KEMENTERIAN KESEHATAN RI 2018
ii
Katalog Dalam Terbitan. Kementerian Kesehatan RI
362.1
Ind Indonesia. Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal p Kesehatan Masyarakat
Pedoman Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan.— Jakarta : Kementerian Kesehatan RI. 2018
ISBN 978-602-416-394-5
1. Judul I. HOMELESS YOUTH
iii
PEDOMAN PELAYANAN KESEHATAN ANAK JALANAN
Direktorat Jenderal Kesehatan Masyarakat Direktorat Kesehatan Keluarga
Jakarta, 2018
Penasehat
dr. Eni Gustina, MPH (Direktur Kesehatan Keluarga)
Penanggung Jawab
dr. Christina Manurung, MKM (Kepala Subdit Kesehatan Usia Sekolah dan Remaja)
Tim Penyusun
dr. Linda Siti Rohaeti, MKM dr. Ni Made Diah Permata, MKM dr. Stefani Christanti
Putu Ayu Merry Antarina, SKM dr. Florentine Marthatilova Sari Angreani, SKM Sri Hasti
dr. Erni Risvayanti, M.Kes Maya Raiyan, M.Psi Evasari Ginting, SKM Hana Shafiyyah Z., SKM Putu Krisna Saputra, SKM Desi Widi Astuti, SKM Sartiyem, SKM
iv
Kontributor
Direktorat Rehabilitasi Sosial Anak, Kementerian Sosial Direktorat Perawatan Kesehatan dan Rehabilitasi, Ditjen PAS,
Kementerian Hukum dan HAM
Direktorat Pendidikan Khusus Layanan Khusus, Kemendikbud
Direktorat Pencatatan Sipil, Ditjen Kependudukan dan Pencatatan Sipil, Kementerian Dalam Negeri
Direktorat Pondok Pesantren, Kementerian Agama
Pusat Penelitian dan Pengembangan Upaya Kesehatan Masyarakat Pusat Data dan Informasi
Pusat Pembiayaan Jaminan Kesehatan
Pusat Analisis Determinan Masalah Kesehatan Direktorat Pelayanan Kesehatan Primer Direktorat Pelayanan Kesehatan Rujukan Direktorat Gizi Masyarakat
Direktorat Kesehatan Lingkungan
Direktorat P2 Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Direktorat Surveilans dan Karantina Kesehatan Direktorat P2 Penyakit Tidak Menular
Direktorat P2 Penyakit Menular Langsung
Bagian Hukum, Organisasi dan Hubungan Masyarakat, Setdijen Kesehatan Masyarakat
Satgas Perlindungan Anak IDAI (perwakilan DKI Jakarta) Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta
Suku Dinas Kesehatan Jakarta Timur Puskesmas Duren Sawit
Puskesmas Cengkareng Puskesmas Tebet Puskesmas Cakung Puskesmas Pademangan
v Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Barat Dinkes Kabupaten Bogor
UPT Puskesmas Kecamatan Cibinong Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Utara Dinkes Kota Medan
Puskesmas Kota Medan
Dinas Kesehatan Provinsi Aceh Dinkes Kota Banda Aceh
Puskesmas Kuta Alam Banda Aceh Dinas Sosial Provinsi DKI Jakarta Prof. Irwanto, PhD.
Dr Anasrul SR (Fasilitator PKPR) Rumah Singgah Himmata
Panti Parapattan
Panti Sosial Asuhan Anak Putra Utama, Jakarta Barat
Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA) Putra Utama 3, Jakarta Timur Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) Taruna Jaya, Jakarta Timur WHO, MSF, Save The Children, UNICEF
Diterbitkan Oleh :
Kementerian Kesehatan RI
vi
KATA PENGANTAR
Anak jalanan merupakan salah satu kelompok anak yang
rentan terhadap masalah kesehatan yang perlu
mendapatkan perhatian dan pelayanan kesehatan.
Walaupun jumlah mereka kecil, tapi mereka berhak mendapatkan pelayanan kesehatan yang sama dengan anak-anak yang lain, sesuai dengan amanat UUD 45 pasal 34 bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara. Selain itu Undang Undang No 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak juga mengisyaratkan bahwa perlindungan anak harus bisa menjamin dan melindungi anak dan hak-hak nya agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.
Untuk menjamin pemenuhan hak dimaksud, sekaligus dalam rangka mendorong upaya peningkatan status kesehatan anak jalanan, maka disusunlah Pedoman Pelayanan Kesehatan bagi Tenaga Kesehatan, sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan di lapangan.
Diharapkan buku ini dapat digunakan sebagai panduan bagi tenaga kesehatan di lapangan dalam memberikan pelayanan kesehatan sesuai kebutuhan anak jalanan, dan melakukan pembinaan pemberdayaan anak jalanan agar
tahu, mau dan mampu meningkatkan dan
vii
Kami mengucapkan banyak terima kasih untuk semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan satu per satu atas semua kontribusinya, serta penghargaan yang setinggi tingginya atas kerjasamanya selama proses revisi buku pedoman ini. Kami menyadari buku ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya kritikan dan masukan dari
pelaksana di lapangan sangat diharapkan untuk
melengkapi dan menyempurnakannya.
Jakarta, 14 Februari 2018 Direktur Kesehatan Keluarga
viii
2. Kategori Anak Jalanan……… 8
3. Masalah Kesehatan………. 9
4. Faktor Penyebab……….. 15
BAB II. KEBIJAKAN DAN STRATEGI………. 27
A. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan 28 B. Strategi dan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan……… 29
BAB III. PELAYANAN KESEHATAN BAGI ANAK JALANAN……… 43
A. Sistem Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan. 46 1. Pelayanan Kesehatan di Dalam Gedung. 46 2. Pelayanan Kesehatan di Luar Gedung… 52 B. Langkah Langkah Pendampingan Anak Jalanan 58 C. Penanganan Masalah Kesehatan Spesifik pada Anak Jalanan……….. 62
ix
BAB IV. PEMBINAAN DAN PENGAWASAN.. 79
A. Pencatatan dan Pelaporan………. 80
B. Monitoring dan Evaluasi……….. 83
C. Indikator……… 84
BAB V. PENUTUP……… 87
LAMPIRAN……… 89
Lampiran 1 : Daftar Singkatan………..… 90
Lampiran 2 : Contoh Materi Penyuluhan……. 92
Lampiran 3 : Kohort Pelayanan Kesehatan Balita dan Pra Sekolah……… 94
Lampiran 4: Register Pelayanan Kesehatan Anak di Lembaga Kesejahteraan Sosial Anak (LKSA)……… 96 Lampiran 5 : Register Pelayanan Kesehatan Remaja……….. 97
Lampiran 6 : Laporan Bulanan Pelayanan Kesehatan Remaja……….. 98
Lampiran 7 : Laporan Bulanan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan/Terlantar di LKSA……… 102
Lampiran 8 : Laporan Bulanan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan/Terlantar di Puskesmas……….. 103
Lampiran 9 : Instrumen Pemantauan Pelayanan Kesehatan Anak di Panti (LKSA).. 105
1
“ Anak merupakan generasi penerus yang akan melanjutkan pembangunan bangsa sehingga perlu diperhatikan dan dilindungi oleh orangtua, keluarga,
masyarakat dan negara. “
BAB I
2 BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan di bidang kesehatan sebagai salah satu aspek penting pembangunan bangsa diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat dalam rangka mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Sehingga upaya pembangunan bidang kesehatan harus dilaksanakan sejak dini dengan memperhatikan proses tumbuh kembang anak sesuai siklus kehidupannya.
3
dapat hidup tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara optimal, sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi. Dengan demikian anak jalanan yang merupakan bagian dari golongan anak terlantar termasuk kelompok yang menjadi tanggung jawab negara. Sebagai bagian dari anak bangsa, keberadaan anak jalanan perlu mendapat perhatian baik dari segi pangan dan papan, maupun dari segi pendidikan dan kesehatan.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang komprehensif yang meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, tidak terkecuali bagi anak jalanan.
4
2006 sebesar 232.894. Menurut hasil penelitian STKS 2014, usia pertama kali anak turun ke jalanan adalah pada usia 7-10 tahun (42,67%) usia 5-7 tahun (21,33%), usia 3-5 tahun (13,33%) usia <3 tahun (6,67%), usia 10-18 tahun (5,33%) dimana 81% anak jalanan masih bersekolah dengan tingkat pendidikan terbanyak berada di sekolah dasar (61,54%).
