PENGARUH PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE JIGSAW TERHADAP KEMAMPUAN PEMAHAMAN KONSEP DAN
KOMUNIKASI MATEMATIK SISWA SMP NEGERI 4 PERCUT SEI TUAN
TESIS
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Dalam Memperoleh Gelar Magister Pendidikan
Program Studi Pendidikan Matematika
OLEH : SITI HADIJAH NIM : 8106172050
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA SEKOLAH PASCASARJANA
i ABSTRAK
Siti Hadijah. Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan. Tesis. Program Pascasarjana Universitas Negeri Medan. 2015.
Jenis penelitian ini adalah kuasi eksperimen. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan. Untuk mengetahui interaksi kemampuan awal dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematik pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan. Analisis data untuk mengethaui pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw menggunakan analisis regresi linear sederhana dan untuk mengetahui terdapat tidaknya interaksi antara kemampuan awal dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematik siswa menggunakan ANAVA dua jalur. Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan pemahaman konsep matematik siswa, (2) Terdapat pengaruh yang signifikan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa, (3) Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dan model pembelajaran terhadap kemampuan pemahaman konsep matematik siswa, dan (4) Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dan model pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw memberikan pengaruh terhadap kemampuan pemahaman konsep matematik dan kemampuan komunikasi matematik siswa. Sehingga disarankan kepada para pembaca untuk dapat mengimplementasikan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di dalam pembelajaran sebagai upaya perbaikan proses pembelajaran matematika di kelas.
ii ABSTRACT
Siti Hadijah. The influence of Cooperative Learning Types Jigsaw to Capabilities Concept and Mathematical Communication Ability Students of SMP 4 Percut Sei Tuan. Thesis. State University of Medan. Post Graduate Program. 2015.
Type of this study is quasi-experimental. The purpose of this study was to determine the influence of cooperative learning type Jigsaw on the ability of understanding mathematical concepts and communication in class VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan. To determine the initial capability of interaction and cooperative learning of Jigsaw to the understanding of mathematical concepts and communication capabilities in Class VIII students of SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan. Data analysis to determine the effect Jigsaw cooperative learning using simple linear regression analysis and to determine whether there is interaction between prior knowledge and learning of Jigsaw cooperative toward understanding mathematical concepts and communication skills of students using ANOVA two ways. The results showed that (1) There is significant influence cooperative learning model of Jigsaw on the ability of understanding the concept of mathematical students, (2) There is a significant influence of cooperative learning model of Jigsaw on communication skills math student, (3) There is no interaction between prior knowledge mathematics and learning model for students' ability of understanding mathematical concepts, and (4) There is no interaction between prior knowledge of mathematics and learning models for mathematical communication skills of students. From the results of this study concluded that cooperative learning of Jigsaw impact the ability of understanding mathematical concepts and mathematical communication skills of students. So it is recommended to the reader to be able to implement Jigsaw cooperative learning in order to improve the process of learning as the learning of mathematics in the classroom
iii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan yang Maha Kuasa, atas limpahan berkat, rahmat, dan karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw
Terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik Siswa SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan” ini dapat diselesaikan. Penyusunan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Pendidikan pada Program Studi Pendidikan Matematika PPs UNIMED Medan.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1) Bapak Prof. Dr. Hasratuddin, M.Pd selaku pembimbing I dan Bapak Dr. E. Elvis Napitupulu, M.S selaku pembimbing II, yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh ketelitian, kesabaran, kesediaannya menerima keluh kesah penulis, dan pengertian yang luar biasa dalam membimbing penulis di sela-sela kesibukannya.
2) Bapak Prof. Dr. Asmin, M.Pd., Ibu Dra. Ida Karnasih, M.Sc, Ph.D., dan Bapak Dr. Edy Surya, M.Si selaku nara sumber yang telah memberikan banyak masukan.
iv
4) Kepala sekolah SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan, yang telah memberikan izin penelitian kepada peneliti.
5) Teman-teman seperjuangan yang juga banyak memberikan masukan bagi penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.
Dalam penyelesaian tesis ini penulis telah berupaya dengan semaksimal mungkin, namun penulis menyadari masih banyak kelemahan baik dari segi isi maupun tata bahasa, dan apa yang diuraikan mungkin masih jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca demi sempurnanya penulisan tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat dalam memperkaya khazanah ilmu pendidikan.
Medan, Agustus 2015 Penulis,
v DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR TABEL ... vii
DAFTAR LAMPIRAN ... ix
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1Latar Belakang Masalah ... 1
1.2Identifikasi Masalah ... 21
1.3Pembatasan Masalah ... 22
1.4Rumusan Masalah ... 22
1.5Tujuan Penelitian ... 22
1.6Manfaat Penelitian ... 23
BAB II KAJIAN TEORETIS ... 25
2.1.Hakikat Hasil Belajar Matematika ... 25
2.2.Hakikat Belajar dan Pembelajaran ... 33
2.3.Pemahaman Konsep Matematika ... 36
2.4.Kemampuan Komunikasi Matematik ... 42
2.5.Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw ... 50
2.6.Pembelajaran Konvensional ... 59
2.7.Teori Belajar Pendukung... 61
2.8.Penelitian yang Relevan ... 70
2.9.Kerangka Konseptual ... 71
2.10. Pengajuan Hipotesis ... 75
BAB III METODE PENELITIAN ... 77
3.1.Jenis Penelitian ... 77
3.2.Tempat dan Waktu Penelitian ... 77
3.3.Populasi dan Sampel ... 78
3.4.Definisi Operasional... 80
3.5.Variabel Penelitian ... 81
3.6.Desain Penelitian ... 82
3.7.Instrumen Penelitian... 84
3.8.Uji Coba Instrumen ... 88
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 94
4.1.Deskripsi Hasil Penelitian ... 94
4.2.Pembahasan ... 114
4.3.Keterbatasan Penelitian ... 128
