• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor risiko hipertensi, dislipidemia, merokok, Asam Urat, Obesitas, Diabetes Melitus, dan Riwayat Stroke Dalam Keluarga Pada Penderita Stroke Chapter III V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Faktor risiko hipertensi, dislipidemia, merokok, Asam Urat, Obesitas, Diabetes Melitus, dan Riwayat Stroke Dalam Keluarga Pada Penderita Stroke Chapter III V"

Copied!
47
0
0

Teks penuh

(1)

BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. TEMPAT DAN WAKTU

Penelitian dilakukan di Departemen Neurologi FK-USU / RSUP H.

Adam Malik Medan dari tanggal 22 Oktober 2015-12 Januari 2016

III.2. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian diambil dari populasi penderita rumah sakit.

Penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode consecutive

sampling.

III.2.1. Populasi Sasaran

Semua penderita stroke dan bukan stroke yang ditegakkan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan CT-Scan kepala.

III.2.2. Populasi Terjangkau

Semua penderita stroke dan bukan stroke yang berobat jalan di

poliklinik neurologi dan yang dirawat di ruang rawat inap FK USU/ RSUP

H. Adam Malik Medan.

III.2.3. Besar Sampel

n1=n2 ≥

Dimana :

= deviat baku alpha, untuk = 0,05 maka nilai baku normalnya

(2)

= deviat baku alpha, untuk β = 0,20 maka nilai baku normalnya 0,842.

= proporsi kejadian faktor risiko pada pasien stroke = 0,66 (66%)

(Sorganvi dkk, 2014).

= proporsi kejadian faktor risiko pada pasien bukan stroke = 0,46 (46%)

= beda proporsi yang bermakna ditetapkan sebesar = 0,20

Sehingga,

n1=n2 ≥

Maka sampel minimal untuk masing-masing kelompok sebanyak 95 orang

(Lemeshow dkk, 1990).

III.2.4. Kriteria Inklusi III.2.4.1. Penderita Stroke

1. Usia ≥ 30 tahun.

2. Semua penderita stroke berobat di poliklinik neurologi dan di ruang

rawat inap RSUP H. Adam Malik Medan.

3. Memberikan persetujuan ikut serta dalam penelitian ini.

III.2.4.2. Penderita Bukan Stroke 1. Usia ≥ 30 tahun.

2. Semua penderita yang bukan stroke berobat di poliklinik dan di

(3)

53

III.2.5. Kriteria Eksklusi III.2.5.1. Penderita Stroke

1. Penderita stroke yang tidak dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT

scan kepala.

2. Penderita yang tidak memiliki faktor risiko hipertensi, dislipidemia,

merokok, asam urat, obesitas, diabetes mellitus, dan riwayat stroke

dalam keluarga.

III.2.5.2. Penderita Bukan Stroke

1. Penderita yang tidak memiliki faktor risiko hipertensi, dislipidemia,

merokok, asam urat, obesitas, diabetes mellitus, dan riwayat stroke

dalam keluarga.

III.3. BATASAN OPERASIONAL

1. Stroke adalah suatu episode disfungsi neurologi akut

disebabkan oleh iskemia atau perdarahan berlangsung ≥24 jam atau meninggal tetapi tidak memiliki bukti yang cukup untuk

diklasifikasikan (Sacco dkk, 2013).

2. Stroke berulang adalah peristiwa serebrovaskular baru yang

terjadi setelah stabilisasi stroke sebelumnya (Demerci dkk,

2010).

3. Bukan Stroke adalah penderita yang tidak mengalami stroke

yang di sepadankan umur dan jenis kelamin dengan penderita

stroke.

4. Transient Ischemic Attacts adalah disfungsi neurologi fokal

(4)

neurologi yang menetap (Sacco dkk, 2013).

5. Hipertensi adalah terjadi peningkatan rata-rata dua atau lebih

tekanan darah yang menetap di atas batas normal yang disepakati, yaitu Tekanan Darah Diastolik (TDD) ≥ 90 mmHg atau Tekanan Darah Sistolik (TDS) ≥ 140 mmHg (Chobanian

dkk, 2004) dan terdapat riwayat mengkonsumsi obat anti

hipertensi.

6. Dislipidemia adalah kelainan fraksi lipid yang utama adalah

kenaikan kadar kolesterol total, kolesterol Low Density

Lipoprotein (LDL), trigliserida, serta penurunan kadar kolesterol

High Density Lipoprotein (HDL) (Jellinger dkk, 2012).

Dengan kriteria penurunan kadar kolesterol HDL ≤ 40 mg/dl, peningkatan kadar kolesterol LDL ≥ 100 mg/dl, peningkatan kadar kolesterol total ≥ 200 mg/dl, peningkatan kadar trigliserida ≥ 150 mg/dl (Grundy, 2002) dan terdapat riwayat

mengkonsumsi obat dislipidemia.

7. Merokok adalah menghisap rokok, dimana rokok merupakan

salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar

dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek,

rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari

tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies

(5)

55

tar, dengan atau tanpa bahan tambahan (Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia, 2012).

8. Asam urat adalah produk akhir degradasi nukleotida purin,

yang diproduksi melalui metabolisme purin, dimana konsentrasi

intraseluler dari 5-phosphoribosyl-1-pyrophosphate (PRPP)

menjadi determinan mayor biosintesis asam urat (Fauci dkk,

2009). Kadarnya normal bila dalam rentang 2,5-8 mg/dl pada

pria dan 1,5-6,0 mg/dl pada wanita (Kratz dkk, 2004). Belum

ada kadar yang diterima secara universal, namun biasanya

didefinisikan sebagai hiperurisemia bila kadar asam urat > 6,8

mg/dL (Kim dkk, 2009).

9. Diabetes Melitus adalah penderita dengan keluhan klasik DM

yang berupa : poliuria, polidipsia, polifagia, penurunan berat

badan yang tidak dapat dijelaskan sebabnya dan pemeriksaan kadar glukosa plasma sewaktu ≥ 200 mg/dL, kadar glukosa plasma puasa ≥ 126 mg / dL, HbA1c ≥ 6,5 % (Suyono dkk,

2011) dan terdapat riwayat mengkonsumsi obat anti diabetes.

10. Obesitas adalah apabila penderita dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 30 kg/m2 (Wadden dkk, 2002).

11. Riwayat stroke dalam keluarga adalah jika terjadinya stroke

akut pada satu atau lebih kerabat pertama (ibu, ayah, atau

saudara kandung), dua atau lebih kerabat kedua (bibi, paman,

(6)

lama berdasarkan anamnesis (Mvundura dkk, 2010).

III.4. RANCANGAN PENELITIAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan metode

pengumpulan data secara kasus kontrol dengan sumber data primer

diperoleh dari semua penderita stroke dan bukan stroke yang dirawat di

ruang rawat inap dan berobat jalan di poliklinik neurologi RSUP H. Adam

Malik Medan.

III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN III.5.1. Instrumen

Computed Tomography (CT) scan kepala : CT scan yang

digunakan adalah X- Ray CT System, merk Hitachi seri W 450.

 Pemeriksaan kadar profil lipid diukur dengan menggunakan alat

Cobas 6000.

 Pengukuran kadar gula darah dengan alat Cobas 6000

 Pengukuran kadar asam urat dengan menggunakan alat Cobas

6000

III.5.2. Pengambilan Sampel

Semua penderita stroke dan bukan stroke yang sudah di matching

(usia dan jenis kelamin) yang datang berobat ke poliklinik neurologi dan

masuk ke ruang rawat inap RSUP. H.Adam Malik Medan telah ditegakkan

dengan anamnesis, pemeriksaan neurologi dan pemeriksaan CT scan

kepala (bagi pasien dengan kelompok stroke) yang di ambil secara

(7)

57

darah vena ± 5 ml setelah berpuasa selama lebih kurang 8 jam. Darah

kemudian dikirim ke laboratorium Patologi Klinik RSUP.H.Adam Malik

untuk dilakukan pemeriksaan kolesterol total, kolesterol LDL, trigliserida,

kolesterol HDL, gula darah puasa, gula darah 2 jam post pandrial, HbA1c,

asam urat dan dilakukan pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT) ≥ 30 kg/m2.

