• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kajian Pengembangan Unit Usaha Klinik Hemodialisa Skala Usaha Kecil Menengah Berbasis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kajian Pengembangan Unit Usaha Klinik Hemodialisa Skala Usaha Kecil Menengah Berbasis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan"

Copied!
67
0
0

Teks penuh

(1)

BERBASIS BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

WIWI KANIA DEWI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengembangan Unit Usaha Klinik Hemodialisa Skala Usaha Kecil Menengah Berbasis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang telah diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari

Wiwi Kania Dewi P054130035

(3)

Skala Usaha Kecil Menengah Berbasis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan. Dibimbing oleh H MUSA HUBEIS dan FRANSISKA R. ZAKARIA.

Indonesia merupakan salah satu negara dengan angka gagal ginjal yang cukup tinggi, menurut Perkumpulan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dalam th Report of Indonesian Renal Registry, pada tahun 2012 terdapat 16.040 penderita gagal ginjal. Namun dilaporkan juga hanya 9.161 pasien yang aktif dalam kegiatan hemodialisa pada tahun 2012. Di Jakarta, menurut sumber PERNEFRI terdapat 1.192 pasien hemodialisa dengan berbagai diagnosa penyakit utama. Tingginya angka gagal ginjal di Indonesia, diperlukan unit-unit renal yang dapat mencakup dan mewakili aktifitas terapi itu sendiri. Dari data yang terkumpul sampai akhir Desember 2012 oleh PERNEFRI dalam th Report of Indonesian Renal Registry, menunjukkan adanya kenaikan jumlah renal unit yang ikut berpartisipasi dalam program registrasi ginjal Indonesia ini, terlihat ada 204 Renal unit yang mendaftar ke IRR, angka ini diambil berdasarkan jumlah renal unit yang mengirimkan data RU 01. Dari jumlah total 304 unit, diantaranya dengan bentuk unit 14 klinik dan 179 instalasi rumah sakit, kemudian dengan bentuk kepemilikan 91 oleh pemerintah, 85 oleh swasta, 12 oleh pertahanan dan keamanan (hankam) dan 7 lain-lain. Jenis fasiltas layanan yang di berikan oleh renal unit adalah layanan Hemodialisis (78%), Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis atau CAPD (3%), Transplantasi (16%), Continuous Renal Replacement Therapy atau CRRT (3%). Dengan jumlah unit renal 304 unit, fasilitas pendanaan pasien pada setiap renal unit terbagi menjadi lima (5), diantaranya didanai secara pribadi atau umum , sedangkan renal unit yang memberikan layanan bagi peserta Askes (19%), Jamkesmas/Gakin (22%), kontraktor (15%) dan lain-lain seperti militer/ asuransi swasta (12%).

Dilihat dari sumber pendanaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendanaan pribadi atau umum melebihi pendanaan peserta PT Askes (Persero) yang sekarang bertransformasi menjadi Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pada tahun 2012, pelayanan dialysis menyerap 24% dari total biaya pelayanan kesehatan kataspropik Rp . Biaya ini mengalami kenaikan cukup nyata dari tahun sebelumnya, yaitu 35% dengan penambahan kasus 14%.

Tujuan penelitian ini menganalisis strategi pengembangan unit usaha klinik hemodialisa skala usaha kecil menengah (UKM) berbasis BPJS kesehatan dan tujuan khususnya adalah (a) mengidentifikasi faktor internal dan eksternal potensi unit usaha klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan; (b) menyusun strategi yang tepat dengan analisis SWOT dari unit usaha klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan; dan (c) menganalisis kepuasan pasien yang menggunakan klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan.

(4)

sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan; (d) Importance Performance Analysis (IPA) untuk menganalisis respon konsumen; dan (e) Customer Satisfaction Index (CSI) untuk menentukan tingkat kepuasan responden secara berdasarkan tingkat kepentingan dari atribut-atribut unit usaha klinik hemodialisa skala UKM

Berdasarkan kombinasi dari nilai EFE dan IFE didapatkan matriks IE yang menunjukkan posisi Pertumbuhan/Stabil (kuadran V). Hal ini menggambarkan dan mengindikasikan posisi usaha klinik hemodialisa skala UKM stabil untuk merespon situasi pasar yang dihadapi. Kegiatan untuk peningkatan pemasaran dan pelayanan merupakan salah satu formulasi strategi yang dapat menjadi andalan utama bagi unit usaha klinik hemodialisa skala UKM. Dari analisis SWOT didapatkan strategi pengembangan, yaitu (a) permintaan semakin tinggi dan mutu hubungan antara Rumah Sakit dan BPJS akan mengahasilkan output layanan yang baik, mengingat tipe Rumah Sakit yang dapat merangkul semua kalangan, (b) meningkatkan daya saing Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan yang lebih baik daripada Rumah Sakit sekitar penyedia hemodialisa skala UKM, (c) menarik investor untuk menginvestasikan dana untuk pelaksanaan klinik hemodialisa, (d) mutu yang diberikan RSIA Setya Bhakti akan menanggalkan anggapan negatif tentang Rumah Sakit tipe D, (e) membangkitkan kepercayaan masyarakat terhadap layanan dan Rumah Sakit akan meningkatkan dan mengadakan lebih banyak alat hemodialisa, serta mengadakan perawat yang bersertifikat dan (f) meningkatan mutu dengan mengadakan lebih banyak alat dianalisis dan mengadakan perawat yang bersertifikat dengan persaingan yang ada dengan Rumah Sakit sekitar penyedia hemodialisa.

Dari kajian IPA terhadap atribut-atribut yang ditanyakan kepada pasien, ditemui bahwa kinerja unit usaha dinilai baik, dimana terdapat hampir setengah dari atribut yang dikaji berada pada kuadran kedua. Hal ini menunjukkan penilaian tingkat kepentingan terhadap atribut tersebut dianggap penting oleh pasien dan dalam pelaksanaannya dinilai sudah sangat baik. Skor CSI 0.920, menunjukkan tingkat indeks kepuasan pelanggan terletak pada 0, - , atau diartikan pelanggan merasa sangat puas terhadap unit usaha klinik hemodialisa skala UKM.

(5)

Based Small and Medium Scale Social Security Agency of Health. Supervised by H MUSA HUBEIS and FRANSISKA R. ZAKARIA.

Indonesia is a country with high kidney failure, according to the Indonesian Society of Nephrology (PERNEFRI) in the 5th Report of Indonesian Renal Registry, in 2012 there were 16,040 patients with kidney failure. Reportedly only ,161 patients were active in hemodialysis in 2012. In Jakarta, according to sources PERNEFRI there are 1,192 hemodialysis patients with various diagnoses of major diseases. The high rate of kidney failure in Indonesia, requires renal units that can include and represent a therapeutic activity. Increase in the number of renal units on the number of renal units that transmit data RU 01. In the total number of 304 units, including 14 units in the form of clinics and 179 hospital installations, then the form of ownership of 91 government, 85 by the private sector, 12 by defense and security (defense) and 7 others. The type of facility services provided by the renal unit is Hemodialysis services (78%), Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis or CAPD (3%), Transplantation (16%), Continuous Renal Replacement Therapy or CRRT (3%). With the number of units of renal 304 units, the funding facility of patients in each renal unit is divided into five (5), including privately-funded or public 32%, while the renal unit that provides services for Askes (19%), JAMKESNAS/Gakin (22%), contractors

) and others such as military/private insurance as many (12%).

Judging from the above funding sources, it can be concluded that the private or public funding beyond funding of participants PT Askes (Persero) which is now transformed into organizing the Social Security Agency (BPJS) Health. In 2012, dialysis services absorbs 24% of total health care costs kataspropik Rp428.390.081.284. This fee increase is quite evident from the previous year, namely 35% with the addition of as much as 14% of cases (PERNEFRI 2003).

The general objective of this research is to analyze the development strategy of the business unit clinic hemodialysis-based BPJS Health and the specific objectives are: (a) identifying the internal and external factors potential business unit clinic hemodialysis-based BPJS Health, (b) develop appropriate strategies with a SWOT analysis of the business unit clinic hemodialysis BPJS-based Health and (c) to analyze the satisfaction of patients who use the clinic-based hemodialysis BPJS.

Data processing and analysis using the analysis: (a) analysis matrix EFE (External Factor Evaluation) and IFE (Internal Factor Evaluation), matrix Internal External (IE); (b) IE matrix for mapping the total score IFE and EFE matrix; (c) a SWOT analysis (Strengths, Weaknesses, Opportunities and Threats) analysis to identify various factors systematically to formulate the company's strategy; (d) Customer Satisfaction Index (CSI) to determine the level of satisfaction of respondents based on the level of importance of the attributes of a business unit hemodialysis clinic and (e) Importance Performance Analysis (IPA) to analyze consumer response.

(6)

and indicates the position of stable hemodialysis clinics efforts to respond to the market situation at hand. Activities to improve marketing and service is one strategy formulation can be a mainstay for hemodialysis clinic business unit.

From the results of SWOT obtained development strategy, namely (a) the increasingly high demand and the quality of the relationship between the Hospital and BPJS will result in the output of the service was good, considering the type of hospital that can embrace all people, (b) increase the competitiveness of the hospital to provide services better than the hospital about providers of hemodialysis, (c) to attract investors to invest funds for the implementation of clinical hemodialysis, (d) the quality of a given RSIA Setya Bhakti will shed the negative perception about the Hospital of type D, (e) raise public confidence in the service Hospitals will improve and conduct more tools hemodialysis, and holding a nurse who is certified and (f) improve quality by having more tools analyzed and certified nurse held by the existing competition with the hospital about hemodialysis providers.

