• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS PENINGKATAN SUBSTITUSI UNSUR NIKEL TERHADAP STRUKTUR KRISTAL DAN SIFAT MAGNET MATERIAL LANTANUM BARIUM MANGANAT. Skripsi. (S.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ANALISIS PENINGKATAN SUBSTITUSI UNSUR NIKEL TERHADAP STRUKTUR KRISTAL DAN SIFAT MAGNET MATERIAL LANTANUM BARIUM MANGANAT. Skripsi. (S."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS PENINGKATAN SUBSTITUSI UNSUR NIKEL TERHADAP STRUKTUR KRISTAL DAN SIFAT MAGNET MATERIAL

LANTANUM BARIUM MANGANAT

Skripsi

Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sains

(S.Si)

Oleh:

ADINDA ARDANI NIM. 11160970000066

PROGRAM STUDI FISIKA FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2020 M / 1441 H

(2)
(3)
(4)
(5)

v ABSTRAK

Material lantanum manganat telah banyak menarik perhatian dalam beberapa tahun belakangan ini karena mampu menghasilkan perubahan sifat bergantung pada komposisi substitusi. Pada penelitian ini dipelajari pengaruh substitusi Ni pada material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 dengan komposisi nilai x = 0; 0,1; 0,2; 0,3 terhadap fasa, struktur kristal dan sifat magnet berdasarkan raw data hasil karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM). Raw data XRD dianalisis menggunakan penghalusan metode Rietveld pada perangkat lunak GSAS-EXPGUI menunjukkan saat x = 0 – 0,2 terbentuk fasa tunggal yang memiliki struktur kristal rhombohedral dan space group R-3c. Namun, saat x = 0,3 terbentuk multi fasa yang salah satu fasanya adalah BaMO3 yang memiliki struktur kristal rhombohedral dan space group R-3m. Adanya substitusi Ni pada material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 menyebabkan melemahnya sifat magnet feromagnetik dengan menghasilkan kurva histerisis yang semakin landai serta nilai magnetisasi dan suseptibilitas yang semakin menurun seiring dengan meningkatnya komposisi x.

(6)

vi ABSTRACT

Lanthanum manganate material has attracted much attention in recent years because it is capable of producing changes in properties that depend on substitued composition. In this study the effect of Ni substitution on La0.7Ba0.3Mn1-xNixO3 material studied with the composition of the value x = 0; 0.1; 0.2; 0.3 on phase, crystal structure and magnetic properties based on raw data from X-Ray Diffraction (XRD) characterization and Vibrating Sample Magnetometer (VSM). XRD raw data were analyzed using the Rietveld refinement method in GSAS-EXPGUI software show that the sample with various x= 0 - 0.2 had a single phase with rhombohedral crystal structure and space group R-3c. However, when x = 0.3 had a multi phase, one of which is BaMO3 with rhombohedral crystal structure and space gorup R-3m. The substitution of Ni in La0.7Ba0.3Mn1-xNixO3 material causes the weakening of the ferromagnetic magnetism by producing an increasingly sloping hysteresis curve with the value of magnetization and susceptibility which decreases with increasing x composition.

(7)

vii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi Rabbil ‘Alamin, segala puji serta syukur senantiasa penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Peningkatan Substitusi Unsur Nikel Terhadap Struktur Kristal dan Sifat Magnet Material Lantanum Barium Manganat”. Dalam rangka memenuhi persyaratan memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si) di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Terselesaikannya skripsi ini tak lepas dari bantuan dan bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Mamah, Bapak dan keluarga besar penulis atas doa, semangat dan segala dukungan dalam berbagai aspek baik moril ataupun materiil.

2. Ibu Dr. Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si selaku pembimbing I dan Bapak Arif Tjahjono, M.Si selaku pembimbing II yang selalu memberikan dukungan, saran dan bimbingan dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.

3. Ibu Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M.Env.Stud selaku dekan Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Ibu Tati Zera, M.Si selaku Ketua Program Studi Fisika Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

5. Bapak Anugrah Azhar, M.Si dan Bapak Ryan Rizaldy, M.Si selaku dosen penguji dalam sidang Munaqasyah.

(8)

viii

6. Seluruh Dosen Prodi Fisika, yang telah membimbing penulis selama menempuh kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Ikhwan Nur Rahman, M.Si, Putranto Prasetyo, S.Si, Muhammad Umar

Faruqi S.Si, dan Mujadid Al-Rabi, S.Si selaku kakak senior yang selalu memberi pertolongan serta bimbingan kepada penulis.

8. Sarah Aulia Ridwan selaku rekan dalam penelitian skripsi yang selalu memberi keceriaan dan inspirasi kepada penulis.

9. Ananda Reggy Cornelia Saputry, Fauziah Larasati, Abdul Basyir, M.Si dan Eliza Wahyu selaku teman yang telah memberi saran, dan membantu penulis tanpa lelah.

10. Teman-teman Program Studi Fisika 2016 khususnya fisika material yang selalu memberikan dukungan dan motivasi kepada penulis

11. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak langsung.

Penulis menyadari penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna. Diskusi, kritik dan saran yang membangun selalu penulis harapkan. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat, bagi para pembaca dan untuk pengembangan riset yang akan datang.

Jakarta, 17 Juli 2020

(9)

ix DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ………...……….ii

LEMBAR PENGASAHAN UJIAN ………...iii

LEMBAR PERNYATAAN ………..……….iv

ABSTRAK ………..v

ABSTRACK ………...vi

KATA PENGANTAR ………...vii

DAFTAR ISI ………..ix

DAFTAR GAMBAR ………...…. xii

DAFTAR TABEL ……… xvi

BAB I PENDAHULUAN ………1 1.1. Latar Belakang ………1 1.2. Rumusan Masalah ………...4 1.3. Batasan Masalah ……….4 1.4. Tujuan Penelitian ………5 1.5. Manfaat penelitian ………..5 1.6. Sistematika Penulisan ……….5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………..7

2.1. Perovskite Lantanum Manganat ……….7

(10)

x

2.3. Teori Crystal Field dan Efek Jahn Teller ………..14

2.4. Double Exchange ………..15

2.5. Metode Penghalusan Rietveld ………...17

2.6. Karakterisasi Material ………...18

2.6.1. X-Ray Diffraction (XRD) ………...18

2.6.2. Vibrating Sample Magnetometer (VSM) ………...23

BAB III METODE PENELITIAN ……….26

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ………...26

3.2. Alat dan Bahan Penelitian ……….26

3.3. Tahapan Penelitian ………27

3.3.1. Tahapan Analisa Data XRD ………...27

3.3.2. Tahapan Analisa Data VSM ………...28

3.4. Pengolahan Raw Data Penelitian ………..28

3.4.1. Pengolahan Raw Data XRD ………..28

3.4.2. Pengolahan Raw Data VSM ……….45

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ………49

4.1. Hasil Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2 dan 0,3) ………...49

4.2. Hasil Karakterisasi Vibrating Sample Magnetometer (VSM) material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2 dan 0,3) ……….59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ……….60

(11)

xi

5.2. Saran ……….62

DAFTAR REFERENSI ……….64

(12)

xii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Struktur kristal perovskite ……..…..………8

Gambar 2.2 Stuktur perovskite lantanum manganat ……….………...9

Gambar 2.3 Kurva histerisis material La1-xBaxMnO3 (x= 0 dan 0,2) ………….10

Gambar 2.4 Kurva magnetisasi La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 (x= 0 – 0,075) .………11

Gambar 2.5 Kurva Histerisis La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 ( x= 0 – 0,06) …………..12

Gambar 2.6 Diagram fase magnetik La1xBaxMnO3....………13

Gambar 2.7 Crystal field splitting pada orbital d ………...14

Gambar 2.8 Mekanisme teori double exchange (a) apabila terjadi di bawah Tc (b) dan di atas Tc (c) ………..……...………..16

