LAPORAN TETAP
PRAKTIKUM TEKNOLOGI FERMENTASI PANGAN
Oleh: KELOMPOK IV
PROGRAM STUDI ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN DAN AGROINDUSTRI
UNIVERSITAS MATARAM MATARAM
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan ini merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan mata kuliah Teknologi Fermentasi Pangan pada Semeseter Gasal Tahun 2014/2015 Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Mataram, 22 Desember 2014 Menyetujui,
Co. Ass Praktikum Teknologi Fermentasi Pangan
Praktikan,
Chairul Anam Afgani NIM. C1C011020
Dwi Yuni Pratiwi NIM. J1A012032 Kharisma Dayanti Putri
NIM. C1C011042
Ernawati
NIM. J1A012037 Pia Prameswari Riedwan
NIM. C1C011076
Jumratul Aini NIM. J1A012058 Putri Ayu Lismirawan
NIM. C1C011068
Kurnia Intan Pratiwi NIM. J1A012062 Rabiatul Adawiyah
NIM. C1C211069
Laely Fitri Handayani NIM. J1A012065 Moh. Arief Fatwa NIM. J1A012079 Rokilah NIM. J1A012118 Ima Pebriarianti NIM. J1A212051 Mengetahui,
Koordinator Praktikum Teknologi Fermentasi Pangan
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan rahmat-Nya laporan tetap Teknologi Fermentasi Pangan ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah satu syarat mata kuliah Teknologi Fermentasi Pangan di Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Dalam kesempatan ini tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada dosen, koordinator praktikum dan para Co. Assisten yang telah banyak membantu serta membimbing penulis baik dalam praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya baik dari segi isi, penampilan maupun teknik pengetikannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun demi perbaikan dan penyempurnaan laporan ini selanjutnya.
Akhirnya penulis mengharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan ilmu pengetahuan bagi rekan-rekan yang lain dan juga dapat menambah pengetahuan kita khususnya di bidang teknologi pangan.
Mataram, Desember 2014
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN PENGESAHAN... ii
KATA PENGANTAR ... iii
DAFTAR ISI ... iiiv
DAFTAR TABEL ... vi
ACARA I. WINE APEL ... 1
Pendahuluan ... 1 Tinjauan Pustaka ... 2 Pelaksanaan Praktikum ... 5 Hasil Pengamatan ... 6 Pembahasan ... 9 Kesimpulan ... 13
ACARA II. NATA DE PINNATA ... 14
Pendahuluan ... 14 Tinjauan Pustaka ... 15 Pelaksanaan Praktikum ... 17 Hasil Pengamatan ... 18 Pembahasan ... 19 Kesimpulan ... 21
ACARA III. TEPUNG MOCAF ... 22
Pendahuluan ... 22
Tinjauan Pustaka ... 23
Hasil Pengamatan Dan Perhitungan ... 26
Pembahasan ... 29
Kesimpulan ... 31
ACARA IV. DUNKIN DOUGHNUT ... 32
Pendahuluan ... 32 Tinjauan Pustaka ... 33 Pelaksanaan Praktikum ... 35 Hasil Pengamatan ... 37 Pembahasan ... 38 Kesimpulan ... 41 ACARA V. TAPE ... 42 Pendahuluan ... 42 Tinjauan Pustaka ... 43 Pelaksanaan Praktikum ... 45
Hasil Pengamatan Dan Perhitungan ... 46
Pembahasan ... 50 Kesimpulan ... 52 ACARA VI.TEMPE ... 53 Pendahuluan ... 53 Tinjauan Pustaka ... 54 Pelaksanaan Praktikum ... 56
Hasil Pengamatan Dan Perhitungan ... 57
Pembahasan ... 62
Kesimpulan ... 64
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
1.1. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Wine Parameter Rasa ... .... ...6
1.2. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Wine Parameter Aroma ... .... ...6
1.3. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Wine Parameter Warna...7
1.4.Hasil Uji lanjut Rasa Wine...7
1.5. ANOVA Uji Hedonik Aroma Wine...8
1.6. ANOVA Uji Hedonik Warna Wine...8
1.9. Hasil Uji Lanjut Warna Wine...8
2.1 Hasil Pengamatan Nata de Pinnata ... ...18
3.1. Hasil Pengamatan Uji Rangking Tepung MOCAF ... 26
3.2. Hasil Transformasi Uji Rangking Parameter Warna ... 27
3.3. Tabel ANOVA Parameter Warna ... 27
3.4. Hasil Uji Lanjut BNJ Parameter Warna ... 27
3.5. Hasil Transformasi Uji Ranking Parameter Tekstur ... 28
3.6. Tabel ANOVA Parameter Tekstur ... 28
3.7. Hasil Uji Lanjut BNJ Parameter Tekstur ... 28
4.1. Hasil Pengamatan Tekstur/Daya Kembang Doughnut ... .... 37
4.2. Hasil Pengamatan Rasa Doughnut ... .... 37
5.1. Hasil Pengamatan Rasa Tape ... .... 46
5.2. Hasil Pengamatan Warna Tape ... .... 46
5.3. Hasil Pengamatan Tekstur Tape ... .... 47
5.4. Tabel ANOVA Rasa Tape ... 48
5.5. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Jenis Pemasakan Terhadap Rasa Tape .... .... 48
5.6. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Banyak Inokulum Terhadap Rasa Tape ... .... 48
5.7. Tabel ANOVA Warna Tape ... 48
5.8. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Jenis Pemasakan Terhadap Warna Tape... 48
5.9. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Banyak Inokulum Terhadap Warna Tape...49
5.10. Tabel ANOVA Tekstur Tape... 49
5.12. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Banyak Inokulum Terhadap Tekstur Tape...49
6.1. Hasil Pengamatan Tekstur Tempe...57
6.2. Hasil Pengamatan Kekompakan Tempe... 58
6.3. Hasil Transformasi Tekstur Tempe... 59
6.4. Tabel ANOVA Tekstur Tempe... 59
6.5. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Kemasan Terhadap Kekompakan Tempe...59
6.6. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Banyak Inokulum Terhadap Tekstur Tempe...60
6.7. Hasil Transformasi Kekompakan Tempe...60
6.8. Tabel ANOVA Kekompakan Tempe...60
6.9. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Kemasan Terhadap Kekompakan Tempe...60
ACARA I WINE APEL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Anggur atau lebih populer dengan sebutan wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari buah anggur. Tetapi dengan semakin berkembangnya teknologi fermentasi, wine kini bisa dibuat dari buah-buahan selain anggur seperti apel, pisang dan salak. Minuman beralkohol yang dibuat dari buah yang kadar alkoholnya berkisar antara 8-15% disebut sebagai wine buah (fruit wine). Wine dibuat melalui fermentasi gula yang ada dalam buah. Proses fermentasi berlansung sangat lama karena gula yang ada pada buah diubah menjadi etanol. Menurut Rahmadi (2008), dalam proses pemeraman terjadi pembentukan rasa wine akibat fermentasi malolactic dari Lactic acid
bacteria. Jenis inokulum dan volume starter yang digunakan dalam proses
pemeraman wine sangat menentukan sifat organoleptik wine apel yang dihasilkan. Oleh karena itu perlu dilakukan praktikum pembuatan wine dengan menggunakan jenis inokulum dan volume starter yang berbeda.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan diadakannya praktikum ini adalah untuk mempelajari jenis inokulum dan volume starter terhadap sifat organoleptik wine apel.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengolahan buah apel segar menjadi produk olahan seperti cuka maupun wine merupakan hal yang sangat menguntungkan. Karena cukup banyak diminati dalam rumah tangga. Wine merupakan minuman beralkohol yang biasanya terbuat dari jus anggur yang difermentasi tapi dalam hal ini digunakan apel sebagai buah untuk membuat wine. Keseimbangan sifat alami yang terkandung pada buah apel menyebabkan buah tersebut dapat difermentasi tanpa penambahan gula, asam, enzyme, ataupun nutrisi lain. Wine dibuat dengan cara memfermentasi jus buah anggur menggunakan khamir dari
type tertentu. Yeast tersebut akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada
pada buah anggur dan mengubahnya menjadi alkohol. Perbedaan varietas dan strain khamir yang digunakan, tergantung pada type dari wine yang akan diproduksi (Johnson, 1989).
Fermentasi wine adalah proses dimana mash apel bersama-sama dengan diubah secara reaksi biokimia oleh khamir dan menghasilkan wine. Bahan untuk proses fermentasi adalah gula ditambah khamir yang akan menghasilkan alkohol dan CO2. CO2 akan dilepaskan dari campuran wine menuju udara dan alkohol
akan tetap tinggal di fermentor. Jika semua gula buah sudah diubah menjadi alkohol atau alkohol telah mencapai sekitar 15% biasanya fermentasi telah selesai atau dihentikan. Selama fermentasi, yeast mengkonsumsi substrat gula dari mash apel sehingga dihasilkan alkohol dan karbondioksida. Suhu selama fermentasi dapat mempengaruhi rasa pada produk wine. Pada setiap gram gula yang diubah menghasilkan setengah gram alkohol. Enzim yang berperan dalam proses fermentasi antara lain glukosidase, protease, dan β glukanase (Reed, 1975).
