FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI CAIR MINYAK
ATSIRI JERUK NIPIS (
Citrus aurantifolia
) DENGAN
COCAMID DEA SEBAGAI SURFAKTAN
NASKAH PUBLIKASI
Oleh :
DINIAH APRIYANI
K 100 090 130
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
SURAKARTA
FORMULASI SEDIAAN SABUN MANDI CAIR MINYAK ATSIRI
JERUK NIPIS (Citrus aurantifolia) DENGAN COCAMID DEA SEBAGAI
SURFAKTAN
FORMULATION OF LIQUID SOAP FROM ESSENTIAL OIL LIME (Citrus
aurantifolia) WITH COCAMIDE DEA AS SURFACTANT
Diniah Apriyani*, TN. Saifullah S.**, dan Peni Indrayudha*
*Fakultas Farmasi, Universitas Muhammadiyah Surakarta Jl. A Yani Tromol Pos 1, Pabelan Kartasura Surakarta 57102
**Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada Sekip Utara Yogyakarta 55281
ABSTRAK
Citrus aurantifolia mempunyai aktivitas sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus yang merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi kulit. Penambahan minyak atsiri jeruk nipis dalam sediaan sabun mandi cair sebagai agen antibakteri dapat meningkatkan efektivitas sabun dalam fungsinya sebagai pembersih kulit. Penambahan surfaktan cocamid DEA dapat memberikan stabilitas busa yang baik pada sabun mandi cair. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus dan konsentrasi cocamid DEA yang dapat memberikan stabilitas busa yang baik.
Sabun mandi cair dibuat sebanyak 5 formula yaitu formula I tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA, formula II dengan konsentrasi minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%, formula III dengan konsentrasi 2,4%, formula IV dengan konsentrasi 3,2%, formula V dengan konsentrasi 4%. Evaluasi sabun mandi meliputi organoleptik, berat jenis, pH, kadar alkali bebas, stabilitas busa, cemaran mikroba, dan uji daya hambat bakteri dengan metode difusi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sabun mandi cair memiliki aroma jeruk nipis, pH sesuai dengan pH kulit, tidak ada kadar alkali bebas, dan tidak ada cemaran mikroba. Aktivitas antibakteri terbesar dengan zona hambat 28±1,80 mm adalah formula V yaitu dengan penambahan minyak atsiri jeruk nipis sebesar 4%. Konsentrasi cocamid DEA sebesar 1,6% pada formula II memberikan busa paling stabil.
Kata kunci: Minyak Atsiri Jeruk Nipis (Citrus aurantifolia), Staphylococcus aureus, Sabun Mandi Cair.
ABSTRACT
skin cleanser. This study aimed to determine if the liquid soap lemon essential oil to inhibit the growth of bacteria Staphylococcus aureus and concentration of cocamid DEA can provide good foam stability.
Liquid soap is made in 5 formula with the concentration of lemon essential oil and cocamid DEA are 0, 1,6, 2,4, 3,2, and 4% for FI, FII, FIII, FIV, and FV respectively. The evaluation of the liquid soap include organoleptic, specific gravity, pH, levels of alkali free, foam stability, microbial contamination, and the inhibition of against Staphylococcus aureus by diffusion method.
The result showed that the liquid soap has a scent of lime, pH according to the pH of skin, there is no free alkali content, and no microbial contamination. The greatest antibacterial activities with drag zone 28±1,80 mm was the by the formula with the addition of lemon essential oil of 4%. Cocamide DEA concentration of 1,6% in the formula II gives the most stable foam.
Key words: Essential Oil of Lime (Citrus aurantifolia), Staphylococcus aureus, Liquid Soap Bath
PENDAHULUAN
Tanaman genus Citrus merupakan salah satu tanaman penghasil minyak atsiri. Salah satu spesiesnya yaitu Citrus aurantifolia atau biasa dikenal dengan nama jeruk nipis. Minyak atsiri jeruk nipis pada kadar 2% v/
v mempunyai aktivitas
sebagai antibakteri terhadap Staphylococcus aureus (Hammer et al., 1999) yang merupakan salah satu bakteri penyebab infeksi kulit. Minyak atsiri kulit jeruk secara luas dimanfaatkan dalam kosmetik khususnya dalam sediaan sabun.
