• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Yuridis Terhadap Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet Dalam Praktik Oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Analisis Yuridis Terhadap Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet Dalam Praktik Oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia"

Copied!
109
0
0

Teks penuh

(1)

1

“Analisis Yuridis Terhadap Upaya Penyelesaian Piutang Negara

Macet Dalam Praktik Oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

Departemen Keuangan Republik Indonesia”

( Studi Kasus di KPKNL Departemen Keuangan Republik Indonesia Medan)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Melengkapi Tugas Dan Memenuhi Syarat Dalam Mencapai

Gelar Sarjana Hukum

Oleh :

060200281 Vendrista Yulia

Disetujui Oleh :

KETUA DEPARTEMEN HUKUM KEPERDATAAN

( Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS NIP. 196204211988031004

)

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

( Prof. Dr. Tan Kamello, SH. MS ) ( M. Hayat, SH

NIP. 196204211988031004 NIP. 195008081980021001

(2)

KATA PENGANTAR

Dengan segala puji dan syukur saya panjatkan kepada Allah SWT atas segala kemurahan dan rahmat-Nya yang diberikan kepada saya sehingga saya dapat mengikuti perkuliahan dan dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini tepat pada waktunya.

Skripsi ini disusun guna melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana hukum di Universitas Sumatera Utara, dimana hal tersebut merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang ingin menyelesaikan perkuliahannya.

Adapun judul skripsi yang saya kemukakan adalah “Analisis Yuridis Terhadap Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet Dalam Praktik Oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia”. Saya telah mencurahkan segenap hati, pikiran dan kerja keras dalam penyusunan skripsi ini. Namun saya menyadari bahwa di dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangannya baik isi maupun kalimatnya. Oleh sebab itu skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan.

Di dalam penyusunan skripsi ini, saya mendapat bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu saya mengucapkan terima kasih kepada :

(3)

3

2. Bapak Prof. Dr. H. Tan Kamello, SH. MS., selaku Ketua Departemen Hukum Keperdataan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang juga sebagai dosem Pembimbing I yang telah banyak memberikan bantuan bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

3. Bapak M. Hayat, SH., selaku Dosen Pembimbing II yang telah banyak meluangkan waktunya dalam memberikan bantuan, bimbingan dan arahan-arahan kepada penulis pada saat penulisan skripsi ini;

4. Seluruh Dosen dan Staf pengajar di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah mendidik dan membimbing saya selama menempuh pendidikan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara;

5. Teristimewa untuk kedua Orangtua, Ayah saya Muhd. Naf’an, SH., dan Ibu saya Sri Wahyuni, terima kasih atas perhatian, dukungan, doa dan segala hal yang telah diberikan selama ini kepada saya sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini;

6. Adik-adikku tersayang Muhd. Arief, Muhd. Kharrazi, Muhd. Mughni Ra’is, dan Diah Kartika Sari, terima kasih atas perhatian, doa, bantuan dan tingkah aneh kalian masing-masing, I really love you all, juga kak Rahayu Mustika, atas segala bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini;

(4)

8. Teman-teman di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara stambuk 2006, terutama ayu dan fahruzan yang senasib dan sepenanggungan, kak ian, tio, isem, dino, faisal, galep, julia, eko, romi, kimot. Semua anak alotoflaugh dan semua abang-abang dan teman-teman lainnya yang tidak disebutkan, yang sudah berkenan memberikan dukungan, perhatian dan doanya sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini;

9. Keluarga ubur-ubur, Dewi Fitriana, Wendy Syahfitri, dan Friska Meutia Lubis, atas segala hal lucu, semangat, dukungan, doa, bantuan, perhatian dan segala hal, sayang kalian semua;

10. Semua Bapak-bapak, Ibu-ibu, Tante dan om, juga abang-abang di kantor KPKNL Medan yang sudah banyak memberikan referensi, bantuan dan dukungan, saya ucapkan banyak terima kasih sehingga skripsi ini dapat saya selesaikan dengan baik.

Saya menyadari bahwa skripsi ini tidak luput dari kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang membangun dan menyempurnakan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Februari 2010

(5)

5

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ... i

DAFTAR ISI ... ... iv

ABSTRAKSI ... ... vi

BAB I PENDAHULUAN ... ... 1

A. Latar Belakang ... ... 1

B. Perumusan Masalah ... ... 7

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... ... 8

D. Keaslian Penulisan ... ... 9

E. Tinjauan Kepustakaan ... ... 9

F. Metode ... ... 10

G. Sistematika ... ... 11

BAB II Kelembagaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).. 13

A. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ... 13

B. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) ... .. 18

C. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) ... 22

D. Hubungan DJKN dengan PUPN ... 30

E. Tinjauan terhadap KPKNL Medan ... 31

BAB III Piutang Negara dalam Hukum Positif ... 37

A. Dasar Hukum Penyelesaian Piutang Negara Macet dan Kaitannya dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata ... 37

(6)

C. Prosedur Pengurusan Piutang Negara ... 50

D. Penyerahan Piutang Negara Macet Kepada DJKN ... 52

BAB IV Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet dalam Praktik oleh DJKN ... .... 54

A. Sebab Terjadinya Piutang Negara Macet ... 54

B. Hambatan dan Upaya Mempercepat Proses Penyelesaian Piutang Negara Macet oleh DJKN ... 60

C. Peran KPKNL dalam Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet ... 91

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 93

A. Kesimpulan ... .. 93

(7)

7

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis tentang Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah mengapa terjadi piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, apa-apa sajakah hambatan yang terjadi dalam penyelesaian piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan apakah upaya mempercepat proses penyelesaian piutang negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan bagaimanakah peran KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang negara macet.

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian wawancara, dilakukan kepada pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Pihak-pihak tersebut berkompeten atas masalah yang dibahas sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu juga menggunakan metode penelitian pengamatan langsung (observasi), dalam hal ini penulis melakukan analisis yuridis dan praktis pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan sebagai salah satu kantor operasional DJKN dalam melaksanakan tugas pengurusan dan penyelesaian piutang negara dan juga metode penelitian kepustakaan, dilakukan dengan menelaah literatur yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi maupun yang tidak terkait secara langsung. Literatur tersebut seperti buku, diktat, modul, dan peraturan-peraturan. Studi kepustakaan dilakukan juga terhadap literatur yang tidak terkait secara langsung dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.

(8)

ABSTRAKSI

Penulisan skripsi ini dilatarbelakangi oleh ketertarikan penulis tentang Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah mengapa terjadi piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, apa-apa sajakah hambatan yang terjadi dalam penyelesaian piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan apakah upaya mempercepat proses penyelesaian piutang negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, dan bagaimanakah peran KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang negara macet.

Penulisan skripsi ini dilakukan dengan metode penelitian wawancara, dilakukan kepada pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Pihak-pihak tersebut berkompeten atas masalah yang dibahas sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah. Selain itu juga menggunakan metode penelitian pengamatan langsung (observasi), dalam hal ini penulis melakukan analisis yuridis dan praktis pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan sebagai salah satu kantor operasional DJKN dalam melaksanakan tugas pengurusan dan penyelesaian piutang negara dan juga metode penelitian kepustakaan, dilakukan dengan menelaah literatur yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi maupun yang tidak terkait secara langsung. Literatur tersebut seperti buku, diktat, modul, dan peraturan-peraturan. Studi kepustakaan dilakukan juga terhadap literatur yang tidak terkait secara langsung dengan masalah yang dibahas dalam skripsi.

(9)

8

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyelesaian piutang negara macet merupakan salah satu aspek penting dari pengelolaan keuangan negara yang memerlukan perhatian khusus agar dapat terselenggara efektif, efisien, dan bertanggung jawab dalam rangka menunjang pembangunan nasional.

Masalah piutang negara macet yang sebagian besar berasal dari kredit macet perbankan nasional, kini bukan lagi menjadi masalah perbankan. Tetapi sudah menjadi masalah nasional yang dapat mengganggu perkembangan perekonomian dan pembangunan bangsa. Oleh karena itu pengurusan piutang negara sebagai bagian dari pengelolaan keuangan negara merupakan tugas yang sangat penting dan strategis baik dilihat secara mikro maupun dalam kaitan dengan kegiatan pelaksanaan pembangunan nasional. Tanggung jawab penyelesaian masalah ini tidak hanya bertumpu pada satu

instansi saja, tetapi juga pada berbagai instansi terkait lainnya1

Potensi piutang negara saat ini dirasakan sangat besar dan potensial, baik itu dari segi jumlahnya maupundari segi kepentingan keuangan negara atau pemerintah untuk menyelamatkannya, sehingga terasa sangat relevan apabila semua unsur aparat

.

1

S. Mantayborbir, SH., MH., Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang

(10)

dan atau institusi negara/pemerintah, khususnya Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) dan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) Departemen Keuangan Republik Indonesia yang diberikan kewenangan dalam penyelesaian piutang negara macet, untuk secara sungguh – sungguh mengupayakan dan mencari cara – cara penyelesaian piutang negara secara optimal dengan mengefektifkan berbagai sarana hukum dan peraturan perundang–undangan yang ada.