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 130
5.1.Kesimpulan ... 130
5.2.Saran ... 131
vi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1.1. (a) dan (b) Proses Penyelesaian Jawaban Tes Pemahaman Konsep Siswa... 8 1.2. (a) dan (b) Proses Penyelesaian Jawaban Siswa pada Tes
Komunikasi Matematik ... 11 4.1. Interaksi antara Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap
Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa dan Model
Pembelajaran Kooperatif tipe Jigsaw ... 112 4.2. Interaksi antara Kemampuan Awal Matematika Siswa terhadap
Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa dan Model
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
1.1. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP
Negeri 4 Percut Sei Tuan ... 9
1.2. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan ... 12
2.1. Perbedaan Kelompok Belajar Kooperatif dengan Kelompok Belajar Konvensional ... 50
3.1. Rekapitulasi SMP di Kecamatan Percut Sei Tuan Tahun Ajaran 2014/2015 ... 77
3.2. Jumlah Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan ... 78
3.3. Desain Penelitian ... 81
3.4. Keterkaitan antara Variabel Bebas, Terikat, dan Kontrol ... 82
3.5. Kisi-Kisi Tes Pemahaman Konsep Matematika ... 84
3.6. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Konsep Matematik ... 84
3.7. Kisi-Kisi Tes Kemampuan Komunikasi Matematik ... 86
3.8. Pedoman Penskoran Tes Kemampuan Komunikasi Matematik 86 3.9. Kategori Nilai Koefisien Korelasi ... 87
3.10. Validitas Butir Soal Tes Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematika ... 89
3.11. Reliabilitas Tes Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik ... 90
3.12. Indeks Kesukaran Butir Soal Tes Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematika ... 91
3.13. Daya Pembeda Butir Soal Tes Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematika ... 92
4.1. Deskripsi Data Nilai Tes KAM Siswa Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol ... 95
4.2. Hasil Uji Normalitas Data Kemampuan Awal Matematika Siswa ... 96
4.3. Hasil Uji Homogenitas Data Nilai KAM ... 97
4.4. Hasil Uji Perbedaan Rata-Rata Nilai KAM ... 98
4.5. Deskripsi Data Post Test Kemampuan Pemahaman Konsep Siswa ... 99
4.6. Hasil Uji Normalitas Data Post Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa ... 100
4.7. Hasil Uji Homogenitas Data Post Tes Kemampuan Pemahaman Konsep Matematik Siswa ... 102
4.8. Deskripsi Data Post Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 103
4.9. Hasil Uji Normalitas Data Post Tes Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa ... 104
viii
4.11. Interpretasi Koefisien Korelasi Data Kemampuan Pemahaman
Konsep Matematik Siswa ... 106 4.12. Ringkasan Model ... 107 4.13. Taraf Signifikansi dan Koefisien Regresi ... 107 4.14. Interpretasi Koefisien Korelasi Data Kemampuan Komunikasi
Matematik Siswa ... 109 4.15. Ringkasan Model ... 109 4.16. Taraf Signifikansi dan Koefisien Regresi ... 109 4.17. Hasil Uji ANOVA 2 Jalur Interaksi Pemahaman Konsep
Matematik Siswa terhadap Kemampuan Awal Matematika ... 111 4.18. Hasil Uji ANOVA 2 Jalur Interaksi Komunikasi Matematik
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan salah satu aspek dalam kehidupan yang memegang
peranan penting sehingga suatu negara dapat mencapai sebuah kemajuan dalam
teknologinya, jika pendidikan dalam negara itu baik kualitasnya. Tinggi
rendahnya kualitas pendidikan dalam suatu negara dipengaruhi oleh banyak
faktor, baik siswanya, pengajar (guru), sarana prasarana, dan faktor lingkungan
sekolah. Selain itu, proses pendidikan juga harus mempertimbangkan kebutuhan
siswa, orang tua, dan masyarakat serta kemajuan zaman yang semakin canggih,
yang dituangkan dalam kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia nomor
20 tahun 2003 pasal 1 bab 1 disebutkan bahwa “kurikulum adalah seperangkat
rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk
mencapai tujuan pendidikan tertentu”.
Kehadiran KTSP tidak lepas dari kurikulum sebelumnya, yakni KBK
(kurikulum berbasis kompetensi). KTSP sebagai hasil dari penjabaran
Permendikbud No. 65 Tahun 2013 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan
Menengah yang mengisyaratkan tentang perlunya proses pembelajaran yang
dipandu dengan kaidah-kaidah pendekatan saintifik atau ilmiah. Sebagaimana
disebutkan Sudrajat (2013) bahwa kehadiran KTSP menjadikan siswa lebih aktif
dalam mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, juga dapat mendorong
2
fenomena atau kejadian. Artinya, dalam proses pembelajaran, siswa dibelajarkan
dan dibiasakan untuk menemukan kebenaran ilmiah, bukan diajak untuk beropini
dalam melihat suatu fenomena. Dengan demikian, KTSP lebih menargetkan pada
capaian keberhasilan siswa dalam setiap proses belajarnya.
Keberhasilan siswa dalam proses belajarnya dapat dilihat dari perubahan
sikap dan tingkah laku atau dari prestasi hasil pembelajaran yang dicapai oleh
anak didik yang telah mendapat proses pembelajaran. Tetapi tidak semua kegiatan
belajar mengajar bisa mendapatkan hasil yang optimal sesuai yang diinginkan
oleh guru dalam mencapai KKM yang telah ditetapkan.
Salah satu mata pelajaran di sekolah yang dapat mengajak siswa untuk
mengasah otaknya adalah matematika. Kemendikbud (2013:iii) mengemukakan
matematika adalah bahasa universal untuk menyajikan gagasan atau pengetahuan
secara formal dan presisi sehingga tidak memungkinkan terjadinya multi tafsir.
Penyampaiannya adalah dengan membawa gagasan dan pengetahuan konkret ke
bentuk abstrak melalui pendefinisian variabel dan parameter sesuai dengan yang
ingin disajikan. Penyajian dalam bentuk abstrak melalui matematika akan
mempermudah analisis dan evaluasi selanjutnya.
Permasalahan terkait gagasan dan pengetahuan yang disampaikan secara
matematis dapat diselesaikan dengan prosedur formal matematika yang
langkahnya sangat presisi dan tidak terbantahkan. Karenanya matematika
berperan sebagai alat komunikasi formal paling efisien. Kemendikbud (2013:iii)
juga mengemukakan dalam pembelajaran matematika diperlukan kemampuan
3
variabel dan parameter, mencari keterkaitan antar variabel dan dengan parameter,
membuat dan membuktikan rumusan matematika suatu gagasan, membuktikan
kesetaraan antar beberapa rumusan matematika, menyelesaikan model abstrak
yang terbentuk, dan mengkonkretkan nilai abstrak yang diperoleh. Melalui
pembelajaran matematika diharapkan siswa memiliki pengalaman belajar:
(1) terlatih berpikir kritis dan kreatif; (2) menemukan ilmu pengetahuan dari
pemecahan masalah nyata; (3) dilatih bekerjasama secara berkelompok untuk
menemukan solusi permasalahan; (4) dilatih menemukan ide-ide secara bebas dan
terbuka; dan (5) merasakan manfaat matematika dalam kehidupan sehari-hari.
