DAFTAR INFORMAN
1. Nama : J. Situmorang
Umur : 45 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Balige
Pekerjaan : Penerus Usaha Pertenunan Timbultex
2. Nama : Hotma Siahaan
Umur : 67 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Balige
Pekerjaan : Pemilik Usaha pertenunan Hotmatex
3. Nama : Esron Sianipar Umur : 42 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Balige
Pekerjaan : Penerus Industri Pertenunan Boi-TulusTex mulai tahun
2000-sekarang
4. Nama : Ibu Melin Sirait
Umur : 50 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Balige
Pekerjaan : bidang jahit
Umur : 55 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Balige
Pekerjaan : Bidang Tenun
6. Nama : Ganda Marbun
Umur : 28 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Balige
Pekerjaan : Bidang Pencelupan
7. Nama : Marsap Uli Lumban Batu
Umur : 30 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Balige
Pekerjaan : Mandor
8. Nama : Pak Lili
Umur : 46 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Alamat : Balige
LAMPIRAN
Gambar 1
Merek /Cap Produk
Gambar 2
Gambar 3
Produk Ulos
Gambar 4
Gambar 5 Proses Mangiran
Gambar 7
Gambar 8 Proses Pengelosan
Gambar 10
Gambar 11 Proses Pencucukan
Gambar 13
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman, Dudung. Metode Penelitian Sejarah, Jakarta: PT. Logos Wacana Ilmu, 1999.
Bugaran Antonius Simanjuntak, Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2006
Dewa Ayu Putu Susilawati, Peranan Museum Nusa Tenggara Timur Dalam Pembelajaran Dan Pelestarian Tenun, Thesis,Program pascasarjana UI, 2009.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Sejarah Dan Nilai Tradisional, Proyek Inventarisasi Dan Dokumentasi Sejarah Nasional, Seminar Sejarah Nasionla V: Subtema Sejarah Industrialisasi, Jakarta, 1992.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Kebudayaan Pembinaan Nilai Kebudayaan, Perubahan Pola Kehidupan Masyarakat Akibat Pertumbuhan Industri Di Daerah Sulawesi Selatan, Jakarta, 1990.
Gottschalk, Louis, Mengerti Sejarah (terj. Nugroho Notosusanto), Jakarta: UI-Press, 1985.
Herlison Enie dan Ny. Koestini Karmayu, Pengantar Teknologi Tekstil, Jakarta, Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan, 1980.
Herry Gendut Janarto, Matiur M. Panggabean Bunga Pansur Dari Balige, Jakarta: PT Gramedia, 2010
Joko Suryo, Kegiatan Usaha Kecil Dalam Presfektif Sejarah, Dalam Makalah, Yogyakarta: Tanpa Penerbit, 1994.
Mario Lopes Da Cruss, Pengrajin Tradisional Daerah Ttimor-Timur, Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, 1991
Siahaan, Bisuk, Industrialisasi Di Indonesia Sejak Hutang Kehormatan Sampai Banting Stir, Jakarta: Departemen Perindustrian Dan Perdagangan, 1996.
Situmorang Sitor, Toba Na Sae (sejarah ringkas lahirnya institusi-institusi organisasi parbaringin dan dinasti Sisingamangaraja sejarah suku bangsa Batak-Toba), Jakarta: Komunitas Bambu, 1993.
Sjamsuddin, Helius, Metodologi Sejarah, Yogyakarta: Ombak, 2007.
Sutrasno, Sejarah dan Ilmu Pengetahuan, Jakarta, Pradya Paramita,1975.
Sasmita, Jumiati, Analisi Fungsi Produk Industri Kain Tenun Siak Dan Pengaruhnya Terhadap Pendapatan Masyarakat Pengrajin di Kabupaten Bengkalis (Studi Kasus: Kecamatan Siak Sri Indrapura). Tesis, Program Pasca Sarjana USU, 1999.
Sitor Situmorang, Sitor Situmorang Sebagai Satrawan 45: Penyair Danau Toba , Jakarta: Sinar Harapan, 1981.
Syaraswati dkk, Pakaian Tradisional daerah Nusa Tenggara Barat , Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Kebudayaan Bagian Proyek pembinaan Permuseuman Nusa Tenggara Barat, 1993/1994
Tambunan, Tulus T.H, UMKM di Indonesia, Bogor: Ghalia Indonesia, 2009.
BAB III
PERTENUNAN BOI-TULUS TEKSTIL DI KECAMATAN BALIGE
(1950-1998)
3.1. Sejarah Berdirinya Industri Pertenunan Boi-Tulus Tekstil di Balige
Dalam mendirikan sebuah perusahaan, pemilik tentunya sudah mempunyai
suatu ide atau gagasan dimana perusahaan akan didirikan, perusahaan apa yang
didirikan, dengan harapan akan menguntungkan. Maka karena itu, pendirian itu
tentunya memperhatikan lokasi perusahaan. Karena lokasi itu menjadi tenpat aktivitas
perusahaan akan berlangsung. Letak perusahaan mendapatkan suatu sorotan yang
penting karena memegang peranan dalam merealisasi salah satu tujuan perusahaan.
Setiap orang akan berusaha memilih lokasi tempat pendirian perusahaan di mana
akan memungkinkan menghasilkan keuntungan yang sebesar-besarnya.
Pertenunan Boi-Tulus pada awalnya didirikan di lumban silintong Balige,
tepatnya di jalan Pelabuhan Balige tahun 1950 luas lahan untuk bangunan pabrik
Boi-Tulus tersebut 400 m2. Berkat perkembangannya pabrik Pertenunan Boi-Tulus
dipindahkan karena jumlah peralatan mesin produksi semakin banyak dan dan
berkembang sehingga basis usaha di Jalan Pelabuhan semakin sempit maka Julius
memindahkan usahanya ke Jalan Tarutung Sangkarnihuta pada tahun 1980 dan
mendirikan kilang baru di atas areal tanah seluas 1.200 m2 dengan bangunan semi
permanen seluas 1.000 m2 serta dilengkapi dengan alat tenun mesin (ATM) dan alat
hanian) dan menetap sampai saat ini. Jalan Tarutung adalah jalan raya yang
menghubungkan Kota Balige dengan kota-kota yang berada disebelah timur antara
lain laguboti dan porsea, sementara ke sebelah barat menuju Tarutung dan
siborong-borong. Di sepanjang Jalan Tarutung merupakan daerah pertokoan. Sekitar 0,5 Km
terdapat pusat pasar kota Balige yang disebut dengan onan balerong. Di tempat inilah
berbagai barang hasil tenunan berupa sarung dan ulos dipasarkan termasuk hasil
tenun Boi-tulus Tekstil. Bahkan dijalan Tarutung terdapat satu pusat penjualan hasil
produksi tenun Boi-Tulus yaitu UD. Toko Sonia.
Pabrik tenun Boi-Tulus terdiri dari beberapa gedung diantaranya adalah
rumah pemilik, kantor administrasi, gudang perbengkelan, gudang bahan baku dan
barang jadi. Selain itu terdapat pula asrama karyawan, kamar mandi (wc), dapur
pencelupan, dapur karyawan, dan gedung produksi tempat mesin-mesin produksi.
Gedung-gedung tersebut berdinding papan setengah beton (semi permanen).
Pembangunan gedung-gedung baru yang dilakukan Pabrik Tenun Boi-Tulus
untuk produksi tentunya tidak terlepas dari penempatan mesin-mesin yang cukup
membutuhkan areal yang cukup luas. Mesin-mesin alat tenun yang cukup banyak dan
bervariasi bentuk membutuhkan juga syarat-syarat penentuan tempat untuk
penyaluran material produksi.
Letak strategis dapat menjadi faktor yang mempengaruhi proses produksi
dan pemasaran. Karena dengan letak yang strategis itu maka sejumlah produksi
hasilnya. Keberadaan pabrik tenun Boi-Tulus yang terletak di pinggir jalan pusat kota
telah mempengaruhi proses pengangkutan. Barang-barang produksi yang sudah jadi
atau bahan-bahan mentah yang dibutuhkan mudah dijangkau untuk pengiriman. Letak
ini menjadi daya tarik tersendiri bagi produsen maupun para konsumen.
Salah satu industri pertenunan yang masih beroperasi di Balige sampai saat
ini adalah Industri pertenunan Boi-Tulus Tekstil, produk utamanya Kain Sarung dan
Ulos dengan merek produk cap Jempol. Pemberian nama Boi-Tulus diambil dari
nama anak Julius. Sedangkan untuk pemberian merek cap jempol menunjukkan pada
kualitas sarung yang bagus. Industri pertenunan Boi-Tulus berdiri pada tahun 1950
oleh Julius Sianipar didaerah Lumban Silintong Kecamatan Balige. Pada awal
produksi pertenunan Boi-Tulus merupakan industri kecil yang menggunakan masih
menggunakan alat tenun bukan mesin (ATBM). Pada awalnya industri ini hanya
berbentuk industri kecil yang terdiri dari 10 unit alat tenun bukan mesin (ATBM) dan
mempekerjakan sekitar 12 orang tenaga kerja termasuk anggota keluarganya. Basis
usahanya berada didalam bangunan seluas 400 m2 ketika itu masih berada di Lumban
Silintong tepatnya di jalan Pelabuhan. Sebelum mendirikan usaha pertenunan ini
Julius Sianipar memperoleh Keterampilan dan keahlian menenun dari hasil
pengalaman yang telah dipelajari sebelumnya ketika bekerja di industri pertenunan
karlsiteks milik Karel Sianipar. Sehingga dalam mendirikan industri tenun bukan hal
yang sulit dan baru lagi. Pengalaman terdahulu sebagai karyawan telah membuat
bapak Julius tidak asing lagi dalam aspek teknis kilang tenun, sehingga sudah
Faktor-faktor yang mendorong Julius Sianipar untuk mendirikan pertenunan
tersebut tidak lepas dari pengaruh keberhasilan pengusaha ditempat dia menjadi
karyawan yaitu pertenunan Karlsiteks. Julius Sianipar ingin mengikuti jejak dari
pengusaha tersebut. Selain itu pengaruh dari besarnya permintaan pasar akan kain
tenun yang belum dapat terpenuhi oleh perusahaan-perusahaan yang ada pada saat
itu, sekaligus membantu pemerintah dalam membantu penyerapan tenaga kerja,
karena peralatan tenun yang digunakan pada saat itu masih membutuhkan tenaga
manusia dalam menggerakkannya.
