GAMBARAN PENDERITA HIRSCHSPRUNG pada ANAK USIA 0-14 TAHUN di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN pada TAHUN 2005-2009
Oleh:
KIKI AULIA SARI 070100385
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
GAMBARAN PENDERITA HIRSCHSPRUNG pada ANAK USIA 0-14 TAHUN di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN pada TAHUN 2005-2009
Karya Tulis Ilmiah ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk Memperoleh kelulusan Sarjana Kedokteran
Oleh:
KIKI AULIA SARI 070100385
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2010
GAMBARAN PENDERITA HIRSCHSPRUNG pada ANAK USIA 0-14 TAHUN di RSUP H. ADAM MALIK MEDAN pada TAHUN 2005-2009
Nama : KIKI AULIA SARI
NIM : 070100385
Pembimbing Penguji I
dr. Mahyono, Sp.B, Sp.A
NIP: 140161421 NIP : 19660309 200012 1 007
dr. Aliandri, Sp.THT
Penguji II
NIP : 19790603 200312 2 001 dr. Yunilda Andriani, MKT
Medan, 15 Desember 2010
Dekan,
Fakultas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara
NIP : 19540220 198110 1 001
ABSTRAK
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Dimana laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%. Salah satu penatalaksanaan pada penyakit Hirschsprung adalah dengan melakukan kolostomi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung pada anak umur 0-14 tahun yang menderita Penyakit Hirschsprung di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2005-2009.
Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis penyakit Hirschsprung pada anak dari tahun 2005 sampai tahun 2009, dengan besar sampel sebanyak 50 orang. Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010.
Adapun hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun adalah Sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang berjenis kelamin perempuan (28%).Yang paling banyak menderita Penyakit Hirschsprung pada umur 0-2 tahun (40%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur 12-14 tahun (2%).Gambaran klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu Perut membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23 sampel (46%) dan gambaran klinis yang paling sedikit ditemukan pada sampel adalah Perut membesar, BAB, dan Muntah yaitu sebanyak 3 sampel (6%).Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan yang paling sedikit dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0 sampel (0%). Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak 24 sampel (48%) dan yang paling sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5 sampel (10%).
Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyakit Hirschsprung dalam jumlah kasus yang lebih besar , khususnya dalam hal mendeteksi gejala dan tanda dini yang signifikans, dan mengevaluasi setiap tindakan yang dilakukan, agar dapat melihat keberhasilan dari terapi yang diberikan.
ABSTRACT
The Hirschsprung disease is cause of obstruction of under intestines that always on the neonatus, with 1:5000 all incidences birth of life. The incidence has become of the men is much then the girl with 4:1 and there was insidence increase in the family cases with reached about 6% on average. One of Hirschsprung disease therapy is with colostomy doing.
The goal of this research is to get the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age on RSUP H. Adam Malik Medan at 2005-2009.
This research method is descriptive with cross sectional design. The research sample is taken from medical record datas of Hirschsprung disease on children from 2005-2009 of year amounts to 50 persons of big sample. This research stand on RSUP H. Adam Malik Medan at month July until August of 2010.
The result of this research shows the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age based on men (72%) is much then the girl (28%l, most age is 0-2 of year amounts to 40 samples (80%), most clinical manifestation is distend abdomen, difficult of defecate, and vomiting amounts to 23 samples (46%), based on radiology inspection is with blank photo of abdomen amount to 27 sample (54%), and based on teraphy is colostomy amounts to 24 samples (48%).
Therefore, need to continue research for Hirschsprung disease in the biger quantity cases, specially in detect of sign and symptom early that significant, and evaluate every act that doing in order to see the successful of therapy that given.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur Penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih
lagi Maha Penyayang atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan karya tulis ilmiah ini hingga selesai. Penyusunan karya tulis ilmiah
ini dimaksudkan untuk melengkapi persyaratan yang harus dipenuhi dalam
memperoleh gelar Sarjana Kedokteran di Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. Salawat dan salam disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW
beserta keluarga yang telah menuntun umatnya untuk selalu berpegang
dijalan-Nya.
Rasa kasih dan sayang disampaikan kepada ayahanda tercinta Kompol. Drs.
H. Sujono dan Ibunda Hj. Sasmita Puji Hastuti atas curahan kasih sayang, doa dan
dukungan yang tidak akan pernah terbalas. Semoga Allah senantiasa mencurahkan
rahmat dan kasih sayang dan hidayah-Nya kepada kita semua.
Penulis selama melakukan penelitian dan penyusunan karya tulis ilmiah ini,
memperoleh bantuan moril dan materiil dari berbagai pihak. Untuk itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus terutama
kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Gontar Alamsyah Siregar, Sp.PD-KGEH, selaku Dekan
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak dr. Mahyono, Sp.B, Sp.A., selaku Dosen Pembimbing yang dengan
tulus meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk memberikan bimbingan,
motivasi dan semangat sehingga karya tulis ini dapat diselesaikan.
3. Bapak dr. Aliandri, Sp.THT., selaku Dosen Penguji I yang telah memberikan
petunjuk-petunjuk serta nasihat - nasihat dalam penyempurnaan penulisan
karya tulis ilmiah ini.
4. Ibu dr. Yunilda Andriani, MKT., selaku Dosen Penguji II yang telah
memberikan masukan - masukan untuk penyempurnaan penulisan karya tulis
5. Seluruh dosen dan staf pengajar di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara yang telah memberikan ilmu pengetahuan yang bermanfaat selama saya
mengikuti pendidikan sarjana kedokteran
6. Bagian Penelitian dan Pengembangan (LITBANG) dan Bagian Pendidikan
dan Latihan (DIKLAT) RSUP Haji Adam Malik Medan
7. Tidak lupa disampaikan kepada saudara-saudariku tercinta Fanny Widya
Pratama, Tika Hakikah, Peny Mulyaningrum, Ayu Sasmita Daulay, Indah
Triana Pohan, dan Handika Fuji Sunu atas cinta, semangat, dan
kebersamaanya selama ini.
8. Teman-teman seperjuangan yang telah banyak membantu penulis dalam
proses pembuatan karya tulis ilmiah ini.
Saya menyadari bahwa karya tulis ilmiah ini masih memiliki banyak
kekurangan. Oleh karena itu, saya sangat mengharapkan kritik dan saran untuk
penyempurnaan karya tulis ilmiah ini. Akhir kata, saya berharap semoga karya
tulis ilmiah ini dapat memberikan manfaat bagi setiap orang yang
menggunakannya.