Kelompok anak terlantar termasuk di dalamnya anak jalanan sejauh ini masih belum mendapatkan perhatian penuh, khususnya program pelayanan kesehatan yang dikaitkan dengan risiko permasalahan kesehatan mereka. Hal ini antara lain di sebabkan tingginya tingkat mobilisasi anak jalanan dan kurangnya pemahaman mereka tentang akses terhadap pelayanan kesehatan, sehingga sulit dijangkau oleh tenaga kesehatan dan keterbatasan dana pendukung kegiatan program juga merupakan kendala tersendiri.
Di sisi lain kehidupan anak jalanan dengan segala keterbatasannya menyebabkan anak jalanan sangat rentan terhadap berbagai masalah kesehatan antara lain buruknya kebersihan perorangan, fasilitas sanitasi dan asupan nutrisi yang tidak memadai, perilaku seks
berisiko, penyalahgunaan NAPZA (termasuk
5
HIV/AIDS dengan segala komplikasi yang
menyertainya. Hal ini banyak terjadi oleh karena pengaruh tekanan sosial dari teman sebaya sesama anak jalanan maupun sebagai korban perlakuan sekelompok masyarakat yang menggunakan mereka sebagai obyek untuk mendapatkan kenikmatan ataupun keuntungan.
Kementerian Kesehatan telah melaksanakan berbagai program kesehatan anak yang diarahkan pada pemenuhan hak dan perlindungan anak melalui intervensi program sesuai dengan sasaran yang memang bervariasi baik dalam jenis maupan strategi dalam memberikan pelayanan kesehatan. Untuk itu, diantaranya telah dikembangkan beberapa program untuk peningkatan akses pelayanan kesehatan anak seperti pemanfaatan buku KIA, MTBS, SDIDTK, Puskesmas PKPR, Puskesmas KtP/A, Puskesmas membina anak di panti/LKSA dan anak jalanan.
B. Keadaan dan Masalah 1. Demografi
6
50% anak jalanan tinggal bersama orangtuanya dan 11,5% tidak tinggal bersama orangtuanya. Penelitian lain di Makassar menunjukkan bahwa 45,1% anak jalanan berada di jalan selama 4-8 jam. Lebih dari setengah anak jalanan memiliki status pendidikan tidak/belum tamat SD (58,8%). Sebagian besar anak jalanan tidak terdaftar di
LSM ataupun organisasi lainnya (82,7%)
(Indina,2012).
7
pekerjaan seperti buruh bangunan atau sektor informal lainnya (Suharma, 2013). Bekerja di jalanan seolah menjadi lingkaran setan, jika yang pertama kali bekerja dijalanan ayah atau suami, maka ia akan mengajak dan melibatkan istrinya untuk ikut serta bekerja dijalanan. Jika yang pertama kali melakukan aktivitas di jalanan tersebut adalah ibu/isteri, maka ia akan mengajak suaminya untuk bekerja di jalanan. Ketika salah satu atau kedua orang tuanya berada di jalanan, maka mereka akan melibatkan dan membawa
anak-anaknya untuk beraktivitas mencari
penghasilan di jalanan. Hal ini akan memperburuk kualitas hidup dan masa depan anak sebab jika seorang anak menjadi anak jalanan pada saat berusia dibawah tiga tahun maka dia cenderung untuk berada di jalanan sampai dengan usia 18 tahun (Suharma, 2013).
8
Orang tua mempunyai kontribusi dalam
menentukan keberadaan anak di jalanan. Sebagian besar dari orang tua yang anaknya berada di jalanan tidak peka terhadap kebutuhan atau hak-hak anak mereka, tidak peka dan tidak peduli terhadap risiko kehidupan jalanan bagi anak, dan tidak berusaha keras melindungi anak dari kehidupan jalanan.
2. Kategori Anak Jalanan
Kategori anak jalanan terdiri dari:
a. Anak jalanan yang hidup di jalanan (children of the street = true street children), dengan kriteria:
- Hampir seluruh hidupnya habis di jalanan.
- 8-10 jam berada di jalanan untuk
“berkerja” (mengamen, mengemis,
memulung) dan sisanya
menggelandang/tidur.
- Putus hubungan atau lama tidak bertemu dengan orang tuanya.
- Tidak lagi bersekolah.
- Rata-rata berusia di bawah 14 tahun. b. Anak jalanan yang bekerja di jalanan (children
of the street= working children), dengan kriteria:
9
- Berhubungan tidak teratur dengan orang tuanya.
- 8-16 jam berada di jalanan.
- Mengontrak kamar sendiri, bersama teman, ikut orang tua/saudara, umumnya di daerah kumuh.
- Tidak lagi bersekolah.
- Lokasi tersebar pada umumnya di lampu merah, pasar dan terminal.
- Pekerjaan: penjual koran, pengasong, pencuci bus, pemulung, penyemir sepatu, dll
- Rata-rata berusia di bawah 16 tahun. c. Anak yang rentan menjadi anak jalanan
(children vulnerable to be street children) dengan kriteria:
- Bertemu teratur setiap hari/tinggal dan tidur dengan keluarganya.
- 4-6 jam bekerja di jalan. - Masih bersekolah.
- Pekerjaan: penjual Koran, penyemir,
pengamen, dll
- Usia rata-rata di bawah 14 tahun.
3. Masalah Kesehatan
10
Seorang anak dikatakan sehat jika ia sehat secara fisik, sehat sosial dan sehat jiwa.
Sehat fisik artinya memiliki badan yang sehat dan bugar.
Sehat sosial artinya mampu menjalin
hubungan baik dengan orang lain.
Sehat jiwa artinya : merasa senang dan bahagia, mampu menyesuaikan diri dengan kehidupan sehari-hari (di rumah dan di sekolah), dapat menerima kekurangan dan kelebihan diri sendiri dan teman, melakukan kegiatan yang bermanfaat.
Kehidupan anak jalanan biasanya berkaitan dengan lingkungan tempat tinggal yang tidak sehat; kurangnya akses terhadap pelayanan kesehatan yang disebabkan oleh keterbatasan pengetahuan, perilaku hidup tidak sehat;
kecenderungan mendapatkan tindakan
11
hepatitis, kulit, maupun rawan karena masalah gizi.
Keterbatasan pengetahuan terhadap kesehatan
mengakibatkan anak jalanan tidak
mendapatkan hak mereka untuk memperoleh
pelayanan kesehatan seperti imunisasi,
pemantauan tumbuh kembang, dan informasi terhadap kesehatan, dll. Selain itu, aktifitas kegiatan sehari-hari yang berisiko akan
menyebabkan mereka mudah terkena
gangguan kesehatan, terutama dampak
langsung sengatan matahari, pencemaran udara seperti debu, gas kendaraan bermotor dan industri yang dapat menyebabkan efek iritasi dan toksik pada saluran pernapasan. Pada anak jalanan yang berusia remaja sangat berisiko
terhadap gangguan akibat rokok,
penyalahgunaan Napza, serta masalah
kesehatan reproduksi seperti penyakit menular seksual, perilaku seks berisiko
b. Masalah kesehatan jiwa, penyalahgunaan NAPZA
12
perubahan hormonal seiring berkembang dan berfungsinya organ seksual dan reproduksi, perubahan fisik, postur tubuh juga suara, perubahan psikologis dengan berkembang dan terbentuknya kepribadian sesorang, perubahan status sosial dalam keluarga dan masyarakat. Dengan adanya perubahan-perubahan ini usia remaja rentan terhadap perilaku berisiko.
Secara umum masalah kesehatan jiwa dan perilaku anak jalanan antara lain : gangguan cemas, depresi, stres pasca trauma, psikotik dan kecenderungan berperilaku antisosial (berkelahi, mencuri, memeras, dll), perilaku agresif implusif, penyalahgunaan NAPZA
(nge-lem, ganja, napacin), dan
ketidakharmonisan keluarga.
13 c. Masalah Sosial
Masalah sosial muncul akibat terjadinya perbedaan yang mencolok antara nilai dalam masyarakat dengan realita yang ada. Adanya masalah sosial dalam masyarakat ditetapkan oleh lembaga yang memiliki kewenangan khusus seperti tokoh masyarakat, pemerintah, organisasi sosial, musyawarah masyarakat, dan lain sebagainya.