Sabun merupakan bahan pembersih kulit yang sering digunakan untuk keperluan sehari-hari, namun pembersihan dengan surfaktan yang keras seperti surfaktan anionik dapat menyebabkan iritasi dan kulit kering. Surfaktan mengikat kuat protein kulit menyebabkan kerusakan kulit dan iritasi (Mukherjee et al., 2010). Oleh sebab itu, penggunaan cocamid DEA sebagai surfaktan nonionik dalam sediaan sabun mandi diharapkan dapat mengurangi iritasi yang ditimbulkan oleh surfaktan anionik (Noor & Nurdyastuti, 2009) dan berpengaruh pada stabilitas busa yang dihasilkan.
sebagai surfaktan antiiritasi dan pengaruhnya terhadap stabilitas busa yang dihasilkan. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui daya hambat minyak atsiri jeruk nipis terhadap Staphylococcus aureus setelah diformulasikan dalam sediaan sabun mandi cair dan pengaruh peningkatan konsentrasi cocamid DEA terhadap stabilitas busa yang dihasilkan.
METODE PENELITIAN Bahan dan Alat
Bahan: minyak atsiri jeruk nipis (Lansida Herbal, Yogyakarta), asam miristat, asam stearat, texapon N70, cocamid DEA, akua DM, gliserin, propilen glikol (Brataco, Yogyakarta), KOH, Na2EDTA, asam sitrat 25%, media MH,
media PCA (Laboratorium Fakultas Farmasi, UMS)
Alat : Timbangan analitik Ohaus (Jerman), pH meter Lutron (Jerman), piknometer, disolution tester ERWEKA IKA (Jerman), laminar air flow, inkubator Memmert (Jerman), autoclave MY LIFE MA652 (Jerman), oven BINDER (Jerman)
Jalannya Penelitian
Identifikasi buah jeruk nipis
Identifikasi buah jeruk nipis dilakukan di Laboratorium Biologi Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah Surakarta dengan cara mencocokkan ciri-ciri buah jeruk nipis pada buku pustaka Flora of Java.
Destilasi minyak atsiri
Destilasi minyak atsiri dilakukan oleh Lansida Herbal Teknologi Yogyakarta. Destilasi dilakukan dengan cara destilasi uap air.
Pengujian sifat fisik minyak atsiri
Pembuatan sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis
Prosedur pembuatan sabun meliputi pencampuran komponen (Tabel 1) dengan tahapan sebagai berikut : ditimbang komponen 1 kemudian dimasukkan dalam wadah tahan panas. Komponen 1 dipanaskan kemudian dimasukkan 50% komponen 3, diaduk hingga larut. KOH dilarutkan pada aqua DM 4 mL, kemudian dimasukkan ke dalam no.2, diaduk hingga rata. Dimasukkan sisa komponen 3, diaduk hingga rata. Ditambahkan komponen 5. Dilakukan pengukuran pH, ditambahkan asam sitrat. Disimpan dalam wadah tertutup.
Tabel 1. Formula sabun mandi cair dengan variasi konsentrasi minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA
Bahan Satuan F I F II F III F IV F V
FI : cocamid DEA (0%), minyak atsiri jeruk nipis (0%) FII : cocamid DEA (1,6 %), minyak atsiri jeruk nipis (1,6%) FIII : cocamid DEA (2,4 %), minyak atsiri jeruk nipis (2,4%) FIV : cocamid DEA (3,2 %), minyak atsiri jeruk nipis (3,2%) FV : cocamid DEA (4%), minyak atsiri jeruk nipis (4%)
Evaluasi sediaan sabun mandi cair
Sediaan sabun mandi cair diuji organoleptik, pH, alkali bebas, bobot jenis, cemaran mikroba (Angka lempeng total), uji aktivitas antibakteri, dan uji stabilitas tinggi busa.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengamatan organoleptik
Tabel 2. Hasil pengamatan organoleptik sabun mandi cair Pengamatan
organoleptik F I F II F III F IV F V
Bentuk Cair Cair Cair Cair Cair
Kejernihan Tidak jernih Tidak jernih Tidak jernih Tidak jernih Tidak jernih
Warna Putih Putih Putih Putih Putih
Bau Khas sabun Jeruk nipis Jeruk nipis Jeruk nipis Jeruk nipis
Keterangan :
FI : formula sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA FII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%)
Uji organoleptik dilakukan dengan mengamati secara visual sabun mandi cair meliputi bentuk, kejernihan, dan warna (Tabel 2). Sediaan sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri memiliki warna yang sama dengan sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis yang berwarna putih. Formula I yang tidak mengandung minyak atsiri jeruk nipis memiliki bau khas sabun, sedangkan formula II sampai IV yang mengandung minyak atsiri jeruk nipis memiliki bau khas jeruk nipis.
