commit to user
iPENGERTIAN DAN PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI TERHADAP SIKAP DEMOKRASI SISWA KELAS XI SEKOLAH
MENENGAH ATAS NEGERI I GEMOLONG TAHUN AJARAN 2010/2011
SKRIPSI
SKRIPSI
Oleh :
JASMINA NOOR JANNAH K 6406041
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
commit to user
iiPENGERTIAN DAN PRINSIP-PRINSIP DEMOKRASI TERHADAP SIKAP DEMOKRASI SISWA KELAS XI SEKOLAH
MENENGAH ATAS NEGERI 1 GEMOLONG TAHUN AJARAN 2010/2011
Oleh :
JASMINA NOOR JANNAH K 6406041
SKRIPSI
Ditulis dan diajukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan Program Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA 2011
commit to user
iiicommit to user
ivcommit to user
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Negara Indonesia merupakan negara demokrasi. Demokrasi yang dimaksud adalah negara yang memiliki pemerintahan yang demokratis. Pemerintahan yang demokratis yaitu pemerintahan yang menekankan pentingnya membangun proses pengambilan keputusan publik berdasarkan suara-suara mayoritas. Artinya, proses pengambilan keputusan dengan andil seluruh individu, kelompok atau organisasi yang memiliki kepentingan dalam demokrasi. Untuk dapat mewujudkan masyarakat yang dapat berperan aktif dalam pemerintahan yang demokratis maka diperlukan adanya pendidikan.
Pendidikan bukan sesuatu yang diperoleh secara instan, tetapi merupakan suatu proses, artinya suatu proses untuk menanamkan dan mengembangkan pada diri peserta didik pengetahuan tentang hidup, sikap dalam hidup, nilai-nilai kehidupan, dan ketrampilan untuk hidup sehingga kehadirannya ditengah-tengah masyarakat akan bermakna dan berfungsi secara optimal.
Pendapat yang di ungkapkan oleh Kevin Carmody and Zane Berge (2005: 3) yaitu ”Education can be defined as an activity undertaken or initatied to effect changes in knowledge, skill, and attitute of individuals, groups, and communities”. Artinya bahwa pendidikan itu dapat didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh perubahan dalam pengetahuan, ketrampilan, dan sikap dari individu, kelompok, dan komunitas.
Sebagai suatu proses, pendidikan perlu diorganisir dan dikelola secara efektif dan efisien sehingga dapat terwujud tujuan yang telah ditetapkan. Selain itu pendidikan juga merupakan sarana bagi tumbuh dan berkembangnya sikap demokrasi. Dengan demikian, pendidikan tidak dapat dilepaskan dari penyelenggaraan negara yang demokratis.
Penyelenggaraan negara yang demokratis, akan memunculkan masyarakat yang demokratis. Karena penyelenggaraan yang demokratis akan bersandar pada kekuasaan yang bersumberkan kemampuan dan pengetahuan warga
commit to user
masyarakatnya. Dengan demikian, pemerintahan demokratis akan memberikan kesempatan yang seluas-luasnya bagi warganya untuk memperoleh pendidikan. Oleh karena itu, secara substantif jangka panjang untuk mendidik warga negara yang baik guna menjamin terwujudnya masyarakat demokratis, pendidikan demokrasi mutlak diberikan.
Pendidikan demokrasi sebagai upaya sadar untuk membentuk kemampuan warga negara berpartisipasi secara bertanggung jawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Kemampuan dalam berpartisipasi ini sangat diperlukan agar pemerintahan yang mereka jalankan bisa berkembang secara maksimal.
Tingginya partisipasi rakyat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, dapat mendorong pada terwujudnya pemerintah yang transparan dan akuntabel. Pemerintahan yang demikian merupakan pemerintahan yang demokratis, dekat dengan rakyat sehingga menjadi perekat bangsa. Sedangkan dalam pendidikan demokrasi dapat dilihat dari nilai-nilai yang terkandung di dalam demokrasi. Nilai-nilai tersebut untuk mewujudkan pemerintahan yang demokratis sekaligus dapat dipercaya akan membawa kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih baik.
Pendidikan demokrasi tampak ada tuntutan kepada sekolah untuk mentransfer pengajaran yang bersifat akademis ke dalam realitas kehidupan yang luas di masyarakat. Dengan kata lain, praktek pembelajaran dilakukan dengan materi yang substansial (konsep teori yang sangat selektif) tetapi kaya dalam implementasi. Di sisi lain, pendidikan demokrasi akan berdampak pula pada aspek kurikulum. Kurikulum tersebut sangat penting bagi semua jalur, jenis, dan jenjang pendidikan dan besar pengaruhnya dalam proses belajar mengajar di sekolah, yang merupakan jembatan untuk tercapainya suatu tujuan pendidikan nasional.
Perkembangan dan perubahan yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara di Indonesia tidak terlepas dari pengaruh perubahan global, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta seni dan budaya. Perkembangan dan perubahan yang secara terus menerus menuntut perlunya Sistem Pendidikan Nasional termasuk penyempurnaan kurikulum untuk mewujudkan masyarakat yang mampu bersaing dan menyesuaikan diri dengan
perubahan zaman tersebut. Penyempurnaan kurikulum tersebut mengacu pada Undang-undang No.20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam Bab II Pasal 3 menyatakan bahwa :
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga Negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Anonim, 2006: 3).
Menurut Dwi Sukarno (2006: 116) Pendidikan kewarganegaraan sebagai pendidikan demokrasi mengemban tugas agar peserta didik menjadi warga negara yang demokratis untuk mendukung tegaknya negara demokrasi. Untuk mewujudkannya, maka di dalam materi pendidikan kewarganegaraan ditekankan hal-hal mengenai demokrasi. Hal tersebut dilihat dalam aspek-aspek ruang lingkup mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan.
Pengertian pendidikan kewarganegaraan sebagai mata pelajaran berdasarkan jurnal internasional menurut pendapat Mr. Larry Bimi yang dikutip dari Journal Internasional of Definition Civic Education as Subject, http:// www. Wikipedia. Com // 07/ 07/ 2009 wiki / Civic Education menyatakan, “Said that postings to there was the need for what he described as socio cultural revolution to beef up the democratic gains. We can only do this bey a systematic and strategic teaching of children to acquire civic respon capability valves as they are growing”.
Pendidikan Kewarganegaraan dianggap sebagai pendidikan demokrasi yang menjadi strategi dan mutlak bagi perwujudan masyarakat dan negara demokrasi. Demokrasi dalam suatu negara hanya akan tumbuh subur apabila dijaga oleh warga negara yang demokratis.
Warga negara yang demokratis bukan hanya dapat menikmati hak kebebasan individu, tetapi juga harus memikul tanggung jawab secara bersama-sama dengan orang lain untuk membentuk masa depan yang cerah. Dengan adanya materi demokrasi dalam pendidikan kewarganegaraan dapat membelajarkan anak mengenai perkembangan konsep demokrasi dari konsep
commit to user
awal sampai sekarang menjadi konsep global. Harapan kedepannya yaitu membangkitkan kesadaran anak mengenai pentingnya demokrasi serta memahami tantangan demokrasi yang muncul di masa depan sehingga perilaku warga mencerminkan perilaku demokrasi. Kenyataan ini sesuai dengan misi pendidikan kewarganegaraan. Adapun misi pendidikan kewarganegaraan yaitu sebagai mata pelajaran yang membentuk warga negara agar memahami dan mampu melaksanakan hak-hak dan kewajiban untuk menjadi warga negara Indonesia yang cerdas, terampil, dan berkarakter. Artinya, pembelajaran demokrasi dalam Pendidikan Kewarganegaraan berguna untuk mengubah pola-pola perilaku siswa dalam kepentingannya untuk mempergunakan hak-haknya sesuai dengan aturan hukum sehingga tidak merugikan hak orang lain.
Meskipun demikian, tidak jarang siswa kurang menyadari arti penting atau tujuan pembelajaran demokrasi dalam pendidikan kewarganegaraan. Hal tersebut tampak dari kurang dipelajarinya materi demokrasi sebagai realisasi dari tujuan pembelajaran tersebut tidak diimplementasikan oleh siswa dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini adalah perilaku siswa yang belum mencerminkan sikap demokrasi pada siswa Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gemolong terhadap materi yang diberikan di sekolah khususnya Pendidikan Kewarganegaraan diantaranya adalah rendahnya tingkat partisipasi siswa dalam pemilihan ketua OSIS, ketua kelas, maupun kegiatan yang lain yang relevan, rendahnya minat siswa dalam mengikuti kegiatan organisasi di sekolah, dalam menyelesaikan masalah siswa yang cenderung menggunakan kekerasan daripada musyawarah, serta siswa canggung dan takut mengemukakan pendapat untuk menyampaikan kritik dan saran kepada guru yang bersikap otoriter. Dengan demikian, kurang tercerminnya perilaku siswa menunjukkan rendahnya sikap demokrasi siswa terhadap penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi.
