• Tidak ada hasil yang ditemukan

PETUNJUK TEKNIS JUKNIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "PETUNJUK TEKNIS JUKNIS"

Copied!
25
0
0

Teks penuh

(1)

PETUNJUK TEKNIS (JUKNIS)

PENYELENGGARAAN FASILITASI DARURAT NARKOBA (PEMBENTUKAN SATUAN TUGAS PENCEGAHAN DAN

PENANGGULANGAN NAPZA)

PADA INSTITUSI PEMERINTAH PROVINSI SULAWESI SELATAN

I. PENDAHULUAN

Permasalahan narkoba di Indonesia memperlihatkan gejala ironik, ketika upaya penanggulangan gencar dilakukan oleh pemerintah bersama seluruh eksponen masyarakat, disaat itupula proses penyebarannya semakin cepat dengan modus operandi yang beragam. Kondisi ini telah membawa Negara dan Bangsa kita dalam status Darurat Narkoba. Identitas penamaan yang tepat jika Indonesia dinyatakan dalam kedaruratan penyalahgunaan narkoba, mengingat populasi yang terdampak menyebar disemua kelompok umur dengan daerah penyebaran yang hampir merata di seluruh wilayah Nusantara. Hingga pertengahan tahun 2016, prevalensi penyalahguna narkoba di Indonesia sudah mencapai angka 2,2% atau sekitar 4 juta penduduk Indonesia telah menjadi korban. Jumlah kematian yang dilaporkan sebanyak 50.000 orang tiap tahunnya akibat penyalahgunaan narkoba ini.

Infografis prevalensi di atas secara rerata terjadi juga di Wilayah Sulawesi Selatan. Bahkan diestimasi angka prevalensi di wilayah ini cenderung mengalami kenaikan signifikan sebagai akibat beberapa kondisi yang memperantarainya, diantaranya adalah letak geogerafis Sulsel yang berada di posisi sentral dalam jalur mobilitas manusia dari Wilayah Barat Indonesia ke Wilayah Bagian Timur Indonesia, begitupun sebaliknya. Selain posisinya sebagai jalur sentral dengan fungsi transit, beberapa daerah di Sulsel menjadi jalur penghubung langsung dengan wilayah Luar Negeri yang ditengarai sebagai pemasok Narkoba dan prekursornya.

(2)

Logika ekonomi yang bekerja dibalik penyebaran massif narkoba tetap mengandalkan akumulasi keuntungan sebagai tujuan. Karena itu, kelompok usia anak-anak dan remaja dijadikan sebagai pasar empuk, mengingat kelompok usia ini berada dalam kerentanan yang tinggi akibat situasi psikologisnya yang labil dan didukung oleh ketidaktahuannya terhadap epidemik ini. Berdasarkan penelusuran fakta, ditemukan 85% penyalahguna narkoba berasal dari kelompok usia ini dengan usia saat pemakaian pertama berada pada usia 14 tahun. Bahkan disinyalir, usia anak yang memakai pertama kali mengkonsumsi narkoba sekarang ini semakin rendah, yakni sekitar usia 12 tahun. Sungguh sebuah fakta memprihatinkan adanya ancaman regenerasi pembangunan secara nyata membentang dihadapan kita.

Dalam dimensi waktu, penyebaran narkoba mengakibatkan munculnya korban baru dalam waktu yang singkat. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir (2013-2015) terjadi peningkatan angka prevalensi dari 1,5% menjadi 2,2%. Ini berarti bahwa selama kurun waktu tersebut terdapat jumlah penyalahguna baru sebanyak 70 orang dari 1000 penduduk (0,7%). Angka ini akan terus merangkak naik dalam waktu yang singkat, apalagi jika mendapatkan pemicu yang relevan dan kondusif.

Pemaparan kasus penyalahgunaan narkoba menurut tempat atau area terdampak semakin menambah kekhawatiran. Terdapat 24 kabupaten kota di Sulsel sudah melaporkan adanya penyalahgunaan narkoba, dimana asal korban bukan hanya yang berada di wilayah perkotaan, akan tetapi beberapa diantaranya tinggal di pedesaan. Kenyataan ini menggambarkan bahwa tidak ada lagi arena sosial (social space) yang bebas dari pengaruh narkoba.

(3)

reduction, upaya rehabilitasi korban dalam memutus rantai pengedaran dikembangkan melalui penyelenggaraan kegiatan rehabilitasi bagi korban.

Berbagai aktivitas pencegahan dan penanggulangan yang sudah dilakukan ternyata belum mampu untuk mengendalikan praktek penyebaran narkoba. Asumsi sementara yang digunakan dalam menganalisa situasi ini adalah intensitas penanggulangan yang terjadi belum secara sistematis, terstruktur, dan massif. Postur kegiatan pencegahan dan penanggulangan narkoba masih bersifat embrionik dan parsial, belum dilakukan secara utuh dengan melibatkan semua sektor untuk berpartisipasi secara aktif. Institusi yang selama ini aktif paling banter hanya BNN, Biro Bina Napza dan HIV-AIDS, kepolisian, NGO peduli narkoba serta komunitas mantan pecandu dimana pola kegiatan yang menonjol cenderung bersifat represif. Ringkasnya, secara institusional, penggerakan program masih terbatas, begitupun juga secara proporsional, 3 pendekatan belum diterapkan secara berimbang.

Dengan menggunakan asumsi itu, maka dibutuhkan suatu inovasi yang merefleksikan adanya partisipasi semua pihak yang melembaga, supaya penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan narkoba bekerja secara struktural dan berkesinambungan. Selain cara kerja yang terstruktur, inovasi juga diarahkan pada keinginan untuk menutup semua pintu-pintu yang memungkinkan masuknya obat pada wilayah tertentu dengan penekanan pada dimensi pencegahan (demand) bukan penindakan.

