• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA PENYADAPAN GETAH Pinus merkusii, Pinus oocarpa, DAN Pinus insularis DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA PENYADAPAN GETAH Pinus merkusii, Pinus oocarpa, DAN Pinus insularis DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT"

Copied!
56
0
0

Teks penuh

(1)

PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA

PENYADAPAN GETAH Pinus merkusii, Pinus oocarpa, DAN Pinus insularis DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

EHARAPENTA TARIGAN

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(2)

PENGGUNAAN STIMULANSIA ETRAT PADA

PENYADAPAN GETAH Pinus merkusii, Pinus oocarpa, DAN Pinus insularis DI HUTAN PENDIDIKAN GUNUNG WALAT

EHARAPENTA TARIGAN

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012

(3)

RINGKASAN

Eharapenta Tarigan. E14080029. Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat. Dibimbing oleh GUNAWAN SANTOSA

Indonesia memiliki tingkat keanekaragaman hayati yang cukup tinggi. Salah satu diantaranya adalah pohon pinus. Pohon pinus dapat dimanfaatkan sebagai kayu pertukangan, selain itu pohon pinus juga menghasilkan getah yang dapat diolah menjadi gondorukem dan terpentin. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) terdapat 3 jenis pinus yang berbeda yaitu P. merkusii, P. oocarpa, dan P.

insularis. Cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus adalah dengan melakukan penyempurnaan penyadapan dan penggunaan stimulansia yang optimal. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat produktivitas getah pinus yang sudah diketahui adalah P. merkusii yang telah menggunakan stimulansia ETRAT.

Oleh karena itu, diperlukan adanya penelitian mengenai penggunaan stimulansia ETRAT terhadap produktivitas getah pinus khususnya P. oocarpa dan P.

insularis.

Penelitian ini menggunakan 40 pohon untuk masing-masing jenis pinus, 20 pohon digunakan sebagai kontrol (tanpa stimulansia) dan 20 pohon lainnya menggunakan stimulansia. Periode pengambilan getah dilakukan 3 hari sekali dengan total pengamatan sebanyak 15 kali. Hasil pengamatan ditimbang menggunakan timbangan digital.

Berdasarkan penelitian, rata-rata produktivitas tertinggi adalah P. merkusii yang menggunakan ETRAT sebesar 19,93 gram/quarre/hari diikuti oleh P.

oocarpa dan P. insularis dengan nilai masing-masing sebesar 19,29 gram/quarre/hari dan 14,95 gram/quarre/hari. Persentase peningkatan getah setelah menggunakan stimulansia ETRAT pada P. merkusii sebesar 117,81%, P.

oocarpa 62,85% dan P. insularis sebesar 76,19%. Penggunaan stimulansia ETRAT menghasilkan nilai tambah produktivitas penyadapan sebesar Rp 76,85/quarre/hari untuk P. merkusii, Rp 51,73/quarre/hari untuk P. oocarpa, dan Rp 48,8/quarre/hari untuk P. insularis.

Penggunaan stimulansia ETRAT memberikan pengaruh produktivitas getah pinus pada ketiga jenis pinus. Berdasarkan Uji Duncan, perlakuan pemberian stimulanisa ETRAT pada P. oocarpa tidak berbeda nyata terhadap P. merkusii dan P. insularis. Pemberian stimulansia ETRAT memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah P. merkusii dan P. insularis.

Kata Kunci : Jenis pinus, produktivitas getah pinus, stimulansia ETRAT.

(4)

SUMMARY

Eharapenta Tarigan. E14080029. The Use of Stimulant ETRAT for Pine Resin Tapping at Pinus merkusii, Pinus oocarpa and Pinus insularis in Gunung Walat University Forest. Under Supervision of GUNAWAN SANTOSA

Indonesia has the level of biodiversity that is high enough. One of them is pine tree. Pine trees can be used as a timber, but it also produce resin that can be processed into Gumrosin and turpentine. In Gunung Walat University Forest has 3 species kind of pine are P. merkusii, P. oocarpa, and P. insularis. Pine tapping productivity can methode by increase tapping technique and optimally at using stimulant. In Gunung Walat University Forest only pine tapping productivity from P. merkusii had be knowing. Therefore, it is necessary to research about productivity Pine resin the use of stimulant ETRAT especially P. oocarpa and P.

insularis.

The research uses 40 trees for each species of pine, 20 trees are used as control (without the stimulant) and 20 other trees using stimulant. The periode treatments resin collecting once 3 days with total observation as many 15 times.

The observation weighed use scales digital.

Based on this research, the highest average productivity is P. merkusii the use of stimulant ETRAT treatment that is 19,93 grams/quarre/day, followed by P.

oocarpa and P. insularis with respective 19,29 grams/quarre/day and 14,95 grams/quarre/day. The percentage of increase in the resin after using stimulant ETRAT on P. merkusii that is equal 117,81%, 62,85% for P. oocarpa and 76,19%

for P. insularis. The use of stimulant ETRAT value-added productivity of the pine resin tapping amound Rp 76,85/quarre/day for P. merkusii, Rp 51,73/quarre/day for P. oocarpa, and Rp 48,8/quarre/day for P. insularis.

The use of stimulant ETRAT influence productivity of pine tapping all three species of pine. Based on Duncan test, the treatment of stimulant ETRAT on P.

oocarpa is no diffrent to P. merkusii and P. insularis. The use of stimulant ETRAT influence research showed productivity the tapping P. merkusii with P.

insularis.

Keywords : Species of pine, productivity of pine resin, stimulant ETRAT.

(5)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan

Pendidikan Gunung Walat Nama : Eharapenta Tarigan

NRP : E14080029

Menyetujui:

Dosen Pembimbing,

Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS NIP. 19641102 198803 1 002

Mengetahui:

Ketua Departemen Manajemen Hutan IPB,

Dr. Ir. Didik Suharjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001

Tanggal Lulus :

(6)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun.

Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Desember 2012

Eharapenta Tarigan NIM E14080029

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Munte, Sumatera Utara pada tanggal 12 Juni 1990 sebagai anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Ayahanda Tempoh Tarigan dengan Ibunda Teramin br Perangin angin. Penulis memulai pendidikan di Sekolah Dasar Negeri 040506 Munte, Kabupaten Karo pada tahun 1996 dan lulus pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Swasta Bunda Mulia di Saribudolok pada tahun 2002 sampai pada tahun 2005. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMA Swasta Van Duynhoven di Saribudolok pada tahun 2005 sampai pada tahun 2008, selanjutnya pada tahun yang sama penulis diterima sebagai Mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan.

Selain kegiatan akademis, penulis juga aktif di sejumlah organisasi kemahasiswaan yakni sebagai staff Departemen Kewirausahaan Badan Eksekutif Fakultas Kehutanan (2009-2010). Pada tahun yang sama penulis juga aktif di UKM KEMAKI (Keluaga Mahasiswa Katolik IPB) di Divisi Kerohanian. Selain aktif di dalam kampus, penulis juga aktif di luar kampus yaitu sebagai Wakil Sekretaris Jendral di PMKRI Cab. Bogor (Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia) pada tahun 2011-2012.

Selama menempuh pendidikan, penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Sancang Barat dan Kamojang, Praktek Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Praktek Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA Sarmiento Parakantja Timber, Kalimantan Tengah, serta melakukan magang di Litbang Kehutanan Bogor (KOFFCO SYSTEM). Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan judul

“Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat” di bawah bimbingan Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS.

(8)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas berkat dan penyertaan yang tak berkesudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul ”Penggunaan Stimulansia ETRAT pada Penyadapan Getah Pinus merkusii, Pinus oocarpa dan Pinus insularis di Hutan Pendidikan Gunung Walat”, yang dilaksanakan pada bulan Mei-Juli 2012. Skripsi ini disusun sebagai salah satu persyaratan kelulusan program mayor minor Strata Satu di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyadari sepenuhnya, bahwasannya skripsi yang tentunya didasarkan pada sudut pandang dan bekal pengetahuan yang penulis miliki ini masih jauh dari sempurna. Keluasan sudut pandang dan pengetahuan yang pembaca miliki akan sangat bermanfaat untuk kritik dan saran sehingga membantu menyempurnakan tulisan ini. Semoga skripsi ini berfungsi dan memberikan manfaat sebagaimana yang seharusnya bagi pihak-pihak yang membutuhkan.

