• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. MOTIVASI

1. DEFINISI MOTIVASI

Robbins dan Judge (2008) mendefinisikan motivasi sebagai proses yang menjelaskan intensitas, arah dan ketekunan seorang individu untuk mencapai tujuannya. Munandar (2001) juga memandang bahwa motivasi sebagai suatu proses dimana kebutuhan-kebutuhan mendorong seseorang untuk melakukan serangkaian kegiatan yang mengarah pada tercapainya tujuan tertentu. Menurut Santrock (2011) motivasi adalah proses yang memberi semangat, arah dan kegigihan perilaku. Sehingga, perilaku yang termotivasi adalah perilaku yang berenergi, terarah dan bertahan dalam waktu yang lama.

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu proses yang mengarahkan perilaku individu, memberi semangat, dan mendorong individu untuk melakukan serangkaian kegiatan demi tercapainya suatu tujuan tertentu.

2. MOTIVASI FUNGSIONAL

Terdapat banyak teori yang menjelaskan mengenai motivasi yang mendasari perilaku manusia. Khusus dalam penelitian ini akan dibahas

(2)

tentang sikap dan persuasi. Inti teori motivasi fungsional adalah dua prinsip: individu terlibat dalam kegiatan yang bertujuan untuk memenuhi tujuan tertentu dan individu dapat melakukan aktivitas yang sama untuk melayani fungsi psikologis yang berbeda (Clary, dkk., 1998). Dengan kata lain, relawan yang berbeda dapat terlibat dalam pelayanan sukarela untuk memenuhi fungsi psikologis yang berbeda atau relawan yang sama dapat terlibat dalam pelayanan sukarela untuk memenuhi fungsi psikologis yang berbeda pada waktu yang berbeda dalam kehidupan mereka. Namun, semua relawan terlibat dalam kesukarelaan karena memenuhi fungsi psikologis tertentu. Pendekatan fungsional berusaha untuk menentukan alasan dan tujuan yang memotivasi relawan, sehingga mengkonseptualisasikan keputusan relawan dalam hal motivasi pribadi (Snyder, 1993).

Menurut teori motivasi fungsional, tindakan kesukarelaan yang sama dapat mewakili motif yang berbeda. Motif ini, pada gilirannya, melambangkan fungsi psikologis yang berbeda. Teori tersebut menyiratkan bahwa individu akan memulai dan melanjutkan menjadi relawan selama aktivitas tersebut sesuai dan memenuhi motivasi individu (Clary & Snyder, 1999). Atas dasar analisis fungsi yang dilayani oleh relawan, dan temuan dari penyelidikan empiris beragam relawan, Clary dkk telah mengidentifikasi dan mengoperasionalkan enam fungsi pribadi dan sosial yang dilayani oleh relawan (Clary, dkk., 1998).

(3)

3. FUNGSI KERELAWANAN

Clary dan Snyder (1998), mengidentifikasi enam fungsi kerelawanan bagi individu, yaitu:

a. Values, fungsi yang ada karena keterlibatan di dalam suatu lembaga relawan sebagai peluang memberikan wadah bagi individu untuk mengekspresikan nilai-nilai yang berhubungan dengan altruistik dan keprihatinan terhadap orang lain.

b. Understanding, fungsi kedua ini melibatkan kesempatan bagi relawan untuk mempelajari pengalaman baru dan melatih ilmu, kemampuan serta keterampilan. Berhubungan dengan ilmu dan fungsi objek penilaian dalam teori perilaku dan persuasi lain, fungsi understanding ini diibaratkan sebagai nilai yang besar dari relawan dalam intuisi kesehatan fisik dan mental Gidron (1978) yang diharapkan menerima keuntungan berupa self-development, pembelajaran, dan berbagai hal dalam hidup melalui pelayanan sebagai relawan.

c. Social, fungsi ketiga ini menggambarkan motivasi untuk memiliki hubungan kepedulian dengan orang lain. Menjadi relawan dapat memberikan kesempatan untuk bersama dengan teman atau untuk menyatukan aktivitas yang dapat terlihat baik oleh orang lain. Fungsi sosial ini sangat berhubungan dengan fungsi penyesuaian diri sosial Smith, dkk (1956).

