• Tidak ada hasil yang ditemukan

2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori Pengertian Konsentrasi Spasial

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "2 TINJAUAN PUSTAKA. 2.1 Tinjauan Teori Pengertian Konsentrasi Spasial"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

2.1 Tinjauan Teori

2.1.1 Pengertian Konsentrasi Spasial

Konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial menunjukkan bahwa industrialisasi merupakan suatu proses yang selektif dan hanya terjadi pada kasus tertentu bila dipandang dari segi geografis. Sebagai contoh: di Amerika Serikat, mayoritas industri manufaktur telah sekian lama terkonsentrasi pada suatu lokasi yang disebut sabuk manufaktur. Konsentrasi spasial yang serupa juga ditemukan di kawasan industri Axial belt di Inggris (Kuncoro, 2007).

Konsentrasi spasial telah menjadi kajian yang menarik yang populer. Pada kebanyakan negara berkembang, distribusi penduduk dan konsentrasi industri terkonsentrasi di kota-kota besar seperti Bangkok, New Delhi, Sao Paulo, dan Jakarta, yang menandai suatu sistem spasial berdasarkan akumulasi modal dan tenaga kerja dalam aglomerasi perkotaan (Kuncoro, 2002). Fenomena serupa juga ditemukan di Jawa Barat, di mana terjadi konsentrasi spasial industri manufaktur di Bandung Raya dan daerah sekitar Jakarta.

Konsentrasi spasial menunjukkan share suatu wilayah dan distribusi lokasi dari suatu industri. Apabila suatu distribusi spasial suatu industri tidak merata, dan ada wilayah yang mendominasi berlokasinya industri, maka menunjukkan bahwa industri terkonsentrasi secara spasial di wilayah tersebut. Konsentrasi spasial menunjukkan bahwa industri tidak berlokasi secara merata pada seluruh wilayah, akan tetapi mengelompok secara berdekatan pada bagian tertentu pada wilayah tersebut.

Definisi yang dikemukakan sebelumnya melengkapi pandangan Krugman yang menyatakan bahwa konsentrasi spasial merupakan aspek yang ditekankan dari aktivitas ekonomi secara geografis dan dan sangat penting penentuan lokasi industri, Krugman menyatakan bahwa dalam konsentrasi aktivitas ekonomi secara spasial, ada tiga hal yang saling terkait yaitu interaksi antara skala ekonomi, biaya transportasi dan permintaan. Perusahaan-perusahaan cenderung berkonsentrasi secara spasial dan melayani seluruh pasar dari suatu lokasi. Hal tersebut dilakukan untuk mendapatkan dan meningkatkan kekuatan skala ekonomis. Perusahaan

(2)

perusahaan cenderung berlokasi pada wilayah yang memiliki permintaan lokal yang besar untuk meminimalisasi biaya transportasi, akan tetapi permintaan lokal yang besar cenderung berlokasi di sekitar terkonsentrasinya aktivitas ekonomi, seperti kawasan industri maupun perkotaan (Krugman, 1991).

2.1.2 Aglomerasi

Terdapat beberapa teori yang berusaha mengupas tentang konsep aglomerasi. Istilah aglomerasi muncul pada dasarnya berawal dari ide Marshall tentang penghematan aglomerasi (agglomeration economies) atau dalam istilah Marshall disebut sebagai industri yang terlokalisir (localized industries). Agglomeration economies atau localized industries menurut Marshall muncul ketika sebuah industri memilih lokasi untuk kegiatan produksinya yang memungkinkan dapat berlangsung dalam jangka panjang sehingga masyarakat akan banyak memperoleh keuntungan apabila mengikuti tindakan mendirikan usaha disekitar lokasi tersebut.

Penghematan aglomerasi sebagai penghematan akibat adanya lokasi yang berdekatan (economies of proximity) yang diasosiasikan dengan pengelompokan perusahaan, tenaga kerja, dan konsumen secara spasial untuk meminimisasi biaya-biaya seperti biaya-biaya transportasi, informasi dan komunikasi. Aglomerasi merupakan suatu lokasi yang “tidak mudah berubah” akibat adanya penghematan eksternal yang terbuka bagi semua perusahaan yang letaknya berdekatan dengan perusahaan lain dan penyedia jasa-jasa, dan bukan akibat kalkulasi perusahaan atau para pekerja secara individual (Kuncoro, 2002). Selanjutnya dengan mengacu pada beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa aglomerasi merupakan konsentrasi dari aktivitas ekonomi dan penduduk secara spasial yang muncul karena adanya penghematan yang diperoleh akibat lokasi yang berdekatan. Aglomerasi berhubungan dengan konsentrasi dari beberapa fasilitas pendukung yang melayani industri-industri baik pada kluster maupun kota, dimana keberadaan fasilitas tersebut berpengaruh terhadap terjadinya konsentrasi spasial. Fasilitas yang dimaksud antara lain transportasi dan fasilitas komuter, pasar tenaga kerja yang terorganisasi dan ketersediaan tenaga kerja dengan keahlian yang beraneka ragam, pelayanan dari pemerintah dan sarana publik, pelayanan

(3)

jasa komersial, aktivitas yang berorientasi pasar dan konsentrasi spasial dari organisasi yang konsisten dalam pencarian dan pengembangan produk baru.