Pengukuran tekanan darah dilakukan dengan menggunakan

tensimeter sfigmomanometer, yaitu melingkarkan manset pada lengan

kanan 1.5 cm (centimeter) di atas fossa kubiti anterior, kemudian tekanan

tensimeter dinaikkan sambil meraba denyut arteri radialis sampai kira-kira

20 mmHg di atas tekanan sistolik, kemudian tekanan diturunkan

perlahan-lahan sambil meletakkan stetoskop pada fossa kubiti anterior di atas arteri

brakialis, dengan menggunakan stetoskop.

III.5.3. Kerangka Operasional

Pasien yang datang ke RSUP H. Adam Malik, berobat jalan di poliklinik neurologi dan yang dirawat di ruang rawat inap

Anamnesis Pemeriksaan Fisik Pemeriksaan Penunjang

Stroke Bukan Stroke

Kriteria Inklusi Kriteria Eksklusi

(8)

a) Variabel Bebas : Hipertensi, dislipidemia, merokok, asam urat,

diabetes melitus, obesitas, riwayat stroke dalam keluarga.

b) Variabel Terikat : Kejadian stroke.

III.5.5. Analisa Statistik

Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan

bantuan program computer Windows SPSS (Statistical Product and

Science Service). Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :

1. Untuk melihat karakteristik demografi penderita stroke terhadap

faktor risiko hipertensi, dislipidemia, merokok, asam urat, obesitas,

diabetes melitus, dan riwayat stroke dalam keluarga di RSUP H.

Adam Malik Medan digunakan analisis deskriptif.

2. Untuk mengetahui besar risiko hipertensi terhadap kejadian stroke

di RSUP H. Adam Malik Medan digunakan uji regresi logistik.

3. Untuk mengetahui besar risiko dislipidemia terhadap kejadian

stroke di RSUP H. Adam Malik Medan digunakan uji regresi logistik.

4. Untuk mengetahui besar risiko merokok terhadap kejadian stroke di

RSUP H. Adam Malik Medan digunakan uji regresi logistik.

5. Untuk mengetahui besar risiko asam urat, terhadap kejadian stroke

di RSUP H. Adam Malik Medan digunakan uji regresi logistik.

6. Untuk mengetahui besar risiko diabetes melitus terhadap kejadian

stroke di RSUP H. Adam Malik Medan digunakan uji regresi logistik.

7. Untuk mengetahui besar risiko obesitas terhadap kejadian stroke di

(9)

59

8. Untuk mengetahui besar risiko antara riwayat stroke dalam

keluarga terhadap kejadian stroke di RSUP H. Adam Malik Medan

digunakan uji regresi logistik.

III.5.6. Jadwal Penelitian

Penelitian dilakukan pada tanggal 22 Oktober 2015-12 Januari 2016

atau sampai jumlah sampel sudah mencapai besar sampel. Dan jika

jumlah sampel belum terpenuhi dalam rentang waktu tersebut, penelitian

dilanjutkan sampai jumlah sampel terpenuhi sesuai dengan rumus

sampel.

Persiapan : 22 Oktober 2015s/d 10 November 2015

Pengumpulan data : 11 November 2015s/d 11 Desember 2015

Analisis data : 12 Desember 2015 s/d 22 Desember 2016

Penyusunan laporan : 23 Desember 2015 s/d 11 Januari 2016

Penyajian laporan : 12 Januari 2016.

III.5.7. Biaya Penelitian

Biaya pemeriksaan profil lipid 200 x @ Rp 150.000 : Rp 30.000.000

Biaya pemeriksaan gula darah 200 x @ 141.500 : Rp 28.300.000

Biaya pemeriksaan asam urat 200 x @ 23.500 : Rp 4.700.000

Biaya CT scan kepala 100 x @ Rp. 465.000 : Rp. 46.500.000

Biaya pencetakan lembaran pengumpulan data : Rp 100.000

Biaya penulisan laporan penelitian : Rp 500.000

(10)

1. Qarina El-Harizah Peneliti Utama

2. dr. Darlan Djali Chan, Sp.S Pembimbing I

(11)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

IV.1. HASIL PENELITIAN

IV.1.1. Karakteristik Demografik Dan Diagnosis Subyek Penelitian Dari keseluruhan pasien stroke dan bukan stroke yang ditegakkan

dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan CT scan kepala

yang berobat jalan di poliklinik neurologi dan yang dirawat di ruang rawat

inap FK USU/ RSUP H. Adam Malik Medan pada periode Desember 2015

sampai April 2016, terdapat 200 subjek penelitian, terdiri dari 100 orang

kelompok stroke dan 100 orang kelompok bukan stroke yang memenuhi

kriteria inklusi dan eksklusi sehingga diikutsertakan dalam penelitian.

Pada pasien yang diikutsertakan dalam penelitian terdiri dari 95

orang (47,5%) laki-laki dan 105 orang (52,5%) perempuan. Usia termuda

adalah 30 tahun, usia tertua 86 tahun, dengan rerata usia adalah

56,73±10,92 tahun. Subjek penelitian paling banyak pada rentang usia

51-60 tahun sebanyak 69 orang (34,5%), sedangkan usia 30-40 tahun 12

orang (6,0%), 41-50 tahun 48 orang (24,0%), 61-70 tahun 47 orang

(23,5%), 71-80 tahun 22 orang (11,0%), dan >80 tahun 2 orang (1%).

Pekerjaan dari total 200 orang pasien yang diteliti adalah 74 orang

(37,0%) Ibu Rumah Tangga (IRT), 49 orang (24,5%) Pegawai Negeri Sipil

(PNS), 46 orang (23,0%) wiraswasta, 22 orang (9,1%) petani, 8 orang

(12)

Indonesia (TNI). Suku bangsa terbanyak pasien yang diteliti adalah Batak

sebanyak 129 orang (64,5%). Selebihnya, 41 orang (20,5%) Jawa, 11

orang (5,5%) Aceh, 17 orang (8,5%) suku Melayu, dan sisanya 2 orang

(1,0%) suku Cina.

Berdasarkan diagnosis utama pasien kelompok stroke adalah

stroke iskemik berjumlah 77 orang (38,5%) dan stroke hemoragik 23

orang (11,5%), sedangkan pada kelompok bukan stroke terdiri dari

spondilosis 39 orang (19,5%), neuropati 31 orang (15,5%), parkinson 6

orang (3,0%), SOL (Space Occupaying Lesion) intrakranial 4 orang

(2,0%), Tension Type Headache (TTH), Carpal Tunnel Syndrome (CTS),

dan trigeminal neuralgia masing-masing 3 orang (1,5%), Brain metastase,

Bell’s palsy, Frozen shoulder 2 orang (1,0%), vertigo, Benign Paroxismal

Positional Vertigo (BPPV), Hernia Nucleus Pulposus (HNP), miastenia

(13)

63

Tabel 7. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian

(14)

IV.1.1.1. Subjek Penelitian Stroke dan Bukan Stroke

Berdasarkan hasil penelitian dari seluruh penderita yang berobat

jalan di poliklinik neurologi dan yang dirawat di ruang rawat inap FK USU/

RSUP H. Adam Malik Medan didapatkan 100 pasien dengan stroke dan

100 pasien bukan stroke yang memenuhi kriteria inklusi.

Data karakteristik demografi menunjukkan, sebanyak 100 pasien

stroke dengan kelompok umur memiliki rentang usia rata-rata sebesar

55,45±11,04, sedangkan 100 pasien bukan stroke sebanyak 58,2±10,68.

Jenis kelamin perempuan pada kelompok stroke sebanyak 51

orang (51%) dan kelompok bukan stroke sebanyak 54 orang (54%),

sedangkan jenis kelamin laki-laki sebanyak 49 orang (49%) pada

kelompok stroke dan 46 orang (46%) pada kelompok bukan stroke. Suku

terbanyak pada kelompok bukan stroke adalah suku Batak sebanyak 66

orang (66%), sedangkan kelompok stroke tidak berbeda jauh sebanyak 63

orang (63%). Pekerjaan pada kelompok stroke dan bukan stroke

terbanyak adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) masing-masing sebanyak 35

orang (35%) dan 39 orang (39%). Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada

(15)

65

(16)

Kemudian, tabel 9 di bawah ini menunjukkan distribusi frekuensi

terbanyak pada pasien stroke, yaitu faktor risiko hipertensi 92 orang

(92%). Faktor risiko lain pada kelompok stroke adalah diabetes melitus

sebanyak 61 orang (61%), merokok 47 orang (47%), asam urat 32 orang

(32%), dislipidemia 44 orang (44%), obesitas sebanyak 51 orang (51%),

dan. Sedangkan faktor risiko riwayat stroke dalam keluarga hanya

sebanyak 7 orang (7%).

