• Tidak ada hasil yang ditemukan

PERAN TIM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN KEKERASAN KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM MENGATASI TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN (Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PERAN TIM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN KEKERASAN KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM MENGATASI TINDAK PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN (Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)"

Copied!
50
0
0

Teks penuh

(1)

ABSTRAK

PERAN TIM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN KEKERASAN KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM MENGATASI TINDAK

PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN

(Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)

Oleh

M.S. SHOFI ARIANDI

Kepolisian Daerah Lampung dalam rangka menindaklanjuti tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor membentuk Tim Jatanras (Kejahatan dengan Kekerasan) secara struktural berada di bawah Direktorat Kriminal Umum. Tugas Tim Jatanras Polda Lampung adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang dilakukan dengan kekerasan, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan hukum, koordinasi dan pengawasan operasional sesuai ketentuan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku. Permasalahan penelitian ini adalah: (1) Bagaimanakah Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan? (2) Apakah faktor-faktor yang menghambat Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan?

(2)

M.S. Shofi Ariandi

a) Faktor substansi hukum, yaitu adanya ketentuan bahwa menurut Pasal 183 KUHAP mengenai alat bukti sah yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, di mana penyidikan belum tentu dapat mengumpulkan semua alat bukti yang sah tersebut. b) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya penyidik yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan diskresi, kurangnya kuantitas dan kualitas penyidik kepolisian. c) Faktor sarana dan prasarana, yaitu keterbatasan sarana multimedia, alat penyadap dan laboratorium forensik pada Polda Lampung, sehingga penyidikan terkadang mengalami hambatan. d) Faktor masyarakat, yaitu tidak adanya pengacara dalam mendampingi terdakwa yang sedang menjalani penyidikan. e) Faktor budaya, yaitu masih adanya budaya kompromi dalam masyarakat ketika menyelesaikan suatu kasus tindak pidana.

Saran dalam penelitian ini adalah: (1) Aparat kepolisian disarankan untuk meningkatkan patroli dalam rangka pengamanan dan pengawasan terhadap lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi tempat bagi pelaku untuk melakukan kejahatan Tindak pidana pencurian dengan kekerasaan kendaraan bermotor (2) Pengawasan dengan menggunakan media kamera pengintai juga hendaknya ditingkatkan sehingga apabila terjadi kejahatan Tindak pidana pencurian dengan kekerasaan kendaraan bermotor akan lebih mudah untuk diidentifikasi.

(3)

ABSTRACT

THE ROLE OF FIGHTING CRIME TEAM OF LAMPUNG REGIONAL POLICE IN MOTORCYCLE THEFT

WITH VIOLENCE

(Study on Regional Lampung Police) By

M.S. SHOFI ARIANDI

Lampung Police in order to follow up the crime of theft with violence against motor vehicle forming Fighting Crime Team is structurally under the Criminal Directorate General. Lampung Police task Fighting Crime Team is conducting the investigation activities and investigation of criminal offenses committed with violence, including the identification of the function and the function of forensic laboratories in the field of law enforcement, coordination and operational supervision in accordance with laws and regulations. The problems of this study are: (1) How Role Management Team Violent Crimes Lampung Police in dealing with the crime of motorcycle theft with violence? (2) What are the factors that hinder the role of the Violent Crime Reduction Team Lampung Police Lampung in addressing the crime of motorcycle theft with violence?

Approach problems using normative juridical approach and empirical jurisdiction. Speakers consisted of Lampung Police Investigator and Lecturer Criminal Law Section of the Faculty of Law, University of Lampung. Data were collected through library and field study. Data were analyzed qualitatively juridical

(4)

is sometimes an obstacle. d) community factors, namely the lack of lawyers in assisting the accused who are undergoing investigation. e) Cultural factors, namely the persistence of a culture of compromise within the community as complete a criminal case.

Suggestions in this study were: (1) police personnel are advised to increase patrols in the framework of security and supervision of the locations that have the potential to be a place for offenders to commit crimes criminal offenses of theft with violence, motor vehicle (2) Control of the use of surveillance cameras media also should be improved so that in case of a crime of theft with violence criminal offenses of motor vehicles will be easier to identify.

(5)

PERAN TIM PENANGGULANGAN KEJAHATAN DENGAN KEKERASAN KEPOLISIAN DAERAH LAMPUNG DALAM MENGATASI TINDAK

PIDANA PENCURIAN SEPEDA MOTOR DENGAN KEKERASAN

(Studi pada Kepolisian Daerah Lampung)

Oleh

M.S. SHOFI ARIANDI

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar Sarjana Hukum

Pada

Bagian Hukum Pidana

Fakultas Hukum Universitas Lampung

FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS LAMPUNG

(6)
(7)
(8)

i

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada tanggal 09 Mei 1992, merupakan putra pertama dari empat bersaudara. Penulis merupakan putra dari pasangan Bapak Aminuddin dan Eka Khairunnisa.

(9)

i

PERSEMBAHAN

Dengan segala puji syukur atas kehadirat Allah SWT atas rahmat hidayah-Nya dan dengan segala kerendahan hati,

Kupersembahkan Skripsi ini kepada :

Kedua Orang Tua Tercinta,

Papa Aminnuddin dan mama Eka Khairunnisa

Yang senantiasa berdoa, berkorban dan mendukungku, terima kasih untuk semua kasih sayang dan cinta luar biasa sehingga aku bisa menjadi seseorang

yang kuat dan konsisten kepada cita-cita

Adik : M.Khairul Mufidz,Nur Adilla Putri,Nayla Rifa’tan Nisa yang selalu memotivasi dan memberikan doa untuk keberhasilanku

(10)

i

MOTO

Keterpurukan bukan menjadi alasan untuk meraih sukses Karena orang sukses dilatih dari banyak kegagalan

(11)

i

SANWACANA

Alhamdulillahirobbilalamin, segala puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi, yang berjudul: Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung dalam Mengatasi Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor dengan

Kekerasan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Lampung.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan dan petunjuk dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis menyampaikan rasa hormat dan terima kasih sedalam-dalamnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Heryandi, S.H., M.S., selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Lampung.

