• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.)"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN

PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum

L.)

OLEH :

AHMAD MUSAWIR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN

PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum

L.)

OLEH :

AHMAD MUSAWIR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agroklimatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

ABSTRAK

AHMAD MUSAWIR. Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan TANIA JUNE.

Radiasi surya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kentang. Di samping itu, intensitas yang optimum diperlukan agar pertumbuhan tanaman kentang dapat tumbuh dengan baik. Pada penelitian ini dipelajari pengurangan intensitas radiasi surya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang pada berbagai periode pertumbuhan. Pengurangan dan periode pengurangan intensitas dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf 5% kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey.

Pengurangan intensitas radiasi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata pada indeks luas daun (ILD). Namun ada kecenderungan bahwa pengurangan intensitas akan meningkatkan nilai ILD. Perlakuan periode pengurangan intensitas memberikan perbedaan yang nyata pada nilai ILD terutama pada pengurangan selama pertumbuhan.

Dengan semakin menurunnya tingkat intensitas radiasi surya nilai luas daun spesifik (LDS) semakin besar. Pada pengamatan 70 hst nilai LDS mempunyai nilai yang lebih besar pada pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan dibandingkan pengurangan pada fase awal pertumbuhan.

CGR menurun sejalan dengan pengurangan intensitas radiasi surya seperti ditunjukkan pada pengamatan 55 dan 70 hst, demikian pula pada perlakuan pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan. Pola yang hampir sama dengan CGR terjadi pada NAR, dimana hasilnya akan turun bila intensitas yang diterima dikurangi.

Berat umbi per tanaman pada percobaan menunjukkan, penerimaan intensitas 75% tidak menurunkan berat umbi total per tanaman, sedangkan pada intensitas 55% selama pertumbuhan dan intensitas 25% pada fase awal, fase akhir maupun selama pertumbuhan akan menurunkan berat umbi total per tanaman.

Terdapat hubungan linier antara berat kering tanaman dengan berat kering umbi pada intensitas 100%, 75%, 55%, dan 25% berturut-turut mengikuti persamaan y = -5,350 + 0,927x ; y = 0,803 + 0,824x ; y = 9,207 + 0,673x ; y = 7,616 + 0,646x, dengan nilai EPU masing-masing sebesar 0,927; 0,824; 0,673; 0,646.

(4)

ABSTRACT

AHMAD MUSAWIR. The Reduce of Sun Radiation Intensity and It's Effect on Potato (Solanum tuberosum L.) Growth and Production. Under Direction YONNY KOESMARYONO and TANIA JUNE

The sun radiation is effecting the growth and production of potato plant. Beside that, optimum value of sun radiation intensity is needed for a good growth of potato plan. This research is studying the reduce of sun radiation intensity and it's effect on potato plan growth and production in different periode. The reduce of sun radiation intensity and the periode of reduced intensity in analyzed with analysis of variance (P 0.05) and then continued by Tukey test.

The reduce of sun radiation intensity is not significantly different in the leaf area index (LAI). But there are tendency that the reduce of sun radiation intensity will increasing LAI value. Periode treatment resulting significantly difference on LAI value especially the reducing in the early phase of potato plan grow.

As the decreasing of sun radiation intensity level, the value of spesific leaf area (SLA) is increasing. At 70 day post planning (dpp), the SLA value is bigger than the early phase of potato grow.

CGR is decreasing as the sun radiation intensity decreased, showed in observation 55 and 70 dpp. That trend is also happened on reduced intensity treatment in plan growing phase. The similar pattern in CGR is happened in NAR, where the result is will decreased if the intensity is reduced.

Corm weight per plan obtained from researh indicating, 75% intensity acceptance is not decreasing the total weight, meanwhile 55% intensity in growing phase and 25% in early grow phase is decreasing the total weight.

(5)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan hasil karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Semua data dan informasi yang digunakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini belum pernah dipublikasikan atau diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Bogor, April 2005

(6)

Judul Tesis : Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang

(Solanum tuberosum L.) Nama : Ahmad Musawir

NRP : P 12500004 Program Studi : Agroklimatologi

Menyetujui :

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Dr. Ir. Tania June, M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Agroklimatologi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

(7)

Tanggal Sidang : 19 April 2005 Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul tesis yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir Tania June, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas beserta staf yang telah membantu selama penelitian di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri dan anak tercinta Diana Permata, S.Kg dan Aqilah Salsabila, atas segala pengorbanan dan dukungannya. Kepada ayahanda, ibunda serta adik-adik, Rahmi, Erza, Safwat, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, April 2005

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Maret 1974 dari ayah Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, SH dan ibu Siti Hafsah. Penulis merupakan anak

pertama dari empat bersaudara.

Pada tahun 1992 melalui jalur UMPTN penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 1998.

Pada tahun 2000 penulis bekerja di Universitas Djuanda dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke program magister pada Program Studi Agroklimatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. iii

DAFTAR GAMBAR………. iv

DAFTAR LAMPIRAN……….. v

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang ……….………. 1

Tujuan Penelitian……….……….. 5

TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

Intensitas Radiasi Surya……….……… 6

Budidaya Tanaman Kentang………….…………..………... 11

BAHAN DAN METODE……….. 17

Tempat dan Waktu Penelitian………..……. 17

Bahan dan Alat………..…… 17

Metode……….………. 17

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 26

Hasil……….……. 26

Iklim Makro……… 26

Pengurangan Intensitas Radiasi Surya………..… 26

Periode Pengurangan Intensitas……….. 29

Efisiensi Pembentukan Umbi ………. 31

Pembahasan……… 34

KESIMPULAN DAN SARAN……….… 38

Kesimpulan……… 38

Saran……….. 39

DAFTAR PUSTAKA……… 40

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Tingkat

Intensitas Radiasi Surya………... 27

2. CGR dan NAR pada Berbagai Tingkat Intensitas Radiasi Surya… 28

3. ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Periode

Pengurangan Intensitas……… 30

4. CGR dan NAR pada Berbagai Periode Pengurangan Intensitas … 31

5. Berat Umbi pada Berbagai Tingkat dan Periode Pengurangan

(11)

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN

PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum

L.)

OLEH :

AHMAD MUSAWIR

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

PENGURANGAN INTENSITAS RADIASI SURYA DAN

PENGARUHNYA PADA PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI

TANAMAN KENTANG (

Solanum tuberosum

L.)

OLEH :

AHMAD MUSAWIR

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Agroklimatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

ABSTRAK

AHMAD MUSAWIR. Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.). Dibimbing oleh YONNY KOESMARYONO dan TANIA JUNE.

Radiasi surya mempengaruhi pertumbuhan dan produksi tanaman kentang. Di samping itu, intensitas yang optimum diperlukan agar pertumbuhan tanaman kentang dapat tumbuh dengan baik. Pada penelitian ini dipelajari pengurangan intensitas radiasi surya dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman kentang pada berbagai periode pertumbuhan. Pengurangan dan periode pengurangan intensitas dianalisis dengan menggunakan analisis ragam pada taraf 5% kemudian dilanjutkan dengan uji Tukey.

Pengurangan intensitas radiasi tidak memperlihatkan perbedaan yang nyata pada indeks luas daun (ILD). Namun ada kecenderungan bahwa pengurangan intensitas akan meningkatkan nilai ILD. Perlakuan periode pengurangan intensitas memberikan perbedaan yang nyata pada nilai ILD terutama pada pengurangan selama pertumbuhan.

Dengan semakin menurunnya tingkat intensitas radiasi surya nilai luas daun spesifik (LDS) semakin besar. Pada pengamatan 70 hst nilai LDS mempunyai nilai yang lebih besar pada pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan dibandingkan pengurangan pada fase awal pertumbuhan.

CGR menurun sejalan dengan pengurangan intensitas radiasi surya seperti ditunjukkan pada pengamatan 55 dan 70 hst, demikian pula pada perlakuan pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan. Pola yang hampir sama dengan CGR terjadi pada NAR, dimana hasilnya akan turun bila intensitas yang diterima dikurangi.

Berat umbi per tanaman pada percobaan menunjukkan, penerimaan intensitas 75% tidak menurunkan berat umbi total per tanaman, sedangkan pada intensitas 55% selama pertumbuhan dan intensitas 25% pada fase awal, fase akhir maupun selama pertumbuhan akan menurunkan berat umbi total per tanaman.

Terdapat hubungan linier antara berat kering tanaman dengan berat kering umbi pada intensitas 100%, 75%, 55%, dan 25% berturut-turut mengikuti persamaan y = -5,350 + 0,927x ; y = 0,803 + 0,824x ; y = 9,207 + 0,673x ; y = 7,616 + 0,646x, dengan nilai EPU masing-masing sebesar 0,927; 0,824; 0,673; 0,646.

(14)

ABSTRACT

AHMAD MUSAWIR. The Reduce of Sun Radiation Intensity and It's Effect on Potato (Solanum tuberosum L.) Growth and Production. Under Direction YONNY KOESMARYONO and TANIA JUNE

The sun radiation is effecting the growth and production of potato plant. Beside that, optimum value of sun radiation intensity is needed for a good growth of potato plan. This research is studying the reduce of sun radiation intensity and it's effect on potato plan growth and production in different periode. The reduce of sun radiation intensity and the periode of reduced intensity in analyzed with analysis of variance (P 0.05) and then continued by Tukey test.

