• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Data Citra dan Data Pendukung

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian Data Citra dan Data Pendukung"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Kegiatan penelitian dilaksanakan dari bulan Juni 2005 sampai dengan bulan Agustus 2006. Pengambilan data lapangan dilakukan pada awal bulan Agustus 2006 di sekitar wilayah Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Sedangkan pengolahan data dilaksanakan di Laboratorium Remote Sensing dan GIS, Fakultas Kehutanan IPB.

Data Citra dan Data Pendukung

Bahan yang digunakan adalah data dijital citra satelit Ikonos multispektral liputan tahun 2003 yang sudah terkoreksi. Spesifikasi citra Ikonos disajikan pada Tabel 5. Data pendukung lainnya berupa sistem data spasial batas administrasi kelurahan, batas kecamatan dan batas kotamadya Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, data jumlah penduduk, jumlah industri dan jumlah kendaraan bermotor (satuan per kelurahan).

Ikonos merupakan nama satelit sekaligus sensor yang digunakan untuk merekam gambar/obyek permukaan bumi. Satelit ini merupakan satelit sipil pertama yang menggunakan sensor dengan resolusi spasial tinggi, yaitu : 1 m panchromatic (PAN) dan 4 m multispectral (XS), serta mengorbit pada ketinggian 681 km. Selain itu, kemampuannya melakukan perekaman secara “off nadir” sampai dengan 600 di segala azimuth menyebabkan kemampuan ulang

(revisit) antara 2 sampai dengan 3 hari dan juga mampu menyediakan citra stereo dari posisi “in-track”.

Satelit Ikonos mengorbit bumi pada orbit Sun-Synchronous. Satelit tersebut mengitari bumi 14 kali per hari, atau setiap 98 menit. Satelit Ikonos yang diluncurkan pada bulan September 1999 mengorbit pada ketinggian 681 km dengan deklinasi 98,10 pada waktu crossing 10.30 a.m. Pita Spektaral 1, 2 dan 3

dari citra Ikonos multispektral secara berurutan mengukur reflektansi spektrum elektromagnetik pada bagian biru, hijau dan merah. Pita-pita tersebut untuk mengukur karakteristik spektral yang tampak oleh mata. Pita 4 mengukur reflektansi spektrum elektromagnetik pada bagian inframerah dekat, dan sangat membantu dalam mengklasifikasi vegetasi.

(2)

22

Dephan (2005) menyatakan bahwa resolusi radiometrik data Ikonos dikumpulkan tiap 11 bit pixel (2048 tone abu-abu). Ini berarti bahwa masih diperlukan ahli perangkat lunak inderaja untuk memperoleh informasi gambar dengan detil. Ikonos dengan kemampuannya sebagai high accuracy remote sensing satellite akan memberikan implikasi terhadap berubahnya konsepsi penyediaan data dan informasi wilayah terutama karena meningkatnya kecepatan & keakuratan datanya.

Tabel 5. Spesifikasi citra Ikonos

Waktu peluncuran 24 September 1999 (11:21:08 a.m. PDT) Lokasi peluncuran Vandenberg Air Force Base, California Resolusi Resolusi setiap pita spektral:

• Pankromatik : 1 meter (nominal , 26 derajat off nadir) • Multispektral : 4 meter (nominal , 26 derajat off nadir) Respon spektral citra • Pankromatik : 0,45 – 0,90 mikron

• Multispektral :

Pita 1 : Biru 0,45 – 0,52 mikron Pita 2 : Hijau 0,52 – 0,60 mikron Pita 3 : Merah 0,63 – 0,69 mikron

Pita 4 : Inframerah dekat 0,79 – 0,90 mikron (sama dengan landsat pita 1 – 4)

Lebar swath dan ukuran

scene • Lebar Swath ; 13 km pada nadir • Areas of interest : Citra tunggal 13 km × 13 km Ketinggian (Altitude) 423 mil / 681 km

Inklinasi (Iclination) 98,10

Kecepatan 4 mil per detik / 7 km per detik Descending nodal crossing

time

10 : 30 a.m.

Revisit frequency 2,9 hari pada resolusi 1 meter, 1,5 hari pada resolusi 1,5 meter. Nilai-nilai tersebut untuk target pada lintang 40 derajat. Waktu revisit lebih sering untuk lintang lebih tinggi dan jarang untuk lintang dekat khatulistiwa.