Hasil pengamatan pH
Persyaratan pH sabun mandi cair menurut Standar Nasional Indonesia (SNI 1996) adalah berkisar antara 6-8. Formula I menunjukkan nilai pH paling tinggi yaitu 7,53 sedangkan pada formula II dan formula III mengalami penurunan pH dikarenakan penambahan minyak atsiri jeruk nipis (Gambar 1). Sabun mandi cair formula V menghasilkan nilai pH yang paling asam yaitu 6,7, penurunan pH ini disebabkan karena penambahan minyak atsiri jeruk nipis dengan konsentrasi tertinggi yaitu 4%. Selain itu penurunan pH juga dapat disebabkan bahan-bahan lain penyusun sabun yaitu gliserin dan asam sitrat yang bersifat asam (Rowe et al, 2009).
Gambar 1. Grafik perbandingan pH kelima formula sabun mandi cair
Keterangan :
FI : formula sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA FII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%)
FIII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 2,4%) FIV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 3,2%) FV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 4%)
4% menyebabkan kenaikan pH pada sabun mandi cair yang dihasilkan (Hambali et al, 2002).
Peningkatan konsentrasi minyak atsiri berpengaruh signifikan terhadap penurunan pH sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis dengan hasil nilai signifikan 0,001 (signifikan <0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa pH sabun dengan penambahan minyak atsiri konsentrasi 1,6% tidak berbeda nyata dengan penambahan minyak atsiri konsentrasi 2,4%. Sabun yang dibuat dengan penambahan minyak atsiri konsentrasi 3,2% dan 4% memiliki nilai pH yang berbeda nyata. Analisis Post Hoc test menunjukkan bahwa rata-rata pH sabun dengan konsentrasi minyak atsiri 1,6% tidak berbeda nyata dengan sabun dengan konsentrasi minyak atsiri 2,4%, namun sangat berbeda nyata pada konsentrasi 3,2% dan 4%.
Kadar alkali bebas
Sabun mandi cair dari formula I sampai formula V tidak terdapat adanya alkali bebas (Tabel 3), sehingga sudah memenuhi SNI 1996. Hal ini dikarenakan bahan utama dalam pembuatan sabun mandi cair ini adalah surfaktan anionik yaitu Sodium Lauryl Sulfate, sehingga tidak diperlukan penambahan alkali dalam jumlah berlebih pada proses penyabunan. Menurut Hambali et al. (2004) kelebihan alkali dapat disebabkan karena penambahan alkali yang berlebih pada pembuatan sabun.
Tabel 3. Kadar alkali bebas dan bobot jenis sabun mandi cair
Formula sabun Kadar alkali bebas Bobot jenis
FI 0 % 1,037 ± 0,005
FI : formula sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA FII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%)
FIII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 2,4%) FIV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 3,2%) FV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 4%)
alkali dalam bentuk bebas (Fiume, 1996), asam stearat dan asam miristat dalam formula sabun juga merupakan asam lemak sehingga dapat mengikat kelebihan alkali (Fachmi, 2008). Selain itu penambahan asam sitrat pada pembuatan sabun dapat menetralkan kelebihan alkali (Nurhadi, 2012).