Yeast/khamir yang berperan dalam fermentasi, umumnya Saccharomyces sp. Yeast akan mengkonsumsi kandungan gula yang ada pada buah dan
mengubahnya menjadi alkohol dan CO2. Saccharomyces cereviceae biasa digunakan untuk fermentasi buah anggur karena khamir jenis ini mempunyai sifat yang dapat mengadakan fermentasi pada suhu yang agak tinggi yaitu 30°C. Selain itu dapat menghasilkan alkohol cukup tinggi yaitu 18 – 20 % (v/v). Khamir
jenis ini juga mampu memfermentasi beberapa macam gula diantaranya sukrosa,
glukosa, fruktosa, galaktosa, manosa, maltosa dan maltotriosa. Fermentasi etanol oleh Saccharomyces cerevisiae dapat dilakukan pada pH 4 – 5 dengan temperatur 27 – 35°C, proses ini dapat berlangsung 35 – 60 jam (Fardiaz, 1989)
Karakteristik dan mutu wine ditentukan oleh komposisi bahan baku, proses fermentasi, dan perubahan-perubahan yang terjadi baik alami atau disengaja dalam periode setelah fermentasi selesai. Semakin tua umur suatu wine, kualitas wine yang dihasilkan juga semakin baik. Hal itu disebabkan semakin lama penyimpanan, anggur akan terus mengalami proses fermentasi. Kandungan alkohol pada wine berkisar 15-20%. Dilihat dari komposisi gizinya, wine termasuk minuman yang mempunyai kandungan gizi yang cukup baik. Kandungan energi pada wine sangat bervariasi, tergantung jenisnya, yaitu antara 50-160 kkal/100 gram. Energi pada wine umumnya berasal dari karbohidrat, terutama gula. Wine tidak mengandung lemak sama sekali. Kandungan mineral yang cukup berarti pada wine, yaitu kalium (antara 80-112 mg/100 gram), kalsium, fosfor, magnesium, besi, seng, tembaga, mangan dan selenium (Kanlan, 2009).
Penjernihan wine dapat dilakukan dengan penambahan penjernih, di mana bahan penjernih tadi akan bereaksi dengan tanin, asam, protein dan
beberapa komponen lainnya yang menyebabkan kekeruhan. Di dalam penyimpanan wine dapat menjadi jernih sendiri secara alamiah, tetapi untuk wine yang banyak mengandung tanin sukar untuk menjadi jenuh (Yasa, 2001).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 14 November 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah panci tahan karat, kain paris, gelas piala, erlenmeyer, botol steril, waring blender, pisau tahan karat, selang plastik dan kompor.
b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah buah apel, air matang, ragi merk NKL, ragi roti FERMIFAN merah, gula pasir dan asam sitrat.
Prosedur Kerja
1. Dicuci bersih buah apel dan dipotong-potong menjadi ukuran yang lebih kecil. 2. Dihancurkan dengan waring blender dan ditambahkan air (1:1).
3. Diperas dengan kain saring dan cairan buah dipanaskan pada suhu 70°C selama 10 menit.
4. Diatur pH filtrat dengan asam sitrat dan ditambahkan gula pasir 10%.
5. Dipanaskan pada suhu 70°C selama 20 menit dan dimasukkan dalam botol steril.
6. Didinginkan dalam suhu kamar, ditambahkan starter. 7. Diinkubasi selama 3 minggu pada suhu kamar.
HASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan
Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Wine Parameter Rasa Nama Panelis Jumlah Starter 5 7,5 10 12,5 15 17,5 Pupe 1 2 3 3 3 3 Anggi 2 1 3 3 3 3 Uniq 2 3 2 2 3 3 Eka 1 2 2 2 2 2 Mimi 2 2 3 3 2 3 Dila 2 3 3 2 2 2 Ismi 1 2 3 3 4 3 Ami 2 2 3 3 3 3 Nida 2 1 3 4 4 3 Wiwin 2 3 3 3 3 2 Ayiq 2 3 3 3 3 2 Devi 1 2 3 3 2 3 Lina 2 1 3 4 2 2 Ryan 2 2 3 3 2 2 Ika 1 2 3 3 3 2
Keterangan : 1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat suka
Tabel 1.2. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Wine Parameter Aroma Nama Panelis Jumlah Starter 5 7,5 10 12,5 15 17,5 Pupe 2 3 2 3 3 2 Anggi 2 3 1 3 4 3 Uniq 1 2 2 3 3 3 Eka 2 2 2 3 3 2 Mimi 2 1 2 3 3 2 Dila 2 3 3 3 3 3 Ismi 3 3 4 2 3 2 Ami 3 2 3 2 3 3 Nida 1 2 3 1 3 2 Wiwin 2 1 2 2 3 1 Ayiq 2 2 2 2 3 2 Devi 2 2 1 2 3 2 Lina 2 2 3 3 3 2 Ryan 1 2 3 4 3 1 Ika 2 3 3 3 3 3
Keterangan : 1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat suka
Tabel 1.3. Hasil Pengamatan Uji Hedonik Wine Parameter Warna Nama Panelis Jumlah Starter 5 7,5 10 12,5 15 17,5 Pupe 2 3 2 3 2 2 Anggi 3 2 3 2 2 2 Uniq 2 2 4 2 3 3 Eka 3 3 3 2 2 4 Mimi 3 2 3 4 2 2 Dila 4 3 2 3 2 1 Ismi 3 2 2 4 3 2 Ami 3 1 1 3 2 2 Nida 4 2 3 3 2 3 Wiwin 3 3 3 2 2 3 Ayiq 3 2 3 1 3 2 Devi 3 1 2 2 3 1 Lina 3 2 2 2 3 2 Ryan 3 2 1 2 3 2 Ika 3 2 3 3 3 2
Keterangan : 1 = Sangat tidak suka
2 = Tidak suka
3 = Netral
4 = Suka
5 = Sangat suka
Tabel 5.3. Anova Uji Hedonik Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Koordinat Koordinat Tengah F hit F Tabel Sig . Blok 14 4.73 0.34 1.035 .4305 ns Jumlah starter 5 18.8 3.76 11.51 .0000 S Galat 70 22.87 0.14 Total 89 46.4
Tabel 1.4.Hasil Uji lanjut Rasa Wine Konsentrasi
Ragi Rerata Signifikan
12,5 2.93 A 10 2.87 A 15 2.73 A 17,5 2.53 AB 7,5 2.07 BC 5 1.67 C
Tabel 1.6. ANOVA Uji Hedonik Aroma Wine Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Koordinat Koordinat
Tengah F hit F Tabel Sig.
Blok 14 8.93 0.64 1.66 .0850 ns
Jumlah starter 5 11.73 2.35 6.10 .0001 S
Galat 70 26.93 0.38
Total 89 47.6
Tabel 1.7. Hasil Uji Lanjut Aroma Wine Konsentrasi
Ragi Rerata Signifikan
15 3.07 A 12,5 2.6 AB 10 2.4 BC 7,5 2.2 BC 17,5 2.2 BC 5 1.93 C
Tabel 1.8. ANOVA Uji Hedonik Warna Wine Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Koordinat Koordinat Tengah F hit F Tabel Sig . Blok 14 6.4 0.46 0.92 .5460 ns Jumlah starter 5 7.07 1.413 2.83 .0219 S Galat 70 34.93 0.5 Total 89 48.4
Tabel 1.9. Hasil Uji Lanjut Warna Wine Konsentrasi
Ragi Rerata Signifikan
5 3 A 12,5 2.53 AB 10 2.47 AB 15 2.47 AB 17,5 2.2 B 7,5 2.13 B
PEMBAHASAN
Wine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari jus buah, terutama
anggur yang difermentasi dengan bantuan yeast/khamir. Wine yang dibuat dari buah-buahan dikenal dengan nama fruity wine atau anggur buah. Pada dasarnya hampir semua buah dapat dibuat wine terutama yang mengandung gula (15 - 18%). Selain anggur, buah-buahan yang pernah diolah menjadi wine yaitu pisang, mangga, dan belimbing serta apel. Menurut Hidayat (2009), buah yang baik untuk digunakan dalam pembuatan wine apabila mengandung asam-asam seperti asam tartart, malat dan sitrat. Asam tartart adalah antioksidan dan menghasilkan rasa asam. Asam malat juga dikenal sebagai asam buah terutama pada apel. Asam sitrat adalah pengawet alami dan juga memberi rasa asam.