Pada kelompok bukan stroke yang memiliki faktor risiko hipertensi

65 orang (65%), diabetes melitus sebanyak 40 orang (40%), merokok

sebanyak 43 orang (43%), asam urat 39 orang (39%), dislipidemia 27

orang (27%), obesitas 48 orang (48%), riwayat stroke dalam keluarga 4

orang (4%).

Gambar 5. Faktor Risiko Subjek Kelompok Stroke Dan Bukan Stroke 0

10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

Stroke Bukan Stroke

%

Faktor Risiko Subjek Kelompok

Stroke Dan Bukan Stroke

(17)

67

Tabel 9. Faktor Risiko Subjek Kelompok Stroke Dan Bukan Stroke.

Faktor Risiko Kelompok

Tabel 10 menunjukkan distribusi frekuensi terbanyak pada pasien

stroke iskemik, yaitu faktor risiko hipertensi 70 orang (70%). Faktor risiko

lain adalah diabetes melitus sebanyak 47 orang (47%), merokok 36 orang

(36%), asam urat 28 orang (28%), dislipidemia 34 orang (34%), obesitas

sebanyak 38 orang (38%), dan riwayat stroke dalam keluarga hanya

sebanyak 7 orang (7%).

Pada kelompok stroke hemoragik yang memiliki faktor risiko

hipertensi 22 orang (22%), diabetes melitus sebanyak 14 orang (14%),

merokok sebanyak 11 orang (11%), asam urat 4 orang (4%), dislipidemia

(18)

Tabel 10. Faktor Risiko Subjek Stroke Iskemik Dan Stroke Hemoragik Faktor Risiko Stroke Iskemik

n=77

IV.1.2. Besar Risiko Hipertensi, Diabetes Melitus, Merokok, Asam urat, Dislipidemia, Obesitas, Dan Riwayat Stroke Dalam Keluarga Terhadap Kejadian Stroke

Hasil analisa statistik menggunakan uji regresi logistik menunjukkan

hipertensi menunjukkan besar risiko kejadian stroke yang bermakna

dengan nilai (OR=6,192; CI 95% 2.697-14.217).

Tabel 11. Besar risiko hipertensi terhadap kejadian stroke Stroke

Hasil uji regresi logistik diabetes melitus menunjukkan besar risiko

kejadian stroke yang bermakna dengan nilai (OR=2,346; CI 95%

(19)

69

Tabel 12. Besar risiko diabetes melitus terhadap kejadian stroke Stroke

YA TIDAK p OR (95% CI)

DM n % N %

YA 61 61,0% 40 40,0% 0,003 2,346 (1,331-4,136) TIDAK 39 39,0% 60 60,0%

Total 100 100 % 100 100 %

Uji regresi logistikp<0,05

Hasil uji regresi logistik faktor risiko merokok menunjukkan besar

risiko kejadian stroke yang tidak bermakna dengan nilai (OR=1,176; CI

95% 0,673-2,053).

Tabel 13. Besar risiko merokok terhadap kejadian stroke Stroke

YA TIDAK p OR (95% CI)

Merokok n % N %

YA 47 47,0% 43 43,0% 0,570 1,176(0,673-2,053) TIDAK 53 53,0% 57 57,0%

Total 100 100 % 100 100 %

Uji regresi logistikp<0,05

Hasil uji regresi logistik faktor risiko asam urat terhadap kejadian

stroke menunjukkan besar risiko kejadian stroke yang tidak bermakna

dengan nilai (OR=0,736; CI 95% 0,412-1,316).

Tabel 14. Besar risiko asam urat terhadap kejadian stroke Stroke

YA TIDAK p OR (95% CI)

Asam urat n % n %

YA 32 32,0% 39 39,0% 0,302 0,736(0,412-1,316) TIDAK 68 68,0% 61 61,0%

Total 100 100% 100 100%

(20)

Hasil uji regresi logistik faktor risiko dislipidemia terhadap kejadian

stroke menunjukkan besar risiko kejadian stroke yang bermakna dengan

nilai (OR=2,124; CI 95% 1,175-3,841).

Tabel 15. Besar risiko dislipidemia terhadap kejadian stroke Stroke

YA TIDAK p OR (95% CI)

Dislipide mia

n % n %

YA 44 44,0% 27 27,0% 0,013 2,124(1,175-3,841) TIDAK 56 56,0% 73 73,0%

Total 100 100 % 100 100 %

Uji regresi logistikp<0,05

Hasil uji regresi logistik faktor risiko obesitas terhadap kejadian

stroke menunjukkan besar risiko kejadian stroke yang tidak bermakna

dengan nilai (OR=1,128; CI 95% 0,648-1,963).

Tabel 16. Besar risiko obesitas terhadap kejadian stroke Stroke

YA TIDAK p OR (95% CI)

Obesitas n % n %

YA 51 51,0% 48 48,0% 0,671 1,128(0,648-1,963) TIDAK 49 49,0% 52 52,0%

Total 100 100 % 100 100 %

Uji regresi logistikp<0,05

Hasil uji regresi logistik faktor risiko riwayat stroke dalam keluarga

menunjukkan besar risiko kejadian stroke yang tidak bermakna dengan

(21)

71

Faktor risiko hipertensi, diabetes melitus, merokok, asam urat,

dislipidemia, obesitas, dan riwayat stroke dalam keluarga memiliki risko

terjadinya stroke iskemik lebih besar daripada kejadian stroke hemoragik

tetapi hal ini tidak signifikan (tabel 18).

(22)

IV.2. PEMBAHASAN

Penelitian ini bersifat deskriptif analitik dengan metode

pengumpulan data secara kasus kontrol dengan sumber data primer

diperoleh dari semua penderita stroke dan bukan stroke yang dirawat di

ruang rawat inap dan berobat jalan di poliklinik neurologi RSUP H. Adam

Malik Medan dengan tujuan untuk mengetahui besar faktor risiko

hipertensi, dislipidemia, merokok, asam urat, obesitas, diabetes melitus,

dan riwayat stroke dalam keluarga pada penderita stroke.

Pada penelitian ini subjek penelitian adalah sebanyak 200 orang

yang terbagi atas 2 kelompok yaitu 100 orang subjek kelompok penderita

stroke dan 100 orang subjek kelompok penderita bukan stroke yang

memiliki faktor risiko hipertensi, dislipidemia, merokok, asam urat,

obesitas, diabetes melitus, dan riwayat stroke dalam keluarga.

IV.2.1 Karakteristik Subjek Penelitian

Rerata usia subjek penelitian kelompok stroke adalah 55,45±11,04

tahun dengan jumlah subjek terbanyak pada kelompok usia 51-60 tahun

sebanyak 32 orang (32%). Menurut Vohra dkk (2000) distribusi usia untuk

pasien stroke terbanyak usia 51-60 tahun sebesar 28,6%. Penelitian

Sorganvi dkk (2014) dalam studi kasus kontrol faktor risiko stroke terdapat

85% kelompok kasus dan kelompok kontrol sebesar 83% berusia >50%.

Usia rerata stroke dari penelitian Rambe dkk tahun 2013 adalah 59 tahun

(rentang usia antara 20-95 tahun), dan jumlah subjek terbanyak pada usia

(23)

73

Efek kumulatif penuaan pada sistem kardiovaskular dan

perkembangan secara progresif faktor risiko stroke selama jangka waktu

teretentu meningkatkan risiko stroke iskemik dan perdarahan

intraserebral. Risiko stroke iskemik dan perdarahan intraserebral

meningkat dua kali lipat setelah umur 55 tahun (Goldstein dkk, 2011).

Selain itu hubungan antara penuaan dan plastisitas pada hewan coba

diselidiki ulang dan ditemukan hubungan dimana terjadi penurunan

angiogenesis dan buruknya perbaikan defisit neurologi setelah stroke

(Durukan dan Tatlisumak, 2009).

