• Tidak ada hasil yang ditemukan

DID YOU KILL THEM? PERSPEKTIF ATASAN TERHADAP FENOMENA KARYAWAN DEADWOOD KERTAS KERJA : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "DID YOU KILL THEM? PERSPEKTIF ATASAN TERHADAP FENOMENA KARYAWAN DEADWOOD KERTAS KERJA : EKONOMIKA DAN BISNIS PROGRAM STUDI : MANAJEMEN"

Copied!
32
0
0

Teks penuh

(1)

i

“DID YOU KILL THEM ?” PERSPEKTIF ATASAN

TERHADAP FENOMENA KARYAWAN DEADWOOD

Oleh :

EVA PERMATASARI NIM : 212012072

KERTAS KERJA

Diajukan kepada Fakultas Ekonomika dan Bisnis Guna Memenuhi Sebagian dari

Persyaratan-persyaratan untuk Mencapai Gelar Sarjana Ekonomi

FAKULTAS

: EKONOMIKA DAN BISNIS

PROGRAM STUDI : MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

(2)
(3)

iii

(4)
(5)

v

“DID YOU KILL THEM ?” PERSPEKTIF ATASAN

TERHADAP FENOMENA KARYAWAN DEADWOOD

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA

SALATIGA

2016

(6)

vi

MOTTO

“ Janganlah hendaknya kamu kuatir tentang apapun

juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu

kepada Allah dalam doa dan permohonan dengan

ucapan syukur.”

( Filipi 4:6)

“ Janganlah takut, sebab Aku menyertai engkau,

janganlah bimbang, sebab Aku ini Allahmu; Aku akan

meneguhkan, bahkan akan menolong engkau; Aku akan

memegang engkau dengan tangan kanan-Ku yang

membawa kemenangan.”

(7)

vii

UCAPAN TERIMAKASIH

Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah memberikan anugerah dan rahmat-Nya yang sungguh luar biasa kepada penulis mulai dari awal sampai pada akhir kuliah dan pembuatan kertas kerja ini, sehingga penulis dapat menyelesaikan kuliah dan kertas kerja ini dengan baik. Penyusunan kertas kerja ini digunakan sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Ekonomi di Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga.

Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada seluruh pihak-pihak terkait yang telah membantu dan mendukung penulis baik secara langsung maupun tidak langsung selama perkuliahan dan sampai pada akhirnya kertas kerja ini boleh selesai dengan baik. Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai, memberkati, melindungi, menolong, memberikan hikmat dan kasih setia-NYA yang tiada berkesudahan kepada penulis.

2. Kedua orang tua dan kakak yang telah memberikan kasih sayang, motivasi, dukungan doa kepada penulis dalam menyelesaikan studi.

3. Bapak Neil Semuel Rupidara, SE., M.Sc., Ph.D selaku dosen pembimbing penulis. Terimakasih Bapak atas seluruh waktu, tenaga, pikiran, ide-ide serta saran dan kritik yang diberikan dalam membimbing penulis dalam menyelesaikan kertas kerja ini.

4. Ibu Eristia Lidya SE, M.Si selaku wali studi yang telah memberikan pengarahan, masukan serta bimbingan dalam menjalani kuliah.

(8)

viii

5. Seluruh dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis yang telah membagikan pengetahuan dan pengalaman yang sangat berharga demi kemajuan dan perkembangan akademik penulis.

6. Staf TU Fakultas Ekonomika dan Bisnis yang telah membantu penulis selama kuliah di Fakultas Ekonomika dan Bisnis.

7. Teman-teman, sahabat yang sudah mendukung dan menemani selama kuliah yang tidak bisa saya sebutkan satu persatu.

(9)

ix

DAFTAR ISI

Halaman Judul... i

Pernyataan Tidak Plagiat………ii

Pernyataan Persetujuan Akses ……….iii

Pernyataan Keaslian Karya Tulis Skripsi... iv

Halaman Persetujuan Skripsi... v

Motto…...vi

Ucapan Terima Kasih... vii

Daftar isi... ix Abstract... 1 Pendahuluan ... 1 Tinjauan Literatur.………... 3 Metode Penelitian ………... 5 Hasil Penelitian .. …….…... 7

Identifikasi Karyawan Deadwood ... 7

Kinerja Bermasalah Yang Berulang………. 7

Perilaku Bekerja ……….. 8

Sebab Karyawan Menjadi Deadwood... .9

Rendahnya Motivasi ……… 9

Sikap Defensive ……….. 10

Rendahnya Perhatian Pada Pekerjaan ………. 11

Dampak Karyawan Deadwood ………... 12

(10)

x

Rusaknya Suasana Kerja ………. 13

Penanganan Karyawan Deadwood ……….. 14

Teguran dan Pemberian Motivasi ……….14

Rotasi Pekerjaan……… 15

Pemberian Surat Peringatan………. . 16

Penutup …………...19

Kesimpulan …………... 19

Implikasi …………... 20

(11)

1 Abstract

Understanding the phenomenon of troubled employees is important. This paper deals with a particular type of troubled employees called “deadwood”. It aims to understand the causes and process how employees becomes deadwood. This is qualitative study conducted at PT. Muncul Putra and PT. Kota Satu Property. It takes the perspective of the supervisor in understand deadwood employees. The result shows that personality is main factor determinant employees becomes deadwood.

Key Words :

Deadwood, deadwood employee, troubled employees

PENDAHULUAN

Memahami perilaku karyawan, termasuk perilaku karyawan bermasalah, merupakan salah satu aspek penting dalam kajian kinerja organisasi. Karyawan bermasalah adalah karyawan yang dinilai memiliki kinerja yang buruk atau di bawah standar yang diinginkan perusahaan (Iriyanto, 2005). Sepanjang standar kinerja tidak bisa dipenuhi, selama itu pula masalah kinerja tetap muncul (Brounstein,1993). Dalam hal ini, kinerja perusahaan dilihat sebagai tergantung pada kinerja individu. Dengan kata lain, kinerja individu memberikan kontribusi pada kinerja organisasi. Ini menunjukkan bahwa perilaku anggota baik individu maupun kelompok menguatkan atau melemahkan kinerja organisasi (Gibson, 1997). Salah satu fenomena karyawan bermasalah atau karyawan yang kinerjanya dianggap kurang memuaskan adalah karyawan yang disebut “deadwood” (Inayati, 2011:223). Deadwood adalah individu yang memiliki kemungkinan keterbatasan untuk maju dan bekerja di bawah tingkat yang diharapkan (Cron, Hansen, & Rawlings, & Slocum, 1984).