Fermentasi pembuatan wine merupakan proses pemecahan gula menjadi alkohol dan gas CO2 akibat aktivitas dari enzim yang dihasilkan oleh sel khamir.
Hal-hal yang perlu diperhatikan selama proses fermentasiialah pemilihan khamir, nutrient (makanan) dari must, kosentrasi gula, keasaman, pemberian O2 dan
suhu dari must (perasan buah). Khamir yang umum digunakan dalam fermentasi adalah Saccharomyces sp. Khamir ini akan mengubah gula menjadi alkohol dan CO2. Dalam praktikum pembuatan wine apel ini digunakan ragi FERMIPAN
sebagai inokulum. Konsentrasi ragi yang ditambahkan pada setiap perlakukan yaitu 5 gram, 7,5 gram, 10 gram, 12,5 gram, 15 gram dan 17,5 gram. Penambahan starter ini bertujuan agar fermentasi yang dilakukan berjalan dengan baik. Pemberian starter berbeda- beda pada tiap-tiap kelompok agar dapat diketahui pengaruh penambahan starter terhadap hasil akhir wine apel yang dihasilkan.
Hasil pengujian kesukaan rasa wine dengan uji hedonik dapat diketahui penambahan starter dengan konsentrasi yang berbeda dalam pembuatan wine memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa wine yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dengan uji BNJ diketahui bahwa tingkat kesukaan rasa wine yang ditambahkan ragi dengan konsentrasi 10 gram, tidak berbeda nyata dengan kesukaan rasa wine yang ditambahkan ragi dengan konsentrasi 12,5 gram, 15 gram dan 17,5 gram. Tingkat kesukaan rasa wine dengan penambahan 7,5 gram ragi berbeda nyata dengan rasa wine yang ditambahkan 10 gram, 12,5 gram, dan 15 gram, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan rasa wine yang ditambahkan 17,5 gram dan 7,5 gram ragi. Tingkat kesukaan rasa wine dengan penambahan 5 gram ragi berbeda nyata dengan rasa wine yang ditambahkan 10 gram, 12,5 gram, 15 gram dan 17,5 gram, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan rasa wine yang ditambahkan 7,5 gram ragi.
Rasa wine ditentukan oleh kadar alkohol yang terbentuk selama proses fermentasi. Semakin besar konsentrasi ragi yang ditambahkan maka kadar alkohol yang terbentuk semakin besar karena semakin banyak khamir yang memecah gula menjadi alkohol. Akan tetapi semakin tinggi kadar alkohol pada
wine menimbulkan rasa pahit sehingga tidak disukai panelis. penggunaan 12,5
gram ragi FERMIFAN menghasilkan wine dengan rasa yang paling disukai panelis
Hasil pengujian kesukaan aroma wine dengan uji hedonik dapat diketahui penambahan starter dengan konsentrasi yang berbeda dalam pembuatan wine memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap aroma wine yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dengan uji BNJ diketahui bahwa tingkat kesukaan aroma wine yang ditambahkan ragi dengan konsentrasi 7,5 gram tidak berbeda
nyata dengan kesukaan aroma wine yang ditambahkan ragi dengan konsentrasi 10 gram, 12,5 gram, dan 17,5 gram. Tingkat kesukaan aroma wine dengan penambahan 5 gram ragi tidak berbeda nyata dengan aroma wine yang ditambahkan 7,5 gram, 10 gram dan 17,5 gram, akan tetapi berbeda nyata dengan aroma wine yang ditambahkan 12,5 gram dan 15 gram ragi. Tingkat kesukaan aroma wine dengan penambahan 15 gram ragi berbeda nyata dengan aroma wine yang ditambahkan 5 gram , 7,5 gram, 10 gram, dan 17,5 gram, akan tetapi tidak berbeda nyata dengan rasa wine yang ditambahkan 12,5 gram ragi.
Aroma wine ditentukan oleh kadar senyawa volatile seperti alkohol dan turunannya yang terbentuk selama proses fermentasi. Semakin besar konsentrasi ragi yang ditambahkan maka kadar alkohol yang terbentuk semakin besar karena semakin banyak khamir yang memecah gula menjadi alkohol sehingga aroma alkohol semakin jelas. Dalam praktikum ini penambahan 15 gram ragi menghasilkan wine dengan aroma yang paling disukai panelis.
Hasil pengujian kesukaan warna wine dengan uji hedonik dapat diketahui penambahan starter dengan konsentrasi yang berbeda dalam pembuatan wine memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap warna wine yang dihasilkan. Hasil uji lanjut dengan uji BNJ diketahui bahwa tingkat kesukaan warna wine yang ditambahkan ragi dengan konsentrasi 5 gram berbeda nyata dengan kesukaan warna wine yang ditambahkan ragi dengan konsentrasi 7,5 gram dan 17,5 gram akan tetapi tingkat kesukaan warna wine dengan penambahan 5 gram ragi tidak berbeda nyata dengan warna wine yang ditambahkan 10 gram 12,5 gram dan 15 gram.
Warna wine ditentukan oleh kadar seperti alkohol yang terbentuk selama proses fermentasi. Semakin besar konsentrasi ragi yang ditambahkan maka
kadar alkohol yang terbentuk semakin besar karena semakin banyak khamir yang memecah gula menjadi alkohol sehingga warna wine yang dihasilkan semakin jernih. Dalam praktikum ini penambahan 5 gram ragi menghasilkan wine dengan warna yang paling disukai panelis. Menurut Yasa (2001) penjernihan
wine dapat dilakukan dengan penambahan penjernih, di mana bahan penjernih
tadi akan bereaksi dengan tanin, asam, protein dan beberapa komponen lainnya yang menyebabkan kekeruhan. Di dalam penyimpanan wine dapat menjadi jernih sendiri secara alamiah, tetapi untuk wine yang banyak mengandung tanin sukar untuk menjadi jenuh.
Hasil uji organoleptik terhadap rasa, aroma dan warna wine yang dihasilkan dalam praktikum ini tidak dapat dijadikan pertimbangan dalam menentukan konsentrasi starter terbaik yang ditambahkan dalam pembuatan
wine. Hal ini dikarenakan uji hedonik yang dilakukan dalam praktikum ini
menggunakan panelis semi terlatih sebanyak 15 orang yang sebelumnya tidak pernah mengkonsumsi wine. Selain itu, sebagian besar panelis tersebut tidak memiliki pengetahuan yang baik tentang karakteristik wine.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Wine adalah minuman beralkohol yang dibuat dari jus buah, terutama anggur yang difermentasi dengan bantuan yeast/khamir.
2. Fermentasi pembuatan wine merupakan proses pemecahan gula menjadi alkohol dan gas CO2 akibat aktivitas dari enzim yang dihasilkan oleh sel
khamir.
3. Penambahan starter dengan konsentrasi yang berbeda dalam pembuatan wine memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap rasa, aroma dan warna wine yang dihasilkan.
4. Terbatas pada hasil praktikum ini, penggunaan 12,5 gram ragi FERMIFAN menghasilkan wine dengan rasa yang paling disukai panelis.
5. Terbatas pada hasil praktikum ini, penggunaan 15 gram ragi FERMIFAN menghasilkan wine dengan rasa yang paling disukai panelis.
6. Terbatas pada hasil praktikum ini, penggunaan 5 gram ragi FERMIFAN menghasilkan wine dengan rasa yang paling disukai panelis.
ACARA II
PEMBUATAN NATA DE PINNATA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Aren atau enau (Arenga pinnata Merr.) merupakan salah satu jenis pohon dari keluarga palma yang cukup dikenal di kawasan tropik. Salah satu jenis produk fermentasi yang dapat dihasilkan dari nira aren adalah nata. Nata merupakan jenis makanan penyegar atau pencuci mulut yang memberi andil yang cukup berarti untuk kelangsungan fisiologi secara normal. Melalui teknologi pengolahan dengan cara fermentasi, nira aren dapat ditingkatkan ragam manfaat dan nilai tambahnya dengan menggunakannya sebagai bahan baku untuk menghasilkan produk nata pinnata. Secara fisik nata pinnata tidak berbeda dengan nata de coco yang diolah dari air kelapa. Nata pinnata bertekstur lembut, berwarna putih, kenyal, rasanya mirip kolang-kaling serta kandungan nutrisinya rendah. Secara ekonomi pengolahan nira aren menjadi produk nata pinnata layak dikembangkan sebagai suatu kegiatan industri rumah tangga untuk meningkatkan pendapatan masyarakat (Kadir, 2003). Oleh karena itu, dilakukan praktikum ini untuk mempelajari pengaruh konsentrasi gula dan volume starter terhadap mutu dan ketebalan nata yang terbentuk.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi gula dan volume starter terhadap mutu dan ketebalan nata yang terbentuk.
