• Tidak ada hasil yang ditemukan

Profil Tekanan Darah pada Pasien Anemia yang Mendapat Terapi Esa di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Profil Tekanan Darah pada Pasien Anemia yang Mendapat Terapi Esa di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

CURRICULUM VITAE

Nama : Nadya Debora

NIM : 120100391

Tempat/Tanggal Lahir : Medan, 21 Desember 1995

Agama : Kristen Protestan

Alamat : Komplek Tasbih Blok VV No. 91 Medan Selayang Sumatera Utara

No. Telepon / e-mail : 087781859842 Jenis Kelamin : Perempuan

Pekerjaan : Mahasiswa

Status Perkawinan : Belum Menikah

Riwayat Pendidikan : 1 SD Maria Fransiska Bekasi (2001-2007) 2. SMPN 1 Madiun (2007-2009)

3. SMAN 8, Jakarta (2009-2012)

5. Fakultas Kedokteran USU (2012 – Sekarang) Riwayat Pelatihan : -

(2)
(3)
(4)
(5)

LamaEPO * Grad Crosstabulation Count

Grad Total

Normal Prahipertensi Grade I Grade II

(6)
(7)

DAFTAR PUSTAKA

Price, S.A. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi ke-6. Jakarta: EGC, 2005. Hal. 912-918. Vol 2

Permadi B.H. Cara Kerja Mesin Hemodialisis. Makasar: Jurusan Elektro Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin. 2011. Diunduh dari URL: http://www.scribd.com/doc/86881359/Cara-Kerja-Mesin-Hemodialisis-2

Zadeh, K.K, Aronoff, G.R. Hemoglobin Variability in Anemia of Chronic Kidney Disease. J Am Soc Nephrol ( serial online) 2009 (diakses pada tanggal 12

mei 2012). Diunduh dari URL:

Suwitra, Ketut. Gagal Ginjal Kronik, Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam FK UI, Edisi 4, Jilid I, Balai

Catlin DH, Breidbach A, Elliott S, Glaspy J: Comparison of the isoelectric focusing patterns of darbepoetin alfa, recombinant human erythropoietin, and endogenous erythropoietin from human urine. Clin Chem 2002, 48:2057-9.

Elliott S, Egrie J, Browne J, Lorenzini T, Busse L, Rogers N, et al: Control of rHuEPO biological activity: the role of carbohydrate. Exp Hematol 2004, 32:1146-55.

Rush RS, Derby PL, Smith DM, Merry C, Rogers G, Rohde MF, et al: Microheterogeneity of erythropoietin carbohydrate structure. Anal Chem 1995, 67:1442-52.

(8)

Middleton SA, Barbone FP, Johnson DL, Thurmond RL, You Y, McMahon FJ, et al: Shared and unique determinants of the erythropoietin (EPO) receptor are important for binding EPO and EPO mimetic peptide. J Biol Chem 1999, 274:14163-9.

Weidemann A, Johnson RS: Nonrenal regulation of EPO synthesis. Kidney Int

2009, 75:682-8.

Jelkmann W: Erythropoietin after a century of research: younger than ever. Eur J Haematol 2007, 78:183-205.

Diskin CJ, Stokes TJ, Dansby LM, Radcliff L, Carter TB: Beyond anemia: the clinical impact of the physiologic effects of erythropoietin. Semin Dial

2008, 21:447-54.

Bahlmann FH, Fliser D: Erythropoietin and renoprotection. Curr Opin Nephrol Hypertens 2009, 18:15-20.

Johnson DW, Forman C, Vesey DA: Novel renoprotective actions of erythropoietin: new uses for an old hormone. Nephrology 2006, 11:306-12.

(9)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas maka ketangka konsep ini dalam penelitian ini adalah :

Skema : 3.1. Kerangka Konsep Penelitian

Pasien PGK dengan HD reguler yang mendapatkan terapi EPO.

Banyaknya jumlah EPO yang diberikan

Usia

(10)

3.2. Variabel dan Definisi Operasional

(11)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Jenis Penelitian

Penelitian survey yang bersifat deskriptif dengan pendekatan potong lintang (cross sectional study) dimana data yang menyangkut variabel independen dan variabel dependen akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan (Notoatmodjo, 2010).

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 4.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Instalasi Hemodialisi RSUP H. Adam Malik Medan. Pemilihan lokasi penelitian ini atas pertimbangan jumlah pasien PGK yang menjalani hemodialisis di rumah sakit ini memadai untuk dijadikan sampel penelitian dan rumah sakit ini mempunyai data yang cukup lengkap tentang pasien-pasien yang mendapat perawatan dan menjalani hemodialisis.

RSUP H. Adam Malik Medan merupakan salah satu rumah sakit rujukan dan mempunyai fasilitas hemodialisis yang memadai di Medan. Berdasarkan hasil survey awal yang telah dilakukan, pasien yang menjalani hemodialisis reguler di RSUP HAM sebanyak 461 orang berdasarkan data Januari hingga Desember 2014. Diantara jumlah pasien tersebut yang diketahui mendapatkan terapi EPO terdapat lebih dari 80 pasien. Dengan banyaknya jumlah pasien PGK dengan HD reguler yang mendapatkan terapi EPO lebih dari satu di RSUP HAM, hasil penelitian diharapkan representatif untuk pasien yang menjalani hemodialisis reguler.

4.2.2. Waktu Penelitian

(12)

4.3. Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah pasien PGK dengan hemodialisis regular yang mendapatkan terapi EPO di Instalansi Hemodialisis RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari 2014- Desember 2014.

4.3.2. Sampel  Sampel

Sampel penelitian adalah subyek yang diambil dari populasi yang memenuhi kriteria penelitian yaitu pasien-pasien PGK yang menjalani HD regular yang mendapatkan terapi EPO di Instalasi HD RSUP H. Adam Malik pada bulan Januari 2014- Desember 2014.