(4)

d. Career, fungsi keempat adalah kepedulian dengan keuntungan yang berhubungan dengan karier yang dapat diperoleh dari partisipasi dalam pekerjaan sebagai relawan.

e. Protective, fungsi kelima ini yaitu kepedulian tradisional dengan motivasi yang melibatkan banyak proses yang berhubungan dengan fungsi ego. Berhubungan dengan pertahanan ego (Katz, 1960) dan kepedulian eksternalisasi (Smith, dkk., 1956), motivasi terpusat untuk melindungi ego dari bagian diri yang negatif dan pada kasus relawan, dilakukan untuk mengurangi rasa bersalah karena lebih beruntung dari orang lain (yang dibantu) dan untuk mengatasi masalah pribadi relawan. Fungsi protektif ini menawarkan interpretasi dari temuan Frisch & Gerard (1981) yang menyatakan bahwa relawan Red Cross dikabarkan menjadi relawan karena mereka ingin keluar dari perasaan negatif.

f. Enhancement, fungsi keenam berasal dari indikasi bahwa ada lebih banyak pengaruh terhadap ego, khususnya hubungan ego, daripada proses protektif. Pertama, penelitian terakhir mengenai suasana hati menemukan bahwa pengaruh negatif dan pengaruh positif lebih merupakan dua dimensi yang terpisah daripada skala bipolar yang memiliki dua titik akhir (Watson, Clark, Mclntyre, & Hamaker, 1992; Watson, Clark, & Tellegen, 1988). Kedua, penelitian mengenai suasana hati dan membantu menunjukkan dua mekanisme yang berbeda dengan suasana hati positif dan negatif yang mempengaruhi

(5)

perilaku membantu (Carlson, Charlin, & Miller, 1988; Carlson & Miller, 1987; Cunningham, Steinberg, & Grev, 1980); dalam kasus suasana hati yang positif, seseorang membantu untuk mempertahankan atau meningkatkan dampak positif. Akhirnya, penelitian mengenai relawan menemukan bukti usaha positif, seperti ketika beberapa responden mengaku bahwa mereka menjadi relawan karena alasan pengembangan pribadi (Anderson & Moore, 1978) atau untuk mendapatkan kepuasan yang berkaitan dengan personal growth dan self-esteem (Jenner, 1982). Hal ini berbeda dengan fungsi protektif yang peduli terhadap penghilangan aspek negatif di sekitar ego, fungsi penambahan ini melibatkan proses motivasi yang berpusat pada pertumbuhan dan perkembangan ego dan melibatkan hubungan positif dari ego.

B. RELAWAN

1. DEFINISI RELAWAN

Kata relawan mengandung makna suatu perbuatan mulia yang dilakukan secara sukarela, tulus dan ikhlas, menyiratkan sebuah kemuliaan hati para pelakunya. Relawan keberadaannya selalu ada di tengah-tengah situasi dan keadaan sulit yang sedang terjadi seperti musibah bencana alam, ketika di mana banyak orang sangat membutuhkan bantuan dan pertolongan yang bersifat segera.

(6)

Definisi relawan menurut Schroeder (1998) adalah individu yang rela menyumbangkan tenaga atau jasa, kemampuan dan waktunya tanpa mendapatkan upah secara finansial atau tanpa mengharapkan keuntungan materi dari organisasi pelayanan yang mengorganisasi suatu kegiatan tertentu secara formal. Selain itu kegiatan yang dilakukan relawan bersifat sukarela untuk menolong orang lain tanpa adanya harapan akan imbalan eksternal.

Wilson (2000) juga mengemukakan volunteering (kerelawanan) adalah aktivitas memberikan waktu secara cuma-cuma untuk memberikan bantuan kepada orang lain, kelompok, atau suatu organisasi. Definisi oleh Wilson ini tidak membatasi bahwa volunteering dapat saja memberi keuntungan atau manfaat bagi relawan yang menjalankannya. Relawan memiliki koneksi dengan suatu organisasi. Organisasi tersebut memiliki pengaturan tugas, aturan, jadwal, perekrutan, pelatihan, dan keanggotaan para relawan.

Berdasarkan pemaparan di atas, pengertian relawan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, orang-orang yang tidak memiliki kewajiban menolong suatu pihak tetapi memiliki dorongan untuk berkontribusi nyata dalam suatu kegiatan dan berkomitmen untuk terlibat dalam kegiatan yang membutuhkan kerelaan untuk mengorbankan apa-apa yang dia miliki, baik berupa waktu, tenaga, pikiran, serta materi untuk diberikan kepada orang lain.