TINJAUAN PUSTAKA
Nata adalah selulosa sintetis yang terbentuk dari proses fermentasi yang bersifat anabolis pada media cair, untuk menghasikan senyawa kompleks selulosa dari pembentukan senyawa sederhana (gula). Bakteri yang digunakan dalam pembentukan nata adalah Acetobacter xylinum. Bakteri ini dalam fermentasinya, tumbuh dan mengubah glukosa dalam media menjadi selulosa secara ekstraselluler sehingga terbentuk pelikel tebal. Acetobacter xylinum sangat penting dalam pembentukan nata karena bakteri ini dapat memecah komponen gula dan mampu membentuk polisakarida yang dikenal dengan nama ekstraselluler selulosa. Selulosa yang dihasilkan bersama-sama dengan polisakarida berlendir membentuk suatu jalinan seperti tekstil (Lay, 1994).
Kandungan nutrisi nata pinnata yang diolah dari nira aren tidak berbeda jauh dengan nutrisi nata lainnya yang diolah dari air kelapa atau dari nira kelapa maupun kandungan nutrisi kolang kaling. Nata pinnata mengandung kadar air sekitar 97,42%; serat kasar 0,82%; protein 0,15%; sementara kandungan vitamin C; lemak kalsium dan fosfor sangat rendah. Secara fisik nata pinnata tidak jauh berbeda dengan nata de coco yang diolah dari air kelapa. Nata pinnata bertekstur lembut, berwarna putih dan memiliki kekenyalan yang lebih rendah dari nata de coco (Lempang, 2012).
Umur biakan starter pada pembuatan nata sangat mempengaruhi rendemen dan ketebalan nata yang diperoleh karena umur biakan ini berkaitan erat dengan aktivitas bakteri pembentuk nata. Mengingat bahwa nata aren sebetulnya merupakan folikel dari bakteri Acetobacter xylinum, maka rendemen nata yang terbentuk dari proses pembuatan tergantung pada aktivitas dari bakteri dalam media inkubasi. Seperti halnya bakteri lain, aktivitas bakteri Acetabacter
xylinum dipengaruhi oleh kondisi inkubasi yakni umur bakteri. Acetobacter xylinum digunakan sebagai pembentuk nata karena kemampuannya mengubah
gula menjadi selulosa. Acetobacter xylinum dapat merubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk dalam media tersebut berupa benang-benang bersama-sama dengan polisakarida membentuk jalinan yang terus menerus menebal menjadi lapisan (Hartati, 2010).
Komponen utama yang terdapat dalam nira selain air adalah karbohidrat dalam bentuk sukrosa. Sedangkan komponen lainnya ialah protein, lemak vitamin dan mineral. Susunan atau komponen tersebut memungkinkan nira untuk diubah lebih lanjut untuk menjadi berbagai produk baru, seperti aneka pemanis, minuman ringan (tuak, anggur dan nata) asam cuka, alkohol dan juga sebagai media tumbuh yang baik bagi mikroorganisme terutama bakteri dan khamir (Lutony,1993).
Makanan yang memiliki fermentasi biasanya memiliki nilai gizi yang lebih tinggi daripada bahan asalnya. Dalam pembuatan nata, fermentasi merupakan reaksi oksidasi dalam sistem biologi yang menghasilkan energi, dimana sebagai donor dan aseptornya digunakan karbohidrat dalam bentuk glukosa dan tetes yang diubah menjadi lapisan tebal dan kenyal berupa gel atau membran selulosa pada permukaan cairan. Tahapan-tahapan dalam pembuatan nata adalah penyiapan murni, penyiapan larutan fermentasi, penyiapan starter dan fermentasi nata (Winarno, 2007).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 14 November 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah baskom plastik, nampan plastik, gelas piala 500 mL, erlenmeyer 250 mL, panci stainless
steel, sendok kayu, kain saring, kertas koran dan kompor.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah gula pasir, nira aren, biakan Acetobacter xylinum dan asam asetat glasial.
Prosedur Kerja
1. Dipanaskan dengan suhu 100˚C selama 30 menit dan didinginkan. 2. Dimasukan ke dalam gelas piala 500 mL.
3. Ditambahkan gula 400 gram.
4. Ditambahan asam asetat glasial sampai pH 4-5 dan diinokulasikan dengan starter (Acetobacter xylinum) dengan konsentasi berbeda-beda.
HASIL PENGAMATAN
Hasil Pengamatan
Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Nata de Pinnata
Panelis Parameter
Kekenyalan Ketebalan Rasa
Indah 4 3 1 Wiwin 5 4 1 Fafa 4 4 1 Dwi 4 5 1 Claudya 4 3 1 Nia 4 3 1 Dila 5 4 1 Eka 4 4 1 Rina 3 3 1 Rudi 4 3 1 Ririn 3 4 1 Rima 4 4 1 Neli 4 4 1 Neneng 5 4 1 Sri 4 4 1
Keterangan : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka 3 = agak suka 4 = suka
PEMBAHASAN
Produk-produk nira dapat digolongkan dalam dua kelompok, yaitu yang tidak mengalami proses fermentasi dan yang mengalami fermentasi (Barlina dan Lay, 1994). Produk-produk dari nira aren yang dihasilkan melalui proses fermentasi antara lain nata pinnata, cuka dan alkohol. Nata berasal dari bahasa spanyol yang bahasa Inggrisnya berarti cream (Afri, 1993), sedangkan pinnata merupakan kata yang diambil dari nama botanis pohon aren, yaitu Arenga pinnata. Nata merupakan jenis makanan penyegar atau pencuci mulut (food dissert) yang memegang andil yang cukup berarti untuk kelangsungan fisiologi secara normal (Barlina dan Lay, 1994). Jika dilihat dengan kasat mata, secara fisik nata pinnata adalah produk berbentuk padat, bertekstur lembut, kenyal dan berwarna putih. Akan tetapi produk ini mengandung kadar air yang sangat tinggi yaitu rata-rata 97,4%, sedangkan sisanya adalah bahan padat. Selain mengandung air yang tinggi, nata pinnata juga mengandung serat 0,82%; protein 0,15%; sementara kandungan vitamin C; lemak; kalsium dan posfor sangat rendah.
Umur biakan starter pada pembuatan nata sangat mempengaruhi rendemen dan ketebalan nata yang diperoleh karena umur biakan ini berkaitan erat dengan aktivitas bakteri pembentuk nata. Media fermentasi yang sudah tua mudah mengalami kontaminasi sehingga menghasilkan nata; yang tipis (Atyh, 1979 dalam Delima, 2003). Rendemen nata yang terbentuk dari proses pembuatan tergantung pada aktivitas dari bakteri dalam media inkubasi. Seperti halnya bakteri lain, aktivitas bakteri Acetabacter xylinum dipengaruhi oleh kondisi inkubasi yakni umur bakteri. Acetobacter xylinum dapat merubah 19% gula menjadi selulosa. Selulosa yang terbentuk dalam media tersebut berupa
benang-benang bersama-sama dengan polisakarida membentuk jalinan yang terus menerus menebal menjadi lapisan (Pasa, 2003).
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa nata de pinata yang dihasilkan adalah banyak disukai panelis dari segi kekenyalan dan ketebalannya. Sedangkan dari segi rasa, rata-rata panelis sangat tidak suka dengan rasa nata de pinata tersebut. Hal ini dikarenakan lamanya proses fermentasi dan tidak dilakukan penambahan gula. Apabila nira sudah mengalami fermentasi selama 10 jam atau lebih dimana nira sudah memiliki rasa asam, maka penambahan gula pada nira harus dilakukan. Akan tetapi nira aren yang masih segar dan belum banyak mengalami fermentasi kadar gulanya masih tinggi yaitu sekitar 10%. Oleh karena itu dalam pembuatan nata dari nira aren segar yang rasanya masih manis tidak perlu dilakukan penambahan gula.
KESIMPULAN
Berdsarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Produk-produk dari nira aren yang dihasilkan melalui proses fermentasi antara lain nata pinnata, cuka dan alkohol.
2. Nata pinnata adalah produk berbentuk padat, bertekstur lembut, kenyal dan berwarna putih.
3. Umur biakan starter pada pembuatan nata sangat mempengaruhi rendemen dan ketebalan nata yang diperoleh karena umur biakan ini berkaitan erat dengan aktivitas bakteri pembentuk nata
4. Nata de pinata yang dihasilkan adalah banyak disukai panelis dari segi kekenyalan dan ketebalannya. Sedangkan dari segi rasa, rata-rata panelis sangat tidak suka dengan rasa nata de pinata.
5. Nira sudah mengalami fermentasi selama 10 jam atau lebih dimana nira sudah memiliki rasa asam, maka penambahan gula pada nira harus dilakukan.
