• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Riau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Riau"

Copied!
254
0
0

Teks penuh

(1)

SISTEM PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

TANGKAP DI PROVINSI RIAU

T. ERSTI YULIKA SARI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASINYA

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Sistem Pengembangan Perikanan Tangkap di Provinsi Riau adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, Juli 2010

(3)

ABSTRACT

T. ERSTI YULIKA SARI. System development for capture fisheries business of Riau Province. Under direction of SUGENG HARI WISUDO, DANIEL R. MONINTJA and TOMMY H PURWAKA.

The general objectives of this research is to develop system development of capture fisheries business in Riau Province which can be used as referrence in capture fisheries development planning after experiencing expansion of administrative areas. To achieve these general objective, and more specifically the special purpose of this study are; 1) determine the proper capture fisheries business to develop; 2) determine the appropriate conflict resolution; 3) the appropriate institutional form in the development of capture fisheries business. Survey method was used to collecting information and data from the field. Schaefer model was used to determine the limit of fishery utilization by determining the Maximum Sustainable Yield ( MSY). Linear Goal Programming Model was used to analyze the technological allocation based on all determined target. Scoring method was applied to determine the best kind of capture fisheries technology. Quantitative and qualitative analysis were used for economic and social aspect and descriptive analysis to determine the environmental friendly fishing technology. Method of conflict resolution techniques based on Fisher

et al. (2000). The results indicated that selected fish resource in Malacca Strait Bengkalis Regency are, yellow pike-conger (Congresox talabon), giant threadfish

(Eleutheronema tetradactylum), silver pomfret (Pampusargenteus), and white shrimp

(Metapenaeus sp), with fishing technology of longline, batu net, atom net and apollo net. The optimum amount for the selected fishing technology in Bengkalis Regency is 6595 unit. Selected fish resources in the South China Sea Indragiri Hilir Regency are giant threadfish (Eleutheronema tetradactylum)”, white shrimp (Metapenaeus sp),

yellow pike-conger (Congresox talabon) and barred spanish mackerel

(Scomberomorus commersoni) and with fishing technology of longline, “batu net”, gillnet and shrimp net. The optimum amount for the selected fishing technology in Indragiri Hilir Regency is 5956 unit. Conflict in the waters of Bengkalis is the conflict between longline fishermen and batu net fishermen. Identification for the conflict typology based on internal allocation and jurisdiction. Strategic planning that can be done to resolve conflicts in these waters is the involvement of fishing communities, especially community leaders in the utilization and management, formal recognition of sea tenure in the community in resource management and increased surveillance conducted in an integrated manner, which involves all elements in System Development for Capture Fisheries Business of Riau Province (SIPUTREFIK) and the establisment of institutional mediators.

(4)

RINGKASAN

T. ERSTI YULIKA SARI. Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Provinsi Riau. Dibimbing oleh SUGENG HARI WISUDO, DANIEL R. MONINTJA dan TOMMY H PURWAKA.

Perubahan wilayah administrasi pemerintahan memberikan pengaruh terhadap potensi perikanan dan kelautan di Provinsi Riau, untuk itu dibutuhkan adanya upaya untuk memulihkan kembali kondisi perikanan. Kajian yang dibutuhkan sebagai upaya meningkatkan produktivitas daerah dan pendapatan nelayan secara berkelanjutan dan berkesinambungan adalah melakukan evaluasi kembali terhadap potensi sumber daya perikanan, khususnya perikanan tangkap. Pencapaian pengembangan usaha perikanan tangkap yang berkelanjutan membutuhkan adanya evaluasi dan kajian terhadap potensi yang ada sehingga penetapan kebijakan pengembangan dapat ditetapkan berdasarkan daya dukung sumber daya perikanan tangkap. Pengembangan sub-sektor perikanan tangkap di Provinsi Riau pada prinsipnya memerlukan suatu pola atau acuan yang komprehensif dan jelas. Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menyusun sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Riau yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan perikanan tangkap setelah mengalami pemekaran wilayah administrasi. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, secara lebih spesifik tujuan khusus penelitian ini adalah : 1) menentukan usaha perikanan tangkap unggulan yang layak dikembangkan; 2) menentukan resolusi konflik yang sesuai dalam pengembangan usaha perikanan tangkap; 3) bentuk kelembagaan yang sesuai dalam pengembangan usaha perikanan tangkap. Untuk menjawab tujuan khusus pada penelitian, maka kajian disertasi di bagi dalam dua bab pembahasan yaitu 1) usaha perikanan tangkap unggulan dan 2) faktor konflik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di perairan Provinsi Riau.

Penelitian ini dilaksanakan di perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis dan perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir dengan menggunakan metode survei dan observasi. Penelitian usaha perikanan tangkap unggulan menggunakan metode analisis struktur pasar untuk mengetahui jenis-jenis sumber daya yang mempunyai potensi untuk pasar lokal, antar daerah maupun internasional, metode skoring dan fungsi nilai untuk menentukan prioritas unit penangkapan ikan yang layak dikembangkan, model potensi maksimum lestari digunakan untuk menentukan potensi lestari dari sumber daya unggulan yang akan dikembangkan, model Linear Goal Pragramming digunakan untuk alokasi jumlah unit penangkapan sumber daya ikan unggulan yang optimum. Penelitian faktor konflik dalam pengembangan usaha perikanan tangkap menggunakan analisis tipologi konflik, teknik resolusi konflik dan analisis kelembagaan secara deskriptif kualitatif. Sistem pengembangan usaha perikanan tangkap disusun berdasarkan hasil-hasil penelitian ini.

(5)

udang putih (Metapenaeus sp). Teknologi penangkapan pilihan untuk menangkap sumber daya ikan unggulan dengan pendekatan aspek teknis, finansial, lingkungan dan sosial menempatkan alat tangkap jaring kurau (bottom drift gillnet) pada urutan pertama dan secara berurutan rawai (longline), jaring atom (trammel net) dan jaring apollo (trammel net). Alokasi optimum alat penangkapan terpilih untuk Kabupaten Bengkalis adalah sebanyak 6595 unit, dengan alokasi sebagai berikut: rawai sebanyak 3211 unit dari 3447 unit berkurang 236 unit, jaring atom sebanyak 2862 unit dari 3056 unit berkurang 194 unit, jaring apollo sebanyak 314 unit dari 441 unit berkurang 127 unit dan jaring kurau sebanyak 95 unit dari 222 unit berkurang 127 unit. Kegiatan usaha perikanan tangkap yang layak dikembangkan dengan jenis sumber daya ikan unggulan di perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir adalah ikan kurau (Eleutheronema tetradactylum), udang mantis (Uratos guilla nepa sp), malung (Congresox talabon), bawal putih (Pampus argenteus), tenggiri (Scomberomorus commersoni). Berdasarkan pendekatan terhadap aspek teknis, finansial, lingkungan dan sosial terhadap teknologi penangkapan pilihan untuk menangkap sumber daya ikan unggulan adalah jaring insang (gillnet), jaring udang (trammel net), jaring batu (bottom drift gillnet) dan rawai (longline). Jumlah optimum untuk Kabupaten Indragiri Hilir adalah sebanyak 5956 unit, dengan alokasi sebagai berikut: jaring insang sebanyak 3039 unit dari 3222 berkurang 183 unit, rawai sebanyak 844 unit dari 926 unit berkurang 82 unit, jaring udang sebanyak 1942 unit dari 2193 unit berkurang sebanyak 251 unit dan jaring batu sebanyak 85 unit dari 120 unit berkurang 35 unit.

Konflik yang terjadi di perairan Bengkalis adalah konflik antara nelayan yang menggunakan alat tangkap rawai (set longline) dengan nelayan yang menggunakan alat tangkap jaring batu (bottom drift gillnet). Identifikasi terhadap konflik yang terjadi di perairan Bengkalis berdasarkan tipologinya adalah alokasi internal dan yurisdiksi. Perbedaan teknologi yang digunakan merupakan faktor utama pemicu konflik, pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan yang dilakukan oleh nelayan rawai diartikan secara berbeda oleh nelayan jaring kurau dan faktor yurisdiksi, yang dapat dilihat dari keberadaan peraturan dan perundangan yang mengatur pemanfaatan sumber daya perikanan yang tidak sesuai dengan karakteristik daerah dan sistem nilai yang berlaku di masyarakat nelayan rawai cenderung berbau perebutan wilayah tangkap dengan kehadiran nelayan jaring kurau telah dianggap mengganggu ketenteraman dan kenyamanan nelayan rawai. Langkah strategis yang dapat dilakukan untuk penyelesaian konflik di perairan ini adalah keterlibatan masyarakat nelayan terutama tokoh masyarakat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan tangkap, pengakuan secara formal hak ulayat yang berlaku di masyarakat dalam pengelolaan sumber daya dan peningkatan pengawasan yang dilakukan secara terpadu, yaitu melibatkan seluruh unsur yang terlibat dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya perikanan tangkap dalam Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap Berbasis Resolusi Konflik (SIPUTREFIK) serta terbentuknya kelembagaan mediator.