Matematika merupakan ilmu yang mempunyai ciri-ciri khusus, salah
satunya adalah penalaran dalam matematika yang bersifat deduktif aksiomatis
yang berkenaan dengan ide-ide, konsep-konsep, dan simbol-simbol yang abstrak
serta tersusun secara hierarkis, sehingga dalam pendidikan dan pengajaran
matematika perlu ditangani secara khusus pula. Cockroft (dalam Bintoro,
2015:72) mengemukakan alasan tentang perlunya belajar matematika yaitu:
karena selalu digunakan dalam segala segi kehidupan. Matematika merupakan sarana komunikasi yang kuat, singkat, dan jelas, dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai cara, meningkatkan kemauan berpikir logis, ketelitian, dan kesadaran keruangan serta memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah yang menantang.
Alasan pentingnya matematika untuk dipelajari karena begitu banyak
kegunaannya antara lain: dengan belajar matematika kita mampu berhitung dan
mampu melakukan perhitungan-perhitungan lainnya, matematika merupakan
persyaratan untuk beberapa mata pelajaran lainnya, dengan belajar matematika
4
diharapkan siswa mampu menjadi manusia yang berpikir logis, kritis, tekun,
bertanggung jawab dan mampu menyelesaikan persoalan (Ruseffendi, 1991:70).
Schoenfeld (Uno, 2011:130) menyatakan belajar matematika berkaitan dengan
apa dan bagaimana menggunakannya dalam membuat keputusan untuk
memecahkan masalah. Matematika melibatkan pengamatan, penyelidikan, dan
keterkaitannya dengan fenomena fisik dan sosial. Dari pendapat di atas dapat
disimpulkan bahwa pembelajaran matematika di sekolah dapat memberikan siswa
kemampuan menalar dan memahami hal-hal yang terjadi di sekitarnya. Hal ini
mengindikasi bahwa pembelajaran matematika penting diberikan di sekolah
dengan tujuan memberikan kemampuan berpikir logis kepada siswa untuk
memahami berbagai situasi (kondisi) yang ada di sekitarnya.
Di antara kemampuan matematika yang sangat penting untuk
dikembangkan adalah kemampuan pemahaman konsep. Pemahaman suatu konsep
dengan baik sangatlah penting bagi siswa, karena dalam memecahkan masalah
siswa harus mengetahui aturan-aturannya yang relevan dan aturan-aturan ini
didasarkan pada konsep-konsep yang diperolehnya. Pengertian pemahaman
dikemukakan oleh Bloom (Siregar, 2013:55) bahwa:
Pemahaman mencakup tujuan, tingkah laku, atau tanggapan yang mencerminkan sesuatu pemahaman pesan tertulis yang termuat dalam satu komunikasi. Oleh sebab itu siswa dituntut memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan dan dapat memanfaatkan isinya tanpa keharusan menghubungkan dengan hal-hal yang lain.
Sedangkan menurut Duffin dan Simpson (Kesumawati, 2008:230)
pemahaman konsep sebagai kemampuan siswa untuk: (1) menjelaskan konsep,
5
dikomunikasikan kepadanya, (2) menggunakan konsep pada berbagai situasi yang
berbeda, dan (3) mengembangkan beberapa akibat dari adanya suatu konsep.
Dalam hal ini, siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan,
mengetahui apa yang sedang dikomunikasikan, dan dapat memanfaatkan isinya
tanpa keharusan untuk menghubungkan dengan hal-hal yang lain.
Selanjutnya, NCTM (1989: 223) menyatakan bahwa pemahaman terhadap
konsep matematika dapat dilihat dari kemampuan siswa dalam: (1)
Mendefinisikan konsep secara verbal dan tulisan; (2) Mengidentifikasi dan
membuat contoh dan bukan contoh; (3) Menggunakan model, diagram dan
simbol-simbol untuk merepresentasikan suatu konsep; (4) Mengubah suatu bentuk
representasi ke bentuk lainnya; (5) Mengenal berbagai makna dan interpretasi
konsep; (6) Mengidentifikasi sifat-sifat suatu konsep dan mengenal syarat yang
menentukan suatu konsep; (7) Membandingkan dan membedakan konsep-konsep.
Siswa dikatakan telah memahami suatu konsep jika siswa dapat
menjelaskan suatu informasi dengan kata-kata sendiri. Dalam hal ini siswa
dituntut tidak hanya sebatas mengingat sesuatu bahan pelajaran tetapi juga mampu
menjelaskan kembali informasi yang diperoleh dengan menggunakan
kata-katanya sendiri meskipun penjelasan tersebut susunan kata-kata-katanya tidak sama
dengan apa yang diberikan kepada siswa akan tetapi kandungan maknanya tetap
sama.
Dari hasil nilai rata-rata raport yang penulis peroleh dari guru kelas VIII
SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan, disimpulkan bahwa nilai rata-rata Matematika
6
Kriteria Ketuntasan Minimal). Rendahnya nilai raport siswa tersebut
mengindikasikan bahwa pembelajaran matematika harus ditingkatkan.
Peningkatan hasil belajar matematika siswa dapat dilakukan dengan
meningkatkan pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematik. Hal
ini dikarenakan, kemampuan siswa dalam menjawab soal-soal matematika sangat
ditentukan oleh kemampuannya memahami konsep matematika dan
mengkomunikasikannya dalam bentuk tulisan/ gambar.
Kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik sangat
diperlukan untuk membangun kemampuan matematik pada diri seorang siswa.
Pemahaman konsep dan komunikasi matematik merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi. Pemahaman konsep membantu perkembangan komunikasi
matematik siswa dan sebaliknya. Dengan memahami materi pelajaran
matematika, siswa mampu mengkomunikasikan pemahamannya kepada siswa
lain. Selain itu dengan komunikasi matematik yang tepat, siswa yang
mendengarkan penjelasan secara lisan maupun tulisan dapat lebih memahami
materi pelajaran.
