalam pakan (Spirulina) maka diharapkan adanya

percepatan kematangan gonad dari ikan lele dumbo. Selain itu diharapkan pula

telur yang dihasilkan berkualitas baik sehingga derajat pembuahan dan derajat

penetasannya tinggi. Proses pemacuan kematangan gonad pada ikan lele betina di

(19)

penambahan Spirulina dalam pakan diharapkan mampu meningkatkan produksi

sehingga ketersediaan benih cukup dan kontinu.

Tujuan dan Manfaat

Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan proses percepatan

kematangan gonad pada ikan lele dumbo (Clarias sp.) betina di luar musim

pemijahan dengan menggunakan kombinasi dosis PMSG mix serta penambahan

Spirulina dalam pakan. Hasil dari penelitian ini diharapkan mampu memberikan

kontribusi terhadap peningkatan produksi ikan lele dumbo.

Hipotesis

Penggunaan kombinasi penyuntikan hormon PMSG mix dan penambahan

Spirulina dalam pakan mampu memacu kematangan gonad dari ikan lele dumbo

(Clarias sp.) betina sehingga reproduksinya lebih cepat daripada pemeliharaan

(20)
(21)

5

TINJAUAN PUSTAKA

Perkembangan Gonad Ikan

Effendie (1997) menyebutkan bahwa pengetahuan mengenai tingkat

kematangan gonad (TKG) sangat penting dan akan menunjang keberhasilan

pembenihan ikan. Hal ini karena pengetahuan tersebut akan mempermudah dalam

pemilihan calon-calon induk ikan yang akan dipijahkan. Seiring dengan

berkembangnya TKG, diameter telur yang ada dalam gonad juga semakin

membesar sebagai hasil dari akumulasi kuning telur, hidrasi, dan pembentukan

butir-butir minyak yang berjalan secara berurutan.

Perkembangan gonad pada ikan dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu

tahap pertumbuhan gonad hingga mencapai tingkat dewasa kelamin dan tahap

pematangan produksi seksual. Tahap pertumbuhan berlangsung sejak ikan

menetas hingga dewasa kelamin, sedangkan tahap pematangan berlangsung

setelah ikan dewasa. Tahap pematangan akan terus berlangsung dan

berkesinambungan selama fungsi reproduksi berjalan normal (Lagler et al. 1977).

Selama proses reproduksi, sebagian energi akan dipakai untuk

perkembangan gonad. Bobot gonad ikan akan mencapai maksimum sesaat ikan

akan memijah dan kemudian akan menurun dengan cepat selama proses

pemijahan berlangsung hingga selesai. Effendie (1997) menyatakan umumnya

pertambahan bobot gonad ikan betina pada saat stadium matang gonad dapat

mencapai 10-25% dari bobot tubuh dan pada ikan jantan 5-10%. Selain itu,

disebutkan pula bahwa dengan semakin meningkatnya tingkat kematangan gonad,

diameter telur yang ada dalam gonad juga akan bertambah semakin besar.

Tingkat kematangan gonad ikan menurut Nikolsky (Bagenal dan Braum 1968)

yang diacu dalam Effendie (1979):

1. Tidak masak

Individu muda belum berhasrat dalam reproduksi; gonad sangat kecil

2. Tahap istirahat

Produk seksual belum mulai berkembang; gonad kecil ukurannya; telur

(22)

3. Pemasakan

Telur-telur dapat dibedakan oleh mata biasa; pertambahan berat gonad

dengan cepat sedang berjalan

4. Masak

Produk seksual masak; gonad mencapai berat yang maksimum tetapi

produk seksual tersebut belum keluar bila perutnya ditekan

5. Reproduksi

Produk seksual keluar bila perut ditekan perlahan; berat gonad turun

dengan cepat dari awal pemijahan sampai selesai

6. Kondisi salin

Produk seksual telah dikeluarkan; lubang pelepasan kemerah-merahan;

gonad seperti kantung kempis; ovari biasanya berisi beberapa telur sisa

7. Tahap istirahat

Produk seksual sudah dilepaskan; lubang pelepasan tidak

kemerah-merahan lagi; gonad bentuknya kecil; telur belum dapat dibedakan oleh

mata biasa.

Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan belanak (Mugil dussumieri) modifikasi

dari Cassie (Effendie dan Subardja 1977 dalam Effendie 1979) :

1. TKG I

Ovari seperti benang, panjang sampai ke depan rongga tubuh. Warna

jernih. Permukaan licin.

2. TKG II

Ukuran ovari lebih besar. Pewarnaan lebih gelap kekuning-kuningan.

Telur belum terlihat jelas dengan mata.

3. TKG III

Ovari berwarna kuning. Secara morfologi telur mulai kelihatan butirnya

dengan mata

4. TKG IV

Ovari makin besar, telur berwarna kuning, mudah dipisahkan. Butir

(23)

5. TKG V

Ovari berkerut, dinding tebal, butir telur sisa terdapat di dekat pelepasan.

Banyak telur seperti pada TKG II.

Perkembangan ovarium dapat terlihat dari adanya peningkatan nilai indeks

gonad somatik yang disebabkan oleh perkembangan stadia oosit. Pada saat

perkembangan oosit terjadi pula perubahan morfologis yang mencirikan

masing-masing stadianya. Chinabut et al. (1991) membagi oosit dalam 6 kelas/stadium

untuk Clarias sp, dimana setiap stadium dicirikan sebagai berikut:

 Stadium 1 : oogonia dikelilingi satu lapis set epitel dengan pewarnaan

hematoksilin-eosin plasma berwarna merah jambu, dengan inti yang besar

di tengah.

 Stadium 2 : oosit berkembang ukurannya, sitoplasma bertambah besar, inti

biru terang dengan pewarnaan, dan terletak masih di tengah sel. Oosit

dilapisi oleh satu lapis epitel.

 Stadium 3 : pada stadium ini berkembang sel folikel dan oosit membesar

dan provitilin nukleoli mengelilingi inti.

 Stadium 4 : euvitilin inti telah berkembang dan berada disekitar selaput

inti. Stadium ini merupakan awal vitelogenesis yang ditandai dengan

adanya butiran kuning telur pada sitoplasma. Pada stadium ini, oosit

dikelilingi oleh dua lapis sel dan lapisan zona radiata tampak jelas pada

epitel folikular.

 Stadium 5 : stadia peningkatan ukuran oosit karena diisi oleh kuning telur.

Butiran kuning telur bertambah besar dan memenuhi sitoplasma dan zona

radiata terlihat jelas.