Sebelum mendirikan pabrik pertenunan Boi-Tulus Julius Sianipar menjadi
tenaga tanpa bayaran seperti magang di pertenunan Karlsiteks. Setelah pandai
menenun barulah perusahaan memberikan gaji padanya30
Ketika menjadi karyawan tenun penghasilan Bapak Julius Sianipar dapat
dikatakan lumanyan dan dapat menyisihkan sebagian gajinya untuk ditabung. Hal
tersebut Ia lakukan secara rutin tiap bulannya sejak dari tahun 1943 mulai bekerja di
pertenunan Karltex tersebut sampai tahun 1950. Selanjutnya, setelah memiliki modal
ada niat untuk mendirikan usaha pertekstilan secara mandiri. Sumber modal lain
berupa hasil penjualan tanah warisannya. Ketika itu, harga 1 rante
. Pekerjaan menjadi
karyawan tenun pada waktu itu hasilnya sangat baik. Gaji seorang karyawan tenun
lebih baik jika dihitung dibandingkan gaji Guru lebih baik karyawan tenun.
31
30
Pada saat itu dikenal dengan istilah sikkola martonun (sekolah menenun/belajar menenun) wawancara dengan Esron Sianipar.
31
1rante berukuran sekitar 400 m2 untuk ukuran tanah daerah Balige
tanah telah dapat
obat pewarna. Untuk tenaga kerja diperoleh dari sekitar desa-desa di pedalaman
balige. Biasanya para tenaga kerja merupakan para petani yang memiliki lahan
pertanian yang sempit dan juga dari petani yang miskin sehingga mereka terdorong
untuk melakukan aktifitas ekonomi diluar pertanian untuk menambah penghasilan
keluarga.
Kemudian pada tahun 1960 industri pertenunan di Balige mendapat perhatian
dari pemerintahan Orde Lama. Dalam masa ini pemerintahan Orde Lama industri
tenun di indonesia tak terkecuali di Balige sempat mengalami kelesuan akibat
kelangkaan bahan baku berupa benang tenun. Hal ini menjadi perhatian serius bagi
pemerintah karena dua hal yaitu: pertama, masih dalam semangat RUP (Rencana
Urgensi Perekonomian) atau lazim disebut program Benteng32
Perhatian pemerintah tersebut berupa pemberian modal kerja berupa subsidi
bahan baku benang yang disalurkan melalui koperasi Toba Tekstil. Pada tahun ini lah
pertenunan dibalige semakin berkembang termasuk Pertenunan Boi-Tulus.
Perkembangan tersebut terjadi hingga tahun 1965 sehubungan dengan penjatahan
benang yang dilakukan oleh pemerintah ketika itu. Perkembangan tersebut dapat . Pemerintah
berkepentingan dalam menyelamatkan para pengusaha pribumi antara lain di bidang
pertenunan/pertekstilan. Kedua, pemerintah berkepentingan untuk menyediakan
tekstil murah bagi masyarakat.
32
Program Benteng dilaksanakan sebagai kebijakan pemerintah Republik Indonesia dalam mengimbangi kekuatan ekonomi asing. Dengan menciptakan pengusaha-pengusaha pribumi melalui
pembentukan dan pemupukan dan pembentukan modal nasional. Dikutip dariDian Komala, Pengaruh
dilihat dari jumlah tenaga kerja dan jumlah ATBM yang digunakan. Sekitar tahun
1963 jumlah ATBM sebanyak 25 unit dan tenaga kerja 30 orang. Tetapi kemudian
ditahun 1966-1970 usaha ini tersendat-sendat akibat terhentinya pasokan benang dari
pemerintah, dan juga situasi peralihan pemerintahan Orde Lama kepada Orde Baru.
Pada masa pemerintahan Orde Baru pemerintah indonesia menekankan
pengembangan jenis industri yang menghasilkan devisa negara termasuk dalam hal
ini industri tenun/tekstil. Pada masa pra-pelita, dalam rangka pelaksanaan program
stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi (1966-1968), Tujuan yang ingin dicapai adalah
pertumbuhan ekonomi 5% per tahun dengan sasaran yang diutamakan adalah
perbaikan prasarana terutama untuk menunjang pertanian. Pembangunan bidang
pertanian sesuai dengan tujuan untuk mengejar keterbelakangan ekonomi melalui
proses pembaharuan bidang pertanian, karena mayoritas penduduk Indonesia masih
hidup dari hasil pertanian.33
33
Dikutip dari:
http://sukmazaman.blogspot.co.id/2013/01/perekonomian-pada-masa-orde-lama-dan.html
Dengan sasaran utama pertanian maka langkah pertama
pemerintahan Orde Baru adalah penghapusan sistem kuota benang warisan
Pemerintahan Orde lama dalam penyediaan benang tenun, dan menyerahkan urusan
tersebut kepada mekanisme pasar. Perubahan sistem ini telah memukul terhadap para
pengusaha tenun ATBM, karena sebelumnya kelangsungan usaha pertenunan
terutama didasarkan pada jatah bahan baku dari pemerintah, bukan pada kemampuan
modal usaha. Sehingga ketika itu para pengusaha tenun di Balige mengalami
kesulitan bahan baku. Memang ketika itu di Balige ada pedagang benang tetapi
baku dan juga harganya cukup mahal. Agar usahanya tetap berjalan Bapak Julius
Sianipar mencari distributor benang di Siantar untuk memasok bahan baku ke
perusahaannya akan tetapi kualitas benangnya kurang bagus.
Kemudian sekitar tahun 1970 Julius Sianipar mendapat informasi bahwa di
Bandung banyak distributor untuk keperluan sandang baik berupa benang dan bahan
pembantu obat pewarna. Julius Sianipar pergi ke Bandung dan singgah dirumah
kerabat disana, kemudian mencari distributor benang dari Bandung dan menjatuhkan
pilihan pada pada PD. MUTIARA milik R. Laciram di Jl. Oto Iskandardinata No. 468
Bandung. Kemudian kedua belah pihak melakukan kerjasama, dan R. Laciram
menyanggupi permintaan Julius Sianipar sebagai penyalur bahan baku untuk
perusahaannya. Kerja sama itu berlangsung hingga saat ini.
3.2.Perkembangan Industri Pertenunan Boi-Tulus Tekstil
3.2.1. Teknologi Produksi
Pada umumnya setiap industri baik industri kecil, sedang , besar
membutuhkan dan menggunakan mesin-mesin serta peralatan-peralatan yang
diperlukan dalam pengolahan bahan-bahan untuk menghasilkan produk yang bernilai
ekonomi. Penggunaan mesin dan peralatan dimaksud adalah untuk membantu
manusia dalam melaksanakan pekerjaan pengolahan ataupun pekerjaan yang tidak
mungkin dilakukan manusia dengan baik secara manual. Selain itu, penggunaan
mesin-mesin dan peralatan bukanlah hanya untuk melaksanakan pekerjaan yang sulit
ataupun yang rumit saja tetapi juga untuk tujuan utama dari segi ongkos dan mutu
diharapkan bahwa biaya produksi akan lebih murah daripada biaya produksi yang jika
dilakukan dengan cara manual.
Teknologi produksi merupakan alat dan cara yang digunakan manusia untuk
menghasilkan barang atau jasa. Masyarakat pada masa lalu sudah dapat
memanfaatkan sumber daya alam untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun,
teknologi yang digunakannya masih sangat sederhana. Dengan menggunakan alat
sederhana, memerlukan tenaga besar dan hasilnya pun terbatas. Ketika ilmu
pengetahuan berkembang maka berkembang pula teknologi. Alat-alat yang
memudahkan pekerjaan manusia banyak ditemukan. Alat-alat tersebut sangat
membantu dalam menyelesaikan pekerjaan manusia. Dengan alat yang lebih modern
pekerjaan dapat diselesaikan lebih cepat, ringan, dan hasilnya pun lebih banyak.
Di samping itu fasilitas-fasilitas produksi yang dirasakan ketinggalan juga
mengalami perubahan. Mesin Pertenunan Boi-Tulus dalam produksi mulai dari tahun
1950-1970 masih menggunakan mesin tenun ATBM dan semi mesin manual dayasa
dan malaba. Alat tenun mesin ini adalah alat tenun bukan mesin yg dikembangkan
menjadi semi mesin. Kontruksi alat masih menggunakan ATBM namun
menjalankannya menggunakan dinamo 250 watt34
34
Jenis mesin ini sudah punah didaerah Balige digantikan oleh alat tenun mesin suzuki dan sakamoto sehingga penulis tidak dapat menjelaskan secara detail mengenai alat tenun ini. Ketika itu para pengusaha menggolongkannya sebagai mesin tenun karena telah digerakkan oleh sebuah motor listrik dan menggunakan kerangka ATBM sedangkan mesin tenun suzuki dan sakamoto menggunakan kerangka besi.