Pada proses pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk
memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan
yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abtraksi). Melalui pengamatan
terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan siswa mampu menangkap
pengertian suatu konsep. Tidak hanya sekadar menghafal rumus-rumus
matematika saja akan tetapi siswa juga harus dapat menggunakan ilmu
7
mereka. Penyajian permasalahan yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
dalam mata pelajaran matematika membawa siswa untuk mengerti manfaat dari
ilmu yang mereka pelajari. Konsep-konsep dalam matematika saling berkaitan
satu dengan yang lainnya membentuk struktur yang tersusun secara hierarkis
artinya suatu konsep merupakan konsep yang mendasari konsep lainnya. Sehingga
apabila ada siswa yang kesulitan dalam memahami sebuah konsep dan konsep
tersebut mendasari konsep berikutnya maka kemungkinan siswa gagal memahami
konsep baru tersebut. Dalam hal ini, setiap siswa mempunyai ide-ide, persepsi
yang berbeda memandang objek yang diabstraksikannya, tergantung pada konsep
dan pengalaman yang dialami siswa sebelumnya.
Dari observasi awal diperoleh pemahaman konsep siswa terhadap materi
matematika dengan contoh 2 soal berikut.
Soal pertama:
1.Perhatikan gambar berikut :
Dari gambar tersebut :
a. Tuliskan ciri-ciri dari kubus dan balok ! ( Sisi, Rusuk dan Titik sudut )
b. Gambarlah kubus dengan panjang sisi 5 satuan.
9
Dari kedua soal pemahaman konsep di atas yang diberikan guru, terlihat
siswa kurang memahami permasalahan matematika masih rendah. Dari tiga
indikator pemahaman konsep yang diberikan peneliti, siswa menunjukkan hasil
[image:21.595.98.518.190.383.2]yang kurang baik sebagaimana dirangkum pada tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1. Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan
No Aspek
Pemahaman Konsep
Pemahaman Siswa Banyak Siswa Yang Diuji Paham Kurang Paham
1 Menyatakan ulang suatu
konsep dengan bahasa sendiri 13 37 50
2 Memberi contoh dan bukan
contoh 11 39 50
3 Mengaplikasikan konsep ke
dalam penyelesaian soal 18 32 50
Sumber: Dokumentasi awal peneliti, diolah 2014
Pada tabel 1.1 dapat dijelaskan bahwa pemahaman konsep matematika
siswa masih kurang baik yang ditandai dengan: (1) hanya 26% (13 siswa) yang
dapat menyatakan ulang suatu konsep matematika yang diberikan guru dengan
bahasanya sendiri; (2) hanya 22% (11 siswa) yang dapat memberikan contoh dan
bukan contoh di buku terkait dengan konsep yang diberikan guru; dan (3) hanya
36% (18 siswa) yang dapat mengaplikasikan konsep matematika yang diberikan
guru untuk menyelesaikan soal-soal latihan yang diberikan. Kondisi ini jelas
menggambarkan bahwa pemahaman konsep siswa dalam pembelajaran
matematika harus terus diperbaiki/ ditingkatkan, mengingat pemahaman konsep
matematika yang baik dapat mempermudah siswa memahami materi-materi dan
pemecahan masalah yang diberikan guru.
Selain pemahaman konsep matematika, hasil belajar matematika juga
dipengaruhi kemampuan siswa dalam komunikasi matematiknya. Pentingnya
10
menyatakan bahwa program pembelajaran matematika sekolah harus memberi
kesempatan kepada siswa untuk: (1) menyusun dan mengaitkan mathematical
thinking mereka melalui komunikasi; (2) mengkomunikasikan mathematical
thinking mereka secara logis dan jelas kepada teman-temannya, guru, dan orang
lain; (3) menganalisis dan menilai mathematical thinking dan strategi yang
dipakai orang lain; dan (4) menggunakan bahasa matematika untuk
mengekspresikan ide-ide matematika secara benar. Kemampuan komunikasi
matematik yang baik mempermudah siswa memahami dan melanjutkan
pembelajarannya ke tingkat yang lebih tinggi.
Menurut NCTM (1989:214), kemampuan siswa dalam komunikasi
matematis pada pembelajaran matematika dapat dilihat dari: (1) kemampuan
mengekspresikan ide-ide matematika melalui lisan, tertulis, dan
mendemonstrasikannya serta menggambarkannya secara visual; (2) kemampuan
memahami, menginterpretasikan, dan mengevaluasi ide-ide matematika baik
secara lisan maupun dalam bentuk visual lainnya; dan (3) kemampuan dalam
menggunakan istilah-istilah, notasi-notasi matematika dan struktur-strukturnya
untuk menyajikan ide, menggambarkan hubungan-hubungan dan model-model
situasi.
Observasi awal yang dilakukan penulis masih menunjukkan kemampuan
komunikasi siswa tergolong rendah. Hasil ini diperoleh dengan memberikan 2
12
Dari kedua soal kemampuan komunikasi matematika di atas, terlihat siswa
kurang memahami permasalahan matematika masih rendah. Hasil jawaban yang
diberikan siswa kelas VIII menunjukkan kemampuan komunikasi matematik
masih rendah. Dari tiga indikator kemampuan komunikasi matematik yang
diberikan peneliti, siswa menunjukkan hasil yang kurang baik sebagaimana
[image:24.595.89.521.218.471.2]dirangkum pada tabel 1.2 berikut.
Tabel 1.2. Kemampuan Komunikasi Matematik Siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan
No Aspek Kemampuan Komunikasi Matematik
Kemampuan Komunikasi
Matematik Jumlah Siswa Yang Diuji Baik Belum Baik
1 Menyatakan gambar ke dalam
ide matematika 19 31 50
2 Menyatakan situasi atau ide-ide matematika dalam bentuk gambar
17 33 50
3 Menyatakan ide matematika ke
dalam model matematika 14 36 50
Sumber: Dokumentasi awal peneliti, diolah 2014
Pada tabel 1.2 dapat dijelaskan bahwa pemahaman konsep matematika
siswa masih kurang baik yang ditandai dengan: (1) hanya 38% (19 siswa) yang
dapat menyatakan/ menggunakan gambar dengan tepat kedalam ide matematika
untuk menyelesaikan soal latihan yang diberikan guru; (2) hanya 34% (17 siswa)
yang dapat menyatakan ide-idenya dalam bentuk gambar matematika untuk
menyelesaikan soal latihan yang diberikan guru; dan (3) hanya 28% (14 siswa)
yang dapat dengan baik menyatakan ide matematika ke dalam model matematika.
