• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tri Pamungkas Yudohartono Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliian Tanaman Hutan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tri Pamungkas Yudohartono Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliian Tanaman Hutan"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

KOLEKSI MATERI GENETIK BINUANG (Octomeles sumatrana Miq.) DI PASAMAN, SUMATRA BARAT DAN

PENANGANANNYA

(Genetic material collection of Binuang (Octomeles sumatrana Miq.) at Pasaman, West Sumatra and its handling)

Tri Pamungkas Yudohartono

Balai Besar Penelitian Bioteknologi dan Pemuliian Tanaman Hutan

ABSTRACT

Binuang is a potential forest tree to establish plantation forest for pulp. The objective of this activity was to collect and characterize fruits/seeds of binuang and to know how to extract seeds and handling seedling. Twenty four mother trees/ families were identified and their seeds were collected at natural stand of Binuang at Pasaman ,West Sumatra. The observation showed that binuang stand tend to have a cluster; it was 3-6trees each cluster. Binuang trees were found at scattered and open areas because it is light intoleran species. Moreover, based on bark color, it was clasified as white and brown binuang. Each fruit string of binuang comprised 75 to 200 fruit capsules and each capsule consisted 0.01 gram seeds or 1000 seeds. It was difficult to get uniform level of fruit ripeness because wide variation on fruiting time among mother trees. Those condition affected on germination rate of binuang seeds.

Kata kunci : Binuang, genetic material collection, Pasaman ABSTRAK

Binuang merupakan salah satu jenis tanaman hutan yang potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman untuk pulp. Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk mengumpulkan dan melakukan karakterisasi buah/benih binuang dan untuk mengetahui bagaimana mengekstraksi benih dan menangani bibit. Sebanyak 24 pohon induk binuang telah diidentifikasi dan benihnya telah dikumpulkan dari tegakan alam binuang di Pasaman, Sumatra Barat. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa tegakan alam binuang cenderung membentuk klaster dimana setiap klaster terdiri dari 3 – 6 pohon. Letak/posisi dari pohon induk binuang tidak berdekatan satu sama lain. Oleh karena itu

(2)

materi genetik yang dikumpulkan dapat digunakan untuk pembangunan populasi dasar dalam strategi pemuliaan jenis binuang. Binuang dijumpai pada areal terbuka yang letaknya terpencar-pencar karena merupakan jenis yang butuh cahaya (jenis intoleran). Disamping itu berdasarkan warna kulit batang, binuang diklasifikasikan menjadi binuang berkulit batang putih dan coklat. Setiap malai buah binuang terdiri dari 75–200 kapsul/butir buah binuang dan setiap kapsul buah berisi 0,01 gram atau sekitar 1000 butir benih binuang. Tidak seragamnya waktu berbuah antar pohon induk menyebabkan sulitnya mendapatkan buah dengan tingkat kematangan yang relatif seragam. Kondisi ini mempengaruhi tingkat keberhasilan perkecambahan benih binuang di persemaian.

Kata kunci : binuang, koleksi materi genetik, Pasaman

I. PENDAHULUAN

Sampai saat ini, masih lebih dari 90% bahan baku kayu untuk industri pulp di Indonesia berasal dari hutan alam. Untuk mengurangi tekanan terhadap hutan alam akibat tuntutan pemenuhan kebutuhan bahan baku industri yang semakin meningkat maka perlu dilakukan pembukaan akses seluas-luasnya bagi masyarakat untuk menanam dan memanfaatkan kawasan hutan, peningkatan produksi kayu hutan tanaman dan diversifikasi jenis untuk pembangunan hutan tanaman.

