• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi Limbah Kayu Pemanenan Ekaliptus (Studi Kasus di HPHTI. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Potensi Limbah Kayu Pemanenan Ekaliptus (Studi Kasus di HPHTI. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara)"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

POTENSI LIMBAH KAYU PEMANENAN EKALIPTUS

(Studi Kasus di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh :

ROYTON ADI HUTABARAT 021203020 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

POTENSI LIMBAH KAYU PEMANENAN EKALIPTUS

(Studi Kasus di HPHTI. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara)

SKRIPSI

Oleh :

ROYTON ADI HUTABARAT 021203020 / TEKNOLOGI HASIL HUTAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN KEHUTANAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul : Potensi Limbah Kayu Pemanenan Ekaliptus (Studi Kasus di HPHTI. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara)

Nama : Royton Adi Hutabarat

NIM : 021203020

Jurusan : Kehutanan

Program Studi : Teknologi Hasil Hutan

Disetujui Oleh : Komisi Pembimbing

Ketua, Anggota,

Evalina Herawati, S.Hut, M.Si Ir. Didim Ilyas, M.Si

NIP. 132 303 840 NIP. 710008278

Mengetahui :

Ketua Departemen Kehutanan,

(4)

ABSTRACT

(5)

ABSTRAK

(6)
(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Muara Bungo pada tanggal 14 Juni 1984 dari Ayah Hotman Hutabarat dan Ibu Berlian Panggabean. Penulis merupakan anak kelima dari enam bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar di SDN No. 25 Muara Bungo, pendidikan SMP di SMP Negri 1 Muara Bungo. Selanjutnya pendidikan tingkat atas di SMU Negeri 1 Muara Bungo pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis lulus pada Program Studi Teknologi Hasil Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara melalui jalur SPMB.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan kekuatan serta penyertaan dan perlindungan kepada penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini berjudul ” Potensi Limbah Kayu Pemanenan Ekaliptus (Studi Kasus di HPHTI. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara) yang diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara, Medan.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Evalina Herawati, S.Hut, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan bapak Ir. Didim Ilyas, M.Si selaku anggota komisi pembimbing atas bimbingan dan arahan yang diberikan dalam penyelesaian skripsi ini

2. Bapak Muhdi, S. Hut, M.Si Selaku dosen pembimbing mata kuliah pemanenan kayu

3. Bapak Irwan Kelana Putra selaku kepala Learning and Develoment Center PT. Toba Pulp Lestari, Tbk dan Bapak Jonny Marpaung selaku staff yang telah mengkoordinir dan mengarahkan saya selama penelitian ini

4. Bapak Thomas Saragih selaku menejer Estate PT. Toba pulp Lestari, Tbk sektor Aek Nauli dan Bapak Hisar Silalahi selaku kepala tata usaha

5. Dosen-dosen di Departemen Kehutanan yang telah mendidik serta memberikan ilmu dan pengetahuan serta para tata usaha yang telah memberikan kelancaran dalam penyelesaian administrasi

6. Kedua orangtua saya, Ayahanda dan Ibunda dengan segala ketulusan dan kasih sayang dan doa pada penulis.

Akhir kata penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat sebagaimana fungsinya. Terima kasih.

Medan, 14 Juni 2008

(9)

DAFTAR ISI

Manfaat Penelitian... 3

TINJAUAN PUSTAKA Pemanenan Kayu ... 5

Limbah Pemanenan Kayu ... 7

Penyebab Limbah Tebangan ... 9

Faktor Eksploitasi ... 12

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN Lokasi Penelitian ... 14

Topografi ... 14

Iklim ... 14

METODOLOGI PENELITIAN Lokasi dan Waktu Penelitian ... 15

Bahan dan peralatan Penelitian ... 15

Metode Penelitian ... 15

Prosedur Kerja... 16

Pengumpulan Data ... 16

Pengolahan Data... 18

HASIL DAN PEMBAHASAN Limbah Pemanenan Kayu ... 20

Faktor Eksploitasi ... 25

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 27

Saran ... 27 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(12)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

(13)

ABSTRACT

(14)

ABSTRAK

(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Hutan sebagai karunia dan amanah Tuhan Yang Maha Esa yang dianugerahkan kepada Bangsa Indonesia merupakan kekayaan alam yang tak ternilai harganya dan wajib disyukuri. Karunia yang diberikan-Nya, dipandang sebagai amanah, karenanya hutan harus diurus dan dimanfaatkan dengan akhlak mulia dalam rangka beribadah, sebagai perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa (Dephutbun, 2000).

Hutan sebagai modal pembangunan nasional memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan dan penghidupan Bangsa Indonesia, baik manfaat ekologi, sosial budaya maupun ekonomi, secara seimbang dan dinamis. Untuk itu harus dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat Indonesia, baik generasi sekarang maupun yang akan datang (Dephutbun, 2000).