Kondisi di atas menggambarkan bahwa kemampuan komunikasi matematik siswa
dalam pembelajaran matematika harus terus ditingkatkan, mengingat kemampuan
komunikasi matematik dapat mempermudah siswa memahami materi-materi dan
13
Priatna (2008:33) menyatakan tingkat penguasaan siswa terhadap
pemahaman pelajaran matematika sangat rendah. Rendahnya penguasaan siswaa
pada mata pelajaran dapat disebabkan kemampuan awal yang dimiliki
sebelumnya. Sebagaimana diketahui untuk mempelajari materi matematika,
seorang siswa harus memiliki kemampuan dalam penjumlahan bilangan,
perkalian, pembagian, konsep teori, dan sebagainya. Tanpa pengetahuan
materi-materi dasar matematika, siswa kesulitan mengikuti pembelajaran matematika
materi selanjutnya. Hal ini mengingat pembelajaran matematika merupakan mata
pelajaran yang terkait dari satu materi ke materi lainnya, dan setiap materi
menuntut kemampuan awal siswa pada materi sebelumnya. Bruner (dalam Tim
MKPBM, 2001:44) menyatakan belajar matematika lebih berhasil apabila proses
pembelajaran diarahkan kepada konsep-konsep dan struktur-struktur yang terbuat
dalam pokok bahasan yang diajarkan, di samping hubungan yang terkait antara
konsep-konsep dan struktur-struktur. Dengan demikian, untuk berhasil pada
pembelajaran matematika setiap siswa harus memiliki kemampuan awal yang
baik.
Pada proses pembelajaran matematika, para siswa dibiasakan untuk
memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan
yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abtraksi). Melalui pengamatan
terhadap contoh-contoh dan bukan contoh diharapkan siswa mampu menangkap
pengertian suatu konsep. Selanjutnya dengan abstraksi ini, siswa dilatih untuk
membuat perkiraan, terkaan, atau kecenderungan berdasarkan kepada pengalaman
14
(generalisasi). Di dalam proses penalarannya dikembangkan pola pikir induktif
maupun deduktif. Namun tentu kesemuanya itu harus disesuaikan dengan
perkembangan kemampuan siswa, sehingga pada akhirnya sangat membantu
kelancaran proses pembelajaran matematika di sekolah.
Melalui penanganan secara khusus ini diharapkan dapat menciptakan
generasi penerus bangsa yang dapat menguasai matematika dengan baik dan
akhirnya nanti mereka dapat menerapkan matematika dalam kehidupan
sehari-hari. Tidak hanya sekadar menghafal rumus-rumus matematika saja tetapi siswa
juga harus dapat menggunakan ilmu matematika untuk memecahkan
permasalahan yang ada di sekitar kehidupan mereka. Penyajian permasalahan
yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari dalam mata pelajaran
matematika membawa siswa untuk mengerti manfaat dari ilmu yang mereka
pelajari. Hendaknya dalam pembelajaran matematika, seorang guru tidak
menyekat secara ekstrim pelajaran matematika sebagai penyajian materi-materi
matematika belaka. Topik-topik dalam matematika sebaiknya tidak disajikan
sebagai materi secara parsial, tetapi sebaiknya diintegrasikan antara satu topik
dengan topik yang lainnya, bahkan dengan bidang lain. Matematika harus
diperkenalkan dan disajikan kedalam kehidupan kita. Menyajikan matematika
hanya sebagai kumpulan fakta-fakta saja tidak akan menumbuhkan kebermaknaan
dan hakikat matematika sebagai queen of the science dan sebagai pelayan bagi
ilmu lain.
Jika mengajarkan matematika sekadar sebagai sebuah penyajian tentang
15
baik, tidak cerdas melihat hubungan sebab akibat, dan tidak pandai memecahkan
masalah. Padahal dalam menghadapi perubahan masa depan yang cepat, bukan
pengetahuan saja yang diperlukan, tetapi kemampuan mengkaji dan berpikir
(bernalar) secara logis, kritis, dan sistematis. Pemahaman konsep adalah kekuatan
yang terkait antara informasi yang terkandung dalam konsep yang dipahami
dengan skemata yang telah dimilikinya sebelumnya (Hiebert dalam Afrianti,
2011:20). Dalam pembelajaran matematika para siswa dibiasakan untuk
memperoleh pemahaman melalui pengalaman tentang sifat-sifat yang dimiliki dan
yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek (abstraksi). Pemahaman konsep
sangatlah penting karena untuk memahami konsep yang baru diperlukan syarat
pemahaman konsep sebelumnya.
Dalam pembelajaran matematika di kelas juga dipengaruhi oleh model
pembelajaran yang digunakan guru. Dalam penggunaan model konvensional di
kelas, guru menjelaskan materi kemudian siswa dituntun dalam menyelesaikan
masalah, sehingga siswa kurang aktif dan hal ini mengakibatkan jika siswa diberi
soal yang berbeda dengan soal latihan, mereka kebingungan karena tidak tahu
harus mulai darimana mereka bekerja. Selain pendekatan guru yang kurang tepat,
peneliti juga mengadakan wawancara dengan siswa dan memperoleh informasi
bahwa proses pembelajaran pada kelas tersebut masih konvensional. Seyogyanya
guru sudah meninggalkan model konvensional menuju ke arah pembelajaran yang
lebih maju dan inovatif sesuai dengan perkembangan kemajuan dalam proses
pembelajaran. Oleh sebab itu guru dihadapkan pada tantangan nyata untuk
16
Rendahnya partisipasi siswa dalam pembelajaran model konvensional,
antara lain disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut: (1) siswa kurang
memiliki kemampuan untuk merumuskan gagasan sendiri; (2) siswa kurang
memiliki keberanian untuk menyampaikan pendapat kepada orang lain; dan
(3) siswa belum terbiasa bersaing menyampaikan pendapat kepada orang lain.
Tetapi dalam hal ini apakah guru terlepas dari kesalahan dalam pelaksanaan
penyajian materi pembelajaran di kelas. Diharapkan dengan model pembelajaran
yang baru, pembelajaran matematika menjadi berpusat pada siswa. Oleh sebab itu,
pendekatan pembelajaran yang berpusat pada guru tersebut harus diimbangi
dengan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa yang akhirnya
diharapkan dapat meningkatkan proses belajar siswa sehingga meningkatkan hasil
belajar siswa.