Medan, 25 November 2010
Penulis,
(Kiki Aulia Sari)
DAFTAR ISI
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA………...4
2.1. Embriologi dan Anatomi Kolon……….……..4
2.2. Fisiologi Kolon...………..6
BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL…………19
3.1. Kerangka Konsep Penelitian………...19
BAB 4 METODE PENELITIAN………21
4.1. Jenis Penelitian……..………..21
4.2. Waktu dan Tempat Penelitian……….21
4.3. Populasi dan Sampel………….………..21
4.4. Teknik Pengumpulan Data………..21
4.5. Pengolahan dan Analisa Data……….22
BAB 5 HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN...23
5.1. Hasil Penelitian………...23
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian……….23
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel………...23
5.1.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin………..………23
5.1.4. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur………24
5.1.5. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Klinis...……...24
5.1.6. Distribusi Sampel Berdasarkan Pemeriksaan………...………25
5.1.7. Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan…...…....25
5.2. Pembahasan………...26
BAB 6 KESIMPULAN DAN SARAN...29
6.1. Kesimpulan………...29
6.2. Saran……….29
DAFTAR PUSTAKA………30
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
5.1. Distribusi Jenis Kelamin Penderita Hirschsprung 24
5.2. Distribusi Umur Penderita Hirschsprung 24
5.3. Distribusi Gambaran Klinis Penderita Hirschsprung 25
5.4. Distribusi Pemeriksaan Penderita Hirschsprung 25
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
Gambar 1 Foto anak yang telah besar, sesudah dan sebelum
tindakan definitif bedah. Terlihat status gizi anak
membaik setelah operasi 11
Gambar 2 Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari.
Tampak abdomen sangat distensi, dan dinding
abdomen kemerahan yang menandakan awal terjadi
komplikasi infeksi. Pasien tampak amat menderita
akibat distensi abdomennya 12
Gambar 3 Gambar barium enema penderita Hirschsprung.
Tampak rektum yang mengalami penyempitan,
dilatasi sigmoid dan daerah transisi yang melebar
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul
Lampiran 1 Daftar Riwayat Hidup
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian
Lampiran 3 Ethical Clearance.
Lampiran 4 Formulir Rekam Medis
Lampiran 5 Data Induk Penelitian
ABSTRAK
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup. Dimana laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%. Salah satu penatalaksanaan pada penyakit Hirschsprung adalah dengan melakukan kolostomi.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung pada anak umur 0-14 tahun yang menderita Penyakit Hirschsprung di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2005-2009.
Metode penelitian ini bersifat deskriptif dengan desain cross sectional. Sampel penelitian diambil dari data rekam medis penyakit Hirschsprung pada anak dari tahun 2005 sampai tahun 2009, dengan besar sampel sebanyak 50 orang. Penelitian ini dilakukan di RSUP H. Adam Malik Medan pada bulan Juli sampai dengan Agustus 2010.
Adapun hasil dan kesimpulan dalam penelitian ini menunjukkan bahwa gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun adalah Sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang berjenis kelamin perempuan (28%).Yang paling banyak menderita Penyakit Hirschsprung pada umur 0-2 tahun (40%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur 12-14 tahun (2%).Gambaran klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu Perut membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23 sampel (46%) dan gambaran klinis yang paling sedikit ditemukan pada sampel adalah Perut membesar, BAB, dan Muntah yaitu sebanyak 3 sampel (6%).Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan yang paling sedikit dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0 sampel (0%). Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak 24 sampel (48%) dan yang paling sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5 sampel (10%).
Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan terhadap penyakit Hirschsprung dalam jumlah kasus yang lebih besar , khususnya dalam hal mendeteksi gejala dan tanda dini yang signifikans, dan mengevaluasi setiap tindakan yang dilakukan, agar dapat melihat keberhasilan dari terapi yang diberikan.
ABSTRACT
The Hirschsprung disease is cause of obstruction of under intestines that always on the neonatus, with 1:5000 all incidences birth of life. The incidence has become of the men is much then the girl with 4:1 and there was insidence increase in the family cases with reached about 6% on average. One of Hirschsprung disease therapy is with colostomy doing.
The goal of this research is to get the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age on RSUP H. Adam Malik Medan at 2005-2009.
This research method is descriptive with cross sectional design. The research sample is taken from medical record datas of Hirschsprung disease on children from 2005-2009 of year amounts to 50 persons of big sample. This research stand on RSUP H. Adam Malik Medan at month July until August of 2010.
The result of this research shows the description of hirschsprung disease on child with 0-14 of age based on men (72%) is much then the girl (28%l, most age is 0-2 of year amounts to 40 samples (80%), most clinical manifestation is distend abdomen, difficult of defecate, and vomiting amounts to 23 samples (46%), based on radiology inspection is with blank photo of abdomen amount to 27 sample (54%), and based on teraphy is colostomy amounts to 24 samples (48%).
Therefore, need to continue research for Hirschsprung disease in the biger quantity cases, specially in detect of sign and symptom early that significant, and evaluate every act that doing in order to see the successful of therapy that given.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan
oleh kelainan inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke
proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus
dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat
dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen
yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai
seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus (Wyllie,
2000; Mansjoer,2000). Penyakit ini pertama kali ditemukan oleh Herald
Hirschsprung tahun 1886, namun patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak
diketahui secara jelas hingga tahun 1938, dimana Robertson dan Kernohan
menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh
gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion (Irwan, 2003).
Penyakit Hirschsprung adalah penyebab obstruksi usus bagian bawah yang
paling sering pada neonatus, dengan insidens keseluruhan 1:5000 kelahiran hidup.
Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan perbandingan 4:1 dan ada
kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang rata-rata mencapai sekitar 6%
(Wyllie,2000; Kartono,2004). Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit
Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo
Jakarta. Data Penyakit Hirschprung di Indonesia belum ada. Bila benar
insidensnya 1 dari 5.000 kelahiran, maka dengan jumlah penduduk di Indonesia
sekitar 220 juta dan tingkat kelahiran 35 per mil, diperkirakan akan lahir 1400
bayi lahir dengan Penyakit Hirschsprung (Kartono, 2004).
Penyakit Hirschsprung harus dicurigai apabila seorang bayi cukup bulan
dengan berat lahir ≥ 3 kg (penyakit ini tidak bisa terjadi pada bayi kurang bulan)
yang terlambat mengeluarkan tinja (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000). Trias klasik
yaitu lebih dari 24 jam pertama, muntah hijau, dan perut membuncit keseluruhan
(Pieter, 2005).
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus dapat ditegakkan sedini mungkin
mengingat berbagai komplikasi yang dapat terjadi dan sangat membahayakan jiwa
pasien seperti enterokolitis, pneumatosis usus, abses perikolon, perforasi, dan
septikimia yang dapat menyebabkan kematian. Enterokolitis merupakan
komplikasi yang amat berbahaya sehingga mortalitasnya mencapai 30% apabila
tidak ditangani dengan sempurna. Diagnosis penyakit ini dapat ditegakkan dengan
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan rontgen dengan enema barium,
pemeriksaan manometri, serta pemeriksaan patologi anatomi. (Wyllie, 2000).