(16)

Menurut Suripto dalam Winarto (2005), secara nasional kebutuhan bahan baku kayu bulat setiap tahun mencapai sekitar 63 juta meter kubik. Sedangkan produksi kayu bulat dari hutan produksi sekitar 22 juta meter kubik per tahun, sehingga terdapat kesenjangan antara supply dan demand kayu bulat sebesar 30-40 juta meter kubik per tahun.

Berdasarkan hal itu, dapat dipastikan saat ini industri perkayuan Indonesia mengalami kekurangan bahan baku dan kondisi ini masih akan berlangsung di masa mendatang. Bahkan akan semakin parah jika tidak dilakukan upaya untuk menanggulangi masalah tersebut. Ada beberapa alternatif yang dapat dilakukan dalam rangka mengatasi kesenjangan antara supply dan demand kayu bulat di Indonesia, antara lain melalui optimalisasi pemanfaatan limbah tebangan dan yang dihasilkan di lokasi industri perkayuan. Dengan teknologi yang ada, limbah kayu ini sangat layak digunakan sebagai bahan baku industri MDF, particle board, joint board, mebel, moulding dan sebagainya. Berdasarkan hasil penelitian, volume limbah kayu di lapangan sangat besar, diduga mencapai 60 juta meter kubik per tahun. Begitu pula dengan kondisi industri perkayuan kita, yang sebagian masih belum memanfaatkan limbah kayu secara optimal (Massijaya et al dalam Winarto, 1999).

Menurut Sukardaryati et al (2005), potensi limbah penebangan untuk jenis kayu akasia mangium sebagai bahan baku serpih yang dapat dimanfaatkan

berkisar 0,181-0,974 m3/pohon dengan rata-rata 0,0446 m3/pohon dan yang tidak

dapat dimanfaatkan berkisar 0,035-0,0130 m3/pohon dengan rata-rata 0,079

(17)

Hutan tanaman industri (HTI) merupakan penyalur utama bahan baku pulp. Dalam kegiatan pemanenan kayu di HTI, tidak sepenuhnya kayu dapat diambil untuk dimanfaatkan, dan ada sebagian yang tertinggal di petak tebangan. Kayu yang dimaksud tersebut diartikan sebagai limbah pemanenan kayu. Limbah ini berpotensi untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku industri komposit kayu Dari penelitian yang pernah dilakukan di HTI, persentase limbah kayu yang ditinggalkan dipetak tebang sebesar 10,6% dan tingkat pemanfaatan kayu 89,4%. Sedangkan pada HTI kayu pertukangan besarnya jumlah pemanenan sebesar 16,8% dan tingkat pemanfaatan kayu sebesar 83,2% (Budiaman et al, 2005).

Selanjutnya Sugiri (1981), mengemukakan bahwa limbah pemanenan kayu di hutan tropika basah dari suatu HPH di Kalimantan Selatan mencapai 51,0 % dari tegakan pohon komersial yang ditebang. Limbah tersebut terdapat di areal tebangan sebesar 42,3 % dalam bentuk batang dan cabang diatas 10 cm, log pond 6,8 % dalam bentuk batang dan log yard 1,9 % dalam bentuk batang. Widinanto (1981), juga mengemukakan bahwa limbah pemanenan kayu di hutan alam tropika basah dari suatu HPH di Kalimantan Timur mencapai 39,9 %, yang terdiri dari 26,5 % dalam bentuk batang dan 13,4 % dalam bentuk cabang.

(18)

Pemanfaatan limbah pemanenan kayu di masa yang akan datang merupakan alternatif terhadap pemenuhan bahan baku kayu yang semakin berkurang. Kurangnya informasi mengenai potensi limbah kayu di petak tebangan menyebabkan pemanfaatan limbah kayu kurang optimal. Penelitian mengenai limbah pemanenan kayu sudah lama dilakukan dimasa kejayaan hutan alam topis Indonesia.

Dengan paradigma baru hutan tanaman industri sebagai pemenuhan kebutuhan kayu maka penulis mengadakan penelitian untuk mengetahui potensi limbah pemanenan kayu ekaliptus di hutan tanaman industri PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sumatera Utara.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui potensi limbah kayu dan faktor eksploitasi dari kegiatan pemanenan ekaliptus di HPHTI. PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, Sektor Aek Nauli, Sumatera Utara.

Manfaat Penelitian

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Pemanenan Kayu

Kegiatan pemanenan kayu merupakan salah satu dari kegiatan pemanfaatan hutan pada kawasan produksi. Tujuan dari kegiatan ini yaitu untuk menghasilkan kayu guna pemenuhan kebutuhan bahan baku industri hilir dalam negeri dan untuk pemenuhan terhadap permintaan pasar. Banyaknya kayu yang dikeluarkan dari kawasan hutan produksi tergantung pada kemampuan hutan produksi tersebut menyediakan kayu serta bagaimana kegiatan pemanenan kayu tersebut dilaksanakan (Dephutbun, 2000).