2. Ibu Diah Gustiniati M, S.H., M.H., selaku Ketua Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung Dan Sekaligus Selaku Pembimbing 1 yang telah bersedia membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini

3. Ibu Firganefi, S.H., M.H., selaku Sekretaris Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Lampung, sekaligus selaku Pembimbing II yang telah bersedia membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini. 4. Ibu Dr. Erna Dewi, S.H., M.H., selaku Pembahas I yang telah bersedia membantu,

(12)

ii

5. Bapak Muhammad Farid, S.H., M.H; selaku Pembahas II yang telah bersedia membantu, mengkoreksi dan memberi masukan agar terselesaikannya skripsi ini 6. Ibu Hj. Aprilianti, S.H., M.H Selaku pembimbing akademik atas kontribusinya

membantu selama menjalani perkuliahan.

7. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Lampung yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan kepada penulis yang kelak akan sangat berguna bagi penulis, serta seluruh Staf dan Karyawan Fakultas Hukum Universitas Lampung terutama kiay apri yang selalu memberi solusi terbaik.

8. Kepada kekasih tercinta Almira Raina Marza yang tak henti-hentinya memberikan semangat dan merubahku menjadi lebih baik dengan cara yang menakjubkan. 9. Teman-temanku tercinta Agung K, Beri, Adnan, Irvan, Beriya, Andika, Andri,

Alsan, Algeria, Ewuk, Andi Aris, Enaldo, Tio, Marwan, Udin, Gery, Abah, Aga, Jevvi, dan lainnya yang tidak bias disebutkan satu per satu. yang telah memberikan motivasi dan selalu bersedia membantu ku baik di dalam maupun di luar Kampus. 10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah memberikan

bantuan, semangat serta dorongan dalam penyusunan skripsi ini.

Semoga segala kebaikan dapat diterima sebagai pahala oleh Allah SWT. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari sempurna, namun demikian penulis berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaat.

Bandar Lampung, Juli 2015 Penulis

(13)

DAFTAR ISI

Halaman

I PENDAHULUAN ... 1

A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup ... 7

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 7

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual ... 8

E. Sistematika Penulisan ... 15

II TINJAUAN PUSTAKA ... 17

A. Teori Peran ... 17

B. Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia ... 19

C. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan ... 22

D. Pengertian Penanggulangan Tindak Pidana ... 24

E. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum ... 26

III METODE PENELITIAN ... 28

A. Pendekatan Masalah ... 28

B. Sumber dan Jenis Data ... 28

C. Penentuan Narasumber... 29

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data ... 30

(14)

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 32

A. Karakteristik Narasumber ... 32

B. Peranan Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Polda Lampung dalam Mengatasi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Sepeda Motor dengan Kekerasan ... 33

C. Faktor-Faktor Penghambat Peranan Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Polda Lampung dalam Mengatasi Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan Sepeda Motor dengan Kekerasan ... 54

V PENUTUP ... 62

A. Simpulan ... 62

B. Saran ... 64

(15)

1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Hukum pada dasarnya bersifat mengatur atau membatasi setiap tindakan yang dilakukan oleh setiap masyarakat (individu). Pada garis besarnya hukum merupakan peraturan-peraturan yang harus ditaati oleh setiap masyarakat agar keseimbangan hidup diantara manusia akan tetap terjaga demi terciptanya kedamaian dalam hidup bermasyarakat yang pada kenyataannya kalau diperhatikan tidak sesuai dengan apa yang diharapkan, dimana setiap anggota masyarakat mempunyai kepentingan yang tidak sama, seringkali tidak menghiraukan aturan hukum. Ini terjadi karena kurang menyadari pentingnya serta akibat hukum yang ditimbulkan baik pada dirinya maupun pada orang lain yang menjadi korban, bahkan akan mengakibatkan korban jiwa pada orang lain.

Salah satu usaha penanggulangan kejahatan ialah menggunakan hukum pidana dengan sanksinya yang berupa pidana, namun demikian usaha inipun masih sering dipersoalkan. Perbedaan mengenai peranan pidana dalam menghadapi masalah kejahatan ini menurut Herbert L. Packer sebagaimana Barda Nawawi Arief, bahwa usaha pengendalian perbuatan anti sosial dengan menggenakan pidana pada seseorang yang bersalah melanggar peraturan pidana merupakan suatu persoalan sosial yang mempunyai dimensi hukum yang penting.1

1

(16)

2

Kehidupan masyarakat memerlukan hukum, karena hukum bukan hanya menjadi parameter untuk keadilan, keteraturan, ketentraman dan ketertiban, tetapi juga untuk menjamin adanya kepastian hukum. Pada tataran selanjutnya, hukum semakin diarahkan sebagai sarana kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Manusia dituntut untuk dapat mengendalikan perilakunya sebagai konsekuensi hidup bermasyarakat, tanpa pengendalian dan kesadaran untuk membatasi perilaku yang berpotensi merugikan kepentingan orang lain dan kepentingan umum. Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara maka peran hukum menjadi sangat penting untuk mengatur hubungan masyarakat sebagai warga negara, baik hubungan antara sesama manusia, hubungan manusia dengan kebendaan, manusia dengan alam sekitar dan menusia dengan negara, tetapi pada kenyataannya ada manusia yang melanggar hukum atau melakukan tindak pidana.