Secara empiris masalah deadwood bisa terjadi bahkan pada perusahaan-perusahaan yang dikenal baik sistem manajemennya. Beberapa waktu yang lalu, terdengar berita, dua perusahaan teknologi yaitu Apple dan Microsoft sama-sama

(12)

2

harus rela melepas senior executive mereka. Kasus pemutusan hubungan kerja yang terjadi dengan hanya berselang satu minggu di dua perusahaan itu ternyata hampir sama. Ternyata kedua eksekutif senior berbakat tersebut dipecat karena alasan yang hampir sama. Mereka dianggap sulit untuk diatur, menjadi sumber masalah dan tidak berkontribusi positif terhadap perusahaan. Yang lebih menyedihkan, mereka dianggap bersikap merusak dan memecah-belah. Dalam dunia profesional, ada saat dimana seorang atasan tidak punya pilihan lain kecuali memecat bawahannya. Secara umum, performa yang buruk menjadi indikator, berlanjut atau tidaknya hubungan kerja antara karyawan dengan perusahaan. Oleh karena itu fenomena deadwood patut dipertanyakansama seperti yang diajukan Deming (baca Engineer, 2005:45), “Were they dead when you hired them? Or did you kill them?”.

Penelusuran literature ilmiah melalui internet tidak menemukan jumlah yang cukup untuk membantu memetakan kajian tentang deadwood dengan baik. Lebih banyak dijumpai pembahasan seputar deadwood ini pada personal blogs. Ini menunjukkan diperlukannya kajian-kajian ilmiah untuk memahami fenomena ini dengan baik. Aspek-aspek yang menggiring seseorang menjadi deadwood terbatas dari segi ilmiah. Situasi sebelum karyawan menjadi deadwood pun juga belum banyak dijelaskan. Namun dengan pandangan bahwa jika deadwood ini merupakan situasi yang terbentuk, maka bisa dicegah keberadaannya. Dalam hal itu, “The most effective means of handling employee problems is to recognize and eliminate their probable cause before they arise” (Albright, 1979). Kesalahan deadwood harus dilihat penyebabnya. Jika hal ini dapat ditelusuri, maka keberadaan deadwood bisa diantisipasi (Erlinda & Sulistami, 2006). Jadi karyawan deadwood dapat dipahami sebagai karyawan yang tidak lagi mampu memberikan kontribusi 100% pada pekerjaannya, namun itu bukan berarti kondisi ini tidak dapat dirubah.

Mengingat relatif sensitifnya label deadwood dan dinilai bahwa tidak ada karyawan yang ingin dirinya disebut deadwood, maka studi tentang deadwood ini

(13)

3

akan didekati melalui pandangan atasan tentang fenomena deadwood. Persoalan yang diajukan (1) pada kondisi empiris seperti apa seorang karyawan dinilai sebagai deadwood, (2) apa yang dinilai mendorong terjadinya kondisi itu. Ingin juga dipahami dalam penelitian ini, (3) dampak yang muncul akibat adanya karyawan deadwood, dan (4) apakah ada tindakan-tindakan mengatasi karyawan bergerak menjadi deadwood, demi menjaga kualitas karyawan dan kinerjanya. Hal-hal itu yang akan dijawab dalam penelitian ini.

Penelitian ini dibuat agar diperoleh pemahaman yang lebih baik seputar fenomena deadwood, apa yang menyebabkan, dampak yang disebabkan dan bagaimana proses menangani seseorang sebelum atau sesudah ia disebut sebagai deadwood. Dengan memahami dengan baik apa, mengapa, dan bagaimana terjadinya deadwood, diharapkan penelitian dapat memberikan masukan bagi pihak-pihak yang membutuhkan pengetahuan tersebut, terutama bagi para praktisi MSDM dan manajer di perusahaan dan organisasi yang berhadapan dengan fenomena karyawan deadwood.

TINJAUAN LITERATUR

Karyawan bermasalah adalah seorang yang tidak mampu sepenuhnya

memenuhi standar kinerja pekerjaannya sesuai tuntutan organisasi dan terutama tuntutan manajer (Brounstein, 1993). Karyawan bermasalah menjadi hal yang menantang di tempat kerja. Satu karyawan bermasalah saja dapat mencemari suasana pekerjaan. Atasan, rekan kerja, maupun bawahan banyak menghabiskan waktu membahas bagaimana cara menangani mereka (Delano, Mishra, 1988 & Pearson, 2005). Status karyawan bermasalah ini ditujukan bagi karyawan yang memiliki kinerja yang buruk (Iriyanto, 2005). Bagi karyawan yang kinerjanya dianggap kurang memuaskan karena tidak mencapai standar, tidak selesai atau tidak selaras dengan tujuan perusahaan disebut sebagai karyawan “deadwood”.

(14)

4

Deadwood pada dasarnya merupakan istilah yang merujuk pada karyawan dengan kinerja dan potensi marginal. Menurut Odiorne (1980), karyawan dikatakan sebagai deadwood tidak menunjukkan hasil kerja yang baik juga tidak mempunyai potensi untuk peningkatan. Kinerjanya dianggap kurang memuaskan karena tidak mencapai standar, tidak selesai atau tidak selaras dengan tujuan perusahaan. Kinerja yang merujuk kepada pencapaian tujuan organisasi dilihat oleh Colquit, LePine, Wesson (2009), sebagai nilai dari seperangkat perilaku karyawan yang berkontribusi secara positif atau negative untuk mencapai tujuan organisasi.

Karyawan deadwood ditandai dengan terbatasnya level intelektual serta kurang atau tidak adanya kemauan untuk mengelola aspek pekerjaan (Sulistami & Mahdi, 2006:184). Deadwood dinilai sebagai sulit dikembangkan dan bertumbuh (Inayati, 2011:223). Deadwood akibatnya dianggap sebagai masalah bagi rekan kerjanya karena tidak melakukan pekerjaannya dengan benar dan menjadi sumber masalah (Cohen, 2002). Karyawan yang demikian responsivitasnya terhadap tantangan berhenti pada level karir tertentu yang kurang strategis di dalam perusahaan dan karyawan tipe ini sangat time-consuming. Namun, deadwood pernah menjadi karyawan yang produktif, tapi dengan berjalannya waktu kinerjanya menurun ( Bartlein, 2004).