Penatalaksanaan Penyakit Hirschsprung terdiri dari tindakan non bedah
dan tindakan bedah. Tindakan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan
umum penderita sampai pada saat operasi defenitif dapat dikerjakan. Tindakan
bedah pada penyakit ini terdiri dari tindakan bedah sementara yang bertujuan
untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang
mempunyai ganglion normal di bagian distal dan tindakan bedah definitif yang
dilakukan antara lain menggunakan prosedur Duhamel, Swenson, Soave, dan
Rehbein (Wyllie, 2000; Mansjoer, 2000). Dari sekian banyak sarana penunjang
diagnostik, maka diharapkan pada klinisi untuk segera mengetahui gejala dan
tanda pada penyakit Hirschsprung. Karena penemuan dan penanganan yang cepat
dan tepat dapat mengurangi insidensi Penyakit Hirschsprung di dunia, khususnya
di Indonesia.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijabarkan di atas, dapat dirumuskan suatu
masalah dalam penulisan penelitian ini, yaitu:
“Bagaimanakah gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh gambaran penderita
Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun.
1.3.2 Tujuan Khusus
- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan karakteristik (umur dan jenis kelamin).
- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan Gambaran Klinis.
- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan pemeriksaan penunjang yaitu:
o Pemeriksaan radiologis (foto polos abdomen, foto enema
barium, dan retensi barium).
o Pemeriksaan patologi anatomi biopsi isap rectum.
- Untuk memperoleh gambaran penderita Hirschsprung berdasarkan penatalaksanaan.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk:
1. Membantu tenaga kesehatan agar lebih tanggap dalam mendeteksi gejala
dan tanda dini yang signifikan pada Penyakit Hirschsprung, dikarenakan
komplikasi yang dapat menyebabkan kematian pada bayi.
2. Memberikan informasi kepada masyarakat agar waspada apabila
menjumpai bayi yang belum mengeluarkan mekonium pertama dalam 24
jam pertama kelahiran, untuk selanjutnya meminta pertolongan kepada
petugas kesehatan.
3. Bagi peneliti dapat dijadikan sebagai pengetahuan dan penambah latihan
dalam membuat suatu penelitian.
4. Diharapkan dapat menjadi sumbangan pemikiran serta referensi bagi
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Embriologi dan Anatomi Kolon
Secara embriologik , kolon kanan berasal dari usus tengah, sedangkan kolon
kiri sampai dengan rectum berasal dari usus belakang. Dalam perkembangan
embriologik kadang terjadi gangguan rotasi usus embrional sehingga kolon kanan
dan sekum mempunyai mesenterium yang bebas. Keadaan ini memudahkan
terjadinya putaran atau volvulus sebagian besar usus yang sama halnya dapat
terjadi dengan mesenterium yang panjang pada kolon sigmoid dengan radiksnya
yang sempit (T.W.Sadler, 2000).
Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5
kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter usus
besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5 cm),
tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks
yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci
pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke
sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan
sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen
kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura
lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan
berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid
bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan
anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh
sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9
inci (Lindseth, 2005).
Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis, tela
submukosa, dan tunika mukosa akan tetapi usus besar mempunyai
tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu pada
sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus tertarik
dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra. Pada taenia
melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang disebut
apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan kriptus
lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak daripada
usus halus.
Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika superior dan inferior.
Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian kanan (mulai dari
sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri mesenterika
superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri kolika
dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior
memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum
sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga
cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri
sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis
media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon
dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena
hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke
hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan
merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena
hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal
dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan
hemorroid. Aliran pembuluh limfe kolon mengikuti arteria regional ke limfenodi
preaorta pada pangkal arteri mesenterika superior dan inferior. Aliran balik
pembuluh limfe melalui sistrna kili yang bermuara ke dalam sistem vena pada
sambungan vena subklavia dan jugularis sinistra. Hal ini menyebabkan metastase
karsinoma gastrointestinal bisa ada dalam kelenjar limfe leher (kelenjar limfe
virchow). Aliran balik pembuluh limfe rektum mengikuti aliran pembuluh darah
iliaka interna, sedangkan aliran balik pembuluh limfe anus dan kulit perineum
mengikuti aliran limfe inguinalis superficialis.
Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter
eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf
vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari
daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars
torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis
preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri
utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa
(meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan
kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis
mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah
aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural
(Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan
medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan
penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada
penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner (Taylo, 2005).
2.2 Fisiologi Kolon
Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi
mucus serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari
700-1000 ml cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang
dikeluarkan sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum,
atau menelan ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus,
sedangkan nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian
dikeluarkan sebagai flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari.
Pada infeksi usus, produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas
tertimbun di saluran cerna yang menimbulkan flatulensi (Pieter, 2005).
2.3 Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschsprung atau megakolon aganglionik bawaan disebabkan
proksimal, melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus
dan setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat
dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen
yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75% penderita, 10% sampai
seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai seluruh usus sampai pilorus (Wyllie,
2000; Mansjoer, 2000).
2.3.1 Epidemiologi
Insidensi penyakit Hirschsprung tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien
penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta. Laki-laki lebih banyak dari pada perempuan dengan
perbandingan 4:1 dan ada kenaikan insidens pada kasus-kasus familial yang
rata-rata mencapai sekitar 6% (Wyllie, 2000 ; Kartono, 2004).
2.3.2 Etiologi
Sampai tahun 1930-an etiologi Penyakit Hirschsprung belum jelas di
ketahui. Penyebab sindrom tersebut baru jelas setelah Robertson dan Kernohan
pada tahun 1938 serta Tiffin, Chandler, dan Faber pada tahun 1940
mengemukakan bahwa megakolon pada penyakit Hirschsprung primer disebabkan
oleh gangguan peristalsis usus dengan defisiensi ganglion di usus bagian distal.
Sebelum tahun 1948 belum terdapat bukti yang menjelaskan apakah defek
ganglion pada kolon distal menjadi penyebab penyakit Hirschsprung ataukah
defek ganglion pada kolon distal merupakan akibat dilatasi dari stasis feses dalam
kolon. Dari segi etiologi, Bodian dkk. Menyatakan bahwa aganglionosis pada
penyakit Hirschsprung bukan di sebabkan oleh kegagalan perkembangan inervasi
parasimpatik ekstrinsik, melainkan oleh lesi primer, sehingga terdapat
ketidakseimbangan autonomik yang tidak dapat dikoreksi dengan simpatektomi.
definitif penyakit Hirschsprung dengan pengangkatan segmen aganglion disertai
dengan preservasi sfingter anal (Kartono, 2004).