From the study of IPA to attribute asked to patients, it was found that the performance of the business unit is considered good, where there are nearly half of the attributes that were examined are in the second quadrant. This shows the importance of the assessment of the attributes considered important by patients and in its implementation is considered to be very good. CSI score of 0.920, indicating the level of customer satisfaction index is at 0.81 to 1.00, or interpreted the customer was very satisfied with the business unit of the hemodialysis clinics SME scale.

(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2016

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

(8)
(9)

JAMINAN SOSIAL KESEHATAN

WIWI KANIA DEWI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Magister Profesional

pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(10)
(11)

Nama Mahasiswa : Wiwi Kania Dewi Nomor Pokok : P054130035

Program Studi : Industri Kecil Menengah

Disetujui, Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Prof Dr Ir Fransiska R Zakaria, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Industri Kecil Menengah,

Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA Dr Ir Dahrul Syah, MSc.Agr

(12)

PRAKATA

Puji dan syukur dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatnya, sehingga tesis berjudul Kajian Pengembangan Unit Usaha Klinik Hemodialisa Skala Usaha Kecil Menengah Berbasis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan berhasil diselesaikan sebagai salah satu syarat melakukan tugas akhir pada Program Studi Pengembangan Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Penulisan ini kiranya tidak dapat selesai tanpa bantuan dan dorongan dari beberapa pihak, oleh karena itu melalui prakata ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang setulusnya kepada :

1. Prof Dr Ir H Musa Hubeis, MS, Dipl.Ing, DEA, selaku pembimbing utama yang telah memberikan dorongan dan motivasi, bimbingan dan pengarahan selama kegiatan kajian dan penulisan tesis ini.

2. Prof Dr Ir Fransiska R Zakaria, M.Sc selaku pembimbing anggota yang juga telah memberikan pengarahan dan bimbingan selama penulis melakukan kajian dan penulisan tesis ini.

3. Dr Ir Hartrisari Hardjomidjojo, DEA selaku penguji pada ujian tesis, atas masukannya sehingga tulisan ini semakin baik.

4. Rekan-rekan Magister Pengembangan Industri Kecil Menengah Angkatan 18, dimana penulis banyak mengadakan diskusi dan menerima masukan.

Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi yang membaca dan menggunakan tesis ini sebagai acuan dan referensi untuk dunia akademisi. Penulis menyadari bahwa kajian ini masih jauh dari sempurna karena keterbatasan penulis, maka kritik dan saran-saran perbaikannya sangat diharapkan. Semoga Allah SWT selalu memberikan taufik dan hidayah-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan. Amin.

Bogor, Februari

(13)

DAFTAR GAMBAR xiii

DAFTAR LAMPIRAN xiii

1. PENDAHULUAN Latar Belakang Perumusan Masalah Tujuan

Manfaat

2. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hemodialisa Pengertian BPJS Kesehatan Pengertian Mutu dan Jasa

Pengetian Kepuasan Pelanggan

Pengertian Kinerja

3. METODE KAJIAN

Lokasi dan waktu

Metode kerja

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

Perumusan Strategi Matriks IFE dan EFE

Penentuan Strategi Matriks IE

Perumusan Strategi Matriks SWOT

Penilaian IPA

Penilaian CSI

Implikasi Manajerial

5. KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(14)

DAFTAR TABEL

1. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan 2. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan

3. Matriks IFE

4. Matriks EFE

5. Matriks SWOT

6. Kriteria nilai CSI

7. Profil SWOT

8. Perhitungan matriks IFE

9. Perhitungan matriks EFE

10.Tingkat penilaian kinerja dan kepentingan

11.Perhitungan CSI

DAFTAR GAMBAR

1. Matriks IE

2. Diagram Kartesius dari faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan

3. Analisis matriks IE

4. Rumusan strategi dengan matriks SWOT

5. Diagram Kartesius kepuasan pasien terhadap pelayanan

DAFTAR LAMPIRAN

1. Kuesioner penelitian penilaian bobot dan rating faktor strategik

internal dan eksternal

2. Kuesioner tingkat kinerja

3. Kuesioner tingkat kepentingan

4. Perhitungan Matriks IFE dan EFE

(15)

Mutu hidup manusia dipengaruhi oleh banyak hal, dimulai dari diri sendiri hingga lingkungan sekitar. Dalam hal ini, segi kesehatan merupakan salah satu pengaruh terbesar untuk mutu hidup manusia. Seiring berjalannya waktu, penyakit pada manusia telah berkembang menjadi lebih variatif, diantaranya adalah penyakit menular dan penyakit degeneratif. Penyakit degeneratif adalah penyakit akibat penurunan fungsi organ/alat tubuh. Tubuh mengalami defisiensi produksi enzim dan hormon, imunodefisiensi, peroksida lipid, kerusakan sel Deoxy Nucribose Adenosin (DNA), pembuluh darah, jaringan protein dan kulit (ketuaan). Penyakit ginjal merupakan salah satu penyakit degeneratif. Penyakit ginjal terdiri dari banyak jenis, diantaranya Glomerulonephritis, Amyloidosis Ginjal, Penyakit Ginjal Diabetik, Vaskulistis Renal, Batu Saluran Kemih, Penyakit Tubolo-interstisial, Infeksi Saluran Kemih, Penyakit Ginjal Kronik, Gagal Ginjal Akut dan masih banyak lagi.

Penanganan penyakit ginjal ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, mulai dari pengendalian tekanan darah, pengaturan diet, terapi farmakologis, pemberian kartisol (1.25 (OH2D3)), Pembatasan Cairan dan Elektrolit, hingga Terapi Pengganti Ginjal (Renal Replacement Therapy) yang dapat berupa hemodilasis, peritoneal dialysis atau transplantasi ginjal. Penyakit Ginjal Kronik adalah suatu proses patofisiologis dengan etiologi yang beragam, mengakibatkan penurunan fungsi ginjal progresif dan pada umumnya berakhir dengan gagal ginjal. Gagal ginjal adalah suatu keadaan klinis yang ditandai dengan penurunan fungsi ginjal irreversible, pada suatu derajat yang memerlukan terapi penganti ginjal yang tetap, berupa dialysis atau transplantasi ginjal. Untuk kasus pasien gagal ginjal kronik, bila faal ginjal yang masih tersisa sudah minimal sehingga obat-obatan dan lain-lain tidak memberi pertolongan yang diharapkan lagi, keadaan tersebut diberi nama gagal ginjal terminal. Pasien gagal ginjal kronik, ataupun etiologi penyakit ginjalnya, memerlukan pengobatan khusus yang disebut pengobatan atau terapi pengganti (Renal Replacement Therapy).

(16)

2

7 lain-lain. Jenis fasiltas layanan yang di berikan oleh renal unit adalah layanan Hemodialisis (78%), Continuous Ambulatory Peritoneal Dialysis atau CAPD (3%), Transplantasi (16%), Continuous Renal Replacement Therapy atau CRRT (3%). Dengan jumlah unit renal 304 unit, fasilitas pendanaan pasien pada setiap renal unit terbagi menjadi lima (5), diantaranya didanai secara pribadi atau umum 32 , sedangkan renal unit yang memberikan layanan bagi peserta Askes (19%), Jamkesmas/Gakin (22%), kontraktor (15%) dan lain-lain seperti militer/asuransi swasta sebanyak (12%).3

Dilihat dari sumber pendanaan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa pendanaan pribadi atau umum melebihi pendanaan peserta PT Askes (Persero) yang sekarang bertransformasi menjadi Badan Penyelenggaran Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan. Pada tahun 2012, pelayanan dialysis menyerap 24% dari total biaya pelayanan kesehatan kataspropik Rp428.390.081.284. Biaya ini mengalami kenaikan cukup nyata dari tahun sebelumnya, yaitu 35% dengan penambahan kasus 14% (PERNEFRI 2003).

Kenaikan penyerapan sumber pendanaan BPJS Kesehatan ini tidak menutup kemungkinan akan selalu terjadi, apalagi dengan adanya Surat Edaran Nomor HK/ MENKES/31/I/2014 tentang “Pelaksanaan Standar Tarif Pelayanan Kesehatan pada Fasilitas Tingkat Pertama dan Fasilitas Tingkat Lanjutan dalam Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan” yang menyatakan bahwa “Pelayanan Hemodialisa di Klinik Utama 50 -100% dari Standar Tarif INA-CBG’s untuk kelompok rumah sakit kelas D”. Hal ini diperkuat dengan Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan yang menjamin bahwa biaya pengobatan pasien penyakit berat seperti hemodialisa dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Peran sektor swasta dalam pelayanan hemodialisa cukup besar (43,5 ) dan tidak menutup kemungkinan adanya kerjasama dengan BPJS Kesehatan dalam segi sumber pendanaan atau pembiayaan. Dalam hal ini, sektor swasta bukan hanya memiliki peran sosial namun juga harus dapat mempertahankan dirinya sendiri dalam era globalisasi yang semakin ketat, sehingga diperlukan strategi yang tepat untuk mengembangkan dan mengingkatkan usaha hemodialisa ini, mengingat semakin meningkatnya kebutuhan hemodilisa setiap tahunnya.