(17)

3

Tindak pidana merupakan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh seseorang dan patut dipidana sesuai dengan kesalahannya sebagaimana dirumuskan dalam undang-undang. Orang yang melakukan perbuatan pidana akan mempertanggungjawabkan perbuatan tersebut dengan pidana apabila ia mempunyai kesalahan2

Salah satu jenis tindak pidana yang akhir-akhir ini terjadi dalam kehidupan masyarakat adalah tindak pidana pencurian dengen kekerasan (curas) terhadap kendaran bermotor atau sering disebut dengan begal. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan ini diatur dalam Pasal 365 KUHP sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya.

(2) Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

b. Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih c. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. d. Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat.

(3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati.

(4) Pidana mati atau penjara seumur hidup atau penjara sementara selama-lamanya dua puluh tahun dijatuhkan jika perbuatan itu berakibat ada orang luka atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam Nomor 1 dan Nomor 3.

2

(18)

4

Terkait dengan tindak pidana pencurian dengan kekerasan terhadap kendaraan bermotor maka pihak Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) dalam fungsinya institusi penegakan hukum memiliki tugas menciptakan memelihara keamanan dalam negeri dengan menyelenggaraan berbagai fungsi kepolisian yang meliputi pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dilakukan oleh Polri selaku alat negara yang dibantu oleh masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia.

Kepolisian Daerah Lampung menindaklanjuti tindak pidana pencurian dengan kekerasan kendaraan bermotor ini membentuk Tim Jatanras (Kejahatan dengan Kekerasan) secara struktural berada di bawah Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung yang dibentuk pada bulan Januari 2015. Data kinerja Jatanras Polda Lampung dalam penanggulangan tindak pidana adalah pada operasi Cempaka 21-27 Januari 2015 Jatanras Ditkrimum Polda Lampung berhasil mengamankan sebanyak 159 preman. Dari jumlah tersebut sebanyak 30 orang disidik oleh polres, dan sebanyak 129 orang dilakukan pembinaan. Selain itu menyita barang bukti berupa 14 senpi rakitan, enam butir peluru, dan 16 bilah senjata tajam, menyita 27 unit motor berbagai merek, satu pucuk pistol mainan, satu unit handphone, 10 set kartu, uang senilai Rp2.325.000, satu buah tas, satu paket kecil sabu, satu kilogram ganja, satu bungkus kecil daun ganja kering, 135 liter tuak, dua jeriken tuak, dan 17 botol minuman keras berbagai merk.3

3

(19)

5

Tugas Tim Jatanras Polda Lampung adalah menyelenggarakan kegiatan-kegiatan penyelidikan dan penyidikan tindak pidana yang dilakukan dengan kekerasan, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan dalam rangka penegakan hukum, koordinasi dan pengawasan operasional sesuai ketentuan ketentuan hukum dan peraturan yang berlaku.

Fungsi Tim Jatanras Polda Lampung adalah:

1) Pembinaan fungsi/penyelidikan tindak pidana dengan kekerasan, termasuk fungsi identifikasi dan fungsi laboratorium forensik lapangan serta kegiatan-kegiatan lain yang menjadi tugas Sat Reskrim, dalam lingkungan Polres 2) Penyelenggaraan kegiatan-kegiatan penyelidikan/penyidikan tindak pidana

dengan kekerasan, dengan memberikan pelayanan/perlindungan khusus kepada korban/pelaku remaja, anak dan wanita, dalam rangka penegakan hukum sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

3) Penyelenggaraan fungsi identifikasi baik untuk kepentingan penyidikan tindak pidana dengan kekerasan

4) Pelaksanaan analisis tindak pidana dengan kekerasan, isu-isu menonjol beserta penanganannya dan mempelajari/mengkaji efektifitas pelaksanaan tugas. 4 Wewenang Tim Jatanras Polda Lampung adalah memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat, menegakkan hukum, serta memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat dari tindak pidana kejahatan dengan kekerasan. 5

4

Subdit Jatanras Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung Tahun 2015. 5

(20)

6

Tim Jatanras Polda Lampung terus memburu para pelaku tindak kejahatan untuk memberikan rasa aman bagi warga masyarakatnya dari tindakan kriminal, terutama pembegalan kendaraan bermotor. Tim Jatanras melakukan upaya di antaranya meningkatkan patroli rutin dan lebih mengaktifkan peran babinkamtibmas. Pihaknya juga meyakini ancaman ini tidak akan terjadi karena sudah banyak kawanan begal yang diungkap. Adanya anggapan mengenai sikap pasif aparat terkait penanganan begal, meski telah mengetahui daerah-daerah pelaku begal, aparat belum dapat melaksanakan tindakan karena penggerebekan baru bisa dilakukan jika telah ada pelanggaran hukum yang terjadi. Jadi apabila belum ada pelanggaran hukum dan langsung diambil tindakan hukum maka dapat dikatakan sebagai pelanggaran HAM.

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, penulis melaksanakan penelitian dalam rangka penyusunan Skripsi dengan judul: “Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung Lampung dalam Mengatasi Tindak Pidana Pencurian Sepeda Motor Dengan Kekerasan”

B. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1. Permasalahan

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, permasalahan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(21)

7

b. Apakah faktor-faktor yang menghambat Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan?

2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini adalah kajian ilmu hukum pidana, yang berkaitan dengan Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan. Ruang lingkup lokasi adalah pada wilayah hukum Polda Lampung dan ruang lingkup waktu penelitian adalah pada tahun 2015.

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah:

a. Untuk mengetahui peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan

b. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menghambat peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan.

2. Kegunaan Penelitian

(22)

8

a. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam pengembangan kajian hukum pidana, khususnya yang berkaitan dengan peran Kepolisian melaksanakan tugas pokok dan fungsi kepolisian sebagai aparat penegak hukum.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna secara positif bagi pihak kepolisian dalam melaksanakan perannya sebagai aparat penegak hukum menghadapi perkembangan kehidupan masyarakat dan terjadinya tindak pidana yang semakin kompleks dewasa ini.