Bogor, Desember 2012

Eharapenta Tarigan

(9)

UCAPAN TERIMAKASIH

Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam terselesaikannya skripsi ini:

1. Ayahanda Tempoh Tarigan dan Ibunda tersayang Teramin br Perangin angin serta kakak Salsalinaita br Tarigan dan adik Salvionita br Tarigan yang telah memberikan inspirasi, dorongan moral dan material, rasa kasih sayang dan doanya kepada penulis.

2. Dr. Ir. Gunawan Santosa, MS. selaku dosen pembimbing serta atas arahan, nasehat, dan bimbingannya dalam menyelesaikan karya ilmiah ini.

3. Dr. Lina Karlinasari, S. Hut, MSc F. Trop. selaku dosen penguji perwakilan dari Departemen Teknologi Hasil Hutan yang telah memberikan masukan dalam penulisan karya ilmiah ini.

4. Dr. Ir. Ahmad Budiaman, MSc. selaku ketua sidang dalam ujian komprehensif yang telah memberikan saran terkait penulisan karya ilmiah ini.

5. Seluruh karyawan Hutan Pendidikan Gunung Walat yang telah memberikan bantuan dalam pelaksanaan penelitian.

6. Lili, Suspendi dan Uus Suhendar, S.Pd yang telah membantu dalam proses pengambilan data.

7. Ika Nugraha Darmastuti, S.Hut yang telah membantu dan memberikan semangat dalam peneltian.

8. Teman-teman satu bimbingan penelitian Linda Lestari, Nani Wahyuni, Nidya Bela dan M. Zainur yang selalu memberikan semangat, bantuan dan dukungan dalam penelitian.

9. Semua teman-teman seperjuangan Manajemen Hutan dan FAHUTAN angkatan 45 yang telah memberikan bantuan, semangat dan dukungannya.

10. Dwi Oki Pramudya dan Muhammad Riza Abdillah atas segala dukungan dan pengorbanan serta keceriaan persahabatan yang diberikan selama ini.

11. Keluarga besar Nirvana atas kebersamaan, semangat, dan dukungan moral yang diberikan selama penulis tinggal di Nirvana.

12. Semua pihak yang telah membantu yang tidak bisa disebutkan satu per satu.

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 2

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)... 4

2.2 Penyebaran Pinus di Asia Tenggara ... 4

2.3 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus merkusii ... 5

2.4 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus oocarpa ... 6

2.5 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus insularis ... 8

2.6 Struktur Anatomi Kayu Konifer ... 11

2.7 Pinus Sebagai Penghasil Getah dan Mekanisme Pembentukan Getah ... 12

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus ... 13

2.9 Stimulansia dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) ... 14

2.10 Penyadapan Getah Pinus ... 15

BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu ... 16

3.2 Alat dan Bahan ... 16

3.3 Metode Pengumpulan Data ... 16

3.3.1 Metode pengumpulan data sekunder ... 16

3.3.2 Metode pengumpulan data primer ... 16

3.4 Rancangan Percobaan ... 18

3.5 Analisis Data ... 19

3.5.1 Analisis pengaruh masing-masing perlakuan ... 19

3.5.2 Analisis biaya penerapan stimulanisa ... 20

(11)

BAB IV KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat ... 22

4.2 Letak dan Luas Areal ... 23

4.3 Topografi dan Iklim ... 24

4.4 Tanah dan Hidrologi ... 24

4.5 Vegetasi ... 24

4.6 Penduduk... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian ... 26

5.2 Produktivitas Getah Pinus dengan Metode Quarre Menggunakan Stimulansia ETRAT 1240 ... 27

5.3 Pengaruh Stimulansia terhadap Produktivitas Penyadapan Getah Pinus ... 34

5.4 Analisis Biaya Penggunaan Stimulansia... 35

BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ... 37

6.2 Saran ... 37

DAFTAR PUSTAKA ... 38

LAMPIRAN ... 41

(12)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara ... 5

2. Klasifikasi umum P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis... 10

3. Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood) ... 12

4. Bagan rancangan percobaan ... 18

5. Analisis of Variance (ANOVA) ... 19

6. Produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (gram/quarre/hari)... 29

7. Analisis ragam pengaruh pemberian stimulansia ETRAT 1240 terhadap produktivitas pada ketiga jenis pinus (gram/quarre/hari) ... 35

8. Hasil Uji Duncan pengaruh pemberian ETRAT 1240 terhadap produktivitas penyadapan pada ketiga jenis pinus ... 35

9. Analisis biaya stimulansia ... 36

(13)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. (a) Batang P. merkusii ... 6

(b) buah dan daun P. merkusii ... 6

2. (a) Batang P. oocarpa... 8

(b) buah dan daun P. oocarpa ... 8

3. (a) Batang P. insularis ... 9

(b) buah dan daun P. insularis ... 9

4. Sketsa lokasi HPGW ... 23

5. Tempat lokasi penelitian di Blok Cikatomas... 26

6. Pohon (a) P. merkusii, (b) P. oocarpa, (c) P. insularis ... 27

7. Grafik kecendrungan produktivitas rata-rata getah pinus menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen) ... 30

8. Grafik kecendrungan produktivitas rata-rata getah pinus tanpa menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen) ... 32

9. Kondisi getah pinus pada masing-masing jenis pinus ... 33

(14)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang

Hutan mempunyai manfaat penting bagi kehidupan, yaitu adanya hasil hutan berupa kayu dan non kayu. Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) merupakan sumber daya alam yang sangat melimpah di Indonesia dan memiliki prospek yang sangat baik untuk dikembangkan. Hasil Hutan Bukan Kayu memiliki nilai yang jauh lebih ekonomis dibandingkan dengan nilai kayu yang sampai saat ini masih dianggap sebagai produk utama. Hasil Hutan Bukan Kayu penting untuk kelestarian sebab proses panen biasanya dapat dilakukan secara lestari dan tanpa kerusakan hutan, salah satunya dengan memanfaatkan HHBK berupa getah pinus.

Getah pinus sebagai komoditi hasil hutan bukan kayu yang penting dalam bidang kehutanan serta memberikan manfaat bagi industri.

Berdasarkan FAO (2010), Indonesia memiliki urutan terbesar kedua dalam perdagangan getah pinus internasional. Produksi getah dari Cina sebesar 430.000 ton (60% dari total produksi di dunia) sedangkan Indonesia menghasilkan 69.000 ton (10% dari total produksi di dunia). Menurut data Perhutani (2006), getah pinus merupakan salah satu komoditi yang memiliki jumlah permintaan tinggi baik di pasar lokal maupun internasional dimana 80% produksinya dialokasikan untuk kebutuhan ekspor. Pada saat ini sumber getah pinus didominasi oleh jenis Pinus merkusii. Selain dari jenis P. merkusii masih ada jenis pinus lain yang getahnya bisa dimanfaatkan, beberapa diantaranya adalah Pinus oocarpa dan Pinus insularis. Di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pemanfaatan getah P.

oocarpa dan P. insularis masih kurang optimal hal ini dimungkinkan akibat kualitas dan kuantitas getah yang dihasilkan lebih sedikit dari P. merkusii. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan produktivitas getah P.

oocarpa dan P. insularis dengan cara memberikan stimulansia.

(15)

Stimulansia merupakan zat yang diberikan kepada pohon pinus untuk mempercepat dan memperbanyak produksi getah. Namun, stimulansia dikenal sebagai cairan berbahan keras yaitu asam sulfat yang tidak ramah lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan penyadap getah. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan stimulansia organik dan Zat Pengatur Tumbuh yang lebih ramah lingkungan dan akan memberikan produktivitas getah yang lebih tinggi dibandingkan dengan penggunaan stimulansia anorganik.

1.2 Rumusan Masalah

Getah pinus merupakan hasil hutan yang penting untuk memenuhi kebutuhan industri. Seiring dengan pertumbuhan industri yang semakin pesat, permintaan getah pinus di Indonesia dan di dunia semakin meningkat.

Selama ini, jenis getah yang dimanfaatkan hanya berasal dari jenis P.

merkusii padahal masih ada jenis-jenis pinus lain yang getahnya bisa dimanfaatkan antara lain jenis P. oocarpa dan P. insularis. Salah satu cara untuk meningkatkan produktivitas getah pinus adalah dengan memberikan stimulansia.

Stimulansia yang digunakan adalah stimulansia organik demi kelestarian dan keselamatan kerja penyadap serta peningkatan produktivitas getah yang lebih tinggi.

1.3 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Menguji pengaruh penggunaan stimulansia ETRAT terhadap produktivitas getah P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis.

2. Menghitung nilai tambah produktivitas penyadapan getah P. merkusii, P.

oocarpa dan P. insularis setelah penggunaan stimulansia ETRAT.