Cara Pengambilan Sampel

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan cara total sampling yaitu semua data pasien yang ada dan memenuhi kriteria inklusi dimasukan dalam penelitian. Sampel yang diambil memiliki kriteria inklusi dan kriteria eksklusi sebagai berikut :

Kriteria Inklusi

1. Pasien PGK yang mendapatkan HD reguler di Instalansi HD RSUP H. Adam Malik Medan.

2. Penderita Anemia

3. Mendapatkan Terapi EPO

Kriteria Eksklusi

1. Pasien dengan data tidak lengkap

(13)

4.4 Teknik Pengumpulan Data 4.4.1. Teknik Pengumpulan

Jenis data yang dikumpulkan pada penelitian ini adalah data sekunder. Data sekunder adalah data yang rekam medik pasien PGK dengan HD regular yang mendapatkan terapi EPO pada Instalansi HD RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Januari hingga Desember 2014. Data dikumpulkan kemudian diolah dan dikelompokan sesuai dengan gambaran pasien PGK dengan HD regular yang mendapatkan terapi EPO.

4.5. Pengolahan dan Analisis Data

(14)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Deskripsi Lokasi Penelitian

Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan merupakan sebuah rumah sakit pemerintah yang dikelola pemerintah pusat dengan Pemerintah Daerah Provinsi Sumatra Utara, Rumah Sakit H. Adam Malik mulai berfungsi sejak tanggal 17 Juni 1991 dengan pelayanan rawat jalan, sedangkan untuk pelayanan rawat inap baru dimulai tanggal 2 Mei 1992. Pada tahun 1990 Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik berdiri sebagai rumah sakit kelas A sesuai dengan SK Menkes No. 335/Menkes/SK/VII/1990. Kemudian di tahun 1991 ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pendidikan sesuai dengan SK Menkes No. 502/Menkes/SK/IX/1991 RSUP H. Adam Malik juga sebagai Pusat Rujukan wilayah Pembangunan A yang meliputi Provinsi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau. Rumah sakit ini terletak di Jl. Bunga Lau No. 17. Visi RSUP H Adam Malik Medan adalah Menjadi Pusat Rujukan Pelayanan Kesehatan Pendidikan dan Penelitian yang Mandiri dan Unggul di Sumatera tahun 2015. Data diambil langsung dari departemen hemodialisis yang terletak di gedung C lantai I.

5.1.2 Karakteristik Individu

Dari penelitian ini data total sampling ada 250 sampel. Sampel penelitian yang memeneuhi kriteria inklusi di dalam penelitian ini terdiri dari 100 orang yang semuanya merupakan pasien Hemodialisis yang berobat rutin menjalani hemodialisis dan mendapatkan terapi EPO di RSUP Haji Adam Malik Medan.

(15)

Tabel 5.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Usia

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Usia

Tabel 5.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis Kelamin

Laki-laki 62 62

Perempuan 38 38

Total 100 100

Tabel 5.3 Distribusi Sampel Berdasarkan Tekanan Darah

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Profil Tekanan Darah

Tabel 5.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis EPO

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Jenis EPO

Hemapo 85 85

Efrex 5 5

Recormon 10 10

(16)

Tabel 5.5 Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Pemberian EPO

Variabel Frekuensi (n) Persentase (%)

Lama Pemberian EPO

Berdasarkan tabel 5.2 usia pasien hemodialisis dalam penelitian ini berada pada rentang 21-80 tahun dengan distribusi terbanyak pada usia 41-50 tahun sebanyak 34 orang (34%). Sedangkan umur yang paling sedikit berada pada rentang usia 71-80 tahun sebanyak 1 orang (1%). Didapatkan usia sampel termuda berusia 21 tahun dan sampel tertua berusia 76 tahun.

Pada tabel 5.3 karakteristik profil tekanan darah didapatkan bahwa profil tekanan darah terbanyak adalah grade II sebanyak 28 orang (28%), dan yang paling sedikit adalah tekanan darah normal sebanyak 14 orang (14%).

Berdasarkan tabel 5.4 jenis EPO yang terbanyak dipakai adalah Hemapo (epoetin beta) sebanyak 85 orang(85%), sedangkan yang paling sedikit dipakai di rumah sakit adalah jenis EPO Efrex sebanyak 5 orang (5%).

(17)

5.1.3 Profil Tekanan Darah Berdasarkan Usia

Tabel 5.6 Tabulasi Silang Profil Tekanan Darah Berdasarkan Usia

Usia

Profil Tekanan Darah

Normal Prahipertensi Grade I Grade II

F % f % f % F %

(18)

5.1.4. Profil Tekanan Darah Berdasarkan Lama Pemberian EPO

Tabel 5.7 Tabulasi Silang Profil Tekanan Darah Berdasarkan Lama Pemberian EPO

Normal Prahipertensi Grade I Grade II

(19)

pemberian EPO 701-800 kali didapati 22 orang dengan tekanan darah hipertensi grade II, 2 orang dengan tekanan darah hiprtensi grade I, dan 1 orang dengan tekanan darah prahipertensi. Sampel dengan rentang pemberian EPO sebanyak 801-900 kali, didapati 7 orang denga tekanan darah hipertensi grade II. Dan sebagaimana yang telah disajikan dalam tabel bab 5. Setelah dilakukan analisis deskritif terhadap frekuensi pasien anemia yang menjalani hemodialisis, didaptkan sampel sebanyak 100 orang sampel yang menerima terapi EPO dengan menggunakan cross sectional (potong lintang).

Penelitian ini terdiri laki laki sebanyak 62 orang (62%) dan perempuan sebanyak 38 orang (38%). Hal ini sesuai dengan data yang didapatkan pada PERNEFRI 2011, bahwa jumlah terbanyak melakukan hemodialisis adalah laki laki sebanyak 60,13%. Salah satu faktor yang menyebabkan hal ini bisa terjadi dikarenakan pola hidup laki laki yang lebih tidak sehat dibandingkan perempuan. Salah satu pola hidup laki laki yang tidak sehat adalah merokok. Merokok merupakan masalah serius yang dapat mempengaruhi kesehatan (Benedict,2003). Perilaku merokok dapat meningkatkan resiko 2,2 kali lebih besar terkena penyakit ginjal dibandingkan dengan individu yang tidak merokok (Shankar, 2006).

(20)

akut sehingga mengharuskan melakukan hemodialisis dan mendapatkan terapi EPO.