. Namun di tahun 1975 perusahaan
melakukan pergantian alat tenun yang lebih baik menjadi mesin otomatis buatan
Jepang dengan merek suzuki dan sakamoto yang di didatangkan langsung dari para
beroperasi dengan sendiri. Operator mesin hanya bertugas untuk mengganti teropong
benang pakan untuk menghasilkan motif kain yang hendak ditenun dan juga
menyambung benang lusi yang putus akibat gesekan dari sisir alat tenun, karena jika
salah satu benang putus maka mesin akan berhenti secara otomatis. Mesin suzuki dan
sakamoto merupakan mesin tenun bekas yang telah direnopasi oleh para pengusaha
tenun bandung tepatnya didaerah majalaya. Mesin-mesin tersebut sangat membantu
para pekerja hingga saat ini. Mesin tenun suzuki dan sakamoto tersebut dapat berjalan
dengan baik hingga saat ini karena dijaga dan dirawat oleh perusahaan. Penambahan
teknisi pada organisasi produksi difungsikan untuk merawat mesin-mesin agar tetap
dapat berproduksi dengan baik.
Dengan pandangan ini maka penggantian alat tenun yang bersifat manual
dengan alat tenun mesin memberikan mamfaat yang besar terhadap perusahaan
diantaranya adalah: peningkatan produktivitas pengolahan/produksi, penekanan
ongkos produksi seminimal mungkin, peningkatan kapasitas produksi, pemenuhan
permintaan atas seuatu produk. Selain itu Kapasitas ATBM hanya mampu
memproduksi kain tenun sarung dan ulos sebanyak 1-3 lembar dalam satu hari
tergantung pada kondisi fisik penenun, jika dibandingkan dengan alat tenun mesin
dapat memproduksi 10-15 lembar kain sarung dan 9-12 lembar ulos per satu unit
mesin tenun dalam satu hari.
Hal lain yang mengakibatkan pergantian alat tenun ATBM ke ATM adalah
untuk mengoperasikan ATBM dibutuhkan tenaga yang kuat terutama tangan dan kaki
sehingga produksi tidak maksimal. Selain pergantian alat tenun mesin alat pembantu
lainnya mengalami pergantian seperti alat penggulung benang (sorha) dan anian
(hanian) dengan alat mesin kelos dan mesin hani. Pergantian ini dipengaruhi oleh
kecepatan mesin tenun dalam beroperasi sehingga harus diimbagi persediaan bengan
lusi dan benang pakan karena keberhasilan pertenunan sangat dipengaruhi oleh setiap
bidang proses pertenunan baik mulai dari persiapan benang dari mangiran,
pencelupan, pengkelosan, pemaletan, penghanian, pengebooman, pencucukan hingga
proses penenunan. Proses ini saling bergantung satu sama lainnya dalam proses
produksi kain sarung dan ulos. Keberhasilan setiap unit menentukan hasil akhir dari
kualitas dan kuantitas produksi. Sehingga dalam industri dipergunakan pembagian
kerja baik itu dalam penggunaan ATBM dan juga ATM.
3.2.2. Pemindahan Lokasi Pabrik
Keberadaan perkembangan kota kecil Balige dalam rentan tahun 1980 telah
mengalami perkembangan yang pesat yang ditandai dengan pembangunan disegala
bidang35
35
kabupaten Tapanuli Utara dibagi menjadi 5 (lima) wilayah pembangunan yang bersifat Administratif yakni wilayah: Wilayah Pembangunan I (Silindung) berpusat di Tarutung, Wilayah Pembangunan II (Humbang Timur) berpusat di Siborong-borong, Wilayah Pembangunan III (Humbang Barat) berpusat di Dolok Sanggul, Wilayah Pembangunan IV (Toba) berpusat di Balige, Wilayah Pembangunan V (Samosir) berpusat di pangururan
. Hal itu dikarenakan kota Balige merupakan jalur lintas Sumatera. Kondisi
tersebut lambat laun membuat kota Balige berkembang dengan merespon kebutuhan
para pendatang maupun yang akan maenyebrang, dengan memberikan jasa maupun
usaha dagang dan membangun kios – kios maupun toko yang pada akhirnya
terpusat disekitar jalan utama kota yakni jalan Sisingamangaraja dan jalan Tarutung
sebagai jalan utama yang membelah kota. Dengan perkembangan ini merupakan
kebijakan pemerintah guna pemaksimalan daya kinerja pemerintah dalam pelayanan
masyarakat. Seiring dengan perkembangan pembangunan kota Balige, yang
merupakan daerah pemerintahan kecamatan, Balige berkembang dengan pesat dan
menjadi pusat aktifitas masyarakat, seperti pusat jalur transportasi, pusat perdagangan
(ekonomi), pusat pendidikan dan juga sebagai pusat pemerintahan.
Dengan melihat perkembangan tersebut perusahaan pertenunan Boi-Tulus
memperluas usahanya dan pindah kedaerah pusat pembangunan tersebut yakni dijalan
Tarutung. Letak ini dipilih karena perusahaan telah berkembang menjadi perusahaan
yang digolongkan dalam industri sedang. Pembangunan gedung-gedung baru yang
dilakukan Perusahaan Boi-Tulus untuk produksi tentunya tidak terlepas dari
penempatan mesin-mesin yang cukup membutuhkan areal yang cukup luas.
Mesin-mesin pertenunan yang cukup banyak dan bervariasi bentuk membutuhkan juga
syarat-syarat penentuan tempat untuk penyaluran material produksi.
Selain itu, lokasi ini juga dekat dengan pasar, lebih luas dan lebih strategis
dari lokasi mula-mula yaitu di Lumban Silintong. Sebelum melakukan pemindahan
tersebut perusahaan telah mempertimbangkan hal tersebut seperti diatas.Pemindahan
ini terjadi karena perusahaan ketika itu telah memfasilitasi usahanya dengan berbagai
3.2.3. Struktur Organisasi Perusahaan
Setiap perusahaan memiliki tujuan yang hendak dicapai dalam jangka waktu
atau periode tertentu. Penentuan tujuan ini penting sebagai arah atau sasaran
perusahaan dalam mencapai tujuan tersebut. Alat untuk mencapai tujuan tersebut kita
kenal dengan nama manajemen. Organisasi dan manjemen adalah dua hal yang tidak
dapat dipisahkan. Organsasi adalah alat bagi manajemen dalam mencapai tujuan
perusahaan36. Manajemen adalah seni dan ilmu perencanaan, pengorganisasian,
pengarahan, pengkoordinasian dan pengontrolan dari tenaga manusia dengan bantuan
alat yang lain untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan terlebih dahulu37
Pembagian Tugas adalah alat bantu atau pedoman bagi setiap anggota yang
terlibat di Industri ini supaya pekerjaan itu dilaksanakan dengan efektif dan
bermakna. Dengan adanya Pembagian Tugas ini diharapkan agar masing-masing
orang yang bekerja dapat bertanggung jawab terhadap tugas dan tanggung jawab
yang telah diberikan dan dipercayakan kepada masing-masing. Pedoman kerja atau .
Struktur Organisasi adalah suatu hal penting yang harus ada pada setiap usaha
baik usaha kecil, sedang, dan besar. Karena dari struktur organisasi tersebut akan
dihasilkan tata kelola yang baik bagi karyawan untuk menjalankan tugas dan
tanggung jawabnya. Struktur tersebut juga harus ditaati dan dilaksanakan oleh setiap
karyawan. Tujuannya tak lain untuk mempermudah setiap karyawan dalam
pembagian tugas.
36
Kasmir, kewirausahaan, Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada, 2006, hal. 57
37
H. Hadari Nawawi, Administrasi Personel Untuk Peningkatan Produktivitas Kerja, Jakarta:
Pembagian Tugas ini bukan berarti menutup segala kemungkinan terhadap tugas dan
pekerjaan yang ada sesuai kebutuhan.
Struktur organisasi merupakan gambaran mengenai pembagian tugas serta
tanggungjawab kepada individu maupun bagian tertentu dari organisasi. Penentuan
struktur organisasi sangat berperan penting dalam memperlancar jalannya roda
perusahaan. Pengalokasian tugas-tugas, wewenang dan tanggung jawab, serta
hubungan satu sama lain dapat digambarkan pada struktu organisasi perusahaan,
sehingga para karyawan akan mengetahui dengan jelas apa tugasnya darimana ia
mendapatkan perintah dan kepada siapa ia harus bertanggungjawab.
Dalam perencanaan pembagian kerja industri pertenunan Boi-Tulus
menempatkan karyawan secara profesional dengan melihat potensi dari setiap
karyawan. Hal ini dimaksudkan supaya anggota dapat bekerja secara maksimal.
Pembagian kerja ini bertujuan agar tidak terjadi tumpang tindih dalam melaksanakan
fungsi masing-masing bagian. Dengan demikian, setiap aktivitas perusahaan dapat
terselenggara dengan baik dan terkoordinir. Dalam hal ini, pertenunan Boi-Tulus
sebagai salah satu perusahaan yang ada di Balige tentunya menetapkan manejemen
dan organisasi. Manajemen dan organisasi yang diteliti penulis adalah dalam
Bagan 1.
Susunan Organisasi Pertenunan Boi-Tulus Tekstil
Pimpinan
Mandor
Bidang Mangiran
Bidang Pencelupan
Bidang Pengkelosan
Bidang Pemaletan
Bidang Penghanian
Bidang Pencucukan
Bidang Tenun
Tabel 3.