D. Kerangka Teoritis dan Konseptual

1. Kerangka Teoritis

Kerangka teoritis adalah abstraksi hasil pemikiran atau kerangka acuan atau dasar yang relevan untuk pelaksanaan suatu penelitian ilmiah, khususnya penelitian hukum. Berdasarkan definisi tersebut maka kerangka teoritis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Teori Peran

Peran adalah aspek dinamis kedudukan (status), yang memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

(23)

9

2) Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3) Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.6

Secara umum peran adalah suatu keadaan di mana seseorang melaksanakan hak dan kewajibannya dalam suatu sistem atau organisasi. Kewajiban yang dimaksud dapat berupa tugas dan wewenang yang diberikan kepada seseorang yang memangku jabatan dalam organisasi.

Selanjutnya peran terbagi menjadi:

1) Peran normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma yang berlaku dalam kehidupan masyarakat

2) Peran ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.

3) Peran faktual adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata. 7

Terkait dengan peran tersebut, pihak kepolisian memiliki kewenangan dalam bidang penyidikan. Menurut Pasal 14 ayat (1) huruf (g) Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian diketahui bahwa wewenang penyidik adalah melakukan

6

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pngantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. hlm.242 7Ibid

(24)

10

penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya.

Menurut Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 pada Pasal 15 ayat (1), menyatakan bahwa wewenang penyidik adalah:

1). Menerima laporan atau pengaduan.

2). Melakukan tindakan pertama pada tempat kejadian.

3). Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang. 4). Menerima dan menyimpan barang temuan sementara waktu.

b. Teori Penanggulangan Kejahatan

Penanggulangan kejahatan dikenal dengan berbagai istilah, antara lain penal policy atau criminal policy adalah suatu usaha untuk menanggulagi kejahatan melalui penegakan hukum pidana, yang rasional yaitu memenuhi rasa keadilan dan daya guna. Dalam rangka menanggulangi kejahatan terhadap berbagai sarana sebagai reaksi yang dapat diberikan kepada pelaku kejahatan, berupa sarana pidana maupun non hukum pidana, yang dapat diintegrasikan satu dengan yang lainnya. Apabila sarana pidana dipanggil untuk menanggulangi kejahatan, berarti akan dilaksanakan politik hukum pidana, yakni mengadakan pemilihan untuk mencapai hasil perundang-undangan pidana yang sesuai dengan berbagai keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.

(25)

11

1) Kebijakan Pidana dengan Sarana Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan

2) Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal

Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu:

a. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.

b. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar8

c. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:

1) Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.

8

(26)

12

2) Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.

3) Faktor sarana dan fasilitas

Sarana dan fasilitas yang mendukung mencakup tenaga manusia yang berpendidikan dan terampil, organisasi yang baik, peralatan yang memadai, keuangan yang cukup. Tanpa sarana dan fasilitas yang memadai, penegakan hukum tidak dapat berjalan dengan lancar dan penegak hukum tidak mungkin menjalankan peran semestinya.

4) Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat. 5) Faktor Kebudayaan

Kebudayaan Indonesia merupakan dasar dari berlakunya hukum adat. Berlakunya hukum tertulis (perundang-undangan) harus mencerminkan nilai-nilai yang menjadi dasar hukum adat. Dalam penegakan hukum, semakin banyak penyesuaian antara peraturan perundang-undangan dengan kebudayaan masyarakat, maka akan semakin mudahlah dalam menegakannya.9

9

(27)

13

2. Konseptual

Konseptual adalah susunan berbagai konsep yang menjadi fokus pengamatan dalam melaksanakan penelitian10. Berdasarkan definisi tersebut, maka batasan pengertian dari istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Peran adalah aspek dinamis kedudukan (status). Apabila seseorang

melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan kedudukannya maka dia menjalankan suatu peran11

b. Tim Kejahatan dengan Kekerasan adalah tim khusus yang secara struktural berada di bawah Direktorat Kriminal Umum Polda Lampung dan dibentuk dalam rangka penanggulangan tindak pidana kejahatan dengan kekerasan di wilayah hukum Polda Lampung12

c. Kepolisian adalah segala hal-ihwal yang berkaitan dengan fungsi dan lembaga polisi sesuai dengan peraturan perundang-undangan (Pasal 1 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia). Fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat (Pasal 2). d. Penanggulangan tindak pidana adalah berbagai tindakan atau langkah yang

ditempuh oleh aparat penegak hukum dalam rangka mencegah dan mengatasi suatu tindak pidana dengan tujuan untuk menegakkan hukum dan melindungi masyarakat dari kejahatan13

10

Soerjono Soekanto. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta. 1986. hlm.103 11

Soerjono Soekanto. Sosiologi Suatu Pngantar. Rajawali Press. Jakarta. 2002. hlm.243 12

http://lampost.co/jatanraspolda-lampung . Diakses Kamis 2 April 2015.

13

(28)

14

e. Tindak Pidana adalah perbuatan yang dilarang oleh suatu aturan hukum, larangan mana yang disertai ancaman (sanksi) yang berupa pidana tertentu bagi siapa yang melanggar larangan tersebut. Tindak pidana merupakan pelanggaran norma atau gangguan terhadap tertib hukum, yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan terhadap seorang pelaku14

f. Tindak pidana pencurian dengan kekerasan menurut Pasal 365 Ayat (1) KUHP adalah tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya.

g. Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua dengan atau tanpa rumah-rumah dan dengan atau tanpa kereta samping atau kendaraan bermotor beroda tiga tanpa rumah-rumah (Pasal 1 angka 20 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan)

E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan ke dalam lima bab yang saling berkaitan antara satu bab dengan bab lainnya. Sistematika penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:

14

(29)

15

I PENDAHULUAN

Berisi pendahuluan penyusunan skripsi yang terdiri dari Latar Belakang, Permasalahan dan Ruang Lingkup, Tujuan dan Kegunaan Penelitian, Kerangka Teori dan Konseptual serta Sistematika Penulisan.

