MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor.
Adalah benar merupakan hasil karya dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Skripsi ini.
Bogor, April 2009
RINGKASAN
Ririn Andriani Silfiana. C24104086. Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan M. Mukhlis Kamal.
Meningkatnya jumlah pemukiman penduduk yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cihideung dapat mengancam kerusakan terhadap lingkungan sekitar DAS tersebut, seperti penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan banyaknya krisis air bersih di negara ini. Salah satu aspek yang dapat dikaji untuk melihat perubahan kualitas perairan berdasarkan aspek biologi adalah dengan Makroavertebrata yang biasanya dikenal sebagai bioindikator suatu perairan. Makroavertebrata merupakan organisme yang hidup relatif menetap di substrat sehingga keberadaannya ataupun ketidakberadaannya dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi perairan sekitar sungai, khususnya Sungai Cihideung.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung dan menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung sehingga dapat menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2008, pada 4 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun berdasarkan pada tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Cihideung. Untuk mengetahui jenis-jenis makroavertebrata dengan menggunakan mikroskop elektrik, dan untuk analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium. Untuk mengklasifikasikan bagian Sungai Cihideung berdasarkan makroavetebrata digunakan indeks biologi, yaitu, LQI (Lincoln Quality Index), FBI (Family Biotic Index), Indeks Saprobitas, dan SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level), untuk keterkaitan antar parameter digunakan Korelasi Koefisien Pearson dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD).
MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Penelitian : Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa : Ririn Andriani Silfiana
Nomor Pokok : C24104086
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui,
I. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc
NIP. 131 956 708 NIP. 132 084 932
Mengatahui :
II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas
Makroavertebrata di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Skripsi ini
adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari bulan Agustus – Oktober 2008 dan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc
selaku dosen pembimbing I dan II atas bimbingan yang diberikan. Penulis
menyadari atas kekurangan skripsi ini, namun demikian diharapkan skripsi ini
bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya.
Bogor, Maret 2008
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis
Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan
dan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
2. Bapak Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc., Bapak Ir. Zairion, M.Sc.,
masing-masing selaku dosen penguji tamu dan wakil departemen yang
telah meberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS., selaku ketua Komisi Pendidikan S1
MSP dan Mba Widar S.Pi., selaku staf administrasi akademik, atas saran
dan masukannya. Kepada ibu Siti yang telah membantu selama identifikasi
di Lab. Biomikro, serta staf penunjang Lab. Produktifitas Lingkungan
lainnya (Ibu Anna, kang Hery, Ka Budi dll).
4. Keluarga penulis tersayang Bapak Dw. Waryono dan Ibu Tati Suryati yang
telah memberikan limpahan kasih sayang serta materi;
5. Spesial untuk Ardhana Yunial serta sahabat-sahabat ceria Ivo, Bapau, Ipin, Bon2, Abach, atas kesediaanya dalam berbagi cerita serta motivasi.
6. Cihideung River Expedition (yang membantu saat sampling di lapangan), Trio Kwek-kwek, Geng Metstat 2008, Supriyadi, Wilda, Weni, Habib,
Uchah, Inna,Ichel, Aloy, Dewul, Gugun, Wahyu, Riyan. Pokoknya semua
MSP 41 yang belum tersebut yang telah membantu memberikan saran,
kritik dan support dalam penelitian ini;
7. Teman-teman MSP 41,42 dan semua pihak yang telah membantu dalam
viii
1.2. Rumusan Permasalahan………... 2
1.3. Tujuan... 3
1.4. Manfaat... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai……... 5
2.2. Makroavertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan... 6
2.2.1. Struktur Komunitas... 6
2.2.2. Organisme Makroavertebrata... 8
2.3. Karakteristik Sungai... 10
2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai ... 10
2.3.2. Tipe Substrat... 10
2.4. Parameter Fisika... 11
2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS)... 11
2.4.2. Kekeruhan... 11
2.4.3. Suhu... 12
2.4.4. Kecepatan arus... 12
2.5. Parameter Kimia... 13
2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)... 13
2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)... 13
2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO)... 14
2.5.4. pH... 13
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 16
3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel... 18
3.3. Alat dan Bahan... 20
3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai... 20
3.5. Pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata... 21
3.5.1. Parameter Biologi... 21
3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia... 21
3.6. Analisis Data Biota... 22
3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata... 22
3.6 2. Indeks Biologi... 23
ix IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata………... 30
4.1.1. Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata…………... 30
4.1.2. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata…….. 34
4.1.3. Indeks Biologi... 37
4.1.4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level)……….... 41
4.2. Parameter Fisika Kimia……… 43
4.3. Keterkaitan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 50
5.2. Saran……….... 51
DAFTAR PUSTAKA... 52
LAMPIRAN……….… 56
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di
suatu perairan sungai... 7
2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins, 1975)... 8
3. Beberapa contoh organisme makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman, 1993) ... 10
4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari)... 17
5. Alat dan Metode pengukuran parameter fisika dan kimia... 22
6. Nilai Untuk Indeks Saprobitas... 24
7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas... 24
8. Nilai indeks saprobitas (I ) dan interpretasinya... 24
9. Nilai OQR (Overal quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Mason, 1991)... 25
10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer dan Lamberti (1996)... 26
11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman, 2003)... 27
12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun... 31
13. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setiap stasiun... 38
14. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan)... 15. Nilai Korelasi koefisien Pearson...... 47
MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
SKRIPSI
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Dengan ini saya menyatakan bahwa Skripsi yang berjudul:
Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor.
Adalah benar merupakan hasil karya dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis ini
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir Skripsi ini.
Bogor, April 2009
RINGKASAN
Ririn Andriani Silfiana. C24104086. Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor. Dibawah bimbingan Yusli Wardiatno dan M. Mukhlis Kamal.
Meningkatnya jumlah pemukiman penduduk yang ada di Daerah Aliran Sungai (DAS) Cihideung dapat mengancam kerusakan terhadap lingkungan sekitar DAS tersebut, seperti penurunan kualitas perairan yang dapat menyebabkan banyaknya krisis air bersih di negara ini. Salah satu aspek yang dapat dikaji untuk melihat perubahan kualitas perairan berdasarkan aspek biologi adalah dengan Makroavertebrata yang biasanya dikenal sebagai bioindikator suatu perairan. Makroavertebrata merupakan organisme yang hidup relatif menetap di substrat sehingga keberadaannya ataupun ketidakberadaannya dapat memberikan gambaran umum mengenai kondisi perairan sekitar sungai, khususnya Sungai Cihideung.
Tujuan dari penelitian ini mengetahui komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai Cihideung dan menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung sehingga dapat menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Agustus-Oktober 2008, pada 4 stasiun pengamatan. Penentuan stasiun berdasarkan pada tata guna lahan di sekitar lingkungan perairan Sungai Cihideung. Untuk mengetahui jenis-jenis makroavertebrata dengan menggunakan mikroskop elektrik, dan untuk analisis kualitas air dilakukan di Laboratorium. Untuk mengklasifikasikan bagian Sungai Cihideung berdasarkan makroavetebrata digunakan indeks biologi, yaitu, LQI (Lincoln Quality Index), FBI (Family Biotic Index), Indeks Saprobitas, dan SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level), untuk keterkaitan antar parameter digunakan Korelasi Koefisien Pearson dan uji lanjut Least Significant Difference (LSD).
MAKROAVERTEBRATA DI SUNGAI CIHIDEUNG,
KABUPATEN BOGOR
RIRIN ANDRIANI SILFIANA C24104086
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
Judul Penelitian : Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas Makroavertebrata Di Sungai Cihideung, Kabupaten Bogor
Nama Mahasiswa : Ririn Andriani Silfiana
Nomor Pokok : C24104086
Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan
Disetujui,
I. Komisi Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc
NIP. 131 956 708 NIP. 132 084 932
Mengatahui :
II. Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc
NIP. 131 578 799
vi
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penentuan Tingkat Kesehatan Sungai Berdasarkan Struktur Komunitas
Makroavertebrata di Sungai Cihideung Kabupaten Bogor, Jawa Barat”. Skripsi ini
adalah hasil penelitian yang dilaksanakan dari bulan Agustus – Oktober 2008 dan
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan IPB.
Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc
selaku dosen pembimbing I dan II atas bimbingan yang diberikan. Penulis
menyadari atas kekurangan skripsi ini, namun demikian diharapkan skripsi ini
bermanfaat bagi berbagai pihak yang memerlukannya.
Bogor, Maret 2008
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc dan Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis
Kamal, M.Sc selaku komisi pembimbing yang telah memberikan arahan
dan bimbingan dalam penyusunan skripsi;
2. Bapak Dr.Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc., Bapak Ir. Zairion, M.Sc.,
masing-masing selaku dosen penguji tamu dan wakil departemen yang
telah meberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini.
3. Ibu Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS., selaku ketua Komisi Pendidikan S1
MSP dan Mba Widar S.Pi., selaku staf administrasi akademik, atas saran
dan masukannya. Kepada ibu Siti yang telah membantu selama identifikasi
di Lab. Biomikro, serta staf penunjang Lab. Produktifitas Lingkungan
lainnya (Ibu Anna, kang Hery, Ka Budi dll).
4. Keluarga penulis tersayang Bapak Dw. Waryono dan Ibu Tati Suryati yang
telah memberikan limpahan kasih sayang serta materi;
5. Spesial untuk Ardhana Yunial serta sahabat-sahabat ceria Ivo, Bapau, Ipin, Bon2, Abach, atas kesediaanya dalam berbagi cerita serta motivasi.
6. Cihideung River Expedition (yang membantu saat sampling di lapangan), Trio Kwek-kwek, Geng Metstat 2008, Supriyadi, Wilda, Weni, Habib,
Uchah, Inna,Ichel, Aloy, Dewul, Gugun, Wahyu, Riyan. Pokoknya semua
MSP 41 yang belum tersebut yang telah membantu memberikan saran,
kritik dan support dalam penelitian ini;
7. Teman-teman MSP 41,42 dan semua pihak yang telah membantu dalam
viii
1.2. Rumusan Permasalahan………... 2
1.3. Tujuan... 3
1.4. Manfaat... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai……... 5
2.2. Makroavertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan... 6
2.2.1. Struktur Komunitas... 6
2.2.2. Organisme Makroavertebrata... 8
2.3. Karakteristik Sungai... 10
2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai ... 10
2.3.2. Tipe Substrat... 10
2.4. Parameter Fisika... 11
2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS)... 11
2.4.2. Kekeruhan... 11
2.4.3. Suhu... 12
2.4.4. Kecepatan arus... 12
2.5. Parameter Kimia... 13
2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)... 13
2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimiawi (BOD)... 13
2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO)... 14
2.5.4. pH... 13
III. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian... 16
3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel... 18
3.3. Alat dan Bahan... 20
3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai... 20
3.5. Pengambilan contoh dan analisis makroavertebrata... 21
3.5.1. Parameter Biologi... 21
3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia... 21
3.6. Analisis Data Biota... 22
3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata... 22
3.6 2. Indeks Biologi... 23
ix IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Struktur Komunitas Makroavertebrata………... 30
4.1.1. Jumlah Taksa dan Kelimpahan Makroavertebrata…………... 30
4.1.2. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata…….. 34
4.1.3. Indeks Biologi... 37
4.1.4. SIGNAL 2 (Stream Invertebrate Grade Number Average Level)……….... 41
4.2. Parameter Fisika Kimia……… 43
4.3. Keterkaitan kelimpahan makroavertebrata dan kualitas air pada setiap stasiun... 47
V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan………... 50
5.2. Saran……….... 51
DAFTAR PUSTAKA... 52
LAMPIRAN……….… 56
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di
suatu perairan sungai... 7
2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins, 1975)... 8
3. Beberapa contoh organisme makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman, 1993) ... 10
4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari)... 17
5. Alat dan Metode pengukuran parameter fisika dan kimia... 22
6. Nilai Untuk Indeks Saprobitas... 24
7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas... 24
8. Nilai indeks saprobitas (I ) dan interpretasinya... 24
9. Nilai OQR (Overal quality Ratings) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Mason, 1991)... 25
10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer dan Lamberti (1996)... 26
11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman, 2003)... 27
12. Famili yang ditemukan pada setiap stasiun... 31
13. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setiap stasiun... 38
14. Indeks LQI, FBI, dan Indeks saprobitas pada setipa stasiun (yang nilainya dirata-ratakan)... 15. Nilai Korelasi koefisien Pearson...... 47
xi
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan
Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung... 4
2. Peta Stasiun Pengamatan di Sungai Cihideung... 18
3. Contoh daerah riffle... 19
4. Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL 2... 26
5. Grafik Jumlah famili rata-rata pada setiap stasiun... 30
6. Grafik Kelimpahan rata-rata makroavertebrata... 33
7. Grafik Genus rata-rata pada setiap stasiun………... 34
8. Komposisi Kelimpahan dan biomassa makroavertebrata... 35
9. Hubungan nilai SIGNAL 2 dan jumlah famili pada tiap stasiun…... 41
10. Kondisi stasiun pengambilan contoh... 42
xii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Skor BMWP (Biological Monitoring Working Party)
(Masson,1991)... 56
2. Tabel rating standar dari nilai BMWP dan ASPT... 57
3. Nilai Indeks LQI... 57
4. Kelompok genus makroavertebrata untuk indeks saprobitas...
58
5. Kelompok genus makroavertebrata yang ditemukan pada tiap stasiun ... 58
6. Nilai FBI (Hilsenhoff, 1988 in Hauer and Lambert, 1996)... 59
7. Skor SIGNAL berdasarkan famili dan makrozoobenthos (Chessmann 2003)... 61
8. Nilai SIGNAL 2 dari jumlah famili yang ditemukan pada setiap stasiun... 63
9. Karakteristik Fisika Kimia Sungai Cihideung... 64
10. Foto-foto stasiun Sampling... 65
11. Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian... 66
12. Gambar beberapa contoh organisme yang ditemukan... 67
13. Data kelimpahan makroavertebrata……….. 68
14. Data biomassa makroavertebrata... 71
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sungai termasuk perairan mengalir, dengan pergerakan air yang satu arah
secara terus menerus, dimana terbagi menjadi bagian hulu, tengah dan hilir.
Sesuai dengan konsep kontinum (Vannote et al. 1980), setiap bagian sungai memiliki struktur sedimen penyusun dasar sungai yang bervariasi. Sebagai salah
satu bentuk perairan umum, sungai merupakan ekosistem yang mempunyai
peranan sangat penting bagi kelangsungan hidup makhluk hidup yang ada di
sekitar lingkungan perairan. Berbagai macam aktivitas dapat dilakukan dalam
pemanfaatan sungai, diantaranya untuk keperluan industri, rumah tangga,
transportasi, perikanan dan lain sebagainya (Husnah et al. 2006 in Setiawan, 2008).
Komunitas adalah kumpulan dari berbagai macam jenis organisme dan
ukuran populasi yang hidup dalam habitat tertentu dan merupakan satu kesatuan
yang terorganisir dengan komponen-komponen individu dan fungsi metabolisme
yang berdampingan dengan ekosistem (Odum 1993). Suatu perairan yang bersih
ataupun tercemar, tidak terlepas oleh komposisi biota serta struktur komunitas
yang ada di sekitar wilayah perairan tersebut. Komunitas ini mempunyai lima
karakteristik yang mencerminkan keadaannya, yaitu keanekaragaman, dominansi,
bentuk pertumbuhan, kelimpahan tropik serta struktur tropik (Krebs 1989 in Odum 1993).