Jumlah karyawan untuk tiap-tiap bagian unit kerja pada Pertenunan Boi-Tulus
Tekstil
NO Bagian unit kerja Jumlah karyawan
1 Pimpinan 1
2 Mandor 1
3 Teknisi/Montir 2
4 Bidang mangiran 2
5 Bidang pencelupan 6
6 Bidang pengelosan 4
7 Bidang pemaletan 4
8 Bidang penghanian 2
9 Bidang pencucukan 2
10 Bidang Tenun 20
11 Pengepakan 4
3.2.4. Tenaga Kerja dan Upah
Manusia dalam menjalani dan menjalankan kehidupannya tidak pernah
berada dalam keadaan kosong. Kehidupan terus-menerus diisi oleh manusia dengan
berbagai kegiatan yang dilakukan perseorangan ataupun kelompok. Diantara kegiatan
itu terdapat kegiatan kerja untuk menghasilkan sesuatu guna untuk mempertahankan
kelangsungan hidupnya.
Tenaga kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam proses
produksi. Dari seluruh sumber daya perusahaan, manusia atau tenaga kerja jelas
menjadi salah satu yang terpenting. Mesin tidak akan berjalan sendiri, dan tanpa
manusia, uang tidak ada mamfaatnya, hanya tergeletak bercampur debu. Apa yang
menyebabkan perusaan itu hidup dan berguna adalah manusia.
Untuk melaksanakan suatu usaha, selalu dibutuhkan tenaga. Sesuai dengan
peningkatan kesibukan kerja suatu usaha, maka pengusaha memerlukan tambahan
tenaga orang lain, yaitu buruh, karyawan, dan untuk perusahaan besar masih
ditambah lagi dengan staf-staf. Pegawai, karyawan, buruh atau tenaga kerja
merupakan salah satu unsur penting dalam pengelolaan kegiatan usaha.
Bagaimanapun majunya teknologi dewasa ini, namun faktor manusia masih
memegang peranan bagi suksesnya suatu usaha.
Memang kita mengetahui, bahwa sudah banyak tenaga manusia yang dapat
digantikan oleh alat mekanis dan otomatis. Tetapi di dalam banyak hal, manusia
belum dapat dipergunakan. Kegiatan suatu usaha untuk mencapai suatu tujuan, yang
kegiatannya dilakukan dengan bantuan tenaga orang lain. Demikian penting
kedudukan manusia dalam suatu usaha, sehingga sebagian besar waktu dan tenaga
pengusaha dalam menghadapi masalah adalah terutama dicurahkan kepada
masalah-masalah manusia, yaitu tenaga kerjanya. Dilihat secara praktis dan historis,
perkembangan manusia boleh dikatakan bahwa semenjak manusia membentuk suatu
usaha, bagaimanapun primitif bentuk usaha itu sudah diharapkan kepada manajemen
kepegawaian atau tenaga kerja.
Rata-rata kaum karyawan yang bekerja di perusahaan Boi-Tulus berasal dari
masyarakat setempat dan dari desa-desa sekitar Balige yang berdekatan seperti
sangkar ni huta, lumban silintong, lumban dolok, baba lubis, perdede pasir dan desa
baruara. Mereka berasal dari kalangan yang memiliki lahan pertanian yang sedikit,
bisa dikatakan memiliki ekonomi yang lemah sehingga mencari alternatif penghasilan
tambahan dari luar pertanian. Kadangkala resiko kegagalan dalam sektor pertanian
juga ada, lebih- lebih pada mereka yang mempunyai lahan pertanian sedikit tadi,
maka mereka tidak semata-mata untuk menggantungkan diri pada sektor agraris atau
dengan kata lain untuk mengurangi kegagalan bertani dan menambah pendapatan
yang terasa kurang dari luar sektor pertanian. Namun mereka juga tetap menjalankan
usaha pertaniannya guna untuk menutupi kebutuhan akan beras selama setahunnya.
Dalam hal perekrutan tenaga kerja pada pertenunan Boi-Tulus tidak
memerlukan syarat-syarat khusus untuk bekerja seperti izasah dan sebagainya yang
keuletan, kesabaran dan ketekunan sehingga tidak ada aturan yang mengikat dan
karyawan tersebut bebas keluar masuk perusahaan. Biasanya karyawan yang baru
bergabung diberi pelatihan oleh para karyawan satu krunya. Misalnya, jika Ia masuk
dalam bagian pengkelosan maka karyawan senior pada bagian pengkelosan tersebut
akan mengajarinya hingga mahir, biasanya sampai memakan waktu kira-kira 2-5 hari.
Jika terjadi kekurangan karyawan atau jika ada seseorang meninggalkan
industi pertenunan ini dengan alasan tersendiri, misalnya pekerja tersebut mendapat
pekerjaan yang lebih layak menurutnya atau merantau ketempat lain. Maka
pengusaha akan memintakan kepada para tenaga kerja yang lain yang sudah menetap
bekerja untuk merekrut tenaga kerja yang ingin bekerja. Dari penelitian penulis,
bahwa tenaga kerja yang direkrut yang diutamakan adalah dari sahabat ataupun
keluarga yang pernah atau masih kerja di perusahaan itu. Misalnya, seorang karyawan
membawa tetangganya untuk bekerja dan juga saudaranya yang lain untuk bekerja
bersama dengannya di perusahaan Boi-Tulus ini. Tujuan perekrutan seperti ini adalah
agar terjalinnya hubungan kekeluargaan pada setiap karyawan karena diluar
perusahaan pun mereka sudah saling mengenal.
Ada kecenderugan pengusaha pertenunan memakai tenaga kerja perempuan
alasannya karena perempuan selain rajin bekerja juga dalam hal menenun lebih rapi,
tekun, dan sangat cocok dengan karakteristiknya sebagai perempuan. Tetapi bukan
berati pertenunan ini tidak membuka peluang kerja untuk laki-laki, ini dapat
dimengerti karena secara tradisional pekerjaan pertenunan dalam masyarakat batak
berbeda dengan industri tenun modern antara lain dalam proses ketenagakerjaan.
Dalam proses tenun tradisional, semua tahapan dilakukan oleh kaum wanita.
Sedangkan untuk industri yang lebih modern (ATBM/ATM) terdapat pembagian
kerja antara wanita dan pria. Posisi atau begian kerja yang dilakukan para karyawan
laki-laki adalah pada bagian pencelupan dan mekanik posisi karena bagian pekerjaan
ini tergolong berat dan memerlukan tenaga yang kuat. Ada juga posisi yang lain yaitu
mandor, penghanian, dan juga mekanik/teknisi.
Keterlibatan tenaga kerja perempuan dalam proses pertenunan didasarkan
pada anggapan umum tentang sifat-sifat yang dimiliki tenaga kerja perempuan, yaitu:
1. Tenaga kerja perempuan dapat bekerja lebih rajin, rapi, teliti, tekun, dan sabar
sesuai dengan kebutuhan proses produksi pertenunan agar dapat menghasilkan
produk sarung dan ulos yang berkualitas baik. Anggapan tersebut sampai saat ini
masih melekat, khususnya pada tahap produksi menenun.
2. Tenaga kerja perempuan lebih tahan bekerja pada tahap produksi yang sifatnya
monoton. Hal tersebut sesuai dengan tahap produksi menenun yang dilakukan
dalam waktu lebih kurang 3-5 hari untuk menghabiskan benang lungsi pada lalatan
tenun, dengan posisi berdiri sambil agak membungkuk.
Setiap harinya para karyawan bekerja berdasarkan jam kerja yang sudah
ditentukan, yaitu sekitar 7 jam. Para buruh masuk kerja pada pukul 07.00 wib sampai
pukul 16.30 wib, diselingi dengan waktu istrirahat yang 1,5 jam yaitu pukul 12.00
bekerja pada sistem harian kecuali hari Minggu. Mereka juga tidak mengenal
jaminan kesehatan terlebih asuransi kesehatan. Penghasilan yang diterima seorang
pekerja di pertenunan Boi-Tulus dapat digolongkan menjadi dua bentuk berupa:
1. Upah atau Gaji
Upah merupakan penerimaan sebagai imbalan dari pemberi kerja kepada
penerima kerja untuk pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan. Berfungsi
sebagai kelangsungan kehidupan yang layak bagi kemanusiaan dan produksi,
dinyatakan atau dinilai dalam bentuk yang ditetapkan sesuai persetujuan,
Undang-undang dan peraturan, dan dibayar atas dasar suatu perjanjian kerja antara pemberi
kerja dan penerima kerja38
38
Diakses dari http://education-vionet.blogspot.com(Istilah Ekonomi, Kompas 2 Mei 1998).
Sistem penggajian yang diterapkan oleh perusahaan secara keseluruhan
menggunakan gaji pokok yang diterima tersebut sesuai dengan jabatan dan kinerja
masing-masing karyawan. Gaji pokok ini kemudian dibagikan kepada para karyawan
dalam setiap bulannya secara rutin. Gaji Tingkat pengupahan karyawan berdasarkan
pada keterampilan dan jenjang penguasaan pertenunan yang dimiliki oleh karyawan
tersebut sebagai berikut:
a). Tingkat I: mangiran, pencelupan (tukang celup/cat: mencelup/mewarnai benang)
b). Tingkat II: Penjahit, pengelosan dan pemaletan
c). Tingkat III: penghanian (mengatur susunan benang menurut motif tertentu
Jenjang keterampilan terendah adalah tukang celup dan yang tertinggi adalah
tukang hanian dan tenun dua jenis pekerjaan ini paling rumit. Dengan sendirinya upah
dan gengsi jenis pekerjaan ini adalah tentu lebih tinggi. Penggajian pada mandor dan
teknisi juga dilakukan setiap bulan sebesar Rp. 70.000. mandor dan teknisi tidak
dimaksukkan pada pembagian jenjang pengupahan karena mandor dan teknisi masuk
dalam kategori staf perusahaan dan menjadi orang kepercayaan pemilik (pemimpin
perusahaan) jika sewaktu-waktu pemimpin perusahaan tidak berada di lingkungan
[image:39.612.188.502.390.505.2]perusahaan.