Kegiatan pemanenan adalah kegiatan memindahkan biomassa dari dalam hutan keluar hutan untuk dimanfaatkan. Kegiatan pemanenan kayu merupakan kegiatan yang sulit dan berat. Hal ini dapat dimaklumi karena bahan baku yang dihadapi seperti kayu dalam bentuk pohon, sarana dan prasarana, serta faktor alam seperti topografi dan iklim merupakan satu kesatuan yang kompleks yang harus diselesaikan dengan terarah dan terorganisasi dengan baik (Muhdi, 2003).

Dikaitkan dengan pemanenan kayu, Elias (2002) mengkategorikan sistem pemanenan kayu sebagai berikut :

1. Berdasarkan energi yang dipakai (1) Sistem manual

(20)

2. Berdasarkan peralatan yang dipakai : (1) Sistem traktor

(2) Sistem kabel

(3) Sistem Aerial (balon dan helikopter) (4) Sistem gravitasi

(5) Sistem penarikan dan pemikulan oleh manusia (6) Sistem penarikan dengan tenaga hewan

3. Berdasarkan bentuk dan ukuran sortimen kayu yang dihasilkan :

(1) “Full tree system” (2) “Tree length system” (3) “Long wood system” (4) “Short wood system” (5) “Pulp wood system” (6) “Chip wood system”

4. Berdasarkan sistem silvikultur yang dipakai :

(1) Sistem Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) (2) Sistem Tebang Pilih Jalur Indonesia (TPJI)

(3) Sistem Tebang Habis dengan Permudaan Buatan (THPB) (4) Sistem Tebang Habis dengan Permudaan Alam (THPA) 5. Berdasarkan mobilitas pemanenan kayu :

(21)

Prinsip dan teknik pemanenan hutan di Indonesia sebaiknya diterapkan dengan melaksanakan hal-hal sebagai berikut :

1. Pembuatan petunjuk teknik RIL ( Reduced Impact Logging)

2. Pelatihan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dari manajer sampai operator

3. Pengelolaan yang efektif

4. Peningkatan pengelolaan sumber daya industri, masyarakat lokal, dan perekonomian indonesia (Dephutbun, 2000).

Limbah Pemanenan Kayu

Yang dimaksud limbah pemanenan kayu dalam hal ini adalah bagian pohon yang seharusnya dapat dimanfaatkan, tetapi karena berbagai sebab terpaksa ditinggalkan di hutan. Besarnya limbah tersebut dinyatakan sebagai persentase antara volume bagian batang yang ditinggalkan dengan volume seluruh batang yang diharapkan dapat dimanfaatkan (Sastrodimejo dan Simarmata, 1980).

Simarmata dan Sinaga (1982) menyatakan bahwa limbah pemanenan kayu meliputi bagian tunggak di atas batas yang masih diperkenankan dan bagian-bagian dari kayu bulat yang pecah atau tercabut seratnya sampai batas cabang.

(22)

Berdasarkan terjadinya limbah kayu dibedakan sebagai berikut : 1. Limbah yang terjadi di tempat penebangan (felling area)

Limbah yang terjadi ditempat penebangan biasanya berupa cabang-cabang, ranting-ranting yang berdiameter > 10 cm. Kelebihan tunggak dari tinggi yang dibenarkan (25-50 cm dari permukaan tanah) dan potongan-potongan atau tatal-tatal akibat pembagian batang (bucking).

2. Limbah yang terjadi di tempat pengumpulan kayu (log deck)

Limbah yang terjadi di log deck biasanya berbentuk batang yang tidak memenuhi syarat-syarat kayu ekspor baik kualitas maupun ukurannya. Misalnya kayu yang bengkok, pecah, busuk, dan sebagainya. Pada sistem pemanenan yang melakukan pembagian batang (bucking) di log deck, limbah yang terjadi berupa batang-batang pendek, yaitu sisa-sisa pembagian batang tersebut.

3. Limbah yang terjadi di log pond

Limbah ini umumnya terjadi di pemanenan kayu rimba di luar pulau Jawa. Limbah disini terutama disebabkan karena penolakan kualitas oleh pembeli. Kayu-kayu tersebut mungkin disebabkan terlalu lama disimpan di log pond sehingga kayu menjadi pecah-pecah, busuk atau terkena jamur.

(23)

Penyebab Limbah Tebangan

Menurut Sastrodimejo dan Simarmata (1980), terjadinya limbah tebangan yang cukup besar disebabkan oleh :

1. Kesalahan dalam melaksanakan teknik penebangan

Pembuatan takik rebah dan takik balas yang kurang benar dapat menyebabkan bagian pangkal pohon tercabut, retak atau yang disebut barber chair. Dengan demikian akan mengurangi batang yang seharusnya dapat dipakai.

2. Kesalahan dalam menentukan arah rebah pohon

Dalam melaksanakan penebangan, pada umunya operator chainsaw belum memperhatikan arah rebah yang baik. Oleh karena itu sering terjadi rebah kearah jurang, menimpa batang lain, selokan, tunggak dan lain-lain, sehingga batang menjadi retak atau pecah. Disamping itu sering pohon yang ditebang menimpa dan merusak tegakan tinggal.