Hadiati (2000) menyatakan bahwa Sungai Cihideung merupakan salah
satu sungai yang mengalir di Kabupaten Bogor. Hulu sungainya terletak di
Gunung Salak dan bermuara di Sungai Cisadane. Sungai Cihideung ini merupakan
sungai yang juga banyak dimanfaatkan oleh penduduk sekitar, baik di gunakan
untuk irigasi, media pembuangan limbah rumah tangga, serta kegiatan mandi,
mencuci pakaian (MCK). Sehubungan dengan meningkatnya kegiatan-kegiatan
manusia di sepanjang DAS Cihideung, dikhawatirkan semakin membuat
kesehatan sungainya semakin terganggu, dengan adanya penurunan kualitas air
tersebut.
Sehubungan dengan penurunan kesehatan sungai tersebut akan
mempengaruhi kehidupan biota di dalamnya. Salah satu kelompok biota yang
dapat terpengaruh akan perubahan kondisi perairan ini asalah organisme
makroavertebrata. Makroavertebrata yang dikenal sebagai organisme bentik ini
berperan penting dalam proses mineralisasi dan pendaur-ulangan bahan organik,
selain itu berfungsi juga menjaga stabilitas sediment (Thompson and Lowe 2004).
Oleh karena itu, makroavertebrata dalam komunitas sungai ini sangat penting
sebagai hal yang utama dalam jejaring makanan antara sumberdaya organik.
Terdapat beberapa hal dari sekian banyak penjabaran yang menyebabkan
makroavertebrata dapat dijadikan indikator biologis, beberapa diantaranya
dinyatakan oleh Kennish (1990) in Setiawan (2008) yaitu:
1. Memiliki kepekaan yang berbeda terhadap berbagai jenis bahan pencemar dan
memberikan reaksi yang cepat.
2. Tidak memiliki kemampuan untuk bermigrasi apabila kondisi perairan tidak
sesuai.
3. Mudah ditangkap dan dipisahkan dalam beberapa jenis.
Adanya masukan bahan-bahan terlarutmatau limpasan dari luar perairan
akan menyebabkan kandungan bahan organik semakin meningkat. Masukan
bahan organic maupun perubahan subsrtat dapat mempengauhi kelimpahan
makroavertebrata. Oleh karena itu, makroavertebrata dapat dijadikan indikator
kesehatan perairan.
1.2. Rumusan Permasalahan
Sungai Cihideung digunakan penduduk sekitar untuk kepentingan
kehidupan sehari-hari seperti, mandi, mencuci, kegiatan rumah tangga, irigasi
sawah, mencuci hewan ternak dan lain sebagainya. Selain itu terdapat daerah
persawahan, perkebunan, tambak ikan, dan tempat penjernihan air. Banyaknya
kegiatan di sekitar sungai tersebut, dapat mengakibatkan penurunan kualitas air
sungai, sehingga kesehatan sungai menjadi terganggu. Semakin pesatnya
pembangunan pemukiman di sekitar sungai dan kesadaran masyarakat setempat
yang masih rendah juga berpengaruh terhadap penurunan kondisi kualitas
Dari sekian banyak kegiatan di sekitar Sungai Cihideung, masing-masing
mempunyai potensi untuk menghasilkan bahan organik, dan apabila hal tersebut
terjadi secara terus menerus tentunya akan mengakibatkan terjadinya perubahan
kualitas sungai dari kondisi alaminya menjadi tercemar. Kegiatan yang ada di
sekitar sungai diantaranya dapat menyebabkan akumulasi bahan organik,
penurunan kadar oksigen terlarut, serta berkurangnya organisme makroavertebrata
yang intoleran. Akan adanya perubahan terhadap kondisi kesehatan sungai
tersebut, merupakan alasan dilakukannya penelitian ini. Skema perumusan
masalah dapat dilihat pada Gambar 1.
1.3. Tujuan
Penelitian berdasarkan komposisi makroavertebrata ini bertujuan untuk :
1. Mendeskripsikan komunitas makroavertebrata yang hidup di Sungai
Cihideung.
2. Menjabarkan kualitas perairan Sungai Cihideung.
3. Menentukan tingkat kesehatan Sungai Cihideung dengan menggunakan
komunitas makroavertebrata sebagai bioindikator.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai
kualitas perairan melalui parameter biologi serta fisika dan kimia daerah Sungai
Cihideung, sehingga pengelolaan dan pemanfaatan Daerah Aliran Sungai (DAS)
dapat terus ditingkatkan, dan diperhatikan kelestarian lingkungan dan
Gambar 1. Skema Perumusan Masalah Makroavertebrata Sebagai Indikator dan Penunjang Tingkat Kesehatan Sungai Cihideung
Kegiatan antropogenik (limbah rumah
tangga).
Hidrologi sungai
Limpasan air hujan dan
masukan bahan organik
Aktivitas manusia di sekitar sungai
Akumulasi bahan organik Makroavertebrata
Jenis yang bertahan di
sungai (+)
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Keadaan Sungai Secara Umum Serta Ciri Penentu Kesehatan Sungai Sungai Cihideung merupakan salah satu sungai yang mengalir sepanjang
Kabupaten Bogor. Hulu sungai ini terletak di kaki Gunung Salak dan bermuara di
Sungai Cisadane. Sungai Cihideung saat ini dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar
untuk berbagai keperluan seperti sumber air minum, sumber air baku bagi tempat
pembuangan limbah rumah tangga, industri rumah tangga, perladangan dan
persawahan. Hadiati (2000) menambahkan bahwa kondisi di sekitar Sungai
Cihideung menunjukan adanya kegiatan antropogenik yang dilakukan warga yang
berdampak pada kualiatas perairan.
Pada sungai terjadi percampuran massa air secara menyeluruh, kecepatan
arus, erosi dan sedimentasi merupakan penyebab umum yang terjadi pada sungai.
Hal tesebut sangat mempengaruhi makhluk hidup yang ada di sekitar sungai. Pada
perairan mengalir kecepatan arus, jenis sedimen dasar, erosi dan sedimentasi
adalah hal yang paling berperan di sungai (Jeffries and Mills 1996).
Kesehatan adalah, sesuatu hal yang masih sesuai dengan fungsinya, dan
belum terkontaminasi secara besar-besaran. Sesuatu yang sehat itu tentunya
tidaklah sakit. Kesehatan ekosistem sungai mengambil perhitungan terhadap
cakupan yang cukup luas dari faktor luar dan dalam seperti, kualitas perairan dan
habitat organisme yang masih baik (NCOAMN 2005 in www.orc.govt.nz). Kondisi sungai yang sehat dapat dilihat dari warna perairannya, hasil kualitas
perairannya serta indikator biologi yang menunjang ekosistem sungai tersebut.
Warna perairan bisa ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan anorganik,
bisa karena keberadaan plankton, humus, dan ion-ion logam (Effendi 2003), untuk
sungai yang masih sehat warnanya cenderung jernih. Untuk kualitas perairan
sungai yang sehat tentunya masih termasuk dalam baku mutu yang ada, dan untuk
indikator biologinya, jenis-jenis organisme yang sensitive terhadap perubahan
kualitas air dapat menjadi penciri sungai yang masih sehat. Organisme yang
digunakan menjadi indicator biologi di perairan, adalah organisme yang
berpengaruh penting terhadap rantai makanan yang ada pada ekosistem sungai.
2.2. Makroavaertebrata sebagai Indikator Biologis Kualitas Perairan 2.2.1. Struktur Komunitas
Komunitas adalah kumpulan populasi yang hidup pada suatu lingkungan
tertentu yang saling berinteraksi membentuk tingkat tropik. Di dalam komunitas
jenis organisme yang dominan akan mengendalikan komunitas tersebut sehingga
jika organisme yang dominan tersebut hilang maka akan menimbulkan
perubahan-perubahan penting dalam komunitas (Odum 1993).