(6)

© Hak cipta milik IPB, tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut kan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

(7)

SISTEM PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN

TANGKAP DI PROVINSI RIAU

T. ERSTI YULIKA SARI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Teknologi Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(8)

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Tertutup: 1 Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc

2 Dr. Ir. Domu Simbolon, M. Sc

Penguji Luar Komisi Pembimbing pada Ujian Terbuka: 1 Dr. Suseno

(9)

PRAKATA

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala anugrah rahmat serta perlindunganNya, sehingga disertasi ini dapat terselesaikan dengan baik. Disertasi ini

berjudul “Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap di Perairan Provinsi

Riau” disusun sebagai salah satu syarat penyelesaian program pendidikan Strata 3 di

Sekolah Pascasarjana IPB. Disertasi ini diharapkan dapat memberikan salah satu alternatif bagi kebijakan daerah dalam pengembangan usaha perikanan tangkap bagi wilayah yang mengalami pemekaran.

Penulis mempersembahkan rasa terima kasih yang mendalam kepada kedua orang tua, Papa H. T. Saleh Sharief (alm) dan Mami Hj. Syarifah Ruaisyah yang telah membesarkan dan mendoakan dengan tulus ikhlas untuk keberhasilan penulis. Adik-adik Mirza, Nona dan Arif serta keluarga H. T. Arifin Ahmad dan Hj. T. Hamidah dan keponakan T. Faradina untuk dukungan dan doa yang tiada hentinya untuk keberhasilan penulis.

Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya dan penghargaan yang tulus kepada Dr. Ir. Sugeng Hari Wisudo, M.Si, selaku ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Daniel R. Monintja dan Prof. Dr. Tommy H. Purwaka, SH LLM selaku Anggota Komisi Pembimbing, yang telah berkenan memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis untuk menyelesaikan karya ilmiah ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Dosen Penguji Luar Komisi pada ujian tertutup yaitu Dr. Ir. Budy Wiryawan, M.Sc dan Dr. Ir. Domu Simbolon, M.Si, Dr. Ir. Oman Agus Sudrajat, M.Sc (Wakil Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor), Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc (Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan), serta Bapak Dr Suseno dan Dr Herie Saksono, selaku Dosen Penguji Luar Komisi pada ujian terbuka. Prof. Dr. John Haluan, M.Sc yang selalu memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan studi.

Pihak-pihak yang telah memberikan bantuan baik moril dan materil kepada penulis :

1) Direktorat Jenderal Perguruan Tinggi Kementerian Pendidikan Nasional atas bantuan dana BPPS

2) Gubernur Provinsi Riau 3) Rektor Universitas Riau 4) PT. Bumi Siak Pusako 5) COREMAP II

6) Lembaga Penelitian Universitas Riau

7) Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Riau

(10)

8) Ketua Departemen dan seluruh staf pengajar PSP Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB

9) Dinas Perikanan dan Kelautan Provinsi Riau, Dinas Perikanan dan Kelautan Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hilir.

10) Teman- teman angkatan 2004 Teknologi Kelautan : Alfa Nelwan, Kak Jamal, Mbak Nusa, Mbak Ning, Desi, Mas Kohar, dan Pak Assir, terima kasih atas persahabatan dan rasa persaudaran yang telah terbina selama perkuliahan hingga saat ini.

11) Dr. Rosa, Lia, Sinta, Bu Diniah, Hanny, Ima, Pak Soleh, Kak Henny Syawal, Ika, Vita, Mbak Yopi yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada penulis. Maaf jika selama ini merepotkan...

12) Seluruh dosen Teknologi Kelautan yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama perkuliahan. Terima kasih banyak bapak dan ibu...

13) Mas Yana, Teh Yanti, Mang Isman dan Makaira fotocopy, terima kasih atas bantuannya

Last but not the least, dengan segenap rasa cinta yang tulus penulis berterima kasih kepada My Beloved Hubby Ir Said Mahdalius dan My Sweety Syarifah Shahnaz Chairunnisa atas kesabaran, pengorbanan dan keikhlasan selama penulis melanjutkan pendidikan di IPB.

Penulis menyadari bahwa disertasi ini masih belum sempurna dan masih harus ditindaklanjuti dengan penelitian-penelitian lanjutan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat baik bagi insan akademis, para pengambil kebijakan serta yang membacanya. Akhirnya, semoga Allah SWT selalu melimpahkan karunia dan rahmatNya kepada kita sekalian.

Bogor, Juli 2010

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Pekanbaru, 14 Juli 1971 sebagai anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan H. T. Saleh Sharief (alm) dan Hj. Syarifah Ruaisyah. Penulis menikah dengan Ir. Said Mahdalius dan dikaruniai seorang putri Syarifah Shahnaz Chairunnisa.

Pendidikan penulis diawali di Sekolah Dasar 001 Rintis Pekanbaru pada tahun 1979-1985. Tahun 1985-1988 menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Pertama Negeri 4 Pekanbaru. Tahun 1988 penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Negeri 6 Pekanbaru dan lulus pada tahun 1991. Penulis diterima di Universitas Riau melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) tahun 1991 pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Program Studi Pemanfaatan Sumber daya Perikanan, lulus pada tahun 1996 dalam ujian skripsi dengan judul Perbedaan Bentuk Mulut terhadap Hasil Tangkapan Pengerih di Kabupaten Bengkalis.

(12)

DAFTAR ISI

2.1 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap ... 2.2 Pemasaran Hasil Perikanan ... 2.5.2 Faktor-faktor pendorong terjadinya konflik ... 2.5.3 Jenis-jenis konflik nelayan ... 2.5.4 Penahapan konflik ... 2.6 Pengelolaan Konflik Perikanan Tangkap ... 2.7 Pengelolaan Perikanan Tangkap ... 2.8 Kelembagaan dan Kebijakan Pengembangan Perikanan Tangkap... 2.8.1 Kelembagaan perikanan tangkap ... 2.8.2 Kebijakan pengembangan perikanan tangkap ... 3 METODOLOGI UMUM

(13)

4 KONDISI USAHA PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN

4.4.1 Potensi sumber daya ikan ... 4.4.2 Produksi dan komoditi utama perikanan tangkap ... 4.4.3 Armada perikanan tangkap ... 4.4.4 Alat penangkapan ikan ... 4.4.5 Jenis dan hasil tangkapan... 4.4.6 Kecenderungan jumlah alat penangkapan ... 4.4.7 Nelayan ... 4.5 Perikanan Tangkap di Selat Malaka Kabupaten Bengkalis ... 4.5.1 Produksi perikanan tangkap (laut)... 4.5.2 Alat penangkapan ... 4.6 Perikanan Tangkap di Laut Cina Selatan Perairan Kabupaten Indragiri Hilir ... 4.6.1 Produksi perikanan tangkap laut ... 4.7 Keadaan Sarana dan Prasarana Perikanan ... 4.8 Kesimpulan ... 5 USAHA PERIKANAN TANGKAP UNGGULAN DI PERAIRAN

PROVINSI RIAU 5.3.1 Kondisi sumber daya perikanan tangkap di lokasi penelitian ... 5.3.2 Identifikasi sumber daya ikan unggulan... 5.3.3 Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber ikan di perairan Provinsi 5.3.8 Teknologi penangkapan pilihan untuk sumber daya ikan unggulan di

perairan Provinsi Riau... 5.4 Alokasi Optimum Teknologi Penangkapan Sumber Daya Ikan Unggulan ..

(14)

5.5 Pembahasan ... 5.5.6Alokasi optimum teknologi penangkapan sumber daya ikan

unggulan………...

5.6 Kesimpulan ...

6 FAKTOR KONFLIK DALAM PENGEMBANGAN USAHA

PERIKANAN TANGKAP DI PERAIRAN PROVINSI RIAU

6.1 Pendahuluan ... 6.4.3 Urutan kejadian konflik ... 6.4.4 Pemetaan konflik ... 6.4.5 Segitiga S-P-K (Sikap-Perilaku-Konteks)... 6.4.6 Analogi bawang bombay ... 6.4.7 Upaya penanganan konflik ... 6.5 Evaluasi Kelembagaan yang Menangani Konflik ... 6.5.1 Peran kelembagaan pemerintah dalam menangani konflik ... 6.5.2 Peran tokoh masyarakat dalam penanganan konflik ... 6.5.3 Peran lembaga non pemerintah dalam penanganan konflik ... 6.5.4 Lembaga pengawasan dalam penanganan konflik ... 6.5.5 Efektivitas kelembagaan yang menangani konflik ... 6.6 Pembahasan... 6.6.1 Tipologi konflik ... 6.6.2 Faktor konflik dan resolusi konflik ... 6.6.3 Kelembagaan yang menangani konflik ... 6.7 Kesimpulan ... 7 SISTEM PENGEMBANGAN USAHA PERIKANAN TANGKAP DI

PERAIRAN PROVINSI RIAU

7.1 Komponen yang Berperan dan Keterkaitannya dalam Sistem Pengembangan Perikanan Tangkap ... 7.2 Sistem Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap ...

