• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Penderita Hirschsprung pada Anak Usia 0-14 Tahun di RSUP H. Adam Malik Medan pada TAHUN 2005-2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Gambaran Penderita Hirschsprung pada Anak Usia 0-14 Tahun di RSUP H. Adam Malik Medan pada TAHUN 2005-2009"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

GAMBARAN PENDERITA HIRSCHSPRUNG pada ANAK USIA 0-14 TAHUN di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN pada TAHUN 2005-2009

Oleh:

KIKI AULIA SARI 070100385

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

GAMBARAN PENDERITA HIRSCHSPRUNG pada ANAK USIA 0-14 TAHUN di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN pada TAHUN 2005-2009

Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran

Oleh:

KIKI AULIA SARI 070100385

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2010

(3)

GAMBARAN PENDERITA HIRSCHSPRUNG pada ANAK USIA 0-14 TAHUN di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN pada TAHUN 2005-2009

Nama : KIKI AULIA SARI

NIM : 070100385

Pembimbing Penguji I

dr. Mahyono, Sp.B, Sp.A

NIP: 140161421 NIP : 19660309 200012 1 007

dr. Aliandri, Sp.THT

Penguji II

NIP : 19790603 200312 2 001 dr. Yunilda Andriani, MKT

Medan, 15 Desember 2010

Dekan,

Fakultas Kedokteran

Universitas Sumatera Utara

NIP : 19540220 198110 1 001

(4)

ABSTRAK

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Dimana laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%. Salah satu penatalaksanaan pada penyakit Hirschsprung adalah dengan melakukan kolostomi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung pada anak umur 0-14 tahun yang menderita Penyakit Hirschsprung di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2005-2009.

Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis penyakit Hirschsprung pada anak dari tahun 2005 sampai tahun 2009, dengan besar sampel sebanyak 50 orang. Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010.

Adapun hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun adalah Sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang berjenis kelamin perempuan (28%).Yang paling banyak menderita Penyakit Hirschsprung pada umur 0-2 tahun (40%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur 12-14 tahun (2%).Gambaran klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu Perut membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23 sampel (46%) dan gambaran klinis yang paling sedikit ditemukan pada sampel adalah Perut membesar, BAB, dan Muntah yaitu sebanyak 3 sampel (6%).Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan yang paling sedikit dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0 sampel (0%). Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak 24 sampel (48%) dan yang paling sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5 sampel (10%).

Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyakit Hirschsprung dalam jumlah kasus yang lebih besar , khususnya dalam hal mendeteksi gejala dan tanda dini yang signifikans, dan mengevaluasi setiap tindakan yang dilakukan, agar dapat melihat keberhasilan dari terapi yang diberikan.

(5)

ABSTRACT

The Hirschsprung disease is cause of obstruction of under intestines that always on the neonatus, with 1:5000 all incidences birth of life. The incidence has become of the men is much then the girl with 4:1 and there was insidence increase in the family cases with reached about 6% on average. One of Hirschsprung disease therapy is with colostomy doing.

The goal of this research is to get the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age on RSUP H. Adam Malik Medan at 2005-2009.

This research method is descriptive with cross sectional design. The research sample is taken from medical record datas of Hirschsprung disease on children from 2005-2009 of year amounts to 50 persons of big sample. This research stand on RSUP H. Adam Malik Medan at month July until August of 2010.

The result of this research shows the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age based on men (72%) is much then the girl (28%l, most age is 0-2 of year amounts to 40 samples (80%), most clinical manifestation is distend abdomen, difficult of defecate, and vomiting amounts to 23 samples (46%), based on radiology inspection is with blank photo of abdomen amount to 27 sample (54%), and based on teraphy is colostomy amounts to 24 samples (48%).

Therefore, need to continue research for Hirschsprung disease in the biger quantity cases, specially in detect of sign and symptom early that significant, and evaluate every act that doing in order to see the successful of therapy that given.

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih

lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini hingga selesai. Penyusunan karya tulis ilmiah

ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi dalam

memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. Salawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW

beserta keluarga yang telah menuntun umatnya untuk selalu berpegang

dijalan-Nya.

Rasa kasih dan sayang disampaikan kepada ayahanda tercinta Kompol. Drs.

H. Sujono dan Ibunda Hj. Sasmita Puji Hastuti atas curahan kasih sayang, doa dan

dukungan yang tidak akan pernah terbalas. Semoga Allah senantiasa mencurahkan

rahmat dan kasih sayang dan hidayah-Nya kepada kita semua.

Penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini,

memperoleh bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Untuk itu pada

kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus terutama

kepada :

1. Bapak Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak dr. Mahyono, Sp.B, Sp.A., selaku Dosen Pembimbing yang dengan

tulus meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,

motivasi dan semangat sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.

3. Bapak dr. Aliandri, Sp.THT., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan

petunjuk-petunjuk serta nasihat - nasihat dalam penyempurnaan penulisan

karya tulis ilmiah ini.

