ABSTRAK
PENGARUH TINGKAT PEMAHAMAN TENTANG PROSPEK KERJA GURU TERHADAP MINAT BELAJAR MAHASISWA
PROGRAM STUDI PKn FKIP UNILA TAHUN 2013 Oleh
Putri Sujatmi
Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menganalisis apakah terdapat pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013? Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif. Populasi dalam penelitian ini berjumlah 235 orang yang diambil sampel berjumlah 47 orang. Analisis data menggunakan Chi Kuadrat.
Dari hasil penelitian ini maka penulis dapat menyimpulkan terdapat pengaruh yang signifikan positif dan cukup erat tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila tahun 2013. Hal ini dapat diartikan semakin tinggi pemahaman tentang prospek kerja guru, maka semakin tinggi minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila tahun 2013.
I. PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Pendidikan merupakan faktor penting untuk meningkatkan martabat manusia
menjadi lebih baik. Hakekatnya pendidikan berlangsung seumur hidup. Pendidikan merupakan usaha pembinaan kepribadian dan kemajuan manusia
baik jasmani, rohani dan berperan penting dalam menyiapkan manusia untuk meningkatkan kualitas hidupnya sebagai manusia yang bermartabat. Pendidikan memiliki peranan penting dalam kemajuan seorang individu,
kelompok masyarakat, suku, bahkan kehidupan suatu bangsa. Pendidikan bagi kehidupan manusia merupakan kebutuhan mutlak yang harus dipenuhi sepanjang hayat, semua pelaku yang terlibat dalam pendidikan harus selalu
berusaha meningkatkan kualitas pendidikan yang baik.
Kualitas pendidikan yang baik dapat terbentuk melalui banyak element baik
dari guru, siswa, orang tua, keadaan fasilitas sarana dan prasarana, maupun iklim pendidikan itu sendiri. Tanpa adanya pendidikan sangat mustahil suatu
Pada dasarnya pendidikan merupakan kegiatan untuk mengembangkan potensi
yang dimiliki oleh seseorang dan memiliki tujuan untuk menjadikan manusia dewasa yang berkualitas serta dapat mengabdikan dirinya kepada masyarakat
sehingga berguna bagi bangsa dan negara. Kegiatan untuk mengembangkan potensi tersebut harus dilakukan secara berencana, terarah, dan sistematis agar dapat mencapai suatu tujuan dan menghasilkan perubahan-perubahan positif
dalam diri peserta didik. Tujuan pendidikan sebagaimana tercantum dalam Undang–Undang No.20 Tahun 2003 Pasal 3, tentang sistem Pendidikan
Nasional Bab II Pasal 3 yang berbunyi :
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan bangsa dan mengembangkan manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan keterampilan, kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta rasa tanggung jawab kemasyarakatan dan kebangsaan.
Atas dasar pandangan di atas, sektor pendidikan memegang peranan penting dalam pembangunan yang sedang berlangsung. Sektor pendidikan menggarap
unsur manusia yang diharapkan dapat mengelola sektor ekonomi dan sebagai pelaku pembangunan. Keberhasilan pembangunan lahir dari akal budi manusia yang dipelihara dan dipertajam melalui berbagai jenis sekolah atau dengan
kata lain pendidikan. Hal-hal tersebut mempengaruhi pola pikir manusia untuk semakin memperbaiki kehidupan. Kondisi yang demikian justru memotivasi
masyarakat untuk terus belajar dan meraih kesuksesan.
Perkembangan pendidikan saat ini sudah menjadi tujuan utama manusia untuk meningkatkan taraf kehidupan menjadi lebih baik. Hal ini disebabkan oleh
bahwa saat ini sangat sulit mencari peluang kerja di tengah ketatnya
persaingan global. Bukan impian lagi, semua orang berlomba-lomba mencari gelar untuk mendapatkan pekerjaan yang layak, di sinilah lahan dimana
manusia dapat belajar, menggali ilmu dan kreatifitas serta mengolah pikirannya. Dalam mencapai itu, terdapat keterbatasan manusia yang jika terus menerus dibiarkan akan berakibat fatal bagi generasi muda, yakni tingkat
pemahaman masyarakat tentang prospek kerja yang ada. Jika masyarakat tak paham akan prospek kerja, maka pendidikan akan terbengkalai.
Salah satu bidang yang peminatnya mengalami peningkatan drastis dalam
perguruan tinggi adalah FKIP, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Hal ini terjadi hampir di seluruh penjuru nusantara, dan salah satunya terjadi di
Universitas Lampung, terlebih pada program studi Pendidikan Kewarganegaraan. Berdasarkan pernyataan Bapak Holilulloh, M.Si. selaku ketua program Studi PKn, penyebabnya adalah karena dijanjikannya gaji guru
akan meningkat semenjak masa pemerintahan Bapak Susilo Bambang Yudhoyono. Hal ini menyebabkan para remaja berbondong-bondong untuk menjadi guru.
Terdapat pemahaman yang salah pada masyarakat, yakni semakin membludaknya peminat profesi guru dari tahun ke tahun mengakibatkan semakin sempitnya peluang kerja guru. Beliau menuturkan bahwa sebenarnya
itu semua tergantung dari bagaimana kita memanfaatkan peluang yang ada dan mengembangkan kreatifitas yang ada pada diri sendiri. Banyak pekerjaan
dapat mengembangkan kreatifitasnya dalam mencari peluang kerja guru. Jika
memang menginginkannya, banyak saudara kita di sana tidak mendapatkan pendidikan yang layak karena alasan daerah yang pelosok. Jadi peluang kerja
guru itu tidak hanya dicari, tetapi juga dicipatakan oleh diri kita sendiri.
Pemahaman mengenai prospek kerja guru seperti yang telah dipaparkan di atas masih terasa sulit direalisasikan, ini terbukti dari hasil pengamatan penulis
bahwa tidak semua sarjana pendidikan bekerja sebagai guru, dan banyak guru yang berasal bukan dari sarjana pendidikan. Hal inilah yang mengakibatkan merosotnya kualitas pendidikan. Namun ada pula sebagian masyarakat yang
memahami prospek kerja guru sehingga membuat mahasiswa bersungguh-sungguh dalam menempuh pendidikan di bangku kuliah.
Dalam masa kemajuan sekarang ini, setiap mahasiswa perlu mendapatkan
pendidikan dan pembinaan dari universitas. Hal ini diperkuat oleh pendapat Depdikbud (1989) sebagaimana dikutip E. Mulyasa dalam Mujamil Qomar (2012:43) bahwa terdapat 3 faktor yang berpengaruh dalam peningkatan mutu pendidikan. Salah satunya yakni, “Peran serta masyarakat, khususnya orangtua
siswa dalam penyelenggaraan pendidikan selama ini sangat minim”.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan terhadap beberapa orangtua wali
diketahui bahwa kebanyakan orangtua hanya memberi dorongan materi, karena mereka hanya fokus untuk mencari uang guna membiayai kuliah
acuh tak acuh orangtua yang seperti itu mahasiswapun akan cuek dalam
belajar, bahkan tidak sedikit dari mereka malah memanfaatkan pemberian materi yang diberikan orangtua mereka untuk hal-hal lain di luar keperluan
kuliah. Inilah penyebabnya kurang perhatian orangtua terhadap anaknya.
Faktor lain yang sangat berpengaruh dalam menumbuhkan minat belajar mahasiswa berasal dari dosen. Dosen merupakan orangtua kedua mahasiswa,
tugas utamanya adalah mendidik serta mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat. Namun pada kenyataannya, dosen hanya mengajar, mengajar, dan mengajar. Dosen hanya memberikan ilmunya kepada
mahasiswa tanpa mengembangkan bakat dan kreatifitas mahasiswa. Sehingga banyak mahasiswa yang setelah wisuda bingung dalam mencari pekerjaan
karena mereka tidak dapat mengembangkan kreatifitas yang mereka miliki. Kebanyakan dari mereka justru sibuk merengek kepada orangtua untuk mencari jaringan guna memasuki lembaga pendidikan atau kantor guna
mendapatkan pekerjaan, padahal itu semua tergantung dari seberapa dalam kreatifitas yang dapat mereka kembangkan. Hal fatal yang disebabkan karena hal tersebut adalah mereka terdidik manja, karena apa yang mereka inginkan
bisa mereka dapatkan jika memiliki jaringan dan uang. Ini pula yang menyebabkan mereka tak mampu bersaing secara sehat dalam dunia kerja dan
akan tersisih dengan sendirinya.