 Stadium 6 : inti mengecil dan selaput inti tidak terlihat, inti terletak di tepi.

Zona radiata, sel folikel dan sel teka terlihat jelas.

Ukuran telur juga memiliki peran penting dalam kelangsungan hidup ikan.

Benih ikan brown trout yang berasal dari telur yang berukuran besar mempunyai

daya hidup yang lebih tinggi daripada benih ikan yang berasal dari telur yang

berukuran kecil. Hal ini terjadi karena kandungan kuning telur yang berukuran

(24)

makanan yang cukup untuk membuat daya tahan tubuh yang lebih tinggi

dibanding dengan telur-telur yang berukuran kecil (Bagenal 1969).

Woynarovich dan Horvath (1980) menyatakan bahwa induk yang pantas

dipijahkan adalah induk yang telah melewati fase pembentukan kuning telur (fase

vitellogenesis) dan masuk ke fase dorman. Fase pembentukan kuning telur

dimulai sejak terjadinya penumpukan bahan-bahan kuning telur da!am sel telur

dan berakhir setelah sel telur mencapai ukuran tertentu atau nukleolus tertarik ke

tengah nukleus. Setelah fase pembentukan kuning telur berakhir, sel telur tidak

mengalami perubahan bentuk selama beberapa saat, tahap ini disebut fase istirahat

(dorman). Menurut Lam (1985), apabila rangsangan diberikan pada saat ini, maka

akan menyebabkan terjadinya migrasi inti ke perifer, kemudian inti pecah atau

melebur pada saat pematangan oosit, ovulasi (pecahnya folikel), dan oviposisi.

Apabila kondisi lingkungan tidak cocok dan rangsangan tidak tersedia maka telur

dorman tersebut akan mengalami degenerasi (rusak) lalu diserap kembali oleh

lapisan folikel (atresia). Faktor-faktor eksternal lain yang menyebabkan terjadinya

atresia adalah ketersediaan pakan, sedangkan faktor internal adalah umur telur.

Ukuran sel telur juga berhubungan dengan fekunditas. Makin banyak telur

yang dipijahkan maka ukuran telurnya makin kecil, misalnya ikan cod

(diameternya 1-1,7mm) produksinya 10 juta telur dan Salmon Atlantik yang

memiliki diameter telur 5-6 mm, produksi telurnya 2.000-3.000 butir (Blaxter

1969).

Peranan Hormon PMSG

Superovulasi merupakan suatu cara untuk meningkatkan jumlah anak per

kelahiran dan sekresi hormon mammogenik seperti estradiol dan progesteron

selama kebuntingan (Manalu et al. 1999). Superovulasi pada kambing etawa

dengan dosis PMSG sebesar 15 IU/kg bobot badan dapat meningkatkan

produktivitas kambing berdasarkan produksi susu dan bobot badan anak serta

keuntungan, yang sejalan dengan peningkatan jumlah korpus luteum, konsentrasi

hormone progesteron, estrogen selama bunting, volume ambing dan bobot badan

anak (Adriani et al. 2003).

Hormon yang bekerja pada proses pematangan gonad ikan adalah

(25)

gonadotropin yang sering digunakan dalam penelitian-penelitian. Hormon PMSG

ini memiliki aktivitas biologi serupa FSH dan LH dimana pengaruh FSH-nya

lebih besar. PMSG merangsang terjadinya lonjakan kadar GnRH yang selanjutnya

akan mempengaruhi pituitary untuk memproduksi gonadotropin (Bolamba et al.

1992). Setelah itu gonadotropin akan merangsang ovari untuk proses pematangan

telur pada ikan.

PMSG lebih sering digunakan pada superovulasi sapi perah daripada FSH

dan LH karena memiliki waktu paruh yang lebih panjang mencapai 123 jam

(Menzer and Schams 1979 dalam Supriatna et al. 1998), namun terhadap hipofisis

menyebabkan penekanan produksi LH (Yadav 1983 dalam Supriatna et al. 1998).

Penelitian bioassay menunjukkan bahwa hormon PMSG ada dalam peredaran

darah dari kelinci dan kuda (Catchpole et al. 1935; Cole et al. 1967 dalam

McIntosh et al. 1975), tikus (Parlow and Ward 1961 dalam McIntosh et al. 1975)

selama paling sedikit 20 jam setelah penyuntikan intravenous. Sebaliknya, FSH

dan LH secara cepat akan hilang dari peredaran darah manusia (Kohler et al.

1968; Coble et al. 1969 dalam McIntosh et al. 1975) dan kambing (Akbar et al.

1974 dalam McIntosh et al. 1975).

Hormon PMSG ini mampu merangsang pertumbuhan sel interstisial

ovarium, pertumbuhan dan pemasakan folikel. Dengan kemampuan tersebut,

PMSG diharapkan mampu meningkatkan diameter telur ikan dan selanjutnya

menyebabkan kematangan telur terjadi. Jika ikan sudah matang gonad (diameter

telur bertambah dan telur sudah matang) maka telur akan siap untuk diovulasikan.

Proses tersebut membutuhkan rangsangan hormon sehingga ovulasi pun dapat

terjadi. Untuk itu digunakan hormon HCG (Human Chorionic Gonadotropin)

yang kandungannya adalah LH. Hormon HCG ini memiliki peranan penting untuk

merangsang ovulasi, pecahnya folikel dan pengeluaran oosit yang telah matang

(Rudiana 2000).

Pemberian salmon Gonadotropin Realizing Hormone analog + anti

dopamine (sGnRH-a + ad) dan PMSG secara terpisah dapat menstimulasi

kematangan telur tahap akhir dan ovulasi dari induk ikan gabus. Induksi dengan

PMSG menghasilkan diameter telur yang lebih besar dibandingkan dengan

(26)

terovulasi dengan induksi sGnRH-a + ad lebih banyak dibandingkan jumlah telur

terovulasi dengan induksi PMSG. Perlakuan dengan sGnRH-a + ad dan PMSG

menghasilkan daya fertilitas dan daya tetas telur yang tinggi. Kelangsungan hidup

dari larva yang didapat dengan induksi hormonal dengan PMSG selama

pemeliharaan 14 hari yaitu 100% (Fitriliyani 2005).