(16)

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi semua pihak yang memerlukan informasi tentang produktivitas getah pinus khususnya P. oocarpa dan P. insularis yang telah menggunakan stimulansia ETRAT. Bagi pengelola Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk menambah informasi dan bahan pertimbangan untuk memanfaatkan getah P. oocarpa dan P. insularis. Bagi peneliti hasil penelitian ini diharapkan mampu berguna sebagai acuan dan informasi dalam pemecahan masalah dan pembuatan keputusan suatu kasus nyata yang terkait atau lainnya.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengertian Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK)

Menurut Undang-undang Pokok Kehutanan No. 41 Tahun 1999, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya serta jasa yang berasal dari hutan. Salah satu kelompok hasil hutan yang dikenal di Indonesia adalah Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK), yaitu semua hasil hutan baik berupa makhluk hidup nabati (kecuali kayu pertukangan dan kayu bakar) dan hewani, maupun jasa dari kawasan hutan.

Departemen Kehutanan (1991) menyatakan bahwa HHBK yang sudah dimanfaatkan sekitar 90 jenis, namun demikian hanya beberapa jenis saja yang sudah dikenal dalam perdagangan baik di dalam maupun diluar negeri, antara lain jenis tanaman dan kelompok tumbuhan tak berkayu, resin dan bahan karet, minyak atsiri dan lain-lain.

2.2. Penyebaran Pinus di Asia Tenggara

Pinus berasal dari era Mesozoic dimana fosilnya pertama kali ditemukan pada periode Jura yaitu sekitar 160-190 juta tahun yang lalu. Menurut Mirov (1964), pinus yang terdiri dari seratus jenis tersebar di beberapa kawasan di dunia, antara lain kawasan Amerika Utara, kawasan Artik, kawasan Eropa Barat, kawasan Asia Tenggara mencakup dareah China bagian selatan, semenanjung Indocina, Burma, Thailand, India bagian timur laut, Pilipina (Pulau Luzon bagian utara dan Mindoro), Kamboja,Vietnam dan Indonesia (Sumatera). Jenis pinus yang tumbuh di kawasan Asia Tenggara dapat dilihat pada Tabel 1.

(18)

Tabel 1 Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara

Jenis Pinus Daerah Penyebaran

Pinus armandi Barat laut Burma, Jepang selatan

Pinus dalatensis Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya

Pinus fenzeliana Pulau Hanian

Pinus kwangtungensis Propinsi Kwangtang, Thailand

Pinus griffithii Burma bagian utara, Pegunungan Himalaya Pinus roxburghii Pegunungan Himalaya bagian barat

Pinus massoniana Asia Timur, Indocina bagian barat daya Pinus merkusii Vietnam, Sumatera, Pilipina

Pinus yunnanensis Propinsi Yunan

Pinus insularis Pulau Luzon bagian utara

Sumber : Mirov (1964)

2.3 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus merkusii

Pinus merkusii Junght. Et de Vriese, memiliki nama lokal tusam yang tergolong kedalam famili Pinaceae. P. merkusii merupakan satu-satunya jenis pinus yang sebaran alaminya sampai di selatan khatulistiwa. Di Asia Tenggara menyebar di Burma, Thailand, Laos, Kamboja, Vietnam, Indonesia (Sumatra) dan Filipina (Pulau Luzon dan Mindoro). Tersebar pada 23°LU2°LS. Pinus ini dapat tumbuh pada ketinggian 301800 mdpl pada berbagai tipe tanah dan iklim dengan suhu tahunan rata-rata 19°28°C (Departemen Kehutanan, 2001).

Deskripsi botani tanaman P. merkusii di Departemen Kehutanan menyatakan pohon pinus memiliki batang lurus, silindris. Tajuk pohon muda berbentuk piramid, setelah tua lebih rata dan tersebar. Tegakan dapat mencapai tinggi 45 meter dengan diameter sampai 140 cm. Kulit pohon muda abu-abu, sesudah tua berwarna gelap dan alur mengarah ke dalam. Satu fasikel terdapat 2 helai daun dengan panjang 1625 cm. Buah P. merkusii berbentuk kerucut, silindris, panjang 510 cm, lebar 24 cm.

Menurut Siregar (2000), jenis P. merkusii memiliki bentuk batang bulat, lurus dengan kulit berwarna coklat tua, kasar dan beralur dalam serta memiliki tekstur halus dan licin saat diraba, memiliki permukaan mengkilap berwarna coklat kuning muda dan memiliki serat lurus dan memiliki tinggi rata-rata 2535 m dengan tajuk bundar. Berdasarkan karakteristik tempat tumbuhnya, P. merkusii dapat tumbuh pada ketinggian bervariasi antara 2002000 mdpl dan dapat tumbuh

(19)

dengan baik pada ketinggian diatas 400 mdpl dengan rata-rata curah hujan 15004000 mm/th. Jenis P. merkusii dapat tumbuh pada tempat kering maupun basah dengan iklim panas atau dingin dan dapat tumbuh secara optimal pada daerah yang memiliki curah hujan sepanjang tahun. Kayu pinus berwarna coklat- kuning muda, berat jenis rata-rata 0,55 dan termasuk kelas kuat III serta kelas awet IV.

(a) (b)

Gambar 1 (a) Batang P. merkusii, (b) buah dan daun P. merkusii.

2.4 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus oocarpa

Pinus oocarpa atau biasa disebut dengan karpa adalah salah satu jenis tanaman berasal dari Amerika Utara, penyebaran dari Meksiko Utara hingga Nicaragua Selatan. Menurut Velasques, et al., (2000) dalam Waluyo (2009).

Sebaran alami terluas di Amerika Tengah (Nicaragua, Honduras, El Savador, Guatemala dan Meksiko) terletak pada 12° LU28° LU, ketinggian 2502.400 mdpl. Karpa juga telah ditanam di wilayah tropis dan Subtropis (Australia) antara 20° LU dan 30° LS, Lamprecht (1989) dalam Waluyo (2009) dan di Nigeria pada ketinggian 600 mdpl, Otegbeye(1991) dalam Waluyo (2009).

Menurut Romero and Olivares (2003) dalam Waluyo (2009), di Mexico P.

oocarpa merupakan jenis tumbuhan yang bernilai ekonomi cukup tinggi, kayunya sebagai bahan baku industri penggergajian dan kayu bakar, sedangkan di negara bagian Michoacan dimanfaatkan produk resinnya. Salah satu tempat tumbuhnya P. oocarpa di Indonesia adalah di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW)

(20)

wilayah Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat terletak 106˚48’27”BT sampai 106˚50’29”BT dan -6˚54’23”LS sampai -6˚55’35”LS.

Penyebaran P. oocarpa di HPGW tidak merata.

P. oocarpa dapat tumbuh di berbagai jenis tanah, seperti tanah granit, vulkanik dan tanah berkapur. P. oocarpa dapat tumbuh pada lereng yang curam dalam keadaaan tanah yang berdrainase baik. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah berpasir (CABI, 2002). Jenis P. oocarpa memiliki bentuk batang bulat, lurus, bersisik, kulitnya pecah-pecah dan tampak seperti mengelupas serta berwarna coklat tua. Jenis pinus ini dapat tumbuh dengan tinggi 45 meter dan dbh mencapai 1 meter .

Satu fasikel daun P. oocarpa terdapat 5 helai daun namun kadang-kadang bisa hanya 3 atau 4 helai daun saja dengan panjang 2025 cm. Bentuk buah P.

oocarpa adalah berbentuk oval dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan. P. oocarpa dapat tumbuh di daerah yang kering dengan curah hujan antara 500-1500 mm per tahun dengan suhu berkisar antara 26°32°C. Pada masa musim kering, pinus ini dapat bertahan selama 6 bulan. P. oocarpa akan mengalami pertumbuhan yang baik dengan curah hujan yang lebih tinggi. P.

oocarpa dapat tumbuh pada ketinggian sekitar 200-2500 mdpl, tetapi akan mengalami pertumbuhan terbaik pada iklim tropis dengan ketinggian 1500 mdpl (CABI, 2002).

Gambaran umum iklim yang cocok untuk P. oocarpa dalam CABI (2002) antara lain :

1. Ketinggian tempat tumbuh : 250-2500 mdpl

2. Curah hujan : 700-3000 mm/tahun

3. Musim kering : 0-6 Bulan

4. Suhu rata-rata : 13-27°C

5. Suhu maksimum pada musim kering : 21-34°C 6. Suhu maksimum pada musim dingin : 7-20°C

7. Suhu minimum : > 0°C

(21)

(a) (b)

Gambar 2 (a) Batang P. oocarpa, (b) buah dan daun P. oocarpa.