The reduce of sun radiation intensity is not significantly different in the leaf area index (LAI). But there are tendency that the reduce of sun radiation intensity will increasing LAI value. Periode treatment resulting significantly difference on LAI value especially the reducing in the early phase of potato plan grow.

As the decreasing of sun radiation intensity level, the value of spesific leaf area (SLA) is increasing. At 70 day post planning (dpp), the SLA value is bigger than the early phase of potato grow.

CGR is decreasing as the sun radiation intensity decreased, showed in observation 55 and 70 dpp. That trend is also happened on reduced intensity treatment in plan growing phase. The similar pattern in CGR is happened in NAR, where the result is will decreased if the intensity is reduced.

Corm weight per plan obtained from researh indicating, 75% intensity acceptance is not decreasing the total weight, meanwhile 55% intensity in growing phase and 25% in early grow phase is decreasing the total weight.

(15)

SURAT PERNYATAAN

Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa tesis yang berjudul Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) merupakan hasil karya saya sendiri dengan bimbingan komisi pembimbing, kecuali dengan jelas ditunjukkan rujukannya. Semua data dan informasi yang digunakan secara jelas dapat diperiksa kebenarannya. Tesis ini belum pernah dipublikasikan atau diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain.

Bogor, April 2005

(16)

Judul Tesis : Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang

(Solanum tuberosum L.) Nama : Ahmad Musawir

NRP : P 12500004 Program Studi : Agroklimatologi

Menyetujui :

1. Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS Dr. Ir. Tania June, M.Sc Ketua Anggota

Mengetahui,

2. Ketua Program Studi Agroklimatologi 3. Dekan Sekolah Pascasarjana

(17)

Tanggal Sidang : 19 April 2005 Tanggal Lulus :

PRAKATA

Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Judul tesis yang dipilih dalam penelitian ini adalah Pengurangan Intensitas Radiasi Surya dan Pengaruhnya pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Kentang (Solanum tuberosum L.).

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Yonny Koesmaryono, MS selaku ketua komisi pembimbing dan Ibu Dr. Ir Tania June, M.Sc sebagai anggota komisi pembimbing, yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan. Disamping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas beserta staf yang telah membantu selama penelitian di lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri dan anak tercinta Diana Permata, S.Kg dan Aqilah Salsabila, atas segala pengorbanan dan dukungannya. Kepada ayahanda, ibunda serta adik-adik, Rahmi, Erza, Safwat, atas segala doa dan kasih sayangnya. Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, April 2005

(18)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 8 Maret 1974 dari ayah Prof. Dr. Abdul Gani Abdullah, SH dan ibu Siti Hafsah. Penulis merupakan anak

pertama dari empat bersaudara.

Pada tahun 1992 melalui jalur UMPTN penulis diterima sebagai mahasiswa di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Padjadjaran dan lulus pada tahun 1998.

Pada tahun 2000 penulis bekerja di Universitas Djuanda dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan ke program magister pada Program Studi Agroklimatologi Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

(19)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL……….. iii

DAFTAR GAMBAR………. iv

DAFTAR LAMPIRAN……….. v

PENDAHULUAN………. 1

Latar Belakang ……….………. 1

Tujuan Penelitian……….……….. 5

TINJAUAN PUSTAKA ………... 6

Intensitas Radiasi Surya……….……… 6

Budidaya Tanaman Kentang………….…………..………... 11

BAHAN DAN METODE……….. 17

Tempat dan Waktu Penelitian………..……. 17

Bahan dan Alat………..…… 17

Metode……….………. 17

HASIL DAN PEMBAHASAN………. 26

Hasil……….……. 26

Iklim Makro……… 26

Pengurangan Intensitas Radiasi Surya………..… 26

Periode Pengurangan Intensitas……….. 29

Efisiensi Pembentukan Umbi ………. 31

Pembahasan……… 34

KESIMPULAN DAN SARAN……….… 38

Kesimpulan……… 38

Saran……….. 39

DAFTAR PUSTAKA……… 40

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Tingkat

Intensitas Radiasi Surya………... 27

2. CGR dan NAR pada Berbagai Tingkat Intensitas Radiasi Surya… 28

3. ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Periode

Pengurangan Intensitas……… 30

4. CGR dan NAR pada Berbagai Periode Pengurangan Intensitas … 31

5. Berat Umbi pada Berbagai Tingkat dan Periode Pengurangan

(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Denah Percobaan ……… 21

2. Denah Anak Petak……….. 22

3. Beberapa Perlakuan (II I3S1 dan II I3S2) pada Umur 23 hst... 23

4. Beberapa Perlakuan (II I3S3 dan II I0) pada Umur 23 hst… 24

5. Perlakuan II I2S2 pada Umur 23 hst………. 25

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Data Iklim Makro Lokasi Penelitian………. 44

2. Analisis Ragam Indeks Luas Daun pada 55 hst……… 47

3. Analisis Ragam Indeks Luas Daun pada 70 hst……… 47

4. Analisis Ragam Luas Daun Spesifik pada 55 hst……… 47

5. Analisis Ragam Luas Daun Spesifik pada 70 hst……… 47

6. Analisis Ragam Berat Kering Tanaman pada 55 hst……….. 48

7. Analisis Ragam Berat Kering Tanaman pada 70 hst……….. 48

8. Analisis Ragam Berat Kering Tanaman pada 85 hst……….. 48

9. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Tanaman (CGR) pada 55 hst 48

10. Analisis Ragam Laju Pertumbuhan Tanaman (CGR) pada 70 hst 49

11. Analisis Ragam Laju Asimilasi Bersih (NAR) pada 55 hst……… 49

12. Analisis Ragam Laju Asimilasi Bersih (NAR) pada 70 hst……… 49

13. Analisis Ragam Berat Umbi per Tanaman pada 55 hst………….. 49

14. Analisis Ragam Berat Umbi per Tanaman pada 70 hst………….. 50

15. Analisis Ragam Berat Umbi per Tanaman pada 85 hst………….. 50

16. Analisis Ragam Berat Kering Umbi pada 55 hst……… 50

17. Analisis Ragam Berat Kering Umbi pada 70 hst……… 50

(23)

19. Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering Tanaman pada Intensitas 100%………... 51

20. Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering Tanaman pada Intensitas 75%………... 51

21. Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering Tanaman pada Intensitas 55%………... 52

22. Analisis Regresi Bobot Kering Umbi terhadap Bobot Kering Tanaman pada Intensitas 25%………... 52

(24)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kentang merupakan salah satu komoditas pertanian khususnya dari sub sektor

tanaman holtikultura. Kentang berasal dari daerah tropika Amarika Selatan kemudian

diintroduksikan ke daerah subtropis di Eropa dan berkembang di sana. Sejak tahun

1794 tanaman kentang sudah diusahakan di Indonesia yaitu di Cisarua Bandung dan

pada tahun 1811 telah tersebar ke daerah lain terutama di daerah pegunungan di

Indonesia.

Secara nutrisi umbi kentang merupakan bahan yang paling seimbang dalam

menyediakan kalori dan protein bagi kebutuhan manusia dibanding bahan pangan

lainnya Kentang menjadi makanan pokok di banyak negara. Melihat kandungan

gizinya, kentang merupakan sumber utama karbohidrat. Zat-zat gizi yang terkandung

dalam 100 gram bahan adalah kalori 347 kal, protein 0,3 gram, lemak 0,1 gram,

karbohidrat 85,6 gram, kalsium (Ca) 20 gram, fosfor (P) 30 mg, besi (Fe) 0,5 mg dan

vitamin B 0,04 mg (Pennington, 2003). Hal tersebut menjadikan kentang sebagai

prioritas alternatif yang mampu mensubstitusi kebutuhan pangan pokok masyarakat.

Bahkan untuk kalangan tertentu (penderita diabetes), kentang merupakan makanan

pokok untuk diet, karena kandungan kadar gulanya yang rendah. Kentang merupakan

komoditas yang penting dan mampu berperan untuk memenuhi gizi masyarakat.

Mengingat pola konsumsi masyarakat terhadap makanan terutama di perkotaan,

(25)

berbagai jenis penganan juga menggunakan kentang sebagai bahan/menu utamanya.

Berbagai kenyataan tersebut semakin menegaskan besarnya kebutuhan masyarakat

terhadap kentang. Prospek penyerapan dan permintaan pasar terhadap komoditas

kentang dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal itu sejalan dengan peningkatan

jumlah penduduk, tingkat pendidikan masyarakat yang lebih memahami peranan dan

nilai-nilai gizi. Peningkatan pendapatan/daya beli masyarakat yang semakin membaik

telah ikut serta mengubah preferensi (kesukaan) masyarakat terhadap kentang.

Perkembangan berbagai industri pengolahan hasil-hasil pertanian, dimana kentang

dapat diolah menjadi makanan kecil juga membuat permintaan terhadap kentang

sebagai bahan baku terus meningkat.

