• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN SEDIMENTASI TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI MUARA SUNGAI DESA PINTU AIR KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "HUBUNGAN SEDIMENTASI TERHADAP STRUKTUR KOMUNITAS MAKROZOOBENTOS DI MUARA SUNGAI DESA PINTU AIR KABUPATEN LANGKAT PROVINSI SUMATERA UTARA"

Copied!
77
0
0

Teks penuh

(1)

IRA MUTIARA LUMBANGAOL 130302060

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

SKRIPSI

IRA MUTIARA LUMBANGAOL 130302060

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

2017

(3)

SKRIPSI

IRA MUTIARA LUMBANGAOL 130302060

Skripsi Sebagai Satu diantara Beberapa Syarat untuk dapat Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan

Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara

PROGRAM STUDI MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

Judul Penelitian : Hubungan Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Muara Sungai Desa Pintu Air Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara

Nama Mahasiswa : Ira Mutiara Lumbangaol

NIM : 130302060

Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan

(5)

Saya yang bertandatangan di bawah ini:

Nama : Ira Mutiara Lumbangaol NIM : 130302060

menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Hubungan Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Muara Sungai Desa Pintu Air Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara”

Adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Medan, November 2017

Ira Mutiara Lumbangaol

NIM. 130302060

(6)

IRA MUTIARA LUMBANGAOL. Hubungan Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Muara Sungai Desa Pintu Air Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Dibimbing oleh HESTI WAHYUNINGSIH dan RUSDI LEIDONALD.

Aktivitas masyarakat memberi pengaruh terhadap kondisi ekosistem di di daerah muara sungai di Desa Pintu Air dan berpotensi mempengaruhi kualitas air, karakteristik dan laju sedimentasi, serta kelimpahan biota perairan terutama makrozoobentos. Penelitian dilakukan bulan Mei hingga Juli 2017 di Desa Pintu Air Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Hasil penelitian menunjukkan laju sedimentasi di muara sungai Desa Pintu Air Stasiun I sebesar 3491,98 gr/m2/hari, Stasiun II sebesar 389,10 gr/m2/hari, Stasiun III sebesar 369,15 gr/m2/hari, Stasiun IV sebesar 1576,14 gr/m2/hari, dan Stasiun V sebesar 5353,51 gr/m2/hari. Kelimpahan makrozoobentos Stasiun I sebesar 17,78 ind/m2 Stasiun II sebesar 17,41 ind/m2, Stasiun III sebesar 13,33 ind/m2, Stasiun IV sebesar 121,85 ind/m2 dan Stasiun V sebesar 7,04 ind/m2. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) Stasiun I sebesar 4,08 Stasiun II sebesar 4,65 Stasiun III sebesar 4,83 Stasiun IV sebesar 5,12 dan Stasiun V sebesar 4,07. Nilai Dominansi (C) Stasiun I sebesar 1,01 Stasiun II sebesar 0,32 Stasiun III sebesar 0,47 Stasiun IV sebesar 0,49 dan Stasiun V sebesar 0,77. Nilai korelasi sedimentasi terhadap kelimpahan makrozoobentos sebesar -0,509, nilai korelasi sedimentasi terhadap keanekaragaman makrozoobentos sebesar -0,822, dan nilai korelasi sedimentasi terhadap dominansi makrozoobentos sebesar 0,850.

Kata kunci : Sedimentasi, Makrozoobentos, Muara Sungai.

(7)

IRA MUTIARA LUMBANGAOL. Relationship of Sedimentation to Community Structure of Macrozoobenthos in Pintu Air Village Estuary Kabupaten Langkat Regency North Sumatera. Guided by HESTI WAHYUNINGSIH and RUSDI LEIDONALD.

Community activity gives influence to ecosystem condition in river estuary area in Desa Pintu Air and potentially affect water quality, characteristic and sedimentation rate, and abundance of marine biota especially makrozoobentos.

The study was conducted from May to July 2017 at Desa Pintu Air, Kabupaten Langkat, North Sumatra. The result showed that sedimentation rate in Desa Pintu Air estuary Station I was 3491,98 gr / m2 / day, Station II was 389,10 gr / m2 / day, Station III was 369,15 gr / m2 / day, Station IV equal to 1576,14 gr / m2 / day, and Station V was 5353,51 gr / m2 / day. Abundance of macrozoobentos Station I was 17,78 ind / m2 Station II of 17,41 ind / m2, Station III was 13,33 ind / m2, Station IV was 121,85 ind / m2 and Station V was 7.04 ind / m2 . The value of Diversity Index (H ') Station I was 4.08 Station II was 4.65 Station III was 4.83 Station IV was 5.12 and Station V was 4.07. Dominance index (C) Station I wasf 1.01 Station II was 0.32 Station III was 0.47 Station IV was 0.49 and Station V was 0.77. The value of sedimentation correlation to macrozoobentos abundance was -0,509, sedimentation correlation value to macrozoobentos diversity was - 0.822, and the value of sedimentation correlation to macrozoobentos dominance was 0.850.

Keywords : Sedimentation, Macrozoobenthos, Estuary.

(8)

Penulis lahir di Kabanjahe, Provinsi Sumatera Utara pada tanggal 21 November 1994 dari Ayahanda Ganda Lumban Gaol dan Ibunda Monika br Sinaga, penulis merupakan anak ke tiga dari lima bersaudara.

Penulis mengawali pendidikan formal di Sekolah Dasar Negeri 040451 Kabanjahe pada tahun 2001 - 2007 dan pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh dari tahun 2007 - 2010 di SMP Negeri 1 Kabanjahe. Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Swasta Katolik Kabanjahe dengan Jurusan IPA pada tahun 2010 - 2013.

Penulis melanjutkan pendidikan di Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara melalui jalur Seleksi Masuk Bersama Perguruan Tinggi Negeri (SMBPTN). Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di UPT Konservasi Penyu Kota Pariaman. Selain mengikuti perkuliahan penulis juga menjadi peserta Ekspedisi Nusantara Jaya (ENJ) Universitas Sumatera Utara tahun 2017 di Gunungsitoli, Nias dan menjadi anggota UKM Fotografi USU dan KSR PMI Unit Markas Kota Medan dan menjadi

(9)

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini yang berjudul “Hubungan Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos di Muara Sungai Desa Pintu Air Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara”.

Penulisan skripsi ini diajukan untuk memenuhi salah satu syarat kelulusan dalam jenjang perkuliahan Strata I Universitas Sumatera Utara. Dalam penyusunan dan penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak sehingga penulis sangat berterima kasih terutama kepada kedua orangtua dan keluarga penulis yang telah sabar dan berdo’a tiada henti untuk penulis. Dalam kesempatan ini penulis dengan senang hati juga menyampaikan terima kasih kepada :

1. Ibu Dr. Hesti Wahyuningsih S.Si, M.Si selaku ketua komisi pembimbing dan Bapak Rusdi Leidonald, SP, M.Sc selaku anggota komisi pembimbing yang telah memberikan ilmu, arahan, motivasi, dan bimbingan selama penulisan skripsi ini.

2. Ibu Dr. Eri Yusni, M. Sc selaku Ketua Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan.

3. Para Sobat Kartini Kusuma Widya Sari, Winni J.S. Simbolon, Sara Silva Br.

Ginting, Indah Lutfa Mutia Tambunan, Yuli Wulandari, Arief Persadanta, dan Arif Nuhalin yang selalu ada memberikan lebih banyak semangat

(10)

Masrian Fauzan, Dizza Ayu Putri, Nanda Putri, dan Fransiska Falentina Naibaho yang selalu mengingatkan akan kebutuhan gizi penulis.

