• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Terapi Musik Bagi Siswa SD Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Kelas V SD Negeri No. 060886 dan 060889 Medan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Terapi Musik Bagi Siswa SD Terhadap Kecemasan Belajar Matematika Kelas V SD Negeri No. 060886 dan 060889 Medan"

Copied!
12
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Terapi Musik

2.1.1. Definisi Terapi Musik

Terapi musik adalah penggunaan musik sebagai alat terapi untuk

memperbaiki, memelihara, dan meningkatkan keadaan mental, fisik dan emosi.

Terapi musik adalah cara yang mudah dan yang bermanfaat positif bagi tubuh,

psikis, serta meningkatkan daya ingat dan hubungan sosial (Djohan, 2006). Musik

adalah segala sesuatu yang menyenangkan, mendatangkan kecerian, mempunyai

irama (ritme), melodi, timbre (warna suara) tertentu untuk membantu tubuh dan

pikiran saling bekerja sama. Musik memberikan nuansa yang bersifat menghibur,

menumbuhkan suasana yang menenangkan dan menyenangkan seseorang (Sari,

2005).

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Rusmawati & Dewi (2011) bahwa

waktu yang digunakan bagi siswa SD 50 menit selama 6 kali pertemuan

digunakan pada anak gangguan ADHD. Menurut pusat riset terapi musik 2011

ada dua sesi yang perlu dilakukan setiap hari. Pertama adalah sesi pemprograman

pikiran, yaitu meluangkan waktu 5-10 menit setiap hari untuk melakukan proses

pemprograman ulang pikiran yang disesuaikan dengan tujuan dan masalahnya

masing-masing.

Kedua adalah mendengarkan file audio yang dibuat dengan teknologi

terapi musik dan brainwave entrainment selama 30 menit. Tujuan dari sesi ini

(2)

maka peneliti menggunakan waktu 30 menit untuk melakukan terapi musik bagi

siswa terhadap kecemasan belajar matematika yang dilakukan selama tiga minggu

dimana satu minggu tiga kali pertemuan.

2.1.2. Jenis Terapi Musik

Perkembangan dan kemajuan teknologi juga semakin meningkatkan

jenis-jenis musik. Jenis-jenis-jenis musik yang sudah diteliti yang dapat dimanfaatkan untuk

merangsang otak adalah (Satiadarma, 2004) :

2.1.2.1.Musik Klasik

Musik klasik dapat berguna untuk merangsang otak, dimana semakin

banyak yang diserap otak maka semakin beragam kemampuan manusia.

Masyarakat hendaknya waspada akan keterbatasan musik dalam memberikan

dampak khusus pada individu. Secara umum, beberapa jenis musik klasik

dianggap memiliki dampak yang relatif oleh beberapa orang. Musik klasik

memilki kesan dan dampak psikologi yang relatif sama, seperti menimbulkan

kesan rileks, santai dan memberikan dampak menenangkan (Satiadarma, 2004).

Para peneliti menganggap bahwa musik klasik yang memicu otak untuk

menyelesaikan masalah secara cepat. Oleh karena itu mendengar musik klasik

kemungkinan dapat memberikan dampak yang berbeda pada otak daripada

mendengarkan jenis musik yang lain (Sari, 2005).

2.1.2.2.Musik Barok

Musik barok dianggap sebagai musik yang ”membelai”, menimbulkan

rasa tenang dan nyaman. Musik barok menggambarkan nuansa keindahan karya

(3)

positif dalam bermain. Musik barok cenderung mendorong anak untuk berani

mengeksplorasi dalam suasana yang menggembirakan. Jadi dengan mendengar

musik barok dapat meningkatkan kreatif anak dengan imajinasi (Satiadarma,

2004). Musik barok adalah musik yang paling cocok untuk belajar, mengulang,

dan saat berkonsentrasi (Setyawan, 2006).

2.1.2.3.Musik Nature Sound

Musik nature sound merupakan bentuk penggabungan dari musik klasik

dengan pendengaran suara-suara alam, seperti suara ombak lautan atau gemersik

pepohonan. Iringan musik dapat membangkitkan asosiasi stimulasi sebagai sarana

memperkuat imajinasi atau khayalan (Satiadarma, 2004).

2.1.2.4.Ayat Suci

Musik ayat suci dapat dilakukan dengan pembacaan doa dan pembacaan

ayat-ayat suci yang dapat mengarahkan konsentrasi untuk berkomunikasi dengan

alam semesta atau lingkungan sekitar. Ritual musik dengan ayat-ayat dan doa

dapat mengikat emosional antara anggota, karena nyanyian ayat dan doa dapat

merasakan pesan-pesan ilahi tentang kehidupan. Melalui lantunan bacaan sejak

masa kecil, anak lebih mampu merasakan dan meresapi pesan yang terkandung

dalam kitab suci. Musik memiliki peranan penting dan beragam guna untuk

menciptakan suasana tentram dalam proses perkembangan fungsi kognitif. Jadi,

melalui pendidikan serta pembinaan musik dan aktivitas musikal, pertumbuhan

(4)

2.1.2.5. Musik Pop

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008) musik pop adalah musik

dengan irama yang sederhana sehingga mudah dikenal dan disukai oleh orang

umum. Shuker (2005) juga mendefinisikan musik pop sebagai musik yang mudah

diperoleh, berorientasi pada komersil, menekankan pada chorus atau ulangan lagu

yang mengesankan dan lirik yang menyenangkan dengan tema romantis. Estetika

musik pop pada dasarnya konservatif. Menurut Frith (dalam Shuker 2005) musik

pop berkaitan dengan nada yang popular dan pengekspresian perasaan sehari-hari

seperti cinta, kehilangan, dan cemburu.

2.1.3. Manfaat Musik

Musik dapat bermanfaat untuk merangsang dan mengaktifkan fungsi otak

secara fisik. Musik adalah pengatur yang baik untuk membentuk tubuh dan

pikiran untuk saling bekerjasama. Musik berguna untuk memberi pengulangan

yang menguatkan pembelajaran dan memberi ketukan yang berirama yang

membantu koordinasi, memberi pola yang membimbing guna mengantisipasi apa

yang terjadi, memberi kata-kata yang menyatukan bahasa dan kemampuan

membaca, memberi melodi yang menarik hati dan perhatian dengan kegembiraan,

musik dapat membuat hati menjadi tenang, dan juga memberikan rangsangan

(Sari, 2005).

Musik juga dapat mempengaruhi intelegensi dalam memberikan efek yang

positif terhadap bagaimana hubungan dan struktur otak, kemampuan untuk

(5)

matematika, kreativitas personal, keterampilan sosial, kesehatan dan fisik

(Sheppard, 2007).

2.1.4. Rangsangan dan Efek Musik Terhadap Fungsi Otak

Musik secara aktif dapat berpengaruh pada perkembangan mental dan

fisiologis otak yang membantu pembentukan jalur- jalur syaraf yang berhubungan

dalam otak dengancara mendorong terbentuknya hubungan antarsel otak.

Contohnya saluran informasi saluran informasi utama diantara kedua belahan otak

yang dikenal sebagai corpus callosum, tumbuh lebih besar sebagai hasil dari

stimulasi musik. Hal ini menghasilkan hubungan yang lebih efisien di antara

kedua bagian otak, kemudian menghasilkan koordinasi yang lebih baik antara

belahan kiri dan kanan otak. Dengan demikian terbentuklah proses mental dan

fisik yang yang baik termasuk di dalamnya koordinasi tangan dan kemampuan

melakukan berbagai macam tugas.

Seorang bayi yang belum dilahirkan mengalami pertumbuhan 100.000 sel

saraf dalam otak setiap menitnya dan pada saat otak sudah dewasa didalamnya

terdapat lebih dari 100 miliar sel. Sembilan puluh persen sel tidak banyak bekerja,

tugasnya adalah melekatkan diri pada neuron yang merupakan sel otak yang

melakukan semua pekerjaan. Setiap neuron terdiri dari sebuah saluran pusat yang

disebut dengan nukleus. Nukleus adalah kontak pengontrol yang mengirimkan

sinyal pada jalur-jalurnya (Sheppard, 2007).

Musik dapat mempengaruhi rangsangan fungsi otak yang meliputi fungsi

ingatan, belajar, bahasa, mendengar dan berbicara. Kemudian musik juga mampu

(6)

serta memberi ketenangan dan membantu seseorang untuk melakukan motivasi

pada diri sendiri. Merangsang rekognisi (mengenali kembali) juga salah satu cara

yang cukup kompleks yang dapat merangsang penginderaan yang akan

disampaikan keotak dengan menggunakan sinyal saraf, lalu otak menganalisa

sinyal yang dikirim oleh penginderaan (Satiadarma, 2004).

