• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Fakultas

Ilmu dan Teknologi Kebumian

Program Studi Meteorologi

© 2012 Program Studi Meteorologi Institut Teknologi Bandung

PENERBITAN ONLINE AWAL

Paper ini adalah PDF yang diserahkan oleh penulis kepada

Program Studi Meteologi sebagai salah satu syarat kelulusan

program sarjana. Karena paper ini langsung diunggah setelah

diterima, paper ini belum melalui proses peninjauan, penyalinan

penyuntingan, penyusunan, atau pengolahan oleh Tim Publikasi

Program Studi Meteorologi. Paper versi pendahuluan ini dapat

diunduh, didistribusikan, dan dikutip setelah mendapatkan izin

dari Tim Publikasi Program Studi Meteorologi, tetapi mohon

diperhatikan bahwa akan ada tampilan yang berbeda dan

kemungkinan beberapa isi yang berbeda antara versi ini dan

versi publikasi akhir.

(2)

1

Probabilitas Kejadian Hujan Maksimum

Untuk Perencanaan Saluran Air Pada Tambang Terbuka

(Studi Kasus: PT Adaro Indonesia)

GINTANG SULUNG

Program Studi Meteorologi, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian, Institut Teknologi Bandung

ABSTRAK

Keberlangsungan penambangan dipengaruhi oleh kondisi cuaca ekstrem yang dapat berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan, seperti curah hujan yang tinggi. Musim hujan sepanjang tahun menyebabkan kolam drainase di pit tidak dapat menampung volume air yang begitu besar. Besarnya kuantitas air yang masuk kedalam pit jika tidak dilakukan rencana penanggulangannya akan menjadi masalah dalam produktifitas tambang batu bara serta kualitas batu bara yang dihasilkan. Oleh karena itu kajian mengenai aspek hidrologi terutama probabilitas kejadian curah hujan maksimum sebagai dasar perencanaan sistem drainase tambang diperlukan. Salah satu metode untuk menentukan probabilitas kejadian curah hujan maksimum adalah Cumulative Distribution Function (CDF). Hasil perhitungan debit limpasan untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan metode Cumulative Distribution Function adalah 5.61 m3/s sedangkan debit limpasan untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan Gumbel adalah 6.73 m3/s. Dari hasil tersebut, metode Cumulative Distribution

Function (CDF) lebih baik dibandingkan dengan metode Gumbel karena debit yang dihasilkan lebih kecil namun tetap dapat

menampung saat terjadi curah hujan tinggi sehingga dapat meminimalisir biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam merancang saluran air. Diharapkan dari hasil penelitian ini dapat menjadi pertimbangan dalam sistem drainase tambang pada PT Adaro Indonesia.

Kata kunci: Tambang batu bara, Cumulative Distribution Function, Gumbel, metode Rasional, curah hujan maksimum dan debit limpasan

1. Pendahuluan

Sebagai salah satu sumber daya alam terkaya yang dimiliki Indonesia, batu bara merupakan suatu faktor penting dalam produktivitas kegiatan dalam negeri, seperti ekspor, bahan bakar energi, penelitian dan lain-lain. Saat ini, Indonesia merupakan negara berkembang yang menjadikan konsumsi energi Indonesia sangat besar dan batu bara merupakan salah satu bahan bakar energi alternatif pengganti bahan bakar minyak yang ketersediaannya cukup banyak. Di Indonesia kejadian anomali cuaca adalah faktor dominan yang mempengaruhi produktivitas di berbagai bidang kerja terutama di lapangan (outdoor). Faktor cuaca yang paling terasa perubahannya akibat anomali cuaca adalah curah hujan. Salah satu dampak anomali cuaca di lapangan adalah terjadi gangguan secara langsung sistem peralatan kerja. Hal ini dapat berakibat fatal pada keselamatan pekerjanya.

Keberlangsungan penambangan dipengaruhi oleh kondisi cuaca ekstrem yang dapat berdampak buruk terhadap kinerja perusahaan, seperti curah hujan yang tinggi, banjir dan kondisi laut yang buruk. Dampak tersebut dapat mengakibatkan gangguan terhadap aktifitas operasional di sepanjang rantai pasokan batubara mulai dari penambangan dan sarana transportasi jalan sampai ke operasional tongkang dan pemuatan kapal. Musim hujan sepanjang tahun menyebabkan kolam drainase di pit tidak dapat menampung volume air yang begitu besar sehingga dasar lapisan batubara yang dijadwalkan untuk ditambang sebagian dalam

kondisi terendam, walapun dilakukan pemompaan terus menerus.