Tabel 19. Insidensi Stroke Berdasarkan Usia

Penelitian ini 2016 Rerata usia 55,45±11,04 tahun.

Subjek terbanyak : usia 51-60 tahun sebanyak 32 orang (32%).

Vohra dkk 2000 Distribusi usia untuk pasien stroke terbanyak usia 51-60 tahun sebesar 28,6%

Sorganvi dkk 2014 studi kasus kontrol faktor risiko stroke terdapat 85% kelompok kasus dan kelompok kontrol sebesar 83% berusia >50 tahun.

Rambe dkk 2013 Usia rerata stroke 59 tahun (rentang usia antara 20-95 tahun).

Jumlah subjek terbanyak : usia 40-59 tahun.

Pada penelitian ini jenis kelamin terbanyak pada kelompok

penderita stroke adalah perempuan yaitu 51 orang (51%). Studi dari

Demerci dkk (2010) ditemukan 330 orang dari 631 pasien adalah

perempuan (52,3%) dan 301 pasien adalah laki-laki. Menurut Goldstein

(24)

umumnya 1 dari 6 perempuan meninggal karena stroke, dibandingkan

dengan 1 dari 25 yang meninggal karena kanker payudara. Sejalan

dengan penelitian Yikilkan dkk (2013) dari 112 pasien stroke didapatkan

perempuan sebanyak 67,9% (n = 76) dan laki-laki sebanyak 32,1% (n =

36). Penelitian terhadap pasien stroke yang menjalani perawatan pada 25

rumah sakit di Sumatera Utara yang dilakukan oleh Rambe dkk (2013)

dijumpai sebaran karakteristik demografik perempuan lebih banyak 52,7%

dari pada laki-laki.

Wanita berbeda dari laki-laki dalam berbagai faktor, termasuk

perbedaan fungsi koagulasi, faktor reproduksi hormonal, termasuk

kehamilan dan persalinan, serta faktor-faktor sosial, yang dapat

mempengaruhi risiko stroke dan outcome stroke (Bushnell dkk, 2014).

Petrea dkk (2009) menemukan bahwa kejadian stroke meningkat

pada setiap dekade kehidupan pada perempuan dan laki-laki. Di antara

mereka yang berusia 45-84 tahun, kejadian stroke lebih tinggi pada pria

dibandingkan pada wanita (p <0,001). Pengaruh jenis kelamin terbalik

pada kelompok tertua, dengan kejadian stroke lebih tinggi pada wanita

dibandingkan pada pria antara mereka yang berusia 85-94. Wanita lebih

tua secara signifikan menderita stroke pertama kalinya dengan usia

rata-rata 75 tahun pada wanita dibanding pada pria usia 71 tahun (p <0,001).

Pada penelitian dengan hewan coba, perbedaan jenis kelamin

mempengaruhi kejadian stroke. Dimana pada jenis kelamin betina dengan

(25)

75

kelamin jantan, selain itu percobaan kedua dengan melakukan

ovariektomi pada betina mengakibatkan peningkatan terjadinya oklusi

arteri serebri media. Penelitian telah menunjukkan bahwa bahkan dosis

rendah estradiol cukup untuk memberikan perlindungan dramatis dalam

otak (Wilson, 2013).

Tabel 20. Insidensi Stroke Berdasarkan Jenis Kelamin Penelitian ini 2016 Perempuan : 51 orang (51%)

Demerci dkk 2010 330 orang dari 631 pasien adalah perempuan (52,3%) dan 301 pasien adalah laki-laki

Goldstein dkk 2011 1 dari 6 perempuan meninggal karena stroke, dibandingkan dengan 1 dari 25 yang meninggal karena kanker payudara.

Yikilkan dkk 2013 112 pasien stroke : perempuan sebanyak 67,9% (n = 76) dan laki-laki sebanyak 32,1% (n = 36). Rambe dkk 2013 Sebaran karakteristik demografik perempuan

lebih banyak 52,7% dari pada laki-laki.

Sebagian besar pekerjaan subjek penelitian ini adalah IRT sebesar

35%. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Rambe dkk tahun

2013 bahwa pekerjaan yang terbanyak subjek penelitian adalah IRT

(35,6%). Menurut data RISKESDAS pada tahun 2013 prevalensi stroke

cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah baik

yang didiagnosis pelayanan kesehatan (16,5‰) maupun diagnosis pelayanan kesehatan atau gejala (32,8‰). Prevalensi stroke di kota lebih tinggi dari di desa, baik berdasarkan diagnosis pelayanan kesehatan (8,2‰) maupun berdasarkan diagnosis pelayanan kesehatan atau gejala (12,7‰). Prevalensi lebih tinggi pada masyarakat yang tidak bekerja baik

(26)

pelayanan kesehatan atau gejala (18‰). Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis atau gejala lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah

dan menengah bawah masing masing 13,1 dan 12,6 per mil.

Menurut Liao dkk tahun 2009, status sosioekonomi (tingkat

pendidikan dan pendapatan) mempunyai kontribusi yang potensial

terhadap kejadian stroke. Hal ini berhubungan dengan upaya pencegahan

stroke yaitu untuk mengontrol faktor risiko stroke.

Tabel 21. Insidensi Stroke Berdasarkan Pekerjaan

Penelitian ini 2016 Pekerjaan subjek penelitian ini adalah IRT sebesar 35%.

Rambe dkk 2013 Pekerjaan yang terbanyak subjek penelitian adalah IRT (35,6%).

RISKESDAS 2013  Prevalensi stroke cenderung lebih tinggi pada masyarakat dengan pendidikan rendah

 Prevalensi stroke di kota > desa

 Prevalensi > pada masyarakat yang tidak bekerja

 Prevalensi stroke berdasarkan diagnosis atau gejala lebih tinggi pada kuintil indeks kepemilikan terbawah dan menengah bawah masing masing 13,1 dan 12,6 per mil.

Liao dkk 2009 Status sosioekonomi (tingkat pendidikan dan pendapatan) mempunyai kontribusi yang potensial terhadap kejadian stroke  mengontrol faktor risiko stroke.

Pada penelitian ini suku Batak merupakan suku yang terbanyak

dari subjek penelitian yaitu sebesar 63%. Hal ini sesuai dengan penelitian

Rambe tahun 2013, pada kelompok stroke iskemik dijumpai 40,7% suku

Batak / Mandailing, 22,2% suku Karo, dan yang terkecil suku Minang

(27)

77

Tabel 22. Insidensi Stroke Berdasarkan Suku

Penelitian ini 2016 Batak merupakan suku yang terbanyak dari subjek penelitian yaitu sebesar 63%.

Rambe dkk 2013 Pada kelompok stroke iskemik dijumpai 40,7% suku Batak / Mandailing, 22,2% suku Karo, dan yang terkecil suku Minang (3,7%).

Faktor risiko subjek kelompok stroke pada penelitian ini terbanyak

dengan faktor risiko hipertensi sebanyak 92%, diikuti diabetes melitus

61%, obesitas 51%, merokok 47%, dislipidemia 44%. Dimana makin tinggi

tekanan darah makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke (Onysko dkk,

2006). Penelitian yang dilakukan oleh Suh dkk (2001) pada 114.793

laki-laki Korea mendapatkan risiko relatif kejadian perdarahan intraserebral

sebesar 33,3 % dan kejadian perdarahan subaraknoid 4,98 % terhadap

hipertensi derajat 3 di Korea dibandingkan pasien dengan tensi normal.

Selain itu, penelitian Grau dkk (2001) terhadap 5017 pasien dengan stroke

iskemik dijumpai 66,6% memiliki faktor risiko hipertensi dibandingkan

faktor risiko lainnya.

Tabel 23. Insidensi Stroke Berdasarkan Faktor Risiko Penelitian

ini

2016 Faktor risiko hipertensi sebanyak 92%, diikuti diabetes melitus 61%, obesitas 51%, merokok 47%, dan dislipidemia 44%.

Onysko dkk 2006 Dimana makin tinggi tekanan darah makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke

Suh dkk 2001 114.793 laki-laki Korea mendapatkan risiko relatif kejadian perdarahan intraserebral sebesar 33,3 % dan kejadian perdarahan subaraknoid 4,98 % terhadap hipertensi derajat 3 di Korea dibandingkan pasien dengan tensi normal.