Gambar 2.9 Grafik pola XRD material La0,67Ba0.33Mn1-yNiy/2Tiy/2O3 ………....20

Gambar 2.10 Grafik pola XRD material La1-xBaxMnO3 ……….….21

Gambar 2.11 Pergeseran puncak difraksi La1-xCaxMnO3 ………...………21

Gambar 2.12 Skema tempat sample pada alat VSM ………...……….23

Gambar 2.13 Kurva Histerisis ………...………..24

Gambar 3.1 Tahapan analisis data XRD ……….………...27

Gambar 3.2 Tahapan analisis data VSM ………..………..28

(13)

xiii

Gambar 3.4 Kandidat-kandidat hasil pencocokan pada data COD …………...31

Gambar 3.5 Kandidat-kandidat hasil restraints pada data COD ………31

Gambar 3.6 Tampilan perangkat lunak PowDLL Converter ……….……32

Gambar 3.7 Tampilan file *xy pada perangkat lunak Bella ……….……..32

Gambar 3.8 Kotak dialog saat buat file PRM pada Bella ……….………..33

Gambar 3.9 Tampilan EXPGUI dalam membuat file kerja ……….……..34

Gambar 3.10 Langkah-langkah menginput file *.cif ke GSAS-EXPGUI ……...35

Gambar 3.11 Langkah-langkah memasukkan file histogram ke GSAS- EXPGUI……….36

Gambar 3.12 Langkah-langkah pemilihan penghalusan parameter ……….37

Gambar 3.13 Kotak dialog reload ………...……….38

Gambar 3.14 Output hasil penghalusan ………...………38

Gambar 3.15 Liveplot data observasi dan kalkulasi ………39

Gambar 3.16 Hasil penghalusan parameter skala ………...……….40

Gambar 3.17 Langkah-langkah pemilihan penghalusan parameter profile puncak………41

(14)

xiv

Gambar 3.19 Plot hasil penghalusan parameter skala, kisi, profile (GW

dan GW)……….…43

Gambar 3.20 Plot hasil penghalusan secara keseluruhan ………...………44

Gambar 3.21 Tampilan listview hasil akhir penghalusan ………...44

Gambar 3.22 Tampilan file *13.D pada perangkat lunak notepad ………...45

Gambar 3.23 Langkah-langkah menghilangkan koma pada data di notepad …...46

Gambar 3.24 Langkah-langkah membagi data menjadi beberapa kolom ………47

Gambar 3.25 Langkah-langkah membuat grafik ………...………..48

Gambar 3.26 Langkah-langkah menyimpan grafik ………...………..48

Gambar 4.1 Grafik pola difraksi XRD dari material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0 – 0,3)…..………..……….49

Gambar 4.2 Hasil refinement pola difraksi sinar-X material material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (a) x = 0 (b) x = 0,1 (c) 0,2 (d) x = 0,3 ……...51

Gambar 4.3 Pergeseran pola difraksi XRD dari material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0 – 0,3) pada intensitas tertinggi ………..………54

Gambar 4.4 Ukuran kristal rata-rata terhadap komposisi nilai x fasa La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 …….………57

(15)

xv

Gambar 4.4 Visualisasi struktur kristal material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3

(a) x = 0 (b) x = 0,1; 0,2 (c) x = 0,3 ………..………58

(16)

xvi

DAFTAR TABEL

Tabel 4.1 Hasil analisis parameter struktur fasa La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 yang diperoleh dari karakterisasi XRD…………..………..51

Tabel 4.2 Hasil analisis parameter struktur fasa BaMnO3 yang diperoleh dari karakterisasi XRD …...……..………..51

Tabel 4.3 Jari-jari ion pada material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 ……….53 Tabel 4.4 Nilai θ, cos θ, FWHM yang dimiliki puncak dengan intensitas tertinggi

saat x = 0 pada fasa La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 …..……….56

Tabel 4.5 Ukuran kristal rata-rata fasa La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 untuk

masing-masing komposisi nilai x dan ukuran kristal fasa BaMnO3 ….56

Tabel 4.6 Hasil perhitungan saturasi magnetik, suseptibilitas serta probabilitas Mn3+-O-Mn4+ pada material La

(17)

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang

Tingginya kebutuhan manusia dari setiap waktunya merupakan acuan dari berkembangnya teknologi saat ini yang semakin hari semakin canggih. Hal ini memicu peneliti untuk melakukan rekayasa material agar dapat diaplikasikan pada perangkat teknologi terkini. Penelitian terhadap material perovskite manganat khususnya lantanum manganat telah banyak menarik perhatian dalam beberapa tahun belakangan ini. Hal ini disebabkan karena sifat magnet dan sifat listrik yang dimilikinya yaitu efek magnetoresistan dimana material akan mengalami perubahan resistansi listrik ketika diberikan medan magnet eksternal. Sifat ini dapat diaplikasi sebagai penyimpanan data, sensor magnet dan beberapa tahun belakangan ini telah dikembangkan sebagai material absorber [1].

Secara umum, rumus kimia perovskite manganat adalah AMnO3 dengan A merupakan unsur tanah jarang berumuatan +3 seperti La, Nd atau Pr. Pada penelitian ini material perovskite manganat yang akan dibahas adalah lantanum manganat (LaMnO3). Material lantanum manganat memiliki karakteristik kemagnetan dan kelistrikan yang unik karena akan menghasilkan sifat berbeda bergantung pada komposisi x yang merupakan banyaknya substitusi unsur-unsur tertentu pada material ini. LaMnO3 merupakan material yang bersifat antiferomagnetik dan akan menunjukkan menunjukkan sifat feromagnetik ketika site Mn memiliki muatan valensi lebih dari tiga [2].

(18)

2

Adanya substitusi ion divalent di site A pada material perovskite lantanum manganat dengan ion logam divalent seperti Ca2+, Sr2+, Ba2+ menyebabkan ion Mn memiliki 2 valensi yang berbeda yang dapat dituliskan menjadi 𝐿𝑎1−𝑥3+ 𝐴𝑥2+(𝑀𝑛

1−𝑥3+ 𝑀𝑛𝑥4+)𝑂32− , hal ini terjadi karena adanya transfer elektron

melalui ion O2- yang dapat dijelaskan dengan interaksi double exchange. Substitusi Ba2+ pada site Mn masih sedikit dipelajari jika dibandingkan dengan substitusi Ca2+ dan Sr2+ meskipun memiliki nilai Tc diatas suhu ruang yaitu sekitar 340 K [3, 4]. Substitusi Ba2+ pada site Mn meyebabkan material LaMnO

3 memiliki sifat feromagnetik karena terjadi interaksi double exchange didalamnya [1].

Jonker dan Van Santen pada tahun 1950 telah melakukan penelitian perovskite manganat, mereka menunjukkan bahwa adanya keterkaitan antara temperature curie (Tc), magnetisasi dan resistivitas pada sampel La1-xAxMnO3 terhadap variasi komposisi x [2]. Selain dengan dilakukannya substitusi ion logam divalent pada site A banyak penelitian yang melakukan rekayasa material dengan mensubstitusikan ion logam transisi pada site B yaitu pada Mn seperti Cu, Fe, Ni, Co, Ti dan sebagainya.

Adanya substitusi ion logam pada site Mn dapat mempengaruhi interaksi double exchange karena menyebabkan perubahan rasio antara Mn3+ dan Mn4+ yang dimiliki material lantanum manganat. Oleh karena itu material akan menunjukkan perubahan sifat berbeda ketika adanya substitusi ion pada site La ataupun Mn. Perubahan sifat ini terjadi karena perubahan stuktur kristal, ukuran kristal, jari-jari ion, temperature curie (Tc) dan saturasi magnet pada material. Sifat magnet

(19)

3

lantanum manganat sangat dipengaruhi oleh jari-jari ion pada site A dan site B serta rasio antara Mn3+ dan Mn4+ yang nilainya sangat bergantung pada komposisi x [5].

Priyo et al [6] mensintesis La1-xBaxMnO3 dengan metode mechanical alloying menghasilkan material yang memiliki sifat feromagnetik setelah adanya substitusi Ba pada site Mn. Namun, saat x > 0,2 material mengalami penurunan sifat magnet dikarenakan terbentuknya dua fasa yaitu LaMnO3 dan BaMnO3 dimana BaMnO3 bersifat antiferomagnetik. Selanjutnya, Sitti et al [7] melakukan penelitian pada material La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 yang disintesis menggunakan metode solid state reaction dan menghasilkan adanya penurunan sifat magnet seiring dengan meningkatnya komposisi x tetapi berpotensi sebagai material absorber gelombang elektromagnetik karena menghasilkan nilai reflection loss (besarnya kemampuan suatu bahan dalam menyerap gelombang elektromagnetik) yang semakin meningkat seiring dengan meningkatnya komposisi x.

F. Ayadi et al telah melaporkan bahwa adanya peningkatan temperature curie (Tc) pada material yang disintesis dengan metode sol gel jika dibandingkan dengan metode solid state reaction yaitu 350°C dan 325°C [8]. Hal ini memungkinkan bahwa material yang disintesis dengan menggunakan metode sol gel akan memiliki sifat magnet yang lebih baik dibandingkan dengan metode solid state reaction karena nilai temperature curie yang dimilikinya.

Penelitian ini dilakukan berdasarkan data sekunder berupa raw data X-Ray Diffraction (XRD) dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 dengan komposisi nilai x = 0; 0,1; 0,2; 0,3 yang disintesis

(20)

4

menggunakan metode sol gel (Sumber: Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Dr.Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si, Arif Tjahjono, M.Si, et al) dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh substitusi Ni terhadap fasa, struktur kristal, dan sifat magnet pada material.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah menganalisis data sekunder berupa raw data X-Ray Diffraction (XRD) dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 dengan komposisi nilai x = 0; 0,1; 0,2; 0,3 yang diketahui telah disintesis menggunakan metode sol gel (Sumber: Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Dr.Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si, Arif Tjahjono, M.Si, et al). Kendala yang sering terjadi pada hasil sintesis adalah menghasilkan material yang tidak sesuai harapan dengan terbentuknya fasa asing yang tidak diinginkan. Oleh karena itu perlunya dilakukan identifikasi fasa, struktur kristal, parameter kisi, dan sifat magnet yang dimiliki material tersebut.