Kepentingan negara dalam menyelamatkan piutang negara macet tersebut diatas secara konkrit telah diwujudkan dalam bentuk penerbitan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, yaitu suatu Undang-undang yang mengatur secara khusus pengurusan piutang negara, baik dari segi kelembagaan, tugas, dan wewenang maupun tata cara pengurusan piutang negara. Tujuan yang ingin dicapai melalui Undang-undang tersebut adalah perolehan hasil pengurusan piutang yang maksimal melalui prosedur pengurusan dan penyelesaian yang cepat dan efektif. Pelaksanaan tugas pengurusan dan penyelesaian piutang negara tersebut secara administratif dilaksanakan oleh instansi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN), yakni instansi setingkat eselon I yang berada dibawah Departemen Keuangan Republik Indonesia dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Keuangan. Dengan demikian hubungan antara PUPN dan DJKN sangat terkait dan dapat dikatakan bahwa kedua instansi tersebut harus bekerja secara bersama-sama dalam pengurusan dan penyelesaian piutang negara macet.

(11)

10

berbentuk piutang negara. Tujuan yang ingin dicapai melalui Undang-undang tersebut adalah perolehan hasil pengurusan dan penyelesaian piutang yang maksimal melalui

prosedur yang cepat dan efektif2

Piutang negara sesungguhnya adalah masalah klasik di Indonesia, ditandai dengan pendirian Panitia Penyelesaian Piutang Negara (P3N) pada tahun 1958 berdasarkan Keputusan Penguasa Perang Pusat Kepala Staf Angkatan Darat No. Kpts/Peperpu/0241/1958. Kemudian panitia ini dibubarkan untuk digantikan dengan Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) berdasarkan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara (Lembaran Negara tahun 1960 Nomor 156, Tambahan Lembaran Negara Nomor 2104) selanjutnya disebut dengan Undang-undang No. 49 Prp./1960. Namun krisis moneter yang melanda Indonesia di pertengahan tahun 1997 mulai memaksa pemerintah untuk memikirkan kembali langkah – langkah penyelesaian piutang negara. Mulai dari wakil rakyat di DPR / MPR hingga masyarakat awam di kedai–kedai kopi ramai membicarakan masalah ini, ditambah lagi dengan semakin gencarnya pemberitaan pers dan komentar berbagai pakar di media massa. Tak ketinggalan pula tekanan mahasiswa melalui demonstrasi

.

Penyelenggaraan pengurusan piutang negara itu sendiri, dalam penyelesaiannya memiliki keterkaitan dengan berbagai pihak. Sehingga keberhasilan keamanan keuangan negara dimaksud ditentukan pula oleh sikap, pandangan dan langkah yang ditempuh oleh berbagai instansi dan lembaga terkait.

2

Abdoel Bahar, Penyelesaian Kredit Macet Melalui Badan Urusan Piutang dan lelang

Negara, Makalah Seminar yang diselenggarakan oleh Musyawarah perbankan Daerah Sumut, Medan

(12)

menuntut pemerintah untuk lebih serius dan segera menuntaskan kasus-kasus piutang

negara yang melibatkan konglomerat nasional3

3

S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 30 .

Pemerintah sendiri memang cukup serius memikirkan upaya penyelesaian piutang negara ini. Keseriusan ini sesungguhnya adalah sebuah kewajaran mengingat nilai piutang negara yang bertambah besar setiap tahun, sehingga sangan mempengaruhi keuangan negara. Likuidasi 16 Bank pada tanggal 1 November 1997 yang dilakukan pemerintah menyebabkan nilai piutang negara meningkat secara drastis. Mengantisipasi hal tersebut, Pemerintah Republik Indonesia kemudian mendirikan Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN), sebuah lembaga baru selain PUPN/DJKN, yang juga bertugas mengenai pengurusan piutang negara khusus kepada bank-bank yang dinyatakan tidak sehat oleh Bank Indonesia. Pendirian BPPN dilakukan sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 1999 jo. Keputusan Presiden Nomor 27 tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 27 Tahun 1992 tentang Perbankan.

(13)

12

Pada dasarnya pengurusan hutang piutang masuk dalam lingkup hukum perdata. Karena itu penyelesaiannya harus mengacu kepada hukum perdata dan hukum acara perdata yang berlaku di Indonesia yaitu Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerdata / BW), HIR dan RBg. Kasus-kasus yang berkaitan dengan hutang piutang seharusnya diselesaikan melalui lembaga pengadilan. Namun Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 jo. Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 jo. Keputusan Presiden Nomor 84 Tahun 2000 mengkhususkan pengurusan piutang negara yang diselenggarakan oleh PUPN/DJKN tidak menggunakan prosedur sebagaimana diatur dalam HIR dan RBg. Dengan Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960, PUPN dimungkinkan untuk mengambil langkah-langkah penyelesaian piutang negara yang cepat tanpa melalui pengadilan. Langkah-langkah penyelesaian yang dilakukan oleh PUPN/DJKN adalah membuat Pernyataan Bersama (kesepakatan penyelesaian hutang) dengan Penanggung Hutang (selanjutanya disebut dengan PH), menerbitkan Surat Paksa yang memaksa PH untuk membayar hutang dalam waktu 1 x 24 jam setelah

pemberitahuan Surat Paksa dan parate eksekusi4

Pengurusan piutang negara secara khusus yang memberikan kewenangan kepada PUPN/DJKN untuk mengurus piutang negara melalui pendekatan non , yang mana bila PH tetap tidak menyelesaiakn hutangnya, Surat paksa tersebut akan dilanjutkan dengan secara penyitaan dan pelelangan terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan lain dari Penanggung Hutang maupun Penjamin Hutang, serta Paksa Badan (gijzeling) terhadap Penanggung Hutang yang sebenarnya mampu namun tidak mau dan tidak mempunyai itikad baik dalam menyelesaikan hutangnya.

4

(14)

eksekusi maupun pendekatan eksekusi tanpa melalui pengadilan menyebabkan dalam beberapa kasus penyelesaian piutang negara PUPN/DJKN sering berbenturan dengan

eksekusi pengadilan5

5

S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 29 .

Dengan demikian sangatlah beralasan bahwa penyelesaian piutang negara macet harus dapat dilaksanakan secara maksimal dengan menggali seluruh potensi yang ada. Sehingga piutang negara macet yang ada pada dasarnya adalah uang yang berasal dari masyarakat tersebut dapat dikembalikan, yang pada akhirnya akan dapat membantu perkembangan ekonomi masyarakat itu sendiri disamping meningkatnya pembangunan nasional.

Dalam praktiknya di lapangan, penyelesaian piutang negara macet ternyata tidaklah semudah yang dibayangkan. Perangkat hukum yang ada belumlah cukup bagi PUPN/DJKN untuk dapat menyelesaiakn piutang negara macet tersebut secara efektif, efisien, transparan, dan bertanggung jawab disamping tentunya sebagai lembaga/instansi pemerintah yang dapat diandalkan dan dibanggakan dalam melakukan pengamanan keuangan negara.

(15)

14

B. Perumusan Masalah

Adapun pokok-pokok permasalahan yang dirumuskan oleh penulis adalah sebagai berikut :

1. Mengapa terjadi piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal

Kekayaan Negara?

2. Apakah hambatan yang terjadi dalam penyelesaian piutang negara macet dalam

praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan apakah upaya mempercepat proses penyelesaian piutang negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara?

3. Bagaimanakah peran KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang negara

macet?

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan

Penulisan skripsi ini merupakan kewajiban mahasiswa yang akan

menyelesaikan studi tingkat akhir dan merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan atau memenuhi program S1 pada Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Disamping itu merupakan bentuk sumbangan pikiran yang bermanfaat bagi masyarakat khususnya dibidang ilmu pengetahuan hukum yang berkaitan dengan upaya penyelesaian piutang negara macet.

(16)

menyadari bahwa dalam membahas permasalahan dalam ilmu pengetahuan, waktu dan hal-hal lainnya, sehingga menjadikan kewajiban penulis untuk memperbaiki dan menyempurnakan di kemudian hari.

Selain itu, tujuan dan manfaat penulisan skripsi ini adalah :

1. Untuk mengetahui apa sajakah sebab-sebab terjadi piutang negara macet dalam

praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara.

2. Untuk mengetahui apa sajakah hambatan yang terjadi dalam penyelesaian

piutang negara macet dalam praktik oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara dan apakah upaya mempercepat proses penyelesaian piutang negara oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara

3. Untuk Mengetahui apakah peran KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang

negara macet.

D. Keaslian Penulisan

Sepanjang informasi yang diperoleh dari penelusuran literatur dan bahan-bahan kepustakaan lainnya, belum terdapat judul yang sama dengan judul skripsi ini yang ditulis oleh penulis.

(17)

16

Jenderal Kekayaan Negara Departemen Keuangan Republik Indonesia”. Oleh

sebab itu judul pada skripsi ini dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan-aturan ilmiah bila ternyata terdapat judul di penambahan yang sama pada skripsi ini dibuat maka penulis bertanggungjawab sepenuhnya.