(28)

Faktor risiko hipertensi, diabetes melitus, merokok, asam urat,

dislipidemia, obesitas, dan riwayat stroke dalam keluarga memiliki risko

terjadinya stroke iskemik lebih besar daripada kejadian stroke hemoragik

tetapi hal ini tidak signifikan.

Tabel 24. Faktor Risiko Subjek Stroke Iskemik Dan Stroke Hemoragik Penelitian ini 2016 Faktor risiko hipertensi, diabetes melitus,

merokok, asam urat, dislipidemia, obesitas, dan riwayat stroke dalam keluarga memiliki risko terjadinya stroke iskemik lebih besar daripada kejadian stroke hemoragik tetapi hal ini tidak signifikan

Lahano dkk 2014 Insiden diabetes, hipertensi, hiperkolesterolemia, merokok, dan obesitas paling sering ditemukan pada pasien dengan stroke iskemik daripada stroke hemoragik tetapi tidak signifikan.

Idris dkk 2006 Menurut studi dilakukan Idris dkk tahun 2006 yang disitasi Lahano dkk 2014 menunjukkan jauh lebih sedikit insiden diabetes pada stroke hemoragik daripada stroke iskemik.

Mahmood dkk

2010 Pasien stroke iskemik memiliki kadar lolesterol serum tinggi dan kolesterol HDL yang rendah dibandingkan pasien stroke hemoragik.

IV.2.2. Faktor Risiko Hipertensi, Diabetes Melitus, Merokok, Asam urat, Dislipidemia, Obesitas, Dan Riwayat Stroke Dalam Keluarga Sebagai Risiko Kejadian Stroke

IV.2.2.1. Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Pada penelitian ini didapatkan bahwa faktor risiko hipertensi

menunjukkan 6 kali berisiko terhadap kejadian stroke, hal ini sesuai

dengan penelitian yang dilakukan The INTERSTROKE study

menunjukkan perempuan meningkatkan risiko terjadinya stroke pada

(29)

laki-79

laki (OR 3,88; 95% CI, 3,22–4,68) (Bushnell dkk, 2014). Penelitian kasus kontrol yang dilakukan Sorganvi, dkk (2014), hipertensi memiliki hubungan

yang signifikan sebagai risiko terjadinya stroke (OR = 3,807, 95% C.I.

2,114 -6,856).

Sebagian besar pasien di Pakistan dengan stroke memiliki

penyakit komorbiditas seperti hipertensi, diabetes melitus, merokok,

dislipidemia, dan obesitas. Sesuai dengan penelitian tersebut, tekanan

darah tinggi adalah faktor risiko untuk stroke iskemik yang lebih sering dari

stroke hemoragik. Namun hipertensi lebih sering terlihat dalam

penanganan pasien yang mengalami iskemik (Lahano dkk, 2014).

Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling berkontribusi

terhadap terjadinya kecacatan, kematian, dan merupakan penyebab

utama terjadinya stroke. Dimana makin tinggi tekanan darah makin tinggi

kemungkinan terjadinya stroke (Onysko dkk, 2009).

Diperkirakan bahwa hipertensi meningkatan risiko berkembangnya

aterosklerosis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tekanan darah tinggi

berhubungan dengan peningkatan aterosklerosis pada hewan dan

manusia. Hipertensi salah satu faktor risiko terpenting karena

mempengaruhi hemodinamik arteri, pembentukan fibrous plak dan faktor

(30)

Tabel 25. Hipertensi Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Penelitian ini 2016 Faktor risiko hipertensi menunjukkan 6 kali berisiko terhadap kejadian stroke (OR=6,192; CI 95% 2.697-14.217)

Bushnell dkk 2014 Penelitian yang dilakukan The INTERSTROKE study menunjukkan perempuan meningkatkan risiko terjadinya stroke pada tekanan darah 160/90 mmHg (OR 4,89; 95% CI, 3,79–6,32) daripada laki-laki (OR 3,88; 95% CI, 3,22–4,68) Onysko dkk 2009 Hipertensi merupakan faktor risiko yang paling

berkontribusi terhadap terjadinya kecacatan, kematian, dan merupakan penyebab utama terjadinya stroke. Dimana makin tinggi tekanan darah makin tinggi kemungkinan terjadinya stroke

Lahano dkk 2014 Tekanan darah tinggi adalah faktor risiko untuk stroke iskemik yang lebih sering dari stroke hemoragik.

IV.2.2.2. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke Hasil uji regresi logistik diabetes melitus menunjukkan besar risiko

kejadian stroke sebesar 2,3 kali (OR=2,346; CI 95% 1,331-4,136).

Diabetes Melitus (DM) merupakan risiko mayor pada stroke dan

berhubungan dengan meningkatnya angka mortalitas. Telah dikemukakan

pada penelitian Framingham bahwa insiden stroke non hemoragik

didapatkan 2,5 - 3,5 kali lebih tinggi pada DM dibandingkan bukan DM dan

risiko relatif dari stroke pada pasien dengan DM mencapi maksimum pada

grup umur muda 40-55 tahun dan proporsi wanita lebih besar sehingga

sangat penting untuk mendeteksi dan mengobati pasien DM usia muda

dan wanita sedini mungkin (Basjiruddin, 2009).

Sesuai dengan penelitian Liao dkk (2009) mengamati faktor-faktor

(31)

81

melitus signifikan mempengaruhi kejadian stroke (95% CI 9,0–9,3, p<0.0001) sejalan dengan penelitian Sorganvi dkk (2014) faktor risiko

diabetes melitus berhubungan signifikan sebagai risiko terjadinya stroke

(OR= 3,473, 95% CI 1,757-6,866).

Pada penelitian berbasis populasi di Finlandia, DM merupakan

faktor risiko untuk infark serebri dengan RR 3,26 dengan topik di

subkortikal atau infark lakunar akibat kelainan vaskular yang kecil sesuai

dengan patofisiologi stroke pada DM, sedangkan perdarahan intraserebral

atau subaraknoid jarang dijumpai (Zafar dkk, 2007).

Hasil penelitian penelitian yang dilakukan oleh Barbara dkk, (2002)

mengenai kejadian stroke iskemik pada dewasa awal di Brazil yang

menemukan bahwa mereka yang tergolong dewasa awal yang memiliki

riwayat diabetes mellitus mempunyai risiko 1,10 kali lebih besar untuk

menderita stroke dibandingkan dengan orang yang tidak memiliki riwayat

diabetes mellitus.

Hormon insulin mungkin memainkan peran dalam terjadinya

hipertensi. Banyak orang dengan hipertensi, terutama mereka yang

mengalami obesitas atau memiliki diabetes melitus tipe 2, terdapat

kegagalan dalam transportasi insulin menjadi glukosa ke jaringan (disebut

resistensi insulin). Sebagai hasilnya, kadar glukosa serum naik,

merangsang pankreas untuk melepaskan insulin tambahan. Peningkatan

kadar insulin dapat berkontribusi untuk hipertensi melalui peningkatan

(32)

yang meningkatkan tahanan vaskular. Hipertrofi sel otot polos dapat

disebabkan oleh efek mitogenik langsung insulin atau melalui peningkatan

kepekaan terhadap platelet-derived growth factor (Lee dkk, 2011).

Kelaianan metabolik pada defisiensi insulin absolut atau relatif yang

tidak diterapi secara adekuat dalam waktu beberapa tahun akan

menyebabkan perubahan yang luas dan bersifat ireversibel di dalam

tubuh. Hiperglikemia memainkan peranan yang penting dalam hal ini.

Hiperglikemia meningkatkan pembentukan protein plasma yang mengandung gula, seperti fibrinogen, haptoglobin, makroglobulin α2 serta

faktor pembekuan V-VIII. Dengan cara ini pembekuan dan viskositas

darah meningkat sehingga risiko trombosis meningkat (Silbernagl, 2007).

Tabel 26. Diabetes Melitus Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke Penelitian ini 2016 Diabetes melitus menunjukkan besar risiko

kejadian stroke 2,3 kali yang bermakna (OR=2,346; CI 95% 1,331-4,136).