Peranan Spirulina

Di antara mikroalga digunakan sebagai bahan makanan, makanan

suplemen dan pakan ternak di banyak bagian dunia, Spirulina sp. adalah yang

paling populer karena memiliki nilai gizi yang tinggi dan efektivitas biaya pada

skala budidayanya. Spirulina adalah sumber asam linolenat gamma (GLA, ~ 1%),

asam lemak esensial tak jenuh ganda. Asam lemak esensial ini adalah prekursor

untuk prostaglandin tubuh (PGE1), hormon utama yang mengontrol banyak fungsi

tubuh. PGE1 terlibat dalam banyak tugas termasuk pengaturan tekanan darah,

sintesis kolesterol, inflamasi dan proliferasi sel. PGE1 biasanya terbentuk dari

asam linolenat yang ada di makanan dan GLA diubah menjadi PGE1.

Lemak jenuh yang berlebih dalam pakan dapat menyebabkan defisiensi

GLA dan menekan pembentukan prostaglandin. Beberapa penelitian

menunjukkan bahwa pada banyak problem kesehatan dan penyakit ditemukan

adanya kekurangan GLA. Oleh karena itu asupan GLA dari makanan sangatlah

penting. Sumber GLA dari makanan yaitu air susu ibu, ekstrak minyak dari

evening primrose, blackcurrant dan borage seed. Spirulina merupakan salah satu

sumber GLA, dimana 10 gram Spirulina mengandung 135 mg GLA (Tabel 1).

Kandungan GLA dalam Spirulina lebih tinggi dibandingkan dengan sumber

makanan lainnya (Henrikson 2009).

James et al. (2006) menyebutkan penggunaan Spirulina dalam akuakultur

adalah dalam bentuk pakan cair yang dipakai untuk ikan-ikan muda, sedangkan

bentuk pakan padat digunakan untuk ikan dewasa. Spirulina mengandung protein

sebesar 60—70% dan merupakan sumber vitamin B-12 dan β-karoten yang tinggi

(20 kali lipat dari wortel), sumber mineral, asam-asam amino esensial (62%) dan

asam lemak. Spirulina memperbaiki flora usus pada ikan dengan cara memecah

komponen pakan yang tidak tercerna sehingga lebih banyak nutrien dari pakan

(27)

kaya akan mukoprotein sehingga akan meningkatkan lapisan mucus alami dari

kulit ikan yang pada akhirnya menghasilkan penampilan sisik yang mengkilap dan

meningkatkan resistensi terhadap infeksi melalui kulit.

Tabel 1. Kandungan asam lemak esensial dalam Spirulina

James et al. (2009) dalam penelitiannya mendapati bahwa penggunaan

kombinasi dosis Spirulina sebesar 30 g/kg diet dan penambahan vitamin E 300

mg menghasilkan pertumbuhan, berat gonad dan fekunditas ikan maskoki

Carassius auratus yang lebih baik dibandingkan perlakuan lainnya (p<0.01).

Selain itu pada semua perlakuan kombinasi Spirulina 30 g/kg diet dengan dosis

vitamin E didapati bahwa penampilan warna dari ikan maskoki tersebut pun lebih

cerah.

Pada banyak spesies ikan, penggunaan Spirulina dalam pakan mampu

meningkatkan laju pertumbuhan. Spirulina dilaporkan juga meningkatkan

kecernaan dari pakan. Penelitian yang dilakukan oleh Kato (1989) dalam Vonshak

(2002), mendapatkan hasil bahwa ikan yang diberi pakan dengan Spirulina

memiliki lemak perut yang lebih sedikit dan juga FCR yang bagus. Penelitian

lainnya menunjukkan bahwa dengan pemberian pakan bersuplemen Spirulina

menghasilkan produksi ikan dengan kualitas yang lebih baik, rasa enak, daging

yang lunak, dan juga warna tubuh yang lebih cemerlang (Hirano 1985, Suyama

(28)

Vonshak (2002) juga menyebutkan pemberian Spirulina dalam pakan juga

menurunkan tingkat mortalitas dari fingerling maupun pada stadia post larva.

Penambahan 0,5 sampai 1% Spirulina dalam pakan memberikan pengaruh yang

berbeda nyata terhadap pertumbuhan (peningkatan sekitar 17-25%) dan

menurunkan mortalitas (30-50%), tergantung pada spesies ikan dan dosis

Spirulina yang digunakan. Ungsethaphand et al. (2010) menyatakan bahwa tidak

terdapat perbedaan yang nyata (p> 0,05) pada hasil proksimat daging dari ikan

yang diberi tambahan Spirulina dalam pakannya jika dibandingkan dengan

kontrol. Lebih lanjut, disebutkan bahwa penggantian tepung ikan oleh Spirulina

sampai dengan konsentrasi 20% tidak mempengaruhi pertumbuhan ikan nila

(29)

13

BAHAN DAN METODE

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengembangbiakan dan Genetika

Ikan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian

ini dilaksanakan pada bulan Mei 2011 sampai dengan November 2011. Analisa

histologi gonad dilakukan di Laboratorium Kesehatan Ikan,FPIK, IPB. Sedangkan

analisa proksimat pakan dilakukan di Laboratorium Pusat Antar Universitas, IPB

dan analisa asam lemak pakan dilakukan di Laboratorium Kimia Terpadu IPB

Baranangsiang.

Bahan dan Alat Pakan uji

Semua pakan yang digunakan dalam penelitian ini memiliki kadar protein

yang sama (sebelum ditambahkan Spirulina) yaitu 30%. Pakan merupakan pakan

laboratorium (Lampiran 3) yang biasa digunakan untuk pembesaran ikan lele.

Penambahan Spirulina dilakukan sewaktu pembuatan pakan sesuai dengan dosis

yang diinginkan. Pakan kemudian dioven pada suhu 60oC selama 12 jam. Pakan

kemudian dianalisa proksimat untuk melihat kandungan nutrisinya (Takeuchi

1988). Selain itu pakan juga dianalisa kandungan asam lemaknya. Selama

pemeliharaan ikan diberi makan dengan feeding rate sebesar 3% dari bobot

tubuhnya. Frekuensi pemberian pakan yaitu 2 kali pada pukul 08.00 dan 16.00

WIB.

