• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja dinas sosial, tenaga kerja dan transmigrasi kota Surakarta tahun 2009

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja dinas sosial, tenaga kerja dan transmigrasi kota Surakarta tahun 2009"

Copied!
97
0
0

Teks penuh

(1)
(2)
(3)
(4)

MOTTO

Sesunguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum

hingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka

(5)

PERSEMBAHAN

Karya sederhana ini penulis persembahkan untuk :

1.

Ayah dan Ibu yang telah memberikan banyak hal bagi penulis.

2.

Pamanku yang telah banyak memberikan dukungan dan

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah memberikan

kekuatan lahir dan batin sehingga akhirnya penulis dapat skripsi, dengan judul :

Efektivitas Pelaksanaan Pelatihan Kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta Tahun 2009

Skripsi ini disusun dalam rangka untuk memenuhi syarat meraih gelar Sarjana

Strata Satu (S1) Program Studi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

Penulisan skripsi ini dapat diselesaikan atas bantuan banyak pihak, untuk itu

penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1.

Ibu Dra. Sudaryanti, M.Si selaku dosen pembimbing skripsi, yang telah banyak

bersabar membimbing penulis dalam penulisan skripsi ini.

2.

Bapak Drs. Is Hadri Utomo, M.Si selaku Ketua Jurusan Ilmu Administrasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret Surakarta.

3.

Bapak Prof. Drs. Pawito, Ph.D selaku Dekan Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

4.

Bapak Drs. Suryatmojo, M.Si selaku pembimbing akademik penulis yang telah

memberikan masukan-masukan bagi penulis selama menempuh kuliah.

5.

Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Administrasi FISIP UNS yang telah

(7)

6.

Bapak Singgih Yudoko, SH selaku Kepala Dinas Sosial, Tenga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta yang telah memberikan ijin bagi penulis untuk

melakukan penelitian.

7.

Bapak Agus Alwanto, M.Kes selaku Kepala Bidang Penempatan Tenaga Kerja

dan Perluasan Kesempatan Kerja yang telah memberikan arahan dalam

pengumpulan data selama penelitian.

8.

Ibu Koesaparinah, M.Hum dan Bapak Dwi Budjono dari Seksi Lattas yang telah

berkenan memberikan banyak data selama penelitian penulis.

9.

Para informan dari kegiatan pelatihan kerja 2009.

10. Teman-teman sewaktu kuliah.

Pada akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi

pihak-pihak yang membacanya. Penulis juga meminta maaf jika dalam penyajiannya

skripsi ini banyak terdapat kesalahan-kesalahan yang tak berkenan di hati pembaca.

Surakarta, Januari 2012

(8)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...

i

HALAMAN PERSETUJUAN ...

ii

HALAMAN PENGESAHAN ...

iii

HALAMAN MOTTO ...

iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...

v

KATA PENGANTAR.. ... vi

DAFTAR ISI

... viii

...

xi

DAFTAR GAMBAR ...

xii

... xiii

ABSRACTION ... xiv

BAB I . PENDAHULUAN ...

1

A.

Latar Belakang Masalah ...

1

B.

Perumusan Masalah ...

10

C.

Tujuan Penelitian ...

10

D.

Manfaat Penelitian ...

11

BAB II. LANDASAN TEORI ...

12

(9)

1. Efektivitas ...

12

2. Pelatihan Kerja ...

21

3. Efektivitas Pelaksanaan Pelatihan Kerja Dinas Sosial,

Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta ...

36

B.

Kerangka Pikir ...

39

BAB III. METODE PENELITIAN...

42

A. Jenis Penelitian ...

42

B. Lokasi Penelitian ...

42

C. Jenis Data ...

43

D. Teknik penarikan Sampel ...

44

E.

Teknik Pengumpualan Data ...

44

F.

Validitas Data ...

45

G. Teknik Analisa Data ...

45

BAB IV. DESKRIPSI LOKASI DAN HASIL PENELITIAN ...

48

A.

Deskripsi Lokasi ...

48

(10)

2. Visi dan Misi ...

50

3. Tugas dan Fungsi ...

52

4. Susunan Organisasi Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta ...

53

5. Uraian Tugas dan Fungsi Jabatan Dinas Sosial, Tenaga

Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta ...

57

6. Kepegawaian Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kota Surakarta ...

67

7. Pelatihan Kerja Dinas Tenaga Kerja Kota Surakarta ...

68

B. Hasil Penelitian ...

70

1. Efetivitas Pelaksanaan Pelatihan Kerja Dinsosnakertrans ...

72

a). Produktivitas ...

72

b). Kepuasan kerja ...

87

2. Faktor Penghambat Dalam Pelatihan Kerja ... 90

...

91

A.

Kesimpulan ...

91

B.

...

92

(11)

DAFTAR TABEL

Tabel 1.1 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan Jenis

Kelamin

yang Terdaftar pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja

dan Transmigrasi Kota Surakarta Tahun 2009 ...

4

Tabel 1.2

Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan Bagi Para

Pencari

Kerja

Program

Peningkatan

Kualitas

dan

Produktivitas Tenaga Kerja Dinsosnakertrans 2009 ...

7

Tabel 4.1

Jumlah Pegawai Berdasarkan Status Kepegawaian ...

67

Tabel 4.2

Jumlah Pegawai Berdasarkan Tingkat Pendidikan ...

68

Tabel 4.3

Daftar

Peserta

Pelatihan

Kerja

Pramuniaga

Dinsosnakertrans Tahun 2009 ...

80

Tabel 4.4

Daftar Peserta Pelatihan Kerja Satpam Dinsosnakertrans

Tahun 2009 ...

81

Tabel 4.5

Daftar Peserta Pelatihan Kerja Las Dinsosnakertrans Tahun

(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Skema Kerangka Pikir ... 41

Gambar 3.1 Model Analisis Interaktif ... 47

Gambar 4.1 Bagan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota

Surakarta ... 56

(13)

Prihatin

Joko

Susilo,

D0104104,

EFEKTIVITAS

PELAKSANAAN

PELATIHAN

KERJA

DINAS

SOSIAL,

TENAGA

KERJA

DAN

TRANSMIGRASI KOTA SUKAKARTA, Skripsi, Administrasi Negara

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas Maret, Surakarta,

2012.

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh masih banyaknya pengangguran daklam

hal ini pencari kerja yang tidak memiliki ketrampilan kerja. Sementara lowongan

kerja yang ada tidak dapat terisi karana meninginkan tenaga kerja dengan

ketrampilan tertentu. Sehingga Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi

Surakarta menyelenggarakan pelatihan kerja pada tahun 2009 untuk mengatasi

masalah tersebut.

Tujuan dalam penelitian ini adalah mendeskripsikan secara lengkap

mengenai efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja thun2009 oleh Dinas Sosial, tenaga

Kerja dan Transmigrasi Surakarta.

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dengan

memanfaatkan data primer dan sekunder yang diperoleh melalui wawancara,

observasi, dan telaah dokumen. Teknik penarikan sampel menggunakan purposive

sampling. Uji validitas data dengan mennggunakan teknik trianggulasi data yang

menguji data sejenis dari berbagai sumber. Teknik yang digunakan adalah teknis

analisis data interaktif yang terdiri atas 3 komponen yaitu reduksi data, sajian data,

penarikan simpulan.

Berdasarkan hasil penelitian dapat diambil kesimpulan

bahwa

dalam

pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta.

Jika dilihat dengan menggukan indikator produktivitas dan kepuasan dapat dikatakan

sudah efektif .Faktor penghambat yang ditemukan dalam penelitian ini adalah

keterbatasan dana.

(14)

Prihatin Joko Susilo, D0104104, EFFECTIVENESS OF TRAINING

DEPARTMENT

OF

SOCIAL

WORK

LABOR

AND

THE

CITY

TRANSMIGRATION SURAKARTA, Thesis, Administration Department,

Social and Political Faculty, Sebelas Maret Univercity, Surakarta, 2012.

This study was motivated by the number of unemployed job seekers daklam

this who have no work skills. While vacancies can not be filled because wants

workforce with specific skills. So the Department of Social Welfare, Labour and

Transmigration power Surakarta job training conducted in 2009 to resolve the issue.

