• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU Chapter III VI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU Chapter III VI"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 3

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian analitik dengan rancangan

cross-sectional yang bertujuan untuk mengetahui apakah ada hubungan antara konveksitas

skeletal dengan konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu

FKG dan FT USU, serta untuk memperoleh nilai rerata konveksitas skeletal dan

jaringan lunak suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Ortodonti Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara yang bertempat di Jl. Alumni No.2 Universitas

Sumatera Utara, Medan.

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli 2013 – April 2014.

3.3 Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU yang berusia ≥ 18 tahun.

3.4 Sampel Penelitian

Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah dengan metode

purposive sampling yang berdasarkan kriteria inklusi dan eksklusi. Sampel berupa

foto sefalometri lateral yang merupakan data sekunder dari penelitian Hanes tahun

2012. Sampel tersebut diambil dari mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas

Kedokteran Gigi dan Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara yang telah

(2)

3.4.1 Besar Sampel

Penentuan jumlah sampel dilakukan dengan rumus:

[

[ ] ]

Keterangan:

n = Jumlah sampel minimum

= Confidence Level, untuk α = 0,05 maka nilai baku normalnya 1,96

= Confidence Level, untuk β = 0,10 maka nilai baku normalnya 1,282

= Korelasi konveksitas skeletal dengan konveksitas jaringan lunak = 0,575 (penelitian terdahulu)

sehingga,

[

[ ]]

n = 28,18 → 29 orang

Jumlah sampel minimum yang dibutuhkan adalah 29.

Jumlah sampel yang dipakai dalam penelitian ini adalah 40 sampel (20 sampel

wanita dan 20 sampel pria).

3.4.2 Kriteria Inklusi

 Pasien belum pernah mendapat perawatan ortodonti

 Pasien yang berusia ≥ 18 tahun

 Semua gigi permanen lengkap (kecuali molar tiga)

(3)

 Posisi bibir pada gambaran radiografi sefalometri rileks

 Tidak ada cacat di kepala dan wajah yang dapat mempengaruhi hasil sefalogram

 Mahasiswa suku Proto Melayu Universitas Sumatera Utara ( 2 keturunan diatas)

3.4.3 Kriteria Eksklusi

 Sefalogram yang tidak jelas atau kabur

 Adanya gigi fraktur atau atrisi

 Adanya maloklusi

3.5 Variabel dan Defenisi Operasional 3.5.1 Variabel Bebas

 Konveksitas skeletal secara sefalometri lateral berdasarkan analisis Holdaway (A-N-Pog).

3.5.2 Variabel Tergantung

 Konveksitas jaringan lunak wajah secara sefalometri lateral berdasarkan analisis Holdaway (perpotongan garis-H {garis dari Pog’- Ls dengan garis dari N’- Pog’})

3.5.3 Variabel Terkendali

Mahasiswa suku Proto Melayu

 Usia ≥18 tahun

Belum pernah mendapat perawatan ortodonti

Jenis dan alat yang digunakan

3.5.4 Defenisi Operasional

a. Titik A adalah titik paling cekung di antara spina nasalis anterior dan

(4)

b. Nasion skeletal (N) adalah titik perpotongan sutura frontonasalis.

c. Pogonion (Pog) adalah titik paling anterior dari tulang dagu.

d. Nasionkulit (N’) adalah titik paling cekung pada kulit di pertengahan dahi

dan hidung.

e. Pogonionkulit (Pog’) adalah titik paling anterior dari jaringan lunak dagu.

f. Labial superior (Ls) adalah titik perbatasan mukokutaneous dari bibir

atas.

g. Konveksitas skeletal adalah jarak dari titik A tegak lurus terhadap garis

yang ditarik dari titik Nasion ke titik Pogonion.

h. Skeletal normal adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion -3 mm

sampai +4 mm.

i. Skeletal cembung adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion lebih

besar dari +4 mm.

j. Skeletal cekung adalah jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion lebih

kecil dari -3 mm.

k. Konveksitas jaringan lunak wajah adalah sudut yang dibentuk oleh

perpotongan garis-H (garis dari titik Pogonion kulit ke titik Labial superior) dengan

garis yang ditarik dari titik Nasion kulit ke titik Pogonion kulit.