3. Kesalahan dalam pemotongan batang

Karena diperkirakan tidak kuat disarad sekaligus, maka pohon-pohon tersebut sering kali dipotong menjadi beberapa batang. Pekerjaan demikian ini dikerjakan sendiri oleh blandong tebang tanpa bantuan pengukur, sehingga menimbulkan limbah.

4. Manajemen kurang baik

(24)

karena tidak diketahui letaknya oleh penyarad. Dalam hal ini kerja sama yang baik antara unit-unit kegiatan pemanenan akan menjamin lancarnya kayu sampai ke log pond. Dengan demikian dapat dihindarkan terlalu lamanya kayu ditinggal di hutan atau di tempat penimbunan kayu yang dapat menyebabakan terjadinya limbah karena penurunan kualitas.

Sastrodimejo dan Simarmata (1980) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi limbah pemanenan kayu adalah :

1. Topografi

Topografi berpengaruh terhadap kemungkinan dapat tidaknya kayu yang ditebang tersebut dimanfaatkan.

2. Musim

Musim berpengaruh terhadap kerusakan batang-batang yang baru ditebang. Dalam musim kemarau kayu lebih mudah pecah karena udara lebih kering.

3. Peralatan

Yang dimaksud disini adalah mengenai macam dan kapasitas alat-alat yang keliru atau tidak tepat dapat mengakibatkan tidak seluruh kayu dapat dimanfaatkan dan terpaksa sebagian ditinggalkan karena merupakan sisa pemotongan yang tanggung.

4. Cara kerja

(25)

5. Sistem upah

Besar upah yang kurang memadai menyebabkan cara kerja yang serampangan. Sebaliknya, sistem upah yang menarik akan memberikan perangsangan yang baik terhadap para pekerja untuk melaksanakan pekerjaan seperti yang diharapkan.

6. Organisasi kerja

Kurangnya sinkronisasi antara pekerjaan yang satu dengan lainnya dapat menyebabkan tidak sampainya kayu pada tempat yang dituju.

7. Permintaan pasar

Adanya syarat-syarat tertentu yang diminta oleh pasar juga mempengaruhi faktor ekploitasi.

Lembaga penelitian hasil hutan dalam Sastrodimejo dan Simarmata (1980) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya limbah, yaitu :

1. Karena cacat alami; bagian batang yang bengkok dan berlubang, serat terpuntir, berlekuk dan cacat lainnya.

2. Karena kerusakan alami; pecah, patah, dan sebagainya, baik pada waktu penebangan, penyaradan dan pengangkutan.

3. Karena batas ukuran pasaran; adanya permintaan diameter dan panjang minimum.

4. Karena kurang terampil dalam pembuatan sortimen; sehingga harus adanya pemotongan ulang untuk memperoleh kulita yang lebih baik akibatnya ada potongan yang terbuang.

(26)

atau seluruhnya.

6. Karena pengujian kembali menjelang pemasaran.

Berdasarkan macam atau bentuk serta jumlahnya, limbah pemanenan kayu menurut Widarmana (1973) berbeda-beda tergantung pada :

1. Tingkat efisiensi eksploitasi (manual atau mekanis).

2. Tujuan pemanenan kayu (mendapatkan kayu untuk keperluan lokal, industri dalama negeri atau untuk ekspor).

3. Jenis serta nilai kayunya.

4. Tempat atau lokasi serta fasilitas serta prasarana pengangkutan, seperti : jalan.

Lempang et al, (1985) menyebutkan faktor-faktor yang diduga mempengaruhi besarnya limbah pemanenan yang terjadi adalah sebagai berikut :

1. Panjang kayu di tempat tebangan 2. Rata-rata diameter di tempat tebangan 3. Volume kayu di tempat tebangan 4. Panjang kayu di Tpn.

Faktor Eksploitasi

Menurut Elias (2002), faktor eksploitasi dirumuskan sebagai perbandingan volume kayu yang dapat diproduksi dari sebatang pohon yang ditebang dengan volume batang pohon yang berdiri sampai dengan cabang pertama dari pohon yang sama.

(27)

kecil. Departemen Kehutanan RI saat ini menggunakan faktor eksploitasi 0,8 dalam menentukan tingkat produksi tahunan, 5 tahunan dan 20 tahunan. Berdasarkan hal tersebut diatas, besarnya faktor eksploitasi yang terjadi dalam pelaksanaan pemanenan kayu (penebangan, penyaradan, pengangkutan sampai log pond atau industri pengolahan kayu) secara mekanis mutlak diperlukan untuk memberikan informasi tentang besarnya faktor eksploitasi yang tepat dan membantu perusahaan pengusahaan hutan dalam perencanaan target produksi dan memudahkan bagi Departemen Kehutanan dalam melaksanakan pengawasan (Lempang et al, 1985).