(15)

8 KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan ... 8.2 Saran ... DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(16)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Deskripsi sistem perikanan tangkap menurut Kesteven (1973)... 2 Produksi dan nilai produksi 10 jenis hasil tangkapan dominan di Selat Malaka Provinsi Riau tahun 2007 ... 3 Produksi dan nilai produksi 10 jenis hasil tangkapan dominan di perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir Provinsi Riau tahun 2007 ... 4 Distribusi nelayan berdasarkan kepemilikan jenis alat tangkap di perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis... 5 Distribusi nelayan berdasarkan kepemilikan jenis alat tangkap di perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir ... 6 Sarana dan prasarana pangkalan pendaratan ikan di Provinsi Riau... 7 Fungsi pelayanan pangkalan pendaratan ikan di Provinsi Riau... 8 Sebaran daerah operasi penangkapan ikan di perairan Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hilir ... 9 Keadaan waktu/musim penangkapan masing-masing alat tangkap di perairan Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hilir ... 10 Puncak musim penangkapan masing-masing alat tangkap di perairan

Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hilir ... 11 Harga sumber daya ikan dominan di perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis dan perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir ... 12 Seleksi sumber daya ikan unggulan di perairan Selat Malaka Kabupaten Bengkalis dan perairan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir dengan metode skoring berdasarkan aspek pasar ... 13 Potensi dan tingkat pemanfaatan sumber daya ikan untuk sumber daya ikan unggulan di perairan Provinsi Riau... 14 Matrik keragaan aspek teknis dari teknologi penangkapan untuk

sumber daya ikan unggulan di perairan Provinsi Riau ... 15 Besar biaya operasi masing-masing alat penangkapan ikan dalam satu

(17)

17 Analisis usaha perikanan tangkap unggulan di perairan Provinsi Riau... 18 Nilai kriteria investasi usaha tangkap unggulan di perairan Provinsi Riau... 19 Matriks keragaan aspek ekonomi dari teknologi penangkapan sumber daya di perairan Provinsi Riau... 20 Matriks keragaan aspek sosial dari teknologi penangkapan unggulan di perairan Provinsi Riau ... 21 Matriks keragaan aspek lingkungan dari teknologi penangkapan di perairan Provinsi Riau ... 22 Jenis teknologi penangkapan pilihan di Provinsi Riau ... 23 Alokasi optimum alat penangkapan sumber daya ikan unggulan ... 24 Tipologi konflik perikanan tangkap di perairan Bengkalis berdasarkan pendekatan Charles (1992) ... 25 Kronologi terjadinya konflik nelayan rawai dan nelayan jaring

batu... 108 109 109 110 114 115 120 136

(18)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Kerangka pemikiran sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di

perairan Provinsi Riau………...

2 Hubungan komponen-komponen dalam suatu kompleks penangkapan ikan (Monintja 2001 modifikasi dari Kesteven 1973) ... 3 Peta lokasi pelaksanaan penelitian di Kabupaten Bengkalis dan Kabupaten Indragiri Hilir ... 4 Tahapan penelitian sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di

perairan Provinsi Riau………...

5 Diagram alir seleksi teknologi penangkapan pilihan... 6 Kecenderungan produksi perikanan tangkap di Provinsi Riau tahun

1999-2007 ... 7 Kontribusi produksi perikanan tangkap menurut wilayah perairan dan

kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2007 ... 8 Kecenderungan jumlah armada perikanan tangkap di Provinsi Riau tahun 1999-2007 ... 9 Distribusi jumlah armada perikanan tangkap menurut wilayah perairan dan kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 1999-2007 ... 10 Kecenderungan rataan tingkat produktivitas armada perikanan tangkap di Provinsi Riau tahun 1999-2007 ... 11 Kecenderungan jumlah alat penangkapan ikan di Provinsi Riau tahun 2001-2007 ... 12 Distribusi jumlah alat penangkap ikan menurut wilayah perairan dan kabupaten/kota di Provinsi Riau tahun 2007... 13 Kecenderungan jumlah nelayan di Provinsi Riau tahun 1999-2007... 14 Kecenderungan rataan nilai produktivitas nelayan di Provinsi Riau tahun 1999-2007 ... 15 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bengkalis ... 16 Kecenderungan produksi perikanan tangkap di Selat Malaka Kabupaten Bengkalis tahun 1999-2007... 17 Kecenderungan produksi perikanan demersal di Selat Malaka

Kabupaten Bengkalis tahun 1999-2007 ... 18 Kecenderungan produksi perikanan pelagis di Selat Malaka Kabupaten

Bengkalis tahun 1999-2007 ... 19 Kecenderungan jumlah alat penangkapan ikan (laut) di Selat Malaka

(19)

Kabupaten Bengkalis tahun 1999-2007 ... 20 Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Indragiri Hilir ... 21 Kecenderungan produksi perikanan Laut Cina Selatan Kabupaten Indragiri Hilir tahun 1999-2007 ... 22 Kecenderungan produksi perikanan demersal Laut Cina Selatan perairan Indragiri Hilir tahun 1999-2007 ... 23 Kecenderungan produksi perikanan pelagis Laut Cina Selatan perairan

Indragiri Hilir tahun 1999-2007 ... 24 Aktivitas penangkapan rawai ... 25 Alat tangkap jaring batu ... 26 Pengoperasian alat tangkap gillnet ... 27 Lokasi penelitian konflik pemanfaatan sumber daya ikan di Perairan

Bengkalis………...

28 Grafik penahapan terjadinya konflik antara nelayan rawai dengan nelayan jaring batu... 29 Wilayah konflik dan pusat konflik antara nelayan rawai dengan

nelayan jaring batu di perairan Bengkalis ... 30 Upaya penangkapan alat tangkap jaring batu dan rawai ... 31 Produktivitas penangkapan alat tangkap rawai dan jaring batu ... 32 Peta konflik para stakeholder dalam pemanfaatan sumber daya di perairan Bengkalis... 33 Peta konflik nelayan di perairan Bengkalis pada saat krisis ... 34 Segitiga SPK (Sikap-Perilaku-Konteks) nelayan rawai di Kecamatan

Bantan terhadap nelayan jaring batu ... 35 Segitiga SPK (Sikap-Perilaku-Konteks) nelayan jaring batu terhadap nelayan rawai di Kecamatan Bantan ... 36 Analisis analogi “Bawang Bombay” konflik nelayan rawai Kecamatan Bantan dengan nelayan jaring batu ... 37 Upaya penanganan konflik oleh nelayan rawai Kecamatan Bantan

(20)

DAFTAR LAMPIRAN

(21)

1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Konteks pembangunan perikanan berkelanjutan menurut Charles (1992) dan Charles (2001) adalah keberlanjutan yang dilihat secara lengkap, tidak sekedar tingkat pemanfaatan perikanan tangkap atau biomass, tetapi aspek-aspek lain perikanan, seperti ekosistem, struktur sosial dan ekonomi, komunitas nelayan dan pengelolaan kelembagaannya. Dengan demikian keberlanjutan perikanan tangkap harus dilihat dari empat aspek keberlanjutan, yaitu aspek keberlanjutan ekologi (memelihara keberlanjutan stok/biomass dan meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem), keberlanjutan sosio-ekonomi (kesejahteraan pelaku perikanan pada tingkat individu), keberlanjutan komunitas (keberlanjutan kesejateraan komunitas) dan keberlanjutan kelembagaan (pemeliharaan aspek finansial dan administrasi yang sehat). Kegiatan perikanan yang hanya mengutamakan salah satu aspek dan mengabaikan aspek lainnya, akan menimbulkan ketimpangan dan mengakibatkan ketidakberlanjutan perikanan itu sendiri.

Provinsi Riau merupakan salah satu daerah di Indonesia yang memiliki potensi sumber daya ikan cukup besar. Provinsi ini memiliki dua perairan utama yaitu perairan Laut Cina Selatan dan perairan Selat Malaka. Potensi perikanan yang tersedia di Laut Cina Selatan sebesar 602.384 ton/tahun dengan potensi lestari 361.430 ton dan tingkat pemanfaatannya 216.960,3 ton, sedangkan untuk Selat Malaka sebesar 141.546 ton/tahun dengan potensi lestari sebesar 84.928 ton dan tingkat pemanfaatannya sebesar 96.513,1 ton (BAPPEDA Provinsi Riau 2007).

(22)

2

overfishing dan timbulnya konflik dalam pemanfaatan sumber daya ikan tertentu, sehingga diperkirakan tidak memungkinkan lagi untuk dikembangkan.

Perairan Laut Cina Selatan yang merupakan bagian dari Kabupaten Indragiri Hilir, terdapat kondisi yang berbeda, aktivitas perikanan tangkapnya masih rendah dengan aktivitas armada penangkapan dan jumlah hasil tangkapan ikan yang relatif sedikit, sehingga diperkirakan tingkat pemanfaatannya masih dibawah potensi lestarinya atau underfishing. BAPPEDA Provinsi Riau ( 2007) menyatakan bahwa perairan Laut Cina Selatan masih memiliki potensi atau peluang yang cukup besar untuk dikembangkan. Namun demikian, untuk mengembangkan potensi sumber daya ikan di perairan ini harus dilakukan secara hati-hati dan benar, agar tidak menimbulkan berbagai permasalahan seperti yang kini banyak terjadi di perairan lainnya, termasuk di provinsi ini.

Pengembangan usaha perikanan tangkap yang baik dan ideal dapat dilakukan dengan memperhatikan kemampuan daya dukung dan kebutuhan optimal dari setiap komponennya. Pengembangan usaha perikanan tangkap di perairan Provinsi Riau yang dilakukan secara optimal, harus mengacu pada suatu pola yang tepat, jelas dan komprehensif yang dapat merancang suatu sistem pengembangan usaha perikanan tangkap yang optimal. Upaya pengendalian dan penataan kembali aktivitas usaha perikanan tangkap di Provinsi Riau terutamanya setelah terjadinya pemekaran wilayah dan adanya konflik pemanfaatan sumber daya ikan perlu dilakukan dengan menyusun suatu sistem usaha perikanan tangkap unggulan berbasis resolusi konflik.