Tabel 4.
Rata-rata upah karyawan industri tenun Boi-Tulus 1990-an
No Jenis Pekerjaan Rata-rata upah (orang/bulan/Rp)
1 Tingkat I 55.000
2 Tingkat II 60.000
3 Tingkat III 65.000
2. Tunjangan Hari Raya dan Hari Natal
Tunjangan pada hari besar keagamaan diberikan kepada karyawan dengan
ketentuan yang telah ditetapkan perusahaan dan diterima setiap tahunnya. Tunjangan
3.2.5. Modal
Dalam melakukan sebuah kegiatan atau usaha dengan tujuan untuk
menghasilkan barang yang disebut proses produksi diperlukan sarana pendukung
yang berfungsi untuk memepercepat dan memperlancar proses tersebut. Salah satu
dari sarana pendukung tersebut dikenal dengan istilah modal, maka suatu kegiatan
atau usaha baru dapat dilaksanakan karena para pengusaha menggunakan modal
untuk membeli berbagai alat dan bahan baku yang akan digunakan untuk proses
produksi tersebut.
Modal merupakan salah satu yang menjadi faktor pendukung dalam proses
produksi. Tanpa modal proses produksi tidak akan mungkin berjalan baik. Modal
yang dimaksudkan adalah uang atau dana maupun modal skill atau keahlian. Modal
merupakan sarana pokok bagi terciptanya usaha dan kelangsungannya, di samping
minat, bakat, ketekunan dan keyakinan, modal berperan sangat penting untuk
pengembangan dan peningkatan kuantitas dan kualitas hasil produksi, terlebih lagi
jika keadaan harga bahan baku di pasar sedang meningkat, maka modal benar-benar
dapat menentukan hidup matinya usaha pertenunan ini39
Pada awal berdirinya pertenunan Boi-Tulus mempergunakan modal yang
bersumber dari modal sendiri. Yaitu berupa penjualan dari tanah dan hasil tabungan
dari penghasilan selama menjadi karyawan di pertenunan karl sianipar. Selain itu
pada tahun 1950 sudah terdapat beberapa tukang yang telah mampu membuat ATBM .
39
Hartati Prawinoto, dkk. Pengrajin Tradisional Daerah Jawa Tengah, Semarang :
sehingga harga per unit ATBM tidak terlalu mahal, lagi pula pada awal pendirian
usahanya Boi-Tulus hanya sebatas industri kecil.
Kemudian pada tahun 1960 dukungan pemerintah sangat menentukan
perkembangan modal karena pemberian subsidi benang sangat murah sehingga
sebagian modal usaha pertenunan secara langsung telah ditanggung oleh pemerintah.
Kebijakan ini pada awalnya sangat melapangkan bagi para pengusaha tenun dibalige
untuk memasuki bidang usaha pertenunan. Tetapi berbeda pada tahun-tahun
berikutnya semenjak tahun pemerintahan soeharto para pengusaha balige hampir
tidak pernah mendapat suntikan dana dari pemerintahn pusat sehingga semenjak dari
situ para pengusaha berusaha untuk mencari modal sendiri agar usahanya tetap
berjalan.
Pada awalnya pertumbuhan industri tenun balige khususnya atau di tapanuli
utara umumnya kebutuhan permodalan itu masih dapat dilayani oleh bank rakyat
indonesia pada masa kemerdekaan, terutama pada pemerintahan presiden soekarno.
Tetapi pada tahun 1960-an, menyusul jumlah pertenunan dibalige mengalami
pertumbuhan jumlah yang sangat besar peningkatan permintaan jumlah kredit
mengalami peningkatan sehingga pengusaha tenun mengalami kesulitan dalam
memperoleh kredit. Masalahnya sumber kredit waktu itu yaitu BRI cabang tarutung
dalam istilah seorang pengusaha tenun senior mengalami situasi nasabah terlalu padat
artinya terlalu banyak permintaan kredit (tidak hanya dari pengusaha tenun) sehingga
tidak mudah untuk memperoleh kredit bank waktu itu. Maka melihat hal ini sejumlah
kepada pemerintah daerah agar mendirikan sebuah bank di balige. Usulan tersebut
mendapat sambutan dari pemerintah daerah dan kemudian mendirikan bank BNI
1946 cabang pembantu di balige. Bank ini kemudian yang melayani kredit pengusaha
tenun balige. Semua pengusaha tenun balige wajib menjadi nasabah pada bank ini
karena mereka sendirilah yang mengusulkan pendirian tersebut. Pendirian bank itu
dibalige tidak saja memperlancar kebutuhan kredit untuk modal usaha uutuk para
pengusaha balige tetapi juga para pengusaha diluar pertenunan, dan secara langsung
juga merangsang penduduk balige lebih sadar bank.
3.2.6. Sumber Bahan Baku
Untuk menjamin terlaksananya kegiatan proses produksi dalam suatu
perusahaan harus ditunjang oleh tersediannya bahan baku yang cukup disamping
faktor-faktor produksi yang lain. Dengan tersedianya bahan baku yang cukup
diharapkan kegiatan operasional akan terus berkelanjutan. Bahan baku sendiri adalah
sebagian bahan-bahan yang dimiliki oleh perusahaan yang belum dikerjakan dan
digunakan dalam proses produksi dimana sifat maupun wujudnya belum berubah atau
dengan kata lain bahan-bahan tersebut secara fisik diolah menjadi barang jadi.
Bahan baku merupakan bahan langsung, yaitu bahan yang membentuk suatu
kesatuan yang tidak terpisahkan dari produk jadi. Bahan baku adalah bahan utama
atau bahan pokok dan merupakan komponen utama dari suatu produk. Dalam industri
dan bahan baku pembantu. Bahan baku utama yaitu benang catton. Benang tersebut
terbagi atas dua jenis yaitu benang untuk sarung jenisnya catton 20s dan untuk ulos
jenisnya catton 18s dan benang emas purada yang digunakan sebagai hiasan ulos.
Sedangkan bahan baku pembantu yaitu bahan pewarna yang terdiri dari cat
helanhreen (hijau, biru dan violet), napthol AS, napthol ASG, sulfit, soda api, garam
R, garam B, coustik soda, soafel, bahan pembantu lainnya seperti kanji, kaporit, air
bersih, kayu bakar, minyak tanah, bahan ini diperoleh dari sekitar Balige.
Semua bahan baku yang digunakan berasal dari dalam negeri. Benang dan
bahan pewarna tersebut diperoleh dari pemasok dari Bandung yaitu dari PD.
MUTIARA pemasok tersebut dipilih oleh perusahaan karena menawarkan kualitas
benang yang sesuai dengan standar perusahaan. Disamping itu, harga benang masih
tergolong wajar dan sesuai dengan kwalitas benang yang ditawarkan oleh pemasok.
Benang yang digunakan oleh perusahaan Boi-Tulus adalah benang yang 100 persen
terbuat dari serat kapas (benang katun). Pemilihan atas benang katun adalah benang
tersebut tahan lama dan tidak mudah putus.
Pembelian benang dan bahan pembantu pewarna yang dilakukan oleh
pertenunan Boi-Tulus kepada PD. MUTIARA, dilakukan dengan cara pemesanan
dengan menentukan jumlah, biaya, dan waktu pengiriman. Sedangkan pembayaran
dilakukan apabila pesanan telah sampai dan dikirim melalui rekening bank. Harga
benang telah ditentukan oleh pemasok, sedangkan biaya pengiriman dibebankan
kepada perusahaan. Sampai saat ini belum ada kerjasama secara tertulis dengan PD.
pertenunan BOI-TULUS membeli bahan baku secara rutin maka kerjasama kedua
perusahaan berjalan dengan baik dari tahun 1970-an hingga sekarang.
Perusahaan melakukan pembelian persediaan bahan baku setiap 3 minggu
sekali untuk masing-masing jenis benang, obat pewarna dan jumlahnya tidak stabil.
Hal ini karena tingkat produksi perusahaan tidak stabil pada setiap bulannya.
Perusahaan terkadang membeli persediaan bahan baku lebaih banyak dari biasanya
agar dapat digunakan sebagai stok jika suatu saat ada peningkatan permintaan pasar
akan kain sarung dan ulos.
Perusahaan Boi-Tulus merupakan produsen sarung tenun dan ulos yang
memperoleh bahan bakunya dari pembelian kepada pemasok karena perusahaan ini
tidak memproduksi sendiri bahan baku yang diperlukan. Prosedur pembelian bahan
baku yang ada diperusahaan ini sangat sederhana dan tidak memerlukan banyak
birokrasi. Kegiatan pembelian benang dilakukan oleh pemilik perusahaan
berdasarkan permintaan dan informasi dari bagian produksi kususnya mandor. Secara
umum proses pembelian bahan baku yang dilakukan oleh perusahaan adalah sebagai
berikut:
1. Perusahaan melakukan pemesanan kepada pemasok yang dapat menyediakan
bahan baku sesuai dengan kriteria yang telah ditetapkan oleh perusahaan seperti
kualitas, kuantitas, harga dan jangka waktu pengiriman.