E. Tinjauan Kepustakaan

Tinjauan kepustakaan dilakukan dengan menelaah literatur yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi maupun yang tidak terkait secara langsung. Literatur tersebut seperti buku, diktat, modul, dan peraturan-peraturan. Tinjauan kepustakaan dilakukan juga terhadap literatur yang tidak terkait secara langsung dengan masalah yang dibahas dalam skripsi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya wawasan dalam penulisan skripsi ini.

F. Metode

Adapun metode penelitian yang dilakukan oleh penulis dalam penulisan skripsi ini adalah dengan mengumpulkan data dari pihak-pihak yang berkompeten dalam penyelesaian piutang negara baik secara lisan maupun tulisan dengan cara sebagai berikut :

(18)

Wawancara dilakukan kepada pihak yang terkait langsung dengan permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini. Pihak-pihak tersebut berkompeten atas masalah yang dibahas sehingga pendapatnya dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

2. Pengamatan Langsung (observasi)

Pengamatan langsung (observasi) dilakukan terhadap kegiatan penyelesaian piutang negara macet yang dilakukan oleh DJKN, dalam hal ini penulis melakukan analisis yuridis dan praktis pada Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) Medan sebagai salah satu kantor operasional DJKN dalam melaksanakan tugas pengurusan dan penyelesaian piutang negara.

3. Studi Kepustakaan

Studi kepustakaan dilakukan dengan menelaah literatur yang terkait dengan masalah yang dibahas dalam skripsi maupun yang tidak terkait secara langsung. Literatur tersebut seperti buku, diktat, modul, dan peraturan-peraturan. Studi kepustakaan dilakukan juga terhadap literatur yang tidak terkait secara langsung dengan masalah yang dibahas dalam skripsi. Hal ini dimaksudkan untuk memperkaya wawasan dalam penulisan skripsi ini.

(19)

18

Pembahasan skripsi ini terbagi menjadi 5 (lima) bab dan setiap bab terdiri dari beberapa sub-bab. Pembagian tersebut dilakukan secara sistematis sesuai dengan tahapan-tahapan uraiannya, sehingga tidak berdiri sendiri tetapi berhubungan erat satu sama lain dan merupakan satu kesatuan yang menyeluruh.

Adapun isi dari tiap-tiap bab tersebut adalah sebagai berikut :

BAB I : Pendahuluan

Dalam bab ini diuraikan latar belakang tujuan penulisan, metode penelitian yang didalamnya menjelaskan jasa cara-cara penelitian untuk memperoleh data pembuatan skripsi ini dan sebagai uraian yang terakhir mengenai sistematika skripsi.

BAB II : Kelembagaan Direktorat Jenderal Kekayaan Negara ( DJKN )

Menguraikan tentang struktur organisasi dan kelembagaan DJKN, PUPN dan hubungan satu dengan yang lainnya, juga menguraikan tentang tinjauan terhadap KPKNL.

BAB III: Piutang Negara dalam Huku m Positif

Dalam bab ini menguraikan tentang apa itu pengertian piutang negara, piutang negara macet, bagaimana prosedur pengurusan piutang negara, apa dasar hukumnya dan kaitannya dengan KUHPerdata dan bagaimana cara penyerahan hutang tersebut kepada DJKN.

BAB IV: Upaya Penyelesaian Piutang Negara Macet dalam Praktik oleh DJKN.

(20)

dalam praktik oleh DJKN. Selain itu di dalam bab ini juga diuraikan juga apa peranan KPKNL dalam upaya penyelesaian piutang negara macet ini.

BAB V: Penutup

(21)

20

BAB II

KELEMBAGAAN DIREKTORAT JENDERAL KEKAYAAN

NEGARA (DJKN)

A. Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)

A.1. Sejarah dan Perkembangan

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) adalah suatu Direktorat Jenderal yang mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pembentukan DJKN tidak lepas dari tugas dan peran PUPN dalam mengurus dan menyelesaikan piutang negara serta permasalahan piutang negara yang semakin kompleks baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Sejarah pembentukan lembaga ini diawali dengan dibentuknya Badan Urusan Piutang Negara (BUPN) melalui Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976. Dalam Keputusan Presiden Tersebut untuk lebih meningkatkan pelaksanaan pengurusan, bentuk, susunan organisasi dan tata kerja Panitia Pengurusan Piutang Negara diperkokoh dan ditambah

dengan pembentukan Badan Urusan Piutang Negara (BUPN)6

6

S. Mantayborbir, SH., MH., Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa, Medan 2002, Hal 30.

(22)

piutang negara, sangat dirasakan belum memadai sehingga untuk mengantisipasi hal tersebut dan untuk lebih meningkatkan pelayanan dalam pengurusan dan penyelesaian piutang negara serta untuk lebih mempermudah BUPN dalam menjalankan eksekusi lelang.karena pada umumnya terhadap Penanggung Hutang yang “nakal”, BUPN dalam menyelesaikan piutang negara macet dilakukan melalui pelelangan barang jaminan piutang negara dan atau harta kekayaan lainnya dari Penanggung Hutang

ataupun Penjamin Hutang7

Bila sebelumnya Kantor lelang Negara (KLN) berada dibawah Direktorat Jenderal pajak Departemen Keuangan maka dengan dirubahnya keputusan Presiden No. 11 Tahun 1976 yang mengatur Kedudukan, Tugas, Organisasi dan Tata Kerja BUPN ditinjau kembali dan diperbaharui dengan Keputusan Presiden No. 21 Tahun 1999, Kantor Lelang Negara (KLN) berada dibawah Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN). Berdasarkan Keputusan Presiden Tersebut lembaga BUPN lebih disempurnakan lagi menjadi Badan Urusan Piutang dan Lelang Negara (BUPLN) yang mempunyai IX Kantor Wilayah di seluruh Indonesia dengan kantor operasional Kantor Pelayanan Pengurusan Piutang Negara (KP3N) dan Kantor Lelang Negara (KLN). Dalam perkembangan selanjutnya, BUPLN yang berdasarkan Keputusan Presiden No. 21 tahun 1991 mempunyai KP3N dan KLN sebagai kantor operasional kembali disempurnakan kelembagaannya. Hal ini dapat dilihat dari dikeluarkannya Keputusan Presiden No. 177 Tahun 2000 tentang Susunan Organisasi dan Tugas Departemen Keuangan jo. Keputusan Presiden No. 84 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di

.

7

S. Mantayborbir, SH., MH., dkk, Pengurusan Piutang Negara Pada PUPN/BUPLN (Suatu

(23)

22

(24)

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah sebagai instansi vertikal DJKN yang berada dibawah pertanggung jawaban langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPKNL merupakan kantor operasional dalam pelayanan kekayaan negara dan lelang.

A.2. Visi dan Misi DJKN

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) mempunyai visi “Menjadi Pengelola kekayaan Negara, Piutang Negara dan Lelang yang Bertanggung Jawab untuk Sebesar-besar Kemakmuran Rakyat”. Sedangkan Misi DJKN adalah sebagai berikut :

1. Mewujudkan optimalisasi penerimaan, efisiensi pengeluaran dan efektifitas pengelolaan kekayaan negara;

2. Mengamankan kekayaan negara melalui pembangunan database serta penyajian jumlah dan nilai eksisting kekayaan negara;

3. Mewujudkan nilai kekayaan negara yang wajar dan dapat dijadikan sebagai acuan dalam berbagai keperluan penilaian;

4. Melaksanakan pengurusan piutang negara yang efisien, efektif, transparan dan akuntabel;

(25)

24

A.3. Tugas dan Fungsi DJKN

Direktorat Jenderal Kekayaan Negara mempunyai tugas merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standarisasi teknis di bidang kekayaan negara, piutang negara, dan lelang, sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan,

dan berdasarkan peraturan Perundang-undangan yang berlaku8

1. Sekretariat Direktorat Jenderal;

.

Dalam melaksanakan tugasnya, Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

1. penyiapan perumusan kebijakan Departemen Keuangan di bidang kekayaan

negara, piutang negara, dan lelang;

2. pelaksanaan kebijakan di bidang kekayaan negara, piutang negara dan lelang;

3. penyusunan standarisasi, norma, pedoman, kriteria dan prosedur di bidang

kekayaan negara, piutang negara, dan lelang;

4. pemberian bimbingan teknis dan evaluasi di bidang kekayaan negara, piutang

negara, dan lelang;

5. pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal.

B. Struktur Organisasi Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN)

Didalam Peraturan Menteri Keuangan No. 100/PMK.01/2008 disebutkan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Negara Terdiri Dari :

8

S. Mantayborbir, SH., MH., Kompilasi Sistem Hukum Pengurusan Piutang dan Lelang

(26)

2. Direktorat Barang Milik Negara I; 3. Direktorat Barang Milik Negara II; 4. Direktorat Kekayaan Negara Lain-lain; 5. Direktorat Penilaian Kekayaan Negara; 6. Direktorat Piutang Negara;

7. Direktorat Lelang;

8. Direktorat Hukum dan Informasi.

1. Sekretariat Direktorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan koordinasi pelaksanaan tugas, serta pembinaan dan pemberi dukungan administratif kepada semua unsur di Direktorat Jenderal.