Berdasarkan observasi yang peneliti lakukan pada Program Studi PKn, hanya segelintir dosen yang peduli terhadap pengembangan kreatifitas mahasiswa,
pula dosen yang beranggapan bahwa dosen yang menerapkan system
pendidikan bergaya bank, yakni pembiasaan-pmbiasaan dalam belajar yang mencerminkan mahasiswa tertindas secara keseluruhan. Dosen mengajar,
mahasiswa diajar. Dosen bercerita, mahasiswa mendengarkan. Dosen memilih dan memaksakan tujuannya, mahasiswa menyetujui. Dosen memilih bahan dan isi perkuliahan, mahasiswa (tanpa diminta pendapatnya) menyesuaikan
diri dengan perkuliahan tersebut. Jadi, situasi pembelajaran berpusat pada dosen (teacher centered learning).
Dosen berperan sebagai aktor di depan kelas. Ini menjadi mindset dosen
dipandang sebagai suatu kebenaran. Ditambah lagi sarana dan prasarana pendidikan yang kurang memadai. Berdasarkan wawancara yang peneliti
lakukan terhadap beberapa mahasiswa Program Studi PKn, ada saat-saat dimana mereka harus berebut ruang kuliah dengan mahasiswa PKn angkatan lainnya dikarenakan ruangan yang terbatas. Kemudian ada pula saat dimana
mereka harus mengambil kursi dari ruang satu ke ruang lainnya demi kelancaran mengikuti mata kuliah yang sedang berlangsung. Hal lain yang harus diperhatikan adalah media pembelajaran yang disediakan universitas
seperti OHP, terkadang untuk menggunakannya dalam perkuliahan harus booking terlebih dahulu agar tidak digunakan mahasiswa angkatan lain.
Selain itu, tidak memadainya sarana dan prasarana pendidikanpun berasal dari
mahasiswa dan masyarakat itu sendiri. Kesadaran mahasiswa akan pentingnya hal tersebut masih sangat kurang, mereka lebih senang untuk menjajakan uang
pendidikan lainnya. Hal inilah yang lagi-lagi harus diperhatikan oleh orangtua
dalam membimbing anaknya menjadi sadar akan pendidikan. Bagaimana anak bisa sadar akan pendidikan, jika orangtuanya saja tidak paham mengenai itu.
Tujuan pendidikan ini dapat dicapai apabila ada motivator baik dari dalam
maupun dari luar diri anak. Salah satu faktor pendukung minat belajar anak berasal dari diri mereka sendiri, yakni seberapa dalam mereka memahami
bahwa baik sekarang maupun kelak apa yang ia dapatkan di lembaga pendidikan maupun non pendidikan akan sangat berguna bagi kelangsungan hidupnya, terlebih apabila mereka paham akan peluang kerja guru di masa
mendatang.
Keberhasilan dalam belajar dapat dilihat dari prestasi yang diperoleh para peserta didik. Secara umum hal-hal yang mempengaruhi tinggi rendahnya
hasil belajar terbagi atas dua faktor, yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal berupa faktor biologis (kondisi umum jasmani) dan faktor psikologis (intelegensi, sikap, minat, bakat, dan motivasi). Sedangkan faktor
eksternal dapat berupa faktor lingkungan, keluarga, sekolah, dan masyarakat.
Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari dalam diri peserta didik, salah satunya yaitu minat belajar. Minat belajar adalah energi dalam diri
(pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Keinginan untuk mewujudkan tujuan yang ingin dicapai
dan berprestasi. Ia harus berusaha mengarahkan segala daya dan upaya untuk
mencapainya. Hal ini dimaksud agar remaja dapat belajar dengan baik tanpa adanya kendala sehingga akan mencapai hasil yang optimal.
Faktor lainnya adalah faktor eksternal, yakni faktor yang berasal dari luar diri
peserta didik antara lain adalah kelengkapan literatur, dosen, pergaulan remaja dan keluarga. Literatur merupakan bahan bacaan yang digunakan dalam
berbagai aktivitas baik secara intelektual maupun rekreasi. Sedangkan pergaulan remaja merupakan acuan bagi remaja dalam melakukan suatu hal atau trend yang sedang berkembang saat ini.
Faktor lainnya adalah keluarga, merupakan lingkungan pertama dan utama bagi kehidupan anak, karena keluargalah yang pertama menerima anak saat kelahirannya, memeliharanya, dan memberikan perlindungan hingga anak
tumbuh berkembang menjadi dewasa. Perhatian orang tua yang optimal dapat menumbuhkan minat belajar siswa. Adanya perhatian dari orang tua diharapkan dapat berdampak positif bagi prestasi belajar remaja. Bentuk
perhatian orang tua yang diharapkan oleh anak sebagai remaja adalah usaha orang tua agar dapat mengambil bagian dalam meningkatkan minat
belajarnya. Adapun bentuk konkretnya adalah dukungan baik yang bersifat material maupun inmaterial seperti memberikan perhatian, motivasi dan membantu mengatasi masalah-masalah yang dihadapi secara cepat dan tepat.
dan pihak sekolah sangat diperlukan dalam usaha untuk mengembangkan
remaja dalam mencapai prestasinya. Yang terakhir adalah dosen, merupakan salah satu penunjang dan pembimbing mahasiswa agar mencapai hasil belajar
yang baik.
Mahasiswa program studi Pendidikan Kewarganegaraan sebagai generasi
muda yang akan mengisi posisi guru dalam masyarakat di masa yang akan datang, akan meneruskan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara di masa depan. Mahasiswa telah dibekali dengan berbagai ilmu untuk menghadapi
zaman yang berubah dari waktu ke waktu. Mahasiswa dituntut untuk dapat berpikir dalam menciptakan peluang kerja sendiri dalam aspek Pendidikan Kewarganegaraan. Untuk menentukan pilihannya, mahasiswa memerlukan
tingkat kemandirian yang tinggi, dan memerlukan informasi guna merealisasikan pengetahuannya dalam membuat keputusan yang sesuai
dengan minat dan keberbakatannya.
Peneliti melakukan pengamatan terhadap mahasiswa FKIP Program Studi PKn pada saat pra penelitian, dan diperoleh data sebagai berikut :
Tabel 1. Hasil pra-survey melalui observasi yang dilakukan pada mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013
Pemahaman tentang urgensi pendidikan pada mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013
Aspek yang dinilai Tinggi Sedang Rendah Tingkat pemahaman mengenai
prospek kerja guru √
Minat belajar remaja √
Berdasarkan data pada tabel di atas, disimpulkan bahwa tingkat pemahaman
mahasiswa mengenai prospek kerja guru masih rendah, dan minat belajar remaja adalah tidak terlalu tinggi.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap beberapa mahasiswa FKIP PKn 2010,
2011, dan 2012, saya mengetahui bahwa mayoritas mahasiswa yang memutuskan untuk mengambil FKIP Pkn kurang paham mengenai prospek
kerja guru PKn. Pada dasarnya mereka memiliki gambaran bahwa, lulusan FKIP PKn tidak harus menjadi guru PKn, tetapi bisa menjadi guru IPS, seni atau yang lainnnya tergantung peluang kerja yang ada nanti, bahkan lulusan
FKIP PKn tidak harus menjadi guru, banyak peluang kerja non guru yang membutuhkan jasa tenaga yang paham mengenai hukum dan kenegaraan
seperti BUMN atau pemerintah daerah.
Memang pada umumnya segala jurusan yg berbasis pendidikan akan menjadi guru tetapi mungkin juga bisa bekerja di instansi pemerintahan. Bagi mahasiswa mandiri, mereka tidak akan keberatan jika dosen hanya
memberikan sebuah diktat sebagai modal belajar karena mereka dapat mencari dan mengolah data pelajaran dari berbagai sumber, akan tetapi bagi
mahasiswa pasif, mereka akan merasa kesulitan untuk mencerna materi-materi kuliah sehingga tak ayal banyak mahasiswa yang gagal dalam ujian kuliah. Dengan demikian diperlukan usaha-usaha dalam mencari dan menciptakan
peluang kerja. Hal ini perlu ditanamkan dan dikembangkan oleh dosen dan masyarakat khususnya orangtua. Perlu sebuah sentuhan terdapat mahasiswa
materi-materi perkuliahan, tetapi juga perlu pengembangan kreatifitas dalam
menciptakan peluang kerja.
Hal pertama yang harus dilakukan adalah membentuk mindset bahwa pekerjaan menjadi guru membutuhkan lulusan-lulusan pendidikan yang
memiliki potensi untuk meningkatkan kualitas pendidikan, bukan lulusan pendidikan yang hanya mampu bekerja dengan gelar S.Pd. belaka yang
terbiasa melakukan jalan pintas. Perlu pemahaman dari masyarakat dan dosen bahwa tidak ada kualitas pendidikan yang baik bila dilakukan secara instan, apalagi tanpa proses. Kedua, mendemonstrasikan dan mendalami model
sebagai contoh. Model terdekat dengan mahasiswa adalah keluarga dan dosen. Apabila keluarga mereka bekerja tidak hanya dengan gelar yang dimiliki
tetapi juga dengan potensi yang dikembangkan, maka mereka akan merasa bahwa akan menjadi seperti itulah mereka nanti karena hal tersebut akan sangat membanggakan untuk diri sendiri dan orang di sekelilingnya.