1.3. Batasan Masalah

Batasan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Analisis fasa, struktur kristal dan parameter kisi material La0,7Ba0,3Mn 1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2; 0,3) menggunakan perangkat lunak GSAS-EXPGUI hingga mencapai nilai 𝜒2 yang konvergen dari data sekunder

(21)

5

2. Analisis sifat magnet material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2; 0,3) dari data sekunder berupa raw data Vibrating Sample Magnetometer (VSM).

1.4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menentukan pengaruh substitusi Ni terhadap fasa, struktur kristal dan parameter kisi pada material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2; 0,3). 2. Menentukan pengaruh substitusi Ni terhadap sifat magnet pada material

La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2; 0,3). 1.5. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh substitusi Ni pada material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2; 0,3) berupa fasa, struktur kristal, parameter struktur serta sifat magnet yang dimiliki material.

1.6. Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan skripsi ini tersusun dari lima bab dengan beberapa sub bab dengan uraian sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini berisi tentang latar belakang penelitian, perumusan masalah, tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.

(22)

6 BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi tentang landasan teori penelitian, yang meliputi dari informasi material, informasi metode analisis, hingga hasil karakterisasi penelitian-penelitian sebelumnya.

BAB III METODE PENELITIAN

Bab ini berisi tentang langkah penelitian yang meliputi waktu dan tempat penelitian, peralatan dan bahan penelitian, serta tahapan penelitian.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil penelitian berupa data yang telah diambil dan diolah yang selanjutnya dianalisis dan dibahas sesuai data yang diperoleh.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dari semua hasil penelitian serta saran berdasarkan pada hasil dan kesimpulan yang diperoleh untuk penelitian dan pengembangan selanjutnya.

(23)

7 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Perovskite Lantanum Manganat

Kalsium titanium oksida (CaTiO3) merupakan mineral perovskite pertama yang ditemukan di Pegunungan Ural Rusia oleh ahli mineral L.A. Perovski. Secara umum, perovskite memiliki rumus ABO3 dimana A merupakan ion tanah jarang trivalent seperti La3+,Pr3+,Nd3+, B merupakan ion logam transisi seperti Mn3+ dan O merupakan Oksigen. Perovskite lantanum manganat memiliki formula kimia LaMnO3 yang struktur kristalnya merupakan turunan dari struktur perovskite ABO3 dengan site A diisi oleh La3+ dan site B diisi oleh Mn. Penelitian terhadap material perovskite lantanum manganat telah banyak menarik perhatian dalam beberapa tahun belakangan ini. Hal ini disebabkan karena sifat magnet dan sifat listrik yang dimilikinya yaitu efek magnetoresistan dimana material akan mengalami perubahan resistansi listrik ketika diberikan medan eksternal [1].

Pada site A material lantanum manganat dapat disubstitusikan dengan ion alkali tanah divalent seperti Ca2+, Sr2+, Ba2+. Ketika ion divalent disubstitusikan pada La maka Mn akan memiliki 2 valensi yang berbeda dan dapat dituliskan menjadi 𝐿𝑎1−𝑥3+ 𝐴

𝑥 2+(𝑀𝑛

1−𝑥3+ 𝑀𝑛𝑥4+)𝑂32−, hal ini terjadi karena adanya transfer

elektron melalui ion O2- yang dapat dijelaskan dengan interaksi double exchange. Sedangkan pada site B dapat disubstitusikan dengan ion logam seperti Cu, Co, Ti, Fe, Ni dan sebagainya. Ketika adanya substitusi ion logam pada site B menyebabkan perubahan rasio antara Mn3+ dan Mn4+ [2].

(24)

8

Gambar 2.1 Struktur kristal perovskite [9].

Struktur perovskite yang ideal memiliki struktur kristal simple cubic [10] seperti yang ditunjukkan pada gambar 2.1. Kestabilan struktur perovskite sangat bergantung pada kecocokan ukuran ion di site A dan B. Apabila terdapat ketidakcocokan antara ion dalam kisi akan membuat struktur perovskite mengalami distorsi. Distorsi parameter kisi ini menyebabkan perubahan struktur kristal sehingga mempengaruhi sifat listrik dan magnetik pada material [9]. Untuk menggambarkan distrorsi akibat ketidakcocokan ion dalam struktur perovskite maka dapat didefinisikan dengan faktor toleransi Goldscmidht (tG), seperti persamaan berikut:

𝑡

𝐺

=

<𝑟𝐴> + <𝑟𝑜>

√2 (<𝑟𝑏> + <𝑟𝑜>)

(2.1)

dimana < 𝑟𝐴 >, < 𝑟𝑏> dan < 𝑟𝑜 > adalah rata-rata jari-jari ion A, B dan O [9].

Berdasarkan faktor toleransi Goldscmidht (tG) struktur perovskite yang ideal memiliki tG = 1 [9]. Senyawa oksida mangan akan memiliki struktur perovskite apabila memiliki tG dalam batas 0,89 < tG < 1,02 [6]. Saat tG < 0,96 akan membentuk struktur orthorhombic, dan akan membentuk struktur rhombohedral

Kation A

Kation B Anion Oksigen

(25)

9

saat 0,96 < tG < 1 [12]. Amel et al melaporkan dalam penelitiannya bahwa ia mendapat tG sebesar 0.946 dan 0.905 sehingga membentuk struktur kristal orthorhombic [6].

Gambar 2.2 Stuktur perovskite lantanum manganat [13].

Gambar 2.2 merupakan struktur perovskite lantanum manganat sebelum dan setelah adanya substitusi kation pada site A. Gambar 2.2 (b) merupakan struktur kristal yang dimiliki material LaMnO3, sedangkan gambar 2.2 (a) dan (c) menunjukkan pengaruh distorsi struktur kristal akibat substitusi kation Ca2+, Ba2+ dan Sr2+. Kation Ca2+ memiliki jari-jari yang lebih kecil dari jari-jari kation La2+ sehingga menghasilkan parameter kisi yang semakin kecil, sedangkan kation Ba2+ dan Sr2+ memiliki jari-jari yang lebih besar dari jari-jari yang dimiliki kation La2+ sehingga menghasilkan parameter kisi yang semakin besar juga. Azwar et al [14] dalam penelitiannya menganalisis struktur single phase sistem La1-xBaxMnO3 menghasilkan nilai parameter kisi yang semakin besar dan diikuti dengan meningkatnya volume saat site La3+ didoping dengan kation Ba2+.

Struktur perovskite LaMnO3

Doping dengan kation yang lebih kecil pada site A

Contoh: La1-xCaxMnO3

Doping dengan kation yang lebih kecil pada site A

Contoh: La1-xSrxMnO3

La1-xBaxMnO3

Lantanum Calcium

Strointium atau barium Manganat Oksigen

(26)

10

Pada penelitian-penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa LaMnO3 yang disintesis dengan metode solid state reaction memiliki struktur orthorombik pada suhu ruang oleh Norby et al [15], La1-xBaxMnO3 yang disintesis dengan metode mechanical alloying memiliki struktur monoklinik oleh Priyo et al [6] dan Kharrat et al [16] mensintesis La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 (x = 0 – 0,075) dengan metode sol gel menghasilkan struktur rhombohedral dengan space group R-3c.

2.2. Sifat Magnet Lantanum Manganat

Material lantanum manganat (La1-xAxMnO3) memiliki karakterisik kemagnetan dan kelistrikan yang unik karena akan menghasilkan sifat berbeda bergantung pada komposisi x. Priyo et al [1] melakukan penelitian tentang sifat magnetik perovskite lantanum barium manganat pada suhu ruang dan menghasilkan kurva histerisis seperti pada gambar 2.3.

Gambar 2.3 Kurva Histerisis material La1-xBaxMnO3 (x= 0 dan 0,2) [1].

Berdasarkan gambar 2.3 terlihat perbedaan pola magnetik dari sebelum dan setelah adanya substitusi Ba2+ pada material LaMnO3. Hal ini mengindikasikan bahwa material LaMnO3 mengalami perubahan sifat magnet yaitu dari yang sebelumnya bersifat antiferomagnetik menjadi feromagnetik setelah adanya substitusi. Perubahan sifat ini terjadi karena dengan adanya substitusi Ba2+

(27)

11

menyababkan ion Mn memiliki dua valensi yang berbeda yaitu Mn3+ dan Mn4+ sehingga untuk menjaga keseimbangan antar ion maka akan terjadi perpindahan elektron dari ion Mn3+ ke ion Mn4+ melalui ion O2- [1].

Kharrat et al [16] telah melakukan penelitian pada material La0,67Ba0,33Mn 1-xNixO3 dengan nilai x = 0 - 0,075 yang disintesis menggunakan metode sol gel dan menghasilkan kurva magnetisasi seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Kurva magnetisasi La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 (x= 0 – 0,075) [16].

Gambar 2.4 menunjukkan adanya penurunan Tc seiring dengan meningkatnya komposisi x dengan nilai Tc masing-masing saat x = 0; 0,025; 0,075

(28)

12

yaitu sebesar 336 K, 328 K dan 302 K. Temperature curie (Tc) merupakan suhu transisi fasa pada material dari feromagnetik menjadi paramagnetik.