Skema yang dikembangkan dalam pembukaan akses antara lain pembangunan hutan tanaman rakyat (HTR), hutan kemasyarakatn (HKm), hutan rakyat dan hutan desa. Upaya diversifikasi jenis tanaman yang potensial untuk pembangunan hutan tanaman juga perlu didorong untuk memenuhi bahan baku industri kehutanan terutama industri pulp. Salah satu jenis tanaman hutan yang potensial untuk dikembangkan dalam pembangunan hutan tanaman industri dan hutan tanaman rakyat adalah binuang (Octomeles sumatrana Miq.). Binuang merupakan pohon pionir yang daunnya selalu hijau dan termasuk jenis cepat tumbuh. Tinggi pohon dapat mencapai 60-75 m, dengan tinggi batang bebas cabang 30-40 m, diameter 250-400 cm. Binuang tersebar di seluruh Indonesia terutama di Sumatera, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua. Jenis ini juga ditemukan di Philipina, Papua New Guinea dan Kepulauan Solomon. Binuang tumbuh di hutan hujan

(3)

dataran rendah dan hutan sekunder atau tepi jalan logging. Pada distribusi alaminya, tanaman ini tumbuh baik pada ketinggian 0-1000 m dpl dengan rata-rata curah hujan sekurang-kurangnya 1.500 mm/tahun atau wilayah beriklim basah hingga agak kering (tipe iklim A-C). Binuang dapat tumbuh di tanah alluvial atau tanah lembab di tepi sungai, dan tanah bertekstur liat atau liat berpasir. (Soerianegara and Lemmens, 1994).

Dalam rangka mendukung keberhasilan penyediaan bibit untuk pembangunan hutan tanaman dan penyelamatan jenis prioritas untuk hutan tanaman maka upaya pembangunan populasi dasar binuang perlu dilakukan. Populasi dasar binuang ini nantinya dapat dimanfaatkan sebagai tegakan konservasi sumberdaya genetik sekaligus sebagai sumber benih binuang. Populasi dasar dari suatu terdiri dari pohon-pohon dimana para pemulia pohon dapat melakukan seleksi untuk kegiatan pemuliaan generasi berikutnya. Pada pemuliaan generasi pertama, populasi dasar terdiri dari pohon-pohon induk di hutan alam atau hutan tanaman yang tidak dimuliakan (Zobel dan Talbert, 1984). Sebagai langkah awal dari pembangunan populasi dasar binuang adalah eksplorasi materi genetik binuang dari sebaran alaminya. Tujuan kegiatan ini adalah untuk mendapatkan materi genetik berupa benih binuang untuk pembangunan populasi dasar binuang dan mengetahui cara penanganan materi genetik binuang dari ekstraksi benih hingga pembuatan bibit.

II. BAHAN DAN METODE A. Lokasi Penelitian

Eksplorasi dan koleksi materi genetik binuang dilaksanakan di Kabupaten Pasaman, Propinsi Sumatra Barat. Kegiatan tersebut dilaksanakan pada bulan Maret 2011. Kegiatan yang dilakukan pada eksplorasi dan koleksi materi genetik binuang di Pasaman Sumatra Barat meliputi koordinasi dengan institusi terkait yakni Balai Konservasi Sumber Daya Alam Propinsi Sumatra Barat, survei lokasi penyebaran/distribusi binuang dan koleksi materi genetik. Eksplorasi dan koleksi binuang tersebut dilakukan di kawasan Cagar Alam Rimbo Panti dan Hutan Lindung Panti. Berdasarkan administrasi pengelolaan kawasan CA Rimbo Panti termasuk kedalam wilayah kerja Subsi KSDA Wilayah Pasaman dan sekitarnya. Sedangkan

(4)

menurut adiministrasi pemerintahan, CA Rimbo Panti terletak di wilayah Kecamatan Panti, Kabupaten Pasaman, Propinsi Sumatra Barat dengan batas-batas sebagai berikut : bagian utara berbatasan dengan desa Murni Panti, bagian timur berbatasan dengan desa Lundar dan Hutan Lindung, bagian selatan berbatasan dengan desa Petok dan bagian barat berbatasan dengan desa Simpang Tiga Cubadak dan Hutan Lindung. Secara geografis, Cagar Alam Rimbo Panti terletak antara 00o18’45” LU - 00o22’30” LU dan 100o00’00” BT dan 100o07’30” BT. Jenis tanah yang ada di kawasan CA Rimbo Panti terdiri dari aluvial, andosol, komplek Podsolik Merah Kuning, Litosol yang berasal dari bahan induk beku, endapan dan metamorf. Tekstur tanah lempung berpasir dengan pH berkisar antara 5,9 – 7,8. Berdasarkan klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson dan data curah hujan di Kabupaten Pasaman, tipe iklim CA Rimbo Panti tergolong A dengan curah hujan harian rata-rata 27,4 mm.