Walaupun tergolong tanaman yang berasal dari daerah sub tropis, kentang

dapat tumbuh dengan baik pada dataran tinggi tropis. Suhu optimal pada tanaman

kentang berkisar antara 18 - 21 °C, sehingga budidaya di Indonesia terbatas pada

dataran tinggi dengan ketinggian ideal 1000 – 1300 m dpl, sedangkan pada beberapa

varietas kentang dapat ditanam di dataran menengah 300 – 700 m dpl.

Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca

terutama pengaruh radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi dan

proses-proses metabolisme di dalam sel organ tanaman. Radiasi surya merupakan

unsur iklim yang sangat berperan terhadap pertumbuhan tanaman, penyediaan atau

pembentukan limbung dan sumber. Dalam proses fotosintesis, klorofil daun

menyerap energi radiasi surya pada kisaran panjang gelombang PAR ( Photosynthetic

(26)

Radiasi surya yang sampai ke permukaan tanaman tergantung pada intensitas

radiasi surya langsung dan radiasi surya difusi. Jumlah energi radiasi yang berperan

terhadap petumbuhan tanaman ditentukan oleh proporsi radiasi surya yang diserap

oleh tanaman tersebut.

Sampai dengan tahun 2000 perkembangan luas panen tanaman kentang

mencapai 73.068 Ha, dengan total produksi 977.349 ton (BPS, 2000). Terdapat 4

provinsi utama penghasil kentang, yakni Jawa Barat, Sumatera Utara, Jawa Timur

dan Jawa Tengah masing-masing dengan luas panen 27.778 Ha, 15.275 Ha, 7.551 Ha

dan 1.176 Ha, dengan rata-rata produksi 16,7 ton, 14,1 ton, 10,8 ton dan 12,0 ton per

hektar (Suryanto, 2003).

Gambaran karakteristik tanaman yang tumbuh pada intensitas radiasi matahari

rendah nampak subur dan rimbun karena daunnya lebih lebar, namun hasil panennya

cenderung rendah. Fenomena ini tampak jelas pada tanaman padi IR 747B2-6 seperti

dilaporkan oleh Yoshida (1981), bahwa berkurangnya intensitas radiasi sampai 25%

pada fase pertumbuhan reproduksi dan pemasakan, tidak mempengaruhi indeks panen

dan jumlah malai, namun akan menurunkan produksi gabah 40 sampai 50%. June

(1999) mengambil contoh tanaman ketimun, pada intensitas tinggi maka jumlah sel

dan volume sel daun bertambah dua kali yang selanjutnya akan meningkatkan Indeks

Luas Daun (Leaf Area Indeks/LAI). Disamping itu lapisan palisade daun akan

bertambah tebal sehingga meningkatkan ketebalan daun. Daun yang mempunyai

lapisan palisade lebih tebal akan mempunyai kapasitas fotosintesis per cm2 lebih

(27)

tinggi. Ditambahkan oleh Lawlor (1993), peningkatan intensitas radiasi akan diikuti

laju pertukaran CO2, namun peningkatan intensitas selanjutnya justru akan

mengurangi laju pertukaran CO2 sampai tingkat dimana pengambilan CO2 sama

dengan pengeluarannya. Keadaan ini yang umumnya terjadi pada tanaman C3, disebut

tingkat cahaya jenuh yakni kondisi dimana kenaikan intensitas tidak lagi diikuti laju

pertukaran CO2.

Sebaliknya, pada intensitas radiasi matahari yang sangat rendah, misalnya

sepertiga dari intensitas maksimal pada siang hari, maka berat kering total tanaman

akan turun sampai 38% dan berat kering batang, daun serta akar meningkat sampai

57%, dimana keadaan ini dapat menurunkan berat umbi sampai 80% (Burton,1966).

Lebih lanjut Haeder dan Beringer (1983) menyatakan, pada intensitas radiasi dan

suhu yang ideal, potensi hasil tanaman kentang dapat mencapai 100 ton per hektar.

Suryanto (2003) melaporkan, produktivitas 10 varietas kentang pada luas daun

2,650 – 8,253 cm2 atau setara dengan nilai ILD 1,26 – 3,93, berkisar 11 – 27 ton per

hektar. Produksi ini apabila ditinjau dari sisi penangkapan energi matahari,

efisiensinya masih rendah, karena menurut Haeder dan Beringer (1983), pada kisaran

ILD tersebut dapat dihasilkan umbi kentang sekitar 20 – 50 ton per hektar.

Fenomena ini memperlihatkan bahwa intensitas terbaik bagi suatu tanaman

adalah intensitas yang optimum, yakni tidak melewati batas kejenuhan cahaya dan

tidak terlalu rendah.

(28)

Menganalisis pengurangan intensitas radiasi surya dan pengaruhnya terhadap

(29)

TINJAUAN PUSTAKA

Intensitas Radiasi Surya

Matahari sebagai pusat pergerakan planet bumi, memancarkan radiasinya

dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Radiasi matahari ini merupakan sumber

tenaga atau sumber energi bagi gerak kehidupan planet bumi, diantaranya membentuk

perilaku iklim dan memberikan kehangatan bagi organismenya. Radiasi matahari

setelah diterima atmosfir bumi selanjutnya masuk dalam biosfir, di mana pada daerah

ini terdapat tumbuhan, satu-satunya organisme bumi yang mampu mengubahnya

menjadi energi kimia sehingga menjadi bermanfaat bagi organisme lainnya.

Intensitas radiasi matahari pada batas atmosfir bumi teratas, besarnya sekitar

1.370 W m-2 atau sekitar 2 kal m-2 menit-1. Jones (1992) menjelaskan radiasi ini

dikenal sebagai tetapan radiasi matahari (solar constant). Pengamatan dengan pyrheliometer pada satelit Nimbus 7 menunjukkan tetapan radiasi matahari berkisar

1.369-1.375 W m-2 atau rata-rata 1.373 W m-2 dengan kecenderungan penurunan

sekitar 0,02% per tahunnya. Dari radiasi tersebut, hanya sebagian saja yang sampai di

permukaan bumi, lainnya dipantulkan kembali ke angkasa sebagai akibat pembelokan

lapisan atas atmosfir dan sebagian diserap oleh berbagai partikel yang ada di udara

(Monteith, 1990). Lebih lanjut disebutkan pula bahwa sekitar 60-75% radiasi

gelombang pendek yang diamati di Observatorium Kew (51,5 °LU), hilang di

atmosfir akibat pemantulan dan penyerapan berbagai partikel, seperti uap air, awan,

(30)

oleh musim, yakni terendah 2,2 MJ m-2 hari-1 pada musim dingin (25%) dan tertinggi

16,2 MJ m-2 hari-1 pada musim panas (40%). Besarnya intensitas radiasi di permukaan

bumi tergantung dari lintang tempat, ketebalan awan, topografi dan musim. Adanya

awan di atmosfir menyebabkan penerimaan radiasi matahari di permukaan bumi

bervariasi, dari 40% di daerah basah dengan banyak awan sampai 80% di daerah

gurun yang kering (Larcher, 1980).

Sugito (1999) menjelaskan, dalam hubungannya dengan tanaman, radiasi

matahari digolongkan menjadi tiga, yakni intensitas, kualitas dan fotoperiodisitas.

Dari ketiganya, aspek intensitas yang banyak berperan dalam konversi energi

matahari dibandingkan dengan dua aspek radiasi matahari lainnya. Jones (1992)

menambahkan, radiasi matahari sampai pada permukaan daun tanaman dapat secara

langsung atau tidak, dapat berupa gelombang pendek dan gelombang panjang yang

diterima melalui penerusan atmosfir, pemantulan awan dan pemantulan dari

permukaan tanah.

Intensitas radiasi matahari adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu

tanaman per satuan luas dan per satuan waktu. Adanya satuan waktu berarti dalam

pengukuran ini termasuk pula lama penyinaran atau atau lama matahari bersinar

dalam satu hari (Sugito, 1999). Selanjutnya Lawlor (1993) mengatakan, untuk

mengukur energi digunakan satuan J m-2 detik-1 dimana 1 J detik-1 = 1 watt (W)

ekivalen dengan W m-2. Jones (1992) menambahkan, dalam The International System

of Units (SI), untuk mengukur intensitas digunakan satuan W m-2.

Di Indonesia yang beriklim tropis, intensitas radiasi matahari dipengaruhi oleh

(31)

banyak awan, penerimaan intensitas radasi matahari hanya berkisar 47%, namun pada

musim kemarau di mana pembentukan awan relatif berkurang radiasi bisa mencapai

70% (Lawlor, 1993). Pada siang hari terik dan langit bersih di musim kemarau

intensitas radiasi matahari dapat mendekati 10.000 fc (foot candle) atau sekitar 1,5 kal cm-2 menit-1 setara dengan 1.045,5 W m-2 (Nasir, 1999).

Larcher (1980) mengatakan bahwa banyaknya gunung di daerah tropis

mempengaruhi penerimaan intensitas radiasi matahari. Pada dataran tinggi, karena

rendahnya derajat kekeruhan atau polusi udara, maka penerimaan intensitas radiasi

matahari akan lebih besar bila dibandingkan dengan dataran rendah. Dijelaskan pula,

intensitas radasi matahari mempengaruhi perkembangan morfologi dan fisiologi

tanaman, yakni ciri struktural, kimia dan fungsional tanaman.