Pemikiran di atas mengantarkan lahirnya gagasan penyelenggaraan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba di Sulsel melalui kelembagaan Satuan Tugas (Satgas Narkoba) di semua institusi pemerintah dalam lingkup Wilayah Provinsi Sulawesi Selatan. Diproyeksi bahwa jika semua institusi pemerintahan Provinsi Sulsel memiliki satgas, maka upaya pencegahan dilakukan disemua lini sampai pada kelompok masyarakat yang dilayaninya. Hal ini berarti pula, bahwa keberadaan satgas melambangkan adanya praktek pengawasan dan pengendalian narkoba dengan rentang kendali yang langsung atau fokus pada upaya pencegahan dan penanggulangan.

Kita harapkan tidak ada lagi ruang yang bebas dari intervensi pencegahan narkoba karena potensi pengedaran gelapnya juga tidak mengenal ruang dan waktu.

(4)

dalam pembentukan dan penerapannya sebagaimana yang tertuang pada dokumen ini.

II. DASAR HUKUM

Dasar hukum yang melandasi penyusunan Petunjuk Teknis ini adalah sebagai berikut:

- UU 35 tahun 2009 tentang narkotika - UU 16 tahun tentang psikotropika - UU tentang kesehatan

- Perpres - Permendagri - Permenkes - Pergub P4GN

- Pergub Darurat Narkoba - Surat Edaran Gubernur

III. TUJUAN PEMBENTUKAN SATGAS

Tujuan pembentukan satgas P2 Napza tingkat Provinsi Sulawesi Selatan adalah:

1. Mengurangi angka penyalahguna napza baru di masyarakat

2. Meningkatnya kemampuan institusi untuk melakukan upaya penangkalan terhadap penyebaran napza

3. Adanya kelembagaan pada tingkat institusi yang secara fokus melakukan intervensi yang berkaitan dengan pencegahan dan penanggulangan napza

4. Sebagai sarana yang efektif dalam melakukan kontrol atau deteksi dini terhadap munculnya gejala penyebaran napza.

IV. PRINSIP DASAR SATGAS

Prinsip dasar operasionalisasi satgas narkoba di institusi pemerintah, sebagai berikut:

- Keadilan Gender

Mengedepankan kesetaraan peran perempuan dan laki-laki dalam keikutsertaannya pada satgas, baik secara struktural maupun secara fungsional.

(5)

Satgas narkoba menyelenggarakan setiap aktivitasnya yang berlandaskan pada kebutuhan kelompok sasarannya dengan menyesuaikan nilai-nilai lokal yang dianut bersama.

- Determinan Kemiskinan

Mengakui bahwa penyebaran narkoba dikalangan masyarakat disebabkan oleh faktor kemiskinan yang melanda masyarakat, sehingga penyelenggaraan upaya pencegahan dan penanggulangan senantiasa memperhatikan kesenjangan ekonomi masyarakat.

- Manusiawi

Operasionalisasi satgas narkoba memperhatikan nilai-nilai kemanusiaan individu dengan menitikberatkan pada keutamaan hak-hak para korban narkoba.

- Demokratis

Pengambilan keputusan satgas narkoba dilakukan secara musyawarah dengan memperhatikan aspirasi semua pihak yang terlibat.

- Partisipatif

Pelibatan semua anggota maupun stakeholders dalam melakukan aktivitas kelembagaan secara prosesional mulai dari tahapan perencanaan, pelaksanaan, monitoring, evaluasi, sampai pada pelaporan.

- Kolaboratif

Berkerjasama dengan komponen-komponen yang terlibat dalam isu narkoba atas kesepahaman saling mengisi dan saling melengkapi dalam penyelenggaraan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba.

- Berkesinambungan

Menyelenggarakan kegiatan tanpa henti dengan memosisikan program/aktivitas sebagai suatu rangkaian yang berkelanjutan.

V. RUANG LINGKUP SATGAS

Ruang lingkup satgas tingkat institusi pemerintahan adalah sebagai berikut:

a. Organisasi SKPD tingkat Provinsi Sulawesi Selatan

(6)

organisasi SKPD dengan tugas dan fungsi administratif. Bagi SKPD yang memberikan pelayanan publik secara langsung, ruang lingkup satgas narkoba mulai lingkup internal organisasinya sampai pada lingkup eksternal yakni kepada Unit Pelaksana Teknis Daerah atau masyarakat yang menjadi kelompok sasarannya.

Sedangkan organisasi SKPD dengan fungsi administratif, ruang lingkup satgasnya diutamakan pada pengawasan dan pengendalian internal organisasi.

Organisasi-organisasi SKPD dalam lingkup Pemerintah Provinsi Sulsel yang memberikan pelayanan publik secara langsung ke masyarakat adalah:

1. Dinas Kesehatan 2. Dinas Pendidikan

3. Dinas Pemuda dan Olah Raga 4. Dinas Sosial

5. Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi 6. Dinas Kebudayaan dan Pariwisata

7. Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Holtikultura 8. Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan

9. Dinas Kelautan dan Perikanan 10. Dinas Perkebunan

11. Dinas Kehutanan

12. Dinas Perindustrian dan Perdagangan

13. Dinas Koperasi dan Usaha Mikro, Kecil dan Menengah 14. Dinas Pengelolaan Sumber Daya Air

15. Dinas Bina Marga

16. Dinas Tata Ruang dan Pemukiman 17. Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral

18. Dinas Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika 19. Dinas Pendapatan Daerah

20. RSUD Labuang Baji 21. RS Khusus Daerah

22. Satuan Polisi Pamong Praja

23. UPTD Balai Kesehatan Kerja Masyarakat

24. UPTD Balai Kesehatan Kulit, Kelami, dan Kosmetik 25. UPTD Pusat Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut 26. UPTD Transfusi Darah

27. UPTD RSIA Siti Fatima 28. UPTD RSIA Pertiwi 29. UPTD RSU Haji

(7)

Sedangkan organisasi-organisasi SKPD dalam lingkup Pemerintah Provinsi Sulsel yang memberikan pelayanan administratif meliputi:

1. Biro Pemerintahan Umum 2. Biro Pemerintahan Daerah 3. Biro Hukum dan HAM 4. Biro Bina Perekonomian 5. Biro Kerjasama

6. Biro Kesejahteraan Rakyat 7. Biro Mental dan Spritual 8. Biro Bina Napza dan HIV-AIDS 9. Biro Organisasi dan Kepegawaian 10. Biro Humas dan Protokol

11. Biro Umum dan Perlengkapan 12. Biro Pengelolaan Aset daerah 13. Sekretariat DPRD Sulsel

14. Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah 15. Badan Kepegawaian Daerah

16. Badan Kesatuan Bangsa, Politik, dan Perlindungan Masyarakat

17. Badan Lingkungan Hidup Daerah 18. Badan Ketahan Pangan Daerah

19. Badan Koordinasi dan Penanaman Modal Daerah 20. Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah

21. Badan Pemberdayaan Masyarakat, Pemdes, dan Kelurahan 22. Badan Pemberdayaan Perempuan dan KB

23. Badan Pendidikan dan Latihan

24. Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah 25. Badan Lintas Kabupaten/Kota

26. Badan Pengelolaan Keuangan Daerah 27. Sekretariat KPID

28. Sekretariat Badan Koordinasi Penyuluhan 29. Sekretariat Dewan Pengurus Korpri

30. Kantor Penghubung Provinsi Sulsel

b. Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)

Ruang lingkup satgas narkoba mencakup juga UPTD yang dibawahi oleh SKPD tertentu atau biasanya SKPD penyelenggara pelayanan publik.

(8)

sudah dibentuk di tingkat SKPD. Pembentukan gugus tugas difasilitasi oleh satgas narkoba. Komposisi dan jumlah keanggotaan gugus tugas disesuaikan dengan kebutuhan.

c. Sasaran Utama Pelayanan Publik SKPD/Beneficaries

Ruang lingkup satgas narkoba adalah masyarakat yang merupakan sasaran utama pelayanan publik yang diselenggarakan oleh SKPD. Satgas akan melakukan pengawasan dan pengendalian penyebaran narkoba pada tingkat masyarakat/publik sesuai dengan isu dan tupoksi layanan.

d. Masyarakat Umum

Masyarakat umum secara geogerafis berada di wilayah Kabupaten/Kota sehingga untuk mencakup sasaran ini dibutuhkan pembentukan Satgas Narkoba pada tingkat kabupaten/kota. Struktur Satgas Narkoba pada konteks ini akan dibentuk secara berjenjang yang dimulai dari tingkat kabupaten, kecamatan, sampai pada tingkatan desa atau kelurahan.

Langkah pembentukan Satgas Narkoba di tingkat kabupaten/kota merupakan langkah selanjutnya setelah Satgas Narkoba di lingkungan SKPD Provinsi Sulsel terbentuk atau merupakan tindakan replikasi yang arahannya dapat dilihat pada bagian keberlanjutan dari sistematika Petunjuk Teknis ini.

VI. STRUKTUR KELEMBAGAAN SATGAS

Struktur kelembagaan Satgas Narkoba terdiri atas:

- Penanggungjawab

Penanggungjawab Satgas Narkoba pada tiap SKPD adalah Gubernur Provinsi Sulsel.

- Pembina

Pembina Satgas Narkoba di lingkungan SKPD adalah Sekretaris Provinsi Sulsel.

- Koordinator

Koordinator Satgas Narkoba di lingkungan SKPD adalah Kepala SKPD atau orang/staf yang memiliki kompetensi dan dianggap mampu oleh pimpinan SKPD

(9)

Divisi-divisi Satgas Narkoba terdiri atas Divisi Penyuluhan dan Bimbingan, Divisi Advokasi, Divisi Kerjasama, dan Divisi Deteksi Dini. Divisi-divisi dapat dikembangkan sesuai kebutuhan SKPD.

- Keanggotaan Divisi

Keanggotaan tiap divisi setidak-tidaknya terdiri atas lebih dari satu anggota. Keanggotaan divisi direkrut sesuai dengan petunjuk teknis yang diatur pada bab lainnya.

Secara skematik, struktur kelembagaan Satgas Narkoba seperti di bawah ini:

VII. TUGAS DAN FUNGSI SATGAS

Tugas dan fungsi Satgas Narkoba di lingkungan SKPD meliputi:

a. Pemberian informasi untuk pencegahan awal

Pemberian informasi dasar tentang bahaya narkoba dikalangan internal dan eksternal SKPD sangat penting dalam rangka membentuk pemahaman yang benar dan kesadaran penuh untuk menghindari penyalahgunaan narkoba. Pemberian informasi dapat dilakukan melalui penyuluhan langsung atau melalui media komunikasi seperti brosur, spanduk, poster, dan leaflet.

Pemberian informasi ini berfungsi sebagai pencegahan awal bagi seseorang untuk membentengi dirinya agar tidak mudah terjebak dalam pengaruh penyalahgunaan narkoba.

b. Mengenali faktor resiko pengedaran dalam lingkungan instansi Penanggungjawa

b

Pembina

Koordinator Satgas

Divisi Deteksi Dini Divisi Kerjasama

Divisi Advokasi Divisi

(10)

Satgas Narkoba bertugas untuk melakukan pengenalan faktor resiko adanya praktek penyalahgunaan napza di lingkungan institusi. Faktor resiko yang dapat dikenali adalah terjadinya perubahan perilaku individu dan perubahan sistim sosial. Perubahan perilaku individu meliputi pengenalan psikis dan fisik seseorang, sedangkan perubahan sistim sosial dikenali melalui pemahaman akan pola interaksi sosial dalam lingkungan pekerjaan.

