TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Pinus merkusii Jungh et de vriese pertama kali ditemukan dengan nama
tusam di daerah Sipirok, Tapanuli Selatan oleh seorang botani dari Jerman yaitu Dr. F.R. Junghuhn pada tahun 1841. Jenis ini tergolong jenis cepat tumbuh dan tidak membutuhkan persyaratan khusus. Keistimewaan jenis ini antara lain merupakan satu-satunya yang menyebar secara alami ke selatan khatulistiwa sampai 2o Lintang Selatan. Pinus atau tusam dikenal sebagai penghasil kayu, resin dan gondorukem yang dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Kelemahan P. merkusii adalah peka terhadap kebakaran, karena menghasilkan serasah daun yang tidak mudah membusuk secara alami (Siregar, 2005).
Sugiono et al. (2001), menyebutkan tentang susunan taksonomi Pinus
merkusii sebagai berikut :
Diviso : Spermatophyta Sub Divisio : Gymnospermae Ordo : Coniferales Famili : Pinaceae Genus : Pinus
Spesies : Pinus merkusii Jungh et de Vriese
Tempat Tumbuh
Pinus merkusii dapat tumbuh pada tanah yang kurang subur, tanah
mdpl. Di hutan alam masih banyak ditemukan pohon besar berukuran tinggi 70 m dengan diameter 170 m. P. merkusii termasuk famili Pinaceae, tumbuh secara alami di Aceh, Sumatera Utara, dan Gunung Kerinci. P. merkusii memiliki sifat pioner yaitu dapat tumbuh baik pada tanah yang kurang subur seperti padang alang-alang. Di Indonesia, P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian 200–2.000 mdpl. Pertumbuhan optimal dicapai pada ketinggian antara 400–1.500 mdpl (Khaeruddin, 1999).
CiriUmum
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri umum sebagai berikut :
Warna : Terasnya sukar dibedakan dengan gubalnya kecuali pada pohon berumur tua terasnya berwarna kuning kemerahan sedangkan gubalnya berwarna putih krem.
Corak : Permukaan radial dan tangensialnya mempunyai corak yang disebabkan karena perbedaan struktur kayu awal dan kayu akhirnya sehingga terkesan ada pola dekoratif.
Riap tumbuh : Agak jelas terutama pada pohon-pohon yang berumur tua, pada penampang lintang kelihatan seperti lingkaran-lingkaran memusat.
Tekstur : Agak kasar dan serat lurus tapi tidak rata.
Ciri Anatomi
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki ciri anatomi sebagai berikut :
Pori : Tidak berpori tapi mempunyai saluran damar aksial yang menyerupai pori dan tidak mempunyai dinding sel yang jelas. Saluran damar aksial menyebar, sangat jarang dan diameter tangensialnya sekitar 170 – 190 mikron.
Jari-jari : Sangat halus dan sempit terdiri dari 1 seri, kadang-kadang ada yang fusifom jumlahnya sekitar 4 -7 per mm arah tangensialnya, tingginya terdiri dari 4 – 15 sel.
Saluran interseluler : Aksial menyebar dan jarang pada penampang lintang menyerupai pori namun tidak berdinding.
Sifat dan Kegunaan
Menurut Pandit dan Hikmat (2002), P. merkusii memiliki sifat dan kegunaan sebagai berikut :
Berat jenis : Rata-rata 0,55 (0,40 – 0,75) Kelas Awet : IV
Kelas Kuat : III
Kegunaan : - Korek api, pensil, kotak, dan permainan anak - Papan Partikel, vinir, pulp dan kertas
- Perabot rumah tangga - Kerangka pintu dan jendela
permukaan batang berwarna abu-abu, dan pada bagian bawah berwarna coklat kemerah-merahan. Pada umumnya orang mengenal kulit pohon pinus atas dasar ketebalan dan kekerasannya.
Pengertian dan Sifat Getah
Getah yang dihasilkan oleh Pinus merkusii digolongkan sebagai
oleoresinyangmerupakan cairan asam-asam resin dalam terpentin yang menetes
keluar apabila saluranresin pada kayu tersebut tersayat. Oleoresin pinus berbeda dengan natural resin yangmerupakan getah alami yang keluar dari rongga-rongga jaringan kayu pada genusdipterocarpaceae. Getah pinus terdapat pada saluran interseluler sel atau saluran damartraumatis dimana saluran damar tersebut dibentuk dari oleh suatu mekanisme baik secaralysigenous (sel pada jaringan kayu hancur dan meninggalkan celah) maupunschizogenous (sel memisahkan diri) atau
schizolysigenous. Saluran resin memanjangbatang diantara sel-sel trakeida atau
melintang radial dalam berkas jaringan jari-jari kayu.Saluran vertikal memanjang batang biasanya lebih besar dibandingkan saluran ke arahradial dan sering kedua saluran tersebut berhubungan dan membentuk jaringantransportasi getah didalam pohon (Santosa, 2010).
didestilasi akan menghasilkan gondorukem (gum rosin) dan terpentin (gum
turpentine) dengan perbandingan antara 4:1 dan 6:1. Warna getah pucat, jernih
dan lengket serta apabila diuapkan berubah menjadi rapuh. Sugiyono et al. (2001), menyatakan getah pinus tersusun atas 66 % asam resin (resin), 25 % terpentin (monoterpene), 7 % bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2 % air.
Faktor-faktor yang mempengaruhi produktivitas getah pinus yaitu; faktor pasif :kualitas tempat tumbuh, umur, kerapatan, sifat genetis, ketinggian tempat, sedangkanfaktor aktif adalah kualitas dan kuantitas tenaga sadap serta perlakukan dan metodesadapan. Faktor-faktor tersebut dapat diperinci bahwa produktivitas getah dipengaruhijuga oleh faktor; luas areal sadap, kerapatan pohon, jumlah koakan tiap pohon, arah sadapterhadap matahari, jangka waktu pelukaan, sifat individu pohon dan keterampilanpenyadap serta pemberian stimulansia (Santosa, 2010).
Getah yang baik adalah getah yang segar biasanya mengandung banyak terpentin, bewarna putih bersih, dan bebas dari kotoran (daun, tatal, pasir, debu, dan sebagainya). Getah pinus merupakan senyawa kompleks yang bersifat asam dan sangat peka terhadap waktu dan rusak akibat penuaan atau aging (Perum Perhutani dan IPB, 1989).
Kegunaan Getah Pinus merkusii
campuran bahan-bahan sabun, cat dan vernis, kertas, fungisida, lacquers,
plasticizers.
Terpentin adalah minyak eteris yang diperoleh sebagai hasil sampingan dari pembuatan gondorukem. Minyak terpentin digunakan sebagai pelarut atau sebagai minyak pengering. Selain itu minyak terpentin digunakan untuk ramuan semir sepatu, logam dan kayu, sebagai bahan substitusi kamper dalam pembuatan seluloid dan sebagai pelarut bahan organik. Minyak terpentin yang merupakan salah satu jenis minyak atsiri yang berwarna bening sampai kuning muda, dapat diperoleh antara lain melalui destilat getah pinus atau menyuling secara fraksinasi ekstrak tunggul kayu pinus (Darmawan et al., 2000).
Menurut Setiasih et al. (1997), dewasa ini gondorukem telah diekspor ke beberapa negara di Asia, Amerika, Eropa, Australia, dan Afrika. Ekspor ini menghasilkan devisa bagi negara. Oleh karena itu industri gondorukem perlu ditingkatkan mengingat potensi hutan Pinus merkusii dan tenaga kerja di Indonesia cukup besar.
Data statistik Perum Perhutani tahun 1991 menunjukkan bahwa pada tahun 1990, dari hutan pinus seluas 480.048,64 ha, telah diekspor 30.788 ton gondorukem, 8.217 ton terpentin dan 1.232 ton getah dengan pendapatan devisa sebesar US$15.241.274. Namun, jumlah tersebut baru memenuhi 58,85 %
Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Getah
Produksi getah pinus dipengaruhi oleh faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam adalah faktor-faktor yang berasal dari pohon itu sendiri, seperti : umur, tajuk, diameter batang, kesehatan akar, dan sebagainya. Sedangkan faktor luar diantaranya kesuburan tanah (bonita), elevasi (ketinggian tempat), kerapatan tegakan dan cuaca (Kasmudjo, 1997).
Produksi getah Pinus secara keseluruhan dipengaruhi oleh : 1. Luas areal sadapan.
2. Kerapatan (jumlah pohon per Ha).
3. Jumlah koakan tiap pohon dan jangka waktu pelukaan. 4. Sifat individu pohon.
5. Keterampilan tenaga kerja penyadap.
Prinsip keluarnya getah dari luka adalah sebagai berikut : saluran getah pada semua sisi dikelilingi oleh jaringan parenkim diantara saluran getah dan sel-sel parenkim terdapat keseimbangan osmotik. Jika dibuat luka pada batang pinus sehingga saluran getahnya terbuka, maka tekanan dinding berkurang akibatnya getah keluar (Kasmudjo, 1997).
Produksi getah per pohon per tahun untuk berbagai jenis pinus antara lain : 1. Pinus khaya : 7,0 kg/pohon/tahun
7. Pinus excelsa : 1,2 kg/pohon/tahun (Kasmudjo, 1997).
Menurut Sugiyono et al. (2001), beberapa faktor yang mempengaruhi produksi getah adalah sebagai berikut :
a. Umur pohon
Perbedaan umur pohon berpengaruh atas hasil getah. Semakin tua umur pohon menghasilkan getah semakin banyak sampai pada batas umur tertentu. Ciri-ciri pohon pinus serta seluruh proses fisiologis yang terjadi di dalamnya akan berkembang sejalan dengan bertambahnya umur pohon, setiap tahap pertumbuhan mempunyai proses fisiologis yang berbeda. Peningkatan kelas umur pohon diikuti oleh kenaikan getah.
b. Tajuk pohon
Hasil getah tiap pohon berhubungan langsung dengan besarnya tajuk, karena dalam tajuklah terjadi proses fotosintetis. Pohon dengan tajuk lebar akan menerima cahaya matahari yang lebih banyak, sehingga akan terjadi proses fotosintetis yang lebih banyak dibandingkan dengan pohon yang bertajuk lebih kecil. Hasil fotosintetis yang besar akan menambah pertumbuhan diameter pohon.
c. Diameter
d. Kesehatan pohon
Kesehatan pohon berpengaruh langsung terhadap kelancaran proses fotosintetis, pertumbuhan batang, dan pembentukan kayu gubal. Pohon-pohon yang sehat menghasilkan getah lebih banyak dibandingkan pohon-pohon yang terserang penyakit. Pohon pinus yang berdaun kering terbakar dan terserang ulat menghasilkan getah sedikit.
e. Perbedaan jenis pohon
Pinus yang menghasilkan getah terdapat beberapa jenis dengan produksi yang berbeda-beda.
f. Bonita tanah
Pohon-pohon yang tumbuh pada tanah yang berbonita tinggi, pertumbuhannya lebih baik dan pada gilirannya produksi getahnya lebih banyak, karena kandungan unsur hara tanahnya lebih besar.
g. Kerapatan tegakan
Kerapatan tegakan mempengaruhi pertumbuhan pohon yang dengan sendirinya mempengaruhi produksi getah.
h. Cuaca dan iklim
Penyadapan Getah
jumlah saluran damar maka produksi getah akan semakin meningkat (Tobing, 1999).
Menurut Sugiyono et al. (2001), pohon pinus akan disadap memenuhi beberapa ketentuan, yaitu :
1. Diameter minimum 20 cm, yaitu saat riap pohon maksimal.
2. Pemilihan pohon dimana hanya pohon-pohon yang akan ditebang yang disadap, dimulai pada pohon berumur 11 tahun.
Hadipoernomo (1992) juga mengatakan bahwa pohon pinus dianggap sudah masak sadap bila pohon tersebut sudah berumur 11 tahun atau masuk kelas umur III. Jika sesuatu berjalan lancar dan dilakukan menurut petunjuk kerja dengan seksama, maka jangka waktu sadap dapat berlangsung sampai 20 tahun.
Sistem Penyadapan Getah
Sistem penyadapan getah pinus di Indonesia secara garis besar dapat dibedakan menjadi tiga macam, yaitu : Koakan, Riil dan Bor. Dalam penentuan cara penyadapan getah pinus tidak terlepas dari pertimbangan yang berhubungan dengan faktor teknis, sosial, ekonomi dan ekologi. Secara teknik, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang dapat dilakukan dengan mudah. Secara sosial, cara yang dipilih adalah yang mampu memberi lapangan pekerjaan terhadap masyarakat sekitar. Secara ekonomi, cara penyadapan getah pinus yang dipilih adalah yang efisien dan efektif sehingga dapat memberi keuntungan yang optimal. Ditinjau dari segi ekologis, yang dipilih adalah cara penyadapan getah
Metode Rill
Sadapan metode rill ialah proses pelukaan pada permukaan kayu dengan membuat saluran induk arah vertikal dan saluran cabang arah miring yang membentuk sudut 40°terhadap saluran induk dengan kedalaman 2 cm. Sistem ini caranya meliputi tahapan:
a. Bagian batang dibersihkan kira-kira 1/3 lingkaran batang pohon. b. Pelukaan dibuat dengan alat yang disebut hogal.
c. Luka sadap berbentuk “V” dengan kedalaman 2-5 cm dan kemiringan saluran 20°-40°.
d. Lebar sadapan sekitar 20 cm (Kasmudjo, 1997).
Kelemahan metode rill antara lain bidang sadap yang luas menyebakan luasan sadapan yang dibutuhkan lebar sehingga untuk satu pohon hanya dapat dilakukan sadap buka sekali dan memerlukan waktu proses penyadapan yang relatif lama dan kurang efisien.
Gambar 1. Pola Sadapan Metode Riil
Keterangan :
1. Bagian kayu yang tidak dibersihkan
2. Bagian kayu yang dibersihkan
3. Pola sadapan ukuran 20 x 65 cm
4. Letak saluran tengah (central groove).
Upaya Meningkatkan Produksi Getah Pinus
Getah pinus dapat diperoleh dengan penyadapan batang pohon. Saluran getah yang akan menyempit atau buntu dan apabila masih muda, getah yang dapat keluar dengan segera mengalami pembekuan di mulut saluran getah yang disadap sehingga menyumbat mulut saluran getah. Agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan getah tidak membeku, dapat digunakan stimulansia tertentu (Sugiyono et al., 2001).
Hadipoernomo (1992), menyatakan telah banyak usaha pembaharuan yang dicoba untuk meningkatkan produksi getah pinus, antara lain dengan menggunakan bor dan kantung plastik serta penggunaan pasta kimia. Riyanto pada tahun 1979 pernah mencoba untuk membandingkan pengaruh stimulan asam sulfat dan asam klorida terhadap getah pinus dengan konsentrasi masing-masing sebesar 2,5 %. Riyanto dalam penelitiannya juga menyebutkan perlakuan dengan pasta sulfat mampu meningkatkan produksi getah di India sekitar 40 – 50 %. Di Amerika Serikat penggunaan pasta sulfat 60 % pada Pinus polustris dan Pinus
etliotii memberikan hasil 25,2 gr/pohon/hari.
Stimulansia
Penggunaan stimulansia asam dapat menyebabkan terbukanya saluran getah yang menyempit atau tersumbat melalui proses penghangatan oleh asam. Akibatnya, saluran getah dan sel-sel parenkim terhidrolisi, tekanan menurun, cairan sel keluar sehingga getah menjadi lebih encer dan lebih lama keluarnya (Kasmudjo, 1992).
Suhu yang relatif rendah dan kelembaban yang tinggi, getah akan cepat menggumpal dan menyebabkan saluran menjadi sempit dan tersumbat sehingga aliran getah terhambat atau terhenti. Menurut Sugiyono et al. (2001) agar permukaan luka sadapan selalu terbuka dan getah tidak membeku dapat digunakan stimulansia. Yusnita et al. (2001) mengatakan bahwa pemilihan konsentrasi stimulansia yang tepat diharapkan dapat meningkatkan produksi getah dan menurunkan biaya stimulansia serta menurunkan resiko kesehatan pohon, penyadap dan lingkungan.
Asam Cuka
Asam asetat, asam etanoat atau aam cuka adalah senyawa kimia asam organic yang dikenal sebagai pemberi rasa asam dan aroma dalam makanan. Asam cuka memiliki rumus empiris C2H4O2, tidak berwarna dan memiliki titik