Besarnya kuantitas air yang masuk kedalam pit jika tidak dilakukan rencana penanggulangannya akan menjadi masalah dalam produktifitas tambang batu bara serta kualitas batu bara yang dihasilkan. Oleh karena itu kajian mengenai aspek hidrologi terutama probabilitas kejadian curah hujan maksimum sebagai dasar perencanaan sistem drainase tambang diperlukan.

2. Data dan Metode

Data yang digunakan dalam penelitian ini data curah hujan harian South Tutupan Provinsi Kalimantan Selatan dari tahun 2002-2012. Data

input lainnya yang diperlukan adalah peta tutupan

lahan, peta jenis tanah dan peta topografi tahun 2012 wilayah kajian yaitu Tutupan Kalimantan Selatan. Data ini akan digunakan untuk memperoleh koefisien limpasan dengan melakukan

overlay dari ketiga jenis peta tersebut.

Penelitian ini menitikberatkan pada pengolahan data curah hujan dan analisa kondisi ekstrem (maksimum) yang terjadi di wilayah kajian sehingga dapat dijadikan suatu rekomendasi untuk sistem drainase.. Gambar 2.1 adalah peta wilayah kajian penelitian (115o28’0” BT – 115o28’53.2” BT dan 2o14’10.8” LS – 2o15’0” LS).

(3)

2

Tabel 2.1 Lokasi penambangan batu bara PT Adaro Indonesia, Provinsi Kalimantan Selatan,

Penelitian ini diawali dengan

mengidentifikasi pola curah hujan di daerah kajian yaitu South Tutupan Provinsi Kalimantan Selatan. Setelah itu dilakukan penentuan probabilitas kejadian hujan maksimum dengan menggunakan metode CDF (Cumulative Distribution Function). Hasil perhitungan CDF akan digunakan untuk perhitungan debit limpasan. Kemudian, hasil perhitungan metode CDF juga akan dibandingkan dengan perhitungan metode Gumbel yang sudah dilakukan oleh PT Adaro Indonesia untuk periode 5 tahunan untuk melihat metode mana yang lebih efektif.

2.1. Cumulative Distribution Function (CDF)

Cumulative Distribution Function (CDF)

dilakukan untuk menghitung probabilitas dari suatu kejadian. Jika F adalah CDF dan x dan y adalah hasil, maka

ܲሺݕ ൑ ݔሻ ൌ ܨሺݔሻ (2.1)

ܲሺݕ ൒ ݔሻ ൌ ͳ െ ܨሺݔሻ (2.2)

ܲሺݔଵ൑ ݕ ൑ ݔଶሻ ൌ ܨሺݔଶሻ െ ܨሺݔଵሻ (2.3)

Perhitungan CDF dilakukan berdasarkan hubungan dengan Parametric Distribution Function (PDF) (Zwillinger, 2000). Untuk data

yang diskrit, dilakukan perhitungan dengan persamaan :

ܨሺݔሻ ൌ σ௬ஸ௫݂ሺݕሻ (2.4)

Sedangkan untuk data yang bentuknya kontinu, digunakan persamaan :

ܨሺݔሻ ൌ ׬ ݂ሺݕሻିஶ௫ ݀ݕ (2.5)

2.2. Metode Gumbel

Rumus-rumus yang digunakan untuk menentukan curah hujan rencana menurut metode Gumbel adalah sebagai berikut :

ܺ௧ൌ ܺ௥൅ ሺܭ כ ܵ௫ሻ (2.6) ܭ ൌ௒೟ି௒೙ ௌ೙ (2.7) ܵ௫ ൌ ටσ ሺ௑೟ି௑ೝሻ మ ೙ ೟సభ ௡ିଵ (2.8) dimana :

Yn : Harga rata-rata reduced mean Sn : Reduced Standard Deviation Yt : Reduced Variate

Xt : Hujan dalam periode ulang tahun Xr : Curah hujan rata-rata (mm) Sx : Standar Deviasi

n : Banyaknya data

2.3. Intensitas Curah Hujan Mononobe

Intensitas curah hujan didefinisikan sebagai intensitas curah hujan rata-rata yang diasumsikan jatuh seragam diatas daerah tangkapan hujan untuk menentukan durasi dan frekuensi, dan satuan yang biasa digunakan untuk intensitas curah hujan adalah mm/jam.