Waktu orbit 98 menit

Tipe orbit Sun-Synchronous Sumber : Pike dan Brown (1999)

Software dan Hardware (Perangkat Lunak dan Keras)

Perangkat keras (hardware) yang digunakan adalah seperangkat komputer pribadi (personal computer) dengan perangkat lunak (software) Arc View Ver. 3.2, 3.3 dan Minitab 13.20. Peralatan tambahan lainnya berupa GPS (Global Position System) tipe Garmin 12-XL, kamera dijital dan alat tulis.

(3)
(4)

Tahap-tahap Interpretasi Tutupan Lahan

Pengolahan Data Citra

1. Digitasi

Pada dasarnya digitasi adalah kegiatan pemasukan data dalam arc View yang dilakukan dengan mendeliniasi secara langsung pada layer (on screen digitizing) untuk feature yang yang berbentuk line/arc/polygon, sehingga dihasilkan beberapa coverage untuk setiap informasi tematik yang berbeda (pohon, semak belukar, padang rumput, sawah, tanah kosong, badan air, bangunan, jalan, sungai, dan lain-lain) yang akan digunakan sebagai pangkalan data (data base) yang merupakan sekumpulan logis dari informasi yang saling terkait yang dikelola dan disimpan sebagai satu kesatuan. Deskripsi beberapa kelas penutupan lahan disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Deskripsi kelas-kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra Ikonos

No Kelas Penutupan Deskripsi

1. Pohon tumbuhan berkayu dengan diameter ≥ 20 cm

2. Semak belukar lahan yang ditumbuhi oleh semak belukar 3. Padang rumput lahan yang ditumbuhi oleh rumput-rumputan

4. Sawah lahan pertanian padi

5. Tanah Kosong lahan yang ditumbuhi oleh tanaman atau sedikit ditumbuhi dan tidak digunakan untuk

penggunaan lainnya

6. Badan air lahan (permukaan) yang selalu dialiri/digenangi air termasuk sungai

7. Non vegetasi bangunan (kawasan industri, pemukiman), jalan, areal terbangun lainnya

8. No data Awan dan bayangan awan

2. Editing

Editing dilakukan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan pada saat digitasi seperti undershoot, overshoot, dan slivers.

(5)

3. Labelling/Attributing

Labelling merupakan proses pemberian identitas label setiap polygon, line atau point yang terbentuk dalam coverage, sedangkan atributing adalah proses memberi atribut atau informasi pada suatu coverage. Biasanya, informasi yang diberikan dapat dilihat dalam bentuk atribut tabel. Tabel dapat berfungsi untuk mengolah data atribut dari suatu coverage untuk keperluan analisis, baik analisis digital maupun tabular diperlukan adanya informasi pada basis data. Data spasial hasil digitasi perlu ditambahkan data atribut deskriptif. Attributing diperlukan bila coverage yang ada sudah dibangun topologi.

4. Map Join

Apabila peta yang akan digabung telah mempunyai koordinat dunia nyata dengan proyeksi yang sama maka dapat dilakukan penggabungan beberapa coverage (polygon/feature lainnya) dari satu atau lebih coverage. Sebelum dilakukan map join, terlebih dahulu harus dilakukan transformasi pada setiap coverage yang akan digabung. Kegiatan-kegiatan map join dilakukan berdasarkan nilai-nilai sebuah file yang dapat ditemukan baik pada tabel yang ditambahkan maupun pada tabel atribute themenya.

5. Layout Peta

Layout adalah sebuah proses menata dan merancang letak-letak properti peta seperti judul peta, legenda peta, orientasi, label, dan lain-lain. Layout peta dimaksudkan untuk memperjelas dan memberikan keterangan yang benar bagi pengguna peta yang diharapkan dapat digunakan sebagai bahan acuan dalam suatu terapan tertentu sehingga dapat diperoleh informasi yang akurat. Secara rinci bagan proses pengolahan citra disajikan pada Gambar 3.