2.3.3 Patologi
Penyakit Hirschsprung adalah akibat tidak adanya sel ganglion pada
dinding usus, meluas ke proksimal dan berlanjut mulai dari anus sampai panjang
yang bervariasi. Tidak adanya inervasi saraf adalah akibat dari kegagalan
perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke distal. Segmen yang agangloinik
terbatas pada rektosigmoid pada 75 % penderita, 10% seluruh kolonnya tanpa
sel-sel ganglion. Bertambah banyaknya ujung-ujung saraf pada usus yang aganglionik
menyebabkan kadar asetilkolinesterase tinggi. Secara histologi, tidak di dapatkan
pleksus Meissner dan Auerbach dan ditemukan berkas-berkas saraf yang
hipertrofi dengan konsentrasi asetikolinesterase yang tinggi di antara
lapisan-lapisan otot dan pada submukosa (Wyllie, 2000).
Pada penyakit ini, bagian kolon dari yang paling distal sampai pada bagian
usus yang berbeda ukuran penampangnya, tidak mempunyai ganglion
parasimpatik intramural. Bagian kolon aganglionik itu tidak dapat mengembang
sehingga tetap sempit dan defekasi terganggu. Akibat gangguan defekasi ini kolon
proksimal yang normal akan melebar oleh tinja yang tertimbun, membentuk
megakolon. Pada Morbus Hirschsprung segemen pendek, daerah aganglionik
meliputi rectum sampai sigmoid, ini disebut penyakit Hirschsprung klasik.
Penyakit ini terbanyak (80%) ditemukan pada anak laki-laki, yaitu 5 kali lebih
sering daripada anak perempuan. Bila daerah aganglionik meluas lebih tinggi dari
sigmoid disebut Hirschsprung segmen panjang. Bila aganglionosis mengenai
seluruh kolon disebut kolon aganglionik total, dan bila mengenai kolon dan
hamper seluruh usus halus, disebut aganglionosis universal (Pieter, 2005).
2.3.4 Manifestasi Klinis
Gambaran klinis penyakit Hirschsprung dapat kita bedakan berdasarkan
(i). Periode Neonatal
Manifestasi penyakit Hirschsprung yang khas biasanya terjadi pada
neonatus cukup bulan. Ada trias gejala klinis yang sering dijumpai, yakni
pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah hijau dan distensi abdomen.
Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24 jam pertama) merupakan
tanda klinis yang signifikans. Pada lebih dari 90% bayi normal, mekonium
pertama keluar dalam usia 24 jam pertama, namun pada lebih dari 90% kasus
penyakit Hirschsprung mekonium keluar setelah 24 jam. Mekonium normal
berwarna hitam kehijauan, sedikit lengket dan dalam jumlah yang cukup.
Swenson (1973) mencatat angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus
sedangkan Kartono mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk
waktu 48 jam setelah lahir. Muntah hijau dan distensi abdomen biasanya dapat
berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan segera. Distensi abdomen
merupakan manifestasi obstruksi usus letak rendah dan dapat disebabkan oleh
kelainan lain, seperti atresia ileum dan lain-lain. Muntah yang berwarna hijau
disebabkan oleh obstruksi usus, yang dapat pula terjadi pada kelainan lain dengan
gangguan pasase usus, seperti pada atresia ileum, enterokolitis netrotikans
neonatal, atau peritonitis intrauterine. Tanda-tanda edema, bercak-bercak
kemerahan khususnya di sekitar umbilicus, punggung, dan di sekitar genitalia
ditemukan bila telah terdapat komplikasi peritonitis. Sedangka n enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung
ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa
diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi (Kartono,
2004; Wyllie 2000; Pieter 2005; Irwan, 2003).
(ii). Anak
Pada anak yang lebih besar, gejala klinis yang menonjol adalah konstipasi
kronis dan gizi buruk (failure to thrive). Dapat pula terlihat gerakan peristaltik
biasanya keluar menyemprot, konsistensi semi-liquid dan berbau tidak sedap.
Penderita biasanya buang air besar tidak teratur, sekali dalam beberapa hari dan
biasanya sulit untuk defekasi. (Kartono, 2004; Wyllie, 2000; Pieter, 2005; Irwan
2003).
2.3.5 Diagnosa
Diagnosis penyakit Hirschsprung harus ditegakkan sedini mungkin.
Keterlambatan diagnosis dapat meyebabkan berbagai komplikasi yang merupakan
penyebab kematian tersering, seperti enterokolitis, perforasi usus, dan sepsis. Pada
tahun 1946 Ehrenpreis menekankan bahwa diagnosa penyakit Hirschsprung dapat
ditegakkan pada masa neonatal.
Berbagai teknologi tersedia untuk menegakkan diagnosis penyakit
Hirschsprung. Namun demikian, dengan melakukan anamnesis yang cermat,
pemeriksaan fisik yang teliti, pemeriksaan radiografik, serta pemeriksaan patologi
anatomi biopsi isap rectum, diagnosis penyakit Hirschsprung pada sebagian besar
kasus dapat ditegakkan (Kartono, 2004).
2.3.5.1Anamnesis
• Adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya keluar >24 jam.
• Adanya muntah berwarna hijau.
• Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar obstipasi semakin sering, perut kembung, dan
pertumbuhan terhambat.
• Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal
sebelum usia 2 minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi
Gambar 1. Foto anak yang telah besar, sesudah (kiri) dan sebelum (kanan)
tindakan definitif bedah. Terlihat status gizi anak membaik setelah operasi.
2.3.5.2Pemeriksaan Fisik
• Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami obstipasi
• Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses akan menyemprot keluar dalam jumlah yang
banyak dan kemudian tampak perut anak sudah kempes lagi
Gambar 2. Foto pasien penyakit Hirschsprung berusia 3 hari.
Tampak abdomen sangat distensi, dan dinding abdomen
kemerahan yang menandakan awal terjadi komplikasi infeksi.
Pasien tampak amat menderita akibat distensi abdomennya.
2.3.5.3Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan yang penting pada
penyakit Hirschsprung. Pada foto polos abdomen dapat dijumpai
gambaran obstruksi usus letak rendah, meski pada bayi sulit untuk
membedakan usus halus dan usus besar.
Pemeriksaan yang merupakan standard dalam menegakkan diagnosa
Hirschsprung adalah barium enema, dimana akan dijumpai 3 tanda khas:
1. Tampak daerah penyempitan di bagian rektum ke proksimal yang
panjangnya bervariasi.
2. Terdapat daerah transisi, terlihat di proksimal daerah penyempitan ke arah
daerah dilatasi.
Gambar 3. Terlihat gambar barium enema penderitaHirschsprung. Tampak
rektum yang mengalami penyempitan,dilatasi sigmoid dan daerah transisi
yang melebar.