Masalah sosial dapat dikategorikan menjadi 4 jenis faktor, yakni antara lain:
1. Faktor Ekonomi : kemiskinan,
pengangguran, dll.
2. Faktor Budaya : perceraian, kenakalan remaja, dll.
3. Faktor Biologis : penyakit menular, keracunan makanan, dsb.
4. Faktor Psikologis : penyakit jiwa, aliran sesat, dsb.
14
kumuh yang berpindah, higiene dan sanitasi lingkungan yang buruk. Hal ini dapat menyebabkan masalah perilaku pasif (merasa rendah diri, merasa tidak dihargai dan merasa tidak berguna di masyarakat) atau agresif
(berteriak, premanisme / kriminalitas,
kekerasan, penganiyaan, meminta dengan memaksa, menghina, mengumpat, berkata-kata kotor, tidak mau komentar, menendang, membuat perangkap untuk orang lain dan mendorong) (Intan, 2014).
d. Masalah Pemenuhan Kebutuhan Makanan dan Gizi
Penyelenggaraan makanan dan gizi pada anak jalanan sangat terbatas sesuai dengan kondisi dan lokasi di mana mereka berada, antara lain terbatas pada :
- Menu / kelengkapan komposisi bahan
makanan serta kandungan kalori dan zat
gizi yang belum tentu memenuhi
kebutuhan energi anak-anak sebagai
individu yang masih dalam masa
pertumbuhan.
15
mencuci peralatan memasak dan peralatan makan.
- Kebersihan, pengolahan dan proses
pemasakan makanan belum tentu
memenuhi syarat.
e. Masalah Akses terhadap Pelayanan Kesehatan Secara umum sumber daya untuk memberikan pelayanan kesehatan bagi anak jalanan masih terbatas. Diperlukan kemampuan pendekatan yang baik untuk dapat menjangkau anak jalanan. Umumnya pelayanan kesehatan yang
diberikan Puskesmas lebih banyak
menjangkau anak jalanan yang ada di panti / rumah singgah. Sedangkan untuk anak jalanan yang benar-benar ada di jalanan lebih sering diberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk bakti sosial / secara insidentil, belum secara rutin.
4. Faktor penyebab
16 a. Faktor Eksternal
Faktor eksternal biasanya berkaitan dengan kondisi masyarakat, lingkungan, dan sosial, antara lain:
- Pemukiman padat dan kumuh (keadaan
penuh sesak di daerah kumuh dan fasilitas perumahan yang tidak memadai)
- Kelemahan nilai/norma yang ada di
masyarakat.
- Terbatas dan tidak bervariasinya pelayanan pendidikan.
- Adanya urbanisasi
- Kesempatan kerja yang terbatas (distribusi sumber daya dan kesempatana yang tidak
merata dalam masyarakat, misalnya
kurangnya kesempatan mendapatkan
pekerjaan)
- Masalah dalam penegakan hukum
- Kondisi politik dan ekonomi, misalnya kemisikinan dan sumberdaya yang rendah.
- Layanan rujukan penanganan anak
17 b. Faktor internal
Faktor internal adanya anak jalanan dapat berasal dari diri sendiri ataupun kondisi dan situasi anak dalam keluarga.
Peran orang tua terhadap adanya anak jalanan sangat penting mengingat sebagian besar anak jalanan masih tinggal bersama orang tuanya. Berdasarkan hasil penelitian terhadap anak jalanan, sebagian besar anak masih tinggal dengan orang tuanya (90.2%) dan beberapa diantaranya mendukung anaknya untuk turun ke jalan mencari uang (47.1%) (Nur’aini, 2009).
Faktor penyebab internal, antara lain: - Ekonomi sulit.
- Hubungan yang tidak harmonis dalam
keluarga (perceraian orangtua, konflik dalam keluarga, penolakan anak oleh orangtua dan kondisi terpisah dari orangtua atau kehilangan orangtua)
- Adanya kesenjangan komunikasi antara orangtua dan anak
- Adanya kekerasan dan perlakuan yang salah terhadap anak di dalam keluarga (penganiayaan anak)
18
- Orang tua yang tidak bertanggung jawab (penelantaran terhadap anak).
- Penanaman nilai etika, moral dan pola asuh dalam keluarga (masalah perilaku dalam
pengasuhan anak, misalnya orangtua
penjudi, penyalahgunaan NAPZA)
- Kelemahan internal dalam diri anak sendiri
(sikap dan perilaku anak yang
pembangkang)
C. Pengertian 1. Anak
Adalah seseorang yang berusia 0-18 tahun termasuk anak di dalam kandungan (Undang-Undang Perlindungan Anak Nomor 23 Tahun 2002).
2. Anak terlantar
Adalah anak yang karena suatu sebab orangtuanya melalaikan kewajibannya sehingga kebutuhan anak tidak terpenuhi secara wajar baik secara rohani, jasmani maupun sosial (Undang-Undang Kesejahteraan Anak Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak).
3. Anak jalanan (anjal)
19
di dalamnya balita yang dimanfaatkan (Panduan Umum Menuju Bebas Anak Jalanan 2017).
4. Pelayanan Kesehatan Anak
Adalah upaya pelayanan kesehatan yang meliputi berbagai upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
5. Tenaga Kesehatan
Adalah setiap orang yang mengabdikan diri di bidang kesehatan, serta memliki pengetahuan atau
keterampilan melalui pendidikan dibidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan. 6. Puskesmas
Adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah kerjanya (Permenkes Nomor 75 Tahun 2014).
20
pelayanan kesehatan lainnya (Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2016).
8. PKPR (Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja) Adalah pelayanan kesehatan yang ditujukan dan dapat dijangkau oleh remaja serta berkesan menyenangkan, menerima remaja dengan tangan terbuka, menghargai remaja, menjaga kerahasiaan, peka akan kebutuhan terkait dengan kesehatan remaja, serta efektif, efisien dan komprehensif dalam memenuhi kebutuhan tersebut.
9. Kemitraan
Adalah bentuk kerjasama yang terintegrasi,
berdasarkan prinsip-prinsip kesetaraan,
keterbukaan dan saling menguntungkan dalam melaksanakan suatu program/kegiatan secara efektif dan efisien sesuai bidang, kondisi, dan kemampuan masing-masing, sehingga hasil yang dicapai menjadi lebih optimal.
10. Jejaring
Adalah suatu hubungan kerjasama antara 2 (dua) pihak atau lebih berdasarkan prinsip kemitraan untuk mencapai tujuan bersama yang telah disepakati sesuai peran, tanggung jawab dan fungsi masing-masing.
21
Adalah lembaga yang memberikan pelayanan kesejahteraan social bagi anak terlantar yang berada di dalam panti maupun anak terlantar di lingkungan sekitar panti/pelayanan luar panti. 12. Rumah singgah (LKSA non panti)
Adalah suatu wahana yang dipersiapkan sebagai perantara antara anak jalanan dengan pihak-pihak yang akan membantu dan membimbing mereka, dan merupakan proses informal yang memberikan suasana resosialisasi terhadap sistem nilai dan norma yang berlaku di masyarakat dan merupakan tahap awal bagi anak jalanan untuk memperoleh
pelayanan selanjutnya, sehingga diciptakan
sebagai tempat yang aman, nyaman, menarik dan menyenangkan bagi anak jalanan. (Permensos Nomor 30 Tahun 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak).
13. Leader
Adalah pimpinan kelompok anak jalanan yang sudah tidak berada di jalan lagi dan menjadi koordinator anak jalanan di rumah singgah.
14. Jeger
22 15. Pekerja sosial
Adalah seseorang yang mempunyai kompetensi
profesional dalam pekerjaan sosial yang
diperolehnya melalui pendidikan formal atau
pengalaman praktek di bidang pekerjaan
sosial/kesejahteraan sosial yang diakui secara resmi oleh pemerintah dan melaksanakan tugas profesional pekerjaan sosial (Kepmensos No. 10/HUK/2007).
16. Big brother
Adalah orang yang paling dituakan di kantong-kantong anak jalanan yang memiliki pengaruh yang kuat dan besar pada jeger dan anak jalanan. 17. Titik – titik lokasi
Adalah lokasi berkumpul dan beraktifitasnya anak jalanan pada tempat-tempat tertentu, seperti: terminal, stasiun, mall, pasar, perempatan jalan, kuburan.