1.2 Perumusan Masalah

(23)

3

Pemekaran wilayah yang terjadi pada tahun 2004, yaitu berpisahnya Kepulauan Riau, memberikan dampak terhadap penurunan produksi perikanan tangkap di provinsi ini. Tahun 2000, produksi perikanan Provinsi Riau mencapai 300.483 ton yang berasal dari sektor penangkapan dan budidaya perikanan, sedangkan pada tahun 2003 terjadi peningkatan sebesar 360.813,2 ton atau sebesar 20.08%. Produksi perikanan Provinsi Riau tahun 2003 adalah sebesar 360.813,3 ton tetapi sejak berpisahnya Kepulauan Riau, produksi perikanan di provinsi ini menurun sebesar 89,71%, yaitu sebesar 148.009,6 ton, terutama untuk penangkapan laut menurun sebesar 82,21%, yaitu sebesar 133.439,7 ton (DPK Provinsi Riau 2004). Tetapi hingga saat ini belum dilakukan upaya untuk meningkatkan kembali produksi perikanan tersebut.

Perairan Selat Malaka telah terjadi penangkapan ikan yang berlebih yaitu sebesar 113,64% (DPK Provinsi Riau 2007). Kondisi ini menyebabkan timbulnya konflik pemanfaatan terhadap sumber daya ikan yang ada di perairan ini. Konflik pemanfaatan yang terjadi di Selat Malaka perairan Bengkalis merupakan suatu keadaan yang membutuhkan adanya upaya penyelesaian yang lebih serius dari berbagai pihak yang terlibat dalam pemanfaatan sumber daya ikan. Kondisi yang tidak kondusif untuk melakukan aktivitas penangkapan telah mengakibatkan kerugian, tidak saja di pihak nelayan, pengusaha perikanan dan juga pemerintah. Resolusi konflik yang sesuai akan memberikan kontribusi yang signifikan terhadap perencanaan pengembangan usaha perikanan tangkap, karena tanpa perencanaan pengembangan yang tepat maka konflik dapat menghambat partisipasi masyarakat dan berpengaruh terhadap produktivitas nelayan. Menyadari pentingnya mengetahui sifat konflik perikanan tangkap, guna memberikan resolusi optimum, baik konflik yang sedang terjadi maupun yang mungkin terjadi, diperlukan identifikasi tentang tipologi konflik, faktor-faktor penyebab konflik dan kelembagaan yang menangani konflik. Hal ini perlu dilakukan untuk menyusun resolusi konflik perikanan tangkap yang efektif.

(24)

4

Cina Selatan sangat berpotensi karena memiliki sumber daya ikan yang besar, selain memiliki wilayah perairan yang sangat luas, juga merupakan perairan laut dalam. Melihat kondisi ini, dapat diindikasikan bahwa tingkat pemanfaatan sumber daya ikan di wilayah perairan ini berada di bawah potensi lestarinya atau

under fishing, sehingga diestimasi masih memiliki peluang pengembangan yang besar (DPK Provinsi Riau 2007).

Kondisi yang kontradiktif dalam sub-sektor perikanan tangkap di Provinsi Riau, yakni: (1) peluang pengembangan produksi perikanan tangkap di Selat Malaka sangat terbatas, sehingga sulit diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan, hal ini disebabkan oleh adanya gejala

overfishing, jumlah nelayan yang tinggi, serta potensi konflik yang tinggi, dan (2) sumber daya ikan di Laut Cina Selatan belum dimanfaatkan secara optimal, namun penuh dengan tantangan dan kendala di bidang prasarana dan sarana, kemampuan nelayan dan armada penangkapan ikan. Mengatasi permasalahan ketidakseimbangan tersebut, dapat dilakukan dengan mengendalikan atau membatasi kegiatan perikanan tangkap di Selat Malaka dan mengembangkan sub-sektor perikanan tangkap di Laut Cina Selatan. Namun, pengembangan usaha perikanan tangkap ini harus dilakukan secara terencana dan komprehensif yang memperhatikan segala daya dukung atau kapasitas faktor yang terlibat, agar kegiatan perikanan tangkap dapat berjalan efisien, efektif dan berkelanjutan yang sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan perikanan yang bertanggung jawab.

Pengembangan usaha perikanan tangkap di perairan Provinsi Riau, tentu akan menghadapi beberapa kendala atau permasalahan utama yang perlu dianalisis dan dijawab. Secara spesifik, permasalahan pokok dalam mengembangkan perikanan tangkap di Perairan Provinsi Riau dapat dirumuskan sejumlah pertanyaan, yaitu:

(1) Usaha perikanan tangkap apa yang sesuai untuk dikembangkan pasca pemekaran Kepulauan Riau untuk meningkatkan produksi perikanan tangkap di Provinsi Riau?

(25)

5

(3) Komponen apa saja yang menjadi penggerak utama dalam sistem pengembangan usaha perikanan tangkap dan berapa kapasitas atau daya dukung optimalnya ?

(4) Bagaimana pola usaha perikanan tangkap yang optimal dan komprehensif berbasis resolusi konflik?

Permasalahan mendasar yang berkaitan dengan pengembangan usaha perikanan tangkap adalah belum adanya cara pandang yang komprehensif dari seluruh stakeholder tentang keadaan perikanan sebagai suatu sistem. Sistem ini menyangkut permasalahan keadaan nelayan, produktivitas penangkapan, tingkat pendapatan, ketersediaan sumber daya ikan dan kegiatan pengelolaan perikanan tangkap. Permasalahan tersebut dapat dikelompokkan menjadi lima aspek besar yaitu aspek pasar, teknis, ekonomi, sosial dan keramahan lingkungan. Adanya koflik yang terjadi di perairan Provinsi Riau memerlukan suatu upaya yang lebih serius dalam pengembangan usaha perikanan tangkap. Oleh karena itu, penulis merasa sangat penting untuk melakukan penelitian tentang sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Riau berbasis resolusi konflik sebagai upaya meningkatkan produktivitas daerah dan pendapatan nelayan secara berkelanjutan dan berkesinambungan.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk menyusun sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di Provinsi Riau yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam perencanaan pembangunan perikanan tangkap setelah mengalami pemekaran wilayah administrasi. Untuk mencapai tujuan umum tersebut, secara lebih spesifik tujuan khusus penelitian ini adalah :

(1) Menentukan usaha perikanan tangkap unggulan yang layak dikembangkan. (2) Mengidentifikasi faktor-faktor yang dapat menimbulkan konflik dalam

pengembangan usaha perikanan tangkap

(3) Mengidentifikasi komponen yang berperan sebagai basis pengembangan usaha perikanan tangkap

(26)

6

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini secara umum bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam upaya pengembangan usaha perikanan tangkap, baik untuk praktisi, perguruan tinggi, para pengambil kebijakan (pemerintah) baik di tingkat pusat maupun daerah serta pihak lainnya. Secara khusus, penelitian ini sangat bermanfaat dalam rangka penyusunan sistem pengembangan usaha perikanan tangkap dan dapat dijadikankan sebagai strategi lokal dalam pengembangan usaha perikanan tangkap bagi wilayah lain yang mengalami pemekaran wilayah administrasi dan konflik pemanfaatan sumber daya ikan.

1.5 Kerangka Pikir Penelitian

Pengembangan usaha perikanan tangkap tidak dapat dipisahkan dari daya dukung (carrying capacity) komponen yang menyusun perikanan tangkap. Daya dukung sumber daya perikanan tangkap merupakan faktor yang penting diperhatikan karena sumber daya perikanan tangkap sangat rentan terhadap perubahan. Khususnya sumber daya ikan, karena merupakan sumber daya hayati yang dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi di dalam maupun di luar ekosistem banyak dipengaruhi oleh perubahan-perubahan eksternal dan internal.

Permasalahan yang ada di perairan Provinsi Riau, khususnya di Selat Malaka perairan Bengkalis, antara lain potensi ikan sudah menipis akibat upaya penangkapan ikan yang berlebih (overfishing). Terbatasnya sumber daya ikan akibat jumlah ikan terus menurun dan terancam punah karena penangkapan ikan sudah melebihi batas. Di samping itu, tingginya jumlah nelayan untuk memanfaatkan sumber daya ikan yang terbatas telah menyebabkan perairan Selat Malaka menjadi kawasan yang rawan konflik. Di sisi lain pada kawasan Laut Cina Selatan termasuk Kabupaten Indragiri Hilir yang berbatasan langsung dengan samudera, jumlah tangkapan ikan masih di bawah potensi sebenarnya

(under fishing).

(27)

7

sumber daya ikan tersebut. Analisis potensi lestari sumber daya ikan unggulan dilakukan dengan menggunakan surplus production model. Agar pengembangan usaha perikanan tangkap dapat dilakukan secara optimal dan berkelanjutan, maka perlu menentukan jenis teknologi penangkapan yang layak untuk dikembangkan berdasarkan aspek teknis, ekonomi, sosial dan keramahanlingkungan. Pemilihan teknologi penangkapan ini dilakukan dengan menggunakan metode skoring dengan fungsi nilai.