Struktur komunitas ini merupakan hal yang penting dalam menunjang
ekosistem sungai. Hal ini diperlukan disaat kita ingin membuat hubungan antara
biota-biota tertentu dengan lingkungannya dalam hal ini ekosistem sungai.
Menurut Krebs (1972), komunitas merupakan suatu kumpulan dari populasi
makhluk hidup dalam sebuah area atau habitat tertentu. Sama halnya seperti
populasi, komunitas juga memiliki suatu rangakaian sifat yang tidak berdasarkan
komponen individu, namun lebih berdasarkan tingkat komunitas secara
menyeluruh.
Organisme makroavertebrata banyak yang hidup sebagai benthos, yakni
semua organisme yang melekat pada dasar substrat atau hidup di dasar endapan.
Benthos tinggal di dalam sedimen dasar perairan disebut infauna, sedangkan yang tinggal pada permukaan sedimen dasar perairan disebut epifauna (Odum 1993).
Menurut Reynoldson (1983) and Hutchinson (1996) in Wetzel (2001), keanekaragaman, kelimpahan, dan produktivitas organisme benthos ditentukan
oleh beberapa proses ekologi yaitu:
1. Peristiwa di masa lalu yang membantu atau mencegah suatu spesies dalam
mencapai sebuah habitat.
2. Pembatasan secara fisik dari spesies pada tiap tingkat dari daur hidupnya.
3. Ketersediaan sumber energi
4. Kemampuan spesies untuk mentoleransi kompetisi, pemangsaan, dan parasit.
Perubahan komunitas adalah gambaran perubahan populasi yang
menyusun komunitas. Karena adanya keterkaitan yang kompleks, perubahan
lingkungan atau sumberdaya yang terjadi dalam komunitas akan menyebakan
perubahan satu atau lebih populasi didalamnya. Hal ini memungkinkan terjadinya
sebuah komunitas lain yang baru, sehingga organisme suatu populasi akan
menjadi indikator biologi bagi perubahan lingkungan (Ravera 1979).
Pengelompokan struktur komunitas makroavertebrata dapat dilihat pada Tabel 1.
Keberadaan makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor lingkungan
biotik dan abiotik. Faktor abiotik yang berpengaruh terhadap makroavertebrata
antara lain adalah masukan bahan organik dan anorganik. Faktor biotik yang
berpengaruh terhadap makroavertebrata antara lain adalah, bakteri yang
membantu dekomposisi bahan organik, dimana beberapa jenis mkroavertebrata
menjadikannya sebagai salah satu sumber makanan.
Tabel 1. Struktur komunitas makroavertebrata berdasarkan kondisi perairan, di suatu perairan sungai.
Kodisi perairan Struktur komunitas Makroavertebrata
Bersih
Komunitas makroavertebrata yang seimbang dengan beberapa spesies intoleran yang hidup dengan diselingi populasi fakultatif, tidak ada spesies yang mendominasi.
Tercemar sedang
Berkurangnya jumlah spesies intoleran dan beberpa kelompok fakultatif, serta satu atau dua spesies toleran yang mulai mendominasi.
Tercemar
Komunitas makroavertebrata dengan jumlah terbatas diikuti oleh penghilangan kelompok intoleran dan fakultatif. Kelompok toleran mulai melimpah merupakan tanda perairan tercemar bahan organik.
Tercemar berat
Penghilangan hampir seluruh hewan makroavertabrata, kemudian diganti oleh perkembangan cacing oligocheata dan organisme yang mampu bernapas di udara
Menurut Stirn (1981) ekosistem yang stabil dicirikan oleh
keanekaragaman komunitas yang tinggi, tidak ada dominansi jenis, serta jumlah
individu perjenis terbagi dengan merata. Selanjutnya dikatakan pula bahwa
komunitas pada lingkungan tercemar dan tidak sehat dicirikan adanya perubahan
struktur komunitas dari yang baik menjadi tidak baik. Kelimpahan
makroavertebrata di perairan dipengaruhi oleh faktor fisika, kimia, dan juga faktor
biologi, seperti suhu, pH, kekeruhan, tipe substrat, arus, kedalaman, dan interaksi
organisme lainnya. Hal ini dapat menyebabkan adanya perubahan kualitas air dari
sehat menjadi tidak sehat, dan akan mengubah komposisi dan besarnya populasi
Menurut Cummins (1975) makroavertebrata dapat mencapai ukuran tubuh
sekurang-kurangnya 3-5 mm pada saat pertumbuhan maksimum. Kelompok
organisme yang termasuk dalam makroavertebrata diantaranya adalah Crustacea,
Isopoda, Decapoda, Oligochaeta, Mollusca, Nematoda, dan Annelida. Dalam
komunitas perairan, makroavertebrata memiliki peranan yang penting dalam
mendaur ulang bahan organik sehingga dapat digunakan dalam menduga tingkat
kesuburan perairan. Menurut Odum (1993) organisme bentik mempunyai
hubungan yang erat sekali dengan sumberdaya perikanan melalui hubungan rantai
makanan detritus yang dimulai dari organisme yang sudah mati. Secara umum
benthos dan makroavertebrata ini dapat dikelompokkan berdasarkan kebiasaan
makan dan cara makan, pada Tabel 2.
Tabel 2. Kelompok makroavertebrata berdasarkan cara makan (Cummins 1975).
Tipe cara makan Makroavertebrata
Grazer (herbivora)
Molusca (Sphaeridae, Planorbiidae, Physidae, Unionidae), Ephemeroptera (Heptageniidae), Tricoptera (Gossosomatidae dan Phrygareidae), dan Coleoptera (Psephenidae dan Elmidae).
Shredders (detritivora pada substrat kasar)
Plecoptera (Nemouridae, Pteronarcidae, Peltoperlidae), Diptera (Tipulidae), dan Tricoptera (Limnephilidae).
Collectors (filter feeder dan deposit
feeder)
Ephemerpotera (Heptageniidae, Baetidae), Tricoptera (Hydrophysidae), Diptera (Simuliidae dan Chironomidae) dan Oligochaeta
Predator (karnivora) Plecoptera (Perlidae), Megaloptera, dan Odonata (Petalaridae, Gomphidae).
2.2.2. Organisme Makroavertebrata
Indikator biologis dapat mencakup berbagai kelompok organisme mikro
(bakteri, jamur, mikroalgae, protozoa) ataupun organisme makro (makrofita,
serangga, moluska, cacing,dan ikan). Tetapi pada umumnya satu sistem penduga
kualitas air hanya menggunakan satu kelompok komunitas yaitu komunitas
plankton, perifiton, mikrobenthos, makrobenthos (makro-mikroavertebrata) dan
Wilhm (1975) mengelompokkan benthos yang termasuk avertebrata ini
berdasarkan kepekaan terhadap derajat pencemaran yang disebabkan oleh bahan
organik, yaitu:
1. Intoleran adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada perairan dalam
kisaran kondisi lingkungan yang sempit dan jarang dijumpai pada perairan
kaya bahan organik. Organisme intoleran merupakan kelompok organisme
yang hanya tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang
sempit dan jarang di temui di perairan kaya akan bahan organik. Organisme
ini tidak dapat berkembang dengan maksimal apabila terjadi penurunan
kualitas air secara drastis, contohnya dari ordo Ephemeroptera, Tricoptera, dan
Plecoptera.
2. Fakultatif adalah benthos yang dapat bertahan hidup pada kondisi kualitas
lingkungan yang lebih rendah dibandingkan dengan benthos intoleran.
Organisme fakultatif adalah kelompok oragnisme yang mampu hidup dalam
kisaran kondisi lingkungan yang besar di bandingkan dengan organisme
intoleran. Organisme ini dapat bertahan hidup pada perairan yang banyak
mengandung bahan organik, namun mereka tidak dapat bertahan hidup pada
perairan yang keadaan airnya tercemar berat. Jenis organisme golongan ini
contohnya dari kelompok Odonata, Gastropoda dan Crustaceae, dan beberapa
jenis Tricoptera.