Perumusan Masalah

(17)

Unsur-unsur tersebut merupakan sumber informasi dalam menyusun strategi, termasuk dalam perencanaan, pengendalian serta penetapan strategi yang sesuai dengan proses bisnis hemodialisa. Dengan melihat hal tersebut, maka dirasa perlu untuk melakukan suatu penelitian mengenai strategi pengembangan unit usaha klinik hemodialisa skala usaha kecil menengah (UKM) berbasis BPJS Kesehatan. Berdasarkan uraian yang telah dikemukakan, maka dapat dilakukan perumusan masalah berikut

1. Bagaimana mengidentifikasi faktor internal dan eksternal potensi unit usaha klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan ?

2. Bagaimana menyusun strategi yang tepat dengan analisis SWOT dari unit usaha klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan ?

3. Bagaimana menganalisis kepuasan pasien yang menggunakan klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan ?

Tujuan

Tujuan umum penelitian ini menganalisis strategi pengembangan unit usaha klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan dan tujuan khususnya adalah :

1. Mengidentifikasi faktor internal dan eksternal potensi unit usaha klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan.

2. Menyusun strategi yang tepat dengan analisis SWOT dari unit usaha klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan.

3. Menganalisis kepuasan pasien yang menggunakan klinik hemodialisa skala UKM berbasis BPJS Kesehatan.

Manfaat Manfaat penelitian ini adalah :

1. Bagi Unit Hemodialisa skala UKM adalah memberikan masukan dalam perumusan strategi pengembangan usaha.

2. Bagi Klinik/Unit Hemodialisa skala UKM pada Rumah Sakit Sejenis adalah untuk memberikan informasi penyusunan strategi pengembangan usaha. 3. Bagi BPJS Kesehatan, sebagai masukan pengembangan kerjasama dengan

(18)

2. TINJAUAN PUSTAKA Pengertian Hemodialisa

Menurut Price dan Wilson (1995), dialisa adalah suatu proses dimana solute dan air mengalami difusi secara pasif melalui suatu membran berpori dari kompartemen cair menuju kompartemen lainnya. Hemodialisa dan dialisa peritoneal merupakan dua tehnik utama yang digunakan dalam dialisa. Prinsip dasar kedua teknik tersebut sama yaitu difusi solute dan air dari plasma ke larutan dialisa sebagai respon terhadap perbedaan konsentrasi atau tekanan tertentu.

Menurut Tisher dan Wilcox (1997), hemodialisa didefinisikan sebagai pergerakan larutan dan air dari darah pasien melewati membran semipermeabel (dializer) ke dalam dialisat. Dializer juga dapat dipergunakan untuk memindahkan sebagian besar volume cairan.Pemindahan ini dilakukan melalui ultrafiltrasi dimana tekanan hidrostatik menyebabkan aliran yang besar dari air plasma (dengan perbandingan sedikit larutan) melalui membran.Dengan memperbesar jalan masuk pada vaskuler, antikoagulansi dan produksi dializer yang dapat dipercaya dan efisien, hemodialisa telah menjadi metode yang dominan dalam pengobatan gagal ginjal akut dan kronik di Amerika Serikat (Tisher dan Wilcox 1997).

Hemodialisa memerlukan sebuah mesin dialisa dan sebuah filter khusus yang dinamakan dializer (suatu membran semipermeabel) yang digunakan untuk membersihkan darah, darah dikeluarkan dari tubuh penderita dan beredar dalam sebuah mesin diluar tubuh. Hemodialisa memerlukan jalan masuk ke aliran darah, maka dibuat suatu hubungan buatan antara arteri dan vena (fistula arteriovenosa) melalui pembedahan (NKF 2006).

Indikasi

Price dan Wilson (1995) menerangkan bahwa tidak ada petunjuk yang jelas berdasarkan kadar kreatinin darah untuk menentukan kapan pengobatan harus dimulai. Kebanyakan ahli ginjal mengambil keputusan berdasarkan kesehatan penderita yang terus diikuti dengan cermat sebagai penderita rawat jalan.Pengobatan biasanya dimulai apabila penderita sudah tidak sanggup lagi bekerja purna waktu, menderita neuropati perifer atau memperlihatkan gejala klinis lainnya. Pengobatan biasanya juga dapat dimulai jika kadar kreatinin serum diatas 6 mg/100 ml pada pria , 4 mg/100 ml pada wanita dan glomeluro filtration rate (GFR) kurang dari 4 ml/menit. Penderita tidak boleh dibiarkan terus menerus berbaring ditempat tidur atau sakit berat sampai kegiatan sehari-hari tidak dilakukan lagi.

Menurut konsensus PERNEFRI, secara ideal semua pasien dengan Laju Filtrasi Goal (LFG) kurang dari 15 mL/menit, LFG kurang dari 10 mL/menit dengan gejala uremia/malnutrisi dan LFG kurang dari 5 mL/menit walaupun tanpa gejala dapat menjalani dialisis. Selain indikasi tersebut juga disebutkan adanya indikasi khusus yaitu apabila terdapat komplikasi akut seperti oedem paru, hiperkalemia, asidosis metabolik berulang, dan nefropatik diabetik.

(19)

membahayakan dirinya juga dianjurkan melakukan hemodialisa. Selanjutnya Thiser dan Wilcox (1997) menyebutkan bahwa indikasi relatif dari hemodialisa adalah azotemia simtomatis berupa ensefalopati, dan toksin yang dapat didialisis.Sedangkan indikasi khusus adalah perikarditis uremia, hiperkalemia, kelebihan cairan yang tidak responsif dengan diuretik (oedem pulmonum), dan asidosis yang tidak dapat diatasi.

Kontra Indikasi

Menurut Thiser dan Wilcox (1997), kontra indikasi dari hemodialisa adalah hipotensi yang tidak responsif terhadap presor, penyakit stadium terminal, dan sindrom otak organik. PERNEFRI (2003) menjelaskan kontra indikasi dari hemodialisa adalah tidak mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit, instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut (PERNEFRI 2003). Menurut Havens dan Terra (2005), tujuan dari pengobatan hemodialisa adalah :

1. Menggantikan fungsi ginjal dalam fungsi ekskresi, yaitu membuang sisa-sisa metabolisme dalam tubuh, seperti ureum, kreatinin dan sisa metabolisme yang lain.

2. Menggantikan fungsi ginjal dalam mengeluarkan cairan tubuh yang seharusnya dikeluarkan sebagai urin saat ginjal sehat.

3. Meningkatkan mutu hidup pasien yang menderita penurunan fungsi ginjal. 4. Menggantikan fungsi ginjal sambil menunggu program pengobatan yang lain.

Proses Hemodialisa

Suatu mesin hemodialisa yang digunakan untuk tindakan hemodialisa berfungsi mempersiapkan cairan dialisa (dialisat), mengalirkan dialisat dan aliran darah melewati suatu membran semipermeabel, dan memantau fungsinya termasuk dialisat dan sirkuit darah korporeal. Pemberian heparin melengkapi antikoagulasi sistemik. Darah dan dialisat dialirkan pada sisi yang berlawanan untuk memperoleh efisiensi maksimal dari pemindahan larutan.Komposisi dialisat, karakteristik dan ukuran membran dalam alat dialisa dan kecepatan aliran darah dan larutan mempengaruhi pemindahan larutan (Tisher dan Wilcox 1997).

Dalam proses hemodialisa diperlukan suatu mesin hemodialisa dan suatu saringan sebagai ginjal tiruan yang disebut dializer, yang digunakan untuk menyaring dan membersihkan darah dari ureum, kreatinin dan zat-zat sisa metabolisme yang tidak diperlukan oleh tubuh. Untuk melaksanakan hemodialisa diperlukan akses vaskuler sebagai tempat suplai dari darah yang akan masuk ke dalam mesin hemodialisa (NKF 2006).

(20)

6

kompak karena memiliki permukaan yang luas akibat adanya banyak tabung kapiler (Price dan Wilson 1995).

Menurut Corwin (2000) hemodialisa adalah dialisa yang dilakukan di luar tubuh.Selama hemodialisa darah dikeluarkan dari tubuh melalui sebuah kateter masuk ke dalam sebuah mesin yang dihubungkan dengan sebuah membran semipermeabel (dializer) yang terdiri dari dua ruangan. Satu ruangan dialirkan darah dan ruangan yang lain dialirkan dialisat, sehingga keduanya terjadi difusi. Setelah darah selesai dilakukan pembersihan oleh dializer darah dikembalikan ke dalam tubuh melalui arterio venosa shunt (AV-shunt).

Price dan Wilson (1995) juga menyebutkan bahwa suatu sistem dialisa terdiri dari dua sirkuit, satu untuk darah dan satu lagi untuk dialisat. Darah mengalir dari pasien melalui tabung plastik (jalur arteri atau blood line), melalui dializer hollow fiber dan kembali ke pasien melalui jalur vena.Dialisat membentuk saluran kedua.Air kran difiltrasi dan dihangatkan sampai sesuai dengan suhu tubuh, kemudian dicampur dengan konsentrat dengan perantaraan pompa pengatur, sehingga terbentuk dialisat atau bak cairan dialisa. Dialisat kemudian dimasukan ke dalam dializer, dimana cairan akan mengalir di luar serabut berongga sebelum keluar melalui drainase. Keseimbangan antara darah dan dialisat terjadi sepanjang membran semipermeabel dari hemodializer melalui proses difusi, osmosis dan ultrafiltrasi.