Alokasi terhadap upaya penangkapan (unit) terpilih yang optimal bertujuan untuk melakukan pembatasan dan pembagian secara proporsional terhadap pemanfaatan sumber daya ikan sehingga kegiatan usaha perikanan tangkap di Provinsi Riau dapat berjalan dengan efisien, lestari dan berkelanjutan serta untuk pengambilan keputusan dalam pola pengembangan usaha perikanan tangkap di perairan Provinsi Riau. Analisis ini menggunakan pendekatan linear goal programming (LGP).

Resolusi konflik yang akan dikembangkan dalam penelitian ini dengan mengidentifikasi terlebih dahulu terhadap tipologi konflik berdasarkan Charles (1992), teknik resolusi konflik dengan melakukan penahapan konflik, urutan kejadian konflik, pemetaan konflik, segitiga S-P-K, analogy bawang bombay dan pola penanganan konflik berdasarkan Fisher et al. (2000). Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab munculnya konflik di perairan Bengkalis yang terjadi hampir lebih dari 30 tahun.

(28)

8

(29)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengembangan Usaha Perikanan Tangkap

Hermawan (2006) menyatakan bahwa perikanan tangkap adalah suatu kegiatan yang sangat bergantung pada ketersediaan dan daya dukung sumber daya ikan dan lingkungannya. Pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan yang tepat dan baik dengan mempertimbangkan kelestarian dan keberlanjutan akan mampu meningkatkan pertumbuhan industri perikanan yang sehat.

Tujuan pengembangan perikanan tangkap adalah: (1) meningkatkan pendapatan nelayan; (2) menjaga kelestarian sumber daya ikan dan lingkungannya; dan (3) meningkatkan kontribusi perikanan tangkap terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Sasaran pengembangan perikanan tangkap meliputi: (1) peningkatan produksi perikanan tangkap; (2) volume dan nilai ekspor hasil perikanan tangkap; (3) pengembangan armada penangkapan ikan; (4) penyediaan ikan untuk konsumsi dalam negeri; (5) penyediaan lapangan kerja atau penyerapan tenaga kerja/nelayan; dan (6) peningkatan PNBP (DJPT-DKP 2004).

Monintja (1987) menyatakan bahwa apabila pengembangan perikanan di suatu wilayah perairan ditekankan pada perluasan tenaga kerja, maka teknologi yang perlu dikembangkan adalah jenis unit penangkapan yang dapat menyerap tenaga kerja banyak dengan pendapatan per nelayan memadai. Dalam kaitannya dengan penyediaan protein untuk masyarakat Indonesia, maka dipilih unit penangkapan ikan yang memiliki produktivitas nelayan per tahun yang tinggi, namun masih dapat dipertanggungjawabkan secara biologis dan ekonomis.

Kesteven (1973) menyatakan bahwa pengembangan usaha perikanan haruslah ditinjau dengan pendekatan bio-technico-socio-economic. Hal ini berarti bahwa pengembangan suatu alat tangkap dalam usaha perikanan harus mempertimbangkan hal-hal tersebut

(30)

10

(2) Jumlah hasil tangkapan tidak melebihi jumlah tangkapan yang diperbolehkan

(3) Investasi rendah

(4) Penggunaan bahan bakar minyak rendah

(5) Memenuhi ketentuan hukum dan perundang-undangan yang berlaku 2.2 Pemasaran Hasil Perikanan

Pemasaran merupakan keragaan dari seluruh kegiatan bisnis yang mengalirkan produk dari pusat produksi sampai ke konsumen akhir. Dalam penyaluran barang tersebut melibatkan beberapa lembaga pemasaran yang membentuk berbagai saluran pemasaran dengan struktur pasar yang berbeda-beda. Pemasaran secara umum merupakan proses manajerial dengan mana individu dan kelompok mendapatkan apa yang dibutuhkan dan diinginkan melalui penciptaan, penawaran dan pertukaran produk-produk yang bernilai (Kotler 1993). Batasan ini mempunyai arti yang begitu luas mencakup berbagai konsep inti seperti penentuan kebutuhan dan keinginan pasar sasaran dan pada pemberian kepuasan yang diinginkan dengan lebih efektif dan efisien daripada para pesaing.

Pemasaran menurut Saefuddin dan Hanafiah (1986) adalah suatu kegiatan yang bertalian dengan penciptaan atau penambahan kegunaan barang dan jasa. Kegiatan yang diciptakan oleh kegiatan pemasaran adalah kegunaan tempat, waktu dan kepemilikan.

Asosiasi Pemasaran Amerika yang diacu oleh Musselman dan John (1991) mengemukakan istilah pemasaran (marketing) sebagai pelaksanaan dari kegiatan usaha yang mengarahkan arus barang dan jasa dari produsen ke konsumen atau pemakai. Definisi ini menunjukkan bahwa pemasaran itu meliputi kegiatan-kegiatan seperti melakukan perdagangan (merchandising), promosi (promotion), penentuan harga (pricing), penjualan (selling), dan transportasi (transportation).

(31)

11

produksi dan menunjang suksesnya usaha perikanan melalui pemenuhan kebutuhan ikan, baik untuk pasaran domestik maupun ekspor dengan harga layak di tingkat nelayan/petani. Disamping itu, mengupayakan perluasan jangkauan pasar, promosi, penyediaan informasi pasar dan peningkatan pengetahuan petani ikan/pengolahan/nelayan/pedagang dalam memproduksi selalu berorientasi pada permintaan pasar.

Saefuddin dan Hanafiah (1986) menyatakan bahwa masalah pemasaran juga merupakan bagian yang sangat penting bagi usaha penangkapan ikan, berkaitan dengan sifat ikan itu sendiri yang mudah mengalami proses pembusukan (perishable food). Untuk menjaga tingkat kesegaran ikan yang dihasilkan oleh nelayan agar sampai pada tingkat konsumen dengan kualitas mutu yang baik, maka prinsip-prinsip dasar penanganan ikan dengan mata rantai dingin (cold chain) mutlak diperlukan dengan dukungan prasarana yang memadai kepada nelayan. Barang-barang perikanan mempunyai ciri-ciri yang dapat mempengaruhi atau menimbulkan masalah dalam tataniaganya (pemasaran). Ciri-ciri yang dimaksud antara lain adalah sebagai berikut :

(1) Produknya musiman, berlangsung dalam skala kecil (small scale) dan di daerah terpencar-pencar serta spesialisasai

(2) Konsumsi hasil perikanan berupa bahan makanan relatif stabil sepanjang tahun

(3) Barang hasil perikanan berupa bahan makanan mempunyai sifat cepat atau mudah rusak (highlyperishable).

(4) Jumlah atau kualitas dapat berubah-ubah.

Kotler (1993) menyatakan bahwa pemasaran dapat dilihat sebagai sejumlah langkah-langkah, tahap atau fungsi yang perlu dibentuk karena adanya penyaluran input atau output mulai dari produksi awal sampai konsumen akhir. Fungsi-fungsi ini meliputi : 1) pembelian, 2) penjualan, 3) penyimpanan, 4) transportasi, 5) pengolahan, 6) standardisasi, 7) pembiayaan, 8) penanggungan resiko, dan 9) informasi pasar.

(32)

12

digunakan produsen untuk menyalurkan produknya ke konsumen. Beberapa faktor penting yang harus dipertimbangkan bila hendak memilih pola saluran pemasaran :

(1) Pertimbangan pasar, yang meliputi konsumen sasaran akhir, potensial pembeli, geografi pasar, kebiasaan pembeli dan volume pesanan.

(2) Pertimbangan barang meliputi nilai barang permintaan besar dan berat barang, kerusakan, sifat teknis barang dan apakah barang tersebut memenuhi pesanan atau pasar.

(3) Pertimbangan intern perusahaan meliputi sumber permodalan, kemampuan dan pengalaman penyaluran dan pelayanan.

(4) Pertimbangan tahunan lembaga perantara meliputi segi kemampuan lembaga perantara dan kesesuaian lembaga perantara dengan kebijakan perusahaan. 2.3 Sistem Perikanan Tangkap

Kesteven (1973) menyatakan bahwa perikanan tangkap merupakan satuan yang bertujuan untuk memanfaatkan sumber daya hayati perairan guna kesejahteraan manusia melalui usaha penangkapan maupun pengumpulan. Satuan ini terdiri dari dua bagian besar, yaitu sumber daya hayati perairan yang dimanfaatkan dan sarana prasarana yang digunakan untuk memanfaatkan sumber daya hayati perairan, mengolah dan memasarkan kepada konsumen. Antara kedua bagian terbesar tersebut terdapat saling ketergantungan dan interaksi yang teratur. Adanya interaksi ini maka perikanan tangkap dapat diidentifikasi sebagai suatu sistem. Saling terkait dan bersinergi satu sama lain yang pada akhirnya akan memacu kegiatan usaha penangkapan ikan di suatu kawasan perairan. Pada akhirnya pengembangan usaha penangkapan ikan di suatu kawasan akan mendorong sektor-sektor lain sehingga kesejahteraan masyarakat akan meningkat, sebagai hasil dari roda ekonomi yang berjalan dengan lancar. Dengan demikian secara makro akan mempengaruhi peningkatan pembangunan ekonomi secara keseluruhan. Lebih jelasnya disajikan pada Tabel 1.