Pengenalan faktor resiko berfungsi untuk melakukan antisipasi menyeluruh dan segera terhadap faktor-faktor resiko yang ditemukan. Bentuk antisipasi dikembangkan melalui pelaksanaan program. Dengan demikian perencanaan program haruslah berdasarkan faktor resiko yang dikenali (evidence based).

c. Menyusun metode pengawasan dan pengendalian

Satgas Narkoba bertugas menyusun metode pengawasan dan pengendalian sesuai dengan tugas dan fungsi pokok SKPD. Metode apapun yang dipilih, prinsipnya adalah metode tersebut memiliki kemampuan untuk mengawasi secara ketat orang-orang yang dibawahinya untuk tidak menyalahgunakan narkoba. Selain berfungsi kontrol, metode yang ada juga bersifat mengendalikan adanya potensi pengedaran narkoba di lingkungan kerjanya.

d. Melakukan deteksi dini

Tugas melakukan deteksi dini dalam rangka fungsinya untuk menfasilitasi kebutuhan layanan terhadap korban penyalahgunaan napza secara dini.

Kegiatan deteksi dini dapat dilakukan melalui upaya pemeriksaan rutin dan berkala kepada orang-orang yang ada dalam lingkup kerja SKPD. Deteksi dini juga dapat dilakukan melalui pengamatan lingkungan sosial dan saat ditemukan gejala-gejala pengedaran, satgas dengan sigap segera melaporkan kepada pihak-pihak berwewenang sebagaimana yang diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

e. Mengkoordinasikan dengan layanan yang tersedia

(11)

Dalam konteks ini, Satgas Narkoba berfungsi untuk menjembatani kebutuhan masyarakat atau korban terhadap pelayanan yang ada sehingga masyarakat memiliki kemudahan untuk mengakses layanan yang tersedia. Akses layanan yang cepat menentukan keberhasilan penanganan korban penyalahgunaan narkoba.

VIII. AREA TUGAS

Area tugas Satgas Narkoba dalam lingkungan kerja SKPD adalah:

a. Kebijakan Teknis Pengawasan dan Pengendalian

Satgas Narkoba mendorong dan menfasilitasi adanya kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian penyalahgunaan napza dalam lingkungan kerjanya. Kebijakan teknis tersebut dikeluarkan oleh pimpinan SKPD. Area tugas ini merupakan bagian yang sangat penting oleh karena melalui kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian, kegiatan-kegiatan Satgas lebih terarah, sistematis, dan berkelanjutan.

Sedapat mungkin, kebijakan teknis dibuat setelah melakukan analisa situasi obyektif yang dihadapi dan dituangkan dalam dokumen analisis. Penting untuk melibatkan stakeholders SKPD dalam merumuskan kebijakan teknis pengawasan dan pengendalian ini.

b. Penyediaan informasi

Satgas Narkoba mengelola informasi tentang narkoba melalui penyediaan informasi dalam berbagai bentuk. Penyediaan informasi yang dimaksud dalam hal ini adalah menfasilitasi masyarakat yang menjadi sasasaran utama pelayanan publik untuk mengakses informasi secara mudah dan benar.

c. Fasilitasi layanan

Satgas Narkoba memiliki area tugas menfasilitasi pelayanan bagi orang-orang yang membutuhkan. Jika layanan tersedia di lingkungan SKPD, maka fasilitasi dilakukan dalam bentuk pemberian layanan langsung, namun jika layanan tidak tersedia, maka fasilitasi dilakukan dalam bentuk memberikan rujukan layanan.

(12)

Satgas Narkoba bekerja dalam area pemantauan dan pelaporan. Pemantauan diterapkan melalui pengamatan terus menerus terhadap gejala pengedaran dan penyalahgunaan narkoba dalam lingkungan kerjanya sementara pelaporan dijabarkan melalui pemberian informasi kepada pihak berwewenang manakala terdapat hal-hal yang potensil terjadinya praktek-praktek pengedaran gelap narkoba.

IX. MEKANISME PEMBENTUKAN SATGAS

Pembentukan Satgas narkoba dalam lingkup SKPD dilakukan melalui tahapan-tahapan, diantaranya:

a. Sosialisasi internal SKPD

Pimpinan SKPD melakukan sosialisasi awal untuk menyampaikan maksud dan tujuan pembentukan Satgas Narkoba dalam lingkungan kerja SKPD. Sosialisasi dapat dilakukan melalui kegiatan pertemuan khusus dan dapat pula dilakukan dengan menyelipkan informasi ini saat ada kegiatan-kegiatan pertemuan di lingkungan SKPDnya.

Maksud dan tujuan dibentuknya Satgas Narkoba ini secara detail dapat dilihat pada dokumen ini, namun secara sederhana dapat disampaikan untuk mengendalikan pengedaran narkoba yang saat ini semakin banyak menelan korban.

b. Seleksi/Penyaringan calon keanggotaan

Tidak semua staf dapat menjadi anggota dalam struktur kelembagaan Satgas Narkoba. Dengan demikian, rekruitmen anggota Satgas khususnya yang akan tergabung dalam divisi-divisi sedapat mungkin diseleksi dengan menggunakan standar-standar penilaian, diantaranya kemauan atau kesediaan staf untuk berpartisipasi aktif, kemampuan staf dalam menjalankan tugas dan fungsi satgas, kemampuan kerjasama, dan tidak pernah terlibat dalam penyalahgunaan narkoba.

Proses penyaringan dilakukan secara langsung oleh pimpinan SKPD atau dapat menunjuk tim khusus yang dianggap layak oleh pimpinan.

(13)

Setelah tahapan penyaringan dan diperoleh orang-orang yang sesuai dengan kriteria kelayakan, maka tahapan selanjutnya adalah penetapan keanggotaan Satgas oleh pimpinan SKPD melalui Surat Keputusan.

Hasil penetapan ini selanjutnya dilaporkan kepada Gubernur Provinsi Sulsel melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS.

d. Orientasi tugas dan fungsi

Guna mengoperasionalkan Satgas Narkoba sesuai tugas dan fungsinya secara benar, maka terlebih dahulu diberikan orientasi tugas dan fungsi. Kegiatan orientasi ini bisa dilakukan secara langsung oleh pimpinan SKPD atau dapat pula difasilitasi oleh Biro Bina Napza dan HIV-AIDS sebagai leading sector atau fasilitator pembentukan kelembagaan ini.