The purpose of this study is to describe in full on the effective implementation

of job training 2009 by the Department of Social Welfare, Manpower and

Transmigration power Surakarta.

The research was conducted using qualitative methods to utilize primary and

secondary data obtained through interviews, observation, and document review.

Sampling technique using purposive sampling. Using validity test data with test data

triangulation techniques similar data from various sources. The technique used is a

technical interactive data analysis which consists of three components, namely data

reduction, data presentation, drawing conclusions.

(15)

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG MASALAH

Pasal 27 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945 menyatakan bahwa : " tiap-tiap

warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan ", hal

ini berarti bahwa secara konstitusional pemerintah berkewajiban untuk menyediakan

lapangan pekerjaan dalam jumlah yang cukup untuk menyerap besarnya tenaga kerja,

produktif dan remunerative. Keseriusan pemerintah dalam menangani masalah

ketenagakerjaan sangat diperlukan karena pembangunan bangsa Indonesia kedepan

sangat tergantung pada kualitas sumber daya manusia Indonesia yang sehat fisik dan

mental serta mempunyai ketrampilan dan keahlian kerja, mampu untuk mempunyai

pekerjaan dan penghasilan layak, sehingga mampu memenuhi kebutuhan pokok dasar

hidup, kesehatan dan pendidikan. Hal yang perlu untuk di garis bawahi adalah

pemerintah harus dapat menciptakan kesempatan kerja bagi seluruh warga negara,

sehingga dapat menyerap tenaga kerja yang ada dalam upaya mencapai kesejahteraan

bagi seluruh masyarakat Indonesia.

Tingginya angka pengangguran, masalah ledakan penduduk, distribusi

pendapatan yang tidak merata, dan berbagai permasalahan lainnya di negara kita menjadi

salah satu faktor-faktor penyebab rendahnya taraf hidup para penduduk di negara kita.

Namun yang menjadi manifestasi utama sekaligus faktor penyebab rendahnya taraf hidup

di negara-negara berkembang adalah terbatasnya penyerapan sumber daya, termasuk

sumber daya manusia. Rendahnya pemanfaatan sumber daya manusia di negara kita

(16)

Sekitar 10 juta penganggur terbuka (open unemployed) dan 31 juta setengah penggangur (underemployed) bukanlah persoalan kecil yang harus dihadapi oleh bangsa Indonesia dewasa ini dan ke depan. Jumlah pengangguran dan setengah pengangguran

yang tinggi merupakan pemborosan sumber daya dan potensi yang ada, sumber utama

kemiskinan, dapat mendorong peningkatan keresahan sosial dan kriminalitas, dan dapat

menjadi penghambat pembangunan dalam jangka panjang. (www.indopubs.com)

Masalah pengangguran di Indonesia bisa dikatakan berawal dari sistem

pendidikan yang kurang tepat. Salah satu kelemahan dari sistem pendidikan kita adalah

kurangnya pendidikan yang dapat memupuk profesionalisme seseorang dalam berkarier

atau bekerja. Pendidikan tersebut lebih menekankan pada segi teori dan kurang dalam hal

materi pendidikan praktek. Kurangnya materi praktek dalam pendidikan menyebabkan

tenaga kerja kurang memiliki kesiapan ketrampilan dalam bekerja, sehingga kualitas

Sumber Daya Manusia (SDM) yang dihasilkan cenderung rendah. Hal ini yang

menyebabkan sumber daya manusia kita ketinggalan jauh dan sulit bersaing dengan

tenaga kerja asing dalam usaha untuk mencari pekerjaan. Faktor lain yang

mengindikasikan kelemahan sistem pendidikan di Indonesia adalah adanya

ketidaksesuaian antara hasil dari sistem pendidikan dengan kebutuhan tenaga kerja dari

lapangan kerja sehingga terjadi miss match antara permintaan dan penawaran tenaga kerja, sehingga banyak tenaga kerja terdidik yang tersedia tidak dapat terserap oleh

lowongan kerja yang ada karena kualifikasi yang dimiliki tidak sesuai dengan permintaan

kualifikasi terhadap tenaga kerja.

Pemerintah Kota Surakarta yang terdiri dari 5 wilayah kecamatan, yaitu

Kecamatan Laweyan, Serengan, Pasar kliwon, Jebres dan Banjarsari serta terdiri dari 51

kelurahan juga tidak terlepas dari permasalahan pengangguran. Di Kota Surakarta pada

(17)

dimaksud dengan pengangguran termasuk di dalamnya yaitu orang yang sedang mencari

pekerjaan atau para pencari kerja, seseorang yang sedang mempersiapkan usaha, merasa

tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, dan yang sudah diterima bekerja tetapi belum

mulai bekerja.

Dalam hal jumlah pencari kerja, dari yang terdaftar Dinas Sosial, Tenaga Kerja

dan Transmigrasi pada tahun 2009 dapat dikatakan cukup besar yaitu 6688 jiwa, yang

dapat dilihat dalam tabel jumlah pencari kerja berdasarkan tingkat pendidikan, sebagai

berikut :

Tabel 1.1

Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan

Jenis Kelamin yang Terdaftar pada Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta Tahun 2009

(18)

Berdasarkan tabel diatas, menunjukkan bahwa masih terdapat banyak tenaga

kerja dengan tingkat pendidikan yang relatif rendah dan yang umumnya belum memiliki

keahlian atau ketrampilan tertentu. Tercatat pada tahun 2009 di kota Surakarta terdapat

sebanyak 14 pencari kerja dengan tingkat pendidikan SD, sebanyak 102 pencari kerja

dengan tingkat pendidikan SLTP, dan sebanyak 1830 pencari kerja dengan tingkat

pendidikan SLTA yang pada umumnya mereka adalah tenaga kerja yang masih belum

memiliki ketrampilan. Dengan keadaan tenaga kerja tersebut yang belum siap pakai

artinya belum memiliki keahlian atau ketrampilan tertentu maka akan sulit untuk dapat

dapat terserap dalam pasar kerja dan memanfaatkan peluang kerja yang ada karena

perusahaan atau pihak pengguna tenaga kerja yang akan lebih memerlukan tenaga kerja

siap pakai sesuai dengan kebutuhannya.

Sementara pada tahun 2009, terdapat permintaan tenaga kerja atau lowongan

kerja yang membutuhkan tenaga kerja yang sudah jadi seperti tenaga pramuniaga di

Matahari Solo Square sebanyak 8 orang, Batik Semar 5 orang, Toko Busana Syafaah 4

orang. Ada permintaan tenaga Satpam dari bank HSBC, Gramedia, PT. Lastek, SMP 10

Surakarta, TK Mentari. Sedangkan untuk tenaga las di Surakarta sendiri memang banyak

dibutuhkan sehingga dilaksanakan pelatihan kerja seperti permintaan tenaga las dari

Dayang Motor sebanyak 20 orang. (Dinsosnakertrans Kota Surakarta)

Adanya kesenjangan antara lowongan yang tersedia dengan pencari kerja yang

ada, menjadi tugas Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi atau Dinsosnakertrans

sebagai suatu unsur pemerintah daerah Kota Surakarta yang skalah satunya membidangi

masalah ketenagakerjaan untuk dapat memahami kebutuhan masyarakat dan

permasalahan yang ada, serta mengambil upaya yang tepat untuk menangani

permasalahan yang ada.

(19)

atu solusi dalam menangani permasalahan pengangguran di Kota Surakarta.

Dinsosnakertrans berjejaring dengan Pemerintah Propinsi dan Pemerintah Pusat untuk

mengadakan pelatihan-pelatihan mengatasi masalah pengangguran dan menciptakan

lapangan pekerjaan. Pelatihan-pelatihan tersebut juga mengacu kepada permintaan

beberapa perusahaan untuk menyediaan tenaga kerja, seperti pelatihan tenaga Satpam dan

pelatihan pramuniaga bekerja sama dengan perusahaan retail Matahari. (www.solo

konsorium.com)

Terkait dengan adanya permintaan kepada Dinsosnakertrans untuk melakukan

pelatihan kerja dari beberapa perusahaan diatas juga mengindikasikan bahwa sebenarnya

terdapat lowongan-lowongan kerja yang dapat diisi, tetapi terdapat kesenjangan antara

perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja dengan para pencari kerja karena beberapa

lowongan yang ada menginginkan tenaga kerja yang telah memiliki ketrampilan atau

keahlian tertentu atau dapat dikatakan siap pakai seperti permintaan tenaga satpam dan

pramuniaga diatas. Hal ini menjadi salah satu faktor penyebab para pencari kerja yang

ada mengalami kendala dalam upaya untuk dapat mengisi lowongan kerja yang tersedia.