II TINJAUAN PUSTAKA

Berisi tinjauan pustaka dari berbagai konsep atau kajian yang berhubungan dengan penyusunan skripsi dan diambil dari berbagai referensi atau bahan pustaka terdiri dari teori peran, tugas pokok dan wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tindak pidana pencurian dengan kekerasan, pengertian penanggulangan tindak pidana dan teori faktor-faktor yang mempengaruhi penegakan hukum.

III METODE PENELITIAN

Berisi metode yang digunakan dalam penelitian, terdiri dari Pendekatan Masalah, Sumber Data, Penentuan Narasumber, Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data serta Analisis Data.

IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

(30)

16

Lampung Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan tersebut

V PENUTUP

(31)

17

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Peran

Peran diartikan sebagai seperangkat tingkah yang diharapkan dimiliki oleh orang yang berkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan sebagai posisi tertentu di dalam masyarakat yang mungkin tinggi, sedang-sedang saja atau rendah. Kedudukan adalah suatu wadah yang isinya adalah hak dan kewajiban tertentu, sedangkan hak dan kewajiban tersebut dapat dikatakan sebagai peran. Oleh karena itu, maka seseorang yang mempunyai kedudukan tertentu dapat dikatakan sebagai pemegang peran (role accupant). Suatu hak sebenarnya merupakan wewenang untuk berbuat atau tidak berbuat, sedangkan kewajiban adalah beban atau tugas. 1

Secara sosiologis peran adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau memangku suatu posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya. Jika seseorang menjalankan peran tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan dari lingkungannya. Peran secara umum adalah kehadiran di dalam menentukan suatu proses keberlangsungan.2

1Kamus Bahasa Indonesia

. Balai Pustaka, Jakarta. 2002. hlm. 348. 2

(32)

18

Peran merupakan dinamisasi dari statis ataupun penggunaan dari pihak dan kewajiban atau disebut subyektif. Peran dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau sekumpulan orang. Peran memiliki aspek-aspek sebagai berikut:

1) Peran meliputi norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat.

2) Peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi.

3) Peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.3

Jenis-jenis peran adalah sebagai berikut:

1) Peran normatif adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada seperangkat norma atau hukum yang berlaku dalam kehidupan masyarakat

2) Peran ideal adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada nilai-nilai ideal atau yang seharusnya dilakukan sesuai dengan kedudukannya di dalam suatu sistem.

3) Peran faktual adalah peran yang dilakukan oleh seseorang atau lembaga yang didasarkan pada kenyataan secara kongkrit di lapangan atau kehidupan sosial yang terjadi secara nyata4.

3Ibid

. hlm.242 4Ibid

(33)

19

B. Tugas Pokok, Fungsi dan Wewenang Kepolisian Negara Republik Indonesia

Menurut Pasal 4 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia disebutkan bahwa Kepolisian bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.

Menurut Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, fungsi kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan negara di bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban, penegakan hukum, perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah Kepolisian Nasional yang merupakan satu kesatuan dalam melaksanakan peran:

a. Keamanan dan ketertiban masyarakat adalah suatu kondisi dinamis masyarakat sebagai salah satu prasyarat terselenggaranya proses pembangunan nasional dalam rangka tercapainya tujuan nasional yang ditandai oleh terjaminnya keamanan, ketertiban, dan tegaknya hukum, serta terbinanya ketenteraman, yang mengandung kemampuan membina serta mengembangkan potensi dan kekuatan masyarakat dalam menangkal, mencegah, dan menanggulangi segala bentuk pelanggaran hukum dan bentuk-bentuk gangguan lainnya yang dapat meresahkan masyarakat. b. Keamanan dalam negeri adalah suatu keadaan yang ditandai dengan

(34)

20

Menurut Pasal 13 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, tugas pokok Kepolisian adalah:

a. Memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat; b. Menegakkan hukum;

c. Memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.

Dalam melaksanakan tugas pokok tersebut, Kepolisian Negara Republik Indonesia bertugas:

a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;

b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;

c. Membina masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum masyarakat serta ketaatan warga masyarakat terhadap hukum dan peraturan perundang-undangan;

d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;

e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;

f. Melakukan koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan swakarsa;

g. Melakukan penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;

h. Menyelenggarakan identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;

i. Melindungi keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;

j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;

k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian;

l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(35)

21

a. Menerima laporan dan/atau pengaduan;

b. Membantu menyelesaikan perselisihan warga masyarakat yang dapat mengganggu ketertiban umum;

c. Mencegah dan menanggulangi tumbuhnya penyakit masyarakat; antara lain pengemisan dan pergelandangan, pelacuran, perjudian, penyalahgunaan obat dan narkotika, pemabukan, perdagangan manusia, penghisapan/praktik lintah darat, dan pungutan liar.

d. Mengawasi aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa; Aliran yang dimaksud adalah semua atau paham yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa antara lain aliran kepercayaan yang bertentangan dengan falsafah dasar Negara Republik Indonesia.

e. Mengeluarkan peraturan kepolisian dalam lingkup kewenangan administratif kepolisian;

f. Melaksanakan pemeriksaan khusus sebagai bagian dari tindakan kepolisian dalam rangka pencegahan;

g. Melakukan tindakan pertama di tempat kejadian;

h. Mengambil sidik jari dan identitas lainnya serta memotret seseorang; i. Mencari keterangan dan barang bukti;

j. Menyelenggarakan Pusat Informasi Kriminal Nasional;

k. Mengeluarkan surat izin dan/atau surat keterangan yang diperlukan dalam rangka pelayanan masyarakat;

l. Memberikan bantuan pengamanan dalam sidang dan pelaksanaan putusan pengadilan, kegiatan instansi lain, serta kegiatan masyarakat;

m. Menerima dan menyimpan barang temuan untuk sementara waktu.