5. Dan kepada seluruh teman-teman seperjuangan MSP 2013. Semangat untuk kita semua.

Penulis berharap semoga penulisan ini dapat bermanfaat sebagai penambah pengetahuan dan informasi dalam bidang perikanan khususnya dalam pengelolaan lingkungan di muara sungai Desa Pintu Air Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Medan, November 2017

Penulis

(11)

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

DAFTAR TABEL... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Perumusan Masalah ... 4

Kerangka Pemikiran ... 5

Tujuan Penelitian ... 6

Manfaat Penelitian ... 6

TINJAUAN PUSTAKA Muara Sungai ... 7

Sedimentasi ... 8

Tekstur Sedimen... 9

Bahan Organik Sedimen ... 10

Parameter Fisika dan Kimia Perairan ... 12

Suhu ... 12

pH (Potential of Hydrogen) ... 12

Salinitas ... 13

Pasang Surut ... 13

Kecepatan Arus dan Kedalaman ... 14

Oksigen Terlarut ... 15

Makrozoobenthos ... 15

METODE PENELITIAN Waktu dan Lokasi Penelitian ... 17

Alat dan Bahan ... 18

(12)

Pengambilan Sampel Makrozoobentos ... 24

Analisis Makrozoobentos ... 24

Hubungan Laju Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos ... 25

HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Parameter Fisika Kimia Perairan dan Sedimen ... 27

Pasang Surut dan Curah Hujan Harian ... 28

Sedimentasi ... 29

Tekstur Sedimen ... 29

Makrozoobentos ... 30

Hubungan Laju Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos ... 32

Pembahasan Parameter Fisika Kimia Perairan dan Sedimen ... 33

Sedimentasi ... 39

Makrozoobentos ... 41

Hubungan Laju Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos ... 46

Rekomendasi Pengelolaan ... 49

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 50

Saran ... 51 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

(13)

No. Teks Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5

2. Lokasi Penelitian ... 17

3. Stasiun 1 ... 18

4. Stasiun 2 ... 19

5. Stasiun 3 ... 19

6. Stasiun 4 ... 20

7. Stasiun 5 ... 20

8. Modifikasi Sediment Trap untuk Penelitian ... 22

9. Tipe Substrat berdasarkan USDA ... 23

10. Pasang Surut Selama Penelitian ... 28

11. Grafik Curah Hujan Harian Stasiun Klimatologi Sampali ... 28

12. Laju Sedimentasi pada Masing-Masing Stasiun Penelitian ... 29

12. Kepadatan Makrozoobentos ... 31

(14)

No. Teks Halaman 1. Parameter Fisika dan Kimia Perairan dan Sedimen ... 21 2. Kekuatan Hubungan dalam Korelasi ... 26 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan dan Sedimen ... 27 4. Persentase dan Tipe Tekstur Sedimen pada Masing-Masing Stasiun

Penelitian ... 30 5. Komposisi Makrozoobentos pada Masing-Masing Stasiun Penelitian .. 30 6. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Dominansi (C) Makrozoobentos

pada Masing-Masing Stasiun Penelitian ... 32 7. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Sedimentasi dengan Struktur

Komunitas Makrozoobentos ... 32 8. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Sedimentasi dengan Tipe

Tekstur Sedimen... 32

(15)

No. Teks Halaman

1. Alat dan Bahan ... 58

2. Prosedur Penelitian ... 60

3. Makrozoobentos. ... 61

4. Data Sedimentasi. ... 63

5. Data Pasang Surut ... 66

6. Hasil Analisis Laboratorium Sedimen. ... 67

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah muara sungai merupakan daerah yang sangat produktif, karena penambahan bahan-bahan organik yang berasal dari darat melalui aliran sungai dan perairan sekitarnya secara terus menerus. Percampuran kedua masa air yang terjadi di muara sungai dapat menyebabkan perubahan kondisi fisik oseanografi di lokasi tersebut. Daerah muara sungai merupakan daerah yang mengalami proses sedimentasi tinggi akibat bermuaranya berbagai sungai yang membawa sedimen (Usman, 2014).

Salah satu fungsi dari ekosistem muara yaitu sebagai perangkap zat hara seperti nitrat, fosfat, dan bahan organik yang berasal dari perairan disekitarnya.

Kadar nitrat di perairan sangat dipengaruhi oleh asupan nitrat dari badan sungai.

Sumber utama nitrat berasal dari buangan rumah tangga dan pertanian termasuk kotoran hewan dan manusia. Sedangkan fosfat merupakan nutrisi yang esensial bagi pertumbuhan suatu organisme perairan, namun tingginya konsentrasi fosfat di perairan mengindikasikan adanya zat pencemar. Senyawa fosfat umumnya berasal dari limbah industri, pupuk, limbah domestik dan penguraian bahan organik lainnya (Makmur dkk., 2012).

Semakin intensifnya kegiatan pemanfaatan wilayah pantai dan muara sungai dapat menimbulkan peningkatan kebutuhan, prasarana dan sebagainya, yang selanjutnya akan mengakibatkan munculnya permasalahan baru yaitu mundurnya garis pantai, tanah yang timbul akibat endapan pantai yang dapat mengakibatkan majunya garis pantai, pembelokan atau pendangkalan muara yang

(17)

dapat menyumbat aliran sungai, pencemaran dan instrusi air laut. Adapun permasalahan yang sering dijumpai di daerah muara sungai kecil adalah pendangkalan akibat proses sedimentasi. Apabila proses ini terjadi secara terus menerus tanpa adanya suatu penanganan maka lambat laun muara akan tertutup sedimen sehingga dapat menghambat aliran sungai dan menaikkan muka air di hulu muara. Adanya pendangkalan di bagian muara sungai dapat mengakibatkan terhambatnya lalu lintas kapal nelayan di saat air surut dan di lain pihak saat air laut mengalami pasang, air meluap melebihi bibir sungai sehingga daerah sekitar muara mengalami banjir (Vironita dkk., 2012).

Pentingnya mengetahui tipe substrat dasar dari suatu perairan adalah untuk mengetahui pola sebaran dari berbagai jenis tipe substrat berdasarkan ukuran dan asal dari substrat tersebut pada suatu perairan. Biota dasar atau lebih sering dikenal dengan sebagai bentos terdiri dari berbagai jenis dan tipe organisme yang hidup di dasar perairan, baik yang hidup tertancap, merayap, maupun yang membenamkan diri di pasir maupun lumpur. Pengklasifikasian ini tentunya bermanfaat untuk mengetahui pada tipe substrat yang mana terdapat kelimpahan bentos dan vegetasi yang paling dominan yang nantinya dari kelimpahan bentos dan vegetasi ini dapat diduga kelimpahan biomassa ikannya, hal ini dikarenakan pada daerah yang memiliki kelimpahan organisme bentos yang tinggi tentunya dapat menjadi tempat bagi sekumpulan ikan untuk mencari makan (Allo, 2008).

Makrozoobentos merupakan organisme akuatik yang hidup di dasar perairan dengan pergerakan relatif lambat yang sangat dipengaruhi oleh substrat dasar serta kualitas perairan. Makrozoobentos berperan penting dalam proses

(18)

sumber makanan bagi organisme konsumen yang lebih tinggi. Selain itu bentos berfungsi juga menjaga stabilitas dan geofisika sedimen. Makrozoobentos dipilih sebagai indikator biologi perairan karena hidupnya relatif menetap (sesile) dengan daur hidup yang relatif lama, kelimpahan dan keanekaragamannya tinggi, mempunyai kemampuan merespon kondisi kualitas air secara terus menerus mulai dari tingkat seluler sampai struktur komunitas, mudah dianalisa dan prosedur pengambilannya relatif mudah. Penurunan komposisi dan keanekaragaman dari organisme tersebut biasanya merupakan indikator adanya gangguan ekologi yang terjadi pada perairan (Setiawan, 2008).

Desa Pintu Air terletak di Kecamatan Pangkalan Susu Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Perkembangan yang terjadi di desa Pintu Air dapat dilihat dari peningkatan aktivitas masyarakat. Isu permasalahan yang dihadapi oleh pemerintah adalah melakukan pengelolaan sumberdaya alam seiring dengan adanya aktivitas perikanan tangkap, budidaya perikanan menggunakan tambak dan perkebunan yang terdapat di sepanjang aliran sungai secara langsung dapat mempengaruhi kondisi lingkungan seperti sedimentasi dan penurunan kualitas air yang berpengaruh terhadap kelestarian keanekaragaman hayati pada perairan tersebut.

Belum adanya informasi dan kajian mengenai karakteristik dan laju sedimentasi serta pengaruhnya terhadap kelimpahan makrozoobentos di muara sungai Desa Pintu Air menjadi salah satu kendala dalam pengelolaan lingkungan.

Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan suatu kajian untuk mengetahui kualitas air, karakteristik dan laju sedimentasi, serta hubungannya dengan kelimpahan

(19)

makrozoobentos di Perairan Desa Pintu Air Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Perumusan Masalah

Aktivitas masyarakat seperti permukiman, perkebunan, dan budidaya perikanan secara langsung maupun tidak langsung akan memberi pengaruh terhadap kondisi ekosistem di di daerah muara sungai di Desa Pintu Air dan berpotensi mempengaruhi kualitas air, karakteristik dan laju sedimentasi, serta kelimpahan biota perairan terutama pada makrozoobentos, karena kemampuan mobilitas yang rendah dan mampu beradaptasi pada perubahan lingkungan.