Dosenpun seperti itu, jika dosen bekerja hanya mengandalkan title dan relasi, maka mahasiswa akan berpikiran, “beliau saja bisa menjadi seorang dosen,
padahal cara mengajarnya pas-pas-an saja tidak pas”. Hal ini yang
mengakibatkan mahasiswa enggan belajar setius danminat belajarnya menurun.
Ketiga, pelaku pendidikan harus melakukan tugasnya masing-masing dengan
mahasiswa menjadi mandiri dalam mengerjakan tugasnya. Dengan demikian
mahasiswa akan terbiasa untuk mandiri sampai ia memasuki dunia kerja kelak.
Melaksanakan hal-hal di atas tidak semudah teorinya, lagi-lagi pemerintah juga berperan penting dalam usaha-usaha tersebut. Diperlukan kebijakan dan
penanganan terhadap pelanggaran-pelanggaran yang terjadi dalam dunia kerja. Namun jika dengan hal tersebut belum juga dapat teratasi, kembali kepada diri
sendiri. Seberapa sadar diri kita dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat dalam memasuki dunia kerja, bagaimana menguasai materi yang disajikan dalam perkuliahan dan bagaimana mereka dapat menerapkannya
dalam dunia kerja nanti.
Kemampuan mahasiswa dalam menguasai materi dapat dilihat dari hasil belajar, akan tetapi tidak semua keberhasilan belajar dapat berjalan tanpa
kendala karena hasil belajar banyak dipengaruhi oleh banyak faktor, salah satunya adanya tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini dicoba diungkap tentang pengaruh tingkat
pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.
1.2Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah berdasarkan faktor intern dan ekstern sebagai berikut:
2. Dalam proses pembelajaran, dosen hanya memberikan materi tanpa memberikan pemahaman mengenai prospek kerja guru yang akan berguna setelah mahasiswa lulus nanti
3. Persepsi masyarakat terhadap Program Studi PKn masih memandang sebelah mata
4. Sarana dan prasarana pendidikan tidak memadai
5. Motivasi mahasiswa untuk belajar dan berprestasi masih sangat kurang 6. Pemahaman mahasiswa tentang prospek kerja guru masih rendah
1.3Pembatasan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah di atas, peneliti
membatasi masalah pada tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.
1.4Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi, dan pembatasan masalah di atas maka yang menjadi rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat
pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013?
1.5Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar
1.6Kegunaan Teoretis dan Praktis 1.6.1 Kegunaan Teoretis
Penelitian tentang pengaruh tingkat pemahaman tentang prospek kerja
guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013 menerapkan konsep, teori, prinsip, dan prosedur ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan pada kajian
pendidikan nilai dan moral yang berkaitan dengan pemahaman prospek kerja guru yang berkembang di kalangan mahasiswa guna
meningkatkan minat belajar remaja dalam rangka peningkatan kualitas pendidikan dan memudahkan mencari peluang kerja.
1.6.2 Kegunaan Praktis
1. Bagi Dosen Pembimbing
Hasil penelitian ini dapat mengoptimalkan kemampuan dosen dalam memotivasi mahasiswa dalam peningkatan minat belajar.
2. Bagi Kalangan Mahasiswa
Hasil penelitian ini dapat menjadi masukan bagi mahasiswa agar dapat meningkatkan pemahaman tentang prospek kerja guru guna
meningkatkan minat belajar mahasiswa dalam mencapai hasil belajar yang baik.
3. Bagi Masyarakat
dengan baik sehingga dapat menumbuhkan minat belajar
mahasiswa.
1.7Ruang Lingkup
1.7.1 Ruang Lingkup Ilmu
Ruang lingkup ilmu dalam pnelitian ini adalah ilmu pendidikan khususnya Pendidikan Kewarganegaraan dalam wilayah kajian
pendidikan nilai dan moral.
1.7.2 Ruang Lingkup Objek
Objek penelitian ini adalah pemahaman tentang prospek kerja guru
terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.
1.7.3 Ruang Lingkup Subjek
Subjek penelitian ini adalah mahasiswa Program Studi PKn FKIP Unila Tahun 2013.
1.7.4 Ruang Lingkup Wilayah
Penelitian ini dilaksanakan di Jalan Brojonegoro No. 1, Gedung Meneng, Bandar Lampung
1.7.5 Ruang Lingkup Waktu
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1Deskripsi Teoritis
A. Tinjauan Umum Tentang Minat Belajar 2.1.1 Pengertian Minat Belajar
Minat memegang peranan yang sangat penting dalam kemampuan
berhasil atau tidaknya seseorang dalam berbagai bidang terutama dalam bidang pendidikan, karena dapat menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran.
Pendapat yang diungkapkan Winkel dalam Doni Apriandoko
(2012:10), “minat adalah kecenderungan yang menetap dalam subjek untuk merasa tertarik pada bidang atau hal tertentu dan merasa senang
berkecimpung pada bidang itu”.
Pendapat lain disampaikan oleh Kurt Singer dalam Doni Apriandoko
Minat adalah kecenderungan yang tetap untuk memperhatikan dan
mengenang beberapa kegiatan. Kegiatan yang diminati dan dipelajari seseorang akan diperhatikan terus-menerus yang disertai dengan rasa
senang.
Berdasarkan pengertian minat di atas, dapat didefinisikan bahwa minat
adalah kecenderungan jiwa yang menetap kepada diri seseorang dan biasanya disertai dengan perasaan senang dan tertarik terhadap kegiatan atau bidang tertentu. Minat belajar timbul atau muncul tidak
secara tiba-tiba, melainkan timbul akibat dari partisipasi, pengalaman, kebiasaan pada waktu belajar atau bekerja, dengan kata lain, minat belajar dapat menjadi penyebab kegiatan dan penyebab partisipasi
dalam kegiatan.
Pendapat Usman Effendi (1985: 720), minat dapat ditimbulkan dengan
berbagai cara meliputi:
1. Membangkitkan suatu kebutuhan, misalnya kebutuhan untuk menghargai keindahan, untuk dapat penghargaan dan sebagainya.
2. Menghubungkan dengan pengalaman-pengalaman yang lampau.
3. Memberikan kesempatan untuk mendapatkan hasil yang baik sehingga akan menimbulkan rasa puas
Minat dalam Doni Apriandoko (2012:11) itu sendiri dapat dipengaruhi
oleh beberapa faktor antara lain seperti: 1. Yang bersumber dari diri sendiri :
a. Kesehatan anak
b. Ketidakmampuan anak mengikuti pelajaran di sekolah c. Kemampuan intelektual yang taraf kemampuannya lebih
2. Yang bersumber dari luar diri anak : a. Keadaan keluarga :
1) Suasana keluarga 2) Bimbingan orang tua 3) Harapan orang tua
4) Cara orang tua menumbuhkan minat belajar anak b. Keadaan sekolah :
1) Hubungan anak dengan anak lain yang menyebabkan anak tidak mau sekolah.
2) Anak tidak senang sekolah karena tidak senang dengan gurunya.
2.1.2 Fungsi Minat
Berikut ini adalah beberapa fungsi minat dalam Doni Apriandoko
(2012:12), yaitu :
1. Minat sebagai alat pembangkit motivasi dalam belajar.
Secara teoritis bahwa semakin kuat minat seseorang semakin besar pula dorongan untuk melakukan sesuatu, seperti dalam halnya belajar. Minat sebagai motivasi dalam belajar dalam arti dapat
mendorong seseorang untuk belajar lebih baik. Dalam hal ini sesuai dengan pendapat Oemar Hamalik (1983: 66) menyatakan bahwa “Belajar dengan minat akan mendorong anak belajar dengan
baik”.
2. Minat sebagai pusat perhatian
Adanya minat, seseorang memungkinkan lebih berkonsentarsi penuh terhadap suatu objek yang diminati. Misalnya seseorang tertarik akan sesuatu benda yang mengandung arti baginya. Dalam
sehingga perhatian terhadap benda akan lebih terpusatkan selama
penyelidikan berlangsung.
3. Minat sebagai sumber hasrat belajar
Salah satu fungsi belajar menurut Sofyan Ahmad dalam Doni
Apriandoko (2012: 13) yaitu “ mempertinggi derajat hidup dengan meninggalkan kebodohan dan meningkatkan kemauan dan kemampuan”. Kelancaran kegiatan belajar sangat tergantung
kepada minat yang ada yang menjadi sumber hasrat belajar.
4. Minat untuk mengenal kepribadian
Sarwono dalam Doni Apriandoko (2012: 13) minat salah satu aspek kewajiban yang tidak tampak dari luar untuk mengenal kepribadian seseorang dapat diketahui “arah minat dan pandangan
mengenai nilai-nilai”.