3. Toleran adalah benthos yang dapat tumbuh dan berlangsung pada kisaran
kualitas lingkungan yang luas. Organisme toleran adalah kelompok organisme
yang tumbuh dan berkembang pada kisaran kondisi lingkungan yang sangat
luas, artinya jenis organisme ini sering dijumpai pada perairan yang
berkualitas jelek sekalipun. Umumnya organisme jenis toleran ini peka
terhadap tekanan lingkungan dan pada perairan yang tercemar bahan organik.
Contoh organisme yang termasuk ke dalam jenis ini adalah Tubificidae.
Contoh organisme yang temasuk kedalam jenis organisme intoleran, fakultatif
Tabel 3. Beberapa contoh organsime makroavertebrata berdasarkan kepekaannya terhadap bahan pencemar (Zimmerman 1993)
2.3. Karakteristik Sungai
2.3.1. Lebar Badan Sungai dan Lebar Sungai
Lebar sungai merupakan jarak titik di satu sisi sungai dimana merupakan
titik tertinggi air dengan titik sisi sungai di seberangnya. Penentuan nilainya
berguna untuk melihat perubahan debit air. Sedangkan badan sungai merupakan
daerah sungai yang masih mungkin terkena aliran air pada saat pasang tertinggi.
Sehingga saat bulan purnama, pada saat pasang terjadi, lebar sungai sama dengan
lebar badan sungai (Basmi 2000).
Pengukuran lebar sungai dan badan sungai dilakukan pengukuran dari ujung
sisi yang satu keujung sisi yang lain, biasanya lebar badan sungai hingga keujung
lainnya, sedangkan lebar badan sungai diukur dari ujung sisi sungai yang masih
terdapat air hingga ujung sisi lainnya yang masih terdapat air.
2.3.2. Tipe Substrat
Menurut Miller in Effendi (2003) tipe substrat menentukan jumlah dari jenis makroavertebrata karena selain menjadi habitat yang sesuai bagi organisme untuk
berkolonisasi, juga berperan terhadap kesediaan bahan makanan. Menurut Odum
(1993) kondisi tipe dasar pasir atau lumpur halus, biasanya merupakan tipe dasar
yang tidak sesuai dan mendukung jumlah jenis individu dan binatang bentik.
Menurut Odum (1993) bahwa habitat yang berbeda seperti lumpur, pasir,
batu kerikil atau material organik mendukung perbedaan kepadatan ekosistem
Status Jenis makroavertebrata
Intoleran
Caddisfly, Mayfly (Ephemera simulans), Stonefly (Ameletus), Hellgramite (Chloroperline), Aquatic beetles (Psepenus herickii), Riffles beetles (Helichus lithopilus).
Fakultatif
Crayfish (udang air tawar), Blackfly (Simulium), Dragonfly, Cranefly (Hydropsyche), Damselfly, Syncera woodmasoniana, Melanoides sp.
Toleran
dalam suatu ekosistem. Pada umumnya tipe substrat pada perairan mengalir
adalah lumpur halus, pasir, dan kerikil. Substrat juga memiliki peran penting bagi
kehidupan organisme yang ada di sungai dan dapat menjadi penentu habitat
makroavertebrata, baik dari segi batuan hingga substrat yang ada didasar sungai.
Menurut Darajat (2008) in Setaiawan (2008), jenis batuan dibagi menjadi beberapa bagian diantaranya Boulder (bongkahan) >256 mm; Cobble (karakal) 64-256 mm; Pebble (kerikil) 2-64 mm; Sand (pasir) 1/6-2 mm; Sand stone silt (Lanau) 1/256-1/16 mm; dan Silt batu lanau clay (lempung) <1/256 mm.
2.4. Parameter Fisika
2.4.1. Padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid-TSS)
Padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi dan tidak larut dalam
air serta tersaring pada kertas saring Millipore dengan ukuran pori-pori 0,45 µm (APHA 1989). Padatan tersuspensi yang masuk ke dalam sungai memiliki bentuk
dan ukuran yang berbeda-beda. Apabila jumlah dan ukuran partikel yang
tersuspensi cukup besar dan aliran tidak terlalu deras, maka pertikel-pertikel akan
mengendap ke dasar perairan. Sedimentasi yang terjadi akan melapisi substrat
tempat hidup makroavertebrata, sehingga keanekaragaman dan kelimpahannya
akan menurun(Hawkes 1979).
Secara umum daerah hulu mempunyai fluktuasi suhu tahunan yang paling
kecil, kemudian sepanjang tahun semakin menuju hilir, maka fluktuasi suhu
tahunan akan semakin besar. Suhu yang layak untuk kehidupan organisme air
tawar berkisar antara 20-30 C dengan suhu optimum berkisar antara 25-28 C
(Huet and Timmermans 1971).
2.4.2. Kekeruhan
Air sungai yang paling alami pada umumya tidak berwarna, dan adanya
berbagai warna ini biasanya merupakan indikasi adanya bahan organik yang
masuk ke perairan, dan bisa juga berasal dari daun yang sudah menguning (Klein
1971). Menurut Mason (1991) dijelaskan kekeruhan air biasanya disebabkan oleh
bahan-bahan tersuspensi dan koloid yang terdapat dalam air, misalnya
Kekeruhan ini menggambarkan sifat optik air yang ditentukan
berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh bahan-bahan
yang terdapat di dalam air (Davis and Cornwell 1991 in Effendi 2003). Perbedaan kekeruhan yang sangat besar sering kali terjadi di sungai. Di sungai-sungai
pegunungan dengan substrat berbatu kekeruhan biasanya rendah. Sementara di
sungai-sungai dataran rendah kekeruhan biasanya tinggi (Welch 1952). Menurut
(Lloyd 1985 in Effendi 2003), peningkatan nilai kekeruhan pada perairan dangkal dan jernih sebesar 25 NTU dapat mengurangi 13-50% produktivitas primer.
Keleruhan yang tinggi dapat mengakibatkan terganggunya sistem osmoregulasi,
misalnya pernafasan dan daya lihat organisme aquatik, serta dapat meghambat
penetrasi cahaya yang akan masuk ke dalam perairan. Tingginya nilai kekeruhan
juga dapat mempersulit usaha penyaringan dan mengurangi efektifitas desinfeksi
pada proses penjernihan air (Effendi 2003).
2.4.3. Suhu
Suhu merupakan pengatur utama proses fisik dan kimia yang terjadi di
perairan. Suhu air secara langsung dan tidak langsung akan mempengaruhi
kelarutan oksigen, dan kelarutan oksigen ini secara langsung mempengaruhi
kehidupan organisme, seperti tumbuhan dan reproduksi biota (Huet and
Timmermans 1971). Suhu yang tinggi akan berpengaruh terhadap reaksi-reaksi
kimia dan reaksi enzimatik. Suhu sungai banyak dipengaruhi oleh musim,
kedalaman badan air, komposisi substrat, kekeruhan dan cahaya yang masuk ke
perairan. Menurut Macan (1974) in Setiawan (2008), suhu 36,5-41oC merupakan lethal temperatur bagi makroavertebrata, artinya pada suhu tersebut organisme bentik telah mencapai titik kritis yang dapat menyebabkan kematian.
2.4.4. Kecepatan arus
Arus juga merupakan faktor yang mempengaruhi kehidupan
makroavertebrata. Pada air mengalir terdapat dua zona utama yaitu zona air deras
dan zona air tenang. Zona air deras ini merupakan daerah dangkal dengan arus
habitat makroavertebrata yang dapat melekat kuat pada dasar substrat (Odum
1993).