Dezfouli dan Herbert (1992) menjelaskan bahwa pada bagian morfologi

tanaman, intensitas radiasi tinggi akan menghasilkan luas daun yang lebih kecil

dengan tinggi tanaman atau ruas batang yang lebih pendek, sedangkan pada

fisiologinya akan meningkatkan jumlah dan ukuran sel, khloroplas, stomata, nisbah

khlorofil a dan b, C dan N, kandungan antosianin, energi dari bahan kering dan berat

kering tanaman. Pada ciri fungsional, intensitas radiasi tinggi akan meningkatkan laju

fotosintesis, fotorespirasi dan transpirasi tanaman. Sebaliknya, kurangnya intensitas

dari kebutuhan tanaman akan menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat karena

proses fotosintesisnya terganggu.

Peningkatan intensitas radiasi matahari ternyata tidak bersifat linier dengan

laju fotosintesis. Peningkatan intensitas radiasi hasil pantulan mulsa tidak

(32)

et al,1992). Chang (1974) menambahkan, pada siang hari yang terik di musim kemarau dimana intensitas radiasi matahari dapat mencapai 1.071,9 W m-2, tanaman

hanya memanfaatkan cahaya 25 - 60% sesuai dengan tingkat kejenuhan cahaya

masing-masing tanaman.

Energi matahari dipancarkan melalui radiasi matahari berupa gelombang

elektromagnetik. Tanaman pertanian mengkonversi energi matahari yang jatuh di atas

permukaan daunnya, menjadi energi kimia dalam proses fotosintesis.

Hampir 80 - 90% bahan kering tanaman adalah hasil fotosintesis. Namun demikian,

penangkapan energi matahari oleh tanaman pertanian, efesiensinya sangatlah rendah.

Bila dihitung dari besarnya energi matahari yang jatuh pada daun dan bahan kering

yang dihasilkan tanaman, maka efesiensi konversi energi pada berbagai tanaman

hanya berkisar 1 – 2% saja. Rendahnya efisiensi konversi energi ini disebabkan oleh

berbagai sebab, yakni adanya pemantulan dan penerusan energi matahari yang jatuh

pada tajuk tanaman, penggunaan sebagian energi matahari untuk transpirasi serta

pembongkaran kembali hasil fotosintesisi dalam proses respirasi (Jones, 1992).

Tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) sebagai salah satu tanaman C3

yang berasal dari daerah sub tropis dibudidayakan hampir di seluruh belahan dunia.

Di daerah sub tropis produksinya sekitar 40 ton per ha dan bila semua unsur

pertumbuhan tanaman dalam keadaan optimal, potensi produksinya cukup tinggi,

yakni sekitar 100 ton per ha (Tanaka, 1983). Di Indonesia yang beriklim tropis,

tanaman kentang dibudidayakan di dataran tinggi untuk mendapatkan lingkungan

(33)

Pertumbuhan tanaman pada dasarnya menggunakan hasil transformasi energi

matahari menjadi energi kimia. Sinclair dan Muchow (1999) menyebutkan bahwa

transformasi energi ini terdiri atas tiga tahap, yakni penangkapan intensitas radiasi

matahari oleh kanopi tanaman, konversi energi radiasi matahari menjadi energi kimia

dalam bentuk ATP dan NADPH yang selanjutnya digunakan sebagai sumber energi

untuk mengubah karbondioksida menjadi gula dan pati dalam reaksi gelap, serta

pembagian fotosintat ke bagian tanaman yang bernilai ekonomis.

Jones (1992) menambahkan, penambahan berat kering tanaman pada saat fase

vegetatif, merupakan fungsi linier dari radiasi matahari yang diserap tanaman.

Lebih lanjut dijelaskan pula oleh Sinclair dan Muchow (1999) bahwa

peningkatan intensitas radiasi matahari tidak selalu proporsional dengan hasil bersih

fotosintesis, hubungan kedua parameter tersebut umumnya bersifat hiperbola.

Dalam hubungannya dengan produksi bahan kering, terdapat faktor fisik dan

biologi yang menentukan laju pertumbuhan tanaman, seperti fraksi radiasi matahari

yang dapat ditangkap kanopi tanaman, intensitas radiasi pada individu daun,

ketahanan difusi stomata daun dan perilaku sistem fotokimia (Monteith, 1972, dalam

Sinclair dan Muchow, 1999).

Jones (1992) menjelaskan, peningkatan berat kering tanaman terutama selama

saat fase vegetatif merupakan fungsi linier dari intensitas radiasi yang ditangkap

tanaman.

Dijelaskan pula bahwa absorpsi terbesar dari spektrum cahaya terletak pada

(34)

Larcher (1980) menambahkan sekitar 70% PAR yang masuk ke mesofil diserap oleh

kloroplas, yakni di klorofil dan karotenoid.

Budidaya Tanaman Kentang

Sejak ditemukan berabad tahun yang lalu di Pegunungan Andes, Amerika

Selatan, tanaman kentang (Solanum tuberosum L.) banyak dibudidayakan manusia untuk bahan pangan, terutama di benua Eropa. Saat ini, untuk memenuhi kebutuhan

beragam pangan, tanaman kentang dibudidayakan hampir di seluruh belahan dunia,

tidak hanya di benua Eropa, Amerika atau Australia, namun juga pada beberapa

negara berkembang di Asia dan Asia Tenggara, khususnya di Indonesia. Produksi

kentang di Asia menyumbang 30% produksi kentang dunia yang berkisar 274 juta ton

(Schmiediche dan Braun, 1997).

Dalam dunia tumbuhan, kentang diklasifikasikan ke dalam divisi

Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, Kelas Dicotyledonae, famili Solanaceae, genus Solanum dan spesies Solanum tuberosum L.

Kentang termasuk jenis tanaman sayuran semusim, berumur pendek dan

berbentuk perdu/semak. Kentang termasuk tanaman semusim karena hanya satu kali

berproduksi sedangkan umur tanaman kentang bervariasi antara 85 - 180 hari.

Tanaman ini daunnya berwarna hijau dan kelabu yang tumbuh

berselang-seling. Daun berbentuk lonjong dengan ujungnya meruncing. Batang tanaman

berbentuk segiempat, memiliki sifat agak keras tetapi tidak begitu kuat. Tanaman

umumnya berbunga dan memiliki warna kuning, putih atau ungu. Bunga memiliki

(35)

Tinggi Tanaman kentang sekitar 50 – 100 cm dan diameter kanopi sekitar 50

cm. Batang utama tumbuh langsung dari umbi bibit sedangkan batang sekunder dan

tersier tumbuh dari batang di bawah permukaan tanah. Pada umbi bibit yang

berkualitas bagus, dari satu umbi dapat tumbuh sampai 10 batang utama. Daun

berbentuk majemuk, terdiri atas petiole, daun terminal dan lateral, daun sekunder dan

kadang-kadang terbentuk daun keempat (Lovatt, 1997). Stolon sudah tumbuh pada

awal pertumbuhan tanaman, yaitu sekitar 7-10 hari setelah tanaman/tunas bibit

muncul di permukaan tanah. Umbi akan terbentuk kira-kira pada akhir dari

terbentuknya kuncup bunga (Sutater, 1986). Selanjutnya Lovatt (1997)

menambahkan, umbi berkembang dari stolon yang tumbuh dari batang utama atau

batang sekunder. Umbi dapat dikatakan sebagai bagian dari batang yang digunakan

untuk penimbunan karbohidrat. Dalam satu rumpun tanaman yang baik dapat

diperoleh 30 umbi. Akar tanaman tanaman tumbuh dari umbi bibit dan terutama dari

batang utama yang terletak di bawah permukaan tanah.

Bibit tanaman kentang dapat berasal dari umbi, perbanyakan melalui stek

batang dan stek tunas daun. Tanaman ini tumbuh subur pada tanah yang berstruktur

remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki

lapisan olah yang dalam. Sifat fisik tanah yang baik akan akan menjamin ketersediaan

oksigen di dalam tanah. Tanah yang memiliki sifat ini adalah tanah andosol yang

terbentuk di pegunungan-pegunungan. Keadaan pH tanah yang sesuai untuk tanaman

kentang bervariasi antara antara 5,0 – 7,0.

Pertumbuhan tanaman kentang dibagi menjadi 4 fase, yakni pertumbuhan

(36)

muncul tunas sampai inisiasi umbi, biasanya memerlukan waktu 2 sampai 4 minggu

tergantung varietas dan suhu udara. Pada suhu di atas 20 °C tanaman akan

mempunyai pertumbuhan vegetatif yang baik, namun pertumbuhan umbi akan

terhambat. Sebelum fase vegetatif dimulai, diperlukan waktu 2 – 5 minggu bagi tunas

untuk muncul di permukaan tanah, tergantung kondisi umbi bibit, varietas dan suhu

tanah. Fase inisiasi dan pembesaran umbi, berlangsung selama 7 – 8 minggu, dimulai

dengan pembentukan stolon dan dilanjutkan dengan pembesarannya. Suhu yang ideal

bagi pembentukan umbi adalah 15 – 20 °C, bila terjadi suhu rendah di bawah 15 °C

maka laju pertumbuhan daun dan stolon akan terhambat. Pada beberapa varietas, saat

inisiasi umbi ditandai dengan munculnya kuncup bunga. Fase pemasakan umbi

memerlukan waktu 2 – 3 minggu. Terlihat tiga perubahan penting pada tanaman,

yakni kulit umbi mulai terbentuk, berat kering umbi mencapai maksimum serta

bagian atas tanaman mulai berwarna kekuningan dan mati. Kisaran waktu

pertumbuhan tanaman sejak tanam hingga panen sekitar 13 – 20 minggu. (Lovatt,

1997).