McClelland (1973) menyatakan kompetensi sebagai titik penentu

pembeda antara seorang star performer dan seorang deadwood. Kompetensi merujuk pada karakteristik yang mendasari perilaku yang menggambarkan motif, karakter pribadi, nilai-nilai, pengetahuan atau keahlian yang dibawa seseorang di tempat kerja (Spencer & Spencer, 1993). Dalam rangka memperjelas deadwood sebagai “low performance – low potential” (Odiorne, 1980), digunakan indikator pengukur kinerja yang biasanya dipakai dalam mengukur kinerja. Schuler & Jackson mengemukakan 3 kriteria untuk mengukur kinerja pegawai : (1) trait based criteria, kriteria bedasarkan pada sifat, kriteria tersebut focus pada karakter

(15)

5

pribadi dari seorang pegawai. Karakter tersebut adalah loyalitas, ketergantungan, dan kemampuan komunikasi. (2) behavior-based criteria, kriteria ini focus pada bagaimana pekerjaan itu dikerjakan. (3) outcome-based criteria, kriteria ini berfokus pada hasil yang telah dicapai oleh individu, terkait dengan bagaimana seorang karyawan menghasilkan atau menyelesaikan pekerjaan itu.

Namun untuk penyebab mengapa deadwood terjadi belum ditemukan

artikel yang terkait. Menurut Brounstein (1993) kehadiran merupakan masalah kinerja, bila karyawan sering terlambat, tidak masuk dan ketidakhadirannya berpola maka karyawan tersebut bermasalah. Oleh karena itu, dalam rangka memahami penyebab deadwood, dilakukan pendekatan pemahaman terkait dengan karyawan yang memiliki tingkat absensi yang tinggi. Karyawan yang memiliki tingkat absensi yang tinggi biasanya memiliki potensi kinerja yang rendah. Menurut Eggert (2000) karyawan yang tinggi absennya ini disebabkan oleh beberapa hal, yakni 1) Faktor individu, terkait: a) Catatan kehadiran, tingkah laku di masa depan merupakan hal-hal yang pernah terjadi di masa lampau. Jadi apabila seseorang memiliki catatan kehadiran yang baik maka dia akan terus memiliki tingkah laku kehadiran yang baik. b) Senioritas, semakin lama pegawai bekerja,semakin nyaman untuk melakukan tindakan tidak disiplin. 2) Faktor organisasi, terkait: a) Konten pekerjaan, pekerjaan yang terlalu berat dan tidak terstruktur membuat pekerjaan menjadi membosankan, hal ini membuat komitmen pekerja menurun, b) Kualitas manajemen, peran manajer dalam pengendalian ketidakhadiran memiliki dampak penting. Bukan hanya manajemen yang bermutu yang diperlukan tetapi juga konseling, dan prosedur disiplin. Mungkin hal kurang tepat dalam menggambarkan kondisi actual mengapa deadwood terjadi, namun memberikan bantuan pendekatan yang mengarah ke kondisi deadwood terjadi.

Terlepas dari penyebabnya jika karyawan sudah benar-benar “dead”, maka akan mendorong atasan untuk melakukan perubahan seperti rotasi kerja. Rotasi kerja merupakan pergantian periodik pekerja dari satu tugas ke tugas yang lain

(16)

6

(Robbins, 2006). Langkah-langkah yang digunakan untuk mengatasi masalah deadwood menurut Brounstein (1993) adalah,1) identifikasi masalah kinerja yang dihadapi, terkait kehadiran, pekerjaan yang diselesaikan dan perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan,2) menjelaskan dampak masalah yang dihadapi,3) analisa penyebab masalah,4) jelaskan standar kinerja yang diharapkan, 5) memberikan solusi, 6) lakukan tindakan disiplin.

METODE PENELITIAN

Penelitian akan dilakukan di dua perusahaan, yakni PT.Muncul Putra Offset dan PT. Kota Satu yang terletak di Semarang. PT. Muncul Putra Offset merupakan anak dari perusahaan Sidomuncul yang bergerak di bidang percetakan dan packaging, yang sudah berdiri kurang lebih selama 35 tahun. PT. Muncul Putra merupakan perusahaan padat karya sehingga mengoptimalkan kinerja SDM. Sedangkan PT. Kota Satu Properti sudah berjalan sejak tahun 2013. Property yang dimiliki oleh PT. Kota Satu adalah “The Amaya Home Resort” yang terletak di daerah Ungaran.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif eksploratif. Metode ini merupakan suatu penelitian yang bertujuan menemukan informasi mengenai suatu topik yang belum dipahami atau dikenali dengan baik (Kotler, et al, 2006), terutama secara empiris. Dalam penelitian ini, peneliti akan menggali informasi lebih jauh terkait tentang fenomena deadwood. Sifat dari penelitian ini fleksibel, terbuka, dan semua sumber dianggap penting sebagai sumber informasi. Tujuan dari penelitian kualitatif eksploratif ini adalah untuk menjadikan topik baru lebih dikenal oleh masyarakat luas, memberikan gambaran dasar mengenai topik bahasan, dan mengembangkan teori yang bersifat tentatif.

Untuk mendapatkan data seputar masalah deadwood dalam suatu organisasi, sumber data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer. Data primer

(17)

7

adalah data yang dikumpulkan peneliti langsung dari sumber datanya, yakni Bapak Ali W, selaku manajer PT. Muncul Putra Offset dan manajer pemasaran PT. Kota Satu, Ibu Susi. Pengambilan data melalui wawancara mendalam. Wawancara mendalam yaitu wawancara yang menggunakan pedoman wawancara, bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi (Sulistyo-Basuki, 2006:173).