Hanya dengan bermodal ijazah dari pendidikan formal misalnya SLTA, maka akan

mengalami kendala untuk dapat mengisi lowongan kerja tersebut karena mereka akan

lebih memerlukan tenaga kerja yang sudah siap pakai atau telah memiliki ketrampilan

tertentu.

Dengan demikian adanya pelatihan kerja sangat diperlukan dikarenakan

kegiatan pendidikan dan pelatihan kerja berperan dalam pengembangan kualitas tenaga

kerja agar sesuai dengan tuntutan dunia kerja, pelatihan kerja yang sepadan dengan

kebutuhan pasar kerja serta kebutuhan perkembangan pembangunan dan teknologi akan

memudahkan tenaga kerja memasuki pasar kerja. Hal ini sejalan dengan Undang-Undang

(20)

pelatihan kerja diselenggarakan dan diarahkan untuk membekali dan/atau meningkatkan

dan/atau mengembangkan keterampilan atau keahlian kerja guna meningkatkan

kemampuan, produktivitas, dan kesejahteraan tenaga kerja dan pasal(10) yaitu pelatihan

kerja harus dilaksanakan dengan memperhatikan kebutuhan pasar kerja dan dunia usaha,

baik di dalam maupun di luar hubungan kerja.

Pada tahun 2009 terdapat beberapa jenis kejuruan pelatihan kerja yang

diselenggarakan oleh Dinsosnakertrans Kota Surakarta baik yang berasal dari sumber

anggaran APBN maupun dari anggaran APBD, antara lain:

Tabel 1.2

Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan bagi

Pencari Kerja Program Peningkatan Kualitas dan Produktivitas

Dinsosnakertrans Surakarta Tahun 2009

Jenis Pelatihan Kerja

APBN

APBD

1. Keperawatan

1. Pramuniaga

2. Menjahit Garmen

2. Satuan Pengamanan (Satpam)

3. Desain Grafis

3. Las

4. Spa

5. Teknisi Komputer

6. Otomotif Sepeda Motor

Sumber : Dinsosnakertrans Kota Surakarta.

(21)

Satpam, pelatihan kejuruan Pramuniaga, dan pelatihan kejuruan Las. Kegiatan

pelatihan kerja ini diperuntukkan para pencari kerja yang merupakan

penduduk Kota Surakarta dengan pendidikan tamatan SLTA. Penulis tertarik

untuk memfokuskan pada kegiatan pelatihan kerja berdasarkan anggaran

APBD dikarenakan dalam pelaksanaan pelatihan kerja ini berdasarkan

job

order

dari perusahaan yang membutuhkan tenaga kerja. Dengan demikian

pelatihan kerja diharapkan dapat menjadi solusi dalam mengurangi angka

pengangguran di Kota Surakarta. Faktor lain yang menjadi pertimbangan

penulis yaitu berbeda dengan kegiatan pelatihan kerja berdasarkan anggaran

APBN yang dalam kegiatannya diperuntukkan bagi warga Kota Surakarta dan

sekitarnya, kegiatan pelatihan kerja berdasarkan anggaran APBD hanya

diperuntukkan bagi warga Kota Surakarta dalam upaya mengurangi angka

pengangguran di wilayah tersebut artinya kegiatan ini merupakan upaya nyata

dari pemerintah kota Surakarta untuk mengurangi pengangguran di

wilayahnya. Hal ini bisa dilihat dalam tujuan dan sasaran Kegiatan

Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan bagi Pencari Kerja Program

Peningkatan Kualitas dan Produktivitas Tenaga Kerja dana APBD, sebagai

berikut :

1. Tujuan

Peningkatan kualitas pencari kerja untuk mengisi peluang kerja yang ada

di Kota Surakarta dan sekitarnya sehingga dapat mengurangi angka

pengangguran di Kota Surakarta.

(22)

Sasaran kualitatif yaitu sebagai wahana mempersiapkan diri baik secara

fisik, mental dan disiplin maupun kemampuan pencari kerja untuk

meningkatkan peluang yang lebih besar mengisi jabatan kerja yang ada.

Sasaran kuantitatif yaitu 40 orang pencari kerja laki-laki dan 20 orang

wanita diutamakan penduduk Kota Surakarta yang memenuhi

persyaratan yang telah ditentukan.

Dari yang telah diuraikan diatas dapat diketahui bahwa kegiatan pelatihan kerja

ini merupakan wujud nyata upaya mengurangi pengangguran di Kota Surakarta yaitu

berupaya meningkatkan kualitas para pencari kerja dengan memberikan ketrampilan

tertentu, yang dilatarbelakangi karena adanya permintaan tenaga kerja yang memiliki

keahlian terkait di dalam pasar kerja, maka keefektifan dalam pelaksanaan pelatihan kerja

oleh Dinsosnakertrans akan mempengaruhi penyerapan tenaga kerja di pasar kerja.

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis tertarik untuk mengadakan penelitian

mengenai efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta.

B. PERUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut di atas, maka perumusan masalah

dalam penelitian ini adalah :

Bagaimana efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta tahun 2009 ?

C.

TUJUAN PENELITIAN

(23)

sebagai berikut :

1. Mengetahui secara jelas gambaran mengenai efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta tahun 2009.

2. Untuk memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar sarjana bidang Ilmu

Administrasi Negara pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

D. MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, antara lain sebagai berikut

:

1. Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi peneliti dan pembaca mengenai

efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta tahun 2009.

2. Dari penelitian yang dilakukan diharapkan dapat memberikan masukan bagi Dinas

Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta dalam pelaksanaan pelatihan

(24)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. TINJAUAN PUSTAKA

1. Efektivitas

Konsep efektivitas mempunyai arti yang berbeda-beda bagi setiap

(25)

yang dihasilkan dari suatu aktivitas-aktivitas yang dilakukan. Hal ini sejalan

dengan yang dikemukakan Suryadi Prawirosentono (1999: 28) mengenai

efektivitas dari kelompok atau organisasi adalah jika tujuan dari kelompok

atau organisasi tersebut dapat dicapai sesuai dengan kebutuhan yang

direncanakan.

Pengertian yang sama mengenai efektivitas organisasi juga diungkapkan oleh

Stephen P. Robbins (1994: 54) sebagai suatu tingkat sejauhmana suatu organisasi berhasil

mewujudkan tujuannya. Hal ini senada dengan definisi efektivitas menurut Raminto dan

Atik Septi Winarsih (2005: 179) sebagai tercapainya tujuan yang telah ditetapkan

sebelumnya, baik dalam bentuk target, sasaran jangka panjang maupun misi organisasi.

Tetapi pencapaian tujuan ini harus juga mengacu pada visi organisasi.

Effectiveness is ordinarily refers to how well organization has attained goals, objective, or standard (Katz and Khan,1978) dalam international journal Social Psycology of Education, The Relation of Organizational Process Orientation to Effectiveness and Efficiency in Elementary Public Schoo oleh James Griffith (1998: 297), yang diterjemahkan bahwa efektivitas adalah seberapa baik organisasi dalam

mencapai tujuan-tujuannya, sasaran, atau standar yang ada. Hal senada juga diungkapkan

dalam Intenational Academy of management journal,vol 18,No.2,1975, berjudul ,

oleh Bernard C. Reimann (1975:226) yaitu Effectiveness is degree to which organization attains the goals. Definisi efektivitas organisasi tersebut yaitu efektivitas adalah tingkat dimana suatu organisasi mencapai tujuan-tujuannya.

(26)

tertentu secara sadar untuk menghasilkan sejumlah barang atau jasa dengan

kualitas tertentu secara tepat waktu yang telah ditetapkan. Dengan demikian

efektivitas sebagai orientasi kerja menyoroti empat hal, yaitu :

1.

Sumber daya manusia, dana, prasarana yang telah ditentukan atau dibatasi.