Apabila dari foto barium enema tidak terlihat tanda-tanda khas
penyakit Hirschsprung, maka dapat dilanjutkan dengan foto retensi
barium, yakni foto setelah 24-48 jam barium dibiarkan membaur dengan
feces. Gambaran khasnya adalah terlihatnya barium yang membaur
dengan feces kearah proksimal kolon. Sedangkan pada penderita yang
bukan Hirschsprung namun disertai dengan obstipasi kronis, maka barium
terlihat menggumpal di daerah rektum dan sigmoid (Kartono,2004; Lee,
2009, Wyllie, 2000)
2.3.5.4Pemeriksaan patologi Anatomi
Diagnosa histopatologi penyakit Hirschsprung didasarkan atas absennya
sel ganglion pada pleksus mienterik (Auerbach) dan pleksus sub-mukosa
menggunakan pengecatan immunohistokimia asetilkolinesterase, suatu enzim
yang banyak ditemukan pada serabut syaraf parasimpatis, dibandingkan
dengan pengecatan konvensional dengan haematoxylin eosin. Disamping
memakai asetilkolinesterase, juga digunakan pewarnaan protein S-100,
metode peroksidase-antiperoksidase dan pewarnaan enolase. Hanya saja
pengecatan immunohistokimia memerlukan ahli patologi anatomi yang
berpengalaman, sebab beberapa keadaan dapat memberikan interpretasi yang
berbeda seperti dengan adanya perdarahan (Kartono, 2004; Lee, 2009).
Biasanya biopsi hisap dilakukan pada 3 tempat : 2, 3, dan 5 cm proksimal
dari anal verge. Apabila hasil biopsi hisap meragukan, barulah dilakukan
biopsi eksisi otot rektum untuk menilai pleksus Auerbach. Dalam laporannya,
Polley (1986) melakukan 309 kasus biopsi hisap rektum tanpa ada hasil
negatif palsu dan komplikasi (Kartono,2004)
2.3.5.5Manometri Anorektal
Pemeriksaan manometri anorektal adalah suatu pemeriksaan objektif
mempelajari fungsi fisiologi defekasi pada penyakit yang melibatkan spinkter
anorektal. Dalam prakteknya, manometri anorektal dilaksanakan apabila hasil
pemeriksaan klinis, radiologis dan histologis meragukan. Pada dasarnya, alat
ini memiliki 2 komponen dasar : transduser yang sensitif terhadap tekanan
seperti balon mikro dan kateter mikro, serta sisitem pencatat seperti poligraph
atau computer (NASPGHAN & APGNN, 2006).
Beberapa hasil manometri anorektal yang spesifik bagi penyakit
Hirschsprung adalah :
1. Hiperaktivitas pada segmen yang dilatasi;
2. Tidak dijumpai kontraksi peristaltik yang terkoordinasi pada segmen
usus aganglionik;
3. Sampling reflex tidak berkembang. Tidak dijumpai relaksasi spinkter
interna setelah distensi rektum akibat desakan feces. Tidak dijumpai
2.3.6 Diagnosa Banding
Diagnosis banding kelainan ini antara lain mekonium ileus akibat penyakit
fibrokistik, atresia ileum, atresia rekti, malrotasi, duplikasi intestinal dan sindrom
pseudo obstruksi intestinal. Kartono (2004) menyatakan banyak kelainan-kelainan
yang menyerupai penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi
anatomi ternyata didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara
lain Intestinal neuronal dysplasia, Hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence
of argyrophyl plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot
polos. ( Kartono, 2004; Lee, 2009).
2.3.7 Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, sampai saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya
dapat dicapai dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan
tetapi hanya untuk sementara dimaksudkan untuk menangani distensi abdomen
dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum.
Pemberian antibiotika dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk
enterokolitis dan mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk
menjaga kondisi nutrisi penderita serta untuk menjaga keseimbangan cairan,
elektrolit dan asam basa tubuh (Lee, 2009).
Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama
dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi
definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah
komplikasi dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan
menghilangkan distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien.Tahapan
kedua adalah dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen yang
aganglionik dan kemudian melakukan anastomosis antara usus yang ganglionik
dengan dengan bagian bawah rektum. (Kartono, 2004).
Dikenal beberapa prosedur tindakan defenitif yaitu prosedur Swenson,
prosedur Duhamel, prosedur Soave, prosedur Rehbein dengan cara reseksi
anterior, prosedur Laparoskopic Pull-Through, prosedur Transanal Endorectal
Setelah diagnosis penyakit Hirshprung ditegakkan maka sejumlah tindakan
preoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam keadaan
dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan
pemberian cairan intra vena , antibiotik dan pemasangan pipa lambung. Apabila
sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka resusitasi cairan
dilakukan secara agresif, peberian antibiotika broad spektrum secara ketat
kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus.
Melakukan serial pencucian rektum dengan memberikan 10 ml/kg BB pada
setiap kali pencucian dengan menggunakan pipa rektum ukuran 18-20. Pada
penderita kemudian diberikan antibiotik intavena.
2.3.7.1Tindakan Bedah
Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah
berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal.
Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah
enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari
kolostomi adalah : menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan
bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang
telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose. Kolostomi tidak
dikerjakan bila dekompresi secara medic berhasil dan direncanakan bedah
defenitif langsung (Kartono, 2004).
Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus
preternaturalis yang di buat untuk sementara atau menetap. Indikasi kolostomi
adalah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi usus
pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal untuk
melindungi anastomosis distal. Kolostomi dapat berupa stoma ikat atau stoma
ujung. (Pieter, 2005).
Kolostomi dikerjakan pada:
1. Pasien neonatus Tindakan Bedah defenitif langsung tanpa kolostomi
menimbulkan banyak komplikasi dan kematian. Kematian dapat mencapai
28,6%, sedangkan pada bayi 1,7%. Kematian ini disebabkan oleh kebocoran
2. Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok pasien ini
mempunyai kolon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar untuk
dianastomosiskan dengan rectum dalam bedah defenitif. Dengan tindakan
kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali setelah 3 sampai 6 bulan
pascabedaah, sehingga anastomosis lebih mudah dikerjakan dengan hasil yang
lebih baik.
3. Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang buruk.
Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pascabedah, dengan
kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan umum.
Pada pasien yang tidak termasuk dalam kategori 1, 2, dan 3 tersebut dapat
langsung dilakukan tindakan bedah definitif.
Kolostomi yang bersifat sementara akan dilakukan penutupan.
Berdasarkan lubang kolostomi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:
1. Single barreled stoma yaitu dibuat dari bagian proksimal usus. Segmen distal dapat dibuang atau ditutup.
2. Double barreled biasanya meliputi kolon transversum. Kedua ujung dari
kolon yang direksesi dikeluarkan melalui dinding abdominal mengakibatkan
dua stoma. Stoma distal hanya mengalirkan mukus dan stoma proksimal
mengalirkanfeses.