Minat bukanlah sesuatu yang dimiliki oleh seseorang begitu saja melainkan merupakan sesuatu yang dapat dikembangkan minat adalah di lembaga pendidikan. Banyak upaya yang dilakukan untuk
menumbuhkan minat dalam belajar adalah dengan adanya variasi mengajar dengan berbagai media dan metode yang dipakai dalam
2.1.3 Pengertian Belajar
Belajar pada hakikatnya merupakan bentuk tingkah laku individu dalam usahanya memenuhi kebutuhan pencapaian tujuan. Adanya kebutuhan
-merupakan pendorong individu untuk belajar. Menurut pengertian psikologi, belajar merupakan tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya.
Berdasarkan pendapat Gagne dalam Dr.Dimyati dan Drs.Mudjiono (2009:10), “Belajar merupakan kegiatan yang kompleks. Belajar terdiri
dari tiga komponen penting, yaitu kondisi eksternal, kondisi internal, dan hasil belajar.”
Pengertian belajar menurut para ahli psikologi dalam Oemar Hamalik (2009: 40), “belajar merupakan suatu proses perubahan, yaitu
perubahan tingkah laku sebagai hasil dari interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidup”.
J. Herbart dalam Oemar Hamalik (2009: 42), ”belajar adalah
memperoleh pengetahuan melalui alat indra yang disampaikan dalam
bentuk perangsang-perangsang dari luar”.
Pendapat lain disampaikan Sardiman (2007: 30), “belajar merupakan
Seperti pendapat yang dikemukakan oleh Slameto (2003: 2) :
Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Akan tetapi tidak semua perubahan dalam diri seseorang merupakan perubahan dalam arti belajar.
Berdasarkan definisi-definisi di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa belajar menimbulkan suatu perubahan tingkah laku yang relatif tetap dan
perubahan itu dilakukan lewat kegiatan, atau usaha yang disengaja. Jadi, yang dimaksud dari minat belajar adalah aspek psikologi seseorang yang menampakkan diri dalam beberapa gejala, seperti : gairah, kebutuhan,
keinginan, perasaan suka untuk melakukan proses perubahan tingkah laku melalui berbagai kegiatan yang meliputi mencari pengetahuan dan
pengalaman. Dengan kata lain, minat belajar itu merupakan kebutuhan, rasa suka dan rasa puas seseorang (mahasiswa) terhadap belajar yang ditunjukkan melalui keantusiasan, partisipasi, keaktifan dan hasil dalam
belajar.
2.2Tinjauan Umum tentang Pemahaman tentang Prospek Kerja Guru 2.2.1 Pengertian Pengaruh
Pengaruh merupakan efek yang terjadi setelah dilakukannya proses
penerimaan pesan sehingga terjadilah proses perubahan baik pengetahuan, pendapat, maupun sikap. Suatu pengaruh dikatakan berhasil apabila terjadi sebuah perubahan pada si penerima pesan
Pendapat Stuart dalam Hafied Cangara (2002:163) “pengaruh atau efek
ialah perbedaan antara apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan”. Sedangkan
berdasarkan pendapat Hafied Cangara (2002:163) “pengaruh adalah
salah satu elemen dalam komunikasi yang sangat penting untuk mengetahui berhasil tidaknya komunikasi yang kita inginkan”.
Pendapat lainnya disampaikan oleh beberapa ahli dalam Carapedia.com, yaitu:
1. WIRYANTO
Pengaruh merupakan tokoh formal maupun informal di dalam masyarakat, mempunyai ciri lebih kosmopolitan, inovatif, kompeten, dan aksesibel dibanding pihak yang dipengaruhi. 2. M. SUYANTO (Amikom Yogyakarta)
Pengaruh merupakan nilai kualitas suatu iklan melalui media tertentu.
3. UWE BECKER
Pengaruh merupakan kemampuan yang terus berkembang yang - berbeda dengan kekuasaan - tidak begitu terkait dengan usaha memperjuangkan dan memaksakan kepentingan.
(involed is formatif vermogen dat - in tegens telling tot macht - niet direct verbonden is met strijd en de doorzetting van belangen)
4. NORMAN BARRY
Pengaruh merupakan suatu tipe kekuasaan yang jika seorang yang dipengaruhi agar bertindak dengan cara tertentu, dapat dikatakan terdorong untuk bertindak demikian, sekalipun ancaman sanksi yang terbuka tidak merupakan motivasi yang mendorongnya.
(influence is a type of power in that a person who is influenced to act in a certain way may be said to be caused so to act, even though an overt threat of santions will not be the motivating force)
5. ROBERT DAHL
A mempunyai pengaruh atas B sejauh ia dapat menyebabkan B untuk berbuat sesuatu yang sebenarnya tidak akan B lakukan. 6. SOSIOLOGI PEDESAAN
7. BERTRAM JOHANNES OTTO SCHRIEKE
Pengaruh merupakan bentuk dari kekuasaan yang tidak dapat diukur kepastiannya.
8. ALBERT R. ROBERTS & GILBERT
Pengaruh merupakan wajah kekuasaan yang diperoleh oleh orang ketika mereka tidak memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan.
Pengaruh dapat dikatakan mengena jika perubahan (P) yang terjadi pada penerima sama dengan tujuan (T) yang diinginkan oleh komunikator. Pengaruh dapat terjadi dalam bentuk perubahan
pengetahuan, sikap dan perilaku.
Pengaruh bisa terjadi dalam bentuk perubahan persepsi dan perubahan
pendapat. Adapun yang dimaksud dengan perubahan sikap ialah adanya perubahan internal pada diri seseorang yang diorganisir dalam bentuk prinsip, sebagai hasil evaluasi yang dilakukannya terhadap suatu objek
baik yang terdapat di dalam maupun di luar dirinya.
Definisi dari perubahan perilaku itu sendiri ialah perubahan yang terjadi
dalam bentuk tindakan. Antara perubahan sikap dan perilaku terdapat hubungan yang erat, sebab perubahan perilaku biasanya didahului oleh
perubahan sikap. Tetapi dalam hal tertentu, bisa juga perubahan sikap didahului oleh perubahan perilaku.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa pengaruh adalah perbedaan apa yang dipikirkan, dirasakan dan dilakukan sebelum dan setelah menerima pesan sehingga terjadi perubahan pada
2.2.2 Pengertian Pemahaman
Berdasarkan pendapat Jalaluddin Rakhmat dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) ”Pemahaman merupakan aspek intelektual yang berkaitan dengan apa yang diketahui manusia”. Pengertian ini
menunjukkan bahwa aspek pemahaman erat kaitannya dengan sikap intelektual dan ini berkaitan dengan apa yang diketahui oleh manusia.
Pendapat lainnya disampaikan oleh Frank J. Bruno dan Anwar Arifin yang dikutip dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:28) menjelaskan bahwa ”Pemahaman merupakan sebuah proses persepsi yang terjadi
secara tiba-tiba tentang keterikatan yang terjadi dalam keterikatan yang terjadi dalam keseluruhan”. Jadi, pemahaman merupakan suatu proses
persepsi atas keterhubungan antara beberapa faktor yang saling mengikat secara menyeluruh dan persepsi diartikan sebagai penafsiran stimulus yang telah ada dalam otak. Berdasarkan pendapat tersebut di
atas, maka dapat ditarik suatu pengertian bahwa pemahaman adalah mengerti atau dapat menjawab pertanyaan tentang apa, mengapa, sebab apa, bagaimana, dan untuk apa.
Terkait dengan pemahaman dalam penelitian ini, David O Sears , Jonathan L. Freeman dan L. Anne Peplau dalam Ria S. Fatimah Muzammil (2010:29) mengemukakan ”teori yang disebut dengan teori
pemahaman sosial (kognisi sosial), teori ini diarahkan pada penelaahan berbagai proses kognitif yang difokuskan pada stimuli sosial, terutama
pemahaman sosial adalah pandangan bahwa persepsi manusia
merupakan proses kognitif yang memandang orang sebagai pengamat yang terorganisasikan secara aktif, jadi bukan sekedar kotak yang pasif,
mereka memiliki motivasi untuk mengembangkan kesan yang terpadu dan berarti, bukan sekedar rasa suka atau benci. Jadi, pemahaman merupakan pengertian atau mengerti benar tentang sesuatu.
.