Selanjutnya menurut McCann (2006) jenis sumber aglomerasi ekonomi dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1. Information Spillovers.

Jika banyak perusahaan pada industri yang sejenis beraglomerasi pada lokasi yang sama maka pekerja pada perusahaan tertentu secara relatif mudah berhubungan dengan pekerja-pekerja dari perusahaan lokal lain. Dengan demikian, pertukaran informasi baik antar pekerja maupun antar perusahaan akan berlangsung setiap saat.

2. Non-traded local inputs.

Pada situasi dimana perusahaan-perusahaan dalam industri yang sejenis mengelompok di satu tempat maka ada beberapa input tertentu yang menjadi lebih efisien jika digunakan secara bersama-sama oleh pekerja di perusahaan-perusahaan tersebut dibandingkan jika input tersebut dibeli secara individu oleh perusahaan-perusahaan tersebut.

3. Local skilled-labour pool.

Ketersediaan tenaga kerja terampil di wilayah tersebut akan menyebabkan turunnya biaya tenaga kerja bagi perusahaan-perusahaan di lokasi tersebut.

Keuntungan atau penghematan yang diperoleh dari perusahaan-perusahan yang berkumpul pada lokasi yang terkonsentrasi dapat dikategorikan sebagai berikut (Capello, 2007):

1. Keuntungan internal untuk perusahaan, juga disebut economies of scale. Keuntungan ini disebabkan adanya proses produksi dalam skala besar sehingga berdampak menurunkan biaya per unit output (menurunkan average cost). Untuk mendapatkan keuntungan dari produksi skala besar, perusahaan berkonsentrasi pada semua pabrik di suatu lokasi yang sama. Keuntungan dalam kategori ini berasal bukan dari kedekatannya dengan perusahaan lain, tetapi murni dari konsentrasi aktivitas di lokasi tersebut. 2. Keuntungan eksternal untuk perusahaan tetapi internal untuk sektor, atau

(4)

Keuntungan ini diperoleh karena di daerah padat penduduk perusahaan-perusahaan beroperasi pada sektor yang sama. Sedangkan skala ekonomis bergantung pada ukuran dari perusahaan atau pabrik-pabrik tersebut, localization economies ditentukan oleh ukuran dari sektor di wilayah tersebut, dengan berbagai pilihan terhadap tenaga kerja yang terampil dan specific managerial serta keahlian teknis yang tersedia.

3. Penghematan eksternal untuk perusahaan dan eksternal untuk sektor, atau disebut juga urbanization economies.

Penghematan ini disebabkan oleh kepadatan yang tinggi dan berbagai kegiatan produktif dan pemukiman di suatu daerah, kondisi yang melambangkan daerah perkotaan. Keuntungan dalam kategori ini bertambah lagi dengan adanya modal tetap sosial dalam skala besar (infrastruktur transportasi perkotaan, sistem telekomunikasi canggih) dan luas, intermediate diversifikasi dan pasar barang. Keuntungan ini meningkat seiring peningkatan ukuran fisik kota.

Aglomerasi merupakan proses yang lebih kompleks jika dibandingkan kluster industri. Tiga jenis ukuran yang membedakannya yaitu: skala (size), spesialisasi (specialisation) dan keanekaragaman (diversity) (Kuncoro, 2002). Skala dan keanekaragaman memainkan peran penting dalam pembentukan dan pertumbuhan aglomerasi. Sedangkan berbagai literatur mengenai kluster industri menegaskan bahwa ciri utama dari suatu kluster adalah spesialisasi sektoral dalam daerah yang berdekatan.

Ukuran yang pertama yaitu skala ekonomi. Skala ekonomi diinterpretasikan sebagai variabel kunci baik oleh teori ekonomi geografi baru maupun teori perdagangan baru. Kedua teori ini berpendapat bahwa industri yang terkonsentrasi secara geografis adalah akibat skala ekonomi. Pengukuran skala ekonomi (size) dapat diperoleh dari rata ukuran pabrik yang dilihat dari rata-rata jumlah pekerja produksi atau rata-rata-rata-rata nilai tambah. Ukuran pabrik dapat menyediakan informasi mengenai intensitas penggunaan faktor produksi dan perilaku lokasi pada industri tertentu: perusahaan kecil dengan fleksibilitasnya dalam menyesuaikan skala operasi dapat beroperasi bahkan pada wilayah yang terisolasi di mana infrastruktur masih terbelakang sementara

(5)

perusahaan-perusahaan lndustri Besar Sedang (IBS) cenderung untuk mengelompok di dalam dan di sekitar wilayah kota metropolitan (Kuncoro, 2002).