Menurut Price dan Wilson (1995), komposisi dialisat diatur sedemikian rupa, sehingga mendekati komposisi ion darah normal, dan sedikit dimodifikasi agar dapat memperbaiki gangguan cairan dan elektrolit yang sering menyertai gagal ginjal. Unsur-unsur yang umum terdiri dari Na+, K+, Ca++, Mg++, Cl- , asetat dan glukosa. Urea, kreatinin, asam urat dan fosfat dapat berdifusi dengan mudah dari darah ke dalam dialisat, karena unsur-unsur ini tidak terdapat dalam dialisat. Natrium asetat yang lebih tinggi konsentrasinya dalam dialisat, akan berdifusi ke dalam darah. Tujuan menambahkan asetat adalah untuk mengoreksi asidosis penderita uremia.Asetat dimetabolisme oleh tubuh pasien menjadi bikarbonat. Glukosa dalam konsentrasi yang rendah ditambahkan ke dalam dialisat untuk mencegah difusi glukosa ke dalam dialisat yang dapat menyebabkan kehilangan kalori dan hipoglikemia.Pada hemodialisa tidak dibutuhkan glukosa dalam konsentrasi tinggi, karena pembuangan cairan dapat dicapai dengan membuat perbedaan tekanan hidrostatik antara darah dengan dialisat.

(21)

akanmenghalangi udara atau bekuan darah kembali ke dalam aliran darah pasien. Untuk menjamin keamanan pasien, maka hemodializer modern dilengkapi dengan monitor-monitor yang memiliki alarm untuk berbagai parameter (Price & Wilson, 1995).

Menurut PERNEFRI (2003), waktu atau lamanya hemodialisa disesuaikan dengan kebutuhan individu. Tiap hemodialisa dilakukan 4-5 jam dengan frekuensi 2 kali seminggu. Hemodialisa idealnya dilakukan 10-15 jam/minggu dengan QB 200-300 ml/menit. Corwin (2000) menjelaskan, hemodialisa memerlukan waktu 3-5 jam dan dilakukan 3 kali seminggu.Pada akhir interval 2-3 hari diantara hemodialisa, keseimbangan garam, air, dan pH sudah tidak normal lagi. Hemodialisa ikut berperan menyebabkan anemia karena sebagian sel darah merah rusak dalam proses hemodialisa.

Price dan Wilson (1995) menjelaskan bahwa dialisat pada suhu tubuh akan meningkatkan kecepatan difusi, tetapi suhu yang terlalu tinggi menyebabkan hemolisis sel-sel darah merah, sehingga dapat menyebabkan pasien meninggal. Robekan pada membran dializer yang mengakibatkan kebocoran kecil atau masif dapat dideteksi oleh fotosel pada aliran keluar dialisat. Hemodialisa rumatan biasanya dilakukan tiga kali seminggu dan lama pengobatan berkisar dari 4-6 jam, tergantung dari jenis sistem dialisa yang digunakan dan keadaan pasien.

Komplikasi Hemodialisa

Menurut Tisher dan Wilcox (1997), serta Havens dan Terra (2005) selama tindakan hemodialisa sering sekali ditemukan komplikasi yang terjadi, yaitu : 1. Kram otot

Kram otot pada umumnya terjadi pada separuh waktu berjalannya hemodialisa sampai mendekati waktu berakhirnya hemodialisa. Kram otot seringkali terjadi pada ultrafiltrasi (penarikan cairan) yang cepat dengan volume yang tinggi.

2. Hipotensi

Terjadinya hipotensi dimungkinkan karena pemakaian dialisat asetat, rendahnya dialisat natrium, penyakit jantung aterosklerotik, neuropati otonomik dan kelebihan tambahan berat cairan.

3. Aritmia

Hipoksia, hipotensi, penghentian obat anti aritmia selama dialisa, penurunan kalsium, magnesium, kalium, dan bikarbonat serum yang cepat berpengaruh terhadap aritmia pada pasien hemodialisa.

4. Sindrom ketidakseimbangan dialisa

Sindrom ketidakseimbangan dialisa dipercaya secara primer dapat diakibatkan dari osmol-osmol lain dari otak dan bersihan urea yang kurang cepat dibandingkan dari darah, yang mengakibatkan suatu gradien osmotik diantara kompartemen-kompartemen ini. Gradien osmotik ini menyebabkan perpindahan air ke dalam otak yang menyebabkan oedem serebri. Sindrom ini tidak lazim dan biasanya terjadi pada pasien yang menjalani hemodialisa pertama dengan azotemia berat.

5. Hipoksemia

(22)

8

6. Perdarahan

Uremia menyebabkan ganguan fungsi trombosit. Fungsi trombosit dapat dinilai dengan mengukur waktu perdarahan. Penggunaan heparin selama hemodialisa juga merupakan faktor risiko terjadinya perdarahan.

7. Ganguan pencernaan

Gangguan pencernaan yang sering terjadi adalah mual dan muntah yang disebabkan hipoglikemia.Gangguan pencernaan sering disertai dengan sakit kepala.

8. Infeksi atau peradangan bisa terjadi pada akses vaskuler.

9. Pembekuan darah bisa disebabkan karena dosis pemberian heparin yang tidak adekuat ataupun kecepatan putaran darah yang lambat.

Pengertian BPJS Kesehatan

BPJS merupakan lembaga yang dibentuk untuk menyelenggarakan program jaminan sosial di Indonesia menurut Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011.Sesuai Undang-undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional, BPJS merupakan badan hukum nirlaba.Berdasarkan Undang-undang Nomor 24 Tahun 2011, BPJS akan menggantikan sejumlah lembaga jaminan sosial yang ada di Indonesia yaitu lembaga asuransi jaminan kesehatan PT Askes Indonesia menjadi BPJS Kesehatan dan lembaga jaminan sosial ketenaga kerjaan PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Transformasi PT Askes dan PT Jamsostek menjadi BPJS dilakukan secara bertahap. Pada awal 2014, PT Askes akan menjadi BPJS Kesehatan, selanjutnya pada 2015 giliran PT Jamsostek menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Setiap warga negara Indonesia dan warga asing yang sudah berdiam di Indonesia selama minimal enam bulan wajib menjadi anggota BPJS.Ini sesuai pasal 14 UU BPJS (BPJS 2014).

(23)

Pengertian Mutu dan Jasa

Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan (Tjiptono, 2004). Mutu jasa berpusat pada upaya pemenuhan kebutuhan dan keinginan nasabah serta ketetapan penyampaiannya untuk mengimbangi harapan nasabah. Menurut Tjiptono (2004), mutu jasa adalah tingkat keunggulan yang diharapkan dan pengendalian atas tingkat keunggulan tersebut untuk memenuhi keinginan nasabah.

Slamet (2003) menjelaskan bahwa filosofi mutu adalah memberi kepuasan kepada khalayak sasaran (pelanggan). Kepuasan sendiri berasal dari (1) tujuan-tujuan yang dipahami oleh masyarakat yang berhubungan dengan kebutuhan dan harapan sasaran, (2) usaha-usaha yang berhubungan dengan kepuasan dan dapat dilihat/dirasakan dengan cara dapat memenuhi kebutuhan dan harapan, (3) merasakan dan menyaksikan hasil-hasil yang dicapai serta (4) sasaran dapat merasakan perkembangan “usaha yang dirintisnya”, yaitu harapan untuk maju terus.

Mutu layanan digambarkan sebagai suatu bentuk sikap (attitude) yang berhubungan, namun tidak persis sama dengan kepuasan, yang diperoleh dengan membandingkan harapan dengan kinerja yang dirasakan. Terdapat delapan dimensi mutu yang dikemukakan oleh Nasution (2004), yaitukinerja, ciri-ciri atau keistimewaan tambahan, kehandalan, kesesuaian dengan spesifikasi, daya tahan, serviceability, estetika dan mutu yang dipersepsikan.

Mutu perlu dipahami dan dikelola dalam seluruh bagian organisasi jasa. Masalah mutu jasa sering timbul dalam empat aspek (Tjiptono 2004), yaitu pertemuan jasa, desain jasa, produktivitas jasa, budaya dan organisasi jasa. Fokus dari mutuadalah kepuasan nasabah. Pada dasarnya, kepuasan nasabah dapat didefinisikan secara sederhana sebagai suatu keadaan dimana kebutuhan, keinginan dan harapan nasabah dapat terpenuhi melalui produk yang dikonsumsi.

Jasa dapat disimpulkan sebagai suatu pemberian kinerja atau tindakan tak kasat mata dari satu pihak kepada pihak lain (Rangkuti 2005). Bank menawarkan jasa pelayanan terhadap nasabah merupakan hal yang sangat penting untuk memenangkan persaingan antar perbankan. Menurut Diana (2008), pelayanan yang memuaskan terdiri dari tigakomponen berikut :

1. Mutu produk dan layanan yang dihasilkan. 2. Cara anda memberikan layanan tersebut.

3. Hubungan antara pribadi yang terbentuk melalui layanan tersebut.

Adanya persaingan yang ketat antara masing-masing perusahaan telah menyebabkan sektor pelayanan menjadi sangat penting. Hal ini mendorong suatu perusahaan untuk terus meningkatkan mutu pelayanannya dalam upaya mengatasi persaingan tersebut. Hal-hal yang mendorong meningkatnya mutu pelayanan ini terletak pada aspek pemasarannya. Maka dari itu sukses suatu industri jasa tergantung pada kemampuan perusahaan mengelola ketiga aspek berikut :

1. Janji perusahaan mengenai jasa yang akan disampaikan kepada nasabah 2. Kemampuan perusahaan untuk membuat karyawan mampu memenuhi janji

tersebut

(24)

10

Menurut Rangkuti (2005), tujuan manajemen jasa pelayanan adalah untuk mencapai tingkat mutu pelayanan tertentu. Hal ini erat kaitannya dengan pelanggan, sehingga tingkat ini dihubungkan dengan tingkat kepuasan pelanggan.