Kesteven (1973) mengemukakan karakteristik khusus dalam sistem perikanan tangkap yaitu :

(33)

13

(2) Common property : bahwa sumber daya tersebut merupakan milik bersama (3) High risk : usahanya memiliki resiko yang tinggi, dan

(4) Highly perishable : produk yang mudah rusak/membusuk.

Tabel 1 Deskripsi sistem perikanan tangkap menurut Kesteven (1973)

No SISTEM PERIKANAN TANGKAP

1 SUMBER DAYA HAYATI PERAIRAN

1 Taksonomi 2 Lokasi geografis 3 Lokasi ekologis

4 Kelimpahan dan Penyebaran sumber daya 5 Struktur Populasi sumber daya

2 SATUAN PENANGKAP DAN ARMADA PERIKANAN

1 Jenis satuan penangkap

- Kapal dan alat penangkapan: jenis dan jumlah

- Tenaga kerja: jumlah setiap satuan penangkapan, jumlah keseluruhan, kategori (tetap, sambilan, musiman)

2 Kapasitas tangkap dari satuan penangkapan dan keseluruhan armada penangkapan

3 Hasil tangkap persatuan upaya (catch per unit effort) pada setiap jenis satuan penangkap

4 Operasi penangkapan

o Deskripsi operasi penangkapan

o Lamanya trip penangkapan pada setiap jenis alat tangkap dan jumlah

trip penangkapan dalam satu musim penangkapan

3 DAERAH PENANGKAPAN IKAN

1 Lokasi penangkapan tiap jenis satuan penangkapan 2 Musim penangkapan

3 Pangkalan/Pelabuhan perikanan tempat pendaratan 4 Peraturan perundang-undang perikanan

4 LEMBAGA USAHA PRODUSEN

1 Organisasi usaha nelayan, koperasi

2 Sistem pengelolaan lembaga usaha nelayan 3 Distribusi hasil tangkap

5 HASIL TANGKAP

1 Produksi, volume, nilai

2 Komposisi jenis ikan, ukuran, umur dan kategori lain 3 Hasil tangkapan persatuan luas daerah penangkapan ikan

6 PENGOLAHAN

1 Lokasi satuan pengolahan, jenisnya, kapasitas dan produksi tiap jenis satuan pengolahan

2 Proses dan produk pengolahan

(34)

14

1 Pengangkutan: jalan, kereta api, angkutan udara maupun laut 2 Telekomunikasi

3 Fasilitas air tawar 4 Listrik

10 JASA PRODUKSI INDUSTRI DAN PEMANFAATANNYA

1 Pabrik es

2 Industri penghasil alat-alat pendingin 3 Galangan kapal

4 Industri penghasil alat tangkap

5 Industri penghasil alat-alat pengolahan

6 Ketersediaan suku cafang dan fasilitas perbaikan 7 Asuransi

11 KEUANGAN

1 Permodalan : sumber dan biaya 2 Perbankan

Biaya: operasi penangkapanm asuransi, penyusutan

12 DIAGNOSA

1 Indikator fisik tentang efisiensi operasi penangkapan

2 Evaluasi nutrisi, pemanfaatan hasil tangkap, tingkat konsumsi 3 Penilaian moneter

4 Evaluasi terhadap investasi 5 Anbalisis benefit-cost sosial

Sistem tersebut akan membentuk saling ketergantungan dalam usaha perikanan tangkap atau bisnis perikanan tangkap, dimana sekurang-kurangnya terdapat 6 subsistem yang sangat menonjol peranannya dalam pengembangan usaha penangkapan ikan di suatu kawasan perikanan laut. Keenam subsistem tersebut menurut Kesteven (1973) adalah sebagai berikut:

(35)

15

(3) Subsistem pengolahan hasil tangkapan (4) Subsistem pemasaran

(5) Subsistem prasarana (6) Subsistem masyarakat

Keenam sub sistem ini harus secara lengkap tersedia komponennya di suatu kawasan perikanan laut atau minimal dapat dijangkau dari kawasan tersebut dengan kemampuan yang serasi untuk menjamin aliran informasi dan aliran materinya. Untuk lebih jelasnya berikut ini dijelaskan peranan masing-masing sub sistem dalam pengembangan usaha penangkapan ikan (Kesteven 1973), yaitu : (1) Subsistem sarana produksi

Pada sub sistem ini akan berperan dalam pengadaan dan penyaluran sarana produksi yang diperlukan atau memasok sarana-sarana produksi kedalam usaha penangkapan ikan antara lain; kapal, alat tangkap, bahan bakar minyak (BBM), tenaga kerja, alat-alat bantu penangkapan, penyediaan galangan kapal, pabrik alat tangkap, serta melakukan pendidikan dan latihan tenaga kerja yang dibutuhkan dalam setiap subsistem dan lain-lain. Keberadaan subsistem ini akan melancarkan kegiatan usaha penangkapan ikan.

(2) Subsistem usaha penangkapan ikan

Dalam sub sistem ini yang sangat menentukan adalah potensi sumber daya ikan yang terdapat dalam suatu perairan. Semakin melimpah suatu sumber daya ikan berarti semakin menjamin kelangsungan usaha penangkapan. Oleh sebab itu data yang akurat mengenai potensi sumber daya ikan di suatu kawasan perairan sangatlah penting, termasuk spesies, habitat dan musimnya. Ketersedian data ini akan meningkatkan efisiensi usaha penangkapan yang akan dikembangkan.

(36)

16

(3) Subsistem pengolahan hasil tangkapan

Hasil tangkapan yang diperoleh tentu tidak semua dapat langsung dikonsumsi, karena konsumen berada di beberapa tempat. Untuk menjamin mutu hasil tangkapan ikan yang didaratkan maka perlu ada pengolahan, disini termasuk penanganan (handling), processing dan packaging. Pengembangan produk olahan yang kompetitif bekualitas standar sehingga dapat menarik konsumen. (4) Subsistem pemasaran

Dalam subsistem ini akan melakukan distribusi, penjualan pada berbagai segmen pasar. Kalau dapat hasil tangkapan bukan hanya untuk kebutuhan domestik tetapi juga dapat memiliki akses ke pasar internasional. Oleh sebab itu informasi pasar sangat penting, selanjutnya dilakukan promosi pasar. Oleh sebab itu pengembangan pemasaran diawali dengan introduksi sistem pemasaran ikan segar, sehingga mendorong pengembangan ekspor ke luar negeri. Dengan demikian akan terkait dengan pembangunan beberapa sarana seperti cool room

dan pabrik-pabrik es skala kecil di pasar-pasar umum serta di pelabuhan perikanan.

(5) Subsistem prasarana

Prasarana merupakan salah satu subsistem yang memegang peranan penting dalam pengembangan usaha penangkapan ikan dalam suatu kawasan perairan laut. Bebarapa prasarana yang penting artinya dalam memajukan usaha penangkapan adalah pelabuhan, pabrik es, penyediaan air bersih dan bahan bakar minyak.

Pelabuhan perikanan berfungsi sebagai sarana penunjang untuk meningkatkan produksi perikanan. Fungsi tersebut meliputi berbagai macam aspek yakni sebagai pusat pengembangan masyarakat nelayan, tempat berlabuh kapal perikanan, tempat pendaratan hasil tangkapan, tempat untuk memperlancar kegiatan-kegiatan kapal perikanan, pusat pemasaran dan distribusi hasil tangkapan, serta pusat pelaksanan penyuluhan dan pengumpulan data.

(37)

17

kepada pihak swasta karena dapat dioperasionalkan secara komersial. Pembangunan pelabuhan perikanan di wilayah yang belum berkembang tetapi memiliki sumber daya perikanan yang sangat potensial maka sebagai daya tarik investor perlu dibangun pelabuhan perikanan secara integrated yaitu menyediakan seluruh fasilitas baik fasilitas pokok, fasilitas fungsional maupun fasilitas tambahan kemudian di kaitkan dengan industri perikanan.

Prasarana ini akan memberikan dampak terhadap perkembangan usaha perikanan, karena pelabuhan perikanan akan mampu membantu usaha nelayan, pedagang ikan, pengolah hasil-hasil perikanan, pengusaha perikanan pada umumnya, untuk meningkatkan pendapatannya disatu pihak dan menghemat biaya usaha dipihak lain. Disamping itu sebagai penunjang pelaksanaan fungsi-fungsi pemerintahan, pelabuahan perikanan di satu pihak lebih bersifat sebagai prasarana sosial yang memungkinkan terselenggaranya pembinaan nelayan serta penyuluhan terhadap masyarakat perikanan, sedangkan di pihak lain pelabuhan perikanan merupakan terminal di mana fungsi-fungsi pengaturan dibidang perikanan dapat dilaksanakan dan ditegakkan.

(6) Subsistem masyarakat

Dalam subsistem ini masyarakat sebagai konsumen dari hasil tangkapan, pemilik modal, pengguna teknologi dan salah satu unsur pembina dalam sistem secara keseluruhan. Sebagai pemilik modal masyarakat akan membangun dan membuat sarana-sarana produksi yang dibutuhkan.