2. Direktorat Barang Milik Negara I mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi, dan pelaksanaan kegiatan penggunaan, pemanfaatan, pengamanan dan pemeliharaan, penghapusan, pemindahtanganan, penatausahaan, akuntansi, pembinaan, pengawasan, pengendalian, pemantauan barang milik negara pada Kementerian Negara/ Lembaga dan Badan Layanan Umum lingkup I, sesuai penugasan yang diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

(27)

26

negara pada Kementerian Negara/Lembaga dan Badan Layanan Umum lingkup II, sesuai penugasan yang diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal, serta pengawasan, penatausahaan, dan penyusunan daftar kekayaan negara yang dipisahkan.

4. Direktorat Kekayaan Negara Lain-lain mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, evaluasi serta pelaksanaan kegiatan di bidang pengelolaan kekayaan negara lain-lain, pembinaan dan pelaksanaan penyusunan daftar kekayaan negara lain-lain berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

5. Direktorat Penilaian Kekayaan Negara mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, analisis, supervisi, evaluasi dan rekomendasi, dan pelaksanaan tugas di bidang penilaian kekayaan negara, berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal.

6. Direktorat Piutang Negara mempunyai tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standardisasi, bimbingan teknis, perencanaan, dan evaluasi atas pelaksanaan pengurusan piutang negara yang telah diserahkan kepada Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN) serta inventarisasi piutang Kementerian Negara/Lembaga yang belum diserahkan kepada PUPN, berdasarkan kebijakan teknis yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal, termasuk pelaksanaan tugas PUPN.

(28)
(29)
(30)

C. Panitia Urusan Piutang Negara (PUPN)

C.1. Sejarah dan Perkembangan

Panitia Urusan piutang Negara (PUPN) yang dibentuk berdasarkan Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 adalah kelanjutan dari panitia Penyelesaian Piutang Negara. Pemerintah mulai menangani piutang negara secara serius pada tahun 1958 saat negara dalam keadaan bahaya dengan diterbitkannya Maklumat Bersama antara Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD) selaku Penguasa Perang Pusat dengan Jaksa Agung Nomor: MKL/Peperpu/01/1958 tanggal 04 Januari 1958 yang antara lain memberikan maklumat kepada semua Penanggung Hutang kepada negara agar segera menyelesaikan semua kewajibannya dan apabila tidak mau melaksanakan maklumat tersebut akan dilakukan penyitaan terhadap barang jaminan dan atau harta kekayaan

Penanggung Hutang kepada negara tersebut9

Dibentuknya P3N yang diberi kewenangan untuk menyelesaikan piutang negara tanpa melalui jalur pengadilan tersebut mempunyai hasil yang dapat dirasakan sangat membantu negara dalam mengamankan keuangan negara. Dengan beralihnya keadaan negara dari situasi keadaan bahaya ke dalam keadaan perang sebagaimana ditetapkan dalam Undang-undang No. 79 Tahun 1957, keputusan KSAD Nomor: Kpts/PM/0851957 kemudian diganti dengan Keputusan Penguasa Perang Pusat Nomor: Kpts/Peperpu/0241/1958

.

10

9

S. Mantayborbir, SH., MH., dkk, loc.cit.

10

(31)

30

Menjelang akhir tahun 1960 Penguasa Perang Pusat mengadakan rapat di Cipayung pada tanggal 25 dan 26 Oktober 1960 untuk melakukan evaluasi pelaksanaan tugas P3N. Yang diundang dalam rapat tersebut adalah para penguasa Perang Daerah, para wakil instansi-instansi pemerintah/badan-badan negara seperti Departemen Keuangan, Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan,

Departemen Pertanian, Bank Indonesia, BNI, dan Dewan Pengawas Keuangan11

Dalam rapat tersebut disampaikan tawaran kepada wakil-wakil departemen bahwa karena keadaan negara akan kembali pada tertib sipil, maka eksistensi P3N ditawarkan kepada para peserta apakah akan dilanjutkan atau dibubarkan. Dalam rapat tersebut para peserta mempunyai kesatuan pendapat bahwa P3n perlu diteruskan, perlu landasan hukum baru tugas dan kewenangan diperluas. Dalam rapat tersebut berhasil dibuat rancangan Perpu tentang PUPN untuk kemudian dilanjutkan kepada pemerintah. Pemerintah merasa urgensi penagihan piutang negara secara singkat dan efektif, khususnya terhadap para Penanggung Hutang yang “nakal” dan tindakannya terang-terangan merugikan negara, perlu terus dilanjutkan. Hal ini dengan pertimbangan bahwa P3N, dengan kewenangan khusus yang dimilikinya tanpa melalui prosedur yang diatur dalam Hir dan RBg, dirasa cukup berhasil melaksanakan tugasnya untuk melakukan penagihan terhadap para Penanggung Hutang yang “nakal” tersebut. Berdasarkan pertimbangan itu maka keberadaan sebuah panitia seperti P3N perlu tetap dipertahankan dan dilanjutkan dengan membentuk PUPN berdasarkab Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 49 Tahun 1960 tanggal 14

.

11

(32)

Desember 1960 (yang karena Undang-undang No. 1 Tahun 1961 telah dijadikan

Undang-undang No, 49 Prp./1960)12

PUPN adalah lembaga interdepartemental yang keanggotaannya berasal dari berbagai instansi (departemen) yang terkait dan berkompeten dalam upaya penyelamatan keuangan negara yang terdiri dari pejabat-pejabat di lingkungan sipil dan militer. Hal ini memang diperlukan guna mendukung kelancaran pelaksanaan tugas panitia ini

.

Dalam perkembangannya PUPN yang diatur dalam Undang-undang No. 49 Tahun 1960 dilengkapi dengan peraturan-peraturan lainnya untuk lebih memberikan kemudahan bagi PUPN dalam melaksanakan tugas-tugasnya. Peraturan-peraturan tersebut antara lain yaitu Keputusan presiden Republik Indonesia No. 11 Tahun 1976 tentang Panitia Urusan Piutang Negara dan Badan Urusan Piutang Negara jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 61/KMK.08/2002 tentang Panitia Urusan piutang Negara.

Berdasarkan ketentuan pasal 1 dan pasal 3 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, PUPN dibentuk oleh Presiden (ketika itu sebagai Menteri Pertama) dan bertanggung jawab kepada Menteri Keuangan.

13

Penjelasan Pasal 2 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 menyebutkan bahwa dimasukkannya unsur-unsur militer dalam PUPN dimaksudkan untuk

.

12

Abdoel Bahar, loc.cit.

13

(33)

32

pengamanan dan kelancaran pelaksanaan peraturan ini dan mengingat efek psikologisnya. Dari uraian penjelasan ini dapat kita cermati bahwa pemerintah memang sangat menaruh perhatian terhadap usaha penyelamatan keuangan negara dan karena itu dipandang perlu adanya suatu tekanan psikologis kepada Penanggung Hutang yang “nakal” sehingga bersungguh–sungguh untuk menyelesaikan hutangnya.

Dalam Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 jo. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.08/2002 jo. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 tahun 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, dalam Pasal 3 disebutkan PUPN terdiri dari PUPN Pusat dan PUPN cabang. PUPN pusat berkedudukan di Ibukota Negara dan PUPN cabang berkedudukan di Ibukota Provinsi, kecuali ditentukan lain oleh menteri keuangan. Dalam Pasal 4 disebutkan bahwa anggota PUPN baik di tingkat pusat maupun cabang berasal dari pejabat-pejabat Departemen Keuangan, pejabat-pejabat di lingkungan militer (TNI dan Polri) dari pejabat-pejabat

pemerintah lainnya bila dianggap perlu14

14

S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 35.

. Pasal 4 Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 89 Tahun 2006 tanggal 26 Oktober 2006 tentang Panitia Urusan Piutang Negara menyebutkan susunan keanggotaan sebagai berikut :

1. Susunan Keanggotaan PUPN Pusat :

a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota;

(34)

Wakil dari Departemen Keuangan yang dimaksud di atas adalah Direktur Jenderal yang membidangi pengurusan Piutang Negara, Direktur di lingkungan Direktorat Jenderal yang membidangi pengurusan Piutang Negara, dan Kepala Biro Hukum. Sedangkan wakil dari Kepolisian Republik Indonesia yang dimaksud di atas adalah dijabat oleh Direktur II Ekonomi dan Khusus pada Badan Reserse dan Kriminal. Dan wakil dari Kejaksaan Agung yang dimaksud di atas adalah dijabat oleh Direktur Pemulihan dan Perlindungan Hak pada Jaksa Agung Muda Bidang Perdata dan Tata Usaha Negara. Ketua dan Sekretaris PUPN Pusat masing-masing dijabat oleh Direktur Jenderal dan Direktur.