Tahap setelah melakukan wawancara, analisis data dimulai dengan membuat transkrip hasil wawancara, dengan cara memutar kembali rekaman hasil wawancara, mendengarkan dengan seksama, kemudian menuliskan kata-kata yang didengar sesuai dengan apa yang ada direkaman tersebut. Setelah peneliti menulis hasil wawancara tersebut ke dalam transkrip, selanjutnya peneliti harus membaca secara cermat untuk kemudian dilakukan pengumpulan informasi-informasi yang bermanfaat sesuai dengan konteks penelitian atau mengabaikan kata-kata yang tidak perlu sehingga didapatkan inti kalimatnya saja, tetapi bahasanya sesuai dengan bahasa informan. Setelah mendapatkan data, peneliti melakukan proses analisis data kembali dengan membaca data yang diperoleh berulang kali sampai peneliti mengerti benar masalahnya sehingga dapat mengarahkan kesimpulan akhir.

HASIL PENELITIAN

Identifikasi Karyawan Deadwood

Mengidentifikasi karyawan berciri deadwood tidak cukup mudah. Setiap orang bisa memiliki pemahaman yang berbeda. Hal ini tampak pada hasil wawancara yang dilakukan peneliti kepada dua pimpinan perusahaan (PT. Muncul Putra dan PT. Kota Satu), di mana keduanya memiliki pandangannya masing-masing tentang apa yang disebut karyawan deadwood.

(18)

8

Dalam pengalaman empiris di dua perusahaan yang diteliti, karyawan yang diidentifikasi deadwood memiliki beberapa kriteria, sebagai berikut:

1. Kinerja bermasalah yang berulang

Terkait dengan kinerja, karyawan deadwood dinilai merupakan karyawan yang kinerjanya rendah, dan ini terjadi secara berulang-ulang. Bapak Ali manager di PT. Muncul Putra menjelaskan,

“Deadwood itu bisa dibilang karyawan yang kinerjanya kurang memuaskan” Dijelaskan oleh beliau bahwa di tempatnya terdapat satu karyawan yang selalu mengulangi kesalahan yang sama, sekalipun pekerjaannya mudah. Tugas karyawan tersebut hanya menata kardus seperlunya. Untuk itupun standar bekerja dalam menyusun tatanan kardus pun sudah diberikan. Kesalahannya yang berulang itu membuat karyawan lain pun harus turut serta membantunya dalam pengaturan susunan sehingga menghambat pekerjaan karyawan lain tersebut. Diketahui karyawan tersebut sudah hampir 5 tahun bekerja di perusahaan tersebut. Kasus di PT. Kota Satu pun kurang lebih sama, Ibu Susi manajer pemasaran di PT. Kota Satu menceritakan salah satu tenaga salesnya dengan mengatakan,

“…kinerja tidak bisa diharapkan, target tidak tercapai, kinerja pun tidak maksimal.”

Kinerja tidak maksimal ini terlihat bedasarkan informasi dari Ibu Susi bahwa dalam bekerja, karyawan tersebut merupakan karyawan yang pasif. Pekerjaan sebagai tenaga sales seharusnya menuntut keaktifan dalam bekerja. Akibatnya target penjualannya jarang sekali tercapai. Dalam hal ini, Ibu Susi menekankan kepada bagaimana target tercapai dan selama target tercapai, selama itulah tidak ada masalah dengan kinerja.

(19)

9 2. Perilaku bekerja

Dalam bekerja, perilaku kerja yang baik berperan dalam mengukur kualitas suatu pekerjaan. Perilaku kerja yang tidak tepat pada tuntutan pekerjaan, dapat menghambat kinerja.

Dalam hal perilaku pun dapat ditemukan bahwa karyawan deadwood memiliki ciri-ciri :

a) Lambat dalam bekerja

Diperlukan kecepatan dalam bekerja di PT. Muncul Putra. Hal ini terlihat dari penjelasan Bapak Ali bahwa terdapat salah satu karyawannya yang selalu memiliki

masalah dengan tingkat kecepatan dalam bekerja, padahal ada

kesalingtergantungan pekerjaan antar karyawan. Hal ini juga dijelaskan beliau, karyawan ini dinilai lambat bekerja karena ketika karyawan tersebut mendapatkan perintah, ia tidak langsung melaksanakannya namun selalu melamun terlebih dahulu. Sebagai atasan Bapak Ali mengevaluasi dampak kelambatan bekerja karyawan tersebut pada hasil produksi yang tidak memenuhi target (maupun kualitas produksi).

b) Kurangnya kedisiplinan

Manfaaat yang dihasilkan dari disiplin kerja sangatlah besar, tidak hanya untuk perusahaan tetapi juga untuk karyawan. Bagi perusahaan, disiplin kerja sangat berguna untuk terjaganya tata tertib dan kelancaran dalam menjalani pekerjaan sehingga mendapatkan hasil yang optimal. Dan bagi karyawan akan mendapatkan suasana lingkungan kerja yang menyenangkan, yang dapat meningkatkan semangat kerja. Dalam bekerja diperlukan perhatian dan ketaatan yang baik pada peraturan kerja supaya mendapat hasil yang maksimal. Dalam hal ini kedua perusahaan mengeluh tentang karyawan berciri deadwood yang tidak fokus dengan apa yang dikerjakannya.

(20)

10

Ditegaskan oleh pernyataan Bapak Ali ketika ditanya mengenai ciri karyawan deadwood di perusahaan tersebut:

“…kerjaannya akan dilakukan kalau terlihat pengawas, juga sukanya curi-curi jam kerja, seperti sebelum jam makan siang, dia sudah hilang duluan.” Karyawan yang memiliki masalah tersebut sudah pernah ditegur dan diberikan sanksi, namun ternyata setelah itu dia kembali lagi melakukannya. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat kedisiplinan karyawan pada pekerjaan sangat rendah.

Sebab Karyawan Menjadi Deadwood

Sikap mental dalam bekerja merupakan kondisi mental yang mendorong seseorang untuk berusaha mencapai potensi kinerja yang maskimal. Namun dalam hal ini, bedasarkan hasil yang didapat, sikap kerja karyawan deadwood dapat dibilang tidak tepat dibandingkan dengan tuntutan pekerjaan. Aspek yang mempengaruhi adalah :

a) Rendahnya motivasi

Dalam bekerja, motivasi merupakan salah satu faktor penting dalam mendorong seseorang untuk bekerja. Motivasi membuat seseorang memiliki kemauan untuk bekerja dalam mencapai suatu tujuan tertentu. Namun berdasarkan jawaban yang diterima oleh peneliti, karyawan deadwood tidak memiliki kemauan untuk menghasilkan kinerja yang tinggi. Hal ini terlihat dari penjelasan Ibu Susi,

“ Deadwood itu bisa dibilang karyawan yang tidak mau berkembang, tidak berani menghadapi persaingan, juga tidak mau belajar sesuatu yang baru.”