B. Bahan dan Alat

Bahan dan peralatan yang digunakan meliputi :

1. Perlengkapan lapangan : GPS, kertas label, kantong plastik, alat tulis kantor

2. Ekstraksi benih : saringan, label, plastik klip, spidol, timbangan C. Metode Penelitian

Tahapan kegiatan yang akan dilakukan dalam eksplorasi hingga penanganan materi genetik hasil eksplorasi meliputi :

1. Pengumpulan informasi musim berbuah

Pengumpulan informasi tentang musim berbuah binuang dilakukan sebelum kegiatan eksplorasi dilakukan. Kegiatan ini dilakukan melalui penelusuran dari berbagai referensi dan komunikasi langsung dengan petugas yang ada di lapangan/dekat lokasi yang akan dieksplorasi.

2. Pemilihan atau seleksi pohon induk

Pohon induk yang akan dipilih adalah pohon induk yang dianggap mewakili populasi binuang. Pemilihan pohon induk tidak didasarkan pada superioritas dari penampilan fenotipik. Pemilihan pohon induk didasarkan pada keterwakilan sebaran tempat tumbuh binuang di lokasi eksplorasi. Setiap provenan diwakili oleh

(5)

sekurang-kurangnya 20 pohon induk. Individu-individu yang akan dijadikan sumber pengumpulan materi genetik sebaiknya agak berjauhan (kurang lebih 100 m) supaya buah atau benih yang dikumpulkan tidak hanya merupakan hasil perkawinan dari individu-individu yang dipilih tetapi merupakan hasil perkawinan lebih dari jumlah individu-individu pohon yang terpilih. Informasi yang dikumpulkan dari setiap provenan meliputi informasi pohon induk (tinggi, diameter, kelurusan batang), kondisi habitat dan asosiasi tumbuhan yang ada disekitarnya.

3. Pengunduhan dan pengumpulan buah

Pengunduhan buah dilakukan dengan melakukan pemanjatan pohon dan memangkas cabang atau ranting. Buah yang kumpulkan adalah buah masak yang secara fisiologis kulit buah bagian luarnya berwarna hijau tua hingga hijau tua kehitaman kecoklatan. Buah yang dikumpulkan dari setiap pohon induk bervariasi dari 3–20 malai buah.

4. Ekstraksi benih

Ekstraksi benih dilakukan untuk memisahkan biji/benih dari daging buah. Ekstraksi benih binuang dilakukan dengan cara penjemuran. Kegiatan yang dilakukan dalam ekstraksi buah binuang meliputi :

1. Penjemuran buah

Penjemuran dilakukan untuk melepaskan kulit buah bagian luar dan meretakkan kulit buah bagian dalam. Lama penjemuran kurang lebih 5 - 7 hari atau tergantung dari panas matahari.

2. Pemisahan biji

Pemisahan biji dari cangkang buah dilakukan dengan mengetuk-ngetukkan cangkang buah. Benih dipisahkan dari serasah melalui penyaringan dengan ayakan tepung.

5. Penanganan benih (pengemasan, penimbangan, pelabelan dan penyimpanan)

Biji sudah kering kemudian masukkan ke dalam kantong plastik kedap udara. Selanjutnya biji tersebut ditimbang, diberi label dan disimpan dalam refrigerator. Pelabelan benih disesuaikan dengan nomor pohon induk.

(6)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Habitat dan Tegakan Binuang

Koleksi materi genetik binuang dilakukan di Kabupaten Pasaman Sumatra Barat (Gambar 1). Tegakan alam binuang dijumpai di tepi aliran sungai, dataran rendah tidak tergenang pada ketinggian antara 242 – 445 m dpl dengan kelerengan bervariasi dari landai hingga curam (> 60o) dengan konfigurasi datar, berbukit dan berawa-rawa.