Macaulay dan Cook (1997) menjelaskan baik buruknya citra sebuah perusahaan di mata pelanggan tergantung pada pelayanannya sehari-hari. Pelayanan dapat ditingkatkan melalui berbagai cara, yaitu :

1. Pengembangan dan penciptaan prosedur bersahabat, relevan, hemat waktu dan tidak berbelit-belit.

2. Penyelesaian masalah secara jitu dan kreatif.

3. Menghadapi pelanggan secara bijaksana dalam situasi sulit sekalipun.

Pengertian Kepuasan Pelanggan

Band dalam Nasution (2001), menyatakan definisi kepuasan pelanggan adalah: “Satisfaction is the state in which customer needs, wants and expectations, through the transaction cycle, are not or exceeded, resulting in repurchase and continuing loyalty. In other words, if customer satisfaction could be expressed as a ratio, it would look like this: customer satisfaction = perceived quality: needs, wants and expectations”. Definisi kepuasan nasabah menurut Lovelock dan Wright (2005) adalah reaksi emosional jangka pendek yang dirasakan pelanggan terhadap kinerja produk tertentu, dapat berupa kemarahan, kejengkelan, netralitas, kegembiraan dan kesenangan.

Kepuasan pelanggan menurut Kotler (2000) adalah suatu tingkat perasaan seorang pelanggan setelah membandingkan kinerja atau hasil yang dirasakan dibandingkan dengan harapannya. Suatu pelayanan dinilai memuaskan bila tingkat pelayanan memenuhi harapan pelanggan. Suatu pelayanan dinilai tidak memuaskan, bila tingkat pelayanan di bawah harapan pelanggan. Apabila nasabah tidak dipuaskan dengan pelayanan yang ada, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak efektif dan tidak efisien.

Memuaskan pelanggan menurut Lele dan Seth dalam Amalia (2005) adalah pertahanan paling baik untuk melawan pesaing. Keunggulan sebuah perusahaan untuk selalu menjaga pangsa pasar adalah bukan dengan cara menemukan metode baru yang menekan biaya produksi, peraturan hukum dan teknologi; melainkan dengan menjaga agar perasaan pelanggan tetap puas dan senang. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kepuasan pelanggan, yaitu :

1. Pertemuan dengan orang yang melayani pelanggan. 2. Penampilan, kemasan dan bentuk produk.

3. Interaksi dengan fasilitas peralatan perusahaan. 4. Karakteristik dan perilaku pelanggan lain.

Menurut Rangkuti (2005), kepuasan pelanggan dapat diukur dengan cara berikut :

1. Traditional Approach

(25)

5 (sangat puas sekali). Selanjutnya konsumen juga diminta memberikan penilaian atas produk atau jasa tersebut secara keseluruhan.

2. Analisis secara Deskriptif

Analisis kepuasan pelanggan dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif menghasilkan pelanggan puas atau tidak puas, sebaiknya dilanjutkan dengan membandingkan hasil kepuasan tahun lalu dengan tahun ini, sehingga kecenderungan perkembanganya dapat ditentukan.

3. Structural Approach

Dalam pendekatan ini, responden diminta untuk memberikan penilaian-nya terhadap suatu produk atau fasilitas dan dapat juga dengan membanding-kan produk atau fasilitas dengan produk atau fasilitas lainnya, dengan syarat peubah yang diukur adalah sama.

Pengertian Kinerja

Dalam kamus bahasa Indonesia dikatakan bahwa kinerja adalah (1) sesuatu yang dicapai, (2) prestasi yang diperlihatkan dan (3) kemampuan kerja. Berdasarkan pengertian tersebut terlihat bahwa kinerja bermakna kemampuan kerja dan hasil atau prestasi yang dicapai dalam melaksanakan suatu pekerjaan.Kinerja adalah tingkat pencapaian hasil dalam rangka mewujudkan tujuan perusahaan (Simanjuntak 2005).

Kinerja adalah kesediaan seseorang atau kelompok orang untuk melakukan sesuatu kegiatan dan menyempurnakannya sesuai dengan tanggungjawabnya dengan hasil seperti yang diharapkan. Jika dikaitkan dengan performance sebagai kata benda (noun) di mana salah satu entrinya adalah hasil dari sesuatu pekerjaan (thing done), pengertian performance atau kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu perusahaan sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam upaya pencapaian tujuan perusahaan secara legal, tidak melanggar hukum dan tidak bertentangan dengan moral atau etika.

Kinerja dalam menjalankan fungsinya tidak berdiri sendiri, tapi berhubungan dengan kepuasan kerja dan tingkat imbalan, dipengaruhi oleh keterampilan, kemampuan dan sifat-sifat individu. Oleh karena itu, menurut model partner-lawyer (Donnelly et al. dalam Diana, 2008), kinerja individu pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti (1) harapan mengenai imbalan; (2) dorongan; (3) kemampuan; kebutuhan dan sifat; (4) persepsi terhadap tugas; (5) imbalan internal dan eksternal; (6) persepsi terhadap tingkat imbalan dan kepuasan kerja. Dengan demikian, kinerja pada dasarnya ditentukan oleh tiga hal, yaitu (1) kemampuan, (2) keinginan dan (3) lingkungan.

(26)

3. METODE KAJIAN

Lokasi dan Waktu

Lokasi penelitian dilaksanakan di Klinik Hemodialisa RS Satya Bhakti Depok, Jawa Barat. Pelaksanaan tugas akhir ini direncanakan kurang lebih selama empat bulan, yang dimulai pada bulan September sampai dengan Desember 2014 .

Metode Kerja

Kajian ini menggunakan metode deskriptif dan analitik yang bersifat studi kasus (Sugiyono 2003). Untuk mengindentifikasi makna dan implikasi dari masalah yang ingin dipecahkan, yaitu fenomena antara jasa pelayanan terhadap kepuasan pelanggan danmengevaluasi lingkungan perusahaan (internal dan eksternal) dilakukan wawancara langsung dengan responden menggunakan kuesioner. Hasil identifikasi dianalisis, sehingga dapat diketahui posisi perusahaan saat ini dan selanjutnya dilakukan penyusunan strategi pemasaran yang dapat diimplementasikan, serta prospek perkembangan usaha ke depan.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri atas data primer dan sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh langsung di lokasi penelitian, baik melalui wawancara (dengan pemilik unit usaha, manajer pemasaran, SDM, dokter dan perawat), maupun observasi. Teori harus didukung dengan data primer yang bersifat kualitatif, sehingga akan meningkatkan validitas, signifikasi dan pengembangan lebih lanjut dari teori yang berhasil diterapkan saat ini (Aponte, 2011). Data yang termasuk data primer pada penelitian ini adalah hasil wawancara mengenai proses dan situasi unit hemodialisa, serta dokumentasi guna mendukung hasil penelitian. Penyebaran kuesioner (Lampiran 1) dilakukan dengan mengguna-kan metode judgement sampling, yaitu dengan cara memilih konsumen yang paling tepat untuk memberikan informasi yang dibutuhkan. Jumlah contoh yang diteliti sebanyak 30 responden.

Data Sekunder adalah data yang diperoleh dari literatur, perpustakaan, instansi pemerintah atau swasta serta laporan penelitian. Data yang termasuk dalam data sekunder penelitian ini adalah data yang diperoleh dari beragam pustaka yang menunjang dan berhubungan dengan kajian. Data tersebut berupa laporan tahunan, jurnal, skripsi dan tesis yang berkaitan dengan penelitian ini. 1. Wawancara

(27)

Wawancara adalah proses tanya jawab dengan seseorang yang bertujuan untuk meminta keterangan atau pendapat secara langsung dengan pihak-pihak yang bersangkutan menjadi sumber data. Dalam metode ini, dilakukan wawancara mendalam dengan informan, yaitu pemilik dan pelaksana unit hemodialisa di Rumah Sakit.

2. Observasi Non-partisipan

Observasi ini dilakukan dengan cara mengadakan peninjauan atau pengamatan secara langsung pada obyek penelitian, yaitu kegiatan unit hemodialisa. Pengamatan ini mencakup keadaan atau situasi yang sebenarnya, khususnya terkait dengan unit hemodialisa.

3. Studi Pustaka

Studi Pustaka adalah teknik pengumpulan data dengan cara mempelajari buku-buku literatur terkait dengan permasalahan yang akan diteliti kemudian dilakukan penelaahan agar diperoleh landasan teori.