4. Ibu dr. Yunilda Andriani, MKT., selaku Dosen Penguji II yang telah

memberikan masukan - masukan untuk penyempurnaan penulisan karya tulis

(7)

5. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama saya

mengikuti pendidikan sarjana kedokteran

6. Bagian Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) dan Bagian Pendidikan

dan Latihan (DIKLAT) RSUP Haji Adam Malik Medan

7. Tidak lupa disampaikan kepada saudara-saudariku tercinta Fanny Widya

Pratama, Tika Hakikah, Peny Mulyaningrum, Ayu Sasmita Daulay, Indah

Triana Pohan, dan Handika Fuji Sunu atas cinta, semangat, dan

kebersamaanya selama ini.

8. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis dalam

proses pembuatan karya tulis ilmiah ini.

Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak

kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk

penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, saya berharap semoga karya

tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang

menggunakannya.

Medan, 25 November 2010

Penulis,

(Kiki Aulia Sari)

(8)

DAFTAR ISI

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...4

2.1. Embriologi dan Anatomi Kolon……….……..4

2.2. Fisiologi Kolon...………..6

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…………19

3.1. Kerangka Konsep Penelitian………...19

(9)

BAB 4 METODE PENELITIAN………21

4.1. Jenis Penelitian……..………..21

4.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….21

4.3. Populasi dan Sampel………….………..21

4.4. Teknik Pengumpulan Data………..21

4.5. Pengolahan dan Analisa Data……….22

BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...23

5.1. Hasil Penelitian………...23

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….23

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel………...23

5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin………..………23

5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur………24

5.1.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Klinis...……...24

5.1.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemeriksaan………...………25

5.1.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan…...…....25

5.2. Pembahasan………...26

BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...29

6.1. Kesimpulan………...29

6.2. Saran……….29

DAFTAR PUSTAKA………30

(10)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

5.1. Distribusi Jenis Kelamin Penderita Hirschsprung 24

5.2. Distribusi Umur Penderita Hirschsprung 24

5.3. Distribusi Gambaran Klinis Penderita Hirschsprung 25

5.4. Distribusi Pemeriksaan Penderita Hirschsprung 25

(11)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

Gambar 1 Foto anak yang telah besar, sesudah dan sebelum

tindakan definitif bedah. Terlihat status gizi anak

membaik setelah operasi 11

Gambar 2 Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari.

Tampak abdomen sangat distensi, dan dinding

abdomen kemerahan yang menandakan awal terjadi

komplikasi infeksi. Pasien tampak amat menderita

akibat distensi abdomennya 12

Gambar 3 Gambar barium enema penderita Hirschsprung.

Tampak rektum yang mengalami penyempitan,

dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul

Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup

Lampiran 2 Surat Izin Penelitian

Lampiran 3 Ethical Clearance.

Lampiran 4 Formulir Rekam Medis

Lampiran 5 Data Induk Penelitian

(13)

ABSTRAK

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Dimana laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%. Salah satu penatalaksanaan pada penyakit Hirschsprung adalah dengan melakukan kolostomi.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung pada anak umur 0-14 tahun yang menderita Penyakit Hirschsprung di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2005-2009.

Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis penyakit Hirschsprung pada anak dari tahun 2005 sampai tahun 2009, dengan besar sampel sebanyak 50 orang. Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010.

Adapun hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun adalah Sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang berjenis kelamin perempuan (28%).Yang paling banyak menderita Penyakit Hirschsprung pada umur 0-2 tahun (40%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur 12-14 tahun (2%).Gambaran klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu Perut membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23 sampel (46%) dan gambaran klinis yang paling sedikit ditemukan pada sampel adalah Perut membesar, BAB, dan Muntah yaitu sebanyak 3 sampel (6%).Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan yang paling sedikit dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0 sampel (0%). Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak 24 sampel (48%) dan yang paling sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5 sampel (10%).

Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyakit Hirschsprung dalam jumlah kasus yang lebih besar , khususnya dalam hal mendeteksi gejala dan tanda dini yang signifikans, dan mengevaluasi setiap tindakan yang dilakukan, agar dapat melihat keberhasilan dari terapi yang diberikan.

(14)

ABSTRACT

The Hirschsprung disease is cause of obstruction of under intestines that always on the neonatus, with 1:5000 all incidences birth of life. The incidence has become of the men is much then the girl with 4:1 and there was insidence increase in the family cases with reached about 6% on average. One of Hirschsprung disease therapy is with colostomy doing.

The goal of this research is to get the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age on RSUP H. Adam Malik Medan at 2005-2009.

This research method is descriptive with cross sectional design. The research sample is taken from medical record datas of Hirschsprung disease on children from 2005-2009 of year amounts to 50 persons of big sample. This research stand on RSUP H. Adam Malik Medan at month July until August of 2010.

The result of this research shows the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age based on men (72%) is much then the girl (28%l, most age is 0-2 of year amounts to 40 samples (80%), most clinical manifestation is distend abdomen, difficult of defecate, and vomiting amounts to 23 samples (46%), based on radiology inspection is with blank photo of abdomen amount to 27 sample (54%), and based on teraphy is colostomy amounts to 24 samples (48%).

Therefore, need to continue research for Hirschsprung disease in the biger quantity cases, specially in detect of sign and symptom early that significant, and evaluate every act that doing in order to see the successful of therapy that given.

(15)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan

oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke

proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus

dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat

dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen

yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai

seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus (Wyllie,

2000; Mansjoer,2000). Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald

Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak

diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan

menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh

gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion (Irwan, 2003).

Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang

paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup.

Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada

kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%

(Wyllie,2000; Kartono,2004). Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit

Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo

Jakarta. Data Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar

insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran, maka dengan jumlah penduduk di Indonesia

sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir 1400

bayi lahir dengan Penyakit Hirschsprung (Kartono, 2004).

Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan

dengan berat lahir ≥ 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan)

yang terlambat mengeluarkan tinja (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000). Trias klasik

(16)

yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan

(Pieter, 2005).

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin

mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa

pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan

septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan

komplikasi yang amat berbahaya sehingga mortalitasnya mencapai 30% apabila

tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan enema barium,

pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi. (Wyllie, 2000).

Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah

dan tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati

komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan

umum penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan

bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara yang bertujuan

untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang

mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang

dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan

Rehbein (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000). Dari sekian banyak sarana penunjang

diagnostik, maka diharapkan pada klinisi untuk segera mengetahui gejala dan

tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena penemuan dan penanganan yang cepat

dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya

di Indonesia.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, dapat dirumuskan suatu

masalah dalam penulisan penelitian ini, yaitu:

“Bagaimanakah gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14

(17)

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran penderita

Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun.

1.3.2 Tujuan Khusus

- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan karakteristik (umur dan jenis kelamin).

- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan Gambaran Klinis.

- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan pemeriksaan penunjang yaitu:

o Pemeriksaan radiologis (foto polos abdomen, foto enema

barium, dan retensi barium).

o Pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum.

- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan penatalaksanaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:

1. Membantu tenaga kesehatan agar lebih tanggap dalam mendeteksi gejala

dan tanda dini yang signifikan pada Penyakit Hirschsprung, dikarenakan

komplikasi yang dapat menyebabkan kematian pada bayi.

2. Memberikan informasi kepada masyarakat agar waspada apabila

menjumpai bayi yang belum mengeluarkan mekonium pertama dalam 24

jam pertama kelahiran, untuk selanjutnya meminta pertolongan kepada

petugas kesehatan.

3. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan penambah latihan

dalam membuat suatu penelitian.

4. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran serta referensi bagi

(18)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Embriologi dan Anatomi Kolon

Secara embriologik , kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon

kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan

embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan

dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan

terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat

terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya

yang sempit (T.W.Sadler, 2000).

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5

kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus

besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm),

tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi

sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks

yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci

pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke

sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan

sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen

kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura

lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan

berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid

bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan

anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh

sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9

inci (Lindseth, 2005).

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela

submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai

(19)

tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada

sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik

dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia

melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut

apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus

lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada

usus halus.

Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior.

Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari

sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika

superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika

dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior

memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum

sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga

cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri

sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis

media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon

dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena

hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke

hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan

merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena

hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal

dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan

hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi

preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik

pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada

sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase

karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe

virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah

(20)

iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum

mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.

Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter

eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf

vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari

daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars

torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis

preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri

utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa

(meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan

kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis

mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah

aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural

(Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan

medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan

penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada

penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner (Taylo, 2005).

2.2 Fisiologi Kolon

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi

mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari

700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang

dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum,

atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus,

sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian

dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.

Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas

tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi (Pieter, 2005).

2.3 Penyakit Hirschsprung

Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan

(21)

proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus

dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat

dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen

yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai

seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus (Wyllie,

2000; Mansjoer, 2000).

2.3.1 Epidemiologi

Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi

berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200

juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir

1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien

penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto

Mangunkusomo Jakarta. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan

perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang

rata-rata mencapai sekitar 6% (Wyllie, 2000 ; Kartono, 2004).

2.3.2 Etiologi

Sampai tahun 1930-an etiologi Penyakit Hirschsprung belum jelas di

ketahui. Penyebab sindrom tersebut baru jelas setelah Robertson dan Kernohan

pada tahun 1938 serta Tiffin, Chandler, dan Faber pada tahun 1940

mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung primer disebabkan

oleh gangguan peristalsis usus dengan defisiensi ganglion di usus bagian distal.

Sebelum tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah defek

ganglion pada kolon distal menjadi penyebab penyakit Hirschsprung ataukah

defek ganglion pada kolon distal merupakan akibat dilatasi dari stasis feses dalam

kolon. Dari segi etiologi, Bodian dkk. Menyatakan bahwa aganglionosis pada

penyakit Hirschsprung bukan di sebabkan oleh kegagalan perkembangan inervasi

parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer, sehingga terdapat

ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi.

(22)

definitif penyakit Hirschsprung dengan pengangkatan segmen aganglion disertai

dengan preservasi sfingter anal (Kartono, 2004).

2.3.3 Patologi

Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada

dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang

yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan

perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang agangloinik

terbatas pada rektosigmoid pada 75 % penderita, 10% seluruh kolonnya tanpa

sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik

menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara histologi, tidak di dapatkan

pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang

hipertrofi dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara

lapisan-lapisan otot dan pada submukosa (Wyllie, 2000).

Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian

usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion

parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang

sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon

proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk

megakolon. Pada Morbus Hirschsprung segemen pendek, daerah aganglionik

meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung klasik.

Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu 5 kali lebih

sering daripada anak perempuan. Bila daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari

sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang. Bila aganglionosis mengenai

seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan

hamper seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal (Pieter, 2005).

2.3.4 Manifestasi Klinis

Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan

(23)

(i). Periode Neonatal

Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada

neonatus cukup bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni

pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.

Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan

tanda klinis yang signifikans. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium

pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus

penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal

berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup.

Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus

sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk

waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat

berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi abdomen

merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh

kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau

disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan

gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans

neonatal, atau peritonitis intrauterine. Tanda-tanda edema, bercak-bercak

kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung, dan di sekitar genitalia

ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangka n enterokolitis

merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung

ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4

minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa

diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson

mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis

enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,

2004; Wyllie 2000; Pieter 2005; Irwan, 2003).

(ii). Anak

Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi

kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik

(24)

biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.

Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan

biasanya sulit untuk defekasi. (Kartono, 2004; Wyllie, 2000; Pieter, 2005; Irwan

2003).

2.3.5 Diagnosa

Diagnosis penyakit Hirschsprung harus ditegakkan sedini mungkin.

Keterlambatan diagnosis dapat meyebabkan berbagai komplikasi yang merupakan

penyebab kematian tersering, seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsis. Pada

tahun 1946 Ehrenpreis menekankan bahwa diagnosa penyakit Hirschsprung dapat

ditegakkan pada masa neonatal.

Berbagai teknologi tersedia untuk menegakkan diagnosis penyakit

Hirschsprung. Namun demikian, dengan melakukan anamnesis yang cermat,

pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi

anatomi biopsi isap rectum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada sebagian besar

kasus dapat ditegakkan (Kartono, 2004).

2.3.5.1Anamnesis

• Adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya keluar >24 jam.

Adanya muntah berwarna hijau.

• Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut kembung, dan

pertumbuhan terhambat.

• Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal

sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi

(25)

Gambar 1. Foto anak yang telah besar, sesudah (kiri) dan sebelum (kanan)

tindakan definitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.

2.3.5.2Pemeriksaan Fisik

• Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi

• Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang

banyak dan kemudian tampak perut anak sudah kempes lagi

(26)

Gambar 2. Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari.

Tampak abdomen sangat distensi, dan dinding abdomen

kemerahan yang menandakan awal terjadi komplikasi infeksi.

Pasien tampak amat menderita akibat distensi abdomennya.

2.3.5.3Pemeriksaan Radiologi

Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada

penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai

gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk

membedakan usus halus dan usus besar.

Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa

Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:

1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang

panjangnya bervariasi.

2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah

daerah dilatasi.

(27)

Gambar 3. Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak

rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi

yang melebar.

Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas

penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi

barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan

feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur

dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang

bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium

terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid (Kartono,2004; Lee,

2009, Wyllie, 2000)

2.3.5.4Pemeriksaan patologi Anatomi

Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya

sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa

(28)

menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim

yang banyak ditemukan pada serabut syaraf parasimpatis, dibandingkan

dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin eosin. Disamping

memakai asetilkolinesterase, juga digunakan pewarnaan protein S-100,

metode peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan enolase. Hanya saja

pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang

berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan interpretasi yang

berbeda seperti dengan adanya perdarahan (Kartono, 2004; Lee, 2009).

Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat : 2, 3, dan 5 cm proksimal

dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, barulah dilakukan

biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya,

Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil

negatif palsu dan komplikasi (Kartono,2004)

2.3.5.5Manometri Anorektal

Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif

mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter

anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil

pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat

ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan

seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph

atau computer (NASPGHAN & APGNN, 2006).

Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit

Hirschsprung adalah :

1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;

2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen

usus aganglionik;

3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter

interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai

(29)

2.3.6 Diagnosa Banding

Diagnosis banding kelainan ini antara lain mekonium ileus akibat penyakit

fibrokistik, atresia ileum, atresia rekti, malrotasi, duplikasi intestinal dan sindrom

pseudo obstruksi intestinal. Kartono (2004) menyatakan banyak kelainan-kelainan

yang menyerupai penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi

anatomi ternyata didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara

lain Intestinal neuronal dysplasia, Hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence

of argyrophyl plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot

polos. ( Kartono, 2004; Lee, 2009).

2.3.7 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya, sampai saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya

dapat dicapai dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan

tetapi hanya untuk sementara dimaksudkan untuk menangani distensi abdomen

dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum.

Pemberian antibiotika dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk

enterokolitis dan mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk

menjaga kondisi nutrisi penderita serta untuk menjaga keseimbangan cairan,

elektrolit dan asam basa tubuh (Lee, 2009).

Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama

dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi

definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah

komplikasi dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan

menghilangkan distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien.Tahapan

kedua adalah dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang

aganglionik dan kemudian melakukan anastomosis antara usus yang ganglionik

dengan dengan bagian bawah rektum. (Kartono, 2004).