2.

Jumlah dan kualitas barang atau jasa yang harus dihasilkan telah

ditentukan.

3.

Batas waktu untuk menghasilkan barang atau jasa tersebut telah

ditetapkan.

4.

Tata cara yang harus ditempuh untuk menyelesaikan tugas yang telah

dirumuskan.

Hal diatas sejalan dengan pendapat Richard M. Steer menilai

efektivitas menurut ukuran sejauh mana organisasi berhasil melakukan

seluruh tugas pokoknya atau mencapai semua sasarannya. Efektivitas

organisasi

dipandang

sebagai

batas

kemampuan organisasi untuk

mendapatkan dan memanfaatkan sumber daya yang tersedia untuk mencapai

tujuan dan operasi dan operasionalnya.(1985: 205). Jadi organisasi dipandang

efektif jika mampu mencurahkan sumber daya yang tersedia untuk

melaksanakan kegiatan-kegiatan yang mempunyai kaitan dengan pencapaian

tujuan.

Berdasarkan beberapa definisi mengenai efektivitas di atas maka dapat

disimpulkan bahwa efektivitas keberhasilan organisasi dalam menyelesaikan tugas dan

(27)

daya yang tersedia melalui kegiatan yang dilakukan.

Selanjutnya terdapat 3 macam perspektif keefektifan yang dapat diidentifikasi.

Pertama keefektifan individual, yang menekankan pada pelaksanaan tugas pekerja atau

anggota dari organisasi yang bersangkutan. Kedua adalah keefektifan kelompok, yang

memandang keefektifan kelompok merupakan sumbangan dari seluruh anggota

kelompok. Keefektifan organisasi yang melihat organisasi terdiri dari individu-individu

dan kelompok, maka keefektifan organisasi didalamnya adalah fungsi keefektifan

individu dan kelompok. (Gibson dkk, 1994: 25)

Dalam upaya mencapai efektivitas organisasi, Richard M Steers

(1985: 9-11) mengemukakan terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi

efektivitas organisasi, antara lain :

1. Karakteristik Organisasi, karakteristik organisasi terdiri dari struktur dan teknologi

organisasi. Struktur merupakan cara yang unik menempatkan manusia dalam rangka

menciptakan sebuah organisasi. Dalam struktur, manusia ditempatkan sebagai bagian

dari suatu hubungan yang relatif tetap yang akan menentukan pola interaksi dan

tingkah laku yang berorientasi pada tugas. Sedangkan teknologi merupakan

mekanisme yang digunakan organisasi untuk memproses masukan mentah menjadi

keluaran.

2. Karakteristik Lingkungan, mencakup dua aspek. Aspek pertama adalah lingkungan

ekstern yaitu lingkungan yang berada di luar batas organisasi dan sangat berpengaruh

terhadap organisasi, terutama dalam pembuatan keputusan dan pengambilan

tindakan. Aspek kedua adalah lingkungan intern yang dikenal sebagai iklim

(28)

3. Karakteristik Pekerja, faktor ini merupakan faktor yang paling berpengaruh terhadap

efektivitas. Di dalam diri setiap individu akan ditemukan banyak perbedaan, akan

tetapi kesadaran individu akan perbedaan itu sangat penting dalam upaya mencapai

tujuan organisasi. Jadi apabila suatu organisasi ingin mencapai suatu efektivitas

organisasi, maka organisasi tersebut harus dapat mengintegrasikan tujuan individu

dengan tujuan organisasi.

4. Karakteristik Manajemen, adalah strategi dan mekanisme kerja yang dirancang untuk

mengkondisikan semua hal yang di dalam organisasi sehingga efektivitas tercapai.

Kebijakan dan praktek manajemen merupakan alat bagi pimpinan untuk

mengarahkan setiap kegiatan guna mencapai tujuan-tujuan dari organisasi. Dalam

melaksanakan kebijakan dan praktek manajemen harus memperhatikan manusia,

tidak hanya mementingkan strategi dan mekanisme kerja saja. Mekanisme ini

meliputi penyusunan tujuan strategis, pencarian dan pemanfaatan atas sumber daya,

penciptaan lingkungan prestasi, proses komunikasi, kepemimpinan dan pengambilan

keputusan, serta adaptasi terhadap perubahan lingkungan inovasi organisasi.

Selanjutnya terdapat pendekatan-pendekatan keef

ktifan organisasi. Pendekatan yang digunakan akan melihat keefektifan dari segi yang

berbeda-beda, sehingga pengukuran keefektifan organisasi juga berbeda-beda tergantung

dari pendekatan yang digunakan. Dalam mendefinisikan keefektifan menurut Gibson,

dkk (1994: 27-29) terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan, yaitu :

1. Pendekatan menurut tujuan

(29)

bersangkutan. Organisasi dipandang telah efektif apabila telah berhasil

tujuan atau sasaran organisasi tercapai.

2. Pendekatan menurut sistem

Dalam pendekatan ini suatu organisasi dipandang sebagai salah satu

elemen dari suatu sistem yang luas yaitu lingkungan. Pendekatan sistem

melihat mekanisme hidup suatu organisasi yaitu organisasi mengambil

input sumber dari lingkungan, memproses sumber tersebut dan

mengembalikan dalam bentuk output. Dalam pendekatan sistem kriteria

keefektifan yang digunakan (1) harus mencerminkan keseluruhan siklus

masukan-proses-keluaran, tidak hanya outputnya saja dan (2) harus

mencerminkan hubungan timbal balik antara organisasi dengan

lingkungan sekelilingnya.

Sementara Stephen P. Robbins (1994: 27-28) mengklasifikasikan

empat pendekatan dalam mempelajari keefektifan organisasi :

1. Pendekatan Pencapaian Tujuan

(The Goal Attainment Approach)

Pendekatan ini menunjukkan bahwa suatu efektifitas organisasi dinilai

lebih pada pencapaian tujuan akhir (

ends

) daripada caranya (means).

Organisasi dipandang diciptakan untuk mencapai suatu tujuan tertentu,

sehingga keberhasilan dalam pencapaian tujuan dijadikan ukuran dalam

(30)

memenuhi kriteria yaitu organisasi harus memiliki tujuan akhir,

tujuan-tujuan tersebut harus dapat diidentifikasi dengan jelas agar dimengerti,

tujuan harus mudah dikelola, dan kemajuan ke arah tujuan harus dapat

diukur.

2. Pendekatan Sistem

(The System Approach)

Pendekatan sistem memandang bahwa pengukuran keefektifan dari segi

hasil merupakan ukuran yang tidak sempurna, karena hanya memfokuskan

pada keluaran. Pendekatan ini tidak menekankan pada tujuan akhir tetapi

memasukkan seluruh kriteria dalam satu elemen dan masing-masing akan

saling berinteraksi, lebih berfokus bukan pada hasil melainkan cara yang

digunakan untuk mencapai tujuan akhir. Pendekatan sistem ini

menekankan pada kelangsungan hidup organisasi untuk jangka waktu

panjang.

3. Pendekatan Konstituen-Strategis

(The Strategic-Constituencies)

Pendekatan ini menunjukkan bahwa organisasi yang efektif adalah

organisasi yang dapat memuaskan keinginan para konstituen dalam

lingkungannya. Pendekatan ini menilai sejauhmana organisasi berhasil

memenuhi tuntutan konstituen kritisnya yaitu pihak yang menjadi tempat

bergantung organisasi untuk kelangsungan hidup masa depan.

(31)

pelanggan menginginkan kemampuan membayar hutang, demikian juga

dengan pihak-pihak lainnya akan mempunyai keinginan yang unik.

4. Pendekatan nilai-nilai bersaing

(The Competing-Value Approach)

Pendekatan ini menawarkan suatu kerangka yang lebih integratif dan

lebih variatif, karena kriteria yang dipilih dan digunakan tergantung

pada posisi dan kepentingan masing-masing dalam suatu organisasi.

Sehubungan dengan tingkat variatif yang relatif tinggi, maka terdapat

tiga perangkat dasar nilai-nilai, yaitu: fleksibilitas versus pengendalian,

manusia versus organisasi, proses versus tujuan akhir.