Evaluasi Akurasi Hasil Klasifikasi

Evaluasi akurasi dilakukan untuk melihat besarnya kesalahan klasifikasi area contoh sehingga dapat ditentukan besarnya persentase besarnya ketelitian pemetaan. Ketelitian tersebut meliputi jumlah piksel area contoh yang diklasifikasikan dengan benar atau salah, pemberian nama kelas secara benar, persentase banyaknya piksel dalam masing-masing kelas serta persentase kesalahan total. Analisis akurasi dilakukan dengan menggunakan matrik kesalahan (confussion matrix) atau sering disebut matrik contingency, yang disusun seperti disajikan pada Tabel 7. Akurasi kappa digunakan karena memperhitungkan semua elemen dalam matrik konfusi, akurasi kappa juga

(6)

26

digunakan untuk menguji kesignifikanan antara dua matrik kesalahan dari metode yang berbeda atau dari kombinasi band yang berbeda (Jaya, 2002). Tabel 7. Contoh bentuk matrik kesalahan (Confussion Matrix)

Data Acuan Training Area

Diklasifikasi ke Kelas (Data Klasifikasi di Peta)

Total Baris Xk+ Producer’s acc. Xkk/Xk+ A B …. D A Xii B D Xkk Total Kolom X+k N User’s Acc. Xkk/X+k Sumber : Jaya (2002)

Ukuran-ukuran akurasi yang digunakan yaitu:

2 ( ) / 100% r r r kk kk k k k k k k Kappa k N X X X N X X+ ⎡⎛ ⎞ ⎛ ⎞⎤ ⎢⎜ ⎟ ⎜ ⎟⎥ =⎟ ⎜ − − × ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ ⎢ ⎠ ⎝ ⎥ ⎣

∑ ∑

(

)

. kk/ 100% Overall Acc =

X N ×

(

)

'

.

kk

/

k

100%

User s Acc

=

X

X

+

×

(

)

Prod s Acc' .= Xkk/Xk+ ×100% Keterangan:

N : jumlah semua piksel yang digunakan untuk pengamatan R : jumlah baris/lajur pada matrik kesalahan (jumlah kelas) XI+ : jumlah semua kolom pada baris ke-I (∑Xij)

X+j : jumlah semua kolom pada lajur ke-I (∑Xij) Pengecekan Lapangan (Ground Check)

Kegiatan pengecekan lapangan dilaksanakan dengan maksud untuk memperoleh informasi mengenai kondisi dan keadaan penutupan lahan sebenarnya di lapangan sebagai pelengkap informasi dan pembanding dengan hasil interpretasi citra secara visual (analisis lebih lanjut). Penampakan beberapa kelas penutupan lahan pada citra Ikonos dan hasil pengecekan lapangan disajikan pada Gambar 4.

(7)

Gambar 3. Diagram alir proses pengolahan citra Digitasi Editing Labelling/Attributing Map Join Layout Peta Peta Biosfisik Mulai Selesai

(8)

28

Gambar 4. Beberapa kelas penutupan lahan (1) pohon; (2) semak belukar; (3) padang rumput; (4) sawah; (a) penampakan pada citra Ikonos; (b) penampakan di lapangan 1a 2a 1b 4a 3a 2b 3b 4b

(9)

Gambar 4. (lanjutan) Beberapa kelas penutupan lahan (5) tanah kosong; (6) sungai; (7) bangunan/pemukiman (a) penampakan pada citra Ikonos; (b) penampakan di lapangan

6a

5b

6b

7a 7b

(10)

30

Pendekatan Pembangunan Hutan Kota

Hutan kota adalah sebuah areal yang ditumbuhi berbagai tegakan vegetasi yang merupakan suatu unit ekosistem yang berfungsi dan berstruktur sebagai hutan dalam wilayah perkotaan yang memberikan manfaat lingkungan sebesar-besarnya kepada penduduk kota bagi kegunaan proteksi, esetika, rekreasi serta kegunaan khusus lainnya (Menteri Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup, 1988). Menurut Dahlan (2004) hutan kota dianggap memiliki kelebihan dalam menyerap gas CO2 dibandingkan dengan tanaman, karena hutan

menempati hamparan yang lebih luas daripada taman, selain itu biomassa hutan jauh lebih banyak daripada taman, karena terdiri dari beberapa strata ketinggian dari yang paling rendah sampai yang tinggi pohonnya dapat mencapai 40-60 m juga pepohonan hutan memiliki diameter tajuk dan kerapatan daun yang jauh lebih besar daripada taman.