Ukuran yang kedua yaitu spesialisasi. Variabel yang dapat digunakan sebagai ukuran spesialisasi industri manufaktur yaitu indeks spesialisasi. Indeks spesialisasi ini merupakan ukuran untuk menentukan seberapa jauh suatu industri terkonsentrasi pada suatu wilayah (propinsi) dibanding industri yang sama di Indonesia. Indeks ini berdasarkan koefisien lokalisasi Hoover dan populer disebut location quotient (Hayter dalam Kuncoro, 2002). Peningkatan indeks untuk suatu daerah industri menunjukkan peningkatan spesialisasi industri dalam daerah tersebut. Sebaliknya penurunan indeks untuk suatu daerah industri menunjukkan penurunan spesialisasi industri dalam daerah tersebut. Diyakini bahwa spesialisasi yang tinggi pada suatu industri di daerah tertentu dapat mempercepat pertumbuhan industri itu dalam wilayah tersebut. Hal ini berpangkal dari kenyataan bahwa pengetahuan yang diperoleh sebuah perusahaan dapat menguntungkan perusahaan lainnya, khususnya perusahaan yang masih dalam satu industri yang sarna. Sepanjang menyangkut perspektif regional, indeks spesialisasi dapat menyediakan:

1. Dasar pertimbangan awal dan bersifat sementara untuk mencari dan mendorong industri lebih lanjut.

2. Indikator apakah suatu daerah memenuhi kebutuhannya sendiri, mengimpor, atau mengekspor produk.

Ukuran yang ke tiga yaitu keanekaragaman. Studi sebelumnya menunjukkan bahwa keanekaragaman mendorong eksplorasi dan mencegah stagnasi, sehingga berperan dalam penyebaran pengetahuan (knowledge spillover) dan pertumbuhan regional. Disisi lain, adanya keragaman menunjukkan terjadinya aglomerasi karena produk lebih heterogen (Kuncoro, 2002). Untuk mengukur keanekaragaman industri di suatu daerah dapat digunakan indeks Hirschman-Herfindahl (HHI) atau indeks Relative Industrial Diversity (RID). Jika nilai indeks minimum maka tingkat keanekaragaman industri di daerah tersebut tinggi. Sebaliknya, kenaikan indeks mencerminkan menurunnya keanekaragaman industri di daerah tersebut.

(6)

2.1.3 Spesialisasi Industri

Terdapat perbedaan makna antara spesialisasi dan konsentrasi. Spesialisasi dapat didefinisikan sebagai distribusi share industri dari suatu wilayah. Sedangkan konsentrasi dapat didefinisikan sebagai regional share yang menunjukkan distribusi lokasional dari suatu industri. Pada wilayah yang terspesialisasi, konsentrasi menunjukkan tingkatan aktivitas dan distribusi lokasional dari industri pada wilayah tersebut, dimana pada umumnya aktivitas ekonomi lebih terkonsentrasi wilayah core daripada periphery. Dengan adanya spesialisasi, share wilayah yang merupakan lokasi industri diluar industri utama relatif lebih rendah daripada share wilayah yang marupakan lokasi industri utama yang merupakan spesialisasi wilayah tersebut. Dengan adanya hal tersebut, kontribusi industri utama pada suatu wilayah yang terspesialisasi akan lebih besar daripada kontribusi industri tersebut pada wilayah yang lain. Hal tersebut akan menimbulkan distribusi spasial dari industri dimana industri tersebut cenderung terkonsentrasi pada wilayah tertentu (wilayah yang terspesialisasi pada industri tersebut). Dapat disimpulkan bahwa suatu industri akan cenderung terkonsentrasi pada wilayah yang terspesialisasi pada industri tersebut.

Terbentuknya kluster industri di suatu wilayah yang terjadi akibat proses aglomerasi menyebabkan wilayah tersebut menjadi terspesialisasi pada suatu industri. Spesialisasi industri menunjukkan bahwa aktivitas ekonomi pada suatu wilayah dikuasai oleh beberapa industri tertentu. Suatu wilayah dapat diartikan sebagai wilayah yang terspesialisasi apabila dalam sebagian kecil industri pada wilayah tersebut memiliki pangsa yang besar terhadap keseluruhan industri. Struktur industri yang terspesialisasi pada industri tertentu menunjukkan bahwa wilayah tersebut memiliki keunggulan berupa daya saing pada industri tersebut.

2.1.4 Teori Geografi Ekonomi Baru (New Economic Geography)

Teori ekonomi geografi baru berupaya untuk menurunkan efek-efek aglomerasi dari interaksi antara besarnya pasar, biaya transportasi dan increasing return dari perusahaan. Dalam hal ini ekonomi aglomerasi tidak diasumsikan tetapi diturunkan dari interaksi ekonomi skala pada tingkat perusahaan, biaya transportasi dan mobilitas faktor produksi. Teori ekonomi geografi baru

(7)

menekankan pada adanya mekanisme kausalitas sirkular untuk menjelaskan konsentrasi spasial dari kegiatan ekonomi (Krugman, 1998). Dalam model tersebut kekuatan sentripetal berasal dari adanya variasi konsumsi atau beragamnya intermediate good pada sisi produksi. Kekuatan sentrifugal berasal dari tekanan yang dimiliki oleh konsentrasi geografis dari pasar input lokal yang menawarkan harga lebih tinggi dan menyebarnya permintaan. Jika biaya transportasi cukup rendah maka akan terjadi aglomerasi.