X. KUALIFIKASI KEANGGOTAAN SATGAS

Masalah yang akan ditangani oleh Satgas ini adalah masalah narkoba yang sudah merupakan kejahatan luar biasa. Dengan demikian, staf yang akan bertugas haruslah staf yang memiliki kualifikasi tertentu agar kelembagaan ini dapat juga melakukan program-program yang luar biasa pula.

Kualifikasi keanggotaan Satgas Narkoba setidak-tidaknya memenuhi standar di bawah ini:

a. Mengetahui dengan benar epidemi narkoba

Informasi standar yang wajib diketahui adalah jenis-jenis narkoba, tahapan pemakaian narkoba, efek atau dampak narkoba, modus operandi, pendekatan penanggulangan, dan jenis layanan yang tersedia.

b. Tidak sedang dalam pemakaian narkoba

Persyaratan ini sangat penting karena logika keberadaan Satgas Narkoba untuk mengendalikan penyalahgunaan. Selain itu, keanggotaan yang bebas dari kecanduan menjadikan Satgas memiliki kredibilitas dalam menjalankan tugas dan fungsinya.

c. Staf senior dilingkungan institusi

(14)

Biasanya staf senior memiliki pengalaman yang banyak dan kekuatan kharismatik sehingga dapat menciptakan pergerakan kelembagaan yang lebih dinamis.

d. Memiliki kemampuan kerjasama sektoral dan lintas program

Epidemi narkoba tidak dapat diatasi tanpa penanganan yang bersifat lintas sektoral dan lintas program. Oleh karena itu, staf yang memiliki kemampuan kerjasama merupakan staf yang sangat relevan untuk direkrut sebagai keanggotaan Satgas.

XI. WAKTU PEMBENTUKAN

Waktu pembentukan satgas dimulai Bulan September sampai dengan 30 oktober 2016. Alokasi waktu ditetapkan untuk mempercepat proses pembentukan Satgas Narkoba dan tersedianya waktu yang cukup dalam merencanakan alokasi kegiatan dan anggaran yang diharapkan diinput dalam perencanaan dan penganggaran SKPD.

XII. MEKANISME KOORDINASI

Banyaknya kelembagaan yang terlibat dalam pembentukan satgas narkoba memungkinkan adanya peluang terjadinya penerapan tugas dan fungsi yang tumpang tindih. Guna menata tugas dan fungsi itu, maka mekanisme koordinasi satgas narkoba ini perlu diatur secara tersendiri.

Proses koordinasi yang ditetapkan melalui mekanisme seperti di bawah ini:

a. Koordinasi struktural dimana Gubernur melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS mengkoordinasikan pembentukan kepada SKPD.

Bentuk koordinasi ini ditempuh melalui penyampaian Surat Edaran Gubernur kepada seluruh pimpinan SKPD lingkup Provinsi Sulsel untuk melakukan pembentukan Satgas Narkoba di lingkungan SKPDnya masing-masing.

b. Koordinasi internal SKPD untuk pembentukan Satgas Narkoba

(15)

Untuk mendapatkan penjelasan yang utuh, sebaiknya saat pembahasan internal diterapkan, SKPD didampingi oleh Biro Bina Napza dan HIV-AIDS.

c. Koordinasi timbal balik

SKPD mengkomunikasikan hasil pembentukan Satgas Narkoba dilingkungannya kepada Gubernur Sulsel melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS Setda Provinsi Sulsel. Selanjutnya Biro Bina Napza dan HIV-AIDS melakukan komunikasi kembali kepada SKPD terkait dengan hal-hal yang berkaitan dengan tugas dan fungsi Satgas narkoba.

Bentuk koordinasi timbal balik dapat diselenggarakan melalui pertemuan formal dan dapat juga diterapkan dengan komunikasi lewat media komunikasi.

d. Koordinasi lintas sektor dalam bentuk pertemuan sektoral

Biro Bina Napza dan HIV-AIDS menfasilitasi pertemuan sektoral untuk mengkoordinasikan perkembangan atau kemajuan Satgas dalam menjalankan tugas dan fungsinya serta mengetahui tantangan dan hambatan yang dihadapi. Pertemuan koordinasi ini diselenggarakan secara rutin sekali dalam 3 (tiga) bulan.

XIII. PERENCANAAN PROGRAM

Satgas Narkoba dalam penerapan tugas dan fungsinya diimplementasikan lewat penyelenggaraan program atau kegiatan-kegiatan yang berkaitan dengan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba dilingkungannya masing-masing. Untuk mendapatkan program yang relevan dan dibutuhkan oleh masyarakat yang menjadi sasaran pelayanan suatu SKPD, maka program perlu direncanakan secara sistematis, terukur, dan berkesinambungan.

(16)

dikembangkan dengan pengumpulan data lapangan yang dilengkapi dengan instrumen pengumpulan data dalam bentuk kuesioner atau format wawancara sesuai dengan kebutuhan data dan informasi yang diperlukan.

Analisa Masalah

Data dan informasi yang sudah dikumpulkan menjadi bahan dasar untuk analisis masalah aktual yang sebenarnya dihadapi dalam lingkungan SKPD terkait dengan ancaman dan bahaya penyalahgunaan narkoba.

Masalah yang muncul menurut pengamatan data sederhana bisa tergambarkan dalam kuantitas yang banyak dengan varian yang beragam. Dibutuhkan analisis masalah yang tajam supaya penempatan masalah benar-benar fokus dan menyentuh akar penyebabnya yang bersifat mendasar. Dengan demikian, aktivitas analisa masalah menjadi penting.

Analisa masalah dapat dilakukan melalui berbagai metode seperti metode pohon masalah, metode tulang ikan, atau metode-metode lainnya. SKPD diharapkan melakukan analisa masalah dengan menggunakan metode yang dianggap mudah diterapkan sepanjang metode tersebut memiliki kerangka penalaran ilmiah.

Masalah-masalah yang ada memerlukan analisis untuk menemukan akar penyebab. Akar penyebab masalah menjadi landasan utama untuk melahirkan program atau kegiatan-kegiatan yang relevan.