Menurut Dahlan (2004) ada dua pendekatan yang dipakai dalam membangun hutan kota, yaitu:

Pendekatan Parsial

Pendekatan parsial yakni menyisakan sebagian dari kota untuk kawasan hutan kota. Oleh sebab itu hutan kota sering diartikan sebagai hutan yang ada di dalam kota. Ada beberapa metoda yang dapat dilakukan untuk menetapkan luasannya, yakni berdasarkan perhitungan persentase, luasan per kapita dan berdasarkan issu penting yang muncul di kota tersebut.

1. Berdasarkan persentase luas

Menurut Inmendari No. 5 tahun 1988, luasan RTH kota menggunakan perbandingan 40 : 60, yang berarti 60% dari luas wilayah merupakan kawasan terbangun dan lebihnya sebesar 40% harus digunakan sebagai kawasan hijau. Sementara berdasarkan PP No. 63 tahun 2002 tentang hutan kota menyatakan luasan hutan kota sekurang-kurangnya 10% dari luasan kota .

2. Berdasarkan luasan per kapita

Luasan hutan kota di DKI Jakarta yang berupa taman untuk bermain dan olah raga 1,5 m2 per penduduk (Rifai, 1989 dalam Dahlan, 2004), sedangkan

Soeseno (1993) dalam Dahlan (2004) menetapkan 40 m2 per penduduk kota.

Sementara KepMen PU No. 378 tahun 1987 menetapkan luasan RTH kota untuk fasilitas umum adalah 2,53 m2 per jiwa dan untuk penyangga lingkungan kota

(11)

3. Berdasarkan issu penting

Kota dengan penduduk yang padat dan jumlah kendaraan bermotor dan industri yang tinggi, maka luasan hutan kota yang harus dibangun berdasarkan kemampuan hutan kota dalam menjerap dan menyerap polutan.

Pendekatan Global

Pendekatan global menganggap bahwa semua wilayah administratif kota dan kabupaten ditetapkan sebagai areal wilayah hutan kota. Adapun berbagai penggunaan lahan seperti untuk pemukiman, industri, perdagangan, pendidikan, pemerintahan, olah raga dan kesenian serta keperluan lainnya dianggap sebagai enklave (bagian) yang harus dihijaukan agar fungsi hutan kota dapat terwujud secara nyata. Suatu hal yang penting bahwa kota harus dihijaukan dengan tanaman secara maksimal, agar lingkungan menjadi bersih terbebas dari pencemaran udara, sejuk, indah, alami dan nyaman. Walaupun mungkin pada lokasi terbuka yang luasnya kurang dari 10 m2 saja, jika dimungkinkan untuk

dapat ditanami, maka akan ditanami dengan tanaman, sehingga akan diperoleh lingkungan yang lebih indah dari segi tata letak, komposisi, aksentuasi, keseimbangan, keserasian dan kealamian, tanpa melupakan persyaratan silvikulturnya (Dahlan, 1992).

Pendekatan pembangunan hutan kota yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan parsial berdasarkan jumlah karbondioksida yang dihasilkan penduduk, kendaraan bermotor dan kegiatan industri. Pengembangan hutan kota harus bisa mengimbangi tingkat karbondioksida yang dihasilkan, sehingga akan diperoleh kesetimbangan lingkungan secara ekologi.

Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Karbondioksida yang Dihasilkan

1. Teknik dan Prosedur Pengumpulan dan Pengolahan Data

Data sekunder berupa data jumlah penduduk, data jumlah industri (besar/sedang) dan data jumlah kendaraan bermotor (kendaraan penumpang, kendaraan beban, kendaraan bus dan sepeda motor) yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik (BPS) Provinsi DKI Jakarta. Data yang digunakan merupakan data seri, yaitu data tahun 2000 sampai dengan tahun 2003.