Dari tabel 5.6 didapatkan bahwa pasien yang mendapatkan terapi EPO terbanyak adalah dengan rentang usia 41-50 tahun dan dengan jumlah terbanyak memiliki tekanan darah golongan hipertensi grade II. Hal ini dikarenakan pada rentang usia tersebut arteri besar kehilangan kelenturannya dan menjadi kaku, karena itu darah pada setiap denyut jantung dipaksa untuk melewati pembuluh darah yang sempit daripada biasanya dan meningkatkan tekanan darah (Sigarlaki,1995).

Berdasarkan tabel 5.4 didaptkan bahwa jenis EPO yang paling banyak dipakai adalah Hemapo (eritropoetin beta). Memang belum ada penelitian sebelumnya yang membahas lebih spesifik tentang hal ini. Namun bisa saja hal ini dikarenakan epoetin beta lebih banyak dipakai untuk mengobati anemia pada gagal ginjal kronik dibanding epoetin alpa yang lebih sering digunakan untuk mengobati pasien anemia karena terlalu banyak kehilangan darah contohnya pasca operasi. Selain itu pada epoetin beta memiliki waktu paruh eliminasi yang lebih panjang dibandingkan epoein alfa yang akhirnya dapat mengurangi dosis, sehingga lebih menguntungkan terhadap pasien dan lebih aman bila digunakan. Dan terakhir pada tabel 5.7 dapat dilihat bahwa pasien anemia paling banyak mendapatkan terapi EPO dengan rentang 701-800 kali memiliki tekanan darah golongan hipertensi grade II yaitu sebanyak 22 orang (22%). Belum terdapat penelitian yang pasti sebagai pembanding. Namun mungkin hal ini berkitan dengan dosis yang di berikan terhadap peningkatan tekanan darah. Semakin banyak EPO yang diberikan, semakin banyak pula efek samping yang diberikan. Salah satunya adalah peningkatan tekanan darah. Oleh karena itu butuh diperhatikan dosis yang akan diberikan kepada pasien agar tidak timbul efek samping lainnya yang tidak diinginkan.

(21)
(22)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan

Dari uraian- uraian yang telah dipaparkan sebelumnya, maka dalam penelitian ini dapat diambil beberapa kesimpulan, yaitu sebagai berikut 1. Pada pasien hemodialisis yang menderita anemia dan mendapatkan

terapi EPO jenis kelamin yang didapatkan dari penelitian ini, lebih banyak berada berjenis kelamin laki laki.

2. Pada pasien hemodialisis yang menderita anemia dan mendapatkan terapi EPO usia yang didapatkan dari penelitian ini sebagian besar pada umur 40-49 tahun

3. Tekanan darah sistolik pada pasien hemodialisis yang menderita anemia dan mendapatkan terapi EPO yang didapatkan dari penelitian ini lebih banyak dalam ukuran tinggi.

4. Tekanan darah diastolik pada pasien hemodialisis yang menderita anemia dan mendapatkan terapi EPO yang didapatkan dari penelitian ini lebih banyak dalam ukuran tinggi.

5. Ditemukan hubungan antara terapi EPO dengan tekanan darah yang tinggi pada pasien anemia yang menjalankan hemodialisis di RSUP H. Adam Malik.

6.2. Saran

Dari seluruh proses penelitian yang telah dijalani oleh penulis dalam menyelesaikan penelitian ini, maka dapat diungkapakn beberapa saran yang mungkin dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berperan dalam penelitian ini. Adapun saran tersebut, yaitu :

1. Perlu dilakukan penelitian lain yang lebih dalam mengenai hubungan terapi EPO dengan tekanna darah.

(23)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik 2.1.1 Definisi Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

The National Dyalisis Outcomes Quality Initiative (K/DOQI)

merekomendasikan anemia pada penyakit gagal ginjal kronik jika kadar hemoglobin <11,0 gr/dl (hematokrit <33%) pada wanita premenopause dan pasien prepubertas, dan <120 gr/dl pada laki laki dewasa dan wanita postmenopause. Dan berdasarkan PERNEFRI 2011, dikatakan anemia pada penyakit ginjal kronik jika Hb ≤ 10 gr/dl dan Ht ≤ 30%.

Tabel 2.1. Anemia pada Gagal Ginjal Kronik

Stagea GFR

other evidence of kidney damage 3A 2.1.2 Etiologi Anemia pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik

Penyebab utama anemia pada GGK (Bakta, 2006; Eckardt,2000 : Wilson, 2005) :

1. Penurunan eritropoesis karena berkurangnya produksi eritropoetin oleh ginjal akibat kerusakan parenkim ginjal itu sendiri, menurunnya afinitas hemoglobin terhadap oksigen dan rendahnya set point dari eritropoetin.

(24)

juga dapat menghambat eritropoesis. Disamping itu dapat juga disebabkan oleh kehilangan darah iatrogenic dan defisiensi besi dan asam folat serta kehilangan darah melalui traktus genitorius atau gastrointestinal karena defek hemostasis dimana trombosit tidak berfungsi dengan baik.

2.2 Erithropoetin

2.2.1 Definisi Erythropoeitin

Erythropoietin (EPO) adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh ginjal

yang memajukan pembentukan dari sel-sel darah merah oleh sumsum tulang

(bone marrow) (Kantz,1991).

Sel-sel ginjal yang membuat erythropoietin adalah khusus sehingga dapat

peka pada tingkat-tingkat oksigen yang rendah didalam darah yang mengalir

melalui ginjal. Sel-sel ini membuat dan melepaskan erythropoietin ketika tingkat

oksigen terlalu rendah.Tingkat oksigen yang rendah mungkin mengindikasikan

anemia, suatu jumlah sel-sel darah merah yang berkurang, atau molekul-molekul

hemoglobin yang membawa oksigen keseluruh tubuh.

Erythropoietin secara kimia adalah suatu protein dengan suatu gula yang

melekat (suatu glycoprotein).Ia adalah satu dari sejumlah dari glycoproteins yang

serupa yang melayani sebagai stimulans-stimulans (perangsang) untuk

pertumbuhan dari tipe-tipe spesifik dari sel-sel darah didalam sumsum tulang

(Ghezzi, 2004).