Hewan Uji

Induk ikan lele dumbo (Clarias sp.) yang digunakan berasal dari petani

ikan di daerah Cianjur dan Sawangan (Depok). Penelitian ini menggunakan induk

yang sudah pernah memijah untuk dirematurasi. Induk yang digunakan beratnya

berkisar antara 216-858 gram/ekor. Umur induk yang digunakan ± 8 bulan dan

sudah matang gonad. Sebelum penelitian dimulai dilakukan adaptasi pakan

terlebih dahulu selama 1 minggu. Sebelum perlakuan penelitian dimulai,

dilakukan penyeragaman tingkat kematangan gonad sehingga ikan dalam keadaan

kosong (tidak ada telur). Pengeluaran telur dilakukan dengan stripping setelah

(30)

sebelumnya induk ikan diinduksi ovaprim (1 bagian ovaprim diencerkan dengan 2

bagian larutan fisiologis) dengan dosis 0.6 ml/kg ikan. Sekitar 10 jam setelah

penyuntikan ovaprim, telur dikeluarkan dari induk dengan cara stripping. Setelah

telur dikeluarkan, induk diamati nafsu makannya selama 2-3 hari. Bila nafsu

makan induk sudah normal maka penelitian segera dilaksanakan. Selama

penelitian, dari tiap-tiap perlakuan diambil 1 ekor ikan untuk pembuatan preparat

histologi gonad.

Hormon yang digunakan

Hormon PMSG (pregnant mare serum gonadotropin) mix yang digunakan

merupakan produk dari Intervet dengan nama dagang PG600. Masing-masing

vialnya (5 ml) berisi 400 IU PMSG dan 200 IU HCG. Sebelum digunakan hormon

tersebut diencerkan terlebih dahulu menggunakan larutan fisiologis (NaCl 0.9%)

hingga mencapai dosis yang diinginkan. Selain itu juga digunakan hormon

luteinizing hormone releasing hormone (LHRH)+ anti dopamine (nama dagang

Ovaprim; produk dari Syndel, Canada) untuk merangsang pemijahan ikan di akhir

penelitian.

Wadah

Penelitian ini menggunakan wadah berupa 12 buah kolam semen

berukuran 2.5 x 1.2 x 0.5 m. Pada permukaan atas wadah diberi jaring penutup

untuk mencegah agar ikan uji tidak melompat ke luar wadah. Selain itu juga

digunakan wadah plastik sebanyak 80 buah dengan ukuran 25 X 25 X 10 cm yang

akan digunakan pada proses inkubasi, penetasan telur, dan pemeliharaan larva.

Metode Penelitian Perlakuan

Perlakuan yang diujicobakan dalam penelitian ini sebanyak 12 perlakuan

yang merupakan kombinasi dari dosis hormon PMSG mix dan dosis Spirulina.

Dosis PMSG mix yang akan diujicobakan sebanyak 4 dosis masing-masing

sebesar 0 IU, 5 IU, 10 IU dan 20 IU sedangkan dosis Spirulina sebanyak 3 dosis

dengan interval selama 1 minggu. Secara lengkap, perlakuan dalam penelitian ini

(31)
[image:31.595.76.509.42.811.2]

Tabel 2. Perlakuan penelitian pemacuan kematangan gonad ikan lele dumbo

betina dengan hormon PMSG dan Spirulina

Spirulina

Dosis PMSG mix (400 IU PMSG& 200 IU HCG)

0 IU 5 IU 10 IU 20 IU

0 % A/kontrol

(0 IU;0%) D (5 IU; 0%) G (10 IU; 0%) J (20 IU; 0%)

1.5 % B (0 IU; 1.5%) E (5 IU; 1.5%; H (10 IU; 1.5%) K (20 IU; 1.5%)

3 % C(0 IU; 3%) F (5 IU; 3%) I (10 IU; 3%) L (20 IU; 3%)

Setiap perlakuan menggunakan satu wadah dan tiap wadah diisi 9 ekor

ikan. Sebanyak 4 ekor ikan diambil seekor setiap minggu untuk pengamatan

histologi gonad serta analisis Gonadosomatik Indeks (GSI) dan Hepatosomatik

Indeks (HSI). Sedangkan 5 ekor ikan lainnya diamati performa reproduksinya

pada akhir penelitian.

Parameter yang dievaluasi

Dalam penelitian ini, parameter yang diamati yaitu sebagai berikut :

1) Analisa proksimat Spirulina dan pakan perlakuan (Takeuchi 1988;

Lampiran 4).

2) Analisa asam lemak pada Spirulina dan pakan perlakuan (metode gas

chromatografi).

3) Pengamatan kematangan gonad, yang dilakukan dengan membuat

preparat histologis ovarium (Lampiran 5). Pengamatan ini akan

dilakukan pada hari ke-0, 7, 14 dan 21.

4) Diameter telur. Pengamatan dilakukan dengan menggunakan

mikroskop yang dilengkapi mikrometer okuler dengan pembesaran

40x pada preparat histologis gonad dan telur pemijahan (Lampiran 6).

Induk yang matang gonad ditentukan dengan persentase diameter telur

≥ 0.9 mm sebanyak 60-70%. Selain itu dilihat juga keadaan perut dari

induk, dipilih induk yang perutnya lebih besar dan lembek.

5) Gonad Somatik Indeks (GSI)

��� = ������������

(32)

6) Hepato Somatik Indeks (HSI)

��� = �����ℎ���

���������ℎ���� � 100

7) Fekunditas relatif, merupakan perbandingan antara jumlah telur yang

dihasilkan dengan bobot tubuh induk (kg). Perhitungannya dengan

cara mengambil 0.1 gr telur hasil ovulasi kemudian dihitung jumlah

telurnya. Pengambilan telur dilakukan sebanyak tiga kali dan jumlah

telur tersebut dirata-ratakan. Nilai rata-rata ini kemudian dikalikan

dengan bobot telur yang diovulasikan.

8) Derajat pembuahan telur (FR), perhitungan FR dilakukan 12 jam

setelah pembuahan, sebanyak tiga kali terhadap sampel telur yang

diambil dan hasilnya kemudian dirata-ratakan.

�� (%) = �����ℎ���������������ℎ�

�����ℎ�������������������� � 100

9) Derajat penetasan (HR), perhitungan HR dilakukan sebanyak tiga kali

terhadap sampel telur yang diambil dan hasilnya kemudian

dirata-ratakan.

�� (%) = �����ℎ����������������

�����ℎ���������������ℎ� ���������� � 100

10)Survival rate larva (SR4), perhitungan SR ini dilakukan sebanyak tiga

kali dan hasilnya kemudian dirata-ratakan.