Prioritas Program/Kegiatan

Terbatasnya sumber daya yang dimiliki oleh Satgas Narkoba dibandingkan dengan kompleksitas kebutuhan antisipasinya memerlukan upaya pemrioritasan program atau kegiatan.

SKPD akan menggunakan metode ilmiah dalam menyusun prioritas program atau kegiatan Satgas Narkoba. Pertimbangan utama dalam penyusunan prioritas program atau kegiatan adalah kesiapan, kemendesakan, dan daya ungkit. Variabel-variabel ini memiliki skoring dengan skala 1-10 yang akan digunakan pada teknik rangking. Program atau kegiatan yang mendapatkan skor terbanyak merupakan program atau kegiatan yang skala prioritasnya tinggi.

Perencanaan Penganggaran

(17)

Proses perencanaan penganggaran dilakukan melalui pemaparan unit-unit cost yang dibutuhkan oleh tiap program. Setiap unit cost memiliki harga tertentu dengan ketentuan yang sudah ditetapkan melalui Surat edaran Gubernur Sulsel berkaitan dengan perencanaan penganggaran program.

Hasil-hasil perencanaan penganggaran diperoleh dalam bentuk satuan biaya tertentu yang selanjutnya digunakan oleh Satgas Narkoba dalam mengimplementasikan program atau kegiatannya.

Pengintegrasian Program/Kegiatan/Anggaran dalam RKA SKPD

Program atau kegiatan-kegiatan pencegahan dan penanggulangan yang diprioritaskan dan yang sudah memiliki rancangan pembiayaan (costing) selanjutnya diintegrasikan dengan Perencanaan Kerja (Renja) SKPD.

Peran SKPD dalam proses penyusunan Renja sangat penting. Disinilah perlunya advokasi dari BBNHA untuk menyamakan persepsi tentang prioritas program agar segala kegiatan yang terkait dengan penyelenggaraan pencegahan dan penanggulangan narkoba mendapat tempat yang baik dalam rancangan Renja SKPD tersebut, sehinga pada akhirnya kegiatan pengawasan dan pengendalian narkoba nantinya bisa dipertahankan dan bisa menjadi indikatif dan atau definitif.

Keanggotaan Satgas Narkoba melakukan koordinasi dengan bagian perencanaan SKPD untuk mengetahui indikator-indikator kinerja SKPD dan kemungkinan masuknya kegiatan P2 Narkoba kedalam indikator kinerja tersebut.

Skema Integrasi kegiatan Satgas Narkoba kedalam Renja SKPD dapat ditempuh dalam 3 (tiga) cara yaitu (1) memasukkan pada program-program utama SKP sebagai kegiatan, (2) jika kegiatan tidak memiliki relevansi program, dapat dimasukkan sebagai sub-kegiatan pada kegiatan-kegiatan yang memiliki nomenklatur program, (3) namun, jika sub-kegiatan masih mendapatkan kesulitan, langkah yang paling minimal atau memosisikan narkoba sebagai perspektif dari kegiatan-kegiatan SKPD.

(18)

pencegahan narkoba di lingkungan SKPD terus menerus dilakukan mengingat tidak harus memerlukan sumber daya tersendiri.

XIV. PELAKSANAAN PROGRAM

Pada tingkat pelaksanaan program, Satgas Narkoba wajib memastikan bahwa semua kegiatan yang diselenggarakan sesuai dengan perencanaan yang ada. Hal ini dimaksudkan supaya kegiatan yang terlaksana dilakukan secara sistematis, terkoordinasi, dan memiliki daya ungkit yang tinggi untuk mengubah wajah epidemi narkoba di lingkungan kerja SKPD.

Yang perlu mendapatkan penekanan dalam operasionalisasi pelaksanaan adalah pelibatan seluruh anggota Satgas Narkoba pada setiap aktivitas. Cara ini sangat efektif dalam mendapatkan hasil kegiatan yang diinginkan mengingat partisipasi seluruh anggota Satgas Narkoba akan melahirkan kerjasama diantara anggota sehingga tugas-tugas yang ada dapat dibagi secara proporsional.

Pelaksanaan program diarahkan untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Pembentukan lingkungan kondusif dapat ditempuh melalui disseminasi informasi yang menyentuh seluruh komponen masyarakat sehingga terbentuk persepsi yang benar dalam memandang epidemi narkoba yang pada akhirnya akan tertanam kesadaran yang mendalam untuk memberikan dukungan terhadap program pencegahan dan penanggulangan yang sedang berlangsung.

Cara lain yang dapat dilakukan untuk menciptakan lingkungan kondusif adalah mendorong adanya perumusan dan penyusunan kebijakan operasional dari berbagai tingkatan organisasi sehingga pelaksanaan program memiliki kerangka yang kuat dalam operasionalisasinya. Kebijakan yang mendukung pada kahirnya akan bekerja dalam mensistematisasi kegiatan-kegiatan pencegahan, sehingga dengan demikian pelaksanaan program berlangsung dalam pendekatan sistemik. Pola penggerakan pelaksanaan program seperti ini akan memberikan dampak atau efek yang besar dalam mengubah tingkat epidemi narkoba yang saat ini cenderung mengalami peningkatan jumlah kasus dan area yang terdampak.

(19)

Satgas Narkoba mengingat karakteristik masalah yang melingkupi pengedaran narkoba sungguh sangat kompleks.

Satgas terlebih dahulu melakukan identifikasi yang jelas tentang stakeholders yang berkepetingan terhadap isu yang akan diatasi oleh program. Satkeholders yang sudah diidentifikasi kemudian dilanjutkan dengan analisis peran yang bisa dilakukan pada suatu kegiatan. Hasil analisis stakeholders dan peran inilah yang menjadi dasar pelibatan program. Peran-peran stakeholders dalam pelaksanaan program dapat berupa peserta, narasumber, panitia, fasilitator, mentor, dan lainnya.