Erythropoietin menstimulasi (merangsang) sumsum tulang (bone marrow)

untuk menghasilkan lebih banyak sel-sel darah merah.Kenaikan yang berakibat

darinya dalam sel-sel merah meningkatkan kapasitas darah mengangkut oksigen.

Sebagai pengatur utama dari produksi sel merah, fungsi-fungsi utama

erythropoietin adalah untuk :

1. Memajukan perkembangan dari sel-sel darah merah.

2. Memulai sintesis dari hemoglobin, molekul didalam sel-sel darah merah

yang mengangkut oksigen.

(25)

diproduksi pada suatu tingkat yang lebih kecil oleh hati. Hanya kira-kira 10% dari

erythropoietin dihasilkan didalam hati. Gen erythropoietin telah ditemukan pada

kromosom 7 manusia (in band 7q21). Rentetan DNA yang berbeda yang mengapit

gen erythropoietin bertindak untuk mengontrol produksi erythropoietin dari hati

lawan dari ginjal.

Hormon erythropoietin dapat terdeteksi dan diukur dalam darah. Tingkat

dari erythropoietin dalam darah dapat mengindikasikan kelainan-kelainan sumsum

tulang (seperti polycythemia, atau produksi sel darah merah yang meningkat),

penyakit ginjal, atau penyalahgunaan erythropoietin (Fendrey, 2004)

2.2.2 Struktur Kimia pada Erythropoeitin

EPO adalah 30.4 kD glikoprotein dan sitokin kelas 1 yang terdiri dari 165 asam amino. EPO memiliki empat rantai asam oli- gosaccharide sisi (3 N-linked dan 1 O-linked) dan berisi hingga 14 residu asam sialat.Porsi karbohidrat yang drate yang memberikan kontribusi 40% dari berat molekulnya. Rantai samping polisakarida N-linked tampaknya penting untuk biosintesis dan sekresi EPO, meningkatkan stabilitas dalam darah, dan membatasi hati Ance jelas, sehingga memfasilitasi transit sistemik EPO dari ginjal ke sumsum tulang .Sifat variabel kandungan asam sialic menimbulkan EPO isoform dengan perbedaan biaya. Sebagai ber num gugus asam sialic pada bagian karbohidrat dari EPO meningkat, begitu juga serum yang paruh sedangkan kapasitas penurunan reseptor mengikat. Ance jelas (Jelkmann, 1992).

(26)

tergantung pada tekanan oksigen lokal. HIF cepat hancur dalam sel baik oksigen melalui penandaan untuk degradasi di protea- beberapa) oleh von Hippel-Landau penekan tumor protein (pVHL), tapi ketika pengiriman oksigen berkurang, pVHL berhenti proteolisis yang HIF, meningkatkan kadar HIF, yang kemudian meningkatkan produksi EPO (Sasaki, 2000).

EPO reseptor (EPOR) adalah 66 kD membran glikosuria protein biasanya terdiri dari 484 asam amino dan 2 rantai peptida; itu milik keluarga sitokin dan faktor pertumbuhan reseptor besar [3]. Binding penelitian telah didemonstrasikan bahwa EPOR memiliki afinitas yang berbeda untuk EPO dan bahwa isoform EPOR dengan afinitas yang lebih tinggi untuk EPO mungkin bertanggung jawab untuk efek erythropoietic EPO, sedangkan isoform dengan afinitas yang lebih rendah untuk EPO mengikat mungkin memiliki efek nonerythropoietic, seperti jaringan pro-proteksi (Sasaki, 2000).

Domain sitoplasmik dari EPOR mengandung sejumlah phosphotyrosines yang terfosforilasi oleh aktivasi anggota dari Janus-tipe keluarga tirosin protein kinase (JAK2), yang terikat pada subunit beta umum dari EPOR [13]. Selain mengaktifkan protein kinase mitogen-diaktifkan (MAPK), phosphatidylinositol 3-kinase (PI3K), dan protein 3-kinase B (Akt) jalur (Gambar 1), phosphotyrosines juga berfungsi sebagai situs docking untuk sinyal transduser dan aktivator transkripsi (STAT ), seperti STAT5. Tion Dephosphoryla dari JAK dapat disebabkan oleh fosfatase dengan internalisasi konsekuen dan degradasi kompleks EPO/EPOR, yang menandai akhir kegiatan EPO. Hal ini untuk mencegah overactivation, yang dapat menyebabkan exces-erythrocytosis komprehensif (Semenza, 1991).

2.2.3 Fungsi Fisiologis EPO

(27)

dalam erythroblasts, yang kehilangan inti mereka untuk membentuk retikulosit.Setelah beberapa hari, retikulosit kehilangan reticulin dan menjadi eritrosit (sel darah merah) (Sasaki, 2003). Culocytes Reti dan eritrosit berhenti mengekspresikan EPOR dan berhenti menjadi responsif terhadap EPO (Ghezzi, 2004). EPO mengikat EPORs pada sel progenitor erythroid menyebabkan aktivasi JAK2-STAT5 sinyal cara path- dan fosforilasi PI3K dan Akt1 [25] (Gambar 1). Akt-dimediasi fosforilasi Bad di kompleks Bad-Bcl-xL melepaskan protein antiapoptotic Bcl-xL, yang menekan erythroid sel progenitor apoptosis [26]. Akt juga terlibat dalam beberapa jalur yang pro kelangsungan hidup sel mote dan efek antiapoptotic melalui bition inhi- dari FOXO3a, inaktivasi GSK3b, induksi XIAP, inaktivasi caspases, dan pencegahan rilis krom C sitokrom (Gambar 2). Efek ini tidak hanya meningkatkan sifat erythropoietic EPO tetapi tampaknya penting dalam perlindungan jenis sel lain dan dapat menyebabkan dilaporkan neuronal dan ginjal pro efek yang tektif.

