• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kekuasaan Keuchik Dalam Sistem Pemerintahan Gampong (Kekuasaan Elit Lokal Di Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Kekuasaan Keuchik Dalam Sistem Pemerintahan Gampong (Kekuasaan Elit Lokal Di Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe)"

Copied!
51
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

SISTEM PEMERINTAHAN GAMPONG TUMPOK TEUNGOH KECAMATAN BANDA SAKTI KOTA LHOKSEUMAWE

Secara harfiah, pemerintahan berarti sebagai subyek melakukan tugas dan kegiatan tersebut sebagai pemerintah. Menurut Pamudji S, Pemerintahan diartikan menjadi dua, yakni dalam arti luas dan artian sempit. Pemerintahan dalam arti luas adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organ-organ atau badan-badan legislatif, eksekutif dan yudikatif dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan negara (tujuan nasional). Sedangkan pemerintah dalam arti sempit adalah perbuatan memerintah yang dilakukan oleh organisasi eksekutif dan jajarannya dalam rangka mencapai tujuan pemerintahan.34

Oleh sebab itu pemerintahan desa harus ada struktur kepemerintahan yang sesuai dengan kebutuhan dalam masyarakat tertentu. Desa yang otonom akan memberi ruang yang luas pada perencanaan pembangunan yang merupakan kebutuhannya nyata masyarakat dan tidak banyak terbebani oleh program-program kerja dari berbagai instansi dan pemerintah. Potensi lain yang perlu dikembangkan dan diberdayakan adalah kelembagaan.

Mengingat bahwa pemerintah desa merupakan suatu organisasi, maka organisasi itu haruslah sederhana dan efektif serta memperhatikan dan mengingat kenyataan masyarakat setempat.

34

Pamudji S. 1983. Perbandingan Pemerintahan. Jakarta:Bina Aksara. Hal 7.

(2)

Kelembagaan yang ada di desa tidak perlu di seragamkan pada setiap desa. Suatu hal yang penting bahwa lembaga sosial merupakan wadah aspirasi masyarakat yang menjadi pendorong dinamika masyarakat desa, lembaga-lembaga sosial yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan budaya.

2.1 Sejarah Pembentukan Gampong

Siapa yang tidak mengenal Provinsi Aceh. Provinsi yang memiliki julukan ‘serambi mekah’ ini menyandang sebagai daerah istimewa yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakatnya yang memiliki karakteristik khas sebagai daerah yang menerapkan syariah islam. Dikeluarkannya Undang-undang Pemerintahan Aceh sebagai manifestasi diakuinya Aceh sebagai daerah khusus dan berhak menyelenggarakan pemerintahan berdasarkan kekhususan Aceh. Melalui Undang Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh ini juga Aceh ingin mengembalikan ciri kedaerahan yang selama ini telah tumbuh dan berkembang, hidup dan dijadikan pedoman oleh orang Aceh.35

Ciri khas kedaerahan Aceh ini bisa dilihat dari nilai maupun norma yang telah diimplementasikan dalam bentuk lembaga adat dan sosial sebagai bagian dari interaksi masyarakat Aceh. Manifestasi dari identitas khas Aceh ini bisa dilihat dari keberadaan kelembagaan yang asli yaitu gampong. Gampong merupakan sebutan untuk desa atau unit

35

Septi Satriani.2007.Dinamika Kelembagaan Gampong Era Otonomi Khusus Aceh.Jakarta:LIPI Press.hal 33

(3)

pemerintahan terendah dalam struktur pemerintahan yang ada di Provinsi Aceh. Aceh memiliki konsep kekuasaan yang dibangun dari dua pilar, yakni agama dan adat. konsep kekuasaan ini diwujudkan melalui lembaga-lembaga kekuasaan dan sosial dari tingkat pusat (kesultanan) hingga ke tingkat gampong sebagai unit pemerintahan terkecil.36

Gampong sudah dikenal sejak zaman pemerintahan kerajaan Aceh pada tahun 1514.

Pada saat itu bentuk pemerintahan terendah yang asli lahir dari masyarakat dalam sususan pemerintahan kerajaan Aceh yakni gampong. Gampong ini muncul pada suatu Qanun Maeukata Alam Al Arsyi yang menyebutkan bahwa kerajaan Aceh Raya Darussalam tersusun dari gampong (kampung/kelurahan), mukim (kumpulan gampong-gampong),

sagoe (federasi dari beberapa nanggroe dan kerajaan).37

Dalam perjalanan sejarahnya, gampong memiliki lika-liku yang beragam disetiap rezim politik yang memerintah di Indonesia. baik pada masa kolonial dan pasca Indonesia merdeka. Pada masa kolonial belanda, Aceh dibagi menjadi dua bagian, yakni daerah

indirect yang terdiri dari leih dari 100 zelfbestuur/landschap, dan daerah direct yang terdiri

atas beberapa puluh daerah adat dan administratif. Untuk daerah zelfbestuur sendiri dipimpin oleh uleebalang, tentu saja sifat mengalir dari kesetiaan gampong dihentikan.

38

36

Gayatri, Irine H. 2007 Dinamika Kelembagaan Desa: Gampong Era Otonomi Khusus Aceh,LIPI Press.Hal 110

37

M.Mansur Amin,dkk.1988. Kelompok Elit dan Hubungan Sosial di Pedesaan.Jakarta: Pustaka Grafika Kita. Hal 42-43

38

Nugroho Notosusanto et,al. 1990. Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta:Depdikbud. Hal 146

(4)

Pada masa kolonial belanda, gampong banyak mengalami trasformasi sosial dan pergeseran nilai dan ikatan tradisional antara uleebalang, ulama dan warga gampong. Adanya praktik tanam paksa membuat ikatan tradisional antara warga gampong dan elit

gampong berubah menjadi ikatan kontrak. Belanda secara efektif menjalankan politik

indirect rule sampai ke unit pemerintahan paling bawah membuat para uleebalang menjadi

kaki tangan belanda dalam mengontrol komoditas pertanian di gampong, sedangkan disisi lain, peranan ulama bagi gampong disingkirkan.39

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, salah satu agenda yang dipersiapkan bagi daerah-daerah di Indonesia yakni mengenai otonomi daerah. Desa diakui sebagai komunitas rakyat yang otonom dengan diakuinya hak – hak istimewa. Entitas otonom itu

Tidak berhenti sampai disitu, corak politik indirect rule yang diterapkan oleh pemerintah kolonial belanda membuat kepemimpinan gampong bercorak patrimonial. Kondisi gampong makin diperparah dengan masuknya penjajahan Jepang (1942-1945) di Indonesia. Otonomi Desa kembali dibatasi bahkan Desa dibawah pengaturan dan pengendalian yang sangat ketat. Rakyat Desa dimobilisasi untuk keperluan perang,

gampong di Aceh juga mengalami hal seperti demikian.

39

Suhartono.et,al. 2001. Politik Lokal: Parlemen Desa (Awal Kemerdekaan sampai Jaman Otonomi Daerah). Yogyakarta: Lapera Pustaka Utama. Hal 44

(5)

seperti Zelfbestuurlandschappen dan Volksgemeenschappen 40

Melemahnya otoritas pranata pemerintahan gampong seperti uleebalang, keuchik, dan ulama tidak sekuat pada masa lampau karena adanya trasnformasi sosial dari pola

merujuk pada istilah

Gampong di Aceh. Hak otonomi diberikan negara di tingkat paling bawah sampai ke desa

bukan kelurahan sebagai kesatuan masyarakat untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Undang-Undang 22 tahun 1948 menyebutkan bahwa Desa sebagai daerah yang memiliki bentuk dan wewenang yang otonom untuk mengatur dan menjalankan pemerintahannya sendiri.

Meskipun otonomi dan diakuinya hak-hak istimewa bagi unit pemerintahan terkecil sudah diakui oleh pemerintah pusat. namun pada masa revolusi (1945-1950) terjadi kemerosotan terhadap komoditi pertanian yang berimbas pada stagnansi ekonomi gampong.

Gampong yang pada awalnya merupakan tanah tempat bercocok tanam yang didiami oleh

sekelompok manusia kini semakin ditinggalkan karena memudarnya ikatan sosial dan ikatan territorial.

40

Pasal 18 UUD 1945 sebelum amandemen, secara tegas menyebutkan adanya dua kategori berbeda mengenai pemerintahan asli di Republik Indonesia. Keduanya adalah "Zelfbesturende landschappen" dan “Volksgemeenschappen”. Masyarakat hukum adat termasuk ke dalam kategori yang kedua. Penjelasan Pasal 18 UUD 1945 menyebutkan contoh volksgemeenschappen itu adalah nagari di Minangkabau, dusun dan marga di Palembang. Sementara zelfbesturende landschappen adalah pemerintahan swapraja yaitu suatu pemerintahan pribumi yang memperoleh otonominya karena sejumlah perjanjian dengan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda

(6)

kehidupan agraris ke pola semi-urban mengakibatkan reduksi identitas cultural warga

gampong.41

Pada masa orde baru berkuasa yakni tahun 1966 sampai dengan tahun 1998 dikeluarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Pemerintahan di Daerah. Isi dari Undang-Undang ini lebih bernuansa sentralistik. Melalui UU no. 5 tahun 1974 pemerintah Orde Baru menerapkan sistem sentralistis dalam menyelenggarakan pemerintahan daerah mulai dari provinsi sampai ke desa. Pemerintah daerah dijadikan instrumen pemerintah pusat agar bisa melaksanakan semua kebijakan pusat secara efektif dan efisien. Oleh karena itu, pemerintah pusat tidak memperkuat daerah otonom, tapi memperkuat wilayah administrasi. 42

Pada masa orde baru terjadi tekanan politik terhadap desa, dalam konteks negara Orde Baru yakni ketika rezim memberlakukan Undang-Undang No. 5/Th. 1979 tentang Pemerintahan Desa yang menyeragamkan kelembagaan desa. Aturan ini mendefenisikan desa dalam pengertian administratif, yaitu suatu satuan pemerintahan desa sebagai strategi untuk mengontrol desa. Dengan demikian, secara resmi desa berada di rantai terbawah hierarki birokrasi sistem pemerintahan nasional. Akibatnya desa menjadi bagian dari struktur negara, yang meniadakan otonomi asli desa. Potret desa tersebut juga berlangsung

41

Hiraswari Gayatri, Irine dan Septi Satriani (ed). Dinamika Kelembagaan Gampong dan Kampung Aceh Era Otonomi Khusus. Jakarta:LIPI Press, 2007, hal 114

42

Hanif Nurcholis.2011.Hubungan Pemerintahan Antara Pemerintah Pusat Dan Pemerintah Daerah Serta Peran Wakil Pemerintah.Jakarta:Jurnal Ilmu Pemerintahan Fisip Universitas Terbuka Jakarta Vol. 2 No 2

(7)

di gampong di Aceh, daerah nusantara yang selama sekian puluh tahun sejak 1976 hingga 2003 mengalami abnormalitas politik karena berlangsungnya konflik bersenjata.

Bisa dilihat bahwa orde baru secara sistematis melakukan penghancuran terhadap eksistensi gampong di Aceh. Berbekal UU No 5 tahun 1979 yang berisi tentang penyeragaman satuan unit pemerintahan terkecil sebagai desa ini, orde baru juga menaruh elit-elit baru untuk menguasai pemerintahan daerah Aceh dalam rangka mengontrol

gampong melalui teknokrat lokal, birokrasi militer dan ulama yang telah dikooptasi melalui

MUI.43

Dampak dari pemberlakuan UU No. 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa juga dirasakan oleh masyarakat Aceh di mana sebelumnya ada Keuchik yang memiliki otoritas mengurus dan menyelesaikan berbagai persoalan pemerintahan menurut adat, Teungku Imuem Meunasah berkompeten menangani persoalan di bidang keagamaan. Sedangkan sebutan untuk desa disebut dengan Gampong. Dan apabila ada persoalan di sebuah

gampong langsung diselesaikan secara internal di dalam Gampong. Sedangkan pada saat

pemberlakuan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1979, Para keuchik atau pimpinan gampong tidak lebih dari kepanjangan tangan birokrasi di atasnya, yang tunduk dengan skema pembangunan, tanpa dapat melakukan inisiatif untuk membangun gampong jabatan

43

Hiraswari Gayatri, Irine dan Septi Satriani (ed). Dinamika Kelembagaan Gampong dan Kampung Aceh Era Otonomi Khusus. Jakarta:LIPI Press, 2007, hal 114

(8)

Teungku Imuem meunasah dihilangkan dari kelembagaan formal menjadi informal. Dan terjadinya penyeragaman sebutan desa di seluruh Indonesia.

Demikian juga halnya fungsi lembaga perwakilan gampong atau lembaga Tuha peut

Gampong yang menyamai fungsi sebagai Lembaga Perwakilan dihapus dan diganti menjadi

Lembaga Musyawarah Desa atau disebut LMD. Dalam kenyataannya LMD juga tidak mendapat peran yang maksimal, karena bisa dipastikan bahwa peranan LMD dalam rezim orde baru sangat impoten tidak bisa memenuhi representasi masyarakat karena diketuai oleh kepala desa sebagai kepanjangan tangan pemerintah secara bersamaan. Sehubungan dengan perjalanan ketatanegaraan Republik Indonesia yang menempatkan Aceh sebagai satuan pemerintahan daerah yang bersifat istimewa dan khusus, terkait dengan karakter khas sejarah perjuangan masyarakat Aceh memiliki ketahanan dan daya juang yang tinggi.

Setelah Rezim Orde Baru runtuh pada tahun 1998, sistem pemerintahan sentralistik mulai tergantikan posisinya oleh sistem pemerintahan desentralistik. Gelombang arus demokratisasi yang semakin populer dan menjadi pilihan negara-negara dalam sistem pemerintahannya khususnya di negara berkembang, tak terkecuali Indonesia. Terlebih lagi saat itu keadaan di Indonesia sangat mendukung, karena runtuhnya rezim Orde Baru. Masyarakat khususnya yang di daerah-daerah, yang selama ini merasa terbelenggu karena sistem pemerintahan orde baru, kemudian menyambut baik glombang demokratisasi di Indonesia. Menyambut proses demokratisasi di Indonesia, pemerintah kemudian

(9)

mengeluarkan Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah. Undang-Undang ini mengakui Desa sebagai kesatuan masyarakat hukum adat dengan hak-hak asal-usul dan adat-istiadatnya. Oleh karena itu Desa bisa disebut dengan nama lain atau sesuai dengan kondisi sosial-budaya setempat.

Pada masa reformasi ini pula momentum bagi gampong untuk merevitalisasi diri. Dikeluarkannya UU No. 18 tahun 2001 tentang Otonomi khusus bagi Provinsi NAD yang ditindaklanjuti dengan Qanun No 5/2003 tentang gampong dalam membuka ruang guna kembali lagi ke adat dan agama islam. Gampong-gampong kembali untuk membangun kembali seperti bentuk dahulu sebagai self-governing community di unit pemerintahan terkecil di Aceh.

Pengakuan negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh terakhir diberikan melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Undang-undang Pemerintahan Aceh ini tidak terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara Pemerintah Aceh dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15 Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan.

(10)

Sebelum keluarnya Undang-undang Pemerintahan Aceh ini telah diberlakukan Undang- undang No. 18 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Daerah Istimewa Aceh sebagai Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Sedangkan untuk Aceh Besar telah mengeluarkan Qanun Kabupaten Aceh Besar Nomor 8 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Gampong yang merupakan penjabaran dari Pasal 41 Qanun Provinsi NAD Nomor 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong. Qanun tersebut dimaksudkan untuk menata Pemerintahan Gampong yang salah satunya bertujuan untuk pembangunan masyarakat di Gampong.

Pengaturan sekarang ini, sudah melalui perjalanan sejarah yang panjang dalam konteks pengelolaan pemerintahan gampong di Indonesia. Terdapat empat masa pentiong yang harus dilihat dalam perkembangan pemerintahan mukim dan gampong, yakni :

1. Masa Kerajaan Aceh

2. Masa Orde Lama (1945-1979) 3. Masa Orde Baru (1979-1999)

4. Masa Orde Reformasi (1999-sekarang)

Gambar 1

Struktur Organisasi Pemerintahan Aceh Masa Kerajaan Islam

(11)

Masing-masing masa pemerintahan memiliki struktur sendiri. Pemakaian pola berdasarkan strutur tersebut masing-masing, tidak bisa dilepaskan oleh peta politik yang terjadi. Dengan demikian, dalam lingkup yang luas, permasalahan pemerintahan gampong sebenarnya tidak lepas dari bagaimana perkembangan politik yang berlangsung di masa itu.

Tabel 1

Perbandingan Struktur Pemerintahan Sultan

Sagoe (Panglima Sagoe)

Mukim

Gampong

Kawom

Sagoe (Panglima Sagoe)

Mukim

Gampong

Kawom

Sagoe (Panglima Sagoe)

Mukim

Gampong

Kawom

(12)

Masa Kerajaan

Aceh Masa Orde Lama Masa Orde Baru Masa Orde Reformasi

Sultan Pemerintahan pusat Pemerintahan pusat Pemerintahan pusat

Panglima Sagoe

Pemerintahan Provinsi

Pemerintahan Daerah Tingkat

I Pemerintahan Provinsi

Ulee Balang Pemerintahan Keresidenan

Pemerintahan Daerah Tingkat II

Pemerintahan Kabupaten/Kota

Imeum Mukim Pemerintahan

Kabupaten Pemerintahan Kecamatan

Pemerintahan Kecamatan

Keuchik Pemerintah Kewedanaan

Pemerintahan Desa /

Pemerintah Kelurahan Pemerintahan Mukim

Pemerintahan

Mukim Pemerintahan Gampong

Pemerintahan Gampong

Sumber : dikutip dari Kamaruzzaman Bustamam-Ahmad, 2009, A Study of Panglima Laot, UN FAO Banda Aceh

Perubahan-perubahan regulasi ini menyebabkan perubahan pada pengaturan kelembagaan desa dan gampong di Aceh. Pemegang kekuasaan dalam bidang lembaga mengalami perubahan. Perubahan-perubahan itu dapat kita lihat dalam tabel berikut:

(13)

Tabel 2

Matriks Perbedaan Pengaturan Kelembagaan Desa dan Gampong di Aceh

Perangkat

Gampong (UU No. 11/Th.2006), Bab XV Pasal 115,116

Keuchik dan Sekretaris Gampong Badan Permusyawaratan Gampong atau Tuha peut. Perangkat Desa (UU No.32/Th.2004)

Kepala Desa dan Perangkat Desa

B a m u s d e s ( Badan

Permusyawarata n Desa)

Perangkat

Gampong (Qanun No. 5/Th. 2003)

Keuchik dan

Teungku / Imam Meunasah

Tuha peut

Perangkat Desa (UU No. 22/Th. 1999) Kepala desa, sekretaris desa. Badan Perwakilan Desa (BPD) Perangkat Desa

(UU No. 5/Th. 1979

(14)

No. 1 2 Sekretaris gampong dan perangkat gampong lainnya. Secara langsung pada masyarakat pemilih Camat Sekretaris desa, Lembaga kemasyaraka tan desa Secara administratif kepada Bamusdes. Kepala Desa & Bamusdes Keurani Gampong dan

Kepala Urusan; Unsur Pelaksana (Tuha Adat, Keujreun Blang, Peutua Seunuboek, Pawang Laot, dan lain-lain); Kepala

Duson/Jurong.

Bertanggung jawab kepada rakyat melaluui Tuha peut

Keuchik , Bendahara, Tuha peut Sekdes dan Kaur; Tokoh agama & adat; Kepala Dusun Kepada rakyat desa melalui LPJ. Kepala Desa, BPD

a. Sekdes dan Kepala Urusan b. Pimpinan Keagamaan c. Kepala Dusun d. Bidang Adat

Kepada pejabat berwenang melalui camat dan memberikan keterangan

pertanggungjawaban kepada Lembaga Musyawarah Desa

(15)

Perangkat Eksekutif Pertanggu ng Jawaban Eksekutif Penyusuna n Anggaran dan Proyek 3 4 5 Diatur dengan qanun kabupaten/kota.

Sumber : Sulaiman Tripa, Rekonstruksi Gampong di Aceh, 2003 www.Acehinstitute.org ; C Snouck Hurgronje, Aceh Rakyat dan Adat Istiadatnya, (Jakarta: Indonesian–Netherlands Cooperation in Islamic Studies, 1996), hal. 46.; Undang-Undang Pemerintahan Aceh (Law of Aceh Governance) No. 11 Thn. 2006, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006), hal. 78–79.

Pendapatan Asli Desa, bagi hasil pajak retribusi kabupaten/kota, perimbangan keuangan pusat dan daerah dari kabupaten/kota, bantuan pemerintah, pemerintah kabupaten/kota, hibah dan

b d i Pendapatan Asli

(16)

Hasi l p er tan ia n m el al u i t an ah m il ik ga m pong S um be r p en d ap at an 6 Tabel 3

Beda Gampong dan Desa

No.

Variabel Pemerintahan Gampong Pemerintahan Desa

1. Peraturan Perundangan

• UU No. 18/2001

• Qanun No.5/2003

• UU. No. 32/2004

• PP No. 72/2005

2. Struktur Pemerintahan

Di Bawah Mukim Di Bawah Kecamatan

3. Tugas • Menyelenggarakan pemerintahan

• Melaksanakan pembangunan

• Membina masyarakat

• Meningkatkan pelaksanaan Syariat Islam

• Penyelenggaraan urusan pemerintahan

• Pembangunan

• Kemasayrakatan

4. Fungsi • Penyelenggaraan pemerintahan

• Pelaksanaan pembangunan

• Pembinaan kemasyarakatan

• Syariat islam

• Percepatan pelayanan

• Penyelesaian sengketa hukum

• Penyelenggaraan urusan pemerintahan

• Pembangunan

• Kemasayrakatan

5. Kewenangan • Kewenangan yang sudah ada •

Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak

(17)

berdasarkan aturan perundang-undangan

• Kewenangan melaksanakan tugas perbantuan yang disertai biaya

asal-usul desa

• Urusan pemerintahan kabupaten/kota yang diserahkan kepada desa

• Tugas pembantuan (disertai biaya)

• Urusan pemerintahan lainnya.

Pembentukan, pembubaran, Penggabungan

• Prakarasa masyarakat dengan memperhatikan persyaratan dan sosial budaya

• Dapat dihapus dan digabung apabila tidak lagi memenuhi persyaratan : jumlah penduduk minimal, luas wilayah, jumlah dusun/jurong, kondisi sosial budaya, potensi ekonomi dan SDA, sarana dan prasarana pemerintahan

• Pembentukann, penghapusan, dan/atau penggabungan desa dengan memperhatikan asal-ususlnya atas prakarsa masyarakat.

6. Eksekutif • Keuchik dan Imeum meunasah

Keuchik adalah Kepala Badan Eksekutif

• Imeum Adalah penanggung jawab keagamaan

• Pemerintah Desa (kepala desa dan perangkat desa)

Tugas Eksekutif Tugas dan Kewajiban Keuchik

• Memimpin pemerintahan

• Membina kehidupan beragama dan pelaksanaan syariat islam

• Memelihara kelestarian adat

• Memejukan perekonomian

• Memelihara ketentraman

• Menjadi hakim perdamaian

• Mengajukan rancangan reusam

• Mengajukan RAPBG

• Mewakili gampongnya didalam dan diluar

Tugas Kepala desa :

• menyelenggarakan urusan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan

• memimpin penyelenggaraan pemerintahan desa

• mengajukan rancangan peraturan desa

• menetapkan peraturan desa

• menyusun dan mengajukan anggaran perbelanjaan desa

• membina masyarakat dan perekonomian

• koordinasi pembangunan

(18)

pengadilan

Tugas dan fungsi Imeum meunasah

• Memimpin kegiatan keagamaan

• Peningkatan peribadatan

• Peningkatan pendidikan agama

• dll

• mewakili desa didalam dan diluar pengadilan

• melaksanakan wewenang lain sesuai peraturan perundang-undangan

7. Legislatif • Tuha peut Gampong

• Mitra kerja pemerintah gampong

• Unsur : ulama, tokoh masyarakat, pemuka adat, cendikiawan

• Dibentuk melalui musyawarah gampong

Tugas dan fungsi Tuha peut :

1. Meningkatkan pelaksanaan syari’at islam dan adat 2. Memelihara kelestarian adat 3. Fungsi legislasi

4. Fungsi anggaran 5. Fungsi pengawasan 6. Menampung dan

menyalurkan aspirasi masyarakat

Badan Permusyawaratan Desa

berfungsi menetapkan peraturan

desa bersama kepala desa,

menampung dan menyalurkan

aspirasi masyarakat.

8. Pertanggungjawaban

eksekutif •

Keuchik bertanggung jawab kepada rakyat

Tuha peut dapat meminta pertanggung jawaban keuchik

Keuchik menyampaikan laporan kepada Imeum Mukim

9. Perangkat eksekutif • Sekretaris

• Staff (beberapa urusan)

• Sekretaris desa

• Perangkat desa (PNS)

10. Keuangan dan Masalah keuangan gampong, Keuangan desa adalah semua hak

(19)

Anggaran bersumber dari Pendapatan Asli Gampong ( Hasil Usaha

Gampong, Hasil Kekayaan gampong, hasil swadaya dan partisipasi, hasil gotong royong masyarakat, zakat dan lain lain pendapatan gampong yang sah), bantuan dari pemerintah

Kabupaten/kota (pajak dan retribusi, dana perimbangan, bantuan lain dari pemerintah atasan, sumbangan dari pihak ketiga dan pinjaman Gampong), dimana sumber pendapatan gampong yang sudah dimiliki dan dikelola oleh gampong tidak boleh dipungut atau diambil alih oleh pemerintah yang lebih atas tingkatnya

dan kewajiban desa yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat

dijadikan milik desa berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban ( menimbulkan pendapatan, belanja dan pengelolaaan keuangan) pendapatan asli desa, bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten kota, bagian dana perimbangan, bantuan dari pemerintah, hibah dan sumbangan dari pihak ketiga

11. Lembaga lainnya • Unsur pelaksana teknis (tuha adat, kejreun blang, petua seuneubok, pawang laot, haria peukan, dll)

• Unsur Pimpinan Wilayah (kepala dusun/Jurong)

Desa dapat dibentuk lembaga kemasyarakatan (bertugas membantu pemerintah desa dan mitra dalam memberdayakan masyarakat desa)

Sumber : Diadaptasi dari Tripa, Sulaiman (2003). Rekonstruksi Gampong di Aceh.

www.acehinstitute.org pada 15 Februari 2014.

2.2Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti kota Lhokseumawe 2.2.1 Sejarah Pembentukan Gampong Tumpok Teungoh

(20)

Sebelum dikeluarkan Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 07 Tahun 2009 tentang Penghapusan Kelurahan dan pembentukan Gampong dalam wilayah Kota Lhokseumawe, Gampong Tumpok Teungoh menggunakan nama Kelurahan Tumpok Teungoh. Perubahan nama kelurahan menjadi gampong merupakan salah satu dampak dari kesepakatan atau Memorandum of Understanding (MoU) antara GAM dan Pemerintahan Indonesia. Kesepakatan antar kedua belah pihak ini menghasilkan Undang-Undang baru, yakni Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh. Dalam Undang-Undang ini disebutkan dalam pasal 1 butir 20 yang berisi penetapan gampong sebagai kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh keuchik dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangga sendiri.

Provinsi Aceh sudah mengeluarkan Qanun Provinsi Aceh mengenai pemerintahan gampong, yaitu Qanun Provinsi Nomor 5 tahun 2003. Kemudian Kabupaten/Kota memiliki penjabaran gampong dalam Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 7 tahun 2009 tentang Penghapusan Kelurahan dan pembentukan Gampong dalam wilayah Kota Lhokseumawe. Regulasi tentang Gampong Tumpok Teungoh ada di dalam Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 07 tahun 2009 tentang Penghapusan Kelurahan Dan Pembentukan Gampong Dalam Wilayah Pemerintahan Kota Lhokseumawe ditentukan bahwa yang dimaksud dengan:

1. Daerah adalah Kota Lhokseumawe;

2. Daerah Kota adalah Kota Lhokseumawe yang merupakan bagian dari Daerah Provinsi Aceh sebagai suatu kesatuan masyarakat hukum yang diberi kewenangan khusus untuk mengatur dan mengurus sendiri Urusan Pemerintahan dan Kepentingan

(21)

Masyarakat setempat sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan dalam Sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;

3. Pemerintah Daerah Kota Lhokseumawe yang selanjutnya disebut pemerintah Kota Lhokseumawe adalah unsur penyelenggara Pemerintah Kota Lhokseumawe yang terdiri atas Walikota Lhokseumawe dan Perangkat Pemerintah Kota Lhokseumawe; 4. Dewan Perwakilan Rakyat Kota Lhokseumawe selanjutnya DPRK adalah Badan

Legislatif Kota Lhokseumawe;

5. Kepala Daerah adalah Walikota Lhokseumawe;

6. Wakil Kepala Dearah adalah Wakil Walikota Lhokseumawe;

7. Kecamatan adalah suatu wilayah kerja Camat sebagai Perangkat Pemerintah Kota dalam Penyelenggaraan Pemerintahan Kecamatan yang dipimpin oleh Camat;

8. Mukim adalah kesatuan masyarakat hukum dibawah kecamatan yang terdiri atas gabungan beberapa Gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu yang dipimpin oleh Imeum Mukim atau dengan nama lain dan berkedudukan langsung di bawah Camat.

9. Harta Kekayaan Gampong adalah harta kekayaan yang dikuasai oleh Gampong yang ada pada waktu pembentukan Gampong atau dengan nama lain tidak diserahkan kepada Mukim serta sumber pendapatan lainnya yang sah;

10. Gampong atau nama lain, adalah kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah

Mukim dan dipimpin oleh Keuchik atau nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri;

(22)

11. Kelurahan adalah wilayah kerja Lurah sebagai Perangkat Kota dalam wilayah kerja Kecamatan.

12. Musyawarah Gampong adalah permusyawaratan dan pemufakatan dalam berbagai kegiatan adat, pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan yang dipimpin oleh

keuchik serta Tuha peut Gampong dan dihadiri oleh lembaga-lembaga adat dan para

pemimpin agama ditingkat Gampong;

13. Imeum Mukim atau dengan nama lain adalah Kepala Pemerintahan Mukim;

14. Qanun Gampong atau dengan nama lain adalah aturan-aturan, petunjuk-petunjuk, adat istiadat yang diundangkan oleh keuchik setelah mendapat persetujuan dari Tuha

peut Gampong;

15. Tuha peut Gampong atau nama lain, adalah Badan Perwakilan Gampong yang

anggotanya dipilih secara langsung dari dan oleh masyarakat setempat yang terdiri dari unsur ulama, tokoh masyarakat setempat termasuk pemuda dan perempuan, pemuka adat dan cerdik pandai / cendikiawan yang ada di Gampong yang berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan Gampong, menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat setempat serta melakukan pengawasan secara efektif terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Gampong;

16. Pemerintahan Gampong adalah penyelenggaraan pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintahan gampong dan Tuha peut Gampong;

17. Pemerintah Gampong adalah keuchik dan Imam Meunasah beserta Perangkat

Gampong;

(23)

18. Otonomi Gampong adalah kemandirian dan kemampuan Pemerintah Gampong beserta rakyat setempat untuk menyelenggarakan Pemerintahan gampong dalam rangka mewujudkan kesejahteraan dan kehidupan berdemokrasi dalam masyarakat sesuai kesadaran dan aspirasi;

19. Penghapusan Kelurahan adalah tindakan meniadakan Kelurahan yang ada sebagai akibat tidak lagi memenuhi persyaratan atau perintah Peraturan Perundang-undangan; 20. Pembentukan Gampong adalah penggabungan beberapa Gampong atau bagian

Gampong yang bersandingan atau pemekaran dari satu Gampong menjadi dua

Gampong atau lebih, atau pembentukan Gampong dari Wilayah Kelurahan yang

dihapuskan;

21. Keuangan Gampong adalah semua hak dan kewajiban gampong yang dapat dinilai dengan uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun barang yang dapat dijadikan milik Gampong berhubung dengan pelaksanaan hak dan kewajiban tersebut serta kebutuhan masyarakat setempat. 44

Dalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 07 Tahun 2009 disebutkan Kelurahan sebagai perangkat daerah dalam lingkungan Pemerintah Kota Lhokseumawe dihapus dan dinyatakan tidak berlaku lagi dan dalam pasal 3 disebutkan dalam butir e adalah Kelurahan

44

Qanun Kota Lhokseumawe nomor 07 tahun 2009 Tentang Penghapusan Kelurahan Dan Pembentukan Gampong Dalam Wilayah Pemerintahan Kota Lhokseumawe

(24)

Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti.45

2.2.2 Lokasi dan Keadaan Geografis Gampong Tumpok Teungoh

Sehingga dengan ini resmilah Kelurahan Tumpok Teungoh berganti menjadi Gampong Tumpok Teungoh .

Provinsi Aceh merupakan salah satu provinsi yang letaknya di kawasan barat wilayah Republik Indonesia atau pada penghujung bagian utara pulau Sumatera. Propinsi ini terletak pada garis 2ºLU - 6ºLU dan 98ºBT, yang terhampar diatas areal selluas 55.390 km². Provinsi Aceh berbatasan dengan Selat Malaka di sebelah utara, sebelah selatan dengan lautan Hindia, sebelah timur dengan propinsi Sumatera Utara dan Selat Malaka dan sebelah barat dengan lautan Hindia. Propinsi Aceh terbagi atas 18 kabupaten dan 5 pemerintahan kota, salah satunya adalah Kota Lhokseumawe.

Kota Lhokseumawe ditetapkan statusnya menjadi kota berdasarkan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2001, tanggal 21 Juni 2001 dengan batas-batas wilayahnya yaitu Utara berbatasan dengan Selat Malaka, Selatan berbatasan dengan Kecamatan Kuta Makmur, Kabupaten Aceh Utara, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara dan di sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Syamtalira Bayu, Kabupaten Aceh Utara.

Kota Lhokseumawe terdiri dari 3 (tiga) kecamatan yaitu Kecamatan Muara Dua, Kecamatan Banda Sakti, Kecamatan Blang Mangat. Kecamatan dengan luas wilayah

45 ibid

(25)

terbesar yaitu Kecamatan Muara Dua (113,7 km2) sedangkan kecamatan dengan luas terkecil yaitu Kecamatan Banda Sakti (11,24 km2).

Gambar 2

Peta Kota Lhokseumawe

(26)

Sumbe

Ibukota Lhokseumawe sendiri berada di Kecamatan Banda Sakti, sehingga kegiatan perdagangan sangat menonjol di daerah ini. Gampong Tumpok Teungoh terletak di dalam Kemukiman Lhokseumawe Utara Kecamatan Banda Sakti. Dengan batas-batas wilayah Gampong Tumpok Teungoh adalah sebagai berikut :

a. Sebelah utara berbatasan dengan Gampong Hagu Teungoh kecamatan Banda Sakti; b. Sebelah Timur berbatasan dengan Gampong hagu Selatan Kecamatan Banda Sakti; c. Sebelah selatan berbatasan dengan Gampong Kuta Blang Kecamatan Banda Sakti;

(27)

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Gampong Uteun Bayi kecamatan Banda Sakti;

Gambar 3

Peta Kecamatan Banda Sakti

Sumber

2.2.3 Penduduk Gampong Tumpok Teungoh

Gampong Tumpok Teungoh memiliki luas wilayah mencapai 1.20 kilometer persegi dan jumlah penduduk 9883 jiwa terdiri dari 4757 laki-laki dan 5126 perempuan dengan kepala keluarga berjumlah 2626 KK. Cakupan wilayah Gampong Tumpok Teungoh terdiri dari 5 dusun, yakni dusun I, II, III, IV dan dusun V. Yang rincian penduduknya dapat dilihat di tabel berikut :

(28)

Tabel 4

Data Kependudukan Berdasarkan Dusun Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

No.

Nama Dusun

Penduduk

Jumlah Jumlah KK

L P

1. Dusun I 1387 1381 2768 742

2. Dusun II 411 446 857 344

3. Dusun III 975 986 1961 680

4. Dusun IV 956 1040 1996 400

5. Dusun V 1028 1273 2301 460

Jumlah 4757 5126 9883 2626

Sumber : Laporan Kependudukan Bulanan Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti

Penduduk Gampong Tumpok Teungoh sebagian besar beragama islam. Mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai nelayan dan pedagang. Hal ini diperngaruhi dengan lokasi Gampong Tumpok Teungoh yang berada di pusat ibukota sehingga kegiatan perdagangan sangat ramai ditemui. Selain itu, perikanan merupakan lapangan usaha lain yang cukup potensial. Sektor perikanan menjadi lapangan usaha kedua yang paling banyak menyerap tenaga kerja mengingat lokasi Gampong Tumpok Teungoh berada dekat dengan laut. Kecamatan Banda Sakti menjadi sentra produksi hasil laut utama di Kota

(29)

Lhokseumawe. Beragam jenis ikan dihasilkan antara lain tongkol, cakalang, teri, tuna, tenggiri, selar, dan udang yang biasanya untuk konsumsi sendiri.

2.2.4 Pemerintahan Gampong Tumpok Teungoh

Gampong Tumpok Teungoh dipimpin oleh seorang keuchik dan dibantu oleh Teungku Imeum meunasah dan Tuha peut. Dalam Berikut adalah bagan struktur organisasi pemerintah Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe :

Gambar 4

Bagan Struktur Organisasi Pemerintah Gampong Tumpok Teungok Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

KEUCHIK H. Hermansyah, S.Ag

TUHA PEUT

H. Rusli Jamil, S.Sos Imeum meunasah Tgk. Ramli Aji

Sekretaris Gampong

Muzakkir, SY

(30)

Sumber : Kantor Keuchik Gampong Tumpok Teungok Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

Sebagai kesatuan wilayah adat terkecil di Aceh, gampong merupakan kumpulan hunian yang diikat oleh satu meunasah (madrasah). Gampong sendiri terdiri dari beberapa jurong, Tumpok (kumpulan rumah) atau ujong (ujung gampong).46

46

M. Arief, Sanusi. 2005. Gampong dan Mukim di Aceh Menuju Rekronstruksi Pasca Tsunami, Bogor: Pustaka Latin. Hal. 11

Penanda dari wilayah suatu gampong bisa dilihat dari keadaan fisik atau topografi alam setempat untuk menandai wilayah gampong yang satu dengan yang lain digunakan batas alam (sungai, tanah, gunung dan bukit). Gampong memiliki karakteristik yang ditandai dengan pola pemukiman yang padat dan terpusat dengan arah bangunan menghadap ke kiblat. Terdapat bangunan rumah berbentuk rumah panggung dengan meunasah sebagai tempat beribadah yang terletak di

Kaur Pemerintahan

Fasial Kaur Pemb./Ekonomi

Taufik

Kaur Keuangan

Eliza

Kaur Kesra

Ulia Fajri

Kaur Umum

Febri Qausar

Kadus I

Tarbudi

Kadus II

Rusdi

Kadus III

Jailani Usman

Kadus IV

Dahlan ABD

Kadus V

M. Yusuf Ismail

(31)

tengah-tengah gampong.47

Gampong sendiri menurut Pasal 1 angka 20 UU No.11 tahun 2006 tentang

Pemerintahan Aceh merupakan kesatuan masyarakat hukum yang berada di bawah mukim dan dipimpin oleh keuchik atau dengan nama lain dan berhak menyelenggarakan urusan rumah tangganya sendiri. Pasal 1(5) Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam Nomor 5 Tahun 2003 menyebutkan bahwa Mukim atau dengan nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum dalam Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam yang terdiri atas gabungan beberapa gampong yang mempunyai batas wilayah tertentu dan harta kekayaan sendiri,

Setiap gampong mempunyai sekurang-kurangnya sebuah meunasah (mushalla).

Secara geografis Gampong Tumpok Teungoh berada di tengah kota, yang menjadikan mayoritas penduduk gampong berprofesi sebagai pegawai atau karyawan maupun sebagai pedagang atau pengusaha yang berjualan di pusat pertokoan dan perbelanjaan di Kota Lhokseumawe. Fasilitas – fasilitas publik yang ada digampong termasuk lengkap. Baik sarana pendidikan maupun kesehatan. Sarana pendidikan yang berada di wilayah Gampong Tumpong Teungoh antara lain 2 sekolah dasar, 1 sekolah menengah pertama, dan 2 pesantren. Sarana kesehatan yakni satu posyandu dan satu puskesmas. Gampong Tumpok Teungoh juga memiliki 1 buah masjid dan 1 meunasah, serta 14 balai remaja.

47

Hiraswari Gayatri, Irine dan Septi Satriani (ed). Dinamika Kelembagaan Gampong dan Kampung Aceh Era Otonomi Khusus. Jakarta:LIPI Press, 2007, hal 48

(32)

berkedudukan langsung di bawah camat atau dengan nama lain dan dipimpin oleh Imeum

Mukim atau dengan nama lain.

Mukim berkedudukan sebagai unit pemerintahan yang membawahi beberapa

gampong yang berada langsung dibawah dan bertanggungjawab kepada camat, sesuai

dengan Pasal 2 Qanun Nomor 4 tahun 2003. Dalam pasal 3 Qanun Nomor 4 tahun 2003 disebutkan bahwa mukim mempunyai tugas menyelenggarakan pemerintahan, pelaksanaan pembangunan, pembinaan kemasyarakatan dan peningkatan pelaksanaan syari’at islam. Yang mana kemudian dijelaskan lagi dalam pasal 4 Qanun Nomor 4 Tahun 2003, bahwa untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud pada Pasal 3 tersebut diatas, mukim mempunyai fungsi :

a. Penyelenggaraan pemerintahan baik berdasarkan azas desentralisasi, dekonsentrasi dan urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan lainnya;

b. Pelaksanaan pembangunan baik pembangunan ekonomi,pembangunan fisik, maupun mental spiritual;

c. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pelaksanaan Syari’at Islam, pendidikan, peradatan, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat;

d. Peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat;

e. Penyelesaian dalam rangka memutuskan dan atau menetapkan hukum dalam hal adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan hukum adat di daerah pemukiman.

(33)

Pada umumnya tugas Mukim bersifat banding yang diajukan oleh Keuchik, karena tidak selesai pada tingkat Gampong. Pada Kemukiman juga ada Majelis Adat Mukim yang dipimpin oleh Imeum Mukim dan dibantu oleh Sekretaris Mukim serta dihadiri oleh seluruh Tuha peut Mukim. Majelis Adat Mukim berfungsi sebagai Badan yang memelihara dan mengembangkan adat, menyelenggarakan perdamaian adat dengan cara menyelesaikan dan memberikan keputusan-keputusan Adat terhadap persilihan-perselisihan dan pelanggaran adat. Majelis adat mukim juga memberikan kekuatan hukum terhadap sesuatu hal dan pembuktian lainnya menurut hukum adat. Yang mana keputusan-keputusan dan ketetapan-ketetapan Majelis Adat Mukim tersebut menjadi pedoman bagi para Keuchik dalam menjalankan roda pemerintahan Gampong.

Gampong mempunyai tugas untuk menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan

pembangunan, menata masyarakat, dan meningkatkan pelaksanaan syari’at islam. Dalam menjalankan tugas tersebut gampong juga memiliki fungsi sebagai :

a. Penyelenggaraan pemerintahan, baik berdasarkan atas Desentralisasi, Dekonsentrasi dan Urusan tugas pembantuan serta segala urusan pemerintahan lainnya yang berada di gampong.

b. Pelaksanaan Pembangunan, baik pembangunan fisik dan pelestarian lingkungan hidup maupun pembangunan mental spiritual di Gampong.

c. Pembinaan kemasyarakatan di bidang pendidikan, peradaban, sosial budaya, ketentraman dan ketertiban masyarakat di Gampong.

d. Peningkatan pelaksanaan Syari'at Islam.

(34)

e. Peningkatan percepatan pelayanan kepada masyarakat.

f. Penyelesaian persengketaan hukum dalam hal adanya persengketaan-persengketaan atau perkara-perkara adat dan adat-istiadat.

Pemerintahan Gampong diselenggarakan oleh pemerintah gampong yaitu Keuchik, Teungku Imeum meunasah, beserta Perangkat Gampong dan Tuha peut Gampong. Keuchik sebagai kepala badan eksekutif gampong dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong. Teungku Imeum meunasah mempunyai tugas memimpin kegiatan keagamaan dan seluruh kegiatan yang berhubungan dengan kemakmuran Meunasah dan kegiatan lainnya yang berhubungan dengan pelaksanaan syari’at Islam dalam kehidupan masyarakat gampong. Sedangkan Tuha peut adalah lembaga legislatif gampong atau disebut juga badan perwakilan gampong.

Perangkat Gampong membantu keuchik dalam pelaksanaan fungsi, tugas dan kewajibannya. Dalam pelaksanaan tugasnya perangkat gampong langsung berada dibwaha dan bertanggung jawab kepada keuchik. Perangkat gampong diangkat dari penduduk

gampong yang memenuhi syarat sesuai dengan kondisi sosial budaya masyarakat setempat.

Perangkat gampong diangkat dan dapat diberhentikan dengan keputusan keuchik setelah mendapat persetujuan dari Tuha peut.

Perangkat Gampong menurut pasal 28 Qanun Provinsi terdiri dari :

a. Unsur staf, yaitu sekretariat gampong yang dipimpin oleh seorang sekretaris

gampong yang merupakan pegawai negeri sipil (PNS). Sekretaris gampong adalah

(35)

unsur staf yang membantu keuchik dalam menjalankan hak, wewenang dan kewajiban pimpinan pemerintahan desa dan bertugas untuk melaksanakan tugas surat menyurat, kearsipan dan laporan, serta menyampaikan kepada yang bersangkutan. Sekretaris gampong juga melaksanakan urusan keuangan gampong, melaksanakan administrasi pemerintahan gampong, pembangunan dan kemasyarakatan dan juga menggantikan tugas dan fungsi keuchik apabila keuchik sedang berhalangan melaksanakan tugasnya. sekretaris gampong atau dengan nama lain, yang dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh beberapa orang staf, sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan gampong seperti :

1. Kepala Urusan Pemerintahan

2. Kepala Urusan Perencanaan Dan Pembangunan

3. Kepala Urusan Keistimewaan Aceh Dan Kesejahteraan Sosial 4. Kepala Urusan Ketertiban Dan Ketentraman Masyarakat 5. Kepala Urusan Pemberdayaan Perempuan

6. Kepala Urusan Pemuda 7. Kepala Urusan Umum 8. Kepala Urusan Keuangan

b. Unsur pelaksana, yaitu pelaksana teknis fungsional yang melaksanakan tugas tertentu sesuai dengan kebutuhan, kemampuan dan kondisi sosial ekonomi dan sosial budaya masyarakat, seperti ;

1. Tuha adat (mengurusi kelestarian adat-istiadat) 2. Kejreun Blang (mengurusi kegiatan persawahan)

(36)

3. Peutua Seuneubok (mengurusi bidang perkebunan, peternakan dan perhutanan)

4. Pawang Laot (mengurusi sektor perikanan)

5. Haria Peukan (mengurusi kegiatan pasar gampong)

c. Unsur wilayah adalah pembantu keuchik dibagian wilayah gampong yaitu kepala dusun/kepala jurong atau dengan nama lain sesuai dengan kelaziman tempat.

Tiap lembaga pemerintahan gampong tersebut mempunyai tugas dan kewenangan masing-masing. Lembaga-lembaga adat dalam pemerintahan gampong di Aceh sekarang ini diatur dalam pasal 98 UUPA Nomor 11 tahun 2006 tentang pemerintahan Aceh, yang mana lembaga adat berfungsi dan berperan sebagai wahana partisipasi masyarakat dalam penyelenggaraan Pemerintahan Aceh dalam Pemerintahan Kabupaten Kota di bidang keamanan, ketentraman, kerukunan, dan ketertiban masyarakat. Tiap lembaga adat

gampong mempunyai tugas dalam melestarikan budaya dan adat istiadat sejalan dengan

penerapan syariat islam. Adapun lembaga adat sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut meliputi :

1. Majelis Adat Aceh, yang berfungsi membina dan mengembangkan lembaga-lembaga Adat Aceh, tokoh-tokoh Adat Aceh , kehidupan Adat dan Adat Istiadat Aceh dan melestarikan nilai-nilai adat yang berlandaskan Syariat Islam;

2. Imeum mukim atau nama lain, kepala Pemerintahan Mukim yang betugas untuk menjalankan fungsi adat, termasuk peradilan adat bagi masyarakat hukum yang

(37)

berada di wilayahnya. Peradilan mukim merupakan peradilan adat tingkat banding (terakhir), untuk memberikan rasa adil bagi seluruh masyarakat;

3. imeum chik atau nama lain; imeum masjid pada tingkat mukim orang yang memimpin kegiatan-kegiatan masyarakat di mukim yang berkaitan dengan bidang agama Islam dan pelaksanaan syari’at Islam;

4. Keuchik atau nama lain; memegang otorita pemerintahan, agama dan adat yang

berfungsi sebagai ketua adat masyarakat gampong yang dipilih secara demokratis oleh rakyatnya sendiri secara langsung. Dulu jabatan Keuchik tidak ada batasan waktu, selama tidak mengundurkan diri dan masih disenangi rakyatnya tetap sebagai Keuchik. Akan tetapi sekarang jabatan Keuchik sudah dibatasi selama 5 (lima) tahun, dan dapat dipilih kembali. Dalam menjalankan tugas dan fungsinya

Keuchik dibantu oleh Tuha peut dan Tuha Lapan;

5. Tuha peut atau nama lain; (Dewan Empat) Gampong adalah Dewan Empat yang

dipilih oleh masyarakat gampong yang terdiri dari empat anggota/pimpinan masyarakat gampong, yaitu: ulama, tokoh adat, tokoh pemerintahan dan tokoh masyarakat. Tuha peut berfungsi sebagai penasehat dan pertimbangan dalam hal ikhwal masalah masyarakat gampong kepada Keuchik secara aktif dan atau melalui persidangan/munsyawarah;

6. Tuha lapan atau nama lain; (Dewan delapan) Gampong adalah Dewan Delapan yang dipilih oleh masyarakat gampong yang terdiri dari ulama, tokoh adat, tokoh pemerintahan, tokoh masyaraka, intelektual, pemuda, tokoh wanita dan saudagar (hartawan). Tuha Lapan berfungsi sebagai penasehat dan pertimbangan dan tugas

(38)

tambahan lainnya dalam hal ikhwal masalah masyarakat gampong kepada Keuchik secara aktif dan atau melalui persidangan/munsyawarah;

7. Imeum meunasah atau nama lain; memegang peranan dan otorita di bidang agama

dan adat yang merupakan mitra sejajar bagi Keuchik dalam menjalankan agama dan adat. Kedudukan imeum meunasah dalam sistem pemerintahan gampong sangat dominan. Setiap gampong memiliki imeum meunasah masing-masing. Dalam masyarakat keberadaan imeum meunasah sangat dihormati. Keputusan-keputusan dan nasehat-nasehat dari imeum menasah lebih dipatuhi oleh masyarakat tanpa paksaan. Imeum meunasah diangkat melalui musyawarah desa. Namun demikian orang yang menjadi imeum meunasah haruslah orang yang benar-benar menguasai ajaran-ajaran agama islam, mempunyai akhlak yang mulia, dan bersifat netral tanpa memihak pada salah satu golongan;

8. Keujreun blang atau nama lain, adalah yang membantu Keuchik di bidang pengaturan dan penggunaan irigasi untuk persawahan. Tugasnya mengatur segala sesuatu yang berhubungan dengan jadwal turun ke sawa dan mengatur pengadaan air irigasi;

9. Panglima laot atau nama lain; adalah orang yang memimpin adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang berlaku di bidang penangkapan ikan di laut, termasuk mengatur tempat/ area penangkapan dan penyelesaian sengketa. Lembaga ini biasanya terdapat pada gampong yang berada di daerah pantai;

10.Pawang glee atau nama lain; orang yang memimpin dan mengatur adat-istiadat yang berkenaan dengan pengelolaan dan pelestarian lingkungan hutan;

(39)

11.Peutua seuneubok atau nama lain; adalah orang memimpin dan mengatur ketentuan-ketentuan tentang pembukaan dan penggunaan lahan untuk perdagangan/perkebunan pada wilayah gunung dan lembah-lembah;

12.Harian peukan atau nama lain; adalah orang yang mengatur ketertiban, keamanan, kebersihan pasar serta mengutip restribusi pasar gampong; dan

13.Syahbanda atau nama lain. adalah orang yang mengatur dan memimpin tambatan kapal/perahu, lalu lintas dan masuk-keluar kapal/perahu di bidang angkutan laut, danau dan sungai.

Sedangkan khusus mengenai Pemerintahan Gampong dalam Pasal 1 Angka 17 Ketentuan Umum Qanun Kota Lhokseumawe Nomor 07 Tahun 2009 disebutkan bahwa ‘Pemerintah Gampong adalah Keuchik dan Imam meunasah beserta perangkat gampong”. Selain itu juga ada Tuha peut Gampong yang berkedudukan sejajar dan menjadi mitra kerja pemerintah gampong dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong, tuha peut berfungsi mengayomi adat istiadat, membuat peraturan gampong, menampung dan melakukan pengawasan secara efektif terhadap penyelenggaraan Pemerintahan Gampong. Tuha peut dibentuk untuk menjadi wahana dalam mewujudkan demokrasi, keterbukaan dan menyalurkan aspirasi masyarakat. Sebutan tuha peut yang berhubungan erat dengan empat unsur atau golongan yang menjadi dasar dari terbentuknya lembaga tuha peut. Dengan demikian orang-orang yang duduk pada lembaga tuha peut ini mewakili empat unsur. Unsur-unsur tuha peut gampong tersebut adalah unsur ulama gampong, tokoh masyarakat termasuk pemuda dan perempuan, pemuka adat, dan cerdik pandai/cendikiawan. Jumlah

(40)

tuha peut gampong ditentukan berdasarkan jumlah penduduk gampong sesuai dengan

kebutuhan dan kondisi sosial budaya pada gampong setempat.

Tuha peut sebagai lembaga adat sekaligus lembaga pemerintahan gampong

memiliki peran-peran penting dalam mewujudkan cita-cita pembangunan gampong. Setelah

tuha peut terbentuk, lembaga ini mempunyai fungsi sebagaimana yang diatus dalam pasal

35 qanun provinsi nomor 5 tahun 2003, yaitu

a. Meningkatkan upaya-upaya pelaksanaan syari’at islam dalam adat istiadat dalam masyarakat.

b. Memelihara kelestarian adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan dan budaya setempat yang memiliki asas manfaat.

c. Melaksanakan fungsi legislatif, yaitu membahas/merumuskan dan memberikan persetujuan terhadap penetapan keuchik.

d. Melaksanakan fungsi anggatan, yaitu membahas/merumuskan dan memberikan persetujuan terhadap Rencana Anggaran pendapatan belanja gampong sebelum ditetapkan menjadi anggaran pendapatan dan belanja gampong.

e. Melaksanakan fungsi pengawasan, yaitu meliputi pengawasan terhdapa pelaksanaan

reusam gampong48

f. Menampung dan menyalurkan aspirasi masyarakat kepada pemerintahan gampong. , pelaksanaan keputusan dan kebijakan lainnya dari keuchik.

Tuha peut juga memiliki fungsi dalam penyelenggaraan pemerintahan gampong,

adapun tugas tuha peut tersebut yaitu

48

Reusam gampong adalah aturan-aturan, kebiasaan-kebiasaan atau petunjuk-petunjuk adat istiadat yang ditetapkan oleh keusyik (kepala desa) setelah mendapat persetujuan dari tuha peut gampong.

(41)

1. Meningkatkan proses pemilihan keuchik melalui pembentukan panitia pemilihan; 2. Mengusungkan pengangkatan atas keuchik terpilih dalam pilciksung kepada

bupati/walikota melalui camat

3. Mengusulkan pemberhentian keuchik karena habis masa jabatan dan hal-hal lain yang melanggar aturan hingga seorang keuchik tidak dapat memenuhi persyaratan sebagai keuchik kepada bupati/walikota melalui camat

4. Mengusulkan pejabat keuchik sementara dan mengusulkan pengesahan kepada bupati/walikota melalui camat

5. Bersama dengan keuchik menetapkan peraturan gampong

6. Bersama dengan keuchik menetapkan anggaran pendapatan dan belanja gampong (apbg) dalam peraturan gampong

7. Memberikan persetujuan kerjasama dengan gampong laun dan atau dengan pihak ketiga

8. Memberikan saran dan pertimbangan kepada keuchik terhadap penyelesaian masalah-masalah dan kebijakan-kebijakan gampong

9. Mengawasi kinerja pelaksanaan pemerintahan gampong

10.Memberikan persetujuan terhadap pembentukan, penggabungan dan penghapusan

gampong.

Pimpinan dan anggota tuha peut gampong tidak dibenarkan merangkap jabatannya dengan pemerintahan gampong. Hal ini kearena kedudukan tuha peut sejajar dengan unsur pemerintahan gampong, selain itu tuha peut dan pemerintahan gampong mempunyai

(42)

kedudukan yang mandiri dengan susunan organisasi serta tugas dan fungsi yang berbeda. Untuk kelancaran pelaksanaan tugas dan fungsi tuha peut dibentuk sekretariat tuha peut

gampong. Sekretariat tuha peut gampong dipimpin oleh seorang sekretaris dan beberapa

orang tenaga staf yang berada langsung dan bertanggung jawab kepada pimpinan tuha peut akan tetapi tidak boleh berasal dari unsur perangkat gampong.

Adapun susunan pengurus tuha peut yang ada di Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe periode 2014-2020 adalah

Tabel 5

Susunan Pengurus Tuha peut Yang Ada Di Gampong Tumpok Teungoh Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe Periode 2014-2020

No. Nama Tempat &

Tanggal Lahir Pendidikan Pekerjaan Jabatan Ket.

1. H. Rusli Jamil, S.sos

Lhokseumawe,

14-06-1950 S1

Pensiunan

PNS Ketua

Tokoh Adat

2.

Drs. Munawar

Kasim

Lhoksukon,

14-04-1052 S1

Pensiunan PNS

Wakil Ketua

Tokoh Masyarakat

3.

Drs. Jamali Sulaiman,

M.Pd

Aceh Utara,

07-03-1955 S2

Pensiunan

PNS Sekretaris Cendikiawan

(43)

4.

Murthada Abdullah,

S.sos

Lhokseumawe,

31-12-1956 S1

Pensiunan

PNS Anggota

Tokoh Agama

5. Drs. T. Syarifuddin

Matang Kuli,

09-09-1940 S1

Pensiunan

PNS Anggota

Tokoh Masyarakat 6. Anwar Ibrahim, S. Sos Samalanga,

03-03-1960 S1 PNS Anggota Cendikiawan

7. Soflya

Tumpok Teungoh, 10-08-1970

SMA Wiraswasta Anggota Tokoh Pemuda

8. Husna Abdullah

Tumpok Teungoh,

31-12-1960

D III Guru Anggota Wanita

9. Yusnidar Banda Aceh,

27-11-1967 SMA Wiraswasta Anggota Wanita

Sumber : Kantor Keuchik Gampong Tumpok Teungok Kecamatan Banda Sakti Kota Lhokseumawe

2.2.5 Keuchik Gampong Tumpok Teungoh

Gampong dipimpin oleh keuchik yang dipilih secara langsung dan oleh anggota

masyarakat untuk masa jabatan enam tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk satu kali masa jabatan. Keuchik Gampong Tumpok Teungoh saat ini adalah H. Hermansyah, S.Ag yang sudah menjabat selama 2 tahun.

Sebagai kepala eksekutif gampong dalam menyelenggarakan pemerintahan

gampong keuchik. Keuchik merupakan representatif dari masyarakat gampong yang diberi

mandat dan kepercayaan untuk menjalankan roda pemerintahan, menetapkan berbagai kebijakan gampong dalam upaya mensejahterakan masyarakat gampong. Urusan

(44)

pemerintahan yang diselenggarakan oleh Keuchik lebih banyak berorientasi pada adat. Hal itu sebagai implikasi dari kehidupan keseharian masyarakat gampong yang masih patuh menjalankan serta melestarikan nilai-nilai adat-istiadat dalam kehidupan bermasyarakat.

Bersama dengan tuha peut menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan

gampong, dan dalam memimpin penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan

gampong berdasarkan kebijakan yang ditetapkan dengan persetujuan tuha peut gampong

dan bertanggung jawab kepada rakyat gampong pada akhir masa jabatannya atau sewaktu-waktu diminta oleh tuha peut. Selain itu keuchik juga wajib menyampaikan laporan pelaksanaan tugasnya kepada imeum mukim, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun yaitu pada akhir tahun anggaran atau sewaktu-waktu diminta oleh imeum mukim.

Disini jelas bahwa keuchik dalam menjalankan roda pemerintahan gampong dan menetapkan suatu kebijakan tidak boleh sekehendak hati tanpa meminta persetujuan dari

tuha peut gampong, dan setelah itu harus mempertanggungjawabkan kepada rakyat

gampong dan tuha peut gampong. Hal ini karena tuha peut dibentuk untuk menjadi sarana

dalam mewujudkan demokrasi, keterbukaan dan partisipasi rakyat dalam sistem penyelenggaraan pemerintahan gampong. Di samping itu tuha peut juga berfungsi sebagai pemberi nasehat dan pertimbangan kepada keuchik dalam bidang hukum adat, adat-istiadat dan kebiasaan-kebiasaan masyarakat.

Sebagai penasehat keuchik, tuha peut dalam menganalisa setiap persoalan dan masalah yang timbul dalam masyarakat harus memberikan nasehat saran dan pertimbangan

(45)

kepada keuchik baik diminta ataupun tidak. Dengan demikian, maka suatu keputusan dan kebijakan gampong yang belum diketahui tuha peut belum sempurna dan pelaksanaannya akan kurang berwibawa, keputusan yang demikian akan hambar dalam pelaksanaannya.

Keuchik selain menjalankan pemerintahan berdasarkan kebijakan tuha peut, ia juga

mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja gampong kepada tuha peut

gampong untuk mendapatkan persetujuan tuha peut sebelum ditetapkan menjadi Anggaran

Pendapatan dan Belanja Gampong ( APBG ). Selain itu pemerintah gampong juga perlu membuat peraturan-peraturan ( reusam ) yang disebut Qanun Gampong untuk mengatur tatanan kehidupan masyarakat sebuah gampong.

Menyangkut penyusunan reusam atau qanun gampong, pemerintah gampong harus memperhatikan dengan sungguh-sungguh aspirasi yang berkembang dalam masyarakat. Untuk menampung aspirasi masyarakat, pemerintah gampong dan atau tuha peut dapat mengadakan rapat atau pertemuan dengan pemuka-pemuka masyarakat yang ada di

gampong. Selanjutnya Rencana Reusam Gampong yang telah dirancang oleh keuchik

kemudian diajukan kepada tuha peut gampong dan dibahas bersama. Keuchik kemudian baru bisa menetapkannya sebagai reusam gampong setelah mendapatkan persetujuan dari

tuha peut gampong.

Tuha peut juga menjalankan pengawasan, selain menyangkut penyusunan reusam

gampong seperti mengaawasi pelaksanaan tugas keuchik, kebijakan keuchik, penerapan

(46)

peraturan atau reusam dalam masyarakat, juga pelaksanaan proses pemilihan keuchik serta mengusulkan pemberhentian keuchik apabila habis masa jabatan atau hal-hal tertentu.

Istilah Keuchik mempunyai beberapa perbedaan bila dibandingkan dengan pengertian Kepala Desa. Seorang Keuchik bukan saja dituntut oleh masyarakat untuk mampu memimpin suatu gampong, tetapi harus juga mengetahui secara mendalam tentang Hukum Agama Islam. Disamping itu juga seorang Keuchik harus mengetahui dengan baik hubungan kekerabatan antara penduduk dalam gampong yang dipimpinnya, maupun orang yang disegani dan berpengaruh di dalam gampong serta sejarah penduduk (asal-usul), batas

gampong dan luas tanah yang dimiliki oleh masing-masing penduduk. Seorang Keuchik

juga harus menguasai benar adat-istiadat dan hukum adat yang berlaku dalam masyarakat

gampong yang di pimpinnya.

Untuk memegang jabatan Keuchik, seseorang harus memenuhi beberapa persyaratan, terutama dalam menjalankan tugasnya sebagai Hakim gampong. Karena ketika terjadi suatu kejadian perselisihan diantara penduduk dalam gampongnya, maka Keuchik harus mampu menyelesaikan secara damai. Keuchik melakukan musyawarah bersama dengan tuha peut sehingga persoalan yang ada bisa terselesaikan. Oleh karena itu, untuk menjadi Keuchik tidaklah semudah untuk menjadi Kepala Desa.

Seseorang yang ingin menjadi keuchik haruslah yang telah mapan dan berpengalaman dalam membina hubungan dalam keluarganya dan dikenal baik dalam

(47)

kehidupan, nermasyarakat, disegani, dihormati dan bertanggungjawab, mau bekerja kepada orang lain tanpa dibayar.

Keuchik diberikan beberapa tugas dan kewajiban yang harus dijalankan. Adapun

tugas dan kewajiban tersebut diatur dalam Pasal 12 Ayat (1) Qanun No. 5 Tahun 2003 Tentang Pemerintahan Gampong dinyatakan bahwa tugas dan kewajiban keuchik adalah sebagai berikut:

a. Memimpin penyelenggaraan Pemerintahan Gampong.

b. Membina kehidupan beragama dan pelaksanaan Syari’at Islam dalam masyarakat c. Menjaga dan memelihara kelestarian adat dan istiadat, kebiasaan-kebiasaan yang

hidup dan berkembang dalam masyarakat.

d. Membina dan memajukan perekonomian masyarakat serta memlihara kelestarian lingkungan hidup.

e. Memelihara ketentraman dan ketertiban serta mencegah munculnya perbuatan maksiat dalam masyarakat.

f. Menjadi hakim perdamaian antara penduduk dalam gampong.

g. Mengajukan Rencana Reusam Gampong kepada Tuha peut Gampong untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan menjadi Reusam Gampong. h. Mengajukan Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Gampong kepada Tuha peut

Gampong untuk mendapatkan persetujuan dan selanjutnya ditetapkan menjadi

Anggaran Pendapatan Belanja Gampong.

(48)

i. Keuchik mewakili gampongnya di dalam dan di luar pengadilan dan berhak

menunjuk kuasa hukum untuk mewakilinya.

Pemilihan Keuchik sesuai dengan yang diatur dalam Qanun Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam keuchik dipilih secara langsung oleh penduduk Gampong melalui pemilihan demokratis, bebas, rahasia serta dilaksanakan secara jujur dan adil. Masa jabatan keuchik adalah 5 (lima) tahun, terhitung mulai tanggal pelantikan dan dapat kembali dipilih untuk satu kali masa jabatan berikutnya.

2.2.6 Tata Cara Pemilihan Keuchik

Syarat-syarat untuk seseorang dapat ditetapkan menjadi seorang keuchik adalah warga negara Republik Indonesia yang memenuhi syarat-syarat :

a. Taat dalam menjalankan syari’at Islam secara benar dan sungguh-sungguh b. Setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia atau Pemerintah yang sah

c. Telah tinggal menetap di gampong sekurang-kurangnya selama lima tahun secara terus-menerus

d. Telah berumur sekurang-kurangnya 25 (dua puluh lima) tahun dan setinggi-tingginya 60 (enam puluh) tahun pada saat pencalonan

e. Berpendidikan sekurang-kurangnya Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama atau berpengetahuan sederajat

f. Sehat jasmani dan rohani

g. Nyata-nyata tidak sedang terganggu jiwa/ingatannya

(49)

h. Berkelakuan baik, jujur, dan adil serta bersikap tegas, arif dan bijaksana

i. Tidak pernah dicabut hak pilihnya berdasarkan keputusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap

j. Tidak pernah dihukum penjara, kurungan percobaan karena melakukan suatu tindak pidana

k. Mengenal kondisi geografis, kondisi sosial ekonomi dan kondisi sosial budaya

gampong serta dikenal secara luas oleh masyarakat setempat

l. Memahami dengan baik qanun, reusam dan adat istiadat serta tidak pernah melakukan perbuatan-perbuatan yang melanggar adat istiadat dan kebiasaan-kebiasaan tersebut

m. Bersedia mencalonkan diri atau dicalonkan pihak lain

Proses pemilihan keuchik dilaksanakan secara langsung secara demokratis/ untuk melaksanakan pemilihan keuchik, tuha peut gampong membentuk komisi atau panitia Independen Pemilihan Keuchik yang terdiri dari anggota masyarakat. Pemilihan keuchik dilaksanakan melalui beberapa tahap yaitu :

1. Tahap Pencalonan

a. pendaftaran pemilih yang dilaksanakan oleh Panitia Pemilih Keuchik;

b. pendaftaran dan seleksi administratif bakal calon oleh Panitia Pemilih Keuchik; c. pemaparan rencana kerja (program) oleh bakal calon dihadapan Tuha Peuet

Gampong;

(50)

d. penetapan bakal calon oleh Tuha Peuet Gampong sekurang-kurangnya 2 orang dan sebanyak-banyaknya 5 orang;

e. penetapan calon oleh Tuha Peuet Gampong. 2. Tahap Pelaksanaan

a. pemungutan suara untuk pemilihan calon Keuchik dilaksanakan oleh Panitia Pemilihan Keuchik;

b. perhitungan suara di Tempat Pemungutan suara segera setelah pemungutan suara dinyatakan selesai, yang dilaksanakan oleh Panitia Pemilih Keuchik secara terbuka, disaksikan oleh Imeum Mukim, Imeum meunasah dan Tuha Peuet Gampong serta dapat dihadiri oleh para pemilih;

c. pembuatan Laporan dan Berita Acara Hasil Perhitungan Suara yang ditanda-tangani oleh Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris dan Wakil Sekretaris Panitia Pemilihan Keuchik dan para saksi;

d. penyampaian Laporan dan Berita Acara Hasil Perhitungan Suara oleh Panitia Pemilihan Keuchik kepada Tuha Peuet Gampong;

e. penyampaian Laporan dan Berita Acara Hasil Perhitungan Suara oleh Tuha Peuet Gampong, didampingi Imeum Mukim kepada Bupati atau Walikota melalui Camat.

3. Tahap Pengesahan dan Pelantikan Keuchik Terpilih

a. pengesahan Keuchik terpilih oleh Bupati atau Walikota dengan menerbitkan keputusan pengangkatannya;

(51)

b. Keuchik dilantik oleh Bupati atau Walikota atau pejabat lain yang ditunjuk untuk

bertindak atas nama Bupati atau Wali Kota dalam suatu upacara yang khusus diadakan untuk itu di Gampong yang bersangkutan.

Seorang Keuchik berhenti dari jabatannya karena : a. Meninggal dunia

b. Mengajukan permohonan berhenti atas permintaan sendiri c. Berakhir masa jabatan dan telah dilantik keuchik baru.

d. Tidak lagi memenuhi syarat seperti yang dimaksud dalam syarat-syarat keuchik e. Mengalami krisis kepercayaan publik yang luas akibat kasus-kasus yang melibatkan

tanggung-jawabnya dan keterangannya atas kasus itu ditolak oleh Tuha peut

Gampong.

Keuchik Gampong Tumpok Teungoh saat ini sudah menjabat selama 4 tahun di

periode pertamanya. Keuchik memiliki kekuasaan yang besar dalam memerintah dan mengatur masyarakat Gampong Tumpok Teungoh . Kekuasaan yang dimiliki seorang

keuchik mencakup seluruh aspek dalam pemerintahan gampong, baik dalam bidang sosial,

keagamaan, maupun urusan pemerintahan.

Gambar

Tabel 1
Tabel 2 Matriks Perbedaan Pengaturan Kelembagaan Desa dan
Tabel 3 Beda Gampong dan Desa
Gambar 3 Peta Kecamatan Banda Sakti
+3

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Carilah perbedaan dari dua biaya terkecil (dalam nilai absolut), yaitu biaya terkecil dan terkecil kedua untuk tiap baris dan kolom pada matrik (Cij). Pilihlah 1

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data yang terdapat dalam pembahasan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut: penerapan model pembelajaran kooperatif tipe

Kegiatan menulis catatan harian merupakan lanjutan dari kegiatan yang berawal dari menulis satu kejadian yang pernah dialami siswa. Kegiatan yang sama

Emisi RAD-GRK Provinsi Maluku berasal dari 3 (tiga) bidang yaitu 1) Berbasis Lahan, 2) Berbasis Energi dan 3) Pengelolaan Limbah, dimana pada tahun 2010 emisi Gas Rumah Kaca

Disini penulis ingin memberikan alternatif pengolahan data dalam ruang lingkup perusahaan Mobil yang dalam masalah ini dikhususkan dalam unit Kredit Mobil dengan memanfaatkan

Berdasarkan hasil pembahasan dan analisis data pada bab IV dengan semua persyaratan analisis data yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas dan keberartian regresi