Gambar 2.5 Kurva Histerisis La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 (x= 0 – 0,06) [17].

Sitti et al [17] melakukan penelitian pada material La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 dengan nilai x = 0 - 0,06 yang disintesis menggunakan metode solid state reaction dan menghasilkan kurva histerisis seperti pada gambar 2.5. Terlihat adanya penurunan nilai saturasi magnet seiring dengan meningkatnya komposisi nilai x karena dengan adanya Ni menyebabkan perubahan rasio Mn3+ dan Mn4+.

Berdasarkan penelitian sebelumnya maka dapat disimpulkan dengan adanya substitusi Ba pada site La menyebabkan material LaMnO3 dengan keadaan oksidasi awal yaitu 𝐿𝑎3+𝑀𝑛3+𝑂32− berubah menjadi 𝐿𝑎1−𝑥3+ 𝐵𝑎𝑥2+(𝑀𝑛1−𝑥3+ 𝑀𝑛𝑥4+)𝑂32− sehingga terjadi transisi sifat dari antiferomagnetik menjadi feromagnetik melalui interaksi double exchange [3]. Semakin bertambahnya komposisi Ni yang disubstitusikan pada ion Mn menyebabkan perubahan rasio ion Mn3+ dan Mn4+ yang akan mengganggu interaksi double exchange dan menyebabkan penurunan Tc [3].

(29)

13

Gambar 2.6 Diagram fase magnetik La1xBaxMnO3 [4].

Ju et al [4] telah melakukan penelitian tentang diagram fase magnetik La1xBaxMnO3 yang disintesis dengan metode solid state reaction dengan varisi konsentrasi 0 ≤ x ≥ 1. Pada gambar 2.6 terlihat bahwa material La1-xBaxMnO3 bersifat feromagnetik untuk seluruh nilai x. Seiring dengan meningkatnya nilai x temperature transisi feromagnetik mengalami peningkatan hingga mencapai titik maksimum sekitar 340 K.

Parameter yang menunjukkan sifat dan karakteristik magnetik suatu material dapat ditunjukkan dengan nilai magnetic susceptibility (𝜒) dan magnetic permeability (µ) [18]. Magnetic susceptibility merupakan kepekaan suatu material untuk termagnetisasi, sedangkan magnetic permeability merupakan kemampuan suatu material dapat dimagnetisasi [19]. Dengan adanya medan magnet H maka momen magnetik dalam suatu material akan cenderung menjadi sejajar sesuai dengan besar medan magnet yang diberikan sehingga besarnya magnetisasi akan berbanding lurus dengan medan magnet dan dapat dituliskan dengan persamaan sebagai berikut:

(30)

14

𝑀 = 𝜒𝐻 (2.2)

dimana M, 𝜒, dan H adalah magnetisasi, magnetic susceptibility dan medan magnet.

2.3. Teori Crystal Field dan Efek Jahn Teller

Ion Mn pada LaMnO3 dikelilingi oleh octahedron oksigen sehingga membentuk MnO6 dan mengisi orbital 3d pada konfigurasi elektron. Orbital 3d terbagi menjadi dua tingkat orbital berdasarkan tingkat energinya yaitu orbital yang memiliki tingkat energi lebih rendah disebut t2g (dxy, dyz dan dxz) dan orbital yang tingkat energinya lebih tinggi disebut eg (𝑑𝑥2−𝑦2 dan 𝑑3𝑧2−𝑟2) [20], seperti yang

ditunjukkan dalam gambar 2.7. Jarak yang memisahkan antara t2g dengan eg adalah sekitar 1eV [9].

Gambar 2.7 Crystal field splitting pada orbital d [20].

Menurut aturan Hund, semua elektron yang mengisi orbital d pada ion Mn harus memiliki arah spin yang sama sehingga semua elektron pada Mn3+ dan Mn4+ memiliki arah spin yang sama dalam ground state (keadaan dasar) [21]. Pada ion Mn4+ (𝑡2𝑔3 𝑒

𝑔0) tiga elektron menempati t2g tanpa adanya elektron di eg, sedangkan ion Mn3+ (𝑡2𝑔3 𝑒

(31)

15

sehingga Crystal field splitting terjadi pada ion Mn3+. Elektron pada level eg lebih mudah melakukan lompatan dari ion Mn yang satu ke ion Mn lainnya melalui ion oksigen sehingga keadaannya menjadi tidak stabil dan menyebabkan terjadinya breaking degenerasi oleh interaksi orbital kisi.

Efek Jahn-Teller memiliki peran dalam terjadinya distorsi kristal, teorema ini menyatakan bahwa keadaan elektronik yang terdegenerasi mengalami kondisi yang tidak stabil dan untuk menstabilkannya maka terjadi distorsi struktur kristal dengan membentuk sistem simetri dengan energi yang lebih rendah untuk menghilangkan degenerasi [9]. Distorsi Jahn-Teller akan efektif dalam lantanum manganat dengan komposisi substitusi yang rendah untuk menghasilkan ion Mn3+ yang lebih dominan, sedangkan rasio antara Mn3+ dengan Mn4+ dapat dimodifikasi oleh nilai x yang berbeda [20]. Distorsi Jahn-Teller mempengaruhi besar kecilnya temperature curie (Tc), semakin besarnya terjadinya distori Jahn-Teller maka akan menghasilkan Tc yang akan semakin kecil [22].

2.4. Double Exchange

Jonker dan Van Santen menyatakan bahwa adanya keterkaitan antara temperature curie (Tc), magnetisasi dan resistivitas pada perovskite manganat [2], yang mekanismenya dijelaskan pertama kali oleh Zener dengan teori double exchange. Teori double exchange merupakan teori yang menjelaskan perpindahan elektron antara dua ion yang berbeda karena adanya substitusi ion lain sehingga menyebabkan terjadinya distorsi pada struktur material. Zener menunjukkan bahwa substitusi ion di site A pada La1-xAxMnO3 menyebabkan ion Mn memiliki valensi

(32)

16

campuran yaitu Mn3+ dan Mn4+, yang masing-masing memiliki konfigurasi elektron (3𝑑4, 𝑡

2𝑔3 𝑒𝑔1) dan (3𝑑3, 𝑡2𝑔3 𝑒𝑔0) [23].

Gambar 2.8 Mekanisme teori double exchange (a) apabila terjadi di bawah Tc (b) dan di atas Tc (c) [20].

Gambar 2.8 (a) merupakan skema perpindahan elektron dengan cara hopping secara bersamaan dari Mn3+ ke O2- dan dari O2- ke Mn4+ pada material perovskite manganat. Orbital O2- diasumsikan terisi penuh karena memiliki konfigurasi elektron 2p6. Apabila peristiwa double exchange terjadi dibawah Tc maka spin yang dimiliki ion Mn3+ dan Mn4+ memiliki arah yang sama dan menyebabkan material bersifat feromagnetik seperti pada gambar 2.8 (b). Namun, apabila peristiwa ini terjadi diatas Tc seperti pada gambar 2.8 (c) maka arah spin menjadi tidak beraturan yang akan menghambat proses transfer elektron.

(33)

17 2.5. Metode Penghalusan Rietveld

Metode penghalusan Rietveld pertama kali diperkenalkan oleh H.M. Rietveld yang pada saat itu digunakan untuk mempelajari struktur kristal campuran uranium oksida [24]. Metode penghalusan Rietveld atau Rietveld refinement adalah sebuah metode penghalusan dengan cara mecocokan data difraksi kalkulasi dengan data difraksi observasi yang didasarkan pada metode kuadrat terkecil (least-square). Metode pencocokan ini dilakukan dengan cara menghaluskan parameter-parameter data difraksi kalkulasi yang bertujuan untuk mendapatkan nilai minimum dari selisih kuadrat intensitas antara data difraksi kalkulasi dengan observasi yang dinyatakan sebagai fungsi minimum residu S sebagai berikut:

𝑆𝑦 = ∑𝑁 𝑤𝑖

𝑖=1 [𝐼𝑜𝑏− 𝐼𝑐𝑎𝑙]2 (2.3)

dimana 𝑤𝑖, 𝐼𝑜𝑏, dan 𝐼𝑐𝑎𝑙 adalah weighting factor yaitu 1 𝐼⁄ 𝑜𝑏 , intensitas observasi dan intensitas kalkulasi [25].

Pada penelitian ini penghalusan Rietveld dilakukan menggunakan bantuan perangkat lunak General Structure Analysis System (GSAS). General Structure Analysis System (GSAS) dibuat oleh R.B. Von Dreele dan A.C. Larson pada tahun 199l yang merupakan salah satu program untuk proses analisis data difraksi kristal dan serbuk yang didapatkan dari sinar-x atau neutron [26]. Kriteria keberhasilan penghalusan dalam GSAS adalah ketika mendapatkan fit terbaik antara data difraksi kalkulasi dan observasi dengan mendapatkan nilai 𝜒2 (Chi**2) yang konvergen dengan nilai diantara 1 dan 1,3 [25].