Keseluruhan faktor-faktor tersebut memiliki hubungan yang erat, sehingga dapat memberi gambaran mengenai kondisi dari suatu habitat perairan.

Berdasarkan uraian di atas, masalah dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana karakteristik sedimen dan nilai laju sedimentasi di muara sungai Desa Pintu Air?

2. Bagaimana struktur komunitas makrozoobentos yang terdapat di muara sungai Desa Pintu Air?

3. Bagaimana pengaruh laju sedimentasi terhadap struktur komunitas makrozoobentos di muara sungai Desa Pintu Air?

(20)

Kerangka Pemikiran

Perkembangan yang terjadi di Desa Pintu Air terliat dari peningkatan aktivitas masyarakat seperti adanya permukiman, budidaya perikanan menggunakan tambak, perkebunan kelapa sawit, dan kegiatan perikanan tangkap.

Kegiatan ini dikhawatirkan akan berdampak terhadap perubahan lingkungan seperti peningkatan nilai laju sedimentasi, penurunan kualitas air dan perubahan kelimpahan makrozoobentos. Untuk mempertahankan kualitas air dan pola distribusi makrozoobentos yang merata maka perlu disusun strategi pengelolaan lingkungan. Gambar kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Muara Sungai Desa Pintu Air

Aktivitas Masyarakat:

Permukiman Budidaya Perikanan

Perkebunan Perikanan Tangkap

Rekomendasi Pengelolaan Laju Sedimentasi

Kualitas Air Kelimpahan Makrozoobentos

(21)

Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk menganalisis karakteristik sedimen dan nilai laju sedimentasi di muara sungai Desa Pintu Air.

2. Untuk menganalisis struktur komunitas makrozoobentos di muara sungai Desa Pintu Air.

3. Untuk menganalisis hubungan laju sedimentasi terhadap struktur komunitas makrozoobentos di muara sungai Desa Pintu Air.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan sebagai masukan bagi pihak-pihak terkait dalam upaya pengelolaan lingkungan muara sungai termasuk biota yang berasosiasi di dalamnya yaitu makrozoobentos dan sedimentasi yang dikhawatirkan akan menghambat jalur penangkapan ikan saat perairan sedang surut, serta sebagai bahan literatur dengan kajian-kajian lebih lanjut mengenai sedimentasi dan hubungannya dengan kelimpahan makrozoobentos di muara sungai Desa Pintu Air.

(22)

TINJAUAN PUSTAKA

Muara Sungai

Muara sungai adalah bagian hilir dari sungai yang berhubungan dengan laut. Permasalahan di muara sungai dapat ditinjau di bagian mulut sungai (river mouth) dan estuari. Mulut sungai adalah bagian paling hilir dari muara sungai yang langsung bertemu dengan laut. Sedangkan estuari adalah bagian dari sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut. Muara sungai berfungsi sebagai pengeluaran/aliran debit sungai, terutama pada waktu banjir, ke laut. Selain itu muara sungai juga harus melewatkan debit yang ditimbulkan oleh pasang surut, yang bisa lebih besar dari debit sungai sehingga muara sungai harus cukup lebar dan dalam (Anasiru, 2006).

Fungsi ekosistem estuari sangatlah besar, selain sebagai sumber makanan bagi organisme sekitar, estuari juga bermanfaat sebagai habitat (tempat tinggal), tempat mencari makan (feeding ground), tempat asuhan dan pembesaran (nursery ground), dan tempat pemijahan (spawning ground) bagi organisme yang hidup karena disekitar lingkungan estuari pada umumnya terdapat pohon mangrove yang menjadi penghasil detritus, sumber nutrien dan bahan organik. Di samping hal-hal tersebut di atas, ekosistem estuari juga menjadi tempat migrasi atau sekedar berkelana organisme-organisme perairan. Beberapa faktor inilah yang membuat ekosistem estuari memiliki biodiversitas yang cukup tinggi, termasuk makrozoobenthos yaitu organisme dasar perairan yang hidup diatas maupun di dalam sedimen dasar perairan dan relatif hidupnya menetap merayap, atau menggali lubang (Ulfah dkk., 2012).

(23)

Sedimentasi

Substrat dasar perairan merupakan salah satu potensi abiotik yang luar biasa. Substrat berguna sebagai habitat, tempat mencari makan, dan memijah bagi sebagian besar organisme akuatik. Selain itu dasar perairan memiliki komposisi yang sangat kompleks mulai dari substrat berukuran kecil sampai batu-batuan.

(Ningsih dkk., 2013).

Sedimen secara umum berasal dari kerak bumi yang diangkut melalui proses hidrologi dari satu tempat ke tempat yang lain, baik secara vertikal maupun horizontal. Sedimen merupakan campuran dari berbagai substrat yang memiliki fraksi yang berbeda, seperti kerikil, pasir, lumpur dan tanah liat. Sebagian besar daerah aliran sungai selalu membawa lumpur yang disebabkan oleh erosi alam dari sungai dan hampir semua isi sedimen akan terus meningkat dengan adanya erosi dari tanah pertanian, kehutanan, kontruksi dan pertambangan. Sedimen merupakan bahan organik dan anorganik yang bisa mempengaruhi kualitas air.

Bahan organik berasal dari pembusukan organisme atau tanaman yang kemudian tenggelam ke dasar perairan dan bercampur di sungai. Proses yang terjadi bisa disebabkan oleh proses anorganik, seperti curah hujan dan pembilasan dengan hidroksida oleh Fe dan Mn (Susantoro dkk., 2015).

Sedimen yang berasal dari daratan, kemudian masuk ke aliran sungai menuju muara menyebabkan pendangkalan di daerah muara. Pengendapan yang terus menerus selama bertahun-tahun menyebabkan bertambahnya daratan atau delta. Pendangkalan di daerah muara akan mengganggu aktifitas transportasi air bagi nelayan, dan pada saat pasang akan mengakibatkan banjir di daerah muara

(24)

yang dapat mengganggu pengelolaan tambak masyarakat dekat muara (Zulaiha dkk., 2014).

Sedimen merupakan salah satu unsur penyusun kawasan sungai dan pesisir, yang menjadi habitat bagi organisme benthos dan merupakan penyimpan utama dari banyak senyawa kimia yang secara terus menerus berada pada permukaan perairan. Untuk keberlangsungan hidup organisme benthos ada parameter- parameter yang menunjang kehidupannya seperti parameter fisika perairan, kimia perairan maupun parameter kimia sedimen yang menjadi tempat hidupnya.

Perubahan komponen fisik dan kimia tersebut selain menyebabkan menurunnya kualitas perairan juga menyebabkan bagian dasar perairan (sedimen) menurun, yang dapat mempengaruhi kehidupan biota perairan terutama pada struktur komunitas biotiknya. Penurunan kualitas lingkungan ini dapat diidentifikasi dari perubahan komponen fisik, kimia dan biologi perairan (Magfirah dkk., 2014).

Tekstur Sedimen

Endapan sedimen tersebar luas di daratan, di pesisir dan di laut.

Karakteristik sedimen seperti ukuran butir, bentuk butir, tekstur, sortasi, dan komposisi mineral suatu endapan akan berbeda antara satu tempat dengan tempat lainnya. Karakteristik sedimen tersebut sangat bergantung pada jenis dan lokasi asal sumber batuan dan karakteristik proses sedimennya (Dewi dan Yudi, 2008).

Analisis pemilahan butiran (sortasi) adalah derajat atau tingkat keseragaman butir sedimen atau kecenderungan tingkat keseragaman dari berbagai macam ukuran butiran sedimen. Derajat atau nilai sortasi sangat dipengaruhi oleh proses transportasi serta aktifitas arus dan gelombang. Sediman

(25)

dengan nilai sortasi yang baik umumnya mengalami penyortiran oleh gelombang dan arus untuk jangka waktu yang lama. Sedimen sepanjang pantai umumnya tersortasi dengan baik dimana partikel-partikel sedimen telah dipisah-pisahkan berdasarkan ukuran sebagai akibat dari aksi gelombang dan arus. Sedimen dengan nilai sortasi jelek, terdiri dari ukuran partikel sedimen yang berbeda-beda dengan variasi yang cukup luas (Nasdwiana, 2016).

Bahan Organik Sedimen

Bahan organik adalah kumpulan beragam senyawa-senyawa organik kompleks yang sedang atau telah mengalami proses dekomposisi, baik berupa humus hasil humufikasi maupun senyawa hasil mineralisasi, termasuk mikroba heterotrofik dan ototrofik yang terlibat. Bahan organik biasanya disusun dari komponen karbon (C), hidrogen (H), dan oksigen (O) bersama-sama dengan nitrogen (N) (Hanafiah, 2005).