2. Susunan Keanggotaan PUPN Cabang, terdiri dari : a. Wakil dari Departemen Keuangan sebagai anggota; b. Wakil dari Kepolisian Daerah sebagai anggota; c. Wakil dari Kejaksaan Tinggi sebagai anggota; d. Wakil dari Pemerintah Daerah sebagai anggota.

(35)

34

Ditingkat pusat keanggotaan PUPN Pusat diangkat dan diberhentikan dengan

Keputusan Menteri Keuangan15. Dan ditingkat cabang pengangkatan dan

pemberhentian keanggotaan PUPN Cabang ditetapkan oleh Ketua PUPN Pusat atas

nama Menteri Keuangan16

Berdasarkan Pasal 4 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, disebutkan bahwa PUPN mempunyai tugas sebagai berikut

.

C.2. Tugas dan Wewenang PUPN

17

4. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang / kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh Negara/Badan-badan negara apakah kredit benar-benar dipergunakan sesuai dengan permohonan dan/atau syarat-syarat pemberian kredit dan menanyakan keterangan-keterangan yang berhubungan dengan ini kepada

:

1. Mengurus piutang negara yang berdasarkan peraturan ini telah diserahkan pengurusannya kepadanya oleh Pemerintah atau Badan-badan yang dimaksud dalam Pasal 8 peraturan ini;

2. Piutang negara yang diserahkan sebagai tersebut dalam angka 1 di atas, adalah piutang yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum, akan tetapi yang menanggung hutangnya tidak melunasinya sebagaimana mestinya;

3. Menyimpang dari ketentuan yang dimaksud dalam angka 1 di atas, mengurus piutang-piutang negara dengan tidak usah menunggu penyerahannya, apabila menurut pendapatnya ada cukup alasan yang kuat, bahwa piutang-piutang negara tersebut harus diurus.

15

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 61/KMK.08/2002, Pasal 13 ayat (1);

16

Op.cit., Pasal 14 ayat (1).

17

(36)

bank-bank dengan menyimpang dari ketentuan-ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang Nomor 23 Tahun 1960 tentang Rahasia Bank.

Selanjutnya dalam Pasal 5 disebutkan bahwa PUPN dengan keputusan Menteri Keuangan kepada Panitia Urusan Piutang Negara dapat ditugaskan untuk bertindak selaku likuidatur dari suatu Badan Negara yang telah dilikuidir. Sedangkan dalam Pasal 2 Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976 disebutkan bahwa PUPN mempunyai tugas sebagai berikut :

a. Membahas pengurusan piutang negara, yakni hutang kepada negara yang harus dibayar kepada instansi-instansi pemerintah/Badan-badan usaha negara yang modal atau kekayaannya sebagian atau seluruhnya milik negara, baik di pusat maupun di daerah;

b. Melakukan pengawasan terhadap piutang-piutang, kredit-kredit yang telah dikeluarkan oleh instansi-instansi Pemerintah/ Badan-badan usaha negara baik di pusat maupun di daerah.

Dalam melaksanakan tugasnya kepada Ketua Panitia Urusan Piutang Negara diberikan kewenangan untuk :

a. Menerima / menolak / mengembalikan Pengurusan Piutang Negara; b. Membuat Pernyataan Bersama;

c. Menetapkan jumlah piutang negara; d. Mengeluarkan Surat Paksa;

(37)

36 f. Meminta Sita Persamaan;

g. Mengeluarkan Surat Perintah Pengangkatan Penyitaan; h. Mengeluarkan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan; i. Menetapkan / menolak penjualan barang jaminan;

j. Menetapkan nilai limit lelang dan nilai pelepasan diluar lelang; k. Mengeluarkan pernyataan Pengurusan Piutang Negara Lunas/selesai;

l. Mengeluarkan Surat Penetapan Piutang untuk sementara belum dapat ditagih; m. Menyetujui/menolak penarikan kembali piutang negara;

n. Mengeluarkan Surat Perintah Badan Paksa;

o. Menetapkan kembali piutang untuk sementara belum dapat ditagih menjadi piutang aktif.

Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN sebagaimana dimaksud di atas, dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN).

D. Hubungan DJKN dengan PUPN

Sampai sekarang masih banyak pihak yang belum mengetahui secara lengkap

(38)

PUPN dan DJKN itu sendiri baik ditinjau dari sudut kelembagaannya, ruang lingkup

tugas maupun kewenangannya18

18

S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 34 .

PUPN Mempunyai wewenang mengurus piutang negara berdasarkan Undang-Undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960. Pelaksanaan produk hukum (putusan) wewenang PUPN dilakukan oleh DJKN yang mempunyai kantor operasional yang dikoordinasi Kantor Wilayah.

Selain daripada itu, hubungan antara PUPN dan DJKN dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Wilayah Kerja PUPN adalah meliputi wilayah kerja DJKN; 2. Kantor Tempat PUPN berada sama dengan kator DJKN;

3. Direktur Jenderal DJKN karena jabatannya adalah Ketua PUPN Pusat; 4. Sekretaris DJKN karena jabatannya adalah Sekretaris PUPN Pusat;

5. Anggaran PUPN dalam melaksanakan tugasnya melakukan pengurusan piutang negara berasal dari anggaran yang dibebankan kepada anggaran DJKN;

6. Pelaksanaan keputusan yang merupakan kewenangan PUPN diselenggarakan oleh DJKN;

(39)

38

8. Jurusita Piutang Negara yang melaukan penyampaian Surat Paksa, penyitaan terhadap barang jaminan, dan/atau harta kekayaan Penanggung Hutang, seluruhnya merupakan pegawai pada DJKN.

E. Tinjauan Terhadap KPKNL Medan

Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL) adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) yang berada dibawah dan bertanggung jawab langsung kepada Kepala Kantor Wilayah. KPKNL dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang mana Kepala Kantor KPKNL adalah jabatan struktural eselon III.a.

(40)
(41)

40

KPKNL mempunyai tugas melaksanakan pelayanan di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara, dan lelang. Dalam melaksanakan tugasnya, KPKNL menyelenggarakan fungsi sebagai berikut :

a. inventarisasi, pengadministrasian, pendayagunaan, pengamanan kekayaan negara;

b. registrasi, verifikasi dan analisa pertimbangan permohonan pengalihan serta

penghapusan kekayaan negara;

c. registrasi penerimaan berkas, penetapan, penagihan, pengelolaan barang jaminan, eksekusi, pemeriksaan harta kekayaan milik penanggung hutang/penjamin hutang; d. penyiapan bahan pertimbangan atas permohonan keringanan jangka waktu,

dan/atau jumlah hutang, usul pencegahan dan penyanderaan penanggung hutang dan/atau penjamin hutang, serta penyiapan data usul penghapusan piutang negara; e. pelaksanaan pelayanan penilaian;

f. pelaksanaan pelayanan lelang;

g. penyajian informasi di bidang kekayaan negara, penilaian, piutang negara dan lelang;

h. pelaksanaan penetapan dan penagihan piutang negara serta pemeriksaan kemampuan penanggung hutang atau penjamin hutang dan eksekusi barang jaminan;

i. pelaksanaan pemeriksaan barang jaminan milik penanggung hutang atau penjamin

hutang serta harta kekayaan lain;

j. pelaksanaan bimbingan kepada Pejabat Lelang;

(42)

l. pelaksanaan pemberian pertimbangan dan bantuan hukum pengurusan piutang negara dan lelang;

m. verifikasi dan pembukuan penerimaan pembayaran piutang negara dan hasil lelang;

n. pelaksanaan administrasi Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang.

Pelaksanaan pengurusan dan penyelesaian piutang negara yang dilakukan oleh KPKNL Medan mengacu pada Undang-undang No. 49 Prp. Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara jo. Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Kementrian Negara Republik Indonesia jo. Peraturan Menteri Keuangan No. 102/PMK.01/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal kekayaan Negara dan Surat Keputusan Menteri Keuangan lainnya sebagai petunjuk pelaksanaan serta Surat Keputusan dan Surat Edaran Direktorat Jenderal Kekayaan Negara sebagai petunjuk teknis.