(34)

18

𝜒

2

= √

𝛴 𝑤(𝐼𝑜𝑏−𝐼𝑐𝑎𝑙)2

𝑀−𝑃

=

𝑅𝑤𝑝

𝑅𝑒𝑥𝑝 (2.4)

dimana w, 𝐼𝑜𝑏, 𝐼𝑐𝑎𝑙, M, P, 𝑅𝑤𝑝, dan 𝑅𝑒𝑥𝑝 adalah weighting factor yaitu 1 𝐼⁄ 𝑜𝑏 , intensitas observasi, intensitas kalkulasi, jumlah data, parameter yang dihaluskan, weighting R-profile dan weighting R-expectation.

2.6. Karakterisasi Material

Karakterisasi material dilakukan untuk mengetahui karakteristik yang dimiliki suatu material. Pada penelitian ini menggunakan 2 alat uji karakterisasi yaitu X-Ray Diffraction (XRD) untuk menentukan fasa, struktur kristal dan parameter kisi suatu material dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) untuk melihat sifat kemagnetannya.

2.6.1. X-Ray Diffraction (XRD)

X-Ray Diffraction (XRD) merupakan alat karakterisasi yang digunakan untuk menentukan fasa, struktur kristal dan parameter kisi suatu material. Terdapat 3 komponen dasar penyusun alat XRD yaitu X-Ray tube, X-Ray detector, dan sample holder [27]. Prinsip dasar kerja pada alat karakterisasi XRD yaitu dengan adanya difraksi sinar-X yang mengenai atom-atom dalam kristal.

Secara sederhana proses kerja XRD yaitu sinar-X yang dihasilkan dari X-Ray tube kedap udara yang didalamnya terdapat katoda (filamen) bermuatan negatif sebagai penghasil elektron dan anoda bermuatan positif sebagai target penembakan elektron. Dengan memanaskan filamen terbentuknya awan-awan elektron disekitar filamen tersebut yang kemudian ditembakkan dengan listrik bertegangan tinggi

(35)

19

sehingga elektron memiliki energi kinetik yang tinggi. Karena elektron bermuatan negatif, maka elektron akan bergerak menuju sebuah plat logam (atom) yang diletakan pada bagian anoda yang bermuatan positif. Interaksi elektron ini akan menghasilkan sinar-X yang dapat meradiasi ke segala arah yang akan keluar dari X-Ray tube dan berinteraksi dengan struktur kristal material yang diuji.

Tembaga adalah target yang paling umum digunakan dalam XRD dengan radiasi CuKα sebesar 1,5418 Å [27] seperti yang digunakan instrument XRD pada penelitian ini. Saat sampel dan detector diputar maka intensitas sinar-X yang didifraksikan mengenai sampel dicatat. Peristiwa ini memenuhi hukum Bragg sehingga terjadi interferensi konstruktif sinar-X dan menghasilkan puncak dengan intensitasnya masing-masing.

Sinar-X yang terdifraksi oleh kisi-kisi dari setiap material akan menghasilkan pola XRD yang berbeda-beda antara satu dengan lainnya yang dapat digambarkan dengan persamaan hukum Bragg sebagai berikut:

𝑛λ = 2d sin θ (2.5)

dimana n, λ, d, dan θ adalah orde difraksi berupa bilangan bulat, panjang gelombang sinar-X yang digunakan, jarak antar bidang, dan θ adalah sudut difraksi.

Sitti et al [28] telah melakukan karakterisasi XRD pada material La0,67Ba0,33Mn1-yNiy/2Tiy/2O3 (y = 0,02, 0,04, dan 0,06) yang disintesis dengan metode solid state reaction didapatkan pola XRD seperti pada gambar 2.9. Terlihat bahwa seiring dengan meningkatnya nilai y pada sampel menyebabkan puncak difraksi bergeser ke kiri mengarah ke θ yang lebih kecil karena menghasilkan

(36)

20

parameter kisi yang semakin besar yaitu parameter kisi a saat x = 0,02; 0,04; dan 0,06 dengan nilai masing-masing sebesar 5,519 Å, 5.549 Å dan 5,558 Å.

Gambar 2.9 Grafik pola XRD material La0,67Ba0,33Mn1-yNiy/2Tiy/2O3 [28].

Pergeseran puncak difraksi menuju θ yang lebih rendah juga terjadi pada penelitian Priyo et al [6] saat adanya substitusi ion Ba2+ pada material LaMnO

3 yang dapat dilihat pada gambar 2.10. Pergeseran puncak difraksi terjadi karena jari-jari ion Ba2+ lebih besar dari jari-jari ion La3+ yaitu 1,35 Å dan 1,216 Å yang menyebabkan jari-jari ion pada site A akan mengalami peningkatan. Terlihat pada gambar 2.10 saat x ≤ 0,2 tidak ada puncak asing yang terbentuk pada pola difraksi sehingga menghasilkan fasa tunggal. Berbeda saat x ≥ 0,3 didapatkan puncak asing yang dimiliki BaMnO3 sehingga menghasilkan mutli fasa.

(37)

21

Gambar 2.10 Grafik pola XRD material La1-xBaxMnO3 [6].

Pergeseran puncak difraksi menuju θ yang lebih besar terjadi pada penelitian Jia et al [29] yang ditunjukkan pada gambar 2.11. Pergeseran puncak ini terjadi seiring dengan meningkatnya komposisi x karena jari-jari ion Ca2+ lebih kecil dari jari-jari ion La3+ yaitu 1,18 Å dan 1,216 Å sehingga menghasilkan parameter kisi yang semakin kecil. Hal ini sesuai dengan persamaan hukum Bragg yang menunjukkan bahwa nilai θ akan semakin besar saat jarak antar bidang kristal semakin kecil, dimana jarak antar bidang dengan parameter kisi memiliki perbandingan yang lurus.

(38)

22

Selain dapat menentukan fasa, struktur kristal dan parameter kisi suatu material hasil data XRD juga dapat digunakan untuk mengetahui besar ukuran kristal material yang diuji dengan menggunakan persamaan Scherrer sebagai berikut:

𝐷 =

0,9 λ

𝛽 cos θ

(2.6)

dimana D, λ, dan β adalah ukuran kristal pada sudut θ, panjang gelombang yang digunakan sinar-X, dan pelebaran kurva (FWHM) [23]. Semakin lebar kurva pada puncak maka akan semakin kecil ukuran kristal yang dihasilkan karena D dengan β memiliki nilai yang berbanding terbalik.

2.6.2. Vibrating Sample Magnetometer (VSM)

Vibrating Sample Magnetometer (VSM) merupakan alat karakterisasi yang digunakan untuk menganalisis sifat magnet suatu material yang bekerja berdasarkan metode induksi. Metode induksi merupakan salah satu metode yang digunakan dalam mengukur besar magnetisasi dari sinyal yang dihasilkan oleh cuplikan yang bergetar dalam lingkungan medan magnet pada sepasang kumparan [30].

Output yang dihasilkan menggunakan karakterisasi VSM pada penelitian yaitu berupa raw data yang berisi pengukuran momen magnetik dalam satuan miliemu, massa sampel yang digunakan dalam pengukuran dalam satuan milligram, suhu yang digunakan dalam pengujian dalam satuan Kelvin, medan eksternal yang diberikan dalam satuan Oersted, dan kurva histerisis dengan perbandingan antara

(39)

23

medan eksternal (Oe) dan magnetisasi (emu/g). Kurva histerisis dihasilkan sebagai akibat dari adanya perubahan medan magnet ektsternal.

Seperti yang telihat pada gambar 2.12 sampel pada alat VSM diletakkan pada ujung bawah pemegang sampel yang akan bergetar dengan frekuensi tertentu secara vertikal didalam lingkungkan medan magnet eksternal. Gerakan osilasi dari sampel akan menghasilkan tegangan induksi yang sebanding dengan besarnya magnetisasi dari sampel yang akan digambarkan dalam bentuk kurva histerisis [32]. Dari kurva histerisis yang dihasilkan dapat dianalisis besarnya saturasi magnet dan nilai suseptibilitas yang merupakan kepekaan suatu magnet saat termagnetisasi.

Gambar 2.12 Skema tempat sample pada alat VSM [31].

Kurva histerisis menggambarkan besarnya kekuatan magnet atau magnetisasi (M) pada material saat diberikan medan magnet eksternal (H). Kurva histerisis untuk bahan yang belum termagnetisasi baik M dan H akan berada pada titik nol. Ketika medan magnet H diperbesar dari nol secara kontinu maka magnetisasi akan meningkat dari titik nol ke titik a yang merupakan titik saturasi seperti pada gambar 2.13.

(40)

24

Gambar 2.13 Kurva Histerisis [33].

Titik saturasi (Ms) yaitu keadaan dimana momen magnetik tersusun secara parallel [31]. Ketika medan magnet diperkecil maka nilai magnetisasi akan menurun tetapi tidak mengikuti lengkungan kurva saat magnetisasi awal. Saat medan magnet telah mencapai titik nol, magnetisasi tidak akan mencapai titik nol karena adanya sisa magnet dalam inti yang ditunjukkan pada gambar 2.13 dari titik a ke titik b yang merupakan remanen. Remanen (Mr) yaitu magnetisasi yang diperoleh setelah material diberikan medan magnet yang besar lalu dihilangkan [31].