Selain itu, Kepolisian Negara Republik Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan lainnya berwenang:

a. Memberikan izin dan mengawasi kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat lainnya;

b. Menyelenggarakan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor; c. Memberikan surat izin mengemudi kendaraan bermotor;

d. Menerima pemberitahuan tentang kegiatan politik;

e. Memberikan izin dan melakukan pengawasan senjata api, bahan peledak, dan senjata tajam;

f. Memberikan izin operasional dan melakukan pengawasan terhadap badan usaha di bidang jasa pengamanan;

g. Memberikan petunjuk, mendidik, dan melatih aparat kepolisian khusus dan petugas pengamanan swakarsa dalam bidang teknis kepolisian;

h. Melakukan kerja sama dengan kepolisian negara lain dalam menyidik dan memberantas kejahatan internasional;

i. Melakukan pengawasan fungsional kepolisian terhadap orang asing yang berada di wilayah Indonesia dengan koordinasi instansi terkait;

(36)

22

k. Melaksanakan kewenangan lain yang termasuk dalam lingkup tugas kepolisian.

C. Tindak Pidana Pencurian dengan Kekerasan

Tindak pidana pencurian dengan kekerasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 365 KUHP maka bunyinya adalah sebagai berikut:

(1) Diancam dengan pidana penjara selama-lamanya sembilan tahun dipidana pencurian yang didahului, disertai atau diikuti dengan kekerasan atau ancaman kekerasan pada orang, dengan maksud untuk menyediakan atau memudahkan pencurian itu atau jika tertangkap tangan, supaya ada kesempatan bagi dirinya sendiri atau bagi yang turut serta melakukan kejahatan itu untuk melarikan diri atau supaya barang yang dicurinya tetap tinggal di tempatnya.

(2) Dipidana penjara selama-lamanya dua belas tahun dijatuhkan:

a. Jika perbuatan itu dilakukan pada waktu malam dalam sebuah rumah atau dipekarangan tertutup yang ada rumahnya, atau di jalan umum atau di dalam kereta api atau trem yang sedang berjalan.

b. Jika perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih c. Jika yang bersalah masuk ke tempat melakukan kejahatan itu dengan

memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian jabatan palsu. d. Jika perbuatan itu berakibat ada orang luka berat.

(3) Dijatuhkan pidana penjara selama-lamanya lima tahun jika perbuatan itu berakibat ada orang mati.

(37)

23

luka atau mati dan perbuatan itu dilakukan bersama-sama oleh dua orang atau lebih dan lagi pula disertai salah satu hal yang diterangkan dalam Nomor 1 dan Nomor 3.

a. Yang dimaksud dengan kekerasan menurut Pasal 89 KUHP yang berbunyi ”Yang dimaksud dengan melakukan kekerasan”, yaitu membuat orang jadi

pingsan atau tidak berdaya lagi.Sedangkan melakukan kekerasan menurut Soesila mempergunakan tenaga atau kekuatan jasmani tidak kecil secara tidak syah misalnya memukul dengan tangan atau dengan segala senjata, menyepak, menendang, dan sebagainya. Masuk pula dalam pengertian kekerasan adalah mengikat orang yang punya rumah, menutup orang dalam kamar dan sebagainya dan yang penting kekerasan itu dilakukan pada orang dan bukan pada barang.

b. Ancaman hukumannya diperberat lagi yaitu selama-lamanya dua belas tahun jika perbuatan itu dilakukan pada malam hari disebuah rumah tertutup, atau pekarangan yang di dalamnya ada rumah, atau dilakukan pertama-tama dengan pelaku yang lain sesuai yang disebutkan dalam Pasal 88 KUHP atau cara masuk ke tempat dengan menggunakan anak kunci palsu, membongkar dan memanjat dan lain-lain. Kecuali jika itu perbuatan menjadikan adanya yang luka berat sesuai dengan Pasal 90 KUHP yaitu: Luka berat berarti:

1) Penyakit atau luka yang tak dapat diharapkan akan sembuh lagi dengan sempurna atau yang mendatangkan bahaya maut.

(38)

24

3) Tidak dapat lagi memakai salah satu panca indra. 4) Mendapat cacat besar.

5) Lumpuh (kelumpuhan).

6) Akal (tenaga paham) tidak sempurna lebih lama dari empat minggu. 7) Gugurnya atau matinya kandungan seseorang perempuan.

c. Jika pencurian dengan kekerasan itu berakibat dengan matinya orang maka ancaman diperberat lagi selama-lamanya lima belas tahun, hanya saja yang penting adalah kematian orang tersebut tidak dikehendaki oleh pencuri. d. Hukuman mati bisa dijatuhkan jika pencurian itu mengakibatkan matinya

orang luka berat dan perbuatan itu dilakuakan oleh dua orang atau lebih bersama-sama atau sesuai dengan Pasal 88 KUHP yaitu: ”Mufakat jahat berwujud apabila dua orang atau lebih bersama-sama sepakat akan melakukan kejahatan itu”.

D. Pengertian Penanggulangan Tindak Pidana

Upaya penanggulanan tindak pidana dikenal dengan berbagai istilah, antara lain

(39)

25

berbagai keadaan dan situasi pada suatu waktu dan untuk masa-masa yang akan datang.