2.2.3 Pengertian Prospek Kerja Guru 1. Pengertian Prospek Kerja
Pengertian prospek berdasarkan pendapat para ahi dalam
Taqinpanteraya.blogspot.com adalah sebagai berikut:
a. Paul R. Krugman (2003:121) menyatakan bahwa “Prospek
adalah peluang yang terjadi karena adanya usaha seseorang dalam memenuhi kebutuhan hidupnya juga untuk mendapatkan profit atau keuntungan”.
b. Djasmin (1994:28) menyatakan bahwa “prospek adalah kebijakan perusahaan untuk meningkatkan kinerja penjualan dengan meraih peluang yang ada serta mengatasi berbagai
hambatan dan ancaman baik dalam jangka panjang maupun jangka pendek”.
c. Siswanto Sutejo (1945:28) menyimpulkan secara jelas “prospek adalah suatu gambaran keseluruhan, baik ancaman ataupun
Dengan demikian prospek kerja merupakan kondisi yang akan
dihadapi oleh seseorang dimasa yang akan datang baik kecenderungan untuk meningkatkan atau menutup. Kondisi ini dipengaruhi oleh berbagai peluang dan ancaman yang dihadapi.
Kelemahan dan kekuatan yang dimiliki seseorang sehingga diperlukan perencanaan dan perumusan strategis secara baik.
Khususnya dalam peningkatan efisiensi dan kreativitas seseorang dalam mengolah hal-hal yang baru dengan memanfaatkan peluang-peluang dan mengetahui berbagai bentuk ancaman dikemudian hari.
2. Pengertian Guru
Guru merupakan seorang yang bertanggungjawab mencerdaskan siswa-siswinya, karena sudah menjadi tugas dan kewajiban guru
dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada peserta didik.
Berdasarkan pendapat Syaiful Bahri Djamarah (2005:31) mengatakan bahwa “guru merupakan orang yang memberikan ilmu pengetahuan kepada anak didik”.
Berdasarkan UU RI No. 14 Tahun 2005, “Guru adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik
Definisi guru menurut Noor Jamaluddin (1978: 1) dalam
definisimu.blogspot, bahwa:
Guru merupakan pendidik, yaitu orang dewasa yang bertanggung jawab memberi bimbingan atau bantuan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya agar mencapai kedewasaannya, mampu berdiri sendiri dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Allah khalifah di muka bumi, sebagai makhluk sosial dan individu yang sanggup berdiri sendiri.
Definisi guru menurut Peraturan Pemerintah merupakan “jabatan
fungsional, yaitu kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak seorang PNS dalam suatu organisasi
yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan keahlian atau keterampilan tertentu serta bersifat mandiri”.
Definisi guru menurut Keputusan Men.Pan, “guru adalah Pegawai
Negeri Sipil yang diberi tugas, wewenang dan tanggung jawab oleh pejabat yang berwenang untuk melaksanakan pendidikan di
sekolah”.
Jadi, guru merupakan seorang yang memiliki tugas mengajar dan
mendidik, yakni bertanggungjawab memberikan ilmu pengetahuan dan membimbing peserta didik menjadi manusia yang kreatif,
cerdas, mandiri, dan bermoral baik.
ada, dan kondisi dimana calon guru diuji untuk menciptakan hal-hal
yang baru sehingga dapat menciptakan peluang kerja bagi dirinya dengan cara meningkatkan efisiensi dan kreativitas baik dalam
menyalurkan ilmunya maupun dalam mendidik peserta didik menjadi pribadi yang mandiri, kreatif, dan bermoral baik sehingga tujuan pendidikan itu sendiri dapat tercapai seperti tercantum dalam
UU RI No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional Pasal 3.
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang bertanggung jawab.
2.2.4 Pemahaman Prospek Kerja Guru
Proses pendidikan masih terus berlangsung hingga saat ini, namun tujuan
pendidikan itu sendiri belum dapat tercapai. Terdapat beberapa faktor yang memengaruhi pencapaian tujuan pendidikan, spesifiknya lagi terhadap
prospek kerja guru, diantaranya kondisi pendidik (dosen/guru), peserta didik, sistem pembelajaran, pemahaman mengenai prospek kerja guru, dan
lain-lain yang pada akhirnya akan memengaruhi pola pikir peserta didik dalam memahami dunia ilmu dan pendidikan dan dalam mengambil keputusan.
Telah banyak dijumpai banyak pengangguran dalam hal pekerjaan.
tetapi ironisnya juga terjadi pada kalangan terdidik. Mengenai sebabnya
pengangguran, Ace Suryadi dan H.A.R. Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:30-31) mengurai argumentasi terjadinya pengangguran dan setengah
pengangguran tenaga kerja terdidik sebagai berikut.
1. Terjadinya ketimpangan dalam pergeseran struktur persediaan tenaga kerja terdidik dengan kesempatan kerja dalam struktur ekonomi Indonesia sampai saat ini.
2. Sistem pendidikan masih menekankan fungsinya sebagai pemasok tenaga kerja terdidik (educated manpower supply
system) daripada sebagai penghasil tenaga penggerak
pembangunan (driving force).
3. Terdapat kecenderungan bahwa mutu tenaga kerja yang dihasilkan oleh sistem pendidikan belum mampu berperan sepenuhnya sebagai kekuatan penggerak pembangunan (driving force) yang mampu melakukan pembaruan, dan penciptaan gagasan baru dalam menciptakan dan memperluas lapangan kerja.
4. Akibat dari pola pemikiran human capital yang terlalu kuat telah memengaruhi tumbuhnya sikap-sikap “apriori” bahwa pendidikan formal dapat membentuk ketrampilan yang relevan dengan kebutuhan dunia kerja.
5. Sikap-sikap apriori yang sangat kuat bahwa pendidikan formal dapat menghasilkan tenaga yang langsung dapat dipakai, juga dimiliki oleh para penerima kerja.
Berdasarkan pandangan Mujamil Qomar (2012:31) terhadap kreatifitas masyarakat adalah:
Masyarakat kita hampir tidak ada orang yang memiliki inisiatif. Kelemahan tidak adanya inisiatif biasanya berdampak pada kelemahan kreativitas, sebab kreativitas itu terjadi diawali dari adanya inisiatif, dan dari inisiatif ini ditindaklanjuti oleh kreativitas. Bedanya inisiatif lebih tampak pada ide-ide atau gagasan-gagasan baru, sedangkan kreativitas lebih tampak pada level aktivitas atau tindakan-tindakan baru.
Suryadi dan Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:33) menilai bahwa “program-program pendidikan di Indonesia cenderung menghasilkan
calon-calon pencari pekerjaan daripada calon-calon pengusaha atau pekerja mandiri”. Konsekuensinya, tenaga-tenaga kerja terdidik kita
cenderung bersikap praktis, pragmatis, potong kompas (by pass), dan senang terhadap hal-hal yang instan. Misalnya, mengikuti tes CPNS
dengan booking kursi, yakni menyuap instansinya agar peserta dapat lolos tes CPNS. Contoh lain yang terjadi dalam masyarakat adalah
banyak sarjana pendidikan yang bekerja di bank, bidang pariwisata, dan lain-lain dengan mengandalkan jaringan atau kerabat yang bekerja di
tempat tersebut. Ini yang menjadikan pola pikir mahasiswa “kuliah yang penting wisuda, bekerja yang penting menghasilkan uang”.
Berdasarkan penelitian Djohar (2003:43), “orientasi pendidikan kita
selama ini diarahkan pada tujuan. Namun, evaluasi hasilnya tidak mengukur keberhasilan tujuan itu, sehingga peserta didik tidak memperoleh apa-apa dari pendidikan tersebut”. Ini merupakan
pendidikan yang mubazir, suatu pendidikan yang telah mengerahkan biaya, tenaga, pikiran, dan waktu, tetapi tidak memberikan keuntungan
secara signifikan kepada peserta didik apalagi masyarakat luas. Oleh karena itu, pendidikan perlu dievaluasi.
Sesungguhnya problem pendidikan bisa berasal dari berbagai kalangan,
di dalamnya orangtua wali/mahasiswa. Di kalangan peserta didik juga
terdapat kesenjangan, mereka tidak memiliki target dalam mempelajari ilmu, sehingga tidak mengukur keberhasilan belajarnya.
Diperlukan pengkondisian situasi akademik dari guru atau dosen
terhadap peserta didik. Selain menyampaikan materi pelajaran/matakuliah, tetapi juga menyelami gejolak batin atau
problem-problem psikologis yang dialami peserta didik. Karena dalam hal ini, meskipun peserta didik/mahasiswa sudah memasuki usia dewasa, mereka masih memerlukan bimbingan dari para dosen dalam
memahami problem pendidikan dan cara mengatasinya. Oleh karena itu, mereka membutuhkan pemahaman mengenai prospek kerja guru dari
para dosen agar minat belajar mereka meningkat.