Lovatt (1997) menjelaskan, tanaman kentang yang ditanam pada suhu siang

hari 40 °C dan suhu malam hari 30 °C mempunyai rasio berat kering batang dengan

daun yang tinggi dan rasio berat kering umbi dengan daun dan batang yang rendah.

Dijelaskan pula, pada suhu harian yang tinggi maka alokasi asimilat akan dominan

pada bagian atas tanaman, yakni daun, batang dan cabang, sebaliknya pada suhu yang

(37)

Umbi kentang adalah bagian organ penyimpanan yang sangat aktif karena

sejak awal pertumbuhan tanaman, fotosintat telah ditranslokasikan ke bagian umbi

daripada ke batang dan pada akhir fase vegetatif, fotosintat yang berada di batang

juga akan ditranslokasikan ke umbi sebagai bagian sink organ tanaman dalam bentuk

pati. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa konversi fotosintat menjadi karbohiodrat

dalam umbi kentang sangat tinggi, yakni 0,83 g karbohidrat per gram fotosintat. Hal

ini karena pati adalah produk utama dari karbohidrat daripada selulosa. (Tanaka,

1983).

Selanjutnya ditambahkan oleh Manrique dan Bartholomew (1991), bila pada

malam hari suhu udara cukup tinggi maka pertumbuhan vegetatif terpacu tetapi

translokasi fotosintat ke bagian umbi terhambat dan akhirnya akan menurunkan

produksi umbi.

Pada saat ini hampir seluruh areal tanaman kentang di Indonesia didominasi

varietas Granola. Petani menyukai varietas ini karena ketahanan tanaman terhadap

penyakit khususnya Phytopthora infestans, umur tanaman yang pendek, potensi produksi yang cukup tinggi serta kualitas umbi yang prima dan disukai konsumen.

Disamping aneka varietas dengan berbagai bentuk tajuk (luas daun) dan produktivitas

yang telah ada di Jawa Timur, cukup banyak pula varietas introduksi dengan potensi

hasil tinggi, seperti Morene, Atlantic, Russet Burbank, Riverina Russet, Nadine,

Deleware, Galloway, Sheperdy, Deesire dan lain sebagainya (Diperta, 2002).

Dalam hubungannnya dengan produksi suatu tanaman, agar diupayakan nilai

ILD optimal, yaitu keadaan dimana hasil fotosintesis yang lebih besar dibanding

(38)

pohon 3 - 3,5 sedangkan pada tanaman kentang nilai ILD 4 – 5 mampu memberikan

hasil umbi sampai 50 ton/ha. (Haeder dan Beringer, 1983).

Nilai ILD suatu tanaman sangat erat hubungannya dengan berat kering

tanaman. Berat kering tanaman akan bertambah dengan meningkatnya ILD, namun

bila ILD terus meningkat maka berat kering akan menurun. Turunnya berat kering ini

disebabkan laju fotosintesis berkurang karena daun saling menaungi. (Tanaka, 1983).

Dari penelitian Wheeler et al. (1991) pada tanaman kentang kultivar Russet

Burbank, Norland, dan Denali, menunjukkan penurunan hasil umbi yang sangat nyata

bila intensitas radiasi turun sampai separuhnya.

Matheny et al. (1992) menjelaskan, produksi fotosintat pada tanaman kentang sangat dipengaruhi intensitas dan kualitas radiasi matahari yang diserap kanopi

tanaman. Lebih lanjut dijelaskan pula bahwa intensitas radiasi aktif fotosintesis

mempengaruhi laju fotosintesis sedangkan spektrum cahaya lebih mempengaruhi

distribusi fotosintat ke berbagai organ tanaman. Menurut Burton (1989) kisaran

intensitas radiasi surya rata-rata harian yang optimum bagi tanaman kentang berkisar

antara 10 – 25 MJ m-2 hari-1. Dengan intensitas radiasi surya tersebut memungkinkan

dapat tercapai titik kejenuhan cahaya untuk fotosintesis tanaman kentang sebesar

0,2 cal cm-2 menit-1.

Ditambahkan oleh Tanaka (1983) panjangnya periode pertumbuhan dan

lamanya pertumbuhan organ penimbunan fotosintat sangat berpengaruh dalam

peningkatan hasil tanaman umbi-umbian. Menyimak hasil penelitian

(39)

penuh) akan mempunyai kandungan nitrogen daun yang rendah dibanding tanaman

dengan pencahayaan penuh (100%). Tanaman dengan pencahayaan sangat rendah,

juga akan mempunyai daun yang tipis atau nilai LDS yang tinggi, dibanding dengan

tanaman yang mendapat pencahayaan penuh. Dari penelitian ini disimpulkan terdapat

hubungan yang erat antara hasil bersih fotosintesis tanaman dengan pencahayaan.

Laju fotosintesis bersih tanaman akan menurun sejalan dengan berkurangnya

pencahayaan.

Lawlor (1993) menjelaskan, tanaman C3 mampu mencapai fotosintesis

maksimum pada keadaan cahaya rendah, sebaliknya tanaman C4 akan lebih efisien

fotosintesisnya jika cahaya bersinar penuh.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian lapangan dilaksanakan mulai Bulan Mei sampai Agustus 2004 di

Balai Penelitian Tanaman Hias Cipanas, Jawa Barat.

(40)

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit tanaman kentang

varietas Granola, pupuk organik, pupuk anorganik (Urea/ZA, SP-36, dan KCl) dan

pupuk cair serta paranet dengan persentase naungan 25%, 55% dan 75%.

Alat-alat yang digunakan adalah tube solarimeter, digital volt meter, oven,

ring sample, penggaris, cangkul, timbangan dan alat-alat tulis.

Metode

a. Rancangan :

Rancangan Petak Terbagi dibandingkan dengan kontrol. Perlakuan dalam

RPT disusun menurut Rancangan Acak Kelompok, diulang 3 kali.

b. Perlakuan :

Kontrol (I0) = Tanpa perlakuan tingkat intensitas 100 %

Petak Utama : Tingkat Intensitas

I1 = Intensitas 75%

I2 = Intensitas 55%

I3 = Intensitas 25%

Anak Petak : Periode Pengurangan Intensitas

S1 = 0 – 85 hst (Selama Pertumbuhan)

S2 = 0 – 40 hst (Awal Pertumbuhan)

S3 = 40 – 85 hst (Akhir Pertumbuhan)

Model linier dari rancangan penelitian adalah :

(41)

Keterangan simbol :

Yijk = Pengamatan pada kelompok ke-i, intensitas ke-j dan saat naungan

ke-k

µ = Rataan umum

á1 = Pengaruh kelompok ke-i

Ij = Pengaruh intensitas taraf ke-j

Sk = Pengaruh saat naungan ke-k

ISjk = Pengaruh interaksi intensitas taraf ke-j dan saat naungan ke-k

δij = Pengaruh galat petak utama

(42)

c. Pelaksanaan :

Percobaan lapang dilakukan dengan menggunakan luas anak petak 15 m2

(5 x 3 m) dan jarak tanam 70 x 30 cm atau dengan populasi tanaman 47.000

tanaman per hektar. Pemeliharaan tanaman meliputi pemupukan, penyiangan,

pembubunan, serta pengendalian hama dan penyakit.

Perlakuan tingkat intensitas radiasi matahari dilakukan dengan memberi

naungan buatan (paranet) di atas pertanaman setinggi 1,5 m.

d. Pengamatan :

Pengamatan tanaman meliputi, jumlah dan luas daun, berat kering daun, berat

tanaman, berat kering tanaman, berat umbi per tanaman dan berat kering umbi

per tanaman. Pengamatan tanaman dilakukan secara destruktif dengan

mengambil 2 contoh tanaman secara acak dimulai sejak 55 hst (hari setelah

tanam) kemudian dilanjutkan setiap 15 hari sekali sampai 85 hst. Pengamatan

berat kering tanaman dengan mengeringkan tanaman dalam oven selama 5 - 7

hari pada suhu 80 °C, sampai didapatkan berat yang konstan.

Dari data pengamatan tanaman dihitung :

1. Indeks Luas Daun (ILD)

LD ILD = --- A

dimana : LD = luas daun total tanaman (cm2)

(43)

2. Laju Pertumbuhan Tanaman (Crop Growth Rate = CGR)

(W2 – W1) 1

CGR = ---.--- g m-2 hari-1 (t2 – t1) GA

dimana : W1 = berat biomassa saat t1

W2 = berat biomassa saat t2

GA = luas area (m2)

3. Laju asimilasi bersih (Net Assimilation Rate = NAR) (W2 – W1) 1

NAR = --- . --- g m-2 daun hari-1 (t2 – t1) LD

dimana : W1 = berat biomassa saat t1

W2 = berat biomassa saat t2

LD = luas daun (m2)

4. Ketebalan daun (Specific Leaf Area) = SLA atau Luas Daun Spesifik = LDS ) :

LD

LDS = --- cm2 g-1 WL

dimana : LD = luas daun (cm2)

WL = berat kering daun (g)

5. Efisiensi Pembentukan Umbi (EPU) (Effeciency of Storage Root

Production = ESRP)

Koefisien Regesi (nilai b) dari persamaan linier y = a + bx dimana

y = berat kering umbi, x = berat kering tanaman.