2.2.4. Endogen EPO

EPO manusia disinttesis di sel peritubulus ginjal dan sebagin kecil di hati. Gen EPO manusia terletak pada kromosos 7pterq22, mengandung 5 ekson dan 4 intron. Gen ini memproduksi sebuah polipeptida setelah proses transkripsi yang mengandung 193 asam amino. Dalam proses modifikasi setelah translasi, polipeptida ini mengalami proses glikosilasi pada 3 ikatan nitrogen (N-glikosilasi) dan 1 ikatan oksigen (O-glikosilasi). Selanjutnya akan terjadi pembentukan ikatan dusulfida bersamaan dengan pelepasan 27 urutan asam amino hidrofobik sekretorik. Pada saat memasuki aliran darab, asam amino arigin rantai ujung karboksil memisahkan diri sehingga total jumlah asam amino adalah 165 asam amino. Struktur primer EPO matang mengandung 165 asam amino (Masuda, 2000).

(28)

akan menuju sel induk eritrosit dalam sumsum tulang. EPO lebih berperan pada tahap CFUE dan pronormoblas yang lebih dekat dengan eritrosit matur daripada tahap BFU-E.

2.3 Erithropoetin Sebagi Terapi

2.3.1 Recombinant Human Erythropoetin (rHuEPO)

Produksi EPO dengan derajat kemurnian tinggi dapat terlaksana karena perkembangan teknik rekayasa genetika. Penggunaan EPO endogen untuk tujuan terapi tidak dimungkinkan karena hormon EPO terdapat pada tubuh manusia dengan konsentrasi rendah. Dalam perkembangan pembuatan rHuEPO,beberapa penelitian melaporkan bahwa proses N-glikosilasi memberikan kemampuan biologi rHuEPO. Adanya peningkatan jumlah akan meningkatkan aktivitas biologi rHuEPO.

(29)
(30)

Dalam kondisi normal (Gambar A), hanya 1 bagian progenitor eritoid tingkat lanjut yang membutuhkan sedikit EPO dapat bertahan hidup dan menghasilkan sejumlah normal eritrosit yang matur.

Pada keadaan gagal ginjal terminal yang ditandai dengan adanya kegagalan produksi EPO, yaitu sejumlah besar (mayoritas) progenitor eritroid mengalami apoptosis oleh karena rendahnya kadar EPO dalam sumsum tulang. Hanya sebuah subpopulasi progenitor yang sangat senditif terhadap EPO dan hanya membutuhkan kadar EPO dengan dengan pada kadar sangat rendah dapat bertahan hidup. Pemberian rHuEPO menyebabkan suatu peningkatan aktivitas eritropoesis dengan jalan menghambat proses apoptosis dari sejumlah besar progenitor eritrosit tingkat lanjut yang memiliki sensitivitas intermediet (Gambar B) (Cazolla, 1997).

Pada keadaan anemia karena hemolisis atau kehilangan darah akut, produksi EPO endogen dari ginjal meningkat beberapa kali lipat yang menyebabkan tinggi kadar EPO dalam sumsusm tulang. Hampir semua progenitor eritroid, dapat bertahan hidup.Keadaan ini menyebabkan peningkatan eritropoesis secara maksimal. Pemberian rHuEPO tidak diperlukan untuk meningkatkan eritropoesis lebih lanjut (Gambar C) (Cazolla, 1997).

(31)

2.3.2 Pemakaian (aplikasi) Klinik Penggunaan EPO pada Keadaan Uremia Sebelum pemakain EPO secara massal, sekitar 75% pasien-pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisis memiliki kadar <30% dimana sekitar 15-25% menurunkan transfuse sel darah merah secara periodic. Pemakian EPO pada pasien-pasien HD reguler yang memerlukan tarnfusi darah di Amerika menunjukkan penurunana kebutuhan transfusi yang signifikan.

Pada pasien penyakit ginjal kronik yang menjalani hemodialisa reguler, transfuse darah biasanya dilakukan durante hemodialisis untuk menghindari kelebihan cairan dalam tubuh.

Terapi yang efektif sampai saat ini didapati dari recombinant human erithropoetin.terapi ini diberikan secara intravena kepada pasien hemodialisa,

telah terbukti meningkatkan eritropoetin yang drastis. Hal ini memungkinkan untuk mempertahankan kadar Hb normal setelah transfuse darah berakhir.

2.3.3 Farmakokinetik dan Keadaan Uremia

Secara umum pemberian sub-kutan lebih efektif dibandingkan dengan pemberian intravena. Penelitian farmakokinetik menunjukkan bahwa waktu paruh pemberian intravena adalah 4-9 hari, sedangkan waktu paruh pemberian sub-kutan > 24 jam. Perlu diperhatikan untuk tidak menghentikan pemberian rHuEPO hanya karena target Hb tercapai, Karena kadar Hb menurun lebih rendah dari yang dapat diantisipasi karena peningkatan Hb sebelumnyamenekan produksi EPO endogen (Fisher, 2003)

2.3.4 Dosis dan Evaluasi Terapi rHuEPO

The National Kidney Foundation Dialisis Outcomes Quality Initiative

(32)

2.3.5 Evaluasi Pemberian Terapi rHuEPO

Europian best Practise Guidelines merekomendasikan target Hb > 11 g/dl

pada penderita gagal ginjal kronik. National Kidney Foundationmerekomendasikan target Ht 33-38%. Berdasarkan Konsensus

Manajemen Anemia pada gagal ginjal kronik, oleh PERNEFRI 2001 target Hb > 10 g/dl dan Hematokrit > 30%.

Parameter yang perlu dievaluasi pada pemberian terapi EPO: hemoglobin atau hematocrit, indeks sel darah merah, jumlah retikulosit, parameter Status Besi Tubuh yaitu serum (SI), ion total iron binding capacity (TIBC), saturasi transferrin, dan ferritin serum.

Pemberian terapi dengan rHuEPO pada keadaan uremia dan non-uremia menyebabkan terjadinya keadaan defisiensi besi.Oleh karena itu pada pemberina terapi rHuEPO perlu diperhatikan gejala dan tanda keadaan defisinisi besi yaitu ferritin serum, saturasi transferrin, dll.

Dua bentuk keadaan iron-deficienct erythropoiesis dapat terjadi dengan pemberian rHuEPO yaitu (Cazolla, 1997):

1. True Iron Deficiencyterjaid selama pemberian rHuEPO jangka panjang

disebabkan karena adanya perpindahan progresif besi cadangansimpanan besi tubuh menuju ke eriron.