Dalam perhitungan limpasan menggunakan t satuan waktu 60 menit, intensitas curah hujan rata-rata dalam t 60 menit dinyatakan dengan rumus sebagai berikut (dalam hidrologi untuk pengairan) :

I = ୖ୲

௧ (2.9)

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) Rt = Curah hujan selama t jam t = lamanya hujan (jam)

Besarnya intensitas hujan berbeda-beda tergantung pada lamanya curah hujan dan frekuensi kejadiannya. Beberapa rumus intensitas curah hujan yang dihubungkan dalam hal ini, telah disusun sebagai rumus-rumus eksperimental salah satunya adalah rumus Mononobe. Rumus ini digunakan untuk menghitung intensitas curah hujan setiap waktu berdasarkan curah hujan harian :

I = ୖଶସ

ଶସ ( ଶସ

௧ሻଶȀଷ (2.10)

Dimana :

I = Intensitas curah hujan (mm/jam) R24 = Curah hujan dalam 24 jam (mm) t = lamanya hujan (jam)

2.4. Debit Metode Rasional

Pada penelitian tugas akhir ini, digunakan metode rasional untuk menghitung debit limpasan. Metode Rasional adalah metode lama yang masih digunakan hingga sekarang untuk menentukan debit

(4)

3

limpasan dengan cakupan daerah kecil. Asumsi dasar dari metode ini adalah :

· Curah hujan terjadi dengan intensitas yang tetap dalam jangka waktu tertentu.

· Limpasan langsung mencapai maksimum ketika durasi hujan dengan intensitas tetap. · Koefisien runn-off dianggap tetap selama

durasi hujan.

· Luas Daerah Aliran Sungai tidak berubah selama durasi hujan.

Rumus umum yang digunakan untuk menghitung debit (Q) dengan rumus rasional adalah sebagai berikut :

Q = k .C . I . A (2.11)

Dimana :

Q = Debit limpasan (m3/s)

k = Koefisien (0.278 bila luas daerah dalam km2

atau 0.00278 bila luas daerah dalam ha) C = Koefisien limpasan

I = Intensitas curah hujan (mm/jam)

A=Luas daerah tangkapan hujan/catchment area (ha atau km2)

3. Hasil dan Pembahasan

3.1. Identifikasi Pola Curah Hujan

Gambar 3.1. Komposit rata-rata curah hujan bulanan South Tutupan

Menurut Aldrian E. (2001) Kalimantan Selatan berada pada wilayah dengan curah hujan dipengaruhi oleh Monsun dan Ekuatorial seperti terlihat pada gambar 4.1.. Secara fisis karakteristik curah hujan jenis Monsun dapat dijelaskan sebagai berikut yaitu pada bulan April hingga Oktober matahari berada di BBU (menyebabkan musim dingin di BBS) yang mengakibatkan benua Australia bertekanan tinggi dan Benua Asia bertekanan rendah. Menurut hukum Buys Ballot angin bertiup dari daerah bertekanan tinggi ke daerah bertekanan rendah, sehingga angin bertiup dari benua Australia menuju benua Asia. Angin ini menuju Indonesia (Kalimantan Selatan) melewati udara gurun pasir di bagian utara benua Australia dan hanya melalui lautan yang sempit yang mengakibarkan musim kemarau di Indonesia (Kalimantan Selatan), dan puncaknya adalah antara bulan Juni, Juli dan Agustus sehingga curah hujan mecapai minimum pada bulan-bulan tersebut (curah hujan minimum pada bulan Agustus seperti terlihat pada Gambar 3.1). Sedangkan pada Oktober hingga April matahari berada di BBS (menyebabkan musim panas di BBS), mengakibatkan angin bertiup dari benua Asia menuju benua Australia

yang membawa udara lembab dan basah dari Laut Cina Selatan melewati Indonesia (Kalimantan Selatan). Hal tersebut yang menyebabkan Indonesia mengalami musim penghujan dan puncaknya antara bulan Desember, Januari atau Februari sehingga curah hujan melimpah pada bulan-bulan ini (curah hujan maksimum pada bulan Januari dan Desember seperti terlihat pada Gambar 3.1).

Gambar 3.2. Anomali rata-rata curah hujan bulanan

Menurut Dambul (2008), wilayah kajian yaitu South Tutupan yang terletak di Kalimantan Selatan termasuk kedalam tipe C2. Hal tersebut dibuktikan dengan Gambar 4.2. yang menunjukkan hasil 0 50 100 150 200 250 300 350 400 m m /b u la n

Komposit rata-rata curah hujan bulanan South Tutupan 2002-2012

(5)

4

anomali rata-rata curah hujan bulanan dari hasil penelitian Dambul yang memiliki kemiripan pola. Karakteristik utama tipe C adalah musim hujan dimulai pada monsun northeast (pasat) dan curah hujan tinggi terjadi lebih dari sekali selama monsun.