Selanjutnya Lempang, et al (1985) menjelaskan cara untuk menentukan faktor eksploitasi, yaitu dengan melihat perbandingan antara bagian batang yang dimanfaatkan dengan bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan. Bagian batang yang diperkirakan dapat dimanfaatkan adalah mulai dari batas tunggak yang diizinkan sampai cabang pertama. Bagian batang yang ditinggalkan adalah bagian batang sampai cabang pertama (bebas cabang) yang karena sesuatu hal akibat pemanenan kayu menjadi limbah.

(28)

METODOLOGI PENELITIAN

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilaksanakan di areal HPHTI. PT. Toba Pulp Lestari,Tbk, Sektor Aek Nauli, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara pada petak D015 Road No. 80C2. Penelitian dilakukan selama satu bulan yakni pada bulan Maret 2008.

Bahan dan Peralatan Penelitian

Bahan yang dipakai berupa limbah penebangan ekaliptus yang terdiri dari tunggak, sisa pembagian batang, cabang dan ranting dengan diameter 1 cm keatas. Peralatan yang dipakai dalam penelitian ini adalah peta kerja, kompas, meteran, phiband, kaliper, kamera, tally sheet, tali rafia, cat, kuas, dan alat tulis.

Metode Penelitian

(29)

Prosedur Kerja

Plot pengukuran dibuat secara sistematis sebanyak 3 plot masing-masing berukuran 50 m x 50 m dengan jarak antar plot 100 m.

Prosedur kerja penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Menentukan petak tebang dalam rencana tebangan yang akan dijadikan plot pengukuran.

2. Inventarisasi tegakan sebelum penebangan. 3. Memberi tanda pada pohon yang akan ditebang 4. Melakukan penebangan dan pemotongan batang 5. Inventarisasi limbah dan sisa penebangan kayu.

Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini ada 2 macam, yaitu data sekunder dan data primer. Data sekunder diperoleh melalui wawancara dan mengutip dari buku atau laporan-laporan yang ada sebagai sumber data. Pengumpulan data primer dilakukan melalui kegitan pengamatan dan pengukuran volume limbah pemanenan kayu pada plot pengukuran di lapangan.

Pengukuran data primer meliputi :

1. Pengukuran tegakan dalam plot pengukuran

(30)

2. Volume kayu produksi dalam plot pengukuran

Pengukuran volume kayu produksi dilakukan setelah pohon tumbang. Data yang diambil meliputi diameter dan panjang kayu

3. Pengukuran volume limbah dalam plot pengukuran

Dimensi volume limbah untuk setiap pohon yang akan ditebang meliputi : a. Tinggi tunggak, diameter pangkal dan diameter ujung tunggak b. Sisa pembagian batang

c. Cabang dan ranting dengan diameter ≥1 cm.

Pengolahan Data

Perhitungan volume tegakan dilakukan dengan menggunakan rumus Brereton (Muhdi, 2003) :

{

}

Perhitungan volume limbah dilakukan dengan menggunakan rumus brereton (Muhdi, 2003) :

(31)

Dimana,

V : Volume (m3) π : 3,14

Dp : diameter pangkal (cm) Du : diameter ujung (cm) t : panjang (m)

Volume limbah pemanenan kayu per petak contoh penelitian dapat dihitung dengan menjumlahkan masing-masing volume jenis limbah dari petak contoh tersebut. Persentase dari masing-masing jenis limbah pemanenan kayu dihitung berdasarkan perbandingan limbah yang dihasilkan terhadap volume total pemanenan kayu berdasarkan plot pengukuran (Muhdi, 2003).

Faktor Eksploitasi

Faktor eksploitasi merupakan perbandingan volume kayu yang diproduksi dengan volume pohon yang berdiri sampai dengan cabang pertama dari pohon yang sama (Elias, 2002)

Vph Vp Fe=

Dimana :

Fe : Faktor Eksploitasi

Vp : Volume kayu diproduksi (m3/batang)

(32)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Limbah Pemanenan Kayu

Kegiatan pemanenan kayu di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk, dilaksanakan dengan pola kemitraan. Pembagian areal kerja penebangan dilaksanankan berdasarkan kontrak kerja yang telah ditandatangani pihak perusahaan dalam hal ini menejer Harvesting dengan masing-masing kontraktor. Pihak kontraktor membagi pekerjaannya kepada beberapa sub kontraktor yang terdiri dari beberapa regu penebang. Setelah kontrak kerja dibuat maka regu penebang dapat langsung bekerja di lapangan yang diawasi oleh seorang mandor tebang dari pihak perusahaan.

Saat kegiatan pemanenan berlangsung pohon ditebang kemudian dibagi menjadi sortimen-sortimen kayu dengan ukuran 2,4 m yang dilakukan di petak tebangan, sehingga kegiatan pengukuran limbah kayu dengan mudah dan akurat dilakukan di lapangan tanpa bercampur dengan limbah dari pohon yang lain.