Tegakan alam binuang dijumpai secara berkelompok akan tetapi kelompok tersebut berpencar satu dengan yang lain. Setiap kelompok terdiri dari 3 – 6 pohon induk (Gambar 2 dan 3). Regenerasi alam binuang dijumpai ditempat terbuka dan ditemui secara berkelompok (Gambar 4). Binuang merupakan jenis pionir yang dijumpai pada tahap awal suksesi dari hutan hujan dataran rendah (Lemmens, dkk.1995). Binuang tumbuh secara alami pada berbagai tipe areal terbuka seperti areal bekas tebangan dan jalan sarad. Tumbuh-tumbuhan yang berasosiasi dengan binuang antara lain langkok, bayur, jabon, ara, pakis-pakisan, rotan, kemiri, mali-mali, kedondong hutan, kopi hutan, sapek, pulai, jelatang, sirih-sirih dan meranti.

Gambar 1. Lokasi eksplorasi binuang di Pasaman Sumatra Barat ( )

(7)

B. Hasil eksplorasi dan koleksi materi genetik

Di Kabupaten Pasaman Sumatra Barat binuang berbuah sepanjang tahun. Musim buah binuang terjadi antara bulan Februari hingga Juli. Waktu yang dibutuhkan dari pembungaan hingga buah masak sekitar 3 hingga 6 bulan. Pada kegiatan eksplorasi dan koleksi materi genetik binuang ini berhasil dikumpulkan buah binuang dari 24 pohon induk. Buah yang dikumpulkan dari setiap pohon induk bervariasi dari 3 – 20 malai buah. Hasil eksplorasi dan koleksi materi genetik binuang disajikan pada Tabel 1. Pohon induk binuang yang dipilih mempunyai kisaran tinggi total, dan diameter masing-masing 30 - 50 m dan 50 cm – 210 cm dengan tinggi bebas cabang di atas 15 m. Percabangan binuang rontok secara alami (self pruning) sehingga tinggi bebas cabangnya tinggi dan pohonnya mempunyai kelurusan batang yang tinggi (Gambar 6).

Gambar 2. Tegakan alam binuang Gambar 3. Pohon induk binuang

(8)

Tabel 1. Hasil koleksi materi genetik binuang di Kabupaten Pasaman

Pohon Altitude

Asosiasi

Tinggi (m) Diameter Morfologi Berat Benih (gr)

Induk (m dpl) Tt Tbc (cm) Batang

PSM 1 242 Kasai, jelatang, bayur, sapek 25 15 60

Batang agak bengkok, kulit batang putih 29,997 PSM 2 250 Sapek, langkok, bayur, binuang, kukang, kemiri

30 20 65 Batang lurus, kulit batang putih 3,364

PSM 3 243 Sungkai, sirih,

ketapang, bayur 35 20 50

Batang lurus, kulit batang putih 1,756

PSM 4 255

Pulai, sapek, kopi hutan, bayur, binuang

30 20 52 Batang lurus, kulit batang putih 1,626

PSM 5 280

Beringin, sungkai, binuang, bayur

38 22 50 Batang lurus, kulit batang putih 2,781

PSM 6 234

Bayur, balik-balik angin, binuang, jambu hutan

40 28 76 Batang lurus, kulit batang kasar 3,759

PSM 7 255

Kemiri, rambutan hutan, jambu hutan

40 30 79 Batang lurus, kulit batang putih 2,472 PSM 8 253 Langkok, pulai, dado, bayur 31 23 83 Batang agak bengkok, kulit batang putih 2,643

PSM 9 275 Langkok, dado, jelatang, bayur 36 27 64 Batang lurus, kulit batang putih 4,198

PSM 10 283

Jelatang, langkok, dado, binuang

39 26 79 Batang lurus, kulit batang putih 5,287 PSM 11 290 Kasai, jelatang, bayur 40 28 85 Batang agak bengkok, kulit batang putih 2,299 PSM 12 314 Bayur, kasai, sapek, jelatang 40 30 76