Salah satu cara yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi permasalahan
siswa dalam pembelajaran Matematika adalah dengan menerapkan model
pembelajaran yang sesuai. Model pembelajaran yang sebaiknya diterapkan adalah
model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa untuk
mengkonstruksi pengetahuannya sendiri sehingga siswa lebih mudah untuk
memahami konsep-konsep yang diajarkan dan mengkomunikasikan ide-idenya
dalam bentuk lisan maupun tulisan.
Sumarmo (2003:6) mengemukakan dengan mengacu pada tuntutan dan
harapan yang harus dimiliki oleh seorang guru matematika, maka pembelajaran
matematika termasuk evaluasi hasil belajar siswa yang hendaknya mengutamakan
17
1. Kemampuan mengajak, menyusun konjektur, dan menalar secara logik.
2. Menyelesaikan soal yang tidak rutin. 3. Menyelesaikan masalah (problem solving).
4. Berkomunikasi secara matematik.
5. Mengkaitkan ide matematik dengan kegiatan intelektual lainnya.
Dalam pembelajaran di kelas salah satu pendekatan pembelajaran yang
digunakan adalah model pembelajaran kooperatif. Eggen dan Kauchak (1996:279)
menyatakan model pembelajaran kooperatif merupakan pembelajaran yang
melibatkan kelompok dimana siswa bekerja secara berkolaborasi untuk mencapai
tujuan bersama. Model pembelajaran kooperatif merupakan model pembelajaran
yang saat ini banyak digunakan untuk mewujudkan kegiatan belajar mengajar
yang berpusat pada siswa, terutama untuk mengatasi permasalahan yang
ditemukan guru dalam mengaktifkan siswa yang tidak dapat bekerja sama dengan
orang lain dan yang tidak peduli dengan orang lain. Model pembelajaran ini akan
mendorong siswa untuk melakukan kerja sama dalam kegiatannya seperti diskusi
atau pengajaran teman sebaya (peer teaching).
Sejalan dengan hasil penelitian Tastra, Marhaeni, I Wayan (2013) yang
mengungkapkan bahwa model pembelajaran Jigsaw dapat meningkatkan
partisipasi siswa dalam pembelajaran di kelas. Isjoni (2010) menyebutkan bahwa
pembelajaran kooperatif akan berjalan baik di kelas yang kemampuannya merata,
mamun sebenarnya kelas dengan kemampuan siswa yang bervariasi lebih
membutuhkan model kooperatif karena dengan mencampurkan siswa dengan
kemampuan yang beragam, maka siswa yang kurang akan sangat terbantu dan
termotivasi oleh siswa yang lebih dan siswa yang lebih akan semakin terasah
18
kemampuan yang beragam maka pembelajaran kooperatif sangat efektif untuk
diterapkan. Dengan pembelajaran kooperatif terdapat beberapa keunggulan, yaitu:
(1) pembelajaran kooperatif memberi peluang kepada siswa agar mengemukakan
dan membahas suatu pandangan, pengalaman, yang diperoleh siswa belajar secara
bekerjasama dalam merumuskan ke arah suatu pandangan kelompok;
(2) pembelajaran kooperatif memungkinkan siswa untuk meraih keberhasilan
dalam belajar yang melatih siswa untuk memiliki keterampilan berpikir (thingking
skill) dan keterampilan sosial (social skill); (3) memungkinkan siswa untuk
mengembangkan pengetahuan, kemampuan dan keterampilan secara penuh dalam
suasana belajar yang terbuka dan demokratis; dan (4) menimbulkan motivasi yang
tinggi pada siswa karena didorong dan didukung oleh rekan sebaya (Isjoni, 2010).
Di dalam kelas kooperatif siswa belajar bersama dalam
kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari 4 – 6 orang siswa yang sederajat tetapi heterogen,
kemampuan, jenis kelamin, suku atau ras, dan satu sama lain saling membantu.
Tujuan dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan
kepada semua siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan
kegiatan belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok
adalah mencapai ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling
membantu teman sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Karp dan Yoels (dalam Isjoni, 2010:19) menyebutkan salah satu metode
yang melibatkan siswa belajar bekerjasama di dalam kelompok belajar yang kecil
untuk menyelesaikan tugas adalah pembelajaran kooperatif. Model pembelajaran
19
sikap belajar serta pencapaian dalam mata pelajaran matematika dapat digunakan
di antaranya adalah model pembelajaran tipe Jigsaw. Maka untuk pembelajaran
memahami matematika, dipilih metode pembelajaran kooperatif Model Jigsaw.
Model pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw dipilih oleh penulis karena
merupakan salah satu alternatif untuk memecahkan permasalahan dalam proses
pembelajaran. Model pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw lebih memotivasi
siswa untuk bekerja sama dalam menemukan sesuatu, menumbuhkan rasa gotong
royong, mengolah informasi dan meningkatkan keterampilan berkomunikasi,
sehingga keempat aspek keterampilan dapat dikembangkan.
Hasil penelitian Palennari (2011) menyatakan pembelajaran dengan tipe
kooperatif Jigsaw dapat meningkatkan pemahaman konsep. Pemahaman konsep
matematika merupakan salah satu aspek yang penting dalam matematika. Selain
pemahaman konsep untuk peningkatan hasil belajar Matematika, kemampuan lain
yang perlu ditingkatkan pada siswa adalah komunikasi matematiknya. Hasil
penelitian Mulyanto (2007), Kristiani (2011) dan Sugianto, dkk (2014)
mengemukakan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dapat meningkatkan
komunikasi matematis siswa. Dengan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw,
kemampuan komunikasi matematis siswa dapat ditingkatkan yang terlihat dari:
(1) menghubungkan benda nyata, gambar, dan diagram ke dalam idea
matematika; (2) menjelaskan ide, situasi, dan relasi matematik, secara lisan dan
tulisan dengan benda nyata, gambar, grafik dan aljabar; (3) menyatakan peristiwa
sehari-hari dalam bahasa atau simbol matematika; (4) mendengarkan, berdiskusi,
20
presentasi Matematika tertulis; (6) membuat konjektur, menyusun argumen,
merumuskan definisi dan generalisasi; dan (7) menjelaskan dan membuat
pertanyaan matematika yang telah dipelajari. Hasil penelitian Hertiavi, Langlang,
dan Khanafiyah (2010) menyatakan bahwa penerapan model pembelajaran
kooperatif tipe Jigsaw mampu meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
Dari beberapa indikasi masalah tersebut di atas perlu adanya perubahan
pembelajaran dengan melakukan pengembangan pembelajaraan kooperatif tipe
Jigsaw. Keuntungan model pembelajaran koorperatif tipe Jigsaw adalah adanya
kerjasama dalam kelompok dan dalam menentukan keberhasilan kelompok
tergantung keberhasilan individu, sehingga setiap anggota kelompok tidak bisa
mengantungkan diri pada anggota yang lain. Dengan demikian, setiap individu
merasa mendapat tugas dan tanggung jawab sendiri-sendiri, sehingga tujuan
pembelajaran kooperatif dapat bermakna dan sesuai dengan harapan.