Musik menimbulkan gelombang vibrasi yang menimbulkan stimulasi

pada gendang pendengaran. Stimulasi di transmisikan susunan syaraf pusat di

sentral otak yang merupakan gudang ingatan, lalu hypothalamus mengatur segala

sesuatunya untuk mengaitkan music dengan respon ttertentu (Setyawan, 2006).

Jika seseorang yang mendengar irama musik, maka individu akan merespon

dengan berbagai macam reaksi misalnya merangsang berfikir ritmis. Oleh karena

itu, tidak dapat dipungkiri bahwa musik mengandung irama atau ritmis ketika

seseorang mendengar musik. Maka seseorang akan mengawali proses berpikir

secara ritmis seperti mengikuti irama musik, bergerak kecil dengan irama musik

(Satiadarma, 2004).

2.2. Anak Usia Sekolah

2.2.1.Definisi Anak Usia Sekolah

Usia sekolah biasanya berumur 6-12 tahun, dengan jenjang paling dasar

pada pendidikan formal di Indonesia yang didasarkan 6 tahun mulai kelas 1

sampai 6. Diusia ini anak mulai belajar bersosialisasi dengan teman sebaya,

belajar mengenai budaya baik itu budaya sendiri maupun budaya orang lain. Bila

(7)

berakhir ketika anak mengalami pubertas yang mendapat gigi yang permanen.

Disinilah masa pertumbuhan anak yang pesat (Wong, 2009).

Usia sekolah merupakan usia anak dimana anak mulai berkenalan dengan

ragam musik di lingkungan sosialnya secara lebih luas. Pada tahap inilah proses

perkembangan anak yang ditandai dari percepatan perkembangan motorik,

kognitif, dan sosial. Anak yang mengikuti persiapan pada usia prasekolah dalam

pendidikan formal cenderung membuat anak berkembang lebih cepat daripada

sebelumnya. Usia sekolah merupakan usia yang baik untuk belajar bermain

musik. Sesungguhnya musik merupakan bentuk rangsangan yang menyenangkan.

Perasaan terpaksa sering timbul akibat beberapa hal, seperti sikap orang tua yang

memaksakan belajar memainkan alat musik tertentu, sikap guru musik yang

kurang tanggap terhadap proses perkembangan anak, dan kecemasan guru akan

kemungkinan gagal memberikan pendidikan musik dengan baik (Satiadarma,

2004).

2.2.2. Tugas Perkembangan Anak Usia Sekolah

Dilihat dari perkembangan biologis, maka anak usia sekolah terjadi

perubahan proporsional, kematangan sistem, prapubertas. Ketika perubahan

proporsional dimana anak mulai lebih anggun bila dibandingkan dengan usia

prasekolah. Perubahan nyata yang dapat diindikasikan terbaik peningkatan

kematangan pada anak yaitu penurunan lingkar kepala, penurunan lingkar

pinggang. Kematangan sistem gastrointestinal pada anak usia sekolah tidak perlu

diberi makan seteliti ketika masih prasekolah. Prapubertas biasanya terjadi pada

(8)

menjadi jelas. Praremaja terjadi karakteristik yang tumpang tindih antara masa

kanak-kanak pertengahan dan awal masa remaja (Wong, 2008).

2.2.2.1. Perkembangan Fisik Anak Usia Sekolah

Perkembangan psikososial menurut Freud yaitu dimana anak-anak

membina hubungan kerjasama dengan teman seusianya dan mulai tertarik dengan

lawan jenis (Kozier, 2011). Menurut Erikson individu berkembang mulai untuk

menciptakan, mengembangkan, dan memanipulasi sesuatu. Rasa pencapaian

melibatkan kemampuan untuk bekerjasama, bersaing dengan orang lain, dan

melakukan koping dengan masyarakat (Wong, 2008).

2.2.2.2. Perkembangan Kognitif Anak Usia Sekolah

Perkembangan kognitif pada anak mengalami kemajuan dari apa yang

mereka lihat sampai alasan mengapa penilaian tersebut diberikan. Kemampuan

untuk mengingat simbol dan menggunakan simpanan memori mengenai

pengalaman masa lalu. Salah satu tugas kognitif yang utama yaitu menguasai

konsep konservasi (Wong, 2008).