(38)

18

Gambar 2 Hubungan komponen-komponen dalam suatu kompleks penangkapan ikan (Monintja 2001 modifikasi dari Kesteven 1973). Proses produksi penangkapan ikan di dalamnya terdapat komponen-komponen yang kompleks demi keberhasilan diantaranya perlu dilakukan analisis terhadap beberapa aspek penting diantaranya adalah sebagai berikut (Monintja 2001) :

(1) Analisis aspek pemasaran meliputi :

1) Demand masa kini dan lampau (trend volume penjualan, harga dan pembeli)

2) Permintaan dan harga dimasa datang (pertumbuhan penduduk, pertumbuhan pendapatan, elastisitas pendapatan dan komunitas substitusi)

(39)

19

(2) Analisis sumber daya ikan (SDI) meliputi : 1) Deskripsi daerah penangkapan ikan

2) Estimasi hasil tangkapan maksimum lestari (MSY)

3) Hasil tangkapan spesies terkait selama 5 tahun sampai 10 tahun terakhir

4) Kecenderungan catch per unit effort

5) Distribusi (sebaran) ikan menurut daerah penangkapan dan musim 6) Mobilitas ikan (ruaya dan migrasi)

7) Karakteristik komersial dari ikan (ukuran) 8) Proyeksi hasil tangkapan tahunan dari proyek 9) Peluang pengembangan produksi

(3) Analisis aspek teknis menyangkut operasi penangkapan ikan : 1) Kapal penangkapan ikan

2) Alat penangkapan ikan 3) Tenaga kerja / nelayan

4) Bahan untuk operasi penangkapan

5) Kondisi lingkungan fisik daerah penangkapan

6) Pola operasi (lama 1 trip, hari navigasi, hari operasi, hari darat/pelabuhan, hari dok, jumlah trip per tahun, variasi daerah penangkapan dan variasi musim)

7) Hasil tangkapan (komponen spesies, ukuran, kualitas, HT per hari, HT per trip, HT per tahun)

8) Penanganan hasil tangkapan di kapal

9) Pengangkutan hasil tangkapan ke pelabuhan 10)Fasilitas pendaratan ikan

(4) Aspek organisasi dan manajemen meliputi : 1) Aspek legal perusahaan

2) Aspek legal proyek

3) Struktur organisasi yang ada 4) Rencana struktur organisasi proyek

(40)

20

7) Uraian tugas setiap personel

8) Uraian tanggung jawab dan kewenangan

9) Pendapatan dan insentif karyawan / personel armada penangkapan ikan 10)Fasilitas dan kemudahan untuk para karyawan

11)Kualifikasi dan pengalaman personel yang ada 12)Kualifikasi dan sumber personel yang akan direkrut. (5) Analisis kepekaan

1) Penurunan produksi (5 – 25 %) tergantung pada pola musim ikan, kondisi fisik daerah penangkapan dan CPUE)

2) Penurunan harga produk (trend harga runtun tahun)

Charles (2001), mengemukakan bahwa karateristik sistem perikanan dapat dibedakan dengan berbagai macam cara, yaitu :

(1) Berdasarkan lingkup tata ruang, yang berhubungan dengan ukuran, kondisi geografis dan administratif, misalnya perikanan pantai, perikanan dengan batas provinsi atau negara dan organisasi perikanan regional atau antar negara.

(2) Berdasarkan skala usaha, dibedakan perikanan skala kecil dan skala besar, bergantung pada teknologi, daerah penangkapan dan tujuan berproduksi. (3) Berdasarkan letak geografis, daerah tropis dan sub tropis

(4) Berdasarkan ekosistem, seperti daerah upwelling, estuaria, terumbu karang (5) berdasarkan lingkungan fisik perairan, yaitu dasar perairan berkarang, teluk

dan danau.

(6) Berdasarkan kondisi alam dan tingkah laku pengguna sumber daya, apakah terorganisir atau tidak terorganisir, multi tujuan atau spesialisasi.

(7) Berdasarkan lingkungan sosial ekonomi, seperti desa atau kota, daerah tertinggal atau maju, miskin atau sejahtera, ti8ngkat keterlibatan masyarakat dan lain-lain.

2.4 Unit Penangkapan Ikan

(41)

21

kontrol terhadap perkembangan teknologi penangkapan. Efektifitas biaya dalam teknologi penangkapan telah menjadi perhatian sejak lama bagi industri perikanan untuk mendapatkan ikan tangkapan yang lebih besar jumlahnya dalam kondisi yang lebih aman dan rendah biaya, menangkap ikan pada fishing ground yang lebih jauh, menghasilkan produk yang lebih baik kualitasnya dengan harga yang lebih tinggi (Garcia et al. 1999). Upaya untuk mendapatkan teknologi penangkapan yang lebih baik, efektif dan efisien akan terus berlangsung mengingat permintaan pasar terhadap ikan akan terus meningkat sejalan dengan terus meningkatnya kebutuhan protein hewani oleh manusia yang dari tahun ke tahun terus bertambah jumlahnya.

2.4.1 Alat tangkap

Pengetahuan mengenai alat tangkap yang sesuai dengan ikan yang menjadi tujuan operasi penangkapan sangat diperlukan agar operasi penangkapan dapat berjalan dengan efektif dan efisien.

Pengembangan jenis teknologi di Indonesia diarahkan sesuai dengan ketentuan dalam UU No 31 Tahun 2004, tujuan pembangunan perikanan harus disepakati dengan syarat-syarat pengembangan teknologi yang dapat menyediakan kesempatan kerja, menjamin pendapatan nelayan, menjamin stok produksi, menghasilkan produksi yang bermutu dan tidak merusak lingkungan khususnya sumber daya ikan. Pengelompokan skala usaha perikanan, jenis alat tangkat pancing dan purse seine merupakan alat tangkap yang umum digunakan oleh rakyat yang skalanya sangat kecil, sarana dan prasarananyapun terbatas, hal ini disebabkan karena keterbatasan modal usaha. Kegiatannyapun bersifat tradisional hal ini akan berdampak pada rendahnya produksi sehingga akan mempengaruhi daya saing (Monintja 2001).

Secara umum di Indonesia standar alat penangkap perikanan laut diklasifikasikan sebagai berikut (DJPT-DKP 2002) :

(1) Pukat udang (shrimp net) (2) Pukat kantong (seine net)

Payang (termasuk lampara)

Dogol

(42)

22

(3) Pukat cincin (purse seine) (4) Jaring insang (gillnet) (5) Jaring angkat (lift net)

(6) Pancing (hook and lines) (7) Perangkap (traps)

(8) Alat pengumpul kerang dan rumput (shell fish and seaweed collection) (9) Muro ami, dll

(10) Alat Tangkap lainnya

Widodo et al. (1998), mengklasifikasikan alat tangkap ikan sebagai berikut :

(1) Pukat udang (shrimp net) (2) Pukat ikan

(3) Pukat kantong (seine net) 1 Payang (termasuk lampara) 2 Dogol

3 Pukat pantai

(4) Pukat cincin (purse seine) (5) Jaring insang (gillnet)

1 Jaring insang hanyut 2 Jaring insang lingkar 3 Jaring insang tetap 4 Trammel net (6) Jaring angkat (lift net)

1 Bagan perahu/rakit

2 Bagan tancap (termasuk kelong) 3 Serok

4 Jaring insang lainnya (7) Pancing (hook and lines)

1 Rawai tuna

2 Rawai hanyut lainnya selain rawai tuna 3 Rawai tetap

(43)

23

5 Pancing lain selain huhate 6 Pancing tonda

(8) Perangkap (traps)

1 Sero 2 Jermal 3 Bubu

4 Perangkap lainnya

(9) Muro ami dan lain-lain (jala, tombak, dan lain-lain) 2.4.2 Kapal perikanan

Secara umum di Indonesia perahu atau kapal penangkap diklasifikasikan sebagai berikut (DJPT- DKP 2002) :

(1) Perahu tidak bermotor 1) Jukung

2) Perahu papan

1 Kecil (perahu yang terbesar panjangnya kurang dari 7 m) 2 Sedang ( perahu yang terbesar panjangnya dari 7 sampai 10 m) 3 Besar (perahu yang terbesar panjangnya 10 m atau lebih) (2) Perahu motor tempel

(3) Kapal motor

1) Kurang dari 5 GT 2) 5 – 10 GT

3) 10 – 20 GT 4) 20 – 30 GT 5) 30 – 50 GT 6) 50 – 100 GT 7) 100 – 200 GT 8) 200 GT keatas

(44)

24

yaitu : perikanan skala kecil (menggunakan mesin luar sebesar < 10 HP atau < 5 GT dan daerah operasinya pada zona I atau jalur 1 (4 mil dari garis pantai) dan yang menggunakan mesin luar sebesar < 50 HP atau < 25 GT dengan jalur operasinya pada zona II atau jalur 2 (4 mil – 8 mil) sedangkan perikanan skala besar merupakan perikanan industri yang menggunakan mesin dalam dengan kekuatan < 200 HP atau 100 GT dan jalur operasinya pada jalur 3 dan 4 (8 mil - 12 mil dan atau > 12 mil). Soekarsono (1995) mengklasifikasikan kapal menurut fungsinya diantaranya kapal perikanan terdiri dari kapal tonda (troller), kapal rawai dasar (bottom longliner), kapal rawai tuna (tuna longliner), kapal pukat cincin (purse seiner), kapal jaring insang (gillnetter), kapal bubu (pot fishing vessel), kapal pukat udang (shrimp trawler), kapal set net, kapal pengangkut ikan dan jenis kapal lainnya.