Dari uraian di atas, maka timbul ketertarikan penulis untuk melakukan penelitian tentang “Pengaruh Penguasaan Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Pengertian dan Prinsip-Prinsip Demokrasi terhadap Sikap
Demokrasi pada Siswa Kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gemolong Tahun Ajaran 2010/2011”.
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, maka muncul berbagai permasalahan yang perlu diidentifikasikan sebagai berikut : 1. Siswa tidak terstimulasi untuk mengembangkan penguasaan kompetensi dasar
mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi dengan sikap demokrasi pada setiap harinya.
2. Penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi belum dapat menunjukkan sikap demokrasi pada diri siswa.
3. Sikap demokrasi siswa rendah.
C. Pembatasan Masalah
Suatu penelitian akan lebih jelas dan spesifik apabila dibatasi ruang lingkupnya, sehingga masalah dapat dikaji dan dijawab secara mendalam serta tidak terlalu luas. Dari sekian banyak permasalahan yang ada, maka penulis membatasi masalah mengenai pengaruh penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi belum dapat menunjukkan sikap demokrasi pada diri siswa.
D. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah, identifikasi masalah dan pembatasan masalah yang telah dipaparkan, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut:
”Adakah pengaruh penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi terhadap sikap demokrasi pada siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gemolong Tahun Ajaran 2010/2011” ?
commit to user
E. Tujuan Penelitian
Dalam setiap penelitian pasti mempunyai tujuan yang akan dicapai, dengan tujuan yang jelas tersebut akan mempermudah dalam melakukan penelitian. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui “Ada tidaknya pengaruh penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi terhadap sikap demokrasi pada siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gemolong Tahun Ajaran 2010/2011”.
F. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara teoritis maupun praktis sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
a. Sebagai suatu karya ilmiah maka penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan ilmu pengetahuan khususnya bagi masyarakat pada umumnya mengenai pengaruh penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi terhadap sikap demokrasi.
b. Menambah pengetahuan khususnya mengenai penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi dengan sikap demokrasi siswa.
c. Menjadi pedoman dan bahan pertimbangan dalam penelitian selanjutnya yang relevan.
2. Manfaat Praktis
Memberi informasi tentang pentingnya penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi siswa sebagai generasi muda bangsa agar dapat berpikir secara ktitis dan bertindak secara demokratis.
commit to user
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka
1. Tinjauan Tentang Penguasaan Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Pengertian dan Prinsip-Prinsip Demokrasi terhadap
Sikap Demokrasi
a. Pengertian Penguasaan Kompetensi Dasar
Berdasarkan Undang-undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 Tahun 2003 pasal 35 dan 36 menekankan perlunya peningkatan standar nasional pendidikan sebagai acuan kurikulum secara berencana dan berkala dalam rangka mewujudkan tujuan pendidikan nasional. Hal tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah No. 19 Tahun 2005, tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP) yang terdapat dalam pasal 1 ayat 1 yang menyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan adalah kriteria minimal tentang sistem pendidikan diseluruh wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia, pasal 1 ayat 13 bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan tertentu, pasal 1 ayat 15 bahwa Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan dimasing-masing satuan pendidikan, pasal 1 ayat 22 bahwa Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) adalah badan mandiri dan independent yang bertugas mengembangkan, memantau, pelaksanaan, dan mengevaluasi standar nasional pendidikan. Selanjutnya pasal 3 menyatakan bahwa Standar Nasional Pendidikan berfungsi sebagai dasar dalam perencanaan, pelaksanaan, dan pengawasan pendidikan dalam rangka mewujudkan pendidikan nasional yang bermutu. Selain itu, terdapat dalam pasal 5 ayat 1 dan 2 bahwa standar isi mencakup ruang lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu dan standar isi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memuat kerangka dasar dan struktur kurikulum beban belajar, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan
commit to user
kalender pendidikan atau akademik. Serta terdapat dalam pasal 8 ayat 1, 2, dan 3 bahwa kedalaman materi kurikulum pada setiap pendidikan dituangkan dalam kompetensi pada setiap tingkat dan atau semester sesuai dengan Standar Nasional Pendidikan. Kompetensi sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) terdiri atas standar kompetensi dan kompetensi dasar. Serta ketentuan mengenai kedalaman muatan kurikulum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikembangkan oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP) dan ditetapkan dengan Peraturan Menteri.
Mc. Ahsan dalam Mulyasa (2002: 97) mengemukakan bahwa ”Kompetensi yang dimaksud adalah pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dikuasai seseorang yang telah menjadi bagian dari dirinya, sehingga ia dapat melakukan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotorik dengan sebaik-baiknya”.
Sementara itu, Mulyasa (2002: 16) mengemukakan bahwa kompetensi dasar adalah sejumlah kemampuan yang harus dikuasai peserta didik dalam mata pelajaran tertentu sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi, yakni perilaku yang dapat diukur dan dapat di observasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
Kompetensi dasar juga merupakan penjabaran standar kompetensi peserta didik yang cakupan materinya lebih sempit dibanding dengan standar kompetensi peserta didik. Selain itu, kompetensi juga diartikan sebagai penguasaan terhadap suatu tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang diperlukan untuk menunjang keberhasilan. Hal tersebut menunjukkan bahwa kompetensi mencakup tugas, keterampilan, sikap, dan apresiasi yang harus dimiliki peserta didik untuk dapat melaksanakan tugas-tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu. Dalam kurikulum, kompetensi juga diarahkan untuk mengembangkan pengetahuan, pemahaman, kemampuan, nilai, sikap, dan minat peserta didik agar dapat melakukan sesuatu dalam bentuk kemahiran, ketepatan, dan keberhasilan dengan penuh tanggung jawab.
Berdasarkan pengertian di atas, kompetensi dasar diartikan sebagai kemampuan siswa dalam :
1) Kompetensi yang akan dicapai oleh peserta didik.
3) Sistem evaluasi atau penilaian yang digunakan untuk menentukan keberhasilan peserta didik dalam mencapai kompetensi.
4) Melaksanakan tugas pembelajaran sesuai dengan jenis pekerjaan tertentu.
(Mulyasa, 2002: 16) Sedangkan menurut Hasan Alwi (2005: 604) bahwa “Penguasaan adalah pemahaman atau kesanggupan untuk menggunakan pengetahuan, kepandaian dan sebagainya”.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa penguasaan kompetensi dasar adalah kesanggupan untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan berkaitan dengan mata pelajaran tertentu, sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi, yakni perilaku yang dapat diukur dan dapat di observasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
Sedangkan penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi adalah kesanggupan untuk melakukan suatu tugas atau pekerjaan sebagai rujukan penyusunan indikator kompetensi, yakni perilaku yang dapat diukur dan dapat di observasi untuk menunjukkan ketercapaian kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi tertentu yang menjadi acuan penilaian mata pelajaran.
Dalam kompetensi dasar harus ada perincian atau penjabaran yang lebih lanjut. Kompetensi dasar merupakan perincian atau penjabaran lebih lanjut dari standar kompetensi. Dan dalam kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi kelas XI SMA Negeri 1 Gemolong mempunyai dua kompetensi dasar yang harus dikuasai, yakni sebagai berikut:
1) Mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip budaya demokrasi Dengan indikator yang harus dikuasai :
a) Menjelaskan perbedaan antara demokrasi liberal, komunis, dan demokrasi pancasila.
b) Mendeskripsikan prinsip-prinsip demokrasi. c) Menjelaskan makna budaya demokrasi. d) Menjelaskan tentang prinsip budaya politik.
commit to user
2) Menampilkan perilaku budaya demokrasi dalam kehidupan sehari-hari
a) Menunjukkan perilaku budaya demokrasi dalam lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat.
b. Materi Pokok Pengertian dan Prinsip-Prinsip Demokrasi
Materi pokok pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi terdiri atas subpokok materi sebagai berikut :
1) Pengertian Demokrasi
Pengertian demokrasi dapat dilihat dari tinjauan bahasa (etimologis) dan istilah (terminologis). Secara etimologis “demokrasi” terdiri dari dua kata yang terdiri dari bahasa yunani yaitu “demos” yang berarti rakyat dan “cratein” atau “cratos” yang berarti pemerintahan atau kekuasaan. Jadi secara bahasa demokrasi adalah pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat.