Bobot jenis (25°C)
Berdasarkan hasil pemeriksaan bobot jenis yang dilakukan (Tabel 3), semua formula sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis memenuhi Standar Nasional Indonesia untuk sediaan sabun cair, yaitu 1,01 – 1,10. Nilai bobot jenis pada formula II meningkat, hal ini disebabkan karena minyak atsiri dan cocamid DEA yang ditambahkan pada formula II. Namun pada formula III dan IV mengalami penurunan, hal ini mungkin disebabkan pada saat pengujian bobot jenis sabun menggunakan piknometer sampel sabun mudah membentuk gelembung udara sehingga bobot sampel yang ditimbang akan menjadi berkurang dan dapat mempengaruhi nilai bobot jenis yang dihasilkan.
Peningkatan konsentrasi minyak atsiri berpengaruh signifikan terhadap peningkatan bobot jenis sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis dengan hasil nilai signifikan 0,017 (signifikan <0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa bobot jenis sabun berbeda signifikan pada penambahan minyak atsiri konsentrasi 1,6%. Sabun yang dibuat dengan penambahan minyak atsiri konsentrasi 2,4%, 3,2%, dan 4% memiliki nilai bobot jenis yang tidak berbeda nyata. Analisis Post Hoc test menunjukkan bahwa rata-rata bobot jenis sabun tanpa penambahan minyak atsiri berbeda nyata dengan penambahan minyak atsiri 1,6%, namun tidak berbeda nyata dengan penambahan minyak atsiri 2,4%, 3,2%, dan 4%.
Cemaran mikroba (Angka Lempeng Total)
aktif yang dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme, yaitu minyak atsiri jeruk nipis sehingga dapat membantu mengurangi kontaminasi mikroba.
Tabel 4. Hasil uji cemaran mikroba (Angka lempeng total)
Pengenceran Jumlah bakteri / gram
FI FII FIII FIV FIV
10 - - - - -
100 - - - - -
1,000 300±0,58 - - - -
10,000 3,000±0,58 - - - -
100,000 100,000±0 - - - -
1,000,000 600,000±0,58 - - - -
Keterangan :
FI : formula sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA FII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%)
FIII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 2,4%) FIV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 3,2%) FV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 4%)
Uji stabilitas tinggi busa
Gambar 2 menunjukkan bahwa formula I, III, IV, dan V mengalami penurunan tinggi busa pada menit ke 10 sedangkan formula II dengan penambahan cocamid DEA 1,6% memiliki busa yang cukup stabil hingga menit ke 30, hal ini disebabkan karena penambahan cocamid DEA sebagai foam stabilizer. Stabilitas busa dapat ditingkatkan dengan penambahan surfaktan dan dietanolamida berfungsi menstabilkan busa dan dapat membuat sabun menjadi lebih lembut (Williams & Schmitt (2002) cit Fachmi, 2008).
Gambar 2. Grafik perbandingan tinggi busa (cm) sabun mandi cair
Keterangan :
FI : formula sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA FII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%)
Sabun cair formula III, IV, dan V mengalami penurunan tinggi busa, hal ini dapat disebabkan karena penambahan minyak atsiri jeruk nipis yang bersifat asam. Cocamid DEA akan menjadi reaktif dan terhidrolisis pada konsentrasi asam yang tinggi (Fiume, 1996). Menurut Piyali et al. (1999) cit Fachmi (2008), keberadaan ion-ion logam (seperti Ca2+ dan Mg2+) dalam air dapat menurunkan
stabilitas busa.
Peningkatan konsentrasi cocamid DEA berpengaruh signifikan terhadap peningkatan stabilitas busa sabun mandi cair dengan hasil nilai signifikan 0,012 (signifikan <0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa stabilitas busa sabun mandi cair tanpa penambahan cocamid DEA tidak berbeda signifikan dengan penambahan cocamid DEA konsentrasi 1,6% dan pada penambahan cocamid DEA 2,4% tidak berbeda signifikan dengan penambahan cocamid DEA konsentrasi 4%. Sabun yang dibuat dengan penambahan cocamid DEA konsentrasi 3,2% memiliki stabilitas busa yang berbeda signifikan. Analisis Post Hoc test menunjukkan bahwa rata-rata stabilitas busa sabun tanpa penambahan cocamid DEA berbeda nyata dengan penambahan cocamid DEA 2,4% dan 4%, namun tidak berbeda nyata dengan penambahan cocamid DEA 1,6% dan 3,2%.
Aktivitas antibakteri
Tabel 5. Hasil uji aktivitas antibakteri sabun mandi cair
Formula Kandungan minyak atsiri jeruk nipis
(µl/ml) Diameter zona hambat (mm)
I (kontrol negatif) 0 22,3 ± 0,29
FI : formula sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA FII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%)
FIII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 2,4%) FIV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 3,2%) FV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 4%) Kontrol positif : minyak atsiri jeruk nipis 100µl
menghambat bakteri Staphylococcus aureus, ini dikarenakan bahwa pada formula sabun mandi cair terdapat sodium lauryl sulfate yang memiliki fungsi sebagai bakteriostatik terhadap bakteri Gram positif, selain itu juga terdapat gliserin dan propilen glikol yang juga memiliki aktivitas sebagai antibakteri (Rowe et al, 2009).
Peningkatan konsentrasi minyak atsiri jeruk nipis berpengaruh signifikan terhadap zona hambat yang dihasilkan oleh Staphylococcus aureus dengan hasil nilai signifikan 0,010 (signifikan <0,05). Uji Duncan menunjukkan bahwa zona hambat sabun mandi cair dengan penambahan minyak atsiri 4% memiliki pengaruh yang nyata. Zona hambat yang dihasilkan pada penambahan minyak atsiri 1,6%, 2,4%, dan 3,2% tidak berpengaruh nyata. Analisis Post Hoc test menunjukkan bahwa rata-rata zona hambat sabun tanpa penambahan minyak atsiri tidak berbeda nyata dengan penambahan minyak atsiri 1,6%, 2,4%, dan 3,2%, namun berbeda nyata dengan penambahan minyak atsiri 4% .
Uji panelis
Gambar 3. Grafik nilai kesukaan panelis terhadap sabun mandi cair
Keterangan: Nilai 1 = tidak suka Nilai 2 = kurang suka Nilai 3 = cukup Nilai 4 = suka Nilai 5 = sangat suka
sabun mandi cair. Penilaian kesan kesat mendapatkan nilai rata-rata panelis sebesar 3,1.
Penilaian kesan lembab setelah pemakaian perlu dilakukan untuk mengetahui pengaruh penggunaan sabun mandi terhadap kelembaban kulit, kesan lembab mendapatkan nilai rata-rata cukup baik yaitu 3,4. Penilaian kesukaan terhadap kesegaran kulit mengindikasikan kemampuan sabun dalam mengangkat kotoran dan sisa-sisa kulit yang mati, sehingga membuat kulit bersih dan terasa segar. Nilai kesukaan panelis terhadap kesegaran yaitu 3,5, menunjukkan bahwa sabun mandi cair dapat memberikan kesegaran pada kulit panelis.
Uji Stabilitas Sediaan
Tabel 7. Hasil uji stabilitas fisik organoleptik sabun mandi cair selama 8 minggu penyimpanan Lama pengamatan
Formula Pengamatan
organoleptik Minggu ke-0 Minggu ke-8
Bentuk Cair -
Warna Putih -
Kejernihan Tidak jernih -
I
Bau Khas sabun -
Bentuk Cair -
Warna Putih -
Kejernihan Tidak jernih -
II
Bau Jeruk nipis -
Bentuk Cair -
Warna Putih -
Kejernihan Tidak jernih -
III
Bau Jeruk nipis -
Bentuk Cair -
Warna Putih -
Kejernihan Tidak jernih -
IV
Bau Jeruk nipis -
Bentuk Cair -
Warna Putih -
Kejernihan Tidak jernih -
V
Bau Jeruk nipis -
Keterangan :
FI : formula sabun mandi cair tanpa penambahan minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA FII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 1,6%)
FIII : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 2,4%) FIV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 3,2%) FV : formula sabun mandi cair (minyak atsiri jeruk nipis dan cocamid DEA 4%) - : tidak ada perubahan
Pengamatan stabilitas dilakukan setelah 8 minggu penyimpanan pada suhu kamar (28-30°C) dengan melakukan pengamatan stabilitas organoleptik sabun mandi cair. Hasil uji stabilitas (Tabel 7) menunjukkan bahwa semua formula stabil selama 8 minggu penyimpanan pada suhu kamar (28-30°C). Sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis tidak mengalami perubahan bentuk, warna, dan bau. Adanya bahan pengawet seperti Na2EDTA sebagai chelating agent dapat
penyimpanan sabun cair dalam botol tertutup rapat dan terhindar dari sinar matahari juga mempengaruhi kestabilan sediaan sabun cair.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan
1. Minyak atsiri jeruk nipis setelah diformulasikan dalam bentuk sediaan sabun mandi cair memiliki daya hambat terhadap bakteri Staphylococcus aureus, sabun mandi cair formula V dengan konsentrasi minyak atsiri jeruk nipis 4% memiliki daya hambat terbesar terhadap Staphylococcus aureus dengan zona hambat 28 mm, sehingga formula V merupakan formula sabun mandi cair terbaik.
2. Peningkatan konsentrasi cocamid DEA dalam sabun mandi cair minyak atsiri jeruk nipis memiliki pengaruh signifikan dalam peningkatan stabilitas tinggi busa yang dihasilkan, stabilitas tinggi busa terbesar dihasilkan pada sabun mandi cair formula II dengan konsentrasi cocamid DEA 1,6%.
Saran
1. Perlu dilakukan uji kadar deterjen untuk mengetahui apakah sabun mandi cair sudah memenuhi syarat mutu sabun mandi cair untuk kadar detergen
2. Perlu dilakukan uji aktivitas antibakteri setelah 8 minggu penyimpanan agar dapat diketahui bahwa sabun mandi cair masih memiliki aktivitas antibakteri atau tidak setelah 8 minggu penyimpanan
DAFTAR PUSTAKA
Dewan Standarisasi Nasional, 1996, Standar Mutu Sabun Mandi Cair, No. 06-4085, Jakarta.
Dongmo, P. M. J., Tatsadjieu, L. N., Sonwa, E. T., Kuate, J., Zollo, P. H. A., & Menut C., 2009, Essential Oils of Citrus aurantifolia from Cameroon and Their antifungal Activity Againts Phaeoramularia angolensis, Afr. J. Agric. Res. Vol. 4 (4), pp 354-358.
Franchomme P., Jollois R., & Penoel D., 1990, Matiere Medicale Aromatique Fondamentale L’aromatherapie Exactement, Roger Jollois Editeur, Limoges, France, pp. 44-48.
Fiume, M. M., 1996, Amended Final Report on the Safety Assessment of Cocamide DEA, J. Am. Coll. Toxicol. Vol. 15 No. 6 : 527-542, Lippincott-Raven Publisher, Philadelphia.
Hambali, E., Bunasor, T. K., Suryani, A., & Kusumah, G. A., 2002, Aplikasi Dietanolamida dari Asam Laurat Minyak Inti Sawit pada Pembuatan Sabun Transparan, , J. Tek. Ind. Pert. Vol 15 (2), 46-53.
Hambali, E., Suryani A., & Umiarti E. I., 2004, Kajian Pengaruh Penambahan Lidah Buaya (Aloe vera) terhadap Mutu Sabun Transparan, J. Tek. Ind. Pert. Vol 14 (2), 74-79.
Hammer, K. A., Carson, C. F., & Riley, T. V., 1999, Antimicrobial Activity of Essential Oils and Other Plant Extracts, The Society for Applied Microbiology, Journal of Applied Microbiology, 86: 985-990.
Mukherjee, S., Edmunds M. B. S., Lei X., Ottaviani M. F., Ananthapadmanabhan K. P., & Turro N. J., 2010, Steric acid Delivery to Corneum from a Mild and Mosturizing Cleanser, Wiley Peridicals, INC. Journal of Cosmetic Dermatology, 9, 202-210.