2.4.3 Nelayan

Nelayan sebagai tenaga kerja pada perahu/kapal penangkapan merupakan orang yang terlibat langsung dalam kegiatan penangkapan, sehingga termasuk salah satu faktor penting dalam menentukan keberhasilan suatu operasi penangkapan.

Nelayan adalah orang yang secara aktif melakukan pekerjaan dalam operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya. Ahli mesin dan juru masak yang bekerja diatas kapal penangkapan dikatagorikan nelayan yang walaupun tidak melakukan aktivitas menangkap (DJPT-DKP 2002). Selanjutnya dalam Undang-Undang no. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mendefinisikan nelayan adalah orang yang mata pencahariannya melakukan penangkapan ikan. Undang-Undang No 9 Tahun 1985 mendefinisikan alat penangkap ikan sebagai sarana dan perlengkapan atau benda-benda lainnya yang dipergunakan untuk menangkap ikan, dengan melihat dan menyimak definisi yang ada maka dapat disimpulkan bahwa armada perikanan tangkap merupakan kumpulan atau sekelompok unit penangkapan ikan yang melakukan kegiatan operasi penangkapan ikan pada suatu perairan bersama- sama.

(45)

25

(1) Nelayan penuh, yaitu nelayan yang seluruh waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya.

(2) Nelayan sambilan, yaitu nelayan yang sebagian besar waktu kerjanya digunakan untuk melakukan pekerjaan operasi penangkapan ikan/binatang air lainnya.

(3) Nelayan sambilan tambahan, nelayan yang sebagian kecil waktunya digunakan untuk melakukan pekerjaan penangkapan ikan/binatang air lainnya.

Profil nelayan tradisional walaupun pada umumnya cukup terampil menggunakan peralatan yang dimilikinya dengan sarana penangkapan ikan dan kemampuan yang sangat terbatas dan seringkali sulit untuk ditingkatkan ke arah yang lebih modern. Posisi ekonomi nelayan yang sangat rendah diakibatkan karena modal terbatas, produktivitas yang rendah dengan hasil tangkapan ikan yang tidak menentu sebagai akibat pengaruh musim, juga dengan jaminan pemasaran ikan yang tidak menentu karena masih terdapatnya berbagai kendala dalam penentuan harga jual pada tingkat nelayan. Hal lain yang juga menarik adalah kondisi psikologis dan sosologis masyarakat nelayan, umumnya berada dalam lingkungan hidup sosial yang cenderung tidak memikirkan hari depannya, dan karenanya kurang kesadaran untuk menyimpan sebagian pendapatan yang diperolehnya terutama pada saat musim ikan (DJPT –DKP 2003).

2.5 Analisis Konflik 2.5.1 Pengertian konflik

Keberadaan sumber daya alam sebagai suatu sistem tidak terlepas dari satu faktor penting yaitu ruang tempat sistem sumber daya alam tersebut bekerja. Karena ruang merupakan sumber daya yang tak terbatas maka perbedaan kepentingan (conflict interests) akan banyak dijumpai dalam ruang tempat manusia hidup (Gunawan 2002). Selanjutnya dikatakan bahwa pengertian konflik sendiri harus dipahami sebagai suatu kondisi negatif yang terjadi karena adanya paling tidak satu kepentingan yang tidak terpenuhi di dalam bentang ruang yang menjadi perhatian kita.

(46)

26

(Gorre 1999). Terminologi konflik sendiri membawa pengertian dasar adanya perbedaan persepsi tentang kondisi ideal yang diinginkan oleh lebih dari satu pihak.

Gunawan (2002) menyatakan bahwa konflik adalah suatu hal yang terjadi saat dua orang atau lebih berinteraksi dalam suatu peristiwa atau keadaan yang sama namun mereka melihat peristiwa/keadaan ini secara berbeda. Fisher et al.

(2000), menyatakan bahwa konflik merupakan hubungan antara dua pihak atau lebih (individu atau kelompok) yang memiliki, atau yang merasa memiliki sasaran-sasaran yang tidak sejalan. Konflik timbul karena ketidakseimbangan antara hubungan-hubungan, antar pribadi hingga tingkat kelompok, organisasi, masyarakat dan negara. Konflik dapat terjadi pada semua bentuk hubungan manusia (sosial, ekonomi dan kekuasaan) dan mengalami pertumbuhan dan perubahan. Konflik dapat timbul berdasarkan perikatan ataupun di luar perikatan. Konflik yang berasal dari perikatan timbul apabila salah satu pihak dalam perjanjian melakukan wanprestasi/mengingkari isi perjanjian.

2.5.2 Faktor-faktor pendorong terjadinya konflik

Fisher et al. (2000) membagi faktor penyebab konflik kedalam enam faktor utama, sebagai berikut: 1) konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan di antara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat; 2) konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik; 3) konflik yang disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia (fisik, mental, dan sosial) yang tidak terpenuhi atau dihalangi; 4) konflik disebabkan identitas terancam, yang sering

berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak diselesaikan; 5) konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara-cara komunikasi di antara

berbagai budaya yang berbeda; dan 6) konflik disebabkan oleh masalah-masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi.

Moore (1990) yang diacu Firdaus (2005), membagi lima kategori yang menjadi faktor-faktor pendorong terjadinya konflik yaitu:

(1) Relationship problems, yang terdiri dari: 1) Strong emotions; kecenderungan tingginya emosi yang dimiliki oleh masing-masing pihak; 2)

(47)

27

para pihak atau sudah adanya prasangka-prasangka berdasarkan stereotype;

3) Poor communication or miscommunication; hubungan komunikasi yang tidak komunikatif dalam arti tidak fokus dan tidak mudah dimengerti atau dipahami; 4) Repetitive negative behaviour; tingkah laku negatif yang dilakukan para pihak secara berulangkali.

(2) Data problems, yang terdiri atas: 1) Lack of information or misinformation;

sedikit atau bahkan tidak dimilikinya data atau informasi yang cukup dan akurat dari para pihak; 2) Different views on what is relevant; adanya perbedaan pemahaman dan pandangan atas suatu yang dianggap relevan atau tidak relevan untuk dikaitkan dalam suatu permasalahan; 3) Different interprestations of data;

adanya perbedaan dalam menafsirkan informasi yang dimiliki oleh para pihak; 4) Different assessment procedures; digunakannya prosedur atau tata cara yang berbeda didalam pemilihan atau pengambilan data/informasi.

(3) Interest conflict, dalam hal ini menurut Moore dapat juga digunakan pendekatan

triangle of satisfaction, terdiri dari: 1) Perceived or actual competition over substantive (content) interest; adanya perasaan atau persaingan diantara para pihak dalam kepentingan yang bersifat subtansi; 2) Procedure interest;

kepentingan-kepentingan yang lebih bersifat prosedur atau tata cara; 3)

Psychological interest; kepentingan-kepentingan yang lebih bersifat psikologis.

(4) Structural prablems, terdiri dari: 1) Destructive patterns of behaviour or interaction; adanya pola-pola perilaku yang cenderung bersifat negatif atau bahkan bersifat destruktif; 2) Unequal control, ownership, or distribution of resources; ketidak seimbangan dalam kontrol, kepemilikan atau pembagian sumber daya yang ada; 3) Unequal power and authority; ketidak seimbangan kekuatan dan wewenang; 4) Geographical, physical or enveronmental factor that hinder cooperation; faktor-faktor yang menghambat kerjasama para pihak dalam mengefektifkan proses perundingan, seperti masalah geografis, fisik ataupun lingkungan; 5) Time constrain; adanya keterbatasan waktu.

Gambar

Gambar 2  Hubungan
Gambar  3 Peta Lokasi Pelaksanaan Penelitian di Kabupaten Bengkalis dan
Gambar 4 Tahapan penelitian sistem pengembangan usaha perikanan tangkap di
Gambar  5   Diagram alir seleksi teknologi penangkapan pilihan.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Perbedaan antara harga yang dibayar oleh Plastik dan ekuitas yang diperoleh dalam Seldane diakibatkan oleh persediaan Seldane yang dinilai terlalu rendah sebesar

Hasil penelitian menunjukkan bahwa biaya mutu mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap produk cacat pada CV Usaha Musi Palembang dengan nilai F hitung 8,470 dan nilai

Kesimpulan dari penelitian ini adalah beberapa latihan pada buku Planet yang dapat dijadikan sebagai pelengkap yaitu keterampilan mendengarkan dengan jenis latihan Übungen,

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu terdapat pengaruh keterlibatan ayah ter- hadap pengambilan keputusan rasional untuk menikah melalui proses

Page 2 of 4 Proyek ini meliputi produksi BDF yang berasal dari Jatropha dan tanaman lainnya di lokasi pertambangan Adaro di Kalimantan, Indonesia, dan penggunaan BDF sebagai bahan

Dengan tulus Hati penulis ungkapkan Puji dan Syukur bagi kemuliaan TUHAN YANG MAHA ESA yang telah memberikan hikmat, kebijaksanaan,kesehatan serta penyertaanNya dalam menuntun

Kesimpulan dalam penelitian ini adalah bahwa pemberian air rebusan kulit batang Kayu Jawa (Lannea coromandelica) yang diinduksi asam klorida (HCl) 0,6 N memberikan

menjelaskan bahwa di SMP Darul Ihsan Muhammadiyah Sragen terdapat 2 lantai pada bangunannya baik di Gedung Sekolah maupun Gedung Putra dan Gedung Putri, Gambar