Penjelasan tentang ketidakmauan untuk berkembang dan tidak berani dalam menghadapi persaingan menunjukkan rendahnya kesadaran dari diri sendiri. Dalam bekerja pun diperlukan tanggung jawab dan kesadaran dari para pekerja dalam melaksanakan seluruh tugasnya karena mereka memiliki kemampuan untuk

(21)

11

melakukan hal tersebut. Namun hal ini tidak ditunjukkan oleh karyawan deadwood. Menurut Ibu Susi,

“ Ya kan kita [para] sales biar kita dapet bonus, kita harus ada target penjualan. Lagian kantor tidak menuntut untuk kejar target tinggi, target itu sendiri

kan harusnya tuntutan dari diri sendiri.” “… mereka itu tidak bisa improve dirinya sendiri”

Karyawan sepeti inilah yang dikatakan Ibu Susi nantinya akan tersingkir dengan sendirinya. Dalam dunia kerja, diperlukan adanya kemauan untuk berkembang dan menjadi lebih baik dari sebelumnya, namun terlihat dari hasil wawancara dengan Ibu Susi bahwa karyawan tersebut enggan untuk menerima hal baru. Dalam berkutik dengan dunia pemasaran, Ibu Susi menjelaskan bahwa selalu ada taktik baru dalam memasarkan produk, karena akan selalu ada pesaing yang memiliki taktik berbeda untuk menarik perhatian pelanggan. Hal ini sudah diterapkan oleh tenaga sales pada umumnya. Namun tidak terlihat adanya kemauaan pada karyawan deadwood untuk bersikap terbuka menerima persaingan dan mau belajar untuk menjadi lebih baik dari rekanan sales lainnya.

b) Rendahnya perhatian pada pekerjaan

Perilaku karyawan deadwood, tidak menghasilkan kinerja yang tinggi, kurangnya kedisiplinan karyawan tersebut mengakibatkan rendahnya perhatian pada pekerjaan. Karyawan tersebut hanya bekerja seadanya, tanpa adanya keinginan untuk memberikan yang terbaik. Kualitas waktu pekerjaan pun menjadi berkurang, hal ini dijelaskan Bapak Ali ketika ditanya mengenai kebiasaan karyawan tersebut,

“… lebih sering terlihat ngobrol daripada bekerja… malas, kurang konsen, sering mainan hp…”

(22)

12

c) Sikap defensive

Karyawan deadwood juga memiliki sikap yang tidak ingin disalahkan. Ini terlihat dari pernyataan manager PT. Kota Satu yang menceritakan bahwa karyawan tersebut mengeluh ketika ia tidak dapat membagikan brosur sampai habis. Ia mencari-cari alasan untuk membela diri dengan menyalahkan keadaan yang sepi, serta mengusulkan untuk tidak melakukan pameran di tempat tersebut lagi. Padahal bedasarkan apa yang diamati Ibu Susi sebagai atasan, sales lain dapat membagikan brosur sampai habis. Karyawan ini lebih banyak menyalahkan kondisi masalah daripada memberikan solusi. Karyawan tersebut diketahui suka melemparkan dan membesarkan suatu masalah, bukan karena ia tertarik kepada pemecahan masalah tersebut, namun lebih senang untuk mendebatkannya. Hal ini diketahui bedasarkan cerita Ibu Susi,

“… ekonomi kan sedang turun, bonus jadi telat, project pembangunan ikut turun. Tapi karyawan tu tidak memberikan solusi, malah ikut menjelekkan perusahaan

dan menggosip dengan yang lain.”

Seperti yang sudah dipaparkan di atas bahwa sebab-sebab karyawan menuju deadwood terlihat dari personality karyawan. Ibu Susi mengatakan bahwa karyawan yang dianggap deadwood tersebut terlihat perbedaannya bedasarkan personality’nya masing-masing pula. Hal ini secara tidak langsung menjelaskan bahwa personality yang dibawa karyawan ketempat kerja berdampak secara langsung terhadap kinerjanya.

Dampak Karyawan Deadwood

Dalam mengidentifikasi karyawan deadwood, perlu dilihat apakah karyawan tersebut dari awal sudah memiliki produktifitas yang rendah. Diketahui di PT. Muncul Putra karyawan yang diidentifikasi deadwood tersebut, dari awal sudah memiliki kinerja yang tidak terlalu baik. Sedangkan di PT. Kota Satu, Ibu

(23)

13

Susi mengatakan bahwa karyawan deadwood dulu merupakan karyawan yang cukup produktif, namun berjalannya waktu, menjadi menurun. Dikatakan beliau hal ini terjadi karena adanya sikap kerja yang buruk. Memahami kinerja karyawan merupakan salah satu bagian dari tanggung jawab menjadi atasan. Oleh karena itu, ketika karyawan memiliki masalah dengan kinerjanya, diperlukan tindakan langsung untuk menghambat terjadinya masalah kinerja yang berkelangsungan. Dampak karyawan deadwood meliputi :

1) Gangguan kinerja pada rekan kerja yang lain

Ibu Susi menceritakan bahwa pernah suatu saat karyawan tersebut meminjam file ke bagian admin lain karena ingin mengetahui macam-macam pajak yang harus harus diurus, namun admin lain sudah menyuruhnya untuk fotocopy saja, tapi karyawan ini seperti malas dan enggan untuk melakukannya. Sehingga kerjaannya mengganggu admin lain, mondar mandir untuk meminjam file Sebelumnya diketahui bedasarkan hasil wawancara, karyawan yang diidentifikasi deadwood ini merupakan karyawan yang pasif. Sedangkan Bapak Ali mengatakan bahwa karyawan deadwood tersebut memperlambat kerja karyawan yang lain, serta membuat karyawan lain ikut serta dalam melakukan tugasnya. Beliau mengetahui karyawan tersebut bermasalah apabila terjadi keterlambatan dalam proses produksi. Beliau mengatakan,

“Di sini kan saya sering memantau, jadi karyawan yang tidak fokus sama pekerjaan kan kelihatan, target cetak kardus nya jadi lambat berarti ada masalah

sama kinerja.” 2) Rusaknya suasana kerja

Seperti yang dijelaskan Ibu Susi bahwa dengan sikap yang tidak mau bersaing, karyawan tersebut akan beradu mulut dengan karyawan yang lain. Ibu Susi berkata :

(24)

14

“ Hal ini sudah sangat mengganggu di lingkungan kerja. Dia ini juga memiliki sifat egois, karena tidak mau berbagi apa yang sudah dia tau, dan sudah merasa dirinya tau segalanya, contohnya ketika ada karyawan baru yang bertanya

tentang program-program apa yang dijalankan, dia ini hanya menyuruh untuk bertanya kepada karyawan lain.”