(33)

Tabel 1. Volume tegakan, limbah kayu dan kayu produksi (m3)

Tabel diatas menunjukan total volume pohon yang dipanen pada petak penelitian 35,182 m3 atau rata-rata 0,355 m3/pohon, volume kayu produksi 32,395 m3 atau rata-rata 0,327 m3/pohon dan yang menjadi limbah 2,728 m3 atau rata-rata 0,028 m3/pohon. Jika dibandingkan antara volume pohon berdiri dengan volume pohon yang ditebang terjadi perbedaan hasil kubikasi sebesar 2,787 m3 atau 7,93% dari volume total kegiatan pemanenan kayu. Hal ini disebabkan terjadinya limbah pada saat kegiatan penebangan berlangsung, baik itu berupa tunggak, sisa pembagian batang, cabang dan ranting. Menurut hasil penelitian Budiaman, et al (2005), persentase limbah kayu yang tertinggal di petak tebangan 10,65% dari volume total pemanenan kayu. Perbedaan ini disebabkan oleh jenis tanaman yang diteliti dan teknis pemanenan.

(34)

Tabel 2. Rata-rata (m3) dan Persentase limbah pemanenan kayu (%)

Tabel diatas menunjukan jumlah limbah kayu terbesar per plotnya pada plot II sebesar 0,978 m3, disusul plot III sebesar 0,960 m3 dan yang terkecil pada plot I 0,851 m3, dengan rata-rata volume limbah untuk setiap plotnya yang terbesar pada batang sebesar 0,698 m3 dengan rata-rata 0,0211 m3/pohon, disusul tunggak 0,101 m3 dengan rata-rata 0,0031 m3/pohon, cabang 0,087 m3 dengan rata-rata 0,0026 m3/pohon dan terkecil ranting sebesar 0,043 m3 dengan rata-rata 0,0013 m3/pohon.

(35)

Menurut Departemen Kehutanan (1993) salah satu penyebab utama terjadinya limbah pada kegiatan pemanenan kayu adalah kesalahan teknis di lapangan antara lain menebang pohon terlalu tinggi sehingga menimbulkan tunggak yang besar, Pembagian batang (bucking) yang umumnya disesuaikan dengan jenis dan kapasitas alat angkutan, Pohon-pohon yang rusak sebagai akibat penebangan (felling) maupun penyaradan (skidding) yang kurang terkendali.

Lembaga penelitian hasil hutan dalam Sastrodimejo dan Simarmata (1980) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi besarnya limbah, yaitu : Karena adanya permintaan diameter dan panjang minimum pasar, Karena kurang terampil dalam pembuatan sortimen, Karena pengujian kembali menjelang pemasaran, Karena cacat alami; bagian batang yang bengkok dan berlubang, serat terpuntir, berlekuk dan cacat lainnya, Karena kerusakan alami; pecah, patah, Karena kesukaran disebabkan karena konfigurasi dilapangan; menyebabkan pohon yang telah ditebang tidak dapat disarad sebagian dan atau seluruhnya.

Tabel 2. menunjukan persentase limbah kayu berdasarkan jenisnya di plot pengukuran dilapangan dimana limbah kayu terbesar dari sisa batang utama sebesar 2.099m3 atau 75.21% disusul dari tunggak 0.3m3 atau 10.75% cabang 0.261m3 atau 9.35% dan ranting 0.131m3 atau 4.69%. Hasil penelitian Widinanto (1981), mengemukakan bahwa limbah pemanenan kayu di hutan alam tropika basah dari suatu HPH di Kalimantan Timur mencapai 39,9 %, yang terdiri dari 26,5 % dalam bentuk batang dan 13,4 % dalam bentuk cabang.

(36)

13,381m3/pohon disusul limbah cabang dan ranting sebesar 4,740 m3 pohon atau 35,42%, limbah tunggak 3,008m3/pohon atau 22,48% dan yang terkecil limbah di Tpn sebesar 0,24m3/pohon.

Perbedaan ini disebabkan oleh struktur tegakan yang berbeda, dimana hutan alam memiliki kelas umur dan diameter yang heterogen sedangkan pada hutan tanaman kelas umur dan diameternya homogen. Menurut Sularso (1996) faktor yang diduga mempengaruhi besarnya volume limbah pemanenan kayu antara lain : diameter pohon yang ditebang, bentuk tajuk dan percabangan, jenis dan jumlah pohon yang ditebang, kemiringan lapangan serta kerapatan tegakan.

Sampai saat ini limbah kayu baik tunggak, sisa pembagian batang, cabang, ranting belum dimanfaatkan di PT. Toba Pulp Lestari, Tbk. Menurut pengamatan di lapangan limbah kayu pemanenan ekaliptus setelah ditebang ditinggalkan begitu saja di petak tebangan sehingga pemanfatan kayu kurang optimal. Secara ekonomis limbah kayu ini sangat layak digunakan sebagai bahan baku industri MDF, particle board, joint board, mebel, moulding dan sebagainya (Massijaya et al, 1999).

(37)

Faktor Eksoloitasi (Fe)

Faktor eksploitasi menggambarkan tingkat pemanfaatan kayu yang mendekati aktual di lapangan. Limbah pemanenan kayu erat kaitannya dengan faktor eksploitasi. Semakin besar limbah pemanenan yang terjadi berarti faktor eksploitasi makin kecil sehingga tingkat pemanfaatan kayu pun semakin kurang effisien.