Untuk menjadikan M = 0 diperlukan medan magnet negatif yang disebut dengan koersivitas. Berdasarkan nilai koersivitasnya, bahan magnet dibedakan menjadi dua yaitu soft magnetic dan hard magnetic. Untuk bahan yang memiliki nilai koersivitas yang kecil (dibawah 1 kA/m) disebut soft magnetic, sedangkan untuk bahan yang memiliki nilai koersivitas yang lebih besar disebut hard magnetic [18].

Jika medan magnet negatif diperbesar maka material akan termagnetisasi dengan arah yang berlawanan menuju titik d, ketika medan magnet menjadi nol maka sisa magnet dalam inti akan sama dengan nilai sebelumnya tetapi pada arah

(41)

25

yang sebaliknya yaitu pada titik e. Untuk membalikan medan magnet kearah positif maka magnetisasi akan mencapai titik nol (titik f) dan akan terus diperbesar hingga mencapai saturasi pada titik a. Maka akan membentuk lintasan tertutup yang disebut dengan kurva histerisis.

(42)

26 BAB III

METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa raw data hasil karakterisasi XRD dan VSM material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3. Proses pengolahan dan hasil analisa data dilakukan di PLT UIN Syarif Hidayatullah Jakarta mulai dari Maret-Juli 2020.

3.2. Alat dan Bahan Penelitian

Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Seperangkat computer OS windows 10 dan Microsoft excel 2010. b. Perangkat lunak GSAS-EXPGUI.

c. Perangkat lunak MATCH! Version 1.10 dilengkapi dengan data COD update 20160104.

d. Perangkat lunak converter BellaV2_23 dan PowDLL Version 2.42. e. Perangkat lunak VESTA Version 3.4.6.

f. Data sekunder berupa raw data X-Ray Diffraction (XRD) dan Vibrating Sample Magnetometer (VSM) material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2 dan 0,3) yang diketahui telah melalui proses sintesis dengan metode sol-gel, proses dehidrasi pada suhu 453 K selama 3 jam, proses kalsinasi pada 873 K selama 8 jam dan proses sintering pada 1123 K selama 10 jam. (Sumber: Penelitian yang telah dilakukan sebelumnya oleh Dr.Sitti Ahmiatri Saptari, M.Si, Arif Tjahjono, M.Si, et al).

(43)

27 g. Perangkat lunak OriginPro 2016 h. Perangkat lunak Notepad Version 1903 3.3. Tahapan Penelitian

Tahapan kerja pada penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu tahapan proses analisis data XRD dan tahapan proses analisis data VSM.

3.3.1. Tahapan Analisis Data XRD

Gambar 3.1 Tahapan analisis data XRD

Mulai Data XRD sampel Pencocokan puncak difraksi observasi dengan database

Pencarian database dengan bahan dasar sampel

Input data

Format data XRD sesuai dengan

GSAS-EXPGUI

Penyesuaian format data

A A Input data ke GSAS-EXPGUI Penghalusan Output Konvergen (1<𝜒2<1,3) FIT Selesai Iy a Iy a Tidak Tidak Ti dak

(44)

28 3.3.2. Tahapan Analisis Data VSM

Gambar 3.2 Tahapan analisis data VSM

3.4. Pengolahan Raw Data penelitian

Pada penelitian ini terdapat dua macam pengolahan, yaitu mengolah data XRD menggunakan metode Rietveld refinement dengan output yang dihasilkan dari proses ini yaitu didapatkannya infromasi mengenai fasa, struktur kristal, parameter kisi, dan volume, dan mengolah data VSM berupa data mentah dalam file 13.D menjadi kurva histerisis dengan perbandingan antara medan magnet (T) dan magnetisasi (emu/g).

3.4.1. Pengolahan Raw Data XRD

Metode Rietveld refinement digunakan dalam menganalisis data XRD untuk mengetahui fasa, struktur kristal, parameter kisi dan volume menggunakan

Mulai

Data VSM sampel

Proses copy-paste data dari perangkat lunak notepad ke miscrosoft excel

Konversi satuan medan magnet eksternal dan menghitung besar magnetisasi dan menyusunnya mulai dari nilai terbesar hingga

terkecil

Plot menjadi kurva histerisis menggunakan perangkat lunak OriginPro

(45)

29

perangkat lunak GSAS-EXPGUI. Analisis ini diawali dengan melakukan pencocokan pola difraksi observasi berdasarkan puncak-puncak dan formula kimianya menggunakan perangkat lunak MATCH! yang dilengkapi dengan Crystallography Open Database (COD). File yang di input pada MATCH! adalah file dengan format *.RAW dan otputnya adalah file dengan format *.cif.

Dalam perangkat lunak GSAS-EXPGUI tidak semua format data dari raw data XRD dapat langsung terbaca, sehingga perlu dilakukan penyesuaian format menggunakaan perangkat lunak converter yaitu BellaV2_23 dan PowDLL. Format file yang dibutuhkan oleh perangkat lunak GSAS-EXPGUI pada penelitian ini adalah *.cif, *.raw, dan *.PRM. Refinement dilakukan hingga mendapatkan kecocokan yang terbaik antara data observasi dengan kalkulasi menggunakan metode Rietveld refinement pada perangkat lunak GSAS-EXPGUI. Indikator keberhasilan dari proses refinement ini adalah dengan mendapatkan nilai chi-square (𝜒2) berada diantara 1 hingga 1,3 [25] dan juga ditandai dengan kurva observasi

dan kalkulasi yang sudah konvergen. Berikut adalah tahapan-tahapan dalam pengolahan data XRD:

A. Pencocokan Database XRD

Pencocokan database dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak MATCH! yang dilengkapi dengan Crystallography Open Database (COD). Data XRD dengan format *.raw diinput ke perangkat lunak MATCH! untuk mencari fasa-fasa yang sesuai dengan pola difraksi sampel berdasarkan puncak-puncak observasinya dan formula kimianya yang akan dicocokkan dengan data kalkulasi

(46)

30

dalam database. Setelah input data XRD maka langkah selanjutnya adalah menandai puncak-puncak dominan pada data XRD dengan menekan klik kanan pada ujung puncak yang dipilih dan akan menghasilkan tampilan seperti gambar 3.3. Penandaan puncak ini dilakukan sebagai patokan pencocokan pada Crystallography Open Database (COD).

Gambar 3.3 Tampilan data XRD setelah dilakukan penandaan puncak.

Selanjutnya adalah menekan ‘start search-match process’ pada toolbar atau dengan ctrl+m untuk memulai proses matching data kalkulasi pada COD dengan data observasi sehingga menghasilkan list kandidat pencocokan puncak seperti pada gambar 3.4. Dapat dilihat pada gambar tersebut para kandidat yang muncul bukan merupakan struktur La0,7Ba0,3MnO3 yang merupakan formula kimia data asli sehingga perlu dilakukannya filter kandidat berdasarkan senyawa asli data observasi dengan menggunakan menu restraints. Selanjutnya, menekan tombol toggle dan retrieve agar kandidat yang muncul hanya mengandung atom yang terpilih, seperti pada gambar 3.5.

Keterangan puncak-puncak yang telah tertandai

(47)

31

Gambar 3.4 Kandidat-kandidat hasil pencocokan pada data COD.

Pada penelitian ini dipilih data COD entry data 96-400-2491 karena memiliki senyawa kimia dan kecocokan yang sesuai dengan senyawa data observasi yaitu La0,7Ba0,3MnO3. Langkah selanjutnya yaitu menyimpan data COD dengan memilih menu “file” pada tab => sub menu “Export” => “entry data” => “save” (format file output dari MATCH! adalah *.cif).

Gambar 3.5 Kandidat-kandidat hasil restraints pada data COD.

Selanjutnya adalah melakukan konversi file menjadi format seperti yang dibutuhkan pada GSAS-EXPGUI menggunakan perangkat lunak PowDLL dengan input file raw data XRD ke kolom Source dengan format *.raw lalu memilih “Browse” pada kolom “Destination” dan memilih “save as type: XY FILES (*.xy)” => “save” => “Convert”.

(48)

32

Gambar 3.6 Tampilan perangkat lunak PowDLL Converter.

Untuk mendapatkan file dengan format *.prm dapat menggunakan perangkat lunak BellaV2_23 dengan input file *.xy dari hasil konversi sebelumnya. Cara memasukkan file ke Bella adalah pilih menu “Buka File” => pilih submenu “File XY (Dua Kolom)” => input file *x.y. Jika file berhasil diinput maka Bella akan menampilkan data seperti pada gambar 3.7.

Gambar 3.7 Tampilan file *xy pada perangkat lunak Bella.