Dirasakan oleh Ibu Susi bahwa tercipta persaingan yang tidak sehat yang dilakukan oleh karyawan tersebut. Ketika karyawan tersebut tidak berani menghadapi persaingan, maka yang dilakukan karyawan tersebut hanyalah bersikap pasif, dan merebut klien sales marketing lainnya. Serta didapatkan informasi bahwa karyawan ini kadang suka beradu mulut dengan karyawan lain. Serta ketika diberi kritik atau teguran, karyawan ini menganggap kritik sebagai serangan pada dirinya. Sehingga karyawan ini dianggap sebagai sulit menerima masukan dari orang lain.

Penanganan Karyawan Deadwood

Selanjutnya hal-hal yang mendorong para atasan untuk mengangani karyawan deadwood secara umum sama. Berdasarakan dari hasil wawancara pada kedua atasan, maka diketahui bahwa dalam menangani karyawan deadwood, tujuan atasan adalah bagaimana mengeluarkan masalah dari karyawan tersebut. Lalu strategi dalam mengatasi karyawan deadwood pun bisa saja berbeda di tiap perusahaan.

1) Teguran dan pemberian motivasi

Strategi khusus tidak ada, namun untuk karyawan seperti ini kebanyakan bermasalah dengan dirinya sendiri yang tidak mau berubah, yang tidak bisa memotivasi dirinya sendiri. Tanggung jawab dalam karyawan dalam pencapaian target kurang didasari oleh kesadaran dari dalam diri karyawan. Kesadaran diri ini bisa saja berasal dari kurangnya motivasi pribadi untuk bekerja yang lebih maksimal. Pada umumnya upaya dalam membantu karyawan dalam bekerja, Ibu Susi mengatakan :

(25)

15

“ Jika memang ada beberapa yang bermasalah biasanya dipanggil, dan diajak bicara, ditegur. Namun setelah itu ternyata juga tidak ada perubahan, pada saat ditegur kadang ada yang suka menyepelekan. Strategi untuk karyawan itu supaya

bisa berkembang sebelum menjadi deadwood, dibina dan diberi masukan bagaimana menjadi sales yang sukses seperti diajari bagaimana cara bicara yang

tepat dan body language’nya.”

“ Padahal di kantor setiap ada acara, bos memberikan motivasi bagi semua karyawan untuk selalu berkembang dan menjadi lebih baik. Juga kadang ada acara

berlibur bersama supaya setiap karyawan bisa tambah akrab…”

Didapatkan hasil setelah wawancara oleh kedua manager, karyawan deadwood bukan karyawan yang tidak dapat meningkatkan kinerjanya lagi. Hal itu dapat diubah bedasarkan keinginan individu untuk meningkatkan kinerjanya, serta aktif dan ingin berkembang. Dijelaskan oleh Bapak Ali bahwa perusahaan sudah memberikan program pelatihan, bimbingan, namun setelah dilakukannya hal-hal tersebut, karyawan pun kadang suka kembali ke kebiasaan lamanya. Seperti apa yang dikatakan Bapak Ali :

“Ada yang langsung berubah dalam seminggu dan seterusnya. Tapi juga ada yang berubah sebentar dia balik ke kebiasaan lamanya. Sebenarnya mereka itu

merasa salah, tapi ya tetap begitu-begitu saja. “ 2) Rotasi pekerjaan

Hal ini terlihat bahwa sebelum karyawan menjadi deadwood, dilakukan upaya untuk membantu karyawan supaya kinerja tidak menjadi turun. Selain pemberian teguran, karyawan deadwood perlu dilihat dari kecocokan dengan apa yang ia kerjakan. Bisa saja karyawan tersebut tidak cocok di satu pekerjaan yang menyebabkan kinerja turun. Manajer PT. Muncul Putra dalam mengatasi karyawan yang disebut deadwood, melakukan rotasi pekerjaan dengan memindahkan karyawan yang diidentifikasi deadwood ke pekerjaan yang lain, yakni mengubah bidang pekerjaan untuk melihat apakah ada potensi atau perbedaan peningkatan kinerja. Dalam hal ini, Bapak Ali mengatakan bahwa beliau sudah pernah melakukan rotasi pekerjaan ini, supaya mengurangi resiko

(26)

16

adanya jam kerja yang tidak maksimal karena adanya karyawan yang suka mengobrol. Dalam menangani karyawan menuju kondisi deadwood, Bapak Ali menceritakan :

“ Pernah ada suatu kejadian, ini untuk mengurangi seringnya karyawan ngobrol dan santai. Jadi biasanya sehari kami beri target 500 lembar karton, setelah dipantau kok ada waktu luang untuk ngobrol dan santai-santai, akhirnya ya ada

tambahan jumlah target supaya jam kinerjanya itu maksimal. ”

Dalam hal ini pemecatan bukanlah sebagai jalan keluar, Bapak Ali mengatakan :

“ Kan kita tidak main langsung pecat, dilihat apakah masih bisa dipindahkan atau tidak, tapi kalau sudah diberi peringatan namun masih melanggar kan itu ya sudah susah.”

Karyawan deadwood dapat memiliki potensi untuk peningkatan lagi apabila memiliki keinginan untuk berubah. Seperti apa yang dikatakan kedua atasan,

“… semua kan berasal dari dirinya masing-masing, kita dari awal juga sudah memberi kesempatan kerja, kalau tidak ada kemauan untuk berubah ya sudah

fatal.” (Bapak Ali )

“… ya kalau mereka mau mendengarkan masukan orang lain, terbuka, dan berkomitmen. “( Ibu Susi )

3) Pemberian Surat Peringatan

Setelah kedua metode di atas dilakukan, jika masih tidak perubahan maka secara langsung para manajer akan menindak lanjuti dengan pemberian SP1, SP2, SP3. Pemberian SP ini pernah diberlakukan kepada karyawan yang diidentifikasi deadwood di PT. Muncul Putra. Karyawan yang bekerja hampir 5 tahun tersebut ternyata sudah di sampai SP ke 2. Bapak Ali mengatakan bahwa beliau hanya tinggal melihat komitmen perubahan karyawan tersebut.