2.5 Penyebaran dan Ciri Utama Pinus insularis

Pinus insularis atau sering disebut Pinus khasya termasuk kedalam famili Pinaceae. P. insularis banyak tersebar didaerah pegunungan pulau Luzon Filipina dan pegunungan Zambades. Kayu pohon ini memiliki pohon yang ramping, lurus, dengan tinggi dapat mencapai hingga 60 meter, diameternya hingga 1 meter.

Pinus ini dapat hidup dengan baik pada ketinggian 10002700 mdpl. Pemanfaatan kayunya jarang sekali atau tidak pernah dipakai untuk bangunan rumah (Mirov 1964).

Struktur kulit kayu P. insularis memiliki tebal kulit 2,54,5 cm, kulitnya pecah-pecah dan berwarna coklat tua. Satu fasikel daun P. insularis terdapat 3 helai daun dengan panjang 1520 cm. Bentuk buah P. insularis adalah berbentuk kerucut dan berduri dengan panjang 610 cm dengan warna kuning kecoklatan.

Menurut Suhardi et al. (1994), P. insularis dapat tumbuh pada ketinggian 3002700 mdpl dengan rata-rata curah hujan 7001800 mm/thn. Suhu rata-rata tahunan 17°22°C. Suhu rata-rata maksimum pada musim panas sebesar 26°30°C dan suhu rata-rata minimum sebesar 10°18°C.

(22)

(a) (b) Gambar 3 (a) Batang P. insularis, (b) buah dan daun P. insularis.

Dari uraian tentang penyebaran dan ciri khusus dari ketiga jenis pinus, maka dapat dibuat suatu klasifikasi dari ketiga jenis pinus seperti yang terdapat di Tabel 2.

(23)

Tabel 2 Klasifikasi umum P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis

No Pinus merkusii Pinus oocarpa Pinus insularis

1 Nama lokal Tusam Karpa -

2 Nama lain Sumatra pine, Merkus pine

Pinus oocarpoides,

Pinus praetermissa Pinus khaysa 3 Asal Tanaman/

penyebaran Asia Tenggara

Amerika Utara, Meksiko,Nicaragua, El

Savador, Guatemala

Pulau Luzon Filipina, Pegunungan

zambades 4 Manfaat kayu

Bangunan perumahan, Tangkai korek api

Bahan baku industri, kayu bakar

Bangunan perumahan, bahan

bakar 5 Manfaat lain

Penghasil gondorukem dan

terpentin

Penghasil gondorukem dan terpentin

Penghasil gondorukem dan

terpentin 6 Rendemen

gondorukem 68-70%* 70,37%** 69,76%**

7 Rendemen

terpentin 10-18%* 10,73%** 11,59%**

8 Kelas

awet kayu Kelas IV - Kelas V

9 Bentuk daun

1 fasikel ada 2 helai daun dengan panjang 16-25 cm

1 fasikel ada 5 helai daun dengan panjang

20-25 cm

1 fasikel ada 3 helai daun dengan panjang

15-20 cm

10 Bentuk buah

Berbentuk kerucut, silindris, panjang 5- 10 cm, lebar 2-4

cm.

Berbentuk oval dengan panjang 6-10 cm

Berbentuk kerucut dan berduri dengan

panjang 6-10 cm 11 Warna buah Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan Kuning kecoklatan 12 Rata-rata

diameter pohon 1 meter 1 meter 1 meter

13 Tinggi pohon Bisa mencapai 45 meter

Bisa mencapai 45 meter

Bisa mencapai 60 meter 14 Warna kulit

pohon Coklat muda Coklat tua Coklat tua

15 Ketinggian

tempat tumbuh 200-2000 mdpl 200-2500 mdpl 300-2700 mdpl 16 Suhu rata-rata

tahunan 19°-28°C 13-27°C 17°-22°C

17 Curah hujan 1500-4000

mm/tahun 700-3000 mm/tahun 700-1800 mm/tahun 18 Warna getah kuning cerah kuning keputihan

Cendrung putih dan bertekstur menggumpal Keterangan:

Hasil Penelitian dari Kamila H. (2004) ** Hasil Penelitian dari Anggita NB. (2012)

(24)

2.6 Struktur Anatomi Kayu Konifer

Menurut Panshin dan Carl de Zeeuw (1977) sel penyusun kayu daun jarum terdiri dari :

1. Longitudinal Cell a. Trakeid Longitudinal

Lebih dari 90% volume softwood tersusun oleh sel panjang yang dikenal dengan longitudinal tracheida. Sel ini relatif lebih panjang (3-4 mm) bila dibandingkan dengan fiber pada hardwood. Sel ini berbentuk prismatik dengan ujung tertutup. Pada dinding trakeid terdapat noktah berhalaman.

b. Parenkim Longitudinal

Parenkim Longitudinal tidak banyak terdapat pada kayu daun jarum. Ketika disayat secara melintang, parenkim longitudinal seperti rantai-rantai sel berdinding tipis yang berdekatan dengan trakeid dan terdapat bahan ektraktif.

c. Saluran Resin

Saluran resin bukan merupakan elemen kayu, tetapi rongga dengan dinding tipis yang dikelilingi oleh sel epitel. Terdapat 2 jenis saluran resin pada kayu daun jarum yaitu saluran resin normal dan saluran resin traumatik. Saluran resin normal terletak pada bagian aksial dan radial kayu. Saluran resin normal berbeda ukuran bukan hanya menurut letaknya (aksial dan radial) tetapi juga menurut genus dan spesies pohon. Saluran resin traumatik terjadi pada saat dilukai dan membentuk saluran radial seperti pada saluran resin normal yang dibatasi oleh sel parenkim jari-jari kayu (sel epitel).

2. Transverse Cells

Terdapat 3 jenis sel pada orientasi transversal pada bagian xylem kayu daun jarum yaitu sel parenkim jari-jari, jari-jari trakeid dan sel epitel. Jari-jari pada softwood sebagian besar adalah uniseriate, hanya sebagian kecil saja yang biseriate. Rata-rata jumlah volume jari-jari berkisar antara 5-30% dari total volume kayu. Ketika pada jari-jari terbentuk saluran resin, maka jari-jari pada bagian tengah akan lebih besar dimana pada arah radial ditemukan ruang intraseluler.

(25)

Tabel 3 Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood)

No Longitudinal Transversal

Penguat, penyalur atau keduanya : Penguat, penyalur atau keduanya : 1 a. Trakeid Longitudinal Trakeid jari-jari

b. Trakeid Rantai

Penyimpan dan sekresi Penyimpan dan sekresi 2 a. Parenkim longitudinal a. Parenkim jari-jari

b. Epitel b. Epitel

Sumber : Panshin dan Carl de Zeeuw 1977

2.7 Pinus Sebagai Penghasil Getah dan Mekanisme Pembentukan Getah Getah pinus digolongkan sebagai oleoresin yang merupakan cairan asam- asam resin dalam terpentin yang menetes keluar apabila pohon jenis daun jarum tersayat atau pecah. Getah pinus tersusun atas 66% asam resin, 25% terpentin, 7%

bahan netral yang tidak mudah menguap dan 2% air (Kramer dan Kozlowski 1960).

Menurut Wibowo (2006) getah pinus merupakan campuran asam-asam resin yang larut dalam pelarut netral atau pelarut organik non polar seperti etan dan heksan. Getah pinus terdapat pada saluran resin (saluran interseluler). Dalam kayu, saluran getah memilki tekanan yang tinggi (70 atm), sehingga pelukaan pada kayu menyebabkan getah mengalir keluar karena tekanan tersebut.

Saluran getah atau saluran damar sering juga disebut sebagai saluran interseluller (intercelluler canal) karena memang dalam saluran ini terdapat ruang-ruang antar sel epitel yang memanjang. Berdasarkan proses terbentuknya, saluran ini terjadi karena tiga cara, yaitu :

1. Lysigenous, dimana satu atau beberapa sel epitel hancur sehingga menjadi saluran.

2. Schizogenous, beberapa sel epitel saling memisahkan diri atau menjauhkan diri sehingga terbentuk saluran. Sel-sel yang mengelilingi rongga saluran ini membelah diri menjadi sel epitel dan mengeluarkan getah ke saluran yang bersangkutan.

3. Schizolysigenous, merupakan modifikasi dari Lysigenous dan Schizogenous yaitu penghancuran dan pemisahan.

(26)

Berdasarkan penyebabnya, saluran interseluler ini dapat dibagi atas dua macam, yaitu saluran damar karena luka (traumatic) dan saluran damar normal (merupakan struktur yang normal dalam kayu) (Pandit dan Kurniawan 2008).

2.8 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Getah Pinus

Besarnya getah pinus dapat dipengaruhi oleh faktor-faktor luar, dalam dan perlakuan. Faktor luar berupa bonita (kualitas tempat tumbuh), cuaca, ketinggian, kelembaban, suhu, tempat tumbuh dan kerapatan pohon. Faktor dalam berupa genotip, umur, kondisi, dan diameter pohon. Faktor perlakuan seperti metode penyadapan, jumlah pembaharuan luka, pemakaian bahan stimulansia (kadar dan dosis), keterampilan penyadap, kebijaksanaan dan SDM. (Yusnita dan Setyawan, 2000).

Matangaran (2006) berpendapat bahwa produksi getah pinus dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu luas areal sadap, kualitas tempat tumbuh, ketinggian tempat tumbuh, jumlah koakan tiap pohon, jangka waktu pelukaan, sifat genetis pohon, perlakuan kimia berupa pemberian stimulansia, keterampilan penyadap dan arah sadapan.

Selanjutnya Rahmawati (2004) dalam penelitiannya berpendapat mengenai hubungan produktivitas terhadap diameter pohon, yaitu produksi getah yang dihasilkan semakin bertambah pada pertambahan diameternya dan mencapai hasil optimum pada selang diameter 5359 cm kemudian menurun kembali pada selang berikutnya. Akan tetapi ada pohon dengan diameter kecil yang mengeluarkan getah cukup banyak meskipun dengan jumlah koakan yang sedikit. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor perbedaan energi yang didapat pada setiap pohon untuk berfotosintesis yang bersumber dari sinar matahari untuk menghasilkan sejumlah produk sisa hasil dari fotosintesis tersebut yang berupa getah.

Budiatmoko (2007) menjelaskan bahwa kualitas getah pinus dipengaruhi oleh tempat tumbuhnya. Semakin tinggi tempat tumbuh temperatur udara akan semakin turun. Suhu dan kelembapan berpengaruh pada lebar sempitnya pembukaan saluran getah dan kecepatannya membeku atau mengerasnya getah setelah keluar dari saluran getah.

(27)

Menurut Santosa (2011), peningkatan produksi getah pinus akibat pemberian stimulansia menunjukkan bahwa semakin tinggi tempat, peningkatan produksi akan semakin menurun. Hal ini dimungkinkan karena faktor eksternal berupa suhu udara yang rendah serta berkurangnya penyinaran matahari.

Karakteristik dan pemberian stimulania sangat dipengaruhi oleh faktor eksternal berupa suhu, kadar O2 dan cuaca.

Doan (2007) dalam hasil peneltiannya menyebutkan bahwa pohon pinus yang banyak menghasilkan getah memiliki ukuran tajuk yang lebat dan lebar.

Tajuk yang besar memungkinkan pohon dapat menerima cahaya matahari yang lebih banyak.

2.9 Stimulansia dan Zat Pengatur Tumbuh (ZPT)

Stimulansia adalah kata serapan dari bahasa Inggris yang memiliki arti mendorong, merangsang, memotivasi atau menstimulin sesuatu sehingga berproses dan mencapai hasil melebihi normal. Di Indonesia percobaan pertama penyadapan pinus dilakukan di Aceh oleh W.G. Van dan Kloot pada tahun 1924 dan di Pulau Jawa pada tahun 1947 di dareah Lawu DS Wilis (Budiatmoko 2007).

Fakultas Kehutanan IPB (1989) menyatakan bahwa getah atau resin terbentuk sebagai akibat proses metabolisme dalam pohon. Produksi getah dalam pohon dapat ditingkatkan dengan memberikan rangsangan terhadap proses metabolisme dalam sel dan stuktur jaringan lainnya. Bahan-bahan yang dapat berfungsi memberi rangsangan tadi bisa berupa bahan-bahan kimiawi atau bentuk perlakuan mekanis pada pohon

Menurut Sudrajat et al. (2002), bahan perangsang yang digunakan pada penyadapan getah pinus banyak macamnya, tetapi komponen utamanya adalah asam sulfat dan asam nitrat atau campurannya.

Peningkatan produksi getah pinus selain menggunakan stimulansia, juga dapat dengan meningkatkan peran Zat Pengatur Tumbuh (ZPT). Zat Pengatur Tumbuh merupakan substansi kimia yang konsentrasinya sangat rendah dan mengendalikan pertumbuhan serta perkembangan tanaman. Zat Pengatur Tumbuh (Plant Growth Regulation) sering disebut pula hormon pertumbuhan atau fitohormon (Gardner et al. 1991). Jenis-jenis fitohormon dikelompokkan menjadi

(28)

lima bagian, yaitu: auksin, giberelin, sitokinin, asam absisat dan ethylene. Masing- masing jenis fitohormon memiliki fungsi masing-masing dan terkadang saling melengkapi satu sama lain. Dari lima kelompok jenis fitohormon, ethylene (C2H4) merupakan salah satu hormon yang unik karena berbentuk gas.

Dewi (2008) menambahkan bahwa ethylene adalah suatu gas yang dapat digolongkan sebagai pengatur pertumbuhan dan dapat disebut sebagai hormon karena telah memenuhi persyaratan sebagai hormon, yaitu dihasilkan oleh tanaman, bersifat mobile dalam jaringan tanaman dan merupakan senyawa organik.

2.10 Penyadapan Getah Pinus

Soetomo (1971) menyatakan ada tiga sistem penyadapan yang digunakan dalam menyadap getah pinus :

1. Sistem koakan (quarre system) 2. Sistem bor

3. Sistem amerika

Di Indonesia yang sering digunakan adalah sistem koakan. Sistem koakan dilakukan, yang pertama pembersihan kulit pohon kemudian dilukai dengan alat petel atau kadukul sehingga menjadi koakan dan mengalirkan getah kedalam wadah (tempurung kelapa) yang di sediakan sebagai tempat menampung getah.

Apapun sistem yang diterapkan dalam penyadapan pinus harus cocok dengan lokasi tempat penyadapannya. Metode bor memberikan hasil getah yang lebih unggul daripada sistem koakan baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya.

Penyadapan getah tusam pada umumnya dilakukan dengan cara koakan (quarre) baik dengan maupun tanpa bahan perangsang. Selain itu, telah banyak dilakukan percobaan penyadapan dengan cara lain, seperti cara rill (India) dan cara bor. Cara atau teknik penyadapan belum tentu cocok secara menyeluruh pada semua lokasi penyadapan. Sebagai contoh: di daerah Sumedang dan Sukabumi, cara koakan memberi hasil sadap yang lebih tinggi dibanding cara rill (Sudrajat et al. 2002).

(29)

BAB III

METODOE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan pada areal Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), Kecamatan Cibadak, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat selama 2 bulan yaitu pada bulan Mei sampai dengan Juni 2012.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah tally sheet, perlengkapan tulis, timbangan digital, paku, palu, plastik, golok, pita ukur, cat kayu, kuas, sprayer, spidol permanen, talang seng, kamera. Bahan-bahan yang digunakan adalah ETRAT, pohon P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis yang memiliki diameter 30 cm up.

3.3. Metode Pengumpulan Data

3.3.1 Metode pengumpulan data sekunder

Penelitian ini menggunakan data yang berasal dari data sekunder berupa kondisi umum lokasi penelitian, meliputi sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW), letak dan luas, topografi, iklim, keadaan tanah, vegetasi dan masyarakat sekitar hutan.

3.3.2. Metode pengumpulan data primer

Data primer diperoleh dengan pengukuran dan pengamatan langsung di lapangan yang terdiri dari jumlah getah yang dihasilkan dari P. merkusii, P.

oocarpa, dan P. insularis dengan berbagai perlakuan yang diberikan.

Pengumpulan data meliputi kegiatan:

1. Menyiapkan alat, bahan dan survey lokasi.

2. Memilih 120 pohon contoh yang terdiri dari 40 untuk jenis P. merkusii, 40 untuk jenis P. oocarpa dan 40 untuk P. insularis dengan kondisi sehat dan memiliki diameter minimal 30 cm.

3. Menandai 120 pohon contoh dengan cat kayu plastik. Dari 40 pohon masing-masing jenis diberikan perlakuan 20 pohon sebagai kontrol

(30)

(tanpa stimulansia) dan 20 pohon dengan perlakuan menggunakan stimulansia.

4. Membuat pelukaan awal dengan metode quarre terhadap pohon P.

merkusii, P. oocarpa, dan P. insularis dan beserta penyemprotan cairan stimulansia ETRAT sebanyak 1 cc/ koakan (satu kali semprotan) kepada masing-masing pohon yang mendapat perlakuan pemberian stimulansia.

ETRAT 1240 yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari CV.

Permata Hijau Lestari (PHL). ETRAT 1240 merupakan produk yang diimplementasikan pada penyadapan pinus dengan komposisi 100 ppm ethylene dan 150 ppm asam sitrat.

a. Pembuatan luka awal dengan metode quarre (koakan)

a.1. Membersihkan semak di sekitar pohon dan membersihkan kulit pohon dengan golok sedalam 3 mm dan lebar 20 cm (tinggi untuk sadapan awal 20 cm dari permukaan tanah).

a.2. Membuat koakan pada batang berukuran 6 x 6 cm dan kedalaman 2 cm mengunakan kadukul.

a.3. Memasang talang sadap pada bagian bawah koakan dan memberi paku agar talang tertancap kuat.

a.4. Menyemprotkan cairan stimulansia ETRAT sebanyak 1 cc/

koakan (1 kali semprotan).

a.5. Memasang plastik untuk menampung getah (dikaitkan pada paku) disesuaikan dengan talang sadap, berukuran 12 x 25 cm.

a.6. Memasang plastik berukuran 20 x 40 cm untuk menghalangi aliran batang.

5. Pemanenan getah setiap tiga hari sekali disertai dengan memperbarui quarre setinggi 5 mm dan penyemprotan cairan stimulansia sebanyak 1 cc/ koakan/ 3 hari. (Pemanenan dilakukan sebanyak lima belas kali).

6. Menimbang hasil panen getah dengan timbangan digital.

(31)

3. 4 Rancangan Percobaan

Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Kelompok (Randomize Block Design) dimana respon diperoleh dari perlakuan kontrol dan pemberian stimulansia serta kelompok berdasarkan masing-masing jenis pinus yaitu P. merkusii, P. oocarpa dan P. insularis.

Penelitian ini menggunakan 120 pohon contoh yang masing-masing pohon diberikan 1 jenis perlakuan dengan pengambilan getah (panen) sebanyak 15 kali, sehingga ada 120 data setiap kali pemanenan getah. Pohon contoh yang digunakan dalam penelitian dipilih secara acak dengan diameter minimal 30 cm dan sehat.

Bagan rancangan percobaan dapat dilihat pada tabel dibawah ini : Tabel 4 Bagan rancangan percobaan

Kelompok Perlakuan Rata-rata

Kontrol ETRAT (Y...)

P. merkusii Y111 Y211

Y112 Y212

…. ….

…. ….

Y1120 Y2120

Rata-rata Y11... Y21... Y1...

P. oocarpa Y111 Y211

Y112 Y212

…. ….

…. ….

Y1120 Y2120

Rata-rata Y11... Y21... Y2...

P. insularis Y111 Y211

Y112 Y212

…. ….

…. ….

Y1120 Y2120

Rata-rata Y11... Y21... Y3...

Rata-rata perlakuan Y...1 Y...2

(32)

Model umum percobaan dalam Rancangan Acak Kelompok adalah sebagai berikut:

Yijk = μ + αi + βj + εijk

Keterangan :

Yij = Respon pengaruh pemberian stimulansia taraf ke-i pada kelompok jenis pinus ke-j yang terdapat pada ulangan ke-k

µ = Nilai rataan umum

αi = Pengaruh perlakuan stimulansia penyadapan pada koakan ke-i βj = Pengaruh pengelompokkan ke-j

ɛij = Pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan kelompok ke-j i = 1, 2

1. Koakan tanpa stimulansia

2. Koakan dengan stimulansia ETRAT J = 1, 2, 3

1. P. merkusii 2. P. oocarpa 3. P. insularis

3.5 Analisis Data

3.5.1 Analisis pengaruh masing-masing perlakuan

Untuk mengetahui pengaruh faktor perlakuan pemberian stimulansia terhadap peningkatan produktivitas getah pinus maka dilakukan analisis ragam atau Analysis of Variance (ANOVA).

Tabel 5 Analisis of Variance (ANOVA) Sumber

Keragaman

Derajat Bebas (DB)

Jumlah Kuadrat (JK)

Kuadrat

Tengah (KT) F Hitung

Perlakuan r-1 JKK JKK/(r-1) KTP/KTG

Kelompok t-1 JKP JKP/(t-1) KTK/KTG

Derajat Kesalahan (r-1)(t-1) JKG JKG/(r-1)(t-1)

Total rt-1

Hipotesis :

Pengujian terhadap pengaruh faktor stimulansia H0 : τ1 = τ2 = …….τi = 0

H1 : sekurangnya ada satu τi ≠ 0

Terima H0 : Perbedaan taraf perlakuan atau kelompok tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).

Terima H1 : Ada perlakuan atau kelompok yang memberikan pengaruh nyata terhadap respon percobaan pada selang kepercayaan 95% (α=0,05).

(33)

Hasil uji F-hitung yang diperoleh dari ANOVA dibandingkan dengan F-tabel pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05) dengan kaidah :

1. Jika F-hitung< F-tabel maka H0 diterima, H1 ditolak sehingga kelompok dan perlakuan memberikan pengaruh tidak nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

2. Jika F-hitung > F-tabel, maka H0 ditolak, H1 diterima sehingga kelompok dan perlakuan memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus pada selang kepercayaan 95% (α = 0,05).

Selanjutnya, setelah uji F apabila perlakuan atau kelompok memberikan pengaruh nyata terhadap produktivitas getah pinus, maka dilakukan uji lanjut berupa Uji Duncan dengan menggunakan Software SPSS 18 untuk mengetahui kelompok mana yang paling baik digunakan dalam meningkatkan produktivitas getah pinus.

3.5.2 Analisis biaya penerapan stimulansia

Stimulansia yang dibutuhkan selama penelitian yaitu untuk kebutuhan 60 pohon dengan periode panen sebanyak 15 kali. Hal-hal yang harus dihitung dalam analisis biaya penerapan stimulansia adalah sebagai berikut :

a. Biaya stimulansia Bi = 1000 x 3Hi Keterangan :

Bi = Biaya stimulansia ke-i yang dikeluarkan setiap 1 kali penyemprotan (Rp/quarre/hari)

Hi = Harga stimulansia ke-i (Rp/liter)

Asumsi : satu kali semprotan adalah 1 ml/ quarre/ 3 hari b. Peningkatan produksi getah

Pi = Qi – R Keterangan :

Pi = Peningkatan produksi getah untuk stimulansia ke-i (g/quarre/panen) Qi = Produksi perlakuan stimulansia ke-i (g/quarre/panen)

R = Produksi getah pada pohon contoh kontrol/tanpa perlakuan (g/quarre/panen)

(34)

c. Pendapatan hasil peningkatan getah Zi = 𝑃𝑖

1000 x C Keterangan :

Zi = Pendapatan hasil peningkatan getah dari stimulansia ke-i (Rp/quarre) C = Harga getah pinus (Rp/kg)

d. Nilai tambah stimulansia Ri = Zi – Bi

Keterangan :

Ri = Nilai tambah stimulansia ke-i (Rp/quarre)

(35)

BAB IV

KEADAAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Hutan Pendidikan Gunung Walat

Sejarah berdirinya HPGW dimulai pada tahun 1951. Pada tahun tersebut sudah mulai ditanami pohon damar (Agathis loranthifolia). Hutan yang ditanam pada tahun 19511952 tersebut saat ini telah berwujud sebagai tegakan hutan damar yang lebat di sekitar basecamp. Kemudian pada tahun 1967 Institut Pertanian Bogor (IPB) melakukan penjajakan kerjasama dengan Pemerintah Daerah Tingkat I Jawa Barat dan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen Pertanian untuk mengusahakan Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan.

Pada tahun 1968 Direktorat Jenderal Kehutanan memberikan bantuan pinjaman Kawasan Hutan Gunung Walat kepada IPB untuk digunakan seperlunya bagi pendidikan kehutanan yang dikelola oleh Fakultas Kehutanan IPB. Dan pada tahun 1969 diterbitkan Surat Keputusan Kepala Jawatan Kehutanan Daerah Tingkat I Jawa Barat No. 7041/IV/69 tertanggal 14 Oktober 1969 yang menyatakan bahwa Hutan Gunung Walat seluas 359 Ha ditunjuk sebagai Hutan Pendidikan yang pengelolaannya diserahkan kepada IPB.