Sementera itu menurut istilah, terdapat beberapa pendapat tentang pengertian demokrasi. Menurut Joseph A. Schumpeter dalam Azyumardi Azra (2000: 111) “demokrasi adalah suatu perencanaan institusional untuk mencapai keputusan politik di mana individu memperoleh kekuasaan untuk memutuskan cara perjuangan kompetitif atas suara rakyat”.
Menurut Henry B. Mayo dalam Miriam Budiardjo (1997: 61) demokrasi adalah suatu sistem yang menunjukkan bahwa kebijakan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip persamaan politik yang diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik.
Sedangkan menurut Philippe C.Schmitter dan Terry Lynn Karl dalam Eep Saifulloh Fatah (1994: 7) menyatakan “demokrasi sebagai suatu sistem pemerintahan dimana pemerintah dimintai tanggung jawab atas tindakan mereka diwilayah publik oleh warga negara yang bertindak secara tidak langsung melalui kompetisi dan kerjasama dengan para wakil mereka yang telah terpilih”. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hakikat demokrasi adalah sebagai suatu sistem bermasyarakat dan bernegara dimana pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan.
Kekuasaan pemerintahan berada di tangan rakyat mengandung tiga hal yaitu : Pertama, pemerintahan dari rakyat (goverment of the people) mengandung pengertian yang berhubungan dengan pemerintahan yang sah dan diakui, berarti suatu pemerintahan yang mendapat pengakuan dan dukungan yang diberikan oleh rakyat sedangkan pemerintahan yang tidak sah dan tidak diakui di mata rakyat berarti mengandung arti suatu pemerintahan yang tidak mendapat pengakuan dan dukungan yang diberikan oleh rakyat. Kedua, pemerintahan oleh rakyat (goverment by the people) mengandung pengertian bahwa dalam menjalankan kekuasaannya, pemerintahan berada dalam pengawasan rakyatnya. Ketiga, pemerintahan untuk rakyat (goverment for the people) mengandung pengertian bahwa kekuasaan yang diberikan oleh rakyat kepada pemerintah itu dijalankan untuk kepentingan rakyat.
Demokrasi tidak akan datang, tumbuh dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Karena itu demokrasi memerlukan usaha yang nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya yaitu budaya yang kondusif sebagai manifestasi dari suatu mind set (kerangka berpikir) dan setting social (rancangan masyarakat). Bentuk konkrit dari manifestasi tersebut adalah dijadikannya demokrasi sebagai way of live (pandangan hidup) dalam seluk beluk sendi kehidupan bernegara baik oleh rakyat (masyarakat) maupun oleh pemerintah.
Menurut Nurcholish Madjid dalam Tim ICCE UIN Jakarta (2003: 98), “demokrasi bukanlah kata benda, merupakan proses yang dinamis. Karena itu demokrasi harus diupayakan. Demokrasi dalam kerangka di atas, berarti sebuah proses melaksanakan nilai-nilai civility (keadaban) dalam bernegara dan bermasyarakat”. Demokrasi adalah proses menuju dan menjaga civil society yang menghormati dan berupaya merealisasikan nilai-nilai demokrasi. Menurut Nurcholish Madjid ada tujuh norma yang menjadi pandangan hidup demokratis, yaitu sebagai berikut :
a) Pentingnya kesadaran akan pluralisme. b) Musyawarah.
commit to user
d) Pemufakatan yang jujur dan sehat.e) Pemenuhan segi-segi ekonomi.
f) Kerjasama antar warga masyarakat dan sikap mempercayai iktikad baik masing-masing.
g) Pandangan hidup demokratis harus dijadikan unsur yang menyatu dengan sistem pendidikan.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian demokrasi adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan “dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat”. Serta kedaulatan (kekuasaan tertinggi) berada ditangan rakyat. Dalam pelaksanaannya rakyat akan mewakilkan kepada wakil-wakil rakyat yang duduk dilembaga perwakilan rakyat. Para wakil rakyat mempunyai kewajiban untuk menyalurkan keinginan atau aspirasi rakyat dalam pemerintahan. Dengan demikian, pemerintahan hendaknya dilaksanakan sesuai dengan aspirasi rakyat.
2) Nilai (Kultur) Demokrasi
Secara etimologis nilai disamakan dengan value dalam bahasa inggris dan valere dalam bahasa latin, yang artinya berguna atau sesuatu yang berguna. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, nilai diartikan harga atau hal-hal yang penting bagi manusia. Pengertian nilai berkembang dan meluas, seperti yang disampaikan oleh beberapa ahli berikut ini.
Moedjanto berpendapat, “Nilai tidak hanya tampak sebagai nilai seseorang saja, melainkan bagi segala umat manusia. Nilai tampil sebagai sesuatu yang patut dan dikejar dan dilaksanakan bagi semua orang. Oleh karena itu, nilai dapat dikomunikasikan kepada orang lain”. (Paulus Wahana, 1993: 67).
Suyitno dalam Paulus Wahana (1993: 66) mengemukakan nilai kita alami sebagai ajakan dan panggilan yang kita hadapi : nilai mau dilaksanakan dan mendorong kita untuk bertindak. Nilai mengarahkan perhatian serta minat kita, menarik kita keluar dari diri kita sendiri ke arah apa yang bernilai. Nilai berseru kepada tingkah laku dan membangkitkan keaktifan kita.
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa nilai adalah tidak hanya tampak sebagai nilai seseorang saja, melainkan bagi segala umat
manusia tetapi juga nilai mau dilaksanakan dan mendorong untuk bertindak sehingga nilai berseru kepada tingkah laku dan membangkitkan keaktifan kita. Hakikat demokrasi adalah suatu sistem bermasyarakat dan bernegara serta pemerintahan memberikan penekanan pada keberadaan kekuasaan di tangan rakyat baik dalam penyelenggaraan negara maupun pemerintahan. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Demokrasi perlu di tanamkan dan implementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itu diperlukan adanya nilai-nilai demokrasi yang merupakan nilai yang diperlukan untuk mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai yang dikembangkan dan dibiasakan dalam kehidupan warga akan menjadi budaya (kultur) demokrasi. Nilai atau kultur demokrasi penting untuk tegaknya demokrasi di suatu negara. Atas dasar itu, maka demokrasi didasari oleh beberapa nilai (value) sebagai berikut:
Ada beberapa pandangan tentang pembagian atau jenis nilai. Henry B. Mayo dalam Miriam Budiarjo (1997: 62-63) menyebutkan adanya enam nilai demokrasi, yaitu “Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela, menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah, pergantian penguasa dengan teratur, penggunaan paksaan sedikit mungkin, pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman, dan menegakkan keadilan”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Menyelesaikan pertikaian secara damai dan sukarela. Dalam setiap masyarakat terdapat perselisihan pendapat serta kepentingan dianggap wajar untuk diperjuangkan dalam alam demokrasi. Perselisihan tersebut harus dapat diselesaikan melalui perundingan serta dialog yang terbuka dalam usaha untuk mencapai kompromi, konsensus atau mufakat.
(2) Menjamin terjadinya perubahan secara damai dalam suatu masyarakat yang selalu berubah. Dalam setiap masyarakat yang modern akan terjadi perubahan sosial, yang disebabkan oleh faktor-faktor perkembangan teknologi, perubahan pola kepadatan penduduk, pola perdagangan dan
commit to user
sebagainya. Pemerintah harus dapat mengambil suatu kebijakan kepada perubahan tersebut.
(3) Pergantian penguasa dengan teratur.
Pergantian atas dasar keturunan, pengangkatan diri sendiri, dan perebutan kekuasaan (coup d’etat) dianggap tidak wajar dalam demokrasi.
(4) Penggunaan paksaan sedikit mungkin.
Golongan-golongan minoritas, yang sedikit banyak akan terkena paksaan, akan lebih menerima bila diberi kesempatan untuk turut serta dalam diskusi-diskusi yang terbuka dan kreatif.
(5) Pengakuan dan penghormatan terhadap nilai keanekaragaman.