Batang lurus, kulit batang putih 4,437

PSM 13 295

Langkok, jelatang, sapek, bayur

45 35 79 Batang lurus, kulit batang putih 0,701

PSM 14 245

Kopi hutan, sungkai, bayur, jelatang

40 30 67 Batang lurus, kulit kayu putih 2,072

PSM 15 245

Binuang, bayur, sungkai, langkok, kukang

42 36 64 Batang lurus, kulit batang putih 16,395

PSM 16 242

Bais, sungkai, bayur, binuang, langkok

40 30 96 Batang lurus, kulit batang kasar 2,71

PSM 17 235 Jelatang,

sirih-sirih, mali-mali 35 25 64

Batang lurus, kulit batang putih 4,87

(9)

Pohon Altitude

Asosiasi

Tinggi (m) Diameter Morfologi Berat Benih (gr) Induk (m dpl) Tt Tbc (cm) Batang PSM 18 238 Mali-mali, sirih-sirih, jelatang, bayur

35 20 79 Batang lurus, kulit batang putih 1,222

PSM 19 362 Langkok, ketapang, sapek 40 35 61 Batang lurus, kulit kayu putih 5,463

PSM 20 445 Kopi hutan, mali-mali, sungkai, meranti, kedondong hutan

50 40 134 Batang lurus, kulit batang kasar 2,519

PSM 21 360

Kasai, jelatang, sapek, kopi hutan

35 20 80 Batang lurus, kulit batang kasar 0,421

PSM 22 240

Rambutan hutan, sapek, bayur, jelatang

45 30 210 Batang lurus, kulit kayu kasar 4,342

PSM 23 222 Binuang, bayur,

dado 40 30 95

Batang lurus, kulit batang putih 6,043

PSM 24 380

Kukang, sirih-sirih, mali-mali, sapek, meranti

50 30 63 Batang lurus, kulit

batang putih 12,479 Keterangan : Tt: tinggi total, Tbc: tinggi bebas cabang

Dari hasil pengamatan visual terhadap morfologi kulit batang diketahui ada jenis binuang yaitu kulit batang putih dan halus (Gambar 7) dan kulit batang berwarna coklat, mengelupas dan kasar (Gambar 8).

Gambar 6. Tinggi bebas cabang binuang

Gambar 7. Kulit batang putih dan halus

(10)

Menurut FAO (1989) variasi dapat terjadi pada berbagai level yaitu variasi antar spesies, variasi antar populasi dalam spesies dan variasi antar individu dalam populasi. Selain itu, variasi individu didalam populasi pada materi genetik yang dikoleksi dapat memperluas basis genetik populasi dasar binuang. Menurut Hamrick dan Godt (1989) tumbuhan berkayu dengan siklus hidup lama dan wilayah penyebaran yang luas akan memiliki keragaman genetik dalam populasi yang tinggi. Binuang merupakan jenis tanaman berkayu/hutan dengan siklus hidup yang lama dan memiliki wilayah sebaran geografi yang luas. Semakin luas basis atau variasi genetik maka semakin banyak potensi sumberdaya genetik yang dapat diselamatkan atau dijaga dan semakin luas juga peluang pemanfaatannya untuk program/kegiatan pemuliaan jenis binuang.

Gambar 8.

Kulit batang coklat dan kasar

Gambar 9.

Model arsitektur malai daun binuang

Gambar 10.

Malai buah binuang masak

Gambar 11. Buah binuang masak

(11)

Buah binuang berbentuk seperti kapsul yang tersusun dalam suatu malai (Gambar 10). Pemungutan buah binuang dilakukan dengan cara mengunduh malai buah dari pohon induk yang dipilih. Buah binuang yang masak secara fisilogis mempunyai ciri-ciri kulit buah bagian luar berwarna hijau tua hingga hijau kecoklatan dengan kulit buah bagian dalam/cangkang sudah keras berwarna putih hingga putih kekuningan (Gambar 11).