�� (%) = �����ℎ��������������ℎ���������� 4 ℎ���

�����ℎ��������� � 100

11)Persentase abnormalitas pada larva

������������ (%) = �����ℎ�����������������

(33)

Pelaksanaan Penelitian

Sebelum induk ikan dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan berupa

bak, dilakukan pemeriksaan bak dari kebocoran. Bila ada kebocoran pada bak

maka bak terlebih dahulu ditambal. Bak kemudian diisi air dengan kedalaman

40-50 cm. Selama penelitian ini tidak dilakukan pergantian air karena khawatir ikan

menjadi stress. Jika ketinggian air berkurang maka dilakukan penambahan air ke

dalam bak. Sebelum dilakukan percobaan, ikan uji diadaptasikan selama 1

minggu. Selama periode adaptasi, ikan diberi pakan dari perlakuan kontrol

sebanyak 3% bobot tubuh perhari. Ikan uji yang digunakan dalam penelitian ini

ditandai secara individu dengan menggunting sedikit siripnya. Setiap perlakuan

menggunakan satu wadah dan tiap wadah diisi 9 ekor induk betina. Selama

penelitian, ikan tersebut diberi pakan perlakuan 2 kali sehari dengan FR sebesar

3% dari bobot tubuh. Pengukuran parameter kualitas air untuk suhu dilakukan

setiap hari yaitu di pagi dan sore hari. Kandungan oksigen (DO) dan pH diukur

sekali seminggu, sedangkan kandungan alkalinitas dan amonia diukur tiga kali,

yaitu pada awal, tengah, dan akhir penelitian.

Pengamatan perkembangan gonad dilakukan setiap minggu berbarengan

dengan waktu penyuntikan hormon. Evaluasi gonad ikan uji yang terpilih secara

acak dilakukan secara mikroskopis dengan membuat preparat histologis

(Lampiran 5). Evaluasi gonad ini dilakukan sebanyak 4 kali selama penelitian

yaitu pada hari ke-0 (awal penelitian), hari ke-7, hari ke-14 dan hari ke-21.

Saat pemeriksaan kematangan telur, induk yang telah matang gonad segera

dipindahkan ke wadah lain untuk persiapan pelaksanaan pemijahan buatan.

Pemijahan buatan dilakukan dengan menyuntikkan ovaprim dosis 0.6 ml/kg ikan

secara intramuscular. Sekitar 10 jam setelah penyuntikan, dilakukan pengecekan

kesiapan induk untuk memijah. Kemudian telur dikeluarkan dengan cara

stripping/pengurutan. Telur-telur hasil pengurutan tersebut kemudian ditampung

di mangkuk kecil dan ditimbang. Sebanyak ± 0.1 gram sampel telur diambil untuk

penghitungan fekunditas relatif. Perhitungan fekunditas ini dilakukan sebanyak

tiga kali dan nilai yang didapat kemudian dirata-ratakan.

Sampel telur yang diambil kemudian dicampurkan dengan sperma yang

(34)

dimasukkan air untuk mengaktifkan sperma supaya terjadi pembuahan. Sebelum

dipindahkan ke wadah penetasan, telur dibilas sebanyak 3 kali dengan air untuk

mencegah terjadinya penjamuran.

Untuk mendapatkan sperma, induk jantan lele dibedah hidup-hidup, lalu

gonadnya diambil. Sperma yang didapat kemudian diencerkan dengan

menggunakan larutan fisiologis dengan perbandingan 1:20. Induk jantan yang

digunakan untuk membuahi telur berasal dari induk jantan yang dipelihara

terpisah dengan induk betina di bak lain.

Untuk penetasan telur digunakan wadah plastik yang berukuran 25 x 25 x

10 cm yang disi air dengan ketinggian 9 cm. Telur yang sudah dibuahi dengan

sperma kemudian disebarkan secara merata pada wadah penetasan. Penghitungan

jumlah telur dan FR dilakukan 12 jam setelah pembuahan. Telur yang tidak

terbuahi ditandai dengan warnanya yang memutih, sedangkan telur yang terbuahi

terlihat adanya pembelahan sel pada telur tersebut. Telur yang menetas dan yang

tidak menetas dihitung untuk mendapatkan nilai HR. Telur-telur yang tidak

menetas segera dipindahkan dengan menggunakan pipet.

Pemeliharaan larva tetap dilakukan di wadah penetasan hingga 4 hari

setelah larva menetas. Jika selama pemeliharaan larva, air terlihat keruh maka air

segera diganti untuk menunjang kualitas air yang baik selama pemeliharaan larva.

Jumlah larva yang masih hidup sampai dengan 4 hari pemeliharan kemudian

dihitung untuk mendapatkan nilai SR4. Pengamatan terhadap abnormalitas larva

juga dilakukan bersamaan dengan penghitungan SR4.

Analisis statistik

Rancangan perlakuan dari penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap

Faktorial (RAL Faktorial). Sementara analisis data dilakukan dengan analisis non

parametrik yaitu uji Kruskal-Wallis (p<0.10) menggunakan SPSS versi 16. Hal ini

dilakukan karena asumsi kenormalan data dan kehomogenan ragam data tidak

terpenuhi untuk melakukan analisa ragam (analisa parametrik). Upaya untuk

membuat data menjadi normal dan ragamnya homogen melalui transformasi data

pun tidak berhasil. Sehingga diputuskan untuk menggunakan analisis non

(35)

signifikan antara perlakuan dianalisis lebih lanjut dengan menggunakan uji Dunn

(Dunn 1964 in Hollander & Wolfe 1973). Jika tidak terdapat perbedaan nyata

[image:35.595.111.517.49.801.2]

(p>0.10) maka semua data akan dianalisa secara deskriptif dalam bentuk tabel dan

gambar. Khusus untuk data persentase abnormalitas larva dianalisa secara

(36)
(37)

21

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Komposisi bahan yang dipakai untuk pakan perlakuan adalah sama untuk

setiap pakan. Perbedaan hanya terdapat pada jumlah Spirulina yang ditambahkan

dalam pakan. Tabel 3 menunjukkan bahwa Spirulina yang digunakan memiliki

kadar protein yang cukup besar. Penambahan Spirulina dalam pakan

menyebabkan peningkatan terhadap kadar lemak maupun kadar protein pakan.

Akan tetapi kadar serat kasar mengalami penurunan dengan adanya penambahan

Spirulina. Penambahan sebesar 1.5% Spirulina dalam pakan menyebabkan kadar

protein meningkat 1.97% dan kadar lemak meningkat 0.49% dibandingkan

dengan pakan kontrol (A). Kadar protein pada pakan yang ditambah Spirulina 3%

meningkat 2.1% dan kadar lemaknya meningkat 0.72% dibandingkan dengan

pakan kontrol.