SK Menteri Pertanian RI No. 008/Kpts/DJ/I/73 tentang penunjukan komplek Hutan Gunung Walat menjadi Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) pada tahun 1973 diterbitkan. Pengelolaan kawasan hutan Gunung Walat seluas 359 Ha dilaksanakan oleh IPB dengan status hak pakai sebagai hutan pendidikan dan dikelola Unit Kebun Percobaan IPB dengan jangka waktu 20 tahun. Pada tahun 1973 penanaman telah mencapai 53%. Tahun 1980 seluruh wilayah HPGW telah berhasil ditanami berbagai jenis tanaman, yaitu damar (Agathis lorantifolia), pinus (P. merkusii, P. insularis, P. oocarpa), puspa (Schima wallichii), kayu afrika (Maesopsis eminii), mahoni (Swietenia macrophylla), rasamala (Altingia excelsa), sonokeling (Dalbergia latifolia), gamal (Gliricidae sp), sengon (Paraserianthes falcataria), meranti (Shorea sp), dan akasia (Acacia mangium).

(36)

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan No. 687/Kpts-II/1992 tentang penunjukan komplek hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan, pengelolaan kawasan hutan gunung walat sebagai hutan pendidikan dilaksanakan bersama antara Fakultas Kehutanan IPB dan Pusat Pendidikan dan Pelatihan Kehutanan/Balai Latihan Kehutanan (BLK) Bogor. Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal 24 Januari 1993.

Status hukum kawasan HPGW pada tahun 2005 dikuatkan oleh diterbitkannya SK Menhut No. 188/Menhut-II/2005, yang menetapkan fungsi hutan kawasan HPGW sebagai Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) dan pengelolaannya diserahkan kepada Fakultas Kehutanan IPB dengan tujuan khusus sebagai Hutan Pendidikan (FAHUTAN IPB 2009).

4.2 Letak dan Luas Areal

Secara Geografis Hutan Pendidikan Gunung Walat berada pada 106°48'27''BT sampai 106°50'29''BT dan -6°54'23''LS sampai -6°55'35''LS.

Secara administrasi pemerintahan HPGW terletak di wilayah Kecamatan Cibadak dan Cicantayan, Kabupaten Sukabumi. Secara administrasi kehutanan termasuk dalam wilayah Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi. Luas kawasan Hutan Pendidikan Gunung Walat adalah 359 Ha, terdiri dari tiga blok, yaitu Blok Timur (Cikatomas) seluas 120 Ha, Blok Barat (Cimenyan) seluas 125 Ha, dan Blok Tengah (Tangkalak) seluas 114 Ha (FAHUTAN IPB 2009).

Gambar 4 Sketsa lokasi HPGW.

HPGW

(37)

4.3 Topografi dan Iklim

HPGW terletak pada ketinggian 460715 mdpl. Topografi bervariasi dari landai sampai bergelombang terutama di bagian selatan, sedangkan ke bagian utara mempunyai topografi yang semakin curam. Klasifikasi iklim HPGW menurut Schmidt dan Ferguson termasuk tipe B dan banyaknya curah hujan tahunan berkisar antara 16004400 mm. Suhu udara maksimum di siang hari 29° C dan minimum 19° C di malam hari (FAHUTAN IPB 2009).

4.4 Tanah dan Hidrologi

Tanah HPGW adalah kompleks dari podsolik, latosol dan litosol dari batu endapan dan bekuan daerah bukit, sedangkan bagian di barat daya terdapat areal peralihan dengan jenis batuan Karst, sehingga di wilayah tersebut terbentuk beberapa gua alam karst (gamping). Hutan Pendidikan Gunung Walat merupakan sumber air bersih yang penting bagi masyarakat sekitarnya terutama di bagian selatan yang mempunyai anak sungai yang mengalir sepanjang tahun, yaitu anak sungai Cipeureu, Citangkalak, Cikabayan, Cikatomas dan Legok Pusar. Kawasan HPGW masuk ke dalam sistem pengelolaan DAS Cimandiri (FAHUTAN IPB 2009).

4.5 Vegetasi

Tegakan Hutan di HPGW didominasi tanaman damar (Agathis lorantifolia), pinus (Pinus merkusii), puspa (Schima wallichii), sengon (Paraserianthes falcataria), mahoni (Swietenia macrophylla) dan jenis lainnya seperti kayu afrika (Maesopsis eminii), rasamala (Altingia excelsa), Dalbergia latifolia, Gliricidae sp, Shorea sp, akasia (Acacia mangium), dan pinus (Pinus insularis dan Pinus oocarpa). Di HPGW paling sedikit terdapat 44 jenis tumbuhan, termasuk 2 jenis rotan dan 13 jenis bambu. Selain itu terdapat jenis tumbuhan obat sebanyak 68 jenis. Potensi tegakan hutan ± 10.855 m3 kayu damar, 9.471 m3 kayu pinus, 464 m3 puspa, 132 m3 sengon, dan 88 m3 kayu mahoni. Pohon damar dan pinus juga menghasilkan getah kopal dan getah pinus. Di HPGW juga ditemukan lebih dari 100 pohon plus damar, pinus, kayu afrika sebagai sumber benih dan bibit unggul (FAHUTAN IPB 2009).

(38)

Di areal HPGW terdapat beraneka ragam jenis satwa liar yang meliputi jenis-jenis mamalia, reptilia, burung dan ikan. Dari kelompok jenis mamalia terdapat babi hutan (Sus scrofa), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), kelinci liar (Nesolagus sp), meong congkok (Felis bengalensis), tupai (Callociurus sp. J), trenggiling (Manis javanica), musang (Paradoxurus hermaphroditic). Dari kelompok jenis burung (Aves) terdapat sekitar 20 jenis burung, antara lain: Elang Jawa, Emprit, Kutilang dan lain-lain. Jenis-jenis reptilia antara lain biawak, ular dan bunglon. Terdapat berbagai jenis ikan sungai seperti ikan lubang dan jenis ikan lainnya. Ikan lubang adalah ikan sejenis lele yang memiliki warna agak merah. Selain itu terdapat pula lebah hutan (Apis dorsata) (FAHUTAN IPB 2009).

4.6 Penduduk

Penduduk di sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat umumnya memiliki mata pencaharian sebagai petani, peternak, tukang ojek, pedagang hasil pertanian dan bekerja sebagai buruh pabrik. Pertanian yang dilakukan berupa sawah lahan basah dan lahan kering. Jumlah petani penggarap yang dapat ditampung dalam program agroforestry HPGW sebanyak 300 orang petani penggarap.

Penyadap getah pinus berjumlah 32 penyadap dengan karakteristik yang beragam baik dari segi pendidikan dan umur. Mayoritas penyadap berdomisili di desa sekitar Hutan Pendidikan Gunung Walat yakni Desa Nangerang, Desa Citalahab, Desa Cipereu dan Desa Cijati. Penghasilan rata-rata yang diperoleh penyadap dari hasil menyadap getah pinus adalah Rp. 400.000-Rp. 500.000/bulan (FAHUTAN IPB 2009).

(39)

BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Kondisi Lapangan Lokasi Penelitian

Penyadapan getah pinus dilakukan pada dua tempat yang berbeda. Pertama di Blok Cikatomas dengan topografi landai sampai curam dan berada pada ketinggian 691716 mdpl. Blok Cikatomas didominasi oleh tegakan P. merkusii dan P. oocarpa. Lokasi penelitian kedua dilakukan di Blok Tangkalak. Lokasi ini berada pada ketinggian 663687 mdpl dan didominasi oleh tegakan P. insularis.

Gambar 5 Tempat lokasi penelitian di Blok Cikatomas.

Dari ketiga masing-masing jenis pinus diambil 40 pohon untuk diberi perlakuan yaitu 20 pohon sebagai kontrol dan 20 pohon menggunakan stimulansia ETRAT 1240.

(40)

(a) (b) (c) Gambar 6 Pohon (a) P. merkusii, (b) P. oocarpa, (c) P.insularis.