Krugman (1998) berasumsi bahwa jika ada barang berbeda sejumlah n dan komsumen menyenangi produk yang bervariasi, dapat dirumuskan dalam fungsi:

n

U = ∑ v (ci) …..(2.1)

i=1

Dari fungsi ini, Krugman menjelaskan bahwa perbedaan harga antar barang membuat konsumen lebih memilih untuk mengkonsumsi lebih dari satu jenis barang. Semakin banyak barang diproduksi di satu pabrik yang sama, biaya produksi yang harus dikeluarkan akan semakin rendah. Akibatnya, pabrik baru akan memasuki pasar dengan menambah variasi produknya. Dengan kata lain, biaya produksi dapat ditekan jika unit produksi mencapai jumlah tertentu. Meski demikian, biaya produksi juga dapat kembali meningkat jika jumlah barang produksi naik atau skala ekonomi tidak lagi tercapai.

Agar skala ekonomi meningkat, sebuah pabrik baru akan mencari negara lain yang mampu mendukung keberadaan unit produksi dalam jumlah yang besar. Dengan dukungan kemajuan teknologi, transportasi, dan informasi, pabrik tersebut akan memindahkan proses produksinya dengan mudah. Inilah yang akan mendorong migrasi tenaga kerja.

Krugman (1998) mengungkapkan bahwa ada kecenderungan pekerja bermigrasi ke wilayah pusat pekerja terbesar yang akhirnya akan menciptakan variasi produk yang sangat beragam. Dengan kata lain, konsentrasi terjadi dalam hal barang dan jasa yang diproduksi maupun lokasi barang tersebut dibuat. Menurut Krugman perkotaan cenderung akan terspesialisasi dengan perindustrian. Berdasarkan skala ekonomi, industri-industri akan cenderung terkonsentrasi di kota-kota besar. Konsentrasi produksi pada satu wilayah tertentu (dalam hal ini wilayah perkotaan), memungkinkan skala ekonomi dapat terealisasi karena

(8)

kedekatan lokasi dengan pasar akan meminimalisasi biaya transportasi (home-market effect).

Dalam model eksternalitas teknologi, transfer pengetahuan antar perusahaan memberikan insentif bagi aglomerasi kegiatan ekonomi. Informasi diperlakukan sebagai barang publik dengan kata lain tidak ada persaingan dalam memperolehnya. Difusi informasi ini kemudian menghasilkan manfaat bagi masing-masing perusahaan. Dengan mengasumsikan bahwa masing-masing perusahaan menghasilkan informasi yang berbeda-beda, manfaat interaksi meningkat seiring dengan jumlah perusahaan. Karena interaksi ini informal, perluasan pertukaran informasi menurun dengan meningkatnya jarak. Hal ini memberikan insentif bagi pengusaha untuk berlokasi dekat dengan perusahaan lain sehingga menghasilkan aglomerasi.

Studi empiris tentang aglomerasi dan ekonomi aglomerasi telah banyak menarik perhatian peneliti. Pada umumnya berbagai studi mengkaitkan aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi dalam pengertian pertumbuhan nilai tambah industri, pertumbuhan kesempatan kerja, pertumbuhan produkstivitas tenaga kerja. Adanya berbagai konsep tentang ekonomi aglomerasi dan teori yang mendasari berdampak terhadap perbedaan ukuran aglomerasi dan ekonomi aglomerasi yang digunakan dengan asumsi yang berbeda-beda.

2.1.5 Teori Perdagangan Baru (New Trade Theory)

Teori perdagangan baru menawarkan perspektif yang berbeda dengan yang ditawarkan teori ekonomi geografi baru dan teori neo-klasik. Teori perdagangan baru percaya bahwa sifat dasar dan karakter transaksi internasional telah sangat berubah dewasa ini di mana aliran barang, jasa, dan aset yang menembus batas wilayah antarnegara tidak begitu dipahami oleh teori-teori perdagangan tradisional. Perbedaan utama teori perdagangan baru dengan teori perdagangan yang “lama” yaitu mengenai asumsi persaingan tidak sempurna, constans returns to scale, pendapatan konstan, dan barang yang homogen berubah menjadi persaingan sempurna, increasing returns to scale dan perbedaan produk.

Para pendukung teori perdagangan baru berpendapat bahwa ukuran pasar ditentukan secara fundamental oleh besar kecilnya angkatan kerja pada suatu

(9)

negara, dan tenaga kerja pada dasarnya tidak mudah berpindah lintas negara. Mereka percaya bahwa penentu utama lokasi adalah derajat tingkat pendapatan yang meningkat dari suatu pabrik, tingkat substitusi antar produk yang berbeda, dan ukuran pasar domestik. Dengan berkurangnya hambatan-hambatan perdagangan secara substansial, diperkirakan bahwa hasil industri yang meningkat akan terkonsentrasi dalam pasar yang besar. Krugman dan Venables (1990) menunjukkan bahwa kecenderungan untuk berlokasi di dalam pasar yang lebih besar ternyata lebih kuat apabila biaya perdagangan tidak terlalu tinggi maupun terlalu rendah.