Analisis data dalam kajian ini menggunakan pendekatan kualitatif pada prinsipnya berproses secara analisa deskripsi (content analysis). Secara umum sebenarnya proses analisa telah dimulai sejak peneliti menetapkan fokus permasalahan dan lokasi penelitian, kemudian menjadi intensif ketika turun ke lapangan. Menurut Miles dan Michael (1992). teknik analisa data kualitatif terdiri dari beberapa tahap, yaitu :

1. Pengumpulan data

Proses Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara mendalam kepada informan utama dan triangulasi, observasi serta melakukan studi pustaka. Hal ini dilakukan untuk menggali lebih dalam terhadap peubah-peubah yang diteliti guna memenuhi kebutuhan informasi yang diperlukan. 2. Reduksi Data

Reduksi data adalah proses penggabungan dan penyeragaman segala bentuk data yang diperoleh melalui wawancara mendalam, observasi dan studi pstaka menjadi satu bentuk tulisa yang akan di analisa.

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah mengolah data setengah jadi yang sudah sesuai dalam bentuk tulisan dan sudah memiliki alur tema yang jelas ke dalam matriks kategorisasi. Dalam penelitian ini data disajikan dalam bentuk uraian singkat (naratif) sesuai dengan variabel penelitian.

4. Menarik Kesimpulan

Langkah ini merupakan tahap akhir dalam penelitian ini dimana hasil yang diperoleh dilakukan penyimpulan untuk memperoleh gambaran yang umum dan menyeluruh dari objek penelitian yang sesuai dengan tujuan penelitian.

Pengolahan dan Analisis Data

1. Matriks Internal Factor Evaluation (IFE) dan External Factor Evaluation (EFE)

(28)

14

diklasifikasikan atas peluang dan ancaman bagi perusahaan dalam bentuk matriks EFE. Tahapan dalam pembuatan matriks IFE dan EFE (David 2006) adalah:

a. Menentukan dalam kolom 1 faktor strategi eksternal yang menjadi peluang dan ancaman, serta faktor strategi internal yang menjadi kekuatan dan kelemahan perusahaan.

b. Memberikan bobot untuk masing-masing faktor dalam kolom 2. Dari 0,0 (tidak penting) hingga 1,0 (paling penting). Penjumlahan dari seluruh bobot yang diberikan semua faktor harus sama dengan 1,0.

c. Memberikan peringkat 1-4 untuk masing-masing faktor kunci dalam kolom 3 tentang seberapa efektif strategi perusahaan dalam merespons faktor tersebut. Dengan memberi skala mulai dari 1 (dibawah rataan) hingga 4 (diatas rataan). Pemberian nilai rating untuk faktor kekuatan dan peluang bersifat positif (kekuatan atau peluang semakin besar diberi rating +4, tetapi jika kekuatan atau peluang kecil diberi rating +1). Pemberian nilai rating kelemahan dan ancaman adalah negatif. (jika kelemahan atau ancaman sangat besar ratingnya adalah 1. Sebaliknya jika nilai kelemahan atau ancaman di bawah rataan atau kecil nilainya adalah 4).

d. Mengalikan masing-masing bobot faktor dengan peringkatnya untuk menentukan nilai tertimbang.

e. Jumlahkan nilai tertimbang dari masing-masing peubah untuk menentukan total dari nilai tertimbang bagi perusahaan.

Dalam matriks IFE, total keseluruhan nilai yang dibobot berkisar antara 1,0-4,0 dengan nilai rataan 2,5. Nilai dibawah 2,5 menandakan bahwa secara internal perusahaan lemah dan nilai di atas 2,5 menunjukkan posisi internal perusahaan kuat. Total nilai 4,0 menunjukkan perusahaan mampu meng-gunakan kekuatan yang ada untuk mengantisipasi kelemahan dan total nilai 1,0 berarti perusahaan tidak dapat mengantisipasi kelemahan dengan menggunakan kekuatan yang dimiliki.

Tabel 1. Penilaian bobot faktor strategi eksternal perusahaan

Faktor Strategik Eksternal A B C D Total A

B C D dst

Total

Tabel 2. Penilaian bobot faktor strategi internal perusahaan

Faktor Strategik Internal A B C D Total A

B C D dst

(29)

Dalam matriks EFE, total keseluruhan nilai yang dibobot tertinggi adalah 4,0 mengindikasikan perusahaan mampu merespon peluang yang ada dan menghindari ancaman di pasar industri. Nilai terendah adalah 1,0 yang menunjukkan strategi yang dilakukan perusahaan tidak dapat memanfaatkan peluang atau tidak dapat menghindari ancaman yang ada. Setelah tersusun matriks IFE dan EFE, dilakukan kombinasi alternatif strategi dengan matriks Internal-External (IE) dan Strengths, Weaknesses, Opportunities dan Threats (SWOT) (Rangkuti, 2000).

Tabel 3. Matriks IFE

Faktor Strategik Internal Bobot (a)

Faktor Strategis Eksternal Bobot (a)

(30)

16

Total skor dari matriks EFE pada sumbu Y dengan skor 1,0-1,99 adalah posisi rendah, skor 2,0-2,99 adalah posisi rataan dan skor 3,0-4,0 adalah posisi tinggi. Matriks ini bermanfaat untuk menentukan posisi perusahaan yang terdiri atas sembilan sel (Gambar 1). Namun secara garis besar dibagi menjadi tiga bagian utama yang mempunyai dampak strategi yang berbeda (David 2006), yaitu:

a. Strategi tumbuh dan kembang yang meliputi sel I, II, atau IV dan strategi yang cocok untuk diterapkan. Antara lain strategi intensif atau strategi integratif.

b. Strategi jaga dan pertahankan yang meliputi sel III, V, atau VII, dapat dikelola dengan strategi penetrasi pasar dan pengembangan produk.

c. Strategi tuai dan divestasi yang meliputi sel VI, VIII, atau IX.

Tota

Total Skor Faktor Strategis Internal

Kuat Rata-rata Lemah

Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematik untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika memaksimalkan kekuatan (strengths) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategik selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, strategik, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencana strategik (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategik perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman) dalam kondisi yang ada saat ini. Hal ini disebut dengan Analisis Situasi. Model yang paling populer untuk analisis situasi adalah analisis SWOT (Rangkuti, 2000). Dalam suatu kinerja perusahaan, dapat ditentukan oleh kombinasi faktor internal dan faktor eksternal. Kedua faktor tersebut harus dipertimbangkan dalam analisis SWOT (Tabel 5). Analisis SWOT ini membandingkan antara faktor eksternal (peluang dan ancaman) dengan faktor internal (kekuatan dan kelemahan).

3.0

2.0

1.0

(31)

Tabel 5. Matriks SWOT

4. Important Performance Analysis (IPA)

Untuk mengetahui kepuasan pelanggan terhadap pelayanan petugas maka digunakan analisis IPA. Berdasarkan hasil penilaian tingkat kepentingan dan harapan, dihasilkan suatu perhitungan mengenai tingkat kepentingan harapan suatu jasa. Untuk mengidentifikasi karakteristik konsumen, dilakukan analisis deskriptif kualitatif-kuantitatif, sedangkan untuk menganalisis data penelitian mengenai kesesuaian tingkat harapan atau kepentingan konsumen terhadap pelayanan petugas dengan IPA dengan alat bantu Statistical Product and Service Solution (SPSS).

Rentang skala penilaian berguna untuk menentukan secara pasti jawaban responden berdasarkan nilai skor yang diperoleh. Rentang skala dengan rumus: Rs = ∑ (m-1) /m = ∑ (5-1) /5 = 0,8

Keterangan:

Rs : Rentang Skala m : Jumlah skala penilaian

Untuk menilai tingkat kinerja dan kepentingan terhadap pelayanan yang diberikan memakai skala penilaian dimana penilaian adalah memberi skala yang dimulai dari sangat tidak penting sampai sangat penting dan sangat tidak baik sampai sangat baik (James dalam Sugiyono, 2006).

STP TP B P SP

Keterangan :

STP = Sangat tidak penting TP = Tidak penting B = Biasa

P = Penting

SP = Sangat penting

(32)

18

Demikian pula skor untuk yang lain (sangat tidak baik sampai sangat baik) posisi tingkat kepuasan diperoleh berdasarkan nilai dari rataan pembobotan. Untuk tingkat kepuasan konsumen diberikan 5 tingkat penilaian (Skala Likert), yaitu :

1. Sangat Baik : bobot 5

2. Baik : bobot 4

3. Cukup Baik : bobot 3 4. Tidak Baik : bobot 2 5. Sangat Tidak Baik : bobot 1

Matriks IPA yang digunakan merupakan suatu bangun yang dibagi menjadi empat kuadran yang dibatasi oleh dua buah garis berpotongan tegak lurus (Gambar 2).

Y= Importance (Kepentingan)

Prioritas Utama (A) Pertahankan Prestasi (B)

Prioritas Rendah (C) Berlebihan (D)

X = Performance (Kinerja) Gambar 2. Diagram Kartesius dari faktor-faktor yang mempengaruhi

kepuasan pelanggan (Supranto, 2006)

i. Kuadran pertama (prioritas utama)

Wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan, tetapi pada kenyataannya faktor-faktor ini belum sesuai seperti yang diharapkan (tingkat kepuasan yang diperoleh masih sangat rendah). Peubah-peubah yang masuk dalam kuadran ini harus ditingkatkan. Caranya perusahaan melakukan perbaikan secara terus-menerus, sehingga performance peubah yang ada dalamkuadran ini akan meningkat.

ii. Kuadran kedua (pertahankan prestasi)

Wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap penting oleh pelanggan dan faktor-faktor yang dianggap oleh pelanggan sudah sesuai dengan yang dirasakannya, sehingga tingkat kepuasannya relatif lebih tinggi. Peubah-peubah yang termasuk dalam kuadran ini harus tetap dipertahankan, karena semua ini menjadikan produk/jasa tersebut unggul di mata pelanggan.

iii. Kuadran ketiga (prioritas rendah)

(33)

iv. Kuadran keempat (berlebihan)

Wilayah yang memuat faktor-faktor yang dianggap kurang penting oleh pelanggan dan dirasakan terlalu berlebihan. Peubah-peubah yang termasuk dalam kuadran ini dapat dikurangi, agar perusahaan dapat menghemat biaya.