l. Jaringan lunak normal adalah sudut-H sebesar 7o sampai 15o.

m. Jaringan lunak cembung adalah sudut-H yang lebih besar dari 15o.

n. Jaringan lunak cekung adalah sudut H yang lebih kecil dari 7o.

o. Oklusi normal adalah oklusi dengan hubungan tonjol mesiobukal molar

pertama permanen rahang atas berada pada groove bukal molar permanen rahang

bawah.

p. Usia adalah satuan waktu umur seseorang yang dihitung dari tahun lahir

sampai waktu dilakukan pengambilan foto sefalometri lateral.

q. Suku Proto Melayu adalah penduduk Indonesia yang terdiri dari suku

(5)

3.6 Alat dan Bahan Penelitian 3.6.1 Alat Penelitian

a. Tracing box

b. Pensil 4H

c. Pensil mekanik

d. Pulpen

e. Penghapus

f. Busur

g. Penggaris

h. Kalkulator

(6)

Gambar 17. Alat-alat penelitian : (a) Pensil mekanik (b) Pensil (c) Pulpen (d) Busur (e) Kalkulator (f) Penggaris

3.6.2 Bahan Penelitian

a. Sefalogram lateral (8x10 inci)

b. Kertas asetat (8x10 inci; tebal 0,003 inci)

c. Lem perekat

(7)

Gambar 19. (a) Kertas asetat (b) Lem perekat

3.7 Metode Pengumpulan Data

a. Pengumpulan foto sefalometri lateral diperoleh dari penelitian sebelumnya

di Departemen Ortodonsia Universitas Sumatera Utara yang memenuhi kriteria

inklusi dan eksklusi.

b. Sefalogram di-tracing dengan kertas asetat dan pensil 4H di atas

pencahayaan tracing box. Pengukuran konveksitas skeletal dan konveksitas jaringan

lunak dilakukan dengan menggunakan metode Holdaway.

c. Penentuan titik–titik referensi pada foto sefalometri lateral, yaitu titik A,

Nasion (N) dan Pogonion (Pog) untuk pengukuran konveksitas skeletal. Titik Nasion kulit (N’), Pogonion kulit (Pog’) dan Labial superior (Ls) untuk pengukuran konveksitas jaringan lunak.

d. Titik N dan Pog dihubungkan, kemudian titik A diproyeksikan tegak lurus

terhadap garis N-Pog. Konveksitas skeletal adalah jarak titik A terhadap garis N-Pog

dalam satuan millimeter (mm) yang diukur dengan menggunakan penggaris

(Gambar 20).

(8)

f. Sebelum melakukan pengukuran, peneliti melakukan uji intraoperator

untuk mengetahui ketelitian peneliti dalam melakukan pengukuran. Hal ini

disebabkan karena setiap pengulangan pengukuran belum tentu mendapatkan hasil

yang sama dengan pengukuran pertama. Uji intraoperator dilakukan dengan

mengambil masing-masing 5 sampel secara acak dari pengukuran pertama dan

pengukuran kedua kemudian dicari standar deviasi dari selisih kedua pengukuran

tersebut. Jika standar deviasi yang didapat menunjukkan angka antara 0-1 berarti

ketelitian pada pengukuran tersebut masih dapat diterima dan operator layak untuk

melakukan penelitian.

g. Hasil uji operator menunjukkan penyimpangan pengukuran tidak terdapat

perbedaan yang bermakna yakni 0,1147 untuk konveksitas skeletal dan 0,4014 untuk

konveksitas jaringan lunak, maka operator layak melakukan pengukuran tersebut.

h. Dalam satu hari, pengukuran sefalometri dilakukan pada 5 (lima)

sefalogram untuk menghindari kelelahan mata peneliti sehingga data yang diperoleh

lebih akurat.

g. Hasil pengukuran yang diperoleh dicatat, diolah dan dianalisis datanya.