Mengakui keanekaragaman secara wajar, untuk itu perlu terciptanya masyarakat yang terbuka, kebebasan politik, dan tersedianya berbagai alternatif dalam tindakan politik. Namun demikian, keanekaragaman itu tetap berada dalam kerangka persatuan bangsa dan negara.
(6) Menegakkan keadilan. Dalam suatu negara demokrasi seharusnya tidak terjadi pelanggaran terhadap keadilan, dimana golongan mayoritas tidak diperlakukan dengan adil.
Adapun menurut Zamroni (2001 : 31-32) menyebutkan adanya kultur atau nilai demokrasi antara lain ”toleransi, kebebasan mengemukakan pendapat, menghormati perbedaan pendapat, memahami keanekaragaman dalam masyarakat, terbuka dan komunikasi, menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan, percaya diri atau tidak menggantungkan pada orang lain, saling menghargai, mampu mengekang diri, kebersamaan, dan keseimbangan”. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
(1) Toleransi. Suatu sikap atau perilaku manusia yang tidak menyimpang dari aturan, dimana seseorang menghargai atau menghormati setiap tindakan yang orang lain lakukan.
(2) Kebebasan mengemukakan pendapat. Segala ide, pikiran atau pendapat yang dapat dikemukakan secara bebas tanpa tekanan dari siapa pun yang dilandasi akal sehat, niat baik dan norma-norma yang berlaku serta dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
(3) Menghormati perbedaan pendapat.
Dalam setiap masyarakat terdapat perbedaan pendapat dianggap wajar dalam alam demokrasi. Perbedaan tersebut harus dihargai dan dihormati dalam usaha untuk mencapai konsensus atau mufakat.
(4) Memahami keanekaragaman dalam masyarakat.
Suatu kondisi dalam masyarakat dimana terdapat perbedaan-perbedaan dalam berbagai bidang terutama suku bangsa, ras, agama, ideologi, maupun budaya.
(5) Terbuka dan komunikasi.
Suatu keadaan yang memungkinkan ketersediaan informasi yang didapat oleh masyarakat luas. Keterbukan juga merupakan kondisi yang memungkinkan partisipasi masyarakat dalam kehidupan bernegara. (6) Menjunjung nilai dan martabat kemanusiaan.
Kesadaran sikap dan perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral dalam hidup bersama atas dasar tuntutan hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
(7) Percaya diri atau tidak menggantungkan pada orang lain.
Suatu kepercayaan akan kemampuan sendiri yang memadai dan menyadari kemampuan yang dimiliki dapat dimanfaatkan secara tepat. (8) Saling menghargai. Sikap toleransi sesama umat manusia, menerima
perbedaan antara setiap manusia sebagai hal yg wajar, dan tidak melanggar hak asasi manusia lain.
(9) Mampu mengekang diri.
Suatu aturan yang ditetapkan oleh diri sendiri dan dipatuhi pula oleh diri sendiri, sehingga dapat mendukung munculnya kekuatan pemikiran, sikap, tindakan, dan kekuatan perilaku yang ada pada orang tersebut. (10)Kebersamaan.
Suatu kumpulan orang yang melakukan aktifitas secara bersamaan dengan maksud dan tujuan yang sama.
(11)Keseimbangan. Keseimbangan adalah setara, tidak berat sebelah dan memiliki kekuatan yang sama dalam melakukan sesuatu.
commit to user
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pengertian nilai (kultur) demokrasi adalah suatu sistem pemerintahan yang menekankan kekuasaan berada ditangan rakyat untuk bertindak serta mengembangkan pemerintahan yang demokratis.
3) Sejarah Perkembangan Demokrasi di Indonesia
Perkembangan demokrasi di Indonesia mengalami pasang surut (fluktuasi) dari masa kemerdekaan sampai saat ini. Menurut Miriam Budiardjo (1997: 69-72) perkembangan demokrasi di Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga periode yaitu “Demokrasi periode 1945-1959, demokrasi periode 1959-1965 dan demokrasi periode 1965-1998”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a) Demokrasi pada periode 1945-1959
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi parlementer. Sistem parlementer yang mulai berlaku yang diproklamirkan dan kemudian diperkuat dalam Undang-undang Dasar 1945 dan 1950, ternyata kurang cocok untuk Indonesia. Persatuan yang digalang selama menghadapi musuh bersama dan tidak dapat dibina menjadi kekuatan-kekuatan yang konstruktif sesudah kemerdekaan tercapai. Karena lemahnya benih-benih demokrasi sistem parlementer menjadi peluang untuk dominasi partai-partai politik dan Dewan Perwakilan Rakyat. Undang-undang Dasar 1950 menetapkan berlakunya sistem parlementer dimana badan eksekutif terdiri dari presiden sebagai kepala negara konstitusional beserta menteri-menterinya yang mempunyai tanggung jawab politik. Karena fragmentasi partai-partai politik usia kabinet pada masa ini jarang dapat bertahan cukup lama. Koalisi yang dibangun dengan sangat gampang pecah. Hal ini mengakibatkan destabilisasi nasional.
Faktor-faktor semacam inilah, ditambah dengan tidak mampunya anggota-anggota partai yang tergabung dalam konstituante untuk mencapai konsensus mengenai dasar negara untuk Undang-undang Dasar baru, mendorong Ir. Soekarno sebagai presiden untuk mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli yang menentukan kembali Undang-undang Dasar 1945.
b) Demokrasi pada periode 1959-1965
Demokrasi pada masa ini dikenal dengan sebutan demokrasi terpimpin. Dalam demokrasi terpimpin ditandai oleh tindakan yang menyimpang dari atau menyeleweng terhadap ketentuan Undang-undang Dasar. Dan di dalam demokrasi terpimpin terdapat ciri-ciri yaitu adanya dominasi dari presiden, terbatasnya peranan partai politik, berkembangnya pengaruh komunis dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Dekrit Presiden 5 Juli dapat dipandang sebagai suatu usaha untuk mencari jalan keluar dari kemacetan politik melalui pembentukan kepemimpinan yang kuat. Misalnya berdasarkan ketetapan MPRS No. III/1963 yang mengangkat Ir. Soekarno sebagai presiden seumur hidup. Selain itu, terjadi penyelewengan dibidang perundang-undangan dimana pelbagai tindakan pemerintah dilaksanakan melalui Penetapan Presiden (Penpres) yang memakai Dekrit 5 Juli sebagai sumber hukum, dan sebagainya.
c) Demokrasi pada periode 1965-1998
Demokrasi pada masa ini dinamakan demokrasi pancasila. Landasan formil dari periode ini adalah pancasila, Undang-undang Dasar 1945, serta ketetapan MPRS. Yaitu untuk meluruskan kembali penyelewengan terhadap Undang-undang Dasar yang telah terjadi dalam masa demokrasi terpimpin. Ketetapan MPRS No. XIX/1966 telah menentukan ditinjaunya kembali produk-produk legislatif dari masa demokrasi terpimpin dan atas dasar itu Undang-undang No. 19/1964 telah diganti dengan suatu Undang-undang yang baru (No. 14/1970) yang menetapkan kembali asas ”kebebasan badan-badan pengadilan”. Dewan Perwakilan Rakyat gotong royong diberi beberapa hak kontrol, disamping ia tetap mempunyai fungsi untuk membantu pemerintah. Pimpinannya tidak lagi mempunyai status menteri.
Begitu pula tata tertib DPR-Gotong royong yang baru telah meniadakan pasal yang memberi wewenang kepada presiden untuk memutuskan permasalahan yang tidak dapat dicapai mufakat antara badan legislatif. Golongan Karya, dimana anggota ABRI memainkan peran penting, diberi landasan konstitusionil yang lebih formil. Selain dari itu beberapa hak asasi
commit to user
diusahakan supaya diselenggarakan secara lebih penuh dengan memberi kebebasan lebih luas kepada pers untuk menyatakan pendapat, dan kepada partai-partai politik untuk bergerak dan menyusun kekuatannya, terutama menjelang pemilihan umum 1971. Dengan demikian diharapkan terbinanya partisipasi golongan-golongan dalam masyarakat disamping diadakan pembangunan ekonomi secara teratur serta terancana. Dengan demikian secara umum dapat dijelaskan bahwa watak demokrasi pancasila tidak berbeda dengan demokrasi pada umumnya. Karena demokrasi pancasila memandang kedaulatan rakyat sebagai inti dari sistem demokrasi.