5. Customer Satisfaction Index (CSI)

CSI atau indeks kepuasan pelanggan diperlukan untuk mengetahui tingkat kepuasan responden secara menyeluruh dengan melihat tingkat kepentingan dari atribut-atribut produk/jasa tersebut. Stratford dalam Listyari (2006) menyatakan bahwa terdapat empat tahap yang harus dilakukan untuk menghitung CSI, yaitu :

a. Weighting Factor (WF) adalah fungsi dari mean importance score (MIS-i) masing-masing atribut dalam bentuk persen (%) dari total importance score (MIS-t) untuk seluruh atribut yang diuji :

Dimana, i = atribut ke i.

b. Weighted Score (WS) adalah fungsi dari mean satisfaction score (MSS) dikali weighting factors (WF).

c. Weighted Score (WS adalah fungsi dari total weighted score (WS) atribut-1 (a-atribut-1) hingga atribut-20 (a-20)

d. Customer Satisfaction Index (CSI) adalah fungsi dari weighted avarage (WA) dibagi highest scale [HS/skala maksimum yang dipakai dalam penelitian ini (skala 5) dikalikan 100%].

Kriteria indeks kepuasan menggunakan kisaran 0,00 hingga 1,00 (tidak puas hingga puas), dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Kriteria nilai CSI

No. Nilai IKP Kriteria

1. 0,00-0,34 Tidak puas

2. 0,35-0,50 Kurang puas

3. 0,51-0,65 Cukup puas

4. 0,66-0,80 Puas

5. 0,81-1,00 Sangat puas

(34)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Gambaran Umum

RSIA Setya Bhakti adalah rumah sakit ibu dan anak swasta yang merupakan anak dari Yayasan Husada Bhakti. Dengan didukung para dokter ahli dari berbagai disiplin ilmu RSIA Setya Bhakti siap memberikan pelayanan kesehatan terbaik. RSIA Setya Bhakti beralamat di Jl. Raya Bogor Km. 30 Mekarsari, Cimanggis-Depok. RSIA Setya Bhakti memiliki fasilitas kesehatan sebagai berikut :

1. Poli Umum 2. Poli Kebidanan 3. Poli Anak 4. Poli Gigi

5. Poli Kulit & Kelamin 6. Laboratorium

7. Rontgen

Sampai pada saat ini, RSIA Setya Bhakti telah bekerjasama sembilan asuransi kesehatan dan jaminan perusahaan. Berikut adalah nama-nama provider asuransi yang telah bekerjasama dengan Klinik Utama Setya Bhakti :

1. BPJS Kesehatan 2. Asuransi Inhealth

3. Asuransi Tugu Mandiri (AdMedik) 4. Asuransi Nayaka

5. Asuransi Bringin Life 6. Asuransi CIU

7. Asuransi Gessa Assistance 8. Asuransi Bintang

9. Jaminan Perusahaan PT PRALON

Perumusan Strategi Matriks IFE dan EFE

Kekuatan meliputi tenaga kerja handal dan berpengalaman, sarana dan prasarana yang mendukung, teknologi, jumlah jaringan luas, serta inovasi produk dan layanan. Kekuatan adalah kompetensi khusus yang memberikan keunggulan komparatif bagi perusahaan di pasar. Kekuatan dapat terkandung dalam sumber daya keuangan, citra, kepemimpinan pasar, hubungan pembeli dengan pemasok dan faktor-faktor lain (Pearce and Robinson, 1997).

Menurut Pearce and Robinson (1997), kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya, keterampilan, dan kemampuan yang dapat menghambat kinerja efektif perusahaan. Sumber-sumber kelemahan tersebut dapat meliputi kegiatan promosi kurang, biaya terlalu tinggi, SDM kurang bermutu, sistem dan prosedur yang rumit, serta penelitian dan pengembangan (litbang) usaha rendah.

(35)

merupakan salah satu sumber peluang. Untuk itu, perubahan gaya hidup masyarakat, keinginan untuk menjadi lebih sukses, keadaan perekonomian yang semakin baik, pangsa pasar produk/usaha yang masih luas dan pelanggan/nasabah yang loyal dapat memberikan peluang bagi perusahaan.

Aspek dimensi lingkungan yang dimiliki oleh perusahaan terkait dengan lingkungan luar dimana perusahaan berada. Aspek dimensi lingkungan internal mencakup segala hal yang berhubungan dengan kondisi di dalam usaha. Keseluruhan faktor yang telah diidentifikasi diberikan bobot, rating dan skor yang menggambarkan posisi perusahaan dalam menghadapi kondisi lingkungan eksternal berdasarkan kondisi internal dengan matriks EFE dan matriks IFE. Profil SWOT dapat dimuat pada Tabel 7.

Tabel 7. Profil SWOT

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

1. RSIA Setya Bhakti sudah terkenal dan berdiri sejak tahun 1983

2. Adanya tempat untuk klinik hemodialisa

3. Luas dan besar ruangan yang disiapkan sangat memadai

4. Fasilitas dan peralatan medik dasar sudah memadai

5. Adanya dokter spesialis yang bersertifikat pelayanan hemodialisa 6. Lokasi strategis di Jalan Raya Bogor 7. Rumah Sakit buka 24 jam

1. Belum adanya perawat bersertifikat hemodialisa

2. Belum adanya alat/mesin hemodialisa 3. Belum ada kepercayaan masyarakat

terhadap adanya klinik hemodialisa

Peluang (O) Ancaman (T)

1. Rumah Sakit type D, sehingga untuk pelayanan berjenjang memiliki kesempatan lebih banyak

2. Tingkat kepercayaan terhadap Rumah Sakit tinggi

3. Hubungan dan kerjasama yang baik dengan BPJS

4. Kebutuhan masyarakat sekitar tinggi akan pelayanan hemodialisa

5. Belum adanya Rumah Sakit type D yang membuka pelayanan hemodialisa berbasis BPJS

1. Adanya Rumah Sakit sekitar penyedia hemodialisa

2. Belum adanya investor tetap untuk layanan hemodialisa

3. Adanya anggapan masyarakat negatif tentang Rumah Sakit type D

Matriks IFE

Penilaian pembobotan dan pemberian rating bersifat subyektif memuat kondisi aktual dan sudut pandangdalam menghadapi berbagai faktor internal. Skor terbobot total pada evaluasi faktor internal akan menentukan posisi perusahaan dalam menghadapi kelemahan berdasarkan kekuatan yang dimiliki.

(36)

22

Faktor kekuatan lain yang dapat dimanfaatkan RS adalah RS sudah terkenal karena berdiri sejak tahun 1983, dengan bobot 0,10 dan rating 4, diperoleh skor 0,40. Secara lebih rinci hasil perhitungan faktor strategi internal dapat dilihat pada Tabel 8.

Kelemahan paling utama RS ini adalah belum adanya perawat yang bersertifikat dengan bobot 0,10 dan rating 1, sehingga diperoleh skor 0,10. Perawat merupakan orang yang pertama menangani pasien yang datang, sehingga kecakapan dan ketangkasan dalam memberikan pelayan sangat dibutuhkan. Sertifikasi keperawatan merupakan salah satu indikator untuk memenangkan persaingan di era globalisasi. Faktor kelemahan lain yang perlu mendapat perhatian adalah belum adanya alat hemodialisa (0,20) dan belum ada kepercayaan masyarakat terhadap adanya klinik hemodialisa (0,20).

Dari hasil analisis perhitungan faktor-faktor internal didapatkan total skor sebesar 2,61, nilai ini berada di atas rataan sebesar 2,50, menunjukkan posisi internal RS yang cukup kuat, dimana RS memiliki kemampuan di atas rataan dalam memanfaatkan kekuatan dan mengantisipasi kelemahan internal.

Tabel 8. Perhitungan matriks IFE

Faktor Internal Bobot

RSIA Setya Bhakti sudah terkenal dan berdiri sejak tahun 1983

0.10 4 0.40

Adanya tempat untuk klinik hemodialisa

0.08 3 0.24

Luas dan besar ruangan yang disiapkan sangat memadai

0.08 3 0.24

Fasilitas dan peralatan medik dasar sudah memadai

0.09 3 0.27

Adanya dokter spesialis yang bersertifikat pelayanan hemodialisa

0.12 4 0.48

(37)

Matriks EFE

Kebutuhan masyarakat sekitar tinggi akan pelayanan hemodialisa peluang paling utama dengan bobot 0,18 dan rating 4, sehingga diperoleh skor 0,72. Kurangnya RS yang menyediakan pelayanan hemodialisa menyebabkan keberadaan RS ini sangat dibutuhkan. Perhitungan matriks EFE secara lebih detail dapat dilihat pada Tabel 9. Faktor peluang lain yang dapat mendukung pengembangan RS adalah belum adanya RS tipe D yang membuka pelayanan hemodialisa berbasis BJPS. Saat ini program BPJS sangat membantu masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah yang membutuhkan pelayanan kesehatan tetapi memiliki keterbatasan biaya (0,60).