2. Functional atau Relative Iron Deficiency terjadi pada saat kadar

cadangan status besi yang normal tetapi suplai besi dalam eritron tidak adekuat untuk memenuhi sel progenitor eritroid.

Adanya ketidakseimbangan suplai besi terhadap eritropoesis ditandainya dengan adanya oenurunan saturasi transferrin (<20%). Secara umum kadar ferritin serum < 100 g/L berhubungan dengan adanya functional iron deficiency pada pemberian terapi dengan rHuEPO. Macdougal dkk. Pada tahun 1992 menggunkan automated cell counter untuk mendapatkan persentase eritrosit yang hipokromik

(33)

Deteksi awal iron-restricted erythropoiesis dapat dilakukan dengan menggunakan evaluasi reticulocyte Hb content (CHr).Pada penderita yang memenuhisalah satu dari kriteria di atas (saturasi transferrin < 20%, ferritin serum <100 mikrogram / liter, > 10% eritrosit hipokromik, atau retikulosit dengan CHr rendah), perlu dipertimbangkan untuk memberikan terapi tambahan suplementasi besi yang lebih agresif.

2.3.6 Efek Samping Terapi EPO

Tetapi sebagai terapi recombinant human erythropoietin memiliki efek samping yaitu meningkatkan Ht. antibody yang melawan materi rekombinan dan menghambat terhadap penggunaan eriproetin tidak terjadi.Efek samping utamnya adalah meningkatkan tekanan darah dan memerlukan dosis Heparin yang tinggi untuk mencegah pembekuan pada sirkulasi ekstra korporial selama dialisis.Pada beberapa pasien, thrombosis pada pembuluh darah dapat terlihat.

Peningkatan tekanan darah bukan hanya akibat peningkatan viskositas darah tetapi juga penigkatan tonus vaskuler perifer.Komplikasi thrombosis juga berkaitan dengan tingginya viskositas darah bagaimana pun sedikitnya satu kelompok investigator terlihat peningkatan trombosit.

2.4 Jenis Terapi Epo 2.4.1 Epoetin alpfa.

Bentuk biosintesis dari erythropoietin hormone glikoprotein.Urutan asam amino dan logika sifat bio dari epoetin alfa yang identic dengan en- erythropoietin manusia dogenous diekstrak dari urine pasien dengan anemia aplastik. Obat ini dibuat dari genetika rekayasa mamalia yang menggunakan teknologi DNA rekombinan (Davis, 1997).

Cara kerja dari eritropoetin alfa adalah dengan menginduksi produksi eritrosit eritrosit terutama drngan meangsang terjadi ploriferasi dan diferensiasi dengan bekerja sama dengan BFU-E , CHU-E, CFU-MK, CFU-GM) (Lodish, 1995).

(34)

sifat protein yang dimiliki oleh obat. Sehingga harus diberikan melalui parental (IV, injeksi subkutan, injeksi intraperitoneal). Penyerapan obat akan lebih lambat apabila melalui sub kutan atau intarperitoneal. Namun konsentrasi serum lebih meningkat apabila pemberian melalui intravena.Epoetin alfa dipecah menjadi kompertemen tunggal dengan volume distribusi yang mendekati volume plasma (sekitar 4-5% dari berat badan) (Faulds, 1989).

2.4.2 Epoetin Beta

Epoetin beta adalah glikoprotein yang merangsang proliferasi dan diferensiasi proses kompartemen sel erythroid induk dan juga memiliki efek stimulsi pada proliferasi dan pematangan kompartemen erythron terebut. Oleh karena itu epoetin beta menyebabkan peningkatan pembentukan hemoglobin dan percepatan terkait pemasangan sel dan pengurangan waktu siklus sel. Efek lebih lanjut dari epoetin beta adalah percepatan pematangan retikulosit dan penignkatan pelepasan retikulosit.

Proses penyerapan epoetin beta. Pemberian obat melalui sub kutan memberikan waktu paruh selama 12 -28 jam setelah pemberian. Waktu paruh dari epoetin beta secara intravena antara 4-12 jam.

(35)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Masalah anemia adalah masalah yang masih sering terjadi pada masyarakat Indonesia, terutama terjadinya anemia defisiensi zat besi. Masalah anemia defisiensi zat besi bukan hanya menjadi masalah bagi wanita hamil dan anak anak, tetapi juga pada wanita usia produktif.

Anemia defisiensi besi menjangkit lebih dari 600 juta manusia.Perkiraan prevalensi anemia secara global adalah 51%. Di Indonesia sendiri menurut data Depkes RI (2006), prevalensi anemia defisiensi besi pada remaja puteri yaitu 28% (Hayati, 2010), dan dari Survey Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, menyatakan bahwa prevalensi anemia defisiensi besi pada balita 40,5%, ibu hamil 50,5%, ibu nifas 45,1%, remaja putri 10-18 tahun 57,1%, dan usia 19-45 tahun 39,5%. Dari semua kelompok umur tersebut, wanita memiliki resiko paling tinggi untuk menderita anemia terutama remaja putri (Isniati, 2007).

Anemia lebih dikenal sebagai penyakit kurang darah di kalangan masyarakat umum. Anemia didefinisikan sebagai suatu keadaan dimana rendahnya konsentrasi hemoglobin (Hb) atau hematocrit berdasarkan nilai ambang batas (refrensi) yang disebabkan oleh rendahnya produksi sel darah merah (eritrosit) dan hemoglobin, meningkatnya kerusakan erotrosit (hemolisis), atau kehilangan darah yang berlebihan (Citrakesumasari,2012).

Di dalam ginjal yang sehat diproduksi sejenis hormon yang disebut Errythropoietin (EPO).Erythropoietin adalah protein yang mengontrol proses eritropoiesis dan dihasilkan oleh ginjal yang dapat menstimulasi pembentukan sel-sel darah merah oleh sumsum tulang (bone marrow). Ginjal yang tidak normal tidak dapat menghasilkan cukup EPO.Oleh karena itu diberikan terapi yang dinamakan terapi EPO.