(9)

3.8 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program komputer. Analisis

data yang digunakan adalah analisis Pearson yang merupakan korelasi antara sudut

konveksitas skeletal dengan sudut konveksitas jaringan lunak wajah.

a. Dihitung rerata konveksitas skeletal (A-N-Pog)

b. Dihitung rerata konveksitas jaringan lunak (N’-Pog’-Ls)

c. Dianalisa perbedaan rerata konveksitas skeletal antara laki-laki dan

perempuan.

d. Dianalisa perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak antara laki-laki dan

perempuan.

e. Dianalisa hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak.

f. Dianalisa hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

(10)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Sampel penelitian berjumlah 40 orang yang terdiri dari 20 orang laki-laki dan

20 orang perempuan yang merupakan mahasiswa suku Proto Melayu Fakultas

Kedokteran Gigi dan Fakutas Teknik Universitas Sumatera Utara yang memenuhi

kriteria yang telah ditetapkan (metode purposive sampling). Penelitian ini dilakukan

dengan tujuan mengetahui rerata konveksitas skeletal, rerata konveksitas jaringan

lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata konveksitas skeletal dan jaringan lunak

wajah antara laki-laki dan perempuan serta untuk mengetahui hubungan konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah. Berdasarkan pengukuran yang telah dilakukan

pada sefalogram, selanjutnya dilakukan uji statistik pada data-data hasil pengukuran.

4.1 Rerata Nilai Konveksitas Skeletal Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Hasil pengukuran terhadap konveksitas skeletal (A-N-Pog) diperoleh nilai

terendah -2,5 mm dan nilai tertinggi 8,5 mm. Nilai rerata konveksitas skeletal pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU ini dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Rerata nilai konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU

N Rerata Standar Deviasi p

Konveksitas Skeletal 40 3,26 mm 2,86 0,760

Tabel 1 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas skeletal

diperoleh nilai rerata 3,26 mm. Pengukuran pada 40 sampel penelitian yang telah

(11)

4.2 Perbedaan Rerata Konveksitas Skeletal antara Laki-laki dan Perempuan

Tabel 2. Perbedaan rerata konveksitas skeletal mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa

perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU lebih besar daripada rerata

konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki. Namun, perbedaan ini secara statistik

tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu

0,197 dimana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat

perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki

dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

4.3 Rerata Nilai Konveksitas Jaringan Lunak Wajah Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Hasil pengukuran terhadap sudut konveksitas jaringan lunak wajah (N’-Pog’ -Ls) diperoleh nilai terendah 7,5o dan nilai tertinggi 23o. Nilai rerata konveksitas

jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU ini dapat

dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Rerata nilai konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU

N Rerata Standar Deviasi p

(12)

Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan

lunak diperoleh nilai rerata 14,97o. Pengukuran pada 40 sampel penelitian yang telah

ditetapkan memiliki distribusi normal dimana (p > 0,05).

4.4 Perbedaan Rerata Konveksitas Jaringan Lunak Wajah antara Laki laki dan Perempuan

Tabel 4. Perbedaan rerata konveksitas jaringan lunak wajah mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Jenis kelamin N Rerata Standar Deviasi p

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada

mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU lebih besar daripada

rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki. Namun, perbedaan

ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai

signifikansi (p) yaitu 0,425 (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa

tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara rerata konveksitas jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT

USU.

4.5 Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU diuji makna korelasi signifikan

(13)

Tabel 5. Analisis Pearson konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU

Konveksitas Skeletal

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi

Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

4.6 Hubungan Konveksitas Skeletal dengan Jaringan Lunak Wajah pada Mahasiswa Laki-laki dan Perempuan

Tabel 6. Analisis Pearson konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU

(14)

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu

FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah

sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat

(r = 0,814) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa

(15)

BAB 5 PEMBAHASAN

Perawatan ortodonti dapat memberikan perubahan bentuk wajah, oleh karena

itu perubahan tersebut seharusnya telah diantisipasi dan diperkirakan sejak awal

dalam membentuk sebuah rencana perawatan yang komprehensif. Jaringan lunak

mempunyai peranan yang besar dalam keseluruhan estetika wajah seorang individu.2

Para ortodontis telah menyadari bahwa jaringan keras dan lunak harus

dipertimbangkan dalam membangun estetika wajah yang harmonis dan oklusi yang

fungsional.2,5-9 Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui nilai rerata konveksitas

skeletal, nilai rerata konveksitas jaringan lunak wajah, mengetahui perbedaan rerata

konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah antara laki-laki dan perempuan. Selain

itu juga akan dilihat adanya hubungan antara konveksitas skeletal dengan jaringan

lunak wajah sehingga diketahui korelasi antar kedua variabel tersebut pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Analisa wajah dimulai dengan memeriksa faktor individu, yaitu usia, jenis

kelamin dan ras (etnis).19 Menurut Holdaway, konveksitas skeletal diukur

berdasarkan jarak dari titik A ke garis Nasion-Pogonion skeletal (N-Pog).