2.2.2.3. Perkembangan Moral Anak Usia Sekolah

Perkembangan moral dimana anak mulai berfikir yang logis melalui tahap

perkembangan kesadaran diri dan standar moral. Anak usia sekolah lebih mampu

menilai suatu tindakan berdasarkan niat dibandingkan akibat yang dihasilkannya.

Peraturan dan penilaian tidak lagi bersifat mutlak. Anak mampu mengerti dan

menerima bagaimana memperlakukan orang lain seperti bagaimana mereka

(9)

2.2.2.4. Perkembangan Spiritual Anak Usia Sekolah

Perkembangan spiritual pada anak usia sekolah mempunyai batasan

berfikir yang masih konkret, tetapi pelajar yang baik dan memiliki kemauan besar

untuk mengenal Tuhan. Mereka tertarik dengan konsep neraka dan surga dan

dengan perkembangan kesadaran diri dan perhatian terhadap peraturan. Bila

melakukan kesalahan maka diberi hukuman (Wong, 2008).

2.3.Kecemasan

2.3.1. Definisi Kecemasan

Kecemasan adalah keadaan tegang yang memuncak dimana dapat

menimbulkan gelisah dan kehilangan kendali akibat adanya penilaian yang

subjektif dari proses komunikasi interpersonal (Nasir, 2011). Kecemasan dialami

oleh semua orang dalam menjalani kehidupannya dan ini merupakan suatu yang

wajar karena setiap orang memiliki keinginan yang dapat berjalan dengan lancar

(Purba, 2012).

Kecemasan yang terjadi pada anak-anak menurut Alessandro dan Huth

(2002) merupakan sesuatu yang biasa atau normal terjadi dalam kehidupan

sehari-hari. Walaupun kecemasan merupakan sesuatu yang biasa terjadi pada anak-anak,

namun jika apa yang dialami bertentangan dengan rutinitas mereka sehari-hari

maka dalam proses penanganannya mereka memerlukan bantuan dokter

anak-anak atau psikolog anak-anak-anak-anak. Berbagai contoh sumber kecemasan bagi anak-anak-

anak yang berkait dengan rutinitas mereka antara lain ketika berpisah dengan

(10)

ketika memasuki lingkungan baru, ketika disuruh tampil ke depan kelas, ketika

disuruh sebagai petugas upacara dan lain sebagainya (Sheppard, 2007).

2.3.2. Penyebab Kecemasan

Penyebab kecemasan pada individu berdasarkan teori yaitu teori

psikoanalitik, interpersonal, perilaku, biologi, kajian keluarga. Menurut Freud dari

teori psikoanalitik ini konflik yang terjadi antara dua eleman pribadi Id dan Super

ego dimana Id mewakili insting sedangkan super ego menggambarkan hati nurani

seseorang dan dikembangkan oleh norma budaya seseorang. Teori interpersonal

timbul karena adanya penerimaan dan penolakan yang berhubungan dengan

trauma masa pertumbuhan seperti kehilangan, perpisahan yang mengakibatkan

seseorang tidak berdaya. Teori perilaku dimana frustasi yang dapat mengganggu

kemampuan seseorang untuk mencapai tujuan yang diinginkan. Teori biologi

mengatakan bahwa otak mengandung reseptor khusus yang mungkin mengatur

kecemasan. Keluarga juga mempengaruhi kecemasan dari seseorang, misalnya

keluarga yang bersifat otoriter (Purba, 2012).

2.3.3.Tingkatan Cemas

Peplau membagi tingkat kecemasan menjadi empat tingkatan mulai dari

ringan, sedang, berat dan juga panik. Disetiap tingkatan memiliki karakteristik

yang berbeda-beda tergantung dengan bagaimana dia dapat menerima kondisi

tersebut yang ada (Purba, 2012).

Kecemasan ringan dapat menciptakan kondisi yang sedikit mengarah pada

kemampuan persepsi, pembelajaran, dan produktif. Sebagian juga mungkin masih

(11)

sedang maka meningkatkan stasus gairah kesatu titik ketika mengekspresikan

tegang, cemas, khawatir (Kozier, 2011).

Kecemasan berat cenderung memusatkan pada suatu terinci dan spesifik

dan tidak dapat dipikirkan oleh hal lain, perilakunya ditujukan untuk mengurangi

ketegangan dan memiliki banyak pemusatan pemikiran. Sedangkan panik

berhubungan dengan ketakutan, teror. Orang yang panik tidak dapat melakukan

sesuatu walaupun ada pengarahan. Bila panik maka terjadi peningkatan aktivitas

motorik, menurunnya kemampuan untuk berhubungan dengan orang lain, persepsi

yang menyimpang, dan kehilangan pemikiran yang rasional (Purba, 2012)

2.4.Kecemasan Belajar Matematika 2.4.1.Definisi

Kecemasan adalah respon yang tidak menyenangkan, dimana gelisah dan

akan dialami oleh semua orang dan tidak diinginkan (Purba, 2012). Belajar ialah

suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan

tingkahlaku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri

dalam interaksi dengan lingkungannya (Slameto, 2003).

Istilah matematika berasal dari bahasa Yunani, mathein atau manthenein

yang berarti mempelajari. Kata matematika diduga erat hubungannya dengan kata

Sansekerta, Medha, atau Widya yang artinya kepandaian, ketahuan atau

intelegensia. Namun arti atau definisi yang tepat dari matematik tidak dapat

diterapkan secara eksak (pasti) dan singkat. Definisi dari matematika makin lama

(12)

bertambah dan semakin bercampur satu sama lainnya. Matematika dapat juga

didefenisikan sebagai cabang ilmu pengetahuan eksakta dan terorganisir secara

sistematik,pengetahuan tentang bilangan dan kalkulasi (Soedjadi, 2000).

Dari Pengertian tersebut maka dapat disimpulkan bahwa kecemasan siswa

pada matematika merupakan keadaan emosi siswa yang dicirikan dengan

kegelisahan, kekhawatiran, dan ketakutan ketika siswa menghadapi pelajaran

matematika.

2.4.2. Gejala Kecemasan Matematika

Berdasarkan hasil penelitian tentang gejala-gejala kecemasan siswa dalam

menghadapi pelajaran matematika dan juga merujuk pada gejala kecemasan

secara umum, maka dapat disimpulkan ada tiga bentuk gejala kecemasan siswa

dalam menghadapi pelajaran matematika, yaitu gejala fisik, kognitif dan perilaku.

Gejala fisik atau emotionality seperti tegang saat mengerjakan soal

matematika, gugup, berkeringat, tangan gemetar ketika harus menyelesaikan soal

matematika atau ketika mulai pelajaran matematika. Gejala kognitif seperti :

pesimis dirinya tidak mampu mengerjakan soal matematika, khawatir kalau hasil

pekerjaan matematikanya buruk, tidak yakin dengan pekerjaan matematikanya

sendiri, ketakutan menjadi bahan tertawaan jika tidak mampu mengerjakan soal

matematika. Gejala perilaku seperti : berdiam diri karena takut ditertawakan, tidak

mau mengerjakan soal matematika karena takut gagal lagi dan menghindari

Referensi

Dokumen terkait

[r]

a) Peraturan Bank Indonesia No. 13/30/DPNP tanggal 16 Desember 2011 perihal "Perubahan Ketiga atas Surat Edaran Bank Indonesia No. 3/30/DPNP tanggal 14 Desember 2001 perihal

Kerangka itu menyebut tiga hal yang pada tahap pertama merupakan isi kepriba- dian yang pokok, yaitu: (1) aneka wama kebutuhan organik diri sendiri, aneka-warna kebutuhan

Hadir Direktur atau yang dikuasakan dengan membawa surat kuasa (yang tercantum dalam akta perusahaan) dan membawa stempel perusahaan. Demikian atas perhatian dan kehadiran

Manusia memelihara hewan untuk berbagai macam kepentingan, mulai dari hobi atau kesenangan, mencari keuntungan (sebagai salah bentuk kegiatan ekonomi), dan melindungi agar

Demikian Pengumuman ini kami sampaikan, apabila ada peserta yang berkeberatan atas pengumuman ini dapat menyampaikan sanggahan atas penetapan pemenang kepada

[r]

Sehingga dari nilai tersebut maka dapat strategi yang tepat yaitu strategi SO yakni strategi yang memaksimalkan kekuatan pada peluang dan didukung dengan strategi-strategi