Penentuan kebutuhan luas hutan kota dilakukan dengan pendekatan jumlah karbondioksida yang merupakan jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas penduduk, kendaraan bermotor dan industri. Sedangkan untuk

(12)

32

mengetahui keseimbangan ruang terbuka hijau di Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur, dilakukan dengan mengetahui selisih antara jumlah total karbondioksida yang dihasilkan dengan daya serap vegetasi (pohon, semak belukar, padang rumput dan sawah) terhadap karbondioksida yang dihasilkan. Daya serap vegetasi terhadap karbondioksida diperoleh dari pendugaan jumlah karbondioksida per satuan luas pada masing-masing tutupan lahan hijau yang diperoleh dari hasil klasifikasi citra satelit.

2. Karbondioksida yang Dihasilkan di Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur

2.1. Karbondioksida yang Dihasilkan Penduduk

Data jumlah penduduk yang digunakan merupakan data penduduk Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur yang tercatat sebagai warga tetap, ditambah dengan jumlah penduduk pendatang yang berasal dari luar kota Jakarta. Menurut Soemarwoto (2006), menyatakan bahwa penduduk Jakarta berjumlah 8 juta orang, tetapi pada hari kerja siang hari penduduknya melonjak menjadi 12 juta. Empat juta orang setiap hari keluar-masuk Jakarta dari kota-kota satelitnya, seperti Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi.

Berdasarkan data tersebut, maka untuk menentukan prediksi jumlah penduduk pada tahun ke t digunakan rumus geometrik, dengan persamaan sebagai berikut :

(

1

)

t

t

o

P

=

P

+

r

Keterangan :

Pt : jumlah penduduk pada akhir periode waktu t

Po : jumlah penduduk pada awal periode waktu t

r : rata-rata prosentase pertambahan jumlah penduduk t : selisih tahun

Menurut Grey and Deneke (1976) setiap jam 1 ha daun-daun hijau menyerap 8 kg CO2 yang ekuivalen dengan CO2 yang dihembuskan oleh napas

manusia sekitar 200 orang dalam waktu yang sama sebagai hasil pernapasannya. Maka dalam satu hari, seorang manusia akan menghasilkan karbondioksida sebesar 0,96 kg. Berdasarkan data tersebut, maka dapat diketahui jumlah karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas penduduk untuk Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur pada tahun-tahun berikutnya berdasarkan hasil pendugaan jumlah penduduk tersebut.

(13)

2.2. Karbondioksida yang Dihasilkan Kendaraan Bermotor

Data kendaraan bermotor yang digunakan merupakan data yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta ditambah dengan jumlah kendaraan bermotor yang keluar-masuk wilayah Jakarta dari kota-kota di sekitarnya. Menurut Dinas Perhubungan Pemprov DKI Jakarta (2005), menyatakan bahwa terdapat 600.000 unit kendaraan dari wilayah BODETABEK (Bogor, Depok, Tanggerang dan Bekasi) masuk Jakarta, dan jumlah kendaraan bermotor yang bergerak mencapai 4,95 juta (kendaraan roda dua 53%, mobil pribadi 30%, bis 7%, dan truk 10%) setiap harinya.

Arismunandar (1980) dalam Wisesa (1988) membagi kendaraan bermotor dalam 5 kategori berdasarkan bidang penggunaannya, sebagaimana disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8. Klasifikasi kendaraan bermotor berdasarkan penggunaannya

No. Bidang Penggunaan Daya (PS) Bahan Bakar (Bensin/Diesel)

1. Sepeda motor 1-50 Bensin

2. Kendaraan penumpang kecil 20-100 Bensin 3. Kendaraan penumpang

(berat/besar)

100-500 Diesel 4. Komersial (ringan) 50-200 Bensin/Diesel

5. Komersial (berat) 150-500 Diesel

Menurut Ditlantas Polda Metro Jaya kendaraan bermotor dikategorikan menjadi 4, yaitu : kendaraan penumpang, kendaraan beban, kendaraan bis dan sepeda motor. Kendaraan penumpang merupakan setiap jenis kendaran bermotor yang dilegkapi dengan tempat duduk untuk sebanyak-banyaknya delapan orang tidak termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi/tidak dilengkapi bagasi. Kendaraan penumpang termasuk dalam kategori mobil penumpang kecil, berbahan bakar bensin dengan daya minimal 20 PS. Kendaraan beban merupakan setiap jenis kendaran bermotor yang digunakan untuk angkutan barang, selain dari mobil penumpang, bis dan sepeda motor. Kendaraan beban termasuk dalam kategori kendaraan komersil ringan, berbahan bakar bensin dengan daya minimal 50 PS. Kendaraan Bus merupakan setiap jenis kendaraan yang dilengkapi dengan duduk lebih dari delapan orang, tidak termasuk tempat duduk untuk pengemudi, baik dilengkapi bagasi maupun tidak dilengkapi bagasi. Kendaraan Bus termasuk dalam kategori kendaraan