2. Membuat kesepakatan dengan pemasok tentang kriteria bahan baku yang
3. Setelah kesepakatan terbentuk, pemasok mengirimkan bahan baku beserta nota
jumlah bahan yang dikirim, jumlah harga yang akan dibayar oleh perusahaan.
Proses pengiriman ini menggunakan jasa bus ALS, kemudian perusahaan melunasi
biaya pengiriman.
4. Bahan baku diterima, kemudian diperiksa berdasarkan nota yang dikirim oleh
pemasok, jika bahan sudah lengkap dan sesuai perusahaan melakukan pembayaran
Tabel 5.
Harga Bahan Baku Benang Dan Obat Pewarna
No Bahan Baku Satuan Harga
1 Benang: Catton 20s
Catton 18s Emas Purada Bal Bal Pak Rp. 3.750.000 Rp. 2.260.000 Rp. 50.000
2 Cat helanhreen: hijau
biru violet Kg Kg Kg Rp.63.000 Rp.65.000 Rp.60.000
3 Napthol AS
Napthol ASG
Kg
Kg
Rp. 62.000
Rp. 64.000
4 Garam merah R
Garam merah B
Kg
Kg
Rp. 36.000
Rp. 47.500
5 Sulfit, Kg Rp 32.000
6 Coustik soda, Kg Rp 11.000
7 Soafel, Kg Rp. 7.000
8 Fast scarlet R salt 20 Kg Rp. 45.000
9 Sulfur hitam Kg Rp. 20.000
3.2.7. Proses Produksi
Proses diartikan sebagai suatu cara, metode dan teknik bagaimana
sesungguhnya sumber-sumber (tenaga kerja, mesin, bahan dan dana) yang ada diubah
untuk memperoleh suatu hasil. Produksi adalah kegiatan untuk menciptakan atau
menambah kegunaan barang atau jasa. Proses juga diartikan sebagai cara, metode
ataupun teknik bagaimana produksi itu dilaksanakan. Proses produksi adalah suatu
cara, metode ataupun teknik menambah keguanaan suatu barang dan jasa dengan
menggunakan faktor produksi yang ada.40
Kegiatan produksi akan melibatkan pengubahan dan pengolahan berbagai
macam sumber menjadi bahan jadi yang siap diminati konsumen. Kegiatan-kegiatan
produksi akan menentukan peningkatan efesiensi operasi, perencanaan dan
pengawasan produksi dalam menghasilkan kuantitas dan kualitas produk yang baik.
Bahwa fungsi produksi adalah menciptakan barang atau jasa sesuai dengan kebutuhan
Konsep produksi sebenarnya mempunyai
arti lebih luas dari pada hanya pengolahan (manufaktur) ataupun pengubahan tetapi
bagaimana mengatur, mengelola, mengadministrasikan kegiatan produksi menjadi efektif
dan efesien. Dalam meningkatkan proses produksi suatu perusahaan diperlukan
bahan-bahan produksi. Untuk melakukan itu semua dibutuhkan unsur tenaga manusia, sumber
daya alam, modal serta kecakapan. Semua unsur tersebut dinamakan faktor-faktor
produksi, dimana faktor produksi tersebut menjadi penopang dalam usaha menciptakan
nilai atau memperbesar nilai suatu barang yang dihasilkan perusahaan.
40
masyarakat pada waktu harga dan jumlah yang tepat41
41
Basu Swasta dan Ibnu Sukotjo, Pengantar Bisnis Modern (Pengantar Ekonomi
Perusaahaan Modern), Yogyakarta:Liberty, 1998, hal 285.
. Agar fungsi produksi dapat
berjalan dengan baik maka perencanaan produksi menjadi hal penting yang perlu
dilaksanakan. Perencanaan produksi itu meliputi yaitu jenis barang yang akan dibuat,
jumlah barang yang akan dibuat, cara pembuatan (penggunaan peralatan yang
dipakai). Keputusan tentang jenis barang dan jumlah yang akan dibuat dan peralatan
yang dipakai tentu dipengaruhi oleh kebutuhan pasar.
Untuk dapat menghasilkan produk sarung dan ulos, karyawan membutuhkan
beberapa tahapan proses produksi yang telah dibagi berdasarkan pembagian
Bagan 2
Proses Produksi sarung dan ulos
Maniran/Hank
Pencelupan benang
Pengkelosan
Pemaletan Penghanian
Pencucukan
Penyetelan
Ditenun
Pengepakan (pemotongan, jahit, packing, cap) Pengebooman
Benang lusi (dalam lalatan lusi)
Benang pakan
1. Proses Mangiran/Hank.
Bahan baku yang didatangkan dari pabrik pemintalan tidak bisa langsung
diproses lanjut, karena masih berbentuk gulugan yang digulung pada bobbin. Untuk
melakukan pencucian dan pewarnaan benang harus diurai dulu menjadi urain benang
dengan diameter kurang lebih 50 cm dan tebal gulungan sekitar 5 cm. proses
penguraian ini disebut dengan proses mangiran atau hank yaitu dengan cara
penggulugan benang tungkul pada mesin iran/hank. Tujuannya yaitu memisahkan
benang dari tungkulnya agar mudah untuk proses pencelupan.
2. Proses Pencelupan
Pencelupan pada benang dilakukan untuk memberi warna pada benang dan
jika benang tersebut ditenun akan menghasilkan kain yang memiliki komposisi warna
/corak tertentu dari susunan dan persilangan benang lusi dan pakan. Pencelupan yaitu
pemberian warna pada bahan tekstil secara merata dengan warna yang sama pada
seluruh bahan tekstil dengan 3 komponen bahan utama yaitu zat warna, air dan obat
bantu. Dalam proses pencelupan ada beberapa tahap yang harus dilalui diantaranya
adalah:
a. Proses pencucian benang.
Obat-obatan yang digunakan antara lain :
- Tepol.
Benang yang keluar dari mesin hank sudah dalam bentuk untaian.
Untaian benang tersebut direndam dalam air yang sudah dicampur dengan tapol
kurang lebih 3 jam. Fungsi tepol adalah untuk membuka pori-pori benang
supaya benang dapat menyerap obat-obatan yang diberikan. Selesai direndam
benang diperas dengan mesin peras untuk menghilangkan kandungan air pada
benang. Selanjutnya benang tersebut direndam kedala air yang sudah dicampur
dengan kaporit. Perbandingannya untuk 1 m3 air diberi 2 kg kaporit. Kemudian
benang dalam rendaman diinjak-injak dengan kaki supaya penyerapan obat lebih
merata. Setelah itu direndam kurang lebih 2 jam agar didapatkan hasil yang
maksimal yaitu benang yang putih bersih. Setelah direndam kurang lebih 2 jam
benang dimasukkan kedalam mesin peras untuk menghilangkan kandungan air.
b. Proses pewarnaan
Setelah benang dicuci bersih kemudian benang dicelupkan pada
pewarna textil dalam kondisi panas dalam waktu sekitar 15-30 menit.
Jenis-jenis warna yang digunakan antara lain: hitam, hijau, biru, violet, kuning,
merah, merah cas, merah marun, putih. Untuk pewarnaan benang ulos
dilakukan dengan proses pengikatan pada benang lungsi sesuai dengan motif
yang diinginkan kemudian dicelup. Pada benang sarung tidak perlu ada
pengikatan, karena sarung hanya mengunakan motif kotak-kotak. Benang yang
terikat tidak akan tercelup sehingga pada waktu bahan tersebut ditenun akan
memberikan motif, biasanya benang yang diikan tersebut akan menghasilkan
warna secara merata. Disini bahan yang terikat tidak akan tercelup sehingga
pada waktu bahan tersebut ditenun akan memberikan motif.
Adapun Resep-resep warna-warna.
a. warna hitam, bahannya:
sulfur black
soafel
air dengan suhu 100oC
b. warna biru, violet, hijau bahannya:
cat helanhreen warna biru, hijau, violet
• soda api
• sulfit
• air dengan suhu 500C
c. warna kuning, bahannya:
cat merah B
soda api
naftol ASG
air dengan suhu 500C
d. warna putih, bahannya:
kaporit
air bersih
e. warna merah bahannya:
naftol AS
soda api
air panas sekitar 500 C
f. warna merah tua, bahannya:
cat warna merah B Base
nettrit
naftol
soda api
air keras
air panas sekitar 500 C
Benang yang telah diwarnai dicuci kembali kemudian ditiriskan
dengan mesin pengering. Kemudian dipisahkan untuk benang pakan dan
untuk benang lusi. Untuk benang pakan langsung dikeringkan/dijemur
dibawah sinar matahari.
c. Proses Pengkanjian
Untuk proses pengkanjian benang untuk sarung berbeda dengan ulos.
Untuk benang sarung dilakukan pengkanjian pada benang lusi. Untuk benang
ulos kedua benang lungsi dan pakan dilakukan pengkanjian. Tujuan
pengkanjian ini agar benang lusi maupun pakan tersebut tidak mudah putus.
Setelah benang lusi dikanji benang tersebut ditiriskan selama satu malam,
kemudian besok paginya dikukus selama dua jam, setelah itu benang tersebut
3. Proses pengkelosan
Setelah benang selesai dicuci dan diwarnai sampai keringdilanjutkan proses
pengelosan, benang dari hasil pencucian dan pewarnaan masih berupa untaian selain
itu keadaan benang masih dalam keadaan menggumpal karena pengaruh zat warna.