18.Kohort berasal dari kata cohort
Adalah suatu proses pengamatan prospektif, survei prospektif terhadap suatu subjek maupun objek. 19. Pendamping
Adalah pekerja sosial yang mempunyai
kompetensi profesional dalam bidangnya.
23 D. Ruang Lingkup
Ruang lingkup pelayanan kesehatan anak jalanan adalah pelayanan kesehatan bagi anak jalanan usia 0-18 tahun, yang meliputi:
1. Pelayanan kesehatan bayi
2. Pelayanan kesehatan balita dan anak pra sekolah 3. Pelayanan kesehatan anak usia sekolah dan remaja Upaya pelayanan yang dilakukan mencakup upaya promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif di dalam dan di luar gedung.
E. Dasar Hukum
1. Undang Undang Dasar Tahun 1945 pasal 34, bahwa fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh Negara.
2. Undang Undang Nomor 4 Tahun 1979 tentang Kesejahteraan Anak.
3. Undang Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Pusat Daerah.
4. Undang Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang HAM
5. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
6. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan
24
8. Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial
9. Undang Undang No 10 Tahun 2012 Tentang Pengesahan Protokol Opsional Konvensi Hak-Hak Anak Mengenai Penjualan Anak, Prostitusi Anak, Dan Pornografi Anak
10. Undang Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Undang Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
11. Undang Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
12. Undang Undang Nomor 17 Tahun 2016 Tentang
Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak
13. Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2013 tentang Jaminan Kesehatan
14. Keppres No 36 Tahun 1990 tentang Pengesahan Konvensi Hak-Hak Anak
15. Peraturan Pemerintah Nomor 76 Tahun 2015 tentang perubahan Peraturan Pemerintah 101 tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran
25
Dokumen Kependudukan Bagi Penduduk Rentan Administrasi Kependudukan
17. Peraturan Menteri Sosial Nomor 30 / HUK / 2011 tentang Standar Nasional Pengasuhan Anak
18. Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 72 Tahun 2013 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Layanan Khusus
19. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2014 tentang Upaya Kesehatan Anak
20. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 9 Tahun
2016 tentang Percepatan Peningkatan
Kepemilikan Akta Kelahiran
F. Tujuan
1. Tujuan umum
Meningkatkan status kesehatan anak jalanan. 2. Tujuan khusus
a. Terlaksananya pelayanan kesehatan bagi anak jalanan secara terintegrasi
b. Meningkatnya cakupan pelayanan kesehatan anak jalanan.
c. Meningkatnya mutu pelayanan kesehatan anak jalanan.
26 G. Sasaran
Sasaran Langsung, yaitu : 1. Anak jalanan
2. Tenaga Kesehatan
Sasaran Tak langsung, yaitu:
1. Orang tua atau keluarga dari anak jalanan. 2. “Koordinator” (jeger, leader dan big brother). 3. Pekerja sosial, pendamping anak jalanan.
4. Organisasi/ kelompok masyarakat/LSM/ dunia usaha/ swasta yang menangani anak jalanan. 5. Pengelola lintas program dan lintas sektor terkait
27
“Arah kebijakan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup anak
dalam rangka pemenuhan hak-hak anak. “
BAB II
28 BAB II
KEBIJAKAN DAN STRATEGI
A. Kebijakan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan Kebijakan kesehatan bagi anak jalanan merupakan suatu kesatuan dari kebijakan kesehatan bagi anak secara umum. Arah kebijakan difokuskan pada upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kualitas hidup anak dalam rangka pemenuhan hak-hak anak. Upaya pemenuhan hak anak dilaksanakan berdasarkan 4 prinsip hak anak dalam konvensi hak anak, yaitu: a. Non-diskriminasi
b. Kepentingan yang terbaik bagi anak
c. Hak untuk hidup, kelangsungan hidup dan perkembangan
d. Penghargaan terhadap pendapat anak
Pelayanan kesehatan anak jalanan diselenggarakan melalui jaringan pelayanan upaya kesehatan dasar. Pelayanan kesehatan yang berkualitas dan berkeadilan bagi anak jalanan diselenggarakan dengan pendekatan siklus hidup (Continuum of Care), yang meliputi: a. Pelayanan kesehatan bayi
29
Penanganan anak jalanan difokuskan pada upaya promotif dan preventif agar anak terlantar dan rentan tidak jatuh menjadi anak jalanan, tanpa meninggalkan upaya kuratif dan rehabilitatif.
Pembinaan kesehatan anak jalanan disesuaikan dengan kebutuhan dan proses tumbuh kembang yang dilaksanakan secara terpadu lintas program dan membangun jejaring dengan lintas sektor dan
masyarakat (dunia usaha, LSM/organisasi
kemasyarakatan, dll) berdasarkan prinsip kemitraan.
B. Strategi dan Kegiatan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan
Masalah anak jalanan adalah masalah sosial yang
cukup rumit dan kompleks, sehingga upaya
penanganan kesehatannya tidak dapat dilakukan oleh Kementerian Kesehatan saja, akan tetapi perlu kerjasama dengan sector terkait, masyarakat termasuk dunia usaha, LSM, dll. Oleh karena itu dalam memberikan informasi kesehatan, mereka harus dilibatkan guna mendukung pelaksanaan di lapangan.
Dalam rangka memudahkan pelaksanaan
30
1. Meningkatkan kualitas dan kuantitas pelayanan kesehatan anak jalanan.
2. Melaksanakan pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
3. Memperkuat mekanisme kemitraan dan jejaring 4. Meningkatkan pembiayaan pelayanan kesehatan
anak jalanan
5. Memfasilitasi kearifan lokal (local wisdom)
Strategi ini merupakan strategi konvensional yang selama ini sudah dilaksanakan dan masih akan tetap digunakan unutk mendukung pelaksanaan pelayanan kesehatan bagi anak jalanan dengan berbagai penguatan dan lebih fokus dalam implementasinya. Startegi ke 4, merupakan upaya terobosan karena dapat segera dilaksanakan dengan memanfaatkan segala potensi masyarakat setempat, termasuk pemanfaatn CSR dunia usaha. Pelaksanaan kegiatan dapat menggunakan potensi budaya, agama, adat istiadat dan nilai-nilai lokal.
Kegiatan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan 1. Meningkatkan Kualitas dan Kuantitas
Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan
31
b. Melaksanakan orientasi dan sosialisasi tentang program kesehatan bagi anak jalanan
2. Melaksanakan Pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR)
Usia remaja merupakan proporsi terbesar pada populasi anak jalanan, sehingga pelayanan kesehatan dilakukan dengan pendekatan Pelayanan Kesehatan Peduli Remaja (PKPR).
a. Memberikan pelatihan PKPR untuk puskesmas yang belum terlatih PKPR dan peningkatan
strata puskesmas yang mampu
menyelenggarakan PKPR menggunakan SN PKPR
b. Memfasilitasi pelatihan kader kesehatan di luar sekolah (kader kesehatan karang taruna, masjid/gereja dan konselor sebaya)
c. Meningkatkan kegiatan PKPR di luar gedung, misalnya melalui Posyandu Remaja (referensi: Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Posyandu Remaja, Kemenkes 2018)
3. Memperkuat Mekanisme Kemitraan dan Jejaring
32
mitra yang terkait dalam jejaring ini secara spontan dapat berbagi peran yang setara, mitra
terkait antara lain Kementerian Sosial,
Kementerian Pendidikan, Kementerian Agama, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Kementerian Pemberdayaan dan Perlindungan Anak, BKKBN, BNP dan LSM terkait.
Jejaring pelayanan kesehatan anak jalanan meliputi lintas program, lintas sektor, organisasi profesi, organisasi kemasyarakatan, institusi pendidikan, pihak swasta serta mitra potensial lain yang ditujukan untuk mengatasi masalah yang terkait dengan kesehatan anak jalanan di suatu wilayah tertentu. Adapaun kegiatan yang dapat dilakukan dalam upaya memperkuat mekanisme kemitraan dan jejaring antara lain:
a. Mengembangkan Usaha Kesehatan Berbasis Masyarakat (UKBM) yaitu posyandu remaja, kelompok remaja
33
c. Melakukan orientasi dan sosialisasi kegiatan pelayanan anak jalanan kepada pimpinan panti, pendamping panti, kantong anak jalanan, kelompok pendukung / koordinator anak jalanan.
d. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan
anak jalanan melalui daerah
tangkapan/saluran, antara lain:
- Organisasi sosial (orsos) bidang
kesejahteraan anak.