Terkadang pendidikan memang dirasakan sebagai suatu dilema, jika mahasiswa hanya dicekoki doktrin mereka menjadi pasif-konsumtif, tetapi kalau mereka dilatih berpikir kritis akhirnya tumbuh menjadi
orang-orang yang suka menggugat seperti tercermin dari maraknya demonstrasi. Lulusan-lulusan pendidikan dikenal jago-jago memainkan
intrik politik, tetapi sangat lemah dalam menguasai substansi keilmuan. Pendidikan Kewarganegaaran merupakan pendidikan moral yang digalakkan pemerintah sejak Orde Baru yang dilaksanakan pada semua
tingkat lembaga pendidikan formal mulai sekolah dasar hingga perguruan tinggi, namun pada praktekknya tidak sedikit lulusan
Berdasarkan pendapat Mujamil Qomar (2012:95) mengenai pendidikan
di Indonesia adalah:
Pendidikan di Indonesia makin mengalami degradasi moral dan spiritual. Proses pendidikan makin dijauhkan dari pertimbangan sosial-religius sebagai idealisme yang ingin diwujudkan melalui pesan-pesan Pancasila. Pendidikan kita makin diarahkan pada sifat-sifat materialistik, mengejar materi sebanyak-banyaknya, dan menumpuk modal sebesar-besarnya sebagai jaminan ketahanan suatu lembaga pendidikan. Bahkan, pengumpulan materi atau modal tersebut sebagai jaminan bagi kelangsungan hidup, pengelola, pelaksana, guru dan tenaga kependidikan, sehingga atmosfer pendidikan menjadi beraroma ekonomis bahkan bisnis laksana dalam lembaga-lembaga perekonomian.
Seperti diungkapkan H.A.R. Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:97) bahwa “pendidikan kita didesain seperti perlombaan atau pertandingan.
Lembaga pendidikan lain dianggap kompetitor, mahasiswa lain sebagai rival, dan lulusan dari sekolah lain apalagi luar negeri sebagai pesaing.
Desain ini memaksa hadirnya konsep daya saing”. Tilaar menuturkan, “dewasa ini “daya saing” merupakan momok baru di dalam kehidupan
masyarakat di Indonesia. Segala sesuatu diarahkan pada peningkatan
daya saing sehingga proses pendidikan telah mengabaikan proses pembudayaan serta penajaman moral”. Hal ini semakin memperkuat
asumsi bahwa pendidikan kita dipaksa mengikuti keinginan pasar. Di dalam masyarakat terdapat unsur perlombaan harga, pertandingan dan persaingan. Sementara di pasar juga terdapat banyak penipuan, seperti
lulusan pendidikan kita yang menipu masyarakat luas.
Pendidikan kita mengalami banyak kelemahan. Benni Setiawan
Sistem pendidikan di Indonesia masih timpang. Pendidikan di Indonesia masih berorientasi pasar. Pendidikan belum mampu menyadarkan manusia dari keterasingan hidup. Akibatnya, pendidikan hanya dijadikan komoditas pemilik modal. Pemilik modal membutuhkan uang dan masyarakat membutuhkan status. Untuk itu, kurikulum harus mengusahakan kesempatan individu untuk memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap berpartisipasi secara produktif dan memuaskan dalam dunia kerja yang akan menyesuaikan perubahan terus-menerus.
Ada banyak materi pelajaran maupun mata kuliah yang sangat menarik dan menyajikan berbagai wawasan keilmuan secara mendalam, terpaksa
ditinggalkan dalam membangun struktur kurikulum, hanya karena tidak memfasilitasi peserta didik dengan keterampilan bekerja. Demikian
juga keberadaan jurusan atau program studi yang tidak banyak diminati peserta didik maupun masyarakat seperti Pendidikan Kewarganegaraan , lantaran Pendidikan Kewarganegaraan dipandang rendah dan kurang
penting, terlebih dalam dunia kerja. Hal ini yang mengakibatkan sarjana PKn malu karena dianggap sebagai mata pelajaran yang tidak penting.
Inilah yang terkadang mengakibatkan lulusan-lulusan PKn melenceng saat memasuki dunia kerja, seperti mengajar sosiologi, IPS, atau bahkan ada yang bekerja di instansi lain seperti bank.
Seperti diungkapkan oleh H.A.R. Tilaar (2000:131) bahwa “keranjingan
masyarakat pada gelar mempunyai nilai yang positif karena menandakan masyarakat ingin maju”. Tetapi pada akhirnya pendidikan
kita hanya disubordinasikan pada pasar atau lapangan kerja. Sebenarnya
Pendidikan bukan hanya mencetak tenaga-tenaga kerja terdidik,
melainkan dapat diberdayakan untuk mencetak lulusan-lulusan yang terampil dan lincah dalam membuka lapangan kerja baru, mencari
terobosan-terobosan untuk mengangkat pengangguran dan kemiskinan, mampu menciptakan peradaban yang maju, dan mampu membangun keselarasan antara kemajuan material dengan spiritual. Dengan istilah
lain, pendidikan mampu melahirkan subjek kehidupan, mampu menghasilkan orang-orang yang terampil mengatasi masalahnya sendiri,
dan mampu meluluskan orang-orang yang lepas sama sekali dari ketergantungan.
Fakta inilah yang memberikan pengaruh negatif kepada mahasiswa,
mereka tidak lagi murni berkonsentrasi mencari ilmu. Mereka telah terkontaminasi oleh kecenderungan dan sikap pragmatis tersebut.
George B. Leonard menyatakan bahwa “salah satu faktor yang merusak pelajar kita sekarang ini adalah perlombaan dalam mencari gelar
perguruan tinggi”.
Seperti yang dikemukakan Darmaningtyas (2005:214) bahwa:
Demikian juga yang terjadi di kalangan sebagian mahasiswa. Semangat
mereka terfokus pada dmonstrasi menantang pimpinan kampus dan dosennya. Mereka memalsu absen, dalam mengerjakan tugas
seeringkali dilakukan dengan mencari artikel-artikel di Google dan copy
paste, menyontek, memanfaatkan deadline untuk mendapatkan
persetujuan pembimbing kala bimbingan skripsi atau tesis orang lain
hanya diganti data lapangannya, kemudian diakui sebagai karyanya sendiri sehingga pada saat ujian mereka tidak menguasai sama sekali,
meminta orang lainuntuk membuatkan karya ilmiah dan skripsi atau tesis, memalsu nilai, dan sebagainya.
Suryadi dan Tilaar dalam Mujamil Qomar (2012:39) menganalisis ada
tiga sebab mengapa pendidikan di berbagai negara terkadang menjadi buah simalakama.
1. Pendidikan masih merupakan suatu komoditas yang diperebutkan untuk memperoleh hak-hak istimewa (privilege) untuk naik pada tangga sosial seperti halnya pada zaman kolonial.
2. Pendidikan akan mengakibatkan adanya harapan masyarakat. 3. Pendidikan akan melahirkan pendidikan yang lebih baik lagi
sejalan dengan terbukanya horizon pemikirannya.
Terdapat pula sebuah pemahaman keliru yang melekat dalam diri mahasiswa dan masyarakat, bahwa sebuah pendidikan bermutu yang disandarkan pada fasilitas belajar, semakin mutu pendidikan, semakin
(2012:47) yang menyarankan, “diperlukan strategi peningkatan mutu
pendidikan, yaitu peningkatan kualitas pendidikan berorientasi keterampilan (brood-based education) dan peningkatan kualitas
pendidikan berorientasi akademik (hight-based education)”. Sebenarnya pemerintah telah melakukan berbagai strategi, namun lagi-lagi masih belum bisa mencapai mutu pendidikan.
Berdasarkan pendapat Chan dan Sam dalam Mujamil Qomar (2012:52-53), sikap mahasiswa dalam menghadapi prospek kerja guru terbagi
menjadi 5 kelompok, yaitu:
1. Sebagian menunjukkan rasa kegembiraan karena mereka telah lama menunggu.
2. Sebagian bersikap biasa-biasa saja karena menganggap sebagai konsekuensi dari perubahan system politik/pemerintahan. 3. Sebagian bersikap pesimistis karena menganggap kebijakan
tersebut sebagai wujud ketidakberdayaan pemerintah pusat dalam mengelola masyarakat daerah.
4. Sebagian bersikap skeptic yang memperlihatkan ketidakpercayaan terhadap maksud baik pemerintah pusat. 5. Sebagian bersikap khawatir dan rasa takut karena keterbatasan
dana, sarana, dan prasarana yang dimiliki.
Menghadapi situasi seperti ini, universitas tidak mungkin mewujudkan hasil pendidikan, yang diwujudkan sekadar hasil pengajaran.
Lulusan-lulusan FKIP Pendidikan Kewarganegaraan bisa saja pintar-pintar tetapi tidak memiliki tanggung jawab. Selain karena kurang mendapat bimbingan, pelatihan, pembiasaan, dan keteladanan, tingkat kesadaran
mahasiswa akan pengolahan prospek kerja guru masih tergolong rendah. Hal ini dapat ditanggulangi melalui pemberdayaan mahasiswa dalam aktivitas pembelajaran. Mahasiswa diarahkan agar menghindari
mandiri, berinisiatif, produktif, berencana, tuntas, kreatif, sabar, jujur,
terbuka, dan transparan. Para mahasiswa dimotivasi, distimulasi, difasilitasi agar minat belajarnya meningkat. Dengan demikian, mereka
terlatih berpikir kritis dalam menangkap masalah prospek kerja guru dan berani mengembangkan pemikiran kritis menjadi ide-ide, gagasan-gagasan, dan pemikiran-pemikiran baru dalam seluruh proses
pembelajaran.