4)Ciri-ciri Pokok Demokrasi
Beberapa ciri pokok demokrasi menurut Syahrial Sarbini (2006: 122) antara lain :
a) Keputusan diambil berdasarkan suara rakyat atau kehendak rakyat.
b) Kebebasan individu dibatasi oleh kepentingan bersama, kepentingan bersama lebih penting daripada kepentingan individu atau golongan. c) Kekuasaan merupakan amanat rakyat, segala sesuatu yang dijalankan
pemerintah adalah untuk kepentingan rakyat.
d) Kedaulatan ada ditangan rakyat, lembaga perwakilan rakyat mempunyai kedudukan penting dalam sistem kekuasaan negara.
5) Jenis-jenis Demokrasi
Secara umum jenis-jenis demokrasi dapat dikelompokkan menjadi empat macam, yaitu “berdasarkan cara menyampaikan pendapat, titik perhatiannya, dan prinsip ideologi” (Syahrial Sarbini, 2006: 119-120).
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Demokrasi berdasarkan cara menyampaikan pendapat terbagi ke dalam : (1)Demokrasi langsung.
Dalam demokrasi langsung rakyat diikutsertakan dalam proses pengambilan keputusan untuk menjalankan kebijakan pemerintah. (2)Demokrasi tidak langsung atau demokrasi perwakilan.
Dalam demokrasi ini dijalankan oleh rakyat melalui wakil rakyat yang dipilihnya melalui Pemilu.
(3)Demokrasi perwakilan dengan sistem pengawasan langsung dari rakyat. Demokrasi ini merupakan campuran antara demokrasi langsung dengan
demokrasi perwakilan. Rakyat memilih wakilnya untuk duduk di dalam lembaga perwakilan rakyat, tetapi wakil rakyat dalam menjalankan tugasnya diawasi rakyat melalui referendum dan inisiatif rakyat.
b) Demokrasi berdasarkan titik perhatiannya terdiri dari : (1)Demokrasi formal.
Demokrasi ini secara hukum menempatkan semua orang dalam kedudukan yang sama dalam bidang politik, tanpa mengurangi kesenjangan ekonomi.
(2)Demokrasi material.
Demokrasi material memandang manusia mempunyai kesamaan dalam bidang sosial dan ekonomi, sehingga persamaan politik tidak menjadi prioritas.
(3)Demokrasi campuran.
Demokrasi ini merupakan campuran dari kedua demokrasi tersebut di atas. Demokrasi ini berupaya menempatkan persamaan kesejahteraan seluruh rakyat dengan menempatkan persamaan derajat dan hak setiap orang.
c) Berdasarkan prinsip ideologi, demokrasi dibagi dalam : (1)Demokrasi liberal.
Demokrasi ini memberikan kebebasan yang luas kepada individu dan pemerintah tidak boleh ikut campur didalamnya.
(2)Demokrasi rakyat atau demokrasi proletar.
Demokrasi ini bertujuan untuk mensejahterakan rakyat. Negara yang dibentuk mengenal kelas dan semua warga negara mempunyai persamaan dalam politik dan hukum.
d) Berdasarkan wewenang dan hubungan antar alat perlengkapan negara (1)Demokrasi sistem parlementer.
Demokrasi dimana sistem pemerintahannya berdasarkan parlemen. (2)Demokrasi sistem pemisahan/ pembagian kekuasaan (presidensial).
Demokrasi yang sistem pemerintahannya dikepalai oleh seorang presiden.
commit to user
6) Prinsip-Prinsip Demokrasi
Suatu pemerintahan dikatakan demokratis bila dalam mekanisme pemerintahan mewujudkan prinsip-prinsip demokrasi. Ada beberapa pandangan tentang pembagian mengenai prinsip-prinsip demokrasi.
Menurut Sukarna ada beberapa prinsip dari demokrasi, yaitu “Pembagian kekuasaan; kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif berada pada badan yang berbeda, pemerintahan konstitusional, pemerintahan berdasarkan hukum (Rule of Law), pemerintahan mayoritas, pemerintahan dengan diskusi, pemilihan umum yang bebas, partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya, manajemen yang terbuka, pers yang bebas, pengakuan terhadap hak-hak minoritas, pengakuan terhadap hak asasi manusia, peradilan yang bebas dan tidak memihak, pengawasan terhadap administrasi negara, mekanisme politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat dengan kehidupan politik pemerintah, kebijaksanaan pemerintah dibuat oleh badan perwakilan rakyat tanpa paksaan dari lembaga mana pun, penempatan pejabat pemerintahan merit system bukan spoil system, penyelesaian secara damai bukan dengan kompromi, jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu, dan konstitusi/ UUD yang demokratis ” (Sukarna, 1981: 39-42).
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a) Pembagian kekuasaan; kekuasaan eksekutif, legislatif, dan yudikatif berada pada badan yang berbeda. Merupakan institusi yang bertanggung jawab atas berbagai upaya pembangunan untuk meningkatkan derajat kemakmuran dan kesejehteraan rakyat.
b) Pemerintahan konstitusional. Pemerintahan yang berdasarkan pada konstitusi (hukum dasar) dimana rakyat harus menaati dan melaksanakan aturan tersebut dengan baik.
c) Pemerintahan berdasarkan hukum (Rule of Law). Pemerintahan yang didasarkan pada hukum yang berlaku yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku untuk seluruh warga tanpa membedakan latar belakang apa pun.
d) Pemerintahan mayoritas.
Pemerintahan untuk semua rakyat, baik golongan mayoritas maupun minoritas tanpa membedakan antara yang satu dengan yang lainnya.
e) Pemerintahan dengan diskusi.
Perbedaan pendapat dan kepentingan dalam demokrasi merupakan hal yang wajar, dimana dalam menyelesaikan masalah tersebut dilakukan dengan kompromi, diskusi, dan mufakat.
f) Pemilihan umum yang bebas.
Rakyat dapat dengan bebas mengemukakan atau memberikan suaranya sebagai hak politiknya sesuai dengan hati nuraninya tanpa ada ancaman dan paksaan dari siapapun dalam menetapkan pilihannya.
g) Partai politik lebih dari satu dan mampu melaksanakan fungsinya. Suatu kelompok terorganisir yang anggota-anggotanya mempunyai orientasi, nilai-nilai, serta cita-cita yang sama, sehingga memungkinkan adanya pemilihan yang selektif tergantung kepada prestasi kerjanya untuk rakyat. h) Manajemen yang terbuka. Dalam demokrasi antara rakyat dan pemerintah
harus saling terbuka satu sama lain sehingga dalam pemerintahannya dapat dilaksanakan dengan baik.
i) Pers yang bebas.
Merupakan cerminan kebebasan berpendapat pada warga negara yang dapat membina opini masyarakat dan sosial kontrol.
j) Pengakuan terhadap hak-hak minoritas. Suatu pemerintahan demokrasi yang mengakui dan melindungi golongan minoritas serta tidak membedakan golongan yang satu dengan yang lainnya.
k) Perlindungan terhadap hak asasi manusia.
Tanggung jawab negara, terutama pemerintah untuk melindungi warganya (rakyat) terhadap pelanggaran hak asasi manusia.
l) Peradilan yang bebas dan tidak memihak. Dalam pelaksanaannya bebas dari pengaruh dan campur tangan oleh badan-badan yang lain, sehingga betul-betul merdeka dalam memberikan keputusannya.
commit to user
m) Pengawasan terhadap administrasi negara.Salah satu cara untuk membangun dan menjaga legitimasi masyarakat terhadap kinerja pemerintahan dengan menciptakan suatu sistem pengawasan yang efektif.
n) Mekanisme politik yang berubah antara kehidupan politik masyarakat dengan kehidupan politik pemerintah. Perubahan mekanisme politik dapat menimbulkan perubahan dasar negara, bentuk pemerintahan dan sistemnya, sehingga negara dalam keadaan tidak tertib, karena timbulnya perpecahan disebabkan ideologi yang tertutup.
o) Kebijaksanaan pemerintah dibuat oleh badan perwakilan rakyat tanpa paksaan dari lembaga mana pun. Keputusan pemerintah dalam membuat peraturan yang dibuat oleh badan perwakilan rakyat tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun dalam rangka untuk mensejahterakan rakyat.
p) Penempatan pejabat pemerintahan merit system bukan spoil system.
Paradigma yang didasarkan pada stabilitas daripada produktivitas, sehingga faktor kompetensi dan profesionalisme bukan merupakan parameter utama penataan birokrasi.
q) Penyelesaian secara damai bukan dengan kompromi.