Hasil pengolahan data diperoleh rata-rata faktor eksploitasi (Fe) untuk plot seperti disajikan pada tabel 3.

Tabel 3. Faktor eksploitasi per plot pengukuran

No. Plot Volume pohon Volume produksi Fe

I 12,111 11,260 0.930

II 11,377 10,401 0.914

III 11,694 10,734 0.918

Rata-rata 35,182 32,39 0.921

Berdasarkan tabel diatas menunjukan Fe rata-rata sebesar 0,921 dimana pada plot I sebesar 0,930, Plot II sebesar 0,914 dan plot III sebesar 0,918. Pemanfaatan kayu pada plot I lebih tinggi dari plot III dan II. ditunjukkan dengan volume limbah kayu yang dihasilkan pada plot I lebih kecil dari plot IIl dan II secara berurutan pada plot I sebesar 0,851 m3, plot III 0,960 m3 dan plot II 0,978.

(38)

Faktor eksploitasi pemanenan HTI cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan pemanenan hutan alam disebabkan oleh penerapan sistem pemanenan. Pada HTI sistem pemanenan yang digunakan adalah tebang habis, sehingga semua limbah yang ada di petak tebangan merupakan limbah dari pohon yang ditebang. Pada pemanenan hutan alam, sistem pemanenan yang digunakan adalah sistem tebang pilih, sehingga sumber limbah tidak hanya berasal dari pohon yang ditebang, tetapi juga berasal dari pohon yang tidak ditebang tetapi mengalami kerusakan akibat penebangan yang terpilih (Budiaman, et al, 2005).

Menurut Elias (2002), besarnya faktor eksploitasi pada dasarnya ditentukan oleh adanya 2 faktor dominan, yaitu: Efisiensi pemanenan dan kerusakan biologis pohon. Efisiensi pemanenan kayu terutama dipengaruhi oleh sistem dan teknik pemanenan kayu.

Teknik pemanenan kayu tidak terlepas dari tahapan penebangan yang merupakan komponem dari kegiatan pemanenan kayu. Dan tidak terlepas dari kegiatan penentuan arah rebah pohon, pelaksana penebangan, pembagian batang, penyaradan, pengangkutan. Teknik penebangan yang baik, yang mengusahakan pembuatan arah rebah yang tepat, pembuatan tunggak serendah mungkin, sistem pemotongan dan pembagian batang tepat.

(39)

Faktor eksploitasi sangat bermanfaat, karena dengan mengetahui besarnya Fe akan diketahui secara jelas seperti apa kondisi yang ada dan mendekati dilapangan. Dengan kata lain informasi Fe diperlukan dalam menentukan langkah-langkah dalam pengelolaan hutan yang lestari.

(40)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa total volume limbah pemanenan kayu sebesar 2,791m3 dengan limbah terbesar dari sisa batang utama sebesar 2.099 m3 atau 75.21%, dari tunggak 0.3 m3 atau 10.75%, cabang 0.261 m3 atau 9.35% dan ranting 0.131 m3 atau 4.69%.

2. Rata-rata volume limbah kayu yang dihasilkan perpohonnya dari batang utama 0.021 m3/pohon, tunggak 0.003 m3/pohon, cabang 0.0026 m3/pohon dan ranting 0.001 m3/pohon.

3. Hasil penelitian ini menunjukan Tingkat pemanfaatan kayu yang tinggi dengan faktor eksploitasi rata-rata 0.921, masing-masing pada plot I, II, III berturut-turut 0.93, 0.914, 0.918.

Saran

(41)

DAFTAR PUSTAKA

Alip Winarto, Mengulang Kejayaan Industri perkayuan Mungkinkah?.

. 16:55.

Arikunto, S. Prosedur penelitian: Suatu pendekatan Praktek. Rineka Cipta Jakarta. 2002.

Budiaman, et al. 2005. Limbah Pemanenan di Petak Tebangan Pada Pengusahaan Hutan Tanaman Industri di PT. Inhutani II dan Perum Perhutani KPH Banten. Jurnal Teknologi Hasil Hutan. Vol.18. No.2. Fakultas Kehutanan IPB. Bogor.

Dephut, 1993. Pedoman dan Petunjuk Teknis Tebang Pilih Tanam Indonesia (TPTI) pada Hutan Alam Daratan. Dephut RI. Jakarta.

Dephutbun, 2000. Prinsip dan Praktik Pemanenan Hutan di Indonesia. The US Agency For International Development. Jakarta.

Dursalam. 1988. Faktor Eksploitasi Jenis Meranti di Sumatera Barat, Kalimantan Barat dan Kalimantan Selatan. Vol. V. No. 2. LPHH. Bogor.

Elias, Habil R.A.U,. Azis. 1997. Pedoman Reduce Impact Logging Untuk Kalimantan Timur. Promotion of Sustainable Forest Management System (SFMP) In East Kalimantan.