Sedimen merupakan tempat akumulasinya berbagai senyawa kimia yang berasal dari kolom air, oleh karena itu kandungan fosfat dan karbon organik di dasar perairan mempunyai nilai yang lebih tinggi dibandingkan di permukaan.

Proses fisis yang terjadi di laut seperti arus dan pasang surut, dapat menyebabkan terlepasnya kembali senyawa kimia dari sedimen dasar ke kolom air (Muchtar, 2012).

Bahan organik merupakan salah satu indikator kesuburan lingkungan baik di darat maupun di laut. Kandungan bahan organik di darat mencerminkan kualitas tanah dan di perairan menjadi faktor kualitas perairan pada suatu

(26)

tetapi apabila jumlah yang masuk melebihi daya dukung perairan maka akan mengganggu perairan itu sendiri. Gangguan tersebut berupa pendangkalan dan penurunan mutu air (Odum, 1993).

Bahan organik berasal dari limbah domestik dan limbah industri. Semua bahan organik yang terdapat di perairan mengandung karbon (C) yang berkombinasi dengan satu atau lebih elemen lainnya. Penyusun utama bahan organik adalah karbohidrat, protein, lemak dan asam nukleat (nucleat acid) setiap bahan organik ini memiliki karakteristik fisika, kimia dan toksisitas yang berbeda.

Bahan organik berbagai jenis yang terdapat di ala mini dirombak (dekomposisi) melalui proses oksidasi. Oksidasi bisa berlangsung dalam suasana aerob (keberadaan oksigen) dan suasana anaerob (tidak ada oksigen) (Effendi, 2003).

Kapasitas penyimpanan nutrient menggambarkan kemampuan substrat untuk menyerap dan menyimpan nutrient (bahan organik). Selanjutnya nutrient tersebut dimanfaatkan oleh organisme bentik sebagai bahan makaanan. Infiltrasi air menggambarkan kemampuan pertukaran air atau besarnya kemungkinan air untuk memasuki celah-celah substrat, kapasitas penahanan air menggambarkan kemampuan untuk menahan atau menolak masuknya air. Aerasi menggambarkan kemampuan pertukaran udara misalnya oksigen bebas dalam substrat (Setyaningsih, 2001).

Kandungan bahan organik yang tinggi akan mempengaruhi tingkat keseimbangan perairan. Tingginya kandungan bahan organik akan mempengaruhi kelimpahan organisme, dimana terdapat organisme-organisme tertentu yang tahan terhadap tingginya kandungan bahan organik tersebut, sehingga dominansi oleh spesies tertentu dapat terjadi. TOM (Total Organic Matter) menggambarkan

(27)

kandungan bahan organik total dalam suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi, dan koloid (Suwono, 2011).

Parameter Fisika dan Kimia Perairan Suhu

Perubahan suhu akan berpengaruh terhadap pola kehidupan organisme perairan. Pengaruh suhu yang utama adalah mengontrol penyebaran hewan dan tumbuhan. Suhu juga memberi pengaruh langsung terhadap aktivitas organisme seperti pertumbuhan maupun metabolismenya, bahkan dapat menyebabkan kematian organisme (Odum, 1993). Sedangkan pengaruh tidak langsung adalah meningkatnya daya akumulasi berbagai zat kimia dan menurunnya kadar oksigen dalam perairan (Effendi, 2003).

Organisme akuatik memiliki kisaran suhu tertentu yang disukai bagi pertumbuhannya. Makin tinggi kenaikan suhu air, maka makin sedikit oksigen yang terkandung di dalamnya. Suhu yang berbahaya bagi makrozoobenthos adalah yang lebih kurang dari 35°C (Retnowati, 2003).

pH (Potential of Hydrogen)

Derajat Keasaman lebih dikenal dengan pH. pH (puissance negative de H), yaitu logaritma dari kepekaan ion-ion H (hydrogen) yang terlepas dalam suatu cairan. Derajat keasaman atau pH air menunjukan aktivitas ion hydrogen dalam larutan tersebut dan dinyatakan sebagai konsentrasi ion hydrogen (dalam mol/liter) pada suhu tertentu (Kordi dan Andi, 2010).

Nilai yang ideal bagi kehidupan organisme air pada umumnya terdapat

(28)

basa akan membahayakan kelangsungan hidup organisme karena akan menyebabkan terjadinya gangguan metabolisme dan respirasi. Kenaikan pH di atas netral akan meningkatkan konsentrasi amonia yang bersifat sangat toksik bagi organisme (Barus, 2004).

Salinitas

Salinitas didefinisikan sebagai berat zat padat terlarut dalam gram per kilogram air laut, jika zat padat telah dikeringkan sampai beratnya tetap pada 480ºC. Singkatnya salinitas adalah berat garam dalam gram per kilogram air laut.

Salinitas ditentukan dengan mengukur klor yang takarannya adalah klorinitas.

Salinitas dapat juga diukur melalui konduktivitas air laut (Hasibuan, 2011).

Variasi salinitas pada daerah estuari menentukan kehidupan organisme di daerah tersebut. Hewan-hewan yang hidup pada daerah ini mempunyai toleransi yang tinggi terhadap perubahan salinitas. Pada daerah estuari, salinitas merupakan faktor penentu yang membatasi penyebaran makrozoobentos yang hidup di dasar perairan. Disamping itu, salinitas juga mempengaruhi reproduksi dari organisme itu sendiri (Amrul, 2007).

Pasang Surut

Pasang surut laut merupakan hasil dari gaya tarik gravitasi dan efek sentrifugal. Efek sentrifugal adalah dorongan ke arah luar pusat rotasi. Gravitasi bervariasi secara langsung dengan massa tetapi berbanding terbalik terhadap jarak.

Meskipun ukuran bulan lebih kecil dari matahari, gaya tarik gravitasi bulan dua kali lebih besar daripada gaya tarik matahari dalam membangkitkan pasang surut laut karena jarak bulan lebih dekat dari pada jarak matahari ke bumi. Gaya tarik gravitasi menarik air laut ke arah bulan dan matahari dan menghasilkan dua

(29)

tonjolan pasang surut gravitasional di laut. Lintang dari tonjolan pasang surut ditentukan oleh deklinasi, sudut antara sumbu rotasi bumi dan bidang orbital bulan dan matahari (Muhaimin, 2013).

Pasang surut air laut menyebabkan terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan salinitas. Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi yang besar terhadap perubahan ekstrim faktor-faktor tersebutlah yang dapat bertahan dan berkembang (Wardhani, 2011).

Kecepatan Arus dan Kedalaman

Pergerakan massa air dan pola arus yang terjadi pada suatu perairan sangat dipengaruhi oleh keadaan iklim dan topografi perairan setempat. Pergerakan arus pasang naik maupun surut dari atau yang menuju ke muara sungai akan mempengaruhi penyebaran limbah yang terdapat di estuari. Kecepatan arus akan menentukan jenis sedimen suatu perairan. Kedalaman perairan, terutama pada daerah sungai akan mempengaruhi debit dari sungai. Pada daerah estuari, tinggi rendahnya kedalaman dipengaruhi oleh kondisi pasang dan surut. Kedalaman terendah akan didapat pada saat surut dan kedalaman tertinggi pada saat pasang (Amrul, 2007).

Arus juga merupakan kekuatan yang menentukan arah dan sebaran sedimen. Kekuatan ini juga yang menyebabkan karakteristik sedimen berbeda sehingga pada dasar perairan disusun oleh berbagai kelompok populasi sedimen.

Secara umum partikel berukuran kasar akan diendapkan pada lokasi yang tidak jauh dari sumbernya, sebaliknya jika halus akan lebih jauh dari sumbernya

(30)

Oksigen Terlarut

Disolved Oxygen (DO) merupakan banyaknya oksigen terlarut dalam suatu perairan. Oksigen terlarut merupakan faktor yang sangat penting di dalam ekosistem perairan, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme-organisme air. Kelarutan oksigen di dalam air sangat dipengaruhi terutama oleh faktor suhu. Kelarutan maksimum oksigen di dalam air terdapat di dalam air terdapat pada suhu 0ºC, yaitu sebesar 14,16 mg/l O2.

Terjadinya peningkatan suhu akan menyebabkan konsentrasi oksigen akan menurun dan sebaliknya suhu yang semakin rendah akan meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut (Barus, 2004).

Kehidupan hewan bentos sangat tergantung pada ketersediaan oksigen dan makanan. Pemasukan oksigen pada perairan sangat dikontrol oleh kondisi lingkungan seperti kedalaman air, penetrasi cahaya, substrat, sediment rate dan ukuran butir sedimen (Amrul, 2007).