Menurut Welch (1952), arus mempengaruhi transport sedimen dan
mengikis substrat dasar perairan. Sungai dengan arus yang cepat, substrat
dasarnya terdiri dari batuan dan kerikil sedangkan sungai dengan arus yang lambat
substrat dasarnya terdiri dari pasir atau lumpur. Berdasarkan kecepatan arus,
Macon (1974) in Welch (1952) dikelompokkan sungai menjadi sungai berarus sangat cepat (>100 cm/detik), arus cepat (50-100 cm/detik), arus sedang (25-50
cm/detik), arus lambat (10-25 cm/detik), dan arus sangat lambat (<10 cm/detik).
2.5. Parameter Kimia
2.5.1. Kebutuhan Oksigen Kimia (COD)
Menurut Effendie (2003), pengukuran COD didasarkan pada kenyataan
bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidasi menjadi karbondioksida
dengan bantuan oksidator kuat dalam suasana asam. COD ini merupakan
kebutuhan oksigen, yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik secara
kimiawi, baik yang dapat didegradasi secara biologis (biodegradable) maupun yang sukar didegradasi secara biologis (non biodegradable) agar menjadi CO2 dan H2O (Effendie, 2003). Keberadaan bahan organik dapat berasal dari alam ataupun
dari aktivitas rumah tangga dan industri. Perairan yang memiliki nilai COD tinggi
tidak diinginkan bagi kepentingan perikanan. Nilai COD pada perairan yang tidak
tercemar biasanya kurang dari 20mg/l. Selanjutnya Jenie (1993) in Setiawan (2008), menyatakan bahwa COD pada umumnya memberikan perkiraan
kebutuhan O2 total dari pemecahan atau dari oksidasi limbah secara relatif. Nilai
COD dipengaruhi oleh banyak faktor, seperti bahan kimia yang tahan terhadap
oksidasi biokimia tetapi tidak tahan terhadap oksidasi kimia (selulosa, tanin,
lignin, fenol, polisakarida dan benzena).
2.5.2. Kebutuhan Oksigen Biokimia (BOD)
Kebutuhan oksigen biologis di perairan yang biasa dikenal dengan BOD,
merupakan gambaran kadar bahan organik, yang dibutuhkan oleh mikroba aerob
1991 in Effendi 2003). Nilai BOD ini hanya menggambarkan bahan organik yang dapat didekomposisi secara biologis, yaitu berupa lemak, protein, glukosa dan lain
sebagainya yang berfungsi untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan, sehingga
tidak menunjukkan nilai BOD yang sebenarnya (Fardiaz 1992). Nilai BOD yang
besar tentunya tidak baik bagi kehidupan organisme perairan.
2.5.3. Oksigen Terlarut (Disolved Oxygen- DO)
Oksigen terlarut adalah konsentrasi oksigen yang larut dalam air. Oksigen
sangat penting bagi pernapasan dan merupakan salah satu komponen utama bagi
metabolisme ikan dan organisme perairan lainnya. Oksigen ini bisa berasal dari
fotosintesis plankton, ataupun berasal dari tanaman air yang ada di sekitar
perairan serta dari difusi udara (APHA 1989). Di daerah hulu turbulensi
membantu pertukaran gas-gas terlarut antara atmosfer dan permukaan air.
Semakin besar suhu dan ketinggian (altitude) serta semakin kecil tekanan atmosfer, kadar oksigen terlarut semakin kecil. Di perairan tawar, kadar oksigen
terlarut berkisar antara 15 mg/liter pada suhu 0º C dan 8 mg/liter pada suhu 25º C.
Oksigen terlarut merupakan faktor lingkungan yang sangat penting sekali
bagi serangga air untuk menunjang proses respirasinya (Ward 1992 in Setiawan 2008). Interaksi antara oksigen terlarut dengan arus, substrat dan suhu menunjang
ekologi serangga air, pola distribusi dari oksigen terlarut akan berpengaruh juga
pada pola distribusi serangga air. Perairan yang diperuntukan bagi kepentingan
perikanan sebaiknya memiliki kada oksigen tidak kurang dari 5 mg/liter (Effendi
2003).
2.5.4. pH
Nilai pH menyatakan intensitas keasaman atau alkalinitas dari suatu
contoh air dan mewakili konsentrasi ion hidrogennya. Konsentrasi ion hidrogen
ini akan berdampak langsung terhadap keanekaragaman dan distribusi organisme
serta menentukan reaksi kimia yang akan terjadi (Boyd 1982).
Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah basa (pH naik)
maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai nilai pH dengan kisaran
7-8,5. Makroavertebrata memiliki kisaran toleransi terhadap pH yang berbeda-beda,
seperti gastropoda lebih banyak ditemukan pada perairan dengan pH diatas 7.
Dalam kelompok Insecta, Coleoptera mewakili taksa dengan kisaran pH yang
lebar. Sebagian besar Famili Chironomidae mewakili kelompok serangga, yaitu
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Pengambilan contoh makroavertebrata dan kualitas air dilaksanakan di
Sungai Cihideung Kabupaten Bogor yang stasiunnya di mulai dari hulu hingga ke
daerah yang masih bersubstrat batu dengan waktu berselang satu bulan.
Pengambilan contoh air sebagai parameter fisika dan kimia dilakukan sesuai
dengan jumlah stasiun, yaitu sebanyak 4 kali, pada setiap waktu pengambilan
contoh. Pengamatan pertama dilakukan pada tanggal 20 Agustus 2008, Kemudian
pengamatan kedua dilakukan selang sebulan setelah pengamatan pertama yaitu
pada tanggal 22 September 2008, dan pengamatan yang ketiga di lakukan pada
tanggal 23 Oktober 2008.
Selama pengamatan dan pengambilan contoh ini terjadi perbedaan cuaca
karena memang masing-masing bulan memiliki karakteristik cuaca yang
berbeda-beda. Untuk bulan Agustus masih masuk ke dalam musim kemarau, walaupun
terkadang hujan, untuk bulan September sudah memasuki musim peralihan, yaitu
peralihan dari musim kemarau ke musim hujan, dan untuk bulan Oktober masuk
kedalam musim hujan, dimana curah hujan pada bulan tersebut relatif lebih tinggi
dibanding ke dua bulan sebelumnya. Sehingga pada akhirnya masing-masing
bulan ini akan memberikan hasil yang bervariasi terhadap keberadaan
makroavertebrata. Untuk mengetahui adanya perbedaan curah hujan pada setiap
pengambilan contoh, maka data curah hujan dapat dilihat pada Tabel 4.
Adapun Sungai Cihideung ini melewati beberapa desa yang ada di
Kecamatan Dramaga, seperti Desa Purwasari, Situ Daun, Neglasari, Cinangneng,
Cihideung Ilir, dan Cibanteng. Seperti yang terlihat pada Gambar 2, stasiun 1 di
mulai dari daerah huu yaitu daerah antara Desa Situ Daun dan Purwasari, stasiun
2, 3,4, mengarah ke utara. Lokasi setiap stasiun dapat dilihat pada Gambar 2.
Tabel 4. Data curah hujan antara Agustus-Oktober (mm/hari).
Sumber: Badan Metereologi dan Geofisika (Stasiun Klimatologi, 2008) Keterangan: DD I= Hujan dari hari ke 1-10 ;DD II= Hujan dari hari ke 10-20 ;
Sumber: Jabotabek Map (2005).
Gambar 2. Peta stasiun pengamatan di Sungai Cihideung.
3.2. Penentuan Stasiun Pengambilan Sampel
Nedham and Nedham (1962) telah mengindikasikan dengan jelas bahwa
daerah berbatu atau daerah dangkal yang beriak merupakan daerah yang terdapat
banyak makanan bagi makroavertebrata. Selain itu pergerakan aliran air
menyebabkan oksigen juga sangat alami, karena makroavertebrata termasuk
hewan yang membutuhkan banyak oksigen. Hal inilah yang menyebabkan banyak U
St 1
St 2 St 4
dari pengamatan untuk mengetahui kelimpahan dari suatu organisme akuatik
dilakukan pada wilayah beriak (riffle) tersebut. Pada wilayah yang kondisi airnya masih terlihat bersih, membuat proses fotosintesis berjalan lebih efektif dalam
menghasilkan organisme plankton. Maka pengamatan dilakukan di beberapa
stasiun. Untuk pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan di 4 stasiun
dengan empat kali ulangan. Pengambilan contoh makroavertebrata dilakukan pada
daerah sungai yang beriak (riffle) dan mengikuti pola bentuk sungai, karena makroavertebrata menyukai daerah tersebut. Contoh perairan yang beriak dapat
dilihat pada Gambar 3. Pengambilan contoh air untuk parameter fisika kimia dan
biota air dilakukan pada setiap stasiun tanpa ulangan.