Konveksitas skeletal wajah ras Kaukasoid yang ideal jika jarak antara garis N-Pog ke

titik A -3 mm sampai +4 mm.11 Tabel 1 menunjukkan bahwa rerata nilai konveksitas

skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU adalah

sebesar 3,26 mm dan memiliki distribusi normal dimana nilai signifikansi

sebesar 0,760 (p> 0,05).

Tabel 2 menunjukkan bahwa rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa

perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 3,85 mm sedangkan rerata

konveksitas skeletal pada mahasiswa laki-laki sebesar 2,67 mm. Namun, perbedaan

ini secara statistik tidak bermakna secara signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai

signifikansi (p) yaitu 0,197 yang mana (p>0,05). Dari hasil tersebut dapat

(16)

skeletal pada mahasiswa laki-laki dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT

USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku

Bugis dan Makassar yang mendapatkan hasil bahwa rerata derajat konveksitas

jaringan keras pada laki-laki dan perempuan tidak terdapat perbedaan yang

bermakna.17 Begitu pula halnya dengan Kusnoto (1988) dalam penelitiannya terhadap

anak-anak usia 6-15 tahun menyatakan norma ukuran sefalometri suatu kelompok

etnik dipengaruhi oleh umur dan jenis kelamin. Penelitiannya tidak ditemukan

perbedaan yang bermakna antara hasil yang diperoleh antar jenis kelamin.32

Analisis konveksitas jaringan lunak Holdaway tidak menggunakan tinggi

hidung sebagai titik penentu dalam analisisnya.2,6,26 Hidung bangsa Indonesia yang

memiliki rerata lebih rendah daripada ras Kaukasoid menjadi alasan analisis jaringan

lunak oleh Holdaway sesuai digunakan dalam penelitian ini.

Holdaway menggunakan garis-H untuk analisis keseimbangan dan

keharmonisan profil jaringan lunak yang diperoleh dengan menarik garis dari titik

pogonion kulit (Pog’) ke titik labial superior (Ls). Garis-H ini berhubungan erat dengan besar sudut-H. Yang dimaksud dengan sudut-H adalah sebuah sudut yang

dibentuk oleh perpotongan garis-H dengan garis N’-Pog’. Sudut-H yang digunakan dalam penentuan konveksitas jaringan lunak adalah cembung, lurus, atau cekung.

Besar sudut-H yang harmonis dan seimbang pada ras Kaukasoid berkisar 7o– 15o.11 Tabel 3 yang merupakan hasil pengukuran terhadap konveksitas jaringan

lunak diperoleh nilai rerata 14,97o. Pengukuran pada 40 sampel penelitian memiliki

distribusi normal dimana nilai signifikansi sebesar 0,210 (p>0,05).

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada

mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU sebesar 15,42o

sedangkan rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki

sebesar 14,52o. Namun, perbedaan ini secara statistik tidak bermakna secara

signifikan. Hal ini dapat dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,425 (p>0,05). Dari

(17)

antara rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki dan

perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Perabuwijaya (2007) terhadap 42

orang dengan usia 20-25 tahun pada mahasiswa FKG USU ras Deutro Melayu

memperoleh rerata konveksitas jaringan lunak pada laki-laki (mean = 17o) dan

perempuan (mean = 16,53o) yang menyatakan tidak ada perbedaan yang bermakna

antara kedua jenis kelamin tersebut.16

Tabel 5 menunjukkan bahwa hasil uji statistik untuk hubungan konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada taraf uji p ≤ 0,01 memiliki nilai signifikansi (p) yang bermakna yaitu sebesar 0,000 dengan nilai kekuatan uji korelasi

Pearson sebesar 0,748 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang

kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak wajah pada

mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Tabel 6 menunjukkan bahwa hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu

FKG dan FT USU adalah sebesar 0,701 sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat

hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil uji korelasi Pearson antara konveksitas skeletal dengan jaringan lunak

wajah pada mahasiswa perempuan adalah sebesar 0,814 sehingga dapat disimpulkan

bahwa terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara konveksitas skeletal

dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu FKG

dan FT USU.