Di bawah ini adalah matriks yang dapat digunakan untuk analisis stakeholders pada suatu kegiatan:

Nama Kegiatan :

Tujuan Kegiatan : Institusi Penyelenggara :

No Nama Stakeholders Peran Bentuk Pelibatan 1

2 3 Ds t

Hal yang perlu diatur dengan baik pada proses pelaksanaan suatu program adalah metode yang akan digunakan. Pemilihan metode pelaksanaan program atau kegiatan disesuaikan dengan kebutuhan kelompok sasaran yang menjadi beneficaries suatu program. Untuk mengetahui kebutuhan kelompok sasaran terkait dengan metode pelaksanaan program yang diharapkan dapat ditempuh melalui cara wawancara langsung dengan calon penerima program atau dapat pula melalui analisa terhadap data yang dipergunakan dalam perencanaan program yang kemungkinannya mencakup data tentang metode kegiatan yang diminati oleh kelompok sasaran kita.

XV. MEKANISME MONITORING DAN EVALUASI

(20)

dan objektif pada desain, implementasi, dan hasil yang dicapai oleh sebuah program atau kegiatan yang sedang atau telah berlagsung. Tujuan dari evaluasi adalah untuk memperbaiki kebijakan dan rencana intervensi selanjutnya berdasarkan feedback dari hasil evaluasi saat ini, serta sebagai mekanisme pertanggungjawaban kegiatan kepada masyarakat.

Berdasarkan waktu pelaksaannya evaluasi dapat dikategorikan menjadi 2 yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatiif. Evaluasi formatif adalah evaluasi yang dilakukan ketika program sedang berjalan, sedang evaluasi sumatif adalah evaluasi yang dilakukan diakhir pelaksanaan suatu program. Evaluasi bertujuan agar diketahui pencapaian realisasi, kemajuan dan kendala yang dijumpai dalam rangka pencapaian misi, agar dapat dinilai dan dipelajari guna perbaikan pelaksanaan program/kegiatan di masa yang akan datang.

Pada tingkat SKPD, monitoring dan evaluasi dan evaluasi juga harus dilaksanakan. Sebagaimana diketahui bahwa penanggungjawab operasional Satgas narkoba adalah SKPD masing-masing. Dalam mengemban kewajiban menyelenggarakan upaya pencegahan dan penanggulangan narkoba bekerja bersama dengan institusi mitra lain di daerah. Pemberi pelayanan publik yang langsung berhadapan dengan masyarakat adalah UPTD. Di area wilayah kerja ini, UPTD tidak bekerja sendiri. UPTD memiliki jejaring pada level di bawahnya, yaitu unit-unit pelayanan publik. Gambaran ini menjelaskan bahwa ada pembagian tanggungjawab berjenjang dalam penerapan tugas Satgas Narkoba ini. Oleh karena itulah, pelaksanaan monitoring dan evaluasi penerapan tupoksi Satgas juga dilaksanakan secara berjenjang.

SKPD/Satga s

UPTD/Gugus Tugas

Unit Pelayanan Publik/

(21)

Monitoring dapat dilakukan dalam 2 (dua) bentuk yakni monitoring internal Satgas Narkoba hanya dalam lingkup SKPD dan monitoring diperluas dengan mengundang seluruh gugus-gugus tugas yang ada pada UPTD atau unit tugas yang bekerja secara langsung pada unit pelayanan publik.

Monitoring internal sebaiknya dilakukan 1 (satu) kali dalam tiga bulan (monitoring triwulan) dan monitoring diperluas dilakukan sekali dalam enam bulan (semester).

Metode supervisi lapangan perlu dilakukan sewaktu-waktu untuk memastikan fungsi dan tugas kelembagaan Satgas tetap pada jalurnya sekaligus untuk mendapatkan masukan terhadap optimalisasi fungsi kelembagaan ini.

XVI. TATACARA PELAPORAN

Satgas Narkoba diwajibkan membuat laporan tentang proses dan hasil kerja satuan tugas ini dalam mengendalikan bahaya narkoba di lingkungan instansinya masing-masing.

Tatacara pelaporan Satgas Narkoba perlu dituangkan dalam Petunjuk Teknis ini supaya laporan yang masuk memiliki sistematika yang teratur dengan batasan data yang sudah ditentukan. Dengan demikian pembacaan data menjadi lebih mudah untuk kepentingan tahapan analisis data dalam rangka memperoleh informasi yang lebih valid dan dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Sistematika laporan Satgas Narkoba memuat hal-hal dibawah ini:

a. Pendahuluan

Berisi latar belakang dan situasi penyalahgunaan narkoba dalam lingkup pengawasannya

b. Tujuan

Tujuan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan pada SKPD

c. Kegiatan-Kegiatan

Kegiatan-kegiatan yang sudah dilakukan pada periode tertentu

d. Hasil Yang Diperoleh

(22)

e. Hambatan/Tantangan

Tuliskan apa saja yang menjadi hambatan selama pelaksanaan tugas, baik yang bersifat internal maupun eksternal

f. Kesimpulan

Berisi intisari atau rangkuman dari keseluruhan aktivitas Satgas Narkoba.

Penyusunan laporan Satgas Narkoba yang ada pada SKPD dilakukan sekali dalam 1 (satu) tahun.

Laporan yang sudah dibuat selanjutnya dikirimkan kepada Gubernur Provinsi Sulsel melalui Biro Bina Napza dan HIV-AIDS Setda Provinsi Sulsel. Laporan yang sudah diterima akan direview oleh tim expert bersama dengan staf Biro Bina Napza dan HIV-AIDS yang selanjutnya hasil review dikirimkan kepada SKPD untuk tindaklanjut.

Secara skematik, tatacara pelaporan dapat dilihat pada bagan di bawah ini:

XVII. KEBERLANJUTAN

Adanya fenomena pembentukan suatu struktur kelembagaan yang hanya berfungsi disaat awal, namun dalam perjalanannya mengalami penurunan fungsional yang lambat laun berada pada kondisi tidak berfungsi sama sekali. Guna menghindari hal tersebut,

Gubernur Provinsi Sulsel

UPTD

Pelayanan Publik

Review Biro Bina

Napza & HIV-AIDS SATGAS

NARKOBA SKPD

(23)

maka perlu dipikirkan keberlanjutannya supaya program atau kegiatan pencegahan dan penanggulangan narkoba berkesinambungan.