3. Kolostomi lop-lop yaitu kolon transversum dikeluarkan melalui dinding
abdomen dan diikat ditempat dengan glass rod. Kemudian 5-10 hari usus
membentuk adesi pada dinding abdomen, lubang dibuat di permukaan terpajan
dari usus dengan menggunakan pemotong.
2.3.8 Komplikasi
(Irwan, 2003) mengatakan, secara garis besarnya, komplikasi pasca
tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan atas kebocoran
anastomose, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter. Enterokolitis
telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit Hirschsprung yang
diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri dan translokasi.
Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel neuroendokrin, kenaikan
sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan yang sangat berat
enterokolitis akan menyebabkan terjadinya megakolon toksik yang ditandai
dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen, dehidrasi dan syok.
Terjadinya ulserasi da nekrosis akibat iskemia mukosa diatas segmen aganglionik
akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi usus. Enterokolitis
merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita penyakit Hirschsprung
ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun paling tinggi saat usia 2-4
minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1 minggu. Gejalanya berupa
diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan disertai demam. Swenson
mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan manifestasi klinis
enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan kolostomi. Kejadian
enteokolitis berdasar prosedur operasi yang dipergunakan Swenson 16,9%,
Boley-Soave 14,8%, Duhamel 15,4% dan Lester Martin 20%. Gambaran klinis distensi
abdomen 29, diare 38, darah pada feses 2, muntah 31, panas 22 dan takikardi
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam
penelitian
ini adalah :
3.2 Definisi Operasional
1. Jenis Kelamin yaitu membedakan laki-laki dan perempuan secara
biologis dan dibawa sejak lahir.
2. Umur adalah jumlah hari, bulan, tahun yang dilalui sejak lahir sampai
waktu tertentu. Pada penelitian ini peneliti mengelompokkan umur sampel
dimulai dari 0-2 tahun, 3-5 tahun, 6-8 tahun, 9-11 tahun, dan 12-14 tahun.
3. Gambaran Klinis adalah tanda dan gejala yang tampak ataupun yang
dirasakan pasien yang dapat ditemukan dari anamnesis dan juga dari
pemeriksaan fisik.
4. Pemeriksaan penunjang adalah suatu pemeriksaan untuk membantu
menegakkan diagnosa penyakit pasien.
5. Penatalaksanaan adalah suatu tindakan yang dilakukan kepada pasien
baik invasiv maupun pemberian obat-obatan.
6. Anak adalah setiap manusia yang berusia kurang dari 18 tahun kecuali
terdapat hukum tertentu yang berlaku terhadap anak tersebut, kedewasaan
dicapai lebih awal. Pada penelitian ini usia anak yang di ambil untuk
dijadikan sampel penelitian yaitu pada usia 0-14 tahun.
7. Hirschsprung atau congenital megacolon disebabkan oleh kelainan
inervasi usus, mulai pada sfingter ani interna dan meluas ke proksimal,
melibatkan panjang usus yang bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan
setidak-tidaknya sebagian rektum. Tidak adanya inervasi saraf adalah
akibat dari kegagalan perpindahan neuroblast dari usus proksimal ke
distal. Segmen yang aganglionik terbatas pada rektosigmoid pada 75%
penderita, 10% sampai seluruh usus, dan sekitar 5% dapat mengenai
BAB 4
METODE PENELITIAN
4.1Rancangan penelitian
Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross sectional
retrospective, yaitu untuk mengetahui gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia 0-14 tahun di RSUP H. Adam Malik Medan pada Januari
2005 - Desember 2009.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di RSUP H. Adam Malik Medan. Pengambilan
sampel data sekunder berupa rekam medis di lakukan di Departemen
Anak/RSUP H.Adam Malik Medan. Waktu penelitian dilaksanakan pada
bulan Juli – Agustus 2010.
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian 4.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah anak yang menderita
Hirschsprung di RSUP H. Adam Malik Medan tahun 2005-2009.
4.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini diambil dengan menggunakan teknik total
sampling, dimana semua pasien di Poliklinik Bedah Anak RSUP H.Adam Malik Medan yang menderita Hirschsprung.
4.4Teknik Pegumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder
yang diperoleh dari pencatatan rekam medik pasien yang menderita
4.5 Metode analisis data
Semua data yang terkumpul diolah dan disusun dalam bentuk tabel. Data
yang di peroleh di analisis secara ststistik dengan bantuan program
BAB 5
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di RSUP Haji Adam Malik Medan yang berlokasi
di Jalan Bunga Lau no. 17, kelurahan Kemenangan Tani, kecamatan Medan
Tuntungan. Rumah sakit tersebut merupakan rumah sakit kelas A sesuai dengan
SK Menkes No. 355/ Menkes/ SK/ VII/ 1990. Dengan predikat rumah sakit kelas
A, RSUP Haji Adam Malik Medan telah meiliki fasilitas kesehatan yang
memenuhi standar dan tenaga kesehatan yang kompeten. Selain itu, RSUP Haji
Adam Malik Medan juga merupakan rumah sakit rujukan untuk wilayah
pembangunan A yang meliputi Sumatera Utara, Aceh, Sumatera Barat dan Riau
sehingga dapat dijumpai pasien dengan latar belakang yang sangat bervariasi.
Berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 502/ Menkes/ IX/ 1991
tanggal 6 September 1991, RSUP Haji Adam Malik Medan ditetapkan sebagai
rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara. RSUP Haji Adam Malik Medan memiliki Departemen Ilmu
Kesehatan Anak yang merupakan lokasi pengambilan data pada penelitian ini.
5.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Semua data penelitian diambil dari data sekunder, yaitu data rekam medis
pasien anak yang menderita Hirschsprung dari tahun 2005 – 2009 di RSUP H.
Adam Malik Medan sebanyak 50 sampel.
5.1.2.1. Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin
Tabel 5.1 Distribusi Jenis Kelamin Penderita Hirschsprung Jenis kelamin Frekuensi %
Laki-laki 36 72
Perempuan 14 28
Berdasarkan tabel 5.1 didapatkan sampel berjenis kelamin laki-laki
sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang berjenis kelamin perempuan (28%).
5.1.2.2. Distribusi Sampel Berdasarkan Umur
Tabel 5.2 Distribusi Umur Penderita Hirschsprung
Berdasarkan Tabel 5.2, yang paling banyak menderita Penyakit
Hirschsprung pada umur 0-2 tahun sebanyak 40 sampel (80%) dan yang paling
sedikit pada kelompok umur 12-14 tahun sebanyak 1 sampel (2%).
5.1.2.3. Distribusi Sampel Berdasarkan Gambaran Klinis
Tabel 5.3 Distribusi Gambaran Klinis Penderita Hirschsprung
Berdasarkan Tabel 5.3, dapat diketahui bahwa gambaran klinis yang
paling banyak ditemukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu Perut
membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23 sampel (46%) dan gambaran
klinis yang paling sedikit ditemukan pada sampel adalah Perut membesar, BAB,
dan Muntah yaitu sebanyak 3 sampel (6%).