(14)

34

penumpang berat, berbahan bakar diesel (solar) dengan daya minimal 100 PS. Sepeda motor adalah setiap jenis kendaraan bermotor beroda dua. Sepeda motor termasuk kendaraan berbahan bakar bensin dengan daya minimal 1 PS.

Karbondioksida yang dihasilkan beberapa jenis kendaraan bermotor disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9. Karbondioksida yang dihasilkan beberapa jenis kendaran bermotor

Jenis Kendaraan Jenis Bahan Bakar Kebutuhan Bahan Bakar (liter/jam PS) Daya Minimal (PS) CO2 yang Dihasilkan (kg/liter) Lama Beroperasi Tiap Hari (jam) Total CO2 yang Dihasilkan (kg/hari) (a)1 (b)1 (c)1 (d)2 (e)1 (b)*(c)*(d)*(e) Kendaraan Penumpang bensin 0,29 20 2,33 3 40,54 Kendaraan Beban solar 0,19 50 2,64 2 50,16 Kendaraan Bis solar 0,19 100 2,64 2 100,32 Sepeda Motor bensin 0,29 1 2,33 1 0,68

Sumber : 1; Wisesa (1988), 2; DEFRA (2001)

2.3. Karbondioksida yang Dihasilkan Industri

Karbondioksida yang dihasilkan dari kegiatan industri dihitung berdasarkan jumlah bahan bakar yang dibutuhkan dalam proses produksi. Dalam kasus studi ini, data yang digunakan merupakan data kebutuhan bahan bakar untuk industri besar sedang DKI Jakarta yang diperoleh dari Biro Pusat Statistika (BPS) Provinsi DKI Jakarta tahun 1993-2002 (Lampiran 1).

Jumlah kendaraan bermotor dan industri diprediksi menggunakan model prediktif yang dibangun berdasarkan data sekunder yang diperoleh dari Biro Pusat Statistik Provinsi DKI Jakarta tahun 2000-2003 menggunakan perangkat lunak Minitab.

3. Penentuan Luas Hutan Kota Berdasarkan Jumlah Karbondioksida yang Dihasilkan

3.1. Penentuan Luas Hutan Kota

Setelah besarnya jumlah karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari

aktivitas penduduk, industri, dan kendaraan bermotor diketahui maka luas kebutuhan hutan kota dapat diketahui. Persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut :

(15)

i i i i i i

a v

b w

c z

L

K

+

+

=

∑ ∑ ∑

Keterangan :

L : luas hutan kota (ha)

ai : karbondioksida yang dihasilkan seorang manusia (kg/hari)

bi : karbondioksida yang dihasilkan per kendaraan bermotor (kg/hari)

ci : karbondioksida yang dihasilkan per industri (kg/hari)

vi : jumlah penduduk (jiwa)

wi : jumlah kendaraan bermotor (unit)

zi : jumlah industri (unit)

K : kemampuan tipe vegetasi dalam menyerap karbondioksida (kg/hari/ha) Rumus tersebut menggunakan beberapa pustaka sebagai berikut :

a. Karbondioksida yang dihasilkan dari aktivitas seorang manusia adalah sama yaitu 0,96 kg/hari (Grey and Deneke, 1997).

b. Besarnya emisi karbondioksida yang dihasilkan dari pembakaran beberapa bahan bakar disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10. Jumlah emisi gas CO2 yang dihasilkan oleh beberapa bahan bakar No Jenis Bahan Bakar Emisi CO2 Satuan