(7)

2. CIRI-CIRI RELAWAN

Ciri-ciri relawan menurut Omoto & Snyder (dalam Misgiyanti, 1997), antara lain:

a. Selalu mencari kesempatan untuk membantu

b. Komitmen diberikan dalam waktu yang relatif lama

c. Memerlukan personal cost yang tinggi (waktu, tenaga, dsb)

d. Mereka tidak mengenal orang yang mereka bantu, sehingga orang

yang mereka bantu diatur oleh organisasi dimana mereka aktif di

dalamnya

e. Tingkah laku menolong yang dilakukannya bukanlah suatu

keharusan.

Dari ciri-ciri tersebut dapat disimpulkan pengertian menurut Omoto & Snyder (dalam Misgiyanti, 1997) adalah orang-orang yang tidak memiliki kewajiban menolong suatu pihak tetapi selalu mencari kesempatan untuk bisa membantu orang lain melalui suatu organisasi tertentu dalam jangka waktu yang relatif lama, memiliki keterlibatan yang cukup tinggi serta mengorbankan berbagai personal cost (misalnya uang, waktu, pikiran) yang dimilikinya.

(8)

C. GAMBARAN MOTIVASI MENJADI RELAWAN DI KALANGAN MAHASISWA

Aktivitas kerelawanan telah menjadi tren di Indonesia dalam beberapa tahun belakangan ini pasca terjadinya bencana tsunami Aceh pada bulan desember tahun 2004 lalu, yang kemudian membuat masyarakat menjadi semakin sadar akan pentingnya kegiatan kerelawanan. Relawan di Indonesia sudah mencapai 39,226 relawan yang tersebar di seluruh nusantara (Indorelawan, 2017).

Relawan sendiri adalah orang yang tanpa dibayar menyediakan waktunya untuk mencapai tujuan organisasi, dengan tanggungjawab yang besar atau terbatas, tanpa atau dengan sedikit latihan khusus, tetapi dapat pula dengan latihan yang sangat intensif dalam bidang tertentu, untuk bekerja sukarela membantu tenaga profesional (Slamet, 2009). Relawan menyumbangkan waktu mereka untuk berbagai kegiatan masyarakat, seperti olahraga, rekreasi, layanan darurat, kesehatan, pendidikan, seni, hobi, kesejahteraan, pemuda, agama, pelayanan masyarakat, budaya, warisan, lingkungan, profesional, bisnis dan serikat organisasi (Noble 1991; Brosnan & Cuskelly, 2001). Relawan juga berkontribusi dalam melakukan pendampingan kepada warga dan anak-anak. Relawan biasanya mengajarkan anak-anak dan orang dewasa yang buta huruf, menemani untuk tinggal di rumah, melakukan konseling kepada yang bermasalah, dan perawatan kesehatan untuk orang yang sakit (Clary & Snyder, 1998).

(9)

Relawan harus mencari kesempatan untuk memberi bantuan, menyediakan bantuan dari waktu ke waktu, dan keputusan relawan untuk membantu dipengaruhi oleh kegiatan yang dilakukan tersebut sesuai dengan kebutuhan dan tujuan relawan atau tidak. Berbagai kegiatan yang dilakukan para sukarelawan di Indonesia tidak hanya didominasi oleh kalangan profesional dan relawan usia dewasa madya saja, tetapi relawan yang berusia remaja hingga usia dewasa muda saat ini mulai ikut aktif terlibat dalam berbagai kegiatan sukarelawan untuk memenuhi fungsi kerelawanan, khususnya dari kalangan mahasiswa. Pada umumnya para mahasiswa aktif sebagai sukarelawan dalam berbagai kegiatan pelayanan masyarakat, seperti penyuluhan kesehatan, pendidikan, sampai pada kegiatan penanggulangan bencana. Pada saat bencana Gunung Merapi tahun 2010 lalu hampir 50% dari jumlah total relawan adalah para mahasiswa (Sapto, 2012).