3.2. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Metode Cumulative Distribution Function (CDF)

Dari data curah hujan harian selama 11 tahun, dihitung curah hujan harian maksimum perbulan untuk diplot pada kurva CDF. Dari hasil perhitungan curah hujan harian maksimum perbulan tersebut didapatkan nilai minimum adalah 5 mm/hari dan maksimum adalah 173 mm/hari. Dari data tersebut kemudian diplot pada kurva CDF seperti telihat pada gambar 4.2, hal ini bertujuan untuk mengetahui probabilitas kejadian hujan berdasarkan data historis yang ada.

Gambar 3.2. Hasil plot empirik CDF curah hujan harian maksimum per bulan tahun 2002-2012 South Tutupan

Sumbu x merupakan curah hujan harian maksimum per bulan selama 11 tahun dan sumbu y merupakan f(x) yaitu nilai fungsi CDF. Hasil dari plot CDF terlihat pada Tabel 3.3.

Berdasarkan Tabel 3.3. dilakukan tiga skenario untuk menentukan nilai curah hujan harian maksimum :

Skenario I

Skenario I yaitu menganggap kejadian hujan normal mempunyai peluang kejadian hujan sebesar 0.85 atau 85% dan untuk kejadian hujan maksimum mempunyai probabilitas sebesar 0.15 atau 15%. Pada skenario ini nilai curah hujan maksimum adalah sebesar 85 mm/hari. Probabilitas 85% berarti hujan yang terjadi berdasarkan data historis 11 tahun pada selang probabilitas 0-85% merupakan kejadian hujan normal dengan nilai curah hujan dari 5 mm/hari hingga 85 mm/hari. Jadi curah hujan diatas 85 mm/hari merupakan curah hujan ekstrem (maksimum) dengan probabilitas 15%.

Skenario II

Skenario II yaitu menganggap kejadian hujan normal mempunyai peluang kejadian hujan sebesar 0.9 atau 90% dan untuk kejadian hujan maksimum mempunyai probabilitas sebesar 0.1 atau 10%. Pada

skenario ini nilai curah hujan maksimum adalah sebesar 90 mm/hari. Probabilitas 90% berarti hujan yang terjadi berdasarkan data historis 11 tahun pada selang probabilitas 0-90% merupakan kejadian hujan normal dengan nilai curah hujan dari 5 mm/hari hingga 90 mm/hari. Jadi curah hujan diatas 90 mm/hari merupakan curah hujan ekstrem (maksimum) dengan probabilitas kejadian hujan diatas 90 mm/hari sebesar 10%.

Skenario III

Skenario III yaitu menganggap kejadian hujan normal mempunyai peluang kejadian hujan sebesar 0.95 atau 95% dan untuk kejadian hujan maksimum mempunyai probabilitas sebesar 0.05 atau 5%. Pada skenario ini nilai curah hujan maksimum adalah sebesar 115 mm/hari. Probabilitas 95% berarti hujan yang terjadi berdasarkan data historis 11 tahun pada selang probabilitas 0-95% merupakan kejadian hujan normal dengan nilai curah hujan dari 5 mm/hari hingga 115 mm/hari. Jadi curah hujan diatas 115 mm/hari merupakan curah hujan ekstrem (maksimum) dengan probabilitas kejadian hujan diatas 115 mm/hari sebesar 5%.

Dari nilai curah hujan yang dihasilkan oleh CDF dengan probabilitas masing-masing, akan digunakan untuk menghitung intensitas hujan dengan berbagai durasi hujan yaitu durasi hujan 30 menit, 60 menit dan 120 menit.

3.3. Perhitungan Curah Hujan Maksimum Metode Gumbel

Perhitungan curah hujan maksimum yang saat ini digunakan di PT Adaro Indonesia yaitu menggunakan perhitungan curah hujan maksimum dengan metode Gumbel. Dalam penelitian ini dilakukan penghitungan ulang karena data yang digunakan hanya berasal dari satu stasiun hujan. Dari data curah hujan harian selama 11 tahun dihitung nilai curah hujan harian maksimum pertahunnya dari 2002 hingga 2012 seperti terlihat pada Tabel 3.4.

(6)