Basjiruddin 2009 Telah dikemukakan pada penelitian Framingham bahwa insiden stroke non hemoragik didapatkan 2,5 - 3,5 kali lebih tinggi pada DM dibandingkan bukan DM dan risiko relatif dari stroke pada pasien dengan DM mencapi maksimum pada grup umur muda 40-55 tahun

Liao dkk 2009 Prevalensi stroke didapatkan faktor risiko diabetes melitus signifikan mempengaruhi kejadian stroke (95% CI 9,0–9,3, p<0.0001) Sorganvi dkk 2014 Diabetes melitus berhubungan signifikan sebagai

risiko terjadinya stroke (OR= 3,473, 95% CI 1,757-6,866).

(33)

83

IV.2.2.3. Merokok Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Hasil uji regresi logistik faktor risiko merokok menunjukkan besar

risiko 1,2 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal ini tidak signifikan

(OR=1,176; CI 95% 0,673-2,053). Penelitian yang dilakukan oleh Shah

dan Cole (2010) yang dilakukan pada seluruh etnis dan populasi

menunjukkan sebuah hubungan yang kuat antara merokok dan risiko

stroke, dimana perokok memiliki setidaknya dua sampai empat kali lipat

terjadinya risiko stroke dibandingkan dengan bukan perokok atau individu

yang telah berhenti merokok lebih dari 10 tahun sebelumnya.

Sejalan dengan penelitian Sorganvi dkk (2014) dari 100 pasien

stroke terdapat 49% adalah perokok dengan hasil yang signifikan

p<0,0060 dan besar risiko (OR= 2.42, 95% C.I 1.255 – 4.005). Dalam satu studi Zhang dkk (2005) pada 526 kasus stroke yang dilaporkan bahwa

wanita yang tinggal bersama suami yang merokok dapat meningkatkan

risiko terjadinya stroke dan prevalensi meningkat dengan peningkatan

intensitas dan durasi suami merokok. Suami merokok 1-9 batang per hari

adalah 1,28 (95% CI: 0,92-1,77), 10-19 batang per hari 1,32 (95% CI:

1,01-1,72), dan ≥20 batang per hari 1,62 (95% CI: 1,28-2,05).

Berdasarkan penelitian cross sectional yang dilakukan pada 91

pasien stroke pada tahun 2013, terdiri dari 71 perokok aktif dan 41 pasien

yang berhenti merokok. Didapatkan insiden terjadinya stroke iskemik

(n=46) lebih besar daripada stroke hemoragik (n=42), hal ini disebabkan

(34)

pembentukan bekuan dan risiko stroke berikutnya melalui fenomena

perlambatan aliran atau stasis (Lahano dkk, 2014).

Selain itu karboksihemoglobinemia, peningkatan agregasi

trombosit, peningkatan kadar fibrinogen, berkurangnya kolesterol HDL,

dan efek toksik langsung dari senyawa seperti 1,3-butadiena, dapat

mempercepat aterosklerosis dalam hewan model. Paparan asap

tembakau pada percobaan juga telah dikaitkan dengan perkembangan

aterosklerosis yang diukur dengan ultrasound model B pada dinding arteri

karotis, juga pada kerusakan awal arteri pada dilatasi endotelium arteri

brakialis. Pada akhirnya, patogenesis terjadinya stroke meningkat pada

populasi yang terpapar asap rokok disertai dengan proses aterogenesis

(Shah dan Cole, 2010).

Tabel 27. Merokok Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Penelitian ini 2016 Merokok menunjukkan besar risiko 1,2 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal ini tidak signifikan (OR=1,176; CI 95% 0,673-2,053).

Shah dan Cole

2010 Hubungan yang kuat antara merokok dan risiko stroke, dimana perokok memiliki setidaknya dua sampai empat kali lipat terjadinya risiko stroke dibandingkan dengan bukan perokok atau individu yang telah berhenti merokok lebih dari 10 tahun sebelumnya

Sorganvi dkk 2014 100 pasien stroke terdapat 49% adalah perokok dengan hasil yang signifikan p<0,0060 dan besar risiko (OR= 2.42, 95% C.I 1.255 – 4.005)

(35)

85

Perbedaan hasil penelitian ini dengan penelitian-penelitian tersebut

mungkin disebabkan oleh karena variabel rokok hanya berupa kategori ya

dan tidak merokok, tidak digolongkan berdasarkan banyaknya jumlah

rokok yang diisap perhari, lama terpapar, dan banyaknya sampel

perempuan yang tidak merokok dimana perempuan merokok sebanyak 3

orang dan laki-laki merokok sebanyak 88 orang.

IV.2.2.4. Asam urat Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Hasil uji regresi logistik faktor risiko asam urat menunjukkan besar risiko

0,7 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal ini tidak signifikan. Sesuai

dengan penelitian Conen dkk (2004) bahwa asam urat tidak berpengaruh

pada aliran darah dan tidak memiliki dampak langsung pada tonus

pembuluh darah atau lepasnya nitrit oksida.

Penelitian oleh Chen dkk (2009) pada pasien penyakit

kardiovaskular dan stroke iskemik dengan rata-rata usia ± 51,5-11,5

tahun. Hiperurisemia (kadar asam urat > 7 mg / dl) terlihat dalam 24.4%

dari peserta, dengan dominasi laki-laki (39,7% pria, wanita 11.3%). Kadar

asam urat serum meningkat seiring pertambahan usia pada wanita tetapi

tidak pada pria. Kadar asam urat meningkat pada 81.3% laki-laki antara 5

dan 9 mg/dl, tetapi kebanyakan wanita (88.8%) memiliki kadar asam urat

< 7 mg / dl.

Zhang dkk (2010) melakukan penelitian tentang hubungan antara

kadar asam urat dengan outcome klinis pada 585 pasien stroke dewasa

(36)

banyak dijumpai pada pasien stroke derajat berat (p=0,02). Pasien

dengan infark serebri yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh

darah kecil memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi (p=0,01) dan skor

mRS yang lebih rendah (p<0,01), dan sebaliknya kadar asam urat yang

paling rendah dan skor mRS yang tertinggi dijumpai pada pasien dengan

infark serebri kardiogenik.

Tabel 28. Asam urat Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Penelitian ini 2016 Faktor risiko asam urat menunjukkan besar risiko 0,7 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal ini tidak signifikan (OR=0,736, 95% CI 0,412-1,316).

Conen dkk 2004 Asam urat tidak berpengaruh pada aliran darah dan tidak memiliki dampak langsung pada tonus pembuluh darah atau lepasnya nitrit oksida. Chen dkk 2009 Kadar asam urat serum meningkat seiring

pertambahan usia pada wanita. Kadar asam urat meningkat pada 81.3% laki-laki antara 5 dan 9 mg/dl, tetapi kebanyakan wanita (88.8%) memiliki kadar asam urat < 7 mg / dl.

Zhang dkk 2010 Kadar asam urat yang rendah lebih banyak dijumpai pada pasien stroke derajat berat (p=0,02). Pasien dengan infark serebri yang disebabkan oleh sumbatan pada pembuluh darah kecil memiliki kadar asam urat yang lebih tinggi (p=0,01) dan skor mRS yang lebih rendah (p<0,01).

IV.2.2.5. Dislipidemia Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Hasil uji regresi logistikfaktor risiko dislipidemia menunjukkan besar

risiko 2,1 kali terhadap kejadian stroke. Suatu studi kolesterol dan stroke

iskemik oleh Mirghani dan Zein (2009) menyebutkan bahwa

hiperkolesterolemia tidak ditemukan menjadi faktor risiko independen

(37)

87

dengan faktor risiko aterosklerosis lainnya, terutama hipertensi untuk

meningkatkan risiko stroke iskemik. Penelitian ini menunjukkan bahwa

hipertensi merupakan faktor risiko yang paling umum yang terkait dengan

strok iskemik.

Shahar dkk (2003) dan Bowman dkk (2003) melaporkan kurangnya

hubungan antara lipid dan stroke. Dari 296 penderita stroke dan kontrol,

menemukan bahwa kadar kolesterol total (OR=1,56; 95% CI, 0,84-2,92),

trigliserida (OR=1,07; 95% CI, 0,63-1,82) maupun kolesterol HDL

(OR=0,75; 95% CI, 0,43-1,30) dikaitkan dengan risiko stroke iskemik,

meskipun rasio kolesterol total terhadap HDL-kolesterol (OR=5.84; 95%

CI, 1,59-21,4) lebih informatif untuk menentukan risiko stroke iskemik

daripada kadar kolesterol total dan LDL (Bowman dkk (2003).