Untuk itu benang harus dirapikan kedalam bentuk bobbin dan proses tersebut
dinamakan pengelosan. Setelah selesai pengkelosan kemudia benang dipisahkan
untuk pakan dan lungsi. Untuk lungsi langsung pada proses penghanian, sedangkan
pakan pada proses pemaletan. Jadi dapatdisimpulkan bahwa maksud dari pengelosan
adalah :
Memperbaiki mutu benang.
Mendapatkan gulungan benang dalam volume yang sesuai.
4. Proses Pemaletan
Pemaletan merupakan proses yang di lakukan khusus untuk benang pakan
yang di gunakan pada proses pertenunan. Gulungan benang pada bobbin palet ini
akan di pasangkan pada alat teropong yang di sebut shuttle. Agar gulungan benang
pada bobbin palet dapat masuk / sesuai dengan shuttle, harus ada pengaturan antara
jenis benang yang akan di palet dengan kecepatan penggulungan benang pada bobbin
palet. Tujuan dari proses pemaletan, yaitu untuk menggulung kembali benang-benang
dari bentuk bobbin palet, menjdi bentuk bobin pakan atau palet.
5. Proses Penghanian
Proses penghanian adalah pengaturan dan penyusunan warna dan jumlah
dengan desain. Biasanya dalam sekali proses penghanian bisa menghasilkan 50-60
lembar kain sarung dan ulos.
6. Proses Mangeboom
Pada proses ini benang yang sudah siap dalam proses penghanian kemudian
dipindahkan dengan cara menggulung benang lusi pada lalatan (boom hanian) yang
kosong. Adapun tujuan dari proses pengebooman ini agar seluruh benang lusi sama
tegangnya.
7. Manutcup/pencucukan
Pencucukan adalah proses pemasukan benang lusi yang sudah berada pada
lalatan atau Boom lusi, dimasukkan atau dicucukkan satu persatu benang lusi
kedalam mata gun lalu kedalam celah-celah lubang sisir dengan menggunakan pisau
cucuk.
8. Penyetelan
Pada proses ini benang lusi dalam lalatan/boom yang sudah dicucukan pada
mata gun dan celah-celah sisir kemudian dipasang pada mesin tenun sehingga benang
dapat ditenun. Kemudian dilanjutkan dengan pemasangan benang pakan yang sudah
berada dalam gulungan palet pada mata teropong, dan dipasangkan pada peluncur
teropong. Penyetelan ini dilakukan oleh mekanik. Guna dari penyetelan ini adalah
untuk mengaturatur motif dan perpaduan warna yang akan dihasilkan. Seperti motif
9. Menenun
Menenun adalah proses menyilang-yilangkan dua set
memasuk-masukkan bena
(benang lusi) yang akhirnya menghasilkan helaian kain.
Agar proses tenunan dapat dilaksanakan dengan baik, perlu diketahui
gerakan-gerakan pokok yang terjadi pada proses tersebut. Sesuai dengan urutannya
maka gerakan tersebut adalah:
a. pembukaan mulut lusi yaitu membuka benang-benang lusi sehingga
membentuk celah yang disebut mulut lusi.
b. peluncuran pakan yaitu pemasukan atau peluncuran benang pakan
menembus mulut lusi sehingga benang lusi dengan benang pakan saling
menyilang membentuk anyaman.
c. pengetekan yaitu merapatkan benang pakan yang baru diluncurkan kepada
benang pakan sebelumnya yang telah menganyam dengan benang lusi.
d. penggulungan kain yaitu menggulung kain sedikit demi sedikit sesuai
anyaman yang telah terjadi.
e. penguluran lusi yaitu mengulur benang lusi dari gulungannya sedikit demi
sedikit sesuai dengan kebutuhan proses pembentukan mulut lusi dan
penyilangan benang berikutnya.
10.Pengepakan (pemotongan, jahit, cap, packing,)
Setelah proses pertenunan selesai berarti sudah dihasilkan kain sarung dan
dengan ukuran yang diinginkan, maka dilakukan pemotongan. Pemotongan dilakukan
secara manual dengan menggunakan gunting dan alat ukur. Setelah didapatkan
lembaran sarung dan ulos sesuai dengan ukuran, Kemudian dilakukan penjahitan.
Untuk sarung kedua ujungnya disatukan, sedangkan ulos kedua ujung
rumbai-rumbainya dirapikan agar sama panjang. Kemudian sarung dan ulos dilipat dan di
beri cap perusahaan dan kemudian dimasukkan dalam alat packing agar lipatannya
rapi. Kemudian dibungkus dalam plastik transparan dan siap untuk dipasarkan. Untuk
setiap pemasaran satuan yang digunakan adalah 1 kodi (berisi 20 lembar kain).
3.2.8. Pemasaran Sarung Dan Ulos
Pemasaran merupakan suatu proses perpindahan suatu barang atau jasa dari
tangan produsen ke tangan konsumen. Seiring dengan perjalanan sejarah manusia
dalam memenuhi kebutuhannya, ada pihak yang meminta dan ada pihak yang
menawarkan. Pada awal sejarah bahwa pemasaran dilakukan dengan cara pertukaran
barang (barter) dan terus berkembang menjadi perekonomian dengan menggunakan
uang sampai dengan pemasaran yang modern.
Dalam rangka memasarkan barang-barang produksi, produsen selalu
berhubungan dengan konsumen. Konsumen inilah yang membeli barang-barang
produksinya, tanpa konsumen barang-barang yang diproduksi akan percuma saja,
maka untuk menarik hati para konsumen maka produsen akan membuat berbagai
macam stategi agar kegiatan produksi tetap berjalan atau bahkan mendapat
Pemasaran merupakan aspek yang biasanya paling penting dalam sebuah
industri. Pemasaran pada dasarnya dapat diartikan sebagai transaksi jual-beli. Artinya
pemilik barang menjual kepada pembeli pada tingkatan harga yang telah disepakati
dari lokasi yang satu ke lokasi lain atau pada lokasi yang sama. Tetapi karena penjual
sering kali mengalami kesulitan mencari pembeli dan sebaliknya, pembeli kesulitan
mencari penjual, maka muncullah agen-agen pemasaran. Di sini bermunculan
tengkulak, pedagang perantara, pedagang pengumpul dan sebagainya.
Proses pemasaran kain tenun sarung dan ulos dapat dilakukan secara langsung
dan tidak langsung ke konsumen. Pemasaran secara langsung biasanya terjadi
bilamana konsumen mendatangi langsung usaha tenun untuk membeli atau memesan
kain sarung dan ulos yang diinginkan. Melalui distribusi secara langsung ini,
konsumen biasanya mendapatkan harga relatif murah dibanding jika membeli melalui
toko atau pasar, pedagang kecil dan juga pedagang besar. Konsumen yang menempuh
cara seperti ini biasanya yang berlokasi di dekat usaha tenun itu sendiri. Sedangkan
pemasaran tidak langsung dilakukan dengan cara menyalurkan hasil produksi melalui
saluran-saluran perantara, seperti butik, toko, pasar tradisional dan pedagang besar
dan pedagang kecil. Cara seperti ini biasanya dilakukan melalui perjajian antara
perusahaan dengan pedagang perantara jauh hari sebelum transaksi penjualan di
lakukan
Jaringan perdagangan untuk memasarkan hasil produksi tekstil awalnya hanya
mencakup daerah Balige, Laguboti, Porsea saja. Seiring dengan perkembangan yang
Balige saja tetapi juga mencakup daerah Medan, Siantar, Kisaran, Dairi, Samosir,
Tarutung, Siorong-Borong, Pekanbaru, Palembang, dan bahkan sampai ke Pulau
Jawa.
Pemasaran di disekitar daerah, umumnya merupakan tanggung jawab
pembeli atau pemesan. Pembeli atau pemesan yang berasal dari luar Kota Balige
umumnya adalah para pedagang besar yang khusus menjual barang-barang pakaian.
Ada beberapa pembeli datang langsung ke tempat perusahaan dengan membawa
kendaraan sendiri membawa pick-up atau truk dan mengadakan transaksi dengan
perusahaan. kedatangan mereka secara tetap, tergantung pada barang-barang di toko
mereka. Karena itu pemesanan disekitar Balige atau kabupaten Tapanuli Utara,
pengangkutannya menjadi tanggungjawab pembeli karena biasanya para pedagang
kain khususnya para pedagang kecil dan pedagang besar (pedagang profesional
berpindah) yang sepanjang minggu berkeliling dari satu ke onan lain (mengikuti
hari-hari besar onan/pasar besar) diberbagai kota disekitar Tapanuli bahkan sampai pada
daerah Dairi dan Simalungun. Maka dalam setiap sekali seminggu para pedagang
akan mandatangi daerah onan Balige dan mereka juga sekalian singgah dan
melakukan pemesanan kainsarung dan ulos kepada perusahaan.. Pelanggan produk
tenun ulos dan kain sarung yang ada di luar kota biasanya melakukan transaksi jual
beli tiga kali dalam sebulan ke perusahaan. Sedangkan pelanggan ulos dari luar kota
sering menelepon perusahaan agar ulos dan kain sarung dikirim ke daerah pelanggan,
karena keterbatasan waktu dan untuk meminimkan biaya pengiriman. Biaya
mentransfer uang ke nomor rekening perusahaan. Dalam hal pengiriman ulos dan
kain sarung ke luar kota perusahaan biasanya memanfaatkan perusahaan jasa
BAB IV
KEBERADAAN PERTENUNAN BOI-TULUS TEKSTIL DI KECAMATAN
BALIGE
4.1. Keberadaan Pertenunan Boi-Tulus Tekstil Terhadap Masyarakat
4.1.1. Penyediaan Kebutuhan Sandang (Sarung Dan Ulos)
Manusia dalam kelangsungan hidupnya sangat memerlukan berbagai jenis
barang yang mudah dan dapat dipergunakannya. Kebutuhan manusia yang sangat
beragam baik kebutuhan primer dan sekunder yang berupa sandang, pangan dan
kebutuhan lainnya sesuai dengan kemajuan zaman dan peradapan manusia. Oleh
karena itulah dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dapat kita lihat adanya
peredaran berbagai jenis barang dalam masyarakat untuk memenuhi berbagia macam
kebutuhan manusia. Sandang merupakan kebutuhan pokok manusia yang sangat perlu
dipenuhi, setelah pangan dan papan. Dalam hal ini pertenunan Boi-Tulus memiliki
fungsi pemenuhan kebutuhan masyarakat dalam penyediaan sandang berupa kain
sarung dan ulos terutama bagi masyarakat Balige dan sekitarnya secara khusus.