Faktor yang menjadi ancaman paling utama RS adalah adanya anggapan masyarakat negatif tentang rumah sakit tipe D dengan bobot 0.07 dan rating 1 sehingga diperoleh skor 0.07. Faktor tersebut menyebabkan keberadaan RS tersebut dipandang sebelah mata, sehingga masyarakat enggan untuk berobat ke RS tersebut. Faktor ancaman lain yang harus diantisipasi RS adalah belum adanya investor tetap untuk layanan hemodialisa (0,18).

Dari hasil analisis perhitungan faktor strategi eksternal didapatkan total skor sebesar 2.73. Nilai ini berada di atas rataan sebesar 2.50, ini berarti menunjukkan RS memiliki strategi yang dapat memanfaatkan peluang dan meminimalkan ancaman/pengaruh negatif eksternal.

Tabel 9. Perhitungan matriks EFE

Faktor Eksternal Bobot

Rumah Sakit type D, sehingga untuk pelayanan berjenjang memiliki

Hubungan dan kerjasama yang baik dengan BPJS

0.11 3 0.33

Kebutuhan masyarakat sekitar tinggi akan pelayanan hemodialisa

0.18 4 0.72

Belum adanya RS tipe D yang membuka pelayanan hemodialisa berbasis BPJS

0.15 4 0.60

Ancaman

Adanya Rumah Sakit sekitar penyedia hemodialisa

0.10 2 0.20

Belum adanya investor tetap untuk layanan hemodialisa

0.18 1 0.18

Adanya anggapan masyarakat negatif tentang Rumah Sakit tipe D

0.07 1 0.07

(38)

24

Penentuan Strategi Matriks IE

Berdasarkan analisis lingkungan eksternal dan internal, diperoleh hasil berupa nilai matriks yang menentukan posisi unit usaha klinik hemodialisa skala UKM untuk dijadikan acuan dalam memformulasikan alternatif strategi yang diperoleh. Perumusan strategi pemasaran ini tidak terlepas dari aspek dimensi lingkungan eksternal dan internal. Berdasarkan hasil penjumlahan skor total pada matriks IFE dan EFE didapatkan nilai masing-masing 2,61 (IFE) dan 2,73 (EFE).Nilai skor total kombinasi antara matriks EFE dan IFE digunakan untuk mengetahui posisi unit usaha klinik hemodialisa skala UKM (Gambar 3). Berdasarkan kombinasi dari nilai EFE dan IFE didapatkan matriks IE. Nilai matriks IE menunjukkan pada posisi sel tengah (Pertumbuhan/Stabil).

Penentuan posisi strategi perusahaan dalam matriks IE didasarkan pada hasil total nilai matriks IFE yang diberi bobot pada sumbu x dan total nilai matriks EFE pada sumbu y (David 2006). Pada matriks IE menunjukkan posisi RS berada pada kuadran V, yaitu pertumbuhan dan stabilitas. Strategi yang sesuai untuk diterapkan pada sel ini adalah penetrasi pasar dan pengembangan usaha.

Kegiatan untuk peningkatan pemasaran dan pelayanan merupakan salah satu formulasi strategi yang dapat menjadi andalan utama bagi unit usaha klinik hemodialisa, disamping untuk mengembangkan kegiatan usaha juga bertujuan untuk mempertahankan usaha, agar terus berlangsung dan terhindar dari kehilangan penjualan dan kehilangan keuntungan. Strategi dalam pemasaran merupakan salah satu upaya organisasi mengeluarkan potensi untuk menembus pasar (Yazdani et al. 2012). Hasil identifikasi dari kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman perusahaan digunakan untuk merumuskan alternatif strategi dengan menggunakan matriks SWOT.

TOTAL SKOR FAKTOR STRATEGI INTERNAL = 2.

KUAT RATAAN LEMAH

PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN PENCIUTAN

M

PERTUMBUHAN PERTUMBUHAN LIKUIDASI

(39)

Perumusan Strategi Matriks SWOT

Perumusan strategi diterapkan melalui identifikasi dan analisis faktor-faktor eksternal yang terdiri dari peluang dan ancaman, serta faktor-faktor internal yang terdiri dari kekuatan dan kelemahan. Peluang merupakan situasi yang diinginkan atau disukai dalam lingkungan industri. Ancaman merupakan situasi yang tidak diinginkan atau tidak disukai dalam lingkungan industri. Kekuatan merupakan kompensasi khusus yang memberikan keunggulan komperatif bagi unit usaha klinik hemodialisa skala UKM, sedangkan kelemahan merupakan keterbatasan atau kekurangan dalam sumber daya keterampilan, maupun kemampuan yang dapat menghambat kinerja perusahaan.

Perumusan strategi dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai faktor yang telah diidentifikasi dan dikelompokkan. Hasil perumusan dikelompokkan menjadi empat kelompok perumusan strategi yang terdiri dari strategi Kekuatan-Peluang (S-O), strategi Kekuatan-Ancaman (S-T), Strategi Kelemahan-Kekuatan-Peluang (W-O) dan strategi Kelemahan-Ancaman (W-T), seperti termuat pada Gambar 4. Formulasi kebijakan kualitatif pada Gambar 4 dapat dirumuskan sebagai berikut : a. Strategi S-O (kombinasi S1-S3dengan O1-O4)

Strategi ini didapatkan dengan memanfaatkan dan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki oleh usaha klinik hemodialisa untuk mengambil atau memanfaatkan peluang yang ada. Berdasarkan hasil analisis diperoleh formulasi strategi, yaitu permintaan semakin tinggi dan mutu hubungan antara Rumah Sakit dan BPJS akan menghasilkan output layanan yang baik, mengingat tipe Rumah Sakit yang dapat merangkul semua kalangan.

b. Strategi S-T (kombinasi S1-S3 dengan T1-T5)

Strategi ini didapatkan dengan memaksimalkan kekuatan yang dimiliki perusahaan dalam mengantisipasi ancaman yang ada. Berdasarkan hasil analisis diperoleh beberapa formulasi strategi, yaitu meningkatkan daya saing Rumah Sakit untuk memberikan pelayanan yang lebih baik daripada Rumah Sakit sekitar penyedia hemodialisa, menarik investor untuk menginvestasikan dana untuk pelaksanaan klinik hemodialisa skala UKM, serta mutu yang diberikan RSIA Setya Bhakti akan menanggalkan anggapan negatif tentang Rumah Sakit tipe D. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penyakit gagal ginjal kronis masih menjadi masalah besar di dunia. Selain sulit disembuhkan, biaya perawatan dan pengobatannyapun sangat mahal (Chen et al. 2009; Russell et al. 2011).

c. Strategi W-O (kombinasi W1-W3 dengan O1-O4)

(40)

26

dalam memberikan intervensi selalu menggunakan pendekatan holistik untuk mendapatkan hasil yang efektif dalam pemberian asuhan keperawatan.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Kekuatan (S)

1.RSIA Setya Bhakti sudah terke-nal dan berdiri sejak tahun 1983 2.Adanya tempat untuk klinik

hemodialisa skala UKM 3.Luas dan besar ruangan yang

disiapkan sangat memadai 4.Fasilitas dan peralatan medik

dasar sudah memadai

5.Adanya dokter spesialis berserti-fikat pelayanan hemodialisa 6.Lokasi strategik di Jalan Raya

Bogor 5. Belum adanya Rumah Sakit

tipe D yang membuka

2. Belum adanya investor tetap untuk layanan hemodialisa 3. Mutu yang diberikan RSIA

Setya Bhakti akan menanggal-lingkungan eksternal dengan internal dalam menghasilkan pilihan strategi. - i = 1, 2, ……..n.

Gambar

Tabel 3.  Matriks  IFE
Gambar 1. Matriks IE
Tabel 5. Matriks SWOT
Tabel 7.  Profil SWOT
+7

Referensi

Dokumen terkait

Adapun yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah, hubungan hukum para pihak dalam pelaksanaan jaminan kesehatan melalui program BPJS Kesehatan,

Judul : Pelayanan Kesehatan bagi anggota Penerima Bantuan Iuran (PBI) Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) di Rumah Sakit Dr.R Soedarsono Kota Pasuruan..

Penelitian kualitatif untuk menganalisis kualitas pelayanan rawat inap oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

Penelitian kualitatif untuk menganalisis kualitas pelayanan rawat inap oleh Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam

“Bagaimana Kualitas Pelayanan Rawat Inap Oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan (BPJS) Kesehatan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan?”.. 1.4

KUALITAS PELAYANAN PUBLIK RUMAH SAKIT UMUM DAERAH (RSUD) GUNUNGSITOLI BAGI PESERTA PENERIMA BANTUAN IURAN (PBI) BADAN PENYELENGGARA JAMINAN SOSIAL

Ibid h, 140.. dengan pelayanan BPJS Kesehatan tolong-menolong dalam hal kebaikan masih belum sesuai atau kurang sekali diterapkan baik itu dari pihak BPJS Kesehatan ataupun

Upaya yang dilakukan oleh petugas tim jaminan kesehatan Rumah Sakit Nur Hidayah agar tidak terjadi penundaan pembayaran pada sistem vedika BPJS Kesehatan diantaranya yaitu upaya