Perbedaan pendapat dan kepentingan dalam demokrasi merupakan hal yang wajar, dimana dalam menyelesaikan masalah tersebut dilakukan secara damai bukan sebaliknya dilakukan dengan kekerasan.
r) Jaminan terhadap kebebasan individu dalam batas-batas tertentu.
Jaminan terhadap kebebasan individu baik kebebasan berbicara, kebebasan beragama, kebebasan dari rasa takut, dan kebebasan dari pada kebutuhan dihindarkan dari diskriminasi dalam kehidupan hukum dan pemerintahan. s) Konstitusi/ UUD yang demokratis.
Aturan yang dapat menjamin terwujudnya demokrasi dinegara tersebut sehingga melahirkan kekuasaan atau pemerintahan yang demokratis pula.
Sementara itu, Maskuri Abdillah dalam Azyumardi Azra (1999: 122) menyebutkan adanya prinsip-prinsip demokrasi, antara lain :
“ a) Persamaan b)Kebebasan, dan c) Pluralisme”.
Selanjutnya Robert A. Dahl menyebutkan ada enam prinsip yang harus ada dalam sistem demokrasi, yaitu:
a) Kontrol atas keputusan pemerintah. b) Pemilihan yang teliti dan jujur. c) Hak memilih dan dipilih.
d) Kebebasan menyatatakan pendapat tanpa ancaman. e) Kebebasan mengakses informasi.
f) Kebebasan berserikat. (Azyumardi Azra, 2000: 122)
Jadi, dengan demikian suatu negara baru dapat dikatakan telah melaksanakan sistem demokrasi secara sempurna apabila syarat-syarat tersebut dapat ditumbuhkembangkan dalam pelaksanaan pemerintahan negara tersebut. Akan tetapi, tidak akan terjelma demokrasi itu secara sempurna dan murni manakala salah satu syarat-syarat tersebut ditinggalkan dalam pelaksanaannya, karena antara yang satu dengan lainnya saling kait mengkait dan berhubungan.
Menurut Amien Rais untuk mengukur suatu negara atau pemerintah dalam menjalankan tata pemerintahannya dikatakan demokratis dapat dilihat dari sepuluh aspek :
a) Partisipasi dalam pembuatan keputusan. b) Persamaan didepan hukum.
c) Distribusi pendapatan secara adil. d) Kesempatan pendidikan yang sama.
e) Empat kebebasan: kebebasan mengeluarkan pendapat, persuratkabaran, berkumpul dan beragama.
f) Ketersediaan dan keterbukaan informasi. g) Mengindahkan tata krama politik. h) Kebebasan individu.
i) Semangat kerjasama.
commit to user
2. Tinjauan Tentang Sikap Demokrasi
a. Pengertian Sikap
Koentjaraningrat (1994: 26) menyatakan ”Sikap adalah suatu disposisi atau keadaan mental di dalam jiwa dan diri seseorang individu untuk bereaksi terhadap lingkungannya, baik lingkungan masyarakat, alamiah, maupun fisiknya”.
Sikap itu biasanya dipengaruhi oleh nilai-nilai budaya yang senantiasa terarah pada suatu hal yang obyek. Yang dimaksud obyek di sini meliputi benda-benda, orang, pandangan-pandangan, lembaga-lembaga, norma-norma, nilai-nilai dan sebagainya.
Menurut Berkowitz “sikap adalah suatu bentuk evaluasi atau reaksi perasaan. Sikap seseorang terhadap suatu obyek adalah perasaan mendukung atau memihak (favorable) maupun perasaan tidak mendukung atau tidak memihak (unfavorable) pada obyek tersebut”. (Saifuddin Azwar, 2000: 5).
Sikap mempunyai beberapa ciri seperti yang diungkapkan oleh W.A Gerungan (1996: 151-152) adalah sebagai berikut :
“1) Sesuatu yang dapat dibentuk karena adanya interaksi dengan lingkungannya.
2) Dapat berubah-ubah.
3) Selalu terkait dengan obyek tertentu.
4) Sikap berobyekan satu obyek atau sederetan obyek. 5) Meliputi faktor motivasi dan perasaan”.
Secord dan Backman mendefinisikan “sikap sebagai keteraturan tertentu dalam hal perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseorang terhadap suatu aspek dilingkungan sekitarnya”. (Saifuddin Azwar, 2000: 5)
Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan seseorang untuk bertindak terhadap suatu obyek yang dipengaruhi oleh pengetahuan, perasaan, pengalaman, keyakinan, dorongan, dan penilaian seseorang dalam menanggapi suatu obyek.
b. Faktor-faktor Pembentuk Sikap
Menurut Saifuddin Azwar (2000: 30) menyatakan bahwa “Faktor yang mempengaruhi perkembangan sikap adalah pengalaman pribadi, kebudayaan, orang lain yang dianggap penting, media massa, institusi, serta faktor emosi dalam diri individu”. Berikut ini penjelasan dari beberapa faktor tersebut :
1) Pengalaman pribadi
Apa yang sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah satu terbentuknya sikap.
2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting
Orang lain di sekitar kita merupakan salah satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang tidak ingin kita kecewakan atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.
3) Pengaruh kebudayaan
Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.
4) Media massa
Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, dan koran mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang.
5) Lembaga pendidikan dan lembaga agama
Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap dikarenakan keduanya meletakkan dasar pengertian dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.
6) Pengaruh faktor emosional
Tidak semua sikap ditentukan oleh situasi lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai macam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego.
commit to user
Dari beberapa faktor pembentuk sikap di atas, maka sikap demokrasi termasuk dalam faktor lembaga pendidikan karena meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu, pemahaman akan baik dan buruk, serta pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan. Hal tersebut diperoleh dari pendidikan.
c. Pengukuran Sikap
Saifuddin Azwar, (2000: 87) menyatakan, ”Sesungguhnya sikap dapat dipahami lebih daripada sekedar beberapa favorabel atau seberapa tidak favorabelnya perasaan seseorang, lebih daripada sekedar seberapa positif atau negatifnya. Sikap dapat diungkap dan dipahami dari dimensinya yang lain”. Adapun metode pengukuran sikap adalah observasi perilaku, penanyaan langsung, pengungkapan langsung, skala sikap, serta pengukuran terselubung. Berikut ini penjelasan dari beberapa metode pengukuran sikap tersebut :
1) Observasi perilaku
Untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator sikap individu. Dengan demikian, perilaku yang kita amati mungkin saja dapat menjadi indikator sikap dalam konteks situasional tertentu akan tetapi interpretasi sikap harus sangat berhati-hati apabila hanya didasarkan dari pengamatan terhadap perilaku yang ditampakkan oleh seseorang.
2) Penanyaan langsung
Asumsi yang mendasari penanyaan langsung guna mengungkapkan sikap, pertama adalah asumsi bahwa individu merupakan orang yang paling tahu mengenai dirinya sendiri, dan kedua adalah asumsi keterusterangan secara terbuka apa yang dirasakannya. Oleh karena itu, dalam metode ini jawaban yang diberikan oleh mereka yang ditanyai dijadikan indikator sikap mereka.
3) Pengungkapan langsung
Metode mengungkapkan langsung adalah pengungkapan langsung secara tertulis yang dapat dilakukan dengan menggunakan item atau dengan menggunakan item ganda. Prosedur pengungkapan langsung dengan item tunggal
sangat sederhana. Responden diminta menjawab langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.
4) Skala sikap
Metode pengungkapan sikap dalam bentuk self-report yang hingga kini dianggap sebagai paling dapat diandalkan adalah dengan menggunakan daftar pertanyaan yang harus dijawab oleh individu yang disebut skala sikap.
5) Pengukuran terselubung
Metode pengukuran terselubung sebenarnya berorientasi kembali ke metode observasi perilaku, akan tetapi sebagai obyek pengamatan bukan perilaku tampak yang disadari atau disengaja dilakukan oleh seseorang melainkan reaksi-reaksi fisiologis yang terjadi lebih di luar kendali orang yang bersangkutan.