Korelasinya positif berarti perubahan kedua variabel menunjukkan arah yang

sama. Semakin besar nilai konveksitas skeletal maka akan semakin besar nilai

konveksitas jaringan lunak mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Susilowati (2009) pada suku

Bugis dan Makassar yang menyatakan adanya korelasi antara derajat konveksitas

jaringan keras dengan jaringan lunak wajah baik pada laki-laki dan perempuan.

(18)

probabilitas 0,002 (p<0,05) sedangkan pada perempuan sebesar +0,586 dengan

probabilitas 0,001 (p<0,05) menunjukkan terdapat korelasi yang signifikan antara

kedua variabel tersebut.17

Penelitian Koesoemahardja (1993) tentang pola pertumbuhan jaringan lunak

kraniofasial serta kaitannya dengan pola pertumbuhan jaringan keras kraniofasial dan

pertumbuhan umum pada anak usia 6-18 tahun menyatakan bahwa tidak semua

jaringan lunak fasial pertumbuhannya berkorelasi dengan jaringan kerasnya, tetapi

ada yang tumbuh mandiri. Hasil penelitian tersebut kurang bisa diperbandingkan

dengan penelitian ini karena sampel penelitian tersebut masih bercampur antara

rentang usia anak-anak dan dewasa.33

Penelitian Sijabat (2011) tentang hubungan konveksitas skeletal dengan

konveksitas jaringan lunak wajah pada pasien usia remaja suku Batak yang dirawat di

klinik ortodonti FKG USU juga mendapatkan hasil adanya hubungan konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak pada kelompok kelas I Angle dengan kekuatan

(19)

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

1. Rerata konveksitas skeletal pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan

FT USU adalah sebesar 3,26 mm.

2. Rerata konveksitas jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto

Melayu FKG dan FT USU adalah sebesar 14,97o.

3. Konveksitas skeletal dan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki

dan perempuan suku Proto Melayu FKG dan FT USU tidak berbeda secara

signifikan.

4. Terdapat hubungan yang kuat (r = 0,748) antara konveksitas skeletal

dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa suku Proto Melayu FKG dan FT USU.

5. Terdapat hubungan yang kuat (r = 0,701) antara konveksitas skeletal

dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa laki-laki suku Proto Melayu FKG dan

FT USU dan terdapat hubungan yang sangat kuat (r = 0,814) antara konveksitas

skeletal dengan jaringan lunak wajah pada mahasiswa perempuan suku Proto Melayu

FKG dan FT USU.

6.2 Saran

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan jumlah sampel

yang lebih banyak agar didapatkan hasil penelitian dengan validitas yang lebih tinggi.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut terhadap tiap-tiap suku di Indonesia

karena Indonesia terdiri dari berbagai suku.

Gambar

Gambar 16. Tracing Box
Gambar 17.  Alat-alat penelitian :  (a) Pensil  mekanik  (b) Pensil       (c) Pulpen (d) Busur (e) Kalkulator (f) Penggaris
Gambar 19. (a) Kertas asetat (b) Lem perekat
Gambar 20. Garis yang diukur dalam penelitian
+5

Referensi

Dokumen terkait

PEKERJAAN : PEMBANGUNAN GEDUNG DAN FASILITAS BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI LOKASI : BALAI NIKAH KECAMATAN TELLU SIATTINGE.. KABUPATEN :

[r]

Bila dalam rencana kerja dan syarat-syarat disebutkan nama dan pabrik pembuatan dari suatu bahan dan barang, maka hal ini dimaksudkan untuk menunjukkan bahan dan barang

[r]

[r]

PEKERJAAN : PEMBANGUNAN GEDUNG DAN FASILITAS BALAI NIKAH DAN MANASIK HAJI. LOKASI : BALAI NIKAH

[r]

 Menyebutkan nama alat musik tradisional yang terbuat dari bambu  Mengidentifikasi lagu daerah nusantara melalui kegiatan menyanyi  Menyanyikan dengan baik dan benar lagu-lagu