ACARA III TEPUNG MOCAF
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Singkong (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat sekaligus bahan baku tepung lokal yang tidak kalah dengan terigu, yang dimana termodifikasi menjadi tepung MOCAF. Tepung kasava termodifikasi (MOCAF) adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikrobia yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelatinisasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan konsumen (Samsul, 2010). Oleh karena itu, pentingnya dilakukan praktikum ini untuk mempelajari inokulum dan lama perendaman terhadap sifat fisik dan kimia tepung MOCAF.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajarii pengaruh inokulum dan lama perendaman terhadap sifat fisik dan kimia tepung MOCAF.
TINJAUAN PUSTAKA
Tepung kasava termodifikasi adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikrobia yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelatinisasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubikayu yang cenderung tidak menyenangkan konsumen. Selama proses fermentasi terjadi kenghilangan komponen penimbul warna dan protein yang dapat menyebabkan warna coklat ketika pengeringan. Dampaknya adalah warna tepung yang dihasilkan lebih putih jika dibandingkan dengan warna tepung ubi kayu biasa (Samsul, 2010).
Perbaikan kualitas tepung juga dipengaruhi reaksi biokimia selama perendaman/ fermentasi dengan isolat bakteri asam laktat (BAL). Dalam hal ini enzim ekstraseluler yang dikeluarkan oleh bakteri asam laktat selama proses perendaman mampu memperbaiki tekstur tepung. Pati dalam medium dapat dihidrolisis oleh bakteri asam laktat dengan cara mengekskresikan enzim ekstraseluler pemecah pati dan menghasilkan gula sederhana seperti disakarida atau dekstrin yang dapat dimanfaatkan untuk proses metabolisme. Asam laktat mampunyai aroma khas yang dapat menutup aroma khas ubi kayu dan asam sianida (Adamafio, 2010).
Singkong (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat dan bahan baku makanan, kimia dan pakan ternak. Indonesia memiliki potensi umbi-umbian
sebagai sumber karbohidrat sekaligus bahan baku tepung lokal yang tidak kalah dengan terigu, yaitu ganyong, gembili, ubi jalar, garut, singkong (singkong) dan lain sebagainya. Rendahnya harga singkong dipengaruhi oleh sifat singkong segar yang mudah rusak bila tidak segera dilakukan penanganan pasca panen karena kadar air singkong segar yang tinggi, adanya asam sianida (HCN) yang menyebabkan racun (Salim, 2011).
Tepung MOCAF merupakan komoditas tepung cassava dengan teknik fermentasi sehingga produk yang dihasilkan memiliki karakteristik mirip seperti terigu, yaitu putih, lembut, dan tidak berbau singkong. Dengan karakterisrik yang mirip dengan terigu, tepung MOCAF dapat menjadi komoditas subtitusi tepung terigu. Indonesia memiliki tingkat permintaan yang tinggi terhadap tepung terigu, baik oleh industri atau rumah tangga. Sedangkan kapasitas produksi tepung terigu di Indonesia masih rendah, tingginya permintaan tepung terigu menyebabkan harga tepung terigu menyebabkan harga tepung terigu yang tinggi (Dahlia, 2012).
Prinsip pembuatan MOCAF adalah dengan memodifikasi sel ubikayu secara fermentasi, sehingga menyebabkan perubahan karakteristik yang lebih baik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut. Secara umum proses pembuatan MOCAF meliputi tahap-tahap penimbangan, pengupasan, pemotongan, perendaman (Fermentasi), pengeringan, penepungan dan pengayakan (Kurniati, 2012).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jum’at, 14 November 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah pisau, timbangan analitik, baskom, blender, ayakan, piring, stoples dan tisu.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah ubi kayu, air, ragi tempe dan ragi roti.
Prosedur Kerja
1. Dikupas ubi kayu dan dicuci dengan air hangat (suhu 60 0C).
2. Dirajang ubi kayu dengan ketebalan 1-1,15 mm. 3. Ditimbang ubi kayu sebanyak 100 gram.
4. Ditambahkan inokulum dan direndam dalam air (fermentasi selama 24, 36, 48 dan 72 jam).
5. Dicuci dan dibilas 2 kali.
6. Ditiriskan dan dikeringkan dengan sinar matahari. 7. Digiling halus dan diayak dengan ayakan 80 mesh.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Uji Rangking Tepung MOCAF
No. Panelis Parameter Warna Tekstur 24 36 48 72 24 36 48 72 1. Anggi 3 3 3 4 2 3 2 3 2. Yunita 5 3 3 1 1 2 2 3 3. Ismi 5 3 2 1 2 2 2 2 4. Eka 5 3 2 1 2 3 2 3 5. Mimi 5 3 2 1 1 2 2 3 6. Dila 5 3 3 1 1 1 1 1 7. Ami 5 3 3 1 2 2 2 3 8. Devi 5 3 3 1 2 2 2 3 9. Wiwin 4 3 2 2 1 1 2 3 10. Ayiq 4 3 2 2 2 2 2 3 11. Nida 4 3 2 2 2 2 2 3 12. Neneng 4 3 3 1 2 3 2 3 13. Ika 4 4 2 1 1 1 1 3 14. Erna 4 4 2 1 2 2 3 3 15. Lina 4 3 2 2 2 2 3 3 16. Rian 4 4 2 1 2 2 2 3 Ketarangan: Warna: Tekstur:
1 = Sangat Putih 1 = Sangat Lembut
2 = Agak Putih 2 = Agak Lembut
3 = Putih 3 = Lembut
4 = Agak Coklat 4 = Agak Kasar
Hasil Perhitungan
Tabel 3.2. Hasil Transformasi Uji Rangking Parameter Warna
No. Panelis Skor Pengujian Total
24 36 48 72 1. Anggi 0 0 0 -0,3 -0,3 2. Yunita 1,03 0 0 -1,03 0 3. Ismi 1,03 0 -0.3 -1,03 -0,3 4. Eka 1,03 0 -0.3 -1,03 -0,3 5. Mimi 1,03 0 -0.3 -1,03 -0,3 6. Dila 1,03 0 0 -1,03 0 7. Ami 1,03 0 0 -1,03 0 8. Devi 1,03 0 0 -1,03 0 9. Wiwin 0,3 0 -0.3 -1,03 -1,33 10. Ayiq 0,3 0 -0.3 -0,3 -0,6 11. Nida 0,3 0 -0.3 -0,3 -0,6 12. Neneng 0,3 0 0 -1,03 -1,03 13. Ika 0,3 0,3 -0.3 -1,03 -1,33 14. Erna 0,3 0.3 -0.3 -1,03 -1,03 15. Lina 0,3 0 -0.3 -0,3 -0,6 16. Rian 0,3 0,3 -0.3 -0,3 -0,6 Total 7,21 0,3 -3 -12,83 -8,32
Tabel 3.3. Tabel ANOVA Parameter Warna Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Koordinat Koordinat
Tengah F hit F Tabel Sig.
Blok 15 0,38 0,025 0,26 1,895 NS
Perlakuan 3 16,23 5,410 55,55 2,812 S
Galat 45 4,38 0,097
Total 63 20,99
Tabel 3.4. Hasil Uji Lanjut BNJ Parameter Warna
Lama Perendaman Rerata Sig.
72 -0,80 A
48 -0,19 B
36 0,06 B
Tabel 3.5. Hasil Transformasi Uji Ranking Parameter Tekstur
No. Panelis Skor Pengujian Total
24 36 48 72 1. Anggi 1,03 0 0 -1,03 0 2. Yunita 1,03 0,3 0 -1,03 0,3 3. Ismi 1,03 0 -0,3 -1,03 -0,3 4. Eka 1,03 0 -0,3 -1,03 -0,3 5. Mimi 1,03 0 -0,3 -1,03 -0,3 6. Dila 1,03 0 0 -1,03 0 7. Ami 1,03 0 0 -1,03 0 8. Devi 1,03 0 0 -1,03 0 9. Wiwin 1,03 0 -0,3 -0,3 0,43 10. Ayiq 1,03 0 -0,3 -0,3 0,43 11. Nida 1,03 0,3 -0,3 0 1,03 12. Neneng 1,03 0 0 -0,3 0,73 13. Ika 1,03 0 -0,3 -0,3 0,43 14. Erna 1,03 0 -0,3 1,03 0,73 15. Lina 1,03 0 -0,3 -0,3 0,43 16. Rian 1,03 0 0 1,03 1,03 Total 23,516 16,48 0,6 -2,7 -9,74
Tabel 3.6. Tabel ANOVA Parameter Tekstur Sumber keragaman Derajat Bebas Jumlah Koordinat Koordinat
Tengah F hit F Tabel Sig.