Berdasarkan pembahasan mengenai sikap demokrasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu obyek. Sikap perlu dinampakkan dalam bentuk perilaku, baik lisan maupun perbuatan. Adapun hal yang perlu disikapi dalam penelitian ini adalah sikap demokrasi.
d. Pengertian Sikap Demokrasi
Perkembangan baru menunjukkan bahwa demokrasi tidak hanya dipahami sebagai bentuk pemerintahan dan sistem politik, tetapi demokrasi dipahami sebagai sikap hidup atau pandangan hidup demokratis. Sistem politik demokrasi suatu negara berkaitan dengan dua hal yaitu institusi (struktur) demokrasi dengan perilaku (kultur) demokrasi.
Pemerintahan atau sistem politik demokrasi tidak datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya. Demokrasi bukanlah sesuatu yang taken for granted. Demokrasi membutuhkan usaha yang nyata dari setiap warga maupun penyelenggara negara untuk berperilaku sedemikian rupa sehingga mendukung pemerintahan atau sistem politik demokrasi.
Sikap demokrasi terkait dengan nilai-nilai demokrasi di masyarakat. Masyarakat yang demokratis adalah masyarakat yang perilaku hidup baik keseharian dan kenegaraannya dilandasi oleh nilai-nilai demokrasi. Mengutip
commit to user
pendapatnya Henry B. Mayo dalam Miriam Budiardjo (1997: 62-63) “Nilai-nilai demokrasi meliputi : damai dan sukarela, adil, menghargai perbedaan, teratur, paksaan yang minimal, dan memahami keanekaragaman”.
Dalam membangun kultur demokrasi jauh lebih sulit daripada membangun struktur demokrasi. Indonesia sendiri secara struktur dapat dikatakan sebagai negara demokrasi terbukti dengan telah adanya lembaga-lembaga politik demokrasi. Akan tetapi demokrasi sekarang ini cenderung pada sikap kebebasan yang semakin liar, kekerasan, bentrokan fisik, konflik antar ras dan agama, brutalitas, ancaman bom, teror, rasa tidak aman, dan sebagainya. Hal ini disebabkan karena kultur demokrasi belum tegak dimasyarakat. Boleh jadi negara yang memiliki institusi demokrasi sedangkan masyarakat belum sepenuhnya bersikap demokratis.
Jadi, demokrasi tidak hanya memerlukan institusi, hukum, aturan, ataupun lembaga-lembaga negara lainnya. Melainkan juga memerlukan sikap demokratis. Selain itu, demokrasi juga memerlukan warga negara yang memiliki dan menegakkan nilai-nilai demokrasi sehingga terbentuklah sikap yang demokratis.
Berdasarkan pembahasan mengenai sikap dan demokrasi di atas, maka dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu obyek. Sikap perlu ditampakkan dalam bentuk perilaku, baik lisan maupun perbuatan. Adapun hal yang perlu disikapi dalam penelitian ini adalah sikap demokrasi.
Jadi sikap demokrasi adalah kecenderungan untuk bertindak dalam berperilaku sedemikian rupa sehingga mendukung pemerintahan atau sistem politik demokrasi dan menegakkan nilai-nilai demokrasi.
3. Tinjauan Tentang Pengaruh Penguasaan Kompetensi Dasar
Mendeskripsikan Pengertian dan Prinsip-Prinsip Demokrasi terhadap Sikap Demokrasi
Demokrasi diartikan sebagai pemerintahan rakyat atau kekuasaan rakyat. Sedangkan di dalam pengertian demokrasi terdapat prinsip-prinsip demokrasi yang didalamnya mengandung nilai-nilai demokrasi. Nilai-nilai demokrasi
tersebut apabila diwujudkan dengan baik maka dapat terbentuk pemerintahan yang demokratis. Siswa yang memiliki konsep demokrasi dengan baik yang mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari bahan yang dipelajari maka tindakannya akan mencerminkan sikap demokrasi yang baik dalam berinteraksi baik di lingkungan keluarga, sekolah maupun masyarakat.
Dengan adanya pendidikan di sekolah khususnya pendidikan kewarganegaraan dengan materi pokok demokrasi, dapat membelajarkan anak mengenai perkembangan konsep demokrasi dari konsep awal sampai sekarang menjadi konsep global. Harapan kedepannya yaitu membangkitkan kesadaran anak mengenai pentingnya demokrasi serta memahami tantangan demokrasi yang muncul di masa depan sehingga perilaku warga mencerminkan sikap demokrasi.
4. Teori Demokrasi
Teori mengenai pendidikan demokrasi yang kemudian dianalogkan ke dalam konsep perilaku demokrasi dikemukakan oleh Zamroni (2001: 17). “Pendidikan demokrasi pada dasarnya bertujuan mempersiapkan warga masyarakat untuk berpikir kritis dan bertindak demokratis, dengan jalan melalui aktivitas menanamkan pada generasi baru pengetahuan dan kesadaran terhadap warga masyarakat”. Dan pendidikan demokrasi sejatinya adalah pendidikan yang mampu mensosialisasikan kultur demokrasi atau perilaku demokrasi.
Dalam asumsi Zamroni bahwa jika warga belajar dengan sadar memegang teguh nilai-nilai demokrasi, maka diharapkan mereka akan bertindak dan berperilaku demokratis. Dalam analog tersebut dapat diambil pengertian bahwa pendidikan demokrasi pada dasarnya bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat untuk berpikir kritis dan bertindak demokratis dengan jalan melalui aktivitas menanamkan pada generasi baru pengetahuan dan kesadaran terhadap warga masyarakat yang mempunyai tujuan yang pada akhirnya dapat membentuk perilaku yang demokratis.
commit to user
B. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir pada dasarnya merupakan penalaran untuk dapat sampai pada pemberian jawaban sementara yang telah dirumuskan, mengacu pada permasalahan dan kajian teori di atas, maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini sebagai berikut :
Demokrasi merupakan usaha yang nyata setiap warga dan perangkat pendukungnya untuk menciptakan pemerintahan yang demokratis. Di dalam demokrasi terkandung nilai demokrasi dalam kehidupan masyarakat. nilai-nilai demokrasi yang dimaksud adalah untuk mengembangkan pemerintahan yang demokratis. Nilai-nilai yang dikembangkan dan dibiasakan dalam kehidupan warga akan menjadi budaya demokrasi. Demokrasi tidak akan datang, tumbuh, dan berkembang dengan sendirinya dalam kehidupan masyarakat, berbangsa, dan bernegara melainkan demokrasi perlu ditanamkan dan diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Nilai-nilai demokrasi yang mendukung dalam kehidupan masyarakat diperoleh sosialisasi nilai-nilai demokrasi yang dilakukan secara terencana, terprogram, terorganisasi, secara baik khususnya melalui pendidikan formal. Pendidikan formal dalam hal ini sekolah, berperan penting dalam melaksanakan pendidikan demokrasi kepada generasi muda. Sistem persekolahan memiliki peran penting khususnya untuk kelangsungan sistem politik demokrasi melalui penanaman pengetahuan, kesadaran, dan nilai-nilai demokrasi. Dengan adanya penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi akan menjadikan siswa dapat membentuk dan bersikap secara demokratis.
Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi mempunyai pengaruh yang positif terhadap sikap demokrasi. Oleh karena itu siswa yang memiliki penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi yang tinggi, berarti tinggi pula kesadarannya dalam upaya membentuk dan bersikap secara demokratis. Dari uraian di atas, kerangka berpikir dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 1: Skema Kerangka Berpikir
Keterangan :
X : Variabel independen Y : Variabel dependen
C. Hipotesis
Menurut Riduwan (2004: 35) “Hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah atau sub masalah yang diajukan oleh peneliti, yang dijabarkan dari landasan teori atau kajian teori yang masih harus diuji kebenaranya”. Dalam penelitian penulis merumuskan hipotesis yaitu hipotesis kerja (Ha) adalah sebagai berikut:
“Adanya pengaruh yang positif dan signifikan antara penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi terhadap sikap demokrasi siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gemolong Tahun Ajaran 2010/2011”.
Penguasaan Kompetensi Dasar Mendeskripsikan Pengertian dan
Prinsip-prinsip Demokrasi (X)
Sikap Demokrasi (Y)
commit to user
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Tempat penelitian merupakan sumber diperolehnya data yang dibutuhkan dari masalah yang akan diteliti. Dalam melakukan penelitian ini, penulis mengambil lokasi penelitian di Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gemolong yang terletak di Kabupaten Sragen. Alasan penulis memilih lokasi ini dengan pertimbangan-pertimbangan sebagai berikut :
a. Ada masalah yang diteliti serta tersedianya data yang berhubungan dengan obyek penulisan.
b. Lokasinya tidak terlalu jauh dari tempat tinggal peneliti sehingga akan mempermudah dalam memperoleh data.