5

Tabel 3.1 Hasil plot Cumulative Distribution Function

f(x) x f(x) x f(x) x f(x) x 0 5 0.214286 31 0.507937 52 0.753968 71 0.007937 11.8 0.230159 32 0.515873 52.5 0.769841 75 0.015873 12.85 0.238095 32.5 0.52381 53.06333 0.777778 76 0.02381 13.83333 0.246032 33 0.531746 54 0.793651 76.5 0.031746 14.1 0.269841 34 0.547619 55 0.809524 78 0.039683 15 0.277778 36.5 0.555556 55.5 0.833333 79 0.047619 15.15 0.285714 37 0.563492 56 0.84127 80 0.055556 15.5 0.31746 38.5 0.571429 57 0.849206 83.5 0.063492 16 0.325397 40 0.579365 57.5 0.855079 85 0.071429 17 0.34127 40.75 0.603175 58 0.873016 85.33333 0.079365 18 0.357143 41 0.611111 59 0.880952 85.5 0.087302 20 0.365079 42 0.619048 60 0.896825 87 0.103175 21.5 0.380952 43 0.642857 63 0.904762 88 0.111111 22 0.388889 43.5 0.65873 64 0.905698 90 0.126984 22.5 0.396825 44 0.666667 64.5 0.920635 92 0.134921 23 0.420635 45.5 0.674603 65 0.928571 96 0.142857 24 0.428571 45.66667 0.68254 65.5 0.936508 98 0.150794 25 0.436508 46.66667 0.690476 66 0.944444 101.5 0.15873 26.5 0.444444 47 0.698413 66.04 0.946381 102.5 0.166667 27.5 0.460317 47.5 0.714286 67 0.948317 114.5 0.18254 28.5 0.468254 49 0.722222 67.5 0.950254 115 0.190476 29 0.492063 49 0.738095 70 0.984127 127 0.198413 30 0.5 50 0.746032 70.5 0.992063 144 1 173

Tabel 3.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum

No. Tahun Curah Hujan Max - X (mm/hari) (X - Xbar)^2 1 2002 173 4457.83 2 2003 78 797.10 3 2004 87 369.91 4 2005 87 369.91 5 2006 98 67.78 6 2007 144 1426.34 7 2008 115 76.86 8 2009 127 431.27 9 2010 115 68.34 10 2011 92 202.58 11 2012 53 2827.02 Jumlah 1168.56 11094.94 Rata-Rata 106.23

Dari Tabel 3.4 dapat dihitung standar deviasi (S) yaitu :

ܵ ൌ ඨσሺܺ െ ܾܺܽݎሻ݊ െ ͳ ଶൌ ඨσሺͳͳͲͻͶǤͻͶሻͳͲ ଶൌ ͵͵Ǥ͵ͳ

Berdasarkan Tabel 3.4 jumlah data adalah sebanyak n=11 maka jumlah rangking (m) dalam data adalah m=11. Nomor rangking dihitung kejadianya (kolom 2 dalam Tabel 3.4) dan kemudian dihitung reduced variatenya (kolom 3 dalam Tabel 3.4). Harga rata-rata (mean) dari reduced variate ini merupakan harga Ynbar yang dicari (untuk n = 11). Sedang harga standard deviasi dari reduced variate ini merupakan harga Sn yang dicari. Perhitungan Reduced Mean (Ynbar) dan dan Reduced Standar Deviasi (Sn) adalah sebagai berikut :

(7)

6

ܵ݊ ൌ ඨσሺܻ݊ െ ܻܾ݊ܽݎሻ݊ ଶൌ ඨσሺͳͲǤ͵ሻͳͳ ଶൌ ͲǤͻ͹

Tabel 3.3. Perhitungan harga Yn, Ynbar dan Sn untuk n=11 m P=m/(n+1) Yn=-ln(ln(1/P) Ynbar (Yn - Ynbar)^ 2 11 0.916667 2.441716399 0.50 3.77 2 0.166667 -0.583198081 0.50 1.17 3 0.25 -0.32663426 0.50 0.68 4 0.333333 -0.094047828 0.50 0.35 6 0.5 0.366512921 0.50 0.02 10 0.833333 1.701983355 0.50 1.45 8 0.666667 0.902720456 0.50 0.16 9 0.75 1.245899324 0.50 0.56 7 0.583333 0.6180462 0.50 0.01 5 0.416667 0.132995836 0.50 0.13 1 0.083333 -0.910235093 0.50 1.99

Setelah harga Standar Deviasi (S), Reduced Mean (Ynbar) dan Reduced Standar Deviasi (Sn) didapatkan maka dapat dihitung nilai dari Reduced Variate (Yt) dan Reduced Variate Faktor (k) dengan periode ulang (t) dari 2 tahun hingga 10 tahun sehingga akan didapatkan hasil curah hujan maksimum pada periode ulang tertentu seperti terlihat pada Tabel 3.5. Untuk perhitungan Reduced Variate (Yt) dan Reduced Variate Faktor (k) adalah sebagai berikut :

ܻݐ ൌ െŽሺെ݈݊ ൬ݐ െ ͳݐ ൰ሻ ݇ ൌܻݐ െ ܻܾ݊ܽݎܵ݊

Periode ulang merupakan interval waktu rata-rata dari suatu peristiwa akan dimulai atau dilampaui satu kali. Kemungkinan dari suatu kejadian yang besarnya sama atau dilampaui dalam peristiwa hidrologi dapat dinyatakan dalam persamaan :