(43)

42

menerima suatu penyerahan piutang negara akan melakukan penelitian tahap pertama pada Sub Bagian Umum. Kemudian sub bagian umum melimpahkan kepada Seksi Piutang Negara untuk diproses lebih lanjut. Setelah diteliti kelengkapan data dan ternyata memenuhi persyaratan penyerahan piutang negara maka akan dibuat Surat Pernyataan Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N). Selanjutnya KPKNL melakukan panggilan kepada Penanggung Hutang/Penjamin Hutang untuk datang dan menghadap ke KPKNL guna diminta pertanggungjawabannya dalam penyelesaian hutangnya tersebut. Bila debitur tidak datang, maka dibuat panggilan terakhir. Bila debitur datang menghadap dan diwawancarai kemudian dibuat Pernyatan Bersama (PB) dan/atau kalau Penanggung Hutang datang menghadap dan diwawancarai namun tidak mau menandatangani PB, karena satu dan lain hal Penanggung Hutang Menghilang maka dibuat Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN). Setelah itu dikeluarkan Surat Paksa (SP) dan disampaikan kepada Penanggung Hutang oleh Jurusita yang ada pada KPKNL, bila Penanggung Hutang tetap tidak menyelesaikan hutangnya maka SP akan ditindak lanjuti dengan Surat Perintah Penyitaan apabila jumlah hutang yang diserahkan oleh Penyerah Piutang mempunyai barang jaminan (agunan hutang). Selanjutnya penyitaan barang jaminan akan ditindaklanjuti dengan Surat Perintah Penjualan Barang Sitaan (SPPBS) dilanjutkan dengan pelelangan barang jaminan piutang negara tersebut yang sebelumnya harus terlebih dahulu

diumumkan melalui selebaran dan/atau melalui surat kabar harian19

19

S. Mantayborbir, SH., dkk, MH., Hukum Piutang dan Lelang Negara di Indonesia, Penerbit Pustaka Bangsa Press, Medan 2002.

(44)
(45)

44

BAB III

PIUTANG NEGARA DALAM HUKUM POSITIF

A. Dasar Hukum Penyelesaian Piutang Negara Macet dan Kaitannya dalam

Kitab Undang-undang Hukum Perdata

Dasar atau landasan hukum bagi DJKN dan PUPN dalam melakukan pengurusan piutang negara adalah Undang-undang Nomor 49 Prp. 1960 jo. Keputusan Presiden Nomor 11 tahun 1976 jo. Keputusan presiden Nomor 21 tahun 1991. Dengan Peraturan Presiden Nomor 94 Tahun 2006, eksistensi dan kewenangannya semakin ditegaskan. Dengan landasan hukum tersebut, DJKN atau PUPN dalam melakukan penyelesaian piutang negara masih dilengkapi oleh berbagai peraturan pelaksanaan lainnya antara lain Peraturan Menteri Keuangan Nomor 128/PMK.06/2007 tanggal 24 Oktober 2007 tentang Pengurusan Piutang Negara sebagaimana telah diubah dengan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 88/PMK.06/2009 tanggal 30 April 200920

Pasal 4 ayat (1) dan ayat (2) Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 mengatur bahwa PUPN bertugas mengurus piutang negara yang adanya dan besarnya telah pasti menurut hukum akan tetapi Penanggung Hutang tidak mau melunasi hutangnya sebagaimana mestinya. Selanjutnya Pasal 8 dan pasal 12 ayat (1) Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 mengatur bahwa instansi-instansi pemerintah dan Badan-badan Negara yang dimaksud dalam Pasal 8 peraturan ini diwajibkan menyerahkan piutang-piutangnya yang adanya dan besarnya telah pasti menurut

.

20

(46)

hukum akan tetapi Penanggung Hutang tidak mau melunasi hutangnya sebagaimana

mestinya kepada negara21

Untuk memperoleh kepastian penyelesaian piutang negara oleh Penanggung Hutang maka PUPN mengadakan suatu Pernyataan Bersama dengan Penanggung Hutang yang memuat pengakuan hutang kepada negara dan syarat-syarat penyelesaiannya. Pernyataan Bersama ini mempunyai kekuatan pelaksanaan seperti suatu putusan hakim dalam perkara perdata yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap dan pasti. Dalam hal Pernyataan Bersama tidak dapat dibuat karena Penanggung Hutang tidak memenuhi panggilan atau menolak menandatangani Pernyataan Bersama tanpa alasan yang sah atau Penanggung Hutang tidak dikenal tempat kediamannya (menghilang) maka jumlah piutang negara yang wajib diselesaikan oleh Penanggung Hutang akan ditentukan sendiri oleh PUPN melalui Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN)

.

22

Dalam pelaksanaan operasionalnya, keputusan-keputusan yang dikeluarkan oleh PUPN akan diselenggarakan oleh DJKN. Keberadaan lembaga DJKN sendiri semakin diakui eksistensinya. Hal ini dapat dilihat dari perubahan organisasinya yang semakin dilengkapi. Pada mulanya lembaga DJKN bernama BUPN yang dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 1976. Pada tahun 1991 BUPN direorganisasikan menjadi BUPLN sesuai dengan Keputusan Presiden Nomor 21

(47)

46

tahun 1991. Perubahan Terakhir adalah melalui peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 2006.

Pembentukan lembaga DJKN sebagai instansi pemerintah dalam melakukan pengamanan keuangan negara, khususnya yang berhubungan dengan pengurusan dan penyelesaian piutang dan lelang negara, merupakan antisipasi yang tepat oleh pemerintah untuk menjawab persoalan piutang negara yang semakin kompleks baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Piutang negara macet yang saat ini ditangani oleh PUPN dan DJKN sekitar 15 Triliyun Rupiah. Belum lagi piutang negara macet lainnya yang ditangani oleh lembaga BPPN yang konon berjumlah 700 Trilyun Rupiah. Jumlah piutang negara yang macet ini sudah sangat mengganggu kondisi perekonomian dan pembangunan nasional.

Disamping peraturan-peraturan tersebut di atas, DJKN dan PUPN dalam pengurusan piutang negara masih dilengkapi dan ditunjang oleh peraturan-peraturan lainnya, baik itu berupa Keputusan Menteri Keuangan maupun melalui Keputusan Direktur Jenderal DJKN atau Ketua PUPN Pusat.

(48)

akan ada, semuanya menjadi jaminan untuk seluruh perutangannya. Selain itu Pasal 1132 juga menjadi dasar hukum piutang negara. Dalam pasal ini dapat diartikan bahwa harta kekayaan itu menjadi jaminan bersama bagi semua kreditur-kreditur, pendapatan penjualan dari benda-benda itu dibagi-bagi besar kecilnya piutang masing-masing.

(49)

48

Selain itu penyelesaian piutang negara juga melaksanakan Pasal 1178 ayat (2)

KUHPerdata/BW23

B.1. Pengertian Piutang Negara

. Tujuan penggunaan Pasal 1178 ayat (2) KUHPerdata adalah memberikan kuasa kepada kreditur sebagai Pemegang Hipotek atau Hak Tanggungan untuk menjual barang jaminan di muka umum tanpa persetujuan atau bantuan Pengadilan Negeri, apabila hutang pokok atau bunga tidak dibayar oleh Penanggung Hutang sebagaimana mestinya.

Dengan demikian, untuk pelaksanaannya tidak lagi memerlukan penyitaan dan juga tidak perlu adanya grosse akta. Namun pelaksanaan pasal dimaksud harus dilakukan dengan memperhatikan Pasal 1211 KUHPerdata yaitu harus melalui bantuan kantor lelang.

Piutang negara yang macet atau kredit macet pada hakikatnya adalah suatu keadaan dimana seorang debitur tidak mampu membayar lunas kredit bank tepat pada waktunya. Dalam hukum perdata, keadaan yang sedemikian disebut wan prestasi atau ingkar janji. Sebagaimana telah diketahui bahwa kredit merupakan perjanjian pinjam uang, maka debitur yang tidak dapat membayar lunas hutangnya setelah jangka waktunya habis, adalah wanprestasi. Hal ini bertentangan dengan Pasal 1234 mengenai Prestasi. Jadi debitur tersebut, tidak dapat melaksanakan Pasal 1234 KUHPerdata/BW ini.

B. Pengertian Piutang Negara Macet

23

(50)

Berdasarkan ketentuan Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 Pasal 8, yang dimaksud dengan piutang negara atau hutang kepada negara adalah sejumlah uang yang wajib dibayar kepada negara atau badan-badan yang baik secara langsung atau tidak langsung dikuasai oleh negara berdasarkan suatu peraturan, perjanjian atau

sebab apapun24

Penanggung Hutang memiliki beberapa kewajiban yang harus dilaksanakan, antara lain memenuhi panggilan Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), menemui petugas yang ditunjuk menangani BKPN (Berkas Kasus Piutang Negara) dengan menunjukkan identitas dan/atau surat kuasa yang dibuat/dilegalisasi Notaris, memberikan jawaban atau informasi yang diminta petugas dengan mengisi dan menandatangani berita acara tanya jawab dengan menyampaikan kemampuan, kondisi usaha, permasalahan, dan rencana penyelesaian hutang. Selain itu Penanggung Hutang juga memiliki kewajiban untuk menandatangani Pernyataan Bersama yang berisi pengakuan jumlah hutang dan jangka waktu penyelesaian. Dalam hal Penanggung Hutang keberatan mengenai besarnya jumlah hutang, yang bersangkutan wajib menyerahkan bukti-bukti yang sah. Penanggung Hutang juwa wajib

.

Orang atau badan yang berhutang menurut perjanjian atau peraturan yang bersangkutan disebut dengan Penanggung Hutang. Sepanjang tidak diatur dalam perjanjian atau peraturan yang bersangkutan, maka para anggota pengurus dari badan-badan yang berhutang tersebut bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk menyelesaikan hutang kepada negara itu.

