• Tidak ada hasil yang ditemukan

Radioterapi pada Tumor Sulkus Superior Pancoast Tumor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Radioterapi pada Tumor Sulkus Superior Pancoast Tumor"

Copied!
26
0
0

Teks penuh

(1)

RADIOTERAPI PADA TUMOR SLKUS SUPERIOR

PANCOAST TUMOR

Disusun oleh :

Dr. Rosmita Ginting, Sp. Rad (K) Onk. Rad

NIP. 195602291983032003

UNIT RADIOTERAPI

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RUMAH SAKIT ADAM MALIK MEDAN

(2)

Makalah

Tinjauan Pustaka

RADIOTERAPI PADA TUMOR SULKUS SUPERIOR

PANCOAST TUMOR

Dr. Rosmita Ginting, Sp.Rad (K) Onk.Rad

Unit Radioterapi

RS Haji Adam Malik

(3)

TINJAUAN PUSTAKA

Definisi

Istilah tumor sulkus supenor paru sering digunakan dalam praktek klinis,

yang menggambarkan karsinoma paru bukan sel kecil yang timbul di apeks paru dan

mengmvasi dinding dada atau jaringan lunak di thoracic inlet tanpa

mempertimbangkan kompleksnya gejala yang timbul. Keterlibatan dinding dada

diatas termasuk costae 1-3, corpus vertebrae sekitar, plexus brachialis, pembuluh

darah subklavia, ganglion stellata, pleura parietal. 4,3,6, 8

Sedangkan istilah tumor Pancoast ditujukan pada karsinoma paru bukan sel

kecil yang timbul di apeks paru dan mengakibatkan tanda dan gejala yang dikenal

dengan sindroma Pancoast. Manifestasi tersebut yaitu nyeri di bahu dan lengan serta

sindroma Homer akibat invasi ganglion simpatis cervical. 4 Tahun 1924, dr. Henry

Pancoast mendefinisikan tumor sulcus paru sebagai massa yang tumbuh di thoracic

inlet yang menyebabkan manifestasi klinis karakteristik yaitu nyeri sesuai distribusi

sarafservikal8 atau thorakaI1-2. 3

Anatomi

Paru-paru dibagi menjadi dua, yaitu paru kanan dan kiri. Tiap paru dibagi

menjadi beberapa lobus yang dilapisi oleh pleura. Paru kiri dibagi menjadi lobus

superior dan inferior, yang dipisahkan oleh fissura mayor atau fissura oblik. Paru

kanan dibagi menjadi lobus superior, media, dan inferior, yang dipisahkan oleh fissura

mayor dan minor. Tiap lobus dibagi lagi menjadi segmen-segmen sesuai dengan unit

bronkhovaskular dan bronkhopulmoner. 9

Trakhea merupakan saluran nafas berbentuk tabung, mengalirkan udara dari

laring menuju bronkus. Trakhea bercabang menjadi bronkus utama kanan dan kiri

(setinggi carina). Trakhea dan bronkus utama kanan-kiri dilapisi oleh cincin-cincin

kartilago. 9

Bronkus utama kanan dan kiri bercabang lagi menjadi bronkus segmental yang

membagi lobus paru menjadi segmen-segmen. Bronkus segmental bercabang-cabang

lagi sampai menjadi bronkhiolus, yang tidak mengandung kartilago pada dindingnya.

Bronkhiolus bercabang menjadi bronkhiolus terminalis. Brokhiolus terminalis

bercabang menjadi asinus. Asinus berdiameter 5-6 mm, terdiri dari bronkhiolus

(4)

Anatomi thoracic inlet perlu diketahui terutama untuk menentukan teknik operasi pada tumor sulkus superior. Thoracic inlet dibagi menjadi 3 kompartemen, yaitu anterior, media, dan posterior. (Tabel 1). 8

Tabel 1. Kompartemen Thoracic Inlet

Kompartemen Batas (sepanjang iga 1) Struktur

Anterior Sternum sampai tepi • m. sternocleidomastoideus dan m.

anterior m. scalenus omohyoid

anterior • v. jugularis dan subklavia beserta

cabangnya

Media m. scalenus anterior • m. scalenus anterior dan media

sampai batas posterior • a. subklavia dan cabangnya

m. scalenus media • n. phrenicus dan trunkus plexus

brachialis

Posterior Posterior m. scalenus • m. scalenus posterior

media • a. scapularis posterior

• nerve roots plexus brachialis, n. thoracalis longus, n. spinalis

accessorius, rantai safar simpatis,

ganglion stellata

• Foramen neural, corpus vertebrae

Mediastinum dibagi menjadi anterior, media dan posterior. Pada tumor sulkus

superior penting diketahui keterlibatan pembuluh darah besar pada medistinum. Bila

tumor terletak di paru kanan dapat menekan vena cava superior dan menyebabkan

sindroma vena cava superior. Selain itu perlu diperhatikan lokasi kelenjar getah

bening mediastinum. 9

Plexus brachialis dibentuk oleh divisi anterior nervus spinalis C5 sampai Thl,

dengan variasi kontribusi dari C4 yang membentuk roots. Roots dari plexus brachialis berjalan antara m. scalenus anterior dan media berdekatan dengan a. subklavia. Roots

(5)

motorik dan sensorik ekstremitas atas. Sistem saraf simpatis yang terletak di bagian

superior mengatur dilatasi pupil, m. levator palpebra, kelenjar keringat, vasokonstriksi

pembuluh darah superfisial kulit dan vasodilatasi arteri profunda. 7,10

Etiologi dan Epidemiologi

Tumor sulkus superior pam hanya sebesar 1-3 % dari semua kanker pam.

Etiologi primer adalah karsinoma pam bukan sel kecil, terutama karsinoma sel

skuamosa atau adenokarsinoma. Hanya 3-5% merupakan karsinoma sel kecil. Namun

hanya 5 % dari kanker pam non small cell yang bermanifestasi sebagai tumor Pancoast. Etiologi tersering dari tumor sulkus superior paru adalah karsinoma

bronkogenik yang timbul di dekat sulkus superior dan menginvasi struktur

ekstrathorakal. 3

Kanker pam bamyak terdiagnosis antara usia 40 sampai 70 tahun dengan

puncak usia 50-60 tahun. Hanya sebesar 2% terjadi pada usia kurang dari 40 tahun.'

Angka insidens tumor paru pada laki-Iaki menurun, yaitu sebesar 86,5 per 100.000

orang pada tahun 1984, menjadi 69,8 di tahun 1998. Sedangkan pada era tahun 1990-

an, terdapat peningkatan insidensi kanker pam pada wanita yaitu sebesar 43,4 per

100.000 orang. Dari tahun 1992 sampai 1998, mortalitas kanker paru pada pria di

Amerika menurun signifikan yaitu sebesar 1,9% per tahun, sedangkan pada wanita

terjadi peningkatan sekitar 0,8% per tahun. 2

Faktor resiko kanker pam bukan sel kecil, yaitu : 2,3

• Merokok:

Berdasarkan data statistik sebesar 87% kanker pam terdapat pada perokok aktif.