(44)

Gambar 1. Denah Percobaan

I3S3 I3S2 I3SI I2SI I2S3 I2S2 I0 I1S3 I1S2 I1S1

I1SI I1S2 I1S3 I0 I2SI I2S3 I2S2 I3S3 I3S2 I3SI

I2S2 I2S3 I2S1 I1SI I1S3 I1S2 I3SI I3S2 I3S3 I0

5 M

1 M

(45)

* * * * * * * * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * * * * * * * * 1 3 2 P

* * * * * * * * * * * * * * * * *

* * * * * * * * * * * * * * * * *

30 CM 5 M

70 CM

3 M

[image:45.612.61.579.86.341.2]

Keterangan : * = tanaman kentang; 1-3 = pengamatan destruktif; P = panen

(46)
[image:46.612.171.471.85.284.2]
(47)
[image:47.612.173.468.85.289.2]
(48)
[image:48.612.204.438.85.399.2]
(49)
(50)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Iklim Makro

Berdasarkan data iklim makro dari Stasiun Meteorologi Balai Penelitian

Bioteknologi (Balitbio) Pacet Jawa Barat (107° 00’ BT, 6° 44’ LS, 1120-1200

m dpl.), selama penelitian berlangsung (Mei – Agustus 2004) mempunyai suhu udara

rata-rata 21,9 °C, curah hujan 319,5 mm, dan rata-rata RH 50%. Intensitas radiasi

total 5.193, 38 W m-2 (Zainal, 2004). Dengan tipe iklim Cs menurut Koppen, tipe A

menurut Schmidt dan Ferguson dan tipe B2 menurut Oldeman.

Pengurangan Intensitas Radiasi Surya

Peubah pertumbuhan tanaman pada perlakuan tingkat intensitas ini meliputi

ILD, LDS, berat kering tanaman, CGR, dan NAR.

Tabel 1 memperlihatkan, terdapat perbedaan antara tanaman yang mendapat

perlakuan intensitas dengan tanaman kontrol (intensitas 100%), pada peubah LDS

dan berat kering tanaman pada umur tanaman 55 hst. Diantara perlakuan intensitas,

terdapat perbedaan antara tingkat intensitas pada peubah LDS pada 55 hst dan berat

kering tanaman pada 55 dan 70 hst. Semakin rendah intensitas radiasi yang diterima

oleh tanaman (intensitas 75%, 55%, dan 25%) akan berakibat peningkatan luas daun

spesifik serta penurunan berat kering tanaman. Perlakuan tingkat intensitas tidak

(51)
[image:51.612.114.529.123.240.2]

Tabel 1. ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Tingkat Intensitas Radiasi Surya

Intensitas Radiasi Surya

Komponen Umur 100%

(hst) (Kontrol) 75% 55% 25%

ILD 55 1,77a 2,07a 2,10a 2,85a

70 1,82a 2,42a 2,57a 3,37a

LDS (cm2g-1) 55 1,07a 1,46a 1,73ab 2,45b

70 1,67a 1,88a 2,05a 2,48a

BK Tanaman (g tan-1) 55 64,48bc 82,96c 68,63b 48,99a

70 76,12ab 90,35b 87,55ab 64,25a

Keterangan :

· Bilangan-bilangan pada sesama baris yang ditandai huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

Pada 55 hst perlakuan intensitas 25% mempunyai luas daun spesifik lebih

besar (2,45 cm2 g-1) dari pada perlakuan intensitas 75% (1,46 cm2 g-1) dan intensitas

100% (1,07 cm2 g-1). Jika dibandingkan dengan tanaman kontrol (1,07 cm2 g-1),

perlakuan intensitas 75% dan 55% tidak memberikan perbedaan hasil yang nyata.

Perlakuan tingkat intensitas mempengaruhi berat kering tanaman. Dengan

semakin kecilnya intensitas radiasi yang diterima menyebabkan penurunan berat

kering tanaman. Pada Tabel 1 di atas tampak bahwa saat tanaman berumur 55 hst

perlakuan intensitas 75% (82,96 g) dan intensitas 55% (68,63 g) nyata lebih tinggi

dari berat kering tanaman yang mendapat perlakuan intensitas 25% (48,99 g). Berat

kering tanaman yang mendapat perlakuan intensitas 25% (64,48 g) berbeda nyata

dengan tanaman kontrol (76,12 g).

Pada saat tanaman berumur 70 hst perlakuan intensitas 75% mempunyai berat

kering tanaman tertinggi (90,35 g) diikuti perlakuan intensitas 25% (64,25 g) tetapi

tidak berbeda nyata dengan perlakuan intensitas 55% (87,55 g). Jika dibandingkan

(52)

intensitas yang dicobakan tidak menghasilkan berat kering tanaman yang berbeda

(Tabel 1).

Tabel 2 memperlihatkan, terdapat perbedaan antara tanaman yang mendapat

perlakuan intensitas 25% dengan tanaman kontrol (intensitas 100%), pada peubah

CGR dan NAR pada umur tanaman 70 hst. Diantara perlakuan intensitas, terdapat

perbedaan antara tingkat intensitas pada peubah CGR pada umur tanaman 55 dan 70

hst dan NAR pada 70 hst. Semakin rendah intensitas radiasi yang diterima oleh

tanaman (intensitas 75%, 55%, dan 25%) akan berakibat penurunan nilai CGR dan

[image:52.612.112.529.362.455.2]

NAR.

Tabel 2. CGR dan NAR pada Berbagai Tingkat Intensitas Radiasi Surya

Intensitas Radiasi Surya

Komponen Umur 100%

(hst) (Kontrol) 75% 55% 25%

CGR (g m-2 hari-1) 55 6,56ab 6,61b 6,47ab 2,47a

70 9,31bc 10,84c 7,3b 4,73a

NAR (g m-2 daun hari-1) 55 0,47a 0,47a 0,28a 0,19a

70 0,71bc 0,75c 0,42b 0,19a

Keterangan :

· Bilangan-bilangan pada sesama baris yang ditandai huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

Pada 55 hst perlakuan intensitas 75% mempunyai CGR lebih tinggi

(6,61 g m-2 hari-1) dari pada perlakuan intensitas 25% (2,47 g m-2 hari-1). Pada 70 hst

tanaman dengan perlakuan intensitas 75% (10,84 g m-2 hari-1) dan intensitas 55%

(7,3 g m-2 hari-1) nyata mempunyai CGR lebih tinggi dari tanaman yang mendapat

(53)

Pada NAR tampak bahwa saat tanaman berumur 70 hst perlakuan intensitas

75% (0,75 g m-2 daun hari-1) dan intensitas 55% (0,42 g m-2 daun hari-1) nyata lebih

tinggi dari tanaman yang mendapat perlakuan intensitas 25% (0,19 g m-2 daun hari-1).

Periode Pengurangan Intensitas

Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perlakuan periode pengurangan

intensitas selama pertumbuhan akan berakibat peningkatan ILD dibandingkan dengan

pengurangan intensitas pada fase awal atau akhir pertumbuhan baik pada umur

tanaman 55 hst maupun 70 hst. Pada umur tanaman 70 hst pengurangan intensitas

selama pertumbuhan nyata menghasilkan ILD yang yang lebih besar bila

dibandingkan dengan tanaman kontrol (intensitas 100%).

Ketebalan daun diukur melalui pengamatan LDS. Dari analisis ragam

menunjukkan bahwa pada umur tanaman 55 hst pengurangan intensitas tidak

berpengaruh nyata terhadap LDS. Pada umur tanaman 70 hst pengaruh nyata

diperlihatkan pada pengurangan intensitas selama pertumbuhan dan awal

pertumbuhan. Hasil uji Tukey pada Tabel 3. memperlihatkan bahwa LDS terbesar

dicapai pada pengurangan intensitas selama pertumbuhan (2,55 cm2 g-1) yang tidak

berbeda nyata dengan pengurangan intensitas akhir pertumbuhan (2,04 cm2 g-1),

tetapi lebih besar dari pada pengurangan intensitas awal pertumbuhan (1,71 cm2 g-1).