Penggunaan kain sarung bagi masyarakat sangat penting dan beragam.
Sarung sudah menjadi kebutuhan sehari-hari umat muslim, khususnya para pria yang
hendak beribadah. Bahkan di beberapa daerah, sarung menjadi pilihan busana pria
sehari-hari, dan bukannya celana panjang. Ada beberapa daerah yang kaum prianya
memakai sarung untuk upacara-upacara adat yang dikombinasikan dengan baju
pundaknya jika sedang terlibat dalam acara adat. Sarung bisa juga dikenakan pada
saat santai di rumah.
Perempuan yang sudah masuk golongan ibu dan calon ibu, biasanya
memakai sarung. Apalagi kalau menghadiri pertemuan atau acara-acara di seputaran
kampung. Jika ada acara keluarga, tidak biasa perempuan mengenakan hanya celana
panjang, atau mengenakan gaun saja. Mereka selalu melapisinya dengan kain sarung.
Sedangkan penggunaan ulos didominasi oleh masyarakat Batak. Ulos
adalah kain tenun khas Batak berbentuk selendang. Benda sakral ini merupakan
simbol restu, kasih sayang dan persatuan, sesuai dengan pepatah Batak yang
berbunyi: “Ijuk pangihot ni hodong, Ulos pangihot ni holong", yang artinya jika ijuk
adalah pengikat pelepah pada batangnya maka ulos adalah pengikat kasih sayang
antara sesama. Berbagai jenis dan motif ulos menggambarkan makna tersendiri.
Tergantung sifat, keadaan, fungsi, dan hubungan tertentu. Kapan digunakan,
diberikan kepada siapa, dan dalam upacara adat yang bagaimana. Bahkan, berbagai
upacara adat seperti pernikahan, kelahiran, dan kematian, dan ritual lainnya tak dapat
terlaksana tanpa ulos. Melihat peran sentral kain ulos tersebut, nampaknya tidak
berlebihan jika dikatakan bahwa ulos menjadi bagian dari kehidupan orang batak.
Meskipun jumlah tenunan ulos dari tahun ketahun cukup banyak, tetapi permintaan
masyarakat khususnya untuk kegiatan upacara adat Batak masih tetap ada. Ini
disebabkan bahwa dalam adat Batak ulos yang digunakan untuk acara adat tidak
4.1.2. Menciptakan Lapangan Kerja
Peranan pertenun Boi-Tulus Tekstil mampu menyerap tenaga kerja baik
laki-laki dan perempuan di wilayah Balige lambat laun mengalami perkembangan dalam
produksi tenun sarung dan ulos karena kualitas dan mutu yang diutamakan. Dengan
semakin berkembangnya Pertenunan Boi-Tulus semakin banyak pula tenaga kerja
yang diterima karena meningkatnya jumlah produksi dan pemasaran untuk
konsumen. Disamping menghasilkan kualitas mutu yang terjamin pertenunan
Boi-Tulus dalam keberadaannya dapat menyerap tenaga kerja, baik bagi keluarga sendiri
maupun menyerap ataupun dapat menampung tenaga– tenaga kerja diluar keluarga.
Sehingga dapat dikatakan berperan dalam menyerap tenaga kerja khususnya bagi
perempuan karena kebanyakan karyawan yang bekerja adalah perempuan.
Keberadaan Pertenunan Boi-Tulus Tekstil dapat Mengatasi Kesulitan
Terciptanya Lapangan Pekerjaan Bagi Perempuan. Dalam sektor pertanian, laki –laki
yang mengerjakan atau bekerja bertani karena merupakan sumber penghasilan utama.
Banyak perempuan didalam sektor pertanian hanya bertugas membantu suami bukan
menjadi pekerjaan utama. Oleh sebab itu banyak perempuan bekerja sampingan
dengan bekerja menenun salah satunya di pertenunan ini. Menenun sudah menjadi
kegiatan masyarakat khususnya perempuan. Ketrampilan menenun masyarakat
diperoleh secara alamiah dan sudah warisan turun temurun dari orang tua. Oleh sebab
itu bekerja menenun di pertenunan ini dianggap cocok sebagai lapangan pekerjaan
Selain mampu mengatasi kesulitan terciptanya lapangan pekerjaan bagi
perempuan di wilayah kota Balige, Boi-Tulus Tekstil mampu memberikan
pendapatan upah bagi tenaga kerja sesuai dengan kemampuan ketrampilan mereka.
Para tenaga kerja dapat semakin sejahtera karena jika mampu menghasilkan kain
dengan kualitas terbaik sehingga dapat berpengaruh terhadap penghasilan mereka
bisa semakin bertambah. Kebutuhan mereka yang merupakan pekerjaan sampingan
dapat menjadi pekerjaan utama. Dari hasil bekerja di pertenunan Boi-Tulus dapat
digunakan untuk membeli kebutuhan rumah dan menyekolahkan anak.
Jika masyarakat Balige berbicara tentang ‘rejeki pertenunan’. maka bukan
hanya pengusaha dan karyawan pertenunan yang menikmatinya. Tetapi juga sebagian
besar pedagang kain khususnya para pedagang kecil dan pedagang besar (pedagang
profesional berpindah) yang sepanjang minggu berkeliling dari satu ke onan lain
(mengikuti hari-hari besar onan/pasar besar) diberbagai kota disekitar Tapanuli
bahkan sampai pada daerah Dairi dan Simalungun. Golongan pedagang kain ini,
umumnya pedagang yang bermodal kecil maupun besar adalah ujung tombak
pemasaran produk kain tenunan Balige ke seantero Tapanuli Utara dan bahkan keluar
daerah. Sebagaimana diakui oleh seorang ibu tua pedagang kain di onan Balige yang
sudah menjual tenun balige sejak tahun 1970, ia dan teman-temannya turut juga
menikmati keuntungan dari penjualan kain tenun. Kain tenun Balige khususnya kain
sarung dan ulos, memang sempat merajai pasaran kain sejenis pada tahun 1960
sampai pada tahun 1980. Terbuat dari bahan katun dengan harga jual yang lumayan
tapanuli utara yang memeng berdiam di punggung bukit barisan dan sampai akhir
abad ke 20 ini setidaknya menurut pemerintah pusat masih tergolong miskin.42
Visi tersebut jelas menggambarkan betapa kecamatan Balige ingin menjadi
salah satu kota yang ingin terkenal akan perkembangannya baik dalam bidang
dagang, industri, pendidikan, kesehatan, dan juga daerah ini cocok untuk perkotaan.
Perkotaan ditandai dengan tumbuhnya industri, perdagangan, penduduk dan lain-lain.
Sektor pembangunan tersebut harus lebih dioptimalkan agar dapat menghasilkan
Perkembangan industri tenun dibalige menambah ragam jenis pekerjaan yang
dapat dilakoni oleh penduduk. Usaha ini telah memciptakan lapangan kerja baru bagi
pasar tenaga kerja di kecamatan Balige
4.2. Keberadaan Pertenunan Boi-Tulus Tekstil Terhadap Pemerintah
Balige sebagai kota perdagangan dan perindustrian merupakan suatu
pembangunan wilayah. Pembangunan wilayah bertujuan untuk meningkatkan taraf
hidup masyarakat dan kesejahteraan masyarakat yang ada dalam pembangungan.
Begitu juga dengan Balige yang berusaha dalam memajukan kota tanpa
menghilangkan perhatian dalam memajukan masyarakatnya. Kecamatan Balige
mempunyai visi ”Terwujudnya Kecamatan Balige yang memiliki jati diri kota dalam
daerah otonom yang maju, demokratis, berbudaya rukun dan harmonis yang
didukung oleh masyarakat Balige yang beriman, bermoral, tangguh, produktif,
berdaya saing dan mampu bekerja sama dalam wadah Negara kesatuan Republik
Indonesia.”
42 Wawancara
suatu energy dalam mencapai suatu pembangunan. Keseriusan pemerintah dalam
pengembangan kawasan industry bukanlah suatu hal yang mengherankan melihat
dampak positif/keuntungan yang dapat diperoleh dari pengembangan kawasan
industry bagi perkembangan lingkungan di sekitarnya. Keuntungaun pertama yang
dapat diperoleh dari pengembangan kawasan industry adalah untuk memacu
pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi.
Seperti yang sudah dijelaskan perindustrian dan perdagangan menjadi
andalan kota Balige. Berdiri industri-industri di mana produknya siap diperdagangkan
yang memberikan pengaruh kepada B