Pada beberapa penelitian retrospektif, terdapat korelasi statistik antara frekuensi

kanker paru dan jumlah merokok perhari, cara merokok dengan menghisap dalam

rokok, dan durasi merokok. Dibandingkan dengan populasi yang tidak merokok,

perokok dengan jumlah rokok yang dihisap perhari kurang dari 40 batang per hari

memiliki resiko terkena kanker pam sebesar 10 kali. Dan pada perokok berat

dengan jumlah rokok yang dihisap per hari lebih dari 40 batang, memiliki resiko

sebesar 60 kali dari orang yang tidak merokok. Perokok pasif juga memiliki

kecenderungan yang sarna terpapar zat karsinogenik yang terdapat dalam rokok.

Setiap tahun, sekitar 3000 orang dewasa perokok pasif meninggal akibat kanker

(6)

Terekspos elemen industri seperti asbestos, uranium, radiasi ionisasi dosis tinggi,

emas, dan nikel.

Patofisiologi

Tumor di sulkus superior sebagian besar terletak di luar paru dan menginvasi

dinding dada, nerve roots, trunkus inferior dariplexus brachialis, rantai saraf simpatis, ganglion stelata, costae, dan tulang vertebrae. Tumor sulkus superior paru biasanya

menginvasi roots C8 dan Tl plexus bracialis dan menyebabkan kelemahan dan atrofi otot tangan serta parastesi tangan. Bila ekstensi tumor mencapai rantai saraf simpatis

paravertebral dan ganglion stellata, maka timbullah sindrom Homer. Tumor sulkus

superior paru dapat meluas ke corpus vertebrae, menyebabkan kompresi corpus

vertebrae dan menginvasi canalis spinalis serta medulla spinalis. Timbulnya sindrom

paraneoplastik pada tumor sulkus superior paru berhubungan dengan histopatologi

tumor, yaitu karsinoma sel kecil. 3,6,7

Gejala Klinis

Gejala klinis yang timbul sesuai dengan lokasi tumor di sulkus superior atau

t.horacic in let. Gejajaklinis pada tumor sulkuss suopenior paru, yaitu : 3'56,7 , • Nyeri

Awalnya, nyeri lokal timbul di bahu dan tepi medial scapula. Nyeri dapat

meluas sepanjang distribusi n. ulnaris. Nyeri biasanya tidak berkurang, kadang

memerlukan narkotika untuk menghilangkan nyeri.

• Sindrom Horner yang terdiri dari ptosis, miosis, dan anhidrosis ipsilateral wajah.

• Kelemahan dan atrofi otot tangan serta parastesi tangan.

• Sindrom paraneoplastik (jarang). Timbulnya sindrom paraneoplastik ini tidak berhubungan dengan resektabilitas, namun berhubungan dengan karsinoma

sel kecil.

• Sindroma Pancoast

Karakteristik sindrom ini yaotu terdapatnya tumor maligna sulkus superior

dengan destruksi thoracic inlet dan keterlibatan plexus brachialis serta saraf simpatis servikal, ganglion stellata dengan gejala nyeri berat regio bahu

(7)

otot-otot tangan, atrofi otot-otot tangan dan antebrachii, sindrom Homer, serta

scalenus ipsilateral/kontralateral, atau suprakalvikula. Metastasis Jauh (M)

~"'{ Metastasis jauh belum dapat ditentukan. MO Tidak terdapat metastasis jauh.

Ml Terdapat metastasis jauh. #

*

Tumor superfisial semua ukuran yang tidak biasa dengan komponen invasif terbatas pada dinding bronkus, yang meluas proksimal ke bronkus utama, diklasifikasikanjuga sebagai Tl.

+ Efusi pleura yang terjadi pada tumor pam kebanyakan karena tumor. Namun ada beberapa pasien

yang diperiksa sitologi cairan efusinya menunjukkan tidak terdapat sel tumor. Pada kasus ini, cairan

tidak mengandung darah dan bukan eksudat. Bila efusi bukan karean tumor, efusi hams dieksklusi

dalam menentukan staging. Klasifikasi ini berlaku juga pada efusi perikardial.

(8)

Staging tumor paru berdasarkan TNM pada karsinoma paru bukan sel kecil, sebagai

Staging tumor sulkus supenor paru oleh American Joint Committee on Cancer

(9)

.• Massa di apeks paru, biasanya di perifertepi berspikula. •

Destruksi tulang sekitar .

Tanpa atau disertai kelainan mediastinum.

rendah, serta dosis radiasi rendah. Namun karena lokasi tumor sulkus supenor

terletak di apeks paru, tumor ini sulit dideteksi pada foto toraks P A. Foto toraks top

lordotik juga dapat dilakukan untuk mendeteksi tumor sulkus superior paru ..1,12,13

Gambaran radiologis tumor sulkus superior paru pada foto polos dada yaitu : 6,12

• Penebalan unilateral atau asimetri apical cap> 5mm

..

Ultrasonografi (USG)

USG telah tebukti berguna untuk melihat lesi-lesi di pleura, paru perifer,

tumor mediastinal superior, dan lesi peridiafragma. Dengan kemajuan resolusi USG

dan teknik pungsi terpimpin (guiding), dapat dilakukan torakosentesis, drainase

kateter dan biopsi pada cairan atau massa intratorakal perifer. 14

Tranduser yang digunakan adalah tranduser linear atau sector 3,5 mHz. Pasien

dalarna posisi prone dengan scapula diekstensikan selateral mungkin. Transduser liner

digunakan di daerah interkostal posterior dan tranduser sektor di supraklavikula.