Di dalam proses menjalankan studinya, mahasiswa memiliki jadwal kuliah yang padat dan juga tugas-tugas perkuliahan. Djamarah (2002) mengatakan bahwa selama menuntut ilmu di lembaga pendidikan formal baik pelajar maupun mahasiswa, tidak terlepas dari keharusan mengerjakan tugas-tugas studi. Tetapi padatnya jadwal perkuliahan dan kewajiban mahasiswa dalam mengerjakan tugas-tugasnya tidak membuat mereka berhenti melakukan kegiatan kerelawanan padahal kegiatan kerelawanan yang mereka lakukan akan menghabiskan waktu mereka, membuat mereka harus terlibat interaksi dengan orang-orang asing dan bahkan kegiatan tersebut tidak menghasilkan uang untuk mereka.

(10)

Berdasarkan fenomena ini peneliti tertarik ingin mengetahui apa sebenarnya motivasi yang melatarbelakangi mahasiswa melakukan kegiatan kerelawanan sampai mereka rela melakukannya di tengah padatnya jadwal perkuliahan serta tugas-tugas, harus terlibat interaksi dengan orang-orang asing dan bahkan tanpa adanya bayaran.

Terdapat banyak teori yang menjelaskan mengenai motivasi yang mendasari perilaku manusia. Khusus mengenai motivasi kerelawanan akan dibahas dengan pendekatan fungsional Clary dan Snyder (1998), pendekatan fungsional ini untuk memahami motivasi yang mendorong individu menjadi relawan dan yang mempertahankan usaha mereka dari waktu ke waktu. Dengan arah luas yang disediakan oleh teori fungsionalis, Clary dkk berusaha untuk menentukan motivasi tepat yang dapat dipenuhi melalui partisipasi dalam pelayanan sukarela (Clary & Snyder, 1998). Atas dasar analisis fungsi yang dilayani oleh relawan, dan temuan dari penyelidikan empiris beragam relawan, Clary dkk telah mengidentifikasi dan mengoperasionalkan enam fungsi pribadi dan sosial yang dilayani oleh relawan (Clary, dkk., 1998). Fungsi nilai (values) untuk mengekspresikan nilai-nilai yang dimiliki oleh individu seperti altruisme dan kemanusiaan. Fungsi pemahaman (understanding) melibatkan keinginan untuk belajar keterampilan baru dan untuk memanfaatkan pengetahuan atau kemampuan yang ada. Fungsi karier yaitu keinginan untuk mendapatkan karir yang berkaitan dengan pengalaman dan untuk meningkatkan prospek kerja. Fungsi sosial untuk meningkatkan interaksi sosial, memperkuat hubungan yang ada, dan untuk mendapatkan

(11)

persetujuan orang lain. Fungsi pelindung (protective) berfungsi untuk mengurangi pengaruh negatif seperti rasa bersalah karena lebih beruntung daripada orang lain dan untuk mengatasi masalah pribadi. Fungsi peningkatan (enhancement), meningkatkan efek positif dengan menyediakan sarana untuk pengembangan diri dan pertumbuhan pribadi.

Referensi

Dokumen terkait

Motivasi adalah keinginan yang terdapat pada diri seseorang.. individu yang mendorongnya untuk melakukan

Pada dasarnya setiap manusia yang terlibat dalam aktivitas perekonomian akan mengalami hal yang sama dalam dilema atau permasalahan dalam aktivitas ekonomi, baik masyarakat

Proses memonitor aktivitas-aktivitas untuk me- ngetahui apakah individu-individu dan organisasi itu sendiri memperoleh dan memanfaatkan sumber- sumber pendidikan secara

Frustasi dapat timbul dikarenakan adanya hambatan pada individu dalam memenuhi motivasi ataupun memenuhi tujuan. Sumber frustasi yang berasal dari diri individu

Teori kepuasan mendasarkan pendekatannya atas faktor-faktor kebutuhan dan kepuasan individu yang menyebabkannya bertindak serta berprilaku dengan cara tertentu. Teori ini

Teori terpadu penerimaan dan penggunaan teknologi oleh Venkatesh et al (2003), ini adalah teori yang lebih kompleks yang menjelaskan niat individu untuk

Individu yang mengalami FoMO tidak hanya terdorong untuk terlibat dalam suatu perbincangan atau terlibat dalam suatu aktivitas yang sedang terjadi Przybylski et al., 2013, akan tetapi

Perkembangan merupakan aspek perilaku dari pertumbuhan, misalnya individu mengembangkan kemampuan untuk berjalan, berbicara, berlari dan melakukan suatu aktivitas yang semakin kompleks