(27)

17

PEMBAHASAN

Diawal peneliti dengan merujuk pada Deming seolah memandang bahwan karyawan menjadi deadwood dikondisikan oleh lingkungan kerjanya, karena itu judul yang diangkat “Did You Kill Them?”. Namun sebagaimana yang telah disampaikan sebelumnya faktor yang paling utama adalah karyawan itu sendiri dari sifat diri yang keluar dari perilaku kerja yang kemudian berujung pada kinerja yang buruk. Oleh karena itu penulis perlu mengatakan sejak awal dalam pembahasan ini bahwa temuan berbeda dari bayangan semula.

Dari hasil penelitian di atas seperti yang dirujuk oleh literatur, karyawan deadwood dikatakan sebagai karyawan yang tidak menunjukan hasil kerja yang baik dan tidak memiliki potensi untuk peningkatan, Odiorne (1980). Karyawan deadwood ini memiliki masalah yang berulang kali terhadap kinerjanya, disebut berulang-ulang tersebut penulis tidak memiliki data yang cukup kuat untuk mengatakan seberapa berulangnya. Sehingga dikhawatirkan terdapat judgement yang terlalu dini dalam menilai karyawan deadwood. Hasil wawancara kepada kedua pimpinan perusahaan tersebut, didapatkan bahwa karyawan deadwood merupakan karyawan yang time-consuming. Dalam menentukan kinerjanya pun, di kedua perusahaan tersebut hampir memiliki kriteria yang sama seperti yang sudah dipaparkan di atas. Schuler & Jackson (1996), mengemukakan 3 kriteria yang serupa, yakni (1) Trait based criteria, kriteria bedasarkan sifat. (2) Behavior based criteria, kriteria bedasarkan bagaimana pekerjaan dikerjakan. (3) Outcome based criteria, kriteria berfokus pada hasil yang dicapai oleh individu. Dijelaskan pada awal penelitian bahwa peneliti memiliki keterbatasan dalam menelusuri literatur ilmiah, dipahami diawal penyebab deadwood sebagai karyawan bermasalah adalah karyawan yang memiliki tingkat absensi yang tinggi, tetapi hal ini tidak terlihat dari hasil penelitian yang telah didapat. Dalam mengindikasi aspek yang menyebabkan karyawan menjadi deadwood bedasarkan penelitian selain sikap kerja, kutipan-kutipan di atas juga mengindikasi aspek potensi, walaupun tidak

(28)

18

ditunjuk langsung oleh mereka. Pernyataan kedua manager menunjukkan bahwa adanya motivasi yang rendah atau sikap kerja yang tidak baik, dimaknai sebagai keterbatasan kemampuan atau potensi. Terlihat dari kemampuan dalam menghadapi persaingan, tidak adanya kemampuan untuk meningkatkan dirinya sendiri.

Dampak karyawan ini seperti yang dikatakan Cohen (2002), deadwood akibatnya dianggap sebagai masalah bagi rekan kerjanya karena tidak melakukan pekerjaannya dengan benar dan menjadi sumber masalah. Dalam hal penanganan, tindakan rotasi kerja sudah dilakukan oleh atasan dan pemecatan bukan penyelesaian masalah deadwood. Untuk mengatasi karyawan deadwood bisa dengan menggunakan metode demosi, tujuannya dilakukan metode ini untuk pembinaan dan pembelajaran bagi karyawan tersebut, apabila manajemen masih menganggap adanya harapan bagi karyawan tersebut untuk memperbaiki diri (Pratitha, 2015). Pada kasus ini, tidak terlihat adanya faktor lingkungan mempengaruhi karyawan deadwood. Sejauh mengamati langkah-langkah penanganan, lingkungan sudah cukup untuk mengembalikan karyawan tersebut ke titik kemampuannya, berupa teguran dan dorongan. Jika bukan lingkungan yang menyebabkan karyawan menjadi deadwood tapi pada dasarnya karyawan sudah begitu, ini menunjukan sistem seleksi yang cenderung lemah. Penelitian ini tidak menjangkau bagaimana sistem seleksi kedua perusahaan, karena itu tidak diberikan uraian yang banyak tentang hal ini. Mungkin ini sedikit tidak tepat, namun bedasarkan data dan keterangan yang diberikan, penulis berkesimpulan seperti itu.

(29)

19

PENUTUP Kesimpulan

Berdasarkan penelitian, maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Karyawan dikatakan deadwood ketika memiliki masalah dengan kinerja dan berulang kali terjadi. Hal ini nampak bukan saja dari hasil kerja, namun juga dari perilaku kerja karyawan tersebut, diantaranya lambat dalam bekerja, dan kurangnya kedisiplinan.

2. Kondisi deadwood terjadi karena sikap individual karyawan yang memiliki motivasi rendah, perhatian pada pekerjaan yang rendah. Secara implisit ada indikasi masalah kemampuan, dan dari data yang ada, peneliti tidak mendapati secara tegas bahwa faktor lingkungan tidak mempengaruhi penyebab terjadinya karyawan deadwood, namun lingkungan sudah memberikan feedback untuk tidak mengarah kesana.

3. Karyawan deadwood memberikan dampak dimana bagi para pekerja lainnya merasakan ketidaknyamanan dalam bekerja dan membuat suasana kerja menjadi tidak menyenangkan.

4. Penanganan karyawan ini sudah dilakukan dengan cukup baik, dengan melakukan training, teguran dan pemberian motivasi, serta dilakukannya rotasi kerja, guna untuk menjaga kestabilan kinerja. Namun hal ini ternyata tidak cukup untuk membuat karyawan tersebut berubah.