Gambar 3. Contoh daerah riffle (Doc. Pribadi)
Stasiun 1, terletak antara Desa Situ Daun dan Purwasari, Kecamatan
Dramaga, daerah ini merupakan bagian dari hulu Sungai Cihideung. Lahan di
sekitar digunakan untuk daerah persawahan, perkebunan dan ada pula kegiatan
perikanan, 500 m dari lokasi stasiun 1 terdapat tambak yang masih aktif. Substrat
dasar di Stasiun 1, adalah batu-batu besar dan relatif dangkal, daerah stasiun 1 ini
perairannya cukup jernih.
Stasiun 2, terletak di Desa Neglasari, Kecamatan Dramaga. Di sekitar
Stasiun 2 ini digunakan sebagai lahan persawahan, perkebunan dan pemukiman
yang berada di kanan kiri stasiun dengan substrat dasar batu berkerikil yang relatif
Stasiun 3, terletak di Desa Dramaga yaitu di daerah Leuwikopo, dimana di
daerah ini digunakan masyarakat sekitar untuk kegiatan MCK, pemukiman
penduduk dan di pinggir sungai terdapat tempat pembuangan sampah, sehingga
daerah sekitar sungai relatif sangat kotor. Substrat dasar batu berkerikil dan agak
berlumpur, dengan keadaan perairan cukup tenang.
Stasiun 4 terletak di belakang tempat penjernihan air IPB. Lahan sekitar
digunakan untuk bagunan pengolahan air IPB, hutan kecil, dan ladang. Substrat
dasarnya berupa batu kerikil dan dasar perairan keras. Tetapi wilayah sekitar
perairan lebih baik dibandingkan dengan Stasiun 3.
3.3. Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam pengambilan contoh dan analisis
makroavertebrata yaitu D-frame net, cool box, kantong plastik, spidol permanen, saringan halus dengan diameter pori 500 µm, baki, pinset, botol film, mikroskop,
kaca pembesar, kertas label, data sheet dan buku identifikasi. Bahan yang
digunakan diantaranya adalah larutan formalin 10%.
Alat dan bahan yang digunakan dalam pengambilan dan pengamatan
sampel air antara lain botol sampel 1 liter, tongkat berskala, termometer, botol
BOD, gelas ukur, erlenmeyer. Bahan-bahan pereaksi yang digunakan dalam
pengukuran DO, COD serta H2S antara lain H2SO4, NaOH, Na-thiosulfat dan
lain-lain.
3.4. Penetuan Karakteristik dan Hidrologi Sungai 1. Lebar sungai
Pengukuran lebar sungai dilakukan secara langsung di lokasi dengan
mengunakan tali berskala (meteran). Pengukuran tesebut dilakukan pada
bagian ujung kiri daratan tertinggi sampai bagian daratan tertinggi di ujung
kanan sungai yang tidak terdapat genangan.
2. Lebar badan sungai
Pengukuran lebar badan sungai dilakukan di lokasi dengan tali berskala.
Pengukuran tesebut dilakukan pada bagian ujung kiri sungai sampai bagian
3. Kecepatan arus
Pengukuran kecepatan arus dilakukan secara langsung di lokasi dengan
menggunakan botol aqua yang di isi sedikit pasir yang diikatkan pada tali rafia
sepanjang 5 m, kemudian dihanyutkan mengikuti aliran sungai dan dicatat
waktunya dngan stopwatch. Pengukuran dilakukan sebanyak 2 kali pada titik
yang berbeda.
3.5. Pengambilan Contoh dan Analisis Makroavertebrata 3.5.1. Parameter Biologi
Pengambilan contoh makroavertebrata adalah pengambilan contoh biota
air yang di lakukan dengan menggunakan D-frame net. D-frame net diletakkan
pada kondisi air yang masih beriak seperti aliran air, baik itu bagian tepi maupun
bagian tengahnya. Daerah yang diganggu sebesar 1 x 1 m2 selama kurang lebih 10 menit pada setiap stasiun dengan 4 kali ulangan. Biota yang tertangkap dimasukan
kedalam plastik berukuran 1 kg dan diberi formalin 10%. Kemudian sampel biota
tersebut dibawa ke laboratorium untuk di identifikasi. Analisis dilakukan di
laboratorium Biomikro Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Sampel tersebut
sebelum diidentifikasi berdasarkan genus, terlebih dahulu dilakukan penyortiran
sampel dari serasah dan bahan lainnya, setelah itu diidentifikasi dengan
menggunakan mikroskop dan kemudian sampel-sampel makrooavertebrata itu
dimasukan ke dalam boto-botol film. Setelah diidentifikasi, organisme
makroavertebrata ditimbang per jenis, dengan timbangan digital untuk mendapat
nilai biomassa.
3.5.2. Parameter Fisika dan Kimia
Contoh air diambil dari tiap stasiun, kemudian diteliti untuk memperoleh
data fisika dan kimia yang akan dianalisa baik secara insitu maupun secara eksitu di Laboratorium. Pengambilan contoh air dilakukan bersamaan dengan
pengambilan contoh makroavertebrata. Pada setiap stasuin dilakukan pengambilan
sampel sebanyak satu kali tanpa adanya pengulangan. Kemudian sampel air
tersebut di masukkan ke dalam botol sampel berukuran 1 liter, kemudian ditaruh
dan Lingkungan (Prolink), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor. Parameter-parameter yang di amati serta peralatan yang di
gunakan disajikan dengan Tabel 5.
Tabel 5. Alat dan metode pengukuran parameter fisika dan kimia
Fisika
Parameter Unit Alat/Metode Keterangan
TSS mg/l Alat filtrasi/Gravimetri Laboratorium
Kekeruhan NTU Turbidity-meter/Turbidimetrik Laboratorium
Kecepatan arus cm/detik Benda terapung/visual Insitu
Suhu oC Thermometer Hg/Pemuaian Laboratorium
Tipe substrat - Visual Insitu
Kimia
Parameter Unit Alat/Metode Keterangan
COD mg/l Alat titrasi/Winkler Laboratorium
BOD mg/l Alat titrasi/iodometrik Laboratorium
DO mg/l Alat titrasi/Titrimetrik Insitu
pH - pH meter/Visual Laboratorium
3.6. Analisis Data Biota
3.6.1. Komposisi Kelimpahan dan Biomassa Makroavertebrata
Komposisi jenis makroavertebrata merupakan gambaran keanekaragaman
makroavertebrata yang terdapat disuatu perairan. Komposisi kelimpahan, yaitu
perbandingan antara jumlah individu tiap jenis spesies dengan jumlah individu
dari semua spesies makroavertebrata yang di jumpai tiap stasiunnya atau jumlah
inidividu yang ditemukan pada setiap pengambilan contoh. Sedangkan biomassa
makroavertebrata merupakan bobot dari individu makroavertebrata yang
ditemukan dari setiap pengambilan contoh.
Analisis komposisi kelimpahan makroavertebrata ini didapat dari hasil
identifikasi dengan mikroskop elektrik dan mengacu pada buku identifikasi.
berat basah dari tiap individu makroavertebrata yang ditemukan pada setiap
pengambilan contoh, dengan menggunakan timbangan digital.