Meskipun memiliki daya tarik, teori perdagangan baru juga memiliki beberapa kelemahan. Ottaviano dan Puga (1998) mengidentifikasi tiga kelemahan utama. Pertama, teori perdagangan baru sebagai mana teori tradisional, menjelaskan perbedaan struktur produksi melalui perbedaan karakteristik yang mendasari. Kedua, teori ini tidak menjelaskan mengapa perusahaan-perusahaan dalam sektor tertentu cenderung untuk berlokasi saling berdekatan, yang mendorong terjadinya spesialisasi regional. Ketiga, teori ini menunjukkan perkembangan industri secara bertahap dan bersama-sama di semua negara berkembang. Padahal dalam kenyataannya, industrialisasi sering kali berupa gelombang industrialisasi yang sangat cepat, di mana industri menyebar secara berturutan dari negara yang satu ke negara lain.

2.1.6 Infrastruktur

Secara umum infrastruktur dapat didefinisikan sebagai fasilitas fisik dalam mengembangkan atau membangun kegunaan publik melalui penyediaan barang dan jasa untuk umum. Infrastruktur fasilitas dan jasa biasanya disediakan secara gratis atau dengan harga yang terjangkau dan terkontrol. Sistem infrastruktur merupakan pendukung utama fungsi-fungsi sistem sosial dan sistem ekonomi dalam kehidupan sehari-hari masyarakat. Sistem infrastruktur dapat didefinisiskan sebagai fasilitas-fasilitas atau struktur-struktur dasar, peralatan-peralatan, instalasi-instalasi yang dibangun dan yang dibutuhkan untuk berfungsinya sistem sosial dan sistem ekonomi masyarakat.

(10)

Infrastruktur merupakan komponen penting bagi kegiatan produksi dan dapat memengaruhi kegiatan ekonomi. Peningkatan fasilitas infrastruktur dapat mendorong perkembangan teknologi sehingga dapat dicapai efisiensi dalam kegiatan produksi. Efisiensi akan menciptakan output dan kesempatan kerja lebih besar. Disisi lain, ketersediaan infrastruktur yang memadai dapat meningkatkan investasi daerah. Menurut Dornbusch et al (2004) investasi merupakan komponen penting permintaan agregat. Investasi juga meningkatkan modal dan meningkatkan kapasitas produksi perekonomian. Pada akhirnya pembangunan infrastruktur dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.

Pemerintah melalui Peraturan Presiden Nomor 42 Tahun 2005 tentang Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur, menjelaskan beberapa jenis infrasturktur yang penyediaannya diatur pemerintah, yaitu: infrastruktur transportasi, infrastruktur jalan, infrastruktur pengairan, infrastruktur air minum dan sanitasi, infrastruktur telematika, infrastruktur ketenagalistrikan, dan infrastruktur pengangkutan minyak dan gas bumi. Penggolongan infrastruktur tersebut dapat dikategorikan sebagai infrastruktur dasar, karena sifatnya yang dibutuhkan oleh masyarakat luas penyediaannya perlu diatur oleh pemerintah.

Dengan melihat jenis-jenis infrastruktur yang banyak berhubungan dengan masyarakat, peranan pemerintah sangat penting dalam penyediaannya. Walaupun pengadaan infrastruktur bisa dilakukan dengan kerja sama dengan badan usaha yang telah ditunjuk, tidak semua layanan infrastruktur bisa dilaksanakan oleh pihak swasta karena ada layanan infrastruktur yang memerlukan modal yang besar dengan waktu pengembalian yang lama dan resiko investasi yang besar.

2.1.7 Ketimpangan Wilayah dan Pertumbuhan Ekonomi

Pendapatan penduduk tidak selalu merata, bahkan yang sering terjadi justru sebaliknya. Manakala pendapatan terbagikan secara merata kepada seluruh penduduk di wilayah tersebut, maka dikatakan distribusi pendapatannya merata, sebaliknya apabila pendapatan regional tersebut terbagi secara tidak merata (ada yang kecil, sedang dan besar) dikatakan ada ketimpangan dalam distribusi pendapatannya. Semakin besar perbedaan pembagian pendapatan regional tersebut berarti semakin besar pula ketimpangan distribusi pendapatan.

(11)

Sjafrizal (2008) menyatakan bahwa disparitas pembangunan ekonomi regional merupakan aspek yang umum terjadi dalam kegiatan ekonomi suatu daerah. Ketimpangan ini pada dasarnya disebabkan oleh adanya perbedaan kandungan sumber daya alam dan perbedaan kondisi demografi yang terdapat pada masing-masing wilayah. Akibat dari perbedaan ini, kemampuan suatu daerah dalam mendorong proses pembangunan ekonomi juga menjadi berbeda. Terjadinya ketimpangan antar wilayah ini membawa implikasi terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat antar wilayah. Karena itu, aspek ketimpangan pembangunan antar wilayah ini juga meempunyai implikasi pula terhadap formulasi kebijakan pembangunan wilayah yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah. Upaya pemerintah, baik pusat maupun daerah, yang dapat dilakukan dalam rangka penanggulangan ketimpangan pembangunan antar daerah dalam suatu negara atau wilayah yaitu:

1. Penyebaran pembangunan prasarana perhubungan 2. Mendorong transmigrasi dan migrasi spontan 3. Pengembangan pusat pertumbuhan

4. Pelaksanaan otonomi daerah

Teori pertumbuhan neo-klasik memprediksi hubungan antara tingkat pembangunan ekonomi nasional dan ketimpangan pembangunan antar wilayah. Hipotesis ini kemudian dikenal sebagai hipotesis klasik. Dalam hipotesis neo-klasik ketimpangan pembangunan pada permulaan proses cenderung meningkat. Proses ini akan terjadi sampai ketimpangan tersebut mencapai titik puncak. Setelah itu, bila proses pembangunan terus berlanjut, maka secara berangsur-angsur ketimpangan pembangunan antar wilayah tersebut akan menurun. Dengan kata lain ketimpangan pada negara berkembang relatif lebih tinggi, sedangkan pada negara maju ketimpangan tersebut relatif lebih rendah. Kurva ketimpangan pembangunan berbentuk U terbalik, seperti pada Gambar 3.

Ketimpangan pada negara sedang berkembang relatif lebih tinggi karena pada waktu proses pembangunan baru dimulai, kesempatan dan peluang pembangunan yang ada umumnya dimanfaatkan oleh daerah-daerah yang kondisi pembangunannya sudah lebih baik sedangkan daerah yang masih terbelakang tidak mampu memanfaatkan peluang ini karena keterbatasan prasarana dan sarana

(12)

tingkat ketimpangan

serta rendahnya kualitas sumber daya manusia. Oleh sebab itu, pertumbuhan ekonomi cenderung lebih cepat di daerah dengan kondisi yang lebih baik, sedangkan daerah yang terbelakang tidak banyak mengalami kemajuan. Pada negara yang sudah maju di mana kondisi yang lebih baik dari segi prasarana dan sarana serta kualitas sumber daya manusia, setiap kesempatan peluang pembangunan dapat dimanfaatkan secara lebih merata antar daerah. Oleh sebab itu, proses pembangunan pada negara maju cenderung mengurangi ketimpangan pembangunan antar wilayah.

Sumber : Sjafrizal (2008)

Gambar 3 Hipotesa Neo-klasik

Penelitian tentang hipotesis neo-klasik dilakukan oleh Williamson (1965) melalui suatu studi tentang ketimpangan pembangunan antar wilayah pada negara maju dan negara sedang berkembang dengan menggunakan data time series dan cross section. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa hipotesis neo-klasik ternyata terbukti benar secara empirik. Fakta empirik ini menunjukkan bahwa peningkatan ketimpangan pembangunan yang terjadi di negara-negara sedang berkembang sebenarnya bukanlah karena kesalahan pemerintah atau masyarakatnya, tetapi hal tersebut terjadi secara natural di seluruh negara.

Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi adanya ketimpangan adalah indeks Williamson. Secara ilmu statistik, indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim digunakan mengukur suatu perbedaan. Semakin kecil indeks Williamson menunjukkan ketimpangan yang semakin kecil pula atau dapat dikatakan semakin merata. Angka indeks Wiliamson yang besar menunjukkan bahwa tingkat

kurva ketimpangan regional

(13)

ketimpangannya semakin melebar. Formulasi indeks Williamson untuk mengukur ketimpangan di Jawa Barat adalah sebagai berikut:

(2.2)

dimana :

IW = Indeks Williamson

yi = PDRB per kapita di kabupaten/kota i = PDRB per kapita rata-rata di Jawa Barat fi = Jumlah penduduk di kabupaten/kota i

n = Jumlah penduduk di Jawa Barat 2.2 Penelitian terdahulu

2.2.1 Pengukuran Konsentrasi Spasial

Konsentrasi spasial menurut penelitian terdahulu dan menurut teori-teori regional dapat diukur dengan menggunakan indikator- indikator antara lain : 1. Persebaran tenaga kerja industri manufaktur, hal ini dikemukakan oleh Arifin

dan Kuncoro (2003) dalam penelitiannya yang berjudul Konsentrasi Spasial dan Dinamika Pertumbuhan Industri Manufaktur di Jawa Timur.

2. Location Quotient (LQ), dikemukakan oleh Kuncoro (2002) dimana LQ merupakan indikator dalam mengukur besarnya angka spesialisasi sektor suatu daerah yang apabila besarnya lebih besar dari satu (LQ>1 ) maka sektor tertentu pada daerah tersebut memiliki potensi ekspor ke luar daerah. Kuncoro menggunakan indeks ini untuk menentukan seberapa jauh suatu industri terkonsentrasi pada suatu kabupaten/kota dibanding industri yang sama di seluruh Indonesia. Pengukuran LQ ini dengan menggunakan data tenaga kerja industri manufaktur.