(30)

20

IMPLIKASI

Berdasarkan hasil temuan penelitian ini maka ada beberapa saran yang penulis dapat berikan:

1. Saran teoritis

Dalam kasus ini, penulis membatasi penelitian hanya penilaian satu pihak yakni dengan pandangan atasan. Hal ini bisa dijudge tidak adil bagi karyawan. Oleh karena itu kami mendorong peneliti lain untuk melakukan penelitian sebaliknya dari pandangan karyawan, namun dengan pendekatan yang menjaga sensitivitas karena tidak ada karyawan yang mau disebut dirinya deadwood. Perlu juga mendapatkan penelitan lanjutan adalah keadaan pasca penanganan deadwood. 2. Saran praktis

a) Pihak perusahaan diharapkan tidak terlalu terburu-buru dalam menentukan seorang karyawan tergolong deadwood. Perlu melihat secara mendalam lagi apakah karyawan deadwood benar- benar telah melampaui batas dari penilaian standar kinerja. Jika kesalahan terdapat pada karyawan bukan karena lingkungan, maka kemungkinan adanya sistem rekrutmen dan seleksi yang lemah yang mengakibatkan karyawan tersebut lolos dari sistem seleksi. Oleh karena itu diperlukan perbaikan sistem rekruitmen sehingga tidak dengan mudah meloloskan karyawan yang bermasalah dari segi kepribadian.

b) Bila perusahaan bersifat mencari solusi dan membantu karyawannya, dapat

mengadopsi praktik konseling dimana karyawan diberikan bantuan oleh konselor profesional untuk mengatasi persoalan kepribadian.

(31)

21

Daftar Pustaka:

Albright, E.M. (1979). Handling Employee Problems.

http://www.ideals.illinois.edu.bitstream.handle/2142/526/Albright_Handlin g.pdf?sequence=2

Bartlein, B. (2004). “Deadwood” employees. Networking article from networking

today Canada.

http://www.networkingtoday.com/article/Successful%20People%20Have%2 0Difficulty%20Changing-327

Brounstein, M. (1993). Mengatasi Karyawan Bermasalah. Terjemahan:

Widyaningrum, Penyunting: Ramelan, Jakarta:PPM.

Basuki, S. (2006). Metodologi Penelitian. Jakarta:Wedatama Widya Sastra.

Cohen, D. (2002). The People Perspective: viruses, deadwood, keepers & stars.

Workplace news.

http://www.sagltd.com/sagltd.com/Values_and_Vision_files/sept02.pdf Cron, W.L., Hansen, R.W., Rawlings, S., & Slocum, Jr. (1982), Business Strategy

and The Management of The Plateaued Performer. Working papers. Paper 61.

Colquit, Jason A, Jeffery A.LePine,& Michael J.Wesson. Organizational Behavior, New York: McGraw-Hill, Inc, 2009.

Delano & Mishra (1988), & Pearson, C. (2005), dalam Kemelgor, B., Sussman, L., Zurada, J. (2007). Who Are The Difficult Employees? Psychopathological Attribution of Their co-wokers. University Of Louisville.

Deming, E. dalam Engineer, S.J. (2005). Progressive Manufacturing: Managing Uncertainty While Blazing a Trail to Succes. Pp 45. J.Ross Publishing, Inc., Florida.

Eggert, M.A., (2000). The Controlling Absenteeism Pocket Book, UK: Management Pocketbook.

Erlinda, M. & Sulistami, R. (2006). Universal Intellegence: Tonggak Kecerdasan untuk Menciptakan Strategi & Solusi Menghadapi Perbedaan. Hal 184, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

(32)

22

Gibson (199), dalam Widyaningrum (2009). Pengaruh Motivasi, Kepemimpinan, dan Budaya Organisasi terhadap Kepuasan dan Kinerja Karyawan PT. Mondrian Klaten. Univertas Muhammadiyah, Surakarta.

Inayati, A. (2011). Talent Management. Mengembangkan SDM untuk Mencapai Pertumbuhan dan Kinerja Prima. Hal 223. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.

Iriyanto, H.D. (2005, 21 September). Karyawan Bermasalah atau Hubungan

Bermasalah. Surat Kabar Harian “REPUBLIKA”.

http://research.amikom.ac.id/index.php/AKM/article/viewFile/558/152 Kotler, Philip & Keller L.K. (2006). Metodologi Penelitian: Aplikasi dalam

Pemasaran. Indeks, Jakarta.

McClelland (1973). Dalam Soetjipto, B.W. (2002). Paradigma Baru Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Amara Books.

Odiorne, G.S. (1984). Strategic Management of Human Resources. San Fransisco. Pratitha, A.L. (2012). Pengaruh Penerapan Promosi dan Demosi Terhadap Prestasi

Kerja Karyawan Pada Master Kredit Cabang Medan. Universitas Sumatera Utara.

Robbins, S.P. (2006). Perilaku Organisasi, Edisi 10. PT. Indeks Kelompok Gramedia.

Schuler, R.S & Jackson, S.E. (1996). Human Resource Management. New York: West Publishing Company.

Spencer, M., & Spencer, S.M. (1993). Competency at Work Models for Superior Performance. Wiley.J & Sons.Inc, New York.

Referensi

Dokumen terkait

yang tangguh dan berkelanjutan.Salah satu implementasi prinsip responsibility diterapkan dalam bentuk tanggung jawab sosial perusahaan yang disebutdengan Corporate

Rata-rata berat bayi lahir dalam penelitian ini adalah 3086.4 ± 272.5 gram Faktor-faktor yang berhubungan positif nyata dengan berat bayi lahir dalam penelitian ini adalah

Independensi adalah prinsip dasar yang harus dimiliki oleh auditor, kualitas audit dikatakan baik apabila auditor dari penampilan dan kenyataannya independen dalam

pengembangan multimedia interaktif. Keseluruhan siswa tersebut sudah termasuk siswa yang memiliki prestasi belajar tinggi, sedang, dan rendah. Berdasarkan hasil

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Gangguan Kulit Dalam Penggunaan Asam Formiat pada Pekerja

Semua teman-temanku dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan selama studi hingga terselesaikannya penulisan kertas kerja.. x

Dengan dinyatakannya pailit seorang debitur, sesuai Pasal 24 ayat (1) Undang-Undang Kepailitan dan PKPU, debitur pailit demi hukum kehilangan hak untuk menguasai dan

Keunikan resepsi estetis ini bisa dilihat dari bagaimana cara dia dalam menciptakan nazham dari teks hadis. Pada umumnya, kosa kata yang dipakai di dalam nazham sebisa