Tabel 3. Analisa proksimat (% bobot kering) dan total asam lemak (% area)

terhadap Spirulina dan pakan perlakuan

Spirulina (tepung)

Pakan

A1 (0% SP) A2 (1.5% SP) A3 (3% SP)

Komposisi proksimat :

Protein 61.47 ± 1.12 29.52 ± 0.11 31.49 ± 0.17 31.62 ± 0.35

Lemak 3.90 ± 0.30 9.27 ± 0.07 9.76 ± 0.06 9.99 ± 0.09

Serat Kasar 0 5.80 ± 0.36 4.91 ± 0.28 4.47 ± 0.24

Abu 7.35 ± 0.23 17.55 ± 0.07 18.11 ± 0.33 17.45 ± 0.21

Asam lemak :

∑ A l. jenuh 16.28 21.37 20.62 21.67

∑ monoenoat 3.24 2.88 2.59 2.92

∑ A l. n-6 12.05 0.42 0.49 0.61

∑ A l. n-3 0.78 5.45 4.96 5.86

Rasio A l. n-6/n-3 15.449 0.077 0.099 0.104

EPA 0.28 1.58 1.41 1.85

DHA 0.31 2.54 2.38 2.8

GLA 11.75 0.05 0.13 0.23

Kadar asam lemak jenuh dan asam lemak monoenoat di pakan menurun

dengan adanya penambahan 1.5% Spirulina, namun dengan penambahan yang

[image:37.595.97.510.415.698.2]
(38)

yang sama juga terjadi pada kadar asam lemak n-3, eicosapentaenoic Acid (EPA)

dan docosahexaenoic Acid (DHA). Sebaliknya terlihat ada peningkatan kadar

asam lemak n-6 dan juga GLA dalam pakan seiring dengan bertambahnya dosis

Spirulina yang digunakan (Tabel 3, Lampiran 7). Dari tabel tersebut terlihat pula

bahwa rasio asam lemak n-6 dibanding dengan n-3 mengalami kenaikan sejalan

dengan peningkatan dosis Spirulina dalam pakan.

Secara umum terlihat bahwa diameter telur ikan lele dumbo bertambah

seiring dengan lamanya waktu penelitian (Tabel 4, Lampiran 6). Pengamatan

perlakuan A dan B pada hari ke-28 tidak didapati ikan yang matang gonad. Oleh

karena itu diameter telur kedua perlakuan tersebut tidak diamati. Perkembangan

[image:38.595.95.473.200.796.2]

kematangan gonad juga dapat dilihat dari nilai GSI dan HSI (Tabel 5).

Tabel 4. Diameter telur ikan lele dumbo selama penelitian

Perlakuan

Pengamatan pada

hari ke-0 hari ke-7

hari

ke-14

hari

ke-21 hari ke-28

A (0 IU;0%)

0.65±0.11

0.69±0.11 0.74±0.08 0.70±0.12 -

B (0 IU;1.5%) 0.48±0.17 0.36±0.10 0.75±0.13 -

C (0 IU;3%) 0.69±0.12 0.75±0.09 0.74±0.13 1.09 ± 0.05

D (5 IU;0%) 0.65±0.10 0.74±0.11 0.72±0.13 1.04 ± 0.10

E (5 IU;1.5%) 0.64±0.12 0.74±0.07 0.69±0.16 1.03 ± 0.11

F (5 IU;3%) 0.71±0.09 0.71±0.14 0.72±0.14 1.03 ± 0.09

G (10 IU;0%) 0.69±0.14 0.72±0.09 0.69±0.11 1.09 ± 0.04

H (10 IU;1.5%) 0.66±0.11 0.73±0.11 0.70±0.12 1.07 ± 0.08

I (10 IU;3%) 0.68±0.14 0.76±0.08 0.70±0.12 1.10 ± 0.07

J (20 IU;0%) 0.61±0.10 0.70±0.09 0.70±0.10 1.05 ± 0.04

K (20 IU;1.5%) 0.66±0.11 0.69±0.10 0.70±0.11 1.00 ± 0.05

(39)

Tabel 5. Perkembangan kematangan gonad ikan lele dumbo betina dengan

pemberian kombinasi hormon PMSG dan Spirulina

Diameter telur yang bertambah besar merupakan hasil dari pengendapan

kuning telur, hidrasi dan pembentukan bulir-bulir minyak di dalam telur tersebut

(Gambar 1). Nilai HSI akan menurun seiring dengan bertambahnya tingkat

kematangan gonad. Hal ini terlihat pada nilai HSI di awal penelitian dibandingkan

dengan HSI pada hari ke-21 (Tabel 5). Hati merupakan organ tempat

diproduksinya vitellogenin . Vitellogenin ini selanjutnya akan dibawa ke gonad

untuk pembentukan kuning telur.

Pada gambar 1a terlihat persentase dari oosit muda dan germ cell yang

cukup tinggi. Oosit mulai terlihat tumbuh, berkembang dan bertambah

diameternya seiring dengan bertambahnya waktu pengamatan (Gambar 1b, 1c dan

1d). Sampai dengan hari ke-21, butiran telur semakin terlihat jelas dan nukleolus

masih terlihat di tengah (TKG III). Akan tetapi pada akhir penelitian, tidak

diperoleh ikan yang matang gonad pada perlakuan A.

Perlakuan hari ke-0 hari ke-7 hari ke-14 hari ke-21 hari ke-28 G S I H S I G S I H S I G S I H S I G S I H S I G S I

A (0 IU;0%)

3.26

(2.19-4.33)

1.07

(0.94-1.19)

1.94 1.37 6.96 2.08 11.27 1.08 -

B (0 IU;1.5%) 1.54 0.84 0.99 0.97 8.15 1.30 -

C (0 IU;3%) 7.19 1.17 5.94 0.79 9.24 0.89 11.39 (9.31-13.47)

D (5 IU;0%) 8.49 1.02 9.48 1.09 7.04 0.79 14.37 (11.06-19.78)

E (5 IU;1.5%) 6.04 1.56 3.92 0.85 5.20 1.15 10.13 (8.83-11.43)

F (5 IU;3%) 6.58 0.82 4.40 0.80 2.59 1.24 9.66 (4.91-14.40)

G (10 IU;0%) 5.11 1.56 5.03 1.73 7.79 1.19 8.83 (3.75-13.90)

H (10 IU;1.5%) 5.18 1.03 3.21 0.70 3.01 0.86 8.95 (8.39-9.36)

I (10 IU;3%) 5.14 1.29 6.69 0.92 3.07 0.85 8.11 (6.40-9.82)

J (20 IU;0%) 4.00 1.46 8.73 1.16 13.72 0.70 8.45 (6.89-10.02)