3. Konsentrasi Spasial KSPEC dikemukakan oleh Landiyanto (2005) yang mengambil wilayah observasi di Jawa Timur. Indeks tersebut merupakan indeks konsentrasi spasial industri di Jawa Timur. Pengukuran konsentrasi spasial dilakukan dengan menggunakan variabel share dari sektor manufaktur terhadap PDRB Jawa Timur

y

n

f

y

y

I

i i i W

×

=

2

)

(

(14)

2.2.2 Pengaruh Aglomerasi terhadap Pertumbuhan Ekonomi

Krugman dan Venables (1991) melakukan studi pada 106 industri di berbagai daerah di Amerika Serikat dengan menggunakan indikator Gini Lokasional. Metode yang dilakukan yaitu dengan menghitung pangsa total tenaga kerja manufaktur USA dan pangsa tenaga kerja nasional dalam suatu industri di tiap daerah, menyusun peringkat unit lokasi menurut rasio kedua angka dan yang terakhir dengan menyusun peringkat dari yang tertinggi hingga terendah dan mempertahankan nilai total kumulatif, baik jumlah tenaga kerja maupun jumlah pangsa tenaga kerja dalam industri. Hasil studi menunjukkan bahwa perekonomian Amerika Serikat menjadi kurang begitu terspesialisasi secara regional sejak tahun 1947-1985 dan industri tradisional yang berteknologi rendah cenderung merupakan industri yang paling kuat lokalisasinya.

Sjoholm (1999) melakukan studi tentang peran karakteristik regional dan investasi langsung terhadap pertumbuhan produktivitas industri manufaktur di Indonesia. Studi tersebut menyimpulkan bahwa karateristik pada tingkat kabupaten tampaknya lebih mampu menjelaskan pertumbuhan produktivitas daripada tingkat propinsi. Pada tingkat kabupaten struktur industri yang terdiversifikasi lebih dapat meningkatkan pertumbuhan produktivitas secara berarti. Studi ini tidak menemukan perusahaan atau industri di tingkat kabupaten yang terspesialisasi atau yang kompetisinya tinggi mewujudkan pertumbuhan produktivitas yang tinggi.

Nuryadin dan Sodik (2007) dalam penelitiannya yang terkait dengan aglomerasi dan pertumbuhan ekonomi bertujuan menganalisis dampak dari aglomerasi terhadap pertumbuhan ekonomi. Penelitian ini menggunakan data dari 26 propinsi mulai dari tahun 1993 sampai 2003 dan dengan metode GLS untuk mengestimasi data panel. Variabel tidak bebas yang digunakan dalam model yaitu pertumbuhan ekonomi, sedangkan variabel bebasnya yaitu aglomerasi yang diwakili oleh indeks konsentrasi industri, tenaga kerja, tingkat inflasi, tingkat perdagangan, dan human capital. Hasil yang ditemukan dari penelitian tersebut yaitu pertumbuhan ekonomi regional pada periode 1993 sampai 2003 dipengaruhi oleh tingkat inflasi, dan tingkat perdagangan. Sedangkan, human capital dan aglomerasi tidak memengaruhi pertumbuhan ekonomi regional.

(15)

2.2.3 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Aglomerasi Industri

Kim (1995) menguji sejauh mana lokalisasi industri terkonsentrasi, dapat dijelaskan melalui regresi lokalisasi yang diukur dengan skala ekonomi dan faktor-faktor produksi. Ukuran yang digunakan untuk mengukur pentingnya faktor-faktor produksi yaitu intensitas bahan baku yang merupakan biaya bahan baku dibagi dengan nilai tambah pada industri manufaktur. Sedangkan ukuran skala (ukuran pabrik) dihitung dengan pendekatan rata-rata pekerja produksi, sebagaimana dalam model Heckscher-Ohlin. Hasil analisis menunjukkan dukungan terhadap model empiris dimana spesialisasi regional dapat dijelaskan oleh skala ekonomi (plant size), intensitas bahan baku yang digunakan, dummy industri, dan dummy waktu.

Kuncoro dan Wahyuni (2009) dalam penelitiannya yang bertujuan menganalisis dampak dari investasi asing terhadap terjadinya konsentrasi industri dan faktor-faktor apa saja yang memengaruhi terjadinya aglomerasi industri manufaktur. Metodologi yang digunakan yaitu regresi data panel dengan menggunakan unit data kabupaten/kota di Pulau Jawa pada tahun 1991-2002. Variabel aglomerasi yang merupakan variabel tidak bebas dalam penelitian ini didekati dengan indeks spesialisasi regional. Hasil yang diperoleh dari penelitiannya yaitu variabel-variabel spesifik industri (skala ekonomi, kandungan import, biaya tenaga kerja, orientasi ekspor) memengaruhi spesialisasi regional secara signifikan. Demikian juga variabel pendapatan regional per kapita sebagai variabel spesifik regional mampu menjelaskan spesialisasi regional dengan baik. Variabel kepemilikan modal asing dan indeks persaingan dalam penelitian ini tidak berpengaruh secara statistik.