Dari hasil pengamatan diketahui bahwa dari setiap malai terdiri dari 75 – 200 kapsul/butir buah binuang. Malai buah yang sudah jatuh ke tanah sudah tidak ada benihnya dan hanya tinggal cangkang buah. Buah hasil eksplorasi kemudian diekstraksi untuk memisahkan biji/benih dari daging buah. Setelah semua buah binuang diekstraksi dapat dihasilkan 124 gram benih binuang. Dari setiap butir/kapsul buah binuang dapat dihasilkan 0,01 gram atau sekitar 1000 butir benih binuang.

C. Pembuatan bibit binuang

Penanganan benih binuan setelah ekstraksi adalah pembuatan bibit di persemaian. Tahapan kegiatan dalam pembuatan bibit di persemaian meliputi :

1. Penaburan benih

Kegiatan yang dilakukan dalam penaburan benih meliputi : a. Penyiapan media tabur

Media yang digunakan untuk penaburan benih binuang adalah pasir. Sebelum digunakan pasir diayak dan disterilisasi dengan menggunakan fungisida. Sterilisasi ini dilakukan untuk menghindari tumbuhnya jamur.

b. Penaburan benih

Penaburan benih dilakukan seminggu setelah media tabur disterilisasi. Sebelum ditabur media pasir disiram hingga lembab. Setelah itu benih ditabur ke dalam bak tabur dan ditutup dengan plastik sungkup dan paranet.

c. Penyiraman

Penyiraman dilakukan setiap hari dan dilakukan pada pagi hari. Benih binuang mulai berkecambah setelah 7 hari penaburan. Meskipun demikian, terdapat variasi pada kecepatan berkecambah benih binuang dan tidak semua benih dari pohon induk binuang yang dikoleksi dapat berkecambah. Pada waktu pengumpulan benih binuang tingkat kemasakan buah antar pohon induk/famili berbeda. Perbedaan tingkat kemasakan benih

(12)

ini diduga menjadi salah satu penyebab perbedaan tingkat keberhasilan perkecambahan benih antar famili. Buah binuang masak ditandai dengan kulit buah bagian luar berwarna hijau tua hingga hijau tua kehitaman. Tingginya posisi malai buah pada masing-masing pohon dan tidak seragamnya waktu berbuah antar pohon induk menyulitkan untuk mendapatkan buah dengan kondisi tingkat kemasakan/kematangan buah yang seragam. Faktor yang mempengaruhi perkecambahan adalah faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal antara lain meliputi air, suhu, cahaya, dan oksigen Faktor internal yang mempengaruhi perkecambahan adalah tingkat kemasakan benih, dormansi, ukuran benih dan penghambat perkecambahan (Sutopo, 2002). Benih yang tidak berkecambah bisa disebabkan benih tidak berembrio, kadar air benih yang terlalu tinggi dan kerusakan benih (Kuswanto, 1996).

2. Penyiapan bibit hingga siap bibit tanam

Kegiatan yang dilakukan dalam penyiapan bibit hingga siap bibit tanam meliputi :

a. Penyapihan

Media yang digunakan untuk penyapihan adalah tanah. Penyiapan kecambah/bibit binuang dilakukan setelah keluar muncul 2 atau 3 pasang daun. Waktu yang diperlukan hingga kecambah/bibit menghasilkan 2 atau 3 pasang daun sekitar 1,5 hingga 2 bulan. Karena ukuran kecambah sangat kecil maka penyapihan dilakukan dengan menggunakan pinset. Kecambah binuang disapih kedalam polibag yang diletakkan didalam bedeng yang diberi plastik sungkup dan paranet.

b. Pembukaan naungan

Pembukaan naungan dilakukan untuk menguatkan bibit binuang. Pembukaan naungan dilakukan setelah 1,5 bulan penyapihan. Pembukaan naungan dilakukan secara bertahap dimulai dari pembukaan paranet, pembukaan separo plastik sungkup hingga pembukaan semua naungan baik plastik sungkup maupun paranet.

c. Pemeliharaan bibit

Kegiatan pemeliharaan yang dilakukan selama di persemaian meliputi penyiraman, pemberantasan hama dan penyakit dan pemupukan. Penyiraman dilakukan setiap pagi hari. Bibit

(13)

binuang siap tanam setelah berumur 4 – 5 bulan dari penyapihan atau mempunyai tinggi minimal 40 cm dengan batang berkayu.