- Rumah belajar anak jalanan. - Mobil sahabat anak.
- Institusi pendidikan non formal (PKBM). - Organisasi kemasyarakatan/LSM/swasta. e. Melaksanakan pertemuan rutin antar anggota
jejaring. Dilakukan secara periodik,
bersama-sama secara bergantian sebagai ajang
pertukaran informasi dan pengalaman, dalam bentuk rapat, pertemuan, atau lokakarya. f. Membangun komunikasi berkala melalui
34
g. Memanfaatkan informasi dasar nasional
tentang berbagai kegiatan yang terkait dengan upaya kesehatan remaja, termasuk anak jalanan. Jejaring harus mendorong dan memfasilitasi adanya data dasar nasional sebagai dokumentasi dan bukti atas upaya yang sudah dilaksanakan.
h. Memfasilitasi peningkatan kapasitas sumber daya manusia dan infrastruktur sesama
anggota jejaring. Jejaring menyiapkan
informasi yang dapat diakses oleh setiap anggota jejaring untuk memperoleh bantuan
teknis dan pendampingan dalam
pengembangan dan pelaksanaan upaya terkait dengan kesehatan remaja, termasuk anak jalanan.
Langkah-langkah kegiatan yang dilakukan dalam pelayanan kesehatan anak jalanan dapat dilakukan melalui pendekatan edukatif, yaitu suatu rangkaian kegiatan yang sistematis, terencana dan terarah dengan partisipasi stake holder dan anak jalanan untuk memecahkan masalah yang dihadapi dengan menggunakan potensi yang dimiliki, langkah-langkah tersebut sebagai berikut:
35
masyarakat setempat (mapping dan
pendataan).
2. Pengkajian hasil analisa situasi, guna membahas hasil temuan dalam analisa situasi, yang meliputi: rumusan masalah, prioritas
masalah, alternatif pemecahan masalah,
sumber daya yang digunakan dan rencana waktu pelaksanaan kegiatan.
3. Pendekatan sosial, yang ditunjukkan kepada
penentu kebijakan untuk memperoleh
dukungan agar kegiatan yang telah
direncanakan dapat terlaksana. Bentuk
pendekatan sosial, antara lain: anjang sana, seminar, lokakarya, dll.
4. Pelaksanaan kegiatan, yang merupakan
intervensi untuk memecahkan masalah yang ada sesuai dengan potensi yang dimiliki. Bentuk intervensi kegiatan, antara lain: orientasi peningkatan kemampuan petugas,
sosialisasi, penyuluhan, pendampingan,
pemberdayaan, dll.
5. Pembinaan, dapat dilakukan dengan mengkaji laporan yang masuk, monitoring, evaluasi. 6. Kesinambungan program melalui peningkatan
jejaring dan kemitraan.
36
Peran dari masing – masing sektor sebagai berikut:
No Sasaran Peran
1 Dinas
Kesehatan Kabupaten / Kota
- menyediakan data
fasilitas pelayanan kesehatan
- menyediakan data-data
tentang masalah kesehatan
- melaksanakan pelayanan
kesehatan yang bersifat promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif 2 Dinas Sosial
Kabupaten /Kota
- menyediakan data anak
jalanan
- menyediakan data
pekerja sosial
- menyediakan data
rumah singgah, Non Panti Sosial Asuhan Anak (PSAA), Taman Anak Sejahtera (TAS), titik titik rawan PMKS, dll
3 Dinas
Pendidikan
- menyediakan data
37 Kabupaten/ Kota
formal lainnya
- menyediakan data anak
jalanan yang bersekolah
- menyediakan data anak
jalanan usia sekolah yang tidak bersekolah
4 Dinas
- menyediakan data Balai Latihan Kerja (BLK),
- menyediakan data anak
jalanan yang bekerja
5 Kantor
Kementerian Agama Kabupaten/ Kota
- menyediakan data
Pondok Pesantren
- menyediakan data anak
jalanan yang berada di Pondok Pesantren
- menyediakan data
Lembaga Perlindungan Anak/Perempuan, P2TP2A
- menyediakan data kasus
kekerasan dan
38
Lembaga Perlindungan Anak/Perempuan, P2TP2A
- Menyediakan data
terkait organisasi pemuda
4. Meningkatkan Pembiayaan Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan
Pembiayaan dalam pelaksanaan pelayanan
kesehatan bagi anak jalanan berasal dari Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), Dana BOK dan sumber dana lainnya yang tidak mengikat.
Dalam rangka meningkatkan cakupan dan kualitas pelayanan kesehatan anak jalanan maka perlu dilakukan perencanaan secara terpadu di tingkat provinsi dan kabupaten/kota yang melibatkan semua unsur terkait yang memberikan pelayanan kepada anak jalanan. Perencanaan ini disusun untuk kebutuhan satu tahun dan dilaksanakan
secara efisien, efektif dan dapat
39
program dan efisiensi pemanfaatan dana di setiap sektor terkait sehingga pelayanan kesehatan anak jalanan dapat terlaksana tepat sasaran.
Sesuai Undang Undang Dasar 1945 Pasal 34, mengatakan bahwa; fakir miskin dan anak terlantar dipelihara oleh negara, hal tersebut juga diperkuat dengan Undang Undang Nomor 11 Tahun 2009 tentang Kesejahteraan Sosial, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2011 tentang Penanganan Fakir Miskin, Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan, Peraturan Presiden Nomor 19 Tahun 2016 tentang Jaminan Kesehatan Nasional dan Keputusan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 146 Tahun 2013 tentang Penetapan Kriteria dan Pendataan Fakir Miskin dan Orang Tidak Mampu serta Keputusan Menteri Sosial Nomor 170 Tahun 2015 tentang Penetapan Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.
40
berhak mendapat pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak. Apabila fakir miskin dan orang tidak mampu belum teregister, maka
menjadi kewenangan pemerintah dan/atau
pemerintah daerah, terkait penentuan siapa saja yang berhak menjadi penerima bantuan iuran.
Pendamping anak jalanan melalui Dinas Sosial dapat mengusulkan identitas kependudukan bagi anak jalanan yang belum terdaftar dan belum ada nomor induk kependudukan (NIK) bekerjasama dengan dukcapil (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil). Apabila anak jalanan tersebut dinilai memenuhi syarat sebagai PBI, maka BPJS Kesehatan akan menerbitkan Kartu Indonesia Sehat (persyaratan sesuai dengan Permensos Nomor 5 Tahun 2016 tentang Pelaksanaan PP Nomor 76 Tahun 2015 tentang Perubahan atas PP Nomor 101 Tahun 2012 tentang PBI Jaminan Kesehatan).
Untuk memperoleh pengobatan di Puskesmas atau FKRTL/Rumah Sakit, bagi anak jalanan yang sudah masuk dalam daftar penetapan PBI biaya
pengobatannya ditanggung oleh Jaminan
41
PBI didorong untuk menjadi tanggungan
pemerintah daerah.
5. Memfasilitasi Kearifan Lokal (Local Wisdom) a. Mengoptimalkan pemnafaatan CSR sesuai
kondisi lapangan
b. Pemanfaatan pendekatan keagamaan untuk pesan dalam rangka penyampaian pesan
kesehatan termasuk perilaku berisiko,
kesehatan reproduksi
c. Memanfaatkan nilai-nilai local, budaya local dan acara keagamaan
43
BAB III
PELAYANAN KESEHATAN
BAGI ANAK JALANAN
“ Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam memperoleh akses atas sumber daya kesehatan dan pelayanan kesehatan yang komprehensif, tidak terkecuali
44 BAB III
PELAYANAN KESEHATAN BAGI ANAK JALANAN
Puskesmas merupakan unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota yang bertanggungjawab terhadap pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya. Puskesmas berperan menyelenggarakan upaya kesehatan secara komperhensif kepada semua lapisan masyarakat termasuk anak jalanan, agar memperoleh derajat kesehatan yang optimal.