Pada penelitian Landiyanto (2005) variabel independen meliputi Indeks konsentrasi spasial yaitu Location Quotient dan Indeks Spesialisasi, kemudian dilakukan komparasi antara indeks konsentrasi spasial tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pendapatan per kapita mempunyai pengaruh yang signifikan, hal ini sesuai dengan teori Krugman (1991) bahwa dampak pasar domestik akan memengaruhi lokasi industri yaitu bahwa semakin padat penduduk suatu daerah akan menarik konsentrasi produksi manufaktur. Pendapatan per kapita merupakan salah satu alat ukur yang sederhana untuk melihat tingkat daya beli masyarakat.

(16)

Indeks konsentrasi spasial industri

manufaktur

Strategi peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pengurangan disparitas regional terkait dengan penciptaan aglomerasi industri

Permasalahan:

konsentrasi industri manufaktur meningkatkan pertumbuhan ekonomi di sisi lain menimbulkan masalah disparitas regional

Indeks Ketimpangan Ekonomi Faktor-faktor yang memengaruhi aglomerasi industri Gambaran Disparitas Jawa Barat Jawa Barat : Daerah investasi terbaik di Indonesia

Penyumbang 23,16% nilai tambah industri manufaktur Penyerap 40% tenaga kerja industri manufaktur Penyangga Ibukota Karakteristik Spesifik Regional Karakteristik Spesifik Industri 1. upah minimum kabupaten/kota 2. pendapatan daerah 3. ketersediaan listrik 4. infrastruktur jalan 1. skala ekonomi 2. keanekaragaman industri 3. orientasi ekspor & impor 4. investasi asing

5. indeks persaingan

Peningkatan pendapatan per kapita suatu daerah akan mendorong terkonsentrasinya industri manufaktur pada daerah tersebut khususnya industri yang berorientasi pada pasar.

2.2.4 Kerangka Pemikiran

Industri manufaktur sangat berpengaruh pada pertumbuhan ekonomi Jawa Barat, karena industri manufaktur merupakan salah satu penarik nilai tambah dan pengguna tenaga kerja. Hal tersebut akan memunculkan aktifitas ekonomi lainnya, yang selanjutnya akan mempengaruhi pembangunan ekonomi. Kondisi tersebut mengakibatkan perlunya perhatian yang serius terhadap pembangunan industri manufaktur.

(17)

Aglomerasi industri adalah salah satu indikator berkembangnya peranan industri manufaktur di suatu wilayah. Aglomerasi industri manufaktur akan memberikan banyak manfaat bagi industri terutama adanya penghematan aglomerasi yang akan meningkatkan efisiensi dan pada akhirnya meningkatkan daya saing dari industri manufaktur tersebut. Peningkatan daya saing industri manufaktur akan meningkatkan output dan nilai tambah sehingga kesejahteraan di wilayah tersebut meningkat. Strategi untuk meningkatkan aglomerasi industri manufaktur secara efektif adalah dengan mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi tumbuhnya aglomerasi industri manufaktur, sehingga bisa dijadikan faktor penting dalam menentukan kebijakan. Secara keseluruhan kerangka pemikiran penelitian ini seperti pada Gambar 4.

2.3 Hipotesis Penelitian.

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

1. Pemulihan krisis ekonomi menurunkan tren kesenjangan ekonomi di Jawa Barat.

2. Pemulihan krisis ekonomi meningkatkan tren konsentrasi spasial industri manufaktur di Jawa Barat.

3. Pembangunan infrastruktur akan berdampak positif pada aglomerasi industri. 4. Investasi asing akan berdampak positif pada aglomerasi industri.

5. Upah minimum kabupaten/kota akan berdampak negatif pada aglomerasi industri.

6. Pendapatan daerah sebagai besaran pasar produk manufaktur akan berdampak positif terhadap aglomerasi.

Gambar

Gambar 3   Hipotesa Neo-klasik
Gambar 4   Kerangka pemikiran penelitian

Referensi

Dokumen terkait

Sesuai dengan Tabel 4.5 terlihat bahwa dengan usulan topologi kedua, jumlah gerai yang telah menerima file video lagu baru di siklus distribusi keempat lebih banyak daripada dengan

Berdasarkan rumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan self efficacy siswa terhadap kelompok peminatan pada siswa

Setelah 4-5 jam dalam pelayarannya kapal mengalami cuaca buruk dan ombak besar, Saksi melaporkan kepada Tersangkut Nakhoda bahwa kapal bocor dan diperintahkan

Dimana apabila menunjukan status tersedia dari sebuah sarana pada suatu tanggal tertentu itu artinya sarana tersebut masih bisa untuk dilakukan pemesanan karena

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, penulis akan meneliti pengaruh dari penerapan PSAK 24 khususnya mengenai imbalan pascakerja terhadap risiko perusahaan dan

Namun pada neonatus dengan gejala klinis TB dan didukung oleh satu atau lebih pemeriksaan penunjang (foto toraks, patologi anatomi plasenta dan mikrobiologis darah v.umbilikalis)

Variabel X3 pada pengujian regresi model random effect didapatkan nilai koefisiennya sebesar -857.8601 yang berpengaruh negative, dan probabilitas yang didapatkan

Tujuan dari penulisan ini adalah membuat aplikasi yang dapat memberikan rekomendasi pemesanan iklan yang optimal, data yang saling terintegrasi, dan kalkulasi