3.6.2. Indeks Biologi 1. Indeks Saprobitas
Tingkat pencemaran dalam suatu perairan dapat dilihat dengan
menggunakan Indeks Saprobitas, yaitu dengan menggunakan parameter biologi
dalam hal ini menggunakan makroavertebrata. Makroavertebrata yang telah di
identifikasi dikelompokkan berdasarkan daya toleransinya terhadap bahan
pencemar yaitu, kelompok indikator oligosaprobik (intoleran), kelompok indikator
β Mesosaprobik, dan α mesosaprobik (fakultatif) dan kelompok indikator
polisaprobik (toleran). Indeks Saprobitas dapat dihitung dengan rumus (Pantle and
Buck 1955 in Wilhm 1975) sebagai berikut :
h h Iσ = σ.
Keterangan : Iσ = Indeks Saprobitas
σ = Tingkat saprobitas tiap spesies h = Frekuensi kehadiran relatif spesies
Langkah-langkah analisis indeks saprobitas adalah:
1. Menentukan nilai s (tingkat pencemaran)
Makroavertebrata yang diperoleh dikelompokkan jenisnya berdasarkan
kepekaan terhadap polusi organik dengan mengacu pada Tabel 6. Apabila
organisme tersebut masuk dalam organisme sensitif maka nilai = 1, bila
fakultatif mempunyai nilai = 2,5 (mesosaprobik), dan bila organismenya
toleran maka = 5 (polisaprobik). Contoh jenis organisme yang sesuai dengan
tingkat kepekaan bahan pencemar dapat dilihat pada Tabel 3 dalam tinjauan
Tabel 6. Nilai Untuk Indeks Saprobitas
Tingkat saprobitas makroavertebrata
σ
σσ
σ Jenis Makroavertebrata
1 Indikator oligosaprobik
2 Indikator β mesosaprobik 3 Indikator σ mesosaprobik
4 Indikator polisaprobik
2. Menentukan nilai h.
Dari data yang telah ada pada setiap stasiun dilakukan penghitungan jumlah
individu rata-rata. Kemudian ditentukan nilai terbesar (a) dan nilai terkecil (b)
dari nilai rata-rata tadi dicari hasil pengurangan ((a-b)/3) untuk menentukan
selang kelas dalam pembobotan nilai h. Nilai kisaran untuk genus atau spesies
yang ditemukan dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Kisaran Nilai h Untuk Indeks Saprobitas.
h Interpretasi
1 Genus/ spesies yang jarang ditemukan 3 Genus/ spesies yang acap kali ditemukan 5 Genus/ spesies yang sering ditemukan
3. Kemudian hasil dari perhitungan nilai dan h tersebut dimasukan dalam
rumus I untuk semua organisme yang ditemukan pada setiap stasiun
pengamatan, sehingga status perairan dapat diduga dengan melihat indeks
saprobitas (I ). Jenis makroavertebrata yang masuk kedalam nilai h, dapat
dilihat pada Lampiran 4 dan 5. Kisaran nilai indeks saprobitas dapat dilihat
pada Tabel 8.
Tabel 8. Nilai indeks saprobitas (I ) dan interpretasinya.
I Tingkat pencemaran
1. 1,0-1,5 Sangat ringan 2. 1,5-2,5 Ringan
3. 2,5-3,5 Sedang
2. LQI (Lincoln Quality Index)
Organisme yang ditemukan dan telah diidentifikasi sampai dengan famili,
kemudian diberi skor berdasarkan data, kemudian skor itu dijumlahkan
seluruhnya dan dari jumlah tersebut didapatkan nilai BMWP. Nilai BMWP dibagi
dengan jumlah taksa untuk mendapatkan nilai ASPT (Average Score Per Taxon). Kalkulasi dari nilai BMWP dan ASPT diberikan penilaian bergantung pada
tempat pengambilan sampel, kemudian dilihat nilai X dan Y nya. Nilai X dan Y
tersebut dikalkulasikan untuk mengetahui nilai OQR (Overal Quality Rating) dengan formulasi sebagai berikut :
OQR =(X+Y)/2
Nilai OQR di gunakan untuk memberikan Indeks Kualitas Lincoln atau Lincoln Quality Indices (LQI) yang terdapat pada Tabel 9.
Tabel 9. Nilai OQR (Overal Quality Ratings ) indeks kualitas Lincoln dan interpretasinya (Masson 1991).
Nilai OQR Indeks Interpretasi
6+ A++ Kualitas excellent
5,5 A+ Kualitas excellent
5 A Kualitas excellent
4,5 B kualitas baik
4 C kualitas baik
3,5 D kualitas sedang
3 E kualitas sedang
2,5 F kualitas rendah
2 G kualitas rendah
1,5 H kualitas sangat rendah
3. FBI (Family Biotic Indeks)
Perhitungan ini dilakukan dengan menggunakan perkalian antara nilai
kelimpahan organisme indikator yang ditemukan, berdasarkan famili pada tiap
pengamatan dengan skor pada Lampiran 3. Kemudian jumlah total tersebut
dibagi dengan jumlah seluruh organisme yang ditemukan kemudian dicocokkan
dengan kriteria kualitas yang dapat dilihat dalam Tabel 10.
Tabel 10. Penggolongan kriteria kualitas air oleh: Hinselhoff (1988) in Hauer and Lamberti (1996).
4. SIGNAL 2 (Steram Invertebrate Grade Number Average Level )
SIGNAL 2 merupakan indeks biotik yang sederhana untuk
makroavertebrata, dikembangkan pertama kali di Australia bagian timur
khususnya untuk sistem Sungai Hawkesbury-Nepean (Chessman 2003). Adapun
langkah-langkah perhitungan dari SIGNAL 2 adalah sebagai berikut :
1. Organisme yang ditemukan dan sudah diidentifikasi sampai tingkat famili atau
tingkat ordo diberi nilai 1-10 berdasarkan penetapan nilai SIGNAL 2. Skor
untuk penetapan nilai SIGNAL 2 ada di Lampiran 7. Dalam penelitian ini
pemberian nilai skor ini berdasarkan hasil jumlah famili rata-rata dari 4 stasiun
dengan empat kali ulangan.
2. Penentuan faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan
pada tiap famili atau ordo. Nilai faktor pembobotan untuk jumlah famili yang
Indeks Kualitas Air
1. 0-3,75 Excellent
2. 3,76-4,25 Sangat baik
3. 4,26-5,00 Baik
4. 5,01-5,75 Sedang
5. 5,76-6,50 Agak buruk
6. 6,51-7,25 Buruk
ditemukan dapat dilihat pada Tabel 11. Dalam penelitian ini jumlah famili
rata-rata yang nilainya <1 tidak diberi skor dan faktor pembobotan.
3. Nilai faktor pembobotan yang telah dihitung dikalikan dengan skor dari tiap
famili yang ditemukan, kemudian hasil perkalian tersebut dijumlahkan secara
keseluruhan.
4. Hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan jumlah total faktor pembobotan,
dan didapatkan nilai SIGNAL 2 yang biasanya berkisar antara 3-7 (Chessman
2003). Nilai SIGNAL 2 dapat dilihat pada Lampiran 7.
5. Nilai SIGNAL 2 didapatkan dan diplotkan dalam grafik yang dihubungkan
dengan jumlah famili yang ditemukan. Contoh grafik dapat dilihat pada
Gambar 4.
6. Dari grafik tersebut diperkirakan keberadaan dari nilai SIGNAL 2 tersebut
dalam suatu kuadran. Penentuan kuadran berdasarkan pada keadaan geografis
dari tempat pengambilan sample makrozoobenthos. Dari kuadran yang
diperoleh dapat diketahui kriteria lingkungan.
Tabel 11. Nilai faktor pembobotan berdasarkan jumlah individu yang ditemukan (Chessman 2003).
Gambar 4. Contoh grafik dan kuadran untuk nilai SIGNAL 2. Jumlah individu pada tiap famili Faktor Pembobotan
1-2 1
3-5 2
6-10 3
11-20 4