Jika dibandingkan dengan LDS pada tanaman kontrol, pengurangan intensitas selama

(54)
[image:54.612.112.529.124.242.2]

Tabel 3. ILD, LDS dan Berat Kering Tanaman pada Berbagai Periode Pengurangan Intensitas

Periode Pengurangan Intensitas

Tanpa Pengurangan

Komponen Umur

(hst) (Kontrol) Selama Pertumbuhan Fase Awal Pertumbuhan Fase Akhir Pertumbuhan

ILD 55 1,77ab 2,86b 2,03a 2,14a

70 1,82a 3,38b 2,36a 2,63a

LDS (cm2 g-1) 55 1,07a 2,17a 1,61a 1,85a

70 1,67a 2,55b 1,71a 2,04ab

BK Tanaman (g tan-1) 55 64,48ab 62,58a 74,44b 63,56a

70 76,12ab 74,62a 90,08b 77,44ab

Keterangan :

· Bilangan-bilangan pada sesama baris yang ditandai huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

Perlakuan periode pengurangan intensitas mempengaruhi berat kering

tanaman. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perlakuan periode pengurangan

intensitas selama pertumbuhan akan berakibat penurunan berat kering tanaman

dibandingkan dengan pengurangan pada fase awal baik pada umur tanaman 55 hst

maupun 70 hst. Jika dibandingkan dengan berat kering tanaman pada tanaman

kontrol, taraf-taraf tingkat pengurangan intensitas tidak menghasilkan berat kering

tanaman yang berbeda (Tabel 3).

Hasil analisis ragam memperlihatkan tanaman yang mendapat pengurangan

intensitas selama pertumbuhan, mempunyai CGR dan NAR yang lebih kecil

dibandingkan dengan tanaman yang mendapat pengurangan pada awal pertumbuhan.

Jika dibandingkan dengan CGR dan NAR pada perlakuan kontrol maka perlakuan

pengurangan intensitas, baik selama pertumbuhan, awal pertumbuhan, maupun akhir

pertumbuhan tidak memberikan nilai yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol

(55)
[image:55.612.107.539.124.219.2]

Tabel 4. CGR dan NAR pada Berbagai Periode Pengurangan Intensitas

Periode Pengurangan Intensitas

Tanpa Pengurangan

Komponen Umur

(HST) (Kontrol) Selama Pertumbuhan Fase Awal Pertumbuhan Fase Akhir Pertumbuhan

CGR (g m-2 hari-1) 55 6,56ab 3,39a 7,58b 6,35ab

70 9,31ab 6,31a 7,67b 6,84ab

NAR (g m-2daun hari-1) 55 0,47ab 0,19a 0,52b 0,28a

70 0,52ab 0,38a 0,71b 0,47ab

Keterangan :

· Bilangan-bilangan pada sesama baris yang ditandai huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

Efisiensi Pembentukan Umbi (EPU)

Efisiensi pembentukan umbi ditandai oleh seberapa kuat pengaruh berat

kering tanaman terhadap berat kering umbi. Plot antara berat kering tanaman (BKT)

dengan berat kering umbi (BKU) disajikan pada Gambar 6 dan 7. Berdasarkan plot

tersebut ada kecenderungan bahwa hubungan antara berat kering umbi dengan berat

kering tanaman membentuk pola hubungan linier.

Gambar 6. Hubungan Berat Kering Tanaman dengan Berat Kering Umbi pada Intensitas 100%, dan 75%.

Inte ns ita s 1 0 0 %

B e r a t K e rin g T a n a m a n ( g /ta n )

1 2 0 1 0 0 8 0 6 0 4 0 2 0 B e ra t K e rin g U m b i ( g /ta n )

1 2 0

1 0 0

8 0

6 0

4 0

2 0

0

Inte nsita s 7 5 %

B e r a t K e rin g T a n a m a n (g /ta n )

1 2 0 1 1 0 1 0 0 9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 B e ra t K e ri n g U m b i ( g /ta n )

1 1 0

1 0 0

9 0 8 0 7 0 6 0 5 0 4 0

Inte ns ita s 5 5 %

B e ra t K e ring T a n a m a n (g/ta n)

140 120 100 80 60 40 B e ra t K e rin g U m b i ( g /ta n ) 120 100 80 60 40 20

Inte ns i ta s 2 5 %

B e ra t K e ring T a na m a n (g/ta n)

110 100 90 80 70 60 50 40 30 B e ra t K e ri n g U m b i ( g /ta n ) 90 80 70 60 50 40 30 20

Y = -5,350 + 0,927x R2 = 96,6%

EPU = 0,927 EPU = 0,824

Y = 9,207 + 0,673x R2 = 85,0%

[image:55.612.124.532.464.772.2]
(56)

Gambar 7. Hubungan Berat Kering Tanaman dengan Berat Kering Umbi pada Intensitas 55% dan 25%.

Hasil analisis regresi menunjukkan hubungan linier antara berat kering

tanaman dengan berat kering umbi pada intensitas 100%, 75%, 55%, dan 25%

berturut-turut mengikuti persamaan y = -5,350 + 0,927x ; y = 0,803 + 0,824x ;

y = 9,207 + 0,673x ; y = 7,616 + 0,646x dengan koefisien determinasi sebesar

96,6% ; 77,9% ; 85,0% ; 78,7%. Persamaan ini menunjukkan nilai EPU pada

intensitas 100%, 75%, 55%, dan 25% sebesar 0,927; 0,824; 0,673; 0,646. Dari nilai

EPU dapat dilihat, setiap 1 gram penambahan berat kering tanaman mampu

meningkatkan 0,927 gram berat kering umbi pada intensitas 100%, 0,824 gram berat

kering umbi pada intensitas 75%, 0,673 gram berat kering umbi pada intensitas 55%,

[image:56.612.116.545.547.705.2]

dan 0,646 gram berat kering umbi pada intensitas 25%.

Tabel 5. Berat Umbi pada Berbagai Tingkat dan Periode Pengurangan Intensitas

Perlakuan Berat Umbi (g tan-1)

Intensitas 100% 660.00c

Intensitas 75% Selama Pertumbuhan Fase Awal Pertumbuhan Fase Akhir Pertumbuhan Intensitas 55%

Selama Pertumbuhan Fase Awal Pertumbuhan Fase Akhir Pertumbuhan Intensitas 25% Selama Pertumbuhan 391.67abc 593.33c 411.83bc 316.67ab 419.00bc 355.83abc 172.00a

(57)

Fase Awal Pertumbuhan Fase Akhir Pertumbuhan

329.33ab 301.67ab Keterangan :

· Bilangan-bilangan pada sesama kolom yang ditandai huruf sama berarti tidak berbeda nyata menurut uji Tukey pada taraf 5%

Perlakuan pengurangan intensitas mempengaruhi berat umbi total per

tanaman. Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa perlakuan intensitas 75% baik

pada fase awal pertumbuhan, fase akhir pertumbuhan maupun selama pertumbuhan

tidak menurunkan berat umbi total per tanaman, demikian pula dengan intensitas

55%, pada fase awal dan fase akhir pertumbuhan tidak menurunkan berat umbi total

per tanaman, namun pada intensitas 55% selama pertumbuhan dan intensitas 25%

pada fase awal, fase akhir maupun selama pertumbuhan akan menurunkan berat umbi

total per tanaman (Tabel 5).

Pembahasan

Adanya penerimaan intensitas yang lebih rendah tidak memperlihatkan

perbedaan yang nyata pada indeks luas daun (ILD). Namun demikian ada

kecenderungan bahwa perlakuan tingkat intensitas 55% dan 25% baik pada 55 hst

maupun 70 hst pada umumnya mempunyai ILD yang lebih tinggi daripada perlakuan

intensitas 75%. Perlakuan periode pengurangan intensitas memberikan perbedaan

(58)

Kecenderungan ini disebabkan karena helaian daun yang bertambah lebar dan tipis,

seperti ditunjukkan oleh peningkatan nilai LDS pada Tabel 1. Pada tabel tersebut

terlihat, tanaman yang menerima intensitas rendah akan menghasilkan nilai LDS

tinggi, yang berarti ketebalan daun semakin tipis. Hal yang sama juga dilaporkan oleh

Suryanto (2003) pada perlakuan intensitas sekitar 50% dengan berbagai saat

intensitas umumnya mempunyai ILD dan LDS yang lebih tinggi daripada perlakuan

intensitas 70%, demikian pula pada perlakuan intensitas 30% umumnya mempunyai

ILD dan LDS lebih tinggi daripada intensitas 50%. Ditambahkan oleh Suryanto

(2003) adanya kecenderungan peningkatan ILD dan LDS pada tanaman yang

mendapat intensitas rendah akan menurunkan kandungan klorofil dan kerapatan

stomata. Fenomena ini juga dilaporkan oleh Koesmaryono et al. (1998), bahwa

pemberian intensitas 25% pada tanaman kedelai ternyata menurunkan kerapatan

stomata dan tahanan stomata daun serta mempunyai daun yang tipis atau nilai LDS

yang tinggi, dibanding dengan tanaman yang mendapat pencahayaan penuh (100%).

Menurut Fitter dan Hay (1991) hal ini terjadi karena pengurangan lapisan palisade

daun, dari dua atau tiga sel menjadi satu sel. Ditambahkan oleh Lawlor (1993)

tanaman yang ternaungi akan mengurangi ketebalan jaringan palisade dan mesofil

pada sejumlah lapisan sel. Sel mesofil menjadi kecil dan dinding sel menjadi lebih

tipis serta ruang udara antar sel menjadi lebih rapat.

Peubah Crop Growth Rate (CGR) digunakan untuk mengetahui kecepatan tumbuh tanaman pada periode tertentu selama pertumbuhannya per satuan luas lahan.

Kecepatan tumbuh tanaman sangat dipengaruhi oleh perubahan faktor lingkungan.