1 Bensin1 2,33 kg/lt

2 Solar 1 2,64 kg/lt

3 Minyak Tanah2 2,58 kg/lt

4 Batubara1 2,96 kg/kg

5 Gas1 2,06 kg/m3

Sumber : 1 ; DEFRA (2001), 2 ; Kaufman (1999)

c. Waktu aktif kendaraan bermotor adalah : kendaraan penumpang 3 jam/hari, kendaraan beban dan kendaraan bis 2 jam/hari, serta sepeda motor 1 jam/hari (Wisesa, 2006). Sedangkan waktu aktif untuk industri adalah 8 jam/hari (Diana,2005 dalam Marianah, 2006).

d. Kendaraan bermotor hanya beroperasi di dalam Kota Selatan dan Jakarta Timur saja.

e. Rumus ini dapat berlaku apabila kondisi sosial, ekonomi dan politik pada tahun (t) sama dengan kondisi pada saat pengambilan data (tahun ke 0).

(16)

36

3.2. Pendugaan Daya Serap Vegetasi (RTH) terhadap Karbondiaksida yang Dihasilkan

Tumbuhan mampu mengubah zat karbondioksida dari udara dan mengubah air dari tanah menjadi karbohidrat dan oksigen dengan perantaraan klorofil dan bantuan sinar matahari yang disebut dengan proses fotosintesis (Bernatzky, 1978). Adapun proses tersebut dinyatakan sebagai berikut :

6 mol CO2 + 12 mol H2O + 675 kal → 1 mol C6H12O6 + 6 mol O2 + 6 mol H2O

Melalui persamaan proses fotosintesis tersebut, maka akan didapatkan rasio antara jumlah karbondioksida yang digunakan dengan oksigen yang dihasilkan pada proses fotosintesis tersebut. Menurut Bernatzky (1978) pohon dengan tinggi 25 meter dan diameter tajuk 15 meter, menutupi tanah seluas 160 m2, luas permukaan daun yang berada di tepi luar tajuk 1600 m2, akan

melakukan fotosintesis (per jam) sebagai berikut :

CO2 (intake) : 2.352 gr (total CO2 dari udara 4.800 m3)

H2O (intake) : 960 gr

C6H12O6 : 1.600 gr

O2 (output) : 1.712 gr

Satu hektar lahan hijau dengan total luas permukaan daun 5 ha akan membutuhkan 900 kg CO2 untuk melakukan fotosintesis selama 12 jam, dan

pada waktu yang sama akan menghasilkan 600 kg O2. Sedangkan menurut

Prasetyo et al (2002) hutan dalam hal ini pohon mempunyai daya serap terhadap karbondioksida sebesar 155,20 ton per ha, semak belukar sebesar 15,00 ton per ha, rumput dan sawah sebesar 6,00 ton per ha. Data tersebut yang digunakan untuk menduga daya serap vegetasi (pohon, semak belukar, rumput dan sawah) terhadap CO2 yang dihasilkan dari aktivitas manusia, kendaraan bermotor dan

industri.

4. Pemodelan Spasial Hutan Kota

Pembangunan Basis Data

Pembangunan basis data ini menggunakan peta dijital dengan beberapa jenis layer, yaitu layer penduduk, layer kendaraan bermotor, layer industri besar sedang, layer batas administrasi kelurahan, layer batas kecamatan, layer batas kotamadya dan layer penutupan vegetasi.

(17)

Pemodelan Spasial Pengembangan Hutan Kota

Pemodelan spasial pengembangan hutan kota diperlukan data tabular berupa jumlah penduduk, jumlah industri dan jumlah kendaraan bermotor dengan satuan unit per kelurahan, selain itu diperlukan data spasial berupa citra satelit Ikonos. Selain itu juga disusun data tabular jumlah karbondioksida yang yang hasilkan. Data tabular dan data spasial tersebut dibuat layer penduduk, layer industri dan layer kendaraan bermotor yang kemudian dianalisis spasial untuk menghitung karbondioksida yang dihasilkan masing-masing sehingga didapatkan jumlah karbondioksida total.