Selanjutnya terdapat beberapa kriteria yang dapat digunakan untuk

mengukur efektivitas organisasi. Richard M Steer (1985: 206) mengemukakan

terdapat beberapa kriteria yang paling banyak digunakan untuk mengukur

efektivitas organisasi, yaitu:

1.

Kemampuan menyesuaikan diri-keluwesan

2.

Produktivitas

3.

Kepuasan kerja

4.

Kemampuan berlaba

5.

Pencarian sumber daya

Kriteria efektivitas organisasi menurut Georgepoulos dan Tannebaum dikutip

dalam Richard M Steer (1985: 52), antara lain:

1. Produktivitas

(32)

3. Fleksibilitas

4. Tidak ada tekanan organisasi

Kriteria efektivitas organisasi menurut Price dikutip dalam Richard M Steer

(1985: 53), antara lain:

1. Produktivitas

2. Konformitas

3. Semangat

4. Kemampuan adaptasi

5. Pelembagaan

Kriteria efektivitas organisasi menurut Katz dan Khan dikutip dalam Richard M

Steer (1985: 52), antara lain:

1. Pertumbuhan

2. Penyimpangan kelangsungan

3. Kontrol terhadap lingkungan

Sedangkan dalam pendekatan sistem, Gibson. dkk (1995:32-34)

mengemukakan beberapa kriteria keefektifan organisasi dilihat dari model

dimensi waktu, meliputi:

1. Kriteria efektivitas jangka pendek: produksi, efisiensi, kepuasan

2. Kriteria efektivitas jangka menengah: keadaptasian, dan pengembangan

3. Kriteria efektivitas jangka panjang: kelangsungan hidup

2. Pelatihan Kerja

(33)

skripsi ini penulis menggunakan istilah pelatihan kerja yang memiliki

pengertian sama dengan istilah pendidikan dan pelatihan kerja.

Bernandian dan Russell dalam Faustino Cardoso Gomes (2003: 197)

memberikan pengertian pelatihan adalah setiap usaha untuk meningkatkan

performansi pekerja pada suatu pekerjaan tertentu yang sedang menjadi

tanggung jawabnya, atau suatu pekerjaan yang terdapat kaitan dengan

pekerjaannya. Sedangkan menurut UU No. 13 Tahun 2003 Tentang

Ketenagakerjaan yang dimaksud dengan pelatihan kerja adalah keseluruhan

kegiatan untuk memberi, memperoleh, meningkatkan serta mengembangkan

kompetensi kerja, produktivitas, disiplin, sikap, dan etos kerja pada tingkat

ketrampilan dan keahlian tertentu sesuai dengan jenjang dan kualifikasi

jabatan/ pekerjaan baik di sektor formal maupun informal.

Oemar Hamalik (2000: 10) mendefinisikan pelatihan kerja sebagai

suatu proses yang meliputi serangkaian tindakan yang dilakukan dengan

sengaja dalam bentuk pemberian bantuan terhadap tenaga kerja oleh tenaga

ahli kepelatihan profesional dalam satuan waktu yang ditujukan untuk

meningkatkan kemampuan kerja peserta dalam bidang pekerjaan tertentu untuk

meningkatkan efektivitas dan produktivitas suatu organisasi.

Sendjun H. Manullang (1995: 29) mengartikan latihan kerja adalah

(34)

pendidikan formal dengan menggunakan metode yang lebih mengutamakan

praktek daripada teori.

Berdasarkan beberapa pendapat mengenai pelatihan di atas, maka

penulis dapat memberikan kesimpulan bahwa pelatihan kerja adalah suatu

proses yang meliputi serangkaian kegiatan yang dilaksanakan dalam kurun

waktu tertentu dengan bimbingan oleh tenaga kepelatihan profesional untuk

memberikan dan meningkatkan pengetahuan, ketrampilan, dan keahlian bagi

tenaga kerja atau peserta pelatihan dalam suatu bidang pekerjaan tertentu.

Berkaitan dengan pelatihan kerja Sendjun H. Manullang (1995: 29)

mengemukakan bahwa latihan kerja bertujuan untuk mempersiapkan tenaga

kerja untuk mengisi kesempatan kerja dengan memberikan serta meningkatkan

ketrampilan dan keahlian peserta pelatihan guna membentuk sikap kerja, mutu

dan produktivitas kerja.

Sedangkan Oemar Hamalik (2000: 16-17) mengemukakan tujuan

pelatihan adalah :

Secara umum pelatihan bertujuan untuk mempersiapkan dan membina

tenaga kerja baik struktural maupun fungsional, yang memiliki

kemampuan

dalam

profesinya,

kemampuan

melaksanakan

loyalitas,kemampuan

melaksanakan

dedikasi,

dan

kemampuan

berdisiplin dengan baik.

Secara khusus bertujuan untuk :

a.

Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja yang memiliki

ketrampilan produktif dalam rangka pelaksanaan program

organisasi di lapangan.

(35)

c.

Mendidik, melatih serta membina tenaga kerja sesuai dengan bakat,

minat, dan pengalamannya masing-masing (individual).

d.

Mendidik dan melatih tenaga kerja yang memiliki relevansi yang

Selanjutnya dalam penyelenggaraan pelatihan kerja, maka harus

diperhatikan tahap-tahap dalam pengadaan pelatihan. Menurut Faustino

Cardoso Gomes (2003: 204-207) terdapat 3 tahap utama dalam pelatihan,

yaitu :

a.

Penentuan kebutuhan pelatihan

( Assesing Training Needs)

Tahap ini bertujuan untuk mengumpulkan informasi-informasi yang

relevan untuk menentukan perlu tidaknya dilaksanakan pelatihan kerja.

b.

Mendesain program pelatihan

(Designing a Training Program)

Tahap ini bertujuan memutuskan program yang tepat untuk dijalankan.

Ketepatan metode pelatihan tertentu tergantung pada tujuan yang hendak

dicapai.

c.

Evaluasi efektivitas program pelatihan

(Evaluation Training Program

Effectiveness)

Tahap ini bertujuan untuk menguji keefektifan program pelatihan yang

dilaksanakan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Tahap pertama yaitu penentuan kebutuhan pelatihan. Penentuan

(36)

menyelenggarakan programnya. Dalam menentukan kebutuhan pelatihan

kerja harus memperhatikan kebutuhan pasar dan dunia kerja dan dunia usaha

baik di dalam maupun di luar hubungan kerja. Penentuan kebutuhan akan

pelatihan kerja dapat dilihat dengan membandingkan perkiraan kesempatan

kerja dengan penyediaan tenaga kerja di tiap-tiap sektor maka akan diketahui

mengenai ada tidaknya keseimbangan antara permintaan tenaga kerja dengan

penawaran tenaga kerja. Kekurangan tenaga kerja untuk kategori tertentu

pada dasarnya dapat dipenuhi melalui pelatihan kerja. Strategi pembinaan

pelatihan harus dapat diarahkan agar pelatihan kerja mampu berfungsi

memenuhi kebutuhan pasar. Hal ini diperlukan sesuai dengan tuntutan pasar

kerja, perkembangan teknologi, dan pembangunan. Hal ini dikemukakan

dalam trilogi latihan kerja, sebagai berikut :

1.

Latihan kerja harus sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan kesempatan

kerja.

2.

Latihan kerja harus senantiasa mutakhir sesuai dengan perkembangan

ilmu pengetahuan dan teknologi.

3.

Latihan kerja merupakan kegiatan yang bersifat terpadu dalam arti proses

dan kaitannya dengan pendidikan, latihan dan pengembangan satu dengan

yang lain. (Basir Barthos, 2004: 98-99)

(37)

penelitian-penelitian untuk memperoleh gambaran yang tepat untuk pelatihan

sehingga mengetahui lebih jelas metode, jenis pelatihan, pola dan struktur

pelatihan yang sesuai dengan kebutuhan pasar kerja dan perkembangan

teknologi.

Secara umum dapat dibedakan adanya 3 kelompok kebutuhan latihan

kerja sesuai dengan dunia kerja dan pasar kerja, yaitu :

1.

Kebutuhan latihan untuk bekerja dalam hubungan kerja.

2.

Kebutuhan latihan untuk bekerja mandiri.

3.

(Sendjun H.