(36)

(FDA) yang dapat digunakan untuk mengobati rendahnya jumlah sel darah merah (anemia). Anemia yang menggunakan EPO sebagai agen terapinya adalah jenis anemia yang disebabkan oleh kanker, gagal ginjal atau untuk terapi AIDS.

Pemberian EPO sendiri mempunyai efek negative menaikan tekanan darah.Hal ini dapat memberi efek negative pada penderita PGK yaitu menyebabkan hipertensi. Keadaan ini sering timbul PGK sulit untuk terkontrol dan meningkatkan resiko kejadian kardiosvaskuler lain seperti stroke, penyakit jantung koroner, hipertensi, retinopati, dimana pada akhirnya dapat menningkatkan angka mortalitas.

Sejauh ini belum ada yang meneliti tentang efek samping dari terapi ESA secara spesifik namun pada penelitian tahun 2013 dikatakan bahwa memang ada hubungan antara terapi ESA dan peningkatan resiko hipertensi, stroke, dan trombisitis. (Alfayez,2013). Jenis terapi EPO ini dibagi menjadi dua jenis yaitu epoethyn alpha dan epoethyn beta.

1.2 Perumusan Masalah

“Bagaimana profil tekanan darah pada pasien anemia yang mendapat terapi ESA di Bagian Penyakit Dalam RSUP H. Adam Malik Medan”.

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui gambaran tekanan darah pada pasien anemia yang mendapat terapi EPO di ruangan dialisi RSUP H. Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

Mengetahui efek yang diberikan terapi EPO kepada pasien anemia di Ruang Dialisis H. Adam Malik Medan berdasarkan :

a. Usia

(37)

1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Peneliti

Dapat menambah pengetahuan dalam bidang penelitian kedokteran serta memperluas pengetahuan mengenai tekanan darah pada pasien anemia yang menerima terapi EPO di Ruang Dialisis RSUP H. Adam Malik Medan.

1.4.2 Bagi Rumah Sakit

Sebagai masukan dan informasi bagi kalangan medis di RSUP H. Adam Malik Medan dalam memperoleh informasi mengenai tekanan darah pada pasie anemia yang mendapat terapi EPO di Ruang Dialisis.

1.4.3 Bagi Institusi Pendidikan

(38)

ABSTRAK

Hemodialisis merupakan suatu proses ataupun prosedur pencucian darah melalui proses difusi dan mikrofiltrasi yang merupakan tatalaksana utama pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK). Namun sebanyak 84% pasien PGK dengan hemodialisis di RSUP Dr.Ciptomangunkusumo mengalami anemia. Dan terapi terbaik yang dapat diberikan adalah terapi EPO.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil tekanan darah pasien hemodialisis yang mendapatkan terapi EPO. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Sampel dalam penelitian berjumlah 100 orangyang dipilih secara total sampling.

Dalam penelitian ini terdapat 100 pasien hemodialisis yang mendapatkan terapi EPO dengan rentang usia 41-50 tahun sebnyak 38 orang, jenis EPO yang banyak dipakai adalah erytropoetin beta, dan pasien yang paling banyak mendapatkan EPO sebanyak 701-800 kali beri mempunyai tekanan darah golongan hipertensi grade II.

(39)

ABSTRACT

Hemodialysis is a process or a procedure of washing the blood through a process of diffusion and microfiltration which is a major management of patients with chronic kidney disease.But as many as 84% of patients with a Chronic Kidney Disease with hemodialysis in the Dr. Ciptomangunkusumo Hospital is diagnose with anemia. And the best treatment given is the EPO therapy.

The purpose of this study was to determine the blood pressure profile of hemodialysis patients who received EPO therapy. This study is a descriptive study with a cross sectional study design. In this study, samples of a 100 people have been chosen by total sampling.

In this study, there were a 100 hemodyalisis patients who received EPO therapy as many as 38 people, ranging at the age of 41-50 years, with the Erythropoein Beta as the widely used type of EPO and patients whom received the most EPO therapy as much as 701-800 times has a blood pressure group of Grade II hypertension.

(40)

PROFIL TEKANAN DARAH PADA PASIEN ANEMIA YANG

MENDAPAT TERAPI ESA DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

OLEH :

NADYA DEBORA

120100391

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(41)

PROFIL TEKANAN DARAH PADA PASIEN ANEMIA YANG

MENDAPAT TERAPI ESA DI BAGIAN PENYAKIT DALAM

RSUP H. ADAM MALIK MEDAN

KARYA TULIS ILMIAH

“Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran”

OLEH :

NADYA DEBORA

120100391

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(42)
(43)

ABSTRAK

Hemodialisis merupakan suatu proses ataupun prosedur pencucian darah melalui proses difusi dan mikrofiltrasi yang merupakan tatalaksana utama pada pasien penyakit ginjal kronis (PGK). Namun sebanyak 84% pasien PGK dengan hemodialisis di RSUP Dr.Ciptomangunkusumo mengalami anemia. Dan terapi terbaik yang dapat diberikan adalah terapi EPO.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui profil tekanan darah pasien hemodialisis yang mendapatkan terapi EPO. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain penelitian cross sectional. Sampel dalam penelitian berjumlah 100 orangyang dipilih secara total sampling.

Dalam penelitian ini terdapat 100 pasien hemodialisis yang mendapatkan terapi EPO dengan rentang usia 41-50 tahun sebnyak 38 orang, jenis EPO yang banyak dipakai adalah erytropoetin beta, dan pasien yang paling banyak mendapatkan EPO sebanyak 701-800 kali beri mempunyai tekanan darah golongan hipertensi grade II.

(44)

ABSTRACT

Hemodialysis is a process or a procedure of washing the blood through a process of diffusion and microfiltration which is a major management of patients with chronic kidney disease.But as many as 84% of patients with a Chronic Kidney Disease with hemodialysis in the Dr. Ciptomangunkusumo Hospital is diagnose with anemia. And the best treatment given is the EPO therapy.

The purpose of this study was to determine the blood pressure profile of hemodialysis patients who received EPO therapy. This study is a descriptive study with a cross sectional study design. In this study, samples of a 100 people have been chosen by total sampling.