Blok 15 1,807 0,120 0,89 1,895 NS
Perlakuan 3 20,437 6,812 50,44 2,812 S
Galat 45 6,077 0,135
Total 63 28,32
Tabel 3.7. Hasil Uji Lanjut BNJ Parameter Tekstur
Lama Perendaman Rerata Sig.
72 -0,48 a
48 -0,17 b
36 0,04 bc
PEMBAHASAN
Singkong (Manihot esculenta) merupakan komoditas tanaman pangan yang penting sebagai penghasil sumber bahan pangan karbohidrat sekaligus bahan baku tepung lokal yang tidak kalah dengan terigu, yang dimana termodifikasi menjadi tepung MOCAF. Tepung kasava termodifikasi (MOCAF) adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi. Mikrobia yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelatinisasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut. Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik, terutama asam laktat yang akan terimbibisi dalam bahan, dan ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan konsumen. Perbaikan kualitas tepung juga dipengaruhi reaksi biokimia selama perendaman/ fermentasi dengan isolat bakteri asam laktat (BAL). Dalam hal ini enzim ekstraseluler yang dikeluarkan oleh bakteri asam laktat selama proses perendaman mampu memperbaiki tekstur tepung. Pati dalam medium dapat dihidrolisis oleh bakteri asam laktat dengan cara mengekskresikan enzim ekstraseluler pemecah pati dan menghasilkan gula sederhana seperti disakarida atau dekstrin yang dapat dimanfaatkan untuk proses metabolisme. Asam laktat mampunyai aroma khas yang dapat menutup aroma khas ubi kayu dan asam sianida (Adamafio, 2010).
Praktikum pada proses pembuatan tepung MOCAF menggunakan jenis inokulum ragi tempe dan ragi roti. Berdasarkan hasil pengamatan bahwa perendaman 72 jam menghasilkan warna sangat putih dan teksturnya juga lembut dibandingkan dengan perlakuan perendaman 24 jam, 36 jam dam 48 jam.
Dan berdasarkan hasil uji BNJ bahwa terjadinnya perbedaan yang nyata (signifikan) pada perlakuan 72 jam terhadap perlakuan yang lain. Hal ini menunjukan semakin lam perendaman maka tepung MOCAF yang dihasilkan semakin bagus dengan meningkatnya derajat putih MOCAF. Lamanya perendaman dan proses fermentasi menggunakan mikroba mampu memperbaiki tekstru tepung itu sendiri. Mikroba juga menghasilkan asam-asam organik sehingga ketika bahan tersebut diolah akan dapat menghasilkan aroma dan cita rasa khas yang dapat menutupi aroma dan cita rasa ubi kayu yang cenderung tidak menyenangkan konsumen.
Menurut Kurniati (2012) penurunan kadar HCN ini disebabkan karena mikroorgamisme mampu memecah sianogenik glikosida dan produk turunannya. Selain itu produk olahan singkong yang melibatkan proses perendaman dan pencucian dengan air panas, proses fermentasi dan proses pengeringan dapat menurunkan kadar HCN pada singkong. Proses perendaman dan pencucian dengan air panas dapat menghilangkan HCN, sebab HCN mudah larut dalam air dan mempunyai titik didih 29ºC. Semakin lama proses perendaman maka makin tinggi persentase penurunan kadar HCN. Disamping itu juga cara perendaman dapat melarutkan senyawa linamarin dan lotaustralin, serta memacu pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menguraikan racun menjadi asam organik. Metode fermentasi singkong bertujuan inaktivasi enzim linamarase sehingga tidak bisa mengkatalisis pembentukan.
KESIMPULAN
Berdsarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Tepung kasava termodifikasi (MOCAF) adalah produk tepung dari ubi kayu yang diproses menggunakan prinsip memodifikasi sel ubi kayu secara fermentasi.
2. Mikrobia yang tumbuh menyebabkan perubahan karakteristik dari tepung yang dihasilkan berupa naiknya viskositas, kemampuan gelatinisasi, daya rehidrasi dan kemudahan melarut.
3. Perlakuan lama perendaman selama 72 jam menghasilkan tepung MOCAF yang lebih bagus dengan menghasilkan tekstur tepung yang lembut dan tepung memiliki derajat warna sangat putih.
4. Lamanya perendaman dan proses fermentasi menggunakan mikroba mampu memperbaiki tekstru tepung MOCAF.
5. Semakin lama proses perendaman, pencucian dengan air panas, proses fermentasi dan proses pengeringan maka makin tinggi persentase penurunan kadar HCN.
ACARA IV DUNKIN DOUGHNUT
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Salah satu produk pangan yang banyak diminati oleh masyarakat adalah kue donat dengan bahan dasar tepung terigu. Donat memiliki bentuk yang sangat khas dengan lubang di tengah layaknya seperti cincin. Untuk memperoleh hasil olahan donat yang baik, maka dibutuhkan bahan pendukung yang lazim disebut sebagai bahan tambahan makanan seperti shortening yang ditambahkan pada minyak goreng untuk proses menggoreng agar donat lebih cepat membentuk lapisan luar dan penyerapan minyak dapat diminimalisir (Lisdiana, 2008). Selain itu pembuatan donat merupakan bentuk lain dari pemanfaatan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur ragi (Saccharomyces sp). Dalam
proses fermentasi. Saccharomyces sp merubah karbohidrat menjadi
karbondioksida dan alkohol, Saccharomyces sp juga dapat memfermentasikan maltosa secara cepat.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ragi FERMIPAN terhadap daya kembang dan mutu doughnut.
TINJAUAN PUSTAKA
Seiring dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat, maka tuntutan konsumen terhadap bahan pangan yang mempunyai komposisi gizi yang baik, memiliki penampakan dan citarasa yang menarik, serta memiliki fungsi fisiologis tertentu bagi tubuh, juga semakin meningkat (Sufi, 2011).
Salah satu produk pangan yang ba-nyak diminati oleh masyarakat adalah kue donat dengan bahan dasar tepung terigu. Donat memiliki bentuk yang sangat khas dengan lubang di tengah layaknya seperti cincin. Untuk memperoleh hasil olahan donat yang baik, maka dibutuhkan bahan pendukung yang lazim disebut sebagai bahan tambahan makanan seperti shortening yang ditambahkan pada minyak goreng untuk proses menggoreng agar donat lebih cepat membentuk lapisan luar dan penyerapan minyak dapat diminimalisir (Lisdiana, 2008).
Tepung merupakan bahan baku utama roti. Tepung yang biasa digunakan untuk roti adalah tepung gandum, jagung, dan have rmouth. Pada tepung terigu terkandung glutein didalamnya. Glutein inilah yang dapat membuat roti mengembang selama proses pembuatan. Jaringan sel-sel ini juga cukup kuat untuk menahan gas yang dibuat oleh ragi sehingga adonan tidak mengempis kembali (Hardoko, 2009).
Dalam pembuatan roti, ragi/yeast dibutuhkan agar adonan bisa mengembang. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan bagi ragi/yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan menjadi
mengembang. Agar mikroba dapat beraktivitas optimal maka beberapa persyaratan harus dipenuhi diantaranya adalah adanya keseimbangan gula, garam, terigu dan air, oksigen cukup tersedia karena mikroba yang hidup bersifat aerob (Hasyim, 2011).
Shortening adalah lemak padat yang memiliki sifat plastis dan kestabilan
tertentu, umumnya berwarna putih sehingga sering disebut mentega putih. Bahan ini diperoleh dari pencampuran dua atau lebih lemak, atau dengan cara hidrogenase. Shortening memiliki kadar lemak mencapai 99%. Mentega putih ini banyak digunakan dalam bahan pangan terutama dalam pembuatan cake dan kue yang dipanggang. Fungsinya adalah untuk memperbaiki cita rasa, tekstur, keempukan dan memperbesar volume roti atau kue (Winarno, 2008).
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 21 November 2014 di Laboratorium Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini ialah baskom plastik, garisan plastik, timbangan, sendok, gelas, penggorengan, penjepit, piring dan kompor.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini ialah tepung terigu merk SEGITIGA BIRU, kentang, air, telur, mentega, susu bubuk merk DANCOW, gula halus, garam, minyak goreng dan ragi FERMIPAN.
Prosedur Kerja
1. Disiapkan tepung terigu sebanyak 900 gram.
2. Diayak dan dicampur dengan 7 sdm susu bubuk, 7 sdm gula halus, 2sdt garam, 7 butir kuning telur dan 3 butir putih telur.
3. Disiapkan kentang, kemudian dikukus dan dihancurkan, ditimbang 900 gram. 4. Ditambah dengan 7 sdm mentega.
5. Diuleni campuran tepung terigu dengan kentang kemudian ditambahkan rago roti FERMIFAN dengan berat 1,5 gram dan 2,0 gram dan diperam pada suhu kamar selama 15 menit.