Mengacu pada pendekatan di atas maka pola kegiatan proses pembelajaran
perlu dicoba untuk disesuaikan dengan konteks interaksi antara guru dengan siswa
sebagai peserta didik agar suasana pembelajaran di dalam kelas dapat bergairah
dan siswa tidak lagi pasif tetapi ada kecenderungan untuk berpartisipasi aktif
dalam pembelajaran Matematika. Kondisi pembelajaran yang demikian menuntut
guru agar dapat memilih model pembelajaran yang tepat, agar siswa dapat
meningkatkan kemampuannya dalam memahami materi matematika. Selama ini
guru hanya menggunakan model pembelajaran konvensional (metode ceramah
21
tidak banyak berbuat. Akhirnya guru dituntut untuk memilih model pembelajaran
yang yang menuntuk siswa lebih aktif, kreatif, inovatif dan menyenangkan.
Selain itu diharapkan dengan penggunaan model pembelajaran kooperatif
tipe Jigsaw, siswa dapat bekerja sama mengidentifikasi dan memahami materi
matematika, serta memecahkan permasalahan dalam pembelajaran matematika.
Kegiatan pembelajaran ini diawali oleh pembagian kelompok, kemudian guru
menyajikan garis besar Kubus dan Balok, lalu siswa memdapatkan tugas
masing-masing, siswa yang mendapat tugas yang sama akan berkumpul dan
mendiskusikan tugasnya, setelah selesai mereka kembali ke kelompoknya untuk
menyampaikan hasil pekerjaannya kepada temannya.
Berdasarkan paparan di atas, maka dilakukan suatu penelitian tentang
penerapan model pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa dan
merealisasikan dalam penelitian yang berjudul “Pengaruh Pembelajaran
Kooperatif Tipe Jigsaw terhadap Kemampuan Pemahaman Konsep dan
Komunikasi Matematik Siswa SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan.”
1.2.Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan maka dapat diidentifikasi
beberapa permasalahan yang ditemukan sebagai berikut, yakni:
1. Tingkat pemahaman konsep matematik siswa masih rendah.
2. Kemampuan komunikasi siswa masih rendah sehingga membuat siswa kurang
22
3. Penggunaan model pembelajaran yang kurang efektif dengan karakteristik
materi pelajaran
4. Metode mengajar yang kurang bervariasi sehingga keterlibatan siswa di dalam
pembelajaran kurang aktif.
5. Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw belum diterapkan di sekolah
1.3.Batasan Masalah
Masalah yang teridentifikasi di atas merupakan masalah yang cukup luas
dan kompleks, agar penelitian ini lebih fokus maka masalah yang akan diteliti
difokuskan pada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik
siswa pada materi kubus dan balok melalui pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw di
kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan tahun pembelajaran 2014/2015.
1.4.Rumusan Masalah
Berdasarkan pada batasan masalah di atas, maka rumusan masalah yang
dikaji dalam penelitian adalah:
1. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap
kemampuan pemahaman konsep pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Percut
Sei Tuan.
2. Apakah terdapat pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap
23
3. Apakah terdapat interaksi kemampuan awal dan pembelajaran kooperatif tipe
Jigsaw terhadap pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematik
pada siswa Kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan.
1.5.Tujuan Penelitian
Tujuan umum penelitian ini adalah diperolehnya informasi tentang
kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa dengan
penerapan model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw dan Konvensional.
Secara khusus, tujuan penelitian yang hendak dicapai adalah untuk
mengetahui:
1. Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan
pemahaman konsep pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan.
2. Pengaruh pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap komunikasi matematik
pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan.
3. Interaksi kemampuan awal dan pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap
pemahaman konsep dan kemampuan komunikasi matematikpada siswa Kelas
VIII SMP Negeri 4 Percut Sei Tuan.
1.6.Manfaat Penelitian
Dengan tercapainya tujuan penelitian di atas maka diperoleh manfaat dari
penelitian ini sebagai berikut:
1. Bagi siswa diharapkan dengan penerapan model pembelajaran kooperatif tipe
24
bimbingan guru sebagai fasilitator yang menuntut siswa dalam memunculkan
ide-ide atau gagasan-gagasan. Diharapkan pula siswa secara aktif dapat
membangun pengetahuannya sendiri dan mampu mengembangkan
kemampuan berpikir dalam menghadapi permasalahan yang dihadapi,
memperoleh pengalaman baru dan menjadikan belajar lebih bermakna.
2. Bagi sekolah, agar sekolah mengoptimalkan penerapan model pembelajaran
yang mengharuskan siswa untuk aktif terlibat dalam pembelajaran di kelas.
3. Bagi seluruh guru matematika dapat menjadi masukan bahwa penggunaan
model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw pada siswa meningkatkan daya
matematika siswa dan meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran di
kelas.
4. Menghasilkan informasi tentang alternatif model pembelajaran matematika
dalam usaha-usaha perbaikan proses pembelajaran.
5. Hasil penelitian ini nantinya dapat dijadikan sebagai referensi (penelitian yang
135 BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1.Kesimpulan
Berdasarkan rumusan masalah, hasil analisis data dan temun penelitian selama pembelajaran kooperatiftipe jigsaw dengan focus pada kemampuan pemahaman konsep matematik dan kemampuan komunikasi matematik maka peneliti memperoleh kesimpulan sebagai berikut:
1. Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan pemahaman konsep matematik siswa. Disamping itu pencapaian hasil tes kemampuan pemahaman konsep matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional.