Upaya kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas terdiri dari upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan, yang termasuk dalam upaya kesehatan wajib adalah promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, kesehatan ibu, anak dan keluarga berencana,
perbaikan gizi masyarakat, pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular dan tidak menular serta pengobatan. Upaya kesehatan pengembangan ditetapkan bersama dinas kesehatan Kabupaten/Kota dengan
mempertimbangkan masukan dan kebutuhan dari
masyarakat, dan bila Puskesmas belum mampu maka
Dinas Kesehatan Kabupaten / Kota wajib
45
Upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah dan berbagai organisasi / LSM yang menangani anak jalanan adalah dengan melihat potensi anak tersebut apakah mampu didik, sehingga bisa diarahkan ke sekolah formal atau
mampu latih yang lebih diarahkan pemberian
keterampilan hidup agar mereka dapat bekerja dan mandiri. Pelayanan kesehatan pada anak jalanan diintegrasikan dalam upaya kesehatan wajib dan upaya kesehatan pengembangan yang ada di Puskesmas. Selama ini pelayanan kesehatan pada anak jalanan yang diberikan baru sebatas pengobatan dengan berbagai kesulitan karena masalah dana maupun hambatan administrasi pada waktu mengunjungi layanan kesehatan baik di dalam gedung maupun di luar gedung. Untuk mewujudkan pelayanan kesehatan pada anak jalanan agar bisa terselenggara secara optimal, sebaiknya bekerjasama dengan lintas sektor terkait agar pelayanan ini bisa diberikan secara menyeluruh mulai dari promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif.
Untuk memudahkan pelayanan dan mengetahui
perkembangaan kesehatan dapat diberikan laporan perkembangan kesehatan dan atau rapor kesehatan bagi
anak jalanan maupun organisasi/LSM yang
46
A. Sistem Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan
Dalam sistem pelayanan kesehatan pada anak jalanan terbagi menjadi 2 kategori, yaitu Pelayanan Kesehatan di dalam gedung dan pelayanan kesehatan di luar gedung.
1. Pelayanan Kesehatan di Dalam Gedung
47
Tabel Paket Pelayanan Kesehatan Anak Jalanan Berdasarkan Usia
Usia Promotif Preventif Kuratif Rehabilitatif Sasaran
Bayi
(0-3. Pemanfaatan Buku KIA.
48 6. Peningkatan
kualitas 7. Skrining
HIV-AIDS
3. Pemanfaatan Buku KIA.
50
51 3. Penyuluhan
Kesehatan Lingkungan. 4. Penyuluhan
penyakit menular dan tidak menular.
sebaya. 4. PKHS 5. Pemberian
tablet tambah darah. 6. Peningkatan
kualitas kesehatan lingkungan. 7. Skrining dan
imunisasi lanjutan Td WUS 8. Pemenuhan
gizi seimbang. 9. Skrining
52
2. Pelayanan Kesehatan di Luar Gedung
Pelayanan kesehatan di luar gedung adalah pelayanan kesehatan dasar yang dilakukan di luar Puskesmas berbentuk promotif, preventif, maupun kuratif dan rehabilitatif secara komperhensif dan terintegrasi untuk anak jalanan yang berada di LKSA seperti rumah singgah, panti sosial asuhan anak (PSAA), atau pusat layanan di masyarakat serta anak jalanan yang belum pernah mengakses layanan kesehatan. Bila ada kasus yang tidak dapat ditangani oleh Puskesmas, maka Puskesmas dapat merujuk ke FKRTL/Rumah Sakit setempat sesuai mekanisme rujukan.
53
1
Alternatif pendekatan sasaran langsung 3 4
Kelompok pendukung & koordinator
2 Kelembagaan
Anak jalanan Hidup di jalanan
Bekerja di jalanan
Rentan menjadi anak jalanan
Individu: relawan/peksos leader, jeger
Keluarga: orang tua
Kelompok: pimpinan panti sosial asuhan anak [PSAA], pimpinan rumah singgah
Swasta: perusahaan
Lintas sektor P
Rumah singgah
Panti sosial asuhan anak [PSAA]
Pusat layanan di
54
Model 1: Pelayanan kesehatan melalui pendekatan sasaran langsung:
Pelayanan kesehatan yang secara langsung ditujukan kepada kelompok sasaran pada waktu yang telah ditentukan minimal 2 kali dalam setahun. Misalnya dilakukan pada kegiatan besar nasional dan daerah seperti Hari Anak Nasional, Hari Kemerdekaan, HUT kab/kota, dll.
Tujuan dari pelayanan ini adalah untuk
memberikan pelayanan yang cepat dan mudah dengan cakupan luas.
Sasaran adalah anak jalanan yang:
• Hidup di jalanan
• Bekerja di jalanan
• Rentan menjadi anak jalanan.
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran langsung adalah :
• Koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait untuk pendataan sasaran.
• Pemetaan wilayah daerah titik rawan anak jalanan.
• Identifikasi dan melakukan pemilahan
55
Jenis pelayanan kesehatan yang diberikan melalui pendekatan sasaran lamgsung berupa pelayanan promotif, preventif dan kuratif. Pelayanan kesehatan, penjaringan kesehatan, pemeriksaan berkala, imunisasi, pengobatan masal dan rujukan kasus bila dibutuhkan. Pelayanan ini diberikan oleh petugas kesehatan dengan lintas program dan lintas sektor terkait. Pelayanan diberikan oleh petugas kesehatan bekerjasama dengan sektor terkait, LSM/organisasi masyarakat lainnya.
Model 2: Pelayanan kesehatan melalui pendekatan kelembagaan
Pelayanan kesehatan melalui pendekatan
kelembagaan adalah pelayanan kesehatan untuk anak jalanan melalui wadah pembinaan yang sudah ada di masyarakat.
Tujuan dari pelayanan ini adalah
• Meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat anak jalanan
• Meningkatkan ketrampilan hidup sehat
• Memelihara dan meningkatkan derajat
kesehatan anak jalanan
Sasaran adalah anak jalanan yang dibina oleh LKSA meliputi:
• Rumah singgah
• Panti sosial asuhan anak (PSAA)
56
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai sasaran kelembagaan adalah :
• Koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait untuk pelaksanaan kegiatan.
• Pelaksanaan kegiatan
• Monitoring, evaluasi dan pelaporan
Pelayanan kesehatan yang diberikan melalui
pendekatan kelembagaan bersifat promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Bentuk kegiatan: penyuluhan kesehatan, penjaringan
kesehatan, pemeriksaan berkala, imunisasi,
pengobatan, rujukan kasus ke Puskesmas dan
FKRTL/Rumah Sakit, inspeksi kesehatan
lingkungan. Pelayanan diberikan oleh petugas kesehatan bekerja sama dengan lintas program dan lintas sektor terkait.
Model 3: Pelayanan Kesehatan di Puskesmas
Pelayanan kesehatan di Puskesmas adalah
57
Model 4: Pelayanan kesehatan melalui pendekatan kelompok pendukung dan koordinator
Pelayanan kesehatan melalui pendekatan
kelompok pendukung adalah pelayanan kesehatan untuk anak jalanan melalui pembinaan/pelatihan kelompok pendukung dan koordinator anak jalanan.
Tujuan dari pelayanan ini adalah memperluas jangkauan pelayanan kesehatan anak jalanan melalui peningkatan peran kelompok pendukung. Sasaran :
• Orang tua anak jalanan
• ”Koordinator” : Leader, Jeger
• Pimpinan rumah singgah
• Pimpinan panti sosial asuhan anak [PSAA]
• Koordinator pusat layanan masyarakat.
Kegiatan yang dilakukan untuk mencapai
kelompok pendukung adalah :
• Koordinasi dengan lintas program dan lintas sektor terkait untuk pendataan sasaran.
• Pemetaan wilayah daerah titik rawan
kelompok pendukung atau koordinator.
• Identifikasi kelompok pendukung.
58
kunjungan rumah/Puskesmas untuk memberikan penyuluhan/pembinaan kepada orang tua anak jalanan, pendampingan kesehatan oleh relawan atau pembinaan/pelatihan bagi: leader, jeger, pimpinan rumah singgah, pimpinan panti sosial asuhan anak (PSAA), koordinator pusat layanan di masyarakat. Pelayanan ini diberikan oleh petugas kesehatan melalui kerja sama dengan pusat layanan yang ada di masyarakat/lintas sektor terkait.
B. Langkah Langkah Pendampingan Anak Jalanan Agar berhasil dengan baik dalam mendampingi anak jalanan, perlu dilakukan langkah - langkah yang tepat.
1. Membangun Komunikasi yang Efektif
Komunikasi adalah suatu proses penyampaian
pesan dari seseorang kepada orang lain.