Sedangkan ketersedian lahan hijau dilihat dari hasil klasifikasi (pengolahan citra satelit) yang dianalisis spasial dari masing-masing bentuk vegetasi yang ada seperti pohon, semak belukar, sawah, dan padang rumput. Dari jumlah karbondioksida total dan daya serap vegetasi (pohon, semak belukar, rumput dan sawah) terhadap karbondioksida total dievaluasi keseimbangan antara kedua variabel tersebut. Data luas ketersediaan lahan hijau diasumsikan tidak mengalami perubahan untuk setiap tahunnya, baik penambahan maupun pengurangan luasan. Layer yang diperoleh dari data tabular (jumlah karbondioksida) tersebut dioverlay dengan layer tutupan vegetasi (daya serap) dan layer batas administrasi sehingga akan diperoleh informasi spasial mengenai keseimbangan hutan kota di Kota Jakarta Selatan dan Jakarta Timur. Analisis spasial ini dilakukan untuk tahun tahun 2003 serta perkiraan tahun 2006, 2010, 2015 dan 2020. Secara skematis diagram alir penelitian disajikan secara ringkas pada Gambar 5.

(18)

38

Gambar 5. Diagram alir pemodelan spasial hutan kota

Analisis Spasial Kebutuhan Hutan Kota

Evaluasi Keseimbangan Kebutuhan dan Keterersediaan Ruang Terbuka Hijau

Analisis Spasial Ketersediaan Hutan Kota Data Tabulasi • Jumlah Penduduk • Jumlah Kendaraan Bermotor • Jumlah Industri Data Spasial

• Peta Batas Adm Kelurahan • Peta Batas Adm Kecamatan • Peta Batas Adm Kotamadya • Citra Ikonos

Layer Penduduk Layer Kendaraan Bermotor

Layer Industri

Klasifikasi Citra IKONOS

• Pohon • Sawah • Padang rumput • Semak belukar

Kebutuhan Hutan Kota

Overlay Analisis Ketersediaan RTH • Pohon • Sawah • Padang rumput • Semak belukar

Informasi Spasial (peta/ data tabular) Ketersediaan Hutan Kota

Pengumpulan Data

Mulai

Selesai

Layer Kendaraan Bermotor Layer Penduduk

(19)

Gambar 6. Diagram alir metode penelitian

Data Citra Data Spasial Analisis Citra Data Statistik Pengolahan Data Estimasi Luas Ruang Terbuka Hijau Estimasi Kesetimbangan Ruang Terbuka Hijau

Estimasi Total Karbondioksida yang Dihasilkan Estimasi Kebutuhan Hutan Kota Kebutuhan Hutan Kota Kesetimbangan Ruang Terbuka Hijau Mulai Selesai Estimasi Daya Serap Ruang Terbuka Hijau

Gambar

Tabel 5. Spesifikasi citra Ikonos
Gambar 2. Citra Ikonos daerah penelitian (Jakarta Selatan dan Jakarta Timur)
Tabel 6. Deskripsi kelas-kelas penutupan lahan hasil klasifikasi citra Ikonos
Tabel 7. Contoh bentuk matrik kesalahan (Confussion Matrix)  Data Acuan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Penyusun utama dari sitoplasma adalah air (90%), berfungsi sebagai pelarut zat-zat kimia serta sebagai media terjadinya reaksi kirnia sel.Organel sel adalah benda- benda

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisa pendapatan dan pemanfaatan serta sejauh mana sebuah perilaku akuntansi pengelolaan keuangan pada sebuah rumah

Whistle blowing merupakan tindakan yang dilakukan oleh seseorang atau beberapa orang karyawan untuk membocorkan kecurangan baik yang dilakukan oleh perusahaan atau atasannya

Selain itu juga karena lemahnya penindakan oleh aparat, maka pengendara odong-odong tersebut banyak yang tidak memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM), meraka

diawali dengan proses taaruf melalui sosial media internet facebook.. Masalah yang akan dijadikan pokok bahasan dalam penelitian ini adalah Tinjuan Hukum Islam Terhadap Tradisi

Didalam penyusunan prosedur maupun instruksi kerja sebaiknya dalam langkah – langkah kegiatan dilengkapi dengan diagram alir/bagan alir untuk memudahkan dalam pemahaman langkah

Reagen yang dapat digunakan sebagai nitrating agents reaksi nitrasi adalah asam nitrat dalam bentuk fuming, concentrated atau larutan encer; campuran asam (mixed acid)

Selanjutnya akan diminta konfigurasi sistem untuk Compiere, bila tidak ada perubahan silahkan klik klik tombol tanda centang berwarna hijau yang terletak di sebelah pojok kanan