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan (politik kriminal) menggunakan 2 (dua) sarana, yaitu:

1. Kebijakan Pidana dengan Sarana Non Penal

Kebijakan penanggulangan kejahatan dengan sarana non penal hanya meliputi penggunaan sarana sosial untuk memperbaiki kondisi-kondisi sosial tertentu, namun secara tidak langsung mempengaruhi upaya pencegahan terjadinya kejahatan

2. Kebijakan Pidana dengan Sarana Penal

Sarana penal adalah penanggulangan kejahatan dengan menggunakan hukum pidana yang didalamnya terdapat dua masalah sentral, yaitu:

1. Perbuatan apa yang seharusnya dijadikan tindak pidana.

2. Sanksi apa yang sebaiknya digunakan atau dikenakan pada pelanggar5

Menurut G Peter Hoefnagels, upaya penanggulangan kejahatan atau kebijakan kriminal adalah reaksi social terhadap kejahatan dalam bentuk didirikannya sebuah institusi. Dalam lingkup kebijakan kriminal ini, Hoefnagels memasukkan didalamnya berupa: (a) penerapan sarana hukum pidana; (b) pencegahan tanpa pemidanaan; (c) upaya mempengaruhi pandangan masyarakat tentang kejahatan 6

Upaya penanggulangan kejahatan perlu ditempuh dengan pendekatan kebijakan, dalam arti ada keterpaduan antara politik kriminal dan politik sosial; ada keterpaduan (integral) antara upaya penanggulangan kejahatan dengan penal dan non-penal. Kebijakan sosial diartikan sebagai segala usaha rasional untuk mencapai kesejahteraan masyarakat dan mencakup perlindungan masyarakat.

5

Barda Nawawi Arif, Kebijakan Hukum Pidana, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2004. hlm.12 6

(40)

26

E. Teori Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum

Penegakan hukum bukan semata-mata pelaksanaan perundang-undangan saja, namun terdapat juga faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu:

1. Faktor Perundang-undangan (Substansi hukum)

Praktek menyelenggaraan penegakan hukum di lapangan seringkali terjadi pertentangan antara kepastian hukum dan keadilan. Hal ini dikarenakan konsepsi keadilan merupakan suatu rumusan yang bersifat abstrak sedangkan kepastian hukum merupakan prosedur yang telah ditentukan secara normatif. Oleh karena itu suatu tindakan atau kebijakan yang tidak sepenuhnya berdasarkan hukum merupakan suatu yang dapat dibenarkan sepanjang kebijakan atau tindakan itu tidak bertentangan dengan hukum.

2. Faktor penegak hukum

Salah satu kunci dari keberhasilan dalam penegakan hukum adalah mentalitas atau kepribadian dari penegak hukumnya sendiri. Dalam rangka penegakan hukum oleh setiap lembaga penegak hukum, keadilan dan kebenaran harus dinyatakan, terasa, terlihat dan diaktualisasikan.

3. Faktor sarana dan fasilitas

(41)

27

4. Faktor masyarakat

Masyarakat mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pelaksanaan penegakan hukum, sebab penegakan hukum berasal dari masyarakat dan bertujuan untuk mencapai dalam masyarakat. Bagian yang terpenting dalam menentukan penegak hukum adalah kesadaran hukum masyarakat.

5. Faktor Kebudayaan

(42)

28

III. METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Masalah

Pendekatan masalah dalam penelitian ini menggunakan pendekatan yurdis normatif dan pendekatan yuridis empiris. Pendekatan yuridis normatif dimaksudkan sebagai upaya memahami persoalan dengan tetap berada atau bersandarkan pada lapangan hukum, sedangkan pendekatan yuridis empiris dimaksudkan untuk memperoleh kejelasan dan pemahaman dari permasalahan dalam penelitian berdasarkan realitas yang ada.1

B. Sumber dan Jenis Data

Sumber dan jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah: 1. Data Primer

Data primer adalah data utama yang diperoleh secara langsung dari lapangan penelitian dengan cara melakukan wawancara dengan pihak Kepolisian Daerah Lampung untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian.

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data tambahan yang diperoleh dari berbagai sumber hukum yang berhubungan dengan penelitian ini, yaitu sebagai berikut:

1

(43)

29

a. Bahan Hukum Primer, bersumber dari:

1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun 1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

2) Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia

b. Bahan hukum sekunder, merupakan bahan hukum yang mendukung bahan hukum primer yang terdiri dari:

1) Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana

2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 2008 tentang Pedoman Dasar Penyelenggaraan Tugas Polri c. Bahan hukum tersier, merupakan bahan hukum yang memberi petunjuk

dan penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, arsip, dokumen dan teori atau pendapat para ahli yang tercantum dalam berbagai referensi atau literatur buku-buku hukum.

C. Penentuan Narasumber

Narasumber penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Penyidik Jatanras Polda Lampung : 2 orang 2. Dosen Bagian Hukum Pidana Fakultas Hukum

Universitas Lampung : 1 orang +

(44)

30

D. Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

1. Prosedur Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan dengan prosedur sebagai berikut: a. Studi pustaka (library research)

Dilakukan dengan serangkaian kegiatan seperti membaca, menelaah dan mengutip dari literatur serta melakukan pengkajian terhadap ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan pokok bahasan. b. Studi lapangan (field research)

Dilakukan dengan kegiatan wawancara (interview) kepada responden sebagai usaha mengumpulkan data yang berkaitan dengan permasalahan dalam penelitian.

2. Prosedur Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan untuk mempermudah analisis data yang telah diperoleh sesuai dengan permasalahan yang diteliti. Adapun pengolahan data yang dimaksud meliputi tahapan sebagai berikut:

a. Seleksi data

Merupakan kegiatan pemeriksaan untuk mengetahui kelengkapan data selanjutnya data dipilih sesuai dengan permasalahan yang diteliti.

b. Klasifikasi data

(45)

31

c. Penyusunan data

Merupakan kegiatan penempatan dan menyusun data yang saling berhubungan dan merupakan satu kesatuan yang bulat dan terpadu pada subpokok bahasan sehingga mempermudah interpretasi data.

E. Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif. Analisis data adalah menguraikan data dalam bentuk kalimat yang tersusun secara sistematis, jelas dan terperinci yang kemudian diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan. Penarikan kesimpulan dilakukan dengan metode induktif, yaitu menguraikan hal-hal yang bersifat khusus lalu menarik kesimpulan yang bersifat umum2.

2Ibid

(46)

V. PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan adalah:

a. Sosialisasi mengenai kewaspadaan terhadap Tindak pidana pencurian dengan kekerasaan kendaraan bermotor dengan pamasangan spanduk berisi himbauan

b. Menempatkan anggota berpakaian preman pada titik-titik rawan tindak pidana pencurian dengan kekerasaan kendaraan bermotor

(47)

63

2. Faktor-faktor yang menghambat Peran Tim Penanggulangan Kejahatan dengan Kekerasan Kepolisian Daerah Lampung Lampung dalam mengatasi tindak pidana pencurian sepeda motor dengan kekerasan:

(a) Faktor substansi hukum, yaitu adanya ketentuan bahwa menurut Pasal 183 KUHAP mengenai alat bukti sah yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan terdakwa, di mana penyidikan belum tentu dapat mengumpulkan semua alat bukti yang sah tersebut.

(b) Faktor aparat penegak hukum, yaitu adanya penyidik yang berpotensi menyalahgunakan kewenangan diskresi, kurangnya kuantitas dan kualitas penyidik kepolisian.

(c) Faktor sarana dan prasarana, yaitu keterbatasan sarana multimedia, alat penyadap dan laboratorium forensik pada Polda Lampung, sehingga penyidikan terkadang mengalami hambatan.

(d) Faktor masyarakat, yaitu tidak adanya pengacara dalam mendampingi terdakwa yang sedang menjalani penyidikan.

(e) Faktor budaya, yaitu masih adanya budaya kompromi dalam masyarakat ketika menyelesaikan suatu kasus tindak pidana.

(48)

64

B. Saran

Saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Aparat kepolisian disarankan untuk meningkatkan patroli dalam rangka pengamanan dan pengawasan terhadap lokasi-lokasi yang berpotensi menjadi tempat bagi pelaku untuk melakukan kejahatan Tindak pidana pencurian dengan kekerasaan kendaraan bermotor

(49)

DAFTAR PUSTAKA

Abdussalam, H. R. 2009. Hukum Kepolisian Sebagai Hukum Positif dalam Disiplin Hukum. Restu Agung, Jakarta.

Hamzah, Andi. 2001. Bunga Rampai Hukum Pidana dan Acara Pidana. Ghalia Indonesia. Jakarta.

Harahap, M. Yahya. 2000. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP. Sinar Grafika. Jakarta.

Himawan, Muammar. 2004. Pokok-Pokok Organisasi Modern. Bina Ilmu. Jakarta.

Lamintang, P.A.F. 1996. Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia. PT. Citra Adityta Bakti. Bandung.

Marpaung, Leden. 2000. Tindak Pidana Terhadap Nyawa dan Tubuh (Pemberantasan dan Preverensinya),Sinar Grafika, Jakarta.

Moeljatno, 1993. Perbuatan Pidana dan Pertanggung jawaban Dalam Hukum Pidana, Bina Aksara, Jakarta.

Nawawi Arief, Barda. 2001. Masalah Penegakan Hukum dan Kebijakan Penanggulangan Kejahatan. PT. Citra Aditya Bakti. Bandung. Reksodiputro, Mardjono. 1994. Sistem Peradilan Pidana Indonesia (Melihat

Kejahatan dan Penegakan Hukum dalam Batas-Batas Toleransi) Pusat Keadilan dan Pengabdian Hukum. Jakarta.

Rahardjo, Satjipto. 1996. Bunga Rampai Permasalahan Dalam Sistem Peradilan Pidana. Pusat Pelayanan Keadilan dan Pengabdian Hukum Jakarta.

Soekanto, Soerjono. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Rineka Cipta. Jakarta.

(50)

_________________. 2002. Sosiologi SuatuPengantar. Rajawali Press. Jakarta.

Susanto, F. Anton. 2004. Kepolisan dalam Upaya Penegakan Hukum di Indonesia

Rineka Cipta. Jakarta.

Sutarto. 2002. Menuju Profesionalisme Kinerja Kepolisian. PTIK. Jakarta. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 Jo. Undang-Undang Nomor 73 Tahun

1958 tentang Pemberlakuan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik

Indonesia

Referensi

Dokumen terkait

Jika aktivitas pengajuan artikel melalui OJS berhasil, maka pada menu utama akun penulis sebagai ͞ Author ͟ akan ada keterangan bahwa penulis telah mengajukan

Dengan menggunakan layanan jasa Bank Syariah Mandiri saya telah menggunakan sistem bagi hasil sesuai dengan prinsip syariah.. Saya bangga menjadi nasabah Bank

Panduan Pengembangan Desa Wisata Hijau yang dilakukan secara bersama dengan Kementerian Pariwisata, Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi

• Pemilih SBY lebih banyak yang kompeten, dan karena itu pilihan terhadapnya, dibanding pada tokoh yang lain, bukan karena “ditipu.” Mereka cukup mampu membuat pertimbangan

5 utama atau tokoh tambahan dalam cerita atau karya fiksi, dapat dilakukan dengan. berbagai cara dan pertimbangan,

limbah abu boiler dan fly ash ini dapat digunakan sebagai bahan pengganti semen pembentuk beton yang mana menjadi suatu pilihan (choice) untuk. penghematan semen

The king of the Silver River stood at the edge of the Gardens that had been his domain since the dawn of the age of faerie and looked out over the world of mortal men.. What he saw

Sesuai uraian di ataslah yang mendorong rasa keingintahuan penulis untuk lebih mengetahui dan mengerti tentang: Bagaimanakah tinjauan Article IV of The Outer Space Treaty 1967