Usia Frekuensi %
Gambaran Klinis Frekuensi %
Perut membesar, Sulit BAB,
Keterlambatan mekonium 19 38
Perut membesar, Sulit BAB,
Muntah 23 46
Perut membesar, BAB, Keterlambatan
mekonium 5 10
Perut membesar, BAB, Muntah 3 6
5.1.2.4 Distribusi Sampel Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang
Tabel 5.4 Distribusi Pemeriksaan Penunjang Penderita Hirschsprung
Berdasarkan Tabel 5.4 dapat diketahui bahwa pemeriksaan penunjang
yang paling banyak dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu
pemeriksaan Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan
yang paling sedikit dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0
sampel (0%).
5.1.2.5Distribusi Sampel Berdasarkan Penatalaksanaan
Tabel 5.5 Distribusi Penatalaksanaan Penderita Hirschsprung
Berdasarkan Tabel 5.5, dapat diketahui bahwa penatalaksanaan yang paling
sering dilakukan pada penderita penyakit Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak
24 sampel (48%) dan yang paling sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5
sampel (10%).
5.2. Pembahasan
Penelitian ini dilaksanakan di RSUP H.Adam Malik Medan. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui gambaran penderita Hirschsprung pada anak usia
0-14 tahun. Sampel di ambil dari data Rekam Medis pasien pada tahun 2005-2009.
Pemeriksaan Frekuensi %
Radiologi (Foto Polos Abdomen) 27 54
Radiologi (Enema Barium) 13 26
Radiologi (Retensi Barium) 2 4
Pemeriksaan Patologi Anatomi 8 16
Pemeriksaan Manometri Anorektal 0 0
Total 50 100
Penatalaksanaan Frekuensi %
Kolostomi 24 48
Sigmoidectomy 5 10
Tidak di terapi 21 42
Dari penelitian ini di dapatkan 50 anak yang didiagnosa menderita Penyakit
Hirschsprung.
Berdasarkan jenis kelamin, dijumpai jenis kelamin laki-laki (72%) lebih
dominan dibandingkan dengan perempuan (28%).Kondisi ini sama dengan yang
ditemukan dalam penelitian yang dilakukan oleh Swenson (1990), dimana 81,1 %
dari 880 kasus yang diteliti adalah berjenis kelamin laki-laki.
Dalam penelitian ini, diagnosa penyakit Hirschsprung paling banyak telah
ditegakkan pada umur 0-2 tahun (80%) dan yang paling sedikit pada kelompok
umur 12-14 tahun (2%).Swenson (1990) mengatakan hasil sejumlah peneliti
seperti Kleinhaus mendapatkan angka 60% untuk diagnosa sebelum usia 1 tahun,
sedangkan Harrison menyebutkan 37% dari pasien Hisrchsprung yang diamatinya
telah tegak diagnosanya dalam usia 1 bulan dan 63% dalam usia 6 bulan.
Pada penelitian ini, ada tiga Gambaran Klinis yang khas, yang ditemukan
peneliti pada data rekam medis pasien, yaitu Perut membesar, sulit BAB, dan
muntah sebanyak 23 penderita dengan persentase 46%. Adapun 3 gambaran klinis
lainnya yang berbeda yaitu perut membesar, sulit BAB dan keterlambatan
pengeluaran mekonium sebesar 38% pada 19 penderita.Kondis ini hampir sama
dengan beberapa penelitian sebelumnya, yang mengatakan bahwa ada trias gejala
klinis yang sering dijumpai, yakni pengeluaran mekonium yang terlambat, muntah
hijau dan distensi abdomen. Pengeluaran mekonium yang terlambat (lebih dari 24
jam pertama) merupakan tanda klinis yang signifikans. Swenson (1990) mencatat
angka 94% dari pengamatan terhadap 501 kasus , sedangkan Kartono (1993)
mencatat angka 93,5% untuk waktu 24 jam dan 72,4% untuk waktu 48 jam
setelah lahir. Distensi abdomen juga merupakan gejala penting lainnya. Swenson
(1973) mendapatkan tanda distensi abdomen pada 87,1% kasus penyakit
Hirschsprung pada neonatal. Kartono (2004) juga menemukan distensi usus secara
radiografis pada 95,3% dari 86 kasus penyakit Hirschsprung. Muntah dan distensi
abdomen biasanya dapat berkurang manakala mekonium dapat dikeluarkan
segera. Sedangkan enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi
penderita penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja,
usia 1 minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk
dan disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang
dengan manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah
dilakukan kolostomi (Swenson, 1990; Kartono, 2004).
Dari hasil penelitian, berdasarkan pemeriksaan penunjang yang dilakukan
pada penderita Hirschsprung, Pemeriksaan radiologi merupakan pemeriksaan
penunjang yang dominan dilakukan untuk menegakkan diagnosa penyakit
Hirschsprung. Dengan foto polos abdomen (54%) dari 27 kasus sedangkan
dengan barium enema 26% dari 13 penderita sudah dapat ditegakkan diagnosa
penyakit Hirschsprung. Kondisi ini hampir sama dengan penelitian yang
sebelumnya, Swenson (1990) dan (Kartono 1993) mengatakan bahwa Radiologi
merupakan standart dalam menegakkan penyakit Hirschsprung. Foto polos
abdomen, barium enema, dan retensi barium merupakan urutan dalam
pemeriksaan radiologi untuk menegakkan diagnosa penyakit Hirschsprung.
Barium Enema merupakan pemeriksaan standart untuk menegakkan penyakit
Hirschsprung.
Pada penelitian ini penatalaksanaan yang dominan dilakukan pada penderita
Hirschsprung adalah Kolostomi (48,9%) pada 24 kasus. Sedangkan tatalaksana
yang paling sedikit dilakukan adalah sigmoidectomy pada 5 sampel (10%). Pada
penelitian ini juga didapati pasien yang tidak di terapi sebanyak 18 sampel (36%).
Dari pengamatan peneliti, tidak diterapinya pasien oleh karena beberapa hal yaitu
keterlambatan diagnosa sehingga pasien meninggal dunia, serta masalah biaya
yang menjadi salah satu faktor tidak terlaksananya tindakan terapi pada pasien.
Menurut Fonkalsrud (1997) dan Swenson (1990), Kolostomi merupakan tindakan
bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung. Tindakan ini
dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah enterokolitis
BAB 6
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan analisis data yang diperoleh dari penelitian ini dapat ditarik
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sampel berjenis kelamin laki-laki sebanyak 36 orang (72%) dan 14 orang
berjenis kelamin perempuan (28%).