In this study, there were a 100 hemodyalisis patients who received EPO therapy as many as 38 people, ranging at the age of 41-50 years, with the Erythropoein Beta as the widely used type of EPO and patients whom received the most EPO therapy as much as 701-800 times has a blood pressure group of Grade II hypertension.

(45)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga karya tulis ilmiah ini dapat selesai

tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini disusun sebagai rangkaian tugas akhir dalam menyelesaikan pendidikan program studi Pendidikan Sarjana Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penulisan karya tulis ini, penulis banyak mendapatkan bimbingan dan pengarahan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. dr. Syafrizal Nasution, M.Ked(PD), Sp.PD-KGH selaku dosen pembimbing karya tulis ilmiah atas kesabaran, tenaga, dan waktu yang telah diberikan untuk membimbing penulis sehingga karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan dengan baik.

2. Dr. dr. T. Siti Hajar Haryuna, Sp.THT-KL dan dr. Hemma Yulfi, DAP&E, M.Med.Ed selaku dosen penguji yang telah memberikan masukan dan saran-saran yang sangat berarti dalam membuat karya tulis ilmiah ini menjadi lebih baik.

3. dr. Delyuzar, M.Ked(PA), Sp.PA(K) selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing selama menempuh pendidikan. 4. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama proses penyelesaian karya tulis ilmiah ini.

5. Keluarga penulis terutama Mami dan Papi yang telah banyak memberikan dukungan baik moril maupun materil sehingga proses penelitian dapat berjalan dengan baik.

(46)

7. Semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dukungan yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.

Penulis menyadari penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna baik dari segi materi ataupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi perbaikan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, semoga karya tulis ilmiah ini memiliki manfaat dan nilai bagi kita semua dan sekiranya dapat menjadi rujukan untuk penulisan yang lebih baik lagi.

Medan, 10 Desember 2015 Penulis,

(47)

DAFTAR ISI

1.4.3. Bagi Institusi Pendidikan ... 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Anemia Pada Gagal Ginjal Kronik ... 4

2.1.1. Definisi Anemia pada Gagal Ginjal Kronik ... 4

2.1.2. Etiologi Anemia pada Penyakit Gagal Ginjal Kronik 4 2.2. Erithropoetin ... 5

2.2.1. Definisi Erythropoetin ... 5

2.2.2. Struktur Kimia pada Erythropoetin ... 6

2.2.3. Fungsi Fisiologi EPO ... 7

2.2.4. Endogen EPO ... 7

2.3. Erithropoetin Sebagai Terapi ... 8

2.3.1. Recombinant Human Erytrhropoetin (rHuEPO) ... 8

(48)

2.3.3. Farmakokinetik dan Keadaan Uremia... 11

2.3.4. Dosis dan Evaluasi Terapi rHuEPO ... 11

2.3.5. Evaluasi Pemberian Terapi rHuEPO ... 12

2.3.6. Efek Samping Terapi EPO ... 13

2.4. Jenis Terapi EPO ... 13

2.4.1. Epoetin EPO ... 13

2.4.2. Epoetin Beta ... 14

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFENISI OPERASIONAL 3..1 Kerangka Konsep Penelitian ... 15

3.2. Variabel dan Definisi Operasional ... 16

BAB 4 METODE PENELITIAN

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 5.1. Hasil Penelitian ... 20

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 20

5.1.2. Karakteristik Individu ... 20

5.1.3. Profil Tekanan Darah Berdasarkan Usia ... 23

5.1.4. Profil Tekanan Darah Berdasarkan Lama Pemberian EPO ... 24

5.2. Pembahasa ... 20

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan ... 27

6.2. Saran ... 27

(49)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 5.1. Distrbusi Sampel Berdasarkan Usia ... 21

Tabel 5.2. Distribusi Sampel Berdasakan Jenis Kelamin ... 21

Tabel 5.3. Distribusi Sampel Berdasakan Tekanan Darah ... 21

Tabel 5.4. Distribusi Sampel Berdasakan Jenis EPO ... 21

Tabel 5.5. Distribusi Sampel Lama Pemberian EPO ... 22

Tabel 5.6. Tabulasi Silang Profil Tekanan Darah Berdasarkan Usia ... 23

(50)

DAFTAR GAMBAR

(51)

DAFTAR SKEMA

(52)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Daftar Riwayat Hidup Lampiran 2 : Surat Ethical Clereance Lampiran 3 : Surat Izin Penelitian Lampiran 4 : Surat Setelah Izin Penelitia Lampiran 5 : Data Induk

Gambar

Tabel 3.1. Variabel dan Definisi Operasional
Tabel 5.2  Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.5  Distribusi Sampel Berdasarkan Lama Pemberian EPO
Tabel 5.6     Tabulasi Silang Profil Tekanan Darah Berdasarkan Usia
+5

Referensi

Dokumen terkait

Kolom Rupiah diisi dengan Nilai Konversi dari angka dalam Kolom US$, dengan menggunakan Kurs Pajak yang berlaku pada akhir Tahun Pajak F.1.1.32.15 0 3 SPT TAHUNAN TAHUN PAJAK

The perspective intensity image is generated directly from the point cloud by using the collinearity equation, therefore three dimensional coordinates of the tie points

Berikut catatan-catatan khusus yang kami buat untuk mendukung bahwa transaksi yang dilakukan dengan pihak yang mempunyai hubungan istimewa telah sesuai dengan prinsip kewajaran (

Urban scene classification based on aerial LiDAR points can guide surface reconstruction techniques in urban modeling, piecewise planar surfaces are used for precise

Semua nilai langsung masuk , karena masing-masing mata pelajaran hanya memiliki satu nilai yang berupa angka.. BAGI SEKOLAH

[r]

Penerapan tema pada bangunan adalah dengan membuat disain yang terdiri dari berbagai unsur-unsur yang tedapat pada bangunan tradisional Jepang yang kemudian digabungkan

kami mengundang Bapak/lbu sebagaimana daftar terlampir untuk hadir pada.. Kegiatan Penyelenggaraan Layanan Informasi Keagamaan dan