24

(51)

50

melaksanakan pembayaran yang telah ditetapkan dalam Pernyataan Bersama pada rekening KPKNL pada bank yang telah ditunjuk. Penanggung Huang yang tidak memenuhi panggilan dan/atau tidak bersedia menandatangani Pernyataan Bersama tanpa alasan yang sah, maka akan diterbitkan PJPN, yang dilanjutkan dengan penyampaian Surat Paksa, penyitaan barang jaminan dan/atau harta kekayaan lain,

kemudian dilaksanakan lelang25

Piutang negara pada tingkat pertama pada prinsipnya diselesaikan oleh instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan. Apabila tidak memungkinkan lagi untuk diurusi sendiri oleh instansi-instansi dan badan-badan yang bersangkutan disebabkan oleh karena ternyata Penanggung Hutang tidak ada kesediaan menyelesaikan hutangnya maka pengurusan piutang negara tersebut diserahkan kepada PUPN atau DJKN

.

26

Dalam hal-hal tertentu, dimana dikhawatirkan negara akan dirugikan maka DJKN atau PUPN dapat langsung mengambil tindakan ( mengadakan pengurusan langsung) tanpa menunggu penyerahan dari instansi-instansi atau badan-badan yang bersangkutan. Hal ini dilakukan apabila dalam hal piutang-piutang atau kredit-kredit itu dipergunakan tidak sesuai dengan permohonan, tujuan dan syarat-syarat tujuan pemberian kredit atau berhubungan dengan adanya laporan yang telah diuji kebenarannya bahwa Penanggung Hutang yang memang sama sekali mengabaikan kewajiabn untuk melakukan pembayaran terhadap hutangnya.

.

25

Abdoel Bahar, loc.cit.

26

(52)

Untuk mengetahui apakah sebuah kredit atau piutang negara yang dikeluarkan dipergunakan tidak sesuai dengan permohonan, tujuan dan syarat-syarat tujuan pemberian kredit atau berhubungan dengan adanya laporan yang telah diuji kebenarannya bahwa Penanggung Hutang yang memang sama sekali mengabaikan kewajiabn untuk melakukan pembayaran terhadap hutangnya sebagaimana diuraikan di atas, maka dalam hal ini PUPN dapat melakukan pengawasan yang waktunya dapat dilakukan bersamaan dengan kegiatan pengurusan atau secara khusus diluar kegiatan pengurusan terhadap pemberian kredit tersebut.

B.2. Piutang Negara Macet

Piutang negara macet adalah piutang yang bersumber dari pemerintah dan dana masyarakat yang dikelola oleh bank-bank pemerintah. Kemudian termasuk juga piutang yang berasal dari lembaga-lembaga negara, badan-badan negara, dan instansi pemerintah non perbankan seperti tunggakan-tunggakan non bank seperti tunggakan kepada Telkomsel, Telkom, PLN, Pelindo, Departemen Keuangan, dan lain-lain yang

bersifat tunggakan non pajak27

Di dalam Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960 tidak dijumpai istilah piutang macet atau kredit macet. Pengertian piutang negara macet dapat dipedomani dari penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 49 Prp. Tahun 1960, yaitu : “Piutang negara pada tingkat pertama pada prinsipnya diselesaikan oleh instansi-instansi dan badan-badan yan bersangkutan”. Dari penjelasan Pasal 4 Undang-undang Nomor 49

.

27

(53)

52

Prp. Tahun 1960 dapat diartikan bahwa piutang negara baru dikategorikan macet setelah instansi atau badan negara yang bersangkutan mengupayakan penyelesaian sesuai dngan ketentuan intern instansi dan badan yang bersangkutan.

Piutang negara tersebut dikatakan dengan istilah piutang negara macet karena sebagian besar piutang negara tersebut berasal dari kredit macet bank pemerintah disamping piutang dari lembaga-lembaga negara, badan-badan negara, dan instansi pemerintah non perbankan walaupun sebagian nesar bukan berasal dari pemberian kredit namun karena tunggakan tersebut pada umumnya sudah lama, tidak disertai barang jaminan juga dalam praktiknya penagihannya kendala yang dihadapi cukup

sulit sehingga piutang negara tersebut lebih dikenal dengan piutang negara macet28

Sebagaimana disebutkan di atas, piutang negara macet tersebut umumnya atau sebagian besar berasal dari kredit macet bank-bank pemerintah. Untuk menentukan apakah suatu kredit dikatakan bermasalah didasarkan pada kolektibilitas kreditnya. Kolektibilitas adalah keadaan pembayaran pokok atau angsuran dan bunga kredit oleh debitur serta tingkat kemungkinan diterimanya kembali dana tersebut oleh pihak kreditur. Kolektibilitas kredit ditetapkan oleh Bank Indonesia. Berdasarkan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif, kolektibilitas kredit terdiri dari 5 (lima) golongan, yaitu

.

29

Kredit digolongkan lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini : :

Mantayborbir, S., Pengurusan Piutang Negara Macet Pada PUPN/BUPLN (Suatu Kajian

(54)

a. Pembayaran tepat waktu, perkembangan rekening baik dan tidak ada tunggakan serta sesuai dengan persyaratan kredit;

b. hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan akurat;

c. dokumentasi kredit lengkap dan pengikatan agunan kuat. 2. Dalam perhatian khusus (Special Mention)

Kriteria kredit dalam perhatian khusus adalah :

a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga sampai 90 (sembilan puluh) hari;

b. jarang mengalami cerukan;

c. hubungan debitur dengan bank baik dan debitur selalu menyampaikan informasi keuangan secara teratur dan masih akurat;

d. dokumentasi kredit lengkap da pengikatan agunan kuat; e. pelanggaran perjanjian kredit tidak prinsipil.

3. Kurang lancar (Substandard)

Kredit digolongkan kurang lancar apabila memenuhi kriteria di bawah ini :

a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 90 (sembilan puluh) hari sampai dengan 180 (seratus delapan puluh) hari; b. terdapat cerukan yang berulang kali khususnya untuk menutupi kerugian

operasional dan kekurangan arus kas;

c. hubungan debitur dengan bank memburuk dan informasi keuangan tidak dapat dipercaya;

(55)

54

e. pelanggaran terhadap persyaratan pokok kredit;

f. perpanjangan kredit untuk menyembunyikan kesulitan keuangan.

4. Diragukan (Doubtful)

Kredit digolongka n diraguk an apabila memenuhi kriteria di bawah ini :

a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 180 (seratus delapan puluh) hari sampai dengan 270 (dua ratus tujuh puluh) hari;

b. terjadi cerukan yang bersifat permanen khususnya untuk menutupi kerugian operasional dan kekurangan arus kas;

c. hubungan debitur dengan bank semakin memburuk dan informasi keuangan tidak tersedia atau tidak dapat dipercaya;

d. dokumentasi kredit tidak lengkap dan pengikatan agunan yang lemah;

e. pelanggaran yang prinsipil terhadap persyaratan pokok dalam perjanjian kredit.

5. Macet (Loss)

Kredit digolongkan macet apabila memenuhi kriteria di bawah ini :

a. Terdapat tunggakan pembayaran pokok dan/atau bunga yang telah melampaui 270 (dua ratus tujuh puluh) hari;

b. dokumentasi kredit dan/atau pengikatan agunan tidak ada.

(56)

tidak dapat membayar lunas hutangnya setelah jangka waktunya habis, adalah

wanprestasi30

30

S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal 19.

. Ada beberapa jenis wanprestasi yang dikenal selama ini, yaitu : a. Debitur tidak melaksanakan sama sekali apa yang telah diperjanjikan; b. debitur melaksanakan sebagian apa yang telah diperjanjikan;

c. debitur terlambat melaksanakan apa yang telah diperjanjikan; d. debitur menyerahkan sesuatu yang tidak diperjanjikan;

e. debitur melakukan perbuatan yang dilarang oleh perjanjian yang telah diperbuatnya.

Dari kelima jenis wanprestasi di atas, kredit macet masuk dalam perbuatan-perbuatan sebagai berikut :

a. Debitur sama sekali tidak dapat membayar angsuran kredit (beserta bunganya); b. debitur membayar sebagian angsuran kredit (beserta bunganya). Pembayaran

angsuran kredit tidak dipersoalkan apakah debitur telah membayar sebagian besar atau sebagian kecil angsuran. Walaupun debitur kurang membayar satu kali angsuran, tetap tergolong kreditnya sebagai kredit macet. Soal bank melepaskan haknya, itu soal lain;

(57)

56

Penentuan piutang negara macet sebagaimana tersebut di atas adalah terhadap waktu atau saat piutang negara tersebut telah dinyatakan sebagai piutang negara macet. Sedangkan untuk menentukan besarnya piutang negara yang macet tersebut didasarkan pada ketentuan sebagai berikut :

a. Penetapan besarnya jumlah piutang negara yang macet yang berasal dari perbankan, didasarkan atas peraturan tentang kategori kredit perbankan yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia dengan ketentuan bunga, denda dan ongkos yang dapat dibebankan maksimal selama 6 (enam) bulan setelah kredit dikategorikan macet dalam hal ini adalah Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tentang Kualitas Aktiva Produktif tanggal 12 Nopember 1998 dan dengan terlebih dahulu meneliti kelengkapan dokumen yang diperlukan sesuai

dengan peraturan yang berlaku31

31

S. Mantayborbir, SH., MH., op.cit., Hal. 27. ;

b. penetapan besarnya jumlah piutang negara yang macet yang berasal dari non perbankan, didasarkan atas perhitungan pada saat piutang tersebut jatuh tempo, dengan ketentuan denda dan/atau beban lainnya apabila ada sesuai dengan perjanjian atau peraturan perundang-undangan yang berlaku, hanya dapat diperhitungkan paling lama 6 (enam) bulan setelah jatuh tempo, kecuali ditetapkan tersendiri berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hal tersebut. Penetapan jumlah piutang negara macet tersebut juga harus meneliti kelengkapan dokumen yang diperlukan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

(58)

Adapun prosedur-prosedur dalam pengurusan piutang negara adalah sebagai berikut:

1. Penyerah piutang menyerahkan pengurusan piutang macet kepada Direktorat Jenderal Kekayaan Negara (DJKN) dalam hal ini KPKNL, beserta dengan kelengkapan dokumennya.