Makrozoobentos

Komunitas biotik ialah kumpulan populasi yang hidup di daerah tertentu atau habitat fisik tertentu dan merupakan satu kesatuan yang terorganisir dan mempunyai hubungan timbal balik. Konsep komunitas ini dapat digunakan dalam menganalisis lingkungan perairan karena komposisi dan karakter organisme di dalam suatu komunitas dapat menjadi indikator yang cukup baik untuk melihat keadaan lingkungan dimana komunitas tersebut berada (Odum, 1993).

Makrozoobenthos sebagai organisme yang hidup di dasar perairan dapat dipengaruhi oleh perubahan-perubahan kualitas air dan substrat tempat hidupnya.

(31)

Komposisi maupun kepadatan makrozoobentos bergantung pada toleransi atau sensitivitasnya terhadap perubahan lingkungan. Setiap komunitas memberikan respon terhadap perubahan kualitas habitat dengan cara penyesuaian diri pada struktur komunitas. Dalam lingkungan yang relatif stabil, komposisi dan kepadatan makrozoobentos relatif tetap (Andriana, 2008).

Keterbatasan mobilitas untuk menghindari kondisi yang kurang menguntungkan mengakibatkan bentos sering terekspos pada kontaminan yang terakumulasi dalam sedimen dan konsentrasi oksigen yang rendah dalam perairan bentik, sehingga komunitas bentik dapat menggambarkan kondisi lingkungan lokal. Dengan demikian perubahan kondisi lingkungan perairan dapat tergambar atau terekam lewat perubahan struktur komunitas makrozoobentiknya atau berfungsi sebagai 'pita rekaman' perubahan lingkungan di sekitarnya (Lumingas dkk., 2011).

Makrozoobenthos (terutama molluska) terdapat dalam jumlah yang sedikit pada tipe tanah liat. Hal ini dikarena substrat liat dapat menekan perkembangan dan kehidupan makrozoobenthos, karena partikel-partikel liat sulit ditembus oleh makrozoobenthos untuk melakukan aktivitas kehidupannya. Selain itu, tanah liat juga mempunyai kandungan unsur hara yang sedikit (Arief, 2003).

(32)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada Bulan Mei 2017 sampai Juni 2017 di Desa Pintu Air, Kecamatan Pangkalan Susu, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara. Penelitian ini terdiri dari dua tahap yaitu penelitian di lapangan yang meliputi pengukuran beberapa paramenter fisika kimia perairan dan sedimen, serta analisis di laboratorium meliputi kelimpahan makrozoobentos dan kandungan sedimen. Indentifikasi makrozoobentos dan analisis data sedimen akan dilakukan di Laboratorium Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Peta Lokasi Penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Penelitian

(33)

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah GPS (Global Positioning System), saringan makrozoobentos, pH meter, Keping Secci, termometer, hand refraktometer, DO meter, sediment trap, soil tester, bola duga, sekop, timbangan analitik, oven, alat tulis, dan kamera digital. Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel air, sampel sedimen, kantongan plastik, botol sampel, kertas label, dan alkohol 70%.

Deskripsi Lokasi Pengambilan Sampel Stasiun 1

Lokasi pengambilan sampel pada Stasiun 1 dapat dilihat pada Gambar 3.

Stasiun 1 berada pada titik koordinat 98°16’35,6” BT dan 04°06’29,0” LU.

Stasiun 1 merupakan daerah yang dekat dengan permukiman dan tempat nelayan untuk menyandarkan perahu.

Gambar 3. Stasiun 1

Stasiun 2

Lokasi pengambilan sampel pada Stasiun 2 dapat dilihat pada Gambar 4.

(34)

Stasiun 2 berjarak kurang lebih 100 meter dari stasiun 1, merupakan daerah yang dekat tambak udang dan merupakan alur pelayaran untuk kegiatan penangkapan ikan.

Gambar 4. Stasiun 2

Stasiun 3

Lokasi pengambilan sampel pada Stasiun 3 dapat dilihat pada Gambar 5.

Stasiun 3 berada pada titik koordinat 98°16’39,0” BT dan 04°06’37,2” LU.

Stasiun 3 berjarak kurang dari 100 meter dari Stasiun 2 dan merupakan alur pelayaran dan dekat dengan daerah perkebunan kelapa sawit yang tidak beroperasi dengan kondisi mangrove hanya terlihat pada bagian pinggir badan air.

Gambar 5. Stasiun 3

(35)

Stasiun 4

Lokasi pengambilan sampel pada Stasiun 4 dapat dilihat pada Gambar 6.

Stasiun 4 berada pada titik koordinat 98°16’26,2” BT dan 04°06’45,0” LU.

Stasiun 4 berjarak lebih dari 100 meter dari Stasiun 3 merupakan daerah yang masih alami dan tidak ditemukan kegiatan masyarakat.

Gambar 6. Stasiun 4 Stasiun 5

Lokasi pengambilan sampel pada Stasiun 5 dapat dilihat pada Gambar 7.

Stasiun 5 berada pada titik koordinat 98°16’49,6” BT dan 04°06’45” LU. Stasiun ini merupakan daerah yang berbatasan langsung dengan laut dan dimanfaatkan untuk kegiatan penangkapan ikan.

(36)

Prosedur Penelitian

Dalam penelitian ini data yang dikumpulkan dibagi menjadi dua jenis data, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data pengukuran parameter fisika dan kimia perairan serta sedimen secara insitu dan exsitu, sedangkan data sekunder merupakan data pasang surut dan curah hujan yang diperoleh dari BMKG.

Pengukuran Parameter Fisika dan Kimia Perairan dan Sedimen

Pengukuran parameter fisika kimia perairan dan sedimen dilakukan pada setiap stasiun selama penelitian. Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali pada waktu pasang dengan interval waktu 14 hari. Parameter fisika dan kimia perairan yang dianalisis dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Parameter Fisika Kimia Perairan dan Sedimen

Parameter Satuan Alat/Metode Analisis Metode Analisis Perairan

Suhu °C Termometer Insitu

Oksigen Terlarut mg/L DO Meter Insitu

pH - pH Meter Insitu

Salinitas ‰ Refraktometer Insitu

Kecerahan - Keping Seccri Insitu

Kedalaman m Tali Berskala Insitu

Kecepatan Arus m/detik Bola Duga Insitu

Sedimen

Suhu °C Termometer Insitu

pH - pH meter Insitu

C-organik % Walkley dan Black Exsitu

N-total Kjeldhal Exsitu

Tekstur Sedimen Hydrometer Exsitu

Laju Sedimentasi

Laju sedimetasi diukur dengan alat sediment trap. Tabung sediment trap yang digunakan adalah pipa PVC dengan diameter 4 inchi dan tinggi 20 cm pada bagian atas pipa PVC dipasang (sekat-sekat) dan di bagian bawah di beri penutup.

(37)

Cara pemasangan sediment trap yaitu tabung sediment trap dikaitkan pada tiang kayu dengan menggunakan kawat lalu ditancapkan pada ketinggian 20 cm dari dasar perairan. Sediment trap diletakkan pada transek 1 m x 1 m sebanyak 2 sediment trap dengan tiga kali ulangan di setiap stasiun. Sediment trap diletakkan pada saat perairan surut dan dibiarkan selama dua minggu, kemudian sampel sedimen diambil dan dimasukkan kedalam kantong plastik, yang kemudian dibawa ke laboratorium Fisika dan Konservasi Air dan Tanah Ilmu Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara untuk dianalisis laju sedimentasinya.

Gambar Sediment Trap untuk penelitian dapat dilihat pada Gambar 8.

Gambar 8. Modifikasi Sediment Trap untuk penelitian

Rumus Perhitungan Laju Sedimentasi menurut APHA (1975):

𝐿𝑆 = 10000

Jumlah Hari x π𝑟2 (A − B) Keterangan :

LS = Laju sedimentasi (gram/m2/hari)

A = Berat kertas filter dan sedimen setelah dipanaskan dalam oven 103+2 °C B = Berat Aluminium foil

π = 3,14

r = Jari-jari lingkaran sediment trap (cm) 20 cm

(38)

Tekstur Sedimen

Tekstur sedimen adalah perbandingan kandungan partikel substrat berupa fraksi liat, debu dan pasir dalam suatu masa substrat yang dilakukan di Laboratorium Ilmu Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Tekstur substrat dianalisis dengan metode gravimetri dan dilakukan pembacaan berdasarkan perbandingan pasir, liat dan debu pada Segitiga USDA.