Komunikasi adalah suatu cara yang amat penting dalam mempengaruhi kehidupan anak jalanan. Komunikasi dilakukan setiap saat misalnya ketika mengajarkan ilmu pengetahuan, mempengharuhi sikap dan perilaku serta menyampaikan tanggung jawab.
59
Keterampilan mendengarkan aktif.
Mendengarkan dengan seksama pembicaraan anak jalanan, akan membantu anda memahami
minat, ide, dan kebutuhan mereka.
Keterampilan mendengar aktif meliputi:
membuat kontak mata, perhatikan anak, perlakukan anak jalanan sebagai seorang individu, ketrampilan berbicara.
Keterampilan berbicara
Komunikasi yang baik antar 2 orang, perlu menggunakan bahasa yang lazim dipakai. Hal berikut akan membantu anda agar berbicara efektif :
- Bicara dengan jelas, mulut terbuka dan cukup dapat didengar.
- Gunakan bahasa yang sederhana dan dapat dengan mudah dimengerti oleh anak. - Ingatlah, berbicara hanya berguna ketika
seseorang siap untuk berbicara. Hargai anak untuk tetap diam dan tidak mau bicara.
Umpan balik
60
- Kontruktif (membangun) dan tidak
menilai.
- Jelas, spesifik dan benar
- Segera dilakukan setelah menerima suatu pesan atau melihat perilaku anak.
Komunikasi Non-Verbal :
- Sikap dan penampilan: Komunikasi non verbal dapat membantu memahami anak jalanan dan juga membantu dipahami oleh mereka. Komunikasi non-verbal akan banyak mengungkapkan sikap pendamping ataupun sikap anak jalanan.
- Pertahankan sikap tubuh yang mendukung: pada beberapa budaya duduk membungkuk
ke arah anak dapat mendukung
komuniksai. Berpangku tangan atau
menyilangkan kaki menunjukkan bahwa anda kurang berminat mendengarkan anak dan akan menjadi penghambat dalam komunikasi.
Komponen lain dari proses komunikasi : a. Strategi komunikasi.
Anda perlu memperhatikan lawan bicara,
apakah anak jalanan atau anggota
masyarakat lainnya. Strategi
61 b. Metode komunikasi
- Komunikasi dengan berbicara : dapat
merupakan pertemuan formal
berhadapan satu persatu atau
pembicaraan informal (baik langsung maupun melalui telepon).
- Komunikasi melalui tulisan : dapat melalui artikel, surat, buku, leaflet, puisi atau nyanyian.
- Melalui sarana visual : misalnya melalui film, video atau ilustrasi.
c. Lingkungan
Supaya komunikasi lebih efektif,
diperlukan lingkungan yang tidak ribut dan bising, agar perhatian tidak beralih ke arah lain. Pergilah ke sudut ruangan atau tempat yang tidak banyak orang.
2. Membina Hubungan Saling Percaya
Pekerjaaan yang mendasar dari pendamping anak jalanan adalah membangun hubungan dengan mereka yang berdasarkan saling percaya, saling menghargai dan adanya kesepakatan untuk
mengembangkannya.Proses dalam membina
62
penting dalam membina hubungan yang saling percaya dengan anak jalanan.
C. Penanganan Masalah Kesehatan Spesifik pada Anak Jalanan
1. Kebersihan Perorangan
Kebersihan perorangan merupakan bagian dari Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) yang dapat diterapkan di rumah tangga, sekolah, tempat-tempat umum, tempat kerja, maupun di institusi kesehatan. Bagi anak jalanan, setidaknya diharapkan bisa menerapkan PHBS di tempat-tempat umum, seperti di pasar, tempat-tempat ibadah, rumah makan, atau angkutan umum.
PHBS di tempat-tempat umum, meliputi :
Menggunakan air bersih.
Mencuci tangan dengan air bersih yang
mengalir dan sabun.
Menggunakan jamban.
Membuang sampah pada tempatnya.
Tidak merokok di tempat-tempat umum.
Menutup makanan dan minuman.
Tidak meludah sembarangan.
Memberantas jentik nyamuk.
63
mengenai kebiasaan kebersihan perorangan dasar seperti menggosok gigi, mandi, mencuci rambut, dan menggunting kuku. Dengan kebiasaan dasar yang kadang sering kali dilupakan ini, diharapkan dapat mengurangi kejadian penyakit pada anak jalanan seperti penyakit kulit dan diare.
2. Kekerasan terhadap Anak
Kondisi anak jalanan yang memprihatinkan membuat mereka rentan terhadap kejahatan berupa
kekerasan, baik kekerasan fisik, seksual,
psikologis, maupun kekerasan finansial. Anak jalanan rentan mendapatkan perlakuan kekerasan tidak hanya dari orang lain tapi juga dari teman sebayanya sesama anak jalanan.
Petugas kesehatan berperan untuk memberikan
penyuluhan mengenai gender, pencegahan
kekerasan, dan risiko dari kekerasan seksual, di samping memberikan pelayanan kesehatan bagi anak korban kekerasan. Petugas kesehatan juga
memberikan informasi pentingnya mencari
pertolongan apabila mengalami kekerasan dan adanya pelayanan kesehatan yang bisa diakses oleh anak jalanan.
Underwear Rule (Pesan) :
Cara membimbing anak mengenai aturan
64
Inti : tanamkan bahwa tidak boleh disentuh orang lain pada bagian tubuh yang ditutupi. Tubuhmu adalah milikmu.
Sebaliknya, dilarang menyentuh orang lain.
Ajarkan berani berkata TIDAK jika ada kontak fisik.
Harus menolak jika ingin dicium atau
disentuh, serta berani menceritakannya kepada orang tua/guru/pendamping/petugas kesehatan.
Beritahu bagaimana sentuhan yang baik dan buruk.
Ajarkan yang dimaksud rahasia itu apa. Pelaku kekerasan biasanya meminta menjaga rahasia kejahatannya.
Bila ada rahasia yang membuat khawatir, mereka tidak harus menyimpannya.
Ajarkan selalu memberitahu orang
tua/guru/pendamping/petugas kesehatan apa saja yang terjadi padanya :
Siapa saja yang memberi mereka hadiah
Siapa yang mengajak mereka menyimpan rahasia
Siapa saja yang mengajaknya bermain
65 3. Kesehatan Jiwa
Tanda-tanda adanya masalah kesehatan jiwa pada remaja termasuk anak jalanan:
a. Gangguan cemas (anxietas)
Gangguan cemas adalah rasa kuatir yang
sangat berlebihan, yang mengakibatkan
terganggunya kegiatan yang biasa dilakukan sehari-hari. Anak mengalami rasa cemas yang berlebihan dan tidak masuk akal, misalnya cemas akan terjadi sesuatu yang tidak menyenangkan, padahal tidak ada yang perlu dicemaskan. Selain dari gejala tersebut juga dijumpai gejala kecemasan atau ketegangan yang bersifat ganda (lebih dari satu gejala) :
Ketegangan mental : cemas, bingung, rasa tegang atau gugup, sulit memusatkan perhatian, sulit tidur, mimpi buruk dan mudah tersinggung.
Ketegangan fisik : gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak bisa santai, tidak bertenaga dan mudah lelah.
Gejala fisik : pusing, berkeringat, denyut jantung cepat atau keras, mulut kering dan nyeri perut, tegang seluruh otot terutama otot bahu dan tungkai, kadang disertai sakit perut, mual, muntah, berdebar-debar dan
gemetar. Gejala dapat berlangsung
66
sering dicetuskan oleh peristiwa yang menegangkan.
Sikap pendamping :
• Dengarkan keluhan anak dan telusuri
penyebab keluhan tersebut.
• Tenangkan anak dengan melatih
melakukan relaksasi atau berdoa.
• Bila hal tersebut tidak meolong, segera rujuk anak ke fasilitas yang tersedia (Puskesmas, Rumah Sakit Umum, RSJ) untuk mendapatkan konseling atau obat.
b. Gangguan Depresi
Gangguan depresi adalah perasaan sedih atau murung yang mendalam dan menetap lebih dari dua minggu berturut-turut segingga menggangu aktifitas sehari-hari. Khusus untuk anak dan remaja, depresi sering muncul dalam bentuk gangguan tingkah laku, misalnya : menantang, tawuran, tindak kriminal, kebut-kebutan, berkelahi atau mencedarai diri sendiri), dan penyalahgunaan NAPZA.