Kernudian dianalisa ukuran lesi, ekogenitas, bentuk dan adanya keterlibatan pleura

dan ekstrapelura. 14

USG dapat menentukan lokasi dan ekstensi tumor sulkus superior paru serta

sebagai guiding aspirasi atau biopsi. Tumor sulkus superior paru terlihat hipoekoik homogen atau heterogen dengan sentral hiperekoik (nekrotik) dan kebanyakan

terletak di dalam (sekitar 4,7 em). Pemeriksaan di daerah supraklavikula berguna

untuk melihat keterlibatan kelenjar getah bening dan vaskuler di daerah

supraklavikula. 14

CT scan

CT scan merupakan modalitas utama untuk mengkonfirmasi adanya tumor

sulkus superior, staging, dan panduan dalam melakukan biopsi. CT dapat

memperlihatkan dengan jelas erosi tulang sekitar seperti di costae dan corpus

vertebrae, patensi pembuluh darah subklavia, dan keterlibatan pleura,. Namun

kemampuannya terbatas dalam mendeteksi ekstensi tumor ke foramen

(10)

mendeteksi metastasis pada kelenjar getah bening yang berukuran normal serta

membedakan antara adhesi dan infiltrasi tumor. 1,12,13

Magnetic Resonance Imaging

:MRI merupakan modalitas yang optimal dalam evaluasi tumor sulkus

superior dan ekstensinya ke plexus brachialis, neural foramina, dan corpus vertebrae,

serta vaskuler sekitar dan menentukan resekstabilitas tumor. Kelebihannya yaitu

resolusi kontras yang baik, multiplanar, serta tidak menggunakan radiasi. :MRI

superior dibanding CT dalam melihat invasi tumor ke dinding dada, foramen

neurovertebral dan canalis spinalis, serta plexus brachialis. Kekurangan MRI yaitu

waktu pemeriksaan yang lebih lama memungkinkan terjarinya artefak gerakan dan

klaustrofobia. 1,4, 12,6, 13

Pemeriksaan komprehensif dengan menggunakan sekuens TI-T2WI pada

thorcic inlet potongan sagital, axial, dan koronal. Potongan sagital Tl WI memberikan informasi diagnostik yang penting dan secara optimal memperlihatkan m. scalenus,

komponen plexus brachialis dan pembuluh darah subkalvia dan pleura apikal dan

hams dilakukan pertama kali. Kontras gadollinium biasanya digunakan untuk melihat

invasi vaskuler atau intraforaminal, pada pasien yang mendapat terapi neoadjuvan,

dan kecurigaan rekurensi setelah terapi definitif. :MRI terutama digunakan untuk

evaluasi tumor primer dan ekstensi ke jaringan lunak sekitar, terutama jaringan saraf

12

Kontraindikasi reseksi tumor sulkus superior berdasarkan pencitraan sebagai

(11)

o Invasi a. carotis komunis atau a. vertebralis

o Metastasis kelenjar getah bening Nl (hilus ipsilateral) atau N3

(supraklavikula ipsilateral).

Skintigrafi Tulang

Berguna untuk melihat keterlibatan tulang akibat tumor clan melihat metastasis

jauh pada tulang lainnya. 6

Positron Emission Tomography (PET)

PET banyak digunakan dalam penentuan staging karsinoma paru bukan sel

kecil secara umum. Pada tumor sulkus superior paru, PET/CT berguna untuk

mendeteksi metastasis kelenjar getah bening pada kelenjar yang berukuran normal,

metastasis pleura dan metastasis jauh pada pasien karsinoma bronkogenik.

Pemeriksaan ini direkomendasikan pada semua pasien tumor sulkus supenor yang

resektabel. PET/CT juga dapat mendeteksi tumor rekuren setelah terapi definitif. Pada

pasien diatas terdapat peningkatan aktivitas FDG yang dapat menuntun biopsi untuk

mengkonfirmasi rekurensi tumor. 1,4

Bronkoskopi

Bronkhoskopi merupakan pemeriksaan primer untuk diagnosis kanker trakhea

atau karsinoma bronkogenik dengan menggunakan scope fiber optik. Scope yang fleksibel dapat memperlihatkan trakheobronkial proksimal sampai bronkus

sub segmental 2-3. Bila tumor terlihat secara endoskopi, maka angka diagnostik positif

dari brushing bronkus dan biopsi lebih dari 90%. Dengan bronkoskopi, lesi perifer dapat dicapai dengan sikat sitologi, jarum atau forceps biopsi. Pemeriksaan ini efektif

pada lesi dengan diameter lebih besar dari 2 em. 15

Karena letak tumor sulkus superior pam yang unik, pemeriksaan bronkoskopi

dan sitologi hanya efektif menegakkan diagnosis pada 10-20% kasus. Biopsi jarum

perkutaneus dengan ultrasonografi atau CT guided cukup baik untuk menegakkan diagnosis dibandingkan bronkoskopi. 6

Mediastinoskopi

Metastasis ke kelenjar getah bening terdapat pada 20% pasien tumor sulkus

(12)

direseksi, sebagai staging dan menentukan ekstensi diseksi kelenjar getah bening saat

operasi. 12 Angka ketahanan hidup 5 tahun pada tumor sulkus superior pam dengan

keterlibatan kelenjar getah bening N2,3 sebesar kurang dari 10%.6,8

HISTOPATOLOGI

Karena letak tumor sulkus superior pam di daerah apikal peri fer, penegakan

diagnosis histologi sulit dilakukan dengan metode konvensional bronkoskopi maupun

sputum sitologi. Sehingga beberapa pasien perlu dilakukan transthoracal needle aspiration, mediastinoskopi, biopsi kelenjar getah bening leher atau thorakotomi biopsi."

Klasifikasi histologi kanker pam epithelial menurut WHO yaitu : 2

• Karsinoma sel skuamosa • Karsinoma sel keeil

• Adenokarsinoma: asinar, papiler, brankhioloalveolar, solid, eampuran • Karsinoma sel besar : karsinoma sel besar neuroendokrin

• Karsinoma adenoskuamosa

• Karsinoma dengan elemen pleomorfik, sarkomatoid, sarkoomatous • Tumor karsinoid

• Karsinoma jenis kelenjar liur • Karsinoma yang tidak terklasifikasi

Klasifikasi kanker pam yang banyak digunakan dalam klinik berdasarkan

kecenderungan metastasis dan respon terhadap terapi adalah : 2

• Karsinoma sel keeil

Sering metastasis, respon baik dengan kemoterapi.

• Karsinoma bukan sel keeil

Jarang metastasis, kurang reponsifterhadap kemoterapi.

Proporsi relatif jenis histologi kanker pam, yaitu : 2

• Kasinoma sek skuamosa : 25-40% • Adenokarsinoma

• Karsinoma sel kecil • Kasinoma sel besar

: 25-40%

: 20-25%

: 10-15%

Karsinoma sel skuamosa biasanya tumbuh sebagai massa intraluminer. namun

(13)

peribronkhial ke daerah canna atau mediastinum. Tumor dapat tumbuh di

intraparenkim berbentuk bunga kol yang mendesak jaringan paru sekitarnya.

Gambaran makroskopis tumor ini berwarna abu-keputihan, konsistensi kenyal sampai

keras. Bila tumor berukuran besar, terdapat area hemoragik fokal atau nektrosis.

Terkadang fokus nekrotiknya menjadi kavitas. Tumor ini sering mengerosi epitel

bronkus, sehingga dapat didiagnosis dari pemeriksaan sitologi sputum, lavase cairan

bronkhioloalveolar, atau aspirasi jarum halus.'