Di lain pihak, studi Sorganvi dkk pada tahun 2014 yang melihat

peran hiperkolesterolemia terhadap kejadian stroke iskemik menemukan

hasil yang jauh berbeda, peningkatan kadar kolesterol darah memberi

kontribusi kejadian stroke iskemik hingga 4 kali lipat dibandingkan

kelompok kontrol tanpa peningkatan kadar kolesterol.

Pada penelitian selama 10 tahun yang dilakukan di Jepang, pria

dan wanita menunjukkan bahwa kadar kolesterol HDL rendah (< 30 mg/dL

[0,78 mmol/L]) menyebabkan dan secara independen meningkatan risiko

stroke secara signifikan, terutama stroke iskemik. Selain itu, penelitian The

Copenhagen City Heart Study mengungkapkan bahwa kolesterol HDL

(38)

penurunan 10 mg/dL [0,26 mmol/L]). Pasien dengan rendahnya kadar

kolesterol HDL menunjukkan 3 kali risiko lebih tinggi pada semua stroke.

(Soyama dkk, 2003)

Low Density Lipoprotein (LDL) dianggap sebagai salah satu faktor

risiko kardiovaskular yang lebih penting, dan LDL dikenal memiliki potensi

stroke aterogenik. Kolesterol teroksidasi, terutama kolesterol LDL,

memulai peradangan dan pembentukan plak dalam dinding pembuluh

darah, yang menghambat aliran darah di arteri. Kolesterol LDL adalah

faktor yang kuat dalam reaki oksidasi daripada kolesterol total dan

kolesterol HDL, dimana mengendalikan kadar kolesterol LDL pada pasien

dengan stroke iskemik dapat memperbaiki prognosis mereka (Tian dkk,

2014).

Beberapa penelitian mengatakan bahwa kadar trigliserida tinggi

mendukung keadaan prothrombotik karena memiliki hubungan yang positif

dengan vitamin K bergantung faktor koagulasi VII dan IX, dan dengan

penghambatan aktivitas plasminogen dan viskositas darah (Wieberdink

(39)

89

Tabel 29. Dislipidemia Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Penelitian ini 2016 Dislipidemia menunjukkan besar risiko 2,1 kali terhadap kejadian stroke (OR=2,124; CI 95% 1,175-3,841).

Mirghani dan Zein

2009 Hiperkolesterolemia tidak ditemukan menjadi faktor risiko independen untuk stroke aterotrombotik pada pasien di Emirat, tetapi bisa berinteraksi dengan faktor risiko aterosklerosis lainnya, terutama hipertensi untuk meningkatkan risiko stroke iskemik

Bowman dkk 2003 Kurangnya hubungan antara lipid dan stroke. Kolesterol total (OR=1,56; 95% CI, 0,84-2,92), trigliserida (OR=1,07; 95% CI, 0,63-1,82) maupun kolesterol HDL (OR=0,75; 95% CI, 0,43-1,30) dikaitkan dengan risiko stroke iskemik, meskipun rasio kolesterol total terhadap HDL-kolesterol (OR=5.84; 95% CI, 1,59-21,4) lebih informatif untuk menentukan risiko stroke iskemik daripada kadar kolesterol total dan LDL.

Soyama dkk 2003 HDL rendah (< 30 mg/dL [0,78 mmol/L]) menyebabkan dan secara independen meningkatan risiko stroke secara signifikan, terutama stroke iskemik. Pasien dengan rendahnya kadar kolesterol HDL menunjukkan 3 kali risiko lebih tinggi pada semua stroke.

Sorganvi dkk 2014 Peningkatan kadar kolesterol darah memberi kontribusi kejadian stroke iskemik hingga 4 kali lipat dibandingkan kelompok kontrol tanpa peningkatan kadar kolesterol

IV.2.2.6. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Hasil uji regresi logistik faktor risiko obesitas menunjukkan besar

risiko 1,1 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal ini tidak signifikan.

Hubungan antara obesitas dengan stroke masih kontroversial, dengan

beberapa penelitian menemukan hubungan yang positif sedangkan

beberapa penelitian lainnya menemukan hubungan yang negatif (Song

(40)

menyatakan bahwa obesitas (indeks massa tubuh > 30 kg/m2) tidak signifikan secara statistik dikarenakan adanya penyakit komorbiditas lain

yaitu merokok, hipertensi dan diabetes melitus.

Obesitas tidak secara langsung menyebabkan stroke karena

penderita obesitas biasanya akan terlebih dahulu mengalami diabetes

melitus dan diikuti dengan munculnya hipertensi dan kemudian

menimbulkan stroke, serta kemungkinan masih ada faktor lain yang lebih

berpengaruh terhadap stroke. Obesitas berkaitan dengan metabolisme

glukosa, resistensi insulin, dan hipertensi yang merupakan salah satu

faktor risiko terjadinya stroke. IMT lebih dari 30 merupakan salah satu

faktor risiko terjadinya stroke baik pada laki-laki maupun perempuan.

Sebagian besar penderita obesitas juga mengalami hiperinsulinemia dan

resistensi insulin. Selain itu, obesitas juga merupakan salah satu faktor

predisposisi meningkatnya faktor-faktor inflamasi (Caplan, 2009).

Setelah dilakukan penyesuaian pada data demografi, tingkat

keparahan stroke, dan faktor-faktor risiko stroke, serta Indeks Massa

Tubuh (IMT) < 31 kg/m2 memiliki hubungan positif dalam mencegah kematian sebesar 0,98 kali (95% CI, 0,96–1,01, sedangkan IMT > 38 kg/m2 dikaitkan dengan hubungan yang signifikan dengan besar risiko 1,04 kali terhadap terjadinya kematian pada pasien stroke (95% CI, 1.00– 1.08) (Skolarus dkk, 2014).

Jaringan adiposa mengandung banyak mediator proinflamasi yang

(41)

91

insulin dan aterogenesis. Yang termasuk adipositokin pro-inflamasi atau

adipokin diantaranya TNF-, IL-6, leptin, Plasminogen Activator Inhibitor-1

(PAI-1), angiotensinogen, resistin, dan C-Reactive Protein (CRP). Di sisi

lain, NO dan adiponektin memberikan perlindungan terhadap inflamasi

dan resistensi insulin yang berkaitan dengan obesitas (obesity-linked

insulin resistance) (Smith dan Minson, 2012).

Tabel 30. Obesitas Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Penelitian ini 2016 Faktor risiko obesitas menunjukkan besar risiko 1,1 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal ini tidak signifikan (OR=1,128; CI 95% 0,648-1,963).

Song dkk 2004 Hubungan antara obesitas dengan stroke masih kontroversial, dengan beberapa penelitian menemukan hubungan yang positif sedangkan beberapa penelitian lainnya menemukan hubungan yang negatif

Mitchell dkk 2015 Obesitas (indeks massa tubuh > 30 kg/m2) tidak signifikan secara statistik dikarenakan adanya penyakit komorbiditas lain yaitu merokok, hipertensi, dan diabetes melitus (OR, 1.21; 95% CI 0.96–1.51).

(42)

IV.2.2.7. Riwayat Stroke dalam Keluarga Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Hasil uji regresi logistik faktor risiko riwayat stroke dalam keluarga

menunjukkan besar risiko 1,8 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal

ini tidak signifikan. Mvundura dkk (2010) riwayat stroke dalam keluarga

merupakan faktor independen terjadinya stroke 4 kali lipat pada orang

dengan risiko dalam keluarga yang tinggi daripada orang dengan risiko

dalam keluarga sedang atau rendah.

Pada manusia, penelitian pada manusia kembar telah

menunjukkan bahwa riwayat keluarga positif stroke adalah faktor risiko

untuk stroke, kembar monozigot lebih cenderung menjadi penyerta

daripada kembar dizigot (OR 1,65; 95% CI: 1.2-2.3) (Flossmann dkk,

2004). Menurut penelitian Seshadri dkk (2010) penderita stroke usia

kurang dari 65 tahun meningkatkan risiko empat kali lipat terjadinya stroke

pada keturunannya (HR 3.79; 95% CI: 1.90–7.58) sedangkan penderita dengan stroke usia lebih dari 65 tahun meningkatkan risiko hanya dua kali

lipat (HR 2.21;95%CI:1.32–3.70).