Manullang, 1995: 28)

Tahap kedua yaitu mendesain program pelatihan. Dalam mendesain

program pelatihan perlu ditetapkan metode pelatihan atau cara pelatihan

tertentu yang tepat tergantung sasaran yang hendak dicapai. Metode pelatihan

kerja merupakan pendekatan terhadap penyelenggaraan dan pelaksanaan

pelatihan kerja. Metode pelatihan yang bisa dianut manajemen meliputi

pelatihan di tempat kerja, kuliah, dan konferensi, studi kasus, permainan

peran, lokakarya, simposisum, kursus, korespondensi, diskusi kelompok,

permainan manajemen dan kombinasi (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2002:15).

Ketepatan metode pelatihan kerja tergantung kepada tujuannya. Tujuan dan

(38)

teknikal maupun menyangkut perubahan perilaku. Kegunaan penentuan

sasaran dalam penyelenggaraan pelatihan kerja adalah:

1.

Sebagai tolok ukur kelak untuk menentukan berhasil tidaknya program

pelatihan kerja.

2.

Sebagai bahan dalam usaha menentukan langkah selanjutnya seperti isi

program dan metode pelatihan yang akan digunakan. (Sondang P.

Siagian,1996: 188)

Basir Barthos (2004: 94-98) mengemukakan adanya konsep-konsep

mengenai pelatihan kerja yang di dalamnya menjelaskan mengenai metode

pelatihan kerja, yaitu konsep Flippo dan Sikula. Konsep Filppo lebih dekat

dengan manajemen personalia, di dalam konsepnya Flippo mengemukakan

tentang :

1.

Pengembangan individu dan organisasi

2.

Pelatihan operasional

3.

Pengembangan manajemen

4.

Kebutuhan manajer dan program pengembangan

Flippo mengemukakan 4 metode dasar yang dapat digunakan dalam

pelatihan kerja, yaitu :

1.

Pelatihan di tempat kerja

( on job training)

(39)

untuk melaksanakan tugas tertentu yang dikembangkan dari pengalaman

dan penelitian.

2.

Sekolah

vestibule

Sekolah vestibule adalah sekolah yang dibentuk untuk mengatasi masalah

pelatihan di tempat kerja untuk kebutuhan fungsional khusus untuk para

eksekutif manajemen dalam mengembangkan fungsi staf dari mulai

pengembangan lini sampai proses produksi.

3.

Magang

(apprenticeship)

Program magang

(apprenticeship)

dirancang untuk ketrampilan yang lebih

tinggi yang mengutamakan pengetahuan dalam melaksanakan suatu

ketrampilan atau serangkaian pekerjaan yang berhubungan.

4.

Kursus-kursus

Pelaksanaan kursus dapat dikaitkan dengan jenis pekerjaan khusus bagi

seseorang.

Konsep Sikula menggambarkan pelatihan yang ditinjau dari segi

personel administration

. Pada dasarnya metode-metode pelatihan yang dapat

digunakan hampir sama dengan yang dikemukakan Flippo. Dalam metode

pelatihan Sikula terdapat beberapa cara sebagai berikut:

1.

On the job training

(OJT)

2.

Sekolah vestibule

(40)

5.

Pemagangan

(apprenrticeship)

6.

Pelajaran dikelas (

lecture

,

cenfrance

, studi kasus, permainan program

instruksi)

7.

Metode pelatihan lainnya.

Sedangkan menurut Jucius dalam Ambar Teguh Sulistiyani dan

Rosidah ( 2005, 183-184) terdapat beberapa metode pelatihan kerja yaitu :

1.

On job training

(latihan di tempat kerja)

Dalam metode ini pelatihan dilakukan di tempat kerja, terselenggara

melekat pada pekerjaan yang menjadi tugasnya. Pemberi pelatihan yaitu

pegawai atau pekerja yang lebih senior. Metode ini memiliki kelebihan

dimana lebih hemat waktu dan peserta latihan/pegawai baru maupun

pelatih tidak perlu meninggalkan tugasnya, tetapi kelemahannya yaitu

pelatih kurang konsentrasi dalam memberi latihan karena harus menjalani

kesibukannya.

2.

Vestibule training

Metode ini berupa kursus singkat dimana kondisi dan fasilitas tempat

pelatihan direkayasa sesuai dengan situasi kerja sebenarnya. Dalam

metode ini kursus dilakukan di tempat yang terpisah dari tempat kerja dan

memerlukan instruktur khusus.

3.

Apprentice training

(magang)

(41)

tertentu, bekerja dan berlatih di bawah pengawasan langsung dari ahli

tersebut.

4.

Internship training

Program pelatihan yang dilakukan oleh lembaga pendidikan dengan

instansi lain seperti perusahaan atau lembaga pemerintah untuk

memberikan pelatihan kepada siswa atau mahasiswa. Peserta yang lulus

dengan predikat yang baik akan mendapat kesempatan untuk bekerja pada

lembaga atau perusahaan yang bersangkutan.

5.

Learner training

(training siswa)

Metode dimana suatu perusahaan mengirimkan sejumlah tenaga kerja

untuk mengikuti pelatihan pada sekolah-sekolah kejuruan tertentu, yang

ditujukan untuk mendapatkan tenaga setengah terampil dalam jangka

pendek.

6.

Outside course

Metode pelatihan yang dilakukan oleh lembaga profesional berkerjasama

dengan suatu perusahaan tertentu.

7.

Retraining course and upgrading

Metode pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas tenaga

kerja guna mengantisipasi kondisi lingkungan yang senantiasa berubah

dan berkembang.

(42)

kerangka baru dan

Employment for the 1990s

sebagai berikut:

1.

Pelatihan dan pendidikan kejuruan harus diarahkan kepada keberhasilan

bisnis dan pertumbuhan ekonomi.

2.

Pengusaha dan individu-individu harus membagi tanggung jawab bersama

dalam pelatihan.

3.

Mengakui standarisasi yang wajar dan relevan dengan kesempatan kerja

dan disesuaikan dengan keadaan industri secara nasional.

4.

Pelatihan harus berdasar pada kualitas dari standarisasi yang ada.

5.

Memperhitungkan program pelatihan sesuai dengan pembangunan di

daerah setempat.

6.

Pengusaha, individu-individu dan masyarakat harus membuka kesempatan

yang baik bagi program pelatihan. ( Basir Barthos, 2004: 99)

Berkaitan dengan implementasi atau pelaksanaan pelatihan kerja,

Mutiara S. Pangabbean (2002: 44) mengemukakan terdapat hal-hal yang harus

diperhatikan dalam kegiatan pelaksanaan pelatihan, yaitu :

1.

Peserta

2.

Pelatih

3.

Metode pelatihan

(43)

1.

Peserta Pelatihan

Peserta pelatihan adalah orang yang akan diberi pelatihan, penetapan

peserta pelatihan menentukan keberhasilan proses pelatihan dan

efektivitas pekerjaan. Dalam menentukan peserta harus berdasarkan

beberapa kriteria, antara lain; jenjang pendidikan dan keahlian, jabatan

yang telah akan ditempati atau sedang ditempati, motivasi dan minat,

pribadi yang menyangkut aspek moril dan sifat-sifat yang diperlukan

untuk suatu pekerjaan, intelektual.

2.

Pelatih/ instruktur

Faktor pelatih/ instruktur sangat menentukan keberhasilan program

pelatihan, instruktur harus dipilih orang yang berkualifikasi profesional.

Beberapa hal dalam penetapan pelatih harus dipertimbangkan yaitu pelatih

ahli dalam bidang spesialisasi tertentu, memiliki kepribadian yang baik

yang menunjang pekerjaannya sebagai pelatih, perlu dipertimbangkan

bahwa pejabat ahli dan berpengalaman belum tentu dapat menjadi pelatih

yang baik dan berhasil.

3.

Lamanya pelatihan

Lamanya pelatihan mempertimbangkan faktor jumlah dan mutu

kemampuan yang hendak dipelajari, kemampuan belajar peserta dalam

mengikuti kegiatan pelatihan, dan media pengajaran yang menjadi alat

(44)

Berupa buku paket materi pelatihan dan sejumlah referensi yang relevan

dengan pokok bahasan yang diajarkan.

5.