ܲ ൌଵܽݐܽݑܲᇱ

௧ (1)

Dimana :

P : Peristiwa disamai atau dilampaui P’ : Peristiwa tidak disamai atau dilampaui t : Periode ulang

Bila p (X < x) menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x tidak akan disamai atau tidak dilampaui dalam suatu periode tertentu, maka p(X < x)n akan menyatakan suatu kemungkinan bahwa harga x tidak disamai atau tidak dilampaui dalam n periode (tahun). Untuk independent series dan dari hukum multiple probability didapat bahwa :

ܲሺܺ ൏ ݔሻ௡ൌ ሾͳ െ ݌ሺܺ ൒ ݔሻሿ௡ (2)

atau

ܲሺܺ ൒ ݔሻ௡ൌ ͳ െ ሾͳ െ ݌ሺܺ ൒ ݔሻሿ௡ (3)

Persamaan (3) menyatakan suatu

kemungkinan bahwa harga x akan disamai atau dilampaui dalam n tahun. Substitusi Persamaan (1) dalam Persamaan (3) didapat :

ܲሺܺ ൒ ݔሻ௡ൌ ͳ െ ቂͳ െଵቃ ௡

(4)

Untuk perhitungan debit limpasan maksimum digunakan curah hujan rencana pada periode ulang 5 tahun dengan nilai sebesar 139 mm/hari. Berdasarkan Persamaan (4) maka peluang kejadian hujan 139 mm/hari akan terjadi dalam periode (n) 2 tahun dengan masa ulang (t) 5 tahun (Q5) adalah:

ܲሺܺ ൒ͷሻଶൌ ͳ െ ൤ͳ െͳͷ൨

= ͳ െ ሾͲǤͺሿଶ = ͳ െ ͲǤ͸Ͷ = ͲǤ͵͸ atau 36%

Tabel 3.4 Hasil Perhitungan Reduced Variate (Yt), Reduced Variate Faktor (k) dan curah hujan maksimum pada periode ulang 10 tahun

Periode Ulang (t)

2 3 4 5 6 7 8 9 10

Reduced Variate (Yt) 0.37 0.90 1.25 1.50 1.70 1.87 2.01 2.14 2.25 Reduced Variate Faktor (k) -0.15 0.39 0.73 0.98 1.19 1.35 1.50 1.62 1.73 Curah Hujan Maksimum (mm/hari) 101.24 119.10 130.53 139.00 145.73 151.32 156.10 160.28 163.99

(8)

7

3.4. Intensitas Hujan Maksimum

Tabel 3.5 Hasil perhitungan intensitas hujan maksimum dengan input curah hujan maksimum hasil perhitungan metode

Cumulative Distribution Function (CDF)

CH Harian Maksimum Per Bulan (mm/hari)

Intensitas Hujan Maksimum Pada Durasi T

T=30 menit T=60 menit T=120 menit

85 47 29 19

90 50 31 20

115 63 40 25

Dari Tabel 3.7 didapatkan nilai intensitas hujan maksimum untuk berbagai durasi hujan dengan menggunakan metode Mononobe. Semakin lama durasi hujan maka nilai intensitas hujan akan semakin kecil, ini mengindikasikan bahwa semakin pendek jangka waktu curah hujan makin besar intensitasnya karena hujan tidak selalu kontinu, kadang berhenti ataupun melemah. Jadi jika jangka waktu curah hujan itu panjang maka intensitasnya kecil. Pada hujan 85 mm/hari diperoleh intensitas hujan pada durasi hujan 30 menit yaitu 47 mm, sementara itu intensitas hujan pada durasi 60 menit dan 120 menit diperoleh 29 mm dan 19 mm. Pada hujan 90 mm/hari diperoleh intensitas hujan pada durasi hujan 30 menit yaitu 50 mm, sementara itu intensitas hujan pada durasi 60 menit dan 120 menit diperoleh 31 mm dan 20 mm Pada hujan 115 mm/hari diperoleh intensitas hujan pada durasi hujan 30 menit yaitu 63 mm, sementara itu intensitas hujan pada durasi 60 menit dan 120 menit diperoleh 40 mm dan 25 mm.

Tabel 3.6 Hasil perhitungan intensitas hujan maksimum dengan input curah hujan maksimum hasil perhitungan metode Gumbel

CH Harian Maksimum Per Bulan (mm/hari)

Intensitas Hujan Maksimum Pada Durasi T

T=30 menit T=60 menit T=120 menit

139 76 48 30

Sementara itu, hasil perhitungan curah hujan maksimum dengan menggunakan metode Gumbel

dihitung pula intensitas hujan maksimumnya dengan durasi hujan 30 menit, 60 menit dan 120 menit. Berdasarkan Tabel 3.8, diperoleh nilai intensitas hujan maksimum pada durasi hujan 30 menit adalah 76 mm, sedangkan pada durasi hujan 60 menit ialah 48 mm dan pada durasi hujan 120 menit intensitas hujan maksimum yang dihasilkan adalah 30 mm.

3.5. Hasil Perhitungan Koefisien Run Off Koefisien aliran permukaan (run off) merupakan bilangan yang menunjukkan perbandingan besarnya air limpasan permukaan terhadap besarnya curah hujan. Misal 0.1 maka artinya 10% dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Nilai koefsien ini berkisar antara 0-1. angka 0 menunjukkan bahwa semua air hujan terdistribusi menjadi air intersepsi dan terutama infiltrasi. Sedangkan angka 1 menunjukkan semua air hujan yang jatuh mengalir sebagai aliran permukaan.

Setiap tutupan lahan, jenis tanah dan topografi dicari nilai koefisien aliran berdasarkan tabel koefisien pengaliran yang dapat dilihat pada Lampiran. Daerah kajian yaitu South Tutupan memiliki berbagai macam tutupan lahan dan jenis tanah dengan koefisien aliran permukaan yang berbeda, maka C (koefisien run off) dihitung dengan melakukan overlay tiga jenis peta. Hasil koefisen run off terdapat pada lampiran 2. Dengan mengambil titik sampel pada koordinat x 7021.700 m dan koordinat y 9210.800 m (koordinat Tutupan). Dari hasil overlay di dapat nilai C sebesar 0.49 yang artinya 49% dari total curah hujan akan menjadi aliran permukaan. Dari hasil ini akan digunakan untuk menghitung debit limpasan dengan menggunakan metode rasional.

3.6. Perbandingan Hasil Perhitungan Debit Limpasan

Curah hujan yang dibandingkan ialah curah hujan pada skenario III sebesar 115 mm/hari dengan curah hujan maksimum hasil perhitungan metode Gumbel sebesar 139 mm/hari. Dari nilai intensitas hujan maksimum akan digunakan dalam perhitungan debit limpasan menggunakan metode Rasional.

Tabel 3.7 Hasil Perhitungan Debit Metode Rasional CH Maksimum (mm/hari) Intensitas Hujan Maksimum (mm/jam) Koefisien Run Off Luas Daerah Tangkapan Hujan (Ha) Debit Limpasan Maksimu m (m³/s) 115 40 0.49 103 5.61 139 48 0.49 103 6.73

(9)

8

Berdasarkan tabel 3.9 didapatkan nilai debit limpasan untuk intensitas hujan masing-masing. Pada hasil perhitungan curah hujan maksimum dengan metode CDF yaitu sebesar 115 mm/hari didapatkan nilai debit limpasan 5.61 m3/s. Sedangkan pada hasil perhitungan curah hujan maksimum dengan menggunakan metode Gumbel dengan periode ulang 5 tahun didapatkan nilai debit limpasan 6.73 m3/s.

Dari hasil tersebut terlihat perbedaan hasil perhitungan debit limpasan yang tidak terlalu signifikan hanya berbeda 1.12 m3/s. Namun hasil perhitungan debit limpasan dengan menggunakan curah hujan maksimum hasil perhitungan CDF dianggap lebih baik karena hasil yang didapatkan sesuai dengan data historis, sedangkan hasil perhitungan debit limpasan dengan menggunakan curah hujan maksimum hasil perhitungan metode Gumbel menghasilkan nilai yang over estimate. Tentunya hal ini akan berpengaruh terhadap perhitungan dimensi penampang saluran yang digunakan. Semakin kecil debit yang digunakan maka dimensi penampang saluran yang dihasilkan akan semakin kecil, sebaliknya semakin besar debit yang digunakan maka dimensi penampang saluran yang dihasilkan akan semakin besar. Hal tersebut akan berdampak baik terhadap biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam merancang saluran air, karena dengan menggunakan dimensi penampang saluran yang mampu menampung debit hingga 5.61 m3/s maka saluran air yang didesain akan mampu menampung debit limpasan pada saat kejadian hujan ekstrem.

4. Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, nilai curah hujan maksimum dengan menggunakan metode Cumulative Distribution Function pada probabilitas 95% adalah 115 mm/hari. Sementara itu dengan menggunakan metode Gumbel nilai curah hujan maksimum untuk periode ulang 5 tahun yakni 139 mm/hari. Dari hasil nilai curah hujan maksimum didapatkan intensitas hujan maksimum untuk metode Cumulative Distribution Function yaitu 40 mm/jam dan metode Gumbel yaitu 48 mm/jam. Hasil perhitungan debit limpasan dengan menggunakan metode Rasional untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan metode

Cumulative Distribution Function adalah 5.61 m3/s sedangkan debit limpasan untuk intensitas hujan maksimum hasil perhitungan Gumbel adalah 6.73 m3/s. Dari hasil tersebut, metode Cumulative

Distribution Function (CDF) lebih baik dibandingkan dengan metode Gumbel karena debit yang dihasilkan lebih kecil namun tetap dapat menampung saat terjadi curah hujan tinggi sehingga dapat meminimalisir biaya (cost) yang dikeluarkan oleh perusahaan dalam merancang saluran air.

REFERENSI

Aldrian, E., 2001. Pembagian Iklim Indonesia

Berdasarkan Pola Curah Hujan dengan Metoda “Double Correlation” (Indonesian Climate Classification Based on Rainfall Pattern Applying Double Correlation Method). Jurnal Sains &

Teknologi Modifikasi Cuaca 2 (No.1), 2-11. Dambul, Ramzah., 2008. Regional and Temporal

Climatic Classification for Borneo. Malysian Jurnal

of Society and Space issue 1 (1-25).

Permana, Gilang. 2009. Prediksi Ensemble Menggunakan

CCAM Untuk Prakiraan Peluang Kejadian Hujan di Pulau Jawa. Tugas Akhir Program Sarjana, Program

Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Dauwani, Karin Nadira. 2012. Analisis Direct Run Off

Studi Kasus Citarum Hulu. Tugas Akhir Program

Sarjana, Program Studi Meteorologi, Institut Teknologi Bandung, Bandung.

Gunawan, T., 1991. Penerapan Teknik Penginderaan

Jarak Jauh untuk Menduga Debit Puncak Menggunakan Karakteristik Lingkungan Fisik DAS Bengawan Solo Hulu, Jawa Tengah. IPB-Press,

Bogor.

Von Storch, H. and F.W. Zwiers, 2012: Testing ensembles of climate change scenarios for "statistical significance. Climatic Change 2012.

Sosrodarsono, S., Takeda, K. 2006 Hidrologi untuk

Pengairan : PT. Paradnya Paramita, Jakarta.

Loebis, J., 1987. Banjir rencana pada bangunan air. Departemen Pekerjaan Umum,Jakarta.

Gambar

Tabel  2.1  Lokasi  penambangan  batu  bara  PT  Adaro  Indonesia, Provinsi Kalimantan Selatan,  Penelitian  ini  diawali  dengan  mengidentifikasi  pola  curah  hujan  di  daerah  kajian  yaitu  South  Tutupan  Provinsi  Kalimantan  Selatan
Gambar 3.1. Komposit rata-rata curah hujan bulanan South Tutupan
Gambar  3.2.  Hasil  plot  empirik  CDF  curah  hujan  harian  maksimum  per  bulan  tahun  2002-2012  South Tutupan
Tabel 3.2 Data Curah Hujan Harian Maksimum
+3

Referensi

Dokumen terkait

Masyarakat modern yang mulai mengerti akan pentingnya pendidikan bagi masa depan membuat arus mobilitas semakin meningkat. Aktivitas mobilitas yang dilakukan oleh

Dari hasil analisis data tersebut dapat dikatakan bahwa fungsi humor yang berfungsi sebagai alat untuk memperbaiki situasi tegang dan kaku menempati urutan

Dalam kemampuan komunikasi matematika misalnya komunikasi tulis terlihat pada indikator menyelesaikan masalah, dan berkomunikasi lisan pada indikator bekerjasama dengan orang

Berdasarkan Pasal 154 RBG/130 HIR putusan perdamaian merupakan suatu putusan tertinggi oleh karena itu tidak ada upaya banding dan kasasi terhadapnya, Putusan akta perdamaian

Secara umum dalam penelitian ini sebagaimana yang terlihat pada Tabel 6 tidak ada hubungan nyata antara karakteristik individu dengan tingkat partisipasi anggota

ANGGOTA DEWAN PERWAKILAN RAKYAT DAERAH PROVINSI DALAM PEMILIHAN UMUM TAHUN 2014. PROVINSI :

Hasil yang diperoleh adalah Status keberlanjutan pengelolaan ekosistem mangrove Pulau Mantehage masuk dalam kategori baik, akan tetapi satu dari tiga dimensi yang menjadi

Berdasarkan observasi langsung bahwa adanya perbedaan pelaksanaan model praktik keperawatan profesional pemula sesudah mendapat pelatihan model praktik keperawatan