5.2 Produktivitas Getah Pinus dengan Metode Quarre Menggunakan Stimulansia ETRAT 1240

Penyadapan pinus dengan menggunakan metode quarre menghasilkan getah yang berkualitas baik. Namun, secara fisik kualitas getah dari metode quarre tidak lebih bagus dari metode bor. Ada kotoran hasil sadapan yang masuk ke dalam tempat penampungan getah. Getah pinus dari metode quarre lebih cepat mengalami pembekuan karena getah yang keluar dari pohon mengalami koagulasi. Selain itu, kekurangan dari metode quarre adalah luka sadapan yang luas menyebabkan pohon pinus lebih mudah terserang penyakit.

Sejak bulan Mei 2011 Hutan Pendidikan Gunung Walat sudah menggunakan stimulansia organik yaitu ETRAT. ETRAT merupakan larutan yang mengandung Zat Pengatur Tumbuh (ZPT) dan stimulansia organik. Dengan demikian ETRAT mempunyai 2 fungsi yaitu meningkatkan kapasitas produksi getah dan memperlancar keluarnya getah (Santosa 2011). Bahan kimia yang terkandung yang terkandung dalam ETRAT 1240 tidak berbahaya bagi kesehatan

(41)

penyadap, kondisi pohon yang disadap dan lingkungan sekitar. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan di Hutan Pendidikan Gunung Walat, juga telah menggunakan stimulansia organik, namun berbahan dasar jeruk nipis dan lengkuas. Menurut Aziz (2010), pengggunaan stimulania organik dari bahan jeruk nipis konsentrasi 50% menghasilkan produktivitas yang lebih tinggi dibandingkan dengan CAS.

Zat Pengatur Tumbuh yang sangat berperan dalam proses keluarnya getah adalah ethylene. Ethylene merupakan senyawa berbentuk gas yang banyak berperan dalam perubahan suatu tanaman, seperti terjadi perubahan dalam membran yang permeabel dari dinding saluran getah sehingga selama ada aliran getah, air dapat masuk ke dalam saluran getah dan jaringan-jaringan di sekitarnya (Santosa 2011). Secara alami, ethylene ada di dalam tanaman (ethylene endogen).

Menurut Santosa (2011), pembentukan getah di dalam tanaman dapat ditingkatkan dengan mengaktifkan ethylene endogen dan adanya stres (pembuatan luka sadap).

Dengan demikian, peningkatan produksi getah dapat dilakukan dengan memberikan zat yang mengandung ethylene (exsogen) yang akan merangsang pembentukan ethylene endogen pada tanaman sehingga proses metabolisme sekunder dapat ditingkatkan.

Perlakuan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari dua perlakuan untuk masing-masing jenis pinus. Pertama penyadapan metode quarre dengan menggunakan stimulansia ETRAT 1240 dan kedua penyadapan metode quarre tanpa stimulansia (kontrol). Dari hasil pengamatan selama selama 15 kali panen getah dengan periode sadap 3 hari sekali maka dapat diketahui produktivitas getah dengan menggunakan stimulansia dan tanpa stimulansia.

(42)

Berikut adalah hasil produktivitas rata-rata getah pinus.

Tabel 6 Produktivitas rata-rata getah pinus berdasarkan perlakuan dan frekuensi panen (gram/quarre/panen)

Panen ke- Perlakuan

A1 A2 B1 B2 C1 C2

1 24,60 33,35 39,70 40,40 23,10 20,10

2 6,15 17,25 11,60 14,05 9,40 12,60

3 13,30 38,15 20,45 30,10 19,05 24,90

4 17,95 48,05 24,95 42,05 21,60 31,40

5 22,45 54,30 24,15 42,75 24,30 37,80

6 22,50 66,85 27,40 51,65 21,80 44,75

7 30,75 77,65 38,45 72,05 31,90 56

8 30,20 74,25 35,15 56,95 30,40 51,30

9 34,35 77,35 40 72,40 32,30 57,60

10 30,70 70,30 39 69,55 31,65 59,10

11 35,70 76,10 46 81,20 29,70 57,30

12 38,60 70,10 47,15 79,95 40,90 60,30

13 35,95 67,30 46,6 70,85 33,65 52,10

14 36,50 62,60 47,65 73,35 31,35 53,35

15 31,95 63,35 45,50 70,70 34,50 53,95

Total 411,65 896,95 533,75 868 415,6 672,55 Rata-Rata

per panen 27,44 59,80 35,58 57,87 27,71 44,84 Rata-Rata

gram/hari 9,15 19,93 11,86 19,29 9,24 14,95

Keterangan :

A1 = P. merkusii kontrol

A1 = P. merkusii menggunakan ETRAT B1 = P. oocarpa kontrol

B2 = P. oocarpa menggunakan ETRAT C1 = P. insularis kontrol

C2 = P. insularis menggunakan ETRAT

Berdasarkan Tabel 6, produktivitas tertinggi terdapat pada perlakuan P.

merkusii menggunakan ETRAT dengan rata-rata produktivitas getah sebesar 19,93 g/quarre/hari, sedangkan untuk produksi rata-rata terendah adalah perlakuan kontrol pada P. merkusii sebesar 9,15 g/quarre/hari. Dari masing- masing perlakuan untuk setiap jenis pinus terlihat perbedaan produktivitas getah antara pemberian ETRAT dan tanpa ETRAT.

(43)

Pada pemanenan pertama, hasil rata-rata produktivitas getah pada ketiga jenis pinus cukup tinggi karena keluarnya deposit getah dari sel-sel parenkim.

Saat pinus berusaha melakukan reaksi terhadap pelukaan kedua, deposit getah telah berkurang banyak untuk menanggapi reaksi stres pada pelukaan pertama.

Hal ini menyebabkan persediaan getah di dalam pohon sangat sedikit sehingga pada pemanenan getah yang kedua produktivitas rata-rata pada ketiga jenis pinus menurun. Pada pelukaan ketiga, ketiga jenis pohon pinus sudah dapat beradaptasi dengan membentuk getah yang baru, sehingga hasil produktivitas rata-rata pada setiap perlakuan di pemanenan ketiga kembali meningkat. Menurut Santosa (2011), produktivitas yang masih rendah pada awal periode penyadapan sampai dengan 12 hari disebabkan pemberian ZPT memerlukan waktu untuk mempengaruhi metabolisme sekunder. ZPT (ethylene) membutuhkan waktu untuk mengubah bentuk dari cair menjadi gas di dalam jaringan tanaman. Setelah itu proses untuk membangkitkan ethylene di dalam tanaman pun memerlukan waktu hingga tercapainya proses metabolisme sekunder (pembentukan getah) dapat berjalan dengan stabil.

Secara umum, kecenderungan hasil rata-rata produktivitas getah menggunakan ETRAT ditampilkan pada Gambar 7.

Gambar 7 Grafik kecenderungan produktivitas rata-rata getah pinus menggunakan stimulansia ETRAT dalam frekuensi panen (gram/pohon/panen).

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15

Produktivitas (g/quarre/panen)

Panen ke-

Pinus merkusii Pinus oocarpa Pinus insularis

Gambar

Tabel  1  Jenis Pinus dan daerah penyeberannya di kawasan Asia Tenggara
Gambar  2  (a) Batang P. oocarpa, (b) buah dan daun P. oocarpa.
Tabel  2  Klasifikasi umum  P. merkusii, P. oocarpa dan P.insularis
Tabel  3  Sel penyusun kayu daun jarum (Softwood)
+7

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Bandung Nomor 18 Tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kota (RTRWK) Bandung 2011-2031, maka struktur tata ruang kota Bandung

diatas telah dianulir oleh Surat Mahkamah Agung Nomor : 32/TUADA-AG/III-UM/IX/1993 yang antara lain berisi bahwa ketentuan Pasal 84 ayat (4) Undang Undang Nomor 7 Tahun 1989

Jadi kesimpulannya, dengan efektifnya informasi yang diberikan melalui iklan tersebut, yang berupaya untuk mengenalkan merek dari produk yang ditawarkan, sehingga

Pelaksanaan prosedur simpan-pinjam di Koperasi Pegawai Republik Indonesia Murakabi Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Sragen bisa dikatakan terlaksana dengan baik,

Pengertian pola komunikasi dalam penelitian ini adalah bagaimana bentuk hubungan yang terjadi pada pasangan suami istri yang usia pernikahannya di bawah 5 tahun dalam

dilestarikan karena berada pada undang-undang adat yang mengatur tentang seni dalam masyarakat Minangkabau dan tidak bertentangan dengan falsafah adat Minangkabau

biasanya dengan cara mengirim pesan atau menelfon petugas tata usaha (TU).. yang kemudian petugas tata usaha membuat tulisan di kertas