Sebagaimana dikutip Susilo, Sartini dalam Mujamil Qomar (2012:77)
menjabarkan corak pendidikan dan kepribadian anak akibat dari model pendidikan yang diberikan orangtua mereka.
Apa yang dikatakan Sartini tidak jauh berbeda dengan Dorothy Law
Nolte.
1. Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan. 2. Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang. 3. Jika anak diahntui ketakutan, ia akan terbiasa mersa cemas. 4. Jika anak banyak dikasihani, ia akan terbiasa meratapi nasib. 5. Jika anaksering diolok-olok, ia akan terbiasa menjadi pemalu. 6. Jika anak dikitari rasa iri, ia akan terbiasa merasa bersalah. 7. Jika anak serba dimengerti, ia akan terbiasa menjadi penyabar. 8. Jika anak diberi dorongan, ia akan terbiasa percaya diri. 9. Jika anak banyak dipuji, ia akan terbiasa menghargai.
10.Jika anak diterima di lingkungannya, ia akan terbiasa menyayangi.
11.Jika anak tidak sering disalahkan, ia akan terbiasa senang menjadi dirinya sendiri.
12.Jika anak mendapat pengkuan dari kiri-kanan, ia akan terbiasa menetapkan arah langkahnya.
13.Jika anak diperlakukan dengan jujur, ia akan terbiasa melihat kebenaran.
14.Jika anak ditimang tanpa berat sebelah, ia akan terbiasa melihat keadilan.
15.Jika anak mengenyam rasa aman, ia akan terbiasa mengendalikan diri sendiri dan mempercayai orang sekitar. 16.Jika anak dikerumuni keramahan, ia akan terbiasa berpendirian
Demikianlah akibat yang akan terjadi pada anak berbeda-beda lantaran
perlakuan yang diterima tidak sama, terlebih pada poin 8, jika anak diberi dorongan ia akan terbiasa percaya diri. Hal ini sangat dibutuhkan
dalam memahami prospek kerja guru. Tanpa dorongan dari lingkungan sekitar, maka anak tidak dapat mencari dan menciptakan peluang kerja bagi dirinya sendiri.
Dapat disimpulkan bahwa guru atau dosen sebagai ujung tombak pendidikan berada di garis terdepan dalam menangani proses pendidikan. Sehebat-hebat guru dan atau dosen, mereka tidak akan
mampu memajukan lembaga pendidikan karena bukan tugas dan wewenangnya. Mereka tidak memiliki kekuasaan politik (political
power), sedangkan yang memiliki kekuasaan adalah manajer tersebut.
Namun, sehebat apapun kepala sekolah, direktur, ketua, dekan dan rector, mereka tidak akan mampu memajukan pendidikan di
lembaganya tanpa peran aktif seorang guru dan atau dosen. Oleh karena itu, posisi guru atau dosen menjadi sangat penting dalam mewujudkan kemajuan proses sekaligus hasil pendidikan. Hal inilah yang seharusnya
ditanamkan kepada mahasiwa agar mereka memahami pentingnya menjadi seorang guru sehingga minat belajar mereka meningkat.
Fakta lainnya yang bertolak belakang dengan hal di atas adalah gaji guru honor yang tergolong rendah. Berdasarkan survei yang
dosen karena gajinya rendah. Fenomena ini sungguh mencemaskan
pemerintah, sehingga pemerintah berusaha meningkatkan kesejahteraan pendidik baik guru dan dosen melalui sertifikasi pendidik.
Berdasarkan pendapat Mujamil Qomar (2012:121-124), langkah lain
yang dapat ditempuh adalah dengan meningkatkan kesadaran para pelaku pendidikan seperti berikut.
1. Siswa
Siswa yang sadar pendidikan adalah peserta didik yang tugas utamanya belajar. Kesadaran ini mendorongnya untuk mengisi waktu dalam jumlah dominan dengan kegiatan belajar.
2. Guru
Guru yang sadar pendidikan adalah pendidik yang menggerakkan semua pemikiran, penghayatan, dan tindakan untuk membangun kesadaran siswa dalam aktivitas belajar.
3. Kepala sekolah
Kepala sekolah yang sadar pendidikan adalah kepala sekolah yang berfungsi sebagai pembimbing guru dalam proses belajar mengajar dan menjadi teldan bagi warga sekolah.
4. Mahasiswa
Mahasiswa yang sadar pendidikan adalah mereka yang berusaha memburu dan mendalami ilmu pengetahuan.
5. Dosen
Dosen yang sadar pendidikan adalah dosen yang mengedepankan tugas utamanya pada kegiatan mendidik serta mengajar, meneliti, dan mengabdi kepada masyarakat.
6. Rektor/dekan/ketua/direktur perguruan tinggi
7. Pemerintah
Pemerintah yang sadar pendidikan adalah pemerintah yang menjadikan pendidikan sebagai basis utama dalam mengatasi krisis multidimensional.
8. Masyarakat
Masyarakat yang sadar pendidikan adalah masyarakat yang mendukung sepenuhnya terhadap peningkatan pendidikan serta konsekuensinya.
Kesadaran menjadi intisari dalam aktivitas kerja. Seseorang baru
dipandang benar-benar bekerja kalau pekerjaan tersebut didasari kesadaran. Demikian pula pekerjaan pendidik, guru baru dapat disebut pendidik
apabila kegiatannya dilakukan dengan penuh kesadaran. Peserta didik/mahasiswapun baru bisa disebut belajar apabila mereka benar-benar
memahami dan mendalami ilmu yang sedang diembannya sehingga mengetahui prospek kerja kedepannya.
Mujamil Qomar (2012:121-124) mengungkapkan terdapat upaya-upaya membangun kesadaran pendidikan pada mahasiswa dapat dijabarkan
sebagai berikut:
1. Upaya membangun kesadaran bisa dimulai dengan kegiatan menelusuri latar belakang mereka, dari sisi psikologis, sosial, dan ekonomi.
Eal James Mc Grath melaporkan dalam bukunya Education Th Willspring of Democracy (Alabama: University of Alabama Press, 1951:33) bahwa studi yang cermat telah mnunjukkan bahwa masing-masing anak memiliki serangkaian pertumbuhan yang unik. Sekolah yang baik dapat membantu dia mengembangkan kapasitasnya daripada standar yang disarankan. Itulah yang mendasati pendidikan dan metodologi dalam filosofi perkembangan yang mana seluruh orang tanpa mempedulikan tahap kemajuan atau lebih jauh perkembangan potensialnya meningkat untuk mencapai sikap, pemahaman, apresiasi, dan keterampilan yang diinginkan.
Pengetatan dimulai ketika seleksi penerimaan mahasiswa baru, pertemuan tatapmuka perkuliahan, sanksi terhadap pelanggaran kode etik mahasiswa, pelaksanaan ujian dan pelulusan akhir. 3. Di kalangan guru atau dosen, perlu dilakukan pengondisian
agar melakukan kegiatan-kegiatan ilmiah secara serius dan intensif untuk memperkukuh profesionalisme mereka.
Gaji sertifikasi guru dan dosen dapat dijadikan alat untuk memaksa mereka meningkatkan kegiatan-kegiatan ilmiah secara signifikan melalui bukti-bukti riil yang bisa dipertanggungjawabkan.
4. Menggeser paradigma masyarakat pemikiran masyarakat dari “gila gelar” ke arah “gila kualitas”, dari “symbol” ke arah “aksi” (M. Joko Susilo, 2007:122)
Sosialisasi secara intensif tentang pentingnya pendidikan yang berkualitas dan bahaya terjadinya penyimpangan-penyimpangan pendidikan. Kemudian pada saat penyaringan pegawai, baik dari lembaga negeri maupun swasta hendaknya betul-betul memilih atau menerima orang-orang yang berkompeten dan berkualitas.
Semua usaha di atas memberikan pemahaman, pengertian, dan kemantapan kepada masyarakat luas agar mereka sadar pendidikan
sepenuhnya.
Sementara itu, pembudayaan kesadaran akan prospek kerja guru Pendidikan Kewarganegaraan dapat ditempuh melalui tahapan-tahapan yang telah diungkapkan Mujamil Qomar (2012:121-124) sebagai berikut.
1. Membentuk mindset
Mengarahkan dan meyakini bahwa Pendidikan Kewarganegaraan adalah mata pelajaran yang sangat penting dalam proses perkembangan masyarakat menjadi warganegara yang baik.