Dikenal beberapa prosedur tindakan defenitif yaitu prosedur Swenson,

prosedur Duhamel, prosedur Soave, prosedur Rehbein dengan cara reseksi

anterior, prosedur Laparoskopic Pull-Through, prosedur Transanal Endorectal

(30)

Setelah diagnosis penyakit Hirshprung ditegakkan maka sejumlah tindakan

preoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam keadaan

dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan

pemberian cairan intra vena , antibiotik dan pemasangan pipa lambung. Apabila

sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka resusitasi cairan

dilakukan secara agresif, peberian antibiotika broad spektrum secara ketat

kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus.

Melakukan serial pencucian rektum dengan memberikan 10 ml/kg BB pada

setiap kali pencucian dengan menggunakan pipa rektum ukuran 18-20. Pada

penderita kemudian diberikan antibiotik intavena.

2.3.7.1Tindakan Bedah

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah

berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal.

Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah

enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari

kolostomi adalah : menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan

bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang

telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose. Kolostomi tidak

dikerjakan bila dekompresi secara medic berhasil dan direncanakan bedah

defenitif langsung (Kartono, 2004).

Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus

preternaturalis yang di buat untuk sementara atau menetap. Indikasi kolostomi

adalah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus

pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk

melindungi anastomosis distal. Kolostomi dapat berupa stoma ikat atau stoma

ujung. (Pieter, 2005).

Kolostomi dikerjakan pada:

1. Pasien neonatus  Tindakan Bedah defenitif langsung tanpa kolostomi

menimbulkan banyak komplikasi dan kematian. Kematian dapat mencapai

28,6%, sedangkan pada bayi 1,7%. Kematian ini disebabkan oleh kebocoran

(31)

2. Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok pasien ini

mempunyai kolon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar untuk

dianastomosiskan dengan rectum dalam bedah defenitif. Dengan tindakan

kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali setelah 3 sampai 6 bulan

pascabedaah, sehingga anastomosis lebih mudah dikerjakan dengan hasil yang

lebih baik.

3. Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang buruk.

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pascabedah, dengan

kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan umum.

Pada pasien yang tidak termasuk dalam kategori 1, 2, dan 3 tersebut dapat

langsung dilakukan tindakan bedah definitif.

Kolostomi yang bersifat sementara akan dilakukan penutupan.

Berdasarkan lubang kolostomi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:

1. Single barreled stoma  yaitu dibuat dari bagian proksimal usus. Segmen distal dapat dibuang atau ditutup.

2. Double barreled  biasanya meliputi kolon transversum. Kedua ujung dari

kolon yang direksesi dikeluarkan melalui dinding abdominal mengakibatkan

dua stoma. Stoma distal hanya mengalirkan mukus dan stoma proksimal

mengalirkanfeses.

3. Kolostomi lop-lop  yaitu kolon transversum dikeluarkan melalui dinding

abdomen dan diikat ditempat dengan glass rod. Kemudian 5-10 hari usus

membentuk adesi pada dinding abdomen, lubang dibuat di permukaan terpajan

dari usus dengan menggunakan pemotong.

2.3.8 Komplikasi

(Irwan, 2003) mengatakan, secara garis besarnya, komplikasi pasca

tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran

anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter. Enterokolitis

telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit Hirschsprung yang

diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi.

Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan

(32)

sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang sangat berat

enterokolitis akan menyebabkan terjadinya megakolon toksik yang ditandai

dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi dan syok.

Terjadinya ulserasi da nekrosis akibat iskemia mukosa diatas segmen aganglionik

akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi usus. Enterokolitis

merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung

ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4

minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa

diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson

mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis

enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. Kejadian

enteokolitis berdasar prosedur operasi yang dipergunakan Swenson 16,9%,

Boley-Soave 14,8%, Duhamel 15,4% dan Lester Martin 20%. Gambaran klinis distensi

abdomen 29, diare 38, darah pada feses 2, muntah 31, panas 22 dan takikardi

(33)

BAB 3

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam

penelitian

ini adalah :

3.2 Definisi Operasional

1. Jenis Kelamin yaitu membedakan laki-laki dan perempuan secara

biologis dan dibawa sejak lahir.

2. Umur adalah jumlah hari, bulan, tahun yang dilalui sejak lahir sampai

waktu tertentu. Pada penelitian ini peneliti mengelompokkan umur sampel

dimulai dari 0-2 tahun, 3-5 tahun, 6-8 tahun, 9-11 tahun, dan 12-14 tahun.

3. Gambaran Klinis adalah tanda dan gejala yang tampak ataupun yang

dirasakan pasien yang dapat ditemukan dari anamnesis dan juga dari

pemeriksaan fisik.

4. Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan untuk membantu

menegakkan diagnosa penyakit pasien.

5. Penatalaksanaan adalah suatu tindakan yang dilakukan kepada pasien

baik invasiv maupun pemberian obat-obatan.

(34)

6. Anak adalah setiap manusia yang berusia kurang dari 18 tahun kecuali

terdapat hukum tertentu yang berlaku terhadap anak tersebut, kedewasaan

dicapai lebih awal. Pada penelitian ini usia anak yang di ambil untuk

dijadikan sampel penelitian yaitu pada usia 0-14 tahun.