IV. KESIMPULAN

1. Dari hasil pengamatan terhadap habitus binuang diketahui bahwa terdapat variasi morfologi kulit batang pohon binuang pada tegakan alam binuang di Pasaman, Sumatra Barat. Materi genetik berupa benih dari 24 famili binuang telah berhasil dikumpulkan dari Pasaman Sumatra Barat.

3. Setiap malai buah binuang terdiri dari 75 – 200 kapsul/butir buah binuang. Setelah buah binuang yang dikoleksi dari 24 famili diekstraksi dihasilkan 124 gram benih binuang. Dari setiap butir/kapsul buah binuang dapat dihasilkan 0,01 gram atau sekitar 1000 butir benih binuang.

4. Oleh karena letak dari 24 famili tersebut berjauhan sehingga tidak memungkinkan untuk terjadinya inbreeding antar famili maka koleksi materi genetik tersebut bisa digunakan sebagai materi untuk pembangunan populasi dasar dalam strategi pemuliaan jenis binuang.

V. DAFTAR PUSTAKA

FAO. 1989. Plant genetic resources: their conservation in situ for human use. FAO of the United Nations, Rome, Italy

Hamrick, J.L and M.J.W. Godt. 1989. Allozyme diversity in plant species. In Plant Population Genetics, Breeding and Genetic Resources, eds. A.H.D. Brown, M.T. Clegg, A.L. Kahler and B.S. Weir, pp. 43-63. Sinauer, Sunderland, MA

Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi, Produksi dan Sertifikasi Benih. Yogyakarta.

(14)

Soerianegara, I and R.H.M.J. Lemmens (Eds). 1994. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) No. 5 (1) Timber Trees : Major Commercials Timbers. Bogor

Lemmens, R.H.M.J, Soerianegara and W.C Wong. (Eds). 1995. Plant Resources of South-East Asia (PROSEA) No. 5 (2) Timber Trees : Minor Commercials Timbers. Bogor

Sutopo, L. 2002. Teknologi Benih. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta Zobel, B ., and J. Tabert. 1984. Applied forest Tree Improvement.

Gambar

Gambar 1. Lokasi eksplorasi binuang di Pasaman Sumatra Barat (     )
Gambar 2. Tegakan alam binuang    Gambar 3. Pohon induk binuang
Gambar 6. Tinggi bebas cabang  binuang

Referensi

Dokumen terkait

lingkungannya maka free body diagramnya hanya menunjukkan 2 gaya saja yang bekerja pada. ujungnya Yaitu

Manfaat bisnis TI (IT business value) [1][2][3] didefinisikan sebagai manfaat atau hasil yang diperoleh dari suatu investasi TI yang dapat meningkatkan kinerja

Menurut bapak atau ibu apakah siswa yang anda didik menggunakan e-learning tersebut?. -

Analisis SWOT yang dilakukan terhadap produk lilin kencur: 1) Strength: a) Bahan baku yang digunakan tersedia dalam jumlah yang melimpah, b) Harga produk lilin yang

sublimasi pada ruang !akum dengan suhu -"0ºC# $emudian blok sublimasi pada ruang !akum dengan suhu -"0ºC# $emudian blok diletakkan pada suhu ruangan dan di%iksasi dengan

Tampilan menu login admin merupakan tampilan yang digunakan admin untuk melihat dan mengupdate data-data karyawan serta mencetak data hasil pesangon karyawan,

Gunakan pendekatan yang positif terhadap pasien, hadir dekat pasien untuk memenuhi kebutuhan rasa nyamannya dengan cara: masase, perubahan posisi, berikan

You can easily change the formatting of selected text in On the Insert tab, the galleries include items that are designed to coordinate with the overall look of your document.. You