K (20 IU;1.5%) 5.10 1.26 11.76 0.88 11.71 0.98 9.08 (7.44-10.71)

[image:39.595.89.509.56.812.2]
(40)
[image:40.595.92.486.85.768.2]

Gambar 1. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 0 IU dan Spirulina 0% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

a

b

c

d

n

n

n

n f

(41)
[image:41.595.97.499.110.684.2]

Gambar 2. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 0 IU dan Spirulina 1.5% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Pada gambar 2a terlihat persentase dari oosit muda dan germ cell yang

cukup tinggi. Begitu pula pada Gambar 2b dan 2c terlihat persentase oosit dan

germ cell yang lebih besar. Walaupun demikian oosit mulai terlihat tumbuh,

berkembang dan bertambah diameternya seiring dengan bertambahnya waktu

pengamatan (Gambar 1d). Sampai dengan hari ke-21, gonad ikan terlihat pada

kondisi menuju ke TKG III. Tahapan ini ditunjukkan dengan makin membesarnya

diameter telur sebagai akibat proses vitellogenesis dan proses pertumbuhan gonad.

Seperti pada perlakuan A, di akhir penelitian tidak diperoleh ikan yang matang

gonad pada perlakuan B.

a

b

c

d

n

n

n n

(42)
[image:42.595.109.496.117.522.2]

Gambar 3. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 0 IU dan Spirulina 3% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Seiring dengan bertambahnya waktu pengamatan, terlihat oosit tumbuh,

berkembang dan bertambah diameternya (Gambar 3). Sampai dengan hari ke-21

terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini ditunjukkan dengan

makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses vitellogenesis dan

proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah. Pada akhir

penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad sebesar

40% pada perlakuan C (Tabel 6).

a

b

c

d

n

n

n

f

(43)

Gambar 4. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 5 IU dan Spirulina 0% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Terlihat oosit tumbuh, berkembang dan bertambah diameternya seiring

dengan bertambahnya waktu pengamatan (Gambar 4). Sampai dengan hari ke-21

terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini ditunjukkan dengan

makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses vitellogenesis dan

proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah. Pada akhir

penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad sebesar

80% pada perlakuan D (Tabel 6).

a

b

c

d

n

n f

[image:43.595.98.501.112.670.2]
(44)

Gambar 5. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 5 IU dan Spirulina 1.5% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Seiring dengan bertambahnya waktu pengamatan, terlihat oosit tumbuh,

berkembang dan bertambah diameternya (Gambar 5). Sampai dengan hari ke-21

terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini ditunjukkan dengan

makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses vitellogenesis dan

proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah. Pada akhir

penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad sebesar

40% pada perlakuan E (Tabel 6).

a

b

c

d

n

n f

[image:44.595.107.497.118.517.2]
(45)

Gambar 6. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 5 IU dan Spirulina 3% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Terlihat oosit tumbuh, berkembang dan bertambah diameternya seiring

dengan bertambahnya waktu pengamatan (Gambar 6). Sampai dengan hari ke-21

terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini ditunjukkan dengan

makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses vitellogenesis dan

proses pertumbuhan gonad. Pada Gambar 6d tampak bahwa masih terdapat oosit

muda dan germ cell dalam jumlah yang relatif banyak. Posisi inti sel telur masih

di tengah. Pada akhir penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase

kematangan gonad sebesar 40% pada perlakuan F (Tabel 6).

a

b

c

d

f

f n

[image:45.595.94.501.76.817.2]
(46)

Gambar 7. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 10 IU dan Spirulina 0% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Gambar 7 menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya waktu

pengamatan, terlihat oosit tumbuh, berkembang dan bertambah diameternya.

Sampai dengan hari ke-21 terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini

ditunjukkan dengan makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses

vitellogenesis dan proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah.

Pada akhir penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad

sebesar 40% pada perlakuan G (Tabel 6).

a

b

c

d

n

n f

n

[image:46.595.108.497.116.508.2]
(47)

Gambar 8. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 10 IU dan Spirulina 1.5% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Gambar 8 menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya waktu

pengamatan, terlihat oosit tumbuh, berkembang dan bertambah diameternya.

Sampai dengan hari ke-21 terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini

ditunjukkan dengan makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses

vitellogenesis dan proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah.

Pada akhir penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad

sebesar 60% pada perlakuan H (Tabel 6).

a

b

c

d

n

n f

f f

[image:47.595.95.501.109.651.2]
(48)

Gambar 9. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 10 IU dan Spirulina 3% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Seiring dengan bertambahnya waktu pengamatan, terlihat oosit tumbuh,

berkembang dan bertambah diameternya (Gambar 9). Sampai dengan hari ke-21

terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini ditunjukkan dengan

makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses vitellogenesis dan

proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah. Pada akhir

penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad sebesar

40% pada perlakuan I (Tabel 6).

a

b

c

d

n f

[image:48.595.106.498.110.525.2]
(49)

Gambar 10. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 20 IU dan Spirulina 0% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Terlihat oosit tumbuh, berkembang dan bertambah diameternya seiring

dengan bertambahnya waktu pengamatan (Gambar 10). Sampai dengan hari ke-21

terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini ditunjukkan dengan

makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses vitellogenesis dan

proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah. Pada akhir

penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad sebesar

40% pada perlakuan J (Tabel 6).

a

b

c

d

n f

[image:49.595.90.498.52.814.2]
(50)

Gambar 11. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 20 IU dan Spirulina 1.5% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Gambar 11 menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya waktu

pengamatan, terlihat oosit tumbuh, berkembang dan bertambah diameternya.

Sampai dengan hari ke-21 terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini

ditunjukkan dengan makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses

vitellogenesis dan proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah.

Pada akhir penelitian (setelah hari ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad

sebesar 40% pada perlakuan K (Tabel 6).

a

b

c

d

[image:50.595.107.496.116.509.2]
(51)

Gambar 12. Struktur histologis gonad ikan lele dumbo pada kombinasi hormon PMSG mix 20 IU dan Spirulina 3% (Pengamatan histologis pada bagian tengah ovarium dengan Bouin’s HE, perbesaran 40x)

Keterangan: n = nukleolus f = folikel

Gambar 12 menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya waktu

pengamatan, terlihat oosit tumbuh, berkembang dan bertambah diameternya.

Sampai dengan hari ke-21 terlihat oosit sudah memasuki tahap TKG III. Tahap ini

ditunjukkan dengan makin membesarnya diameter telur sebagai akibat proses

vitellogenesis dan proses pertumbuhan gonad. Posisi inti sel telur masih di tengah,

hanya ada beberapa yang bergeser ke pinggir. Pada akhir penelitian (setelah hari

ke-28) diperoleh persentase kematangan gonad sebesar 40% pada perlakuan L

(Tabel 6).

a

b

c

d

n f

[image:51.595.97.501.118.659.2]
(52)

Setelah 28 hari perlakuan, induk ikan yang matang gonad kemudian

dipijahkan secara buatan. Dari Tabel 6 terlihat bahwa semua ikan pada setiap

perlakuan mengalami pertumbuhan dan perkembangan gonad, walaupun dimulai

pada waktu yang berbeda. Dari tabel tersebut terlihat bahwa pada akhir penelitian,

baik pada perlakuan A maupun B tidak terdapat induk ikan yang matang gonad.

Pada perlakuan A (kontrol), induk ikan mulai terlihat bunting setelah hari ke-22

(setelah 3 minggu perlakuan). Sedangkan pada perlakuan lainnya (perlakuan B

sampai L) didapati induk mulai terlihat bunting setelah hari ke-15 (2 minggu

perlakuan). Persentase tertinggi dari ikan yang matang gonad diperoleh pada

perlakuan D (0%; 5 IU) yaitu sebesar 80%.

Fekunditas relatif yang diperoleh pada penelitian ini cukup besar berkisar

antara 66968 sampai dengan 137291 butir telur/kg induk. Perlakuan penyuntikan

hormon PMSG mix secara tunggal memberikan pengaruh yang nyata terhadap

diameter telur, fekunditas relatif, FR, HR dan SR4 (p<0.10). Perlakuan hormon

PMSG mix 10 IU/kg induk menghasilkan diameter telur yang lebih besar

dibandingkan perlakuan lainnya walaupun tidak berbeda nyata jika dibandingkan

dengan perlakuan 5 IU dan 20 IU/kg induk. Perlakuan penyuntikan hormon

PMSG jika dibandingkan dengan perlakuan kontrol (tanpa hormon) memberikan

(53)
[image:53.595.85.533.84.807.2]

Tabel 6. Perkembangan kematangan gonad dan kinerja reproduksi ikan lele

dumbo betina yang diberi perlakuan kombinasi hormon PMSG dan

Spirulina (variabel pada uji Kruskal wallis dikelompokkan berdasarkan

hormon PMSG)

Perlakuan ∑ ikan awal Pertama kali terlihat bunting Akhir penelitian Fekunditas (butir/kg induk) Diameter

telur (mm) FR (%) HR (%) %

ikan bun-ting

% ikan matang gonad Waktu (hari ke-) % ikan bun-ting A

(0 IU; 0%) 5 22 40 100 0 -a -a -a -a

B

(0 IU; 1.5%) 5 15 40 100 0 -a -a -a -a

C

(0 IU; 3%) 5 15 40 100 40 95496 ± 34783a 1.09 ± 0.05a 98.03 ± 2.40a 87.74 ± 6.97a D

(5 IU; 0%) 5 15 60 100 80 137291 ± 45921b 1.04 ± 0.10ab 99.05 ± 0.82b 91.75 ± 11.5b

E

(5 IU; 1.5%) 5 15 60 100 40 95022 ± 23049b 1.03 ± 0.11ab 99.95 ± 0.10b 82.28 ± 15.46b F

(5 IU; 3%) 5 15 60 100 40 75696 ± 50825b 1.03 ± 0.09ab 97.27 ± 2.05b 97.69 ± 2.82b

G

(10 IU; 0%) 5 15 60 100 40 72316 ± 51845ab 1.09 ± 0.04b 97.32 ± 4.06b 94.87 ± 6.48b H

(10 IU; 1.5%) 5 15 60 100 60 87251 ± 27777ab 1.07 ± 0.08b 99.29 ± 0.75b 95.31 ± 3.63b

I

(10 IU; 3%) 5 15 40 100 40 66968 ± 16410ab 1.10 ± 0.07b 97.54 ± 4.78b 98.94 ± 1.26b J

(20 IU; 0%) 5 15 40 100 40 77031 ± 25195b 1.05 ± 0.04ab 99.38 ± 0.55b 94.52 ± 5.84ab

K

(20 IU; 1.5%) 5 15 40 100 40 93341 ± 22654b 1.00 ± 0.05ab 99.22 ± 0.99b 89.61 ± 3.64ab L

(20 IU; 3 %) 5 15 60 100 40 85405 ± 30190b 1.05 ± 0

Gambar

Tabel 2. Perlakuan penelitian pemacuan kematangan gonad ikan lele dumbo
gambar. Khusus untuk data persentase abnormalitas larva dianalisa secara
Tabel 3. Analisa proksimat (% bobot kering) dan total asam  lemak (% area)
Tabel 4. Diameter telur ikan lele dumbo selama penelitian
+7

Referensi

Dokumen terkait

Reaksi distonia merupakan spasme atau kontraksi involunter satu atau lebih otot skelet yang timbul beberapa menit dan dapat pula berlangsung lama, biasanya

Fakulti Pendidikan, UKM @ Mei 2017 Abstrak: Kajian ini bertujuan untuk mengenal pasti tahap perlaksanaan, penguasaan, dan keberkesanan pendekatan pengajaran secara

Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mengatahui: 1) efektivitas media film dalam meningkatkan minat dan hasil belajar Ekonomi siswa, 2) perbedaan peningkatan minat

Ainal Hamdah Aritonang, Crecencia M. Prof Soedarto, Tembalang, Semarang. Salah satu kompleksitas tersebut berupa permasalahan dalam pengadaan material. Beberapa hal yang

Besaran effort tersebut berasal dari nilai FP yang dialokasikan ke dalam aktivitas proyek sehingga dapat digunakan sebagai penentu perhitungan estimasi

Dalam penelitian ini proses penelusuran data dilakukan dengan cara mengamati data rekam medik pasien. Tahap pertama untuk mengambil sampel dilakukan adalah pemilihan sampel dari

Apakah benar pengertian dari efek samping obat adalah “efek yang tidak diinginkan dan muncul ketika suatu obat digunakan pada takaran normala. Apakah benar pengertian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris atau fakta-fakta yang sahih atau valid, benar dan dapat dipercaya untuk mengetahui apakah terdapat hubungan antara