Langkah berikutnya adalah memilih menu “Keperluan GSAS” => pilih submenu “UDF ke GSAS” => “save” (file yang tersimpan dari konversi ini

(49)

33

memiliki format *.raw). Kemudian memilih menu “Keperluan GSAS” => pilih submenu “Buat File PRM”, maka akan muncul kotak dialog seperti pada gambar 3.8. Pada kotak tersebut memaparkan sumber sinar-x yang digunakan pada instrument XRD disertai dengan panjang gelombangnya. Pada instrumen XRD Rigaku menggunakan sumber sinar-x dari Cu sehingga pada kotak dialog gambar 3.8 dipilih Cu. File yang tersimpan akan memiliki format *.prm.

Gambar 3.8 Kotak dialog saat buat file PRM pada Bella.

Disarankan untuk menempatkan semua berkas dalam satu tempat pada Local Disk C dalam folder My Work pada direktori folder GSAS yang bertujuan untuk memudahkan pengoperasian perangkat lunak GSAS-EXPGUI dan menghindari galat.

B. Analisis Kuantitatif Data XRD

Proses analisis ini dilakukan menggunakan metode Rietveld refinement pada perangkat lunak GSAS-EXPGUI dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a). Membuka program “EXPGUI” dan membuat file kerja hingga menghasilkan tampilan seperti gambar 3.9.

(50)

34

Gambar 3.9 Tampilan EXPGUI dalam membuat file kerja. 1

2 3

4 5

(51)

35

(b). Input file *.cif (Entry_96-400-2491.cif) yang merupakan output dari MATCH! dengan langkah-langkah seperti pada gambar 3.10.

Gambar 3.10 Langkah-langkah input file *.cif ke GSAS-EXPGUI.

1 2 3 4 5 6 7

(52)

36

(c). Input file histogram (*.raw) dan instrumen (*.prm)

Gambar 3.11 Langkah-langkah memasukkan file histogram ke GSAS-EXPGUI.

(d). Semua data yang dibutuhkan oleh GSAS-EXPGUI berhasil di input, maka langkah selanjutnya adalah memilih parameter-parameter yang akan dihaluskan seperti pada gambar 3.12.

1

2 3

4

(53)

37

Gambar 3.12 Langkah-langkah pemilihan penghalusan parameter.

Pemilihan parameter ini dilakukan satu persatu untuk menghindari error. Setelah semuanya siap maka pilih menu “powpref” dan akan muncul command lalu tekan apa saja. Kemudian pilih menu “genles” untuk menjalankan parameter yang telah dipilih untuk dihaluskan. Lalu, akan muncul kotak dialog reload seperti gambar 3.13. 1 2 3 4 5 6 7

Centang “Refine Cell” untuk menghaluskan parameter kisi

Pilih “Function type” menjadi 7 dan “Number

of tems” menjadi 20

Hapus centang “Refine” pada “Scala

(54)

38

Gambar 3.13 Kotak dialog reload.

Kotak dialog reload ini akan selalu mucul setiap kali melakukan penghalusan yang merupakan bentuk peringatan. Apabila kita setuju dengan hasil “genles” maka pilih “load new” dan apabila tidak setuju maka pilih “continue with old” kemudian mengembalikan parameter-parameter seperti sebelum dihaluskan. Setuju atau tidaknya hasil “genles” dapat dlihat pada nilai 𝜒2 yang semakin kecil

atau besar.

Gambar 3.14 Output hasil penghalusan.

Pada kotak warna kuning merupakan factor wRp dan Rp sedangkan pada kotak merah merupakan nilai 𝜒2 (Chi**2) yang nilainya akan terus diturunkan

seiring dengan dilakukannya penghalusan hingga mencapai nilai yang konvergen yaitu 1<𝜒2<1.3 [23].

(55)

39

(e). Pilih menu “liveplot” untuk melihat plot data observasi dengan kalkulasi seperti pada gambar 3.15.

Gambar 3.15 Liveplot data observasi dan kalkulasi.

Berdasarkan hasil plot ini maka dapat diketahui parameter apa yang selanjutnya akan dihaluskan. Terlihat jelas pada gambar 3.15 (hasil zoom) bahwa puncak kalkulasi (merah) dan observasi (silang) tidak saling tumpang tindih, sehingga parameter yang selanjutnya dihaluskan adalah dengan menyamakan skala puncak kalkulasi dengan observasi.

(f). Pilih menu “Scalling” dan ceklis “Refine” pada Phase Fractions lalu pilih “Powpref” dan “Genles” pada tab secara terus menerus hingga nilai 𝜒2

minimum dan tidak berubah lagi. Hal ini dilakukan untuk menyamakan skala puncak observasi dengan puncak kalkulasi.

(56)

40

Gambar 3.16 Hasil penghalusan parameter skala.

Pada gambar 3.16 terlihat jelas perbedaan skala puncak kalkulasi setelah dilakukan penghalusan pada parameter skala dan nilai 𝜒2 yang telah turun hingga 2,231.

(g). Pilih menu “Profile” untuk mengoreksi bentuk puncak. Lalu pilih “Change Type” menjadi 3 atau 4, karena parameter yang ingin dihaluskan adalah GU, GV, GW, LX, dan shft. Kemudian lakukan “Powpref” dan “Genles”.

Scalling “Refine cell”

(57)

41

Gambar 3.17 Langkah-langkah pemilihan penghalusan parameter profile puncak.

(h). Centang dan hapus centang satu persatu secara bergantian GU, GV, GW, LX, dan shft. Namun, parameter pertama yang harus dihaluskan adalah GW dan shft karena berhubungan dengan bentuk puncak. Apabila hanya dengan menghaluskan parameter GW dan shft pada menu profile menghasilkan nilai 𝜒2 yang minimum maka tidak perlu melakukan penghalusan parameter

yang lainnya pada menu profile. Kemudian lakukan “Powpref” dan “Genles” secara terus menerus hingga nilai 𝜒2 minimum tidak berubah lagi

1 2

3

(58)

42

dan pilih menu “liveplot” untuk melihat plot data observasi dengan kalkulasi setelah hasil penghalusan yang dapat dilihat pada gambar 3.18.

Gambar 3.18 Plot hasil penghalusan parameter profile puncak.

Pada gambar 3.19 terlihat bahwa tinggi puncak kalkulasi (garis merah) dan observasi (silang hitam) memiliki skala yang berbeda sehingga perlu dilakukannya penghalusan parameter skala pada menu “Scalling” yang disusul dengan panghalusan parameter kisi pada menu “Phase” dengan mencentang “Refine cell” secara satu persatu.

GW

shft

𝜒2 = 2,196

(59)

43

Gambar 3.19 Plot hasil penghalusan parameter skala, kisi, profile (GW dan GW). Penghalusan parameter GW dan shft pada menu “Profile” kembali dilakukan untuk memaksimalkan geometri puncak kalkulasi setelah dilakukannya penghalusan skala dan parameter kisi. Sehingga, didapatkan 𝜒2 minimum yang

konstan dan sudah berada diantatara 1-1,3 yaitu senilai 1,178. Kemudian melihat plot hasil penghalusan secara keseluruhan setelah dilakukannya pengalusan pada setiap parameter seperti pada gambar 3.20 terlihat bahwa puncak kalkulasi (garis merah) dan observasi (silang hitam) sudah saling cocok.

Scalling Refine cell 𝜒2 = 1,291 Phase fractions 𝜒2 = 1,241

(60)

44

Gambar 3.20 Plot hasil penghalusan secara keseluruhan.

(i). Pilih menu “listview” untuk melihat keterangan bahwa hasil pengalusan ini konvergen dengan nilai 𝜒2 kita yang berada diantara 1 dan 1,3.

Gambar 3.21 Tampilan listview hasil akhir penghalusan. Keterangan bahwa hasil penghalusan

sudah konvergen dan dapat diterima

(61)

45 3.4.2. Pengolahan Raw Data VSM

Dalam mengolah raw data VSM format file 13.D dapat dibaca dengan perangkat lunak notepad yang berisi informasi massa sampel yang diukur, suhu pengujian, medan eksternal dan momen magnet. Data tersebut dipindahkan ke microsoft excel untuk dilakukan konversi satuan sehingga menghasilkan medan magnet eksternal (T) dan magnetisasi (emu/g). Kemudian membuat kurva histerisis dengan perbandingan antara medan eksternal (T) dan magnetisasi (emu/g) menggunakan perangkat lunak OriginPro untuk melihat kelandaian kurva dari masing-masing sampel. Dalam mengolah data VSM menjadi kurva histerisis dapat dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:

(a). Membuka raw data VSM yang memiliki format 13.D menggunakan perangkat lunak notepad dan memiliki tampilan seperti pada gambar 3.22.

Gambar 3.22 Tampilan file *13.D pada perangkat lunak notepad.

Angka-angka yang tertera pada gambar tersebut menginformasikan data sebagai berikut:

(62)

46

- Angka pertama pada baris pertama dan kedua masing-masing menjelaskan massa sample yang diukur yaitu 20.9 mg dan menjelaskan suhu pengujian yaitu 295.4 K.

- Pada baris kedua terdapat keterangan satuan “memu” yang menandakan bahwa satuan tersebut yang digunakan pada nilai momen magnetik. - Pada baris ketiga dan seterusnya, kolom pertama merupakan medan

eksternal (Oe) dan kolom kedua merupakan data momen magnetik (memu) yang masing-masing kolom dipisahkan oleh tanda koma.