(59)

tingkat intensitas seperti ditunjukkan pengamatan 55 hst dan 70 hst. Pada pengamatan

tersebut tampak pula bahwa intensitas 25% mempunyai CGR paling rendah. Pada

perlakuan periode pengurangan, pengurangan intensitas selama pertumbuhan akan

memberikan nilai CGR yang rendah. Pola yang hampir sama dengan CGR terjadi

pada NAR, dimana hasilnya akan turun bila pengurangan intensitas diberikan selama

pertumbuhan serta intensitas yang diterima rendah. Kejadian ini juga dilaporkan oleh

Suryanto (2003) bahwa CGR dan NAR menurun sejalan dengan rendahnya tingkat

intensitas pada tanaman kentang. Salisbury dan Ross (1992) menjelaskan intensitas

radiasi matahari yang rendah mengakibatkan kandungan klorofil daun berkurang dan

selanjutnya menurunkan laju fotosintesis dan akumulasi fotosintat pada organ

penyimpan. Keadaan ini terlihat pula dari berat kering total tanaman yang rendah

pada semua perlakuan pengurangan intensitas (Tabel 1 dan 3). Larcher (1980)

menyebutkan, sebagai tanaman C3 tanaman masih mampu melakukan fotosintesis

optimal pada tingkat cahaya 30 – 50%, namun bila intensitas yang diterima semakin

rendah maka akan mengganggu proses fotosintesis dan translokasi fotosintat.

Pengaruh rendahnya intensitas pada akhirnya sangat mempengaruhi berat kering total

tanaman, seperti perlakuan intensitas 25% yang umumnya mempunyai berat kering

total tanaman terendah. Keadaan ini akhirnya akan menurunkan pula berat umbi total

per tanaman.

Kuantitas hasil, yakni berat umbi per tanaman pada percobaan menunjukkan,

bila penerimaan intensitas semakin rendah dan semakin lama periode pengurangan

maka akan menurunkan berat umbi total per tanaman (Tabel 5). Adanya pengurangan

(60)

stomata berkurang dan selanjutnya menghambat laju fotosintesis, seperti ditunjukkan

dengan nilai CGR dan NAR yang rendah (Tabel 2 dan 4). Hal serupa dilaporkan oleh

Suryanto (2003) pada penerimaan intensitas sekitar 70% tidak menurunkan berat

umbi total, namun pada intensitas 50 dan 30% apalagi terjadi sepanjang fase

pertumbuhan tanaman akan menurunkan berat umbi total sekitar 46%. Hal yang sama

juga dilaporkan Koesmaryono et al. (1998) pada tanaman kedelai dengan tingkat

intensitas 25%, dimana jumlah stomata, kandungan N dan ketebalan daunnya akan

berkurang dan selanjutnya menghambat laju fotosintesis tanaman. Terhambatnya laju

fotosintesis akan menurunkan laju translokasi fotosintat pada sink organ dalam hal ini

umbi tanaman kentang. Keadaan seperti ini dikemukakan juga oleh Mills (2001)

bahwa pembentukan umbi sangat dipengaruhi intensitas radiasi matahari, suhu dan

kelembaban. Bila intensitas radiasi rendah maka kandungan klorofil daun berkurang

yang mengakibatkan translokasi asimilat ke bagian umbi terganggu dan akhirnya

umbi yang terbentuk cenderung kecil. Menurut Suryanto (2003) menurunnya hasil

umbi dapat diatasi dengan cara penambahan magnesium dalam bentuk pupuk. Pada

intensitas 100% dan 70%, pemberian 50 dan 100 Mg kg per ha dapat meningkatkan

berat umbi total sampai 62%, namun bila intensitas kurang sampai 50% pemberian

Mg tidak mampu lagi meningkatkan berat umbi. Ditambahkan oleh Suwandi et al. (1996), pemberian magnesium sebanyak 25 kg per hektar pada tanaman tomat yang

ditanam pada musim penghujan atau pada intensitas radiasi yang relatif rendah

mampu meningkatkan hasil buah serta mutu buah tomat, sedangkan pada tanaman

kentang penggunaan 50 kg Mg per hektar, memberikan hasil umbi yang lebih baik

(61)

menurut Suntoro (2000) pemupukan Mg dalam bentuk dolomit dengan dosisi 425 kg

per hektar, mampu meningkatkan hasil biji sebesar 6,51%.

Hubungan berat kering tanaman dengan berat kering umbi antara tanaman

kontrol dengan perlakuan intensitas mempunyai Efisiensi Pembentukan Umbi (EPU)

yang lebih rendah daripada kontrol. Diantara tanaman yang mendapat perlakuan

intensitas, nilai EPU semakin kecil seiring dengan rendahnya penerimaan intensitas

(Gambar 6 dan 7). Suryanto (2003) menjelaskan bahwa nilai EPU akan semakin

menurun dengan semakin berkurangnya intensitas radiasi yang dapat mengakibatkan

menurunnya laju fotosintesis tanaman. Terhambatnya laju fotosintesis akan

menurunkan laju translokasi fotosintat pada sink organ dalam hal ini umbi. Pada

tanaman kentang, umbi merupakan 80% bagian berat kering tanaman

(62)

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Adanya pengurangan intensitas radiasi tidak memperlihatkan perbedaan yang

nyata pada indeks luas daun (ILD). Namun demikian ada kecenderungan bahwa

pengurangan intensitas 55% dan 25% baik pada 55 hst maupun 70 hst pada

umumnya mempunyai ILD yang lebih tinggi daripada perlakuan intensitas 75%.

Perlakuan periode pengurangan intensitas memberikan perbedaan yang nyata

pada nilai ILD terutama pada pengurangan selama pertumbuhan.

2. Dengan semakin menurunnya tingkat intensitas radiasi surya nilai luas daun

spesifik (LDS) semakin besar. Pada pengamatan 70 hst nilai LDS mempunyai

nilai yang lebih besar pada pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan

dibandingkan pengurangan pada fase awal pertumbuhan.

3. CGR menurun sejalan dengan pengurangan intensitas radiasi surya seperti

ditunjukkan pada pengamatan 55 dan 70 hst, demikian pula pada perlakuan

pengurangan intensitas selama fase pertumbuhan. Pola yang hampir sama dengan

CGR terjadi pada NAR, dimana hasilnya akan turun bila intensitas yang diterima

dikurangi.

4. Berat umbi per tanaman pada percobaan menunjukkan, penerimaan intensitas

75% baik pada fase awal, fase akhir maupun selama pertumbuhan tidak

menurunkan berat umbi total per tanaman, demikian pula dengan intensitas 55%,

(63)

tanaman, namun pada intensitas 55% selama pertumbuhan dan intensitas 25%

pada fase awal, fase akhir maupun selama pertumbuhan dapat menurunkan berat

umbi total per tanaman.

5. Terdapat hubungan linier antara berat kering tanaman dengan berat

kering umbi pada intensitas 100%, 75%, 55%, dan 25% berturut-turut

mengikuti persamaan y = -5,350 + 0,927x ; y = 0,803 + 0,824x ;

y = 9,207 + 0,673x ; y = 7,616 + 0,646x, dengan nilai EPU

masing-masing sebesar 0,927; 0,824; 0,673; 0,646.

Saran

Untuk menjaga agar berat umbi tetap baik pada penerimaan intensitas cahaya

Gambar

Gambar 2.  Denah Anak Petak
Gambar 3.  Beberapa Perlakuan (II  I3S1 dan II  I3S2) pada Umur 23 hst
Gambar 4.  Beberapa Perlakuan (II  I3S3 dan II  I0) pada Umur 23 hst
Gambar 5.  Perlakuan  II  I2S2 pada Umur 23 hst
+6

Referensi

Dokumen terkait

Perubahan suhu yang tidak sesuai ini kemungkinan disebabkan oleh tumpukan bahan baku yang terlalu basah sehingga oksigen tidak dapat masuk ke dalam tumpukan sampah dan terjadi

a) Pemohon dapat melihat atau mendengarkan dokumen yang akan diminta sebelum mengajukan permohonan secara resmi guna kepentingan permohonanya, sepanjang dokumen

Permasalahan yang diteliti: “ Bagaimana meningkatkan minat studi lanjut melalui layanan informasi dengan media grafis pada siswa kelas VIII H MTs N 1 Kudus tahun

Bagi Wajib Pajak yang tidak melaksanakan kewajiban perpajakan di bidang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, yang mengakibatkan pajak yang terutang

Karakteristik pati biji durian yang dimodifikasi dengan metode HMT dengan perlakuan suhu HMT yang tinggi cenderung menghasilkan kadar amilosa, kadar air, kadar abu dan

Periode Oktober 2010 sampai Juni 2013. Namun pada tahun 2013 penghitungan nominal pendapatan belum seluruhnya tercatat, karena untuk tahun tersebut hanya mencapai bulan

Abstrak — Telah dilakukan penelitian mengenai pengaruh variasi pH pelarut HCl pada sintesis barium M-heksaferrit dengan doping Zn (BaFe 11,4 Zn 0,6 O 19 ) menggunakan metode

Harapan hasil dari penelitian ini adalah dapat memberikan sumbangan dan masukan bagi pihak sekolah, utamanya guru BK sebagai landasan pengambilan keputusan