2. Yang paling banyak menderita Penyakit Hirschsprung pada umur 0-2
tahun pada 40 sampel (80%) dan yang paling sedikit pada kelompok umur
12-14 tahun pada 1 sampel (2%).
3. Gambaran klinis yang paling banyak ditemukan pada penderita penyakit
Hirschsprung yaitu Perut membesar, Sulit BAB, dan Muntah sebanyak 23
sampel (46%) dan gambaran klinis yang paling sedikit ditemukan pada
sampel adalah Perut membesar, BAB, dan Muntah yaitu sebanyak 3
sampel (6%).
4. Pemeriksaan penunjang yang paling banyak dilakukan pada penderita
penyakit Hirschsprung yaitu pemeriksaan Radiologi (Foto Polos
Abdomen) 27 sampel (54%) dan pemeriksaan yang paling sedikit
dilakukan yaitu pemeriksaan manometri anorektal sebanyak 0 sampel
(0%).
5. Penatalaksanaan yang paling sering dilakukan pada penderita penyakit
Hirschsprung yaitu kolostomi sebanyak 24 sampel (48%) dan yang paling
sedikit dilakukan yaitu sigmoidectomy pada 5 sampel (10%).
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat diberikan penulis, yaitu:
1. Dalam mengentri data rekam medis ke dalam komputer sebaiknya lebih
teliti, agar tidak terjadi penggandaan nomor rekam medis dan kesalahan
dalam memasukkan kode penyakit. Sehingga dapat mempermudah
2. Penelitian ini masih merupakan penelitian cross sectional dengan besar
sampel yang kecil dan waktu penelitian yang pendek. Oleh karena itu,
perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan sampel yang lebih besar dan
waktu penelitian yang lebih panjang dengan melibatkan beberapa rumah
sakit di dalam suatu daerah. Khususnya dalam hal :
a. Mendeteksi gejala dan tanda dini yang signifikans;
b. Mengevaluasi setiap tindakan yang dilakukan, agar dapat melihat
keberhasilan dari terapi yang diberikan.
3. Kepada ibu dan masyarakat agar waspada apabila menjumpai bayi yang
belum mengeluarkan mekonium pertama dalam 24 jam pertama kelahiran,
DAFTAR PUSTAKA
Fonkalsrud. 1997. Hirschsprung’s disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H,
editors. Maingot’s Abdominal Operation. 10th ed. New York: Prentice-Hall
intl.inc. 2097-105.
Irwan, Budi, 2003. Pengamatan fungsi anorektal pada penderita penyakit
Hirschsprung pasca operasi pull-through. Available From: Usu digital library [ Akses 4 April 2010]
Kartono, Darmawan, 2004. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung Seto, 3-82.
Lee, Steven L, 2009. Hirschsprung disease. Available From : http:
//www.emedicine.com/med/topic
Lindseth, Glenda N, 2005. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati. Dalam:
Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6. Jakarta. EGC. 456-468.
[Akses 4 April 2010].
Mansjoer Arief, Triyanti Kuspuji, Savitri Rakhmi, Wardhani Wahyu Ika,
Setiowulan Wiwiek, 2000. Penyakit Hirschsprung. Dalam : Kapita Selekta
Kedokteran. Edisi 3. Jilid 2. Jakarta : Penerbit Media Aesculapius FK UI, 380-381.
NASPGHAN (The North American Society for Pediatric Gastroenterology,
Hepatology and Nutrition) dan APGNN (The Association of Pediatric
Gastroenterology and Nutrition Nurses) 2006. Hirschsprung’s Disease.
Available from:
Notoatmodjo, Soekidjo, 2003. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Penerbit
Rieneka Cipta, 79-92.
UNICEF (United Nations International Children’s Fund). 1989. Definition of the
child. Diunduh dari :
2010]
Sadler,T.W, 2000. Sistem Pencernaan. Dalam : Embriologi Kedokteran Langman.
Pieter, John, 2005. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum.
Sjamsuhidajat.R, De Jong,Wim. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi II.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 646-647.
Staf Pangajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 2005. Penyakit Hirschsprung. Dalam:
Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Jilid III. Jakarta: Balai Penerbit FK UI, 1134-1135.
Swenson O, Raffensperger JG. 1990. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger
JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. Edisi 5. Connecticut:Appleton &
Lange. 555-77.
Taylo,Clive R, 2005. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi usus.
Mahanani, Dewi Asih,dkk. Dalam: Ringkasan Patologi Anatomi. Jakarta.
EGC5. 532-538.
Wyllie, Robert, 2000. Megakolon Aganglionik Bawaan (Penyakit Hirschsprung) .
Behrmann, Kliegman, Arvin. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi
LAMPIRAN 1
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama : Kiki Aulia Sari
Tempar / Tanggal Lahir : Medan / 28 September 1989
Agama : Islam
Alamat : Jl. Sm. Raja Km.8 Gg. Cipta Niaga No.8 Medan-20148
Riwayat Pendidikan : 1. TK Rahma Elyunisiah Unit III (1995 -1997)
2. SD Taman Pendidikan Islam (1997 - 2002)
3. SLTP Neg.3 Medan (2002-2004)
4. SMA Al-Azhar medan ( 2004-2007)
5. Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
(2007 – Sekarang)
Riwayat Pelatihan : 1. Peserta Seminar Sehari ”Emergency Life Support”
2. Peserta Workshop Resusitasi Jantung Paru Otak
(RJPO), Traumatologi dan Intubasi
LAMPIRAN 4
FORMULIR PENELITIAN
NAMA :
JENIS KELAMIN :
UMUR :
GAMBARAN KLINIS :
PEMERIKSAAN : Anamnesis, Pemeriksaan FisiK, Pemeriksaan
Radiologi (Foto Polos Abdomen, Enema Barium, Retensi Barium), Pemeriksaan
Patologi Anatomi, Manometri Anorektal.*
TATALAKSANA :
CATATAN :
*Tandai yang perlu
LAMPIRAN 6
Karakteristik Sampel
Jenis Kelamin Pasien
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Laki-Laki 36 72.0 72.0 72.0
Perempuan 14 28.0 28.0 100.0
Total 50 100.0 100.0
Umur Pasien
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid 0-2 tahun 40 80.0 80.0 80.0
3-5 tahun 4 8.0 8.0 88.0
6-8 tahun 3 6.0 6.0 94.0
9-11 tahun 2 4.0 4.0 98.0
12-14 tahun 1 2.0 2.0 100.0
Gambaran Klinis Pasien
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid perut kembung, sulit BAB,
keterlambatan mekonium
19 38.0 38.0 38.0
perut kembung, sulit BAB,
muntah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid Radiologi (Foto Polos
Abdomen)
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Valid Kolostomi 24 48.0 48.0 48.0
Sigmoidectomy 5 10.0 10.0 58.0
Tidak di terapi 21 42.0 42.0 100.0