3. Melaksanakan secara realistis tugas masing-masing.
Pelaksanaan ini bisa diwujudkan dengan berbagai bentuk yang sangat terkait dengan tugas dari masing-masing pihak, khususnya pelaku pendidikan yang telah dijabarkan sebelumnya.
4. Mempublikasikan dan mempopularisasikan hasil dan dampak kesadaran pendidikan.
Penerapan kesadaran yang telah diwujudkan harus segera dipublikasikan. Promosi ini memiliki kekuatan untuk memengaruhi mahasiswa dalam membudayakan kesadaran pendidikan dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
5. Melakukan evaluasi kritis.
Melakukan evaluasi secara kritis mulai dari membentuk mindset, proses, hasil, berikut dampaknya dan membandingkan kondisi kesadaran pendidikan dengan yang terjadi sebelumnya untuk mengukur keberhasilan pembudayaan kesadaran masyarakat.
6. Melakukan tindak lanjut.
Berdasarkan hasil evaluasi, kemudian dianalisis dan dijadikan acuan untuk melakukan tindakan yang lebih strategis, yang disebut tindak lanjut yang mengandung nilai-nilai penguatan. Demikianlah tahap-tahap upaya menumbuhkan budaya kesadaran pendidikan yang sebelumnya tidak atau belum tumbuh. Tentu kondisi ini
berbeda dengan kondisi masyarakat yang telah memiliki kesadaran pendidikan, upaya yang dilakukan bersifat pengembangan semata.
2.3 Tinjauan Pendidikan Kewarganegaraan
2.3.1 Pengertian Pendidikan Kewarganegaraan
Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education) merupakan program
studi yang memfokuskan pada pembentukan pengetahuan dan sikap terhadap pribadi dan perilaku mahasiswa. Mahasiswa berasal dari
Indonesia menjadi cerdas, terampil, kreatif, dan inovatif serta
mempunyai karakter yang khas sebagai bangsa Indonesia yang dilandasi nilai-nilai Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
Pasal 39 Undang-Undang No. 22 tahun 1999 tentang Sistem Pendidikan Nasional bahwa “Pendidikan Kewarganegaraan
merupakan mata pelajaran yang memberikan pengetahuan dan kemampuan dasar hubungan warga negara dengan pemerintah agar menjadi warga negara yang dapat diandalkan oleh bangsa dan negara”.
Arnie Fajar (2005: 141) bahwa ”Pendidikan Kewarganegaraan
adalah mata pelajaran yang memfokuskan pada pembentukan diri yang beragam dari segi agama, sosio kultural, bahasa, usia dan suku bangsa untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil
dan berkarakter yang diamanatkan oleh Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945”.
Pendapat lain juga dikemukakan oleh Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11), Pendidikan
kewarganegaraan merupakan bidang kajian ilmiah dan program pendidikan di sekolah dan diterima sebagai wahana utama serta esensi pendidikan demokrasi di Indonesia yang dilaksanakan
1)Civic Intellegence
Yaitu kecerdasan dan daya nalar warga negara baik dalam dimensi spiritual, rasional, emosional, mupun sosial.
2)Civic Responsibility
Yaitu kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai warg negara yang bertanggung jawab.
3)Civic Particiption
Yaitu kemampuan berpartisipasi warga negara atas dasar tanggung
jawabnya, baik secara individual, sosial, maupun sebagai pemimpin hari depan.
Salah satu komponen yang masuk kedalam keterampilan kewarganegaraan adalah keterampilan intelektual kewarganegaraan (intellectual skill) yaitu keterampilan yang berkenaan dengan
penguasaan materi pelajaran kewarganegaraan yang meliputi kajian atau pembahasan tentang negara, warga negara, hubungan antara negara dengan warganegaranya, hak dan kewajiban negara
dan warga negara, masalah pemerintahan, hukum, politik, moral, dan sebagainya. Sedangkan keterampilan intelektual mengandung
arti keterampilan, kemauan, atau kapabilitas manusia yang menyangkut aspek kognitif, bukan aspek gerakan (psycomotor) fisik atau sikap (Depdiknas 2003: 3).
Warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan kewarganegaraan serta nilai-nilai kewarganegaraan akan menjadi
warga negara yang memahami dan menguasai pengetahuan
kewarganegaraan akan menjadi seorang warga negara yang berpengetahuan dan berkepribadian.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat didefinisikan bahwa Pendidikan
Kewarganegaraan merupakan program studi yang memberikan pengetahuan mengenai hubungan antar warga negara, pemenuhan hak
dan kewajiban warga negara, kesadaran terhadap hukum dan politik sehingga tercipta suasana yang demokratis.
2.3.2 Visi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah (2006: 11) menyatakan visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah mewujudkan proses pendidikan yang integral di sekolah untuk
pengembangan kemampuan dan kepribadian warga negara yang cerdas, partisipasif, dan bertanggung jawabyang pada gilirannya akan menjadi landasan untuk berkembangnya masyarakat Indonesia yang demokratis.
2.3.3 Misi Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Berdasarkan kepada visi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan, maka dapat dikembangkan misi mata pelajaran pendidikan
kewarganegaraan sebagai berikut:
kewarganegaraan sebagai pendidikan intelektual kearah
pembentukan warga negara yang demokratis.
2) Menyusun substansi pendidikan kewarganegaraan sebagai
pendidikan demokratis yang berlandaskan pada latar belakang sosial budaya serta dalamkonteks politik, kenegaraan, dan landasan konstitusi yang dituangkan dalam pilar-pilar demokrasi Indonesia.
2.3.4 Fungsi Mata Pelajaran Pendidikan kewarganegaraan
Tindak lanjut visi dan misi mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah
(2006: 11) juga mengajukan fungsi pendidikan kewarganegaraan yaitu sebagai wahana untuk membentuk warga negara cerdas, terampil, dan
berkarakter yang setia kepada bangsa dan negara Indonesia dengan merefleksikan dirinya dalam kebiasaan berfikir dan bertindak sesuai dengan amanat Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.
2.3.5 Tujuan Mata Pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
Tim Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar Dan Menengah
(2006: 12), tujuan mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan adalah sebagai berikut:
1) Berfikir secara kritis, rasional, dan kreatif dalam menanggapi isu kewarganegaraan.
2) Berpartisipasi secara aktif dan bertanggung jawab, serta bertindak secara cerdas dalam kegiatan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
4) Berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain dalam pencaturan dunia secara langsung atau tidak langsung degan memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi.
2.4 Kerangka Pikir
Belajar merupakan aktivitas siswa yang harus dijalankan untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Tidak dapat dikatakan belajar jika seseorang tidak
melakukan minat untuk belajar, itulah sebabnya minat merupakan prinsip atau asas yang sangat penting di dalam interaksi belajar mengajar.
Belajar sendiri dapat definisikan suatu proses perubahan di dalam kepribadian manusia, dan perubahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan
kualitas dan kuantitas tingkah laku. Banyak faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa salah satunya dengan memahami prospek kerja guru.
Tanpa memahami hal tersebut, minat belajar siswa menjadi rendah karena tidak memikirkan prospek pendidikan di masa mendatang.
Untuk meningkatkan kesadaran pendidikan tersebut diperlukan upaya-upaya dari pelaku pendidikan terutama diri sendiri dengan harapan akan
meningkatkan mutu dan kualitas pendidikan.
Untuk menyederhanakan mengenai pembahasan pengaruh tingkat pemahaman
tentang prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Universitas Lampung, dibuat kerangka
2.5 Hipotesis
Berdasarkan kerangka pikir diatas, maka hipotesis sementara yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah :
Tingkat pemahaman tentang prospek kerja guru berpengaruh terhadap minat belajar mahasiswa Program Studi Pendidikan Kewarganegaraan FKIP Universitas Lampung tahun 2013.
Pengaruh Tingkat Pemahaman Tentang Prospek Kerja Guru
a). Peluang b). Hambatan c). Ancaman
Minat Belajar Mahasiswa Program Studi PKn
a) Ketertarikan b) Rasa Senang c) Keinginan
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
kuantitatif. Metode deskriptif kuantitatif merupakan analisa yang digunakan untuk mengetahui pengaruh antara variabel X dan variabel Y yang
dideskripsikan secara sistematis dan menuntut untuk dicarikan jalan keluarnya. Peneliti menggangap metode deskriptif kuantitatif dalam penelitian ini sangat tepat, karena sarana dan kajiannya adalah untuk
membahas pengaruh tingkat pemahaman prospek kerja guru terhadap minat belajar mahasiswa pada Program Studi PKn FKIP Universitas Lampung
Tahun 2013.
3.2Populasi, Sampel dan Teknik Sampling 1. Populasi
Berdasarkan penelitian pendahuluan di Prodi PKn FKIP Universitas Lampung tahun 2013, diketahui bahwa jumlah seluruh mahasiswa tersebut adalah 235 orang. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel