• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS SOSIOLOGIS PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa FISIP Universitas Lampung)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS SOSIOLOGIS PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa FISIP Universitas Lampung)"

Copied!
98
0
0

Teks penuh

(1)

Oleh DEWI APRILIA

Skripsi

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA SOSIOLOGI

Pada Jurusan Sosiologi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS LAMPUNG

(2)

ABSTRACT

SOCIOLOGICAL ANALYSIS BEHAVIOR CONSUMPTIVE STUDENT (Studies in POLITICAL SCIENCE Student at the University of Lampung)

By:

DEWI APRILIA

This research aims to clarify the relationship between socio-economic status of the elderly and consumer behaviour with reference to groups of students. The research method used is the quantitative eksplanatoris. The technique of collecting data carried out through a questionnaire. The result showed that, first there are relations is being ( 0,544 ) between socioeconomic status in parents with the behavior consumptive student. It showed that the higher socioeconomic status in the old man and behavior consumptive students also increase. Second, there is a relationship is being ( 0,516 ) between socioeconomic status in the old man with the manners consumptive mahasiswa controlled with clusters of reference. It showed that a factor of socioeconomic status in the old man is not the only affecting high low-self behavior consumptive students, but also a group of reference by which can affect behavior consumptive students. Third, there was no correlation that means between socioeconomic status in parents with clusters of reference. So can be concluded that high low socioeconomic status in parents students have has huge against the influence exerted by group references in buying goods to be desired. Fourth, there is no relationship between consumer behaviour with reference to groups of students. In this case the students buy goods not because of the excessive influence exerted by the reference group.

(3)

ABSTRAK

ANALISIS SOSIOLOGIS PERILAKU KONSUMTIF MAHASISWA (Studi pada Mahasiswa FISIP Universitas Lampung)

Oleh: DEWI APRILIA

Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dan kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa. Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif eksplanatoris. Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui Kuesioner. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama terdapat hubungan yang sedang (0,544) antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswa. Hal ini menunjukkan bahwa semakin tinggi status sosial ekonomi orang tua maka perilaku konsumtif mahasiswa juga meningkat. Kedua, terdapat hubungan yang sedang (0,516) antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswa dikontrol dengan kelompok referensi. Hal imi menunjukkan bahwa faktor status sosial ekonomi orang tua bukanlah satu-satunya yang mempengaruhi tinggi rendahnya perilaku konsumtif mahasiswa, melainkan juga kelompok referensi yang dapat mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa. Ketiga, tidak terdapat hubungan yang berarti antara status sosial ekonomi orang tua dengan kelompok referensi. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tinggi rendahnya status sosial ekonomi orang tua mahasiswa tdak berpengaruh besar terhadap pengaruh yang diberikan oleh kelompok referensi dalam membeli barang yang diinginkan. Keempat, tidak terdapat hubungan yang berarti antara kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa. Dalam hal ini mahasiswa membeli barang-barang yang berlebihan bukan dikarenakan pengaruh yang diberikan oleh kelompok referensi.

(4)
(5)
(6)
(7)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ... i

HALAMAN JUDUL ... ii

HALAMAN PERSETUJUAN ... iii

HALAMAN PENGESAHAN ... iv

PERNYATAAN ... v

RIWAYAT HIDUP ... vi

HALAMAN MOTTO ... vii

HALAMAN PERSEMBAHAN ... viii

SAN WACANA ... ix

DAFTAR ISI ... xii

DAFTAR TABEL ... xiii

I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 9

D. Kegunaan Penelitian ... 9

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Pengertian Perilaku Konsumtif ... 10

(8)

2. Pengertian Kelompok Referensi ... 19

C. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Kelompok Referensi dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 22

1. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dengan Perilaku konsumtif Mahasiswa ... 22

2. Hubungan Antara Kelompok Referensi dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 23

E. Kerangka Pikir dan Hipotesis ... 25

1. Kerangka Pikir ... 25

2. Hipotesis ... 26

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 28

B. Lokasi Penelitian ... 28

C. Definisi Konseptual ... 29

D. Definisi Operasional dan Indikator Variabel ... 29

E. Populasi dan Sampel ... 30

1. Populasi Penelitian ... 30

2 Sampel Penelitian ... 31

F. Teknik Pengumpulan Data ... 32

G. Teknik Pengolahan Data ... 33

1. Tahap Editing ... 33

2. Tahap Koding ... 33

3. Tahap Tabulating ... 33

4. Tahap Interpretasi... 34

H. Uji Validitas dan Reabilitas ... 34

1. Uji Validitas ... 34

(9)

A. Hasil Penelitian ... 37

1. Distribusi Frekuensi berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

2. Distribusi Frekuensi berdasarkan Status Sosial Ekonomi Orang Tua ... 37

3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Referensi ... 43

4. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Perilaku Konsumtif ... 50

B. Pembahasan Hasil Penelitian ... 64

1. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 65

2. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dengan Kelompok Referensi... 70

3. Hubungan Antara Kelompok Referensi dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 74

4. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Kelompok Referensi dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa... 77

5. Analisis Pembahasan ... 82

V. SIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 85

B. Saran ... 86 DAFTAR PUSTAKA

(10)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Karakteristik Berdasarkan Jenis Kelamin ... 37

2. Pendidikan Formal Orang Tua ... 38

3. Pekerjaan Pokok Orang Tua ... 39

4. Pendapatan Orang Tua ... 40

5. Uang Saku ... 40

6. Jumlah Tanggungan Orang Tua ... 41

7. Status Sosial Orang Tua ... 42

8. Status Sosial Ekonomi Orang Tua ... 43

9. Kelompok Referensi dalam berpakaian ... 44

10. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Handphone ... 45

11. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Tas ... 46

12. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Jam Tangan ... 47

13. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Sepatu ... 48

14. Kelompok Referensi ... 49

15. Kategori Kelompok referensi ... 50

16. Tempat Tinggal Responden ... 50

17. Harga Kost ... 51

(11)

21. Responden Mengikuti Trend atau tidak ... 53

22. Responden Menggunakan Waktu Senggang ... 54

23. Responden berdasarkan yang Biasa Dibeli ... 55

24. Dengan Siapa Responden Belanja ... 55

25. Jam Tangan ... 56

26. Harga Jam Tangan yang Dimiliki ... 57

27. Tas yang Dimiliki ... 58

28. Harga Tas yang Dimiliki ... 59

29. Sepatu yang Dimiliki ... 59

30. Harga Sepatu yang Dimiliki ... 60

31. Handphone yang Dimiliki ... 61

32. Pulsa yang Dihabiskan dalam Sebulan ... 62

33. Kendaraan yang Digunakan ke Kampus ... 62

34. Harga Bahan Bakar Kendaraan ... 63

35. Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 64

36. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 66

37. Nilai Korelasi Variabel Status Sosial Ekonomi Orang Tua dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 68

(12)

Mahasiswa ... 74 41. Nilai Korelasi Variabel Kelompok Referensi dengan Perilaku Konsumtif

Mahasiswa ... 75 42. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Kelompok

Referensi dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa ... 77 43. Nilai Korelasi Variabel Status Ekonomi Sosial Orang Tua dan kelompok

(13)

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Manusia dalam hidup bermasyarakat, akan saling berhubungan dan saling membutuhkan satu sama lain. Kebutuhan itulah yang dapat menimbulkan suatu proses interaksi sosial. Soekanto (2009:55) menyatakan bahwa, “Interaksi sosial merupakan hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan antara orang-orang – perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia”.

Kebutuhan manusia yang beraneka ragam dalam kehidupan bersama serta keinginan agar semua kebutuhannya dapat terpenuhi. Seperti macam-macam alat pemuas kebutuhan manusia yang terdiri dari barang dan jasa sangat terbatas jumlahnya, mengharuskan manusia untuk melakukan konsumsi. Dalam pengertian secara umum konsumsi adalah setiap kegiatan memakai, menggunakan, atau menikmati barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan.

(14)

Sementara itu, konsumsi tak langsung merupakan pemakaian benda konsumsi berupa barang dan jasa yang tidak secara langsung digunakan untuk memenuhi kebutuhan pengguna barang. Contohnya, pembelian bahan baku pabrik yang akan diproses lebih lanjut untuk keperluan penciptaan barang. Pembelian bahan baku dapat dikategorikan sebagai tindakan konsumsi, tetapi bukan merupakan konsumsi langsung. (Maysharah: 2012).

Jika kita berbicara masalah konsumsi tentunya juga tidak akan terlepas dari apa yang dinamakan dengan produksi. Sejak awal perkembangan masyarakat, sebenarnya produksi dilakukan untuk memenuhi kebutuhan sendiri. Seperti kita ketahui bahwa pada zaman manusia purba kita mengenal dengan nama meramu dan berburu. Namun kemudian barang yang dimiliki dirasa berlebihan, maka yang terjadi adalah pertukaran atau lebih kita kenal dengan sebutan barter dan berselang lama setelah manusia mengenal alat tukar, maka munculah pasar seperti apa yang dikemukakan oleh Adam smith ketika itu , (Fadjar,2012).

Kemudian yang menjadi keguncangan adalah dikarenakan fenomena Revolusi Industri yang pada akhirnya mengubah pola pikir para produsen yang notabene barang diproduksi tidak hanya sebagai alat “mencukupi” namun juga

menciptakan pola “kebutuhan” pada masyarakat. Ini merupakan sebuah upaya

dari kapitalisme (para produsen) untuk menguasai kehidupan.Kemudian yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana sosiologi memandang sebuah fenomena konsumsi.

(15)

dalamnya terjadi interaksi sosial dengan konsumsi dan b) Pendekatan sosiologis yang diterapkan pada fenomena konsumsi.Sosiologi konsumsi sebagai kajian dapat dilihat bagaimana masyarakat mempengaruhi konsumsi dan bagaimana konsumsi mempengaruhi masyarakat. Masyarakat sebagai realitas eksternal akan menunutun individu dalam menentukan apa yang boleh dikonsumsi, bagaimana cara mengkonsumsinya dan dimana dapat mengkonsumsi.

Sebagai pendekatan sosiologi terdiri dari konsep, variabel, teori dan metode yang digunakan sosiologi untuk memahami kenyataan sosial. Konsep sosiologis merupakan konsep yang di gunakan untuk menunjukan sesuatu dalam konteks akademik. Variabel merupakan konsep yang memiliki variasi nilai sedangkan teori merupakan abstraksi dari kenyataan yang menyatakan hubungan sistematis antara fenomena sosial.

Weber muncul dengan ide tentang Etika Protestan dan semangat kapitalisme.Kritik Weber bahwa, Etika Protestan bukan hanya menghabiskan barang konsumsi sebagaimana yang dilakukan masyarakatnya saat itu, tetapi pada investasi dan kerja keras Weber tampak ingin memperjelas dan memperkokoh kapitalisme dengan bentuk investasi kembali keuntungan produksi. Meskipun masyarakat kental dengan semangat Kalvinisme ini, namun perilaku konsumsi tidak berhenti, masyarakat mulai sadar akan kesenangan berkat kemajuan industri, Sudrajat (1994, 30-31).

(16)

Pola berperilaku mahasiswa dalam konsumsi makan mahasiswa mulai mengalami perubahan-perubahan, ini dapat dilihat dari mahasiswa yang senang makan di restoran atau pusat-pusat jajanan yang menyediakan makanan cepat saji (fast food).Selain itu mahasiswa kini lebih senang berbelanja di pasar modern seperti mall, butik, distro dan lainnya, dari pada berbelanja di pasar tradisional dalam konsumsi pakaiannya dan konsumsi aksesoris.

Mahasiswa yang terbiasa dengan pola hidup untuk menuntut kualitas yang baik dalam konsumsi berpakaian, konsumsi aksesoris seperti tas, sepatu, jam tangan, dan alat-alat make-upserta dalam memenuhi konsumsi kecantikan seperti berdandan, gaya rambut, dan sebagainya. Hal tersebut untuk menunjang sifat eksklusif dengan barang yang mahal dan memberi kesan berasal dari kelas sosial yang lebih tinggi. Dengan membeli suatu produk dapat memberikan simbol status agar kelihatan lebih keren dimata orang lain.

Perilaku mahasiswa dalam konsumsi alat elektronik seperti

handphonemempunyai lebih dari satu, mempunyai laptop dan ipad secara bersamaan yang kegunaannya sama. Konsumsi lainnya yang berlebihan dalam kegunaannya pada mahasiswa yaitu konsumsi kendaraan.Banyak mahasiswa kini lebih senang menggunakan kendaraan beroda empat dari pada beroda dua walaupun jarak dari rumah ke kampus sangat dekat.

(17)

acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya dalam konsumsi.

Sumartono (2002:38) menyatakan bahwa perilaku konsumsi mahasiswa cenderung meniru perilaku tokoh yang diidolakannya dalam bentuk menggunakan segala sesuatu yang dapat dipakai tokoh idolanya. Mahasiswa juga cenderung memakai dan mencoba produk seperti pakaian dan aksesoris yang ditawarkan bila ia mengidolakan publik figure tersebut. Seseorang yang diidolakannya atau publik

figure yang ditiru oleh mahasiswa disebut dengan kelompok referensi. Kelompok referensi memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikiran dan berperilaku. Kelompok referensi juga tidak hanya dari tokoh idola saja tetapi keluarga, dan teman juga termasuk dalam kelompok referensi.

Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol.Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam persahabatan serta keikutsertaan dalam kelompok.Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar di mana terjadi pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan perilaku dan prestasi (Santrock, 2003:257).

(18)

karena pengaruh dari temannya, hal ini salah satu cara mahasiswa beradaptasi dan melebur dalam kelompok temannya tersebut yang kemudian menjadi sebuah kebiasaan. Faktor lain yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah status sosial ekonomi orang tua. Status sosialekonomi adalah gambaran tentang keadaan seseorang atau suatu masyarakat yang ditinjau dari segi ekonomi, gambaran itu seperti tingkat pendidikan, pendapatan dan pekerjaan.

Orang tua mahasiswa yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi, dan mempunyai pekerjaan yang baik serta pendapatannya tinggi, maka perilaku konsumsi mahasiswa berlebihan.Hal ini disebabkan oleh orang tua merupakan sumber keuangan mahasiswa.Semakin tinggi pendapatan mahasiswa yang berasal dari keluarganya maka tingkat konsumsinya menjadi semakin tinggi.Karena ketika tingkat pendapatan meningkat, kemampuan mahasiswa untuk membeli aneka kebutuhan konsumsi menjadi semakin besar dan pola hidup menjadi semakin konsumtif karena semakin menuntut kualitas yang baik.

Pada hakikatnya, perilaku konsumtif tidak akan menjadi masalah ketika mahasiswa mempunyai pengalaman dan pengetahuan yang memadai tentang konsumsi. Tetapi, itu juga tidak serta merta membuat mahasiswa tidak membatasi diri untuk menghabiskan uangnya. Hal yang paling utama dalam perilaku konsumsi adalah mahasiswa mempunyai kesadaran untuk mengetahui dan memilih hal yang negatif serta positif dalam berperilaku konsumsi. Juga memilih kebutuhan yang harus didahulukan. ’’Jika sudah konsumtif, tidak ada alasan lain

(19)

untuk membeli hal-hal yang dilihat menarik dan sesuai keinginannya.(Abdulsyani, 2012).

Perilaku konsumtif mahasiswa ini disebabkan oleh kecanggihan teknologi informasi di ruang publik yakni dengan tayangan-tayangan dan bacaan yang terbuka lebar tanpa batas, menghadirkan penawaran barang-barang mewah dan menggiurkan. Barang-barang yang ada di dalam rung lingkup mahasiswa sekarang ini, cenderung glamor. Disisi lain, mahasiswa berupaya mendapatkannya

dengan berbagai macam cara. “Mereka berlomba-lomba ingin tampil seperti apa

yang dilihat dan berupaya untuk mengikuti mode serta trendyang sedang berkembang”.

Mahasiswa yang berperilaku konsumtif mengalami perubahan pola hidup, dimana terdapat batas yang bias antara kebutuhan pokok dan kebutuhan tersier. Pola hidup mahasiswa yang berubah mengakibatkan mahasiswa tidak cermat dalam mengatur keuangan yaitu bukan berdasarkan skala prioritas, tetapi karena dipengaruhi oleh teman dan lingkungannya. Akibatnya, hal ini menimbulkan dilema, antara pemenuhan kebutuhan pokok yang pada kenyataanya lebih penting dengan pemenuhan kebutuhan gaya hidup untuk memenuhi simbol yang dapat diterima oleh lingkungan.

(20)

lingkungan semakin besar, sehingga mengakibatkan mahasiswa tidak mengutamakan kebutuhan yang prioritas. Akibat penting lainnya dalam perilaku konsumtif ini adalah membuat mahasiswa menjadi tidak produktif.

Dalam realitasnya begitu pula yang terjadi pada mahasiswa-mahasiswa di Bandar Lampung khususnya di FISIP Universitas Lampung, tidak sedikit dari mereka yang memiliki perilaku konsumtif. Terlihat di mall, cafe-cafe, dan salon-salon kecantikan yang rata-rata adalah mahasiswa. Hasil dari pengamatan penulis, mayoritas mahasiswa FISIP Universitas Lampung juga memiliki gaya hidup yang terkesan bernewah-mewah ini terlihat pada kebiasaan mereka yang lebih memilih

“nongkrong” di mall, cafe, dan di salon dari pada harus memenuhi kewajibannya

sebagai mahasiswa. Dapat terlihat pula dari cara berpakaian, mempunyai

Handphone lebih dari satu dan lain sebagainya.

Berdasarkan permasalahan yang diungkapkan di atas, maka mendorong penulis

untuk meneliti lebih jauh lagi mengenai “hubungan- hubungan faktor Sosiologis

yang mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa” sebagai salah satu tulisan ilmiah dalam bentuk skripsi.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan pokok permasalahan sebagai berikut:

1. Hubungan status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswa

(21)

3. Hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan kelompok referensi.

4. Hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dan kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa.

C. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk :

1. Menjelaskan hubungan status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswa

2. Menjelaskan hubungan antara kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa

3. Menjelaskan hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan kelompok referensi

4. Menjelaskan hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dan kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa.

D. Kegunaan Penelitian

1. Secara teoritis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran terhadap ilmu pengetahuan secara umum dan ilmu sosial khususnya sosiologi yang berkaitan dengan masalah sosial.

(22)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Pengertian Perilaku Konsumtif

Perilaku adalah tanggapan atau reaksi individu yang terwujud dalam gerakan (sikap), tidak saja badan atau ucapan (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2001:671). Perilaku konsumtif merupakan keinginan untuk mengkonsumsi barang-barang yang sebenarnya kurang diperlukan secara berlebihan untuk mencapai kepuasan maksimal (Tambunan, 2001:1).James F. Engel (dalam Mangkunegara, 2005:3) mengemukakan bahwa perilaku konsumtif dapat didefinisikan sebagai tindakan-tindakan individu yang secara langsung terlibat dalam usaha memperoleh dan menggunakan barang-barang jasa ekonomis termasuk proses pengambilan keputusan yang mendahului dan menentukan tindakan-tindakan tersebut.

(23)

pembelian tersebut sebagai pemenuhan keinginan semata yang didorong oleh interaksi sosial individu tersebut.

Pendapat di atas berarti bahwa perilaku membeli yang berlebihan tidak lagi mencerminkan usaha manusia untuk memanfaatkan uang secara ekonomis namun perilaku konsumtif dijadikan sebagai suatu sarana untuk menghadirkan diri dengan cara yang kurang tepat. Perilaku tersebut menggambarkan sesuatu yang tidak rasional dan bersifat kompulsif sehingga secara ekonomis menimbulkan pemborosan dan inefisiensi biaya.Seseorang dalam mengkonsumsi suata barang atau jasa bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata-mata, tetapi juga keinginan untuk memuaskan kesenangan yang dipengaruhi oleh interaksi sosial seseorang dalam kehidupannya.Keinginan tersebut seringkali mendorong seseorang untuk membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan.

Berdasarkan beberapa pengertian yang dikemukakan di atas, maka dapat diambil suatu kesimpulan bahwa perilaku konsumtif adalah perilaku individu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis didalam kehidupannya yang ditunjukkan untuk mengkonsumsi secara berlebihan atau pemborosan dan tidak terencana terhadap jasa dan barang yang kurang atau bahkan tidak diperlukan.Kegiatan mahasiswa yang sering dilakukan dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa hasil observasi pada beberapa mahasiswa sosiologi angkatan 2009 yaitu: konsumsi makan , konsumsi pakaian, konsumsi jam tangan, konsumsi tas, konsumsi sepatu, konsumsi kendaraan, konsumsi kecantikan, konsumsi

(24)

B. Faktor-faktor Sosiologis yang Mempengaruhi Perilaku Konsumtif

Setiap orang dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata-mata, tetapi juga keinginan untuk memiliki sesuatu agar eksistensinya diakui lingkungan semakin besar.Agar eksistensinya diakui lingkungan seringkali mendorong seseorang untuk membeli barang yang sebenarnya tidak dibutuhkan. Hal ini dapat dilihat dari konsumsi seseorang yang bukan lagi untuk memenuhi kebutuhan semata tetapi juga keinginan untuk meniru orang lain, yaitu agar mereka tidak berbeda dengan anggota kelompoknya atau bahkan untuk menjaga gengsi agar tidak ketinggalan jaman.

Kebutuhan itu berusaha untuk dipenuhinya dengan cara yang berbeda-beda. Ada yang memenuhi kebutuhannya secara wajar dan ada juga yang berlebihan dalam pemenuhan kebutuhannya.Hal tersebut menyebabkan orang-orang untuk berperilaku konsumtif.Perilaku konsumtif tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor sosiologis, yaitu: faktor status sosial ekonomi orang tua dan faktor kelompok referensi.

1. Status Sosial Ekonomi

1.1. Pengertian Status Sosial Orang Tua

(25)

Status sosial menurut Narwoko dan Bagong Suyanto (2004:156) adalah tempat seseorang secara umum dalam masyarakat sehubungan dengan orang lain, dalam arti lingkungan pergaulannya, prestisenya, hak-hak dan kewajiban-kewajibannya.

Horton dan Chester L Hunt (1996:143) menyatakan status sosial adalah suatu posisi atau kedudukan dalam masyarakat dengan kewajiban dan hak istimewa yang sepadan.

Setiadi (2003:11), peran dan status sosial seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya-keluarga, klub, organisasi.Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status.

Dua jenis status menurut Narwoko dan Bagong Suyanto (2004:157) adalah yang bersifat objektif dan subjektif.Jabatan sebagai direktur merupakan posisi status yang bersifat objektif dengan hak dan kewajiban yang terlepas dari individu. Sementara itu yang dimaksud status yang bersifat subjektif adalah status yang menunjukkan hasil dari penilaian orang lain, dimana sumber status yang berhubungan dengan penilaian orang lain tidak selamanya konsisten untuk seseorang.

Soekanto (2009:210) menyatakan bahwa masyarakat pada umumnya mengembangkan tiga macam kedudukan yaitu sebagai berikut:

1) Ascribed status yaitu status seseorang dalam masyarakat tanpa memerhatikan perbedaan-perbedaan rohaniah dan kemampuan yang diperoleh karena kelahiran. Kedudukan semacam ini biasanya terdapat pada masyarakat dengan sistem pelapisan sosial tertutup.

(26)

Kedudukan semacam ini hanya dimungkinkan pada masyarakat yang memiliki sistem pelapisan sosial terbuka.

3) Assigned status adalah kedudukan yang lebih tinggi yang diberikan seseorang yang telah berjasa memperjuangkan sesuatu untuk masyarakat. Contohnya yaitu gelar pahlawan diberikan kepada orang yang telah berjuang demi kepentingan Negara.

Adapun menurut Soekanto (2009:262-263) dalam mengukur status sosial seseorang di masyarakat, biasanya dipakai penggolongan- penggolongan tertentu yang berdasarkan :

1) Ukuran kekayaan

Ukuran kekayaan maupun kebendaan dapat digunakan sebagai ukuran penempatan status lapisan seseorang didalam masyarakat.Seseorang yang memiliki materi kekayaan atau kebendaan yang paling banyak mereka berada pada lapisan paling atas.Contohnya yaitu dapat dilihat dari bentuk rumah yang modern jenis pakaian yang dimiliki, pemilikan sarana komunikasi dan transportasi, serta kebiasaan mengkonsumsi barang-barang mewah.

2) Ukuran kekuasaan

Kedudukan, status atau jabatan seseorang akan berhubungan dengan wewenang dengan kekuasaan. Seseorang yang mempunyai wewenang atau kekuasaan akan berada pada lapisan sosial yang lebih tinggi dari kelompoknya. Contohnya yaitu kepala kantor dengan pegawai bawahan pada suatu instansi.

3) Ukuran kehormatan

Orang-orang yang hidupnya disegani oleh anggota kelompoknya akan menempati lapisan sosial atas. Hal ini berarti bahwa ukuran kehormatan tidak berkaitan dengan ukuran kekayaan atau kekuasaan.Bentuk ini dapat dilihat pada kehidupan masyarakat tradisional.Masyarakat tradisional sangat hormat kepada seseorang yang memiliki jasa-jasa dan perilaku yang dapat diteladani oleh

masyarakat.Contohnya yaitu pemimin agama, pemimpin adat, atau kepala suku. 4) Ukuran ilmu pengetahuan1

Pelapisan sosial dapat diwujudkan dalam perbedaan penguasaan ilmu

(27)

5) Ukuran ketokohan

Ketokohan adalah seseorang yang terkemuka atau kenamaan dibidangnya, atau seseorang yang memegang peranan penting dalam suatu bidang atau aspek kehidupan tertentu dalam masyarakat.Seseorang tersebut berasal dan dibesarkan dalam lingkungan masyarakat tertentu.

6) Ukuran Popularitas

Popularitas diartikan terkenal ,dikenal oleh masyarakat luas atas perilakunya atau aktivitasnya dalam kehidupan bermasyarakat. Popularitas seseorang juga diakibatkan oleh perilakunya atau kualitas produknya,kinerjanya intelektualnya,kekuatan fisiknya atau integritas moralnya.Tingkat popularitas dalam status sosial dapat diukur dengan memperhatikan unsur pengetahuan,sikap dan dukungan yang dimiliki oleh kahalayak individu tersebut.

Ukuran-ukuran seperti kekuasaan, kekayaan, kehormatan, ilmu pengetahuan, ketokohan serta popularitas tersebut menjadi simbol penghargaan dari masyarakat kepada individu bersangkutan yang mempunyai kriteria berdasarkan ukuran-ukuran tersebut. Jika seseorang mempunyai kriteria ukuran-ukuran tersebut maka dirinya akan mendapatkan kelas sosial yang lebih tinggi yang diakui oleh masyarakat. Dalam penelitian ini status sosial orangtua dapat dilihat dari kehormatan, ketokohan, serta popularitas orang tua mahasiswa.Sehingga,perilaku konsumtif mahasiswaakan melekat kepada masyarakat yang dipengaruhi oleh faktor status sosial tersebut.

1.2 Pengertian Status Sosial Ekonomi Orang Tua

(28)

pendapatan, tingkat pendidikan, jenis kegiatan, organisasi seseorang (Nasution, 1988:31).

Selama dalam suatu masyarakat ada sesuatu yang dihargai dan setiap masyarakat pasti mempunyai sesuatu yang dihargai itu akan menjadi bibit yang dapat menumbuhkan adanya sistem berlapis-lapis dalam masyarakat. Sesuatu yang dihargai dalam masyarakat mungkin berupa uang atau benda yang bernilai ekonomis, berupa kekuasaan, ilmu pengetahuan, dan keturunan dari keluarga terhorrmat. Menurut Pitirim Sorokin dalam Narwoko dan Bagong Suyanto (2004:156) ukuran status seseorang dapat dilihat dari: jabatan atau pekerjaan; pendidikan dan luasnya ilmu pengetahuan; kekayaan; politis; keturunan; dan Agama.

Menurut Kreck, dkk (1962:313) ada tiga cara untuk menentukan status sosial ekonomi seseorang antara lain:

1) The Objective Method, yaitu suatu metode untuk mengenal ciri-ciri obyektif yang secara langsung membedakan pola-pola tingkah laku sosial yang berbeda. Ciri yang digunakan adalah besarnya penghasilan, pendidikan dan jenis pekerjaan.

2) The Subjective method, yaitu suatu status sosial ekonomi seseorang ditentukan berdasarkan pada bagaimana anggapan suatu masyarakat dalam memandang diri mereka sendiri tentang hirarki statusnya.

(29)

Menurut Horton dan Hunt (1964:269) status sosial ekonomi dikatakan sebagai keadaan dari tingkat pendidikan, pekerjaan dan penghasilan adalah untuk menggolongkan seseorang dalam kelas-kelas sosial.

Menurut Polak (1971:154), status sosial ekonomi adalah kedudukan sosial seseorang dalam kelompok serta dalam masyarakat. Aspek-aspek dinamis dari status sosial adalah peranan sosial yang diharapkan dari individu yang menduduki posisi tertentu dalam masyarakat termasuk dalam status sosial.

Menurut Davis dalam Estiningtyas (1977:44) mengatakan bahwa status sosial ekonomi adalah kedudukan orang tua dalam keluarga dilingkungan masyarakatdimana keluarga tersebut tinggal, dilihat dari jabatan, gelar pekerjaan dan taraf perekonomian. Status merupakan kedudukan seseorang yang dapat ditinjau dari individunya dimana status merupakan obyektif yangmemberi hak dan kewajiban kepada orang yang menempati kedudukan tersebut.

Berdasarkan teori yang dikemukakan di atas maka dapat disimpulkan bahwa untuk menentukan status sosial seseorang dapat berupa pekerjaan (jabatan), keadaan ekonomi, tingkat pendidikan.

(30)

penggolongan status sosial ekonomi orang tua secara garis besarnya ada tiga indikator pokok, yaitu pendapatan, pendidikan dan pekerjaan atau jabatan mereka tinggal, dapat diuraikan sebagai berikut:

1) Keadaan Ekonomi Orang Tua.

Penghasilan seseorang mempunyai hubungan dengan status sosial ekonomi seperti tempat tinggal, sarana angkutan, saran komunikasi.Penghasilan atau kekayaan seseorang sangat berhubungan dengan pendidikan, pekerjaan seseorang, demikian pula dengan besarnya keluarga yang menjadi tanggungannya.

2) Pendidikan Orang Tua.

Pendidikan dipandang sebagai jalan untuk mencapai kedudukan yang lebih baik dalam masyarakat.Makin tinggi pendidikan yang diperoleh makin besar harapan untuk mencapai tingkat sosial ekonomi yang lebih tinggi.Pendidikan sebagai kesempatan untuk beralih golongan yang satu ke golongan yang lebih tinggi, dikarenakan di Indonesia pendidikan masih dipandang memiliki golongan sosial ekonomi atas.

3) Pekerjaan Orang Tua.

Pekerjaan merupakan salah satu bagian yang paling penting dalam kehidupan seseorang.Pekerjaan sebagai salah satu faktor yang menentukan status sosial ekonomi seseorang.

(31)

sosial ekonomi tersebut.Jadi dapat disimpulkan bahwa status sosial ekonomi orang tua yang mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa dalam penelitian ini dapat dilihat dari ketokohan, kehormatan, popularitas, tingkat pendidikan, dan pendapatan.

2. Kelompok Referensi

Kelompok referensi (Reference group)menurut Soekanto (2009:125) adalah kelompok sosial yang menjadi acuan bagi seseorang (bukan anggota kelompok) untuk membentuk pribadi dan perilakunya. Jadi, seseorang itu telah menyetujui norma-norma nya, sikap-sikapnya dan tujuan dari kelompok tersebut, artinya bahwa dia senang kepada kerangka norma-norma sikap-sikap, dan tujuan yang dimiliki oleh kelompok (Narwoko dan Bagong,2004:30).

Stanton dan Lamarto (1994:190) mengatakan kelompok referensi sebagai kelompok orang yang mempengaruhi perilaku, nilai, dan sikap, seseorang.

Engel dkk(2002:166-167) mendefinisikan kelas referensi yaitu sebagai orang atau kelompok yang mempengaruhi secara bermakna perilaku individu. Kelompok referensi memberikan standar (norma) dan nilai yang dapat menjadi perspektif penentu mengenai bagaimana seseorang berpikiran dan berperilaku.

(32)

Tiga pengaruh kelompok referensi menurut Engel dkk (2002:170-175) adalah :

1) Pengaruh norma adalah pengaruh kelompok referensi terhadap seseorang melalui norma-norma sosial yang harus dipatuhi dan diikuti norma diekspresikan melalui tekanan untuk tunduk pada norma kelompok oleh karena itu lazim untuk mengacu pada pengaruh norma.

2) Pengaruh ekspresi nilai mempengaruhi seseorang melalui fungsinya sebagai pembawa ekspresi nilai dan mempengaruhi konsep pribadi seseorang dengan menyamakan diri dengan kelompok referensi yang mencerminkan makna yang diinginkan seseorang mendapatkan sebagian makna tersebut untuk pengembangan pribadinya.

3) Pengaruh informasi adalah mempengaruhi pilihan produk atau merk dari seseorang karena kelompok referensi tersebut sangat dipercaya sarannya karena ia memiliki pengetahuan dan informasi yang lebih baik.

Jenis-jenis kelompok referensi menurut Setiadi (2003: 190-191) terdiri dari:

1) Kelompok formal adalah kelompok yang anggotanya saling berinteraksi menurut struktur yang baku, kelompok ini ditandai dengan adanya pembagian kekuasaan dan wewenang dan tujuan kelompok yang sangat spesifik. Contohnya adalah gereja, mahasiswa, badan perusahaan dan organisasi pelayanan komunitas.

2) Kelompok informal adalah kelompok yang anggota-anggotanya

mempunyai tujuan pengalaman, kesukaan dan kegiatan yang sama. Dalam kelompok informal tidak ada struktur maupun pembagian wewenang dan kekuasaan yang baku. Kelompok ini biasanya terbentuk karena hubungan sosial, misalnya bermain badminton, kelompok senam kebugaran,

kelompok arisan, kelompok rukun tetangga.

3) Kelompok aspirasi adalah kelompok yang memperlihatkan keinginan untuk mengikuti norma, nilai, atau prilaku dan orang lain yang dijadikan kelompok acuannya. Anggota kelompok aspirasi tidak harus menjadi anggota dalam kelompok referensinya. Atau antar anggota kelompok aspirasi tidak harus terikat atau saling berkomunikasi. Anak-anak muda senang meniru cara berpakaian para selebriti dan gaya amerika.

4) Kelompok disasosiasi adalah seseorang atau kelompok yang berusaha untuk menghindari dari kelompok referensi. Contohnya para anggota partai keadilan selalu menunjukkan ketertiban dalam berdemontrasi yang sangat berbeda dengan kelompok lainnya.

(33)

6) Kelompok primer adalah kelompok sosial dimana hubungan antar anggotanya bersifat pribadi dan berlangsung dalam jangka waktu yang lama. Anggota kelompok-kelompok itu terikat oleh kesetiaan yang kuat, dan biasanya mereka melakukan kegiatan bersama, menghabiskan waktu bersama, dan merasa bahwa mereka saling mengenal satu sama lain dengan baik.

Kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang.Dalam penelitian ini kelompok referensi yang berpengaruh dalam perilaku konsumtif mahasiswa yaitu kelompok primer (keluarga), kelompok informal (teman sebaya), Kelompok aspirasi (tokoh idola).

Konsumsi seseorang secara umum sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka pada tiga cara menurut Setiadi (2003:11) yaitu :

1) Kelompok referensi memperlihatkan pada seseorang perilaku dan gaya hidup baru;

2) Mereka juga mempengaruhi sikap dan konsep jati diri seseorang karena orang tersebut umumnya ingin “menyesuaikan diri”;

3) Mereka menciptakan tekanan untuk menyesuaikan diri yang dapat mempengaruhi pilihan produk dan merek seseorang.

(34)

C. Hubungan Antara Status Sosial Ekonomi Orang Tua dan Kelompok Referensi dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa

1. Hubungan Antara Status Sosial EkonomiOrang Tua dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa

Fromm (1995:23) menyatakan bahwa keinginan masyarakat dalam era kehidupan yang modern untuk mengkonsumsi sesuatu tampaknya telah kehilangan hubungan dengan kebutuhan yang sesungguhnya.Perilaku konsumtif seringkali dilakukan secara berlebihan sebagai usaha seseorang untuk memperoleh kesenangan, meskipun sebenarnya kebahagiaan yang diperoleh hanya bersifat semu. Dalam setiap perilaku konsumtif tentu saja ada faktor-faktor yang mempengaruhinya, diantaranya adalah status sosial ekonomi.

Dalam penelitian ini status sosial ekonomi yang dimaksud adalah status sosial ekonomi yang dimiliki oleh orang tuanya.Mahasiswa yang memiliki orangtua yang status sosial ekonominya tinggi belum tentu dirinya merasa sebagai orang yang memiliki status sosial ekonomi tinggi.Sebaliknya ada mahasiswa yang memiliki orang tua yang berstatus sosial sedang, tetapi merasa seperti orang kaya, oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perilaku konsumtif mahasiswa yang dipengaruhi oleh status sosial ekonomi orang tua.

(35)

Hal ini sesuai dengan pendapat pendapat Arikunto (1989 :92) yang menyatakan tingkat pendidikan adalah suatu proses yang berkesinambungan yang dilakukan manusia dalam rangka meningkatkan taraf hidupnya.

Dengan adanya hal tersebut maka kemungkinan besar mahasiswa yang mempunyai orang tua dengan penghasilan dan pendidikan tinggi maka perilaku konsumtifnya juga akan meningkat. Tidak hanya pada penghasilan dan pendidikan yang tinggi, status sosial ekonomi orang tua yang dilihat dari penilaian orang yang menganggap seseorang tersebut terpandang , terkenal serta kedudukan nya di dalam suatu lingkungan, juga menentukan perilakunya dalam mengkonsumsi suatu barang atau jasa karena untuk menunjukkan prestise dalam pergaulannya. Hal ini sesuai dengan pendapat Cohen (1983:243) status sosial atau kelas sosial adalalah sebagai suatu unit masyarakat yang berbeda-beda dari masyarakat lain dalam hal nilai, prestise, kegiatan, kekayaan, dan milik-milik pribadinya serta etiket pergaulannya.

Berdasarkan beberapa pernyataan di atas dapat penulis simpulkan bahwa, status sosial ekonomi orang tua sangat berperan dalam menentukan perilaku konsumsi mahasiswa. Jadi semakin tingginya status sosial ekonomi orang tua maka perilaku konsumsi mahasiswa juga meningkat atau konsumtif

2. Hubungan Antara Kelompok Referensi Dengan Perilaku Konsumtif Mahasiswa.

(36)

bahwa dia senang kepada kerangka norma-norma, sikap-sikap, dan tujuan yang dimiliki oleh kelompok. Di dalam penelitian ini yang menjadi kelompok referensi bagi mahasiswa adalah keluarga, teman sebaya, karena kelompok acuan tersebut berada dalam lingkungan kehidupannya.

Lingkungan (keluarga dan teman sebaya) berperan penting dalam pembentukan pribadi seseorang, karena dalam pergaulan sehari-hari seseorang akan selalu menyesuaikan dirinya dengan kebiasaan-kebiasaan lingkunganya. Hal ini sesuai dengan pendapat Luckman (dalam Dwi, 2009:6) menyatakan bahwa realitas kehidupan sehari-hari adalah realitas yang dibangun oleh pribadi dengan orang-orang di sekeliling dalam lingkungannya. Selain kelompok referensi yang ada dalam lingkungan kehidupannya seperti keluarga dan teman sebaya, pada kehidupan mahasiswa sekarang ini banyak yang mempunyai acuan terhadap tokoh idola. Hal ini disebabkan oleh banyak nya iklan-iklan tentang barang atau jasa yang dipromosikan melalui artis atau model (tokoh idola) sehingga apabila barang atau jasa yang dirasa oleh seseorang tersebut nyaman atau sesuai maka iya akan mencotohnya.

(37)

D. Kerangka Pikir dan Hipotesis 1. Kerangka Pikir

Kerangka pikir dalam penelitian ini yaitu orang tua yang memiliki tingkat pendidikan tinggi maka semakin tinggi pendapatan yang diperoleh, selain itu apabila seseorang yang orangtua nya memiliki tingkat pendidikan dan pendapatan yang tinggi maka akan menyebabkan perilaku konsumsi seorang mahasiswa menjadi lebih tinggi atau berperilaku konsumtif. Tidak hanya itu, mahasiswa yang mempunyai orang tua dengan kehormatan, ketokohan dan popularitas akan mempengaruhi perilaku konsumsinya. Hal ini merupakan bagian dari status sosial ekonomi orang tua mahasiswa yang mempengaruhi perilaku konsumtif

(38)

Bagan Kerangka Pikir

= Garis Hubungan

2. Hipotesis

Hipotesis adalah sarana penelitian ilmiah yang penting dan tidak bisa ditinggalkan, karena ia merupakan instrumen kerja dari teori. Sebagai hasil deduksi dari teori atau proposisi, hipotesa lebih spesifik sifatnya, sehingga lebih siap untuk diuji secara empiris. Singarimbun dan effendi (1987:43)

Dalam Sutrisno Hadi (1991:63) mengemukakan bahwa hipotesis adalah dugaan yang mungkin benar atau salah, atau palsu dan diterima jika fakta-fakta membenarkannya. Penolakan dan penerimaan hipotesis dengan begitu sangat tergantung pada hasil-hasil penyelidikan terhadap fakta-fakta yang dikumplkan. Suatu hipotesa selalu dirumuskan dalam bentuk pernyataan yang menghubungkan antara dua variabel atau lebih. Dalam penelitin ini menggunakan hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (Ha).

(Variabel X1)

Status Sosial Ekonomi Orang Tua

(Variabel X2)

Kelompok Referensi

(Variabel Y)

(39)

Dimana jika hipotesis alternatif (Ha) diterima maka, hopotesis nol (Ho) ditolak. Begitu juga sebaliknya, jika hipotesis nol (Ho) diterima maka, hopotesis alternatif (Ha) ditolak.

Ha: Ada hubungan antarastatus sosial ekonomi orang tua denganperilaku konsumtif mahasiswa

Ho: Tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan perilaku konsumtif mahasiswa

Ha: Ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan kelompok referensi

Ho: tidak ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dengan kelompok referensi

Ha: Ada hubungan antara kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa

Ho: Tidak ada hubungan antara kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa

Ha: Ada hubungan antara status sosial ekonomi orang tua dan kelompok referensi dengan perilaku konsumtif mahasiswa

(40)

III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Menurut Sumardjono (1997:42), yang dimaksud dengan penelitian adalah penelitian merupakan proses penemuan kebenaran yang dijabarkan dalam bentuk kegiatan yang sistematis dan terencana yang dilandasi metode Ilmiah.

Tipe penelitian ini adalah kuantitatif eksplanatoris, yaitu untuk memperoleh kejelasan atau menjelaskan suatu fenomena, menjelaskan hubungan dan menguji hubungan antar variabel yang diteliti.Penelitian eksplanasi ini dilakukan untuk menguji hipotesis dengan statistik korelasional untuk generalisasi data sampel pada populasi dengan menarik sampel random dari suatu populasi yang diteliti.

B. Lokasi Penelitian

(41)

C. Definisi Konseptual

Untuk memudahkan dalam memahami dan menafsirkan berbagai teori yang berhubungan dengan penelitian ini, maka ditentukan konsep-konsep yang digunakan dengan menjelaskannya dalam definisi konseptual berikut:

Perilaku Konsumtif adalah adalah perilaku individu yang dipengaruhi oleh faktor-faktor sosiologis didalam kehidupannya yang ditunjukkan untuk mengkonsumsi secara berlebihan atau pemborosan dan tidak terencana terhadap jasa dan barang yang kurang atau bahkan tidak diperlukan

Faktor-faktor sosiologis yang mempengaruhi perilaku konsumtif adalah:

1) Status sosial ekonomi adalah kedudukan yang diukur dari pendapatan, pendidikan, kehormatan, ketokohan, dan popularitas yang diperoleh seseorang.

2) Kelompok referensi adalah sekumpulan orang yang menjadi acuan seseorang dalam berperilaku konsumsi.

D. Definisi Operasional dan Indikator Variabel

(42)

Perilaku Konsumtif (variabel Y) adalah perilaku individu dalam mengkonsumsi barang dan jasa secara berlebihan. Indikatornya adalah: (1) konsumsi makan, (2) konsumsi kendaraan, (3) konsumsi kecantikan, (4) konsumsi Handphone, (5) konsumsi tas, (6) konsumsi sepatu, (7) konsumsi jam tangan.

Faktor-faktor sosiologis yang mempengaruhi perilaku konsumtif mahasiswa (Variabel X) adalah

1) Status sosial ekonomi orang tua(Variabel X1) adalah kedudukan yang dilihat dari tingkatpendapatan, tingkat pendidikan, serta kehormatan, ketokohan dan popularitas yang diperoleh orang tua.

2) Kelompok referensi (Variabel X2) adalah sekumpulan orang yang menjadi acuan seseorang dalam berperilaku konsumsi yang dilihat dari keluarga, teman sebaya, dan tokoh idola.

E. Populasi dan Sampel 1. Populasi Penelitian

(43)

peneliti, terdapat kurang lebih 50% mahasiswa yang aktif ke kampus, sehingga populasi pada penelitian ini berjumlah 436 mahasiswa.

2. Sampel Penelitian

Menurut Arikunto (1996:117), sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang akan diteliti. Sedangkan menurut Surakhmad (1987:115), sampel adalah bagian dari populasi yang memiliki sifat-sifat utama dari suatu populasi. Dalam penelitian ini banyaknya sampel penelitian digunakan rumus sebagai berikut:

N n =

N.(d)² +1 Keterangan :

N : banyaknya populasi n : banyaknya sampel

d : Sampling error (ditetapkan 10 %) (Jalaludin Rahmat 1997:82)

Berdasarkan rumus pengambilan sampel, maka banyaknya sampel penelitian

adalah : 436

n =

436.(0.1)² +1

436 n =

5.36 = 81,34

(44)

Namun demikian, jumlah besaran sampel dalam penelitian ini ditetapkan sebanyak 100 responden dengan asumsi bahwa jumlah tersebut mampu mewakili karakteristik populasi yang ditetapkan.Teknik penentuan responden dilakukan dengan metode accidental sampling. Artinya siapa saja yang pada saat ditemui peneliti dilingkungan kampus FISIP Universitas Lampung, mahasiswa tersebutlah yang menjadi responden dalam penelitian ini.

F. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data menggunakan kuisioner.Kuisioner yaitu teknik pengumpulan data dengan menggunakan daftar isian atau daftar pertanyaan tertulis yang telah disiapkan dan disusun sedemikian rupa sehingga responden tinggal mengisi dan menandainya dengan cepat.

Adapun tujuannya ialah:

a. Untuk memproleh informasi yang relevan dengan tujuan penelitian.

b. Untuk memperoleh reabilitas dan validitas setinggi-tingginya (Masri Singarimbun, 1981:171)

(45)

G. Tehnik Pengolahan Data 1. Tahap Editing

Pada tahap ini data yang dapat diperiksa kembali apakah ada kesalahan dalam melakukan pengisian yang tidak lengkap atau tidak jelas.Dalam tahap ini penulis melakukan pengecekan terhadap kuesioner yang telah diisi oleh para responden untuk menyeleksi apakah kuesioner tersebut diisi dengan benar atau tidak oleh responden secara asal-asalan, sehingga kuesioner yang tidak sesuai tersebut tidak digunakan dalam hasil penelitian.

2. Tahap Koding

Tahap mengklasifikasikan jawaban-jawaban yang diberikan oleh responden menurut jenis pertanyaan kuesioner dengan memberikan kode tertentu pada setiap jawaban.Setelah penulis melakukan pengecekan terhadap kuesioner kemudian penulis memberikan kode buat masing-masing pertanyaan yang ada di dalam kuesioner tersebut.

3. Tahap Tabulating

(46)

4. Tahap Interpretasi

Tahap ini dari penelitian yang berupa data yang diinterpretasikan agar lebih mudah dipahami yang kemudian dilakukan penarikan kesimpulan.Dalam tahap ini, setelah data-data tersebut selesai dijadikan tabel dan dihitung menggunakan SPSS kemudian penulis menginterpretasikan hasil tabel dan perhitungan tersebut dan mengambil kesimpulan dari hasil penelitian tersebut.

H. Uji Validitas dan Reabilitas 1 Uji Validitas

Uji validitas dilakukan untuk mengukur sah atau valid tidaknya suatu kuesioner.Suatu kuesioner dikatakan valid jika pertanyaan pada kuesioner mampu untuk mengungkapkan suatu yang akan diukur oleh kuesioner tersebut.

cara yang dilakukan untuk mengukur validitas kuesioner penelitian ini dengan perhitungan korelasi antara skor item dan skor total (item-totalcorrelation). Bilamana dikatakan valid, bila skor semua pertanyaan atau pernyataan yang disusun berdasarkan dimensi konsep berkorelasi dengan skor total.Validitas yang seperti ini disebut dengan validitas konstrak (construct validity). Bila alat pengukur telah memiliki validitas konstrak berarti semua item (pertanyaan atau pernyataan) yang ada di dalam alat pengukur itu mengukur konsep yang ingin diukur.

(47)

tidak valid pada variabel kelompok referensi dan enam butir pertanyaan pada variabel kelompok variabel perilaku konsumtif, lihat lampiran.

2 Uji Realibitas

Uji realibilitas dilakukan untuk menunjuk pada adanya konsistensi dan stabilitas nilai hasil skala pengukuran tertentu.Realibilitas berkonsentrasi pada masalah akurasi pengukuran dan hasilnya (Sarwono, 2006).

Formula yang dipergunakan untuk menguji realibilitas kuesioner dalam penelitian ini adalah koefisien alfa dari Cronbach. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliable atau terandal jika memberikan nilai Cronbach Alpha> 0,6 (Somantri dan Muhidin, 2006). Adapun prosedur perhitungan reliabilitas nilai Cronbach Alpha

menggunakan paket program SPSS Statistics 15.0. Suatu konstruk atau variabel dikatakan reliabel atau terandal jika memberikan nilai Cronbach Alpha> 0,6.

Hasil uji reliabilitas pada tiap variabel dalam instrumen penelitian ini menunjukkan bahwa nilai cronbach alpha pada tiga variabel (status sosial ekonomi orang tua, kelompok referensi, perilaku konsumtif) lebih dari 0,6. Hal ni dapat dikatakan bahwa alat ukur dalam penelitian ini adalah reliabel atau andal, lihat lampiran.

I. Teknik Analisis Data

(48)

pertanyaan untuk setiap variabel yang diteliti.Penyajian distribusi frekuensi persentase juga digunakan dalam menganalisis setiap item pertanyaan untuk memudahkan dalam mengintrepretasi hasil data lapangan.Adapun penggunaan statistik inferensial bertujuan untuk menemukan dan menjawab permasalahan penelitian yang dikaji.Adapun metode eksplanatif digunakan untuk mengetahui dan menjelaskan seberapa besar hubungan antara status sosial, status ekonomi, kelompok referensi dan perilaku konsumtif.

Untuk menentukan besar kecilnya angka korelasi Rank Spearmankita dapat melihat kriteria korelasi yang dikemukakan oleh Sutrisno Hadi (1983:116) sebagai berikut:

0,81 - 1,00 : Korelasi sempurna

0,61 – 0,80 : Korelasi kuat (tinggi)

0,41 – 0,60 : Korelasi sedang

0,21 – 0,40 : Korelasi rendah

(49)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Jenis Kelamin

Jumlah keseluruhan sampel responden penelitian ini sebanyak 100 orang.Mereka adalah mahasiswa dan mahasiswi FISIP Universitas Lampung. Responden laki-laki sebanyak 43 orang dan responden perempuan sebanyak 57 orang. Dapat dilihat bahwa responden perempuan lebih banyak dari pada laki-laki karena yang memiliki potensi berperilaku konsumtif adalah perempuan.

Tabel 1. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Jumlah

Frekuensi Persentase

Laki-laki 43 43

Perempuan 57 57

Total 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

2. Status Sosial Ekonomi Orang Tua 2.1 Pendidikan Formal Orang Tua

(50)
[image:50.595.112.518.172.304.2]

berpakaian dan mengenakan barang-barang lainnya ingin terlihat baik dan mencerminkan bahwa ia seseorang yang berpendidikan.

Tabel 2. Pendidikan Formal Orang Tua

Pendidikan Ayah Ibu

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

S2/S3 8 8 3 3

S1 45 45 40 40

Diploma 8 8 15 15

SMA/sederajat 27 27 35 35

SMP/sederajat 8 8 3 3

SD 4 4 4 4

Total 100 100 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

2.2Pekerjaan Pokok Orang Tua

Dilihat dari karakteristik responden berdasarkan pekerjaan orang tua maka dapat diketahui bahwa jumlah responden yang orang tua laki-lakinya bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sebanyak 34 orang (34%) dan orang tua perempuan sebanyak 40 orang (40%). Sedangkan, untuk wiraswasta orang tua laki-laki sebanyak 35 orang (35%) dan orang tua perempuan sebanyak 28 orang (28%). Selain itu, untuk pegawai swasta terdapat 10 orang (10%) orang tua laki-laki yang bekerja di bidang tersebut dan orang tua perempuan sebanyak 8 orang (8%). Selanjutnya, dapat diketahui juga untuk pegawai BUMN orang tua yang laki-laki sebanyak 10 orang (10%) dan untuk orang tua perempuan sebanyak 2 orang (2%).

(51)

dapat diketahui bahwa mayoritas pekerjaan orang tua responden adalah pegawai negeri sipil sehingga dapat diketahui bahwa kehidupan mereka tergolong mapan. Dapat diketahui juga tidak ada orang tua laki-laki yang menganggur dan hanya sedikit orang tua perempuan yang menganggur sehingga dapat diambil kesimpulan bahwa orang tua yang memiliki pekerjaan yang baik, cenderung dalam membeli pakaian ingin terlihat baik dan pantas dengan harga yang mahal, dan bermerk begitupun dengan hal lainnya. Membeli makanan biasanya di tempat-tempat yang mahal, memakai jam yang bermerk semua barang yang dipakai terlihat mahal dan bermerk sehingga orang tua yang mempunyai pekerjaan baik biasanya dapat mempengaruhi perilaku konsumsi anaknya.

Tabel 3. Karakteristik Responden berdasarkan Pekerjaan Pokok Orang Tua

Pekerjaan Pokok Ayah Ibu

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Wiraswasta 35 35 28 28

PNS 34 34 40 40

BUMN 10 10 2 2

Pegawai swasta 10 10 8 8

Ibu Rumah Tangga - - 18 18

Lainnya 11 11 4 4

Total 100 100 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

2.3 Pendapatan Orang Tua

(52)
[image:52.595.106.521.270.358.2]

mempunyai pendapatan menengah ke atas sehingga dapat di ambil kesimpulan bahwa orang tua yang mempunyai pendapatan menengah ke atas dapat membeli barang-barang yang harga nya tidak murah dan kualitas baik (bermerk). Artinya, adalah orang tua yang mempunyai pendapatan yang lebih dapat membuat perilaku konsumsi anak menjadi lebih (konsumtif).

Tabel 4. Pendapatan Orang Tua

Pendapatan Ayah Ibu

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

< Rp.2.500.000 18 18 16 19,5

Rp.2.500.000-Rp.4.000.000 36 36 49 59,8

>Rp.4.000.000 46 46 17 20,7

Total 100 100 82 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

2.4 Uang Saku Mahasiswa

Berdasarkan pada hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar mahasiswa mempunyai uang saku lebih dari cukup. Terdapat 71 responden mempunyai uang saku cukup yaitu lebih dari Rp.800.000 (dapat dilihat pada tabel 5).Artinya adalah mahasiswa yang mempunyai uang saku yang lebih banyak tidak mempunyai hambatan dalam membeli barang-barang yang diinginkan. Jadi mahasiswa yang mempunyai uang saku lebih dari cukup cenderung berperilaku konsumtif.

Tabel 5. Uang Saku

Uang Saku Frekuensi Persentase

<Rp. 800.000 21 21

Rp.800.000-Rp.1.500.000 50 50

>Rp. 1.500.000 29 29

Total 100 100

[image:52.595.106.519.640.715.2]
(53)

2.5 Tanggungan Orang Tua

[image:53.595.109.519.335.439.2]

Dilihat dari jumlah tanggungan orang tua maka dapat diketahui bahwa sebagian besar jumlah tanggungan orang tua responden berjumlah 2 anak. Artinya, orang tua yang mempunyai tanggungan anak yang tidak banyak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan anaknya dengan baik dibandingkan orang tua yang mempunyai tanggungan anak yang banyak. Sehingga, perilaku konsumsi anak yang berlebihan cenderung karena orang tuanya tidak mempunyai banyak tanggungan anak.

Tabel 6. Jumlah Tanggungan Orang Tua

Kategori Frekuensi Persentase

1 25 25

2 43 43

3 23 23

4 8 8

6 1 1

Total 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

2.6 Status Sosial Orang Tua

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa status sosial ekonomi orang tua tergolong tinggi. Terdapat 62 (62%) responden yang mempunyai orang tua dengan status sosial tinggi. Sebanyak 29 (29%) responden yag mempunyai orang tua dengan status sosial sedang, sisanya adalah 9 (9%) responden yang orang tua dengan status sosial rendah.

(54)

mempunyai status sosial rendah adalah orang yang tidak menduduki posisi penting dan dinilai tidak terpandang atau terhormat.

Seseorang yang mempunyai status sosial tinggi dalam mengkonsumsi barang dan jasa mempertimbangkan kualitas yang baik dan harga yang relatif mahal. Hal ini disebabkan oleh apa yang dipakai atau digunakannya mencerminkan posisi atau kedudukannya di dalam masyarakat tersebut.Sehingga dapat menyebabkan anak untuk berperilaku demikian dengan tujuan untuk memperlihatkan status atau kedudukan yang dimiliki oleh orang tuanya.

Tabel 7. Status Sosial Orang Tua

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi 62 62

Sedang 29 29

Rendah 9 9

Total 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

2.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Status Sosial Ekonomi Orang Tua

Dilihat dari status sosial ekonomi orang tua maka dapat diketahui jumlah

responden yang orang tua nya mempunyai status sosial ekonomi “tinggi”

sebanyak 52 orang (52%). Sedangkan untuk responden yang mempunyai orang

tua yang status sosial ekonomi “sedang” sebanyak 32 orang (32%). Sisanya

adalah 16 orang (16%) responden yang mempunyai orang tua yang status sosial

ekonomi “rendah”.

(55)
[image:55.595.106.524.266.350.2]

penting dalam masyarakat dan terkenal, sehingga hal ini dinilai bahwa orang tersebut mempunyai status sosial ekonomi tinggi. Sedangkan status sosial ekonomi rendah adalah seseorang yang pendidikannya menamatkan sekolah maksimal pada sekolah menengah pertama, memiliki pendapatan kurang dari Rp.2.500.000 dan dinilai tidak terpandang, tidak menduduki posisi penting dalam masyarakat serta dianggap tidak terkenal atau biasa saja.

Tabel 8. Status Sosial Ekonomi Orang Tua

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi 52 52

Sedang 32 32

Rendah 16 16

Total 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

3. Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Referensi

3.1 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Referensi Berpakaian Dilihat dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden kelompok

referensi yang terbesar adalah penilaian responden terhadap “teman sebaya”

dengan kategori penilaian “sering” sebanyak 37 (37,4%) responden. Artinya,

(56)
[image:56.595.109.517.104.339.2]

Tabel 9. Kelompok Referensi dalam Berpakaian Indikator

Variabel

Kategori Penilaian Total

TP KK CS S SS

Penilaian responden terhadap keluarga 15 (15,2%) 31 (3,3%) 14 (14,1%) 33 (33,3%) 6 (6%) 99 (100%) Penilaian responden terhadap teman sebaya 11 (11,1%) 30 (30,3%) 16 (16,2%) 37 (37,4%) 5 (5,1%) 99 (100%) Penilaian responden terhadap tokoh idola 18 (20,7%) 33 (37,9%) 19 (21,8%) 15 (17,2%) 2 (2,3%) 87 (100%)

Sumber: Olahan data primer, 2013

3.2 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Referensi Handphone Dilihat dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden kelompok referensi yang terbesar adalah penilaian responden terhadap “tokoh idola” dengan

kategori penilaian “tidak pernah” sebanyak 31 (37,8%) responden, serta diikuti

penilaian responden terhadap “keluarga” dengan kategori penilaian “kadang

(57)
[image:57.595.113.518.105.335.2]

Tabel 10. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Handpone

Indikator Variabel

Kategori Penilaian Total

TP KK CS S SS

Penilaian responden terhadap keluarga 24 (27,6%) 26 (29,9%) 13 (14,9%) 17 (19,5%) 7 (8,1%) 87 (100%) Penilaian responden terhadap teman sebaya 19 (20,7%) 25 (27,2%) 22 (23,9%) 22 (23,9%) 4 (4,3%) 92 (100%) Penilaian responden terhadap tokoh idola 31 (37,8%) 18 (22%) 16 (19,5%) 15 (18,3%) 2 (2,4%) 82 (100%)

Sumber: Olahan data primer, 2013

3.3 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Referensi Tas

Dilihat dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden kelompok

referensi yang terbesar adalah penilaian responden terhadap “teman sebaya”

(58)
[image:58.595.110.520.106.335.2]

Tabel 11. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Tas Indikator

Variabel

Kategori Penilaian Total

TP KK CS S SS

Penilaian responden terhadap keluarga 23 (28,8%) 24 (30%) 16 (20%) 11 (13,8%) 6 (7,5%) 80 (100%) Penilaian responden terhadap teman sebaya 11 (12,2%) 20 (22,2%) 25 (27,8%) 28 (31,1%) 6 (6,7%) 90 (100%) Penilaian responden terhadap tokoh idola 34 (41,5%) 22 (26,8%) 10 (12,2%) 10 (12,2%) 6 (7,3%) 82 (100%)

Sumber: Olahan data primer, 2013

3.4 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Referensi Jam Tangan Dilihat dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden kelompok

referensi yang terbesar adalah penilaian responden terhadap “teman sebaya”

dengan kategori penilaian “kadang-kadang” sebanyak 34 (37,4%) responden. Artinya, mahasiswa dalam menggunakan tas cenderung menjadikan teman sebaya sebagai kelompok referensi atau acuan. Hal ini disebabkan karena teman sebaya merupakan seseorang yang berada dalam lingkungan yang sama dan relatif sama usianya, sehingga memiliki pemikiran sama dalam selera fashion yang dapat menjadi contoh dalam menggunakan atau membeli Jam tangan

(59)
[image:59.595.110.520.104.335.2]

Tabel 12. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Jam Tangan Indikator

Variabel

Kategori Penilaian Total

TP KK CS S SS

Penilaian responden terhadap keluarga 20 (23,3%) 29 (33,7%) 17 (19,8%) 15 (18,6%) 4 (4,7%) 86 (100%) Penilaian responden terhadap teman sebaya 8 (8,8%) 34 (37,4%) 24 (26,4%) 20 (22%) 5 (5,5%) 91 (100%) Penilaian responden terhadap tokoh idola 32 (38,1%) 19 (22,6%) 14 (16,7%) 11 (13,1%) 8 (9,5%) 84 (100%)

Sumber: Olahan data primer, 2013

3.5 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kelompok Referensi Sepatu

Dilihat dari hasil penelitian diketahui bahwa jumlah responden kelompok

referensi yang terbesar adalah penilaian responden terhadap “keluarga” dengan

(60)
[image:60.595.110.523.104.336.2]

Tabel 13. Kelompok Referensi dalam Menggunakan Sepatu Indikator

Variabel

Kategori Penilaian Total

TP KK CS S SS

Penilaian responden terhadap keluarga 21 (23,6%) 38 (42,7%) 10 (11,2%) 16 (15,7%) 6 (6,7%) 89 (100%) Penilaian responden terhadap teman sebaya 9 (10,1%) 33 (37,1%) 23 (25,8%) 20 (22,5%) 4 (4,5%) 89 (100%) Penilaian responden terhadap tokoh idola 25 (29,1%) 36 (34,9%) 9 (10,3%) 16 (18,6%) 6 (7,1%) 86 (100%)

Sumber: Olahan data primer, 2013

3.6Distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengaruh Kelompok Referensi Berdasarkan data hasil penelitian diketahu bahwa jumlah responden yang

mempunyai kelompok referensi “tinggi” sebanyak 14 orang. Sedangkan untuk

responden yang mempunyai kelompok referensi “sedang” sebanyak 57 orang

(57%). Sisanya adalah responden yang mempunyai kelompok referensi “rendah” sebanyak 29 orang (29%).

(61)

inilah yang menyebabkan pengaruh kelompok referensi “sedang”. Pengaruh kelompok referensi dengan kategori rendah adalah seseorang yang tidak meniru atau mencontoh orang lain dalam perilaku konsumsinya sehingga hanya

[image:61.595.102.519.236.309.2]

mengikuti keinginan sendiri hal ini menyebabkan kelompok referensi “rendah”.

Tabel 14. Kelompok Referensi

Kategori Frekuensi Persentase

Tinggi 14 14

Sedang 57 57

Rendah 29 29

Total 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

3.7 Distribusi Frekuensi Berdasarkan Kategori Kelompok Referensi

Dilihat dari hasil penelitian diketahui bahwa responden yang mempunyai

kelompok referensi adalah “keluarga” sebanyak 30 orang (30%).Sedangkan,

responden yang mempunyai kelompok referensi adalah “teman sebaya” sebanyak

50 orang (50%).Sisanya adalah responden yang mempunyai kelompok referensi

(62)
[image:62.595.108.519.111.185.2]

Tabel 15. Kategori Kelompok Referensi

Kategori Frekuensi Persentase

Keluarga 30 30

Teman Sebaya 50 50

Tokoh Idola 20 20

Total 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

4. Distribusi Frekuensi berdasarkan Perilaku Konsumtif Mahasiswa 4.1 Tempat Tinggal Responden

Dapat dilihat pada tabel di bawah ini sebagian besar responden tinggal bersama orang tua sebanyak 46 (46%) responden.Terdapat 42 (42%) responden yang tinggal kost dan sisanya sebanyak 12 (12%) responden tinggal bersama saudara. Dalam penelitian ini bisa dilihat bahwa mahasiswa yang tinggal kost dalam perilaku konsumsi akan berbeda dengan mahasiswa yang tinggal bersama orang tua.

Tabel 16. Tempat Tinggal Responden

Tempat Tinggal Frekuensi Persentase

Bersama orang tua 46 46

Bersama saudara 12 12

Kost 42 42

Total 100 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

4.2Karakteristik Responden berdasarkan Harga Kost

[image:62.595.110.519.466.542.2]
(63)
[image:63.595.108.519.255.330.2]

berfikir untuk mempunyai tempat tinggal yang layak atau standard, lain halnya dengan harga kost kurang Rp.2.000.000, responden yang tinggal kost dengan harga tersebut berfikir untuk mempunyai tempat tinggal saja tanpa berfikir kualitas dan layak atau tidaknya tempat tersebut terdapat 4 responden yang tinggal kost dengan membayar harga tersebut.

Tabel 17. Harga Kost (n=42)

Harga kost Frekuensi Persentase

< Rp. 2.000.000 4 9,5

Rp.2.000.000-Rp.3.000.000 24 57,1

>Rp.3.000.000 14 33,3

Total 42 100

Sumber: Olahan data primer, 2013

4.3Fasilitas Tempat Tinggal yang Kost

Dilihat dari Fasilitas kost responden maka dapat diketahui bahwa semua responden yang tinggal kost mempunyai tempat tidur dan lemari. Terdapat 28 (66,7%) responden yang mempunyai televisi, sebanyak 11 responden mempunyai fasilitas Wifi dan terdapat 21 (26,2%) responden mempunyai fasilitas seperti kipas angin kulkas dan lainnya. Hal ini menunjukkan bahwa fasilitas kost yang dimiliki sebagian besar responden sudah lengkap.

Tabel 18. Fasilitas kost Responden(n=42)

Fasilitas kost Ada Tidak ada

Frekuensi Persentase Frekuensi Persentase

Tempat tidur 42 100 0 0

Lemari 42 100 0 0

Meja belajar 38 90,5 4 9,5

Ac 2 4,8 40 95,2

Tv 28 66,7 14 33,3

Wifi 11 26,2 31 73,8

Lainnya 21 100 0 0

[im

Gambar

Tabel 2. Pendidikan Formal Orang Tua
Tabel 4. Pendapatan Orang Tua
Tabel 6. Jumlah Tanggungan Orang Tua
Tabel 8. Status Sosial Ekonomi Orang Tua
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini dilakukan pada mahasiswa FISIP Universitas Lampung dimana mahasiswa FISIP mempelajari ilmu sosial dan politik dan juga mahasiswa FISIP yang berfikir

Dulu berbelanja hanya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan hidup, tetapi saat ini belanja juga sudah menjadi gaya hidup, sehingga belanja tidak hanya untuk membeli

Untuk menunjang harga diri mereka para mahasiswa melakukan perilaku konsumtif, dimana status sosial dan kesetaraan dengan teman sebaya bisa membuat mereka menjadi

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ada tidaknya perbedaan perilaku konsumtif dalam membeli handphone antara remaja akhir yang memiliki status sosial ekonomi

Tidak hanya pada penghasilan dan pendidikan yang tinggi, status sosial ekonomi orang tua yang dilihat dari penilaian orang yang menganggap seseorang tersebut terpandang ,

Pengaruh Status Sosial Ekonomi Orang Tua, Kontrol Diri dan Respon pada Iklan Terhadap Pola Perilaku Konsumtif Mahasiswa Fakultas Ekonomi, Jurusan Ekonomi

Menurut Sutojo 1998, siswa suka membeli produk yang membuat mereka senang, seperti barang bermerek, mahal, dan eksklusif sedangkan menurut Pulungan & Febianty 2018, orang dengan

Hasil dari penelitian ini me nunjukkan perilaku konsumsi mahasiswa muslim Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Mulawarman memilih dan membeli barang atau jasa dalam memenuhi