---, 1999. Penyaradan Dalam Reduced Impact Timber Harvesting. Penebar Swadaya. Jakarta.

---, 2002. Reduced Impact Logging. Buku 2. IPB Press. Bogor.

Muhdi, 2003. Limbah Kayu Akibat Teknik Pemanenan Kayu. Jurnal Ilmiah Kultura Vol. 38. Fakultas Pertanian. USU. Medan.

Lempang, M. et. al 1985. Faktor Eksploitasi Pada Pemungutan Kayu dengan Sistem Mekanis di Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Kehutanan Vol. IX. No. 2. Balai Penelitian Kehutanan. Ujung Pandang.

Sastrodimejo, R. S dan S. R. Simarmata . 1980. Cara-cara Mengurangi Limbah di Bidang Eksploitasi Hutan. Proceeding Seminar Eksploitasi Hutan. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

(42)

Sugiri. E.W. 1981. Persentase Limbah Pembalakan Tegakan Meranti Berdasarkan Volume Total di KPH. PT. Inhutani II. Kalimantan Selatan. Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Suparto, R.S. 1996. Bunga Rampai Pemanenan Kayu. Gagasan, Pemikiran, dan Karya Tulis. IPB Press. Bogor.

Sukanda, 1996. Kerusakan Tegakan Tinggal akibat Pemanenan Kayu Pada Sistem Silvikultur TPTI. Buletin Penelitian Kehutanan. Vol.10. No.1. 1996. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. BPK Samarinda. Kalimantan Timur.

Sularso, H.1996. Analisis Kerusakan Tegakan Tinggal Akibat Pemanenan Kayu Terkendali dan Konvensional pada Sistem TPTI. Pasca sarjana. IPB. Bogor.

Simarmata, S. R. dan Haryono.1986. Volume dan Klasifikasi Limbah Eksploitasi Hutan. Jurnal Penelitian Hasil Hutan. Vol. 3. No. 1. Bogor.

Simarmata, S.R. dan M. Sinaga. 1982. Pengurangan Limbah Tebangan Melalui Latihan Kerja pada Perusahaan Hutan Indonesia. Balai Penelitian Hasil Hutan. Bogor.

Widarmana, S et. al. 1973. Penelitian Logging Waste dan Kemungkinan Pemanfaatannya di Jawa dan Kalimantan Timur. Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Widiananto, T.H.1981. Studi Mengenai Limbah Tebangan dalam Eksploitasi Hutan. PT/ ITCI Kalimantan Timur. Pasca Sarjana. IPB. Bogor.

Widianti, 2005. Studi Faktor Eksploitasi dan Kaitanya Dengan Limbah Pemanenan Kayu Hutan Alam. Skripsi Sarjana. Fakultas Pertanian USU. Medan.

(43)

Lampiran 1. Volume tegakan Eukaliptus sebelum pemanenan kayu

(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)

Gambar 1. Kondisi Tegakan Ekaliptus di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk

Gambar 2. Limbah Kayu Tunggak di petak Tebangan

(51)

Gambar 4. Limbah Kayu Bagian Cabang

Gambar 5. Limbah Kayu Bagian Ranting

(52)

No Limbah Kayu di Petak Tebangan Total

(53)
(54)
(55)

Gambar

Tabel 1. Volume tegakan, limbah kayu dan kayu produksi (m3)
Tabel 2. Rata-rata (m3) dan Persentase limbah pemanenan kayu (%)
Tabel 3. Faktor eksploitasi per plot pengukuran
Gambar 1. Kondisi Tegakan Ekaliptus di HPHTI PT. Toba Pulp Lestari, Tbk
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian adalah menyusun model pendugaan pertumbuhan diameter, tinggi, dan volume; menganalisis nilai riap rata - rata tahunan dan nilai riap tahunan berjalan;

FUNGI YANG BERPERAN DALAM PROSES BIODELIGNIFIKASI PADA JARINGAN KAYU MATI TANAMAN Eucalyptus sp..

Daya jatuh atau energi kinetik curah hujan yang berat (keras) akan memecahkan bongkah-bongkah tanah menjadi butiran yang lebih kecil dan halus, butiran-butiran yang halus

Penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa jenis tanaman ekaliptus pada hutan tanaman industri (HTI) PT Toba Pulp Lestari sektor Aek Nauli cukup memberikan

Pendugaan Potensi Karbon dan Limbah Pemanenan Pada Tegakan Acacia mangium Willd (Studi Kasus di BKPH Parangpanjang, KPH Bogor, PT. Perhutani Unit III Jawa Barat dan

Peningkatan biaya usaha pada kegiatan penebangan juga dapat disebabkan karena perbedaan waktu aktual yang digunakan dengan waktu efektif, Menurut Wijayana (2016) biaya

41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, yang dimaksud dengan hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan

HASIL DAN PEMBAHASAN Kondisi alamiah memperlihatkan laju infiltrasi awal yang melebihi laju air hujan, kemudian dengan bertambahnya waktu maka pori-pori permukaan tanah