Sikap pendamping :
• Temani anak dan dengarkan keluhannya.
• Telusuri penyebab depresi pada anak.
• Dorong ia untuk melawan depresinya.
67
Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Jiwa).
c. Gangguan stres pasca trauma (GSPT) :
Adalah gangguan yang tejadi setelah
mengalami peristiwa traumatik. Gejala
biasanya muncul setelah beberapa hari atau beberapa minggu dan dapat pula setelah beberapa tahun kemudian.
GSPT ditandai oleh 3 kelompok gejala utama :
Mengalami kembali (Re-Experiencing),
terbayang selalu peristiwa traumatik, anak
seolah mengalami kembali kejadian
traumatik yang pernah ia alami tersebut (flasback), terganggu mimpi buruk akan peristiwa traumatik, merasakan ketegangan psikologis atau terdapat reaksi fisik yang berat seperti berkeringat, jantung berdebar atau panik apabila di amenghadapi situasi yang mengingtkannya pada peristiwa traumatik.
Reaksi menghindar (avoidance) dan
kehidupan emosi menjadi tebatas
68
menarik diri dan takut memikirkan masa depan.
Waspada atau mudah terangsang
(hyperarousal, kewasapaan berlebihan, mudah kaget, sulit tidur, dan sulit berkonsentrasi.
Sikap Pendamping :
• Dampingi anak dalam menghadapi situasi krisis akibat peristiwa traumatik, tunjukan dengan sikap bahwa anda sungguh-sungguh ingin membantu.
• Dengarkan keluhannya dan bantu ia
mengatasi gejala-gejala yang yang ia rasakan.
• Membantu anak menyesuaikan diri dengan
perubahan kehidupan pasca peristiwa traumatis.
• Membantu anak menata kehidupan pasca trauma dan merencanakan masa depan.
• Bila dengan cara tersebut, keluhan anak masih berat, anada dapat merujuknya ke fasilitas yang tersedia (Puskesmas, Rumah Sakit Umum, RSJ) untuk mendapatkan
konseling atau mungkin pula anak
membutuhkan obat untuk sementara.
d. Gangguan Psikotik
69
berlangsung lama. Orang tersebut mungkin menunjukan gejala sebagai berikut:
Menarik diri dari lingkungan dan hidup dalam dunianya sendiri.
Merasa tidak mempunyai masalah dengan dirimya
Kesulitan untuk berpikir dan memusatkan perhatian
Gelisah dan bertingkah laku atau bicara kacau
Sulit tidur
Mudah tersinggung dan mudah marah
Mendengar atau melihat sesuatu yang tidak nyata (halusinasi)
Berkeyakinan yang keliru seakan-akan ada seseorang yang membuntuti atau ingin membunuhnya (waham)
Tidak merawat diri, kadang-kadang
berpenampilan kotor
Sikap Pendamping :
• Apabila menemukan anak dengan gejala tersebut di atas, segeralah dirujuk ke
tenaga kesehatan. Anak tersebut
membutuhkan obat untuk mengatasi
gejalanya.
• Jelaskan kepada keluargnya bahwa
70
penyakitnya. Jadi jangan marahi anak karena tidak akan ada manfaatnya.
e. Gangguan penggunaan NAPZA (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya)
Anak jalanan berisiko tinggi untuk
menyalahgunakan NAPZA akibat kehidupan mereka yang penuh dengan stres dan adanya
bandar yang memanfaatkan keberadaan
mereka.
Gejala dari penyalahgunaan NAPZA
tergantung dari keadaan (sedang menggunakan atau gejala putus zat), juga tergantung dari jenis NAPZA yang digunakan. Gejala yang perlu diwaspadai adalah perubahan sikap dan perilaku :
Prestasi menurun, menjadi pemalas,
kurang bertanggung jawab.
Bersikap emosional, mudah marah, mudah
tersinggung, pencuriga dan bersikap kasar.
Sering berbohong, menipu, berhutang,
menjual barang-barang dan mencuri.
Pola tidur berubah, malam begadang dan siang mengantuk.
Kehilangan minat terhadap hobi dan
kegiatan lain yang biasanya disenangi.
Menghindari pertemuan dengan anggota
71
Gejala saat menggunakan tergantung pada jenis NAPZA yang digunakan. Gejala yang muncul antara lain :
Sikap apatis (acuh tak acuh), tampak mengantuk, jalan sempoyongan dan bicara cadel (pelo).
Bila kelebihan dosis : denyut nadi dan detak jantung melambat, kulit terasa dingin, nafas melambat sampai berhenti dan meninggal.
Gejala putus zat :
Mata dan hidung berair, menguap terus, mual/muntah, sakit perut, diare, nyeri otot dan tulang.
Depresi (pada pengguna ekstasi), kejang
(pada pengguna alkohol dan
nezodiadiazepin/obat penenang).
Pengaruh jangka panjang :
Badan kurus, penampilan tidak sehat, tidak perduli terhadap kesehatan dan kebersihan diri, gigi tidak terawat dan sering ompong (gigi rapuh), terdapat bekas suntikan di lenagan atau bagian tubuh lain (pada pengguna NAPZA dengan menyuntik).
Sikap pendamping :
72
• Telusuri penyebab dia menggunakan
NAPZA
• Bantu anak mengatasi masalah
kehidupannya.
• Rujuk ke fasilitas yang sesuai (dalam keadaan over dosis segera bawa ke Puskesmas atau Rumah Sakit).
4. Kesehatan Reproduksi
Anak jalanan rentan terhadap berbagai masalah kesehatan, terutama salah satunya terkait dengan kesehatan reproduksi. Kehidupan yang bebas di jalanan dan permisifnya norma moral memberikan peluang kepada anak jalanan untuk memiliki perilaku seksual negatif (berisiko). Banyak anak jalanan yang seksual aktif dan bahkan ada yang bekerja sebagai pekerja seks teritama anak jalanan perempuan. Anak jalanan rentan untuk melakukan perilaku seks berisiko dan tidak aman, terinfeksi HIV/AIDS dan IMS lainnya, bahkan kehamilan tidak diinginkan, hingga berisiko terjadinya aborsi yang tidak aman.
73
fasilitas pelayanan kesehatan. Petugas kesehatan juga dapat bekerjasama dengan sektor terkait dan organisasi berbasis masyarakat. Pelaksanaannya dapat melalui rumah singgah/panti, karang taruna, ataupun LSM/organisasi masyarakat.
5. Gizi
Anak jalanan termasuk dalam kelompok yang berisiko mengalami gangguan masalah gizi. Kurangnya pemanfaatan pelayanan kesehatan dan pola makan yang tidak sehat karena pengaruh kemiskinan, anak jalanan berisiko mengalami masalah kesehatan dan masalah gizi. Infeksi dan malnutrisi ketika anak-anak akan menjadi beban pada usia remaja, mereka yang memiliki riwayat penyakit diare dan ISPA semasa bayinya tidak akan tumbuh menjadi remaja normal, sehigga tidak dapat bekerja secara optimal dan produktif.
74
hingga setelah anak lahir, kerena asupan gizi yang tidak mencukupi kebutuhan dalam waktu yang lama.
Hasil penelitian di Kota Makasar yang dilakukan pada 277 anak berusia 10-19 tahun menunjukkan bahwa 100% anak berusia 10-13 tahun berstatus gemuk dan 80% berstatus gizi sangat gemuk. Pada kelompok ini makan mereka masih teratur dan diawasi orang tua, selain itu selama bekerja mereka lebih sering jajan dan ngemil. Menurut tempat tinggal yang tingal bersama orang tua 100% berstatus gizi gemuk. Sebesar 63,2 % anak jalanan yang menghabiskan waktu 4-8 jam perhari di jalan berstatus gizi sangat kurus. Anak jalanan yang tidak memiliki riwayat penyakit lebih banyak berstatus gizi sangat gemuk. Menurut pola konsumsi yang memiliki status gizi gemuk sebesat 78,6%.
Hasil penelitian yang dilakukan di Kota Bandung pada tahun 2011 pada anak jalanan 6-12 tahun, menunjukkan bahwa 5,3% gizi kurang dan 8,8% gizi lebih. Kecukupan kalori anak jalanan melebihi kecukupan kalori yang dibutuhkan, akan tetapi kebuthan protein dan lemak kurang.
Hasil penelitian di 10 Wilayah Kota Bandung :
kebiasaan anak jalanan lebih cenderung