Tipe Substrat berdasarkan segitiga USDA dapat dilihat pada Gambar 9.

Gambar 9. Tipe Substrat berdasarkan USDA (The United States Departement of Agriculture) ((Hardjowigeno dan Widiatmaka, 2007).

Pengambilan Sampel Makrozoobentos

Pengambilan data dilakukan sebanyak 3 kali pada waktu surut dengan interval waktu 14 hari. Sampel makrozoobentos diambil pada setiap stasiun

(39)

menggunakan transek kuadrat 1 m x 1 m selama penelitian. Setiap stasiun dilakukan sebanyak tiga kali ulangan. Setiap ulangan transek kuadrat yang dibuat, dilakukan dua kali pengambilan makrozoobentos menggunakan sekop dengan yang memiliki bukaan 30 cm x 30 cm sampai kedalaman 30 cm, setelah itu sampel makrozoobentos disaring dengan menggunakan saringan makrozoobentos ukuran 2 mm. Makrozoobentos yang sudah berada dalam botol sampel diawetkan dengan alkohol 70% dan diberi label yang berisi data tentang lokasi dan waktu pengambilan sampel kemudian dibawa ke Laboratorium Terpadu Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan Universitas Sumatera Utara untuk diidentifikasi.

Analisis Makrozoobentos Kepadatan Populasi (K)

Menurut Brower dkk., (1990), kepadatan populasi diidentifikasikan sebagai jumlah individu dari suatu spesies yang terdapat dalam satu satuan luas atau volume. Penghitungan kepadatan populasi dapat dilakukan dengan menggunakan rumus berikut: .

K =𝑛𝑖 𝐴 Keterangan :

K : Kepadatan makrozoobentos jenis ke-i (Individu/m2) ni : Jumlah individu jenis ke-i

A : Luas area (m2)

Indeks Keanekaragaman

Indeks keanekaragaman dihitung dengan rumus Shannon-Wiener:

𝑠

(40)

Keterangan:

H’ : Indeks keanekaragaman Shanon-Wiener

Pi : Proporsi jumlah individu spesies ke-i terhadap jumlah individu total yaitu Pi = ni/N dengan ni : jumlah suatu spesies i; dan N : total jumlah spesies.

Kriteria:

H’ < 1 : keanekaragaman rendah, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah, dan komunitas biota rendah (tidak stabil).

1 < H’ < 3 : keanekaragaman sedang, penyebaran jumlah individu tiap spesies rendah, dan komunitas biota sedang

H’ > 3 : keanekaragaman tingi, penyebaran jumlah individu tiap spesies tinggi, dan komunitas biota tinggi (stabil).

Indeks Dominansi

Indeks dominansi dihitung dengan rumus Dominance of Simpson (Odum, 1993):

D = ni2 N

𝑛

𝑖=1

Keterangan:

D : Indeks Dominansi ni : jumlah suatu spesies i N : total jumlah spesies Kriteria:

D = 0 : berarti tidak terdapat spesies yang mendominasi spesies lainya atau struktur komunitas dalam keadaan stabil.

D = 1 : berarti terdapat spesies yang mendominasi spesies lainya atau struktur komunitas dalam keadaan labil, karena tekanan ekologi.

Hubungan Laju Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos Analisis korelasi Pearson digunakan untuk mencari drajat keeratan hubungan dan arah antara sedimentasi dengan struktur komunitas makrozoobentos.

Semakin tinggi nilai korelasi memiliki rentang antara 0 sampai 1 atau 0 sampai -1.

Analisis dilakukan dengan metode komputerisasi SPSS (Trihendradi, 2005).

(41)

Tabel 2. Kekuatan hubungan dalam korelasi

Nilai Keterangan

0,00-0,19 Sangat rendah

0,20-0,39 Rendah

0,40-0,59 Sedang

0,60-0,79 Kuat

0,80-1,00 Sangat Kuat

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

Parameter Fisika Kimia Perairan dan Sedimen

Pengukuran parameter fisika dan kimia perairan dan sedimen yang dilakukan secara langsung pada setiap stasiun selama penelitian dengan interval waktu setiap dua minggu merupakan faktor pendukung yang dapat mempengaruhi struktur komunitas makrozoobentos di muara sungai Desa Pintu Air. Parameter fisika dan kimia perairan dan sedimen yang diukur saat pengamatan di muara Sungai Desa Pintu Air meliputi suhu, salinitas, kecerahan, kedalaman, kecepatan arus, oksigen terlarut, pH, C-organik, dan N-total. Hasil pengukuran parameter fisika kimia perairan dibandingkan dengan baku mutu yang dikeluarkan oleh Menteri Lingkungan Hidup dengan Surat Keputusan No. 51 Tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Hasil Pengukuran Parameter Fisika Kimia Perairan dan Sedimen Parameter Satuan Baku

Mutu

Stasiun

1 2 3 4 5

Perairan

Suhu °C 28-32 31,67 30 30,33 30 30

Salinitas ‰ s/d 34 9 12,67 13,33 18 19

Kecerahan m - 0,30 0,36 0,35 0,73 0,58

Kedalaman m - 1,23 1,38 1,45 1,58 2,20

Kecepatan

Arus m/detik - 0,03 0,06 0,12 0,11 0,16

Oksigen

Terlarut mg/l >5 5,06 5,3 5,4 5,6 5,4

pH - 7-8,5 6 6,2 6,2 6,8 6,5

Sedimen

Suhu °C - 29,33 30,33 30,33 29 30

pH - - 6,16 6,67 6,5 7 7

C-organik % - 2,62 2,85 2,35 2,68 2,28

N-total % - 0,18 0,19 0,17 0,17 0,18

(43)

Pasang Surut dan Curah Hujan Harian

Data pasang surut diperoleh dari BMKG Stasiun Meteorologi Maritim Belawan. Tipe pasang surut di lokasi penelitian adalah tipe pasang surut semi diurnal. Grafik curah hujan selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 10.

Gambar 10. Pasang Surut Selama Penelitian

Curah hujan harian selama Mei sampai Juli 2017 diperoleh dari BMKG Stasiun Klimatologi Sampali. Curah hujan tertinggi selama penelitian yaitu pada tanggal 10 Juni 2017 dengan curah hujan 63,5 mm. Curah hujan harian rata-rata selama penelitian yaitu 7,652 mm. Grafik curah hujan harian selama penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.

0 10 20 30 40 50 60 70

0 10 20 30 40 50

mm

(44)

Sedimentasi

Laju sedimentasi adalah banyaknya massa sedimen yang terperangkap melalui satu satuan luas dalam setiap satuan waktu (Pamuji dkk., 2015). Nilai yang diperoleh dari hasil perhitungan laju sedimentasi berbeda pada setiap stasiun.

Nilai Laju Sedimentasi yang diperoleh pada Stasiun I 4098,48 gram/m2/hari, pada Stasiun II sebesar 389,10 gram/m2/hari, pada Stasiun III sebesar 369,15 gram/m2/hari, pada Stasiun IV sebesar 1576,09 gram/m2/hari, dan pada Stasiun V sebesar 5353,51 gram/m2/hari. Nilai laju sedimentasi tertinggi diperoleh pada Stasiun V dan terendah pada Stasiun III. Hasil perhitungan laju sedimentasi pada setiap stasiun secara rinci dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12. Laju Sedimentasi pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Tekstur Sedimen

Persentase dan tipe tekstur sedimen dilakukan di Laboratorium Ilmu Riset dan Teknologi Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara. Hasil analisis tekstur sedimen diketahui bahwa kandungan fraksi sedimen pada setiap stasiunnya berbeda, terdapat dua tipe tekstur yang ditemukan pada stasiun penelitian yaitu lempung liat berpasir dan lempung berliat. Persentase dan tipe tekstur sedimen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 4.

4098.48

389.10 369.15

1576.09

5353.51

0.00 1000.00 2000.00 3000.00 4000.00 5000.00 6000.00

1 2 3 4 5

gram/m2/hari

Stasiun

(45)

Tabel 4. Persentase dan Tipe Tekstur Sedimen pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Stasiun Fraksi Sedimen (%)

Tipe Tekstur

Pasir Debu Liat

I 51 20,67 28,33 Lempung Liat Berpasir

II 42,67 18,67 38,67 Lempung Berliat

III 45 22 33 Lempung Berliat

IV 46,67 21,33 32 Lempung Liat Berpasir

V 55,33 20,33 24,33 Lempung Liat Berpasir

Makrozoobentos

Komposisi Makrozoobentos

Komposisi makrozoobentos yang ditemukan pada perairan muara sungai Desa Pintu Air diperoleh sebanyak 207 induvidu terdiri dari 15 spesies. Pada Stasiun I ditemukan sebanyak 9 spesies, Stasiun II ditemukan sebanyak 9 spesies, Stasiun III ditemukan sebanyak 9 spesies, Stasiun IV ditemukan sebanyak 10 spesies, dan Stasiun V ditemukan sebanyak 6 spesies. Komposisi makrozoobentos secara rinci dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Komposisi Makrozoobentos pada Masing-Masing Stasiun Penelitian.

No Spesies Stasiun

Jumlah

I II III IV V

1 Macron rapulum 2 2 3 0 0 7

2 Nassarius (Zeuxis) olivaceus 1 4 5 4 0 15

3 Chicoreus microphyllus 0 1 3 14 0 17

4 Muricodrupa fiscella 2 5 2 0 0 10

5 Murex coppingeri 0 1 0 0 4 4

6 Pugilina cochlidium 0 1 1 8 3 13

7 Terebra paucistriata 25 6 4 0 0 40

8 Turrilatirus polygonus 1 6 3 0 0 5

9 Telescopium telescopium 4 10 6 5 0 25

10 Nerita balteata 1 5 4 7 0 15

11 Anadara granosa 0 0 0 6 5 11

12 Enigmonia aenigmatica 0 0 0 1 1 2

13 Metopograpsus thukuhar 7 2 5 8 2 26

(46)

Kepadatan

Kepadatan makrozoobentos yang didapatkan dari hasil penelitian cukup beragam. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai kepadatan tertinggi yaitu pada Stasiun IV sebesar 21,85 ind/m2, kemudian Stasiun I sebesar 17,78 ind/m2, Stasiun II 17,41 ind/m2, Stasiun III 13,33 ind/m2, dan nilai kepadatan terendah pada Stasiun V sebesar 7,04 ind/m2. Grafik kepadatan makrozoobentos dapat dilihat pada Gambar 13.

Gambar 13. Kepadatan Makrozoobentos pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Indeks Keanekaragaman (H’) dan Dominansi (C)

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Dominansi (C) memiliki hasil yang berbeda pada setiap stasiun. Indeks keanekaragaman tertinggi yaitu pada Stasiun IV sebesar 5,12 dan terendah pada Stasiun V sebesar 4,07. Indeks dominansi tertinggi yaitu pada Stasiun I sebesar 1,01 dan terendah pada Stasiun II sebesar 0,32. Nilai Indeks Keanekaragaman (H’) dan Dominansi (C) secara rinci dapat dilihat pada Tabel 6.

17.78 17.41

13.33

21.85

7.04

0 5 10 15 20 25

1 2 3 4 5

ind/m2

Stasiun

(47)

Tabel 6. Indeks Keanekaragaman (H’) dan Dominansi (C) Makrozoobentos pada Masing-Masing Stasiun Penelitian

Indeks Stasiun

I II III IV V

H’ 4,08 4,65 4,83 5,12 4,07

C 1,01 0,32 0,47 0,49 0,77

Hubungan Laju Sedimentasi terhadap Struktur Komunitas Makrozoobentos Hasil perhitungan analisis korelasi antara laju sedimentasi terhadap struktur komunitas makrozoobentos diperoleh hasil yang berbeda. Nilai korelasi negatif (-) maka hubungan kedua variabel dikatakan tidak searah atau berlawanan dan sebaliknya. Nilai analisis korelasi pearson sedimentasi dengan struktur komunitas makrozoobentos secara rinci dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Sedimentasi dengan Struktur Komunitas Makrozoobentos

Parameter Nilai Korelasi Kriteria Hubungan Korelasi

Kepadatan -0,509 Sedang

Keanekaragaman -0,822 Sangat Kuat

Dominansi 0,850 Sangat Kuat

Hasil perhitungan analisis korelasi antara laju sedimentasi terhadap tipe tekstur sedimen menunjukkan bahwa nilai korelasi sedimentasi terhadap tekstur pasir sebesar 0,979, nilai korelasi sedimentasi terhadap tekstur debu sebesar - 0,021, dan nilai korelasi sedimentasi terhadap tekstur liat sebesar -0,917. Nilai analisis korelasi pearson sedimentasi dengan tipe tekstur sedimen secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Analisis Korelasi Pearson antara Sedimentasi dengan Tipe Tekstur Sedimen

Tipe Tekstur Nilai Korelasi Kriteria Hubungan Korelasi

Pasir 0,979 Kuat

Debu -0,021 Rendah

(48)

Pembahasan

Parameter Fisika Kimia Perairan dan Sedimen

Suhu perairan yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa suhu rata- rata air berkisar antara 30°C sampai 31,67°C. Secara keseluruhan suhu hasil penelitian yang didapatkan hampir merata dan kondisi perairan ini masih tergolong wajar untuk suhu perairan tropik. Suhu ini masih kisaran baku mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 yang menyatakan baku mutu perairan 28-31°C. Menurut Nontji (2002) suhu air permukaan di perairan Indonesia pada umumnya berkisar antara 28-31°C. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Sidik dkk., (2016) bahwa hasil pengukuran suhu perairan yang diperoleh pada kelima stasiun pengamatan berkisar antara 27,8°C-32,6°C. Kisaran suhu yang terdapat pada stasiun penelitian merupakan kisaran yang mampu mendukung kehidupan makrozoobentos.

Tingginya suhu perairan pada Stasiun I diduga akibat stasiun tersebut merupakan stasiun dengan kedalaman terendah dan kondisi mangrove yang rusak menyebabkan tingginya intensitas cahaya yang masuk ke perairan. Menurut Halidah dkk., (2007) bahwa semakin besar persentase penutupan vegetasi maka semakin rendah temperatur dalam air. Keberadaan vegetasi sangat membantu dalam mengurangi penyerapan cahaya, sehingga suhu pada permukaan perairan tidak terlalu tinggi. Menurut Effendi (2003) intensitas cahaya matahari yang masuk kedalam kolom air semakin berkurang dengan bertambahnya kedalaman perairan. Dengan kata lain, cahaya mengalami penghilangan (extinction) atau pengurangan (atenuasi) yang semakin besar dengan bertambahnya kedalaman.

(49)

Salinitas rata-rata hasil penelitian yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa pada setiap stasiun penelitian cukup beragam. Secara umum kisaran salinitas rata-rata di lokasi penelitian sebesar 9-19‰. Nilai ini masih dalam kisaran baku mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 yang menyatakan baku mutu salinitas perairan sampai dengan 34‰. Menurut Patty (2013) dari hasil pengukuran salinitas terlihat nilainya masih

<32‰ maka perairan masih dipengaruhi oleh pantai, diduga adanya pengaruh dari daratan seperti percampuran dengan air tawar yang terbawa aliran sungai. Kadar salinitas ini masih berada dalam batas-batas salinitas yang normal air pantai dan air campuran.

Stasiun I merupakan stasiun dengan nilai salinitas terendah sebesar 9‰.

Stasiun I merupakan lokasi yang paling jauh dari pengaruh air laut dan lebih banyak mendapat pengaruh air tawar dari daratan. Hal ini menyebabkan rendahnya nilai salinitas. Perbedaan nilai rata-rata salinitas pada setiap stasiun semakin jauh dari laut akan semakin rendah nilai salinitas dan sebaliknya.

Tingginya nilai salinitas pada Stasiun V sebesar sebesar 19‰ dikarenankan stasiun tersebut merupakan stasiun yang berbatasan langsung dengan laut sehingga stasiun ini lebih banyak memperoleh pengaruh dari air laut daripada air tawar. Menurut Rosmaniar (2008), adanya penambahan air tawar yang mengalir masuk ke perairan laut melalui muara sungai akan menurunkan nilai salinitas.

Arief (2003) menyatakan bahwa pasang surut berkaitan dengan salinitas, tingkat frekuensi pasang surut sangat ikut menentukan adanya perubahan salinitas.

Semakin sering terjadi pasang surut, tingkat salinitas semakin meningkat.

(50)

Kedalaman rata-rata perairan pada setiap stasiun yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai kedalaman setiap stasiun cukup beragam akibat perbedaan topografi dasar perairan kisaran nilai kedalam perairan yaitu sebesar 1,23-2,20 m. Menurut Kasry dan Fajri (2012) perbedaan kedalaman pada masing- masing stasiun penelitian diduga karena perbedaan topografi dasar perairan serta pengaruh pasang dan surut.