Karsinoma sel skuamosa banyak ditemukan pada laki-laki dan berhubungan

erat dengan kebiasaan merokok. Gambaran histologinya yaitu terdapat keratinisasi

dan atau jembatan interseluler. Keratinisasi dapat berbentuk squamous pearls atau sel individual dengan sitoplasma eosinofilik padat. Gambaran ini prominen pada tumor

yang berdiferensiasi baik, mudah terlihat namun tidak ekstensif pada tumor yang

berdiferensiasi sedang dan sedikit pada tumor yang berdiferensiasi buruk. Aktivitas

mitosis tinggi pada tumor yang berdiferensiasi buruk. Biasanya karsinoma sel

skuamosa tumbuh di sentral dari bronkhi segmental ataupun sub segmental, namun

dapat pula ditemui di perifer. 2

Adenokarsinoma merupakan tumor ganas epitelial dengan diferensiasi

glandula atau produksi musin oleh sel tumor. Pola pertumbuhan adenokarsimoma

bervariasi, yaitu asinar, papiler, bronkhioalveolar, atau solid dengan produksi musin.

Adenokarsinoma adalah jenis sel kanker paru terbanyak pada wanita dan pasien yang

tidak merokok. Biasanya terletak di perifer, dan ukuran lebih kecil, serta pertumbuhan

lebih lambat dibanding karsinoma sel skuamosa, namun cepat bermetastasis luas.

Sekitar 80% mengandung musin. Pada jenis non musin terdapat sel kolumner, peg- shaped, atau kuboid, sedangkan pada jenis musin terdapat sel kolumner tinggi dengan musin sitoplasma atau intra alveolar, tumbuh sepanjang septa alveolar. 2

Adenokarsinoma terdapat pada 60% pasien tumor sulkus superior. 16

Karsinoma sel kecil memiliki gambaran histologi sel epitel kecil dengan

sitoplasma scant, tepi sel tidak tegas, kromatin inti granuler hyalus (salt and pepper pattern), dan tidak terdapat inconspicuous nucleoli). Selnya berbentuk bulat, oval,

spindle, dan prominen nuclear molding. Aktivitas mitosis tinggi. Nekrosis sering terjadi dan biasanya ektensif Karsinoma sel kecil berhubungan erat dengan merokok,

hanya sebesar 1% pada pasien yang tidak merokok. Kanker ini dapat timbul di

bronkus utama maupu perifer paru. Kanker ini merupakan kanker tumor yang paling

(14)

Karsinoma sel besar memiliki inti yang besar, anak inti yang prominen, dan

sitoplasma sedang. Dapat menggambarkan karsinoma sel skuamosa dan

adenokarsinoma yang tidak terklasifikasi (undifferentiated) yang tidak dapat dikenali

secara mikroskopik. Salah satu variasi histologinya adalah karsinoma neuroendokrin,

yang memberikan gambaran organoid nesting, trabekular, rosette-like, dan gambaran

palisade. 2

Sekitar 10% kanker pam memiliki gambaran histologi campuran dari 2 atau

lebih jenis sel-sel di atas. Akurasi diagnostik pemeriksaan sitologi sputum tergantung

dari keahlian sitopatologis. Umumnya, sputum positif pada kurang dari 20% pasien

kanker pam perifer, yaitu pada kanker yang terletak lebih dari 2-3 cm dari hilus pada

foto toraks dan tidak terlihat secara endoskopi. Kanker pam sentral dapat positif >

50% pada pemeriksaan sitologi sputum. 2,15

Diagnosis

Diagnosis tumor sulkus superior pam ditegakkan dengan : 13,15

• Analisis sitologi sputum sebesar sekitar 11-20 %. • Bronkoskopi fiberoptik 30 - 40 %

• Biopsi jarum transthorakal perkutaneus merupakan prosedur yang paling sensitif, dilakukan dengan guiding fluoroskopi, ultrasonografi ataupun CT dengan keberhasilan 95%.

• Thorakotomi dilakukan bila cara yang tersebut diatas tidak berhasil.

Penatalaksanaan

Tumor sulkus superior pam merupakan tantangan bagi ahli onkologi toraks.

Kemajuan teknologi pencitraan, teknik operasi, dan radioterapi tidak membawa

perubahan angka ketahanan hidup pada tumor sulkus superior pam selama 40 tahun

ini. 4,6

Operasi

Reseksi tumor sulkus superior pam idealnya mencakup lobektomi dengan dinding

dada yang terlibat. Operasi terdiri dari pendekatan posteriolateral, transklavikular

anterior, sternotomi parsial, dan kombinasi vertebrektomi dan kombinasi rekonstruksi

dinding dada bila terdapat keterlibatan corpus vertebrae. Mortalitas akibat operasi

(15)

1,2% dan morbiditas antara 7-38%. Komplikasi perioperasi primer yaitu pneumonia

dengan hipotesis kontrol nyeri yang buruk dan instabilitas dinding dada menyebabkan

menurunnya refleks batuk dan retensi sekret. Fisioterapi dada dan analgesik yang

adekuat secara signifikan menurunkan insidensi komplikasi ini. Komplikasi lainnya

adalah fistula bronkopleural, infeksi luka operasi, hemotoraks, chylotoraks, serta

emboli paru. Komplikasi vaskuler adalah punzsi atau robekan serta trombosis vena

subklavia. Sindrom horner dapat disebab kan oleh simpatektomi high dorsal root, dan disfungfsi n. ulnaris akibat kerusakan pada C8 atau Tl. 6

Reseksi tumor sulkus superior pam total bila memenuhi kriteria sebagai berikut : 17

• Tepi sayatan bebas tumor secara mikroskopik.

• Tidak ada ekstensi kelenjar getah bening ekstrakapsuler • Tidak ada penyebaran ke kelenjar getah bening mediastinum.

Radiasi

Radioterapi telah digunakan sebagai modalitas tunggal ataupun terapi

multimodal. Paulson menggunakan radiasi preoperatif yang dilanjutkan operasi

reseksi pada 18 pasien yang dipublikasikan pertama kali tahun 1966. Monoterapi

menunjukkan hasil yang buruk, dengan angka ketahanan hidup 5 tahun pernah

dilaporkan sebesar 23%. Variasi dosis, teknik sinar, dan staging, dan kurangnya

laporan mengenai morbiditas 'yang berhubungan dengan terapi menyebabkan

efektifitas radioterapi pada tumor sulkus superior sulit dinilai. 6

Faktor yang penting dalam merencanakan radioterapi untuk tumor sulkus

superior adalah resektabilitas tumor, lokasi, dan letaknya terhadap organ sekitar

seperti esofagus, plexus brachial is, dan medulla spinalis. 4

(16)

Berikut dosis radiasi yang biasa diterapkan pada karsinoma paru bukan sel kecil :

4,13,18

• Radiasi preoperatifdengan kemoterapi : 30-50 Gy dalam 15-25 fraksi. ,,;' • Radiasi definitif pada kanker paru stadium III inoperabel dengan kemoterapi

60-70 Gy dalam 30-35 fraksi.