7. Hirschsprung atau congenital megacolon disebabkan oleh kelainan

inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal,

melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan

setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah

akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke

distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%

penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai

(35)

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1Rancangan penelitian

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional

retrospective, yaitu untuk mengetahui gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan pada Januari

2005 - Desember 2009.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Pengambilan

sampel data sekunder berupa rekam medis di lakukan di Departemen

Anak/RSUP H.Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada

bulan Juli – Agustus 2010.

4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang menderita

Hirschsprung di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2005-2009.

4.3.2 Sampel

Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total

sampling, dimana semua pasien di Poliklinik Bedah Anak RSUP H.Adam Malik Medan yang menderita Hirschsprung.

4.4Teknik Pegumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder

yang diperoleh dari pencatatan rekam medik pasien yang menderita

(36)

4.5 Metode analisis data

Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data

yang di peroleh di analisis secara ststistik dengan bantuan program

(37)

BAB 5

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1. Hasil Penelitian

5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi

di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan

Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan

SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas

A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah meiliki fasilitas kesehatan yang

memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji

Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah

pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau

sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.

Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991

tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai

rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki Departemen Ilmu

Kesehatan Anak yang merupakan lokasi pengambilan data pada penelitian ini.

5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel

Semua data penelitian diambil dari data sekunder, yaitu data rekam medis

pasien anak yang menderita Hirschsprung dari tahun 2005 – 2009 di RSUP H.

Adam Malik Medan sebanyak 50 sampel.

5.1.2.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Penderita Hirschsprung Jenis kelamin Frekuensi %

Laki-laki 36 72

Perempuan 14 28

(38)

Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan sampel berjenis kelamin laki-laki

sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang berjenis kelamin perempuan (28%).

5.1.2.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur

Tabel 5.2 Distribusi Umur Penderita Hirschsprung

Berdasarkan Tabel 5.2, yang paling banyak menderita Penyakit

Hirschsprung pada umur 0-2 tahun sebanyak 40 sampel (80%) dan yang paling

sedikit pada kelompok umur 12-14 tahun sebanyak 1 sampel (2%).

5.1.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Klinis

Tabel 5.3 Distribusi Gambaran Klinis Penderita Hirschsprung

Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa gambaran klinis yang

paling banyak ditemukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu Perut

membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23 sampel (46%) dan gambaran

klinis yang paling sedikit ditemukan pada sampel adalah Perut membesar, BAB,

dan Muntah yaitu sebanyak 3 sampel (6%).

Usia Frekuensi %

Gambaran Klinis Frekuensi %

Perut membesar, Sulit BAB,

Keterlambatan mekonium 19 38

Perut membesar, Sulit BAB,

Muntah 23 46

Perut membesar, BAB, Keterlambatan

mekonium 5 10

Perut membesar, BAB, Muntah 3 6

(39)

5.1.2.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang

Tabel 5.4 Distribusi Pemeriksaan Penunjang Penderita Hirschsprung

Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa pemeriksaan penunjang

yang paling banyak dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu

pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan

yang paling sedikit dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0

sampel (0%).

5.1.2.5Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan

Tabel 5.5 Distribusi Penatalaksanaan Penderita Hirschsprung

Berdasarkan Tabel 5.5, dapat diketahui bahwa penatalaksanaan yang paling

sering dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak

24 sampel (48%) dan yang paling sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5

sampel (10%).

5.2. Pembahasan

Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini

bertujuan untuk mengetahui gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia

0-14 tahun. Sampel di ambil dari data Rekam Medis pasien pada tahun 2005-2009.

Pemeriksaan Frekuensi %

Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 54

Radiologi (Enema Barium) 13 26

Radiologi (Retensi Barium) 2 4

Pemeriksaan Patologi Anatomi 8 16

Pemeriksaan Manometri Anorektal 0 0

Total 50 100

Penatalaksanaan Frekuensi %

Kolostomi 24 48

Sigmoidectomy 5 10

Tidak di terapi 21 42

(40)

Dari penelitian ini di dapatkan 50 anak yang didiagnosa menderita Penyakit

Hirschsprung.

Berdasarkan jenis kelamin, dijumpai jenis kelamin laki-laki (72%) lebih

dominan dibandingkan dengan perempuan (28%).Kondisi ini sama dengan yang

ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Swenson (1990), dimana 81,1 %

dari 880 kasus yang diteliti adalah berjenis kelamin laki-laki.

Dalam penelitian ini, diagnosa penyakit Hirschsprung paling banyak telah

ditegakkan pada umur 0-2 tahun (80%) dan yang paling sedikit pada kelompok

umur 12-14 tahun (2%).Swenson (1990) mengatakan hasil sejumlah peneliti

seperti Kleinhaus mendapatkan angka 60% untuk diagnosa sebelum usia 1 tahun,

sedangkan Harrison menyebutkan 37% dari pasien Hisrchsprung yang diamatinya

telah tegak diagnosanya dalam usia 1 bulan dan 63% dalam usia 6 bulan.

Pada penelitian ini, ada tiga Gambaran Klinis yang khas, yang ditemukan

peneliti pada data rekam medis pasien, yaitu Perut membesar, sulit BAB, dan

muntah sebanyak 23 penderita dengan persentase 46%. Adapun 3 gambaran klinis

lainnya yang berbeda yaitu perut membesar, sulit BAB dan keterlambatan

pengeluaran mekonium sebesar 38% pada 19 penderita.Kondis ini hampir sama

dengan beberapa penelitian sebelumnya, yang mengatakan bahwa ada trias gejala

klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah

hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24

jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swenson (1990) mencatat

angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus , sedangkan Kartono (1993)

mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam

setelah lahir. Distensi abdomen juga merupakan gejala penting lainnya. Swenson

(1973) mendapatkan tanda distensi abdomen pada 87,1% kasus penyakit

Hirschsprung pada neonatal. Kartono (2004) juga menemukan distensi usus secara

radiografis pada 95,3% dari 86 kasus penyakit Hirschsprung. Muntah dan distensi

abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan

segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi

penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja,

(41)

usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk

dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang

dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah

dilakukan kolostomi (Swenson, 1990; Kartono, 2004).

Dari hasil penelitian, berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan

pada penderita Hirschsprung, Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan

penunjang yang dominan dilakukan untuk menegakkan diagnosa penyakit

Hirschsprung. Dengan foto polos abdomen (54%) dari 27 kasus sedangkan

dengan barium enema 26% dari 13 penderita sudah dapat ditegakkan diagnosa

penyakit Hirschsprung. Kondisi ini hampir sama dengan penelitian yang

sebelumnya, Swenson (1990) dan (Kartono 1993) mengatakan bahwa Radiologi

merupakan standart dalam menegakkan penyakit Hirschsprung. Foto polos

abdomen, barium enema, dan retensi barium merupakan urutan dalam

pemeriksaan radiologi untuk menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung.

Barium Enema merupakan pemeriksaan standart untuk menegakkan penyakit

Hirschsprung.

Pada penelitian ini penatalaksanaan yang dominan dilakukan pada penderita

Hirschsprung adalah Kolostomi (48,9%) pada 24 kasus. Sedangkan tatalaksana

yang paling sedikit dilakukan adalah sigmoidectomy pada 5 sampel (10%). Pada

penelitian ini juga didapati pasien yang tidak di terapi sebanyak 18 sampel (36%).

Dari pengamatan peneliti, tidak diterapinya pasien oleh karena beberapa hal yaitu

keterlambatan diagnosa sehingga pasien meninggal dunia, serta masalah biaya

yang menjadi salah satu faktor tidak terlaksananya tindakan terapi pada pasien.

Menurut Fonkalsrud (1997) dan Swenson (1990), Kolostomi merupakan tindakan

bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung. Tindakan ini

dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis

(42)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari penelitian ini dapat ditarik

beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. Sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang

berjenis kelamin perempuan (28%).

2. Yang paling banyak menderita Penyakit Hirschsprung pada umur 0-2

tahun pada 40 sampel (80%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur

12-14 tahun pada 1 sampel (2%).

3. Gambaran klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita penyakit

Hirschsprung yaitu Perut membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23

sampel (46%) dan gambaran klinis yang paling sedikit ditemukan pada

sampel adalah Perut membesar, BAB, dan Muntah yaitu sebanyak 3

sampel (6%).

4. Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan pada penderita

penyakit Hirschsprung yaitu pemeriksaan Radiologi (Foto Polos

Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan yang paling sedikit

dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0 sampel

(0%).

5. Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan pada penderita penyakit

Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak 24 sampel (48%) dan yang paling

sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5 sampel (10%).

6.2. Saran

Adapun saran yang dapat diberikan penulis, yaitu:

1. Dalam mengentri data rekam medis ke dalam komputer sebaiknya lebih

teliti, agar tidak terjadi penggandaan nomor rekam medis dan kesalahan

dalam memasukkan kode penyakit. Sehingga dapat mempermudah

(43)

2. Penelitian ini masih merupakan penelitian cross sectional dengan besar

sampel yang kecil dan waktu penelitian yang pendek. Oleh karena itu,

perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan

waktu penelitian yang lebih panjang dengan melibatkan beberapa rumah

sakit di dalam suatu daerah. Khususnya dalam hal :

a. Mendeteksi gejala dan tanda dini yang signifikans;

b. Mengevaluasi setiap tindakan yang dilakukan, agar dapat melihat

keberhasilan dari terapi yang diberikan.

3. Kepada ibu dan masyarakat agar waspada apabila menjumpai bayi yang

belum mengeluarkan mekonium pertama dalam 24 jam pertama kelahiran,

(44)

DAFTAR PUSTAKA

Fonkalsrud. 1997. Hirschsprung’s disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H,

editors. Maingot’s Abdominal Operation. 10th ed. New York: Prentice-Hall

intl.inc. 2097-105.

Irwan, Budi, 2003. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita penyakit

Hirschsprung pasca operasi pull-through. Available From: Usu digital library [ Akses 4 April 2010]

Kartono, Darmawan, 2004. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung Seto, 3-82.

Lee, Steven L, 2009. Hirschsprung disease. Available From : http:

//www.emedicine.com/med/topic

Lindseth, Glenda N, 2005. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati. Dalam:

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. Jakarta. EGC. 456-468.

[Akses 4 April 2010].

Mansjoer Arief, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu Ika,

Setiowulan Wiwiek, 2000. Penyakit Hirschsprung. Dalam : Kapita Selekta

Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FK UI, 380-381.

NASPGHAN (The North American Society for Pediatric Gastroenterology,

Hepatology and Nutrition) dan APGNN (The Association of Pediatric

Gastroenterology and Nutrition Nurses) 2006. Hirschsprung’s Disease.

Available from:

Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit

Rieneka Cipta, 79-92.

UNICEF (United Nations International Children’s Fund). 1989. Definition of the

child. Diunduh dari :

2010]

Sadler,T.W, 2000. Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran Langman.

(45)

Pieter, John, 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.

Sjamsuhidajat.R, De Jong,Wim. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II.

Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 646-647.

Staf Pangajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005. Penyakit Hirschsprung. Dalam:

Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1134-1135.

Swenson O, Raffensperger JG. 1990. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger

JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. Edisi 5. Connecticut:Appleton &

Lange. 555-77.

Taylo,Clive R, 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi usus.

Mahanani, Dewi Asih,dkk. Dalam: Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta.

EGC5. 532-538.

Wyllie, Robert, 2000. Megakolon Aganglionik Bawaan (Penyakit Hirschsprung) .

Behrmann, Kliegman, Arvin. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi

(46)

LAMPIRAN 1

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Kiki Aulia Sari

Tempar / Tanggal Lahir : Medan / 28 September 1989

Agama : Islam

Alamat : Jl. Sm. Raja Km.8 Gg. Cipta Niaga No.8 Medan-20148

Riwayat Pendidikan : 1. TK Rahma Elyunisiah Unit III (1995 -1997)

2. SD Taman Pendidikan Islam (1997 - 2002)

3. SLTP Neg.3 Medan (2002-2004)

4. SMA Al-Azhar medan ( 2004-2007)

5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

(2007 – Sekarang)

Riwayat Pelatihan : 1. Peserta Seminar Sehari ”Emergency Life Support”

2. Peserta Workshop Resusitasi Jantung Paru Otak

(RJPO), Traumatologi dan Intubasi

(47)
(48)
(49)

LAMPIRAN 4

FORMULIR PENELITIAN

NAMA :

JENIS KELAMIN :

UMUR :

GAMBARAN KLINIS :

PEMERIKSAAN : Anamnesis, Pemeriksaan FisiK, Pemeriksaan

Radiologi (Foto Polos Abdomen, Enema Barium, Retensi Barium), Pemeriksaan

Patologi Anatomi, Manometri Anorektal.*

TATALAKSANA :

CATATAN :

*Tandai yang perlu

(50)
(51)

LAMPIRAN 6

Karakteristik Sampel

Jenis Kelamin Pasien

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Laki-Laki 36 72.0 72.0 72.0

Perempuan 14 28.0 28.0 100.0

Total 50 100.0 100.0

Umur Pasien

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid 0-2 tahun 40 80.0 80.0 80.0

3-5 tahun 4 8.0 8.0 88.0

6-8 tahun 3 6.0 6.0 94.0

9-11 tahun 2 4.0 4.0 98.0

12-14 tahun 1 2.0 2.0 100.0

(52)

Gambaran Klinis Pasien

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid perut kembung, sulit BAB,

keterlambatan mekonium

19 38.0 38.0 38.0

perut kembung, sulit BAB,

muntah

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative

Percent

Valid Radiologi (Foto Polos

Abdomen)

Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent

Valid Kolostomi 24 48.0 48.0 48.0

Sigmoidectomy 5 10.0 10.0 58.0

Tidak di terapi 21 42.0 42.0 100.0

Gambar

Gambar 1. Foto anak yang telah besar, sesudah (kiri) dan sebelum (kanan)
Gambar 2. Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari.
Gambar 3. Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Penderita Hirschsprung
+4

Referensi

Dokumen terkait

Halaqah Da'wah is one of the models of da'wah delivery that is widely used in the spread of Islamic teaching in Indonesia. Central Board of Pesantren As'adiyah in Sengkang

Gambar proses Penetapan Kadar Protein pada Biskuit Bayi dan Balita.

kerja akan sah dengan syarat berupa: adanya kesepakatan antar para pihak, adanya kecakapan atas para pihak. Dalam konteks ini penulis memahami kecapakapan yaitu kecakapan pekerja

Definisi dan Fungsi Sensor Efek Hall [online], http://elektronika- dasar.web.id/definisi-dan-fungsi-sensor-efek-hall/ , diakses tanggal 14 Februari 2017.. Karakteristik

 double klik kiri pada DIAGRAM (yang telah terjaring blok hitam).  Setelah muncul kotak isian, ISI atau GANTI dengan NILAI

Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Kota Semarang selaku nazhir telah melakukan 3 (tiga) kali penukaran Tanah wakaf Masjid Agung Semarang. Tiga kali penukaran tanah wakaf Masjid

Beban Pajak Tangguhan dan Beban Pajak Kini Terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Manufaktur Sub Sektor Otomotif dan Komponen yang Terdaftar di Bursa Efek

Angkasa Pura II (Persero) Kota Pangkalpinang telah melakukan aktivitas nyata tanggung jawab sosial perusahaan ( Corporate Social Responsibility ) sesuai dengan yang diungkapkan