2. KPKNL meneliti ada dan besarnya piutang negara dari dokumen-dokumen yang diperlukan, kemudian menerbitkan Surat Penerimaan Pengurusan Piutang Negara (SP3N).

3. KPKNL melakukan pemanggilan secara tertulis kepada penanggung hutang untuk dimintai keterangan (wawancara).

4. KPKNL melakukan wawancara dengan penanggung hutang yang kooperatif dan hasilnya dituangkan dalam Pernyataan Bersama (PB), sedangkan yang tidak kooperatif diterbitkan Penetapan Jumlah Piutang Negara (PJPN).

5. Penanggung hutang / pemilik jaminan dapat mencairkan barang jaminan dengan persetujuan KPKNL.

6. Penagih dengan Surat Paksa terhadap penanggung hutang yang tidak memenuhi PB/PJPN untuk menyelesaikan hutangnya.

7. Penyitaan dapat dilaksanakan apabila penanggung hutang tidak memenuhi isi Surat Paksa.

(59)

58

9. Hasil pengurusan piutang negara disetorkan kepada penyerah piutang dan biaya administrasi piutang negara ke kas negara. Biaya administrasi dipungut untuk

setiap pengurusan piutang negara, dengan ketentuan32

Piutang negara pada tingkat pertama pada prinsipnya diselesaikan oleh instansi-instansi atau badan-badan yang bersangkutan. Apabila tidak memungkinkan lagi untuk diurusi sendiri oleh instansi-instansi atau badan-badan yang bersangkutan disebabkan oleh karena ternyata Penanggung Hutang tidak ada kesediaan untuk

:

a. 1% dari jumlah hutang jika dilunasi kurang dari tiga bulan sejak diterbitkan SP3N.

b. 10% dari jumlah hutang untuk pelunasan lebih dari tiga bulan setelah ditertibkan SP3N.

c. 2,5% dari sisa hutang untuk penarikan kembali pengurusan negara oleh penyerah piutang.

10. Penanggung hutang yang tidak mempunyai itikad baik untuk menyelesaikan kewajibannya dapat dilakukan pencegahan bepergian ke luar negeri ataupun penyanderaan.

D. Penyerahan Piutang Negara Macet Kepada DJKN

32

(60)

menyelesaikan hutangnya maka pengurusan piutang negara tersebut wajib diserahkan

kepada PUPN atau DJKN33

Ada syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk penyerahan pengurusan dan penyelesaian piutang negara macet kepada PUPN atau DJKN yaitu piutang negara yang diserahkan tersebut harus dapat di tentukan adanya dan besarnya menurut hukm. Penentuan adanya dan besarnya menurut hukum tersebut dapat dilakukan dengan meneliti kelengkapan dokumen yang harus dilampirkan dalam hal penyerahan penyelesaian piutang negara kepada PUPN atau DJKN, antara lain yaitu

.

Setelah pihak penyerah piutang memberikan peringatan kepada Penanggung Hutang dan melakukan upaya penyelesaian intern dengan Penanggung Hutang tentang hutangnya yang macet, namun apabila upaya tersebut tidak berhasil maka piutang negara macet tersebut wajib diserahkan kepada PUPN atau DJKN untuk dilaksanakan pengurusan dan penyelesaiannya.

34

c. rekening koran, mutasi piutang atau dokumen lainnya yang memuat jumlah piutang dengan rincian hutang pokok, bunga, beban-beban dan/atau kewajiban keuangan lainnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

:

a. Penjelasan singkat mengenai piutang yang memuat identifikasi dan keadaan usaha Penanggung Hutang atau Penjamin Hutang, uraian singkat terjadinya piutang dan sebab-sebab kemacetannya, kondisi atau keadaan barang jaminan dan upaya-upaya penyelesaian piutang yang telah dilakukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku; b. perikatan, peraturan dan/atau dokumen lainnya yang membuktikan piutang;

33

S. Mantayborbir, SH., MH., loc.cit..

34

S. Mantayborbir, SH., MH., dkk, Pengurusan Piutang Negara Pada PUPN/BUPLN (Suatu

(61)

60

d. identitas Penanggung Hutang atau Penjamin Hutang;

e. daftar dan dokumen barang jaminan serta pengikatannya dalam hal piutang yang diserahkan masih didukung oleh barang jaminan;

f. surat pemberitahuan kepada Penanggung Hutang atau Penjamin Hutang yang menyatakan bahwa pengurusan hutangnnya diserahkan kepada Panitia Cabang; g. surat pernyataan kesanggupan/kesediaan penyerah piutang untuk meroya

hipotik/crediet verband/Hak Tanggungan/Fidusia;

h. data/dokumen lainnya yang dianggap perlu oleh penyerah piutang.

(62)

BAB IV

UPAYA PENYELESAIAN PIUTANG NEGARA MACET DALAM

PRAKTIK OLEH DJKN

A. Sebab Terjadinya Piutang Negara Macet

Sebuah pepatah “manusia hanya mampu merencanakan namun Tuhan yang menentukan” berlaku juga bagi kredit Bank maupun penggunaan dana yang dilakukan

oleh orang maupun suatu badan usaha hukum tertentu. Meski pemberian kredit dan dana-dana tersebut telah dilakukan dengan pertimbangan matang, namun dalam praktik selalu ditemukan kasus-kasus dimana debitur mengalami kesulitan bahkan tidak mampu melunasi hutang. Kasus-kasus sedemikian dalam dunia perbankan disebut kredit bermasalah.

(63)

62

kegiatan usaha debitur, pemanfaatan iklim persaingan perbankan yang tidak sehat oleh

debitor, serta menurunnya kegiatan ekonomi dan tingginya suku bunga kredit35

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet yang berasal dari debitur

.

Sejalan dengan pendapat Rene Setyawan, Gatot Supramono juga mengemukakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya kredit macet selain berasal dari debitur, dapat juga berasal dari bank, karena bank tidak terlepas dari kelemahan yang dimilikinya. Faktor ini tidak berdiri sendiri tetapi selalu berkaitan dengan debitur ataupun Penanggung Hutang itu sendiri.

1. Faktor yang berasal dari penanggung hutang

36

35

Mariam Darus Badruldzaman, Kumpulan Makalah Diskusi Mengenai Penyelesaian Masalah

Kredit Macet Perbankan, Bank Indonesia, Jakarta 1993.

36

Ibid. , yaitu:

a. Penanggung Hutang menyalahgunakan kredit yang diperolehnya

Setiap kredit yang diperoleh Penanggung Hutang telah diperjanjikan tujuan pemakaiannya, sehingga Penanggung Hutang harus menggunakan kredit sesuai dengan tujuannya.

Referensi

Dokumen terkait

Lebih lanjut berdasarkan hasil wawancara dengan AG yang juga merupakan salah satu subjek dalam penelitian ini tanggal 13 September 2014 mengatakan pacar subjek

[r]

Penggabungan turbin overshot dengan turbin savonius tipe L mampu mengkonversi energi air dan angin secara bersamaan sehingga menghasilkan output tegangan yang

PEMERINTAH KABUPATEN MUARA ENIM UNIT LAYANAN PENGADAAN BARANG DAN JASA.

diwakilkan dan dapat menunjukkan dokumen asli data yang disampaikan pada Data Isian. Kualifikasi asli dan 1 lembar fotocopi

Jika Anda adalah orang yang ingin membuat perbedaan besar dalam hidup Anda dengan memiliki fokus hidup yang lebih jelas, buku ini menjadi salah satu rekomendasi yang dapat Anda

Hanya dengan bergantung kepada Tuhan, maka kasih Kristus dalam hati kita akan meredam dorongan untuk "memangsa sesama" yang berasal dari lidah yang tajam dan roh kebencian

Panaskan loyang sebentar lalu Letakan adonan kue yang telah di bentuk diatas loyang tersebut, masukkan ke dalam oven selama 30 menit dengan api sedang bersuhu 150 c sampai