Strategi yang diharapkan dipakai oleh SKPD untuk menjamin adanya keberlanjutan fungsi dari Satgas Narkoba di lingkungannya adalah menempatkan Satgas Narkoba ini sebagai bagian dari struktur organisasinya. Proses melekatkan kedalam struktur oraganisasi SKPD di awali dengan analisis relevansi tugas Satgas Narkoba dengan tugas yang ada dalam unit-unit organisasi. Unit organisasi yang dianggap relevan membawahi kelembagaan Satgas narkoba ini atau tergantung dari kebijakan pimpinan SKPD.

Jika skenario ini terlaksana, maka dipastikan setiap perencanaan dan penganggaran program yang diterapkan setiap tahunnya akan mengakomodir kegiatan-kegiatan pencegahan dan penanggulangan narkoba sebab sudah ada bagian/bidang kerja dalam SKPD yang mengendalikannya.

Keberlanjutan peran dan fungsi Satgas Narkoba dapat juga dilakukan melalui perencanaan replikasi kelembagaan pada tingkat kabupaten/kota. Petunjuk teknis ini relatif masih mengatur operasionalisasi pembentukan Satgas narkoba di tingkat provinsi, namun keberlanjutannya diharapkan diadopsi oleh kabupaten/kota.

Pemerintah kabupaten/kota terlebih dahulu merumuskan dan menyusun Peraturan Bupati/Walikota tentang fasilitasi Penanganan Darurat Narkoba yang selanjutnya menjadi dasar pembentukan Satgas, baik di lingkungan pemerintah, swasta, dunia usaha, maupun masyarakat. Satgas Narkoba di tingkat kabupaten/kota akan dibentuk secara berjenjang, mulai tingkatan kabupaten, kecamatan, sampai pada tingkatan desa/kelurahan.

XVIII. PENUTUP

Petunjuk teknis ini merupakan arahan yang akan dipedomani oleh seluruh SKPD dalam membentuk Satgas Narkoba sebagai antisipasi konkret dalam merespon Indonesia darurat Narkoba.

(24)

kemungkinan yang berpotensi terjadinya permasalahan yang lebih besar.

Selain rentang kendali yang menggambarkan adanya rantai pengawasan yang kuat disegala lini, keberadaan Satgas Narkoba ini juga menjadi instrumen penting dalam menyebarluaskan bahaya narkoba di lingkungan masyarakat. Seluruh komponen masyarakat merupakan sasaran pelayanan publik yang diselenggarakan oleh pemerintah daerah (SKPD). Petunjuk teknis ini mensyaratkan seluruh SKPD untuk membentuk Satgas Narkoba, dengan demikian diasumsikan juga bahwa tidak ada lagi masyarakat yang tidak pernah mendengar bahaya dan dampak narkoba yang mematikan.

Jika seluruh SKPD sudah memiliki Satgas Narkoba diasumsikan bahwa tidak ada lagi wilayah yang membuka ruang gerak luas dan kesempatan besar bagi para pengedar untuk menjaring calon pengguna baru. Bertitik tolak dari pandangan itu, maka diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu lama kita mampu untuk mengendalikan masalah ini sampai pada tingkat yang berarti.

Signifikansi hasil Satgas Narkoba dapat dilihat secara nyata jika kelembagaan ini beroperasi secara optimal. Operasionalisasi kelembagaan ini dideterminasi oleh komitmen dan dukungan dari pimpinan SKPD. Oleh karena itu, dihimbau kiranya seluruh pimpinan SKPD secara pro-aktif menginisiasi pembentukan Satgas Narkoba di lingkungan SKPDnya dan selanjutnya dikoordinasikan kepada Gubernur Provinsi Sulsel dalam rangka fasilitasi penguatan dan pemberian dukungan-dukungan sesuai kebutuhan dan kemampuan.

Atas segala bantuan, dukungan, dan kerjasama dari semua pihak hingga Petunjuk Teknis ini dapat diselesaikan, kami haturkan banyak terima kasih. Semoga Wilayah Sulawesi Selatan terbebas dari epidemi yang mematikan ini, amin.

Makassar, Agustus, 2016

Diajukan oleh

Biro Bina Napza dan HIV-AIDS Setda Prov. Sulsel

(25)

Ditetapkan oleh Gubernur Provinsi Sulsel

Referensi

Dokumen terkait

Artinya pada variabel kualitas lapangan (X2), diketahui memiliki t hitung sebesar 0,491 dengan nilai signifikansi 0,625 lebih besar dari 0,05. 3) Tidak ada pengaruh secara

Proyek pembangunan pengaman pantai di Provinsi Sulawesi Barat merupakan proyek pembangunan yang memiliki resiko cukup tinggi atau suatu keadaan yang terjadi dan

³0HQXUXW SHQXWXUDQ -HUR *HGH Kehen mengenai persepsi tentang mitos tersebut adalah dimana mitos tersebut sudah ada sejak zaman kerajaan Raja Ratu Ida Bhatara Guru

Jumlah spora yang terbentuk selama kurang lebih 4 bulan setelah inokulasi pada tanaman inang, terlihat bahwa spora CMA yang dikemas dalam kapsul dengan pembawa tanah

“Menyadari bahwa lingkungan sosial dan politik kebudayaan yang berkembang begitu cepat, setelah melakukan refleksi sedalam-dalamnya terhadap pengalaman kreatif tahun 1960-an di

rencana tindakan yang telah disusun peserta pada kegiatan in service learning I.. bukti fisik/dokumen sementara hasil OJL sampai dengan satu setengah bulan pertama (menjadi salah

Pada penelitian ini dirancang aplikasi data mining dengan algoritma Naïve Bayes, yang berfungsi untuk menganalisis efisiensi jasa servis pada bengkel Daihatsu

Untuk mencapai system yang efektif dalam penentuan calon prangkat pekon pada Pekon Balak untuk membantu pemrosesan informasi dan masalah yang dihadapi oleh