6. Diuleni kembali dan diroll dengan ketebalan ± 2 cm.
7. Dicetak kemudian diukur ketebalan dan diameter doughnut.
8. Dibiarkan mengembang selama 15 menit kemudian diukur ketebalan dan diameter doughnut.
HASIL PENGAMATAN
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Tekstur/Daya Kembang Doughnut Volume
Ragi (gr)
Sampel
Awal Pemeraman Akhir
Tebal (cm) Diameter (cm) Tebal (cm) Diameter (cm) Tebal (cm) Diameter (cm) 1,5 1 2,2 5,9 2,5 6,2 3 7.5 2 2 6 2,3 6,2 2,5 7,3 3 1,8 5,9 2 6 2,5 7 2 1 2 6 2,2 6,1 3 7 2 2 5,8 2,2 6 2,5 7 3 1,7 5,8 2 6 2,5 7,1
Tabel 4.2. Hasil Pengamatan Rasa Doughnut Nama
Panelis
Donat I (Ragi 1,5gr) Donat II (Ragi 2gr)
I II III I II III Neli 4 4 4 4 4 5 Rudi 3 4 3 3 4 3 Indah 2 4 3 4 3 3 Claudya 2 3 3 4 3 3 Rina 3 3 3 3 3 3 Dita 3 4 4 4 3 3 Dini 2 2 2 4 4 3 Arief 4 4 4 5 5 4 Dwi 3 3 3 4 3 3 Nia 4 4 4 5 4 3
Skala hedonik : 1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka
3 = netral 4 = suka
PEMBAHASAN
Salah satu produk pangan yang banyak diminati oleh masyarakat adalah kue donat dengan bahan dasar tepung terigu. Donat memiliki bentuk yang sangat khas dengan lubang di tengah layaknya seperti cincin. Untuk memperoleh hasil olahan donat yang baik, maka dibutuhkan bahan pendukung yang lazim disebut sebagai bahan tambahan makanan seperti shortening yang ditambahkan pada minyak goreng untuk proses menggoreng agar donat lebih cepat membentuk lapisan luar dan penyerapan minyak dapat diminimalisir (Lisdiana, 2008). Selain itu pembuatan donat merupakan bentuk lain dari pemanfaatan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur ragi (Saccharomyces sp). Dalam
proses fermentasi, Saccharomyces sp merubah karbohidrat menjadi
karbondioksida dan alkohol. Saccharomyces sp juga dapat memfermentasikan maltosa secara cepat.
Pembuatan donat dilakukan dengan melakukan beberapa tahapan proses, yaitu Mixing berfungsi mencampur secara homogen semua bahan, membentuk dan melunakkan glutein, serta menahan gas pada glutein. Proses
mixing tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan pencampuran,
penyerapan air dari glutein, formula dan masa peragian, dan jenis roti yang diinginkan (Mudjajanto, 2004). Tahap peragian sangat penting untuk pembentukan rasa dan volume. Pada saat fermentasi berlangsung, selain suhu pembuatan roti sangat dipengaruhi oleh kelembaban udara. Suhu ruangan 35 0C dan kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti. Semakin panas suhu ruangan, semakin cepat proses fermentasi dalam adonan roti. Sebaliknya, semakin dingin suhu ruangan semakin lama proses fermentasinya (Mudjajanto, 2004). Penggunaan mikroorganisme
dalam pengembangan adonan masih menjadi fenomena yang asing bagi masyarakat yang tidak familiar dengan pabrik roti. Udara (oksigen) yang masuk ke dalam adonan pada saat pencampuran dan pengulenan (kneading) akan dimanfaatkan untuk tumbuh oleh khamir. Akibatnya akan terjadi kondisi yang anaerob dan terjadi proses fermentasi. Gas CO2 yang dihasilkan selama proses
fermentasi akan terperangkap di dalam lapisan film gluten yang impermiabel. Gas akan mendesak lapisan yang elastis dan selanjutnya menyebabkan pengembangan (penambahan volume) adonan. Pengadonan yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya akan lambat. Adonan tersebut akan menghasilkan roti yang pertambahan volumenya sangat buruk dan juga rotinya akan mempunyai remah pada bagian dalam. Pengadonan yang kurang akan menyebabkan adonan menjadi kurang elastis (Mudjajanto, 2004).
Berdasarkan hasil pengamatan baik pada pemakaian ragi 1,5gr maupun pemakaian ragi 2gr menghasilkan perubahan tekstur yang sama. Dari awal sebelum pemeraman, kemudian pemeraman dan akhir atau setelah pemeraman menunjukkan perubahan volume yang semakin meningkat dari segi tebal dan besar diameter dari donat tersebut. Tekstur yang baik dari kue donat dapat dicapai apabila daya kembang donat pada saat fermentasi maksimal, yang dipengaruhi oleh mutu tepung terigu yang dipengaruhi dalam pembuatan donat memiliki gluten. Sementara dari segi rasa, dari 10 panelis hampir semua memberi penilaian enak pada donat tersebut. Hal ini bisa dikarenakan donat memiliki rasa yang manis dan gurih, dimana rasa ini timbul dari adanya komponen gula, ragi dan adanya reaksi fermentasi dari enzim maltosa yang dihasilkan oleh sel-sel khamir menjadi glukosa yang menimbulkan rasa manis
kemudian rasa gurih timbul karena adanya teknik penggorengan sebagai tahap terakhir dalam pembuatan donat.
KESIMPULAN
Berdsarkan hasil pengamatan dan pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Pembuatan donat merupakan bentuk lain dari pemanfaatan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur ragi (Saccharomyces sp).
2. Proses mixing tergantung pada alat yang digunakan, kecepatan
pencampuran, penyerapan air dari glutein, formula dan masa peragian, serta jenis roti yang diinginkan.
3. Suhu ruangan 35 0C dan kelembaban udara 75% merupakan kondisi yang ideal dalam proses fermentasi adonan roti.
4. Pengadonan yang berlebihan akan merusak susunan glutein, adonan akan panas dan peragiannya akan lambat.
5. Konsentrasi ragi fermifan yang paling optimal untuk menghasilkan daya kembang adonan maksimum dan mutu doughnut yang baik adalah 2 gr. 6. Sebagian besar panelis memberi penilaian enak pada donat tersebut. Hal ini
ACARA V TAPE
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan. Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Saccharomyces cerivisiae . Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan karbon dioksida. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat pula mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor
chlamidosporus dan Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut
membantu dalam mengubah pati menjadi gula sederhana (glukosa) (Indrawati, 2008). Oleh karena itu, pentingnya dilakukan praktikum ini untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ragi terhadap sifat fisik dan organoleptik tape singkong.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengaruh konsentrasi ragi terhadap sifat fisik dan organoleptik tape singkong.
TINJAUAN PUSTAKA
Salah satu pemanfaatan bioteknologi secara tradisional adalah pembuatan tape. Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan. Tapai bisa dibuat dari singkong (ubi kayu) dan hasilnya dinamakan tapai singkong. Bila dibuat dari ketan hitam maupun ketan putih, hasilnya disebut "tapai pulut" atau "tapai ketan". Dalam proses fermentasi tapai, digunakan beberapa jenis mikroorganisme seperti Saccharomyces cerevisiae, Rhizopus oryzae, Endomycopsis burtonii,
Mucor sp., Candida utilis, Saccharomycopsis fibuligera, Pediococcus s. dan
lain-lain. Tapai hasil fermentasi dari S. cerevisiae umumnya berbentuk semi cair, berasa manis keasaman, mengandung alkohol dan memiliki tekstur lengket (Indrawati, 2008).
Ragi Tapai Starter yang digunakan untuk produksi tapai disebut ragi, yang umumnya berbentuk bulat pipih dengan diameter 4-6 cm dan ketebalan 0,5 cm. Tidak diperlukan peralatan khusus untuk produksi ragi, tetapi formulasi bahan yang digunakan pada umumnya tetap menjadi rahasia di setiap pengusaha ragi. Ragi dipanen setelah 2-5 hari, tergantung dari suhu dan kelembaban. Produk akhir akan berbentuk pipih kering dan dapat disimpan dalam waktu lama. Tidak ada faktor lingkungan yang dikendalikan. Mikroorganisme yang diharapkan maupun kontaminan dapat tumbuh bersama-sama (Susono, 2007).
Rasa asam pada tape timbul karena perlakuan-perlakuan (proses) yang kurang teliti, seperti penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape juga
disebabkan oleh terjadinya proses fermentasi yang berlangsung terlalu berlanjut. Ragi tape sangat diperlukan dalam pembuatan tape tersebut. Ragi tape yang sudah rusak tidak baik digunakan dalam pembuatan tape. Oleh sebab itu harus dipergunakan ragi tape yang masih dalam keadaan baik (Saono, 1986).
Tape merupakan makanan fermentasi tradisional yang sudah tidak asing lagi. Tape dibuat dari beras, beras ketan, atau dari singkong (ketela pohon). Berbeda dengan makanan-makanan fermentasi lain yang hanya melibatkan satu mikroorganisme yang berperan utama, seperti tempe atau minuman alkohol, pembuatan tape melibatkan banyak mikroorganisme (Rista, 2010).
Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Saccharomyces cerivisiae . Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat (fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan karbon dioksida. Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape ini
terlibat pula mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan
Endomycopsis fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Jumat, 21 November 2014 di Laboratorium Mikrobiologi Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Alat dan Bahan Praktikum a. Alat Praktikum
Adapun alat yang digunakan pada praktikum ini adalah timbangan analitik, mortar, piring kecil, kotak mika, kertas label, sendok dan isolasi. b. Bahan Praktikum
Adapun bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah singkong rebus, singkong kukus dan ragi buatan.
Prosedur Kerja
1. Dikupas singkong dan dicuci hingga bersih.
2. Ditimbang 250 gram singkong kemudian dikukus hingga matang. 3. Ditimbang 300 gram singkong kemudian direbus hingga matang. 4. Didinginkan singkong dan diletakkan dalam kotak mika.
5. Ditambahkam ragi tape dengan konsentrasi yang berbeda-beda pada tiap perlakuan dan dicampur sampai merata.
6. Diberi perlakuan dikukus dan direbus dengan pemberian ragi 2 gr dan 4 gr. 7. Ditutup rapat kotak mika dan disimpan selama 3 hari.
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Rasa Tape
Panelis Kukus Rebus
2 gr 4 gr 2 gr 4 gr Fafa 4 5 3 2 Nia 4 5 3 2 Dwi 4 5 3 2 Claudya 4 5 2 1 Oki 4 5 2 1 Dede 4 5 2 1 Elis 3 5 2 2 Indah 3 5 2 2 Rian 4 5 3 2 Neneng 4 5 3 2 Iby 4 5 3 1 Jalal 3 5 3 2 Dini 3 5 3 2 Rudi 3 5 4 2 Riska 3 5 4 2 Laely 3 5 4 2
Tabel 5.2. Hasil Pengamatan Warna Tape
Panelis Kukus Rebus
2 gr 4 gr 2 gr 4 gr Fafa 4 5 3 2 Nia 4 5 3 2 Dwi 4 5 3 2 Claudya 4 5 2 1 Oki 4 5 2 1 Dede 4 5 2 1 Elis 3 5 2 2 Indah 3 5 2 2 Rian 4 5 3 2 Neneng 4 5 3 2 Iby 4 5 3 3 Jalal 4 5 3 3 Dini 4 5 3 3 Rudi 4 5 3 2 Riska 4 5 3 2 Laely 4 5 3 2
Tabel 5.3. Hasil Pengamatan Tekstur Tape
Panelis Kukus Rebus
2 gr 4 gr 2 gr 4 gr Fafa 4 5 3 3 Nia 4 5 3 3 Dwi 4 5 3 2 Claudya 4 5 2 1 Oki 4 5 2 1 Dede 4 5 2 1 Elis 3 5 2 2 Indah 3 5 2 2 Rian 4 5 3 2 Neneng 4 5 3 2 Iby 4 5 3 1 Jalal 3 5 3 2 Dini 3 5 3 2 Rudi 3 5 3 2 Riska 3 5 3 2 Laely 3 5 3 2 Keterangan :
1 = sangat tidak suka 2 = tidak suka
3 = agak suka 4 = suka
Hasil Perhitungan
Tabel 4.4. Tabel ANOVA Rasa Tape
Sumber keragaman Derajat
Bebas
Jumlah Koordinat
Koordinat
Tengah F hit F Tabel Sig.
Blok 15 3,11 0,21 0,81 1,895 NS Perlakuan Jenis Pemasakan Banyak Inokulum 1 1 62,02 0,39 62,02 0,39 241,03 1,52 1,406 1,406 S NS Interaksi Jenis Pemasakan x Banyak Inokulum 1 26,27 26,27 102,08 1,406 S Galat 45 11,58 0,26 Total 63 103,36
Tabel 4.5. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Jenis Pemasakan Terhadap Rasa Tape
Jenis Pemasakan Rerata Sig.
Kukus 4,28 A
Rebus 2,31 B
Tabel 4.6. Tabel ANOVA Warna Tape
Sumber keragaman Derajat Bebas Koordinat Jumlah Koordinat Tengah F hit F Tabel Sig.
Blok 15 4,98 0,33 2,41 1,895 S Perlakuan Jenis Pemasakan Banyak Inokulum 1 1 70,14 0,77 70,14 0,76 508,83 5,55 1,406 1,406 S S Interaksi Jenis Pemasakan x Banyak Inokulum 1 13,14 13,14 95,33 1,406 S Galat 45 6,20 0,14 Total 63 95,23
Tabel 4.7. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Jenis Pemasakan Terhadap Warna Tape
Jenis Pemasakan Rerata Sig.
Kukus 4,44 A
Rebus 2,34 B
Tabel 4.8. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Banyak Inokulum Terhadap Warna Tape
Jenis Pemasakan Rerata Sig.
4 gram 3,5 A
Tabel 5.9. Tabel ANOVA Tekstur Tape
Sumber keragaman Derajat
Bebas
Jumlah Koordinat
Koordinat
Tengah F hit F Tabel Sig.
Blok 15 3,94 0,21 1,29 1,895 NS Perlakuan Jenis Pemasakan Banyak Inokulum 1 1 64 1,56 62,02 0,39 313,47 7,65 1,406 1,406 S S Interaksi Jenis Pemasakan x Banyak Inokulum 1 20,25 26,27 99,18 1,406 S Galat 45 9,19 0,26 Total 63 98,94
Tabel 4.10. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Jenis Pemasakan Terhadap Tekstur Tape
Jenis Pemasakan Rerata Sig.
Kukus 4,28 A
Rebus 2,28 B
Tabel 5.11. Hasil Uji Lanjut BNJ Pengaruh Banyak Inokulum Terhadap Tekstur Tape
Banyak Inokulum Rerata Sig.
4 gram 3,44 A
PEMBAHASAN
Salah satu pemanfaatan bioteknologi secara tradisional adalah pembuatan tape. Tapai (sering dieja sebagai tape) adalah salah satu makanan tradisional Indonesia yang dihasilkan dari proses peragian (fermentasi) bahan pangan berkarbohidrat, seperti singkong dan ketan. Proses pembuatan tape melibatkan proses fermentasi yang dilakukan oleh jamur Saccharomyces
cerivisiae . Jamur ini memiliki kemampuan dalam mengubah karbohidrat
(fruktosa dan glukosa) menjadi alcohol dan karbon dioksida.
Selain Saccharomyces cerivisiae, dalam proses pembuatan tape ini terlibat pula
mikrorganisme lainnya, yaitu Mucor chlamidosporus dan Endomycopsis
fibuligera. Kedua mikroorganisme ini turut membantu dalam mengubah pati
menjadi gula sederhana (glukosa) (Indrawati, 2008).
Rasa asam pada tape timbul karena perlakuan-perlakuan (proses) yang kurang teliti, seperti penambahan ragi yang berlebihan dan penutupan yang kurang rapat pada saat fermentasi. Selain itu, rasa asam pada tape juga disebabkan oleh terjadinya proses fermentasi yang berlangsung terlalu berlanjut. Ragi tape sangat diperlukan dalam pembuatan tape tersebut. Ragi tape yang sudah rusak tidak baik digunakan dalam pembuatan tape. Oleh sebab itu harus dipergunakan ragi tape yang masih dalam keadaan baik.
Berdasarkan hasil pengamatan bahwa tape yang di kukus banyak disukai oleh panelis daripada tape yang di rebus dari segi warna, tekstur dan rasa. Tape yang di kukus dengan penambahan ragi 4 gr lebih banyak disukai panelis. Setelah di uji menggunakan uji lanjut BNJ terdapat signifikan atau berbeda nyata antara tape dengan perlakuan dikukus dan direbus. Proses pemasakan
menentukan tekstur dan penampakan produk olahan tape yang akan dihasilkan. Pengukusan atau perebusan singkong hingga matang akan menghasilkan tekstur yang lebih lembut daripada yang di kukus atau rebus setengah masak serta untuk membunuh bakteri-bakteri kontaminan. Kemungkinan pada tape yang di rebus dilakukan setengah matang sehingga menghasilkan tekstur yang lebih keras. Selain itu, proses peragian bergantung dari pencampuran singkong dengan ragi. Apabila pencampuran tidak baik akan menyebabkan fermentasi kurang sempurna dan menimbulkan kerusakan. Oleh sebab itu harus dipergunakan ragi tape yang masih dalam keadaan baik.