• Radiasi ajuvan post operasi :

o Batas sayatan tidak bebas tumor: 60 Gy dalam 30 fraksi.

o Metastasis kelenjar getah bening mediastinal (2:: N2) : 50 Gy dalam 25

fraksi.

o Invasi dinding dada (T3-T4) : 50-60 Gy dalam 25-30 fraksi.

• Radiasi paliatif

Terapi radiasi saja (paliatif) dapat mengurangi rasa sakit pada 75-90% pasien.

Selain itu radiasi paliatif dapat mengurangi hemoptisis, batuk, dyspnoea akibat

obstruksi bronkus oleh tumor, disfagia akibat kompresi kelenjar getah bening

mediastinal pada esofagus, sindroma vena cava superior akibat penekanan

massa. Radiasi paliatif ekstratorakal dilakukan untuk menangani lesi

metastasis akibat kanker paru, seperti otak, medulla spinalis, dan tulang.

Radiasi preoperatif dapat membersihkan tumor bed dimana suplai darah masih baik. Sel tumor lebih sensitif terhadap radiasi pada keadaan tekanan oksigen yang

lebih tinggi yaitu di perifer tumor paru yang vaskularisasinya banyak. Radiasi

preoperatif diberikan ke tumor primer dan jaringan sekitar di regio supraklavikula

ipsilateral. Radiasi preoperatif diberikan pada pasien stadium III A dengan kelenjar getah bening mediastinal yang positif, invasi pleura mediastinalis, tumor sulkus

superior paru, invasi mediastinum, pembuluh darah besar, trakhea dan dengan

keterlibatan kelenjar getah bening supraklavikula. 19

Keuntungan radiasi preoperatif pada tumor sulkus superior, yaitu : 4,6,19

• Mengecilkan ukuran tumor sehingga memungkinkan dilakukannya reseksi total.

• Kontrol tumor lokal.

• Mengurangi seeding sel tumor pada operasi.

• Kontrol sistem limfatik lokoregional sehingga mengurangi terjadinya metastasis.

(17)

Kekurangan radiasi preoperatif, yaitu : 4,6,19

• Tidak semua sel tumor termasuk dalam lapangan radiasi (mikrometastasis). • Komplikasi post operasi meningkat.

• Waktu operasi tertunda.

Lapangan radiasi tumor sulkus superior meliputi tumor, kelenjar getah bening

supraklavikula, mediastinal, dan hilus, serta korpus vertebrae yang terlibat. Teknik

penyinaran yang dilakukan dapat berupa opposing anterior-posterior maupun oblik tergantung tumor primer, ekstensinya, serta keterlibatan organ sekitar. Organ beresiko

. pada radiasi tumor pam yaitu jaringan pam normal, esofagus, medulla spinalis, serta

jantung. 15,20

Komplikasi radiasi pada organ sekitar, yaitu : 6,15,21

• Jaringan pam normal sekitar : pneumonitis radiasi.

Biasanya muncul antara bulan pertama dan ketiga setelah radiasi, namun bisa

pula muncul pada 6 bulan setelah radiasi. Keluhan penderita berupa batuk non

produktif, sesak, takikardi, dan demam. Insidensi pneumonitis radiasi pada

pasien yang mendapat radiasi sebesar 0-20%. Angka kejadian pneumonitis

sebesar 8% bila dosis total> 20 Gy dan 24% bila dosis total < 20Gy.

• Esofagus: esofagitis.

Gejala biasanya timbul pada minggu kedua sampai keempat radiasi dengan

keluhan disfagia. Komplikasi ini berhubungan dengan dosis. Esofagus normal

dapat mentoleransi dosis sampai 60 Gy. Kemoterapi dapat menambah

insidensi dan memperberat komplikasi ini. Esofagitis akut akan membaik

setelah radioterapi selesai. Esofagitis kronik jarang terjadi, dan biasanya

memerlukan dilatasi bila sudah terjadi striktur.

• Saraf: sindroma Lhermitte dan melitis.

Komplikasi ini jarang terjadi (kurang dari 5% kasus). Sindroma Lhermitte

biasanya terjadi pada 6 bulan pertama setelah radiasi dan dapat sembuh

sendiri. Myelitis radiasi bersifat ireversibel. Oleh karena itu dosis radiasi pada

medulla spinalis hams dibatasi. Dosis toleransi pada medulla spinalis sebesar

(18)

• Jantung: perikarditis, iskemia miokard, dan efusi perikardial.

Yang terbanyak dari komplikasi jantung adalah perikarditis, namun hanya

sebesar 5% dari komplikasi radiasi secara keseluruhan. Dosis toleransi jantung

sebesar 40-60 Gy.

• Kulit: eritema dan deksuamasi.

Pemberian kemoterapi dapat memperberat komplikasi ini.

Teknik radioterapi modern dapat memberikan dosis radiasi yang lebih tinggi

dan akurat pada tumor tanpa meningkatkan morbiditas terutama efek pada organ dan

jaringan sehat sekitar, diantaranya dengan menggunakan teknik 3D konformal,

Intensity-Modulated Radiotherapy (IMRT) dan stereotaktik radioterapi. 6,18

Teknik 3D konformal dilakukan dengan menggunakan CT scan pada

treatment planning. Sedangkan pada IMRT, sinar dalam lapangan radiasi dapat bergerak secara dinamik saat radiasi. Pada teknik stereotaktik, radiasi diberikan pada

dosis tinggi pada tumor yang berkuran kecil dan berbatas tegas. 18

Informasi morbiditas jangka lama brakiterapi pada tumor sulkus superior tidak

diketahui karena teknik ini tidak banyak tersedia. 6

Kemoterapi

Kemoterapi dapat digunakan sebagi terapi neoajuvan sebelum operasi maupun

radiasi, bersamaan dengan radiasi (concurrent), ajuvan, maupun paliatif. 6

Kemoterapi dapat menghambat mikrometastasis dan menyebabkan regresi tumor

paru. 19 Regimen yang banyak digunakan untuk karsinoma paru bukan sel kecil yaitu

cisplatin dan etoposide serta cisplatine dan vinblastine. Karena bersifat toksik pada

sistem hematologi, pada beberapa pasien pemberian kemoterapi dapat dihentikan

ataupun ditunda sebelum dosis total tepenuhi. 6,15

Terapi Multimodalitas

Saat ini, terapi multimodalitas merupakan terapi standar pada pasien tumor

sulkus superior. 4 Kombinasi kemoterapi, radiasi, dengan operasi dapat mengurangi

mikrometastasis yang dilakukan oleh kemoterapi dan mengecilkan massa tumor oleh

radiasi dan kemoterapi, sehingga reseksi komplit dapat dilakukan. Kekurangan terapi

neoadjuvant adalah reaksi toksik yang dapat meningkatkan morbiditas atau kematian

(19)

Operasi reseksi dilakukan dalam waktu 4-6 mmggu pasca kemoradiasi. 4,19

Kemoterapi saja kurang efektif dibandingkan kemoradioterapi dalam mengurangi rasa

nyeri, yang penting dalam terapi neoajuvan tumor sulkus superior. 4

PROGNOSIS

Prognosis pasien dengan tumor sulkus superior berhubungan dengan beberapa -

faktor klinis. Faktor yang berhubungan dengan prognosis yang buruk yaitu invasi

kelenjar getah bening mediastinum, vertebrae atau pembuluh darah besar, terdapatnya

sindrom Homer, batas sayatan tidak bebas tumor, dan metastasis. Faktor klinis yang

berhubungan dengan prognosis ketahanan hidup yang baik yaitu keadaan umum yang

baik, penurunan berat badan < 5% berat badan total, serta tercapainya kontrol lokal

dan nyeri yang berkurang setelah terapi. 13,16

Pasien yang tidak diterapi memiliki rerata ketahanan hidup 10-14 bulan

setelah diagnosis. Pasien dengan lesi T4 memiliki prognosis yang buruk dengan angka

ketahanan hidup 5 tahun 9-11 %. Rekurensi lokal post operasi dilaporkan sebesar 23-

38% dengan tempat tersering di plexus brachialis, foremen neuralis, corpus vertebrae,

dan vena subklavia. Tempat metastasis tersering adalah otak dan tulang. Metastasis

otak terutama pada pasien dengan hasil histopatologi tumor sel besar diferensiasi

buruk dan adenokarsinoma. Pasien dengan reseksi tumor inkomplit memiliki

prognosis yang sarna dengan pasien yang tidak direseksi. 13,16

Terapi radiasi neoajuvan memiliki rerata ketahanan hidup sekitar 7-31 bulan

dan angka ketahanan hidup 5 tahun sebesar 20-35%. Relaps dalam bentuk metastasis

jauh sering terjadi setelah terapi. 13 Beberapa penelitian prospektif dan retrospektif

menunjukkan angka harapan hidup 5 tahun pada tumor sulkus superior yang diterapi

multimodalitas operasi dan radiasi pre-post operasi sebesar 26-47%.4

Pada penelitian prospektif terbesar oleh Southwestern Oncology

Group(SWOG), yang meneliti kombinasi kemoradiasi pada 110 pasien tumor sulkus

superior yang potensial resektabel (T3/T4, NOINI), menunjukkan angka harapan

hidup 5 tahun sebesar 44% pada semua pasien yang menjalani kemoradiasi dan 54%

pada pasien yang tumornya berhasil direseksi total dengan median survival pada kelompok pertama 33 bulan dan kelompok 2 sebesar 94 bulan. 4

SWOG juga mengevaluasi peran kemoterapi concurrent cisplatin dan etoposide dengan radiasi 45 Gy selama 5 minggu diikuti 2 siklus kemoterapi pada

pasien tumor sulkus superior paru dengan mediastinoskopi negatif. Hasilnya dapat

dilakukan reseksi total pada 92%. Dari 66% pasien yang dioperasi, 36% mengalami

(20)

hidup 2 tahun sebesar 55% pada semua pasien dan 70% pada pasien dengan reseksi

total. 6

Pada pasien yang tidak dapat dioperasi tanpa metastasis (prognosis baik),

dianjurkan terapi kemoradiasi concurrent .. 22

(21)

DISKUSI

Telah dilaporkan seorang laki-laki usia 55 tahun yang dirujuk dari IRNA A

lantai 6 ke depatemen radioterapi untuk diradiasi neoajuvan. Pasien datang berobat ke

RSCM dengan keluhan utama nyeri bahu kiri selama 4 bulan sebelum masuk rumah

sakit. Pasien sedang dalam terapi OAT bulan ke 5 dan sudah mendapatkan

pengobatan tuberkulosis pam putus obat selama 4 bulan di tahun 2004. Pasien

memiliki riwayat kebiasaan merokok selama > 30 tahun, 1 bungkus per hari. Sampai

saat ini belum diketahui dengan jelas hubungan antara TB pam dengan tumor sulkus

superior pam. Di Canada, terdapat satu kasus TB pam bersamaan dengan tumor

Pancoast yang diterapi radiasi paliatif untuk mengurangi nyeri. Pada pasien tersebut

juga terdapat riwayat merokok berat, setelah 9 bulan pasca radiasi ukuran lesi

mengecil, sehingga dapat dilakukan operasi. 23 Faktor resiko kanker pam pada pasien

laporan kasus ini yaitu riwayat merokok. Hubungan antara merokok dan kanker pam

sudah tertegakkan secara epidemiologi maupun ilmiah, yaitu karena terdapatnya

bahan karsinogenik dalam rokok. 24

Dari pemeriksaan foto toraks pertama tanggal 9 Juni 2007 ditemukan

gambaran TB pam lama aktif dan perpadatan di lapangan atas pam kiri, tepi ireguler,

disertai penarikan hilus kiri ke kranial dan trakhea ke kiri. Terdapat pula penebalan

apical cap kiri. Gambaran ini mencurigakan adanya proses keganasan pam. Hasil

pemeriksaan foto toraks selanjutnya dan CT scan pada pasien tersebut menunjukkan

gambaran tumor sulkus superior kiri disertai destruksi costae 2,3,4 posterior kiri serta

sisi kiri corpus vertebrae Th 2,3,4 disertai tuberkulosis pam lama aktif. Destruksi

corpus vertebrae Th3 sisi kiri mencapai 50%. Terdapat pula destruksi pada arcus

posterior corpus vertebrae dan foramen neuralis kiri vertebrae Th3,4. Batas lesi

dengan esofagus sebagian tidak jelas, sehingga tidak menyingkirkan adanya infiltrasi

pada esofagus, walaupun tidak didapatkan keluhan disfagia. Batas lesi dengan trakhea

masih jelas, belum terdapat tanda infiltrasi pada trakhea. Tidak didapatkan

pembesaran kelenjar getah bening mediastinal, hilus maupun supraklavikula dan

tanda keterlibatan pembuluh darah subklavia dan a. carotis komunis.

Pada pemeriksaan bone scan terdapat peningkatan aktivitas pada vertebrae

Th2,3,4, costae 2 kiri posterior, dan costae 4 kiri lateral dikarenakan destruksi akibat

infiltrasi massa tumor, dan tidak didapatkan metastasis pada tulang-tulang lain.

(22)

brachial is serta memastikan keterlibatan esofagus, yang bila positif maka pasien

kontraindikasi untuk reseksi.

Pada waktu itu, belum dapat ditegakkan jenis sel tumor paru seeara

mikroskopis dengan eara pengambilan sputum, sitologi transthorakal biopsi, maupun

sitologi bronkus dan biopsi bronkus dengan cara bronkoskopi. Hal ini diperkirakan

disebabkan oleh terambilnya jaringan riekrotik pada sediaan sitologi, dimana jaringan

nekrotik terlihat dominan pada CT scan toraks. Pasien dikonsulkan ke bagian bedah

toraks dan diputuskan untuk dilakukan radiasi neoajuvan sebelum open biopsy bila perlu reseksi. Bedasarkan hasil Chest meeting tanggal 10 Desember 2007 dari klinis dan radiologis diputuskan sesuai dengan keganasan paru dan direncanakan untuk

radioterapi neoajuvan.

Pada pemeriksaan fisik di radioterapi ditemukan kelenjar getah bening supraklavikula

kiri, ukuran 1 em, mobile, batas tegas, tepi reguler. Pasien diberikan radiasi ekterna

neoajuvan dengan total dosis 50 Gy, 2 Gy/fraksi. Lapangan radiasi meliputi tumor

primer (paru kiri atas) dan kelenjar getah bening daerah mediastinal, hilus kiri dan

supraklavikula kiri. Teknik penyinaran APIP A dengan pesawat Cobalt 60 sampai

dosis 40 Gy. Dilakukan foto toraks setelah radiasi 40 Gy, yang bila dibandingkan

dengan foto tanggal 6 Desember 2007, ukuran tumor stqa, infiltrat di parakardial kiri

berkurang, destruksi costae 2,3,4 stqa. Lalu dilakukan blok medulla spinalis, radiasi

dilanjutkan sampai 50 Gy. Setelah radiasi 50 Gy, keluhan nyeri punggung kiri sedikit

berkurang, dan batuk berdahak berkurang, serta tidak tampak lagi pembesaran

kelenjar getah bening supraklavikula kiri.

Kemudian pasien dikonsulkan ke bedah toraks kemudian dikirim untuk

pemeriksaan CT scan toraks evaluasi pasca radiasi. Dari hasil evaluasi CT scan pasca

radiasi, terlihat ukuran dan perluasan tumor relatif stqa, dan jaringan nek...rotik

bertambah, dengan adanya infiltrasi ke vertebrae, diputuskan tidak dapat direseksi dan

dikirim ke radiologi untuk dilakukan transthorakal biopsi (TTB) dengan CT guided.

TTB dilakukan di daerah perifer tumor yang masih padat. Hasil histopatologi TTB

dari departemen patologi anatomi adalah karsinoma sel skuamosa. Hal ini sesuai

dengan faktor resiko yang dimiliki pasien yaitu jenis kelamin laki-laki dan kebiasaan

merokok. Dan dari pemeriksaan bronkoskopi juga ditemukan massa intraluminer B2.

Pada karsinoma sel skuamosa biasanya tumbuh di intraluminer sentral dan dapat

(23)

Pasien kemudian diputuskan untuk diterapi kemoradiasi paliatif Pasien

diradiasi kembali dengan rencana total dosis 70 Gy. Hal ini sesuai dengan total dosis

radiasi pada tumor sulkus superior inoperabel. Karena jarak antara penyinaran

terakhir yaitu 25 Januari 2008 sampai 14 April 2008, maka pasien hams menjalani

penyinaran sampai 48 x. Pasien memulai radiasi yang ke 26x tanggal 15 April 2008.

Pasien juga menialaniJcemoterapi kombinasi intravena cisplatin (had ke 1) dan

etoposide (hari ke 1-3) pada tanggal 24 April 2008. Setelah dikemoterapi pasien

merasa lemah, dan hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 5 Mei 2008 menunjukkan

toksisitas hematologi (Hb = 9,4 g/dL, Leukosit = 200 /uL, trombosit = 38.000 /uL)

dan kerontokan rambut. Hal ini sesuai dengan efek samping kemoterapi dengan

etoposide yaitu terdapar toksisitas hematologi. Pada beberapa pasien tumor sulkus

superior yang menjalani terapi multimodalitas dengan kemoradiasi neoajuvan

kemudian tidak bisa dioperasi. Hal ini mungkin dikarenakan progresi tumor karena

waktu atau komorbitidas akibat terapi induksi.i" Karena hasil laboratorium tidak

memenuhi syarat radiasi, maka radiasi pada pasien dihentikan. Saat itu pasien sudah

menjalani radiasi yang ke 40x. Pasien kemudian dirujuk ke hematologi onkologi dan

dirawat inap. Kemudian pasien tidak melanjutkan kemoradiasi.

Pasien kontrol ke departemen hematologi onkologi tanggal 1 Juli 2008 dengan

keadaan umum lemah, mual, demam kadang-kadang, dan sulit makan. Pasien

kemudian dirawat inap karena pneumonia dan intake sulit. Hasil laboratorium : Hb =

9,1 g/dL, Leukosit = 25.400 /uL, trombosit = 194.000 /uL. Pasien tidak kontrollagi ke

departemen radioterapi karena keadaan umum yang lemah dan menolak melanjutkan

kemoradiasi. Dilakukan foto toraks PA tanggal 2 Juli 2008, dibandingkan dengan foto

sebelumnya tampak ukuran tumor bertambah besar dan destruksi costae 2,3,4 sedikit

bertambah. Gambaran ini menunjukkan progresivitas tumor tanpa terapi apapun

selama sekitar 1,5 bulan. Pada penelitian Komaki dkk, kontrol tumor lokal pada asien

tumor sulkus superior pam berhubungan dengan ukuran tumor. Pada pasien ini ukuran

tumor cukup besar dan tidak menunjukkan respon yang baik terhadap radiasi. Anga

kesintasan hidup 5 tahun pada pasien tumor sulkus usperior pam yang hanya

menerima radiasi saja sebesar 9% dan kontrol lokal 51%. Sedangkan pada pasien

yang menerima dosis radiasi 66 Gy atau lebih dengan kombinasi kemoterapi memiliki

angka kesintasan hidup 5 tahun sebesar 33%. 25

Pasien meninggal dalam perawatan tanggal 31 Juli 2008 karena sesak dan

(24)

sehingga kemungkinan penyebab kematian pada pasien ini karena insufisiensi koroner

akut. Selain itu, terdapat riwayat merokok lama pada pasien ini. Kemungkinan lain

penyebab kematian pada pasien ini yaitu emboli pam. Insidensi emboli pam pada

keganasan yaitu 4%. Emboli ini terutama diakibatkan oleh kelainan koagulopati. Pada

penelitian Gladish, insidensi emboli pam pada keganasan yang tertinggi terdapat pada

tumor ginekologi yaitu 15%, sedangkan kanker paru sebesar 7%. 26

Prognosis pada pasien ini buruk karena adanya gap antara radiasi neoajuvan

dan radiasi paliatif selama 80 hari, tidak lengkapnya total dosis radiasi dan kemoterapi

yang direncanakan, keadaan umum pasien yang lemah, serta invasi ke vertebrae.

RANGKUMAN

Terapi multimodalitas yang terdiri dari operasi, radiasi, dan kemoterapi

sebaiknya menjadi terapi standart pada pasien tumor sulkus superior paru. Radioterapi

dapat digunakan sebagai terapi definitif maupun paliatif. Pencitraan berperan dalam

menentukan staging maupun pilihan terapi serta penentuan teknik operasi maupun

(25)

DAFTAR PUSTAKA

1. Schaefer C, Prokop M. New imaging techniques in the treatment guidelines for lung

cancer. Eur Respir J 2002; 19: Suppl. 35, 71s-83s

2. Kumar V, Abbas AK, Fausto N. Robbins and Cotran pathologic basis of disease.

Philadelphia:Elsevier Saunders,2005;p.757-764

3. Bhimji S. Pancoast tumor. 2006. Available from

http://www.emedicine.com/med/topic3576.htm

4. Bruzzi IF, Komaki R, Walsh GL, Truong MT, Gladish GW, Munden RF, Erasmus

JJ.Imaging of non-small cell lung cancer of the superior sulcus part 1 : anatomy,

clinical manifestations, and management. RadioGraphies 2008; 28:551-560

5. D'Silva KJ. Pancoast syndrome. 2007. Available from:

http://www.emedicine.com/med/topic3418.htm

6. Archie VC, Thomas Jr CR. Superior sulcus tumors: a mini-review. The Oncologist

2004;9:550-555

7. Aquino SL, Duncan GR, Hayman LA. Nerves of the thorax.: atlas or normal and

pathologic findings. RadioGraphics 2001; 21: 1275--128]

8. Detterbeck FC. Changes in the treatment of pancoast tumors. Ann Thorac Surg

2003;75: 1990 -7)

9. Grainger RG, Allison D, Adam A, Dixon AK. Grainger & Allison's diagnostic

radiology a textbook of medical imaging. Edinburgh:Churchill Livingstone,

2001;p.283-302

10. Wittenberg KH, Adkins Me. MR imaging of nontraumatic brachial plexopathies

frequency and spevctrum findings. RadioGraphies 2000; 20:1023-1032

11. Hansell DM, Armstrong P, Lynch D, McAdams HP. Imaging of the diseases of the

chest. 4th ed.Philadelphia:Elsevier Mosby,2005 ;p. 785-811

12. Bruzzi IF, Komaki R, Walsh GL, Truong MT, Gladish GW, Munden RF, Erasmus

JJ.lmaging of non-small cell lung cancer of the superior sulcus part 2: initial

staging and assessment of resectability and therapeutic response. RadioGraphies

2008; 28:561-572

13. Arcasoy SM, Jett JR. Superior pulmonary sulcus tumors and Pancoast's syndrome.

The New England Journal of Medicine Nov 1997;11:1370-1376

14. Yang PC, Lee LN, Luh KT, Kuo SH, Yang SP. Ultrasonography of Pancoast tumor.

(26)

15. Ginsberg RJ, Vokes EE, Rosenzweig KR. Non-small sell lung cancer. In : Freeman

S, Rhyner S, Snyder A, Harris S, Scaramuzzo TA, Langford K, et al. Cancer

principles & practice of oncology. 6th ed. Philadelphia:Lippincott Williams &

. Wilkins,2001;p.925-974

16. Breathnach OS. Non-small cell lung cancer. In Abraham J, Allegra CJ. Bethesda

handbook of clinical oncology. Philadelphia.Lippincott Wiliams &

Wilkins,200 1;p.42-43

17. Marra A, Eberhardt W, Pottgen C, Theegarten D, Korfee S, Gauler T, et al.

Induction chemotherapy, concurrent chemoradiation and surgery for Pancoast

tumour. Eur Respir J 2007; 29: 117-127

18. Kong FM, Bradley JD, Martel M, Senan S. Cancers of the thorax. In:Khan FM.

Treatment planning in radiation oncology.Z'" ed. Philadelphia:Lippincott

Williams& Wilkins,2007;p. 4 50-462

19. Faber LP. Current status of neoadjuvant therapy for non-small cell lung cancer.

Chest 1994;106:355-358

20. Dobbs J. Practical radiotherapy planning.J'" ed. London:Arnold,1999;p.175-185

21. Kwa SL, Lebesque N, Theuws JC et al. Radiation pneumonitis as a function of

mean lung dose: an analysis of pooled data of 540 patients. Int J Radiat Oncol Biol

Phys 1998;42:1-9

22. Alberts WM. Diagnosis and management of lung cancer executive summary. Chest

2007; 132: 1-19

23. Gonzalez AV, Sirois C, Fraser RS, Gruber J. An unexpected response to

radiotherapy. Chest 2005;128: Suppl. 4, 451s

24. McPhee SJ, Papadakis MA. Current Medical Diagnosis & Treatment 2009. 48th

Edition. Philadelphia: McGraw-Hill, 2009; section 39.

25. Perez CA. Brady LW, Halperin EC, Schmidt-Ullrich RK. Principles and practice of

radiation oncology. 4th Edition. Philadelphia:Lippincott Williams & Wilkins,

2004;p.1201-1241

26. Gladish GW. Chloe DH, Marom EM, Sabloff BS, Broemeling LD, Munden RF.

Incidental pulmonary emboli in incologic patients prevalence, CT evaluation, and

Referensi

Dokumen terkait

Pada gambar di atas ABCD adalah persegi panjang..Jika PQRS adalah persegi, hitung keliling bangun yang diarsir.. ABCD adalah persegi dengan panjang sisi

Kedua, dilihat dari tingkat pelayanan dalam konsep administrasi publik (karena objek utamanya adalah peran utama publik). Ketiga, propesional para birokrat dalam

Karya-karya keramik yang diciptakan berwujud tiga dimensional dengan bentuk–bentuk ekspresi, Karya yang diciptakan berjumlah sembilan buah sebagai simbol Asma’ul

Buku Profil Kota Bekasi tahun 2014 kami harapkan dapat menampilkan data yang lebih akurat dan valid karena telah melalui proses verifikasi dan evaluasi bersama

Cahaya matahari sangat diperlukan rumput laut dalam proses fotosintesis seperti yang disampaikan oleh Ismail dan Pratiwi (2002) bahwa rumput laut memerlukan sinar matahari

Dengan memanjatkan segala puji dan Rasa Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan segala Rahmat-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini

Mengumpulkan biodata dan assesment mc kenzie untuk dikaji dan disiapkan menjadi sampel sesuai dengan kriteria inklusi dan eksklusi, merakitulasi hasil yang telah diperoleh

Pengujian penelitian terdiri dari: Pengetahuan guru tentang strategi pembelajaran (XI), Sikap mengajar (X2), motivasi rnengrajar (X3), sebagai variabel bebas dan