(b). Menghilangkan tanda koma sebelum memindahkan data tersebut ke Microsoft excel dengan menekan ctrl dan h secara bersamaan sehingga menghasilkan tampilan seperti gambar 3.23.

Gambar 3.23 Langkah-langkah menghilangkan koma pada data di notepad.

(c). Copy-paste seluruh data ke Microsoft excel dan membaginya menjadi beberapa kolom dengan cara seperti gambar 3.24.

1 2

(63)

47

Gambar 3.24 Langkah-langkah membagi data menjadi beberapa kolom.

(d). Melakukan konversi satuan medan magnet (Oe) menjadi (Tesla) dimana 1Oe = 10−4 Tesla dan menghitung nilai magnetisasi (emu/g).

(e). Menyusun angka-angka hasil konversi medan magnet dan magnetisasi data hasil konversi dan memilih menu “data” => “sort largest to smallest”.

(f).

Membuka perangkat lunak OriginPro dan copy-paste angka-angka yang telah berurutan ke perangkat tersebut. Kemudian plot menjadi grafik (kurva histerisis) dengan langkah seperti gambar 3.25.

1 2 3 4 5 6 7

(64)

48

Gambar 3.25 Langkah-langkah membuat grafik.

(g). Menyimpan grafik dengan cara menekan ctrl dan g secara bersamaan sehingga akan muncul tampilan seperti gambar 3.26.

Gambar 3.26 Langkah-langkah menyimpan grafik.

1

Memilih format file grafik yang akan disimpan 2

3

Memberi nama file grafik

Memilih tempat penyimpanan file grafik

4

Memberi keterangan yang dibutuhkan pada kurva

1

2

(65)

49 BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil Karakterisasi X-Ray Diffraction (XRD) material La0,7Ba0,3Mn 1-xNixO3 (x = 0; 0,1; 0,2 dan 0,3)

Karakterisasi material menggunakan XRD menghasilkan pola difraksi seperti pada gambar 4.1.

Gambar 4.1 Grafik pola difraksi XRD dari material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 (x = 0 – 0,3).

In te n si ta s (a .u) BaMnO3 2θ (derajat)

(66)

50

Pola difraksi sinar-X material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 telah ditunjukkan oleh gambar 4.1. Terlihat saat x = 0; 0,1; dan 0,2 telah terbentuk fasa tunggal yang ditandai dengan tidak adanya penambahan puncak akibat dari penambahan nilai x yang merupakan banyaknya Ni yang disubstitusikan pada site Mn.

Namun, saat x = 0,3 terdapat penambahan puncak asing pada pola difraksi di sudut 2θ (~23,86°) yang mengindikasikan telah terbentuknya fasa asing selain La0,7Ba0,3Mn0,7Ni0,3O3 yang telah diketahui fasa tersebut adalah fasa BaMnO3 sesuai dengan entry data 96-100-1719 saat dilakukannya analisis kualitatif pada perangkat lunak MATCH!. Fraksi berat masing-masing fasa saat x = 0,3 adalah 96,427% untuk fasa La0,7Ba0,3Mn0,7Ni0,3O3 dan 3,573% untuk fasa BaMnO3. Sama halnya seperti penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Sitti et al [34] pada material La0,67Ba0,33Mn1-xNixO3 yang disintesis menggunakan metode mechanical milling menghasilkan multi fasa saat x = 0,02 – 0,06 dengan salah satu fasanya adalah BaMnO3 [34].

Pola difraksi yang dihasilkan dari data XRD setelah dilakukan analisis kualitatif pada perangkat lunak MATCH! kemudian dilakukan analisis kuantitatif menggunakan metode Rietveld refinement pada perangkat lunak GSAS-EXPGUI untuk mengetahui struktur kristal, parameter kisi dan volume unit cell pada material. Hasil Rietveld refinement telah ditunjukkan pada gambar 4.2 dalam bentuk plot. Plot ini merupakan output dari menu “Powplot” pada perangkat lunak GSAS-EXPGUI. Dimana terdapat data observasi (merah) dan data kalkulasi (hijau) serta kurva galat (pink) yang merupakan selisih antara data observasi dengan data kalkulasi. untuk masing-masing nilai x yang nilainya dapat dilihat pada tabel 4.1.

(67)

51

Gambar 4.2 Hasil refinement pola difraksi sinar-X material material La0,7Ba0,3Mn

1-xNixO3 (a) x = 0 (b) x = 0,1 (c) 0,2 (d) x = 0,3.

Pada gambar 4.2 terlihat bahwa sudah adanya kecocokan antara data observasi dengan data kalkulasi yang merupakan hasil dari analisis menggunakan metode Rietveld refinement. Hasil ini menunjukkan bahwa data difraksi kalkulasi dengan data difraksi observasi sudah memiliki kecocokan yang baik dan dapat diterima serta telah menghasilkan nilai 𝜒2 (chi-squared) yang konvergen (1<

𝜒2<1,3) [25] yang nilainya dapat dilihat pada tabel 4.1.

Hasil analisis kuantitatif pola difraksi XRD telah dirangkum dalam tabel 4.1 untuk fasa La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 dan tabel 4.2 untuk fasa BaMnO3. Pada tabel 4.1 terlihat bahwa seiring dengan meningkatnya komposisi x tidak menyebabkan perubahan struktur pada material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 yang membentuk struktur kristal rhombohedral dengan space group R-3c.

(a) (b)

(68)

52

Tabel 4.1 Hasil analisis parameter struktur material La0,7Ba0,3Mn1-xNixO3 yang diperoleh

dari karakterisasi XRD. Parameter Struktur x = 0 x = 0,1 x = 0,2 x = 0,3 (fasa 1) Space Group R-3c R-3c R-3c R-3c

Crystal Structure Rhombohedral Rhombohedral Rhombohedral Rhombohedral

a (Å) = b (Å) 5,5362 5,5359 5,5359 5,5349 c (Å) 13,4603 13,4776 13,4491 13,3818 α (°) = β (°) 90 90 90 90 γ (°) 120 120 120 120 Volume (Å3) 357,295 357,701 356,9439 355,0329 Bond Length (Å) 1,9606 1,9613 1,9599 1,9565 Bond Angle (°) 169,6311 169,636 169,628 169,612 Discrepancy factors wRp 0,2865 0,2838 0,2795 0,3010 Rp 0,2205 0,2164 0,2205 0,2393 Chi 1,178 1,154 1,111 1,279 Faktor Toleransi Godscmidth 0,9623 0,9633 0,9643 0,9653

Tabel 4.2 Hasil analisis parameter struktur materal BaMnO3 yang diperoleh dari

karakterisasi XRD.

Parameter Struktur x = 0,3 (fasa 2)

Space Group R-3m

Crystal Structure Rhombohedral

a (Å) = b (Å) 5,6669

c (Å) 20,9651

α (°) = β (°) 90

γ (°) 120

Volume (Å3) 583,0811

Adanya Ni3+ yang tersubstitusi pada material LaBaMnO3 tidak menyebabkan perubahan struktur kristal dasar [16, 35]. Hasil ini diperkuat dengan hasil pehitungan faktor toleransi Goldschmidth yang nilainya didapatkan dengan melakukan perhitungan menggunakan persamaan (2.1) yang setelah dilakukan substitusi pada site A dan B persamaannya menjadi sebagai berikut:

Gambar

Gambar 2.2 Stuktur perovskite lantanum manganat [13].
Gambar 2.3 Kurva Histerisis material La 1-x Ba x MnO 3  (x= 0 dan 0,2) [1].
Gambar 2.4 Kurva magnetisasi La 0,67 Ba 0,33 Mn 1-x Ni x O 3  (x= 0 – 0,075)  [16].
Gambar 2.5 Kurva Histerisis La 0,67 Ba 0,33 Mn 1-x Ni x O 3  (x= 0 – 0,06) [17].
+7

Referensi

Dokumen terkait

SayaVivi Novia Mahasiswa Program DIII Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas Muhammadiyah Ponorogo, akan melakukan penelitian dengan judul “Gambaran Pengetahuan

Dari hasil penelitian setelah dianalisa secara statistik, bahwa interaksi pemberian kompos limbah pakan ternak dan ZPT HANTU terhadap pertumbuhan dan produksi

seperti yang terlihat pada gambar diatas, lukisan menjadi focalpoint yang diwujudkan melalui warna yang cukup kontras dibandingkan dengan elemen- elemen pembentuk ruang yang

The result of t Test are: (1) Third Party Funds significantly positive on Distribution of Community Business Credit, (2) Capital Adequacy Ratio, Return on Assets,

Adapaun hasil yang diharapkan dari CSR program green economic batik ini yaitu masyarakat menjadi terampil dalam memanfaatkan sumber daya alam sebagai bahan alami

[r]

Perubahan Kesetiaan Bushidari Tuan Kepada Keshogunan dalam Feodalisme Zaman Edo di Jepang (1603-1868), Medan: USU Press..

Sebagai pendidik nantinya harus ditutut kreatif dan memanfaatkan media sosial yang baik contohnya: Media pembelajaran berbantu media sosial instagram