Bentuk pelatihan

Bentuk-bentuk pelatihan yang dapat digunakan untuk mengembangkan

ketenagaan antara lain; belajar sambil bekerja

(learning on the job)

,

belajar melalui observasi, tugas khusus, kuliah, pemecahan masalah,

latihan, penyuluhan, bacaan-bacaan khusus yang direncanakan, kursus

studi, konferensi dan seminar, pengajaran dengan mesin,

pertemuan-pertemuan khusus, rotasi jabatan, satuan-satuan tugas

(Task Forces)

,

Form

System

(penempatan

calon

pada

cabang-cabang

organisasi/lembaga), kegiatan-kegiatan kemasyarakatan.

Hal serupa mengenai unsur unsur terdapat dalam pelatihan kerja,

dijelaskan dalam UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan pasal 20

yang menyatakan bahwa sistem pelatihan nasional adalah keterkaitan dan

keterpaduan berbagai unsur pelatihan kerja yang antara lain meliputi peserta,

biaya, sarana dan prasarana, instruktur, program dan metode serta lulusan.

Dengan memperhatikan unsur-unsur diatas penyelenggaraan pelatihan

dapat lebih terjamin karena keberhasilan penyelenggaraan pelatihan

tergantung dari komponen-komponen tersebut.

Selanjutnya dalam kegiatan pelatihan kerja, Sendjun H. Manullang (1995: 30)

(45)

1.

Instansi pemerintah, meliputi Departemen Teknis, lembaga-lembaga/

instansi non-Departemen (Batan, LIPI, dll).

2.

Perusahaan, meliputi perusahaan swasta dan Badan Usaha Milik Negara

(BUMN).

3.

Swasta, termasuk yayasan.

Terkait dengan lembaga yang menyelenggarakan pelatihan kerja,

harus mengacu pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

pasal(15) mengenai persyaratan yang wajib dipenuhi lembaga pelatihan:

1.

Tersedianya tenaga kepelatihan

2.

Adanya kurikulum yang sesuai dengan tingkat pelatihan

3.

Tersedianya sarana dan perasarana pelatihan kerja, dan

4.

Tersedianya dana bagi kelangsungan kegiatan penyelenggaraan pelatihan

kerja.

Tahap ketiga yaitu evaluasi efektivitas program pelatihan. Kegiatan

pelatihan tidak sekedar berakhir setelah pelaksanaan program pelatihan. Hal

terakhir pasca pelatihan adalah evaluasi. Evaluasi diartikan sebagai suatu

proses sistematis untuk menentukan tingkat pencapaian tujuan yang

ditetapkan program pelatihan. Jadi, evaluasi memiliki 2 unsur yaitu proses

sistematis dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan. Dalam mengevaluasi

(46)

bidang studi dan taraf penguasaan materi pembelajaran peserta. Dengan

penilaian dapat diketahui efektivitas kegiatan pelatihan yang telah

dilaksanakan dan media pembelajaran yang digunakan pelatih. Selain itu

penilaian memberikan gambaran-gambaran tentang keberhasilan peserta,

hambatan-hambatan yang ada dan kelemahan-kelemahan pelatihan yang

diselenggarakan. (Siswanto Sastrohadiwiryo, 2003: 120)

Pada dasarnya pelatihan menuju kepada perubahan atau peningkatan.

Evaluasi berguna untuk mengetahui sejauhmana perubahan peningkatan

terjadi. Dalam mengevaluasi efektivitas pelatihan kerja Goldstein dan Buxton

dalam Anwar Prabu (2003: 69) ada beberapa kriteria yang digunakan, yaitu:

1.

Kriteria pendapat

Kriteria ini didasarkan pada pendapat peserta pelatihan mengenai program

pelatihan yang telah dilakukan. Tujuannya mengetahui bagaimana

pendapat peserta mengenai materi yang telah diberikan pelatih, metode

yang digunakan, dan situasi pelatihan.

2.

Kriteria belajar

Kriteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes pengetahuan, tes

ketrampilan yang mengukur skill, dan kemampuan peserta.

3.

Kriteria perilaku

(47)

4.

Kriteria Hasil

Kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil yang diperoleh.

Dalam penilaian suatu program pelatihan dapat dikatakan berhasil

apabila dalam diri peserta pelatihan terjadi suatu transformasi. Proses

transformasi tersebut dinyatakan berlangsung dengan baik jika terjadi 2 hal,

yaitu:

1.Peningkatan kemampuan dalam melaksanakan tugas.

2.Perubahan perilaku yang tercermin dalam sikap, disiplin dan etos

kerja.(Sondang P. Siagian,1996: 20)

3. Efektivitas Pelaksanaan Pelatihan kerja Dinas Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Kota Surakarta

Setelah memahami beberapa definisi mengenai konsep efektivitas,

penulis menarik kesimpulan mengenai efektivitas sebagai keberhasilan

organisasi dalam menyelesaikan tugas dan pekerjaannya untuk mencapai

(48)

terwujud jika tujuan dari pelaksanaan pelatihan kerja tersebut tercapai yaitu

terjadi peningkatan kualitas pencari kerja yang berupa ketrampilan atau

keahlian yang dimiliki para peserta pelatihan di bidang-bidang yang menjadi

kegiatan pelatihan.

Dalam penelitian ini menggunakan pendekatan sistem untuk

menggambarkan keefektifan organisasi. Pertimbangan penulis menggunakan

pendekatan sistem dalam hal ini adalah untuk dapat mengukur efektivitas

dalam pelaksanaan pelatihan kerja oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi harus dilihat secara sistematis artinya dari keseluruhan

aktivitas-aktivitas yang saling terkait tidak cuma dilihat dari hasil lulusan peserta

pelatihan.

Adapun dari beberapa kriteria untuk mengukur keefektifan yang ada,

penulis mengambil 2 kriteria keefektifan yang sesuai untuk dijadikan

indikator dalam menggambarkan efektivitas pelaksanaan pelatihan kerja

Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta, yaitu

produktivitas dan kepuasan. Berikut penjelasan tentang indikator-indikator

yang digunakan tersebut :

1.

Produktivitas

Produktivitas menurut Raminto dan Atik Septi Winarsih (2005:

(49)

(1985: 46) memberikan pengertian produktivitas sebagai kuantitas produk

atau jasa yang dihasilkan organisasi.

Sedangkan menurut yang dikemukakan Balk dalam Skripsi Nita

Kurniawati Fadhilah (2002: 32) bahwa produktivitas dalam organisasi

pemerintah juga harus diukur dari kualitas hasil yang diberikan kepada

masyarakat, yaitu sampai seberapa jauh hasil tersebut sesuai dengan

standar yang diinginkan. Hal yang sama diungkapkan oleh Gibson,dkk

(1994: 32) yang mengartikan produksi sebagai kemampuan organisasi

untuk menghasilkan jumlah dan kualitas keluaran sesuai dengan yang

dibutuhkan lingkungan. Konsep ini tidak termasuk tentang pertimbangan

mengenai efisiensi, tetapi lebih memfokuskan pada keluaran yang

dihasilkan.

Sementara itu Sondang P. Siagian (1996: 21) mengemukakan

bahwa produktivitas dapat ditonjolkan melalui hal-hal sebagai berikut :

a.

Fokus perhatian ditujukan kepada maksimalisasi hasil kerja, misalnya

dalam bentuk barang atau jasa.

b. Maksimalisasi hasil kerja itu disesuaikan dengan sumber daya manusia,

dana dan prasarana lainnya yang jumlahnya telah ditentukan dan

dibatasi.

(50)

2.

Kepuasan

Kepuasan bisa terkait dengan perasaan seseorang terhadap

pekerjaannya sehingga pemahamannya mencakup berbagai hal seperti

emosi dan kecenderungan perilaku seseorang. Hal itu sesuai dengan yang

diungkapkan Richard M Steer bahwa kepuasan kerja diartikan sebagai

tingkat kesenangan yang dirasakan seseorang atas peranannya dalam

organisasi. Tingkat rasa puas individu bahwa mereka mendapat imbalan

yang setimpal dari bermacam-macam aspek situasi pekerjaan dari

organisasi tempat mereka berada (Steers, 1985: 48). Sedangkan menurut

Gibson, dkk mengartikan kepuasan sebagai keberhasilan organisasi dalam

memenuhi kebutuhan karyawan atau anggotanya(Gibso,dkk, 1994: 48).

Hal ini juga menyangkut kepuasan terhadap keberhasilan pekerjaan

mereka dalam melaksanakan kegiatan program. Berkaitan dengan adanya

program kegiatan dari dinas yang ditujukan untuk kelompok masyarakat

tertentu, maka kepuasan dalam penelitian ini juga diartikan sebagai

kesenangan sasaran program kegiatan atas peranannya dalam mengikuti

program yang diselenngarakan oleh dinas yang dapat ditunjukkan dengna

tingkat absensi, sikap peserta selam mengikuti kegiatan,dan keluhan.

B. Kerangka Pikir

Dalam kerangka pikir dijelaskan alur berpikir penulis, kerangka berpikir dimulai

(51)

pencari kerja yang belum memiliki ketrampilan atau keahlian sehingga tidak dapat

mengisi peluang-peluang kerja yang ada karena dibutuhkan ketrampilan Pramuniaga,

Satuan Pengamanan (Satpam), dan Las. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Surakarta menyelenggarakan pelatihan kerja bagi para pencari kerja untuk menjembatani

kesenjangan antara permintaan tenaga kerja dan penawaran tenaga kerja tersebut.

Dari pelatihan kerja yang diadakan akan dilakukan penempatan kerja setelah

selesai dalam proses pelaksanaannya karena dilaksanakan atas dasar job order atau permintaan atas tenaga kerja dan kesediaan untuk melakukan penempatan kerja oleh

lembaga pelatihan yang bekerjasama dalam pelaksanaan kegiatan ini, sehingga

efektivitas dalam pelaksanaan pelatihan kerja Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan

Transmigrasi Surakarta akan menentukan berhasil tidaknya upaya penempatan kerja

untuk mengurangi angka pengangguran. Dalam penelitian ini untuk mengukur efektivitas

pelaksanaan pelatihan kerja oleh Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota

Surakarta menggunakan pendekatan sistem dengan indikator yang digunakan yaitu

produktivitas dan kepuasan. Apabila kedua indikator tersebut dapat tercapai, Maka Dinas

Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta dalam pelaksanaan pelatihan kerja dapat

dikatakan efektif. Selanjutnya untuk mempermudah kerangka berpikir ini, dibuat bagan

kerangka pikir sebagai berikut :

Gambar 1.1

(52)

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Penelitian deskriptif Pengangguran Khusus

Para Pencari Kerja yang Tidak Memiliki Ketrampilan

Pelaksanaan Pelatihan kerja Dinsosnakertras Surakarta

Efektivitas Pelatihan Kerja

(53)

dimaksudkan untuk pengukuran yang cermat terhadap fenomena sosial tertentu.

Pendekatan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif yang

disajikan secara deskripsi. Dalam penelitian kualitatif yang memusatkan pada sajian

deskriptif, data yang dikumpulkan terutama berupa kata-kata, kalimat atau gambar yang

memiliki arti lebih dari pada sekedar frekuensi. Peneliti menekankan catatan yang

menggambarkan situasi sebenarnya guna mendukung penyajian data.( H. B. Sutopo,

2002: 35)

B. Lokasi Penelitian

Penelitian ini mengambil lokasi di Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi

Kota Surakarta. Adapun alasan-alasan pemilihan lokasi ini adalah dasar pertimbangan

sebagai berikut :

1. Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Surakarta merupakan

organisasi Pemerintah Kota Surakarta yang bertugas menyelenggarakan urusan

pemerintahan di bidang di bidang sosial, tenaga kerja dan ketransmigrasian

termasuk sebagai penanggung jawab dalam penyelenggaraan pelatihan kerja dari

dana APBD.

2. Pihak Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Surakarta sangat mendukung

untuk memberikan data-data atau informasi yang peneliti butuhkan sesuai dengan

permasalahan yang ada dalam penelitian ini.

C. Jenis Data

Data merupakan suatu fakta atau keterangan dari obyek yang diteliti. Menurut

Lofland dan Lofland mengatakan bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif

adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan

(54)

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

a. Data Primer

Yaitu data yang diperoleh langsung dari informan yang memahami permasalahan

penelitian. Adapun yang menjadi informan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1) Kepala Seksi Pembinaan dan Pelatihan Kerja Kota Dinsosnakertrans

Surakarta.

2) Pegawai Seksi Pembinaan dan Pelatihan Kerja Kota Dinsosnakertrans

Surakarta.

3) Informan dari lembaga-lembaga pelatihan terkait.

4) Para peserta lulusan pelatihan kerja terkait.

b. Data Sekunder

Yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung atau data yang diperoleh selain dari

sumber data primer. Adapun data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari

buku-buku, peraturan perundang-undangan yang menunjang, serta laporan hasil

pelaksanaan kegiatan yang terkait dengan penelitian ini.

D. Teknik Penarikan Sampel

Penelitian ini bersifat kualitatif dimana peneliti mendasarkan landasan kaitan

teori yang digunakan, keingintahuan pribadi, karakteristik yang dihadapi, dan

sebagainya. Sampel lebih mengarah pada generalisasi teorotisnya. Sumber data yang

digunakan di sini tidak sebagai yang mewakili populasinya tetapi lebih cenderung

mewakili informasinya. Untuk itu penarikan sampel yang digunakan bersifat purposive sampling, dengan memilih informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber data yang

(55)

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

a. Wawancara

Untuk mengumpulkan informasi dari sumber data ini diperlukan teknik wawancara,

yang dalam penelitian kualitatif khususnya dilakukan dalam bentuk wawancara

mendalam dengan cara mengajukan pertanyaan langsung kepada informan. Disini

peneliti menggunakan pedoman wawancara sebagai kegiatan bertanya lebih terarah.

b. Observasi

Teknik observasi digunakan untuk menggali data dari sumber data yang berupa

peristiwa, tempat atau lokasi, benda, serta rekaman gambar.

c. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan teknik pengumpulan data dengan mencari, mengumpulkan,

dan mempelajari dokumen yang relevan dengan penelitian berupa arsip, laporan,

peraturan, dokumen, dan literatur lainnya.

F. Validitas Data

Dalam menentukan keabsahan data atau validitas data, peneliti menggunakan

teknik pemeriksaan trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan data yang memanfaatkan

sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan yang lain untuk pengecekan atau

sebagai pembanding terhadap data itu (Lexy L.Moleong, 2002: 178). Dalam penelitian

ini menggunakan trianggulasi dengan sumber yaitu membandingkan data yang satu

dengan data lain yang sejenis yang berasal dari sumber yang berlainan.

G. Teknik Analisis Data

Analisis data yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data

Gambar

Tabel  1.1
Gambar 4.1 Bagan Dinas Sosial, Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota
Tabel 1.1 Jumlah Pencari Kerja Menurut Tingkat Pendidikan dan
Tabel 1.2 Kegiatan Pendidikan dan Pelatihan Ketrampilan bagi
+7

Referensi

Dokumen terkait

Ikan dan udang yang ditemukan di sungai Ciporeang lebih bervariasi jenisnya dibandingkan sungai Cipangisikan, hal ini disebabkan keadaan muara sungai Ciporeang yang

Serves as Chief Financial Officer and Corporate Planning since 2012, Director of MBSS (since 2010), also serves as Member of Risk Management Committee of PT Petrosea Tbk

 For the improved line, the track length and total length of the engineering structures were shorter, the cost of construction was lower and volume of required earthworks

Aplikasi pembersih file sampah ini mampu memeriksa setiap file yang terdapat pada tiap folder/subfolder dari suatu drive dan dapat membedakan dengan tepat file-file mana saja

SEKRETARIAT DPRD Penyediaan Peralatan dan Perlengkapan Kantor.. Biaya Dekorasi Billboard

(1) Kepada Wajib Pajak badan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5)

Sikap ini kita butuhkan bukan semata-mata karena neo liberalisme bertentangan dengan prinsip-prinsip dasar filosofis yang dituangkan dalam UUD 1945, yang meletakkan rakyat

Berpedoman pada ketentuan tersebut diatas, Pokja IV ULP Kota Tebing Tinggi mengumumkan pemenang pelelangan E-Lelang Sederhana Dengan Pasca Kualifikasi Metode