Pada penelitiain ini, tidak ditemukan besar risiko yang signifikan

antara riwayat keluarga dengan stroke disebabkan oleh karena sampel

terbanyak adalah antara usia 51-60 tahun, sesuai dengan penelitian yang

dilakukan Shah dkk pada tahun 2013 menyatakan bahwa tidak

menemukan hubungan antara riwayat keluarga positif dan stroke karena

(43)

93

kelompok usia yang lebih rentan terhadap hasil dari genetika terhadap

stroke.

Tabel 31. Riwayat Stroke dalam Keluarga Sebagai Faktor Risiko Kejadian Stroke

Penelitian ini 2016 Faktor risiko riwayat stroke dalam keluarga menunjukkan besar risiko 1,8 kali terhadap kejadian stroke akan tetapi hal ini tidak signifikan (OR=1,806; CI 95% 0,512-6,376).

Flossmann dkk

2004 Penelitian pada manusia kembar telah menunjukkan bahwa riwayat keluarga positif stroke adalah faktor risiko untuk stroke, kembar monozigot lebih cenderung menjadi penyerta daripada kembar dizigot (OR 1,65; 95% CI: 1.2-2.3).

Seshadri dkk 2010 Penderita stroke usia kurang dari 65 tahun meningkatkan risiko empat kali lipat terjadinya stroke pada keturunannya (HR 3.79; 95% CI: 1.90–7.58) sedangkan penderita dengan stroke usia lebih dari 65 tahun meningkatkan risiko hanya dua kali lipat (HR 2.21;95%CI:1.32–3.70). Shah dkk 2013 Tidak menemukan hubungan antara riwayat

stroke pada keluarga dan stroke karena sebagian besar kasus berada di usia 50-an dan 60-an dan keluar dari kelompok usia yang lebih rentan terhadap hasil dari genetika terhadap stroke.

IV.3. KETERBATASAN PENELITIAN

1. Sedikitnya subjek penelitian sehingga hasil penelitian kurang

representatif.

2. Meskipun pada penelitian ini sudah disesuaikan untuk beberapa

faktor risiko, dengan fokus pada faktor-faktor risiko yang diketahui

mempengaruhi stroke pada populasi ini, mungkin ada faktor risiko

lain, misalnya peminum alkohol, hiperkoagulasi, terapi hormonal,

(44)

3. Pada penelitian ini, terdapat sampel yang memiliki lebih dari satu

faktor risiko yang lebih berpengaruh terhadap stroke sehingga

menyebabkan bias hasil penelitian.

4. Data mengenai pajanan faktor risiko diperoleh dengan

mengandalkan daya ingat atau catatan medis. Daya ingat responden

(45)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

V.1. KESIMPULAN

Berdasarkan analisa data yang diperoleh pada penelitian ini, maka

disimpulkan bahwa:

1. Dari 200 subjek penelitian kelompok stroke dan bukan stroke terdiri

dari 95 orang laki-laki (47,5%) dan 105 orang (52,5%) perempuan.

Dengan rerata usia adalah 56,73±10,92 tahun.

2. Wanita berbeda dari laki-laki dalam berbagai faktor, termasuk

perbedaan fungsi koagulasi, faktor reproduksi hormonal, termasuk

kehamilan dan persalinan, serta faktor-faktor sosial, yang dapat

mempengaruhi risiko stroke dan outcome stroke

3. Hasil uji regresi logistik faktor risiko hipertensi menunjukkan 6 kali

berisiko terhadap kejadian stroke (OR=6,192; CI 95%

2.697-14.217), diabetes melitus menunjukkan besar risiko kejadian stroke

sebesar 2,3 kali (OR=2,346; CI 95% 1,331-4,136), logistik faktor

risiko dislipidemia menunjukkan besar risiko 2,1 kali terhadap

kejadian stroke (OR=2,124; CI 95% 1,175-3,841).

4. Sesuai dengan penilitian sebelumnya bahwa hipertensi,

hiperkolesterolemia, dan diabetes melitus lebih erat kaitannya

dengan stroke. Hipertensi dan hiperkolesterolemia apabila terjadi

(46)

kadar lipid yang mempengaruhi aterosklerosis.

5. Hasil uji regresi logistik faktor risiko merokok menunjukkan besar

risiko 1,2 kali terhadap kejadian stroke (OR=1,176; CI 95%

0,673-2,053).

6. Hasil uji regresi logistik faktor risiko asam urat menunjukkan besar

risiko 0,7 kali terhadap kejadian stroke (OR=0,736, 95% CI

0,412-1,316).

7. Hasil uji regresi logistik faktor risiko obesitas menunjukkan besar

risiko 1,2 kali terhadap kejadian stroke (OR=1,128; CI 95%

0,648-1,963).

8. Hasil uji regresi logistik faktor risiko riwayat stroke dalam keluarga

menunjukkan besar risiko 1,8 kali terhadap kejadian stroke

(OR=1,806; CI 95% 0,512-6,376).

9. Variabel faktor risiko berupa merokok, asam urat, obesitas, dan

riwayat stroke dalam keluarga tidak signifikan sebagai faktor risko

karena variabel tersebut dinilai dengan menggunakan skala ukur

kategori nominal tanpa mempertimbangkan jumlah, lama paparan,

jenis kelamin, dan tidak secara langsung menyebabkan stroke

karena masih ada faktor lain yang lebih berpengaruh terhadap

(47)

97

V.2. SARAN

1. Penelitian ini hanya menggunakan sampel minimal sehingga masih

diperlukan penelitian lebih lanjut dengan jumlah sampel yang lebih

besar sehingga hasil pemeriksaan lebih representatif.

2. Penelitian ini hanya menggunakan beberapa faktor risiko, sehingga

perlu dipertimbangkan untuk menganalisis variabel berdasarkan

faktor risiko lain secara lebih terperinci untuk memperkecil bias

penelitian, sehingga hasil yang didapatkan menjadi lebih baik.

3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut dengan menggunakan studi

kohort sehingga hubungan faktor risiko dengan kejadian stroke

Gambar

Tabel 7. Karakteristik Demografi Subjek Penelitian
Tabel 8. Karakteristik Demografi Subjek Kelompok Stroke Dan Bukan Stroke.
Gambar 5. Faktor Risiko Subjek Kelompok Stroke Dan Bukan Stroke
Tabel 9. Faktor Risiko Subjek Kelompok Stroke Dan Bukan Stroke.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari isyarat aperiodis ini dapat direkayasa sebuah runtun periodis yang diperhitungkan untuk hanya periode pertama, sebagaimana digambarkan pada Gambar 9(b). Ketika periode N

amara ke atas status libido, aras testosteron serum, berat tubuh tikus, morfometri testis dan epididimis kauda serta aktiviti enzim antioksida testis tikus teraruh diabetes

Bangsa sapi brangus ini merupakan hasil persilangan yang mengandung darah Brahman 3/8 bagian dan Angus 5/8 bagian dengan warna bulunya hitam, tidak bertanduk dan mewarisi punuk

---, 2004, Asas-Asas Perbankan Islam &amp; Lembaga-lembaga Terkait (BAMUI, Takaful dan Pasar Modal Syariah di Indonesia), Raja Grafindo Persada, Jakarta.. Wijaya

Berdasarkan alasan di atas, penulis mencoba membuat suatu aplikasi tabel periodik unsur kimia berbasis Android yang diharapkan dapat membantu para pelajar dalam

Bidan Terhadap Kebijakan BPJS Kesehatan dalam Biaya Pengklaiman Dana Non Kapitasi di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) Puskesmas Patumbak Tahun 2017”

di Univeritas Negeri Semarang, khususnya dalam bidang pendidikan yaitu bimbingan dan konseling. b) Mendapatkan pengalaman langsung dalam menggunakan layanan bimbingan

Kompleks permasalahan seperti bergontagantinya pekerjaan (karena banyak ketidaksesuaian), kegagalan siswa dalam meraih prestasi belajar yang gemilang, mahasiswa yang