Nilai kecerahan tertinggi yaitu pada Stasiun IV sebesar 0,73 m dan kecerahan terendah pada Stasiun I sebesar 0,30 m. Rendahnya nilai kecerahan pada Stasiun I rendahnya nilai kecerahan dibandingkan stasiun lainnya karena kedalaman yang rendah dibandingkan stasiun lainnya yaitu sebesar 1,23 m.

Minggawati (2013) menyatakan bahwa perairan dangkal cenderung memiliki keanekaragaman yang lebih tinggi dibandingkan dengan perairan yang lebih dalam. Pada kondisi perairan yang dangkal, intensitas cahaya matahari dapat menembus seluruh badan air sehingga mencapai dasar perairan, daerah dangkal biasanya memiliki variasi habitat yang lebih besar dari pada daerah yang lebih dalam sehingga cenderung mempunyai makrozoobentos yang beranekaragam dan interaksi kompetisi lebih kompleks.

Kecepatan arus rata-rata yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa kisaran kecepatan arus rata-rata masih tergolong rendah yaitu sebesar 0,03-0,16 m/detik. Menurut Yusuf dkk., (2012) kecepatan arus di daerah penelitian tergolong rendah sampai dengan sedang, karena masih berada di bawah 0,5 m/detik yang merupakan indikator arus tersebut kuat. Barus (2004) menyatakan bahwa kecepatan arus dipengaruhi kekuatan angin, topografi, kondisi pasang surut dan musim. Pada saat musim penghujan, akan meningkat debit air dan sekaligus

(51)

mempengaruhi kecepatan arus, selain itu adanya bentuk alur sungai dan kondisi substrat pada dasar perairan menyebabkan keceapatan arus bervairasi.

Hasil perhitungan kecepatan arus tertinggi adalah pada Stasiun V sebesar 0,16 m/detik dan terendah pada Stasiun I sebesar 0,03 m/detik. Pengukuran parameter fisika kimia perairan yang dilakukan pada saat pasang menyebabkan Stasiun I menjadi lokasi dengan kecepatan arus terendah dibandingkan stasiun lainnya karena paling jauh dari laut. Sedangkan tingginya nilai rata-rata kecepatan arus pada stasiun V dikarena stasiun ini berbatasan langsung dengan laut.

Berdasarkan penelitian Asriani dkk., (2013) menyatakan perbedaan kecepatan arus pada lokasi penelitian dengan kecepatan arus tertinggi disebabkan karena stasiun ini berada pada daerah terbuka sehingga arus yang masuk menjadi lebih cepat.

Nilai oksigen terlarut rata-rata pada setiap stasiun yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai oksigen terlarut hampir merata pada setiap stasiun. Nilai rata-rata oksigen terlarut pada setiap stasiun masih memenuhi nilai baku mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Tingginya nilai rata-rata oksigen terlarut pada Stasiun IV berkaitan dengan suhu dan kondisi perairan yang masih alami dan masih banyak ditemukan vegetasi tumbuhan disepanjang stasiun tersebut. Sedangkan rendahnya nilai rata-rata oksigen terlarut pada Stasiun I dikarenakan stasiun ini merupakan stasiun yang paling dekat dengan permukiman dan suhu perairan yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Yeanny (2007) yang menyatakan bahwa tingginya DO berkaitan dengan rendahnya suhu perairan tersebut. Menurut Kasry dan Fajri (2012) masih banyak di jumpai

(52)

berlangsungnya proses fotosintesis sehingga suplai oksigen ke dalam perairan juga relatif tinggi.

Nilai rata-rata pH yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa nilai pH seluruh stasiun pada lokasi penelitian tidak memenuhi baku mutu yang ditetapkan oleh Kementerian Lingkungan Hidup. Nilai pH tertinggi ditemukan pada Stasiun IV yaitu sebesar 6,8 dan terendah pada Stasiun I sebesar 6. Kondisi perairan tersebut cenderung bersifat asam yang membahayakan bagi biota perairan. Hasil penelitian hampir sama dengan penelitian Aida dkk., (2014) dimana pH yang didapat cenderung bersifat asam dengan kisaran pH 6,50 – 7,29.

Menurut Nuriyawan dkk., (2016) organisme perairan memiliki kemampuan yang berbeda dalam mentoleransi pH perairan. Kematian dapat pula diakibatkan oleh pH yang rendah daripada disebabkan pH yang tinggi. Hal ini sesuai dengan Prescott dkk., (2004) yang menyatakan bahwa pH suatu perairan merupakan salah satu parameter yang penting dalam pemantauan kualitas perairan. Batas toleransi organisme perairan terhadap pH bervariasi dan dipengaruhi oleh banyak faktor, antara lain suhu, oksigen terlarut, alkalinitas, adanya berbagai anion dan kation serta jenis stadia organisme.

Persentasi C-organik sedimen pada stasiun penelitian yaitu pada Stasiun I sebesar 2,62%, pada Stasiun II sebesar 2,85%, pada Stasiun III sebesar 2,35%, pada Stasiun IV sebesar 2,68%, dan pada Stasiun V sebesar 2,28%. Persentasi C-organik tertinggi yaitu pada Stasiun II dan terendah pada Stasiun III. Tingginya persentasi C-organik pada Stasiun II karena lokasi Stasiun yang dekat dengan tambak sehingga menerima bahan organik yang tinggi dan rendahnya persentasi C-organik pada Stasiun III karena kondisi stasiun yang tidak dimanfaatkan dan

(53)

vegetasi mangrove yang hanya tampak pada pinggiran sungai sehingga menyebabkan kepadatan makrozoobentos pada stasiun ini adalah yang paling rendah. Menurut Pamuji dkk., (2015) tingginya kandungan bahan organik pada sedimen dikarenakan disepanjang sungai terdapat tumbuhan mangrove yang serasah daunnya dapat meningkatkan kandungan bahan organik di substrat dasarnya.

Persentasi N-total sedimen pada Stasiun I yaitu sebesar 0,18%, pada Stasiun II yaitu sebesar 0,19%, pada Stasiun III sebesar 0,17%, pada Stasiun IV sebesar 0,17%, dan pada Stasiun V sebesar 0,18%. Nilai N-total sedimen secara keseluruhan adalah stabil yaitu berkisar 0,17-0,19%. Nilai N-total pada seluruh stasiun tergolong rendah karena nilainya dibawah 0,21%. Menurut Zulfadli dkk., (2012), ketersediaan unur N di dalam tanah idealnya berkisar antara 0,21-0,50%.

Curah hujan rata-rata selama penelitian yang diperoleh dari BMKG Stasiun Klimatologi Sampali adalah 7,652 mm. Menurut Tumurang dkk., (2015) beberapa dampak akan intensitas curah hujan yang tinggi adalah transport sedimen akan semakin besar karena curah hujan yang tinggi akan melepaskan banyak partikel tanah yang kemudian masuk ke daerah aliran sungai untuk mengikuti aliran sungai tersebut, salinitas pada muara sungai akan berkurang karena konsentrasi salinitas (kadar garam) pada air laut akan tercampur pada debit air yang datang, dan debit air akan meningkat sehingga akan mengubah kualitas dan kuantitas aliran di daerah aliran sungai tersebut. Fatmawati (2016) menyatakan bahwa berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diambil kesimpulan bahwa besarnya sedimentasi yang terkandung di aliran sungai

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria berikutnya yang mempengaruhi pengambil keputusan dalam evaluasi kesiapan organisasi dalam menerapkan KMS di Perguruan Tinggi Raharja adalah “Pegawai/Keahlian”

diperbandingkan melalui penelitian ini hasil yang diperoleh menyatakan bahwa tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode Team Games Tournament dengan

Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah tabungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero),Tbk Kantor Cabang Sisingamangaraja Medan.Pengumpulan data primer dilakukan melalui

Kesimpulan penelitian ini adalah tidak ada perbedaan pengaruh yang signifikan antara metode Teams Games Tournamen dengan Team Quiz terhadap hasil belajar kognitif

Kedua kondisi gasifier tersebut dialirkan dengan variasi laju alir yang memiliki rentang 36 – 108 kg/jam sehingga dapat dihasilkan karakteristik hilang tekan

Populasi dalam penelitian ini adalah nasabah tabungan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero),Tbk Kantor Cabang Sisingamangaraja Medan.Pengumpulan data primer dilakukan melalui

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya perbedaan pengaruh metode Snow Ball Throwing dan Listening Team terhadap hasil belajar kognitif siswa SMK

Mendukung Pengembangan Wilayah Berdasarkan Nilai Infrastruktur di Wilayah Sumatera Utara”, Medan: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas