BAB I
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Hutan mempunyai manfaat penting bagi kehidupan, yaitu adanya hasil
hutan berupa kayu dan non kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan
sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia dan memiliki prospek yang
sangat baik untuk dikembangkan. Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki nilai yang
jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan nilai kayu yang sampai saat ini masih
dianggap sebagai produk utama. Hasil Hutan Bukan Kayu penting untuk
kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan secara lestari dan tanpa
kerusakan hutan, salah satunya dengan memanfaatkan HHBK berupa getah pinus.
Getah pinus sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu yang penting dalam bidang
kehutanan serta memberikan manfaat bagi industri.
Berdasarkan FAO (2010), Indonesia memiliki urutan terbesar kedua dalam
perdagangan getah pinus internasional. Produksi getah dari Cina sebesar 430.000
ton (60% dari total produksi di dunia) sedangkan Indonesia menghasilkan 69.000
ton (10% dari total produksi di dunia). Menurut data Perhutani (2006), getah pinus
merupakan salah satu komoditi yang memiliki jumlah permintaan tinggi baik di
pasar lokal maupun internasional dimana 80% produksinya dialokasikan untuk
Stimulansia merupakan zat yang diberikan kepada pohon pinus untuk
mempercepat dan memperbanyak produksi getah. Namun, stimulansia dikenal
sebagai cairan berbahan keras yaitu asam sulfat yang tidak ramah lingkungan dan
berbahaya bagi kesehatan penyadap getah. Oleh karena itu, penelitian ini
menggunakan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh yang lebih ramah
lingkungan dan akan memberikan produktivitas getah yang lebih tinggi
dibandingkan dengan penggunaan stimulansia anorganik.
1.2Rumusan Masalah
Getah pinus merupakan hasil hutan yang penting untuk memenuhi
kebutuhan industri. Seiring dengan pertumbuhan industri yang semakin pesat,
permintaan getah pinus di Indonesia dan di dunia semakin meningkat.
Selama ini, jenis getah yang dimanfaatkan hanya berasal dari jenis P. merkusii padahal masih ada jenis-jenis pinus lain yang getahnya bisa dimanfaatkan antara lain jenis P. oocarpa dan P. insularis. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus adalah dengan memberikan stimulansia.
Stimulansia yang digunakan adalah stimulansia organik demi kelestarian dan
keselamatan kerja penyadap serta peningkatan produktivitas getah yang lebih
tinggi.
1.3Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Menguji pengaruh penggunaan stimulansia ETRAT terhadap produktivitas
getah P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis.
1.4 Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang
memerlukan informasi tentang produktivitas getah pinus khususnya P. oocarpa
dan P. insularis yang telah menggunakan stimulansia ETRAT. Bagi pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), hasil penelitian ini diharapkan dapat
bermanfaat untuk menambah informasi dan bahan pertimbangan untuk
memanfaatkan getah P. oocarpa dan P. insularis. Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan mampu berguna sebagai acuan dan informasi dalam pemecahan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)
Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hasil hutan
adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari
hutan. Salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah Hasil
Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu semua hasil hutan baik berupa makhluk hidup
nabati (kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar) dan hewani, maupun jasa dari
kawasan hutan.
Departemen Kehutanan (1991) menyatakan bahwa HHBK yang sudah
dimanfaatkan sekitar 90 jenis, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang
sudah dikenal dalam perdagangan baik di dalam maupun diluar negeri, antara lain
jenis tanaman dan kelompok tumbuhan tak berkayu, resin dan bahan karet,
minyak atsiri dan lain-lain.
2.2. Penyebaran Pinus di Asia Tenggara
Pinus berasal dari era Mesozoic dimana fosilnya pertama kali ditemukan
pada periode Jura yaitu sekitar 160-190 juta tahun yang lalu. Menurut Mirov
(1964), pinus yang terdiri dari seratus jenis tersebar di beberapa kawasan di dunia,
antara lain kawasan Amerika Utara, kawasan Artik, kawasan Eropa Barat,
kawasan Asia Tenggara mencakup dareah China bagian selatan, semenanjung
Indocina, Burma, Thailand, India bagian timur laut, Pilipina (Pulau Luzon bagian
utara dan Mindoro), Kamboja,Vietnam dan Indonesia (Sumatera). Jenis pinus
Tabel 1 Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara
Jenis Pinus Daerah Penyebaran
Pinus armandi Barat laut Burma, Jepang selatan
Pinus dalatensis Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya
Pinus fenzeliana Pulau Hanian
Pinus kwangtungensis Propinsi Kwangtang, Thailand
Pinus griffithii Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya
Pinus roxburghii Pegunungan Himalaya bagian barat
Pinus massoniana Asia Timur, Indocina bagian barat daya
Pinus merkusii Vietnam, Sumatera, Pilipina
Pinus yunnanensis Propinsi Yunan
Pinus insularis Pulau Luzon bagian utara Sumber : Mirov (1964)
2.3 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus merkusii
Pinus merkusii Junght. Et de Vriese, memiliki nama lokal tusam yang tergolong kedalam famili Pinaceae. P. merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara
menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra) dan
Filipina (Pulau Luzon dan Mindoro). Tersebar pada 23°LU2°LS. Pinus ini dapat
tumbuh pada ketinggian 301800 mdpl pada berbagai tipe tanah dan iklim dengan
suhu tahunan rata-rata 19°28°C (Departemen Kehutanan, 2001).
Deskripsi botani tanaman P. merkusii di Departemen Kehutanan menyatakan pohon pinus memiliki batang lurus, silindris. Tajuk pohon muda
berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Tegakan dapat mencapai
tinggi 45 meter dengan diameter sampai 140 cm. Kulit pohon muda abu-abu,
sesudah tua berwarna gelap dan alur mengarah ke dalam. Satu fasikel terdapat 2
helai daun dengan panjang 1625 cm. Buah P. merkusii berbentuk kerucut, silindris, panjang 510 cm, lebar 24 cm.
Menurut Siregar (2000), jenis P. merkusii memiliki bentuk batang bulat, lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki
tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna
coklat kuning muda dan memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 2535
m dengan tajuk bundar. Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, P. merkusii
dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan
15004000 mm/th. Jenis P. merkusii dapat tumbuh pada tempat kering maupun basah dengan iklim panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada
daerah yang memiliki curah hujan sepanjang tahun. Kayu pinus berwarna
coklat-kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas
awet IV.
(a) (b)
Gambar 1 (a) Batang P. merkusii, (b) buah dan daun P. merkusii.
2.4 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus oocarpa
Pinus oocarpa atau biasa disebut dengan karpa adalah salah satu jenis tanaman berasal dari Amerika Utara, penyebaran dari Meksiko Utara hingga
Nicaragua Selatan. Menurut Velasques, et al., (2000) dalam Waluyo (2009). Sebaran alami terluas di Amerika Tengah (Nicaragua, Honduras, El Savador,
Guatemala dan Meksiko) terletak pada 12° LU28° LU, ketinggian 2502.400
mdpl. Karpa juga telah ditanam di wilayah tropis dan Subtropis (Australia) antara
20° LU dan 30° LS, Lamprecht (1989) dalam Waluyo (2009) dan di Nigeria pada
ketinggian 600 mdpl, Otegbeye(1991) dalam Waluyo (2009).
Menurut Romero and Olivares (2003) dalam Waluyo (2009), di Mexico P. oocarpa merupakan jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi cukup tinggi, kayunya sebagai bahan baku industri penggergajian dan kayu bakar, sedangkan di negara
bagian Michoacan dimanfaatkan produk resinnya. Salah satu tempat tumbuhnya
wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat terletak 106˚48’27”BT sampai 106˚50’29”BT dan -6˚54’23”LS sampai -6˚55’35”LS. Penyebaran P. oocarpa di HPGW tidak merata.
P. oocarpa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah granit, vulkanik dan tanah berkapur. P. oocarpa dapat tumbuh pada lereng yang curam dalam keadaaan tanah yang berdrainase baik. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah berpasir (CABI, 2002). Jenis P. oocarpa memiliki bentuk batang bulat, lurus, bersisik, kulitnya pecah-pecah dan tampak seperti mengelupas serta berwarna
coklat tua. Jenis pinus ini dapat tumbuh dengan tinggi 45 meter dan dbh mencapai
1 meter .
Satu fasikel daun P. oocarpa terdapat 5 helai daun namun kadang-kadang bisa hanya 3 atau 4 helai daun saja dengan panjang 2025 cm. Bentuk buah P. oocarpa adalah berbentuk oval dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah yang kering dengan curah hujan antara 500-1500 mm per tahun dengan suhu berkisar antara 26°32°C. Pada masa
musim kering, pinus ini dapat bertahan selama 6 bulan. P. oocarpa akan mengalami pertumbuhan yang baik dengan curah hujan yang lebih tinggi. P. oocarpa dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 200-2500 mdpl, tetapi akan mengalami pertumbuhan terbaik pada iklim tropis dengan ketinggian 1500 mdpl
(CABI, 2002).
Gambaran umum iklim yang cocok untuk P. oocarpa dalam CABI (2002) antara lain :
1. Ketinggian tempat tumbuh : 250-2500 mdpl
2. Curah hujan : 700-3000 mm/tahun
3. Musim kering : 0-6 Bulan
4. Suhu rata-rata : 13-27°C
5. Suhu maksimum pada musim kering : 21-34°C
6. Suhu maksimum pada musim dingin : 7-20°C
(a) (b)
Gambar 2 (a) Batang P. oocarpa, (b) buah dan daun P. oocarpa.
2.5 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus insularis
Pinus insularis atau sering disebut Pinus khasya termasuk kedalam famili Pinaceae. P. insularis banyak tersebar didaerah pegunungan pulau Luzon Filipina dan pegunungan Zambades. Kayu pohon ini memiliki pohon yang ramping, lurus,
dengan tinggi dapat mencapai hingga 60 meter, diameternya hingga 1 meter.
Pinus ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian 10002700 mdpl. Pemanfaatan
kayunya jarang sekali atau tidak pernah dipakai untuk bangunan rumah (Mirov
1964).
Struktur kulit kayu P. insularis memiliki tebal kulit 2,54,5 cm, kulitnya pecah-pecah dan berwarna coklat tua. Satu fasikel daun P. insularis terdapat 3 helai daun dengan panjang 1520 cm. Bentuk buah P. insularis adalah berbentuk kerucut dan berduri dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan.
Menurut Suhardi et al. (1994), P. insularis dapat tumbuh pada ketinggian 3002700 mdpl dengan rata-rata curah hujan 7001800 mm/thn. Suhu rata-rata
tahunan 17°22°C. Suhu rata-rata maksimum pada musim panas sebesar
(a) (b)
Gambar 3 (a) Batang P. insularis, (b) buah dan daun P. insularis.
Dari uraian tentang penyebaran dan ciri khusus dari ketiga jenis pinus, maka dapat dibuat suatu klasifikasi dari ketiga jenis pinus seperti yang terdapat di Tabel
Tabel 2 Klasifikasi umum P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis
No Pinus merkusii Pinus oocarpa Pinus insularis
1 Nama lokal Tusam Karpa -
2 Nama lain Sumatra pine, Merkus pine
Pinus oocarpoides,
Pinus praetermissa Pinus khaysa
3 Asal Tanaman/
penyebaran Asia Tenggara
Amerika Utara, Meksiko,Nicaragua, El
Savador, Guatemala
Pulau Luzon Filipina, Pegunungan
zambades
4 Manfaat kayu
Bangunan perumahan, Tangkai korek api
Bahan baku industri, kayu bakar
Bangunan perumahan, bahan
bakar
5 Manfaat lain
Penghasil gondorukem dan terpentin Penghasil gondorukem dan terpentin Penghasil gondorukem dan terpentin
6 Rendemen
gondorukem 68-70%* 70,37%** 69,76%**
7 Rendemen
terpentin 10-18%* 10,73%** 11,59%**
8 Kelas
awet kayu Kelas IV - Kelas V
9 Bentuk daun
1 fasikel ada 2 helai daun dengan panjang 16-25 cm
1 fasikel ada 5 helai daun dengan panjang
20-25 cm
1 fasikel ada 3 helai daun dengan panjang
15-20 cm
10 Bentuk buah
Berbentuk kerucut, silindris, panjang 5-10 cm, lebar 2-4
cm.
Berbentuk oval dengan panjang 6-10 cm
Berbentuk kerucut dan berduri dengan
panjang 6-10 cm
11 Warna buah Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan
12 Rata-rata
diameter pohon 1 meter 1 meter 1 meter
13 Tinggi pohon Bisa mencapai 45 meter
Bisa mencapai 45 meter
Bisa mencapai 60 meter
14 Warna kulit
pohon Coklat muda Coklat tua Coklat tua
15 Ketinggian
tempat tumbuh 200-2000 mdpl 200-2500 mdpl 300-2700 mdpl
16 Suhu rata-rata
tahunan 19°-28°C 13-27°C 17°-22°C
17 Curah hujan 1500-4000
mm/tahun 700-3000 mm/tahun 700-1800 mm/tahun
18 Warna getah kuning cerah kuning keputihan
Cendrung putih dan bertekstur menggumpal Keterangan:
2.6 Struktur Anatomi Kayu Konifer
Menurut Panshin dan Carl de Zeeuw (1977) sel penyusun kayu daun jarum
terdiri dari :
1. LongitudinalCell
a. Trakeid Longitudinal
Lebih dari 90% volume softwood tersusun oleh sel panjang yang dikenal dengan longitudinal tracheida. Sel ini relatif lebih panjang (3-4 mm) bila dibandingkan dengan fiber pada hardwood. Sel ini berbentuk prismatik dengan ujung tertutup. Pada dinding trakeid terdapat noktah berhalaman.
b. Parenkim Longitudinal
Parenkim Longitudinal tidak banyak terdapat pada kayu daun jarum. Ketika
disayat secara melintang, parenkim longitudinal seperti rantai-rantai sel
berdinding tipis yang berdekatan dengan trakeid dan terdapat bahan
ektraktif.
c. Saluran Resin
Saluran resin bukan merupakan elemen kayu, tetapi rongga dengan dinding
tipis yang dikelilingi oleh sel epitel. Terdapat 2 jenis saluran resin pada kayu
daun jarum yaitu saluran resin normal dan saluran resin traumatik. Saluran
resin normal terletak pada bagian aksial dan radial kayu. Saluran resin normal berbeda ukuran bukan hanya menurut letaknya (aksial dan radial)
tetapi juga menurut genus dan spesies pohon. Saluran resin traumatik terjadi
pada saat dilukai dan membentuk saluran radial seperti pada saluran resin
normal yang dibatasi oleh sel parenkim jari-jari kayu (sel epitel).
2. Transverse Cells
Terdapat 3 jenis sel pada orientasi transversal pada bagian xylem kayu
daun jarum yaitu sel parenkim jari-jari, jari-jari trakeid dan sel epitel. Jari-jari
pada softwood sebagian besar adalah uniseriate, hanya sebagian kecil saja yang biseriate. Rata-rata jumlah volume jari-jari berkisar antara 5-30% dari total
volume kayu. Ketika pada jari-jari terbentuk saluran resin, maka jari-jari pada
bagian tengah akan lebih besar dimana pada arah radial ditemukan ruang
Tabel 3 Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood)
No Longitudinal Transversal
Penguat, penyalur atau keduanya : Penguat, penyalur atau keduanya : 1 a. Trakeid Longitudinal Trakeid jari-jari
b. Trakeid Rantai
Penyimpan dan sekresi Penyimpan dan sekresi 2 a. Parenkim longitudinal a. Parenkim jari-jari
b. Epitel b. Epitel
Sumber : Panshin dan Carl de Zeeuw 1977
2.7 Pinus Sebagai Penghasil Getah dan Mekanisme Pembentukan Getah Getah pinus digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan
asam-asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila pohon jenis daun jarum
tersayat atau pecah. Getah pinus tersusun atas 66% asam resin, 25% terpentin, 7%
bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2% air (Kramer dan Kozlowski
1960).
Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam resin
yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti etan dan
heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (saluran interseluler). Dalam
kayu, saluran getah memilki tekanan yang tinggi (70 atm), sehingga pelukaan
pada kayu menyebabkan getah mengalir keluar karena tekanan tersebut.
Saluran getah atau saluran damar sering juga disebut sebagai saluran
interseluller (intercelluler canal) karena memang dalam saluran ini terdapat ruang-ruang antar sel epitel yang memanjang. Berdasarkan proses terbentuknya,
saluran ini terjadi karena tiga cara, yaitu :
1. Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel epitel hancur sehingga menjadi saluran.
2. Schizogenous, beberapa sel epitel saling memisahkan diri atau menjauhkan diri sehingga terbentuk saluran. Sel-sel yang mengelilingi rongga saluran ini
membelah diri menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah ke saluran yang
bersangkutan.
3. Schizolysigenous, merupakan modifikasi dari Lysigenous dan Schizogenous
Berdasarkan penyebabnya, saluran interseluler ini dapat dibagi atas dua
macam, yaitu saluran damar karena luka (traumatic) dan saluran damar normal (merupakan struktur yang normal dalam kayu) (Pandit dan Kurniawan 2008).
2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus
Besarnya getah pinus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, dalam dan
perlakuan. Faktor luar berupa bonita (kualitas tempat tumbuh), cuaca, ketinggian,
kelembaban, suhu, tempat tumbuh dan kerapatan pohon. Faktor dalam berupa
genotip, umur, kondisi, dan diameter pohon. Faktor perlakuan seperti metode
penyadapan, jumlah pembaharuan luka, pemakaian bahan stimulansia (kadar dan
dosis), keterampilan penyadap, kebijaksanaan dan SDM. (Yusnita dan Setyawan,
2000).
Matangaran (2006) berpendapat bahwa produksi getah pinus dipengaruhi
oleh beberapa faktor yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian
tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis
pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap
dan arah sadapan.
Selanjutnya Rahmawati (2004) dalam penelitiannya berpendapat mengenai
hubungan produktivitas terhadap diameter pohon, yaitu produksi getah yang dihasilkan semakin bertambah pada pertambahan diameternya dan mencapai hasil
optimum pada selang diameter 5359 cm kemudian menurun kembali pada selang
berikutnya. Akan tetapi ada pohon dengan diameter kecil yang mengeluarkan
getah cukup banyak meskipun dengan jumlah koakan yang sedikit. Hal ini dapat
disebabkan oleh faktor perbedaan energi yang didapat pada setiap pohon untuk
berfotosintesis yang bersumber dari sinar matahari untuk menghasilkan sejumlah
produk sisa hasil dari fotosintesis tersebut yang berupa getah.
Budiatmoko (2007) menjelaskan bahwa kualitas getah pinus dipengaruhi
oleh tempat tumbuhnya. Semakin tinggi tempat tumbuh temperatur udara akan
semakin turun. Suhu dan kelembapan berpengaruh pada lebar sempitnya
pembukaan saluran getah dan kecepatannya membeku atau mengerasnya getah
Menurut Santosa (2011), peningkatan produksi getah pinus akibat
pemberian stimulansia menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat, peningkatan
produksi akan semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena faktor eksternal
berupa suhu udara yang rendah serta berkurangnya penyinaran matahari.
Karakteristik dan pemberian stimulania sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal
berupa suhu, kadar O2 dan cuaca.
Doan (2007) dalam hasil peneltiannya menyebutkan bahwa pohon pinus
yang banyak menghasilkan getah memiliki ukuran tajuk yang lebat dan lebar.
Tajuk yang besar memungkinkan pohon dapat menerima cahaya matahari yang
lebih banyak.
2.9 Stimulansia dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)
Stimulansia adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang memiliki arti
mendorong, merangsang, memotivasi atau menstimulin sesuatu sehingga
berproses dan mencapai hasil melebihi normal. Di Indonesia percobaan pertama
penyadapan pinus dilakukan di Aceh oleh W.G. Van dan Kloot pada tahun 1924
dan di Pulau Jawa pada tahun 1947 di dareah Lawu DS Wilis(Budiatmoko 2007).
Fakultas Kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin
terbentuk sebagai akibat proses metabolisme dalam pohon. Produksi getah dalam pohon dapat ditingkatkan dengan memberikan rangsangan terhadap proses
metabolisme dalam sel dan stuktur jaringan lainnya. Bahan-bahan yang dapat
berfungsi memberi rangsangan tadi bisa berupa bahan-bahan kimiawi atau bentuk
perlakuan mekanis pada pohon
Menurut Sudrajat et al. (2002), bahan perangsang yang digunakan pada penyadapan getah pinus banyak macamnya, tetapi komponen utamanya adalah
asam sulfat dan asam nitrat atau campurannya.
Peningkatan produksi getah pinus selain menggunakan stimulansia, juga
dapat dengan meningkatkan peran Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Zat Pengatur
Tumbuh merupakan substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah dan
mengendalikan pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Zat Pengatur Tumbuh
lima bagian, yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan ethylene. Masing-masing jenis fitohormon memiliki fungsi Masing-masing-Masing-masing dan terkadang saling
melengkapi satu sama lain. Dari lima kelompok jenis fitohormon, ethylene (C2H4)
merupakan salah satu hormon yang unik karena berbentuk gas.
Dewi (2008) menambahkan bahwa ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai pengatur pertumbuhan dan dapat disebut sebagai hormon
karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh
tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.
2.10 Penyadapan Getah Pinus
Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan
dalam menyadap getah pinus :
1. Sistem koakan (quarre system)
2. Sistem bor
3. Sistem amerika
Di Indonesia yang sering digunakan adalah sistem koakan. Sistem koakan
dilakukan, yang pertama pembersihan kulit pohon kemudian dilukai dengan alat
petel atau kadukul sehingga menjadi koakan dan mengalirkan getah kedalam
wadah (tempurung kelapa) yang di sediakan sebagai tempat menampung getah.
Apapun sistem yang diterapkan dalam penyadapan pinus harus cocok dengan
lokasi tempat penyadapannya. Metode bor memberikan hasil getah yang lebih
unggul daripada sistem koakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.
Penyadapan getah tusam pada umumnya dilakukan dengan cara koakan
(quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang. Selain itu, telah banyak dilakukan percobaan penyadapan dengan cara lain, seperti cara rill (India) dan cara bor. Cara atau teknik penyadapan belum tentu cocok secara menyeluruh pada
semua lokasi penyadapan. Sebagai contoh: di daerah Sumedang dan Sukabumi,
BAB III
METODOE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada areal Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW), Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat selama 2 bulan
yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012.
3.2 Alat dan Bahan
Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tally sheet,
perlengkapan tulis, timbangan digital, paku, palu, plastik, golok, pita ukur, cat
kayu, kuas, sprayer, spidol permanen, talang seng, kamera. Bahan-bahan yang
digunakan adalah ETRAT, pohon P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis yang memiliki diameter 30 cm up.
3.3. Metode Pengumpulan Data
3.3.1 Metode pengumpulan data sekunder
Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari data sekunder berupa
kondisi umum lokasi penelitian, meliputi sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW), letak dan luas, topografi, iklim, keadaan tanah, vegetasi dan masyarakat
sekitar hutan.
3.3.2. Metode pengumpulan data primer
Data primer diperoleh dengan pengukuran dan pengamatan langsung di
lapangan yang terdiri dari jumlah getah yang dihasilkan dari P. merkusii, P. oocarpa, dan P. insularis dengan berbagai perlakuan yang diberikan.
Pengumpulan data meliputi kegiatan:
1. Menyiapkan alat, bahan dan survey lokasi.
2. Memilih 120 pohon contoh yang terdiri dari 40 untuk jenis P. merkusii, 40 untuk jenis P. oocarpa dan 40 untuk P. insularis dengan kondisi sehat dan memiliki diameter minimal 30 cm.
3. Menandai 120 pohon contoh dengan cat kayu plastik. Dari 40 pohon
(tanpa stimulansia) dan 20 pohon dengan perlakuan menggunakan
stimulansia.
4. Membuat pelukaan awal dengan metode quarre terhadap pohon P. merkusii, P. oocarpa, dan P. insularis dan beserta penyemprotan cairan stimulansia ETRAT sebanyak 1 cc/ koakan (satu kali semprotan) kepada
masing-masing pohon yang mendapat perlakuan pemberian stimulansia.
ETRAT 1240 yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari CV.
Permata Hijau Lestari (PHL). ETRAT 1240 merupakan produk yang
diimplementasikan pada penyadapan pinus dengan komposisi 100 ppm
ethylene dan 150 ppm asam sitrat.
a. Pembuatan luka awal dengan metode quarre (koakan)
a.1. Membersihkan semak di sekitar pohon dan membersihkan
kulit pohon dengan golok sedalam 3 mm dan lebar 20 cm
(tinggi untuk sadapan awal 20 cm dari permukaan tanah).
a.2. Membuat koakan pada batang berukuran 6 x 6 cm dan
kedalaman 2 cm mengunakan kadukul.
a.3. Memasang talang sadap pada bagian bawah koakan dan
memberi paku agar talang tertancap kuat.
a.4. Menyemprotkan cairan stimulansia ETRAT sebanyak 1 cc/ koakan (1 kali semprotan).
a.5. Memasang plastik untuk menampung getah (dikaitkan pada
paku) disesuaikan dengan talang sadap, berukuran 12 x 25 cm.
a.6. Memasang plastik berukuran 20 x 40 cm untuk menghalangi
aliran batang.
5. Pemanenan getah setiap tiga hari sekali disertai dengan memperbarui
quarre setinggi 5 mm dan penyemprotan cairan stimulansia sebanyak 1 cc/ koakan/ 3 hari. (Pemanenan dilakukan sebanyak lima belas kali).
3. 4 Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok (Randomize Block Design) dimana respon diperoleh dari perlakuan kontrol dan pemberian stimulansia serta kelompok berdasarkan
masing-masing jenis pinus yaitu P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis.
Penelitian ini menggunakan 120 pohon contoh yang masing-masing pohon
diberikan 1 jenis perlakuan dengan pengambilan getah (panen) sebanyak 15 kali,
sehingga ada 120 data setiap kali pemanenan getah. Pohon contoh yang digunakan
dalam penelitian dipilih secara acak dengan diameter minimal 30 cm dan sehat.
Bagan rancangan percobaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini :
Tabel 4 Bagan rancangan percobaan
Kelompok Perlakuan Rata-rata
Kontrol ETRAT (Y...)
P. merkusii Y111 Y211
Y112 Y212
…. ….
…. ….
Y1120 Y2120
Rata-rata Y11... Y21... Y1...
P. oocarpa Y111 Y211
Y112 Y212
…. ….
…. ….
Y1120 Y2120
Rata-rata Y11... Y21... Y2...
P. insularis Y111 Y211
Y112 Y212
…. ….
…. ….
Y1120 Y2120
Rata-rata Y11... Y21... Y3...
Model umum percobaan dalam Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai
berikut:
Yijk = μ + αi + βj + εijk Keterangan :
Yij = Respon pengaruh pemberian stimulansia taraf ke-i pada kelompok jenis pinus ke-j yang terdapat pada ulangan ke-k
µ = Nilai rataan umum
αi = Pengaruh perlakuan stimulansia penyadapan pada koakan ke-i
βj = Pengaruh pengelompokkan ke-j
ɛij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i = 1, 2
1. Koakan tanpa stimulansia
2. Koakan dengan stimulansia ETRAT J = 1, 2, 3
1. P. merkusii 2. P. oocarpa 3. P. insularis
3.5 Analisis Data
3.5.1 Analisis pengaruh masing-masing perlakuan
Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian stimulansia
terhadap peningkatan produktivitas getah pinus maka dilakukan analisis ragam
atau Analysis of Variance (ANOVA). Tabel 5 Analisis of Variance (ANOVA)
Sumber Keragaman Derajat Bebas (DB) Jumlah Kuadrat (JK) Kuadrat
Tengah (KT) F Hitung
Perlakuan r-1 JKK JKK/(r-1) KTP/KTG
Kelompok t-1 JKP JKP/(t-1) KTK/KTG
Derajat Kesalahan (r-1)(t-1) JKG JKG/(r-1)(t-1)
Total rt-1
Hipotesis :
Pengujian terhadap pengaruh faktor stimulansia
H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0
H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0
Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan atau kelompok tidak memberikan
pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang
kepercayaan 95% (α=0,05).
Terima H1 : Ada perlakuan atau kelompok yang memberikan pengaruh nyata
Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah :
1. Jika F-hitung< F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga kelompok dan
perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga kelompok dan
perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).
Selanjutnya, setelah uji F apabila perlakuan atau kelompok memberikan
pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus, maka dilakukan uji lanjut
berupa Uji Duncan dengan menggunakan Software SPSS 18 untuk mengetahui kelompok mana yang paling baik digunakan dalam meningkatkan produktivitas
getah pinus.
3.5.2 Analisis biaya penerapan stimulansia
Stimulansia yang dibutuhkan selama penelitian yaitu untuk kebutuhan 60
pohon dengan periode panen sebanyak 15 kali. Hal-hal yang harus dihitung dalam
analisis biaya penerapan stimulansia adalah sebagai berikut :
a. Biaya stimulansia
Bi = Hi 1000 x 3
Keterangan :
Bi = Biaya stimulansia ke-i yang dikeluarkan setiap 1 kali penyemprotan
(Rp/quarre/hari)
Hi = Harga stimulansia ke-i (Rp/liter)
Asumsi : satu kali semprotan adalah 1 ml/ quarre/ 3 hari b. Peningkatan produksi getah
Pi = Qi – R
Keterangan :
Pi = Peningkatan produksi getah untuk stimulansia ke-i (g/quarre/panen) Qi = Produksi perlakuan stimulansia ke-i (g/quarre/panen)
R = Produksi getah pada pohon contoh kontrol/tanpa perlakuan
c. Pendapatan hasil peningkatan getah
Zi = ��
1000 x C Keterangan :
Zi = Pendapatan hasil peningkatan getah dari stimulansia ke-i (Rp/quarre) C = Harga getah pinus (Rp/kg)
d. Nilai tambah stimulansia
Ri = Zi – Bi
Keterangan :
BAB IV
KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat
Sejarah berdirinya HPGW dimulai pada tahun 1951. Pada tahun tersebut
sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia). Hutan yang ditanam pada tahun 19511952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan
damar yang lebat di sekitar basecamp. Kemudian pada tahun 1967 Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah
Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen
Pertanian untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan.
Pada tahun 1968 Direktorat Jenderal Kehutanan memberikan bantuan
pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada IPB untuk digunakan seperlunya
bagi pendidikan kehutanan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB. Dan pada
tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah
Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang
menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan
Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB.
SK Menteri Pertanian RI No. 008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan
komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat
(HPGW) pada tahun 1973 diterbitkan. Pengelolaan kawasan hutan Gunung Walat
seluas 359 Ha dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai hutan
pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20
tahun. Pada tahun 1973 penanaman telah mencapai 53%. Tahun 1980 seluruh
wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai jenis tanaman, yaitu damar
Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1992 tentang penunjukan
komplek hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan, pengelolaan kawasan hutan
gunung walat sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas
Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan
Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993.
Status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh diterbitkannya SK
Menhut No. 188/Menhut-II/2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW
sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaannya
diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan
Pendidikan (FAHUTAN IPB 2009).
4.2 Letak dan Luas Areal
Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada
106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS.
Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan
Cibadak dan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Secara administrasi kehutanan
termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan
Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok
Timur (Cikatomas) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan
Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (FAHUTAN IPB 2009).
Gambar 4 Sketsa lokasi HPGW.
4.3 Topografi dan Iklim
HPGW terletak pada ketinggian 460715 mdpl. Topografi bervariasi dari
landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian
utara mempunyai topografi yang semakin curam. Klasifikasi iklim HPGW
menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B dan banyaknya curah hujan
tahunan berkisar antara 16004400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari
29° C dan minimum 19° C di malam hari (FAHUTAN IPB 2009).
4.4 Tanah dan Hidrologi
Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu
endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal
peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk
beberapa gua alam karst (gamping). Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan
sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian
selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak
sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan
HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (FAHUTAN IPB
2009).
4.5 Vegetasi
Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii),rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, akasia (Acacia mangium), dan pinus (Pinus insularis dan Pinus oocarpa). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68
jenis. Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari
Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi
jenis-jenis mamalia, reptilia, burung dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia
terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp. J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Dari kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain: Elang Jawa, Emprit, Kutilang dan lain-lain. Jenis-jenis reptilia
antara lain biawak, ular dan bunglon. Terdapat berbagai jenis ikan sungai seperti
ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Ikan lubang adalah ikan sejenis lele yang
memiliki warna agak merah. Selain itu terdapat pula lebah hutan (Apis dorsata) (FAHUTAN IPB 2009).
4.6 Penduduk
Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki
mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian
dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan
basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam
program agroforestry HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap.
Penyadap getah pinus berjumlah 32 penyadap dengan karakteristik yang beragam baik dari segi pendidikan dan umur. Mayoritas penyadap berdomisili di
desa sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat yakni Desa Nangerang, Desa
Citalahab, Desa Cipereu dan Desa Cijati. Penghasilan rata-rata yang diperoleh
penyadap dari hasil menyadap getah pinus adalah Rp. 400.000-Rp. 500.000/bulan
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian
Penyadapan getah pinus dilakukan pada dua tempat yang berbeda. Pertama
di Blok Cikatomas dengan topografi landai sampai curam dan berada pada
ketinggian 691716 mdpl. Blok Cikatomas didominasi oleh tegakan P. merkusii
dan P. oocarpa. Lokasi penelitian kedua dilakukan di Blok Tangkalak. Lokasi ini berada pada ketinggian 663687 mdpl dan didominasi oleh tegakan P. insularis.
Gambar 5 Tempat lokasi penelitian di Blok Cikatomas.
Dari ketiga masing-masing jenis pinus diambil 40 pohon untuk diberi
perlakuan yaitu 20 pohon sebagai kontrol dan 20 pohon menggunakan stimulansia
(a) (b) (c)
Gambar 6 Pohon (a) P. merkusii, (b) P. oocarpa, (c) P.insularis.
5.2 Produktivitas Getah Pinus dengan Metode Quarre Menggunakan Stimulansia ETRAT 1240
Penyadapan pinus dengan menggunakan metode quarre menghasilkan getah yang berkualitas baik. Namun, secara fisik kualitas getah dari metode quarre tidak lebih bagus dari metode bor. Ada kotoran hasil sadapan yang masuk ke dalam
tempat penampungan getah. Getah pinus dari metode quarre lebih cepat mengalami pembekuan karena getah yang keluar dari pohon mengalami
koagulasi. Selain itu, kekurangan dari metode quarre adalah luka sadapan yang luas menyebabkan pohon pinus lebih mudah terserang penyakit.
Sejak bulan Mei 2011 Hutan Pendidikan Gunung Walat sudah
menggunakan stimulansia organik yaitu ETRAT. ETRAT merupakan larutan yang
mengandung Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan stimulansia organik. Dengan
demikian ETRAT mempunyai 2 fungsi yaitu meningkatkan kapasitas produksi
getah dan memperlancar keluarnya getah (Santosa 2011). Bahan kimia yang
penyadap, kondisi pohon yang disadap dan lingkungan sekitar. Pada penelitian
sebelumnya yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, juga telah
menggunakan stimulansia organik, namun berbahan dasar jeruk nipis dan
lengkuas. Menurut Aziz (2010), pengggunaan stimulania organik dari bahan jeruk
nipis konsentrasi 50% menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan
dengan CAS.
Zat Pengatur Tumbuh yang sangat berperan dalam proses keluarnya getah
adalah ethylene. Ethylene merupakan senyawa berbentuk gas yang banyak berperan dalam perubahan suatu tanaman, seperti terjadi perubahan dalam
membran yang permeabel dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran
getah, air dapat masuk ke dalam saluran getah dan jaringan-jaringan di sekitarnya
(Santosa 2011). Secara alami, ethylene ada di dalam tanaman (ethylene endogen). Menurut Santosa (2011), pembentukan getah di dalam tanaman dapat ditingkatkan
dengan mengaktifkan ethylene endogen dan adanya stres (pembuatan luka sadap). Dengan demikian, peningkatan produksi getah dapat dilakukan dengan
memberikan zat yang mengandung ethylene (exsogen) yang akan merangsang pembentukan ethylene endogen pada tanaman sehingga proses metabolisme sekunder dapat ditingkatkan.
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua perlakuan untuk masing-masing jenis pinus. Pertama penyadapan metode quarre dengan menggunakan stimulansia ETRAT 1240 dan kedua penyadapan metode quarre tanpa stimulansia (kontrol). Dari hasil pengamatan selama selama 15 kali panen
getah dengan periode sadap 3 hari sekali maka dapat diketahui produktivitas getah
Berikut adalah hasil produktivitas rata-rata getah pinus.
Tabel 6 Produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (gram/quarre/panen)
Panen ke- Perlakuan
A1 A2 B1 B2 C1 C2
1 24,60 33,35 39,70 40,40 23,10 20,10
2 6,15 17,25 11,60 14,05 9,40 12,60
3 13,30 38,15 20,45 30,10 19,05 24,90
4 17,95 48,05 24,95 42,05 21,60 31,40
5 22,45 54,30 24,15 42,75 24,30 37,80
6 22,50 66,85 27,40 51,65 21,80 44,75
7 30,75 77,65 38,45 72,05 31,90 56
8 30,20 74,25 35,15 56,95 30,40 51,30
9 34,35 77,35 40 72,40 32,30 57,60
10 30,70 70,30 39 69,55 31,65 59,10
11 35,70 76,10 46 81,20 29,70 57,30
12 38,60 70,10 47,15 79,95 40,90 60,30
13 35,95 67,30 46,6 70,85 33,65 52,10
14 36,50 62,60 47,65 73,35 31,35 53,35
15 31,95 63,35 45,50 70,70 34,50 53,95
Total 411,65 896,95 533,75 868 415,6 672,55
Rata-Rata
per panen 27,44 59,80 35,58 57,87 27,71 44,84
Rata-Rata
gram/hari 9,15 19,93 11,86 19,29 9,24 14,95
Keterangan :
A1 = P. merkusii kontrol
A1 = P. merkusii menggunakan ETRAT B1 = P. oocarpa kontrol
B2 = P. oocarpa menggunakan ETRAT C1 = P. insularis kontrol
C2 = P. insularis menggunakan ETRAT
Berdasarkan Tabel 6, produktivitas tertinggi terdapat pada perlakuan P. merkusii menggunakan ETRAT dengan rata-rata produktivitas getah sebesar 19,93 g/quarre/hari, sedangkan untuk produksi rata-rata terendah adalah perlakuan kontrol pada P. merkusii sebesar 9,15 g/quarre/hari. Dari masing-masing perlakuan untuk setiap jenis pinus terlihat perbedaan produktivitas getah
Pada pemanenan pertama, hasil rata-rata produktivitas getah pada ketiga
jenis pinus cukup tinggi karena keluarnya deposit getah dari sel-sel parenkim.
Saat pinus berusaha melakukan reaksi terhadap pelukaan kedua, deposit getah
telah berkurang banyak untuk menanggapi reaksi stres pada pelukaan pertama.
Hal ini menyebabkan persediaan getah di dalam pohon sangat sedikit sehingga
pada pemanenan getah yang kedua produktivitas rata-rata pada ketiga jenis pinus
menurun. Pada pelukaan ketiga, ketiga jenis pohon pinus sudah dapat beradaptasi
dengan membentuk getah yang baru, sehingga hasil produktivitas rata-rata pada
setiap perlakuan di pemanenan ketiga kembali meningkat. Menurut Santosa
(2011), produktivitas yang masih rendah pada awal periode penyadapan sampai
dengan 12 hari disebabkan pemberian ZPT memerlukan waktu untuk
mempengaruhi metabolisme sekunder. ZPT (ethylene) membutuhkan waktu untuk mengubah bentuk dari cair menjadi gas di dalam jaringan tanaman. Setelah itu
proses untuk membangkitkan ethylene di dalam tanaman pun memerlukan waktu hingga tercapainya proses metabolisme sekunder (pembentukan getah) dapat
berjalan dengan stabil.
Secara umum, kecenderungan hasil rata-rata produktivitas getah
menggunakan ETRAT ditampilkan pada Gambar 7.
Gambar 7 Grafik kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen). 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Dari Gambar 7, terlihat setelah panen kedua produksi getah dari ketiga jenis
pinus mengalami peningkatan. Produktivitas yang paling tinggi terdapat pada
perlakuan menggunakan ETRAT pada P. merkusii diikuti dengan pengunaan ETRAT pada P. oocarpa. Dari panen pertama sampai pada panen ke 10 produktivitas getah P. merkusii berada pada tingkat paling atas diantara pinus yang lain, namun pada panen ke 11 produktivitas P. oocarpa mencapai tingkat produktivitas yang lebih tinggi. Peningkatan produktivitas P. oocarpa pada panen ke-11 menunjukkan bahwa respon yang dibutuhkan P. oocarpa terhadap stimulansia ETRAT lebih lama dibanndingkan dengan P. merkusii. Tingkat produktivitas getah P. oocarpa yang tinggi di Hutan Pendidikan Gunung Walat dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya. P. oocarpa akan mengalami pertumbuhan yang sangat baik pada ketinggian antara 600-800 mdpl, pada suhu 13-23° C
dengan curah hujan antara 650-2000 mm per tahun (CABI, 2002). Produktivitas
P. insularis dengan menggunakan stimulansia ETRAT memiliki nilai lebih kecil dari P. merkusii dan P. oocarpa, karena getah P. insularis yang keluar cepat mengalami koagulasi sehingga mempercepat penutupan jaringan saluran resin.
Pada panen ke 8 produktivitas getah pada masing-masing perlakuan jenis pinus
mengalami penurunan, hal ini dipengaruhi oleh hujan. Menurut Sugiyono (2001)
pada suhu yang rendah dan kelembaban yang tinggi, getah yang membeku akan menyumbat saluran getah dan muara akan tertutup akibatnya getah yang mengalir
akan terhenti. Hasil rata-rata produktivitas getah tanpa menggunakan stimulansia
Gambar 8 Grafik kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus tanpa menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen).
Berdasarkan Gambar 8, rata-rata produktivitas pada ketiga jenis pinus lebih
kecil dibandingkan dengan perlakuan yang mengunakan ETRAT. P.oocarpa
memiliki rata-rata produktivitas tertinggi dengan nilai sebesar 11,86 g/quarre/hari, diikuti oleh P. insularis dan P.merkusii dengan nilai masing-masing sebesar 9,24 g/quarre/hari dan 9,15 g/quarre/hari
Produktivitas getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
faktor dari dalam pohon itu sendiri seperti jenis, diameter dan umur tegakan.
Menurut Wibowo (2006) pengaruh diameter pohon pinus berhubungan dengan
getah pinus yang dihasilkan, sehingga dengan adanya pertumbuhan diameter
pohon menyebabkan volume kayu gubal semakin besar. Oleh karena itu, semakin
besar volume kayu gubal, maka saluran getah yang terkandung pada pohon pinus
akan semakin banyak dan produksi getah pinus akan semakin meningkat. Selain
itu, produktivitas getah pinus juga dipengaruhi oleh faktor tempat tumbuh pohon
dan perlakuan yang diberikan terhadap pohon seperti cara penyadapannya.
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
[image:32.595.111.518.88.310.2](a) (b)
(c) (d)
[image:33.595.163.499.110.700.2]
(e) (f)
Pada Gambar 9 terlihat perbedaan warna getah untuk masing-masing jenis
pinus. Getah P. merkusii memiliki warna kuning cerah. Warna getah P. oocarpa
kuning keputihan, sementara warna getah P. insularis cendrung putih dan bertekstur menggumpal seperti gula pasir.
Mengacu kepada Tabel 6, maka dapat dihitung persentase peningkatan
produktivitas getah menggunakan stimulansia ETRAT. Persentase peningkatan
produktivitas getah yang paling tinggi adalah pemberian stimulansia ETRAT pada
P. merkusii sebesar 117,81% dari kontrol (tanpa ETRAT) diikuti oleh P. insularis
sebesar 76,19%. Pada pengamatan di lapangan, peningkatan produktivitas getah
dengan menggunakan ETRAT pada P. oocarpa tidak berbeda jauh dengan P. merkusii, namun untuk produktivitas jumlah getah pada kontrol jauh lebih banyak terdapat pada jenis P. oocarpa sehingga pemberian stimulansia pada P. oocarpa
hanya menambah produktivitas sebesar 62,65%. Dilihat dari masing-masing
perlakuan dari ketiga kelompok terlihat jelas bahwa ada perbedaan produktivitas
getah. Untuk perlakuan kontrol rata-rata produktivitas 30,25 (gram/quarre/hari), sedangkan untuk penggunaan ETRAT pada kelompok pinus diperoleh rata-rata
produktivitas 54,17 (gram/quarre/hari).
5.3 Pengaruh Stimulansia terhadap Produktivitas penyadapan Getah Pinus Untuk mengetahui pengaruh pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap
produktivitas penyadapan pada masing-masing jenis pinus dilakukan pengolahan
statistik terhadap data hasil pengukuran. Hasil pengujian analisis ragam
menunjukkan bahwa pemberian ETRAT 1240 pada ketiga jenis pinus
memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas masing-masing jenis pinus pada tingkat kepercayaan 95% (α = 0,05). Hal ini ditunjukkan dengan nilai F hitung sebesar 3,3834003 lebih besar dari F tabel pada tingkat nyata 5% yaitu
sebesar 3,079. Demikian juga halnya untuk tingkat perlakuan pada ketiga jenis
pinus menunjukkan pengaruh yang nyata. Hal ini ditunjukkan dengan nilai F
hitung 50,390321 lebih besar dari F tabel yaitu 3,927. Analisis ragam pengaruh
pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan pinus
Tabel 7 Analisis ragam pengaruh pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap produktivitas pada ketiga jenis pinus (gram/quarre/hari)
Sumber keragaman
Derajat bebas
Jumlah kuadrat
Kuadrat
tengah Fhitung F0,05
Kelompok 2 256,165 128,082 3,3834003* 3,079
Perlakuan 1 1907,576 1907,576 50,390321* 3,927
Galat 2 4315,605 37,856
Total 5 6612,672
*Nyata = Fhitung > F0,05
Oleh karena pada keragaman kelompok memiliki pengaruh yang nyata
terhadap produktivitas pinus, maka analisis lanjutan dilanjutkan dengan Uji
Duncan yang disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Hasil Uji Duncan pengaruh pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan pada ketiga jenis pinus
Jenis Pinus N Produktivitas rata-rata (gram/quarre/hari)
P. merkusii 20 19,9322a
P. oocarpa 20 19,2889ab
P. insularis 20 14,9456b
Huruf superscript yang berbeda dalam kolom “Produktivitas rata-rata”menunjukkan nilai yang berbeda nyata (P<0.05)
Hasil Uji Duncan membandingkan pengaruh jenis pinus terhadap pemberian
ETRAT 1240. Seperti yang terlihat pada Tabel 8 huruf superscript yang ditunjukkan memberikan arti yang tidak terlalu signifikan antara jenis P. merkusii
dengan P. oocarpa, demikian juga antara P. oocarpa dengan P. insularis. Namun untuk P. merkusii dengan P. insularis memiliki nilai yang sangat berbeda nyata, ini dibuktikan dengan huruf superscript yang berbeda.
5.4 Analisis Biaya Penggunaan Stimulansia
Dalam penelitian ini juga dilakukan analisis biaya untuk mengetahui
seberapa besar tambahan pendapatan dari penggunaan stimulansia terhadap
masing-masing jenis pinus. Analisis biaya terdiri atas biaya stimulansia ETRAT
per quarre/hari, peningkatan produktivitas getah dan pendapatan hasil getah per
Tabel 9 Analisis biaya stimulansia
Jenis pinus
Biaya stimulansia (Rp/quarre/
hari)
Peningkatan produktivitas
getah (g/quarre/hari)
Pendapatan hasil peningkatan
getah (Rp/quarre/hari)
Nilai tambah penggunaan
stimulansia (Rp/quarre/hari)
1 2 3 4(3-1)
P. merkusii 4 10,78 80,85 76,85
P. oocarpa 4 7,43 55,73 51,73
P. insularis 4 7,04 52,80 48,80 Keterangan :
1 = Biaya stimulansia (Rp/quarre/hari)
2 = Produksi getah dengan menggunakan stimulansia – produksi getah kontrol 3 = s(2 : 1000)% * Rp 7.500
Stimulansia yang digunakan adalah ETRAT 1240 dengan harga Rp
12.000/liter. Asumsi untuk penggunaan stimulansia setiap koakan adalah 1 ml dan harga getah pinus di pasaran sebesar Rp 7.500/kg. Harga stimualansia ETRAT
1240 diperoleh dari CV. Permata Hijau Lestari yang merupakan produsen produk
tersebut, sedangkan harga getah pinus berasal dari harga jual getah pinus di Hutan Pendidikan Gunung Walat.
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa nilai tambah yang paling tinggi terdapat
pada jenis P. merkusii sebesar Rp 76,85/quarre/hari diikuti dengan P. oocarpa
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Pemberian stimulansia ETRAT 1240 pada ketiga jenis pinus (P. merksuii, P. oocarpa, dan P. insularis) memberikan pengaruh terhadap produktivitas getah pinus.
2. Penggunaan ETRAT 1240 pada P. merkusii menghasilkan rata-rata produktivitas penyadapan sebesar 19,93 gram/quarre/hari, P. oocarpa sebesar 19,29 gram/quarre/hari dan P. insularis sebesar 14,95 gram/quarre/hari. 3. Penggunaan ETRAT 1240 menghasilkan nilai tambah produktivitas
penyadapan sebesar Rp 76,85/quarre/hari untuk P. merkusii, Rp 51,73/quarre/hari untuk P. oocarpa, dan Rp 48,80/quarre/hari untuk P. insularis.
6.2 Saran
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai periode pelukaan quarre
untuk jenis P. oocarpa dan P. insularis.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui produktivitas getah
jenis P. oocarpa dan P. insularis dengan teknik penyadapan metode lain antara lain dengan metode bor.
3. Perlu dilakukan penelitian terkait dengan penyebaran getah dan kerapatan
PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA
PENYADAPAN GETAH
Pinus merkusii, Pinus oocarpa,
DAN
Pinus insularis
DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
EHARAPENTA TARIGAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
DAFTAR PUSTAKA
Anggita NB. 2012. Rendemen dan Kualitas Gondorukem dan Terpentin Hasil Pengolahan Getah Pinus (Pinus merkusii) Setelah Penyimpanan [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
Azis F. 2010. Peningkatan produktivitas getah pinus melalui penggunaan stimulansia organik [skripsi]. Bogor: Departemen Manajemen Hutan Fakultas Kehutanan IPB Bogor.
Budiatmoko SD. 2007. Stimulansia. Duta Rimbai Edisi 19/Th. 2/ September 2007. Hal 30-31.
[CABI]. 2002. Pines of Silvicultural Importance. New York : Publishing
Departemen Kehutanan. 1991. Indonesia Wood Atlas. Bogor: Pusat Pendidikan dan Pengembangan Hasil Hutan.
Departemen Kehutanan. 1999. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 Tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kehutanan. Jakarta : Dephut.
Departemen Kehutanan. Direktorat Perbenihan Tanaman Hutan. 2001. Informasi singkat benih Pinus merkusii Junght. Et deVriese. Jakarta.
Dewi IR. 2008. Peranan dan Fungsi Fitohormon bagi Pertumbuhan Tanaman [makalah]. Bandung: Fakultas Pertanian. Universitas Padjadjaran Bandung.
Doan ANG. 2007. Ciri-ciri Fisik Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) Banyak Menghasilkan Getah dan Pengaruh Pemberian Stimulansia serta Kelas Umur terhadap Produksi Getah Pinus di RPH Sawangan dan RPH Kemiri KPH Kedu Selatan, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
[FAHUTAN IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 1989. Penyempurnaan Cara Penyadapan Getah Pinus Untuk Peningktan Produksi getah. Laporan Penelitian Fakultas Kehutanan IPB dan Perum Perhutani.
[FAHUTAN IPB] Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 2009. Rencana Pembangunan Hutan Pendidikan Gunung Walat 2009-2013. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
FAO. 2010. Resin. http://www.fao.org. ( 17 Desember 2011)
Gardner FP, Pearce RB, Mitchell RL. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Kamilla H. 2004. Analisis Biaya Produksi di Pabrik Gondorukem dan TerpetinCimanggu, KPH Banyumas Barat, Perum Perhutani Unit I Jawa Tengah.Skripsi Sarjana. Jurusan Teknologi Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan,Institut pertanian Bogor. Bogor.
Kramer PJ, Kozlowski TT. 1960. Physiologi of trees. New York: McGraw-Hill Book Company.
Matangaran JR. 2006. Catatan untuk Penyadap Getah Pinus. Duta Rimba
edisi8/th.1/30 September – 30 Oktober 2006: 22-23.
Mirov NT. 1964. The Genus Spesies. New York : The Roland Press Company. Pandit IKN, Kurniawan D. 2008. Struktur Kayu: Sifat Kayu sebagai Bahan Baku
dan Ciri Diagnostik Kayu Perdagangan Indonesia. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Panshin A, Carl de Zeeuw. 1977. Textboox of Wood Technology (Structure, Identification, Properties and Uses of the Commercial Woods of the United States and Canada. Fourth Edition.United Staties of America: McGraw-Hill Book Company.
Perhutani. 2006. Gondorukem produksi nonkayu yang menjanjikan.
http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=154192. (20 Desember 2011).
Rahmawati. 2004. Hubungan Diameter Batang terhadap Produksi Getah Pinus (Pinus merkusii Jungh et de Vriese) di RPH Cipayung, BKPH Bogor, KPH Bogor barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Santosa G. 2011. Pengaruh Pemberian ETRAT terhadap peningkatan Produktivitas Penyadapan Getah Pinus (Studi Kasus di KPH Sukabumi Perum Perhutani Unit III Jawa Barat dan Banten). Laporan Penelitian. Bogor: Fakultas Kehutanan IPB.
Siregar IZ. 2000. Genetic Aspect of the reproductive system of Pinus merkusii Jungh. et de Vriese in Indonesia. Gottingen : cuvillier verlag.
Soetomo. 1971. Pemungutan dan Pengolahan Getah Pinus. KPH Pekalongan Timur.
Sudrajat R, Setyawan D, Sumadiwangsa S. 2002. Pengaruh Diameter Pohon, Umur dan Kadar Stimulan Terhadap Produktivitas Getah Pinus. Buletin Penelitian Hasil Hutan. Vol 20 No.2 tahun 2002. Hal.143-154.
Sugiyono Y. 2001. Peningkatan Produksi Getah Pinus. Duta Rimba
Suhardi, Sosef MSM, Laming PB & ILIC J . 1994. Pinus L. Dalam Lemmens, R H M J & Soerianegara I. (Eds.): Tanaman Sumber Daya Asia Tenggara No 5 (1). Kayu pohon: kayu komersial Mayor. Prosea Foundation, Bogor, Indonesia. pp 349-357.
Waluyo TK. 2009. Komponen Minyak Terpentin Pinus Eksotis Asal Aek Nauli Sumatera Utara. Buletin Hasil Hutan. Vol. 15 No, 2 Oktober 2009. Hal 89-94.
Wibowo. 2006. Produktivitas Penyadapan Getah Pinus merkusii Jungh Et De Vriese dengan System Koakan (Quarre System) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Kabupaten Sukabumi Jawa Barat. [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA
PENYADAPAN GETAH
Pinus merkusii, Pinus oocarpa,
DAN
Pinus insularis
DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
EHARAPENTA TARIGAN
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA
PENYADAPAN GETAH
Pinus merkusii, Pinus oocarpa,
DAN
Pinus insularis
DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT
EHARAPENTA TARIGAN
SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
RINGKASAN
Eharapenta Tarigan. E14080029. Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA
Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Salah satu diantaranya adalah pohon pinus. Pohon pinus dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, selain itu pohon pinus juga menghasilkan getah yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terdapat 3 jenis pinus yang berbeda yaitu P. merkusii, P. oocarpa, dan P. insularis. Cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus adalah dengan melakukan penyempurnaan penyadapan dan penggunaan stimulansia yang optimal. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat produktivitas getah pinus yang sudah diketahui adalah P. merkusii yang telah menggunakan stimulansia ETRAT. Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian mengenai penggunaan stimulansia ETRAT terhadap produktivitas getah pinus khususnya P. oocarpa dan P.
insularis.
Penelitian ini menggunakan 40 pohon untuk masing-masing jenis pinus, 20 pohon digunakan sebagai kontrol (tanpa stimulansia) dan 20 pohon lainnya menggunakan stimulansia. Periode pengambilan getah dilakukan 3 hari sekali dengan total pengamatan sebanyak 15 kali. Hasil pengamatan ditimbang menggunakan timbangan digital.
Berdasarkan penelitian, rata-rata produktivitas tertinggi adalah P. merkusii
yang menggunakan ETRAT sebesar 19,93 gram/quarre/hari diikuti oleh P. oocarpa dan P. insularis dengan nilai masing-masing sebesar 19,29 gram/quarre/hari dan 14,95 gram/quarre/hari. Persentase peningkatan getah setelah menggunakan stimulansia ETRAT pada P. merkusii sebesar 117,81%, P. oocarpa 62,85% dan P. insularis sebesar 76,19%. Penggunaan stimulansia ETRAT menghasilkan nilai tambah produktivitas penyadapan sebesar Rp 76,85/quarre/hari untuk P. merkusii, Rp 51,73/quarre/hari untuk P. oocarpa, dan Rp 48,8/quarre/hari untuk P. insularis.
Penggunaan stimulansia ETRAT memberikan pengaruh produktivitas getah pinus pada ketiga jenis pinus. Berdasarkan Uji Duncan, perlakuan pemberian stimulanisa ETRAT pada P. oocarpa tidak berbeda nyata terhadap P. merkusii
dan P. insularis. Pemberian stimulansia ETRAT memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah P. merkusii dan P. insularis.
SUMMARY
Eharapenta Tarigan. E14080029. The Use of Stimulant ETRAT for Pine Resin Tapping at Pinus merkusii, Pinus oocarpa and Pinus insularis in Gunung Walat University Forest. Under Supervision of GUNAWAN SANTOSA
Indonesia has the level of biodiversity that is high enough. One of them is pine tree. Pine trees can be used as a timber, but it also produce resin that can be processed into Gumrosin and turpentine. In Gunung Walat University Forest has 3 species kind of pine are P. merkusii, P. oocarpa, and P. insularis. Pine tapping productivity can methode by increase tapping technique and optimally at using stimulant. In Gunung Walat University Forest only pine tapping productivity from
P. merkusii had be knowing. Therefore, it is necessary to research about productivity Pine resin the use of stimulant ETRAT especially P. oocarpa and P. insularis.
The research uses 40 trees for each species of pine, 20 trees are used as control (without the stimulant) and 20 other trees using stimulant. The periode treatments resin collecting once 3 days with total observation as many 15 times. The observation weighed use scales digital.
Based on this research, the highest average productivity is P. merkusii the use of stimulant ETRAT treatment that is 19,93 grams/quarre/day, followed by P. oocarpa and P. insularis with respective 19,29 grams/quarre/day and 14,95 grams/quarre/day. The percentage of increase in the resin after using stimulant ETRAT on P. merkusii that is equal 117,81%, 62,85% for P. oocarpa and 76,19% for P. insularis. The use of stimulant ETRAT value-added productivity of the pine resin tapping amound Rp 76,85/quarre/day for P. merkusii, Rp 51,73/quarre/day for P. oocarpa, and Rp 48,8/quarre/day for P. insularis.
The use of stimulant ETRAT influence productivity of pine tapping all three species of pine. Based on Duncan test, the treatment of stimulant ETRAT on P. oocarpa is no diffrent to P. merkusii and P. insularis. The use of stimulant ETRAT influence research showed productivity the tapping P. merkusii with P. insularis.
LEMBAR PENGESAHAN
Judul Skripsi : Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan
Pendidikan Gunung Walat
Nama : Eharapenta Tarigan
NRP : E14080029
Menyetujui:
Dosen Pembimbing,
Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS
NIP. 19641102 198803 1 002
Mengetahui:
Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,
Dr. Ir. Didik Suharjito, MS
NIP. 19630401 199403 1 001
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan
Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan
Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah
digunakan