2. Terdapat pengaruh model pembelajaran kooperatif tipe Jigsaw terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Disamping itu pencapaian hasil tes kemampuan komunikasi matematik siswa yang diajarkan dengan model pembelajaran kooperatif tipe jigsaw lebih baik dibandingkan dengan siswa yang diajarkan dengan pembelajaran konvensional
136
4. Tidak terdapat interaksi antara kemampuan awal matematika dan model pembelajaran terhadap kemampuan komunikasi matematik siswa. Dari hasil perhitungan dengan menggunakan ANAVA dua jalur terlihat bahwa nilai F sebesar 0,132 dengan signifikansi 0,877 yang artinya lebih besar dari 0,05.
5.2.Saran
Berdasarkan simpulan dari hasil penelitian ini, maka berikut beberapa saran yang perlu mendapat perhatian dari semua pihak yang berkepentingan terhadap penggunaan pembelajaran kooperatif tipe jigsaw dalam proes pembelajaran matematika. Saran-saran tersebut adalah sebagai berikut:
1) Bagi para guru matematika
a. Guru hendaknya dapat menerapkan model pembelajaran kooperatif Jigsaw dalam proses pembelajaran sebagai upaya perbaikan pembelajaran dan untuk meningkatkan kemampuan matematik siswa khusunya pada kemampuan pemahaman konsep dan komunikasi matematik siswa.
137
c. Dalam penerapan model pembelajaran kooperatif Jigsaw guru hendaknya memperhatikan karakteristik materi pelajaran..
2) Bagi Siswa
a. Hendaknya siswa dapat melibatkan dirinya secara aktif dalam pembelajaran, serta bertanggung jawab atas tugas yang harus dikuasainya. b. Siswa harus lebih disiplin dalam kerja kelompok, sehingga penggunaan
waktu dalam diskusi lebuh efektif dalam mencapai tujuan pembelajaran. 3) Bagi Kepala Sekolah
a. Hendaknya memberikan pelatihan mengenai penggunaan model-model pembelajaran yang lebih inovatif sehingga dapat menumbuhkan peran aktif siswa.
b. Mengintruksikan kepada para guru agar menciptakan suasana pembelajaran yang aktif dan inovatif.
4) Bagi peneliti selanjutnya
a. Dapat melakukan penelitian kedepannya mengenai bagaimana pengaruh pembelajaran kooperatif tipe jigsaw terhadap kemampuan matematis lainnya, seperti kemampuan pemahaman, penalaran, disposisi, pemecahan masalah, dan berpikirkritis.
b. Rancanglah perangkat pembelajaran yang efektif, sesuaikan dengan indicator kemampuan dan alokasi waktu yang harus dicapai.
138
139
DAFTAR PUSTAKA
Afrianti, V. 2011. “Peningkatan Pemahaman Konsep dan Komunikasi Matematik dengan Pendekatan Penemuan Terbimbing Berbantuan Software Autograph”. Tesis. Medan: Program Pascasarjana Unimed.
Ansari, B.I. 2009. Komunikasi Matematik. Banda Aceh: Yayasan PeNA Banda Aceh Divisi Penerbitan.
Arikunto, S. 2005. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Bintoro, H. S. 2015. Pembelajaran Matematika Sekolah Dasar Menggunakan
Metode Jarimatika pada Materi Perkalian. Prosiding Seminar Nasional Matematika dan Pendidikan Matematika UMS 2015.
Dahar, R.W. 1989. Teori-Teori Belajar. Jakarta: Erlangga.
Hasratuddin. 2010. “Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis dan
Kecenderungan Emosional Siswa SMP Melalui Pendekatan Matematik Realistik”. Disertasi UPI: Tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI Bandung.
Hudojo, H. 2005. Pengembangan Kurikulum dan Pembelajaran Matematika. Malang: UM Press.
Isjoni. 2010. Pembelajaran Kooperatif. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Kemendikbud. 2013. Matematika SMP/MTs Kelas VIII – Studi dan Pengajaran. Jakarta: Kemendikbud.
Kesumawati, N. 2008. Pemahaman Konsep Matematik dalam Pembelajaran Matematika. Semnas Matematika dan Pendidikan Matematika. Palembang.
Lie, A. 2011. Cooperative Learning. Jakarta: Grasindo.
Mapeasse, M. Y. 2009. Pengaruh Cara dan Motivasi Belajar Terhadap Hasil Belajar Programmable Logic Controler (PLC) Siswa Kelas III Jurusan Listrik SMK Negeri 5 Makasar. Jurnal Medtek. Vol. 1. No. 2.
Mulyana, D. 2003. Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: Remaja Rosdakarya.
140
_____________________________________. 2000. Principles and Standards For School Mathematics. Reston. VA: NCTM.
Palennari, M. 2011. “Potensi Strategi Integrasi PBL Dengan Pembelajaran
Kooperatif Jigsaw Dalam Meningkatkan Pemahaman Konsep Mahasiswa”. Jurnal Ilmiah Pendidikan Biologi, Biologi Edukasi Volume 3, Nomor 2, Desember 2011, hlm 26-33.
Priatna, N. 2003. “Kemampuan Penalaran dan Pemahaman Matematika Siswa Kelas 3 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri di Kota Bandung”. Tesis tidak diterbitkan. Bandung: Program Pascasarjana UPI.
Russefendi, E.T. 1991. Pengantar Kepada Membantu Guru Mengembangkan Kompetensinya dalam Pengajaran Matematika untuk Meningkatkan CBSA. Bandung: Tarsito.
Setiawan, A. 2008. “Pembelajaran Berbasis masalah untuk Meningkatkan Kemampuan Komunikasi dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Sekolah Menengah Pertama”. Tesis tidak diterbitkan. Medan: Program Pascasarjana Unimed.
Sugianto, Dian A., dan Mara B.H. 2014. “Perbedaan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw dan STAD Ditinjau dari Kemampuan Penalaran dan Komunikasi Matematis Siswa SMA”. Jurnal Didaktik Matematika Vol. 1, No. 1, April 2014.
Sujono. 1988. Pengajaran Matematika untuk Sekolah Menengah. Jakarta: Depdikbud.
Sumarmo, U. 2003. “Daya dan Disposisi Matematik: Apa. Mengapa dan Bagaimana Dikembangkan pada Siswa Sekolah Dasar dan Menengah”. Makalah disajikan pada Seminar Sehari di Jurusan Matematika ITB, Oktober 2003.
Tim MKPBM. 2001. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA: FMIPA UPI Bandung.
Trianto. 2011 Mendisain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif. Jakarta: Kencana.