2. Waktu Penelitian
Waktu yang digunakan dalam penelitian ini dimulai dari pengajuan judul sampai dengan penyusunan laporan hasil penelitian dilakukan mulai dari bulan Oktober 2010 sampai Agustus 2011. Waktu ini meliputi kegiatan persiapan sampai penyusunan laporan penelitian, yang selanjutnya dapat diperlihatkan pada tabel berikut:
Tabel 1. Jadwal Kegiatan Penelitian
No Kegiatan 2010 2011
Okt Nov Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt 1. Pengajuan Judul 2. Penyusunan Proposal 3. Ijin Penelitian 4. Pengumpulan Data 5. Analisis Data 6. Penyusunan Laporan 32
Metode Penelitian
Dalam suatu penelitian tentu memerlukan metode atau cara agar penelitian dapat berhasil. Suatu penelitian akan menghasilkan suatu kesimpulan yang tepat apabila menggunakan metode yang tepat dan benar. Berkaitan hal tersebut, maka seorang peneliti harus mampu menentukan metode penelitian yang sesuai dengan masalah yang akan diteliti.
Menurut Winarno Surakhmad (1998: 131) “Metode adalah cara utama yang digunakan untuk mencapai tujuan misalnya menguji serangkaian hipotesa dengan menggunakan teknik serta alat-alat tertentu”, sedangkan menurut Sutrisno Hadi (1987: 4) “penelitian adalah suatu usaha untuk menemukan, mengembangkan, dan menguji kebenaran suatu pengetahuan, usaha mana dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah”. Dengan demikian, metode penelitian adalah suatu cara yang digunakan untuk menemukan, mengembangkan dan menguji kebenaran suatu pengetahuan yang disusun secara terencana dan sistematis untuk mencapai tujuan agar suatu permasalahan dapat dipecahkan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif kuantitatif yang bersifat korelasional. Metode deskriptif kuantitatif yaitu penelitian yang bertujuan untuk mengungkapkan masalah dengan jalan mengumpulkan data, menyusun, mengklasifikasikan, menganalisa dan menginterpretasikan data berupa angka dan skor. Bersifat korelasional maksudnya adalah untuk menentukan tingkat hubungan variabel-variabel yang berbeda dalam suatu populasi. Disini, peneliti berusaha meneliti hubungan antara dua variabel. Kemudian dilanjutkan untuk mencari pengaruh antara kedua variabel tersebut.
Penelitian ini bermaksud untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu faktor, berpengaruh terhadap variasi yang satu atau lebih faktor lain berdasarkan koefisien determinasinya. Dengan kata lain penelitian ini bermaksud mengungkapkan ada tidaknya pengaruh antara variabel yang diselidiki yaitu pengaruh penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi terhadap sikap demokrasi siswa.
commit to user
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi penelitian
Suharsimi Arikunto (2006: 130) menyatakan bahwa “Populasi adalah keseluruhan subjek penelitian”. Dalam penelitian ini, populasi yang digunakan adalah keseluruhan siswa kelas XI Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Gemolong tahun ajaran 2010/2011 yang berjumlah 280 siswa.
2. Sampel Penelitian
Suharsimi Arikunto (2002: 109) mengemukakan bahwa “Sampel adalah bagian dari populasi (sebagian atau wakil populasi yang diteliti). Sampel penelitian adalah sebagian dari populasi yang diambil sebagai sumber data dan dapat mewakili seluruh populasi”. Sugiyono dalam Riduwan (2003: 10) memberikan pengertian bahwa “Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi”.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa sampel adalah bagian dari populasi yang mempunyai ciri-ciri atau keadaan tertentu yang akan diteliti. Mengingat jumlah populasi ada 280 orang, maka peneliti hanya akan mengambil sebagian dari jumlah populasi yang digunakan sebagai sampel. Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 112) untuk menentukan besarnya sampel adalah sebagai berikut :
Untuk sekedar ancer-ancer maka apabila subjeknya kurang dari 100, lebih baik diambil semua sehingga penelitiannya merupakan penelitian populasi. Selanjutnya jika jumlah subjeknya besar dapat diambil antara 10-15 % atau 20-25% atau lebih, tergantung setidak-tidaknya dari :
a. Kemampuan peneliti dilihat dari waktu, tenaga dan dana.
b. Sempit luasnya wilayah pengamatan dari setiap subjek, karena hal ini menyangkut banyak sedikitnya data.
c. Besar kecilnya resiko yang ditanggung oleh peneliti. Untuk penelitian yang resikonya besar, tentu saja jika sampel lebih besar hasilnya akan lebih baik.
Berdasarkan pada pendapat di atas, maka peneliti mengambil sampel 20% dari populasi sebesar 280 siswa, sehingga jumlah keseluruhan sampel dalam penelitian ini berjumlah 56 siswa.
3. Teknik Pengambilan Sampel
Pengambilan sampel harus dilakukan sedemikian rupa sehingga diperoleh sampel yang benar-benar dapat berfungsi sebagai contoh atau dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya atau dengan kata lain, sampel harus representatif. Riduwan (2003: 11) mengatakan bahwa “teknik pengambilan sampel atau teknik sampling adalah suatu cara mengambil sampel yang representatif dari populasi”. Menurut Abu Achmadi dan Cholid Narbuko (2004: 110) ada dua macam teknik sampling yaitu “Teknik random sampling dan teknik non random sampling”.
Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut: a. Teknik Random Sampling
1) Cara undian, yaitu pengambilan sampel secara undian.
2) Cara ordinal, yaitu memilih nomor genap atau ganjil atau kelipatan tertentu.
3) Cara randomisasi dari tabel bilangan random. b. Teknik Non-Random Sampling meliputi :
1) Proportional sampling yaitu cara pengambilan sampel dari tiap-tiap sub populasi dengan memperhitungkan sub-sub populasi.
2) Teknik stratified sampling yaitu pengambilan sampel apabila populasi terdiri dari susunan kelompok-kelompok yang bertingkat.
3) Teknik purposive sampling yaitu pengambilan sampel berdasarkan ciri-ciri atau sifat-sifat yang ada dalam populasi yang sudah diketahui sebelumnya. 4) Teknik quota sampling yaitu pengambilan sampel yang berdasarkan pada
quantum.
5) Teknik double sampling yaitu cara pengambilan sampel yang mengusahakan adanya sampel kembar.
6) Teknik area probability sampling yaitu cara pengambilan sampel dengan cara pembagian sampel berdasarkan pada pembagian area.
7) Teknik cluster sampling yaitu pembagian sampel berdasarkan atas kelompok yang ada pada populasi.
commit to user
Dalam penelitian ini teknik yang digunakan untuk mengambil sampel adalah teknik Proportional Random Sampling. Teknik sampling ini dilakukan dengan mendasarkan pada sub-sub atau bagian-bagian yang ada dalam populasi tersebut. Dalam pengambilan sampel secara random sebesar 20% dari jumlah siswa sehingga diperoleh jumlah sampel sebanyak 40 siswa. Adapun pengambilan sampel dengan penghitungan sebagai berikut:
Tabel 2. Jumlah Sampel Setiap Kelas
No. Kelas Sampel
1. XI IPA 1 40 × 56 = 7,97 dibulatkan menjadi 8 280
2. XI IPA 2 40 × 56 = 7,97 dibulatkan menjadi 8 280
3. XI IPA 3 40 × 56 = 7,97 dibulatkan menjadi 8 280
4. XI IPS 1 40 × 56 = 7,97 dibulatkan menjadi 8 280
5. XI IPS 2 40 × 56 = 7,97 dibulatkan menjadi 8 280
6. XI IPS 3 40 × 56 = 7,97 dibulatkan menjadi 8 280
7. XI IPS 4 40 × 56 = 7,97 dibulatkan menjadi 8 280
Total 55,79 dibulatkan menjadi 56
Jadi, jumlah sampel yang digunakan dalam penelitian ini sejumlah 56 siswa.
D.Teknik Pengumpulan Data
1. Variabel Penelitian
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini terdapat dua variabel. Adapun variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Variabel Bebas (Independent Variable)
Variabel bebas adalah variabel yang mempengaruhi atau disebut variabel penyebab. Variabel bebas dalam penelitian ini yaitu penguasaan kompetensi dasar mendeskripsikan pengertian dan prinsip-prinsip demokrasi (X).